spkd _final version

Upload: camay-rm

Post on 09-Jan-2016

25 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kkkkkk

TRANSCRIPT

  • 1

    Bab I

    LATAR BELAKANG

    Kemiskinan merupakan masalah multidimensi dan memberikan dampak ke berbagai

    sektor kehidupan. Kemiskinan berkaitan dengan ketidakmampuan akses secara

    ekonomi, sosial, budaya, politik dan partisipasi dalam masyarakat. Arti kemiskinan

    tidak hanaya lebih dari sekedar rendahnya tingkat pendapatan atau konsumsi

    seseorang dari standar kesejahteraan terukur seperti kebutuhan kalori minimum atau

    garis kemiskinan, namun berkaitan juga dengan ketidak mampuan untuk mencapai

    aspek di luar pendapatan (non-income factors) seperti akses kebutuhan minimum,

    misalnya kesehatan, pendidikan, air bersih dan sanitasi. Lebih lanjut, kompleksitas dari

    kemiskinan bukan saja berhubungan dengan pengertian dan dimensinya saja, tetapi

    juga berkaitan dengan metode pengukuran dan intervensi kebijakan yang diperlukan

    dalam menyelesaikan masalah ini. Oleh karena itu, permasalahan ini perlu segera

    diatasi dengan menyusun langkah-langkah penanganan dan pendekatan yang sistemik,

    terpadu dan menyeluruh.

    Millenium Development Goals (MDGs) telah menetapkan target pengurangan angka

    kemiskinan pada tahun 2015 yaitu setengah dari angka kemiskinan tahun 1990. Target

    MDGs tersebut ditindak lanjuti melalui RPJMN 2010-2014 yang menetapkan target

    penurunan tingkat kemiskinan menjadi 8-10 persen pada akhir 2014. Skenario optimis

    penurunan tingkat kemiskinan berkisar pada angka 8 persen, sedangkan skenario

    moderat terdapat pada kisaran angka 10 persen dengan pertimbangan terjadi faktor-

    faktor eksternal seperti krisis ekonomi dunia yang berpengaruh pada kenaikan tingkat

    kemiskinan.

    Kunci utama dari keberhasilan suatu kebijakan atau program penanggulangan

    kemiskinan adalah perumusan strategi yang baik. Perumusan tersebut sangat penting

    karena kemiskinan merupakan masalah yang memiliki kompleksitas tinggi sehingga

    diperlukan kebijakan yang sangat bergantung pada situasi dan waktu serta kondisi

    geografis maupun kultural masing-masing daerah. Oleh karena itu, diperlukan Strategi

    Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD).

    Kota Banda Aceh yang merupakan pusat pemerintahan Provinsi Aceh memiliki

    tanggung jawab yang besar dalam mencapai target MDGs terkait dengan penurunan

  • 2

    tingkat kemiskinan. Persentase penduduk miskin Banda Aceh tahun 2011 sebesar 9,08

    persen relatif lebih rendah jika dibandingkan persentase kemiskinan di Provinsi Aceh

    yang mencapai 19,48 persen. Sedangkan, tingkat pengangguran penduduk Banda Aceh

    tahun 2011 yang sebesar 8,52 persen lebih besar dari Provinsi Aceh yang hanya 7,45

    persen. Jika dibandingkan dengan nasional, angka tersebut jauh lebih tinggi dengan

    tingkat kemiskinan nasional sebesar 12,36 persen dan persentase pengangguran

    sebesar 6,56 persen. Namun, berdasarkan data terbaru tahun 2012, tingkat

    pengangguran di Kota Banda Aceh (7,17%) sudah lebih baik dari pada tingkat

    pengangguran Aceh (9,1%) dan masih lebih besar dari tingkat pengangguran rata-rata

    nasional (6,14%).

    Dalam upaya menekan angka kemiskinan dan pengangguran tersebut, Pemko Banda

    Aceh harus bekerja lebih optimal, untuk itu, perlu dirumuskan sebuah acuan atau

    panduan dalam program penanggulangan kemiskinan yang partisipatif, integratif,

    aplikatif, ekonomis dan berkesinambungan dengan penekanan pada optimalisasi

    potensi lokal sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dengan tetap

    mempertimbangkan kemampuan daerah. Oleh karena itu, Strategi Penanggulangan

    Kemiskinan Daerah (SPKD) Kota Banda Aceh diharapkan dapat menjadi panduan ideal

    bagi semua pihak dalam penanggulangan kemiskinan secara efektif dan efisien di Kota

    Banda Aceh.

