spkd _final version
DESCRIPTION
kkkkkkTRANSCRIPT
-
1
Bab I
LATAR BELAKANG
Kemiskinan merupakan masalah multidimensi dan memberikan dampak ke berbagai
sektor kehidupan. Kemiskinan berkaitan dengan ketidakmampuan akses secara
ekonomi, sosial, budaya, politik dan partisipasi dalam masyarakat. Arti kemiskinan
tidak hanaya lebih dari sekedar rendahnya tingkat pendapatan atau konsumsi
seseorang dari standar kesejahteraan terukur seperti kebutuhan kalori minimum atau
garis kemiskinan, namun berkaitan juga dengan ketidak mampuan untuk mencapai
aspek di luar pendapatan (non-income factors) seperti akses kebutuhan minimum,
misalnya kesehatan, pendidikan, air bersih dan sanitasi. Lebih lanjut, kompleksitas dari
kemiskinan bukan saja berhubungan dengan pengertian dan dimensinya saja, tetapi
juga berkaitan dengan metode pengukuran dan intervensi kebijakan yang diperlukan
dalam menyelesaikan masalah ini. Oleh karena itu, permasalahan ini perlu segera
diatasi dengan menyusun langkah-langkah penanganan dan pendekatan yang sistemik,
terpadu dan menyeluruh.
Millenium Development Goals (MDGs) telah menetapkan target pengurangan angka
kemiskinan pada tahun 2015 yaitu setengah dari angka kemiskinan tahun 1990. Target
MDGs tersebut ditindak lanjuti melalui RPJMN 2010-2014 yang menetapkan target
penurunan tingkat kemiskinan menjadi 8-10 persen pada akhir 2014. Skenario optimis
penurunan tingkat kemiskinan berkisar pada angka 8 persen, sedangkan skenario
moderat terdapat pada kisaran angka 10 persen dengan pertimbangan terjadi faktor-
faktor eksternal seperti krisis ekonomi dunia yang berpengaruh pada kenaikan tingkat
kemiskinan.
Kunci utama dari keberhasilan suatu kebijakan atau program penanggulangan
kemiskinan adalah perumusan strategi yang baik. Perumusan tersebut sangat penting
karena kemiskinan merupakan masalah yang memiliki kompleksitas tinggi sehingga
diperlukan kebijakan yang sangat bergantung pada situasi dan waktu serta kondisi
geografis maupun kultural masing-masing daerah. Oleh karena itu, diperlukan Strategi
Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD).
Kota Banda Aceh yang merupakan pusat pemerintahan Provinsi Aceh memiliki
tanggung jawab yang besar dalam mencapai target MDGs terkait dengan penurunan
-
2
tingkat kemiskinan. Persentase penduduk miskin Banda Aceh tahun 2011 sebesar 9,08
persen relatif lebih rendah jika dibandingkan persentase kemiskinan di Provinsi Aceh
yang mencapai 19,48 persen. Sedangkan, tingkat pengangguran penduduk Banda Aceh
tahun 2011 yang sebesar 8,52 persen lebih besar dari Provinsi Aceh yang hanya 7,45
persen. Jika dibandingkan dengan nasional, angka tersebut jauh lebih tinggi dengan
tingkat kemiskinan nasional sebesar 12,36 persen dan persentase pengangguran
sebesar 6,56 persen. Namun, berdasarkan data terbaru tahun 2012, tingkat
pengangguran di Kota Banda Aceh (7,17%) sudah lebih baik dari pada tingkat
pengangguran Aceh (9,1%) dan masih lebih besar dari tingkat pengangguran rata-rata
nasional (6,14%).
Dalam upaya menekan angka kemiskinan dan pengangguran tersebut, Pemko Banda
Aceh harus bekerja lebih optimal, untuk itu, perlu dirumuskan sebuah acuan atau
panduan dalam program penanggulangan kemiskinan yang partisipatif, integratif,
aplikatif, ekonomis dan berkesinambungan dengan penekanan pada optimalisasi
potensi lokal sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dengan tetap
mempertimbangkan kemampuan daerah. Oleh karena itu, Strategi Penanggulangan
Kemiskinan Daerah (SPKD) Kota Banda Aceh diharapkan dapat menjadi panduan ideal
bagi semua pihak dalam penanggulangan kemiskinan secara efektif dan efisien di Kota
Banda Aceh.
1.1 Tujuan dan Manfaat SPKD bagi Daerah
Tujuan disusunnya SPKD bagi Kota Banda Aceh adalah:
1. Mempertegas komitmen semua pihak terutama Pemerintah Kota Banda Aceh
untuk menanggulangi masalah kemiskinan,
2. Sebagai acuan resmi bagi seluruh jajaran Pemerintah Kota Banda Aceh dalam
menentukan arah, kebijakan serta prioritas program penanggulangan
kemiskinan yang akan dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
kota, provinsi dan sumber pembiayaan anggaran pendapatan dan belanja
negara,
3. Memudahkan seluruh jajaran aparatur pemerintah Kota Banda Aceh untuk
memahami arah kebijakan penanggulangan kemiskinan, program dan kegiatan
operasional tahunan dalam rentang waktu lima tahun,
-
3
4. Sebagai panduan umum dan operasional pelaksanaan penanggulangan
kemiskinan di Kota Banda Aceh, dan
5. Sebagai kerangka acuan demi mewujudkan komitmen keterpaduan program,
peran serta pemerintah, swasta, masyarakat maupun berbagai pihak dalam
melakukan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan secara sinergis dan
berkelanjutan.
Manfaat SPKD bagi Kota Banda Aceh adalah:
1. Sebagai acuan resmi masyarakat umum dan lembaga-lembaga yang
berkonsentrasi pada penanggulangan kemiskinan dalam rangka meningkatkan
keberdayaan, keswadayaan dan kemandirian;
2. Sebagai acuan bagi para pemangku kepentingan dalam berpartisipasi
menyumbangkan sumber daya yang dimiliki, sehingga tercipta pola pikir yang
efektif dan harmonis;
3. Sebagai dasar kegiatan pelaksanaan penanggulangan kemiskinan daerah dan
digunakan sebagai arahan kegiatan untuk mendukung koordinasi antar pelaku
pembangunan (pemerintah, masyarakat dan dunia usaha) serta menjamin
terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi antar waktu, antar satuan kerja
perangkat daerah, antar kegiatan dan antar pemerintah kabupaten, pemerintah
propinsi dan pemerintah pusat.
1.2 Landasan Hukum
Dasar hukum penyusunan SPKD adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International
Covenant on Economic, Social And Cultural Rights (Kovenan Internasional
Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya).
6. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional 2010-2014.
-
4
7. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun 2005-2025.
8. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan yang mendelegasikan pembentukan, tugas pokok dan fungsi TKPK di
daerah.
9. Keputusan Presiden No. 10 Tahun 2011 tentang Tim Koordinasi Peningkatan
dan Perluasan Program Pro-Rakyat.
10. Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang
Berkeadilan sebagai arah implementasi program-program percepatan
penanggulangan kemiskinan.
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 42 Tahun 2010 tentang TKPK Provinsi dan
Kabupaten/Kota yang mengatur fungsi TKPK dalam koordinasi dan
pengendalian.
12. Peraturan Walikota Banda Aceh No.37 Tahun 2012 tentang RPJM Kota Banda
Aceh 2012-2017.
13. Keputusan Walikota Banda Aceh Nomor 40 Tahun 2013 tentang Pembentukan
Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kota Banda Aceh.
1.3 Sistematika Penyusunan
Sistematika penyusunan SPKD ini mengacu pada sistematika pedoman penyusunan
SPKD yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa
Kementerian Dalam Negeri tahun 2011, dengan rincian sebagai berikut:
Bab I Latar Belakang
1.1. Tujuan dan Manfaat SPKD bagi daerah
1.2. Landasan Hukum
1.3. Sistematika Penyusunan
Bab II Kondisi Kemiskinan
2.1. Kemiskinan dan Ketenagakerjaan
2.2. Kesehatan
2.3. Pendidikan
2.4. Infrastruktur Dasar
2.5. Ketahanan Pangan
Bab III Penentuan Wilayah Prioritas dan Intervensi
-
5
Bab IV Analisis Penganggaran
Bab V Target dan Prioritas Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Daerah
Bab VI Rencana Aksi Daerah untuk Penanggulangan Kemiskinan
Bab VII Penguatan Kelembagaan dalam Pelaksanaan SPKD
7.1. Koordinasi dan Pengendalian
7.2. Pemantauan dan evaluasi
Bab VIII Kaji Ulang dan Integrasi Kebijakan
Bab IX Penutup
-
6
BAB II
KONDISI KEMISKINAN DI KOTA BANDA ACEH
Kota Banda Aceh yang merupakan ibu kota provinsi Aceh berada di posisi paling barat
Pulau Sumatera dan terletak antara 05030-05035 LU dan 95030-99016BT. Tinggi rata-
rata 0,80 meter di atas permukaan laut dengan luas wilayah 61,36 Km2. Kota Banda
Aceh memiliki 9 kecamatan dan 90 gampong (desa). Jumlah penduduk pada tahun 2012
adalah sebanyak 238.784 jiwa dengan rata-rata kepadatan penduduk 3.892 jiwa/km2.
Dalam rangka penanggulangan kemiskinan secara lebih efektif, Kota Banda Aceh telah
menetapkan 14 indikator atau kriteria kemiskinan sebagaimana didefinisikan dalam
tabel di bawah ini :
Tabel 1 Indikator Fakir dan Miskin Kota Banda Aceh
No Indikator Klasifikasi
Fakir Miskin
1 Pendapatan Rumah Tangga per
bulan
Kurang dari Rp 450.000 Rp 450.000 - Rp 900.000
2 Luas lantai tempat tinggal 0 - 4 m2 / orang 5 - 7 m2 / orang
3 Lapangan pekerjaan utama
kepala rumah tangga
Tidak ada Serabutan/tidak tetap
4 Sumber air minum Sumur Sumur
5 Frekuensi makan daging
sapi/ayam dalam seminggu
Tidak pernah Satu kali
6 Kemampuan membeli pakaian
baru selama 6 (enam) bulan
Tidak pernah Satu kali
7 Kemampuan berobat Puskesmas RSU
8 Memiliki tabungan dalam bentuk
uang atau barang
Aset < Rp 500.000 Aset Rp 1.000.000
9 Jenis lantai bangunan Semen kasar Semen halus
10 Jenis dinding bangunan Kayu kualitas rendah Tembok kualitas rendah
11 Sumber penerangan utama Petromak/pelita PLN (4 A)
12 Kondisi kesehatan balita Kurang gizi Kurang gizi
13 Pendidikan tertinggi yang
ditamatkan kepala rumah tangga
Tamat SD/MI Tamat SMP/MTs
-
7
14 Kemampuan menyekolahkan
anak (usia 7-15 tahun)
Hanya sampai SD Hanya sampai SLTA
2.1. Kemiskinan dan Ketenagakerjaan
2.1.1. Analisis Kecenderungan Antar Waktu dan Wilayah
A. Kemiskinan
Berdasarkan Banda Aceh dalam Angka 2013, jumlah penduduk miskin di Kota Banda
Aceh tahun 2012 adalah sekitar 20.250 jiwa, atau 8,65 persen dari total penduduk kota
sebesar 238.784 jiwa. Perkembangan angka kemiskinan di Kota Banda Aceh dari tahun
2003 s/d 2012 dapat dilihat dalam grafik berikut:
Gambar 1 Perkembangan Tingkat Kemiskinan Kota Banda Aceh
Sumber: Publikasi BPS 2013
Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa angka kemiskinan Kota Banda Aceh memiliki
dua fase tren penurunan. Fase penurunan pertama terjadi pada tahun 2003 hingga
2007 dimana tingkat kemiskinan menurun dari 9,71% menjadi 6,61%. Penurunan
tajam tingkat kemiskinan selama 2006-2007 terjadi karena melimpahnya pekerjaan
selama masa rekonstruksi dan rehabilitasi pasca tsunami 2004.
