ssn 1693-4849 jurnal pendidikan - · pdf fileevaluasi pembelajan kimia kelas xi di sma negeri...

73
SSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU (Wadah Informasi Ilmiah dan Kreativitas Intelektual Pendidikan) VOLUME 7 NOMOR 2 MARET 2010 Diterbit Oleh FKIP Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu Volume 7 Nomor 2 Hal 61- 125 Banda Aceh Maret 2010 Pelaksanaan Proses Perkuliahan Mekanika Pada Semester Pendek Berdasarkan Pada Masalah (Problem Based Learning) Dengan Pendekatan Kooperatif Abdul Hamid (1 - 6) Peranan Pelajar Islam Indonesia (PII) Dalam Mebina Moral Generasi Muda Di Kabupaten Aceh Besar Abubakar (7 - 15) Penerapan Penilaian Autentik Dalam Pembelajaran Matematika Realistik Di Kelas VII SMP Negeri 3 Banda Aceh Usman (16 – 22 ) Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Perjanjian Pinjam Pakai Buku Perpustakaan Di Universitas Abulyatama Aceh Nasruddin AR (23 - 29) Pendidikan Dan Permasalahannya Terhadap Lingkungan Hidup A. Jabar (30 - 35) Konsep Pendidikan Akhlak Perspektif Filosof Islam(Ibnu Miskawaih) Hambali (36 - 40) Kemampuan Guru IPS Dalam Menerapkan Model Pembelajaran Efektif Pada SMP Neg. I Darussalam Banda Aceh Sakdiyah (41 - 45) Pelaksanaan Pembelajaran Membaca Dan Menulis Permulaan Di Kelas I SD Negeri 1 Jeumpet Aceh Besar Darmawati (46 - 51) Metode Pembelajaran Imajinatif Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Mengarang Bahasa Indonesia Pada Siswa Kelas V SD Negeri 7 Banda Aceh Ruhadi (52 - 61) Evaluasi Pembelajan Kimia Kelas XI Di SMA Negeri 1 Glumpang Tiga Tahun Ajaran 2008/2009 Muhammad (63 - 69)

Upload: haphuc

Post on 05-Feb-2018

238 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

SSN 1693-4849

JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU

(Wadah Informasi Ilmiah dan Kreativitas Intelektual Pendidikan)

VOLUME 7 NOMOR 2 MARET 2010

Diterbit Oleh

FKIP Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

Jurnal

Pendidikan

Serambi Ilmu

Volume 7

Nomor 2

Hal

61- 125

Banda Aceh

Maret

2010

• Pelaksanaan Proses Perkuliahan Mekanika Pada Semester Pendek

Berdasarkan Pada Masalah (Problem Based Learning) Dengan

Pendekatan Kooperatif

Abdul Hamid (1 - 6)

• Peranan Pelajar Islam Indonesia (PII) Dalam Mebina Moral Generasi

Muda Di Kabupaten Aceh Besar

Abubakar (7 - 15)

• Penerapan Penilaian Autentik Dalam Pembelajaran Matematika Realistik Di Kelas VII SMP

Negeri 3 Banda Aceh

Usman (16 – 22 )

• Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Perjanjian Pinjam Pakai Buku Perpustakaan Di Universitas

Abulyatama Aceh

Nasruddin AR (23 - 29)

• Pendidikan Dan Permasalahannya Terhadap Lingkungan Hidup

A. Jabar (30 - 35)

• Konsep Pendidikan Akhlak Perspektif Filosof Islam(Ibnu Miskawaih)

Hambali (36 - 40)

• Kemampuan Guru IPS Dalam Menerapkan Model Pembelajaran

Efektif Pada SMP Neg. I Darussalam Banda Aceh

Sakdiyah (41 - 45)

• Pelaksanaan Pembelajaran Membaca Dan Menulis Permulaan Di

Kelas I SD Negeri 1 Jeumpet Aceh Besar

Darmawati (46 - 51)

Metode Pembelajaran Imajinatif Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar

Mengarang Bahasa Indonesia Pada Siswa Kelas V SD Negeri 7

Banda Aceh

Ruhadi (52 - 61)

Evaluasi Pembelajan Kimia Kelas XI Di SMA Negeri 1 Glumpang

Tiga Tahun Ajaran 2008/2009

Muhammad (63 - 69)

PELAKSANAAN PROSES PERKULIAHAN MEKANIKA PADA SEMESTER PENDEK

BERDASARKAN PADA MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING)

DENGAN PENDEKATAN KOOPERATIF

Oleh : Abdul Hamid*

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan kualitas Pembelajaran Mekanika, dalam

hal proses dan hasil belajar melalui model belajar berdasarkan masalah dengan pendekatan kooperatif.

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam tiga siklus, melibatkan 48 orang mahasiswa Program

Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Syiah Kuala. Data tentang kualitas proses pembelajaran

dikumpulkan dengan metode observasi, dan dianalisis secara deskriptif menggunakan tabel persentase

aktivitas kelompok. Data tentang hasil belajar mahasiswa dikumpulkan dengan metode tes menggunakan

tes hasil belajar, dianalisis dengan menentukan skor rata-rata dan ketuntasan klasikal, sedangkan data

tentang respon mahasiswa terhadap strategi pembelajaran yang diterapkan dikumpulkan dengan teknik

angket dan interview, dianalisis dengan menentukan kategori skor rata-rata. Hasil analisis data

menunjukkan bahwa; (1) aktivitas belajar mahasiswa dapat ditingkatkan secara optimal, (2) hasil belajar

mahasiswa dapat ditingkatkan, ditunjukkan oleh rata-rata skor yang diperoleh mencapai lebih besar dari

65 untuk setiap siklus pembelajaran dan ketuntasan belajar mahasiswa lebih besar dari 70% untuk setiap

siklus pembelajaran, dan (3) respon mahasiswa terhadap strategi pembelajaran Mekanika adalah

berkategori positif, ditunjukkan oleh lebih besarnya persentase responden pada pilihan dengan skor 4 dan

5 dibandingkan persentase responden pilihan dengan skor 1 dan 2 untuk tiap item pernyataan.

Kata-kata kunci: belajar berdasarkan masalah dan pendekatan koperatif.

Pendidikan formal, khususnya di

Perguruan Tinggi pada umumnya dilaksanakan

dengan berpijak pada proses perkuliahan yang

mengandalkan pijakan pada semester-semester

reguler, yaitu semester ganjil dan semester

genap. Pelaksanaan perkuliahan (pembelajaran)

yang hanya mengandalkan perjalanan semester

reguler kurang memberikan peluang kepada

mahasiswa untuk meningkatkan efisiensi dan

produktivitas belajarnya, khususnya

memperpendek waktu studi dan meningkatkan

hasil belajarnya.

Ide pelaksanaan semester pendek adalah

salah satu terobosan yang dapat membuka

peluang tercapainya efisiensi, produktivitas dan

terjadinya peningkatan kualitas hasil belajar

mahasiswa, dan terutama dapat memperpendek

masa studi mahasiswa, sehingga untuk tahun

akademik 2008/2009 dilaksanakan semester

pendek.

Semester pendek dilaksanakan pada

periode bulan Juli sampai Agustus (selama tujuh

minggu efektif). Melalui semester pendek,

diharapkan mahasiswa dapat memanfaatkan

waktu secara efektif dan efisien sehingga tercapai

produktivtas pembelajaran yang semakin optimal,

karena program semester pendek memberikan

peluang kepada mahasiswa untuk meningkatkan

hasil belajar, memperpendek waktu studi,

memanfaatkan sarana dan fasilitas yang tersedia

secara optimal, dan memacu potensi yang lebih

besar pada mahasiswa.

Mata kuliah Mekanika merupakan salah

satu mata kuliah di program studi pendidikan

fisika yang diprogramkan oleh mahasiswa pada

pelaksanaan semester pendek tahun akademik

2008/2009. Mata kuliah ini memiliki bobot 4

sks, merupakan mata kuliah pendukung mata

kuliah lanjutan seperti fisika statistik dan fisika

kuantum. Dalam pelaksanaan perkuliahannya

dirancang enam kali pertemuan per minggu,

sehingga dari segi persyaratan minimal untuk

mata kuliah 4 sks 28 kali pertemuan tatap muka

dapat dicapai, hanya saja karena waktu yang

tersedia relatif singkat dan dengan frekuensi

perkuliahan yang begitu padat maka perlu

dipikirkan suatu pola perkuliahan

(pembelajaran) yang diperkirakan dapat

memberikan proses dan hasil yang optimal.

Pelaksanaan perkuliahan mekanika pada

semester pendek dapat diarahkan untuk

meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses

belajar mahasiswa dengan mengoptimalkan

sumber daya yang tersedia dan memacu potensi

yang dimiliki oleh mahasiswa sehingga dapat

meningkatkan kualitas hasil belajar dan

produktivitas program studi pendidikan fisika,

baik dari IPK yang diperoleh maupun dari lama

waktu studi mahasiswa, terlebih lagi perkuliahan

mekanika merupakan salah satu mata kuliah

prasyarat untuk memprogramkan mata kuliah

pengajaran mikro (micro-teaching) yaitu mata

kuliah yang mempersiapkan mahasiswa sebagai

calon guru untuk melakukan praktik mengajar di

sekolah latihan. Melalui semester pendek

mahasiswa yang memiliki potensi kurang dapat

memperbaiki hasil belajarnya sehingga tidak

mengganggu program semester reguler,

sedangkan bagi mahasiswa yang memiliki potensi

baik akan mampu memanfaatkan waktu studi

secara lebih efektif dan efisien sehingga secara

umum akan dapat memperpendek waktu studi

mahasiswa.

Semester pendek yang dilaksanakan

dalam waktu yang sangat terbatas, sehingga untuk

mencapai sasaran dari pelaksanaan semester

pendek secara lebih sistematik, efektif dan

berdaya guna maka pengajar sebagai fasilitator

perlu mengupayakan suatu strategi pelaksanaan

yang dapat membantu kelancaran mahasiswa

dalam mengikuti semester pendek tersebut. Salah

satu dari beberapa upaya yang bisa dilaksanakan

adalah menyiapkan modul pembelajaran dan

merencanakan strategi pembelajaran lebih

terencana dan lebih sesuai dengan tuntutan

kemandirian mahasiswa dalam melaksanakan

proses pembelajaran dengan mempertimbangkan

waktu studi yang dimiliki dalam program

semester pendek. Dalam hal ini sebagai salah satu

upaya yang dipertimbangkan peneliti adalah

"belajar berdasarkan masalah (problem-based

learning) dalam pembelajaran dengan

pendekatan kooperatif".

Pendekatan kooperatif dicirikan oleh

struktur tugas dan penghargaan kooperatif,

dimana para mahasiswa yang bekerja dalam

situasi dan semangat kooperatif membutuhkan

kerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam

penerapannya, dua atau lebih individu saling

bergantung untuk mencapai penghargaan bersama

(Arends: 1997:201). Selanjutnya menurut

(Nur,1996) metode pembelajaran kooperatif

memanfaatkan kecenderungan mahasiswa untuk

berinteraksi dan memilki dampak positif terhadap

mahasiswa yang rendah hasil belajarnya.

Dalam implementasi pembelajaran

dengan model belajar bersadarkan masalah

dirancang dengan struktur pembelajaran (Savoie

& Andrew, 1994:36); (1) mulai dengan masalah,

(2) masalah berhubungan dengan dunia siswa,

(3) organisasi materi pembelajaran sesuai

dengan masalah, (4) memberikan siswa

tanggung jawab utama untuk membentuk dan

mengarahkan pembelajarannya sendiri, (5)

menggunakan kelompok-kelompok kecil dalam

pembelajaran, dan (6) menuntut siswa untuk

menampilkan apa yang telah mereka pelajari

melalui hasil atau penampilan.

Pembelajaran berdasarkan masalah

dirancang dalam suatu prosedur pembelajaran

yang diawali dengan sebuah masalah dengan cara

mahasiswa dikonfrontasikan dengan masalah

yang nyata, sehingga dengan cara ini mahasiswa

mengetahui mengapa mereka harus mempelajari

materi perkuliahan tersebut. Informasi-informasi

akan mereka kumpulkan dan mereka analisis dari

unit-unit materi kuliah yang mereka pelajari

dengan tujuan untuk memecahkan masalah yang

dihadapi. Masalah yang disajikan juga hendaknya

dapat memunculkan konsep-konsep maupun

prinsip-prinsip yang relevan dengan tujuan

pembelajaran (Barrow, 1996:77).

Melalui pembelajaran berdasarkan

masalah dengan pendekatan kooperatif para

mahasiswa akan belajar menggunakan suatu

proses interaktif dalam mengevaluasi apa yang

mereka ketahui, mengidentifikasi apa yang

mereka ketahui, mengumpulkan informasi dan

berkolaborasi dalam mengevaluasi suatu hipotesis

berdasarkan data yang telah mereka kumpulkan,

sedangkan pengajar lebih berperan sebagai

fasilitator dalam menggali dan menemukan

hipotesis dan dalam mengambil kesimpulan.

Langkah-langkah yang perlu

diperhatikan dalam merancang program

pembelajaran berdasarkan masalah dengan

pendekatan kooperatif sehingga proses

pembelajaran berpusat pada mahasiswa adalah (1)

fokuskan permasalahan pembelajaran pada

konsep-konsep yang esensial dan strategis, (2)

berikan kesempatan kepada mahasiswa untuk

mengevaluasi gagasannya melalui eksperimen

atau studi lapangan untuk mengali data yang

diperlukan untuk memecahkan masalah yang

dihadapi, (3) berikan kesempatan untuk mengolah

data yang mereka miliki, (5) berikan kesempatan

kepada mahasiswa untuk mepresentasikan solusi-

solusi yang mereka kemukakan (Gallagher &

Stepien, 1995, 136-146).

Pembelajaran berdasarkan masalah

dimaksudkan untuk meningkatkan hasil belajar

mahasiswa melalui penerapan pengetahuan,

bekerja memecahkan masalah bersama,

menemukan sesuatu untuk dirinya dan saling

mendiskusikan masalah-masalah tersebut dengan

temannya. Hal ini hanya dapat diwujudkan secara

intensif dengan menerapkan pembelajaran

kooperatif. Selain itu belajar berdasarkan masalah

dengan pendekatan kooperatif dapat

meningkatkan motivasi mahasiswa, karena

melalui belajar berdasarkan masalah bersama,

mahasiswa dapat belajar bagaimana

menggunakan sebuah proses iteratif untuk menilai

apa yang mereka ketahui, mengidentifikasi apa

yang mereka ingin ketahui, mengumpulkan

informasi-informasi dan secara kolaborasi

mengevaluasi hipotesisnya berdasarkan data

yang telah mereka kumpulkan. Gallagher &

Stepien, 1995, 136-146).

Secara eksplisit terdapat tiga masalah

yang akan diupayakan pemecahannya dalam

penelitian ini. Ketiga masalah tersebut masing-

masing dirumuskan sebagai berikut. (1)

Apakah strategi pembelajaran berdasarkan

masalah dengan pendekatan kooperatif dapat

meningkatkan kualitas proses pembelajaran

Mekanika pada program semester pendek? (2)

Apakah strategi pembelajaran berdasarkan

masalah dengan pendekatan kooperatif dapat

meningkatkan kualitas hasil belajar Mekanika

yang dicapai mahasiswa pada program

semester pendek? (3) Bagaimana respon

mahasiswa terhadap strategi pembelajaran

Mekanika berdasarkan masalah dengan

pendekatan kooperatif pada program semester

pendek?

Melalui penelitian tindakan, peningkatan

kualitas pembelajaran Mekanika dengan

pendekatan pembelajaran kooperatif, tujuan

yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut. (1) Mengoptimalisasi kualitas

proses pembelajaran mata kuliah Mekanika

dalam semester pendek melalui pembelajaran

berdasarkan masalah dengan pendekatan

kooperatif. (2) Meningkatkan kualitas hasil

belajar Mekanika mahasiswa dalam semester

pendek melalui pembelajaran berdasarkan

masalah dengan pendekatan kooperatif. (3)

Meningkatkan respon mahasiswa terhadap

strategi belajar berdasarkan masalah dengan

pendekatan kooperatif pada perkuliahan

Mekanika.

Metoda Penelitian Subjek penelitian ini adalah semua

mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika

yang memprogramkan mata kuliah Mekanika

pada program semester pendek tahun akademik

2008/2009, yaitu sebanyak 48 orang, yang

terbagi dalam dua unit, yaitu unit I sebanyak 23

orang dan unit II sebanyak 25 orang. Pada kedua

unit ini diterapkan strategi pembelajaran yang

sama.

Sebagai objek dari penelitian ini sesuai

dengan judul penelitian tindakan ini adalah;

belajar berdasarkan masalah dengan pendekatan

kooperatif, peningkatan kualitas proses

pembelajaran, peningkatan kualitas hasil belajar,

dan peningkatan respon mahasiswa.

Program semester pendek dilaksanakan

selama hampir dua bulan efektif (7 minggu)

yaitu; minggu ke-2 bulan Juli sampai sampai

minggu ke 4 bulan Agustus, dirancang untuk 24

sampai 32 kali pertemuan, namun untuk

penelitian tindakan ini dilaksanakan selama 12

kali pertemuan dengan tiga siklus besar. Masing-

masing siklus besar terdiri dari sub siklus yang

berjalan masing-masing selama empat kali

pertemuan

Dalam penelitian ini terdapat tiga jenis

data yang akan dikumpulkan untuk dianalisis.

Jenis data, metode pengumpulan data dan

instrumennya diikhtisarkan dalam tabel 01

Tabel 01. Teknik Pengumpulan Data

dan Instrumen

No Jenis Data Metode Instrume

n

1. Kualitas

proses

pembelajaran

Observasi Pedoman

observasi

2. Kualitas

Hasil Belajar

Tes Tes hasil

belajar

3. Respon

Mahasiswa

Angket

dan

interview

Kuesione

r dan

pedoman

interview

Indikator dari kualitas proses pembelajaran

Mekanika di kelas adalah interaksi mahasiswa

dalam melaksanakan proses pembelajaran di

kelas, dengan komponen interaksi yaitu; (1)

interaksi mahasiswa terhadap materi ajar yang

dihadapi (2) interaksi individu mahasiswa dalam

kelompoknya, (3) interaksi individu mahasiswa

dengan kelompok mahasiswa yang lain (4)

interaksi dalam mengerjakan tugas-tugas

pembelajaran, dan (5) interaksi individu

mahasiswa dengan dosen. Analisis terhadap data

kualitas proses pembelajaran dilakukan secara

deskriptif, dengan menentukan frekuensi

munculnya interaksi dari masing-masing

komponen dengan kriteria keberhasilan muncul

pada masing-masing komponen minimal pada

kategori cukup.

Hasil belajar mahasiswa ditentukan

dengan menghitung hasil belajar yang dicapai

pada masing-masing siklus pembelajaran. Hasil

belajar ini kemudian dianalisis dengan mencari

skor rata-rata yang diperoleh dan ketuntasan kelas

yang dicapai. Kriteria keberhasilan bahwa skor

rata-rata yang diperoleh ≥ 65 dengan ketuntasan

kelas mencapai 70%.

Respon mahasiswa dianalisis secara

deskriptif dengan kriteria keberhasilan

perbandingan persentase mahasiswa yang

memiliki respon positif lebih besar dari pada

persentase mahasiswa yang memiliki respon

negatif.

Hasil dan Pembahasan

1. Hasil Penelitian

a. Kualitas Pembelajaran Mekanika

Hasil analisis rata-rata kualitas

pembelajaran Mekanika selama siklus l sampai

siklus 3, menunjukkan bahwa dari lima jenis

interaksi yang diharapkan muncul dalam

pembelajaran rata-rata terjadi 4 sampai 5 jenis

interaksi pada masing-masing kelompok. Hasil ini

menunjukkan bahwa kualitas pembelajaran

Mekanika berada antara baik sampai sangat baik,

utamanya interaksi mahasiswa terhadap materi

ajar sudah baik. Hal ini menunjukkan mahasiswa

telah bisa belajar mandiri.

b. Hasil Belajar Mekanika

Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 siklus

belajar, dengan materi pembelajaran masing-

masing yaitu: kinematika partikel, dinamika

partikel dan medan gaya sentral. Hasil dari

masing-masing siklus ditunjukkan pada tabel 02.

Tabel 02. Kualitas hasil belajar

Siklus Pokok

Bahasan

Hasil

Rata-

rata

Simpangan

Baku

1 Kinematika

partikel

74,79 27,53

2 Dinamika

partikel

72,48 22,50

3 Medan gaya

sentral

66,30 20,00

Tabel 02, menunjukkan bahwa rerata

hasil belajar Mekanika mahasiswa pada siklus 1

sebesar 74,79, pada siklus 2 sebesar 72,48 dan

pada siklus 3 sebesar 66,30. Tampaknya rerata

hasil belajar yang dicapai selain bergantung

strategi belajar yang diterapkan juga bergantung

pada tingkat kesulitan materi ajar yang

dibelajarkan. Hal ini berhasil digali dari hasil

interview dengan mahasiswa yang menyatakan

bahwa mahasiswa merasa lebih mudah

memahami kinematika partikel dibandingkan

dinamika partikel dan medan gaya sentral.

c. Respon Mahasiswa terhadap Strategi

Pembelajaran

Respon mahasiswa terhadap strategi

pembelajaran mekanika berdasarkan masalah

ditunjukan pada tabel berikut.

Tabel 03 Respon mahasiswa terhadap strategi pembelajaran

No Pernyataan Persentase Jawaban

1 2 3 4 5

1 Materi ajar yang disediakan jelas dan mudah dipahami - - 37,5 62,5 -

2 Materi ajar yang disediakan menyertakan contoh-contoh

untuk memperjelas konsep

- - 25 75 -

3 Masalah yang diberikan pada awal pembelajaran menantang

untuk mempelajari materi ajar

- - 20,8 66,7 12,5

4 Masalah yang diberikan di awal pembelajaran berkaitan

dengan konsep Mekanika yang dipelajari

- - 85,4 14,6

5 Strategi pembelajaran yang diterapkan memotivasi untuk

menggunakan kekuatan diri

- - 35,4 64,6 -

6 Strategi yang diterapkan dapat menumbuhkan kepercayaan

pada diri sendiri

- - 47,9 52,1 -

7 Strategi yang diterapkan dapat membantu untuk

mengungkapkan buah pikiran

- - 22,9 77,1 -

8 Strategi pembelajaran dengan masalah dapat memusatkan

pada suatu konsep yang dipelajari

- - 37,5 52,1 10,4

9 Strategi pembelajaran yang diterapkan dapat lebih banyak

memberikan kesempatan mahasiswa untuk mengoptimalkan

- - 20,8 66,7 12,5

pandangan-pandangannya

10 Dengan adanya modul yang disediakan dosen, mahasiswa

merasa lebih siap untuk belajar

- - 45,8 54,2 -

Dari data dalam tabel 03 tampak bahwa

respon mahasiswa terhadap strategi pembelajaran

Mekanika dengan berdasarkan masalah adalah

positif. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa

dapat dapat menerima strategi belajar yang

ditetapkan

3.2 Pembahasan Dari hasil yang telah diuraikan di atas

dapat ditunjukkan bahwa belajar berdasarkan

masalah (problem based learning) dengan

pendekatan kooperatif untuk perkuliahan

Mekanika pada semester pendek program studi

pendidikan fisika FKIP Universitas Syiah Kuala,

Banda Aceh, dapat meningkatkan kualitas

proses pembelajaran, hasil belajar mahasiswa,

dan menghasilkan respon yang positif terhadap

strategi pembelajaran yang diterapkan.

Dalam implementasi pembelajaran

berdasarkan masalah terdapat tahapan-tahapan

pembelajaran seperti yang telah dikemukakan

oleh Savoie & Andrew pada bagian

pendahuluan. Sebagai awal pembelajaran

mahasiswa secara individual dihadapkan pada

masalah realistik yang berkaitan dengan konsep

yang akan dibelajarkan. Setelah mahasiswa

menyadari akan masalah yang dihadapi,

diharapkan muncul motivasi mahasiswa untuk

menyelesaikan masalah tersebut. Langkah

selanjutnya melalui kelompok kooperatif

berinteraksi dengan materi ajar untuk

mendapatkan sendiri konsep-konsep yang

diperlukan untuk menyelesaikan masalah yang

dihadapi. Dalam kegiatan inilah dosen sebagai

fasilitator memberikan tanggung jawab kepada

mahasiswa untuk memperoleh sendiri konsep-

konsep yang diperlukan melalui interaksi

kelompok kooperatifnya. Sebagai indikator

keberhasilan mahasiswa menguasai konsep-

konsep yang dibelajarkan dilakukan evaluasi,

sebagai akhir pembelajaran.

Strategi belajar yang diterapkan dapat

memberikan beberapa keuntungan, hal ini sesuai

dengan beberapa ciri penting dari pembelajaran

berdasarkan masalah (problem based

learning) adalah sebagai berikut (Brooks &

Martin, 1993); (1) Tujuan pembelajaran

dirancang untuk dapat merangsang dan

melibatkan pebelajar dalam pola pemecahan

masalah, sehingga pebelajar diharapkan mampu

mengembangkan keahlian belajar dalam

bidangnya secara langsung dalam

mengidentifikasi permasalahan, (2) Adanya

keberlanjutan permasalahan, dalam hal ini ada

dua tuntutan yang harus dipenuhi yaitu;

Pertama, masalah harus memunculkan konsep

dan prinsip yang relevan dengan kandungan

materi yang dibahas. Kedua permasalahan harus

bersifat nyata sehingga dapat melibatkan

pebelajar tentang kesamaan dengan suatu

permasalahan,(3) Adanya presentasi

permasalahan, pebelajar dilibatkan dalam

mempresentasikan permasalahan sehingga

pebelajar merasa memiliki permasalahan

tersebut, (4) Pengajar berperan sebagai tutor dan

fasilitator. Dalam posisi ini maka peran

fasilitator adalah mengembangkan kreativitas

berpikir para pebelajar dalam bentuk keahlian

dalam pemecahan masalah dan membantu

pebelajar untuk menjadi mandiri.

Dari tujuan pembelajaran berdasarkan

masalah di atas tampak bahwa setelah

pembelajaran mahasiswa secara individual

mampu menguasai konsep-konsep yang

dipelajari untuk memecahkan masalah yang

dihadapi, dari mengidentifikasi masalah,

mengidentifikasi konsep-konsep yang

diperlukan sampai pada kemampuan

menggunakan konsep-konsep untuk

memecahkan masalah tersebut.

4. Simpulan dan Rekomendasi Dari hasil dan pembahasan yang diuraikan,

maka dapat dirumuskan beberapa simpulan dari

penelitian ini yaitu sebagai berikut. (1) Strategi

pembelajaran berdasarkan masalah dengan

pendekatan kooperatif dapat meningkatkan

kualitas proses pembelajaran Mekanika pada

program semester pendek; (2) Strategi

pembelajaran berdasarkan masalah dengan

pendekatan kooperatif dapat meningkatkan

kualitas hasil belajar Mekanika yang dicapai

mahasiswa pada program semester pendek; dan

(3) Respon mahasiswa terhadap strategi

pembelajaran Mekanika berdasarkan masalah

dengan pendekatan kooperatif pada program

semester pendek adalah positif

Dari hasil penelitian ini, dapat

dikemukakan beberapa rekomendasi dari

penelitian ini yaitu seperti di bawah ini. (1)

Dalam merancang model belajar berdasarkan

masalah (problem based learning) masalah yang

diajukan kepada mahasiswa hendaknya

dikaitkan sedekat mungkin dengan lingkungan

sekitar mahasiswa atau masalah yang

merupakan sebuah model aplikasi dari materi

ajar.

DAFTAR RUJUKAN

Arends. R. I, (1997), Classroom Instruction and

Management. Mc. Graw-Hill Co.Inc,

New York

Barrows.. Howard S. (1996). Problem-Based

Learning in Medicine and Beyond New

Direction fo Teaching and Learning.

Jossey-Bass Publishers.

Brooks J.G & Martin G. B, (1993). In Search of

Understanding; The Case for

Constructivist Classroom, Alexandria

Virginia

Gallagher, Shelagh A & Stepien, William,

(1995), Implementing Problem Based

Learning in Science Classroom. School

Science and Mathematics.

Nur, M. (1996). Pembelajaran kooperatif dalam

kelas IPA (terjemahan dari Linda

Loungren 1994: cooperative learning

in the science classroom) Makalah

disampaikan dalam penyegaran dan

pelatihan penelitian bagi guru-guru

Pembina KIR SMU, 26 Agustus s.d. 7

September 1996 di IKIP Surabaya.

Savoie J. M. & Andrew S.H., (1994), Problem-

Based Learning as Classroom Solution,

Educational Leadership

Peranan Pelajar Islam Indonesia (PII) Dalam Mebina Moral Generasi

Muda Di Kabupaten Aceh Besar

Oleh : Abubakar*

Abstrak

Pelajar Islam Indonesia (PII), merupakan salah satu organisasi yang bergerak dalam bidang sosial

kemasyarakatan yang mempunyai tanggung jawab moral yang tinggi sehingga bisa menjadi wadah

pembentukan moral dan peningkatan prestasi generasi muda dalam setiap wilayah kerjanya. baik

mahasiswa, pelajar yang masih menempuh pendidikan di sekolah formal maupun di sekolah non formal.

Yang menjadi sampel adalah komunitas Pelajar Islam Indonesia di Kabupaten Aceh Besar yang meliputi

anggota, pengurus dan keluarga besar, Anggota yang dimaksud disini adalah para kader PII yang telah

mengikuti kegiatan training. Dari kesemua unsur PII tersebut diambil 14 orang sebagai sampel penelitian.

Metoda pengumpulan data adalah penelitian kepustakaan (library research dan penelitian lapangan

(field research) dengan teknik pengumpulan data adalah angket tertutup dan semi terbuka serta

wawancara mendalam, dengan hasil penelitiannya sebagai berikut : Peranan PII dalam pembinaan

moral dan kepribadian generasi muda di Kabupaten Aceh Besar sangat penting yang berfungsi sebagai

wadah, membentuk, mengembang dan pempertahan prilaku-prilaku yang luhur sesuai dengan nilai-nilai

yang Islami, bahkan di samping itu tujuan utama PII Aceh Besar adalah mempersiapkan kader-kader yang

sukses dalam pendidikannya dengan prestasi yang gemilang sehingga menjadi pemimpin-pemimpin yang

berbudi luhur di masa depan.

Untuk mencapai maksud-maksud tersebut PII Kabupaten Aceh Besar menempuh berbagai usaha

antara lain : training-traning (Leadership Basic Training, Leadership Intermediate Training, Leadership

Advace Training, Pendidikan Instruktur dan latihan Brigade PII serta belajar Islam bersama). hal ini

didasari pada pemikiran bahwa setiap kader PII dalam wilayah kerjanya perlu dibekali dengan

ketrampilann yang menyangkut dengan prilaku, kepemimpinan dan akhlak yang didasari pada nilai-nilai

keislaman dengan demikian para generasi muda akan sulit tergoyahkan dengan berbagai desakan

moderenisasi dan budaya-budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai keislaman, dengan kepribadian

yang kuat seperti itu sehingga para kader PII akan menjadi contoh yang baik lingkungan social dan

studinya dalam kontek seperti ini dapat disebut juga sebagai upaya pembinaan dalam pengertian yang

lebih luas.

Kendala-kendala yang sering dihadapi oleh PII dalam pembinaan moral dan kepribadian generasi

muda di Kabupaten Aceh Besa:r sangat beragam, namun kalau kita simpulkan antara lain : Terbatasnya

anggaran yang tersedia dalam menunjang pelaksanaan program pembinaan, sulitnya mendapat restu

orang tua bagi setiap kader, terutama sekali kader remaja putri, banyak anggota yang berstatus pelajar dan

mahasiswa juga menjadi kendala tersendiri, karena kita ketahui pelajar dan mahasiswa juga memiliki

kewajiban pendidikannya yang tidak bisa ditinggalkan, banyak anggota yang tidak aktif serta minimnya

dukungan masyarakat dalam menyukseskan berbagai program yang telah diagendakan.

Kata Kunci : Peran PII, moral dan prestasi, generasi muda

Keadaan Nanggroe Aceh Darussalam saat

ini memang tidak bisa ditebak dengan mudah,

apalagi memastikan akan sesuatu hal mengenai

nanggroe aceh sekarang ini, perubahan secara

drastis terjadi bukan hannya dalam hitungan

tahun atau bulan,bahkan terjadi dalam hitungan

hari atau jam,dimana konflik politik

berkepanjangan yang tiada henti-hentinya terus

menemani naggroe aceh tercinta.

Belum lagi musibah gempa dan sunami

yang melanda aceh pada tanggal 26 Desember

2004 yang telah memporak-porandakan aceh

sehingga aceh harus bangun kembali untuk bisa

bangkit lagi seperti sediakala, untuk itu

diperlukan format keadaan masyarakat yang

mampu menganalisa dan mampu menyesuaikan

diri dengan keadaan tersebut agar mampu

menjaga dirinya dari hal-hal yang dapat

merugikan pribadinya sendiri dan untuk itulah

harus dimulai dari mempertahankan kebersamaan

antar semua generasi muda khususnya pelajar

yang notabennya sangat mudah untuk menerima

sesuatu yang baru,dimana pelajar adalah suatu

bagian dari masyarakat yang merupakan tonggak

utama bagi kelangsungan suatu bangsa dalam

segala bidang (student today leader tomorrow)

pelajar hari ini adalah pemimpin dihari esok.

Apakah pada tahun – tahun yang akan

datang nasib rakyat Aceh berubah dengan

terciptanya perdamaian antara GAM dengan

pemerintahan pusat di Jakarta pada tahun 2005?

mative, akankah MoU Helsinki dan UU

pemerintahan Aceh (UUPA) mampu membawa

kesejahteraan, kedamaian,dan keadilan kepada

rakyat Aceh.? Apakah semua kedamaian yang

telah tercapai dapat berpengaruh pula perbaikan

moral generasi muda dalam berbagai bidan,

sosial, pendidikan dan keagamaan ?