    1.1 Tujuan dan Manfaat SPKD bagi Daerah

    Tujuan disusunnya SPKD bagi Kota Banda Aceh adalah:

    1. Mempertegas komitmen semua pihak terutama Pemerintah Kota Banda Aceh

    untuk menanggulangi masalah kemiskinan,

    2. Sebagai acuan resmi bagi seluruh jajaran Pemerintah Kota Banda Aceh dalam

    menentukan arah, kebijakan serta prioritas program penanggulangan

    kemiskinan yang akan dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja daerah

    kota, provinsi dan sumber pembiayaan anggaran pendapatan dan belanja

    negara,

    3. Memudahkan seluruh jajaran aparatur pemerintah Kota Banda Aceh untuk

    memahami arah kebijakan penanggulangan kemiskinan, program dan kegiatan

    operasional tahunan dalam rentang waktu lima tahun,

  • 3

    4. Sebagai panduan umum dan operasional pelaksanaan penanggulangan

    kemiskinan di Kota Banda Aceh, dan

    5. Sebagai kerangka acuan demi mewujudkan komitmen keterpaduan program,

    peran serta pemerintah, swasta, masyarakat maupun berbagai pihak dalam

    melakukan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan secara sinergis dan

    berkelanjutan.

    Manfaat SPKD bagi Kota Banda Aceh adalah:

    1. Sebagai acuan resmi masyarakat umum dan lembaga-lembaga yang

    berkonsentrasi pada penanggulangan kemiskinan dalam rangka meningkatkan

    keberdayaan, keswadayaan dan kemandirian;

    2. Sebagai acuan bagi para pemangku kepentingan dalam berpartisipasi

    menyumbangkan sumber daya yang dimiliki, sehingga tercipta pola pikir yang

    efektif dan harmonis;

    3. Sebagai dasar kegiatan pelaksanaan penanggulangan kemiskinan daerah dan

    digunakan sebagai arahan kegiatan untuk mendukung koordinasi antar pelaku

    pembangunan (pemerintah, masyarakat dan dunia usaha) serta menjamin

    terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi antar waktu, antar satuan kerja

    perangkat daerah, antar kegiatan dan antar pemerintah kabupaten, pemerintah

    propinsi dan pemerintah pusat.

    1.2 Landasan Hukum

    Dasar hukum penyusunan SPKD adalah sebagai berikut:

    1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

    2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

    Pembangunan Nasional

    3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

    4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

    Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

    5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International

    Covenant on Economic, Social And Cultural Rights (Kovenan Internasional

    Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya).

    6. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka

    Menengah Nasional 2010-2014.

  • 4

    7. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka

    Panjang Nasional Tahun 2005-2025.

    8. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan

    Kemiskinan yang mendelegasikan pembentukan, tugas pokok dan fungsi TKPK di

    daerah.

    9. Keputusan Presiden No. 10 Tahun 2011 tentang Tim Koordinasi Peningkatan

    dan Perluasan Program Pro-Rakyat.

    10. Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang

    Berkeadilan sebagai arah implementasi program-program percepatan

    penanggulangan kemiskinan.

    11. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 42 Tahun 2010 tentang TKPK Provinsi dan

    Kabupaten/Kota yang mengatur fungsi TKPK dalam koordinasi dan

    pengendalian.

    12. Peraturan Walikota Banda Aceh No.37 Tahun 2012 tentang RPJM Kota Banda

    Aceh 2012-2017.

    13. Keputusan Walikota Banda Aceh Nomor 40 Tahun 2013 tentang Pembentukan

    Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kota Banda Aceh.

    1.3 Sistematika Penyusunan

    Sistematika penyusunan SPKD ini mengacu pada sistematika pedoman penyusunan

    SPKD yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa

    Kementerian Dalam Negeri tahun 2011, dengan rincian sebagai berikut:

    Bab I Latar Belakang

    1.1. Tujuan dan Manfaat SPKD bagi daerah

    1.2. Landasan Hukum

    1.3. Sistematika Penyusunan

    Bab II Kondisi Kemiskinan

    2.1. Kemiskinan dan Ketenagakerjaan

    2.2. Kesehatan

    2.3. Pendidikan

    2.4. Infrastruktur Dasar

    2.5. Ketahanan Pangan

    Bab III Penentuan Wilayah Prioritas dan Intervensi

  • 5

    Bab IV Analisis Penganggaran

    Bab V Target dan Prioritas Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Daerah