Tahun 2008, angka kemiskinan kembali meningkat tajam dan kemudian terjadi fase
penurunan angka kemiskinan kedua. Pasca 2009, kecenderungan ini terlihat lebih stabil
mengingat masa rekonstruksi dan rehabilitasi telah selesai dan ekonomi kota kembali
berjalan dalam situasi normal.
-
8
Penurunan angka kemiskinan sejak tahun 2010 didukung oleh meningkatnya
pendapatan per kapita yang signifikan. PDRB per kapita Kota Banda Aceh tahun 2010
adalah Rp. 34.304.162,-. Namun, PDRB per kapita tahun 2012 masih menjadi Rp.
43.383.902,-. Indikator lain yang mengindikasikan perkembangan positif ini adalah
tingginya persentase konsumsi yang dihabiskan ke konsumsi bukan makanan yang
mencapai 53,80%. Angka ini jauh lebih tinggi daripada konsumsi non makanan Propinsi
Aceh yang hanya 40,78%. Dua indikator ini mengindikasikan adanya peningkatan
pertumbuhan ekonomi kota.
Perbandingan tingkat kemiskinan di tingkat provinsi hanya dapat dilakukan
berdasarkan data tahun 2011. Di tahun 2011, tingkat kemiskinan di Kota Banda Aceh
(9,08%) adalah yang terbaik bila dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya,
sebagaimana diperlihatkan dalam gambar berikut:
Gambar 2 Perbandingan Tingkat Kemiskinan Antar Kabupaten/Kota
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Aceh
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan di Kota Banda Aceh sudah jauh lebih
baik bila dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Aceh.
-
9
Mengingat data tingkat kemiskinan BPS tidak tersedia hingga tingkat kecamatan,
analisis kemiskinan per kecamatan akan menggunakan data jumlah penduduk miskin
dari TNP2K yang telah diolah oleh UPTD GIS Bappeda Kota Banda Aceh. Di tingkat Kota
Banda Aceh, jumlah penduduk miskin per kecamatan diperlihatkan dalam grafik
berikut:
Gambar 3 Jumlah Penduduk Miskin per Kecamatan Kota Banda Aceh 2011
Sumber: TNP2K 2013
Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa jumlah penduduk miskin terbesar terdapat di
Kecamatan Kuta Alam dan Kecamatan Ulee Kareng. Kuta Alam adalah salah satu area
yang mengalami kerusakan tsunami terparah, sementara Ulee Kareng adalah wilayah
pinggiran Kota Banda Aceh.
Selain tingkat kemiskinan, faktor lain yang patut diperhatikan dalam memahami
kemiskinan adalah indeks kedalaman kemiskinan P1 dan P2. Indeks Kedalaman
Kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing
penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh
rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Indeks Keparahan Kemiskinan
(P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk
miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan (GAP) pengeluaran di
antara penduduk miskin. Keterkaitan antara indeks P1 dan P2 dengan tingkat
kemiskinan di Kota Banda Aceh dapat dilihat dalam grafik berikut:
-
10
Gambar 4 Analisis Keterkaitan Indikator Bidang Kemiskinan
Sumber: Publikasi BPS, 2012
Grafik diatas menunjukkan adanya perubahan tingkat kedalaman (P1) dan keparahan
kemiskinan (P2) di Banda Aceh. Meningkatnya nilai indeks P1 tahun 2012 di Kota
Banda Aceh menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin Kota Banda
Aceh semakin menjauh dari garis kemiskinan sehingga menyebabkan mereka lebih sulit
keluar dari garis kemiskinan. Sementara itu, meningkatnya indeks P2 menunjukkan
bahwa ketimpangan pengeluaran antara penduduk miskin di Kota Banda Aceh semakin
tinggi.
B. Pengangguran
Pengangguran terbuka merupakan bagian dari angkatan kerja yang tidak bekerja atau
sedang mencari pekerjaan (baik bagi mereka yang belum pernah bekerja sama sekali
maupun yang sudah pernah berkerja), atau sedang mempersiapkan suatu usaha.
Mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin untuk
mendapatkan pekerjaan dan mereka yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai
bekerja.
-
11
Tingkat pengangguran terbuka di Banda Aceh sangat fluktuatif dari tahun ke tahun.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir tingkat pengangguran menurun tajam dari
11,56% pada 2010 menjadi 8,52% pada 2011 dan 7,17% pada 2012. Perkembangan
tingkat pengangguran terbuka di Banda Aceh dapat dilihat dalam tabel berikut:
Gambar 5 Perkembangan Tingkat Pengangguran
Sumber: Publikasi BPS 2013
Grafik diatas menunjukkan bahwa meskipun tingkat pengangguran di Kota Banda Aceh
fluktuatif, namun dalam tiga tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun.
Jika dibandingkan dengan pemerintahan di atasnya berdasarkan data perbandingan
tahun 2012, tingkat pengangguran di Kota Banda Aceh (7,17%) sudah lebih baik dari
pada tingkat pengangguran Aceh (9,1%) namun masih di atas tingkat pengangguran
rata-rata nasional (6,14%). Hal ini ditampilkan dalam gambar berikut:
-
12
Gambar 6 Posisi Relatif Tingkat Pengangguran Aceh
Sumber: Publikasi BPS 2013
Tingginya tingkat pengangguran Kota Banda Aceh lebih disebabkan karena tingginya
arus migrasi dari daerah lain di Aceh dan luar Aceh, mengingat Banda Aceh adalah pusat
ekonomi dan pemerintahan Propinsi Aceh. Hal ini dipicu oleh kesenjangan pendapatan
per kapita antara Banda Aceh dan kabupaten/kota lain. Berdasarkan data tahun 2010,
PDRB per kapita Kota Banda Aceh adalah sebesar Rp.34,7 juta, jauh di atas rata-rata
pendapatan per kapita Propinsi Aceh yaitu sebesar Rp.17,2 juta rupiah dan juga telah
melebihi pendapatan per kapita Indonesia yaitu sebesar Rp. 27 juta. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan dan ekonomi Kota Banda Aceh sudah lebih
baik daripada Aceh dan nasional.
Mengingat data tingkat pengangguran BPS tidak tersedia hingga tingkat kecamatan,
dasar untuk analisis pengangguran per kecamatan diambil data jumlah pengangguran
dari TNP2K. Di tingkat kota, jumlah pengangguran per kecamatan di Kota Banda Aceh
ditampilkan dalam grafik berikut:
-
13
Gambar 7 Jumlah Pengangguran per Kecamatan
Sumber: TNP2K 2013
Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa angka pengangguran terbesar terdapat di
Kecamatan Kuta Alam dan Kuta Raja, yang termasuk dalam area pusat kota. Dua
kecamatan ini memiliki tingkat migrasi paling tinggi di Kota Banda Aceh pada tahun
2011, yaitu sekitar 1.700 migran. Hal ini sekaligus mengindikasikan hubungan erat
migrasi dan pengangguran sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya.
2.1.2. Analisis Relevansi dan Efektifitas
Dalam hal relevansi, kecenderungan penurunan kemiskinan di Kota Banda Aceh relevan
dengan kecenderungan penurunan tingkat kemiskinan di level Provinsi Aceh maupun
nasional. Analisis relevansi tingkat kemiskinan dapat diperlihatkan dalam gambar
berikut:
-
14
Gambar 8 Relevansi Tingkat Kemiskinan
Sumber: Publikasi BPS dan bps.go.id, 2013
Sementara kecenderungan (trendline) perkembangan tingkat kemiskinan di Kota Banda
Aceh dapat dilihat dalam grafik berikut:
Gambar 9 Analisis Efektifitas
Sumber: Publikasi BPS 2013
Grafik diatas menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di Kota Banda Aceh
menunjukkan kecenderungan menurun dalam sepuluh tahun terakhir. Hal ini
menunjukkan bahwa program-program pengentasan kemiskinan dan perkembangan
ekonomi kota Banda Aceh telah berhasil mengurangi kemiskinan secara efektif.
-
15
Di antara program pengentasan kemiskinan yang dijalankan pemerintah Kota Banda
Aceh adalah program PUEM (Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat). Sejak
dicanangkan pada tahun 2009, total debitur PUEM hingga tahun 2012 telah mencapai
2.227 debitur. Total jumlah debitur PUEM tahun 2012 adalah 414 orang, yang mana
menurun dari tahun 2010 sebanyak 701 orang dan 664 orang pada tahun 2011.
Penurunan ini terjadi karena tersalurkannya dana revolving PUEM-Gampong (PUEM-G)
di tingkat gampong (desa) sehingga sebagian masyarakat beralih menggunakan dana
PUEM-G.
Banyaknya debitur menunjukkan bahwa Program Pengembangan Usaha Ekonomi
Masyarakat (PUEM) ini disambut positif oleh masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat ekonomi lemah (penghasilan rendah) dan dapat
menurunkan angka pengangguran sejak dicanangkan tahun 2009, sebagaimana
diperlihatkan dalam gambar berikutnya.
Namun, uniknya tingkat pengangguran di Kota Banda Aceh justru terlihat stabil jika
mengikuti trendline yang ditarik dari tahun 2007. Sebagaimana yang dijelaskan
sebelumnya, hal ini dipicu oleh migrasi masuk dari daerah-daerah sekitar Banda Aceh
karena pertumbuhan ekonomi Banda Aceh jauh melebihi Provinsi Aceh, sehingga
mengurangi pengaruh positif pertumbuhan PDRB per kapita yang tajam.
Gambar 10 Analisis Efektifitas Indikator Pengangguran
Sumber: Publikasi BPS 2013
-
16
Dalam analisis relevansi sebagaimana yang ditunjukkan dalam gambar di bawah ini,
dapat dilihat bahwa tingkat pengangguran terbuka Banda Aceh menurun dan sudah
relevan dengan penurunan angka pengangguran di tingkat nasional. Dalam hal
perbandingan, tingkat pengangguran Kota Banda Aceh (7,17%) sudah lebih baik dari
Aceh (9,10%), namun masih di atas tingkat pengangguran nasional (6,14%). Analisis
relevansi tingkat pengangguran terbuka adalah sebagai berikut:
Gambar 11 Relevansi Tingkat Pengangguran
Sumber: Publikasi BPS 2013
UPTB GIS Bappeda Banda Aceh telah mengembangkan database kemiskinan yang
menyediakan data kemiskinan yang sangat detail. Database ini mengintegrasikan data-
data kemiskinan yang diperoleh dari berbagai program penanggulangan kemiskinan
yang selama ini berjalan. Data-data dari database kemiskinan ini dapat dijadikan dasar
untuk analisis karakteristik kemiskinan dan pengangguran yang lebih dalam di Kota
Banda Aceh. Hasil dari analisi ini dapat dijadikan input untuk menciptakan strategi
penanggulangan kemiskinan yang lebih efektif.
Dari analisis berdasarkan database kemiskinan ini, didapatkan berbagai fakta menarik.
Dari analisis data individu pengangguran dengan data penduduk miskin berdasarkan
data dari Jamkesmas, didapatkan bahwa dari 29.641 penduduk miskin, hanya 1.903
jiwa atau 6,4% dari penduduk miskin yang menganggur. Hal ini menunjukkan bahwa
sebagian besar penduduk miskin telah bekerja.