Tentu tidak mudah menjawab pertanyaan

mendasar di atas.jawaban terhadap pertanyaan ini

berada di pundak mesyarakat Aceh yang bukan

dilakukan dengan berspekulasi, gosip, dan intrik

politik yang justru membunuh harapan-harapan

berbagai harapan sehingga semua unsur munuju

harapan yang islami.

Semua perubahan yang disebut di atas

adalah peristiwa-peristiwa yang sangat

menentukan tercapainya tindakan Aceh baru,

Aceh baru adalah Aceh yang bermartabat, dari

segi ekonomi, agama serta sosial budaya. Oleh

karna itu peranan Generasi muda dan pelajar

sangat dibutuhkan yang bisa menciptakan sebuah

skenario tentang masa depan Aceh sebagai

pedoman bagi masyarakat sipil di Aceh untuk

menjalankan perannya sebagai pelaku perubahan.

Agar kebersamaan antar pemuda dan

pelajar dapat dipersatukan, selama ini sudah ada

satu wadah tempat berkumpulnya para pelajar

yakni organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII),

dimana organisasi ini merupakan salah satu

organisasi yang bergerak dalam bidang sosial

kemasyarakatan yang mempunyai tanggung

jawab moral yang tinggi sehingga bisa menjadi

wadah pembentukan moral dan kepribadian

generasi muda dalam setiap wilayah kerjanya.

baik mahasiswa, pelajar yang masih menempuh

pendidikan di sekolah formal maupun di sekolah

non formal. Dengan harapan di samping para

generasi muda tersebut mampu mencapai prestasi

yang baik juga dibarengi prilaku yang islami

sebagai bentuk wajah baru masyarakat Aceh ke

depan yang islami sesuai dengan UU dan

berbagai qanun yang telah diberlakukan.

Peran utama PII sebagai wadah generasi

muda adalah membekali landasan moral bagi

generasi muda, artinya pembinaan dan

pendidikan moral yang telah dilakukan oleh PII

secara tidak langsung harus dapat membentuk

kepribadian generasi muda yang ada dan

mengurangi kenakalan yang terjadi dikalangan

generasi muda. di sisi lain PII adalah wahana

merajut ukhuwah islamiah dalam kata lain

“jembatan silaturrahmi”antara pelajar dari

sekolah formal dengan pelajar dari sekolah non

formal, karena dari kedua sekolah tersebut

masing-masing memiliki kekurangan dan

kelebihan sendiri dalam mengikuti kurikulum

pendidikan. Sering kali selisih paham tentang

sistem pendidikan yang terjadi dirasakan oleh

generasi muda, sehingga sering kali pula egoisme

masing-masing muncul kepermukan dan saling

menklaim bahwa sayalah benar, di sini pula

organisasi PII harus mampu mengikat rasa

persaudaraan yang tinggi dikalangan pelajar

tanpa memandang kelas sosial, ekonomi dan

sebagainya. untuk selanjutnya berbuat bersama-

sama demi kemaslahatan ummat dengan

meningkatkan prestasi dan prilaku yang baik,

sebagaimana diwujudkannya isi dan cita-cita PII

yang terkandung dalam pasal 4 Anggaran Dasar

PII adalah "Kesempurnaan pendidikan,

pengajaran dan kebudayaan yang sesuai dengan

Islam bagi segenap rakyat Indonesia dan umat

manusia". PII berlomba-lomba berbuat kebajikan

yang menurut istilah disebut " Fastabiqul

Khairat" Sesuai dengan firman Allah swt surat

Asy-Syams ayat 7 s/d 10 :

,������� ���ره� و���اه� ,و��� و� ���اه� � زآ��ه� � و"! %�ب � د���ه� ,"! أ�� Artinya : “Demi jiwa yang

menyempurnakan, lalu diilhamkan kepada

(manusia), mana yang buruk dan mana yang

baik, sesungguhnya mendapat kemenangan

(bahagia) orang-orang yang mensucikan

jiwanya dan rugi (kalah) orang yang

mengotorkan jiwanya (jahat hatinya).

Dari berbagai uraian diatas, dalam kesempatan

ini penulis tertarik untuk melakukan kajian untuk

melihat secara objektif tentang bagaimana peran

PII dalam membinan moral generasi muda

terutama di Kabupaten Aceh Besar dengan

rumusan masalahnya sebagai berikut :

1. Bagaimana peranan PII dalam pembinaan

moral dan peningkatan generasi muda di

Kabupaten Aceh Besar

2. Usaha-usaha apa saja yang ditempuh oleh

PII dalam pembinaan moral dan

peningkatan prestasi generasi muda

Kabupaten Aceh Besar

3. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi

oleh PII dalam pembinaan moral dan

peningkatan prestasi generasi muda di

Kabupaten Aceh Besar1

Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas maka yang

menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana peranan PII dalam pembinaan

moral dan peningkatan prestasi generasi

muda di Kabupaten Aceh Besar

2. Usaha-usaha apa saja yang ditempuh oleh PII

dalam pembinaan moral dan peningkatan

prestasi generasi muda Kabupaten Aceh

Besar

3. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh

PII dalam pembinaan moral dan peningkatan

prestasi generasi muda di Kabupaten Aceh

Besar

Metodologi Penelitian

A. Populasi Dan Sampel Dalam penelitian ini yang menjadi

populasi adalah komunitas Pelajar Islam

Indonesia di Kabupaten Aceh Besar yang

meliputi anggota, pengurus dan keluarga besar,

Anggota yang dimaksud disini adalah para kader

PII yang telah mengikuti kegiatan training baik

yang masih duduk di bangku sekolah maupun

yang di perguruan tinggi.Adapun keluarga besar

PII yang dimaksud disini adalah mantan

pengurus PII yang masih memberikan peranan

dalam mendistribusi materi,pemikiran dan

kebutuhan lainnya demi kelancaran jalan nya

kepengurusan PII.

Dari kesemua unsur PII tersebut diambil

14 orang sebagai sampel penelitian yang terdiri

dari Unsur Ketua dan Angga, beserta beberapa

orang mantan pengurusnya yang dianggap

memiliki data yang banyak tentan peran dan

fungsi PII selama ini.

B. Tehnik Pengumpulan Data Data dalam penelitian ini akan digolongkan

dalam dua katagori yaitu data primer dan data

skunder, data primer adalah data yang terkumpul

dilapangan sedangkan data sekunder adalah data-

data yang bersumber dari berbagai bacaan baik

buku-buku majalah, foto-foto dan sebagainya.m

oleh sebab itu untuk mengumpulkan data-data

tersebut dapat ditempuh dengan teknik sebagai

berikut :

1. Penelitian kepustakaan (library research)

Yaitu dengan mengumpulkan berbagai

bacaan yang terkait dengan permasalah yang

sedang diteliti baik yang digunakan sebagai

sumber kajian kepustakaan maupun

memperkuat temuan-temuan di lapangan.

2. Penelitian lapangan (field researchh) Yaitu

penelitian berdasarkan fakta dan realita yang

terjadi dilapangan, dengan teknik

pengumpulan datanya adalah sebagai berikut

:

a. Angket Yaitu dengan cara menyebarkan sejumlah

pertanyaan sesuai dengan tujuan penelitian.item-item

pertanyaan yang akan di gunakan di rumuskan

sedemikian rupa dengan bantuan para senior/para

ahli untuk memungkinkan terungkapnya berbagai

data tentang Peranan Pelajar Islam Indonesia dalam

membina moral generasi muda di Aceh Besar.

pertanyaan-pertanyaan yang di rumuskan dalam

angket akan di susun dalam dua bentuk, yaitu secara

tertutup dan semi terbuka. Angket tertutup adalah

angket yang mengungkapkan setiap masalah yang di

teliti tersedia jawabannya yang telah di rumuskan

sematang-matangnya sehingga responden tidak perlu

menambah lagi dengan jawaban nya sendiri.

Sedangakan semi terbuka adalah setiap

pertanyaan yang akan mengungkapkan indikator

yang ingin di sandera,jawabannya sudah tersusun

dengan pertimbangan yang matang,tetapi responden

masih diberi kemungkinan jawaban tambahan sesuai

dengan yang diinginkan,dilakukan dan dirasakan

selama ini.hal ini dilakukan untuk memungkinkan

terungkap nya berbagai data yang di butuhkan untuk

memperdalam pembahasan setiap masalah

penelitian.

2.Wawancara

Wawancara digunakan untuk memperdalam

serta menemukan jawaban-jawaban yang lebih

terperinci,yang tidak mungkin terjawab tuntas dan

mendetil melalui angket.wawancara akan dilakukan

khususnya lepada sumber data dari berbagai yang

erat kaitannya dengan Organisasi Pelajar Islam

Indonesia Aceh Besar dan terkait dengan masalah

yang sedang di kaji, sebagaimana yang telah di

sebutkan, tujuannya adalah memperoleh data secara

komperhensif terhadap konsep yang baik dalam

membina moral generasi muda di Aceh Besar.

Wawancara terutama akan dilakukan terhadap

beberapa orang sumber dari unsur inti Pengurus

Daerah Pelajar Islam Indonesia Kabupaten Aceh

Besar.

Wawancara dilakukan berdasarkan pedoman

wawancara yang telah disusun dari hasil kerjasama

Tim dan senior/para ahli sedemikian rupa,sehingga

memungkinkan terungkap berbagai imformasi yang

dibutuhkan secara mendalam.Diskusi juga akan

dilakukan secara intensivdengan para señor dan

pakar yang dipandang capable dalam masalah ini.

C. Tehnik Pengolahan Dan Analisis Data

Data yang terkumpul akan diolah dengan

pendekatan”Trianggulási”.yaitu lebih dari satu

metoda, dengan cara mengawinkan metoda

kuantitatif dan metoda kualitatif (Pertti Alasuutari

1996 : 130).data yang terkumpul melelui angket

akan diolah dengan bantuan statistik deskriptif

kuantitatif, akan disajikan dalam bentuk prosentase-

prosentase sehingga menghasilkan indikator-

indikator di setiap masalah yang akan

dijelaskan.Data yang terkumpul melalui wawancara

dan observasi akan diolah dengan pendekatan

deskriptif kualiatatif (Suharsimi Arikunto 2000 :

350-357), tujuannya untuk menggambarkan

katagori-katagori yang relevan dengan tujuan yang

ingin di capai dalam penelitian secara mendalam dan

akurat.

Reduksi data dilakukan sebagai usaha Sejak awal

penelitian dimulai secara terus menerus,hal ini

ditempuh untuk menghindari penumpukan data

dalam waktu yang lama,sehingga memungkinkan

peneliti dan mengumpulkan data secara terus

menerus sesuai dengan jangaka waktu penelitian

untuk memperdalam setiap temuan sebelumnya dan

untuk mempertajam data-data yang suadah

ada,sehingga hasil dapat memberikan gambaran

yang objektif dan memadai.

Hasil Dan Pembahasan

A. Pengumpulan Data Sebagaimana telah dijelaskan di muka

pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan

melalui angkaet dan wawancara, angket diedarkan

kepada seluruh responden yang telah ditentukan,

serta diperdalam dengan wawancara terhadap

beberapa orang yang pandang penting dalam

melengkapi informasi penelitian.

Semua angket yang telah diedarkan

Alhamdulillah dapat terkumpul semua dan

memenuhi syarat untuk diolah..

B. Pengolahan Data

Sebagaimana telah kita maklumi bersama pada

dasarnya PII didirikan merupaka sebagai wadah para

generasi muda yang cerdas dan islami, oleh itu titik

konsentrasi pembinaannya lebih banyak diarahkan

pada pembinaan kepribadian generasi muda,

terutama pelajar dan mahasiswa, hal ini lebih jelas

terlihat dalam table pengolahan data berikut :

TabTabel 1. Sasaran pembinaan PII

Kabupaten Aceh Besar(boleh lebih dari satu

jawaban)

No Alternatif

jawaban

f (%)

1.

2.

3.

Pelajar

Mahasiswa

Tidak dibatasi

8

8

2

57

57

14

Berdasarkan hasil pengolahan data di atas

dapat diambil kesimpulan bahwa sebahagian besar

sasaran pembinaan adalah remaja baik yang

berstatus sebagai mahasiswa maupun sebagai pelajar

namun tidak tertutup kemungkinan juga PII

membuka diri dalam pembinaan unsure lain. Artinya

meskipun sasaran utan adalah generasi muda pelajar

dan mahasiswa namun masyarakat umum kadang-

kadang pernah juga dilibatkan dalam pembinaannya

dengan harapan dapat dijadikan sebagai syiar

eksistensi PII dalam suatu wilayah sehingga

kiprahnya dapat diasakan semua unsur.

Untuk memudahkan dan efektivitas pelaksanaan

pembinaan moral generasi muda dapat dilakukan

dengan berbagai media, penggunaan media

diperlukan untuk memudahkan penjaukauan sasaran

yang ingin di bina, selama ini dalam pembinaan

moral remaja media yang digunakan bervariasi

artinya tidak tergantung pada salah satu media saja.

Hal ini dapat terlihat dalam table olahan data berikut

;

Tabel 2. Media pembinaan generasiral bagi

generasi muda PII Kabupaten Aceh besar.

N Alternatif

jawaban

F (%)

1.

2.

3.

Media cetak

Media TV

Media elektronik

10

3

1

72

21

7

Dari semua responden memberikan

jawaban bahwa media yang paling banyak

digunakan dalam pembinaan generasi muda

adalah media cetak media cetak ini bisa berupa

berbagai hal seperti surat kabar, brosur, spanduk

dan sebagainya, beberapa alasan mengapa media

ini sangat dominant digunakan karena

pertimbangan biaya lebih murah, dan jaukaun

capaian yang lebih banyak dan daya simpan

lebih lama bila disbanding dengan media-media

lainnya.

Meskipun secara tidak terprogram dalam

berbagai program tahunan, bulan dan minguan,

setiap program yang dilakukan oleh PII

Kabupaten Aceh Besar harus dapat menjangkau

seluruh kader dan sasaran, maka setiap pogram

perlu disosialisasikan dengn pihak-pihak terkait,

untuk mengetahui sejauh mana program-prgram

yang dilakukan dapat dirasakan, oleh sebab itu

setiap program PII perlu disebarluaskan hal ini

dapat kita ketahui dengan memperhatikan table

olahan data berikut :

Tabel 3. Dipublikasi tidaknya program

pembinaan generasi muda oleh PII Kabupaten

Aceh Besar

N Alternatif jawaban f (%)

1.

2.

3.

Setiap kegiatan selalu

dipublikasikan

Tergantung situasi

Ada yang tidak

tertampung di media

10

1

3

72

7

21

Jumlah 14 100

Hasil olahan data dari table diatas dapat kita

simpul bahwa sebahagian besar kegiatan-

kegiatan dalam pembinaan generasi muda di

Kabupaten Aceh Besar adalah dipublikasikan

melalui berbagai cara, baik dalam bentuk brosur,

surat kabar poster dan telivisi masing-masing

media publikasi tersebut tentu mengandung baik

buruknya, baik ditinjau dari sudut capaian

sasaran maupun tenaga dan biaya yang

dikeluarkan.

Untuk mengetahui jenis publikasi yang

sering dipilih oleh PPI Kabupaten Aceh besar

dalam mempublikasi pembinaan generasi

mudanya dapat kita lihat dengan memperhatikan

table olahan data berikut :

Tabel 4. Media yang paling sering

digunakan PII dalam mempublikasikan kegiatan

pembinaan moral selama ini di Aceh Besar.

N Alternatif

jawaban

F (%)

1.

2.

3.

Surat kabar

Brosur/poster

TV

6

8

3

43

57

22

Jumlah 14 100

Berdasarkan table pengolahan data diatas

dapat kita simpulkan lebih dari setengah

publikasi pembinaan moral generasi muda oleh

PII Kabupaten Aceh Besar di lakukan brosur dan

poster, sedangkan selebihnya dilakukan melalui

surat kabar, terutama surat kabar lokal, pemilihan

brosur sebagai media publikasi dikarenakan

mengandung berbagai keuntungan, terutama

sekali ditinjau dari sudut biaya dan wilayah

capaian yang ingin dijangkau dalam wilayah

Kabupaten Aceh besar dan Propinsi secara lebih

luas.

Dalam prses pembinaan PII Kabupaten

Aceh Besar dilakukan dengan berbagai

pendekatan yang dianggap mampu membekali

kepribadian generasi muda terutama sekali kader

PII itu sendiri. Untuk mengetahui berbagai

kegiatan yang dilakukan oleh PII dalam

pembinaan tersebut dapat diketahui dengan

memperhatikan table olahan data berikut :

Tabel 5. Usaha apa saja yang telah ditempuh

PII dalam pembinaan moral bagi generasi muda

di Aceh Besar. (Boleh lebih dari satu jawaban)

N Alternatif jawaban f (%)

1.

2.

3.

Melakukan training-

training

Melaksanakan

seminar

Melakukan kajian-

kajian bulanan

11

2

1

79

14

7

Berdasarkan tabel olahan data diatas dapat

disimpulkan, bahwa selama ini usaha-usaha yang

paling sering dilakukan oleh PII Kabupaten Aceh

Besar dalam pembinaan moral generasi muda

antara lain ; melalui training-traning tentang

kepemimpinan dan keagamaa hal ini didasari

pada pemikiran bahwa setiap kader PII dalam

wilayah kerjanya perlu dibekali dengan

ketrampilann yang menyangkut dengan prilaku,

kepemimpinan dan akhlak yang didasari pada

nilai-nilai keislaman dengan demikian para

generasi muda akan sulit tergoyahkan dengan

berbagai desakan moderenisasi dan budaya-

budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai

keislaman, dengan kepribadian yang kuat seperti

itu sehingga para kader PII akan menjadi contoh

yang baik lingkungan sosialnya dalam kontek

seperti ini dapat disebut juga sebagai upaya

pembinaan dalam pengertian yang lebih luas.

Disamping itu Pelajar Islam Indonesia

Kabupaten Aceh Besar dalam melakukan

training-training biasanya dikelompokkan dalam

beberapa kegiatan Leadership Basic Training,

Leadership Intermediate Training, Leadership

Advace Training, Pendidikan Instruktur dan

latihan Brigade PII serta belajar Islam bersama.

Dalam pelaksanaan berbagai kegiatan

sebagaimana yang telah disebutkan, sudah

barang tentu PII sebagai lembaga social

keagamaan yang tidak mengejar untung dan tidak

memiliki modal yang kuat, perlu mendapat

perhatian serius dan bekerja sama dengan semua

pihak, sebagai mitra terutama sekali para unsure-

unsur terkait dalam pembinaan remaja guna

mewujutkan generasi masa depan yang baik.

Untuk mengetahui unsure-unsur yang

sering terlibat dalam pembinaan generasi muda

oleh PII Kabupaten Aeh Besar dapat kita

perhatikan pada table olehan data berikut :

Table 6.. Unsur-unsur yang telat dalam

pembinaan generasi muda oleh PII Kabupaten

Aceh Besar

N Alternatif jawaban F (%)

1.

2.

3.

PEMDA

OKP Paguyuban

Masyarakat Umum

10

1

3

72

7

21

Jumlah 14 100

Berdasarkan table olahn data diatas dapat

kita simpulkan bahwa yang menjadi patner utama

dalam pembinaan moral genrasi muda selama ini

adalah Pemda, tentu saja Pemda yang instansinya

terkait dengan tujuan PII. disamping itu hanya

sebagian kecil PII Kabupaten Aceh Besar bekerja

dengan masyarat umum.

Pembinaan generasi yang muda yang

dilaksanakan dengan bekerja sama tersebut, tentu

akan memerlukan dana yang tidak sedikit karena

pelaksanaan pelatihan./training oleh PII biasanya

diikuti oleh peserta yang lumayan besar , oleh

sebab itu dana yang diperlukan untuk

terlaksananya program tersebut juga besar, untuk

dapat kita ketahui dari mana saja sumber dana

yang mendukung pelaksanaan programnya dapat

kita ketahui dengan memperhatikan tabel olahan

data berikut :

Tabel 7. Sumber dana dalam menjalankan

kegiatan pembinaan moral bagi generasi muda di

Aceh Besar, .

N Alternatif jawaban F (%)

1.

2.

3.

4.

PEMDA

LSM / NGO

Keluarga Besar PII

Sukarela

masyarakat

12

-

2

2

86

-

14

14

Jumlah 14 100

Berdasarkan table olahan data diatas dapat

kita simpulkan dalam mendukung kelancaran

program-program pembinaan oleh PII Kabupaten

Aceh Besar pada umumnya sumber dana berasal

dari Pemda setempat, yang dimaksudkan dengan

pemda setempat dalam hal ini adalah terutama

Pemda Kabupaten Aceh Besar dan Pemda

Provinsi melalui berbagai instansi dan bidang-

bidang terkait, namun di samping itu hanya

sebahagian kecil untuk kelancaran pembinaan

program tersebut di dukung juga oleh dana yang

berasal dari keluarga besar PII Kabupaten Aceh

Besar dan umum lainnya.

Cara memperoleh dana tidaklah

semudah yang kita bayangkan, tapi penuh

dengan berbagai lika-likunya, karena sebahagian

besar instansi-instansi terkait tidak ada pos

khusus untuk penyelenggaraan kegiatan PII,

namun sumber dana dari setiap instansi tersebut

adalah dilihat keterkaitan program PII dengan

pos anggaran yang ada di instansi tersebut,

dengan mengajukan proposal-proposal untuk

dipelajari, namun ada juga sebahagian kecil

program-program pebinaan yang dilakukan oleh

PII Kabupaten Aceh Besar bersumber dari dana

tawaran dari Pemda setempat, hal ini dapat kita

pelajari dengan memperhatikan table olahan data

berikut :

Tabel 8. Usaha mendapatkan bantuan dana

dari Pemda dan Donatur.

N Alternatif jawaban f (%)

1.

2.

3.

Mengajukan program

ke PEMDA

Menunggu tawaran

program dari

PEMDA

Melakuka lobi-lobi

dengan semua pihak

9

2

3

65

14

21

Jumlah 14 100

Setiap program yang dilakukan dalam

pembinaan moral generasi muda oleh PII

Kabupaten Aceh Besar, selalu mengacu pada

prinsip kontinuitas dalam menjaga

kesinambungan proses pembinaan. Untuk

mengetahui bagaimana cara PII Kabupaten Aceh

Besar menjaga kesinambungan program

pembinaannya dan wilayah sasaran dapat kita

pelajari table olahan data berikut :

Tabel 9. Cara Pengurus PII menjaga

kesinambungan pembinaan moral bagi generasi

muda sampai kesemua kecamatan yang ada di

Kabupaten Aceh Besar.(Boleh lebih dari satu

jawaban)

No Alternatif jawaban f (%)

1.

2.

3.

Mengadakan kajian-kajian

bulanan di setiap komisariat

PII

Melakukan pemantauan

bulanan

Kegiatan di pusatkan di

kecamatan

5

8

1

36

57

7

Dari olahan data table diatas dapat kita

simpulkan bahwa dalam menjaga

kesinambungan program pembinaan moral bagi

generasi muda sampai ke semua kecamatan di

Aceh Besar. Antara lain dilakukan melalui

pantauan bulanan, kajian komisariat bulanan

serta dengan cara memusatkan beberapa kegiatan

dilakukan di kecamata-kecamatan, dengan cara

demikian berbagai permasalahan sampai dengan

ke kecamatan dapat dilakukan pembinaannya,

sehingga dapat disusun skala prioritas kecematan

yang diutamakan dan kemacamatan selanjutnya

dengan demikian pola-pola pembinaan akan

sampai kepada para generasi muda secara

menyeluruh.

Disamping karena banyak kegiatan PII di

tingkat kabupaten maka untuk menjaga

kesinambungan dibentukk Komisariat PII di

setiap kecamatan, di mana kegiatan yang tidak

tertampung di kabupaten dapat diberikan

wewenang kepada pengurus kecamatan untuk

mengatur sendiri program-program kerja dengan

catatan tidak bertentangan dengan visi dan misi

PII serta setiap kegiatan tersebut didampingan

oleh pengurus tingkat kabupaten.

Meskipun demikian karena sasaran

yang ingin dicapai adalah pembentukan suatu

prilaku tentu tidaklah mudah dan pasti akan

menghadapi berbagai kendala, .baik kendala

yang bersumber keaktifan internal anggota

maupun kendala yang bersumber dari eksternal

organisasi.

Untuk mengetahui kedala-kendala apa

saja yang sering dihadapi oleh PII Kabupaten

Aceh Besah dapat kita lihal dalam table olahan

data berikut.

Tabel 10. Kendala-kendala yang sering

dihadapi oleh PII Kabupaten Aceh Besar.(Boleh

lebih dari jawaban)

No Alternatif jawaban f (%)

1.

2.

3.

4

Terbatasnya anggaran

Banyak anggota tidak

aktif

Kurang dukungan dari

masyarakat

Banyak anggota masih

pelajar/Mhs

Tidak ada izin dari orang

tua

9

4

1

4

5

64

29

7

29

35

Berdasarkan table olahan data diatas dapat kita

simpulkan bahwa kendala-kendala yang sering

dihadapi oleh PII Kabupaten Aceh Besar dalam

pembinaan generasi muda dapat kita kelompokkan

dalam beberapa hal antara lain : Terbatasnya

anggaran yang tersedia dalam pelaksanaan program,

sering kali kader PII tidak mendapat restu orang tua,

banyak anggota yang berstatus pelajar dan

mahasiswa, banyak anggota yang tidak aktif serta

minimnya dukungan masyarakat dalam

menyukseskan berbagai program yang telah

diagendakan.

Disamping itu terdapat juga beberapa kendala

teknis yang sering menghambat kelancaran program

pembinaan generasi muda di Kabupaten Aceh Besar,

yaitu :

1. Banyaknya kegiatan, sehingga sebagian

aktifitas terporsir untuk kegiatan organisasi.

2. Kegiatan organisasi PII seperti pengkaderan,

bakti sosial, ke kecamatan dan lain-lain

banyak menyita tenaga. Akibatnya aktifis PII

kurang optimal, dan sering kali dapat

mengganngu tugas pokoknya yang

kebanyakan pelajar dan mahasiswa.

Pembahasan

Pembinaan dan pengembangan moral

bangsa merupakan salah satu komitmen kader

PII sejak pertama sekali didirikan tujuannya

adalah merealisasikan terwujud prilaku bangsa

yang Islami sesuai dengan anjuran Al-qur’an dan

Sunnah Rasul. Untuk mewujudkan prilaku yang

Islami secara keseluruhan perlu dibentuk

pengurus PII di setiap wilayah secara merata.

Dengan harapan syiar Islam secara menyeluruh

dapat tercapai terutama sekali melaui pembinaan

komunitas-komunitasnya artinya pemibinaan

dapat ditempuh melalui pendidikan,

penghayatan, dan pengamalan nilai-nilai agama

serta mempunyai ilmu yang mendalam sesuai

disiplin ilmu yang dipelajari.

Pembinaan dan pengembangan PII

merupakan salah satu langkah dalam upaya

mewujudkan kesempurnaan pendidikan yang

sesuai dengan syari’at Islam dengan sasaran

utamanya adalah generasi muda, dengan harapan

baik generasi muda maka baiklah pemimpin dan

masyarakat suatu wilayah nantinya.

Sebagai wadah pembinaan generasi muda,

PII melakukan pembinaan moral moral

pembinaan moral yang dimaksud adalah

pembinaan mental spiritual kearah pembinaan

etika generasi muda. Salah satu indicator

keberhasilan pembinaan moral PII adalah

berhasilnya dalam pencapaian pendidikannya

dengan berdasarkan ilmu dan agama Islam dan

adat budayanya..

Oleh sebab itu PII setiap wilayah harus

berfungi sebagai agen pembawa syariat sebagai

wadah berlatih, wahana penghantar sukses studi,

pembentukan pribadi muslim dan sebagai alat

perjuangan.1

Konsep diatas mengindikasikan bahwa

para kader yang aktif dalam organisasi PII

diharapkan sukses dalam menyelesaikan studinya

dan siap untuk mengamalkan apa yang

dipelajarinya sehingga PII menjadi dorongan

moral bagi anggotanya agar berhasil

menyelesaikan studi dan terhindar dari prilaku-

prilaku yang tercela.

Mewujudkan maksud tersebut PII

Kabupaten Aceh Besar punya pola tersendiri,

antara lain melalui training-traning tentang

kepemimpinan dan keagamaa hal ini didasari

pada pemikiran bahwa setiap kader PII dalam

wilayah kerjanya perlu dibekali dengan

ketrampilann yang menyangkut dengan prilaku,

kepemimpinan dan akhlak yang didasari pada

nilai-nilai keislaman dengan demikian para

generasi muda akan sulit tergoyahkan dengan

berbagai desakan moderenisasi dan budaya-

budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai

keislaman, dengan kepribadian yang kuat seperti

itu sehingga para kader PII akan menjadi contoh

yang baik lingkungan social dan studinya dalam

kontek seperti ini dapat disebut juga sebagai

upaya pembinaan lam pengertian yang lebih luas.

Disamping itu Pelajar Islam Indonesia

Kabupaten Aceh Besar dalam melakukan

training-training biasanya dikelompokkan dalam

beberapa kegiatan Leadership Basic Training,

Leadership Intermediate Training, Leadership

Advace Training, Pendidikan Instruktur dan

latihan Brigade PII serta belajar Islam bersama.

Dalam memantap dan memperkuat

perannya dalam pembinaan moral bagi generasi

muda sampai kesemua kecamatan, PII Kabupaten

Aceh Besar. Antara melakukan berbagai kegiatan

seperti pantauan bulanan, kajian komisariat

bulanan serta dengan cara memusatkan beberapa

kegiatan dilakukan di kecamata-kecamatan,

dengan cara demikian berbagai permasalahan

sampai dengan ke kecamatan dapat dilakukan

pembinaannya, sehingga dapat disusun skala

prioritas kecematan yang diutamakan dan

kemacamatan selanjutnya dengan demikian pola-

pola pembinaan akan sampai kepada para

generasi muda secara menyeluruh.

Meskipun demikian karena sasaran yang

ingin dicapai adalah pembentukan suatu prilaku

tentu tidaklah mudah dan pasti akan menghadapi

berbagai kendala, .baik kendala yang bersumber

keaktifan internal anggota maupun kendalan

yang bersumber dari eksternal organisasi.

Kendala-kendala yang sering permasalahan

dan perlu dicari solusi oleh PII Kabupaten Aceh

Besar dalam pembinaan generasi muda dapat kita

kelompokkan dalam beberapa hal antara lain :

Terbatasnya anggaran yang tersedia dalam

menunjang pelaksanaan program pembinaan ,

sering kali kader PII tidak mendapat restu orang

tua, sehingga mereka hanya terdaftar saja sebagai

kader PII, namun setiap ada kegiatan tidak bias

dilalui dengan maksimal, banyak anggota yang

berstatus pelajar dan mahasiswa juga menjadi

kendala tersendiri, karena kita ketahui pelajar

dan mahasiswa juga memiliki kewajiban

pendidikannya yang tidak bisa ditinggalkan,

banyak anggota yang tidak aktif serta minimnya

dukungan masyarakat dalam menyukseskan

berbagai program yang telah diagendakan.

Di lain pihak terdapat juga beberapa

kendala yang sebenarnya teknis saja dan kadang-

kadang sangat terkait juga dengan kendala-

kenadala diatas dan sering menghambat

kelancaran program pembinaan generasi muda di

Kabupaten Aceh Besar, yaitu :

1. Banyaknya kegiatan, sehingga sebagian

aktifitas terporsir untuk kegiatan organisasi.

2. Kegiatan organisasi PII seperti pengkaderan,

bakti sosial, ke kecamatan dan lain-lain

banyak menyita tenaga. Akibatnya aktifis PII

kurang optimal, dan sering kali dapat

mengganngu tugas pokoknya yang

kebanyakan pelajar dan mahasiswa.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. KESIMPULAN Sesuai dengan permasalahan di atas,

maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan

sebagai berikut :

Peranan PII dalam pembinaan moral dan

kepribadian generasi muda di Kabupaten Aceh

Besar sangat penting yang berfungsi sebagai

wadah, membentuk, mengembang dan

pempertahan prilaku-prilaku yang luhur sesuai

dengan nilai-nilai yang Islami, bahkan di

samping itu tujuan utama PII Aceh Besar adalah

mempersiapkan kader-kader yang sukses dalam

pendidikannya sehingga menjadi pemimpin-

pemimpin yang berbudi luhur di masa depan.

1. Untuk mencapai maksud-maksud tersebut

PII Kabupaten Aceh Besar menempuh berbagai

usaha antara lain : training-traning (Leadership

Basic Training, Leadership Intermediate

Training, Leadership Advace Training,

Pendidikan Instruktur dan latihan Brigade PII

serta belajar Islam bersama). hal ini didasari pada

pemikiran bahwa setiap kader PII dalam wilayah

kerjanya perlu dibekali dengan ketrampilann

yang menyangkut dengan prilaku, kepemimpinan

dan akhlak yang didasari pada nilai-nilai

keislaman dengan demikian para generasi muda

akan sulit tergoyahkan dengan berbagai desakan

moderenisasi dan budaya-budaya yang

bertentangan dengan nilai-nilai keislaman,

dengan kepribadian yang kuat seperti itu

sehingga para kader PII akan menjadi contoh

yang baik lingkungan social dan studinya dalam

kontek seperti ini dapat disebut juga sebagai

upaya pembinaan dalam pengertian yang lebih

luas.