    Bab VI Rencana Aksi Daerah untuk Penanggulangan Kemiskinan

    Bab VII Penguatan Kelembagaan dalam Pelaksanaan SPKD

    7.1. Koordinasi dan Pengendalian

    7.2. Pemantauan dan evaluasi

    Bab VIII Kaji Ulang dan Integrasi Kebijakan

    Bab IX Penutup

  • 6

    BAB II

    KONDISI KEMISKINAN DI KOTA BANDA ACEH

    Kota Banda Aceh yang merupakan ibu kota provinsi Aceh berada di posisi paling barat

    Pulau Sumatera dan terletak antara 05030-05035 LU dan 95030-99016BT. Tinggi rata-

    rata 0,80 meter di atas permukaan laut dengan luas wilayah 61,36 Km2. Kota Banda

    Aceh memiliki 9 kecamatan dan 90 gampong (desa). Jumlah penduduk pada tahun 2012

    adalah sebanyak 238.784 jiwa dengan rata-rata kepadatan penduduk 3.892 jiwa/km2.

    Dalam rangka penanggulangan kemiskinan secara lebih efektif, Kota Banda Aceh telah

    menetapkan 14 indikator atau kriteria kemiskinan sebagaimana didefinisikan dalam

    tabel di bawah ini :

    Tabel 1 Indikator Fakir dan Miskin Kota Banda Aceh

    No Indikator Klasifikasi

    Fakir Miskin

    1 Pendapatan Rumah Tangga per

    bulan

    Kurang dari Rp 450.000 Rp 450.000 - Rp 900.000

    2 Luas lantai tempat tinggal 0 - 4 m2 / orang 5 - 7 m2 / orang

    3 Lapangan pekerjaan utama

    kepala rumah tangga

    Tidak ada Serabutan/tidak tetap

    4 Sumber air minum Sumur Sumur

    5 Frekuensi makan daging

    sapi/ayam dalam seminggu

    Tidak pernah Satu kali

    6 Kemampuan membeli pakaian

    baru selama 6 (enam) bulan

    Tidak pernah Satu kali

    7 Kemampuan berobat Puskesmas RSU

    8 Memiliki tabungan dalam bentuk

    uang atau barang

    Aset < Rp 500.000 Aset Rp 1.000.000

    9 Jenis lantai bangunan Semen kasar Semen halus

    10 Jenis dinding bangunan Kayu kualitas rendah Tembok kualitas rendah

    11 Sumber penerangan utama Petromak/pelita PLN (4 A)

    12 Kondisi kesehatan balita Kurang gizi Kurang gizi

    13 Pendidikan tertinggi yang

    ditamatkan kepala rumah tangga

    Tamat SD/MI Tamat SMP/MTs

  • 7

    14 Kemampuan menyekolahkan

    anak (usia 7-15 tahun)

    Hanya sampai SD Hanya sampai SLTA

    2.1. Kemiskinan dan Ketenagakerjaan

    2.1.1. Analisis Kecenderungan Antar Waktu dan Wilayah

    A. Kemiskinan

    Berdasarkan Banda Aceh dalam Angka 2013, jumlah penduduk miskin di Kota Banda

    Aceh tahun 2012 adalah sekitar 20.250 jiwa, atau 8,65 persen dari total penduduk kota

    sebesar 238.784 jiwa. Perkembangan angka kemiskinan di Kota Banda Aceh dari tahun

    2003 s/d 2012 dapat dilihat dalam grafik berikut:

    Gambar 1 Perkembangan Tingkat Kemiskinan Kota Banda Aceh

    Sumber: Publikasi BPS 2013

    Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa angka kemiskinan Kota Banda Aceh memiliki

    dua fase tren penurunan. Fase penurunan pertama terjadi pada tahun 2003 hingga

    2007 dimana tingkat kemiskinan menurun dari 9,71% menjadi 6,61%. Penurunan

    tajam tingkat kemiskinan selama 2006-2007 terjadi karena melimpahnya pekerjaan

    selama masa rekonstruksi dan rehabilitasi pasca tsunami 2004.

    Tahun 2008, angka kemiskinan kembali meningkat tajam dan kemudian terjadi fase

    penurunan angka kemiskinan kedua. Pasca 2009, kecenderungan ini terlihat lebih stabil

    mengingat masa rekonstruksi dan rehabilitasi telah selesai dan ekonomi kota kembali

    berjalan dalam situasi normal.

  • 8

    Penurunan angka kemiskinan sejak tahun 2010 didukung oleh meningkatnya

    pendapatan per kapita yang signifikan. PDRB per kapita Kota Banda Aceh tahun 2010

    adalah Rp. 34.304.162,-. Namun, PDRB per kapita tahun 2012 masih menjadi Rp.