-
17
Dari database kemiskinan, dengan sampel data 9.048 individu miskin dari 29.641
penduduk miskin berdasarkan data TNP2K, didapatkan hasil analisis distribusi sektor
pekerjaan penduduk miskin sebagaimana ditampilkan dalam grafik berikut:
Gambar 12 Penduduk Miskin Berdasarkan Pekerjaan
Sumber: Hasil Analisis 2013
Dari grafik diatas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar penduduk miskin bekerja di
sektor perdagangan, hotel dan rumah makan (28%), sektor jasa pendidikan,
pemerintahan, kesehatan, kemasyarakatan dan perorangan (23%) serta sektor
bangunan dan konstruksi (17%).
Berdasarkan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa pengangguran bukanlah
penyebab utama kemiskinan di Kota Banda Aceh. Penyebab kemiskinan utama adalah
rendahnya gaji/ pendapatan yang didapatkan penduduk miskin dari pekerjaan di tiga
Bangunan / konstruksi
17%
Industri pengolahan
3%
Informasi & komunikasi
0%
Jasa pendidikan, pemerintahan, kesehatan dll
23%
Keuangan & asuransi 0%
Lainnya 7%
Listrik & gas 1%
Perdagangan Hotel & rumah makan
28%
Perikanan tangkap dan
budidaya 5%
Pertambangan / penggalian
0%
Pertanian, kehutanan, perkebunan dan
hortikultura 1%
Peternakan 2% Transportasi &
pergudangan 13%
Chart Title
-
18
sektor tersebut. Fakta ini bisa dijadikan salah satu main input bagi strategi
penanggulangan kemiskinan Kota Banda Aceh.
Dari database kemiskinan Bappeda Banda Aceh dengan data yang tersedia 24.976
sampel dari total 29.461 penduduk miskin, juga didapatkan kesimpulan bahwa
kemiskinan sangat erat hubungannya dengan tingkat pendidikan. Hanya 4% dari total
penduduk miskin memiliki ijazah perguruan tinggi. Selebihnya adalah penduduk
dengan ijazah SMA atau lebih rendah. Hal ini ditunjukkan dalam grafik berikut:
Gambar 13 Penduduk Miskin Berdasarkan Pendidikan
Sumber: Hasil Analisis 2013
Grafik tingkat pendidikan penduduk miskin di atas dapat dijadikan dasar untuk
memetakan hubungan antara sektor yang banyak menyerap penduduk miskin dan
tingkat pendidikannya. Penyebab tingginya penyerapan tenaga kerja dari golongan
penduduk miskin di tiga sektor (sektor perdagangan, hotel dan rumah makan, sektor
jasa pendidikan, pemerintahan, kesehatan, kemasyarakatan dan perorangan serta
sektor bangunan dan konstruksi) adalah karena sektor-sektor ini mencakup banyak
jenis pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian dan kualifikasi tinggi. Hal ini
membuat mereka mendapat gaji/ pendapatan yang rendah sehingga mereka termasuk
dalam golongan miskin.
Dari database kemiskinan, juga didapatkan kesimpulan bahwa jumlah anggota rumah
tangga miskin sebagian besar adalah 3-6 jiwa, yang mana adalah jumlah rata-rata
rumah tangga di Kota Banda Aceh. Oleh karena itu, banyaknya anggota keluarga tidak
Perguruan Tinggi
4%
SD/sederajat 20%
SMA/sederajat 34%
SMP/sederajat 22%
Tidak punya ijazah 20%
Penduduk Miskin Berdasarkan Pendidikan
-
19
terlalu berpengaruh bagi peningkatan angka kemiskinan secara makro. Hal ini
ditampilkan dalam grafik berikut:
Gambar 14 Jumlah Rumah Tangga Miskin
Sumber: Hasil Analisis 2013
Sementara dari data pengangguran di usia produktif 15-65 dengan populasi total
10.835 jiwa, didapatkan bahwa sebagian besar pengangguran adalah tamatan SLTA. Hal
ini diperlihatkan dalam grafik berikut:
2%
9%
21%
26%
19%
12%
6%
3%
1% 1% 0% 0%
Jumlah Rumah Tangga Miskin berdasarkan Jumlah Anggota Rumah Tangga
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
lebih dari 12
-
20
Gambar 15 Pengangguran Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Sumber: Hasil Analisis 2013
Hal ini menunjukkan lulusan SMA/ sederajat cukup kesulitan mendapatkan kerja di
Kota Banda Aceh. Dengan begitu, bisa dikatakan bahwa persyaratan pekerja untuk
pekerjaan dengan gaji memadai di Banda Aceh telah cukup tinggi.
2.2. Kesehatan
Kesehatan adalah hak dasar setiap individu dan semua warga negara berhak mendapat
pelayanan kesehatan, termasuk masyarakat miskin. Konstitusi negara dan Undang-
Undang No 40/2004 tentang sistem Jaminan Sosial Nasional mengamanatkan untuk
memberikan perlindungan bagi fakir miskin, anak dan orang terlantar serta orang tidak
mampu melalui pembiayaan kesehatan yang dijamin Pemerintah.
Kementerian Kesehatan menetapkan kebijakan untuk lebih memfokuskan perhatian
pelayanan kesehatan terhadap masyarakat miskin dan tidak mampu. Dasar
pemikirannya adalah memenuhi kewajiban pemerintah dan juga ditemukannya adanya
hubungan langsung antara status kesehatan dengan tingkat produktifitas penduduk
suatu daerah. Semakin baik status kesehatan penduduk suatu daerah semakin baik
tingkat ekonominya. Dengan demikian, peningkatan kesejahteraan masyarakat di
daerah tersebut juga akan lebih cepat.
Akademi/Diploma III/S. Muda
4%
Diploma I/II 2%
Diploma IV/Strata I
8%
SLTA/Sederajat 41%
SLTP/Sederajat 19%
Strata II 0%
Strata III 0%
Tamat SD/Sederajat
11%
Tidak/Belum Sekolah
5%
Tidak Tamat SD/Sederajat
10%
Pengangguran Berdasarkan Tingkat Pendidikan
-
21
Saat ini pemerintah sedang memantapkan penjaminan kesehatan melalui Jamkesmas
sebagai awal dari pencapaian penjaminan kesehatan bagi seluruh penduduk.
Jamkesmas diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan umur
harapan hidup, menurunkan angka kematian ibu melahirkan dan menurunkan angka
kematian bayi dan balita.
Pemerintah Kota Banda Aceh melalui dinas kesehatan yang diteruskan ke tingkat
puskesmas dan jejaringnya telah berupaya untuk melakukan berbagai upaya dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Kota Banda Aceh. Upaya kesehatan yang
dilakukan lebih diarahkan pada upaya promotifpreventif yang didukung juga dengan
upaya kuratifrehabilitatif bagi masyarakat yang terlanjur menderita penyakit.
Indikator utama analisis kondisi kemiskinan dan kesejahteraan rakyat bidang
kesehatan meliputi angka kematian bayi (AKB), angka kematian balita (AKBa), angka
kematian ibu melahirkan (AKI) dan prevalensi balita kekurangan gizi.
2.2.1. Analisis Kecenderungan Antar Waktu dan Wilayah
1. Angka Kematian Bayi
Angka kematian bayi adalah angka kematian yang terjadi pada usia 0 sampai dengan 11
bulan. Angka kematian bayi di Kota Banda Aceh menunjukkan penurunan jika dilihat
dari kecenderungan perkembangan AKB sejak 2007 hingga 2012. AKB menurun dari 5
di tahun 2007 menjadi 3 pada 2012. Hal ini ditunjukkan dalam grafik berikut:
Gambar 16 Perkembangan Angka Kematian Bayi 2007-2012
Sumber: Dinkes Kota Banda Aceh 2013
-
22
Kecenderungan penurunan AKB ini hingga ke level di bawah kurang dari 40 (level
dimana sudah sangat sulit dilakukan upaya penurunan) menunjukkan bahwa tingkat
kesehatan bayi dan kesehatan reproduksi di Kota Banda Aceh sudah sangat baik.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, Banda Aceh memiliki angka
kematian bayi yang cukup rendah jika dibandingkan dengan kabupaten/ kota lain di
Provinsi Aceh. Data ini sedikit berbeda dengan data dari Dinas Kesehatan Kota Banda
Aceh. Perbandingan ini dapat dilihat dalam gambar berikut:
Gambar 17 Perbandingan AKB Antar Kabupaten
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Aceh
Sementara perbandingan angka kematian bayi di Banda Aceh antar kecamatan dapat
dilihat dalam grafik berikut:
-
23
Gambar 18 Perbandingan AKB Antar Wilayah
Sumber: Dinkes Kota Banda Aceh 2013
Perbedaan antar wilayah dalam angka kematian bayi tidak terlalu mencolok karena
angka kematian bayi di Banda Aceh sangat rendah. Meskipun upaya untuk membuat
AKB menjadi nol sangat sulit, perhatian lebih serius perlu diberikan pada dua
kecamatan yang memiliki AKB tertinggi yaitu Lueng Bata dan Kutaraja.
Penurunan angka kematian bayi di Kota Banda Aceh tidak terlepas dari pengaruh positif
indikator-indikator pendukung. Penurunan AKB didukung oleh rendahnya jarak yang
ditempuh ke puskesmas terdekat (rata-rata 4,8 km), ketersediaan tenaga medis yang
ditunjukkan dengan tingginya rasio bidan serta semakin meningkatnya jumlah
kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih. Keterkaitan faktor ini terlihat
dalam grafik berikut:
-
24
Gambar 19 Analisis Keterkaitan Indikator Bidang Kesehatan
Sumber: Dinkes Kota Banda Aceh 2013
2. Angka Kematian Balita (AKBa)
Angka Kematian Balita (AKBa) adalah jumlah kematian yang terjadi pada anak umur 1
sampai 5 tahun per 1.000 anak balita.
Kota Banda Aceh memiliki angka kematian balita yang sangat baik, dimana sejak 2007
hingga 2012 hanya terjadi satu kematian balita, yaitu pada tahun 2009. AKBa pada
tahun 2012 adalah nol. Karena itu, perbandingan AKBa antar kecamatan tidak perlu
ditampilkan. Tidak adanya kejadian kematian balita di Kota Banda Aceh dalam
beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan
anak-anak bertempat tinggal serta pemeliharaan kesehatannya sudah sangat baik.
Grafik perkembangan AKBa di Kota Banda Aceh adalah sebagai berikut:
-
25
Gambar 20 Perkembangan Angka Kematian Balita
Sumber: Dinkes Kota Banda Aceh 2013
Sementara itu, perbandingan AKBa per kabupaten/ kota tidak dapat dilakukan karena
data tidak tersedia.
3. Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI)
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh, angka
kematian ibu melahirkan di Kota Banda Aceh cukup rendah. Hal ini menunjukkan
bahwa derajat kesehatan perempuan di Kota Banda Aceh telah sangat baik. Seperti
halnya angka kematian bayi, rendahnya angka kematian ibu melahirkan di Kota Banda
juga dipengaruhi secara positif oleh rasio bidan yang tinggi dan pertolongan dari tenaga
kesehatan dalam proses kelahiran. Grafik AKI di Kota Banda Aceh adalah sebagai
berikut:
-
26
Gambar 21 Perkembangan Angka Kematian Ibu Melahirkan
Sumber: Dinkes Kota Banda Aceh 2013
Di tingkat provinsi, angka kematian ibu melahirkan di Banda Aceh adalah yang paling
rendah di Aceh. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan ibu di Kota Banda Aceh adalah
yang terbaik di Aceh, sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut:
Gambar 22 Perbandingan AKI di Provinsi Aceh
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Aceh
-
27
Di tingkat Kota Banda Aceh, satu-satunya kecamatan yang memiliki kejadian kematian
ibu melahirkan di tahun 2012 adalah Kecamatan Ulee Kareng. Hal ini menunjukkan
bahwa wilayah ini patut diperhatikan dalam upaya menekan AKI hingga nol. Setelah
dikonversi ke dalam angka kematian ibu melahirkan per 100.000 kelahiran hidup,
grafik AKI Kota Banda Aceh adalah sebagai berikut:
Gambar 23 Perbandingan AKI Antar Wilayah
Sumber: Dinkes Kota Banda Aceh 2013
4. Prevalensi Balita Gizi Kurang
Prevalensi balita gizi kurang adalah salah satu indikator yang digunakan untuk
memonitor status kesehatan balita mengingat balita bergizi kurang memiliki
kemungkinan resiko kematian tinggi, menghambat pertumbuhan dan mempengaruhi
kesehatannya di kemudian hari.