2. Kendala-kendala yang sering dihadapi oleh

PII dalam pembinaan moral dan kepribadian

generasi muda di Kabupaten Aceh Besa:r sangat

beragam, namun kalau kita simpulkan antara

lain :

a. Terbatasnya anggaran yang tersedia dalam

menunjang pelaksanaan program pembinaan,

sulitnya mendapat restu orang tua bagi setiap

kader, terutama sekali kader remaja putri,

b. Banyak anggota yang berstatus pelajar dan

mahasiswa juga menjadi kendala tersendiri,

karena kita ketahui pelajar dan mahasiswa

juga memiliki kewajiban pendidikannya yang

tidak bisa ditinggalkan, banyak anggota yang

tidak aktif serta minimnya dukungan

masyarakat dalam menyukseskan berbagai

program yang telah diagendakan.

c. Banyaknya kegiatan, sehingga sebagian

aktifitas terporsir untuk kegiatan organisasi.

d. Kegiatan organisasi PII seperti pengkaderan,

bakti sosial, ke kecamatan dan lain-lain

banyak menyita tenaga. Akibatnya aktifis PII

kurang optimal, dan sering kali dapat

mengganngu tugas pokoknya yang

kebanyakan pelajar dan mahasiswa

3. SARAN-SARAN Berdasarkan berbagai kendala-kendala di

atas, maka perlu disarankan sebagai berikut

b. Perlu kiranya pemda setiap kebupaten

menyidiakan pos anggaran khusus PII untuk

kelancaran pembinaan dan menjaga

kontinyunitas pelaksanaan berbagai program.

c. Perlu sosialisasi yang memadai kepada orang

tua kader sehingga dapat memahami maksud

dan tujuan program-program PII secara utuh

dan maksimal, demi pembinaan moral dan

keberhasilan pendidikan anaknya.

d. Perlu kiranya para pengurus PII menyusun

skala prioritas kerja program, sehingga

dengan program-program yang banyak dapat

dituntaskan dengan teratur, bertahap dan

tuntas, dengan prinsip kerja Fleksible,

terpogram, efektivitas dan efisiensi serta

berkesinambungan.

DAFTAR PUSTAKA

Gufron Su’udi, 1986. Sosok Penbinaan Dalam

Rangka Mewujudkan Generasi Muda Idaman.

epartemen Agama RI, Jakarta.

Mohd. Husni Tamrin,Ma’roof, 1998. Pilar Dasar

Gerakan PII; Dasa Warsa Pertama, Karsa

Cipta Jaya,1998, Jakarta

Halim Tuasikal, MA. 1955. Sejarah PII dari

Kongres Ke Kongres, Yogyakarta.

Syahfawi. 2001. Idealisme PII dalam Pembinaan

Pelajar, (Skripsi FKIP Unsyiah, Darussalam.

Banda Aceh.

Punca. 2000. (Media Alternatif Perekat

Ukhuwah), Tabloid Mingguan PII Aceh, Edisi

05/th. I Maret 2000, hal.1.

Anonimous. 2002. Keputusan Muktamar Nasional

PII ke-23 Makasar, 06 Juli 2002

H. Hamzah Ya’qub, 1996. Etika Islam Pembinaan

Akhlak Karimah, Suatu Pengantar. CV

deponogiro, Bandung..

PENERAPAN PENILAIAN AUTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

REALISTIK DI KELAS VIII SMP NEGERI 3 BANDA ACEH

Oleh

Usman*

Abstract

Aim of this research is to know (1) the students’activity, (2) mount the teacher ability in applying the

lesson, (3) to know the student ability level. This research in cassify category research experiment.

Population on this research is all of the seconds’ years student of SMP Negeri 3 Banda Aceh., and samples

of this research the student class VIII.1. The instrumen using for this research is test, the students pepper

activity, and the teacher pepper ability. Use descriptive analysis data. Based on data analysis aobtain: (1)

the student activity inclusive of efective category, (2) mount the teacher ability in applying lesson

inclusive category, (3) ability of seconds year students SMP Negeri 3 Banda Aceh after applying authentic

assessment, be at superior ability dand very gratifiying

Key Word: Authentic assessment

Fakta menunjukkan bahwa kualitas

sumber daya manusia (SDM) bangsa

Indonesia saat ini jauh dari harapan bahkan

sangat memprihatinkan. Hal ini didasarkan

oleh standar ukuran Human Development

Indeks UNDP, kualitas SDM bangsa

Indonesia termasuk dalam rangking paling

rendah di antara sesama negara ASEAN, dan

peringkat ke 109 dari 173 negara di dunia

(Sukamto dalam Akib, 2002). Rendahnya

kualitas SDM ini merupakan akibat kurang

relevannya program-program bangsa dalam

persepektif kekinian dan masa depan.

Menghadapi era AFTA, ANFTA, dan

APEC tahun 2020 mendatang yang ditandai

dengan persaingan secara terbuka, dengan

kondisi SDM kita seperti disebutkan di atas

akan menjadi ancaman bagi kelangsungan

hidup bangsa Indonesia. Oleh karena itu,

sektor pendidikan perlu mendapat perhatian

utama dengan melakukan pembahasan

ataupun pembenahan.

Persoalan sekarang, siapkah institusi

pendidikan kita menghasilkan SDM yang

mampu bersaing dalam dunia global?.

Siapkah pengembang kurikulum maupun

guru menghadapi tuntutan kekinian dan masa

depan?. Bagaimana guru menyiapkan siswa

agar mereka dapat hidup produktif dan sukses

di masa depan dan keterampilan apa yang

diperlukan untuk pekerjaan-pekerjaan di

masa depan.

Depdiknas menjawab pertanyaan-

pertanyaan di atas dengan melakukan

perubahan kurikulum, yaitu kurikulum 1994

ke kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis

Kompetensi). KBK ini dimaksudkan agar

lulusan pendidikan nasional memiliki

keunggulan kompetitif dan komperatif sesuai

standar mutu nasional maupun internasioanl.

Dalam KBK khususnya mata

pelajaran matematika (Depdiknas, 2002)

dijelaskan bahwa tujuan umum pendidikan

matematika ditekankan pada siswa untuk

memiliki; (1) kemampuan yang berkaitan

dengan matematika yang dapat digunakan

dalam memecahkan masalah matematika,

pelajaran lain maupun masalah yang

berkaitan dengan kehidupan nyata, (2)

kemampuan menggunakan matematika

sebagai alat komunikasi, (3) kemampuan

menggunakan matematika sebagai cara

bernalar, berpikir sistematis, bersifat

obyektif, bersifat jujur, disiplin dalam

memandang dan menyelesaikan masalah

matematika. Senada dengan itu, Soedjadi

(1999:138) menjelaskan bahwa tujuan

pendidikan matematika untuk masa depan

haruslah memperhatikan: (1) tujuan yang

bersifat formal yaitu penataan nalar serta

pembentukan pribadi anak didik, dan (2)

tujuan bersifat material yaitu penerapan

matematika serta keterampilan matematika.

Tujuan-tujuan pendidikan

matematika seperti di atas tampaknya

menitikberatkan atau memfokuskan pada

kemampuan-kemampuan maupun

keterampilan-keterampilan tertentu seperti

memecahkan masalah, keterampilan

menganalisis data, berpikir logis, membuat

keputusan, menyelesaikan masalah nyata, dan

lain-lain serta mengurangi penekanan pada

aturan/prosedur perhitungan. Hal ini

dimaksudkan dalam rangka mempersiapkan

siswa menghadapi perubahan-perubahan

sosial, baik pada persaingan dunia kerja

maupun membuka lapangan kerja.

Tujuan-tujuan di atas merupakan

suatu yang bersifat ideal dan mungkin sulit

dicapai. Namun yang penting adalah blu-

print dari tujuan-tujuan tersebut yakni

pembelajaran matematika lebih menekakan

pada suatu proses. Kemampuan –kemampuan

yang diharapkan dimiliki siswa, dapat

diperoleh melalui suatu pembelajaran yang

optimal. Oleh karena itu, guru seyogianya

berusaha membantu siswa untuk

mengkonstruksi pengetahuan tersebut dapat

terkonstruksi kembali. Demikian pula, ketika

siswa bekerja untuk mengkonstruksi

pengetahuan baru dengan mengintegrasikan

dengan pengetahuan sebelumnya, sebaiknya

guru bertindak sebagai fasilisator.

Pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru

(teacher oriented) namun berpusat pada

siswa (student oriented). Guru dalam proses

ini berfungsi sebagai mediator dan fasilisator.

Pendekatan pembelajaran yang

tertuang dalam KBK mata pelajaran

matematika (Depdiknas, 2002) menjelaskan

bahwa pemahaman suatu konsep atau

pengetahuan dibangun sendiri (diskontruksi)

oleh siswa. Ini berarti suatu rumus, konsep,

atau prinsip dalam matematika seyogianya

ditemukan oleh siswa di bawah bimbingan

guru (guided reinvention), kecuali untuk

pengetahuan yang bersifat faktual, dan

prosedural, yang cukup dikenalkan dan

diingatkan siswa, misalnya: lambang

bilangan dan notasi, prosedur pengalikan atau

membagi. Pembelajaran yang

mengkondisikan dan menemukan sesuatu,

dan ini sangat bermanfaat pada bidang

lainnya maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Hal ini dimaksudkan agar siswa

memiliki kompetensi dasar yang diharapkan

KBK tercapai melalui belajar matematika

yakni kemampuan memecahkan masalah,

penalaran, dan komunikasi. Oleh karena itu,

untuk mencapai kompetensi tersebut guru

harus menjabarkan kegiatan pembelajaran

dalam bentuk silabus dan disesuaikan dengan

kekhasan bahan ajar dengan memperhatikan

tingkat perkembangan berpikir siswa.

Berdasarkan perspektif di atas,

tujuan pendidikan tidak hanya terbatas pada

produk saja tetapi lebih dari itu menyangkut

proses dan keterkaitannya dengan kehidupan

sehari-hari. Namun sistem penilaiannya yang

berlaku selama ini masih secara tradisional

berupa paper and pencil (tes tulis). Alat

evaluasi ini digunakan secara luas, dengan

pertambahan lebih praktis, baik penyusunan

alat evaluasinya, cara penyelenggaraan

maupun koreksinya. Tetapi dari banyak

tinjauan, alat evaluasi ini di pandang banyak

kelemahannya. Salah satu kelemahan tes

tertulis tersebut adalah alat evaluasi ini hanya

mengukur sebagian kecil kemampuan siswa.

Tes tertulis hanya menguji daya ingat siswa

atas informasi faktual dan prosedur

logaritma. Evaluasi ini tidak menilai

partisipasi aktif siswa selama kegiatan

pembelajaran berlansung.

Paidi (2000:248) mengemukakan

bahwa menurut beberapa ahli pendidikan, tes

tertulis sebagai alat ukur kemampuan subyek

belajar hanya mampu mengukur paling

banyak 20% dari seluruh kemampuan yang

mereka miliki. Akibatnya, evaluasi yang

dipandang sebagai tolak ukur keberhasilan

siswa, menjadi bias yakni kurang mengukur

apa yang semestinya diukur. Melalui tes

tertulis, guru dapat menilai banyak hal, tetapi

tidak semuanya hasil proses belajar yang

penting. Dalam penilaian kelas, guru tidak

hanya membutuhkan tes tertulis namun

bentuk penilaiam yang lebih komprehensif

unuk mendapatkan informasi tentang

kemampuan siswanya. Demikian pula,

gambaran tentang kemajuan belajar siswa

diperlukan di sepanjang proses pembelajaran,

oleh karena penilaian tidak hanya dilakukan

pada akhir periode (semeter), tetapi

dilakukan bersama secara terintegrasi (tidak

terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran

(Nurhadi, 2002).

Mengukur upaya siswa mencapai

tujuan-tujuan pendidikan di atas,

menghendaki cara-cara penilaian baru.

Sistem penilaian ini disebut penilaian

autentik. Pada KBK (Depdiknas, 2002:9)

disebut penilaian berbasis kelas (PBK).

Penilaian autentik mengukur kemampuan

siswa sesungguhnya, yang mencakup aspek-

aspek yang luas seperti keseharian siswa.

Untuk penilaian autentik diperlukan tugas-

tugas autentik (authentic task) yang harus

diselesaikan oleh siswa serta dapat memberi

bukti beberapa banyak informasi yang telah

dikumpulkan siswa. Dengan demikian

diharapkan penilaian yang dilakukan lebih

komprehensif sehingga dapat digunakan

untuk membuat kesimpulan tentang profil

siswa secara rutin.

Penilaian autentik ini dilakukan

untuk mengevaluasi sejauhmana setiap siswa

belajar dan sejauh mana mereka menerapkan

hasil belajarnya. Cecep (2000:25)

mengemukakan bahwa penilain autentik

bertujuan untuk menyediakan informasi yang

absah/benar dan akurat mengenai apa yang

benar-benar diketahui dan dapat dilakukan

oleh siswa.

Dengan penilaian autentik, siswa

dalam mempelajari matematika dituntut

bukan hanya memahami materi, melainkan

juga mampu merumuskan masalah,

menentukan penyelesaian dan

menginterprestasikan hasil belajar yang

dicapai. Bahkan dengan penilaian autentik ini

siswa diharapkan mampu melakukan

tindakan nyata sebagai wujud dari

perolehan/pemahamannya atas materi dalam

pembelajaran.

Berkaitan dengan tugas autentik,

Johnson (2002:166) menyebutkan 4 (empat)

jenis tugas autentik yakni (1) Protofolio (the

portfolio), Kinerja (the performance), (3)

Proyek (the project), respon tertulis secara

luas (the extended written response).

Dari berbagai jenis tugas autentik di

atas, tugas penilain kerja menjadi fokus

pembahasan dalam artikel penelitian ini. Hal

ini didasarkan atas pertimbangan bahwa

penilaian kinerja akan meningkatkan tukar

menukar informasi antara guru dan siswa.

Sejauhmana usaha dan kemampuan siswa

menyelesaikan masalah yang berkaitan

dengan konteks serta sejauhmana guru

memberikan umpan balik dari hasil pekerjaan

siswa. Misalnya diberi tugas yang mencakup

penggunaan gergaji dan mengamati apakah

siswa dapat memilih gergaji yang tepat untuk

tugas yang diberikan. Bentuk demontrasi

penguasaan konsep untuk memecahkan

masalah-masalah yang praktis ini dapat

menilai tingkat pemikiran siswa yang lebih

tinggi.

Menurut Peressini& Bassett (1996),

tugas-tugas penilaian kinerja mengenai

matematika merupakan salah satu tugas yang

mampu mengembangkan kemampuan siswa

mengenai pemecahan masalah (problem

solving), penalaran (reasoning), dan

komunikasi (communication). Selanjutnya

Romberg (dalam Peressini & Bassett:1996)

mengemukakan bahwa tugas-tugas penilaian

kinerja telah menjadi dari berbagai harapan

untuk menilai pemahaman siswa mengenai

matematika. Tugas-tugas penilaian kinerja

memungkinkan siswa mengkomunikasikan

pengetahuan matematikanya dengan cara

autentik yang bermanfaat bagi kehidupannya

Rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah (1) bagaimanakah aktivitas siswa

selama penerapan pembelajaran matematika

realistik pada materi sistem persamaan liner

dua variabel (SPLDV) di kelas VIII SMP?,

(2) bagaimanakah aktivitas guru selama

penerapan pembelajaran matematika realistik

pada materi sistem persamaan liner dua

variabel (SPLDV) di kelas VIII SMP?, (3)

bagaimanakah gambaran level kemampuan

siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Banda Aceh

menyelesaikan masalah sistem persamaan

liner dua variabel (SPLDV) yang realistik

dengan penerapan penilain authentik?

Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk

mendeskripsikan aktivitas siswa selama

penerapan pembelajaran matematika realistik,

(2) untuk mendeskripsikan kemampuan guru

mengelola pembelajaran matematika

realistik, (3) untuk mendeskripsikan

gambaran level kemampuan siswa kelas VIII

SMP Negeri 3 Banda Aceh dalam

menyelesaikan masalah sistem persamaan

liner dua variabel (SPLDV) yang realistik

dengan penerapan penilaian autentik

METODE PENELITIAN

Penelitian ini disebut penelitian

eksperimen karena ditandai adanya perlakuan

yang dirancang secara sengaja untuk

mengubah kondisi yakni penerapan

pembelajaran matematika realistik pada

materi sistem persamaan linear dua variabel.

Papulasi dalam penelitian ini adalah seluruh

siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Banda Aceh

tahun ajaran 2007/2008 yang terdiri dari 10

kelas. Sedangkan sampel adalah siswa kelas

VIII.1 yang dipilih secara acak dari 10

(sepuluh) kelas. Variabel dalam penelitian ini

adalah variabel bebas yakni variabel

perlakuan yaitu penerapan pembelajaran

matematika realistik

Raancangan penelitian ini adalah desain

pretes-postes satu kelompok yaitu:

Kelas Pretes Perlakuan Postes

Eksperimen T1 X T2

Keterangan: T1: Tes sebelum perlakuan

X: Perlakuan yaitu penerapan pembelajaran

realistik

T2: Tes sesudah perlakuan

Adapun instrumen yang digunakan

dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut.

a. Tes hasil belajar. Instrumen ini digunakan

untuk mendapatkan data tentang hasil

kerja siswa dalam menyelesaikan

masalah yang realistik. Instumen ini juga

disusun berdasarkan pada indikator

pencapaian hasil belajar yang ingin

dicapai pada materi sistem persaman

linear dua variabel. Adapun indikator

tersebut adalah: (1) menuliskan

pengertian sistem persamaan linear dua

variabel, (2) menyelesaikan sistem

persamaan dua variabel dengan cara

eliminasi dan substitusi, (3)

menyelesaikan masalah-masalah realistik

dari sistem persamaan linear dua

variabel. Soal tes berbentuk esaay dan

terdiri dari 5 (lima) butir soal.

b. Lembar observasi aktivitas siswa.

Instrumen ini digunakan untuk

mendapatkan data tentang aktivitas siswa

selama pembelajaran berlangsung.

c. Lembar observasi kemampuan guru

mengelola pembelajaran. Instrumen ini

digunakan untuk mendapatkan data

tentang kemampuan guru mengelola

pembelajaran matematika realistik.

Sesuai dengan rencana penelitian,

data dikumpulkan dengan cara sebagai

berikut.

a. Tes hasil belajar. Data tentang hasil kerja

siswa dalam menyelesaikan masalah yang

realistik dikumpulkan melalui pemberian

tes yakni pretes diberikan sebelum

pembelajaran berlangsung dan postes

diberikan setelah pembelajaran

berlangsung.

b. Lembar observasi aktivitas siswa lembar

observasi diberikan kepada seorang

pengamat untuk di isi dengan cara

menuliskan cek lis (√ ) sesuai dengan

keadaan yang diamati.

c. Lembar observasi kemampuan guru

mengelola pembelajaran. Lembar

observasi diberikan kepada seorang

pengamat untuk di isi dengan cara

menuliskan cek lis (√ ) sesuai dengan

keadaan yang diamati.

Untuk menjawab pertanyaan yang

telah dirumuskan dalam penelitian ini, maka

setelah data dikumpulkan dilakukan analisis

dengan menggunakan analisis deskriptif.

a. Analisis data aktivitas siswa. Data hasil

pengamatan aktivitas siswa selama

kegiatan pembelajaran dianalisis dengan

menggunakan persentase. Dari hasil

setiap tatap muka diperoleh persentase

aktivitas siswa. Dari persentase setiap

tatap muka ditentukan rata-ratanya.

Persentase pengamatan aktivitas siswa

dihitunga dengan cara:

%100tan

tanx

pengamaaspeksemuarataratafrekuensiBanyaknya

pengamaaspeksetiapratarataFrekuensi

Penentuan kriteria aktivitas siswa

berdasarkan pencapaian waktu ideal yang

ditentukan dalam penyusunan rencana

pelaksanaan pembelajaran. Aktivitas siswa

tercapai efektif bila setiap aktivitas siswa

berada pada kriteria efektif.

b. Analisis data kemampuan guru pengelola

pembelajara. Data tentang kemampuan guru

dalam mengelola pembelajaran yang diamati

oleh seorang pengamat, dianalisis dengan

menggunakan statistik deskriptif dengan

menghitung nilai rata-rata setiap aspek yang

diamati dalam mengelola pembelajaran.

Kriteria tingkat kemampuan guru (TKG)

dalam menerapkan pembelajaran sebagai

berikut

1,00≤TKG≤1,50: Sangat kurang baik

1,50 ≤ TKG ≤ 2,50 : Kurang baik

2,50 ≤ TKG ≤ 3,50 : Cukup

3,50 ≤ TKG ≤ 4,50 : Baik

4,50 ≤ TKG ≤ 5,00 : Sangat baik

TKG : Tingkat kemampuan guru

(Hasratuddin, 2002: 27)

Kemampuan guru mengelola

pembelajaran dikatakan baik jika setiap aspek

yang dinilai berada pada kategori minimal

baik.

c. Analisis tes hasil belajar. Untuk menjawab

rumusan pertanyaan penelitian yang ke dua

yaitu bagaimanakah gambaran level

kemampuan siswa kelas VIII SMP Negeri 3

Banda Aceh tentang materi sistem persamaan

linear dilakukan tes akhir kemudian hasil tes.

Lembar hasil tes (lembaran hasil kerja siswa)

yang diperoleh melalui tes akhir dianalisis

dengan mencermati setiap lembaran kerja

siswa.

Adapun syarat untuk

mengelompokkan kemampuan siswa ke

dalam level tertentu harus memenuhi syarat-

syarat sebagai berikut.

1) Seorang siswa digolongkan dalam level

superior (hebat) apabila dapat (1)

menggunakan definisi sistem persamaan

linear dengan benar, (2) menggunakan

strategi yang tepat untuk menjawab

pertanyaan, (3) perhitungan benar, (4)

penjelasan tertulis jelas, (5) memenuhi

semua syarat permasalahan.

2) Seorang siswa digolongkan dalam level

sangat memuaskan apabila dapat

memenuhi 4 (empat) syarat dari 5 (lima)

syarat pada level hebat.

3) Seorang siswa digolongkan dalam level

memuaskan apabila ada 3 (tiga) syarat

dari 5 (lima) syarat pada level hebat yang

benar.

4) Seorang siswa digolongkan dalam level

cukup memuaskan apabila ada 1 (satu)

atau 2 (dua) syarat dari 5 (lima) syarat

pada level hebat yang benar.

5) Seorang siswa digolongkan dalam level

tidak memuaskan memuaskan apabila

tidak satu pun syarat pada level hebat

yang benar.

Kriterian kemampuan siswa

dikatakan baik bila kemampuan siswa

minimal berada pada level kemampuan

sangat memuaskan.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

1. Deskripsi Aktivitas Siswa Selama

Pembelajaran Berdasarkan hasil analisis data

aktivitas siswa diperoleh bahwa setiap aspek

pada RPP-1 efektif, setiap aspek pada RPP 2

efektif, dan setiap aspek pada RPP-3 efektif

Secara umum dapat disimpulkan bahwa

aktivitas siswa dalam pembelajaran adalah

efektif.

2. Deskripsi kemampuan guru mengelola

pembelajaran

Berdasarkan hasil analisis data

kemampuan guru mengelola pembelajaran

diperoleh:

a. Kemampuan guru dalam mengelola

pembelajaran pada RPP 1 termasuk

kategori baik karena rata-rata setiap

aspek adalah 4,3.

b. Kemampuan guru dalam mengelola

pembelajaran pada RPP 2 termausk

kategori baik karena rata-rata setiap

aspek adalah 4,3.

c. Kemampuan guru dalam mengelola

pembelajaran pada RPP 3 termausk

kategori sangat baik karena rata-rata

setiap aspek adalah 4,9.

Secara uumum kemampuan guru dalam

mengelola pembelajaran sudah berorientasi

pada pendekatan pembelajaran matematika

realistik.

3. Data Tes Hasil Belajar

Setelah dilakukan analisis terhadap

lembar hasil tes siswa kelas VIII SMP Negeri

3 Banda Aceh yang berjumlah 34 orang

siswa maka diperoleh hasil level kemampuan

siswa untuk masing-masing indikator

pembelajaran yang telah ditetapkan sebagai

berikut.

a. Kemampuan siswa menuliskan pengertian

sistem persamaan linear dua variabel

Level kemampuan siswa menuliskan

pengertian sistem persamaan linear dua

variabel adalah kemampuan superior

(23,52%), kemampuan sangat

memuaskan (61,76%), dan kemampuan

memuaskan (14,70%) sedangkan

kemampuan cukup dan tidak memuaskan

masing-masing (0%).

b. Kemampuan siswa menyelesaikan sistem

persamaan linear dua variabel dengan

cara eliminasi dan substitusi

Level kemampuan siswa menyelesaikan

sistem persamaan linear dua variabel

dengan cara eliminasi dan subsitusi

diperoleh kemampuan superior

(58,82%), kemampuan sangat

memuaskan (26,47%), dan kemampuan

memuaskan (5,88%) sedangkan

kemampuan cukup memuaskan (5,88%)

dan kemampuan tidak memuaskan

(2,94%).

c. Kemampuan siswa menyelesaikan

masalah sistem persamaan linear dua

variabel yang realistik

Level kemampuan siswa menyelesaikan

masalah sistem persamaan linear dua

variabel yang realistik diperoleh bahwa

kemampuan siswa menyelesaikan sistem

persamaan linear dua variabel yang

realistik adalah kemampuan superior

(29,41%), kemampuan sangat

memuaskan (47,6%), sedangkan

kemampuan memuaskan (20,58%),

cukup memuaskan (5,88%) dan tidak

memuaskan masing-masing (2,94%).

Secara keseluruhan gambaran level

kemampuan siswa setelah penerapan

penilaian autentik pada materi sistem

persamaan linear adalah level kemampuan

superior (37, 25%), kemampuan sangat

memuaskan (45,27%), kemampuan

memuaskan (13,72%), kemampuan cukup

memuaskan (3, 92%), dan kemampuan tidak

memuaskan (1,94%).

Berdasarkan kriteria yang telah

ditetapkan kemampuan siswa dikatakan baik

jika kemampuan siswa minimal berada pada

level kemampuan sangat memuaskan.

Dengan demikian kemampuan siswa dalam

menyelesaikan masalah sistem persamaan

linear dua variabel berada pada level

kemampuan superior dan kemampuan sangat

memuaskan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan tentang penerapan pembelajaran

matematika realistik dapat disimpulkan

adalah (1) aktivitas siswa selama kegiatan

pembelajaran dapat dikatakan efektif, (2)

kemampuan guru dalam mengelola

pembelajaran termasuk dalam kategori baik,

(3) gambaran level kemampuan siswa dalam

menyelesaikan masalah sistem persaaman

linear dua variabel (SPLDV) yang realitik

dengan penerapan penilaian autentik

umumnya berada pada level kemampuan

superior dan kemampuan sangat memuaskan.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian,

pembahasan dan kesimpulan penulis

sarankan kepada: (1) guru matematika, untuk

dapat menerapkan penilaian aunthentik untuk

menilai kemampuan siswa dalam

menyelesaikan masalah matematika yang

realistik, (2) pneliti selanjutnya yang tertarik

dengan penerapan penilaian autentik untuk

materi yang lain dan subyek penelitian yang

berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Akib, Irwan. (2004). Adopsi Budaya Bugis

Makassar dalam Pembelajaran

Matematika. Proseding Makalah.

Konferensi Matematika XII Nasional.

Jurusan Matematika F.MIPA. Denpasar.

Arends, R. (1997). Classroom Instruction

and Manajemen. New York: McGraw-

Hill Companies. Inc.

Arends. (2001). Learning To Teach. New

York : Mcgraw-Companies

Cecep ER. (2002). Pembelajaran dan

Pengajaran Konstektual. Jakarta:

Direktorat SLTP, Dirjen pendidikan

Dasar dan Menengah, Depdiknas

Dahar, R.W.(1998). Teori- Teori Belajar.

Jakarta: Depdikbud P2LPTK.

Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004. Jakarta:

Balitbang Depdiknas. Jakarta

Hudoyo, H.(1998). Mengajar Belajar

Matematika. Jakarta: Depdikbud

P2LPTK.

Ibrahim, Muslimin.(2002). Asesmen

Authentik, Modul Pelatihan Terintegrasi

Berbasis Kompetensi Guru Mata

Pelajaran Biologi. Jakarta: Direktorat

SLTP, Dirjen pendidikan Dasar dan

Menengah, Depdiknas

Jack (1995). Performance Assesment:

Mathematics Aplication and

Connection. New York : Course glencoe

Mc Graw-Hil. Johnson, E. 2002.

Constektual Teaching and Learning:

What it is and Why it’s here to stay.

Corwin Press. Inc. california.

Kaunchak, Paul dan Eggen, D. (1993).

Strategies for Teacher, Teaching

Content and Thinking Skill. Boston :

Allyn and Bacon Publishers.

Nurhadi, dkk (2002). Pendekatan

Kontekstual (Constextual Learning and

Teaching). Malang: Universitas Negeri

Malang

Grounlud dan Linn, 1995. Measurement and

Assessment in Teaching. New York:

Prentice-hal Englewood clifts.

Paidi (2000). Implementasi Autentik

Assessment dalam Pembelajaran IPA di

Sekolah Dasar Makalah dalam

proceeding seminar nasional

pengembangan MIPA di Era

Globalisasi. FMIPA UNY. Yogjakarta.

Ratumanan, T.G. (2004). Belajar dan

Pembelajaran. Surabaya: Unesa Press.

Soedjadi. (1999). Kiat Pendidikan

Matematika di Indonesia. Jakarta: Dikti

Depdiknas. Jakarta

----------. (2002). Pemanfaatan Realitas dan

Lingkungan dalam Pembelajaran

Matematika. Makalah disajikan pada

seminar Nasional RME. Jurusan

Matematika UNESA. Surabaya

Halim Tuasikal, MA. 1955. Sejarah PII dari

Kongres Ke Kongres,

Yogyakarta.

Syahfawi. 2001. Idealisme PII dalam

Pembinaan Pelajar, (Skripsi FKIP

Unsyiah, Darussalam. Banda Aceh.

Punca. 2000. (Media Alternatif Perekat

Ukhuwah), Tabloid Mingguan PII

Aceh, Edisi 05/th. I Maret 2000,

hal.1.

Anonimous. 2002. Keputusan Muktamar

Nasional PII ke-23 Makasar, 06 Juli

2002

H. Hamzah Ya’qub, 1996. Etika Islam

Pembinaan Akhlak Karimah, Suatu

Pengantar. CV deponogiro,

Bandung..

WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN PINJAM PAKAI BUKU

PERPUSTAKAAN DI UNIVERSITAS ABULYATAMA ACEH

Oleh

Nasruddin AR

ABSTRAK

Perpustakan Abulyatama sebagai wadah yang mendapat kepercayaan sebagai sarana pinjam

pakai buku. Dalam pelaksanaan pinjam pakai buku di buat perjanjian pinjam pakai dalam bentuk terrtulis

dan di dalamnya ditentukan hak-hak dan kewajiban para pihak yang berlaku secara timbal balik. Penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya wanprestasi dalam perjanjian pinjam pakai

buku perpustakaan di Universitaws Abulyatama, untuk menjelaskan bentuk wanprestasi dalam

pelaksanaan pinjam pakai buku perpustakaan dan untuk menjelaskan upaya-upaya yang ditempuh dalam

penyelesaian kasus wanprestasi pelaksanaan pinjam pakai buku perpustakaan.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, alat pengumpulan data digunakan wawancara,

populasi dan sampel penelitian Kepala Perpustakaan dan tiga orang staf perpustakaan serta peminjam

pakai yang melakukan wanprestasi sebanyak 10 dari 107 orang.

Hasil penelitian menunjukan bahwa wanprestasi dalam pelaksanaan pinjam pakai buku

perpustakaan disebabkan masih rendah kesadaran dari peminjam, buku tersedia masih kurang sehingga

ada kehawatiran tidak memperoleh buku. Selain itu masih relatif ringannya sangsi serta peminjam buku

untuk kepentingan orang lain.

Kata kunci : wanprestasi, perjanjian dan pinjam pakai

Dalam hukum perdata telah diatur

berbagai hal dalam kehidupan ini, termasuk

masalah perjanjian pinjam pakai serta segala

akibat hukumnya tidak dapat dipisahkan dari

ketentuan-ketentuan umum yang tertdapat

dalam kitab undang-undang hukum perdata

(KUHPerdata) khususnya buku ke III yang

mengatur tentang perikatan. Ketentuan-

ketentuan, hak-hak, dan kewajiban-kewajiban

para pihak dalam perjanjian pinjam pakai,

selain secara umum diatur mulai pasal 1740

sampai dengan 1753 KUH Perdata, diatur

juga secara khusus didalam perjanjian yang

dibuat oleh para pihak.

Pada umumnya, dalam setiap

perjanjian para pihak saling berjanji untuk

melakukan prestasi, salah satu pihak

mengikatkan dirinya untuk melakukan

prestasi dan pihak lainnya melakukan kontra

prestasi. Perjanjiannya merupakan perjanjian

timbal balik. Demikian pula halnya dalam

perjanjian pinjam pakai buku perpustakaan,

dimana pihak yang meminjamkan buku

perpustakaan mengikatkan dirinya untuk

meyerahkan suatu buku tertentu untuk

dipakai dengan cuma –cuma, tetapi dengan

syarat bahwa pihak peminjam buku setelah

memakai buku atau setelah suatu rentan

waktu tertentu akan mengembalikan buku

tersebut ( Pasal 1740 KUH Perdata).

Dalam perjanjian pinjam pakai

disebut bahwa objek perjanjiannya

merupakan barang yang tidak habis karena

pemakaian (Pasal l742 KUHPerdata). Buku

perpustakaan termasuk salah satu barang

yang tidak habis karena pemakaian, sehingga

sah menurut hukum bahwa buku

perpustakaan dapat dijadikan objek perjanjian

pinjam pakai.

Pada perinsipnya bilamana telah

tercapai kata sepakat tentang prestasi, hak-

hak dan kewajiban para pihak, maka berarti

telah melahirkan suatu hubungan pinjam

pakai buku perpustakaan dan ini merupakan

konsekuwensi dari azas kebebasan

berkontrak yang tersimpul dalam pasal l338

ayat (l) KUHPerdata. Berdasarkan azas

tersebut, maka para pihak dalam perjanjian

pinjam pakai buku perpustakaan bebas untuk

mengadakan perjanjian, baik dalam

menentukan bentuk, maupun hak dan

kewajiban masing-masing pihak menurut

dikehendaki dalam batas-batas yang tidak

bertentangan dengan undang-undang,

kepatutan dan ketertiban umum (Pasal l337

KUHPerdata ).