    43.383.902,-. Indikator lain yang mengindikasikan perkembangan positif ini adalah

    tingginya persentase konsumsi yang dihabiskan ke konsumsi bukan makanan yang

    mencapai 53,80%. Angka ini jauh lebih tinggi daripada konsumsi non makanan Propinsi

    Aceh yang hanya 40,78%. Dua indikator ini mengindikasikan adanya peningkatan

    pertumbuhan ekonomi kota.

    Perbandingan tingkat kemiskinan di tingkat provinsi hanya dapat dilakukan

    berdasarkan data tahun 2011. Di tahun 2011, tingkat kemiskinan di Kota Banda Aceh

    (9,08%) adalah yang terbaik bila dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya,

    sebagaimana diperlihatkan dalam gambar berikut:

    Gambar 2 Perbandingan Tingkat Kemiskinan Antar Kabupaten/Kota

    Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Aceh

    Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan di Kota Banda Aceh sudah jauh lebih

    baik bila dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Aceh.

  • 9

    Mengingat data tingkat kemiskinan BPS tidak tersedia hingga tingkat kecamatan,

    analisis kemiskinan per kecamatan akan menggunakan data jumlah penduduk miskin

    dari TNP2K yang telah diolah oleh UPTD GIS Bappeda Kota Banda Aceh. Di tingkat Kota

    Banda Aceh, jumlah penduduk miskin per kecamatan diperlihatkan dalam grafik

    berikut:

    Gambar 3 Jumlah Penduduk Miskin per Kecamatan Kota Banda Aceh 2011

    Sumber: TNP2K 2013

    Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa jumlah penduduk miskin terbesar terdapat di

    Kecamatan Kuta Alam dan Kecamatan Ulee Kareng. Kuta Alam adalah salah satu area

    yang mengalami kerusakan tsunami terparah, sementara Ulee Kareng adalah wilayah

    pinggiran Kota Banda Aceh.

    Selain tingkat kemiskinan, faktor lain yang patut diperhatikan dalam memahami

    kemiskinan adalah indeks kedalaman kemiskinan P1 dan P2. Indeks Kedalaman

    Kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing

    penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh

    rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Indeks Keparahan Kemiskinan

    (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk

    miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan (GAP) pengeluaran di

    antara penduduk miskin. Keterkaitan antara indeks P1 dan P2 dengan tingkat

    kemiskinan di Kota Banda Aceh dapat dilihat dalam grafik berikut:

  • 10

    Gambar 4 Analisis Keterkaitan Indikator Bidang Kemiskinan

    Sumber: Publikasi BPS, 2012

    Grafik diatas menunjukkan adanya perubahan tingkat kedalaman (P1) dan keparahan

    kemiskinan (P2) di Banda Aceh. Meningkatnya nilai indeks P1 tahun 2012 di Kota

    Banda Aceh menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin Kota Banda

    Aceh semakin menjauh dari garis kemiskinan sehingga menyebabkan mereka lebih sulit

    keluar dari garis kemiskinan. Sementara itu, meningkatnya indeks P2 menunjukkan

    bahwa ketimpangan pengeluaran antara penduduk miskin di Kota Banda Aceh semakin

    tinggi.

    B. Pengangguran

    Pengangguran terbuka merupakan bagian dari angkatan kerja yang tidak bekerja atau

    sedang mencari pekerjaan (baik bagi mereka yang belum pernah bekerja sama sekali

    maupun yang sudah pernah berkerja), atau sedang mempersiapkan suatu usaha.

    Mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin untuk

    mendapatkan pekerjaan dan mereka yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai

    bekerja.

  • 11

    Tingkat pengangguran terbuka di Banda Aceh sangat fluktuatif dari tahun ke tahun.

    Namun, dalam beberapa tahun terakhir tingkat pengangguran menurun tajam dari

    11,56% pada 2010 menjadi 8,52% pada 2011 dan 7,17% pada 2012. Perkembangan

    tingkat pengangguran terbuka di Banda Aceh dapat dilihat dalam tabel berikut:

    Gambar 5 Perkembangan Tingkat Pengangguran

    Sumber: Publikasi BPS 2013

    Grafik diatas menunjukkan bahwa meskipun tingkat pengangguran di Kota Banda Aceh

    fluktuatif, namun dalam tiga tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun.