Prevalensi balita gizi kurang di Banda Aceh terus menunjukkan kecenderungan
menurun, sebagaiman ditunjukkan dalam grafik di bawah. Hal ini menunjukkan bahwa
kualitas gizi balita di Kota Banda Aceh semakin baik. Perkembangan antar waktu
prevalensi balita kekurangan gizi di Banda Aceh dapat dilihat dalam grafik berikut:
-
28
Gambar 24 Perkembangan Prevalensi Balita Gizi Kurang
Sumber: Dinkes Kota Banda Aceh 2013
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, secara umum prevalensi balita kurang gizi Kota
Banda Aceh telah cukup baik. Secara wilayah, prevalensi balita kurang gizi tertinggi
terletak di Kecamatan Lueng Bata, sebagaimana ditunjukkan dalam grafik dibawah.
Oleh karena itu, kecamatan ini bisa menjadi area prioritas program pengurangan angka
balita kurang gizi.
Gambar 25 Perbandingan Prevalensi Balita Gizi Kurang Antar Wilayah
Sumber: Dinkes Kota Banda Aceh 2013
-
29
Dari analisis yang dilakukan terhadap indikator kesehatan di atas, dapat disimpulkan
bahwa Kota Banda Aceh memiliki indikator kesehatan dan juga kualitas kesehatan yang
baik.
2.2.2. Analisis Relevansi dan Efektifitas
1. Angka Kematian Bayi
Angka kematian bayi di Kota Banda Aceh sejak tahun 2002 selalu lebih baik dari Aceh
dan nasional. AKB di Kota Banda Aceh menunjukkan kecenderungan menurun,
sementara dalam beberapa tahun terakhir AKB Aceh justru meningkat. Banda Aceh
sebaliknya berhasil mengikuti penurunan angka kematian bayi nasional.
Gambar 26 Analisis Relevansi AKB
Sumber: Dinkes Kota Banda Aceh 2013, Dinkes Propinsi Aceh 2013
2. Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI)
Angka kematian ibu melahirkan Kota Banda Aceh tahun 2012 adalah sebesar
21/100.000. Angka ini telah jauh lebih baik daripada AKI Aceh yang mencapai 189/
100.000 kelahiran. AKI Aceh cenderung berfluktuasi dari tahun ke tahun. Sementara
AKI Kota Banda Aceh telah sangat sulit diturunkan karena telah sangat rendah. Analisis
relevansi AKI adalah sebagai berikut:
-
30
Gambar 27 Analisis Relevansi Angka Kematian Ibu Melahirkan
Sumber: Dinkes Kota Banda Aceh, Dinkes Provinsi Aceh 2013
3. Prevalensi Balita Kekurangan Gizi
Prevalensi balita kekurangan gizi Kota Banda Aceh dan Provinsi Aceh menunjukkan
kecenderungan menurun sehingga bisa dikatakan relevan. Namun, prevalensi balita
kekurangan gizi Kota Banda Aceh telah jauh lebih baik dari Propinsi Aceh. Hal ini tidak
terlepas dari tingkat kesejahteraan Kota Banda Aceh yang telah jauh lebih baik bila
dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lainnya. Analisis relevansi balita
kekurangan gizi ditunjukkan dalam gambar berikut:
85
124
73
23
104
21
190
156
193
158
189
0
50
100
150
200
250
2007 2008 2009 2010 2011 2012
An
gka
Kem
atia
n I
bu
Mel
ahir
kan
p
er 1
00
.00
0 K
elah
iran
Angka Kematian Ibu Melahirkan
Banda Aceh
Aceh
-
31
Gambar 28 Analisis Relevansi Balita Kekurangan Gizi
Sumber: Dinkes Kota Banda Aceh
Sementara analisis relevansi untuk angka kematian balita tidak dapat dilakukan karena
angka pembanding di tingkat nasional dan Aceh tidak dapat diperoleh.
Semua indikator-indikator utama bidang kesehatan menunjukkan adanya penurunan
angka yang sangat signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa ada peningkatan kualitas
kesehatan di Kota Banda. Hal ini ditunjukkan dalam gambar berikut:
-
32
Gambar 29 Analisis Efektifitas Indikator Kesehatan
Sumber: Dinkes Kota Banda Aceh 2013
Analisis efektifitas diatas menunjukkan bahwa program-program pengentasan
kemiskinan di bidang kesehatan telah berjalan sangat baik sehingga berperan dalam
peningkatan kualitas hidup di Kota Banda Aceh. Hal ini didukung oleh keberhasilan
program-program kesehatan dari pemerintah seperti Jamkesmas (Jaminan Kesehatan
Masyarakat), Jampersal (Jaminan Persalinan) dan JKA (Jaminan Kesehatan Aceh), yang
berhasil menjangkau rakyat miskin sehingga mampu menurunkan secara signifikan
angka kematian bayi dan balita, angka kematian ibu melahirkan dan prevalensi balita
gizi kurang di Kota Banda Aceh.
2.3. Pendidikan
Pendidikan adalah salah satu urusan wajib Pemerintah untuk memenuhi hak dasar
setiap individu dan semua warga negara. Undang-Undang No 20/2003 tentang sistem
Pendidikan Nasional mengamanatkan setiap warga negara berhak mendapatkan
layanan pendidikan berkualitas untuk mencerdaskan warga negara dan bangsa.
-
33
Saat ini Kementerian Pendidikan Nasional menetapkan kebijakan untuk lebih
memfokuskan penuntasan wajib belajar 12 tahun. Dasar pemikirannya adalah
kewajiban dasar pemerintah dan juga hasil kajian bahwa pencapaian wajib belajar 12
tahun berdampak pada peningkatan kesempatan mendapatkan pendidikan bagi warga
negara sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Pemerintah terus memantapkan penjaminan layanan pendidikan melalui berbagai
kebijakan seperti meningkatkan anggaran pendidikan hingga 20% dari APBN,
peningkatan dana BOS dan lainnya, yang merupakan langkah awal dari peningkatan
akses pelayanan pendidikan bagi seluruh warga negara. Penyaluran dana BOS
diharapkan dapat meringankan beban masyarakat dalam mendapatkan layanan
pendidikan.
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Banda Aceh adalah leading institution
dalam sektor pendidikan sebagaimana ditetapkan melalui kebijakan Pemerintah Kota
Banda Aceh. Disdikpora adalah eksekutor di tingkat teknis dalam bidang pendidikan
dan juga berkoordinasi dan mengkoordinasi satuan pendidikan masing-masing jenjang.
Disdikpora terus berupaya melakukan berbagai inovasi dalam meningkatkan akses
pelayanan pendidikan yang berkualitas bagi masyarakat Kota Banda Aceh. Upaya
peningkatan akses pelayanan pendidikan yang dilakukan diarahkan pada pencapaian
standar pelayanan minimal yang telah ditetapkan serta upaya inovatif lain untuk lebih
memberikan kepuasan bagi masyarakat, terutama pada peningkatan sumber daya
manusia.
Indikator-indikator dari bidang pendidikan yang dapat memberikan gambaran
terhadap pencapaian akses layanan pendidikan yang berkualitas dalam bidang
pendidikan adalah angka partisipasi kasar (APK), angka partisipasi murni (APM), angka
putus sekolah (APS) dan angka melek huruf.
2.3.1. Analisis Kecenderungan Antar Waktu dan Wilayah
1. Angka Partisipasi Kasar (APK)
Mengingat pemerintah telah mewajibkan pendidikan wajib 12 tahun, angka partisipasi
kasar yang digunakan dalam analisis ini adalah APK tingkat SMA/ MA.
-
34
APK Kota Banda Aceh telah mencapai angka lebih dari 100%. Hal ini menunjukkan
bahwa cukup banyak siswa yang terlalu cepat atau terlalu lambat masuk SMA/ MA.
Perkembangan antar waktu APK SMA/ MA di Kota Banda Aceh menunjukkan
kecenderungan menurun menuju angka ideal 100%, sebagaimana ditunjukkan dalam
grafik berikut:
Gambar 30 Angka Partisipasi Kasar SMA/MA
Sumber: Disdikpora Kota Banda Aceh
Secara wilayah, APK tertinggi terdapat di Kuta Alam dan Banda Raya. Hal ini
menunjukkan bahwa banyak siswa di area ini yang terlalu cepat masuk atau terlalu tua
lulus SMA. Hal ini juga dipengaruhi oleh tingginya jumlah murid yang berasal dari luar
daerah. APK SMA/ MA dapat dilihat dalam grafik berikut:
Gambar 31 Perbandingan APK SMA/ MA Antar Kecamatan
Sumber: Disdikpora Kota Banda Aceh
103.13
110.64
107.65
105.01
98
100
102
104
106
108
110
112
2009 2010 2011 2012
AP
K
Angka Partisipasi Kasar SMA/ MA Banda Aceh
-
35
Perkembangan angka partisipasi kasar sangat mempengaruhi kondisi belajar karena
saat APK tinggi, rasio murid-guru dan rasio murid-kelas ikut meningkat. Keterkaitan
tiga indikator dalam kasus Kota Banda Aceh ini dapat dilihat dalam grafik berikut:
Gambar 32 Analisis Keterkaitan APK dengan Rasio Murid-Kelas dan Rasio Murid-Guru
Sumber: Banda Aceh Dalam Angka
Rasio murid guru dan murid-kelas yang terlalu tinggi dapat menurunkan kenyamanan
belajar. Dengan kata lain, kenyamanan belajar dapat menurun saat APK terlalu tinggi.
Hal ini menunjukkan bahwa perlu upaya penurunan APK menuju angka ideal 100%
dengan membatasi jumlah murid. Hal ini telah dilakukan pemerintah kota sejak 2010
dengan pembatasan penerimaan jumlah siswa dari luar Banda Aceh.
2. Angka Partisipasi Murni (APM)
Angka partisipasi murni Kota Banda Aceh menunjukkan selisih yang cukup jauh dengan
angka partisipasi kasar. Hal ini menunjukkan bahwa banyak siswa di Kota Banda Aceh
yang terlalu cepat atau terlalu lambat bersekolah. Hal ini dapat dilihat di tahun 2012,
dimana APM mencapai 70,72% sementara APK menunjukkan angka 105,01%. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat proporsi lebih dari 35% siswa yang terlalu cepat atau
terlalu lambat masuk SMA.
-
36
Secara umum, angka partisipasi murni pada SMP, SMA dan SMK tidak mencapai 100 %.
Kecenderungan ini diakibatkan oleh masih adanya anak usia sekolah di Kota Banda
Aceh yang tidak melanjutkan lagi pada pendidikan formal setelah tamat SD. Sebagian
dari mereka lebih memilih untuk melanjutkan pendidikan pada pasantren-pasantren
atau dayah.
Dalam beberapa tahun terakhir terjadi penurunan APM di tingkat SMA/ MA dan juga di
jenjang pendidikan lain karena penerimaan siswa dari luar Kota Banda Aceh sudah
dibatasi.
Perkembangan APM SMA/ MA Kota Banda Aceh dapat dilihat sebagai berikut:
Gambar 33 Perkembangan APM SMA/ MA
Sumber: Disdikpora dan BPS Kota Banda Aceh
Angka partisipasi murni SMA/ MA Banda Aceh juga menunjukkan sebaran spasial yang
terkonsentrasi di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Banda Raya (164,45%) dan Kuta
Alam (140,58). Angka APM yang lebih tinggi dari 100% juga menunjukkan adanya
indikasi banyaknya murid dari luar daerah yang bersekolah di daerah tersebut.