Perjanjian pinjam pakai buku

perpustakaan pada perpustakaan Universitas

Abulyatama dibuat dalam bentuk tertulis dan

didalamnya ditentukan hak-hak dan

kewajiban para pihak yang berlaku secara

timbal balik. Hak-hak pihak perpustakaan

merupakan kewajiban-kewajiban pihak pihak

peminjam pakai buku.

Dalam perjanjian pinjam pakai buku

perpustakaan disyaratkan bahwa pihak

peminjam pakai buku terlebih dahulu

diwajibkan untuk menjadi anggota

perpustakaan. Pada prinsipnya hanya anggota

perpustakaan yang berhak untuk meminjam

pakai buku perpustakaan, kecuali ditentukan

secara lain oleh pihak perpustakaan.

Dalam perjanjian pinjam pakai buku

perpustakaan disebutkan prestasi (kewajiban-

kewajiban) pihak peminjam pakai buku

perpustakaan yaitu mengembalikan buku

perpustakaan menurut waktu yang telah

ditentukan dalam perjanjian yaitu dalam

rentang waktu tertentu (7 hari atau l4 hari

atau lebih dari 30 hari). Dalam pelaksanaan

perjanjian pinjam pakai buku perpustakaan

pada perpustakaan Universitas Abulyatama

mulai tahun 2004 sampai dengan tahun 2009

terdapat l08 orang peminjam pakai buku

perpustakaan telah melakukan wanprestasi.

Berdasarkan gambaran tersebut

diatas, maka yang menjadi permasalahan

dalam kajian ini adalah sebagai berikut :

1. Apa sebab terjadinya wanprestasi pada

perjanjian pinjam pakai buku

perpustakaan Universitas Abulyatama?

2. Apa upaya penyelesaian kasus

wanprestasi pelaksanaan perjanjian

pinjam pakai buku perpustakaan?

3. Apa hambatan yang timbul dalam

penyelesaian kasus wanprestasi

perjanjian pinjam pakai buku pada

perpustakaan Universitas Abulyatama

Tujuan Penulisan.

Sesuai dengan judul penelitian ini

maka pembahasannya di tekankan pada

perjanjian pinjam pakai dan wanprestasi pada

umumnya, namun secara khusus dibahas

wanprestasi dalam perjanjian pinjam pakai

buku perpustakaan Universitas Abulyatama.

Pembahasannya dilakukan dengan

menelaah faktor-faktor penyelesaian

wanprestasi yang ditempuh dan hambatan-

hambatan dalam penyelesaian wanprestasi

pelaksanaan perjanjian pinjam pakai buku

perpustakaan pada perpustakaan Universitas

Abulyatama.

Data yang diteliti adalah peminjam

pakai buku yang wanprestasi dari tahun 2004

hingga tahun 2009 pada perpustakaan

Universitas Abulyatama. Penulisan karya ini

antara lain bertujuan :

1. Untuk mengetahui faktor penyebab

terjadinya wanprestasi dalam perjanjian

pinjam pakai buku perpustakaan pada

perpustakaan Universitas Abulyatama.

2. Untuk menjelaskan bentuk-bentuk

wanprestasi dalam pelaksanaan pinjam

pakai buku perpustakaan.

3. Untuk menjelaskan upaya-upaya yang

ditempuh dalam penyelesaian kasus

wanprestasi pelaksanaan perjanjian

pinjam pakai buku perpustakaan.

Metode Penelitian. Untuk memperoleh data dan bahan-

bahan yang diperlukan dalam penyusunan

tulisan ini diperlukan metode deskriptif

dengan cara pengumpulan data sebagai

berikut:

1. Penelitian Kepustakaan

Penelitian kepustakaan dengan

menelah sejumlah buku teks, peraturan

perundang–undangan dan bahan–bahan lain

yang relevan guna memperoleh data skunder

dan landasan teoritis yang berupa pendapat

para sarjana.

2. Penelitian Lapangan

Melalui penelitian lapangan

diharapkan akan diperoleh data primer

dengan mewawancarai pihak-pihak yang

berhubungan dengan penelitian. Populasi dari

penelitian ini adalah :

a. Kepala dan petugas/ pustakawan pada

perpustakaan Universitas Abulyatama.

b. Peminjaman pakai buku yang

wanprestasi.

Pengambilan sampel dilakukan

dengan cara proforsif, yaitu dengan

pemilihan sampel yang mudah dihubungi.

Berdasarkan populasi diatas maka ditentukan

sampel sebagai berikut :

a. Kepala perpustakaan Universitas

Abulyatama sebanyak satu orang.

b. Petugas/ pustakawan pada perpustakaan

Universitas Abulyatama sebanyak 3

orang

c. Peminjam pakai buku perpustakaan

universitas Abulyatama yang melakukan

wanprestasi sebanyak 10 orang dari l07

orang. Data yang diperoleh akan diolah

dan kemudian dianalisa secara

kuantitatif.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

A. Faktor Penyebab Terjadinya

Wanprestasi Perjanjian pinjam pakai buku

perpustakaan yang diadakan oleh pihak

perpustakaan dengan pihak peminjam

merupakan perjanjian yang bersifat timbal

balik dimana hal-hal yang merupakan hak-

hak bagi pihak perpustakaan menjadi

kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak

peminjam buku. Demikian juga sebaliknya,

yakni hak-hak bagi pihak peminjam

merupakan kewajiban yang harus dipenuhi

oleh pihak perpustakaan

Dalam perjanjian pinjam pakai buku

perpustakaan tersebut telah disebutkan

prestasi yang harus dipenuhi oleh para pihak.

Pihak perpustakaan berkewajiban ntuk

menyerahkan buku-buku yang akan dipinjam

kepada peminjam sesuai dengan yang

dibutuhkannya. Di lain pihak peminjam

berhak untuk memakai atau mempergunakan

buku yang dipinjamnya itu dalam suatu

rentang waktu tertentu.

Sebelum seseorang dapat menjadi

peminjam buku pada perpustakaan

Universitas Abulyatama, maka ia haruslah

mendaftarkan diri terlebih dahulu sebagai

anggota peerpustakaan. Orang tersebut

haruslah terdaftar sebagai mahasiswa

Universitas Abulyatama yang masih aktif,

dengan memperlihatkan bukti pembayaran

spp dan ia pun harus membayar uang

pendaftaran sesuai dengan ketentuan yang

telah ditetapkan.

Seorang peminjam buku

perpustakaan berhak untuk meminjam buku

sejumlah 2 (dua) buah buku untuk satu kali

peminjaman. Ia berhak menggunakan buku

tersebut untuk jangka waktu 7 (tujuh) hari.

Apabila pihak peminjam merasa bahwa ia

masih memerlukan buku tersebut, maka

pihak perpustakaan memberikan kesempatan

kepadanya untuk memperpanjang masa

peminjaman buku tersebut selama 7 (tujuh)

hari lagi, sesudah waktu tersebut diatas

lampau, pihak peminjam harus

mengembalikan buku yang dipinjamnya

dengan segera.

Pengembalian buku yang melapaui

waktu yang telah diberitahukan merupakan

pelanggaran atas perjanjian pinjam pakai

buku perpustakaan, oleh karena itu pihak

peminjam dianggap telah melakukan ingkar

janji atau wanprestasi, sebagai konsekwensi

atas kelalaian pihak peminjam buku tersebut,

maka pihak perpustakaan membebankan

kepada peminjam untuk membayar sejumlah

denda, yang dihitung berdasarkan jumlah hari

keterlambatan pengembalian buku yang

dikalikan dengan Rp.500,- (lima ratus ribu

rupiah).

Menurut kepala perpustakaan, pihak

peminjam paling banyak melakukan

wanprestasi dalam bentuk keterlambatan

pengembalian dan hal ini sangat mengganggu

bagi calon peminjam lainnya yang juga

memerlukan buku yang bersangkutan.

Bahkan ada peminjam yang tidak

mengembalikan buku yang dipinjam itu,

padahal batas peminjam yang diberikan

sudah lama berakhir.

Peminjam yang tidak

mengembalikan buku sama sekali terhitung

sejak tahun 2004 hingga tahun 2009

berjumlah 130 orang dengan jumlah buku

2007 buah. Untuk lebih jelas dapat dilihat

pada tabel berikut :

No Th

Jumlah

Peminjaman

yang tidak

mengembalikan

buku

Jumlah Buku

yang tidak

dikembalikan

1

2

3

4

5

2004

2005

2006

2007

2008

6 orang

26 orang

40 orang

31 orang

27 orang

7 buah

56 buah

60 buah

52 buah

32 buah.

JUMLAH 130 Orang 207 Buah

Sumber : Perpustakaan Universitas

Abulyatama tahun 2009

Peminjam buku perpustakaan hanya

dapat dilakukan atas nama anggota

perpustakaan itu sendiri. Sehubungan dengan

hal itu, maka apabila seseorang pemegang

kartu perpustakaan meminjamkan buku-buku

perpustakaan kepada orang lain dengan

mempergunakan kartu miliknya, maka

apabila terjadi sesuatu hal terhadap buku

tersebut, tanggung jawab tetap dibebankkan

kepada pemegang kartu yang sah, sedangkan

orang yang mempergunakan buku tersebut

tdak dapat dimintai ikut

Wanprestasi yang dilakukan oleh

peminjam pakai buku perpustakaan terjadi

karena beberapa faktor tertentu. Setiap

peminjam pakai buku yang melakukan

wanprestasi mempunyai latar belakang yang

berbeda-beda, sehingga mengakibatkan

mereka melakukan wanprestasi.

Adapun faktor penyebab terjadinya

wanprestasi oleh peminjam pakai buku

perpustakaan dapat diklasifikasi sebagai

berikut :

1. Kurangnya kesadaran dari peminjam

pakai buku.

Beberapa peminjam pakai buku

perpustakan melakukan wanprestasi karena

kurangnya kesadaran untuk mengembalikan

buku yang dipinjamnya setelah tenggang

waktu peminjam yang diberikan berakhir.

Hal tersebut sesuai dengan keterangan yang

diberikan oleh pegawai perpustakaan, bahwa

banyak peminjam yang enggan

mengembalikan buku yang dipinjamnya

walaupun waktu pinjamnya telah berakhir.

Bahkan ada peminjam yang tidak tahu

tanggal berapa ia harus mengembalikan buku

yang dipinjamnya itu, padahal dengan jelas

dicantumkan pada bahagian kartu buku yang

diselipkan pada sampul belakang buku.

2. Buku yang tersedia masih kurang.

Sebagaimana diketahui bahwa objek

utama dari perjanjian pinjam pakai buku

perpustakaan adalah buku-buku yang

disediakan pada perpustakaan yang

bersangkutan. Pihak perpustakaan

berkewajiban untuk menyediakan buku-buku

yang dibutuhkan oleh calon peminjam, agar

ia dengan mudah memperoleh buku-buku

dalam rangka menunjang proses belajar

mengajar yang diikutinya

Adapun rasio antara jumlah anggota

perpustakaan dengan jumlah buku maupun

judul buku seimbang, maka hal ini

merupakan keadaan yang paling ideal.

Namun seirng dengan bertambahnya

mahasiswa Universitas Abulyatama, maka

bertambah pula anggota pada perpustakaan

Universitas Abulyatama. Hal ini menuntut

kepada pihak perpustakaan untuk

menyediakan buku untuk lebih banyak lagi,

sehingga pihak perpustakaan tetap dapat

melayani anggotanya dengan baik.

3. Kekhawatiran tidak memperoleh

buku..

Faktor ini kalau dilihat secara

sepintas lalu, sama dengan faktor

sebelumnya, namun pada faktor ini ada dua

atau lebih peminjam buku yang saling

bekerja sama saling pinjam meminjam suatu

buku tertentu yang sama-sama mereka

perlukan.

Karena peminjaman buku hanya

dibenarkan untuk suatu rentang waktu

tertentu, yakni selama 7 (tujuh) hari dengan

kesempatan untuk memperpanjang 7 (tujuh )

hari berikutnya, maka sesudah waktu tersebut

lampau seorang peminjam buku harus

mengembalikan buku yang dipinjamnya.

Bagi peminjam yang masih memerlukan

suatu buku tertentu, sedangkan ia telah

meminjam buku tersebut selama 14 (empat

belas) hari, maka ia dapat meminta kepada

temannya sesama anggota perpustakaan

untuk meminjam kembali buku yang

bersangkutan agar dapat mereka pergunakan

bersama. Peminjaman kedua ini dimaksutkan

agar mereka tetap dapat menguasai buku

tersebut, dan apabila masa peminjaman bagi

temannya juga telah berakhir, maka

peminjam yang pertama tadi akan meminjam

kembali buku tersebut, sehingga buku

tersebut hanya dipinjam dan beralih tangan

pada kedua peminjam tersebut. Dengan

tindakan mereka ini, maka calon peminjam

yang lain tidak dapat meminjam atau

memperoleh kesempatan mempergunakan

buku tersebut.

Perbuatan pengalihan yang mereka

lakukan ini disebabkan oleh karena adanya

kekhawatiran akan kesulitan untuk

memperoleh buku tersebut kembali. Namun

dalam melakukan perpanjangan ataupun

pengalihan peminjam persebut mereka saling

melakukan kelalaian atau melakukannya

setelah lampaunya waktu yang diberikan,

sehingga mereka dianggap telah wanprestasi.

Namun, sebagaimana dikatakan oleh kepala

perpustakaan, bahwa faktor kekhawatiran

untuk tidak memperoleh buku pada peminjam

buku itu memang wajar, terutama apabila

buku tersebut mereupakan buku wajib untuk

suatu mata kuliah tertentu.

4. Sanksi denda yang relatif ringan.

Bagi peminjam pakai buku

perpustakaan yang melakukan wanprestasi,

maka berdasarkan peraturan yang berlaku

pada perpustakaan Universitas Abulyatama,

peminjam tersebut akan dikenakan sanksi

tertentu sesuai dengan bentuk kelalaian yang

dilakukannya.

Sanksi tersebut merupakan suatu

daya pemaksa bagi peminjaman buku

perpustakaan agar ia dengan sadar mematuhi

peraturan yang ada. Apabila suatu peraturan

atau suatu norma hukum tidak disertai sanksi-

sanksi tertentu bagi mereka yang melanggar

peraturan tersebut. Maka peraturan tersebut

tidak mempunyai upaya pemaksa agar orang

mematuhi peraturan tersebut dan pembuat

peraturan hanya dapat mengharapkan

kesadaran dari pihak-pihak mana peraturan

tersebut dimaksudkan.

Pada perpustakaan Universitas

Abulyatama ditetapkan beberapa macam

sanksi kepada peminjam buku yang

melakukan wanprestasi. Dimana bagi

peminjam yang terlambat mengembalikan

buku yang dipinjamnya, akan dikenakan

sanksi berupa denda. Denda ini dihitung

berdasarkan jumlah hari keterlambatan,

termasuk hari libur, kemudian dikalikan

dengan Rp. 500,- (Lima ratus rupiah).

Penetapan sanksi denda tersebut masih relatif

ringan, sehingga pihak peminjam masih

berkemungkinan tidak ataupun kurang

mematuhi peraturan yang berlaku pada

perpustakaan Universitas Abulyatama.

Oleh karena sanksi denda tersebut di

atas relatif ringan, maka peminjam tidak

merasa khawatir dan enggan mengembalikan

buku tersebut setelah jangka waktu

peminjamannya berakhir.

5. Peminjaman Buku Untuk

Kepentingan Orang lain

Faktor ini terjadi apabila seseorang

yang bukan anggota perpustakaan Universitas

Abulyatama, namun ia memerlukan sutu

judul buku tertentu yang ada perpustakaan di

atas. Kemudian ia meminta temannya yang

anggota perpustakaan untuk meminjamkan

buku tersebut untuk kepentingannya. Si

pemilik atau pemegang kartu, karena ingin

membantu temannya lalu meminjam buku

tersebut dari perpustakaan dengan

mempergunakan kartu miliknya. Kemudian

buku tersebut diserahkan dan dipergunakan

oleh temannya. Namun ternyata sewaktu

masa peminjaman atau tenggang waktunya

berakhir si pemilik kartu tidak dapat

mengembalikan buku tersebut, karena buku

tersebut tidak ada ditangannya.

Karena keadaan tersebut, si pemilik

atau pemegang kartu yang sah, dianggap

telah melakukan wanprestasi, walaupun

keadaan itu bukan atas kehendaknya dan

tanggung jawab sepenuhnya berada di tangan

si pemilik atau pemegang kartu yang sah.

B. Upaya Penyelesaian Wanprestasi Upaya Penyelesaian terhadap

peminjam yang terlambat mengembalikan

buku, Peminjam pakai buku perpustakaan

pada perpustakaan Universitas Abulyatama

yang terlambat mengembalikan buku jumlah

setiap tahunnya cukup banyak, namun jumlah

yang pasti tidak pernah didaftar, kecuali

mereka yang sama sekali tidak

mengembalikan buku.

Upaya penyelesaian terhadap

peminjaman yang terlambat mengembalikan

buku yang dilakukan oleh pihak perpustakaan

Universitas Abulyatama adalah dengan

mengirimkan surat teguran, hal ini sesuai

dengan yang dikemukakan oleh kepala

perpustakaan, bahwa surat teguran tersebut

dialamatkan kepada bahagian pengajaran

masing-masing peminjam yang terlambat

mengembalikan buku, dimana dimintakan

untuk menahan Kartu Rencana Studi (KRS)

mahasiswa yang bersangkutan, sampai ia

mengembalikan buku yang di pinjamnya itu.

Apabila si peminjam buku ternyata

tidak juga mengembalikan buku tersebut,

sedangkan tahun ajaran telah berlalu, maka

pihak perpustakaan tidak lagi membuat surat

teguran melalui bahagian pengajaran, tetapi

teguran langsung dilakukan melalui

komputer. Sehingga semua bahagian

mengetahui bahwa si peminjam atau

mahasiswa tersebut belum mengembalikan

buku perpustakaan, sehingga mereka dapat

melakukan penundaan segala urusan yang

berkaitan dengannya sampai ia

mengembalikan buku tersebut.

Peneguran tersebut biasanya

dilakukan semester yang bersangkutan lewat,

dan peneguran ini hanya dilakukan sekali saja

karena setelah itu bahagian pengajaran

langsung menegur peminjam atau mahasiswa

yang bersangkutan untuk mengembalikan

buku yang dipinjamnya itu dengan segera,

karena tenggang waktunya telah lama

berakhir, dan pihak bagian pengajaran

biasanya menahan proses pengusuran KRS

mahasiswa yang bersangkutan hingga ia

mengembalikan buku tersebut.

Setelah si peminjam mengembalikan

buku tersebut, ia akan dikenakan denda

sebagai sanksi atas keterlambatan

pengembalian. Denda tersebut dihitung Rp.

500,- (lima ratus rupiah) perhari perbuku

(termasuk hari libur), sehingga ia harus

membayar denda terlebih dahulu apabila ia

ingin mendapatkan kembali pelayanan dari

pihak perpustakaan.

Di samping sanksi yang berupa

denda, maka pihak perpustakaan akan

memberikan sanksi dalam bentuk penskoran

si peminjam dari keanggotaannya, apabila ia

terbukti ada melakukan pengrusakan terhadap

buku yang dipinjamnya, seperti merobek

lembaran atau halaman tertentu dari buku itu.

Penskoran itu biasanya berlaku untuk masa

tahun ajaran yang berasangkutan, di samping

itu kepadanya tetap dibebankan denda dan

uang pengganti atas buku yang rusak

tersebut.

PENUTUP Berdasarkan gambaran pada bab-bab

sebelumnya, maka pada bab ini akan ditarik

beberapa kesimpulan dan saran-saran sebagai

masukan bagi siapa saja pihak terkait.

A. Kesimpulan

1. Faktor penyebab terjadinya wanprestasi

dalam pelaksanaan perjanjian pinjam

pakai buku perpustakaan pada

perpustakaan universitas abulyatama

adalah karena kurangnya kesadaran-

kesadaran dari peminjam, buku yang

tersedia masih kurang, kekhatiran tidak

memperoleh buku, sanksi denda yang

relatif ringan serta peminjam buku untuk

kepentingan orang lain.

2. upaya penyelesaian wanprestasi yang

telah ditempuh adalah dengan melakukan

peneguran terhadap peminjam dengan

mengirimkan surat teguran kepada

bahagian pengajaran untuk menahan

proses pengurusan KRS mahasiswa yang

bersangkutan atau menahan ijazah dan

transkrip nilai bagi peminjam yang sama

sekali tidak mengembalikan buku.

Terhadap keterlambatan dikenakan

sanmksi berupa denda, atau pergantian

buku apabila buku yang dipinjam tersebut

hilang, ada juga sanksi administratif

berupa skoran dari keanggotaan untuk

suatu waktu tertentu atau pencabutan

status keanggotaan dari si peminjam.

B. Saran-saran 1. Disarankan kepada peminjam pakai buku

perpustakaan untuk mengembalikan buku

tepat pada waktunya, tidak merusak buku

dan tidak memeinjam buku untuk

kepentingan orang lain.

2. Disarankan kepada pihak terkait untuk

membantu dengan sungguh-sungguh

penyelesaian peminjam yang wanprestasi.

3. Disarankan kepada pihak perpustakaan

untuk menambah judul maupun jumlah

buku yang ada, demi mendukung proses

belajar mengajar dengan baik.

4. Disarankan kepada pihak perpustakaan

untuk menerapkan sanksi denda yang

lebih berat dan jenis sanksi lainnya

kepada peminjam yang benar-benar tidak

mau mengembalikan buku milik

perpustakaan.

5. Disarankan kepada pihak

perpustakaan untuk lebih

meningkatkan upaya penyelesaian

peminjam yang wanprestasi.

DAFTAR PUSTAKA

Abdu lkadir Muhammad, Hukum Perjanjian .

Aqlumni Bandung, l980.

..............Hukum Perikatan, Alumni

Bandung, l982

Ahmat Ichsan, Hukum Perdata I B, PT,

Pembimbing Masa, Jakarta, l989

Apeldoorn, I J. Van., Pengantar Ilmu hukum,

terjemahan Nor Keumala, pradnya

paramita, jakarta 1987.

Arif Masdoeki, H.M. dan Tirta Amijaya,

Asas-Asas hukum perdata, Djambatan,

Jakarta, 1969.

Hari Saheroji, Pokok-Pokok hukum Perdata,

Aksara Baru, Jakarta, 1980.

Racmat Setiawan, Pokok-Pokok hukum

Perikatan, Bina cipta, Bandung, 1977.

Subekti, R. Aneka Perjanjian, alumni,

Bandung, 1984.

..............., Hukum Perjanjian, PT .Intermasa,

Jakarta, 1984.

Sunaryati Hartono, Mencari Bentuk Hukum

Perjanjian Nasional Kita, Alumni,

Bandung, 1983.

Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum

Perjanjian, Sumur, Bandung, 1978.

................., Hukum Perdata Tentang

Persetujuan Tertentu, Sumur,

Bandung ,1960.

Yahya Harahap, M. Segi-Segi Hukum

Perjanjian, Alumni, Bandung, 1968.

PENDIDIKAN DAN PERMASALAHANNYA

TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP

Oleh

A. Jabar *

Abstrak

Penelaahan ini menarik untuk dikaji, karena upaya pemantapan pendidikan dan lingkungan hidup bagi

masyarakat dirasakan sangat penting. Dan tanggung jawab pendidikan terlibat semua pihak, yaitu

keluarga, masyarakat dan pemerintah. Berkembang tidaknya suatu negara sangat tergantung pada

pendayagunaan Sumberdaya Manusia (SDM). Dengan perkataan lain runtuh tidaknya peradaban suatu

bangsa itu ditentukan oleh etika moral dan kebudayaan. Tugas pendidikan adalah membangun dan

membina kehidupan peserta anak didik dan masyarakat yang bermartabat serta lingkungan hidup yang

berkesinambungan, sehingga manusia dapat mengenal jati dirinya sebagai utusan Tuhan di planet bumi

untuk hidup berwawasan lingkungan, menuju hidup yang lebih baik, sehat, aman dan sejahtera.

Kata Kunci : Pendidikan, Lingkungan Hidup, dan Kesejahteraan.

Membina kesadaran masyarakat terhadap

lingkungan hidup pada dasarnya adalah tugas

pendidikan. Kesadaran itu ada selama dalam

diri manusia mengalir daya-daya yang

menjelmakan pikiran (Suryadipura, 1990 :

63). Kemampuan daya-daya itu mengalir

sesuai perkembangan tingkat kematangan

manusia, dan berpengaruh terhadap

lingkungannya.

Pada anak-anak yang masih bayi

daya-daya tersebut hanya mampu mengalir

dari panca indera sampai pangkal otak, yang

bekerja pada mereka hanya pangkal otaknya,

dan karena itu dinamakan kesadaran

pendahuluan. Akan tetapi dengan semakin

meningkat usia, kesadaran juga semakin

bertahan dan bertambah mendalam. Pada

anak-anak dalam masa hayati arus daya

tersebut dapat mengalir sampai ke pusat

kesadaran dan pusat ingatan. Kesadaran yang

demikian dinamakan kesadaran sederhana.

Pada tingkat yang lebih dalam lagi, yaitu

ketika manusia berada pada usia akhir hayati,

daya-daya tersebut dapat mengalir sampai ke

pusat akal dan pusat kemauan, pada tingkat

ini dinamakan kesadaran akan diri sendiri,

manusia mulai menamakan diri “aku”.

Seterusnya, apabila dalam kesadarannya,

manusia dapat berhubungan dengan

rohaninya, maka tingkatannya sudah

mencapai kesadaran “luhur”.

Pada tingkat kesadaran ini kadang-

kadang berhubungan dengan rohani dalam

wujud mimpi yang mengandung ramalan,

tentang sesuatu yang mungkin akan menimpa

dirinya. Pada yang terdalam akan ditemui

kesadaran jagad yaitu apabila kesadaran kita

dapat berhubungan dengan Tuhan. Itulah

beberapa penjelasan Suryadipura kesadaran

seseorang terhadap lingkungannya.

Dengan demikian, tugas pendidikan

adalah membangun dan membina kehidupan

masyarakat dan lingkungan yang

berkesinambungan. Kesadaran lingkungan

terhadap manusia tidak akan berkembang

secara otomatis ke arah yang diinginkan.

Katakan saja ke arah lingkungan hidup sehat.

Banyak faktor yang mempengaruhi karena itu

peranan pendidikan, tidak hanya cukup

dengan memberi pengertian.

Kesadaran lingkungan terhadap hidup

sehat bukanlah hanya soal pengertian, dan

karena itu tidak mungkin hanya diajar secara

teoritis, tetapi merupakan soal kegiatan

praktis. Cara mengerjakannya adalah dengan

menjalankan, dan perlu diikuti pula dengan

contoh hidup, taat pada suara hati tentang apa

yang terpuji atau tercela, serta mengenai

manfaat dan mudharatnya berdasarkan semua

ukuran manusia. Suara hati bukan hanya rasa,

tetapi pengertian yang dalam mengenai

seluruh pribadi manusia secara hakiki dan

total. Bukan pula hanya mengerti dengan akal

budinya, tetapi mengerti dan mengalami

dengan seluruh pribadinya. Suara itu

senantiasa menuntun manusia untuk dapat

menjunjung dirinya sampai setinggi-

tingginya ke arah kesempurnaan dengan

Chaliknya. Upaya pembinaan kesadaran

lingkungan akan memberikan hasil yang

lebih nyata, dari keadaan sikap pemukim

suatu lingkungan hidup. Maka sikap dapat

dikatakan, merupakan aktualisasi perbuatan

seorang atau sekelompok orang.

Mengacau pada konsep tujuan

pendidikan nasional, didalam Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 1989, Bab-II Pasal-4

disebutkan bahwa : Pendidikan nasional

bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa

dan mengembangkan manusia Indonesia

seutuhnya, yaitu yang berbudi luhur,

memiliki pengetahuan dan ketrampilan,

kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian

yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung

jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

PEMBAHASAN

1. Peranan Pendidikan dan Lingkungan

Hidup Peranan pendidikan dalam

pembinaan kesadaran berlingkungan hidup

yang bermartabat dapat disalurkan melalui

dua jalur : Pertama, melalui program-

program pengajaran yang dirancang secara

kurikuler. Kedua, melaui kegiatan-kegiatan

yang nyata. Pembinaan lewat program-

program kurikuler terutama dimaksudkan

untuk menumbuhkan pengertian dan

pemahaman, mengenali lingkungan hidup

yang bermartabat.

Bentuk yang lazim dilakukan dalam

menumbuh dasar pengertian dapat dibedakan

antara, pendekatan monolitik, dan pendekatan

integratif. Pendekatan monolitik mengandung

pengertian, bahwa materi pendidikan disusun

dan bisa disajikan secara tersendiri, sama

seperti mata pelajaran yang lain. Pada

pendekatan monolitik, pendidikan lingkungan

hidup mempunyai tempat, materi pelajaran

dan tuntutan implementasi tersendiri.

Dalam pendekatan monolitik

pemahaman masalah-masalah lingkungan

hidup dapat ditekankan pada hal-hal

berhubungan dengan program study,

misalnya biologi, kimia, fisika, geografi,

pendidikan dunia usaha, PMP, PLS, PKK,

sejarah, bahasa indonesia, dan olahraga.

Kemampuan yang diharapkan dapat

berkembang pada peserta didik antara lain

penguasaan bahan pendalaman dan aplikasi

bidang study. Pengalaman belajar peserta

didik meliputi kegiatan mempelajari materi

yang relevan, dan meliputi sejumlah pokok

bahasan.

Pendekatan integratif, pemahaman

pada masalah-masalah lingkungan hidup

dapat ditambahkan dalam proses belajar

mengajar, dengan penekanan pada hal-hal

yang berhubungan dengan program study

mata pelajaran dasar umum. Dalam hal ini

materi pendidikan lingkungan hidup dapat

disepadukan dengan ilmu sosial dasar, ilmu

alam dasar, dan pendidikan sejarah

perjuangan bangsa. Cara penyampaian dapat

dilakukan dalam bentuk tatap muka,

praktikum, atau kerja lapangan. Kecuali

melalui lembaga pendidikan formal.

Pengertian mengenai lingkungan hidup juga

dapat dikembangkan melalui media massa,

televisi, surat kabar, selebaran atau papan

pengumuman.

Dalam menyebar luaskan pengetahuan

tentang lingkungan hidup melalui cara media

massa itu memerlukan rencana khusus agar

bisa menumbuhkan kesadaran lingkungan

hidup yang bermartabat. Untuk itu diperlukan

kerja sama di antara beberapa komponen

terkait diantaranya, pendidikan, pemerintah

daerah, perusahaan, industri, dan pekerjaan

umum. Realisasi dalam pelaksanaan

misalnya, anak-anak sekolah dibawah

pimpinan guru dengan membersihkan

halaman sekolah, menanami tepi-tepi jalan

dengan pepohonan yang indah dan berfaedah.

Bagi Pamong Praja menjaga kerusakan

tanaman, jangan mengotori, menyediakan

sarana pembuangan sampah dan lain-lain.

Bagi Dinas Pekerjaan Umum, membangun

sarana-sarana pembuangan air, dan

menetukan tempat pembuangan sampah. Bagi

perusahaan industri mengembangkan sarana

pengaman terhadap limbah pabrik, polusi

udara, dan sebagainya.

Perlu disadari bahwa, menggeser sikap

gampangan dan serampangan kepada sikap

menahan diri dan rasa memiliki

membutuhkan jangka waktu yang relatif

lama. Karena itu diperlukan upaya secara

terus menerus dalam wujud, kegiatan-

kegiatan yang nyata. Bukan tidak mungkin

untuk membiasakan berbagai upaya tersebut

akan memerlukan waktu relatif lama,

sehingga terjadi perubahan sikap yang

meyakinkan.

Menelusuri sikap dan perilaku, sesuai

dengan petunjuk UU. No. 2 Tahun 1989

mengenai pengertian dan maksud pendidikan,

pasal-1 butir 1, disebutkan bahwa, yang

dimaksud dengan pendidikan adalah usaha

sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui

kegiatan bimbingan pengajaran dan atau

latihan bagi peranannya di masa yang akan

datang. Mengacu pada pengertian tersebut di

atas menurut hemat penulis ada beberapa hal

yang perlu diangkat didalam pengkajian ini

antara lain :

1. Tujuan pendidikan sebaiknya lebih

diarahkan kepada kemurnian ilmu bagi

setiap manusia Indonesia, sehingga dapat

meningkatkan harkat dan martabat secara

lebih terpadu dan serasi.

2. Pemanfaatan sarana dan prasarana

pendidikan mutlak diperlukan, seperti

perpustakaan keliling, sehingga

masyarakat luas akan mudah

memperoleh informasi sumber-sumber

bacaan, dan sebaik juga tidak perlu

terjadi kesenjangan antara Sekolah

Negeri dan Swasta, mulai dari tingkat

Dasar sampai Perguruan Tinggi.

3. Akibat kemajuan teknologi khususnya di

bidang komunikasi telah berkembang

dengan pesat, maka pengaruh akulturasi

dan ideologi luar (asing) semakin sukar

dibendung. Ini merupakan tantangan

berat bagi Bangsa Indonesia, salah satu

upaya pengendalian dapat dilakukan

lewat jalur pendidikan, sesuai dengan

Undang-Undang yang berlaku.

4. Bagi generasi muda sebagai penerus cita-

cita bangsa memerlukan pembinaan

formal dan informal. Hal ini sangat

penting agar tidak mudah menimbulkan

persepsi, sehingga akan membuka

peluang akhirnya usaha-usaha baru yang

dapat merongrong UUD-1945 dan

Pancasila sebagai falsafah negara.

5. Lembaga-lembaga Adat seperti LAKA

perlu dijunjung, karena masyarakat

majemuk, dan Indonesia terdiri dari

beribu-ribu pulau, memerlukan bahasa

yang sama.

Konsep ini tidaklah mudah akan

tetapi perlu mendapat pengertian dan

perhatian dari semua pihak, dalam

mewujudkan cita-cita pendidikan secara utuh

dan menyeluruh.