    Jika dibandingkan dengan pemerintahan di atasnya berdasarkan data perbandingan

    tahun 2012, tingkat pengangguran di Kota Banda Aceh (7,17%) sudah lebih baik dari

    pada tingkat pengangguran Aceh (9,1%) namun masih di atas tingkat pengangguran

    rata-rata nasional (6,14%). Hal ini ditampilkan dalam gambar berikut:

  • 12

    Gambar 6 Posisi Relatif Tingkat Pengangguran Aceh

    Sumber: Publikasi BPS 2013

    Tingginya tingkat pengangguran Kota Banda Aceh lebih disebabkan karena tingginya

    arus migrasi dari daerah lain di Aceh dan luar Aceh, mengingat Banda Aceh adalah pusat

    ekonomi dan pemerintahan Propinsi Aceh. Hal ini dipicu oleh kesenjangan pendapatan

    per kapita antara Banda Aceh dan kabupaten/kota lain. Berdasarkan data tahun 2010,

    PDRB per kapita Kota Banda Aceh adalah sebesar Rp.34,7 juta, jauh di atas rata-rata

    pendapatan per kapita Propinsi Aceh yaitu sebesar Rp.17,2 juta rupiah dan juga telah

    melebihi pendapatan per kapita Indonesia yaitu sebesar Rp. 27 juta. Hal ini

    menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan dan ekonomi Kota Banda Aceh sudah lebih

    baik daripada Aceh dan nasional.

    Mengingat data tingkat pengangguran BPS tidak tersedia hingga tingkat kecamatan,

    dasar untuk analisis pengangguran per kecamatan diambil data jumlah pengangguran

    dari TNP2K. Di tingkat kota, jumlah pengangguran per kecamatan di Kota Banda Aceh

    ditampilkan dalam grafik berikut:

  • 13

    Gambar 7 Jumlah Pengangguran per Kecamatan

    Sumber: TNP2K 2013

    Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa angka pengangguran terbesar terdapat di

    Kecamatan Kuta Alam dan Kuta Raja, yang termasuk dalam area pusat kota. Dua

    kecamatan ini memiliki tingkat migrasi paling tinggi di Kota Banda Aceh pada tahun

    2011, yaitu sekitar 1.700 migran. Hal ini sekaligus mengindikasikan hubungan erat

    migrasi dan pengangguran sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya.

    2.1.2. Analisis Relevansi dan Efektifitas

    Dalam hal relevansi, kecenderungan penurunan kemiskinan di Kota Banda Aceh relevan

    dengan kecenderungan penurunan tingkat kemiskinan di level Provinsi Aceh maupun

    nasional. Analisis relevansi tingkat kemiskinan dapat diperlihatkan dalam gambar

    berikut:

  • 14

    Gambar 8 Relevansi Tingkat Kemiskinan

    Sumber: Publikasi BPS dan bps.go.id, 2013

    Sementara kecenderungan (trendline) perkembangan tingkat kemiskinan di Kota Banda

    Aceh dapat dilihat dalam grafik berikut:

    Gambar 9 Analisis Efektifitas

    Sumber: Publikasi BPS 2013

    Grafik diatas menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di Kota Banda Aceh

    menunjukkan kecenderungan menurun dalam sepuluh tahun terakhir. Hal ini

    menunjukkan bahwa program-program pengentasan kemiskinan dan perkembangan

    ekonomi kota Banda Aceh telah berhasil mengurangi kemiskinan secara efektif.

  • 15

    Di antara program pengentasan kemiskinan yang dijalankan pemerintah Kota Banda

    Aceh adalah program PUEM (Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat). Sejak

    dicanangkan pada tahun 2009, total debitur PUEM hingga tahun 2012 telah mencapai

    2.227 debitur. Total jumlah debitur PUEM tahun 2012 adalah 414 orang, yang mana

    menurun dari tahun 2010 sebanyak 701 orang dan 664 orang pada tahun 2011.

    Penurunan ini terjadi karena tersalurkannya dana revolving PUEM-Gampong (PUEM-G)

    di tingkat gampong (desa) sehingga sebagian masyarakat beralih menggunakan dana

    PUEM-G.

    Banyaknya debitur menunjukkan bahwa Program Pengembangan Usaha Ekonomi

    Masyarakat (PUEM) ini disambut positif oleh masyarakat untuk meningkatkan

    kesejahteraan masyarakat ekonomi lemah (penghasilan rendah) dan dapat

    menurunkan angka pengangguran sejak dicanangkan tahun 2009, sebagaimana

    diperlihatkan dalam gambar berikutnya.