-
37
Gambar 34 Perbandingan APM SMA/ MA Antar Kecamatan
Sumber: Disdikpora Kota Banda Aceh
3. Angka Putus Sekolah (APS)
Dalam beberapa tahun berakhir, Banda Aceh beberapa kali mencapai angka putus
sekolah yang mencapai nol. Tapi, di tahun 2012, kembali ada siswa yang putus sekolah.
Hal ini menunjukkan bahwa efektifitas bantuan pendidikan perlu ditingkatkan.
Gambar 35 Angka Putus Sekolah di Kota Banda Aceh Jenjang SMA/ Sederajat
Sumber: Banda Aceh Dalam Angka
Secara umum, angka putus sekolah dari tahun ke tahun sangat rendah. Sebagaimana
diperlihatkan dalam grafik di bawah, APS tertinggi terletak di Kecamatan Jaya Baru,
yang memiliki 3 siswa putus sekolah dan Baiturrahman yang memiliki 6 siswa putus
-
38
sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa dua kecamatan ini perlu menjadi prioritas
program bantuan beasiswa miskin.
Gambar 36 Perbandingan APS Antar Kecamatan
Sumber: Diolah dari data Banda Aceh Dalam Angka 2013
4. Angka Melek Huruf
Angka Melek huruf Kota Banda Aceh dalam enam tahun terakhir cukup baik. Hal ini
terlihat dari angka melek huruf yang mencapai lebih 99%. Angka melek huruf di Banda
Aceh dapat dilihat pada grafik berikut:
Gambar 37 Angka Melek Huruf di Kota Banda Aceh Tahun 2007 2012
Sumber: Banda Aceh Dalam Angka
98.09
98.95 99.1 99.16
99.18 99.25
97.4
97.6
97.8
98
98.2
98.4
98.6
98.8
99
99.2
99.4
2007 2008 2009 2010 2011 2012
Pe
rse
nta
se
Angka Melek Huruf Kota Banda Aceh
-
39
Angka melek huruf tidak tersedia per kecamatan. Namun dari wawancara dengan
Disdikpora Kota Banda Aceh, didapatkan informasi penduduk buta huruf di Banda Aceh
salah satunya terdapat di sebuah komunitas di Desa Alue Naga, Kecamatan Syiah Kuala.
2.3.2. Analisis Relevansi dan Efektifitas
A. Angka Partisipasi Kasar
Angka partisipasi kasar Banda Aceh menunjukkan kecenderungan menurun menuju
100% dalam tiga tahun terakhir karena pembatasan murid dari luar Banda Aceh.
Sementara APK Aceh terus menurun. Hal ini menunjukkan bahwa akses ke pendidikan
jenjang SMA di Provinsi Aceh semakin menurun. Sementara APK nasional terus
meningkat untuk menuju angka ideal 100%.
Perbandingan ini dapat dilihat dalam grafik berikut:
Gambar 38 Analisis Relevansi APK SMA/ MA
Sumber: Disdikpora Kota Banda Aceh dan Publikasi BPS
B. Angka Partisipasi Murni
Angka partisipasi murni Banda Aceh terus menurun menjauh dari angka ideal 100%
sejak 2010. Hal ini menunjukkan bahwa semakin sedikit siswa sekolah yang sesuai usia
dengan jenjang pendidikannya.
-
40
Sementara itu, APM nasional jauh lebih rendah namun menunjukkan kecenderungan
naik. Hal menunjukkan bahwa kecenderungan di tingkat nasional tidak relevan dengan
kecenderungan APM di tingkat Kota Banda Aceh. Untuk itu, Banda Aceh perlu
melakukan program-program untuk meningkatkan APM Kota Banda Aceh untuk
mencapai angka ideal 100%. Penurunan APK dan APM sejak 2010 disebabkan oleh
pembatasan penerimaan siswa dari luar Banda Aceh.
Sementara APM Aceh menunjukkan kecenderungan stabil, yang berarti bahwa tidak ada
program yang berpengaruh signifikan terhadap perkembangan APM di tingkat propinsi.
Perbandingan APM ini dapat dilihat dalam gambar berikut:
Gambar 39 Analisis Relevansi APM SMA/ MA
Sumber: Disdikpora Kota Banda Aceh dan Publikasi BPS
C. Angka Melek Huruf
Dari grafik dibawah, dapat dilihat bahwa angka melek huruf Banda Aceh terus
meningkat meskipun telah mencapai lebih dari 99% dan lebih baik dari Aceh dan
nasional. Sementara angka melek huruf Aceh dan nasional sedikit menunjukkan
penurunan. Perbandingan angka melek huruf dapat dilihat dalam grafik berikut:
-
41
Gambar 40 Analisis Relevansi Angka Melek Huruf
Sumber: Publikasi BPS dan bps.go.id
D. Angka Putus Sekolah
Angka putus sekolah Kota Banda Aceh telah hampir mencapai angka nol dalam
beberapa tahun terakhir. Perbandingan dengan level Aceh dan nasional tidak dapat
dilakukan karena data APS Aceh dan nasional tidak dapat diperoleh.
2.4. Infrastruktur Dasar
2.4.1. Analisis Kecenderungan Antar Waktu dan Wilayah
A. Akses Sanitasi Layak
Pada saat ini sistem limbah secara off-site belum dimiliki oleh Kota Banda Aceh.
Sebagian besar masyarakat sudah memiliki MCK sendiri.
Limbah cucian umum (mandi, cuci dll) masih dibuang langsung tanpa melalui proses
pengolahan terlebih dahulu ke saluran drainase atau sungai, sehingga menyebabkan
pencemaran air dan berpotensi menyebabkan berkembangnya vektor penyakit. Air
limbah cucian ini tidak sepatutnya dibuang ke saluran drainase karena saluran drainase
hanya diperuntukkan untuk menerima air limpasan hujan.
Fasilitas WC sudah dimiliki oleh sebagian besar masyarakat kota Banda Aceh. Namun
sebagian septik tank masih berbentuk cincin yang tidak dirancang dan dibangun dengan
baik dan tidak memberikan perlindungan optimal air limbah tinja bisa menyerap ke
dalam tanah dan mencemari air tanah.
98.09 98.95 99.1 99.16 99.18 99.25
96.39 96.88
95.84
92.58 92.91 92.81
88
90
92
94
96
98
100
2007 2008 2009 2010 2011 2012
An
gk
a M
ele
k H
uru
f
Analisis Relevansi Angka Melek Huruf
Banda Aceh
Aceh
Nasional
-
42
Kegiatan penyedotan lumpur tinja sudah dilakukan di Kota Banda Aceh. Lumpur tinja
hasil penyedotan dibuang dan diolah pada instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT)
Gampong Jawa. Fasilitas ini dikelola oleh Dinas Kebersihan dan Keindahan Kota Banda
Aceh. Terdapat dua unit instalasi dengan kapasitas sebesar 56 m3/hari dan 75 m3/hari.
Instalasi I memanfaatkan teknologi kolam oksidasi dan bak pengering lumpur.
Sedangkan instalasi II menerapkan teknologi kombinasi pengolahan secara aerob dan
anaerob.
Perkembangan persentase rumah tangga yang memiliki akses sanitasi layak di Kota
Banda Aceh dapat dilihat grafik berikut:
Gambar 41 Presentase Rumah Tangga Bersanitasi Layak
Sumber: Dinas PU Kota Banda Aceh
Sebaran persentase rumah tangga dengan sanitasi layak hampir sama di setiap
kecamatan, sebagaimana ditampilkan dalam grafik berikut:
90.39 90.49 91.99 92 92.65 92.77
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
2007 2008 2009 2010 2011 2012
Pe
rse
nta
se
Presentase Rumah Tangga Bersanitasi Layak
-
43
Gambar 42 Perbandingan Proporsi Rumah Tangga dengan Sanitasi Layak Antar Kecamatan
Sumber: Dinas PU Kota Banda Aceh
Banda Aceh terus berupaya meningkatkan pelayanan air limbah dengan menyusun
Master Plan Air Limbah Kota Banda Aceh yang akan menjadi acuan dalam
pengembangan/ pembangunan sistem air limbah Kota Banda Aceh tahun 2012-2032.
B. Akses Air Minum Layak
Pelayanan air minum layak di Kota Banda Aceh dilayani oleh PDAM Tirta Daroy yang
memiliki jumlah pelanggan total sebesar 44.479 pelanggan. Berdasarkan data tahun
2012, persentase rumah tangga dengan air minum layak mencapai sekitar 83%. Dengan
begitu, persentase jumlah penduduk yang belum terlayani oleh PDAM Tirta Daroy
adalah 17%. Persentase rumah tangga dengan akses ke air minum layak di Kota Banda
Aceh terus meningkat setiap tahunnya, sebagaimana diperlihatkan dalam grafik berikut:
-
44
Gambar 43 Persentase Rumah Tangga dengan Air Minum Layak
Sumber: Dinas PU Kota Banda Aceh
Untuk akses ke air minum layak per kecamatan, hanya tersedia data tahun 2011 dengan
cakupan data di tingkat penduduk. Adapun cakupan pelayanan air bersih berdasarkan
kecamatan adalah sebagai berikut:
Gambar 44 Persentase Penduduk dengan Air Minum Layak Per Kecamatan
Sumber: PDAM Kota Banda Aceh, dari RPJMD Kota Banda Aceh 2012-2017
Sebagaimana terlihat dalam grafik di atas, persentase cakupan pelayanan air minum
tertinggi adalah di Kecamatan Kuta Alam, yang seluruh penduduknya sudah terjangkau
akses air bersih. Secara umum, dapat dilihat bahwa persentase rumah tangga dengan
35.77
51.07
58.75
74.33 81.3 83
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
2007 2008 2009 2010 2011 2012
Pe
rse
nta
se
Persentase Rumah Tangga dengan Air Minum Layak
60.97 64.88 64.95
83.09 87.35
100 92.49 88.62
79
0
20
40
60
80
100
120
Persentase Penduduk ke Akses Air Bersih
-
45
akses air minum layak terendah terletak di kecamatan-kecamatan pinggiran kota Banda
Aceh, yaitu Meuraxa, Jaya Baru, Banda Raya dan Ulee Kareng. Persentase cakupan
pelayanan terendah adalah Kecamatan Meuraxa yaitu sebesar 60,97%. Hal ini tidak
terlepas dari kerusakan infrastruktur air bersih akibat bencana tsunami 2004. Dengan
demikian, prioritas intervensi dalam akses air bersih perlu dilakukan di Meuraxa.
Dalam peningkatan pelayanan dilakukan pengadaan dan peningkatan infrastruktur
jaringan yang selama ini dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kota Banda Aceh
yang juga berkoordinasi dengan PDAM. Masalah yang dihadapi selama ini adalah
tingginya tingkat kehilangan air. Hal ini terutama disebabkan oleh kebocoran di
jaringan distribusi, sambungan illegal dan sistem penagihan yang belum optimal.
C. Rasio Elektrifikasi
Pada tahun 2012, Banda Aceh telah memiliki rasio elektrifikasi sebesar 100%, yang
berarti seluruh area di Banda Aceh telah terlayani aliran listrik. Perkembangan rasio
eletrifikasi Kota Banda Aceh adalah sebagai berikut:
Gambar 45 Perkembangan Rasio Elektrifikasi Kota Banda Aceh
Sumber: Publikasi BPS
-
46
2.4.2. Analisis Relevansi dan Efektifitas
A. Akses Sanitasi Layak
Berdasarkan data dari Dinas PU Kota Banda Aceh, proporsi rumah tangga dengan
sanitasi layak sebesar 92,77%. Sementara, persentase rumah tangga yang memiliki
angka akses sanitasi layak di tingkat nasional adalah 55,60% dan Aceh sebesar 50,09 %
(BPS). Hal ini menunjukkan bahwa pelayan sanitasi di Kota Banda Aceh telah jauh lebih
baik daripada Aceh dan nasional. Grafik dibawah juga menunjukkan bahwa program
sanitasi Kota Banda Aceh telah berjalan efektif dan relevan dengan perkembangan
sanitasi layak nasional.