2. Kesejahteraan Sosial Menurut perumusan Undang-

Undang No. 6 Tahun 1974, tentang ketentuan

pokok Kesejahteraan Sosial yang diartikan

dengan “Kesejahteraan sosial adalah suatu

tata kehidupan dan penghidupan sosial

material maupun spiritual yang diliputi oleh

rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman

lahir batin, yang memungkinkan bagi setiap

warga negara untuk mengadakan usaha-usaha

pemenuhan kebutuhan manusia yang

jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-

baiknya, bagi diri sendiri, keluarga serta

masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-

hak asasi serta kewajiban manusia sesuai

dengan Pancasila”.

Bidang kesejahteraan adalah sangat

luas mencakup antara lain : pendidikan,

kesehatan, agama, kesempatan kerja, dan

sebagainya. Mengingat demikian luas dan

kompleksnya bidang kesejahteraan sosial

dalam upaya dalam mewujudkan sustainible

development perlu diikut sertakan semua

lapisan masyarakat bersama pemerintah

sebagai bagian integral dari pembangunan

nasional.

Sasaran pokok dalam ichtiar

pengembangan kesejahteraan sosial adalah

memulihkan kemampuan insan-insan itu

sendiri, kembali ke jalan hidup yang benar.

Sang manusia itu sendiri harus menjadi titik

tolak dari tujuan kehendaknya. Kepada diri

manusia itu harus dibangkitkan kesadaran

dan berlaku adil. Dengan demikian mereka

penuh dedikasi dalam bekerja dan terpenuhi

kebutuhan sosialnya, sehingga dirinya

menjadi unsur penting dalam pengembangan

lingkungan hidup yang berimbang. Ini bisa

dicapai apabila mereka diikutsertakan dalam

program-program terbukanya kesempatan

kerja, sekaligus mengembangkan lingkungan

hidup. Misalnya program pemeliharaan

“madu”, usaha ini merangsang orang

memelihara hutan dan tanaman yang

diperlukan lebah. Sehingga bergabunglah

pengembangan madu sebagai sumber

pendapatan dengan cara melestarikan hutan.

Dan masih banyak usaha-usaha lain yang

dapat dikembangkan didukung oleh modal

yang mencukupi.

Pendidikan dengan penerapan yang

sistematis untuk menumbuhkan solidaritas

sosial sangat diperlukan, sehingga

menghasilkan gerakan sukarela dalam

menghimpun dana oleh maasyarakat itu

sendiri sebagai dana kesejahteraan sosial,

disamping itu langkah-langkah yang

menumbuhkan prestige penyumbang dapat

diusahakan sebagai kompensasi.

Lebih lanjut, dengan terbukanya

kesempatan kerja, dan bantuan dana sosial,

kita harapkan gerakan masyarakat ke arah

pendidikan selangkah lebih maju. Dan

sekaligus usaha ini sebagai perwujudan

dalam membina masyarakat yang adil dan

makmur.

3. Kesehatan Lingkungan Sebelum pengkajian lebih lanjut,

terlebih dahulu kita melihat beberapa

pengertian tentang ilmu kesehatan.

Menurut Walter R. Lym, ”Yang

dimaksud dengan kesehatan lingkungan ialah,

hubungan timbal balik antara manusia dengan

lingkungan yang berakibat atau

mempengaruhi derajat kesehatan manusia”.

Menurut dr. Azrul Azwar M. P. H, (2002

: 9), ”Yang dimaksud dengan ilmu kesehatan

lingkungan tidak lain dari pada suatu ilmu

yang merupakan bagian dari ilmu kesehatan

masyarakat yang menitikberatkan

perhatiannya pada perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan, pengawasan,

pengkoordinasian, dan penilaian dari semua

faktornya yang ada pada fisik lingkungan

manusia, yang diperkirakannya ada hubungan

atau berhubungan dengan perkembangan

fisik, kesehatan ataupun kelangsungan hidup

manusia, sedemikian rupa sehingga derajat

kesehatan dapat lebih baik dan juga dapat

ditingkatkan”.

Sedangkan W.H.O, memberikan

pengertian tentang ilmu kesehatan

lingkungan yaitu “Sebagai suatu ilmu yang

memusatkan perhatiannya pada usaha

pengendalian semua faktor yang telah ada

pada lingkungan fisik manusia, dan

diperkirakan menimbulkan atau akan

menimbulkan hal-hal yang merugikan

perkembangan fisiknya, kesehatannya,

ataupun kelangsungan hidupnya”.

Mendasari pada pengertian tersebut

diatas, maka tujuan dari pada kesehatan

lingkungan ialah, terciptanya keadaan yang

serasi dari semua faktor di lingkungan fisik

manusia, sehingga perkembangannya dapat

dipelihara dan ditingkatkan. Jika tujuan

umum ini diperinci, maka secara garis

besarnya dapat dibedakan :

1. Melakukan koreksi, yakni memperkecil

atau memodifikasi terjadinya bahaya dari

lingkungan terhadap kesehatan dan

kesejahteraan hidup manusia

2. Melakukan pencegahan dalam arti,

mengefisienkan pengaturan sumber-

sumber lingkungan untuk meningkatkan

kesehatan dan kesejahteraan hidup

manusia, serta untuk menghindarkannya

dari bahaya.

Tujuan yang seperti ini adalah

tujuan yang amat besar, karena faktor

lingkungan tersebut mempengaruhi

kehidupan manusia. Pengaruh yang

ditimbulkannya berkisar pada tiga hal, yaitu :

1. Terhadap kesehatan manusia

2. Terhadap etika, kenikmatan dan efisiensi

kehidupan manusia

3. Terhadap keseimbangan ekologi dan

sumber daya alam.

Dalam sub topik ini permasalahan yang

ditonjolkan adalah point 1 dan 2, karena ini

menyangkut dengan kesehatan lingkungan

manusia.

Setelah Indonesia merdeka, khususnya

setelah tahun 1956, usaha kesehatan

lingkungan terus diprioritaskan. Untuk daerah

pedesaan, misalnya diperkenankan konsep

integrasi, antara usaha kesehatan lingkungan,

dengan usaha pengobatan. Di daerah Bekasi

didirikan sebuah model bangunan kesehatan

yang fungsinya sebagai pusat pendidikan.

Tentu dalam aktivitasnya memerlukan

tenaga-tenaga kesehatan. Ada petugas

kesehatan yang ditetapkan ada pula

didatangkan dari seluruh Indonesia. Untuk

Daerah Perkotaan, usaha kesehatan

lingkungan dipelopori oleh Prof. Mochtar

dengan melaksanakan beberapa proyek di

daerah Jakarta. Selanjutnya, pada tahun 1956

– 1959, di daerah Pasar Minggu didirikan

sebuah gedung proyek kesehatan lingkungan,

tujuannya untuk mendapatkan gambaran

lengkap pelaksanaan kesehatan yang sesuai

penerapannya di Indonesia.

Pada tahun 1959 itu pula, dicanangkan

program pembasmi “Penyakit Malaria”,

sebagai titik tolak dari pada program

kesehatan lingkungan yang dilaksanakan

secara nasional di tanah air. Hari

dicanangkannya pembasmian “Penyakit

Malaria” tanggal 12 November, hingga saat

ini ditetapkan sebagai “Hari Kesehatan

Nasional” di Indonesia. Selanjutnya, ketika

konsep PUSKESMAS pada tahun 1968

diperkenankan, usaha kesehatan lingkungan

sebelumnya dilaksanakan petugas secara

terpisah, kini digabungkan ke dalam beban

sebagai tugas PUSKESMAS, dan dijadikan

sebagai salah satu program yang harus

dijalankan oleh PUSKESMAS. Dalam

mensukseskan program kesehatan lingkungan

sejak tahun 1974 pemerintah menyusun

program khusus yang dikenal dengan

INPRES KESEHATAN Nomor-5 tahun

1974. Salah satu aktivitas yang tercantum

yaitu soal sarana “air minum” serta “jamban

keluarga”, disingkat (SAMIJAGA) dengan

maksud tertentu agar kesehatan masyarakat

dapat terjaga dan terpelihara.

Jika diperhatikan corak dan macamnya

penyakit saat ini terdapat di Indonesia

ditandai oleh :

1. Masih tingginya penyakit infeksi

2. Masih tingginya angka penyakit

menular, seperti demam, malaria,

muntaber, TBC, dan lain-lain.

Maka yang perlu penekanannya

dalam pengkajiannya adalah dengan

kesehatan lingkungan antara lain :

1. Masalah air minum

2. Masalah benang, dan sisa barang bekas

3. Masalah perumahan

4. Masalah pengawasan arthropoda dan

redentia, yang mana secara mudah dapat

berkembang biaknya berbagai macam

serangga, menyebabkan penyakit

malaria, dan demam berdarah (termasuk

gigitan nyamuk)

5. Masalah makanan dan minuman, hal ini

perlu diperhatiakan sejak barang dari

sumbernya, dipasarkan, sampai dengan

dikonsumsikan

6. Masalah pencemaran, baik udara, air dan

pencemaran tanah.

Penekanan butir-butir tersebut diatas

perlu perhatian, karena terkait dengan

Sasaran Pengelolaan Lingkungan Hidup

menurut UU. RI. Nomor 23 tahun 1997.

Menurut UU. PLH. No. 23/1997,

didalam Pasal 4 dijelaskan sebagai berikut :

a. Tercapainya keselarasan, keserasian,

keseimbangan antara manusia dan

lingkungan hidup.

b. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai

insan lingkungan hidup yang memiliki

sikap dan tindak melindungi, dan

membina lingkungan hidup.

c. Terjaminya kepentingan generasi masa

kini dan generasi masa depan.

d. Tercapainya kelestarian fungsi

lingkungan hidup.

e. Terkendalinya pemanfaatan sumberdaya

secara bijaksana.

f. Terlindungi Negara Kesatuan Republik

Indonesia terhadap dampak usaha dan

kegiatan di luar wilayah negara yang

menyebabkan pencemaran dan

kerusakan lingkungan hidup.

Dalam pasal 5 disebutkan :

1. Setiap orang mempunyai hak yang sama

atas lingkungan hidup yang sehat.

2. Setiap orang mempunyai hak atas

informasi lingkungan hidup yang

berkaitan dengan peran dalam

pengelolaan lingkungan hidup.

3. Setiap orang mempunyai hak untuk

berperan dalam rangka pengelolaan

lingkungan hidup sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Lebih lanjut, sebagai akibat kondisi

lingkungan tidak terbatas, maka pencemaran

yang terjadi di alam dapat dibedakan atas

tiga macam, yaitu : 1. Pencemaran udara,

2. Pencemaran air, 3. Pencemaran tanah.

1. Pencemaran udara (air pollution)

Yang dimaksud dengan “Pencemaran

udara adalah terdapatnya segala sesuatu yang

sifatnya membahayakan kelangsungan hidup

manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan serta hal-

hal lain yang berhubungan dengan itu pada

udara yang berada di luar rumah, sebagai

akibat tingkah laku manusia (umumnya

karena kemajuan IPTEK), ataupun yang

terjadi secar alamiah”. (Dr. Azrul Azwar,

MPH, 2002 : 171).

Pencemaran di udara seperti, aerosol

yaitu suatu gejala suspensi di udara yang

bersifat debu dan cair.

Penyebab pencemaran udara (air

pollution) itu seperti, Carbon monoksida

(Co), Sulfur Oksida (SO), Hidrocarbon

(CHO), Nitrogen Oksida (N20), dan partikel.

2. Pencemaran air (water pollution)

Pencemaran karena ketidak tahuan

manusia, seperti pembuangan air limbah,

tinja, dan sebagainya. Pencemaran air karena

tingkah laku manusia juga terkait dengan

kemajuan IPTEK.

Pencemaran air (water pollution)

dapat berasal dari :

1. Yang berasal dari kegiatan industri

2. Yang berasal dari alat transportasi

3. Yang berasal dari daerah tempat tinggal,

terutama daerah kota

4. Yang berasal dari daerah pertanian.

3. Pencemaran tanah (land pollution)

Pencemaran tanah juga dapat terjadi

karena tingkah laku manusia dalam

kehidupan sehari-hari, akibat

dipergunakannya berbagai macam zat kimia

untuk pupuk atau keperluan industri.

Pencemaran tanah misalnya, karena plastik

botol bekas, kaleng bekas, dan sebagainya.

Ketiga macam pencemaran tersebut

sangat terkait dengan kondisi kesehatan

lingkungan manusia. Pencemaran udara dapat

menyebabkan manusia penyakit flu yang

membandel. Pencemaran air dapat

menyebabkan penyakit diare (desentri).

Pencemaran tanah dapat

menyebabkan bagi anak-anak kecacingan,

dan berbagai jenis penyakit lainnya. Sebagai

akibat pollutan sangat membahayakan bagi

kelangsungan hidup manusia. Maka

pemerintah dalam usaha mengelola kualitas

lingkungan sejak tahun 1972 telah

membentuk “Panitia Nasional Lingkungan

Hidup”.

Salah satu point yang mengatur

tentang kualitas hidup dan lingkungan adalah

“pengaturan tentang kesehatan termasuk di

dalamnya segi-segi kesehatan radiasi”.

Sebagai anjuran dalam

mencerdaskan kehidupan bangsa memerlukan

makanan yang bergizi, menu 4 sehat 5

sempurna yakni, nasi, sayur-sayuran, buah-

buahan, lauk pauk dan susu. Kegiatan ini

terus dikembangkan dalam upaya

meningkatkan kualitas hidup, mempersiapkan

anak-anak bangsa yang tangguh dalam

menghadapi modernisasi global dewasa ini.

Dalam menghadapi modernisasi global salah

satu jawaban yang tepat adalah,

pengembangan sumber daya manusia (SDM)

lewat jalur pendidikan. Hal ini sesuai dengan

amanat tujuan pendidikan nasional yaitu,

manusia Indonesia yang :

1. Berbudi pekerti luhur.

2. Memiliki pengetahuan dan keterampilan.

3. Sehat jasmani dan rohani.

4. Kepribadian yang mantap.

5. Mandiri.

6. Memiliki rasa tanggung jawab

kemasyarakatan dan kebangsaan.

PENUTUP Harapan-harapan dan tugas yang

harus dilaksanakan di satu pihak, masalah-

masalah yang dihadapi masa kini serta

tantangan masa depan di lain pihak,

merupakan dinamika dalam bidang

pendidikan dan lingkungan hidup.

Sustainable development yang

berwawasan lingkungan, sebagai upaya sadar

dan terencana harus mampu, memadukan

lingkungan hidup termasuk sumber daya ke

dalam proses pembangunan untuk menjamin

kemampuan, kesejahteraan, dan hidup

generasi masa kini dan generasi masa depan.

Pendidikan diharapkan, dapat

memenuhi tuntunan masyarakat dan

pembangunan yang urgen pada masa kini,

untuk dapat menyesuaikan, menyerasikan

out-putnya tuntunan di masa depan.

Disamping itu, pendidikan juga diharapkan

agar dapat berperan dalam mencerdaskan

kehidupan bangsa yang menyeluruh, serta

mampu mengimbangi kecepatan

perimbangan ilmu pengetahuan dan

teknologi.

DAFTAR PUSTAKA Azrul Azwar, Dr, MPH, 2002. Pengantar

Ilmu Kesehatan Lingkungan.

PT. Mutiara Sumber Widya Jakarta.

AW. Turnip, Drs. 2001. Karya Tulis Motivasi

Belajar. Disajikan Pada Peserta

Penatraan Guru IPS Provinsi

Sumatra Utara dan Provinsi Aceh.

Emil Salim, 1998. Lingkungan Hidup dan

Pembangunan. PT. Mutiara Sumber

Widya Jakarta Pusat.

Mohd. Kasim, Ir, 1994. Peranan Pendidikan

Tinggi. Seminar Sehari Tentang

Pengentasan Kemiskinan. Pelaksana

Universitas Iskandar Muda Banda

Aceh.

Muhammad Gade, Dr, 1998. Makalah

Sumberdaya Manusia Dalam

Peningkatan Ketahanan Nasional.

Disajikan Pada Pentaloka DOSWIR

Se-Kodam Bukit Barisan di Banda

Aceh.

Otto Soemarwoto, 2002. Ekologi Lingkungan

Hidup dan Pembangunan.

Djambatan Bandung.

Soerjono Soekanto, SH, MH, 2003. Beberapa

Teori Sosiologi Tentang Struktur

Masyarakat. CV. Rajawali Jakarta.

Suryadipura, R. Paryana, 2002. Alam

Pemikiran Neijenhuis & Co.

Bandung.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989.

Tentang Sistem Pendidikan

Nasional.

Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor

23 Tahun 1997. Tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup.

KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK PERSPEKTIF

FILOSOF ISLAM(IBNU MISKAWAIH)

Oleh :

Hambali*

Abstrak

Akhlak merupakan permasalahan utama yang selalu menjadi tantangan manusia dalam sepanjang sejarah,

suatu bangsa akan kokoh apabila akhlaknya baik dan sebaliknya, suatu bangsa akan runtuh bila akhlaknya

rusak. Rasulullah sendiri bersabda : “sesungguhnya orang yang paling baik islamnya adalah orang yang

paling baik akhlaknya” Ibnu Miskawaih salah seorang Filosof Islam bidang Filsafat Akhlak, didalam

perspektifnya ia menawarkan berbagai cara yang harus ditempuh manusia guna mencapai akhlak yang

sesungguhnya dianjurkan dalam agama Islam. Untuk menuju kesempurnaan diri, manusia harus melalui

dengan aplikasi akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Moral atau akhlak adalah suatu sikap mental yang

mengandung daya dorong untuk berbuat tanpa berfikir dan pertimbangan. Sikap mental ini terbagi dua :

ada yang berasal dari watak dan ada pula yang berasal dari kebiasaan dan latihan, ia menolak pendapat

sebahagian pemikiran filosof Yunani yaitu tentang akhlak yang berasal dari watak tidak mungkin berubah.

Ibnu Miskawaih menegaskan kemungkinan perubahan akhlak itu melalui pendidikan. Menurut Ibnu

Miskawaih ada empat keutamaan akhlak yaitu : kebijaksanaan, menjaga kesucian diri, dan keadilan.

Akhlak merupakan ilmu apa baik dan apa yang buruk tentang hak dan kewajiban. Pendidikan akhlak

berdasarkan pada konsep tentang manusia, tugas pendidikan akhlak adalah memperkokoh daya-daya

positif yang dimiliki manusia agar tercapai tingkatan manusia yang seimbang sehingga perbuatan yang

semata-mata baik dan lahir secara spontan. Tujuan pendidikan akhlak terwujutnya sikap batin yang

mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan semua perbuatan yang benilai baik sehingga tercapai

kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan yang sempurna.

Kata kunci : Konsep, Pendidikan Akhlak, Ibnu Miskawaih.

Akhlak merupakan permasalahan

utama yang selalu menjadi tantangan

manusia dalam sepanjang sejarahnya. Sejarah

bangsa-bangsa baik yang diabadikan dalam

Al-Qur’an seperti kaum ‘Ad, Samud,

Madyan, dan Saba maupun yang terdapat

dalam buku-buku sejarah menunjukkan

bahwa suatu bangsa akan kokoh apabila

akhlaknya kokoh, dan sebaliknya suatu

bangsa akan runtuh apabila akhlaknya

rusak,Suwito (2004:130). Agama tidak akan

sempurna manfaatnya, kecuali dibarengi

dengan akhlak yang mulia Suwito

(2004:130).

Di dalam Haditsnya Rasulullah

meriwayatkan, beliau pernah ditanya oleh

sahabat:”Ya Rasulullah apakah yang paling

baik yang diberikan kepada manusia?”Beliau

menjawab: ”Akhlak Yang Baik.” (HR. Ibnu

Hibban). Kemudian dalam

Riwayatnya yang lain mengatakan bahwa

tingkah laku yang baik merupakan

kesempurnaan iman dan Islam. Rasulullah

bersabda: ”Sesungguhnya orang yang paling

baik Islamnya adalah orang yang paling

baik akhlaknya.” (HR. Ahmad). Rasulullah

juga pernah ditanya oleh salah seorang

sahabatnya Rasulullah, seorang mukmin

yang bagaimanakah yang paling sempurna

imannya? Beliau menjawab,”Sesungguhnya

orang yang paling sempurna imannya,

adalah orang yang paling baik akhlaknya”. .

(HR Tabrani).

Dari Hadits tersebut dapat kita katakan

bahwa akhlak merupakan satu hal yang

sangat penting untuk memperlihatkan

eksistensi manusia antara satu dengan

lainnya berupa tingkah laku perbuatan, baik

itu perbuatan yang mendorong manusia

menuju kearah kebaikan maupun hal yang

buruk. Sehingga dalam hal ini terbukti

bahwa Islam bukan hanya terkait pada hal-

hal yang bersifat peribadatan dan akhirat.

Kewajiban yang dibebankan agama adalah

latihan akhlak bagi jiwa manusia yang

bertujuan untuk syiar agama.J.De

Boer,(1954:188-189)

Pembicaraan mengenai akhlak tidak

akan lepas dari hakikat manusia sebagai

khalifah di muka bumi ini pada satu sisi, dan

manusia sebagai makhluk Allah pada sisi

yang lain. Sebagai khalifah, manusia bukan

saja diberi kepercayaan untuk menjaga,

memelihara dan memakmurkan alam ini.

Tetapi juga dituntut untuk berlaku adil dalam

segala urusannya.Al-Quran Surat Al-

baqarah(2):30 dan QS Shad (38):27.Sebagai

makhluk, manusia harus berusaha mencapai

kedudukan sebagai hamba yang tunduk patuh

terhadap segala perintah dan larangan

Allah.QS Al-Dzariyat(51):15.

Etika pada umumnya diidentikkan

dengan moral (moralitas). Namun walaupun

sama-sama terkait dengan baik buruk

tindakan manusia, etika dan moral memiliki

perbedaan pengertian. Secara singkat, jika

moral lebih condong pada pengertian “nilai

baik buruk dari setiap perbuatan manusia itu

sendiri”, maka etika berarti “ilmu yang

mempelajari tentang baik buruk” (ethics atau

’ilm al-akhlaq) dan moral (aklaq) adalah

praktiknya. Dalam disiplin filsafat, terkadang

etika disamakan dengan filsafat moral.Haidar

Bagir,(2005:193-194).

Ibnu Miskawaih adalah salah seorang

tokoh muslim di bidang filsafat akhlak dan

juga sejarawan yang hidup pada masa

pemerintahan dinasti Buaihi. Walaupun

karya-karya beliau kurang terkenal, namun

klaim yang pantas yang perlu diperhatikan

terletak pada sistem etikanya yang tersusun

dengan baik.Sirajuddin Dzar(2004:130) Ibnu

Miskawaih mencoba menelaah Akhlak dalam

perspektif Filsafat. Secara umum dan Khusus

ia menawarkan berbagai cara yang harus

ditempuh manusia guna mencapai akhlak

yang sesungguhnya yang dianjurkan dalam

agama Islam dan bagaimana sebenarnya arti

dari sebuah kebahagiaan yang hakiki.

Etika di dalam Islam mempunyai

beberapa prinsip utama yang menjadi

landasan pemikiran. Di antaranya Pertama,

Islam berpihak pada teori tentang etika yang

bersifat universal dan fitri. Al-Qur’an

mengatakan, Maka Dia (Allah.

Mengilhamkan kepadanya (jiwa manusia)

yang salah dan yang benar. Sesungguhnya

beruntungkah orang yang membersihkan

jiwanya. Dan sesungguhnya rugi besar orang

yang mengotorinya.QS Al-Syams(91):8-10.

Dalam sebuah hadits, Nabi SAW

mengajarkan agar untuk mengetahui baik

buruknya sebuah perbuatan, kita harus

bertanya kepada hati nurani kita. Nabi

menyatakan, “Perbuatan baik adalah yang

membuat hatimu tenteram, sedangkan

perbuatan buruk adalah yang membuat

hatimu gelisah.”Artinya semua manusia pada

hakikatnya baik itu Muslim atau bukan

memiliki pengetahuan fitri tentang baik

buruk. Kedua, moralitas dalam Islam

didasarkan pada keadilan, yakni

menempatkan segala sesuatu pada tempatnya.

Ketiga, tindakan etis itu sekaligus dipercayai

pada puncaknya akan menghasilkan

kebahagiaan bagi pelakunya.Haidar Bagir

(2005:207-210).

PEMBAHASAN Menurut Miskawaih, untuk menuju pada

kesempurnaan diri, manusia harus melaluinya

dengan aplikasi akhlak dalam kehidupan

sehari-hari. moral atau akhlak adalah suatu

sikap mental (halun li al-nafs) yang

mengandung daya dorong untuk berbuat

tanpa berpikir dan pertimbangan. Yusuf

Musa dalam Dar al-Ma’arif(1971:70).

Sikap mental ini terbagi dua, ada yang

berasal dari watak dan ada pula yang yang

berasal dari kebiasaan dan latihan. Dengan

demikian, sangat penting menegakkan akhlak

yang benar dan sehat. Sebab dengan landasan

yang demikian akan melahirkan perbuatan-

perbuatan baik tanpa kesulitan. Berdasarkan

ide di atas, Miskawaih secara tidak langsung

menolak pendapat sebagian pemikir Yunani

yang mengatakan bahwa akhlak yang berasal

dari watak tidak mungkin berubah.Ahmad

Daudy(1986:61).

Berbicara mengenai pokok

keutamaan akhlak yang disajikan oleh

Miskawaih, dia memberikan beberapa

ketentuan atau jalan yang harus ditempuh

oleh setiap individu demi mencapai

kesempurnaan akhlak. Miskawaih secara

umum memberi “pengertian

pertengahan/jalan tengah” tersebut antara lain

dengan keseimbangan, moderat, harmoni,

utama, mulia, atau posisi tengah antara dua

ekstrem

Ibnu Miskawaih menegaskan bahwa

kemungkinan perubahan akhlak itu terutama

melalui pendidikan. Dengan demikian,

dijumpai di tengah masyarakat ada orang

yang memiliki akhlak yang dekat kepada

malaikat dan ada pula yang lebih dekat

kepada hewan. Pemikiran ini sejalan dengan

ajaran Islam. Al-Qur’an dan Hadits sendiri

menyatakan bahwa kedatangan Nabi

Muhammad adalah untuk menyempurnakan

akhlak manusia. Hal ini terlihat dari salah

satu tujuan melakukan ibadah adalah untuk

pembentuk watak yang pada gilirannya akan

memperbaiki tingkah laku masyarakat dan

pribadi muslim. Bahkan, akhlak sering

dijadikan ukuran sebagai keberhasilan

seseorang dalam mengamalkan ajaran Islam

yang dianutnya. Dalam hal ini, Ibnu

Miskawaih mengartikan kata al-insan

(manusia) berasal dari kata al-uns, berarti

jinak. Pendapat ini berbeda dengan pendapat

umumnya yang mengatakan bahwa kata al-

insan berasal dari kata al-nisyan berarti

pelupa. Memang ajaran-ajaran agama

menguatkan perasaan al-uns tersebut, seperti

shalat berjama’ah lebih utama dari shalat

yang dikerjakan secara sendirian, puasa

sebagai upaya mengendalikan keinginan

hawa nafsu, demikian juga dengan bentuk

ibadah-ibadah lainnya.T.J.De Boer(1954:162)

Berbicara mengenai pokok keutamaan

akhlak yang disajikan oleh Miskawaih, dia

memberikan beberapa ketentuan atau jalan

yang harus ditempuh oleh setiap individu

demi mencapai kesempurnaan akhlak.

Miskawaih secara umum memberi

“pengertian pertengahan/jalan tengah”

tersebut antara lain dengan keseimbangan,

moderat, harmoni, utama, mulia, atau posisi

tengah antara dua ekstrem. Akan tetapi ia

tampak cenderung berpendapat bahwa

keutamaan akhlak secara umum diartikan

sebagai posisi tengah antara ekstrem

kelebihan dan ekstrim kekurangan masing-

masing jiwa manusia, yang mana jiwa ini

berasal dari pancaran Tuhan. Dalam hal ini

Miskawaih memberi tekanan yang lebih bagi

pribadi masing-masing dari manusia.

Menurut Miskawaih jiwa manusia itu ada

tiga, jiwa al-bahimiyyat (nafsu), jiwa al-

ghadabiyyat (berani), dan jiwa nathiqat

(berfikir/rasional). Posisi tengah jiwa al-

bahimiyyat adalah menjaga kesucian diri,

posisi tengah jiwa al-ghadabiyyat adalah

keberanian, dan yang terakhir posisi jiwa

natiqhat adalah kebijaksanaan. Adapun

gabungan dari posisi tengah/keutamaan

semua jiwa tersebut adalah

keadilan/keseimbangan, dan alat yang

dijadikan ukuran untuk memperoleh sikap

pertengahan adalah akal dan syari’at. Suwito

(2004:83).

Menurut Miskawaih kebahagiaan

bisa dianggap paripurna jika juga mencakup

kebahagiaan fisik . Dalam hal ini secara

tegas ia menolak bahwa kebahagiaan sebagai

tujuan tindakan etis baru bisa diperoleh

pelakunya di akhirat setelah kematian kelak.

Baginya kebahagiaan itu bisa diraih sejak

kehidupan dunia ini. Haidar Bagir

(2005:208).Berikut ini rincian pokok

keutamaan akhlak menurut Ibnu Miskawaih:

1. Kebijaksanaan

Kebijaksanaan merupakan sebuah

keadaan jiwa yang memungkinkan jiwa

seseorang mampu membedakan antara yang

benar dan yang salah. Dalam semua keadaan.

Ibnu Miskawaih berpendapat bahwa

kebijaksanaan adalah keutamaan jiwa

rasional yang mengetahui segala yang

maujud, baik hal-hal yang bersifat ketuhanan

maupun hal-hal yang bersifat kemanusiaan.

Pengetahuan ini melahirkan pengetahuan

rasional yang mampu memberi keputusan

antara yang wajib dilaksanakan dengan yang

wajib ditinggalkan.Ibnu Maskawaih Dalam

Hasan Tamin(1398:40).

Ibnu Miskawaih juga memberi

pengertian bahwa, kebijaksanaan adalah

pertengahan antara kelancangan dan

kedunguan. Yang dimaksud dengan

kelancangan di sini adalah penggunaan daya

pikir yang tidak tepat. Adapun yang

dimaksud dengan kedunguan ialah

membekukan dan mengesampingkan daya

pikir tersebut walau sebetulnya mempunyai

kemampuan. Sehingga yang ditekankan oleh

beliau di sini adalah pada sisi kemauan untuk

menggunakannya, bukan pada sisi kualitas

daya pikir. Ibnu Maskawaih Dalam Hasan

Tamin(1398:46).

Secara sederhana dapat kita katakan

maksud dari kebijaksanaan di sini adalah

kemampuan dan kemauan seseorang

menggunakan pemikirannya sebagai secara

benar untuk memperoleh pengetahuan apa

saja sehingga mendapatkan pengetahuan

yang rasional. Yang kemudian pengetahuan

ini diaplikasikan dalam wujud perbuatan

berupa keputusan untuk wajib melaksanakan

atau meninggalkan keputusan tersebut.

Suwito (2004:99).

2. Keberanian

Keberanian merupakan keutamaan

dari jiwa yang muncul pada diri manusia

pada saat nafsu terbimbing oleh jiwa. Artinya

tidak takut terhadap hal-hal yang besar. Sifat

seperti ini kedudukannya pertengahan antara

pengecut dan nekat. Pengecut adalah takut

terhadap sesuatu yang seharusnya tidak perlu

ditakuti. Adapun nekat adalah berani

terhadap sesuatu dan menafikan sebuah

konsekuensi. Gejala terbesar dari keberanian

ini berupa tetapnya pikiran ketika berbagai

bahaya datang. Kondisi seperti ini akan

hadir karena faktor ketenangan dan

keteguhan jiwa dalam menghadapi segala

hal. Sehingga jika ditinjau dari sifat dasar

jiwa, pada dasarnya jiwalah yang mampu

membedakan antara manusia dan binatang.

Jiwa dalam hal ini memanfaatkan badan

untuk menjalin hubungan dengan alam wujud

yang lebih spiritual dan tinggi.Oliver Leamen

Dalam Said Hossin Nasir(2003:312)

Sehingga dapat kita katakana bahwa

seseorang yang mampu menempatkan

keberanian pada posisinya adalah manusia

yang bisa memanfaatkan jiwa menurut

esensinya.

3. Menjaga Kesucian Diri

Menjaga kesucian diri merupakan

keutamaan jiwa yang akan muncul pada diri

manusia apabila nafsunya dikendalikan oleh

pikirannya. Sehingga mampu menyesuaikan

pilihannya dengan tepat dan tidak dikuasai

serta diperbudak oleh nafsunya. Ibnu

Maskawaih Dalam Hasan Tamin(1398:40).

Kesucian diri yang terdapat pada

setiap orang akan berbeda-beda tergantung

bagaimana seseorang bisa mengatur hati dan

tingkah lakunya dalam aplikasi

kesehariannya.

4. Keadilan

Keadilan adalah bagaimana sikap

seseorang bisa menempatkan segala sesuatu

pada tempat dan porsinya masing-masing.

Keadilan yang dimaksud Ibnu Miskawaih

dalam hal ini berarti kesempurnaan dari

keutamaan akhlak yaitu perpaduan antara

kebijaksanaan, keberanian, dan menahan diri,

sehingga melahirkan keseimbangan berupa

keadilan. Adapun keadilan yang diupayakan

manusia dalam hal ini adalah menjaga

keselarasan atau keseimbangan agar tidak

saling berselisih dan menindas antara satu

dengan yang lainnya. Hal ini berlaku bagi

kesehatan jiwa dan tubuh. Hal ini bisa

tercapai apabila manusia dapat menjaga

keseimbangan dalam temperamen yang

moderat.