    Namun, uniknya tingkat pengangguran di Kota Banda Aceh justru terlihat stabil jika

    mengikuti trendline yang ditarik dari tahun 2007. Sebagaimana yang dijelaskan

    sebelumnya, hal ini dipicu oleh migrasi masuk dari daerah-daerah sekitar Banda Aceh

    karena pertumbuhan ekonomi Banda Aceh jauh melebihi Provinsi Aceh, sehingga

    mengurangi pengaruh positif pertumbuhan PDRB per kapita yang tajam.

    Gambar 10 Analisis Efektifitas Indikator Pengangguran

    Sumber: Publikasi BPS 2013

  • 16

    Dalam analisis relevansi sebagaimana yang ditunjukkan dalam gambar di bawah ini,

    dapat dilihat bahwa tingkat pengangguran terbuka Banda Aceh menurun dan sudah

    relevan dengan penurunan angka pengangguran di tingkat nasional. Dalam hal

    perbandingan, tingkat pengangguran Kota Banda Aceh (7,17%) sudah lebih baik dari

    Aceh (9,10%), namun masih di atas tingkat pengangguran nasional (6,14%). Analisis

    relevansi tingkat pengangguran terbuka adalah sebagai berikut:

    Gambar 11 Relevansi Tingkat Pengangguran

    Sumber: Publikasi BPS 2013

    UPTB GIS Bappeda Banda Aceh telah mengembangkan database kemiskinan yang

    menyediakan data kemiskinan yang sangat detail. Database ini mengintegrasikan data-

    data kemiskinan yang diperoleh dari berbagai program penanggulangan kemiskinan

    yang selama ini berjalan. Data-data dari database kemiskinan ini dapat dijadikan dasar

    untuk analisis karakteristik kemiskinan dan pengangguran yang lebih dalam di Kota

    Banda Aceh. Hasil dari analisi ini dapat dijadikan input untuk menciptakan strategi

    penanggulangan kemiskinan yang lebih efektif.

    Dari analisis berdasarkan database kemiskinan ini, didapatkan berbagai fakta menarik.

    Dari analisis data individu pengangguran dengan data penduduk miskin berdasarkan

    data dari Jamkesmas, didapatkan bahwa dari 29.641 penduduk miskin, hanya 1.903

    jiwa atau 6,4% dari penduduk miskin yang menganggur. Hal ini menunjukkan bahwa

    sebagian besar penduduk miskin telah bekerja.

  • 17

    Dari database kemiskinan, dengan sampel data 9.048 individu miskin dari 29.641

    penduduk miskin berdasarkan data TNP2K, didapatkan hasil analisis distribusi sektor

    pekerjaan penduduk miskin sebagaimana ditampilkan dalam grafik berikut:

    Gambar 12 Penduduk Miskin Berdasarkan Pekerjaan

    Sumber: Hasil Analisis 2013

    Dari grafik diatas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar penduduk miskin bekerja di

    sektor perdagangan, hotel dan rumah makan (28%), sektor jasa pendidikan,

    pemerintahan, kesehatan, kemasyarakatan dan perorangan (23%) serta sektor

    bangunan dan konstruksi (17%).

    Berdasarkan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa pengangguran bukanlah

    penyebab utama kemiskinan di Kota Banda Aceh. Penyebab kemiskinan utama adalah

    rendahnya gaji/ pendapatan yang didapatkan penduduk miskin dari pekerjaan di tiga

    Bangunan / konstruksi

    17%

    Industri pengolahan

    3%

    Informasi & komunikasi

    0%

    Jasa pendidikan, pemerintahan, kesehatan dll

    23%

    Keuangan & asuransi 0%

    Lainnya 7%

    Listrik & gas 1%

    Perdagangan Hotel & rumah makan

    28%

    Perikanan tangkap dan

    budidaya 5%

    Pertambangan / penggalian

    0%

    Pertanian, kehutanan, perkebunan dan

    hortikultura 1%

    Peternakan 2% Transportasi &

    pergudangan 13%

    Chart Title

  • 18

    sektor tersebut. Fakta ini bisa dijadikan salah satu main input bagi strategi

    penanggulangan kemiskinan Kota Banda Aceh.