Gambar 46 Analisis Relevansi Persentase Rumah Tangga Bersanitasi Layak
Sumber: Dinas PU Kota Banda Aceh dan Publikasi BPS
B. Akses Air Minum Layak
Pada tahun 2011, proporsi rumah tangga dengan air minum layak Kota Banda Aceh
adalah 81,30%. Angka ini sudah jauh lebih tinggi dari Aceh yang hanya 28,65% (BPS)
dan nasional sebesar 42,76% (BPS). Proporsi rumah tangga dengan air layak Kota
Banda Aceh terus meningkat sementara Aceh dan nasional cenderung menurun. Hal ini
menunjukkan bahwa akses air minum layak Kota Banda Aceh jauh lebih baik daripada
Aceh dan nasional. Hal ini ditunjukkan dalam grafik berikut:
90.39 90.49 91.99 92 92.65 92.77
30.65
40.17 42.03 45.16
50.09 44.19
48.56 51.19 55.54 55.6
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
2007 2008 2009 2010 2011 2012
Pe
rse
nta
se
Banda Aceh
Aceh
Indonesia
-
47
Gambar 47 Analisis Relevansi Proporsi Rumah Tangga dengan Air Minum Layak
Sumber: Dinas PU Kota Banda Aceh dan Publikasi BPS
C. Rasio Elektrifikasi
Pada tahun 2012, rasio elektrifikasi Kota Banda Aceh telah mencapai 100%, yang
berarti bahwa seluruh Kota Banda Aceh telah teraliri listrik. Rasio elektrifikasi Banda
Aceh ini telah melewati rasio elektrifikasi nasional sebesar 95,78% dan Aceh sebesar
96,55%.
Gambar 48 Analisis Relevansi Rasio Elektrifikasi
Sumber: Publikasi BPS
-
48
Mengingat rasio elektrifikasi telah 100%, Banda Aceh sekarang telah bisa lebih fokus
pada peningkatan kualitas pelayanan listrik, seperti pencegahan pemadaman dan lain-
lain.
2.5 Bidang Ketahanan Pangan
Salah satu prioritas dalam kebijakan pembangunan ekonomi yang ditempuh dalam
sistem ketahanan pangan adalah upaya pemenuhan kecukupan pangan dengan
menjamin tersedianya pangan dan gizi dalam jumlah dan mutu yang dibutuhkan dan
dengan harga yang terjangkau dengan memperhatikan peningkatan pendapatan petani
serta peningkatan produksi.
Ketersediaan pangan merupakan salah satu subsistem utama dalam sistem ketahanan
pangan, yang menjelaskan tentang jumlah bahan pangan yang tersedia di suatu wilayah.
Ketahanan pangan mensyaratkan ketersediaan pangan yang cukup dan berkelanjutan
sepanjang waktu. Oleh sebab itu, situasi ketersediaan pangan perlu diketahui secara
periodik.
Ketersediaan pangan adalah sejumlah bahan pangan (makanan) yang tersedia untuk
dikonsumsi setiap penduduk suatu negara/daerah dalam suatu kurun waktu tertentu
baik dalam bentuk natural maupun bentuk gizinya. Ketersediaan pangan dihitung dari
produksi dalam negeri ditambah cadangan pangan dan import dikurangi ekspor.
2.5.1. Perkembangan Harga Beras
Harga beras di Banda Aceh terus meningkat dari tahun ke tahun, sebagaimana
ditunjukkan dalam grafik berikut.
-
49
Gambar 49 Perkembangan Harga Beras per Kg di Kota Banda Aceh 2008-2012
Sumber: Banda Aceh Dalam Angka 2009-2013
2.5.2. Perkembangan harga bahan kebutuhan pokok utama
Harga bahan kebutuhan pokok utama di Kota Banda Aceh juga menunjukkan
peningkatan. Hal ini ditunjukkan dalam grafik berikut:
Gambar 50 Perkembangan Harga Bahan Kebutuhan Pokok Utama
Sumber: Banda Aceh Dalam Angka 2009-2013
Kota Banda Aceh merupakan ibu kota Provinsi Aceh dengan luas wilayah yang sangat
terbatas, sehingga lahan untuk pertanian sudah tidak tersedia. Semua kebutuhan
pangan untuk Kota Banda Aceh dipasok dari daerah lain.
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
2008 2009 2010 2011 2012
Ha
rga
(R
p/
kg
)
7184
10027 11294 11225
12801
10354 9000
9870 10588 11256
776 890 882 1006 1024
15556 15813
18529
20539 21101
0
5000
10000
15000
20000
25000
2008 2009 2010 2011 2012
Ha
rga
(R
p)
Gula pasir (Rp/kg)
Minyak goreng(Rp/kg)
Telur ayam(Rp/butir)
Daging ayam ras(Rp/kg)
-
50
Naiknya harga beras dan bahan kebutuhan pokok lain ini sangat dipengaruhi oleh laju
inflasi di Kota Banda Aceh. Keterkaitan tiga indikator ini dapat dilihat dalam grafik
berikut:
Gambar 51 Analisis Keterkaitan Indikator Ketahanan Pangan
Sumber: Banda Aceh Dalam Angka
Hal diatas menunjukkan bahwa terjadinya inflasi membuat harga barang kebutuhan
pokok terus meningkat setiap tahun. Peningkatan harga beras dan bahan pokok ini bisa
mempersulit situasi penduduk miskin karena semakin banyak pengeluaran yang
dikeluarkan untuk konsumsi sehingga mereka makin sulit keluar dari kemiskinan.
Perbandingan antar kecamatan dalam harga kebutuhan pokok di berbagai pasar di
Banda Aceh dapat ditampilkan dalam grafik berikut:
-
51
Gambar 52 Harga Bahan Kebutuhan Pokok di Pasar-Pasar Kota Banda Aceh (Juli 2013)
Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi
Dapat dilihat bahwa tidak ada perbedaan signifikan dalam harga kebutuhan pokok
beras, telur ayam, minyak goreng dan gula pasir. Namun, terdapat perbedaan harga
yang cukup jauh dalam harga daging ayam ras, dimana harga daging ayam ras di Pasar
Kp. Baru Kecamatan Baiturrahman jauh lebih murah daripada pasar-pasar lain.
2.6. Kesimpulan Bab II
Dari analisis yang dilakukan terhadap 14 indikator bidang kemiskinan, terlihat bahwa
secara umum indikator Kota Banda Aceh telah lebih baik dari pada Aceh dan nasional.
Indikator tingkat kemiskinan Kota Banda Aceh telah lebih baik daripada Provinsi Aceh
dan nasional. Sementara dalam indikator pengangguran, terlihat bahwa angka
pengangguran Kota Banda Aceh telah lebih baik dari pada Aceh namun masih lebih
tinggi daripada nasional. Kontribusi pengangguran terhadap persentase kemiskinan
tidak terlalu signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa program-program
pemberantasan kemiskinan di Banda Aceh harus fokus pada penyediaan lapangan kerja
baru dan pemberian modal usaha untuk mengejar pencapaian indikator pengangguran
nasional. Prioritas program penanggulangan kemiskinan dan pengangguran harus
diberikan kepada pengangguran lulusan SMA/ SLTA yang dominan. Sektor-sektor yang
menyerap tenaga kerja miskin terbanyak yaitu sektor perdagangan, hotel dan rumah
makan, sektor jasa pendidikan, pemerintahan, kesehatan, kemasyarakatan dan
perorangan serta sektor bangunan dan konstruksi juga perlu diberikan intervensi
khusus agar efektif mengurangi kemiskinan.
0 10000 20000 30000 40000 50000
Ulee Kareng, Ulee Kareng
Seutui, Baiturrahman
Peunayong, Kuta Alam
Kp. Baru, Baiturrahman
Daging ayam ras (ekor)
Telur ayam (butir)
Minyak goreng (liter)
Gula pasir (kg)
Beras (kg)
-
52
Indikator bidang kesehatan memperlihatkan profil yang sangat baik, dengan profil
indikator Banda Aceh rata-rata lebih baik daripada standar provinsi Aceh dan nasional.
Indikator bidang pendidikan Kota Banda Aceh juga memperlihatkan profil yang baik
secara umum. Angka melek huruf dan angka putus sekolah lebih baik daripada Aceh
dan nasional. Namun perhatian lebih perlu diberikan pada indikator angka partisipasi
kasar SMA/ MA dan angka partisipasi murni SMA/ MA. Angka partisipasi kasar Banda
Aceh yang tinggi berpengaruh pada rasio murid-guru dan rasio murid kelas yang tinggi
sehingga membuat kenyamanan belajar menurun. Sementara APM Kota Banda Aceh
juga menurun makin menjauh dari angka ideal APM sebesar 100% dalam beberapa
tahun terakhir sehingga, hal ini menunjukkan bahwa perlu ada program untuk
mengendalikan APK dan APM.
Indikator bidang infrastruktur juga secara umum memperlihatkan profil yang baik,
terutama listrik yang mencapai 100%. Indikator akses air bersih dan sanitasi juga lebih
baik daripada Aceh dan nasional. Namun, perhatian perlu diberikan pada peningkatan
cakupan pelayanan sanitasi layak (92,77%). Persentase rumah tangga dengan air
minum layak juga perlu ditingkatkan mengingat saat ini baru mencapai 83%. Prioritas
intervensi perlu dilakukan di area-area pinggiran, seperti Kecamatan Meuraxa.
Sementara dalam bidang ketahanan pangan, terlihat bahwa dua indikator utama yaitu
perkembangan harga beras dan perkembangan harga kebutuhan pokok menunjukkan
kecenderungan meningkat setiap tahun akibat inflasi. Inflasi perlu dikontrol agar tidak
menambah beban penduduk miskin di sektor konsumsi.
-
53
Bab III
PENENTUAN WILAYAH PRIORITAS DAN INTERVENSI
Analisis penentuan wilayah prioritas bertujuan untuk menentukan wilayah yang segera
memerlukan intervensi berdasarkan pengamatan terhadap indikator utama dan
indikator pendukungnya. Gambar 51 menunjukkan penentuan lokasi kecamatan
prioritas di bidang kemiskinan Kota Banda Aceh. Daerah dalam kuadran Prioritas 1
memerlukan intervensi kebijakan dan program-program penanggulangan kemiskinan
yang lebih cepat dan perlu lebih diprioritaskan.
Gambar 53 Analisis Penentuan Wilayah Prioritas dan Intervensi Bidang Kemiskinan
Sumber: Hasil Analisis, 2013
Gambar diatas menunjukkan wilayah prioritas intervensi dengan mengaitkan jumlah
penduduk miskin sebagai indikator utama dikaitkan jumlah pengangguran sebagai
indikator pendukung. Wilayah prioritas berdasarkan tingginya angka kemiskinan dan
pengangguran adalah Kecamatan Kuta Alam sebagai prioritas 1. Sedangkan prioritas II
Prioritas 1
Prioritas 2
Prioritas 3
Prioritas 4
-
54
adalah Kecamatan Ulee Kareng, kecamatan Baiturrahman dan Leung Bata. Keempat
wilayah tersebut perlu mendapatkan intervensi dengan segera, sehingga kemiskinan
dapat segera teratasi, terutama Kecamatan Kuta Alam.