Dari uraian tersebut dapat diperoleh

pemahaman bahwa, keadilan yang

diupayakan manusia diarahkan kepada

dirinya dan orang lain. Sehingga pokok

keutamaan akhlak yang dimaksudkan Ibnu

Miskawaih adalah terciptanya keharmonisan

pribadi dengan lingkungannya. Dapat kita

pahami bahwa akhlak merupakan jalan

tengah mengajarkan seseorang untuk mencari

jalan keselamatan. Mengingat pentingnya

pembinaan akhlak, Ibnu Miskawaih

memberikan perhatian yang sangat besar

terhadap akhlak manusia. Sehingga untuk

membentuk akhlak yang sempurna dan sesuai

dengan fitrahnya manusia, ia menekankan

pendidikan akhlak yang dimulai sejak masa

kanak-kanak. Ia menyebutkan masa kanak-

kanak merupakan mata rantai jiwa hewan

dengan jiwa manusia berakal. Pada jiwa anak

secara perlahan berakhir dan jiwa manusiawi

dengan sendirinya akan muncul sesuai

dengan perkembangan kehidupan manusia.

Pokok keutamaan akhlak yang

disajikan oleh Miskawaih pada dasarnya

adalah terciptanya keharmonisan pribadi

dengan lingkungannya sesama manusia,

alam, dan Tuhan. Keharmonisan itu

ditunjukkan oleh kemampuan manusia dalam

mengharmonisasikan jiwa al-bahimiyyat, al-

ghadabiyyat dan al-nathiqat yang ada pada

dirinya dan dengan pihak di luar dirinya.

Keserasian/ keseimbangan/ keharmonisan/

pertengahan dalam akhlak dapat dipahami

sebagai sikap menghindari konflik. Dalam

hal ini syari’at berfungsi efektif bagi

terciptanya posisi tengah jiwa al-bahimiyyat

dan al-ghadabiyyat, sedangkan filsafat

berfungsi efektif bagi terciptanya posisi

tengah jiwa al-nathiqat. Dengan demikian,

berarti syari’at dan filsafat harus mewujud

dalam diri seseorang agar terciptanya

kehidupan yang harmonis antara manusia

sebagai khalifah dan hubungannya dengan

sang khalik.

KESIMPULAN

Akhlak (etika) adalah ilmu tentang

apa yang baik dan apa yang buruk tentang

hak dan kewajiban moral (akhlak). Etika baru

menjadi ilmu bila kemungkinan-

kemungkinan etis (asas-asas dan nilai tentang

yang dianggap baik dan buruk) yang begitu

saja diterima dalam suatu masyarakat. Etika

dalam hal ini sama artinya dengan Falsafat

moral.

Pendidikan Akhlak menurut Ibnu

Miskawaih didasarkan pada konsepnya

tentang manusia. Tugas pendidikan akhlak

adalah memperkokoh daya-daya positif yang

dimiliki manusia agar mencapai tingkatan

manusia yang seimbang (harmonis) sehingga

perbuatannya mencapai tingkatan perbuatan

ketuhanan. Perbuatan yang semata-mata baik

dan yang lahir secara spontan.

Menurut Miskawaih jiwa manusia

itu ada tiga, jiwa al-bahimiyyat (nafsu), jiwa

al-ghadabiyyat (berani), dan jiwa nathiqat

(berfikir/rasional). Posisi tengah jiwa al-

bahimiyyat adalah menjaga kesucian diri,

posisi tengah jiwa al-ghadabiyyat adalah

keberanian, dan yang terakhir posisi jiwa

natiqhat adalah kebijaksanaan.

Yang menjadi pokok keutamaan

akhlak bagi Ibnu Miskawaih meliputi

kebijaksanaan, keberanian, menjaga kesucian

diri dan keadilan. Dengan menggabungkan

keempat keutamaan ini Ia mengharapkan

agar terciptanya keharmonisan pribadi

dengan lingkungan, baik sesama manusia,

Tuhan dan alam.

Tujuan dari pendidikan akhlak yang

dirumuskan Ibnu Miskawaih adalah

terwujudnya sikap batin yang mampu

mendorong secara spontan untuk melahirkan

semua perbuatan yang bernilai baik.

Sehingga mencapai kesempurnaan dan

memperoleh kebahagiaan yang sempurna.

Untuk membentuk akhlak yang

sempurna dan sesuai dengan fitrah manusia,

Ibnu Miskawaih menekankan pendidikan

akhlak yang dimulai sejak masa kanak-kanak.

Karena masa ini merupakan perpaduan antara

jiwa hewan dan jiwa manusia yang secara

perlahan akan berubah dengan sendirinya

menjadi jiwa manusiawi yang akan muncul

sesuai dengan perkembangan kehidupan

manusia dari perbuatannya.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Bagir, Haidar, (2005) Buku Saku Filsafat

Islam, Bandung: Mizan.

Daudy,Ahmad, (1986) Kuliah Filsafat

Islam, Jakarta: Bulan Bintang.

Dzar Sirajuddin, (2004) Filsafat

Islam: Filosof dan Filsafatnya,

Jakarta: PT . Raja Grafindo

Persada.

Leamen Oliver, (2003) Ensiklopedi Tematis

Filsafat Islam, (ed.) Seyyed Hossein

Nasr, Bandung: Mizan.

Miskawaih Ibnu, (1398 H) Tahzib al-Akhlak,

(ed.) Hasan Tamim, Beirut: Mansyurat

Dar Maktabat al-Hayat

.

Suwito, 2004 Filsafat Pendidkan Akhlak Ibnu

Miskawaih, Yogyakarta: Belukar.

T. J, De Boer, 1945 Tarikh al-Falsafat fi al-

Islam, (terj.) M.Abd Al-Hady Abu

Zahidah, Kairo: Mathba’at Lajnat al-

Ta’lif wa al-Tarjamat wa al-

Nasyri.

Yusuf Musa, Muhammad, 1971 Bain al-

Din wa al-Falsafah, Kairo: Dar al-

Ma’arif.

--------, Falsafah al-Akhlak fi al-Islam, Kairo:

Muassasat al- Khaniji,1963.

KEMAMPUAN GURU IPS DALAM MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN

EFEKTIF PADA SMP N. I DARUSSALAM BANDA ACEH

Oleh :

Sakdiyah*

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan guru IPS dalam menerapkan model

pembelajaran, dan untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi guru IPS dalam menerapkan

model pembelajaran di SMPN.I Darussalam. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru bidang

studi IPS dengan sampel diambil seluruh guru yang berjumlah sebanyak 13 orang (total sampel).

Setelah data terkumpul dengan menggunakan kuesioner dan observasi. Maka data diolah dengan

menggunakan statistik sederhana dengan mentabulasi setiap item dalam persentase dari setiap

alternatif jawaban responden.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru bidang studi IPS di SMPN.I Darussalam sudah

menggunakan model pembelajaran yang efektif dalam proses belajar mengajar. Model pembelajaran

yang sering digunakan adalah model pembelajaran langsung dan dikombinasikan dengan

pembelajaran kooperatif, sedangkan model pembelajaran quantum teaching dan berbasis masalah

belum pernah digunakan oleh guru IPS, karena tidak semua model yang digunakan sesuai dengan

kemampuan siswa. Adapun kendala-kendala yang paling banyak dihadapi guru adalah kurangnya

sarana dan prasarana yang tersedia, disamping kompetensi siswa dan minat siswa juga masih kurang

Kata Kunci : Kemampuan Guru, Model Pembelajaran

Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas

pendidikan di sekolah yaitu dengan cara

memperbaiki proses belajar mengajar.

Berbagai konsep dan wawasan baru tentang

proses belajar mengajar telah muncul dan

berkembang seiring dengan pesatnya

perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi. Guru merupakan komponen yang

paling menentukan kualitas pendidikan, maka

dalam rangka mengembangkan sumber

dayanya untuk menjadi lebih profesional,

dituntut untuk terus mengikuti perkembangan

konsep-konsep dan model-model

pembelajaran baru dalam dunia pendidikan.

Sejalan dengan perkembangan tersebut

pendidikan dewasa ini menunjukkan

kemajuan pesat, perubahan dan pembaharuan

bukan saja terjadi dalam bidang kurikulum,

media, alat dan model pembelajaran, akan

tetapi juga terjadi dalam bidang administrasi,

organisasi dan personal bahkan secara

keseluruhan perubahan itu merupakan

pembaharuan dalam sitem pengajaran yang

menyangkut keseluruhan komponen yang ada

demi efektivitas pengajaran pada suatu

lembaga pendidikan.

Pernyataan tersebut menunjukkan

bahwa untuk meningkatkan kualitas

sumberdaya manusia Indonesia yaitu melalui

system pendidikan nasional, lebih lanjut

disebutkan bahwa “ Untuk mewujudkan

proses pencapaian tujuan pendidikan nasonal

dituntut agar pihak yang terlibat dalam dunia

pendidikan lebih profesional dalam

mengupayakan proses belajar mengajar”

(Depdikbud, 1994:3). Berkaitan dengan hal

tersebut tentu saja guru yang harus

menentukan dan mengupayakan sistem

pengajaran supaya lebih bermakna dan

berdaya guna. Didalam proses belajar

mengajar guru diharapkan dapat memilih

model-model pembelajaran yang efektif dan

bervariasi.

Pemilihan model pembelajaran

sangat tergantung kepada tujuan pengajaran,

bahan yang diajarkan, kompetensi siswa serta

sarana dan prasarana yang tersedia.

Persyaratan lain yang harus diperhatikan

untuk memilih model pembelajaran adalah

guru harus mengenal dan menguasai model

pembelajaran itu sendiri, tujuan yang ingin

dicapai dalam pembelajaran tersebut

sesuaikan dengan bahan/ tujuan dan ruang

lingkupnya ( Engoswara, 1998 : 47 ).

Proses pembelajaran adalah upaya

pendayagunaan semua komponen-komponen

yang saling pengaruh mempengaruhi satu

sama lain. Ada beberapa komponen yang

mempengaruhi proses pembelajaran, namun

dalam penelitian ini hanya diangkat model

pembelajaran saja. Model pembelajaran

merupakan salah satu komponen yang sangat

besar pengaruhnya terhadap keberhasilan guru

dalam mengajar dan keberhasilan murid dalam

belajar. Karena model pembelajaran

merupakan suatu konsepsi untuk mengajar

suatu materi guna mencapai tujuan tertentu.

Sukamto (1997) mengatakan bahwa, model

pembelajaran adalah kerangka konseptual

yang melukiskan prosedur yang sistimatis

dalam mengorganisasikan pengalaman belajar

untuk mencapai tujuan tertentu dan berfungsi

sebagai pedoman bagi perancang

pembelajaran dan para pengajar dalam

merencanakan dan melaksanakan aktivitas

belajar mengajar.

Dengan demikian model

pembelajaran merupakan suatu pola atau

kerangka dasar yang digunakan sebagai

pedoman dalam merencanakan pembelajaran

didalam kelas dan penentuan perangkat-

perangkat pembelajaran yang mendukung,

misalnya; penentuan metode, penentuan

pendekatan yang dipilih, alat-alat

pembelajaran dan cara-cara atau teknik yang

dapat memotivasi siswa terlibat secara aktif

dalam proses belajarnya. Yoyce dan Weil

dalam Sukamto (1997), mengemukakan ada 5

(lima) unsur penting yang menggambarkan

suatu model pembelajaran, yaitu: Sintakmatik,

Sistem social, prinsip reaksi, sistem

pendukung, dampak instruksional dan dampak

pengiring.

Dalam penerapan model

pembelajaran khususnya pada bidang studi

IPS yang merupakan salah satu bidang studi

yang diajarkan pada tingkat SMP. Materi IPS

ini biasanya kurang disenangi oleh sebagian

besar siswa, dengan demikian guru harus

dapat memilih teknik dan model pembelajaran

yang lebih menarik serta dapat memotivasi

siswa belajar lebih efektif dan efisien.

Menurut Sukamto (1997), model

pembelajaran efektif adalah: a. Model

pembelajaran langsung ( Direct Instruction ).

Model pengajaran langsung adalah suatu

model pengajaran yang berbasis behaviorisme

Ratumanan (2004), model pengajaran ini lebih

berpusat pada guru, sebelum pembelajaran

berdasarkan kompetensi dikembangkan model

pembelajaran ini banyak dianut oleh guru. b,

Model pembelajaran berbasis masalah

(Problem Based Instruction = PBI), yaitu

suatu model pembelajaran yang juga mengacu

pada strategi pengajaran yang berasosiasi

pembelajaran kontekstual. Gagne dalam

Ibrahim (2005), mengatakan bahwa “

kemampuan pemecahan masalah merupakan

hasil belajar yang paling tinggi. c, Model

pembelajaran Quantum Teaching yaitu proses

belajar mengajar di warnai unsur-unsur seni

dan pencapaian yang terarah. Hal ini sesuai

dengan pendapat Porter (2001), Quantum

teaching adalah pengubahan belajar yang

meriah dengan segala nuansanya yang

menyertakan segala yang terkait, interaksi dan

perbedaan individual untuk memaksimalkan

momen belajar. d. Model pembelajaran

perubahan konseptual (Conseptual

Change),merupakan salah satu model

pembelajaran yang menganut paham

konstruktifis. Lonning (1993), mengatakan “

perubahan konseptual digambarkan sebagai

assimilasi, yaitu penambahan konsep-konsep

baru pada pengetahuan yang telah ada dan

sebagai akomodasi yaitu penyusunan ulang

dan penggantian ide baru dengan konsep yang

lebih tepat. e. Model Pembelajaran Kooperatif

yaitu model pembelajaran dimana siswa

membangun sendiri pengetahuan mereka

lewat keterlibatan aktif dalam proses belajar

mengajar. Slavin (1995), berpendapat;

Pembelajaran kooperatif siswa bekerja sama

dalam kelompok-kelompok kecil untuk

mempelajari materi akademik dan ketrampilan

antar pribadi. Anggota kelompok bertanggung

jawab atas ketuntasan tugas-tugas kelompok

dan untuk mempelajari materi itu sendiri.

Berdasarkan definisi-definisi yang

telah dikemukakan diatas dapat disimpulkan

bahwa model pembelajaran adalah kerangka

konseptual yang menggambarkan prosedur

yang sistematis dalam mengorganisasikan

pengalaman belajar untuk mencapai tujuan

tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi

guru dalam merancang pembelajaran,

sehingga kualitas pendidikan dapat meningkat.

Hal ini sangat tergantung pada kemampuan

guru dalam menerapkan model pembelajaran.

METODE PENELITIAN Adapun metode yang digunakan

dalam penelitian ini adalah metode deskriptif,

karena metode tersebut dapat menggambarkan

keadaan data dan situasi yang sedang

berlangsung dan actual. Adapun pengertian

metode deskriptif menurut Nazir (2005: 62),

penelitian yang mempelajari masalah-masalah

dalam masyarakat, tatacara yang berlaku serta

situasi-situasi tertentu, termasuk tentang

hubungan kegiatan-kegiatan, sikap,

pandangan, serta proses-proses yang sedan

berlangsung dan pengaruh dari suatu

fenomena.

A. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh guru yang mengajar bidang studi IPS

pada SMP Negeri I Darussalam, sebanyak 13

orang. Mengingat populasi tidak begitu besar

maka semua populasi dijadikan sampel ( Total

Sample ), penelitian ini juga dikatakan

penelitian sensus atau penelitian populasi

B.Teknik Pengumpulan Data Instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini adalah, Observasi, Wawancara,

dan Kuesioner. Hal ini sesuai dengan pendapat

Rusefendi (1994:115), yaitu, Terdapat

beberapa cara bagaimana tanggapan atau sikap

seseorang biasa diungkapkan. Cara pertama

adalah melalui laporan diri, kuesioner dengan

skala sikap, kalimat tidak lengkap dan

karangan. Cara kedua yaitu diamati oleh orang

lain (observasi), cara ketiga adalah

diwawancarai. Jawaban yang diberikan

responden melalui kuesioner, diharapkan

dapat menjawab tujuan penelitian yang sudah

penulis rumuskan sebelumnya. Tujuan

penelitian tersebut di rangkum dalam dua

buah pernyataan, yaitu kemampuan guru

menerapkan model-model pembelajaran, dan

kendala-kendala yang dihadapi guru IPS

dalam menerapkan model-model

pembelajaran.

C. Teknik Pengolahan Data Data penelitian yang telah terkumpul,

selanjutnya diolah dengan menggunakan

statistik sederhana yaitu persentase dengan

rumus ( Sudjana 2002 : 50 )

%100×=N

Fp

Selanjutnya pengolahan data

dilakukan dengan menghitung jumlah

frekuensi (f) dan persentase (%) dari setiap

jawaban responden. Dalam melakukan analisis

data kuesioner dimulai dari bilangan terbesar

kepada bilangan terkecil berdasarkan kriteria:

100 persen = seluruhnya

80 – 99 persen = pada umumnya

60 – 79 persen = sebagian besar

50 – 59 persen = lebih dari setengah

40 – 49 persen = kurang dari setengah

20 – 39 persen = sebagian kecil

0 – 19 persen = sedikit sekali

Hasil Penelitian dan Pembahasan Data yang dikumpulkan dan diolah

dalam penelitian ini berasal dari jawaban

responden melalui kuesioner. Sebagaimana

telah ditegaskan bahwa penelitian ini

mempunyai dua pertayaan penelitian yang

masih perlu dibahas, yaitu tentang penerapan

model pembelajaran dan kendala – kendala

yang dihadapi guru IPS. Hal ini disajikan

dalam table 1, 2, 3, 4

Tabel 1. Penggunaan model pembelajaran

sesuai dengan materi

No Alternatif

Jawaban

F %

1 Sering 8 61,54

2 Kadang-kadang 3 23,08

3 Tidak Pernah 2 15,38

Jumlah 13 100,00

Tabel di atas menunjukkan bahwa

sebanyak 8 orang guru (61,54%) selalu

menggunakan model pembelajaran yang

sesuai dengan materi yang diajarkan, 3 orang

guru (23,08%) menjawab kadang-kadang dan

2 orang (15,38%) menyatakan tidak pernah

menggunakan model pembelajaran yang

sesuai dengan materi dalam mengajar. Dari

hasil diatas maka dapat disimpulkan bahwa

sebagian besar guru bidang studi IPS di SMP

Negeri I Darussalam sudah menggunakan

model pembelajaran yang sesuai dengan

materi yang diajarkan. Setiap pembelajaran

tentu mempunyai tujuan yang ingin dicapai,

untuk mencapai tujuan tersebut tentu

memerlukan model pembelajaran yang sesuai.

Adapun model pembelajaran yang digunakan

guru, adalah seperti dalam table 2 dibawah ini.

Tabel 2. Model pembelajaran yang sering

digunakan

N Alternatif Jawaban F %

1 Pembelajaran Langsung

dan Kooperatif

9 69,23

2 Berbasis Masalah (PBI) - -

3 Quantum Teaching - -

4 Kombinasi keempat model 4 30,77

Jumlah 13 100,00

Data dari 13 orang responden

menunjukkan bahwa sebanyak 9 orang

(69,23%), menjawab model yang sering

digunakan yaitu pembelajaran langsung dan

kooperatif, 4 orang (30,77%) menyatakan

model yang sering digunakan yaitu kombinasi

keempat model pembelajaran sesuai dengan

materi yang diajarkan. Sedangkan model

pembelajaran berbasis masalah (PBI) dan

Quantum teaching belum pernah digunakan

oleh responden secara terpisah. Dari hasil

jawaban responden tersebut dapat diambil

kesimpulan bahwa, sebahagian besar guru

bidang studi IPS di SMPN I. Darussalam

sudah menggunakan model pembelajaran

langsung dan dikombinasi dengan model

pembelajaran kooperatif. Tabel 3 dibawah ini

menjelaskan tentang keseringan responden

membuat persiapan mengajar.

Tabel 3. Keseringan membuat persiapan

mengajar (SP) dan (RPP)

No Alternatif

Jawaban

F %

1 Selalu 10 76,92

2 Kadang-kadang 3 23,08

3 Tidak pernah - -

Jumlah 13 00,00

Tabel 3. Diatas menunjukkan bahwa 10

orang responden (76,92), menyatakan selalu

membuat persiapan dalam mengajar, 3 orang

responden (23,08) menjawab kadang-kadang

mebuat persiapan dalam mengajar, tidak ada

satu orang pun responden (guru) tidak

membuat persiapan dalam mengajar. Dengan

demikian dapat diambil kesimpulan bahwa

sebahagian besar guru bidang studi IPS Di

SMPN. I Darussalam membuat persiapan

mengajar baik SP maupun RPP. Tabel 4

berikut ini menjalaskan tentang kendala-

kendala yang di hadapi guru dalam

menerapkan model pembelajaran.

Tabel 4. Kendala-kendala yang dihadapi

dalam menerapkan model pembelajaran

No Alternatif Jawaban F %

1 Kompetensi Siswa 4 30,77

2 Minat siswa 2 15,38

3 Sarana dan

prasarana yang

tersedia

7 53,85

Jumlah 13 100,00

Data yang diperoleh dari 13 orang

responden tentang kendala-kendala yang

dihadapi dalam menerapkan model

pembelajaran adalah 4 orang(30,77%)

menyatakan kompetensi siswa, 2 orang

(15,38%) menjawab minat siswa dan 7 orang

(53,85) menyatakan sarana dan prasarana

yang tersedia. Berdasarkan data tersebut dapat

diambil kesimpulan bahwa lebih dari setengah

guru (responden) menghadapi kendala-

kendala dalam bidang sarana dan prasarana

yang tersedia disekolah, kurangnya bahan

belajar, alat-alat pembelajaran belum

mendukung.

PENUTUP

Model pembelajaran yang sering

digunakan oleh guru bidang studi IPS di

SMPN.I Darussalam yaitu model

pembelajaran langsung dan dikombinasikan

dengan model pembelajaran kooperatif.

Sebelum siswa dibagikan dalam kelompok-

kelompok kecil guru terlebih dahulu

memberikan intrusi langsung. Model

Pembelajaran yang belum pernah digunakan

oleh guru adalah Quantum teaching dan model

pembelajaran berbasis masalah (PBI).

Sebelum melaksanakan proses

belajar mengajar guru sebahagian besar

membuat persiapan yaitu membuat SP dan

RPP, baik persub pokok bahasan, maupun

perpokok bahasan hanya sebahagian kecil saja

yang membuat persemester.

Kendala-kendala yang dihadapi oleh

guru-guru bidang studi IPS, yaitu lebih dari

setengah menghadapi masalah dalam bidang

sarana dan prasarana di sekolah belum

memadai untuk digunakan dalam penerapan

model pembelajaran yang efektif. Kurangnya

buku paket, bahan bacaan dan fasilitas

lainnya, maka guru harus mencari bahan

diluar dan diberikan kepada siswa untuk

dipelajari.

Kepada guru-guru perlu diberikan

pelatihan-pelatihan untuk menambah

pengetahuan tentang model-model

pembelajaran yang efektif agar dapat

meningkatkan kualitas pendidikan. Pihak

sekolah perlu mengupayakan sarana dan

prasarana yang dapat mendukung penggunaan

model pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

DePorte, Bobbi, dkk, (2000), Quantum

Teaching, (terj), Kaifa, Bandung

Depdikbud, (1994), Garis-Garis Besar

Haluan Negara, Tap MPR/1994, Jakarta

Engoswara, (1998), Dasar-Dasar Metodologi

Pengajaran, Bina Aksara, Jakarta

Ibrahim,H. Muslim, (2005), Pembelajaran

Berdasarkan Masalah, Seri

pembelajaran Inovatif, Unesa University

Press, Ambon

Moh. Nazir, (2005), Metode Penelitian, Chalia

Indonesia, Jakarta

Rusefendi, E.T, (1994), Dasar-Dasar

Penelitian Pendidikan dengan

Lingkungan Hidup, (Majalah) Analisis

Pendidikan No.5

Ratumanan, TG, (2004), Belajar dan

Pembelajaran, Unesa University Press,

Ambon

Sudjana, (2002), Metoda Statistika, Tarsito,

Bandung

Soekamto, Toeti (1997), Teori Belajar dan

Model-Model Pembelajaran, Depdikbud

Dikti, Jakarta

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MEMBACA DAN MENULIS PERMULAAN

DI KELAS I SD NEGERI 1 JEUMPET ACEH BESAR

Oleh :

Darmawati*

Abstrak.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) langkah-langkah

pelaksanaan pembelajaran membaca dan menulis permulaan, 2) metode pelaksanaan membaca dan

menulis permulaan, 3) pemakaian media dalam pelaksanaan pembelajaran pembaca dan menulis

permulaan, 4) pelaksanaan evaluasi pembelajaran membaca dan menulis permulaan, dan 5) hambatan-

hambatan yang dialami guru dalam pelaksanaan pembelajaran membaca dan menulis permulaan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik pengumpulan

data pengamatan dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan membaca dan

menulis permulaan di kelas i SD Negeri 1 Jeumpet Aceh Besar proses pelaksanaan membaca dan

menulis permulaan dilaksanakan sesuai dengan tujuan pengajaran. Berdasarkan hasil penelitian dapat

disarankan bahwa pengajaran membaca dan menulis permulaan perlu di tingkatkan terus secara

berkesinambungan, agar mencapai hasil yang memuaskan.

Kata Kunci : Pembelajaran, membaca dan menulis

Pendidikan memegang peranan penting

dalam pembangunan. Dengan pendidikan

dipersiapkan tenaga-tenaga dalam

pembangunan bangsa dan negara. Pendidikan

yang terpadu dan terus menerus dapat

mengembangkan seluruh potensi yang ada

dalam diri seseorang.

Peningkatan mutu pendidikan ,

khususnya pada tingkat sekolah dasar telah

menjadi kebijaksanaan pemerintah yang harus

diwujudkan dengan sebaik-baiknya. Usaha ini

dilaksanakan dalam rangka peningkatan

kualitas sumber daya manusia untuk mencapai

tujuan pembangunan.

Dalam usaha peningkatan mutu faktor

guru memegang peranan penting, karena itu

profesionalisme tenaga guru kelas digalang

secara sistematis, melalui wadah-wadah

pembinaan profesional guru.

Maju mundurnya masyarakat dalam

suatu negara sangat bergantung pada maju

mundurnya pendidikan di negara tersebut.

Pendidikan dapat dianggap tinggi mutunya

apabila pengetahuan sikap dan keterampilan

yang dimiliki para lulusan berguna bagi

perkembangan selanjutnya, baik di lembaga

pendidikan maupun dalam kehidupan

masyarakat. Selanjutnya mutu pendidikan itu

dapat tercapai dengan baik apabila proses

belajar mengajar diselenggarakan dalam kelas

atau disekolah benar-benar efektif dan

fungsional sesuai dengan sasaran yang

diinginkan.

Dalam proses belajar mengajar di

sekolah, murid di pandang sebagai individu

yang potensial. Potensial tersebut tidak dapat

berkembang dengan baik tanpa bantuan guru.

Ada kemungkinan pula keterlambatan

perkembangan potensi murid di sebabkan oleh

guru. Guru sangat memegang peranan penting

dalam kegiatan pembinaan belajar murid.

Dalam hal ini Hamalik (1992) menyatakan:

proses belajar dan hasil belajar anak bukan

saja ditentukan oleh sekolah, pada struktur

dan isi kurikulum akan tetapi ditentukan oleh

kompetensi guru yang mengajar dan

membimbing mereka, guru yang

berkonpentensi akan lebih mampu mengelola

kelasnya, sehingga hasil belajar para anak

didik berada pada tingkat optimal.

Membaca dan menulis permulaan

merupakan tingkat keterampilan berbahasa

yang tidak dapat diabaikan pembinaannya.

Adapun tujuan membaca dan menulis

permulaan adalah agar siswa dapat memahami

dan melaksanakan cara membaca dan menulis

dengan baik dan benar. Selain itu dapat

mengembangkan kemampuan siswa untuk

mengenal dan menulis huruf-huruf abjad dan

menulis permulaan ini sangat penting karena

merupakan dasar dari pengajaran membaca

dan menulis pada tingkat yang lebih tinggi di

sekolah.

Tujuan Penelitian Tujuannya yaitu untuk mengetahui

langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran

membaca dan menulis permulaan di kelas I

SD, mengetahui metode pelaksanaan

pembelajaran membaca dan menulis

permulaan di kelas I SD, untuk mengetahui

pemakaian media dalam pelaksanaan

pembelajaran membaca dan menulis

permulaan di kelas I SD, untuk mengetahui

pelaksanaan evaluasi/penilaian pembelajaran

membaca dan menulis permulaan di kelas I

SD dan untuk mengetahui hambatan-

hambatan yang dialami guru dalam

pelaksanaan membaca dan menulis permulaan

di kelas I SD.

Metode Penelitian Metode penelitian sesuai dengan

karakteristik penelitian yang mengarah pada

penelitian kualitatif sebagaimana yang

disebutkan oleh Bogdan dan Biklen dalam

Amiruddinb (1990) bahwa penelitian kualitatif

memiliki karakteristik (1) natural setting

(setting alami), (2) bersifat deskriptif, (3) lebih

mengutamakan proses dari pada hasil, (4)

analisis data dilakukan secara induktif, dan (5)

makna (meaning) merupakan perhatian utama.

Selain itu, pengolahan data penelitian

ini dilakukan dalam bentuk pendeskripsian

tanpa menggunakan rumus-rumus statistik.

D. Teknik Penelitian Teknik pengumpulan data dalam

penelitian ini adalah pengamatan dan

wawancara.

E. Teknik Pengolahan Data Data penelitian ini diolah secara

kualitatif. Pengolahan data dilakukan

berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara.

Selanjutnya peneliti kelompokkan dalam

bidang-bidang yang menjadi sasaran

penelitian. Data hasil pengamatan dan

wawancara diolah bersama-bersama atau

sekaligus.

PEMBAHASAN

A. Langkah-langkah Pelaksanaan

Pembelajaran Membaca Permulaan

Langkah mengajar permulaan di bedakan

menjadi dua macam yaitu membaca tanpa

buku dan membaca dengan buku.

1) Membaca permulaan tanpa buku

Langkah-langkahnya sebagai berikut:

(a) guru menunjukkan gambar yang berisi

cerita

(b) Guru menceritakan isi gambar

(c) Siswa disuruh menceritakan kembali isi

gambar

(d) Menuliskan kata yang terdapat cerita

dalam rangka mengenalkan huruf dan

cara membaca.

(e) Gambar sudah tidak digunakan, sebagai

gantinya guru membuka cerita sederhana

dan menuliskannya di papan tulis. Cara

yang ditempuh adalah: (1) mengenal kata

dalam kalimat, (2) mengenal suku kata

dalam kata, (3) mengenal huruf dalam

suku kata, (4) merangkai huruf dalam

suku kata, (5) merangkai suku kata

menjadi kata.

2) Membaca dengan buku

Pengajaran membaca dengan buku mulai

dilaksanakan setelah anak mengenal huruf.

Cara yang ditempuh adalah:

Membaca buku pelajaran

a) Membagikan buku atau menyuruh anak

mengeluarkan buku yang dibawanya

b) Memperkenalkan buku, warna, jilid,

tulisan, dsb

c) Memberi petunjuk cara membuat buku

d) Menjelaskan angka dalam nomor halaman

e) Memusatkan perhatian anak pada

halaman yang akan dipelajari.

f) Menceritakan gambar yang terdapat pada

halaman tersebut.

g) Mengajak siswa membaca kalimat dengan

intonasi yang tepat.

Membaca majalah yang telah dipilih oleh guru

a) Menunjukkan gambar yang akan

dijadikan judul bacaan

b) Menulis judul yang sesuai dengan gambar

c) Menulis beberapa kalimat yang ada

kaitannya dengan gambar.

d) Membaca bacaan yang telah disusun

bersama.

B. Langkah-langkah Pelaksanaan

Pembelajaran Menulis Permulaan Dalam buku petunjuk pengajaran

Membaca dan Menulis di SD (Depdikbud,

1996) dikemukakan langkah-langkah

pengajaran menulis di kelas I dan II SD, yang

secara garis besar dapat dikemukakan sebagai

berikut:

1) Pengenalan Huruf

Pengenalan huruf dilakukan melalui

: a) penyajian gambar, b) menyebut dan

menulis nama yang terdapat dalam gambar, c)

menggunakan teknik analisis dan sintesis, dan

d) memperkenalkan bentuk huruf-huruf.

2) Latihan

Kegiatan yang dilakukan: a)

memegang pensil dan sikap duduk, b) gerakan

tangan dalam menulis garis lurus, setengah

lingkaran, c) mengeblat menggunakan

karbon, kertas tipis, menebalkan tulisan, d)

menghubungkan titik-titik untuk membentuk

huruf, dan e) menatap huruf/kata (koordinasi

mata ingatan, dan ujung jari).

3) Menyalin tulisan

Kegiatan yang dilakukan menyalin

huruf, menyalin kata, menyalin kalimat dan

menyalin bacaan sederhana.

4) Menulis halus/Indah

Penekanan diarahkan pada bentuk

huruf, ukuran huruf, tebal tipisnya penulisan

huruf serta kerapian tulisan.

5) Dekte

Kegiatan yang dilakukan dalam dekte

meliputi anak menyiplakkan alat tulis, guru

mengucapkan kalimat , anak menulis kalimat

yang diucapkan guru, tulisan anak dikoreksi

oleh temannya, dan anak membetulkan

tulisannya.

6) Melengkapi

Kegiatan yang disarankan meliputi

melengkapi dengan huruf, melengkapi dengan

suku kata, dan melengkapi dengan kata.

C. Komponen-Komponen Membaca dan

Menulis Permulaan di SD Proses belajar mengajar (PBM)

merupakan suatu sistem atau struktur yang

didalamnya terdapat komponen yang saling

berhubungan dengan yang lain, yang meliputi

komponen tujuan pengajaran, bahan atau

materi pengajaran, dan evaluasi pengajaran.

Jika komponen itu dihubungkan dengan

pengajaran bahasa Indonesia, pengajaran

membaca dan menulis permulaan meliputi:

1) Tujuan pengajaran membaca dan menulis

permulaan

2) Bahan atau materi membaca dan menulis

permulaan

3) Metode pengajaran membaca dan

menulis permulaan.

4) Media pengajaran membaca dan menulis

permulaan, dan

5) Evaluasi/penilaian pengajaran membaca

dan menulis permulaan.

Kelima komponen tersebut mempunyai

hubungan yang sangat erat. Hal ini karena

kelima komponen tersebut saling menunjang

untuk terlaksananya proses belajar mengajar

yang diinginkan. Oleh karena itu, apabila

salah satu dari komponen tersebut tidak

berfungsi maka tujuan pengajaranpun tidak

akan tercapai dengan baik.