    Dari database kemiskinan Bappeda Banda Aceh dengan data yang tersedia 24.976

    sampel dari total 29.461 penduduk miskin, juga didapatkan kesimpulan bahwa

    kemiskinan sangat erat hubungannya dengan tingkat pendidikan. Hanya 4% dari total

    penduduk miskin memiliki ijazah perguruan tinggi. Selebihnya adalah penduduk

    dengan ijazah SMA atau lebih rendah. Hal ini ditunjukkan dalam grafik berikut:

    Gambar 13 Penduduk Miskin Berdasarkan Pendidikan

    Sumber: Hasil Analisis 2013

    Grafik tingkat pendidikan penduduk miskin di atas dapat dijadikan dasar untuk

    memetakan hubungan antara sektor yang banyak menyerap penduduk miskin dan

    tingkat pendidikannya. Penyebab tingginya penyerapan tenaga kerja dari golongan

    penduduk miskin di tiga sektor (sektor perdagangan, hotel dan rumah makan, sektor

    jasa pendidikan, pemerintahan, kesehatan, kemasyarakatan dan perorangan serta

    sektor bangunan dan konstruksi) adalah karena sektor-sektor ini mencakup banyak

    jenis pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian dan kualifikasi tinggi. Hal ini

    membuat mereka mendapat gaji/ pendapatan yang rendah sehingga mereka termasuk

    dalam golongan miskin.

    Dari database kemiskinan, juga didapatkan kesimpulan bahwa jumlah anggota rumah

    tangga miskin sebagian besar adalah 3-6 jiwa, yang mana adalah jumlah rata-rata

    rumah tangga di Kota Banda Aceh. Oleh karena itu, banyaknya anggota keluarga tidak

    Perguruan Tinggi

    4%

    SD/sederajat 20%

    SMA/sederajat 34%

    SMP/sederajat 22%

    Tidak punya ijazah 20%

    Penduduk Miskin Berdasarkan Pendidikan

  • 19

    terlalu berpengaruh bagi peningkatan angka kemiskinan secara makro. Hal ini

    ditampilkan dalam grafik berikut:

    Gambar 14 Jumlah Rumah Tangga Miskin

    Sumber: Hasil Analisis 2013

    Sementara dari data pengangguran di usia produktif 15-65 dengan populasi total

    10.835 jiwa, didapatkan bahwa sebagian besar pengangguran adalah tamatan SLTA. Hal

    ini diperlihatkan dalam grafik berikut:

    2%

    9%

    21%

    26%

    19%

    12%

    6%

    3%

    1% 1% 0% 0%

    Jumlah Rumah Tangga Miskin berdasarkan Jumlah Anggota Rumah Tangga

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    10

    11

    lebih dari 12

  • 20

    Gambar 15 Pengangguran Berdasarkan Tingkat Pendidikan

    Sumber: Hasil Analisis 2013

    Hal ini menunjukkan lulusan SMA/ sederajat cukup kesulitan mendapatkan kerja di

    Kota Banda Aceh. Dengan begitu, bisa dikatakan bahwa persyaratan pekerja untuk

    pekerjaan dengan gaji memadai di Banda Aceh telah cukup tinggi.

    2.2. Kesehatan

    Kesehatan adalah hak dasar setiap individu dan semua warga negara berhak mendapat

    pelayanan kesehatan, termasuk masyarakat miskin. Konstitusi negara dan Undang-

    Undang No 40/2004 tentang sistem Jaminan Sosial Nasional mengamanatkan untuk

    memberikan perlindungan bagi fakir miskin, anak dan orang terlantar serta orang tidak

    mampu melalui pembiayaan kesehatan yang dijamin Pemerintah.

    Kementerian Kesehatan menetapkan kebijakan untuk lebih memfokuskan perhatian

    pelayanan kesehatan terhadap masyarakat miskin dan tidak mampu. Dasar

    pemikirannya adalah memenuhi kewajiban pemerintah dan juga ditemukannya adanya

    hubungan langsung antara status kesehatan dengan tingkat produktifitas penduduk

    suatu daerah. Semakin baik status kesehatan penduduk suatu daerah semakin baik

    tingkat ekonominya. Dengan demikian, peningkatan kesejahteraan masyarakat di

    daerah tersebut juga akan lebih cepat.

    Akademi/Diploma III/S. Muda

    4%

    Diploma I/II 2%

    Diploma IV/Strata I

    8%

    SLTA/Sederajat 41%

    SLTP/Sederajat 19%

    Strata II 0%

    Strata III 0%

    Tamat SD/Sederajat

    11%

    Tidak/Belum Sekolah

    5%

    Tidak Tamat SD/Sederajat

    10%

    Pengangguran Berdasarkan Tingkat Pendidikan

  • 21

    Saat ini pemerintah sedang memantapkan penjaminan kesehatan melalui Jamkesmas

    sebagai awal dari pencapaian penjaminan kesehatan bagi seluruh penduduk.