Di daerah prioritas 1, angka pengangguran yang tinggi menyebabkan angka kemiskinan
tinggi. Karena itu, intervensi diarahkan untuk meningkatkan perekonomian dan
memperluas lapangan kerja. Sedangkan di daerah dengan prioritas 2, walaupun angka
pengangguran relatif lebih rendah namun angka kemiskinannya masih tinggi. Oleh
karena itu, intervensi diarahkan untuk meningkatkan pendapatan (income) penduduk.
PUEM (pengembangan usaha ekonomi masyarakat) sebagai salah satu program
penanggulangan tingkat pengangguran dan kemiskinan yang dijalankan sejak tahun
2009 menunjukkan hasil yang signifikan dengan penurunan angka pengangguran
sebesar 3% dari tahun 2010 ke 2011.
Berdasarkan analisis data dari database kemiskinan UPTB GIS, dapat dibuat peta
wilayah prioritas di tingkat desa dengan menggabungkan indikator kemiskinan dan
pengangguran di setiap desa. Peta ini dapat dilihat pada gambar berikut:
-
55
Gambar 54 Peta Wilayah Prioritas Intervensi Penanggulangan Kemiskinan Kota Banda Aceh
Sumber: Hasil Analisis 2013
Dari hasil analisis ini, didapatkan bahwa wilayah prioritas 1 adalah Desa Lambaro Skep,
Beurawe, Lambhuk, Peuniti, Punge Blang Cut, Panteriek dan Ilie. Sementara wilayah
prioritas 2 intervensi adalah Lampulo, Gampong Jawa, Ceurih dan Batoh.
-
56
Gambar 55 Analisis Penentuan Wilayah Prioritas dan Intervensi
Sumber: Hasil Analisis 2013
Dari gambar di atas, dapat dilihat lokasi wilayah prioritas di bidang kemiskinan dan
kesehatan di Kota Banda Aceh. Kecamatan Ulee Kareng, Lueng Bata dan Baiturrahman
memerlukan prioritas intervensi kebijakan dan program-program penanggulangan
kemiskinan dan angka kematian bayi. Hal tersebut dikarenakan tingginya angka
kemiskinan dan angka kematian bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup di ketiga wilayah
tersebut.
Gambar dibawah ini menunjukkan penentuan lokasi kecamatan prioritas di bidang
kesehatan, yaitu AKB terhadap kelahiran yang ditolong tenaga kesehatan terlatih. Fokus
intervensi diberikan kepada daerah yang masuk dalam prioritas 1 dan 2. Daerah-daerah
tersebut memerlukan intervensi kebijakan dan program-program penanggulangan di
bidang kesehatan yang lebih bersifat sosialisasi tentang kelahiran dengan pertolongan
tenaga medis dan penyuluhan gizi, aktifitas dan penjagaan kesehatan kandungan
selama masa kehamilan.
Prioritas 1
Prioritas 2 Prioritas 4
Prioritas 3
-
57
Gambar 56 Analisis Penentuan Wilayah Prioritas dan Intervensi
Sumber: Hasil Analisis 2013
Berdasarkan gambar di atas, AKB per 1000 kelahiran hidup sebagai indikator utama
dikaitkan persentase kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih sebagai
indikator pendukung. Wilayah prioritas berdasarkan tingginya AKB adalah kecamatan
Syiah Kuala dan Kecamatan Banda Raya. Kedua wilayah tersebut perlu mendapatkan
intervensi dengan meningkatkan angka kelahiran yang dibantu tenaga kesehatan
terlatih, sehingga AKB dapat dikurangi.
Sementara, tiga kecamatan dalam Prioritas 2 memiliki AKB yang relatif tinggi
meskipun jumlah kelahiran yang ditolong tenaga terlatih juga tinggi. Oleh karena itu,
Kecamatan Ulee Kareng, Kecamatan Leung bata, dan Kecamatan Baiturrahman
memerlukan intervensi program selain meningkatkan jumlah kelahiran yang dibantu
tenaga kesehatan terlatih untuk menurunkan AKB per 1000 kelahiran hidup, misal
penyuluhan di masa kehamilan.
Prioritas 1
Prioritas 2 Prioritas 4
Prioritas 3
-
58
Gambar 57 Analisis Penentuan Wilayah Prioritas dan Intervensi
Sumber: Hasil Analisis 2013
Dengan menggunakan jumlah penduduk miskin sebagai target intervensi dan Angka
Partisipasi Kasar (APK) sebagai indikator di bidang pendidikan pada jenjang Sekolah
Menengah Atas (SMA) dapat ditentukan wilayah-wilayah yang perlu memperoleh
prioritas intervensi. Prioritas pertama adalah wilayah dengan tingkat kemiskinan tinggi
dan APK rendah. Pada wilayah tersebut diperlukan langkah-langkah untuk
meningkatkan APK jenjang SMA dengan target penduduk usia sekolah yang berasal dari
rumah tangga miskin. Wilayah-wilayah tersebut adalah: Kecamatan Ulee Kareng,
Kecamatan Baiturrahman dan Kecamatan Leung Bata.
Pada tahun 2012 data Dinas Pendidikan Kota Banda Aceh menunjukkan bahwa APK
Kota Banda Aceh sangat tinggi yaitu sebesar 105,01%. Angka yang melebihi 100% ini
disebabkan oleh adanya siswa dengan usia lebih tua/lebih muda dibandingkan usia
standar dijenjang pendidikan SMA tetapi bersekolah di SMA.
Prioritas 3
Prioritas 4 Prioritas 2
Prioritas 1
-
59
Gambar 58 Analisis Penentuan Wilayah Prioritas dan Intervensi Terhadap Akses Air Minum Layak
Sumber: Hasil Analisis 2013
Dengan menggunakan jumlah penduduk miskin sebagai target intervensi dan proporsi
rumah tangga (RT) dengan air minum layak (%) sebagai indikator di bidang
infrastruktur dasar, dapat ditentukan wilayah-wilayah prioritas intervensi. Wilayah-
wilayah yang masuk prioritas 1 adalah Kecamatan Meuraxa, Kecamatan Banda Raya
dan Kecamatan Jaya Baru. Sedangkan, prioritas kedua adalah wilayah dengan tingkat
kemiskinan tinggi dan proporsi rumah tangga dengan akses air minum layak rendah,
yaitu Kecamatan Ulee Kareng. Wilayah-wilayah tersebut memiliki penduduk miskin
relatif tinggi namun proporsi rumah tangga dengan air minum layak cukup baik.
Berdasarkan analisis diatas, dapat disimpulkan bahwa:
a. Implementasi program-program bidang kemiskinan dan ketenagakerjaan di
daerah berlangsung efektif dan relevan untuk menurunkan tingkat kemiskinan
dan pengangguran di daerah.
Prioritas 1 Prioritas 2
Prioritas 3 Prioritas 4
-
60
b. Implementasi program-program bidang kesehatan di daerah relevan dan efektif
untuk menurunkan Angka Kematian Bayi, Angka Kematian Ibu Melahirkan, dan
prevalensi balita kekurangan gizi di daerah, tetapi membutuhkan intervensi
program-program bidang kesehatan untuk menurunkan Angka Kematian Balita
di daerah secara lebih optimal.
c. Implementasi program-program bidang pendidikan di daerah relevan dan efektif
untuk meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni
(APM), Angka Putus Sekolah, (APS), Angka Melek Huruf, dan Rasio siswa dan
guru, menunjukkan angka pencapaiannya diatas rata-rata nasional, tetapi
program-program yang mendukung partisipasi sekolah belum cukup relevan
untuk meningkatkan kualitas pendidikan di daerah.
d. Implementasi program-program bidang infrastruktur dasar di daerah relevan
dan efektif untuk meningkatkan akses dibidang sanitasi, air minum layak dan
elektrifikasi. Angka-angka di indikator tersebut menunjukkan angka pencapaian
Kota Banda Aceh di atas rata-rata provinsi Aceh dan Nasional, tetapi perhatian
perlu diberikan pada peningkatan cakupan pelayanan sanitasi layak dan air
minum layak terutama di wilayah-wilayah terluar.
Untuk dapat melakukan intervensi yang tepat sasaran, perlu ada penilaian terkait
capaian masing-masing indikator, sebagaimana ditampilkan dalam tabel berikut:
Tabel 2 Relevansi dan Efektifitas Indikator Utama
No. Bidang Indikator Utama Relevan Efektif
1 Kemiskinan dan ketenaga
kerjaan
Tingkat Kemiskinan
Tingkat pengangguran
2 Kesehatan Angka Kematian Bayi
Angka Kematian Balita
Angka Kematian Ibu Melahirkan
Prevalensi Balita Kekurangan
Gizi
3 Pendidikan Angka Partisipasi Kasar
Angka Partisipasi Murni
Angka Putus Sekolah
-
61
Angka Melek Huruf
4 Infrastruktur Dasar Akses Santiasi Layak
Akses Air Minum Layak
Rasio Elektrifikasi
5 Ketahanan pangan Perkembangan Harga Beras * *
Perkembangan Harga Bahan
Kebutuhan Pokok Utama
* *
Catatan: * Data Ketahanan Pangan di Tingkat Provinsi Aceh dan Nasional tidak bisa didapatkan.
Berdasarkan pada peringkat-peringkat intervensi sebagaimana ditunjukkan dalam
gambar-gambar intervensi wilayah sebelumnya, dapat dibangun sebuah tabel yang
menunjukkan prioritas wilayah intervensi di tingkat kota.
Tabel prioritas intervensi ini diklasifikasikan menurut peringkat prioritas per indikator
per wilayah, dengan wilayah yang mendapatkan total peringkat terendah sebagai
wilayah dengan prioritas tertinggi dan sebaliknya. Asumsi kemungkinan total peringkat
terendah wilayah terendah adalah 4 dan peringkat total wilayah tertinggi adalah 16. Hal
ini terjadi karena analisis prioritas ini hanya menggunakan 4 indikator utama yang
paling berpengaruh dan juga pertimbangan ketersediaan dan kualitas data. Dengan
demikian, maka klasifikasi prioritas dapat ditampilkan sebagai berikut:
Prioritas I: Total angka prioritas 4-7
Prioritas II: Total angka prioritas 8-10
Prioritas III: Total angka prioritas 11-13
Prioritas IV: Total angka prioritas 14-16
Hasil dari analisis peringkat prioritas wilayah secara total ditampilkan dalam tabel
berikut:
-
62
Tabel 3 Analisis Peringkat Prioritas Intervensi Wilayah
Kecamatan Tingkat
pengangguran
AKB per
1000
kelahiran
hidup
APK
SMA/MA
Akses
air
minum
layak
Total
Angka
Prioritas
Wilayah
Prioritas
Intervensi
Banda Raya 4 3 4 1 12 3
Jaya Baru 4 4 3 1 12 3
Meuraxa 3 4 4 1 12 3
Syiah Kuala 3 3 3 4 13 3
Kuta Raja 3 3 3 4 13 3
Ulee Kareng 2 1 1 2 6 1
Lueng Bata 2 1 1 3 7 1
Baiturrahman 2 1 1 3 7 1
Kuta Alam 1 2 2 3 8 2
Sumber: Hasil Analisis 2013
Tabel diatas menunjukkan kecamatan yang masuk prioritas utama adalah Kecamatan
Ulee Kareng, Kecamatan Lueng Bata, Kecamatan Baiturrahman. Sedangkan Kuta
Alam termasuk dalam prioritas kedua. Wilayah-wilayah tersebut memerlukan
prioritas intervensi program penanggulangan kemiskinan karena memiliki kondisi
kesehatan dan pendidikan yang relatif rendah, serta tingkat pengangguran yang relatif
tinggi dibanding kecamatan lain.