D. Tujuan Pengajaran Membaca dan

Menulis Permulaan di Sekolah Dasar Proses belajar mengajar yang

dilaksanakan di berbagai tingkat pendidikan

mempunyai rumusan tujuan yang jelas.

Demikian juga halnya pengajaran bahasa

Indonesia yang dilaksanakan di sekolah-

sekolah harus jelas tujuannya.

Tujuan pengajaran membaca dan

menulis permulaan meliputi:

1) Memupuk dan mengembangkan

kemampuan siswa untuk memahami dan

melaksanakan cara membaca dan menulis

dengan baik dan benar.

2) Melatih mengembangkan kemampuan

siswa untuk mengenal dan menulis huruf-

huruf (abjad) sebagai tanda bunyi atau

suara.

3) Melatih dan mengembangkan

kemampuan siswa agar terampil

mengubah tulisan menjadi suara dan

terampil menulis bunyi atau suara yang

didengar.

4) Mengenal dan melatih siswa mampu

membaca dan menulis sesuai dengan

teknik-teknik tertentu.

5) Melatih keterampilan siswa untuk dapat

memahami kata-kata yang dibaca atau di

tulis dan mengingat artinya dengan baik.

6) Melatih keterampilan siswa untuk dapat

menetapkan arti tertentu dari sebuah kata

dalam konteks kalimat.

Tujuan pengajaran bahasa Indonesia dan

dirumuskan dalam berbagai kurikulum adalah

agar murid memiliki pengetahuan tentang

bahasa Indonesia dan menggunakannya

sebagai alat komunikasi, murid terampil

menggunakan bahasa Indonesia baik lisan

maupun tulisan, dan dapat menghargai

(bersikap positif) terhadap kebudayaan dan

tradisi nasional termasuk bahasa Indonesia.

Tujuan tersebut merupakan tujuan umum yang

digariskan oleh Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan dalam rencana pengajaran bahasa

Indonesia di sekolah-sekolah.

Tujuan-tujuan bahasa Indonesia

tersebut di rumuskan dalam kurikulum bahasa

Indonesia di SD, yaitu dalam garis-garis besar

program pengajaran (GBPP) 1994 bahasa

Indonesia dalam bentuk tujuan kurikuler dan

tujuan instruksional. Tujuan kurikuler adalah

tujuan pencapaiannya di bebankan kepada

program pengajaran suatu bidan studi. Tujuan

instruksional ialah tujuan pencapaian

dibebankan pada suatu pengajaran dalam suatu

bidang pengajaran atau pokok bahasan.

E. Materi Membaca dan Menulis

Permulaan SD

Sebagaimana diketahui bersama, bagi

sebahagian besar murid SD bahasa Indonesia

merupakan bahasa kedua. Dalam teori belajar

bahasa dikemukakan bahwa bahasa pertama

(bahasa ibu) memiliki peran dalam

keberhasilan belajar bahasa kedua, termasuk

belajar membaca dan menulis permulaan.

Dulay dan Krashen (1982) mengemukakan

bahwa bahasa pertama dapat berpengaruh

positif dan negatif terhadap proses belajar

bahasa kedua. Kesamaan-kesamaan terdapat

dalam bahasa pertama dan bahasa kedua

termasuk kategori pengaruh positif dari bahasa

pertama terhadap proses belajar bahasa kedua.

Yang dimaksud pengaruh negatif adalah

bahasa pertama yang telah dikuasai siswa

dengan bahasa kedua seringkali menjadi

penghambat proses belajar bahasa kedua.

Kesamaan yang terdapat dalam

bahasa pertama (bahasa daerah) yang dikuasai

siswa dengan bahasa kedua (bahasa Indonesia)

hendaknnya dijadikan bahan dalam pengajaran

membaca dan menulis permulaan. Kesamaan

yang dimaksud dapat berupa kesamaan dalam

hal bunyi/fonem, suku kata, kata, kelompok

kata , atau struktur kalimat.

Penentuan materi pengajaran

didasarkan pada tujuan kelas dan butir-butir

pembelajaran. Rambu-rambu yang terdapat

kurikulum 1994 di antaranya memberikan

arahan tentang teknik penentuan bahan

pengajaran. Rambu-rambu yang terkait dengan

bahan pengajaran antara lain dapat

dikemukakan sebagai berikut:

1. Karena belajar bahasa Indonesia pada

hakekatnya hádala belajar berkomunikasi

meningkatkan kemampuan berpikir, dan

memperluas wawasan, maka bahan

pengajaran harus diarahkan pada

kepentingan tersebut.

2. Bahan pengajaran bersifat terpadu dan

berkesinambungan dapat dipadukan

dengan pelajaran lain.

3. Penyajian bahan pengajaran bersifat

fleksibel dengan mempertimbangkan

prinsip-prinsip pengajaran.

Karena kurikulum 1994

menggunakan pendekatan komunikatif, maka

perlu memperhatikan kriteria pemilihan bahan

pengajaran. Kriteria yang dimaksud meliputi:

1) Bahan pengajaran harus mencerminkan

kurikulum yang digunakan.

2) Bahan pengajaran harus memiliki teks

(isi) dan tugas yang otentik.

3) Bahan pengajaran harus mampu

menumbuhkan interaksi.

4) Bahan pengajaran harus memungkinkan

pembelajar memusatkan perhatiannya

pada aspek-aspek formal bahasa.

5) Bahan pengajaran harus mendorong

pembelajar mengembangkan keterampilan

belajar bagaimana belajar (learning – how

– to – learn)

6) Bahan pengajaran harus dapat mendorong

pembelajar menerapkan keterampilan

berbahasa (Dubin dan olshtain, 1986:

Nunan, 1988).

Secara garis besar bahan pengajaran

membaca permulaan yang terdapat dalam

kurikulum 1994 dapat dipilah menjadi dua

macam untuk pramembaca dan untuk

membaca permulaan. Dalam pengajaran

pramembaca anak diperkenalkan pada tatacara

membaca yang baik, misalnya:

1) Duduk wajar dan baik (kepala tegak,

punggung lurus, posisi tangan dan kaki

pada tempatnya).

2) Meletakkan buku dengan jarak ke mata

yang cukup dengan sudut tegak lurus.

3) Memegang buku dengan baik, membaca

buku dari kiri ke kanan, dari atas ke

bawah.

Bahan pengajaran untuk membaca

permulaan meliputi bunyi-bunyi bahasa,

huruf, suku kata, kalimat sederhana, dan

pemahaman terhadap isi bacaan.

Dalam kurikulum 1994 (GBPP) SD,

mata pelajaran bahasa Indonesia, pengajaran

menulis permulaan (kelas I dan II) dipilah

menjadi 2 kategori, yakni pengajaran

pramenulis dan menulis. Yang termasuk

kategori pengajaran pramenulis adalah:

1) Melemaskan lengan dengan menulis di

udara

2) Memegang pensil dengan benar (pensil

tajam jarak mata pensil dan jari cukup,

posisi atau kemiringan pensil benar,

susunan jari, dan posisi tangan kiri benar).

3) Melemaskan jari dengan mewarnai,

menjiplak, menggambar melatih dasar

menulis (garis tegak, miring, lurus,

lengkung).

4) Melemaskan jari dengan cara menuliskan

huruf dengan menggunakan jari ( di bak

pasir, di meja, atau di udara).

Pengajaran menulis (permulaan)

difokuskan pada penulisan huruf, penulisan

kata, penggunaan kalimat sederhana, dan

tanda baca (huruf kapital, titik, koma, dan

tanda tanya). Dengan demikian dapat

dikemukakan bahwa materi pelajaran menulis

permulaan meliputi:

1) Penulisan huruf

2) Penulisan kata

3) Penggunaan kalimat sederhana

4) Tanda baca (huruf kapital, titik, koma dan

tanda tanya).

F. Metode pengajaran Membaca dan

Menulis Permulaan SD

Untuk mencapai tujuan pengajaran

membaca dan menulis permulaan di tempuh

berbagai metode yang digunakan seperti

berikut ini:

1) Metode Eja

Penggunaan metode eja dalam belajar

membaca dimulai dari huruf-huruf yang

dirangkai menjadi suku kata dan kata.

Jadi pengajaran membaca dan

menulis permulaan dimulai dengan

memperkenalkan huruf-huruf kepada murid

menurut lafalnya masing-masing dari huruf a

sampai seterusnya ke z. cara yang dilakukan

dalam mengeja ada dua yaitu, (1) berdasarkan

nama huruf atau abjad dan (2) berdasarkan

bunyi huruf atau fonem. Mengeja berdasarkan

nama huruf atau abjad murid dilatih dalam

mengucapkan huruf-huruf sesuai dengan

lafalnya, seperti dilafalkan a, b dilafalkan be,

dan seterusnya sampai z. sebagai langkah-

langkahnya hádala:

a) Mengenalkan berbagai huruf lepada

murid

b) Merangkai huruf menjadi suku kata

c) Merangkai suku kata menjadi kata

d) Menyusun kata-kata menjadi kalimat

(Depdikbud, 1995/1996).

2) Metode Kata Lembaga

Penggunaan kata lembaga

berdasarkan pendekatan kata, yaitu cara mulai

mengerjakan membaca permulaan dengan

menampilkan kata-kata. Metode kata lembaga

memulai mengajar membaca permulaan

dengan mengenalkan kata, menguraikan kata

menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf,

kemudian menggabungkan huruf menjadi

suku kata, dan suku kata menjadi suku kata,

dan selanjutnya menfariasik.

G. Media Pengajaran Membaca dan

Menulis di SD Media sebagai salah satu componen

pengajaran harus digunakan dalam proses

belajar mengajar dan tidak boleh dilupakan

jika hasil pengajaran yang dilaksanakan itu

diharapkan dapat memberi hasil yang sangat

memuaskan. Hal ini karena penggunaan media

dalam pengajaran dapat menyalurkan pesan

yang tepat dari statu sumber (guru) kepada

penerima (murid).

Fungís dan peranan media dalam

pengajaran sangat besar karena media

pengajaran tidak hanya sekedar membantu

penyaluran pesan, tetapi dapat pula membantu

penyederhanaan proses pengajaran dari yang

ruwet ke proses komunikasi belajar yang

cukup lancar. Selain itu, media pengajaran

berfungsi pula sebagai alat pendorong murid

untuk lebih berpartisipasi dalam proses

belajar-mengajar, sehingga dapat

meningkatkan keaktifan dan kegairahan murid

yang dapat mengakibatkan keberhasilan murid

dalam mengikuti proses belajar mengajar.

Sehubungan hal tersebut, hafni

(1984) mengatakan: salah satu tujuan

penggunaan media hádala menyederhanakan

pengajaran, salah media yang digunakan

menjadi pengajaran lebih ruwet. Supaya

kekeliruan yang tidak perlu dihindarkan,

karakteristik media yang efektif perlu dikenali,

relevan dan sesuai dengan tujuan, dan

pengalaman belajar, sederhana esencial dan

menarik serta menghemat tenaga dan waktu

hádala beberapa ciri media efektif.

Pendapat diatas mempertegas pentingnya

media dalam pengajaran. Penggunaan media

pengajaran yang tepat akan banyak membantu

berlangsungnya proses belajar mengajar

dengan baik. Media tidak hanya berfungsi

mempercepat penerimaan pesan, tetapi

berfungsimembantu kesalahpahaman murid

dalam penerimaan pengajaran. Media juga

dapat membantu ingatan karena murid

diharapkan kepada atraksi langsung terhadap

wujud sebenarnya.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan

pada Kelas I SD di Aceh Besar proses

pelaksanaan membaca dan menulis permulaan

dilaksanakan sesuai dengan tujuan

pengajaran, media pengajaran dan evaluasi

pengajaran. Dengan demikian hasil yang

diperoleh sesuai dengan tujuan yang

diharapkan.

Usaha guru dalam meningkatkan

kegiatan membaca dan menulis permulaan di

kelas I SD di Aceh Besar sudah baik,

terutama didalam kegiatan membimbing

murid membaca dan menulis huruf, suku kata,

kata dan kalimat.

B. Saran

1. Untuk mencapai hasil pengajaran

membaca dan menulis permulaan yang

memuaskan perlu ditingkatkan secara

berkesinambungan.

2. Usaha guru dalam meningkatkan

kemampuan membaca dan menulis

permulaan murid sangat diharapkan,

karena itu tugas guru khususnya guru

kelas I dituntut adanya dedikasi yang

tinggi terhadap tugasnya, berhasil

tidaknya murid tergantung pada

kemampuan membaca dan menulisnya.

3. tersedia, dengan demikian dalam proses

belajar mengajar tidak mengalami

hambatan yang dapat mengganggu

aktivitas belajar.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1992. Prosedur

Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Reneka Cipta

Amiruddin, 1990. Pengembangan Penelitian

Kualitatif Dalam Bidang Bahsa dan

Sastra. Malang: HISKI Malang.

Depdikbud, 1989. Undang-Undang

Penididkan Nomor 2 Tahun 1989. Jaya

Giri Lembang.

Depdikbud, 1993. Kurikulum Pendidikan

Dasar: Garis-Garis Besar Program

Pengajaran (GBPP) Kelas I Sekolah

Dasar. Jakarta.

Depdikbud, 1996/1997. Petunjuk Pelaksanaan

Kegiatan Belajar Mengajar Bahasa

Indonesia Kelas I dan II. Jakarta.

Engkoswara, 1972. Didaktik Pengajaran

Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar.

Jakarta. Depdikbud.

Hafni, Amran, 1984. Kearah Kebermaknaan

dan Kekayaan Pengalaman Belajar

Bahasa Melalui Media Yang Tepat

Guna. Jakarta: Depdikbud.

Poedjosoepomo, Soepomo. 1977. Pembinaan

Bahasa Indonesia dan Kebudayaan

Masyarakat. Semarang. Seminar

Pengajaran Bahasa. FKSS IKIP

Semarang.

Wiryodijoyo, Suarsono. 1989. Membaca

Strategi Pengantar dan Tekniknya.

Jakarta. FKIP Universitas Bengkulu.

Sirait, Bistok. 1984. Evaluasi Hasil Belajar

Bahasa Indonesia. Jakarta: Proyek

Pengembangan Lembaga Pendidikan

Tenaga Kependidikan, Depdikbud

METODE PEMBELAJARAN IMAJINATIF DALAM MENINGKATKAN

PRESTASI BELAJAR MENGARANG BAHASA INDONESIA PADA

SISWA KELAS V SD NEGERI 7 BANDA ACEH

Oleh :

Ruhadi

ABSTRAK

Sudah bukan rahasia lagi dan seolah-olah sudah menajadi asumsi umum bahwa hasil pengajaran

bahasa Indonesia di sekolah-sekolah dari sekolah dasar sampai sekolah dasar kurang memuaskan.

Masalah yang dimaksud adalah dilihat dari hasil ujian sebagai salah satu barometer keberhasilan

pengajaran bahasa Indonesia. Kenyataan tersebut juga pernah penulis jumpai dalam beberapa kali

pengalaman mengoreksi hasi ujian mengarang bahasa Indonesia pada siswa. Dari hasil karangan para

siswa tersebut banyak sekali penulis jumpai kelemahan-kelemahan siswa dalam penguasaan unsur-

unsur pembentuk karangan itu sendiri. Terlepas dari faktor-faktor lain dari kenyataan tersebut, kita

dapat berasumsi bahwa pembelajaran bahasa Indonesia khususnya mengarang masih perlu

mendapatkan perhatian lebih serius dari para guru bahasa Indonesia.

Penelitian berdasarkan permasalahan, (a) Seberapa jauh peningkatan prestasi belajar siswa

dengan diterapkannya metode pembelajaran imajinatif dalam belajar bahasa Indonesia pada siswa

Kelas V SD Negeri 7 Banda Aceh ? (b) Bagaimanakah pengaruh metode pembelajaran imajinatif

terhadap motivasi belajar bahasa Indonesia pada siswa Kelas V SD Negeri 7 Banda Aceh ?

Tujuan penelitian tindakan ini adalah: (a) Mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah

diterapkannya metode pembelajaran imajinatif pada siswa Kelas V SD Negeri 7 Banda Aceh Tahun

2009 (b) Mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa setelah diterapkan metode pembelajaran

imajinatif dalam belajar bahasa Indonesia pada siswa Kelas V SD Negeri 7 Banda Aceh .

Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setiap

putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi.

Sasaran penelitian ini adalah siswa SD Negeri 7 Banda Aceh. Data yang diperoleh berupa hasil tes

tanya jawab, lembar observasi kegiatan belajar mengajar.

Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I

sampai siklus III yaitu, siklus I (70,73%), siklus II (80,50%), siklus III (90,24%).

Kesimpulan dari penelitian ini adalah merode pembelajaran imajinatif dapat berpengaruh

positif terhadap motivasi belajar siswa SD Negeri 7 Banda Aceh, serta model pembelajaran ini dapat

digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran mengarang bahasa Indonesia.

Kata kunci: mengarang bahasa indonesia, metode pembelajaran imajinatif

Di dalam pengajaran Bahasa Indonesia,

ada tiga aspek yang perlu diperhatikan, yaitu

aspek pengetahuan/kompetensi, skill dan

sikap. Ketiga aspek itu berturut-turut

menyangkut ilmu pengetahuan, perasaan, dan

keterampilan atau kegiatan berbahasa. Ketiga

aspek tersebut harus berimbang agar tujun

pengajaran bahasa yang sebenarnya dapat

dicapai. Kalau pengajaran bahasa terlalu

banyak mengotak-atik segi gramatikal saja

(teori), murid akan tahu tentang aturan bahasa,

tetapi belum tentu dia dapat menerapkannya

dalam tuturan maupun tulisan dengan baik.

Bahasa Indonesia erat kaitannya dengan

guru bahasa Indonesia, yakni orang-orang

yang tugasnya setiap hari membina pelajaran

bahasa Indonesia. Dia adalah orang yang

merasa bertanggung jawab akan

perkembangan bahasa Indonesia. Dia juga

yang akan selalu dituding oleh masyarakat

bila hasil pengajaran bahasa Indonesia di

sekolah tidak memuaskan. Berhasil atau

tidaknya pengajaran bahasa Indonesia

memang di antaranya ditentukan oleh faktor

guru, disamping faktor-faktor lainnya, seperti

faktor murid, metode pembelajaran,

kurikulum (termasuk silabus), bahan

pengajaran dan buku, serta yang tidak kalah

pentingnya ialah perpustakaan sekolah dengan

disertai pengelolaan yang memadai.

Sekarang ini pengajaran bahasa

Indonesia diajarkan di sekolah-sekolah,

terutama dari sekolah dasar sampai pada

sekolah menengah pertama, bahkan sampai

sekolah menengah tingkat atas. Menurut

Mulyono Sumardi, ketua Himpunan Pembina

Bahasa Indonesia menyatakan bahwa, “Dalam

dunia Pendidikan, keterampilan berbahasa

Indonesia perlu mendapatkan tekanan yang

lebih banyak lagi, mengingat kemampuan

berbahasa Indonesia di kalangan pelajar ini

juga disebabkan oleh kualitas guru, dari pihak

lain munculnya anggapan bahwa setiap orang

Indonesia pasti bisa berbahasa Indonesia.

Anggapan ini justru ikut merunyamkan dunia

kebahasaan Indonesia itu sendiri. (dalam JS.

Badudu. 1988:74).

Sudah bukan rahasia lagi dan seolah-

olah sudah menjadi asumsi umum bahwa hasil

pengajaran bahasa Indonesia di sekolah-

sekolah dari sekolah dasar sampai sekolah

lanjutan kurang memuaskan.” Masalah yang

dimaksud adalah dilihat dari hasil ujian

sebagai salah satu barometer keberhasilan

pengajaran bahasa Indonesia. Kenyataan

tersebut juga pernah penulis jumpai dalam

beberapa kali pengalaman mengoreksi hasi

ujian mengarang bahasa Indonesia pada siswa

sekolah dasar. Dari hasil karangan para siswa

tersebut banyak sekali penulis jumpai

kelemahan-kelemahan siswa dalam

penguasaan unsur-unsur pembentuk karangan

itu sendiri. Terlepas dari faktor-faktor lain dari

kenyataan tersebut, kita dapat berasumsi

bahwa pembelajaran bahasa Indonesia

khususnya mengarang masih perlu

mendapatkan perhatian lebih serius dari para

guru bahasa Indonesia.

Pelajaran mengarang sebenarnya

sangat penting diberikan kepada murid untuk

melatih menggunakan bahasa secara aktif. Di

samping itu, pengajaran mengarang di

dalamnya secara otomatis mencakup banyak

unsur kebahsaan termasuk kosa kata dan

keterampilan penggunaan bahasa itu sendiri

dalam bentuk bahasa tulis. Akan tetapi dalam

hal ini guru bahasa Indonesia dihadapkan pada

dua masalah yang sangat dilematis. Di satu

sisi guru bahasa harus dapat menyelesaikan

target kurikulum yang harus dicapai dalam

kurun waktu yang telah ditentukan. Sementara

di sisi lain porsi waktu yang disediakan untuk

pelajaran mengarang relatif terbatas, padahal

untuk pelajaran mengarang seharusnya

dibutuhkan waktu yang cukup panjang, karena

diperlukan latihan-latihan yang cukup untuk

memberikan siswa dalam karang-mengarang.

Dari dua persoalan tersebut kiranya

dibutuhkan kreaivitas guru untuk mengatur

sedemikian rupa sehingga materi pelajaran

mengarang dapat diberikan semaksimal

mungkin dengan tidak mengesampingkan

materi yang lain.

Sekolah kita pada umumnya agak

mengabaikan pelajaran mengarang. Ada

beberapa faktor penyebabnya yaitu, (1) sistem

ujian yang biasanya menjabarkan soal-soal

yang sebagian besar besifat teoritis, (2) kelas

yang terlalu besar dengan jumlah murid

berkisar antara empat puluh sampai lima

puluh orang.

Materi ujian yang bersifat teoritis dapat

menimbulkan motivasi guru bahasa

mengajarkan materi mengarang hanya untuk

dapat menjawab soal-soal ujian, sementara

aspek keterampilan diabaikan. Sedangkan

dengan kelas yang besar konsekuensi biasanya

guru enggan memberikan pelajaran

mengarang, karena ia harus memeriksa

karangan murid-muridnya yang berjumlah

mencapai empat puluh sampai lima puluh

lembar, kadang hal itu masih harus

berhadapan dengan tulisan-tulisan siswa yang

notabene sulit dibaca. Belum lagi ia harus

mengajar lebih dari satu kelas atau mengajar

di sekolah lain, berarti yang harus diperiksa

empat puluh kali sekian lembar karangan.

Oleh karena itu, tidak jarang guru yang

menyuruh muridnya mengarang hanya

sebulan sekali atau bahkan sampai berbulan-

bulan.

RumusanMasalah. Berdasarkan latar belakang di atas, maka

dapat dirumuskan suatu masalah sebagai

berikut

1. Bagaimanakah peningkatan prestasi

belajar siswa dengan diterapkannya

metode pembelajaran imajinatif dalam

belajar bahasa Indonesia pada siswa

Kelas V SD Negeri 7 Banda Aceh ?

2. Bagaimanakah penerapan metode

pembelajaran imajinatif terhadap motivasi

belajar bahasa Indonesia pada siswa

Kelas V SD Negeri 7 Banda Aceh ?

METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian

tindakan (action research), karena penelitian

dilakukan untuk memecahkan masalah

pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga

termasuk penelitian deskriptif, sebab

menggambarkan bagaimana suatu teknik

pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil

yang diinginkan dapat dicapai.

Menurut Sukidin dkk. (2002:54) ada

4 macam bentuk penelitian tindakan, yaitu: (1)

penelitian tindakan guru sebagai peneliti, (2)

penelitian tindakan kolaboratif, (3) penelitian

tindakan simultan terintegratif, dan (4)

penelitian tindakan sosial eksperimental.

Keempat bentuk penelitian tindakan

di atas, ada persamaan dan perbedaannya.

Menurut Oja dan Smulyan sebagaimana

dikutip oleh Kasbolah, (2000) (dalam Sukidin,

dkk. 2002:55), ciri-ciri dari setiap penelitian

tergantung pada: (1) tujuan utamanya atau

pada tekanannya, (2) tingkat kolaborasi antara

pelaku peneliti dan peneliti dari luar, (3)

proses yang digunakan dalam melakukan

penelitian, dan (4) hubungan antara proyek

dengan sekolah.

Dalam penelitian ini menggunakan

bentuk guru sebagai peneliti, dimana guru

sangat berperan sekali dalam proses penelitian

tindakan kelas. Dalam bentuk ini, tujuan

utama penelitian tindakan kelas ialah untuk

meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di

kelas. Dalam kegiatan ini, guru terlibat

langsung secara penuh dalam proses

perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.

Kehadiran pihak lain dalam penelitian ini

peranannya tidak dominan dan sangat kecil.

Penelitian ini mengacu pada perbaikan

pembelajaran yang berkesinambungan.

Kemmis dan Taggart (1988:14) (dalam

Arikunto, 2002: 83), menyatakan bahwa

model penelitian tindakan adalah berbentuk

spiral. Tahapan penelitian tindakan pada suatu

siklus meliputi perencanaan atau pelaksanaan

observasi dan refleksi. Siklus ini berlanjut dan

akan dihentikan jika sesuai dengan kebutuhan

dan dirasa sudah cukup.

Rancangan Penelitian Menurut pengertiannya penelitian

tindakan adalah penelitian tentang hal-hal

yang terjadi dimasyarakat atau sekolompok

sasaran, dan hasilnya langsung dapat

dikenakan pada masyarakat yang

bersangkutan (Arikunto, 2002:82). Ciri atau

karakteristik utama dalam penelitian tindakan

adalah adanya partisipasi dan kolaborasi

antara peneliti dengan anggota kelompok

sasaran. Penelitian tidakan adalah satu strategi

pemecahan masalah yang memanfaatkan

tindakan nyata dalam bentuk proses

pengembangan invovatif yang dicoba sambil

jalan dalam mendeteksi dan memecahkan

masalah. Dalam prosesnya pihak-pihak yang

terlibat dalam kegiatan tersebut dapat saling

mendukung satu sama lain.

Sedangkan tujuan penelitian tindakan

harus memenuhi beberapa prinsip sebagai

berikut:

1. Permasalahan atau topik yang dipilih

harus memenuhi kriteria, yaitu benar-

benar nyata dan penting, menarik

perhatian dan mampu ditangani serta

dalam jangkauan kewenangan peneliti

untuk melakukan perubahan.

2. Kegiatan penelitian, baik intervensi

maupun pengamatan yang dilakukan tidak

boleh sampai mengganggu atau

menghambat kegiatan utama.

3. Jenis intervensi yang dicobakan harus

efektif dan efisien, artinya terpilih dengan

tepat sasaran dan tidak memboroskan

waktu, dana dan tenaga.

4. Metodologi yang digunakan harus jelas,

rinci, dan terbuka, setiap langkah dari

tindakan dirumuskan dengan tegas

sehingga orang yang berminat terhadap

penelitian tersebut dapat mengecek setiap

hipotesis dan pembuktiannya.

5. Kegiatan penelitian diharapkan dapat

merupakan proses kegiatan yang

berkelanjutan (on-going), mengingat

bahwa pengembangan dan perbaikan

terhadap kualitas tindakan memang tidak

dapat berhenti tetapi menjadi tantangan

sepanjang waktu. (Arikunto, 2002:82-83).

Sesuai dengan jenis penelitian yang

dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka

penelitian ini menggunakan model penelitian

tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam

Arikunto, 2002: 83), yaitu berbentuk spiral

dari siklus yang satu ke siklus yang

berikutnya. Setiap siklus meliputi planning

(rencana), action (tindakan), observation

(pengamatan), dan reflection (refleksi).

Langkah pada siklus berikutnya adalah

perncanaan yang sudah direfisi, tindakan,

pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk

pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan

yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus

spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan

kelas dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 3.1. Alur PTK

Penjelasan alur di atas adalah:

1. Rancangan/rencana awal, sebelum

mengadakan penelitian peneliti

menyusun rumusan masalah, tujuan dan

membuat rencana tindakan, termasuk di

dalamnya instrument penelitian dan

perangkat pembelajaran.

2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi

tindakan yang dilakukan oleh peneliti

sebagai upaya membangun pemahaman

konsep siswa serta mengamati hasil atau

dampak dari diterapkannya metode

pengajaran berbasis tugas proyek.

3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan

mempertimbangkan hasil atau dampak

dari tindakan yang dilakukan

berdasarkan lembar pengamatan yang

diisi oleh pengamat.

4. Rancangan/rencana yang direfisi,

berdasarkan hasil refleksi dari pengamat

membuat rangcangan yang direfisi untuk

dilaksanakan pada siklus berikutnya.

Observasi dibagi dalam tiga putaran,

yaitu putaran 1, 2, dan 3, dimana masing

putaran dikenai perlakuan yang sama (alur

kegiatan yang sama) dan membahasa satu sub

pokok bahasan yang diakhiri dengan tes

formatif di akhir masing putaran. Dibuat

dalam tiga putaran dimaksudkan untuk

memperbaiki sistem pengajaran yang telah

dilaksanakan

Refleksi

Tindakan/

Observasi

Refleksi

Refleksi

Tindakan/

Observasi

Tindakan/

Observasi

Rencana yang

direfisi/Siklus 3

Rencana awal/Siklus

1

Rencana yang

direfisi/Siklus 2

C.Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian yang digunakan

dalam melakukan penelitian untuk

memperoleh data yang diinginkan. Penelitian

ini bertempat di SD Negeri 7 Banda Aceh .

Waktu penelitian adalah waktu

berlangsungnya penelitian atau saat

penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini

dilaksanakan pada bulan Agustus s/d

Nopember tahun 2009.

D. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah siswa-

siswi Kelas V SD Negeri 7 Banda Aceh

tahun 2009 pokok bahasan mengarang.

E. Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui tiga

tahap, yaitu: (1) tahap persiapan, (2) tahap

pelaksanaan, dan (3) tahap penyelesaian.

1. Tahap Persiapan

Kegiatan yang dilakukan dalam

tahap persiapan ini adalah mempersiapkan

segala sesuatu yang berhubungan dengan

pelaksanaan penelitian. Dalam kegiatan

ini diharapkan pelaksanaan penelitian

akan berjalan lancar dan mencapai tujuan

yang diinginkan. Kegiatan persiapan ini

meliputi: (1) kajian pustaka, (2)

penyusunan rancangan penelitian, (3)

orientasi lapangan, dan (4) penyusunan

instrumen penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan

penelitian ini, kegiatan yang dilakukan

meliputi: (1) pengumpulan data melalui

tes dan pengamatan yang dilakukan

persiklus, (2) diskusi dengan pengamat

untuk memecahkan kekurangan dan

kelemahan selama proses belajar

mengajar persiklus, (3) menganalisi data

hasil penelitian persiklus, (4)

menafsirkan hasil analisis data, dan (5)

bersama-sama dengan pengamat

menentukan langkah perbaikan untuk

siklus berikutnya.

3. Tahap Penyelesaian

Dalam tahap penyelesaian,

kegiatan yang dilakukan meliputi: (1)

menyusun draf laporan penelitian, (2)

mengkonsultasikan draf laporan

penelitian, (3) merefisi draf laporan

penelitian, (4) menyusun naskah laporan

penelitian, dan (5) menggandakan

laporan penelitian.

F. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini terdiri dari:

1. Silabus

Yaitu seperangkat rencana dan

pengaturan tentang kegiatan

pembelajaran pengelolahan kelas, serta

penilaian hasil belajar.

2. Rencana Pelajaran (RP)

Yaitu merupakan perangkat

pembelajaran yang digunakan sebagai

pedoman guru dalam mengajar dan

disusun untuk tiap putaran. Masing-

masing RP berisi kompetensi dasar,

indikator pencapaian hasil belajar,

tujuan pembelajaran khusus, dan

kegiatan belajar mengajar.

3. Tugas mengarang

Tes ini disusun berdasarkan

tujuan pembelajaran yang akan dicapai,

digunakan untuk mengukur kemampuan

pemahaman kalimat langsung dan tidak

langsung pada pokok bahasan

mengarang.

G. Analisis Data

Untuk mengetahui keefektivan suatu

metode dalam kegiatan pembelajaran perlu

diadakan analisa data. Pada penelitian ini

menggunakan teknik analisis deskriptif

kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang

bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta

sesuai dengan data yang diperoleh dengan

tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang

dicapai siswa juga untuk memperoleh respon

siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta

aktivitas siswa selama proses pembelajaran.

Untuk menganalisis tingkat

keberhasilan atau persentase keberhasilan

siswa setelah proses belajar mengajar setiap

putarannya dilakukan dengan cara

memberikan evaluasi berupa tugas

mengajang pada setiap akhir putaran.

Untuk mempermudah evaluasi

terhadap tingkat kemampuan siswa, perlu

dirumuskan kriteria penilaian sebagai berikut:

1. Kategori benar semua.

2. Kategori benar sebagian.

3. Kategori salah semua.

4. Katageri tanpa percakapan.

Prosentase dan jumlah kategori 1

dan 2 menunjukkan tingkat keberhasilan

pembelajaran. Kriteria ini diberikan karena

pertimbangan bahwa penulisa kalimat

langsung merupakan pekerjaan yang sulit

dicapai kesempurnaannya.

Untuk ketuntasan belajar ada dua

kategori ketuntasan belajar yaitu secara

perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan

petunju pelaksanaan belajar mengajar

kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu

seorang siswa telah tuntas belajar bila telah

mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas

disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut

terdapat 85% yang telah mencapai daya serap

lebih dari atau sama dengan 65%. Untuk

menghitung persentase ketuntasan belajar

digunakan rumus sebagai berikut:

%100...

xSiswa

belajartuntasyangSiswaP

∑∑

=

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

I. Analisis Data Penelitian Persiklus

1. Siklus I a. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini peneliti

mempersiapkan perangkat pembelajaran yang

terdiri dari rencana pelajaran 1, tugas

mengarang 1 dan alat-alat pengajaran yang

mendukung. Selain itu juga dipersiapkan

lembar observasi pengolahan belajar aktif.

b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan belajar

mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada

tanggal 6 Agustus 2009 di Kelas V dengan

jumlah siswa 41 siswa. Dalam hal ini peneliti

bertindak sebagai guru. Adapun proses

belajar mengajar mengacu pada rencana

pelajaran yang telah dipersiapkan.

Pengamatan (observasi) dilaksanakan

bersamaan dengan pelaksaaan belajar

mengajar.

Pada akhir proses belajar mengajar

siswa diberi tugas mengarang I dengan tujuan

untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa

dalam proses belajar mengajar yang telah

dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada

siklus I adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Hasil Tugas Mengarang Siswa

Pada Siklus I No

. Kategori F %

1

2

3

4

Benar semua

Benar sebagian

Salah semua

Tanpa percakapan

16

13

6

6

39,02%

31,71%

14,63%

14,63%

Tingkat keberhasilan pada siklus I

adalah 39,02% + 31,71% = 70,73%. Siswa

yang membuat karangan tanpa percakapan

sebanyak 6 siswa dan yang membuat

karangan dengan percakapan tapi salah cara

membuat kutipannya sebanyak 6 orang. Hal

ini menunjukkan siswa kurang memahami

penjelasan guru. Hasil observasi masih

kurang memuaskan, karena perhatian siswa

diperoleh secara paksa. Meskipun hanya

tahab awal. Perhatian tidak tumbuh secara

alamiah.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa

pada siklus pertama secara klasikal siswa

belum tuntas belajar, karena siswa yang

memahami mata pelajaran karang-mengarang

hanya sebesar 70,73% lebih kecil dari

persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu

sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa

masih merasa baru dan belum mengerti apa

yang dimaksudkan dan digunakan guru

dengan menerapkan model belajar aktif.

c. Refleksi

Dalam pelaksanaan kegiatan belajar

mengajar diperoleh informasi dari hasil

pengamatan sebagai berikut:

1) Guru kurang baik dalam memotivasi

siswa dan dalam menyampaikan tujuan

pembelajaran

2) Guru kurang baik dalam pengelolaan

waktu

3) Siswa kurang begitu antusias selama

pembelajaran berlangsung

d. Refisi

Pelaksanaan kegiatan belajar

mengajar pada siklus I ini masih terdapat

kekurangan, sehingga perlu adanya refisi

untuk dilakukan pada siklus berikutnya.

1) Memperbaiki segala kelemahan yang

terjadi pada siklus I.

2) Memberi pengarahan pada siswa yang

masih mengalami kesulitan.

3) Memberi bimbingan pada siswa yang

masih belum mengerti tentang kalimat

langsung dan kalimat tidak langsung.

2. Siklus II

a. Tahap perencanaan

Pada tahap ini peneliti

mempersiapkan perangkat pembelajaran yang

terdiri dari rencana pelajaran 2, tugas

mengarang II dan alat-alat pengajaran yang

mendukung. Selain itu juga dipersiapkan

lembar observasi pengelolaan belajar aktif

dan lembar observasi guru dan siswa.

b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan belajar

mengajar untuk siklus II dilaksanakan pada

tanggal 13 Agustus 2009 di Kelas V dengan

jumlah siswa 41 siswa. Dalam hal ini peneliti

bertindak sebagai guru. Adapun proses

belajar mengajar mengacu pada rencana

pelajaran dengan memperhatikan refisi pada

siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan

pada siklus I tidak terulanga lagi pada siklus

II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan

bersamaan dengan pelaksanaan belajar

mengajar.

Pada akhir proses belajar mengajar

siswa diberi tugas mengarang II dengan

tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan

siswa dalam proses belajar mengajar yang

telah dilakukan. Instrumen yang digunakan

adalah tugas mengarang II. Adapun data hasil

penelitian pada siklus II adalah sebagai

berikut.

Tabel 4.2. Hasil Tugas Mengarang Siswa

Pada Siklus II

No. Kategori F %

1

2

3

4

Benar semua

Benar

sebagian

Salah semua

Tanpa

percakapan

18

15

4

4

43,92%

36,58%

9,75%

9,75%

Tingkat keberhasilan pada siklus I

adalah 43,92% + 36,58% = 80,50%. Siswa

yang membuat karangan tanpa percakapan

sebanyak 4 siswa dan yang membuat

karangan dengan percakapan tapi salah cara

membuat kutipannya sebanyak 4 orang. Hasil

ini menunjukkan bahwa ketuntasan belajar

mencapai 80,50% atau ada 33 siswa yang

tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa

pada siklus II ini ketuntasan belajar secara

klasikal telah mengalami peningkatan sedikit

lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan

hasil belajar siswa ini karena setelah guru

menginformasikan bahwa setiap akhir

pelajaran akan selalu diadakan tes sehingga

pada pertemuan berikutnya siswa lebih

termotivasi untuk belajar. Selain itu siswa

juga sudah mulai mengerti apa yang

dimaksudkan dan dinginkan guru dengan

menerapkan model belajar aktif.

c. Refleksi

Dalam pelaksanaan kegiatan belajar

diperoleh informasi dari hasil pengamatan

sebagai berikut:

1) Memotivasi siswa

2) Membimbing siswa merumuskan

kesimpulan/menemukan konsep

3) Pengelolaan waktu

d. Refisi Rancangan

Pelaksanaan kegiatan belelajar pada

siklus II ini masih terdapat kekurangan-

kekurangan. Maka perlu adanya refisi untuk

dilaksanakan pada siklus II antara lain:

1) Guru dalam memotivasi siswa

hendaknya dapat membuat siswa lebih

termotivasi selama proses belajar

mengajar berlangsung.

2) Guru harus lebih dekat dengan siswa

sehingga tidak ada perasaan takut dalam

diri siswa baik untuk mengemukakan

pendapat atau bertanya.

3) Guru harus lebih sabar dalam

membimbing siswa merumuskan

kesimpulan/menemukan konsep.

4) Guru harus mendistribusikan waktu

secara baik sehingga kegiatan

pembelajaran dapat berjalan sesuai

dengan yang diharapkan.

5) Guru sebaiknya menambah lebih banyak

contoh soal dan memberi soal-soal

latihan pada siswa untuk dikerjakan pada

setiap kegiatan belajar mengajar.

3. Siklus III a. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini peneliti

mempersiapkan perangkat pembelajaran yang

terdiri dari rencana pelajaran 3, tugas

mengarang 3 dan alat-alat pengajaran yang

mendukung. Selain itu juga dipersiapkan

lembar observasi pengelolaan cara belajar

aktif model penajaran terarah dan lembar

observasi aktivitas guru dan siswa.

b. Tahap kegiatan dan pengamatan

Pelaksanaan kegiatan belajar

mengajar untuk siklus III dilaksanakan pada

tanggal 20 Agustus 2009 di Kelas V dengan

jumlah siswa 41 siswa. Dalam hal ini peneliti

bertindak sebagai guru. Adapun proses

belajar mengajar mengacu pada rencana

pelajaran dengan memperhatikan refisi pada

siklus II, sehingga kesalahan atau kekurangan

pada siklus II tidak terulang lagi pada siklus

III. Pengamatan (observasi) dilaksanakan

bersamaan dengan pelaksanaan belajar

mengajar.

Pada akhir proses belajar mengajar

siswa diberi tugas mengarang III dengan

tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan

siswa dalam proses belajar mengajar yang

telah dilakukan. Instrumen yang digunakan

adalah tugas mengarang III. Adapun data

hasil penelitian pada siklus III adalah sebagai

berikut:

Tabel 4.3. Hasil Tugas Mengarang Siswa

Pada Siklus III

No. Kategori F %

1

2

3

4

Benar semua

Benar sebagian

Salah semua

Tanpa percakapan

21

16

4

-

51,22%

39,02%

9,76%

-

Tingkat keberhasilan pada siklus I

adalah 51,22% + 39,02% = 90,24%. Siswa

yang membuat karangan tanpa percakapan

tidak ada dan yang membuat karangan

dengan percakapan tapi salah cara membuat

kutipannya sebanyak 4 orang. Hasil ini

menunjukkan bahwa ketuntasan belajar

mencapai 90,24% atau ada 37 siswa yang

tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa

pada siklus III ini ketuntasan belajar secara

klasikal telah tercapai. Adanya peningkatan

hasil belajar pada siklus III ini dipengaeruhi

oleh adanya peningkatan kemampuan guru

dalam menerapkan belajar aktif sehingga

siswa menjadi lebih terbiasa dengan

pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih

mudah dalam memahami materi yang telah

diberikan.

c. Refleksi

Pada tahap ini akah dikaji apa yang

telah terlaksana dengan baik maupun yang

masih kurang baik dalam proses belajar

mengajar dengan penerapan belajar aktif.

Dari data-data yang telah diperoleh dapat

diuraikan sebagai berikut:

1) Selama proses belajar mengajar guru

telah melaksanakan semua pembelajaran

dengan baik. Meskipun ada beberapa

aspek yang belum sempurna, tetapi

persentase pelaksanaannya untuk

masing-masing aspek cukup besar.

2) Berdasarkan data hasil pengamatan

diketahui bahwa siswa aktif selama

proses belajar berlangsung.

3) Kekurangan pada siklus-siklus

sebelumnya sudah mengalami perbaikan

dan peningkatan sehingga menjadi lebih

baik.

4) Hasil belajar siswa pada siklus III

mencapai ketuntasan.

d. Refisi Pelaksanaan

Pada siklus III guru telah

menerapkan belajar aktif dengan baik dan

dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar

siswa pelaksanaan proses belajar mengajar

sudah berjalan dengan baik. Maka tidak

diperlukan refisi terlalu banyak, tetapi yang

perlu diperhatikan untuk tindakah selanjutnya

adalah memaksimalkan dan mepertahankan

apa yang telah ada dengan tujuan agar pada

pelaksanaan proses belajar mengajar

selanjutnya penerapan belajar aktif dapat

meningkatkan proses belajar mengajar

sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Pembahasan 1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa

Melalui hasil peneilitian ini

menunjukkan bahwa cara belajar aktif

model pengajaran imajinatif memiliki

dampak positif dalam meningkatkan

prestasi belajar siswa. Hal ini dapat

dilihat dari semakin mantapnya

pemahaman siswa terhadap materi yang

disampaikan guru (ketuntasan belajar

meningkat dari sklus I, II, dan III) yaitu

masing-masing 70,73%, 80,50%, dan

90,24%. Pada siklus III ketuntasan

belajar siswa secara klasikal telah

tercapai.

2. Kemampuan Guru dalam Mengelola

Pembelajaran

Berdasarkan analisis data,

diperoleh aktivitas siswa dalam proses

belajar aktif dalam setiap siklus

mengalami peningkatan. Hal ini

berdampak positif terhadap prestasi

belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan

dengan meningkatnya nilai rata-rata

siswa pada setiap siklus yang terus

mengalami peningkatan.

PENUTUP

1.Kesimpulan Kemampuan menuliskan kalimat

langsung dalam karangan dapat ditingkatkan

dengan cara belajar aktif model pembelajaran

terarah. Kalimat langsung memiliki system

penulisan yang sangat rumit, oleh karena itu

pembelajarannya perlu secara berulang ulang.

Dari hasil kegiatan pembelajaran yang

telah dilakukan selama tiga siklus, dan

berdasarkan seluruh pembahasan serta

analisis yang telah dilakukan dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Pembelajaran dengan cara belajar aktif

model pengajaran imajinatif memiliki

dampak positif dalam meningkatkan

prestasi belajar siswa yang ditandai

dengan peningkatan ketuntasan belajar

siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I

(70,73%), siklus II (80,50%), siklus III

(90,24%).

2. Penerapan cara belajar aktif model

pengajaran imajinatif mempunyai

pengaruh positif, yaitu dapat

meningkatkan motivasi belajar siswa yang

ditunjukan dengan rata-rata jawaban

siswa yang menyatakan bahwa siswa

tertarik dan berminat dengan model

belajar aktif sehingga mereka menjadi

termotivasi untuk belajar.

2.Saran-saran Dari hasil penelitian yang diperoleh

dari uraian sebelumnya agar proses belajar

mengajar Bahasa Indonesia lebih efektif dan

lebih memberikan hasil yang optimal bagi

siswa, makan disampaikan saran sebagai

berikut:

1. Untuk melaksanakan belajar aktif

memerlukan persiapan yang cukup

matang, sehingga guru harus mempu

menentukan atau memilih topik yang

benar-benar bisa diterapkan dengan cara

belajar aktif model pengajaran imajinatif

dalam proses belajar mengajar sehingga

diperoleh hasil yang optimal.

2. Dalam rangka meningkatkan prestasi

belajar siswa, guru hendaknya lebih

sering melatih siswa dengan kegiatan

penemuan, walau dalam taraf yang

sederhana, dimana siswa nantinya dapat

menemukan pengetahuan baru,

memperoleh konsep dan keterampilan,

sehingga siswa berhasil atau mampu

memecahkan masalah-masalah yang

dihadapinya.

3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut,

karena hasil penelitian ini hanya

dilakukan di SD Negeri 7 Banda Aceh.

4. Untuk penelitian yang serupa hendaknya

dilakukan perbaikan-perbaikan agar

diperoleh hasil yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Ambary, Abdullah, dkk. 1999. Penuntun

Terampil berbahasa Indonesia dan

Petunjuk Guru. Bandung: Trigenda

Karya.

Arikunto, Suharsimi, 2002. Prosedur

Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta: PT Rineksa Cipta.

Badudu, J.S. 1988. Cakrawala Bahasa

Indonesia. Inilah Bahasa Indonesia yang

Benar. Jakarta: Gramedia.

Hadi, Sutrisno. 1984. Metodologi Research.

Jilid I. Yogyakarta: Fakultas Psikologi

UGM.

Harisiati, Titik. 1999. Penelitian Tindakan

Sebagai Aplikasi Metode Ilmiah dan

Pemecahan Masalah Pembelajaran

Bahasa. Dalam Seminar FPBS IKIP

Malang.

Mariskan, A. 1982. Ikthisar Bahasa

Indonesia untuk SMP.

Jakarta.Edumedia

Melvin. L. Silberman. 2007. Active Learning.

101 Cara Belajar Siswa Aktif.

Bandung: Nuansa dan Nusamedia.

Mukhlis, Abdul. (Ed). 2003. Penelitian

Tindakan Kelas. Makalah Panitian

Pelatihan Penulisan Karya Ilmiah

untuk Guru-guru se-Kabupaten Tuban.

Nurkancana, Wayan. 1986. Evalusi

Pendidikan. Surabaya: Usaha

Nasional.

Poerwadarminta, WJS. 1979. ABC Karang

Mengarang. Yokyakarta. UP.

__________, 1987. Kamus Umum Bahasa

Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005.

Metodologi Penelitian Pendidikan.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sumardi & Nur Anggraeni. 2005. Terampil

Berbahasa Indonesia Untuk SMP.

Jakarta: Erlangga.

EVALUASI PEMBELAJAN KIMIA KELAS XI DI SMA NEGERI 1

GLUMPANG TIGA TAHUN AJARAN 2008/2009

Muhammad*

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi proses kegiatan pembelajaran kimia di

sekolah menengah umum, penelitian dilakukan terhadap guru (tenaga pendidik), siswa (anak didik) di

SMA Negeri 1 Glumpang Tiga dengan pengisian angket, melakukan observasi dan wawancara.

Pembelajaran merupakan kegiatan yang paling pokok di sekolah sehingga berhasil tidaknya

pencapaian tujuan pendidikan tergantung bagaimana proses berjalannya pembelajaran, untuk itu

diharapkan kinerja yang serius dan maksimal serta didukung lengkap dan memadainya fasilitas sarana

prasarana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran kimia kurang maksimal

terlihat dari angket yang diberikan pada siswa. Populasi dalam penelitian ini seluruh siswa kelas XI

SMA Negeri 1 Glumpang Tiga yang berjumlah 3 kelas. Sampel yang digunakan pada penelitian ini 2

kelas berjumlah 40 orang siswa. Berdasarkan hasil tabulasi angket proses pembelajaran yang

diterapkan guru (tenaga pendidik) 81,16% (baik), cara belajar siswa 66,78% (cukup). Hasil observasi

pada sekolah yang laboratorium dan perpustakaan yang tidak difungsikan dan hasil wawancara pada

guru menyatakan penggunaan media kurang maksimal dan perlengkapan belajar siswa kurang

lengkap. Dengan melihat proses pembelajaran di sekolah khususnya mata pelajaran kimia kurang

maksimal, perlu ditingkatkan sehingga mencapai hasil yang baik.

Kata kunci : Evaluasi pembelajaran

* Drs. Muhammad, M.Si adalah Dosen Kopertis wil I. Dpk pada FKIP Unaya Banda Aceh

Pembelajaran adalah sebagai suatu

aktivitas untuk mencoba menolong,

membimbing seseorang untuk mendapatkan,

mengubah atau membangkitkan skill,

attitudes, ideas (cita-cita), appreciations

(penghargaan) dan knowledge. Di dalam

perolehan hasil pembelajaran sangat

ditentukan aktivitas guru sebagai tenaga

pengajar yang bertugas sebagai pendidik,

aktivitas siswa sebagai anak didik dan

didukung oleh sarana dan prasarana, Alvin W.

Howard (Roestiyah, 1989). Sehingga apa yang

menjadi tujuan pendidikan tercapai, dengan

meningkatkan mutu pendidikan.

Dalam proses pendidikan di sekolah,

kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan

paling pokok. Berhasil tidaknya pencapaian

tujuan pendidikan tergantung pada bagaimana

proses berjalannya pembelajaran. untuk itu

mengharapkan kinerja yang serius dan

maksimal.

Kimia merupakan salah satu cabang

dari IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) yang

membahas tentang perubahan materi,

perubahan energi, masalah sintesa sifat-sifat

dan reaksi-reaksi dari unsur-unsur dan

senyawa kimia serta sistem pembentuknya.

Dalam mempelajari kimia, siswa diajak untuk

lebih teliti, cermat sehingga dapat

menganalisis, menggunakan rumus-rumus

kimia, mampu berpikir abstrak dan

sebagainya. Keadaan seperti ini menuntut

guru dan anak didik dapat mengoptimalkan

pembelajaran.

Kajian para aktivis-aktivis dan

pemerhati pendidikan bahwa proses

pembelajaran di sekolah merupakan bidang

yang paling penting di sekolah, sehingga, dari

tahun-tahun belakangan ini terjadinya

sewaktu-waktu perubahan sistem pendidikan

salah satunya kurikulum yang dipakai,

semuanya itu mengarah pada perbaikan pada

proses pembelajaran di sekolah.

METODE PENELITIAN

1. Populasi dan Sampel a. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek

penelitian sebagai sumber data. Yang

menjadi populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh siswa kelas XI SMA

Negeri 1 Glumpang Tiga tahun

ajaran 2008/2009.

b. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi

yang menjadi sumber data, sampel

dalam penelitian ini siswa kelas XI

sebanyak 2 kelas.

2. Alat Pengumpul Data Untuk dapat mengumpulkan data

yang diperlukan untuk evaluasi maka peneliti

mempergunakan instrumen penelitian yaitu

angket, observasi, wawancara dan

dokumentasi. Angket merupakan sejumlah

pertanyaan tertulis yang digunakan untuk

memperoleh informasi dari responden dalam

arti laporan tentang perbandingan atau hal-hal

yang diketahui. Adapun angket yang

digunakan adalah angket tertutup, yang

dilengkapi dengan jawaban pilihan dimana

setiap item terdiri dari 4 alternatif jawaban

pertanyaan sebagai berikut :

Angket 2.1.1 : Cara belajar siswa

Tabel 2.1 Skor Penilaian Angket

(Arikunto, S, 2003:245

No Pilihan Skor

Pertanyaan

1

2

3

4

Selalu

Sering

Kadang-kadang

Tidak pernah

4

3

2

1

Agar angket ini tidak menyimpang

dari aspek yang akan dinilai, maka dalam

penyusunan ini diberi kisi-kisi angket

yaitu : Angket 2.I.2 : Cara Belajar Siswa

Tabel 2.2 Kisi-kisi dan Jumlah Angket Cara Belajar Siswa

No Aspek yang diamati No item Jlh pertanyaan

1

2

3

4

5

Kehadiran siswa

Disiplin belajar siswa

Persiapan belajar

Minat belajar

Kegiatan belajar

1,2

3,4

5,6,7,8,9

10,11,12

13,14,15,16,17,18,19,20

2

2

5

3

8

Jumlah 20

Observasi merupakan metode

pengumpulan data yang menggunakan

pengamatan terhadap objek penelitian.

Adapun observasi yang dilakukan adalah

menyangkut aspek sarana dan prasarana.

Observasi yang digunakan dalam

penelitian ini adalah langsun

Wawancara pengumpulan data

untuk memperoleh informasi langsung

dari sumbernya, dengan cara mengajukan

sejumlah pertanyaan secara lisan untuk

dijawab. Dalam penelitian wawancara

dilakukan untuk guru kimia.

Untuk memperoleh data hasil

belajar siswa, maka peneliti mengambil

dokumen berupa nilai hasil ujian akhir

sekolah (UAS) kimia tahun ajaran

2008/2009.

3. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini diperoleh

dengan menggunakan angket gabungan dan

bersifat langsung. Untuk memperkuat

kebenaran angket peneliti juga menggunakan

observasi (pengamatan) dan wawancara.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan

dalam penelitian ini adalah :

a. Membuat angket

b. Angket divalidkan pada validator

c. Setelah angket dinyatakan valid,

angket dibagi secara langsung kepada

siswa SMA Negeri 1 Glumpang Tiga

d. Melakukan observasi untuk

mengetahui sarana dan prasarana

e. Melakukan wawancara kepada guru

f. Mengumpulkan nilail kimia dari

raport

4. Teknik Analisa Data Penelitian ini merupakan penelitian

deskriptif, teknik yang digunakan untuk

menganalisis data yang diperoleh adalah

teknik persentase yaitu dengan rumus :

%100xn

fiPi =

Keterangan :

Pi = Persentase %

fi = Skor masing-masing item angket

n = Skor total angket, 40 x 4 = 40

Hasil analisis deskriptif tersebut

dinyatakan dalam bentuk persentase ke dalam

skala normal.

Tabel 2.3 Interval Penilaian dalam persen

No Angka Keterangan

1

2

3

4

5

80 – 100 %

66 – 79 %

56 – 65 %

40 – 55 %

30 – 39 %

Baik sekali

Baik

Cukup

Kurang

Gagal

HASIL PENELITIAN

DAN PEMBAHASAN

1. Deskripsi Hasil Penelitian Penulisan ini adalah penelitian yang

bersifat deskriptif yaitu penelitian tentang

proses pembelajaran kimia, cara belajar siswa

(angket) setelah dilakukan menvalidkan

angket penelitian pada validator dari 25 item

terdapat 21 item dinyatakan valid, dengan

demikian dari 21 item yang valid dan yang

dipakai sebagai alat pengumpul datan 20 item.

Tabel 1.1 Data angket : Proses pembelajaran kimia

No Aspek yang diamati No

item Skor % Keterangan

1 Kehadiran guru 1

2

158

126 88,75 Baik sekali

2 Penggunaan media dan metode

mengajar

3

4

5

6

7

8

132

95

122

84

84

97

63,95 Kurang

3 Pengelolaan kelas 9

10

11

12

148

148

153

150

93,59 Baik sekali

4 Penguasaan dan penerapan

teori

13

14

15

16

17

18

19

20

151

89

145

116

145

118

128

111

78,35 Baik

Berdasarkan hasil tabulasi angket

yang diperoleh dari tabel tersebut dapat dilihat

yaitu kehadiran guru (88,75%) baik sekali,

penggunaan media dan pemakaian metode

mengajar (63,95%) kurang, pengelolaan kelas

(93,59%), baik sekali penguasaan dan

penerapan materi (78,35%. Sehingga proses

pembelajaran yang diterapkan guru dapat

disimpulkan bahwa penggunaan media dan

pemakaian metode mengajar kurang maksimal

(63,95%).

Grafik hasil persentase angket pembelajaran kimia

Keterangan :

KG : Kehadiran guru

PM : Penggunaan media

PK : Pengelolaan kelas

PPT : Penguasaan dan penerapan teori

Tabel 1.2 Data angket : Data Angket Cara Belajar Siswa

No Aspek yang diamati No

item Skor % Keterangan

1 Kehadiran siswa 1

2

152

135 90,5 Baik sekali

2 Disiplin siswa 3

4

110

102 66,25 Cukup

3 Persiapan belajar 5

6

7

8

9

82

134

104

54

47

64,37 Kurang

4 Minat belajar 10

11

12

42

135

127 63,33 Kurang

5 Kegiatan proses belajar 13

14

15

16

17

18

19

20

94

98

110

109

111

86

94

107

63,20 Kurang

Berdasarkan hasil tabulasi angket

yang diperoleh dari tabel tersebut yaitu

kehadiran siswa (90,5%) baik sekali, disiplin

belajar (66,25%) cukup, persiapan belajar

(64,37%) kurang, minat belajar (63,33%)

kurang, kegiatan proses belajar (63,20%)

kurang. Dengan demikain dapat disimpulkan

disiplin belajar, persiapan belajar, minat

belajar dan kegiatan belajar siswa masih

rendah.

88,75

63,95

93,59

78,35

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

KG PM PK PPT

Per

sen

tase

Grafik persentase data angket cara belajar siswa

Keterangan : KS : Kehadiran Siswa

DS : Disiplin Siswa

PB : Persiapan Belajar

MB : Minat Belajar

KPB : Kegiatan Proses Belajar

Tabel 1.3 Data Obsevasi

No Sarana/

Prasarana

Me

madai

Kurang

Memadai

Tidak

Memadai Keterangan

1

2

3

4

5

6

7

Laboratorium

Perpustakaan

Media belajar

Ruangan kelas

Meja kursi

Papan tulis

Kapur tulis

√ Jarang

digunakan

Tidak aktif

Tidak

digunakan

dalam belajar

-

-

-

-

Berdasarkan hasil tabulasi observasi pada tabel tersebut dapat disimpulkan penggunaan

laboratorium tidak digunakan karena tidak tersedianya alat-alat dan bahan praktek, demikian juga

perpustakaan tidak diaktifkan karena tidak tersedianya buku-buku penunjang pembelajaran.

0

20

40

60

80

100

KS DS PB MB KPB

Per

sen

tase

Tabel 1.4 Wawancara

No Objek wawancara Baik Cukup Tidak

Baik Keterangan

1

2

Kesiapan tenaga pengajar

- Waktu

- SP

- Media

Kesiapan siswa belajar

- Waktu

- Buku

- Alat-alat tulis

-

-

Kurang mengaktifkan

media

-

-

-

Berdasarkan hasil tabulasi wawancara dapat disimpulkan bahwa penggunaan media pada

proses belajar mengajar kurang maksimal dan perlengkapan belajar siswa kurang lengkap.

2. Dokumentasi Daftar nilai mata pelajaran kimia kelas XI semester I sekolah SMA Negeri 1 Glumpang Tiga

tahun ajaran 2008/2009

No Nama Siswa Nilai Raport Keterangan

1 Ratnawati 60 C

2 Katrina 75 B

3 Yuliarti 75 B

4 Rusmiati 65 B

5 Sudirman 60 C

6 Ansharuddin 65 B

7 Nellyati 70 B

8 Dermawan 60 C

9 T. Iskandar 70 B

10 Rusman 65 B

11 Fatimah 80 B

12 Srimurni 85 A

13 Syamaun 75 B

14 Usman 95 B

15 Ekapurnama sari 60 C

16 Rini agustina 75 B

17 Rudi hasan 85 A

18 Rohani 60 C

19 Dina darmayanti 65 B

20 T. Maimun 65 B

21 Anita zahara 75 B

22 Dedi zulfiadi 70 B

23 Cristina handayani 60 C

24 Lilis rahmawati 65 B

25 Aprilina 65 B

26 Muhammad Jusuf 60 C

27 Ernadewi 65 B

28 Malahayati 85 A

29 Rini oktavia 65 B

30 Raniyanti 80 B

31 Susi 70 B

32 Irma Lestari 70 B

33 Reni 85 A

34 Hendra husin 70 B

35 Hermawan 65 B

36 Sri yuni 65 B

37 Yessi ratnasari 70 B

38 Lusianasari 65 B

39 Vera faulani 70 B

40 Sri Mariani 60 C

3. Pembahasan

Untuk meningkatkan sumber daya

manusia yang berkualitas, harus didasari atau

dimodali dengan ilmu pengetahuan serta

mengikuti perkembangannya. Sekolah

merupakan lembaga untuk menimba ilmu

pengetahuan, dalam kegiatan pembelajaran di

sekolah ada 3 objek yang harus diperhatikan

yaitu guru sebagai tenaga pendidik, siswa

sebagai anak didik dan fasilitas sarana

prasarana yang memadai. Sekarang ini terlihat

masih banyak sekolah dengan kurang

maksimalnya dalam kegiatan pembelajaran.

Dari hasil penelitian yang dilakukan,

terlihat bahwa kegiatan pembelajaran yang

diterapkan guru (tenaga pendidik) yaitu

kehadiran guru 88,75% (baik sekali),

penggunaan media/pemakaian metode

mengajar 63,95% (kurang), pengelolaan kelas

93,59 % (baik sekali), penguasaan/penerapan

materi 78,35% (baik) dengan demikian

penggunaan media dan pemakaian metode

mengajar kurang maksimal dikarenakan oleh

tidak tersedianya media atau alat bantu di

sekolah itu sehingga tidak mendukungnya

dalam pemakaian metode-metode menggajar,

disamping itu guru (tenaga pengajar) kurang

inisiatif dalam pemakaian metode. Jika lihat

cara belajar siswa (anak didik) yaitu kehadiran

siswa 90,59 (baik sekali), displin belajar

66,25% (cukup), persiapan belajar 64.37%

(kurang), minat belajar 63,33 (kurang),

kegiatan proses belajar 63,20% (kurang)

dengan demikian dapat lihat bahwa displin

belajar, persiapan belajar, minat belajar,

kegiatan belajar siswa masih rendah,

dikarenakan rata-rata 80% siswa berasal dari

pedesaan sehingga menempuh 30-50 menit

dalam perjalanan. Di samping itu setelah

siswa sampai di rumah keluar sekolah mereka

harus membantu orang tua bekerja ke ladang,

pada sarana prasarana yaitu laboratorium tidak

digunakan karena tidak tersedianya alat-alat

dan bahan praktek, demikian juga

perpustakaan tidak diaktifkan karena tidak

tersedianya buku-buku penunjang

pembelajaran.

Kesimpulan Setelah data diperoleh dari hasil

penelitian yang telah dilakukan, dapat

disimpulkan:

a. Cara belajar siswa yang masih rendah

yaitu kurangnya displin belajar,

persiapan belajar dan rendahnya

minat belajar serta kegiatan

belajarnya

b. Penggunaan media dan penerapan

metode mengajar dalam pelajaran

kimia kurang maksimal

c. Sarana dan prasarana yaitu

perpustakaan, laboratorium tidak

difungsikan dalam kegiatan

pembelajaran, karena tidak

tersedianya alat-alat dan bahan serta

buku-buku pelajaran yang

mendukung pembelajaran

DAFTAR PUSTAKA

Anas, S, (2001), Pengantar Evaluasi

Pendidikan, Penerbit PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta.

Anwar. B, (2002), Cara Belajar, Penerbit PT.

Gramedia Pustaka, Jakarta.

Badani. A, (1990), Proses Belajar Mengajar,

Penerbit PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Dalyono. M, (1997), Psikologi pendidikan,

Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Darywanto, (2001), Evaluasi Pendidikan,

Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Dekdikbud, (2007), PP Republik Indonesia

No.22 Thn 2006, Tentang Pedoman

Khusus Pengembangan Silabus dan

Penilaian, Jakarta.

Edward, (2001), Proses Belajar Mengajar di

Sekolah, Penerbit PT. Remaja

Rosdakarya, Bandung.

Hasan. H, (1992), Evaluasi Hasil Belajar,

Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi Proyek

Pembinaan Tenaga Kependidikan,

Jakarta.

Howard. W.A.R, Prinsip Dasar Evaluasi

Belajar Mengajar, Penerbit Rineka

Cipta, Jakarta.

Mehrens dan Lehman, (1978), Evaluasi

Belajar Mengajar, Penerbit PT.

Gramedia, Jakarta.

Michael. P, (2004), Kimia SMA Kelas XI,

Penerbit Erlangga, Jakarta.

Usman. M.U, (1990), Psikologi Belajar,

Penerbit PT. Gramedia, Jakarta.

Oemar. H, (2005), Proses Belajar Mengajar,

Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.

Slameto, (2003), Belajar dan Faktor-faktor

yang Mempengaruhinya, Penerbit

Rineka Cipta, Jakarta.

Situmorang. M, (2000), Pengembangan

Kurikulum Kimia Untuk Sekolah

Menengah Tingkat Pertama, Jurnal

Pendidikan Matematika dan Sains,

diterbitkan oleh FMIPA, Unimed,

Medan.

Situmorang. M, dan Yusfians, Marnida,

(2006), Analisis Kesulitan

Pembelajaran Kimia di SMA Kota

Medan, Jurnal Pendidikan

Matematika dan Sains, diterbitkan

oleh FMIPA, Unimed, Medan.

Subagyo. PJ, (2004), Metode Penelitian,

Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Suharsimi. A, (2002), Dasar-dasar Evaluasi

Pendidikan, Penerbit Bulan Aksara,

Jakarta.

Suryobroto, (2002), Proses Belajar Mengajar

di Sekolah, Penerbit Rineka Cipta,

Jakarta.

Purwanto. N, (2000), Prinsip-prinsip dan

Teknik Evaluasi Pembelajaran,

Penerbit PT. Remaja Rosdakarya,

Bandung.

_________(2000), Psikologi Pendidikan,

Penerbit PT. Remaja Rosdakarya,

Bandung.

Winkel. WS, (1989), Psikologi Pengajaran,

Penerbit PT. Gramedia, Jakarta.