-
63
Bab IV
ANALISIS PENGANGGARAN
IV.1. Analisis Kesesuaian Alokasi Dengan Prioritas Pendapatan daerah Kota Banda Aceh berasal dari beberapa sumber pendapatan sebagai
berikut:
Gambar 59 Pendapatan Daerah Kota Banda Aceh
Sumber: Bappeda Kota Banda Aceh, 2013
Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa pendapatan daerah Kota Banda Aceh sangat
tergantung dari dana perimbangan, yang berkontribusi 69% terhadap pendapatan
daerah pada tahun 2012. Sedangkan 20% berasal dari lain-lain pendapatan daerah yang
sah(pendapatan transfer dari pemerintah provinsi). Sementara pendapatan asli daerah
hanya 11%. Hal ini menunjukkan bahwa Kota Banda Aceh sangat tergantung pada dana
yang berasal dari level pemerintah yang ada diatasnya. Dengan kata lain, pemerintah
perlu menyusun strategi untuk meningkatkan PAD dengan misalnya menarik investor
untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dan agar pembangunan di Kota Banda
Aceh dapat dibiayai dengan lebih berkelanjutan secara ekonomi.
Sementara itu, dari grafik sumber pendapatan daerah dibawah, dapat dilihat bahwa
sebagian besar pendapatan daerah berasal dari dana alokasi umum, yang termasuk
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
2010(APBK-P)
2011(APBK-P)
2012(APBK-P)
Lain-Lain PendapatanDaerah yang Sah(Pendapatan Transfer --Pemerintah Provinsi)
Dana Perimbangan(Pendapatan Transfer --Pemerintah Pusat)
Pendapatan Asli Daerah(PAD)
-
64
dalam dana perimbangan (pendapatan transfer dari pemerintah pusat). Setiap tahun,
penerimaan daerah terus meningkat. PAD juga mengalami peningkatan setiap tahun.
Gambar 60 Pendapatan Daerah Antar Waktu
Sumber: Bappeda Kota Banda Aceh, 2013
IV. 2. Analisis Distribusi Anggaran
Belanja sektor kota secara total Kota Banda Aceh terus meningkat setiap tahun. Hal ini
ditunjukkan pada grafik berikut:
0.00
100,000.00
200,000.00
300,000.00
400,000.00
500,000.00
600,000.00
700,000.00
800,000.00
900,000.00
2010(APBK-P)
2011(APBK-P)
2012(APBK-P)
Juta
Ru
pia
h
Pendapatan Yang Sah Lainnya
Bantuan Keuangan dari Provinsi atauPemerintah Daerah LainnyaDana Penyesuaian dan Otonomi Khsusus
Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi danPemerintah Daerah LainnyaDana Darurat
Hibah
Dana Penyesuaian
Dana Otonomi Khusus
Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Umum
Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam
Dana Bagi Hasil Pajak
Zakat
Lain-lain PAD yang sah
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yangDipisahkanRetribusi Daerah
Pajak Daerah
-
65
Gambar 61 Belanja Sektor Kota Banda Aceh
Sumber: Bappeda Kota Banda Aceh, 2013
Belanja langsung sektor sebagian besar diarahkan ke bidang otonomi daerah. Namun,
bidang-bidang yang berhubungan dengan kemiskinan seperti kesehatan, pendidikan
dan pekerjaan umum telah mendapat porsi yang cukup besar dalam skala kota.
Hal ini menunjukkan bahwa secara anggaran dalam level kota, alokasi anggaran ke
sektor-sektor ini telah cukup proporsional dan sejalan dengan program
penanggulangan kemiskinan. Hal ini juga dapat ditunjukkan dalam grafik berikut:
-
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
350,000
400,000
2010 2011 2012 2013
Be
lan
ja L
an
gsu
ng
Juta
Ru
pia
h
Syariat Islam
Industri
Kelautan dan Perikanan
Perpustakaan
Pemberdayaan Masyarakat Desa
Otonomi Daerah dll
Kesatuan Bangsa dan PolitikDalam NegeriKebudayaan
Sosial
Pemberdayaan Perempuan danPerlindungan AnakKependudukan dan Catatan Sipil
Lingkungan Hidup
Perhubungan
Perencanaan Pembangunan
Perumahan dan Permukiman
Pekerjaan Umum
Kesehatan
Pendidikan
-
66
Gambar 62 Anggaran Belanja Langsung Sektor 2013
Sumber: Bappeda Kota Banda Aceh, 2013
Pendidikan 13%
Kesehatan 12%
Pekerjaan Umum 16%
Perencanaan Pembangunan
1%
Perhubungan 2%
Lingkungan Hidup 11%
Kependudukan dan Catatan Sipil
1%
Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak 1%
Sosial 2%
Kebudayaan 3%
Kesatuan Bangsa dan
Politik Dalam Negeri
2%
Otonomi Daerah dll 27%
Pemberdayaan Masyarakat Desa
1%
Perpustakaan 0%
Kelautan dan Perikanan
2%
Industri 2%
Syariat Islam 7%
Anggaran Belanja Langsung Sektor
-
67
Bab V
TARGET DAN PRIORITAS PERCEPATAN PENANGGULANGAN
KEMISKINAN DAERAH
Untuk menanggulangi kemiskinan secara sistematis dan terarah, penetapan target dan
prioritas penanggulangan kemiskinan sangat penting untuk dilakukan. Mengacu pada
kondisi kemiskinan, analisis penentuan wilayah prioritas dan intervensi serta analisis
penganggaran yang telah diuraikan pada bab-bab terdahulu, maka target dan prioritas
percepatan penanggulangan kemiskinan yang direkomendasikan sesuai dengan
rumusan RPJMD dan dokumen pembangunan lainnya adalah sebagai berikut.
Target percepatan penanggulangan kemiskinan adalah:
1. Berkurangnya penduduk miskin sebesar 0.30 persen setiap tahunnya sejak 2013
menjadi 7 persen pada akhir tahun 2018;
2. Berkurangnya angka pengangguran dari 7,17 persen tahun 2012 menjadi 6,3
persen pada akhir tahun 2018;
3. Berkurangnya angka kematian bayi dari 14/1000 menjadi 1/1000 kelahiran pada
akhir tahun 2018;
4. Peningkatan persentase rumah tangga yang memiliki akses sanitasi layak sebesar
0.50 persen setiap tahunnya sejak 2012 menjadi 95.77 persen pada tahun 2018;
5. Peningkatan persentase rumah tangga dengan air minum layak sebesar 2 persen
setiap tahunnya sejak 2012 menjadi 95 persen pada akhir tahun 2018;
6. Terwujudnya percepatan pembangunan ekonomi di wilayah-wilayah prioritas
penanggulangan kemiskinan.
Prioritas percepatan penanggulangan kemiskinan adalah:
1. Prioritas peningkatan kesempatan kerja, investasi dan ekspor.
Upaya penurunan penduduk miskin dapat dicapai melalui perbaikan dan
peningkatan kesempatan kerja yang seluas-luasnya. Untuk mengatasi masalah
kemiskinan dan pengangguran secara berkesinambungan, diperlukan pertumbuhan
yang lebih tinggi, lebih adil serta berkesinambungan didorong oleh sumber-sumber
pertumbuhan yang lebih berkualitas. Oleh karena itu, pertumbuhan yang utamanya
digerakkan oleh sektor riil, ekspor dan investasi harus meningkat.
-
68
2. Prioritas meningkatkan kualitas tenaga kerja
Menyiapkan tenaga kerja yang memiliki keterampilan/keahlian melalui pendidikan
formal, seperti pendidikan kejuruan (vocational school) dan non formal seperti
pelatihan keterampilan (vocational training) sehingga pencari kerja memiliki daya
saing dalam mendapatkan pekerjaan. Salah satu langkah strategis yang harus
diambil adalah dengan merevitalisasi Balai Latihan Kerja (BLK) agar dapat
dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja serta
mengurangi angka pengangguran.
3. Prioritas menyusun kebijakan penguatan sektor riil
Sektor riil merupakan penggerak pertumbuhan ekonomi suatu daerah, agar sektor
riil sebagai tumpuan pertumbuhan ekonomi tetap dapat berkembang dengan baik
perlu dibuat kebijakan-kebijakan tepat sasaran. Kebijakan penguatan sektor riil
utamanya harus difokuskan untuk memajukan sektor-sektor yang berkaitan
dengan lapangan pekerjaan utama penduduk miskin, seperti sektor jasa
pendidikan, pemerintahan, kesehatan, kemasyarakatan dan perorangan, sektor
perdagangan, hotel dan rumah makan, serta sektor bangunan dan konstruksi.
4. Prioritas memperkuat ekonomi kerakyatan
Ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang menekankan pada keadilan
dalam penguasaan sumberdaya ekonomi, proses produksi dan konsumsi. Dalam
ekonomi kerakyatan kemakmuran rakyat lebih diutamakan daripada kemakmuran
individu. Dilaksanakan dengan benar-benar memberi perhatian utama kepada
rakyat kecil lewat program-program operasional yang nyata dan mampu
merangsang kegiatan ekonomi produktif di tingkat rakyat sekaligus memupuk jiwa
kewirausahaan, ekonomi kerakyatan ini dapat memberikan dampak pada
pertumbuhan ekonomi.
5. Prioritas membangun kerjasama dalam bidang agrikultur
Kebutuhan terhadap bahan pangan adalah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi
oleh semua manusia. Mengingat keterbatasan kemampuan dalam bidang
Agrikultur, dukungan dari daerah sekitarnya dalam bidang tersebut menjadi sangat
-
69
penting. Oleh karena itu, dengan tujuan mengendalikan harga bahan pokok di
pasaran, kerjasama dalam bidang agrikultur dengan daerah tetangga perlu
dilakukan. Bentuk kerjasama yang perlu dilakukan adalah mendorong daerah
tetangga yang memiliki potensi agrikultur untuk mengembangkan industri
agrikultur, sehingga dapat dijadikan sebagai pemasok utama bahan pangan. Selain
itu, secara luas kerjasama ini juga dapat mendukung pencapaian sasaran
penciptaan lapangan kerja.
6. Prioritas peningkatan aksesibilitas dan kualitas pendidikan dan kesehatan.
Peningkatan aksesisibilitas masyarakat terhadap pendidikan dan kesehatan yang
lebih berkualitas. Pendidikan dan kesehatan merupakan salah satu pilar terpenting
dalam meningkatkan kualitas manusia sebagai pelaku sekaligus objek
pembangunan. Pendidikan dan kesehatan sangat penting sebagai salah satu cara
untuk penanggulangan kemiskinan, peningkatan keadilan dan kesetaraan gender,
pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta peningkatan keadilan
sosial. Dengan kondisi kualitas pendidikan dan kesehatan penduduk masih relatif
rendah, upaya untuk memperbaiki kualitas dan akses penduduk terhadap
pendidikan dan kesehatan harus dipercepat untuk mencapai kualitas manusia yang
sejahtera dan berdaya saing.
7. Prioritas memperbaiki program perlindungan sosial
Prinsip pertama adalah memperbaiki dan mengembangkan sistem perlindungan
sosial bagi penduduk miskin dan rentan. Perlindungan sosial terdiri dari bantuan
sosial dan sistem jaminan sosial. Bantuan sosial diberikan kepada mereka yang
sangat rentan, seperti mereka yang hidup dalam kemiskinan absolut, cacat, lanjut
usia, atau mereka yang hidup di daerah terpencil.
8. Prioritas penegakan hukum, pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi.
Upaya penegakan hukum secara konsisten sangat penting untuk lebih menjamin
kepastian hukum, keadilan dan kebenaran, supremasi hukum, serta menghargai
hak asasi manusia. Perilaku korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara, akan
tetapi juga mengakibatkan ekonomi biaya tinggi, serta rusaknya moral bangsa yang
pada akhirnya menjadi beban masyarakat luas. Birokrasi yang seharusnya adalah
-
70