    Jamkesmas diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan umur

    harapan hidup, menurunkan angka kematian ibu melahirkan dan menurunkan angka

    kematian bayi dan balita.

    Pemerintah Kota Banda Aceh melalui dinas kesehatan yang diteruskan ke tingkat

    puskesmas dan jejaringnya telah berupaya untuk melakukan berbagai upaya dalam

    meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Kota Banda Aceh. Upaya kesehatan yang

    dilakukan lebih diarahkan pada upaya promotifpreventif yang didukung juga dengan

    upaya kuratifrehabilitatif bagi masyarakat yang terlanjur menderita penyakit.

    Indikator utama analisis kondisi kemiskinan dan kesejahteraan rakyat bidang

    kesehatan meliputi angka kematian bayi (AKB), angka kematian balita (AKBa), angka

    kematian ibu melahirkan (AKI) dan prevalensi balita kekurangan gizi.

    2.2.1. Analisis Kecenderungan Antar Waktu dan Wilayah

    1. Angka Kematian Bayi

    Angka kematian bayi adalah angka kematian yang terjadi pada usia 0 sampai dengan 11

    bulan. Angka kematian bayi di Kota Banda Aceh menunjukkan penurunan jika dilihat

    dari kecenderungan perkembangan AKB sejak 2007 hingga 2012. AKB menurun dari 5

    di tahun 2007 menjadi 3 pada 2012. Hal ini ditunjukkan dalam grafik berikut:

    Gambar 16 Perkembangan Angka Kematian Bayi 2007-2012

    Sumber: Dinkes Kota Banda Aceh 2013

  • 22

    Kecenderungan penurunan AKB ini hingga ke level di bawah kurang dari 40 (level

    dimana sudah sangat sulit dilakukan upaya penurunan) menunjukkan bahwa tingkat

    kesehatan bayi dan kesehatan reproduksi di Kota Banda Aceh sudah sangat baik.

    Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, Banda Aceh memiliki angka

    kematian bayi yang cukup rendah jika dibandingkan dengan kabupaten/ kota lain di

    Provinsi Aceh. Data ini sedikit berbeda dengan data dari Dinas Kesehatan Kota Banda

    Aceh. Perbandingan ini dapat dilihat dalam gambar berikut:

    Gambar 17 Perbandingan AKB Antar Kabupaten

    Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Aceh

    Sementara perbandingan angka kematian bayi di Banda Aceh antar kecamatan dapat

    dilihat dalam grafik berikut:

  • 23

    Gambar 18 Perbandingan AKB Antar Wilayah

    Sumber: Dinkes Kota Banda Aceh 2013

    Perbedaan antar wilayah dalam angka kematian bayi tidak terlalu mencolok karena

    angka kematian bayi di Banda Aceh sangat rendah. Meskipun upaya untuk membuat

    AKB menjadi nol sangat sulit, perhatian lebih serius perlu diberikan pada dua

    kecamatan yang memiliki AKB tertinggi yaitu Lueng Bata dan Kutaraja.

    Penurunan angka kematian bayi di Kota Banda Aceh tidak terlepas dari pengaruh positif

    indikator-indikator pendukung. Penurunan AKB didukung oleh rendahnya jarak yang

    ditempuh ke puskesmas terdekat (rata-rata 4,8 km), ketersediaan tenaga medis yang

    ditunjukkan dengan tingginya rasio bidan serta semakin meningkatnya jumlah

    kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih. Keterkaitan faktor ini terlihat

    dalam grafik berikut:

  • 24

    Gambar 19 Analisis Keterkaitan Indikator Bidang Kesehatan

    Sumber: Dinkes Kota Banda Aceh 2013

    2. Angka Kematian Balita (AKBa)

    Angka Kematian Balita (AKBa) adalah jumlah kematian yang terjadi pada anak umur 1

    sampai 5 tahun per 1.000 anak balita.

    Kota Banda Aceh memiliki angka kematian balita yang sangat baik, dimana sejak 2007

    hingga 2012 hanya terjadi satu kematian balita, yaitu pada tahun 2009. AKBa pada

    tahun 2012 adalah nol. Karena itu, perbandingan AKBa antar kecamatan tidak perlu

    ditampilkan. Tidak adanya kejadian kematian balita di Kota Banda Aceh dalam

    beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan

    anak-anak bertempat tinggal serta pemeliharaan kesehatannya sudah sangat baik.

    Grafik perkembangan AKBa di Kota Banda Aceh adalah sebagai berikut:

  • 25

    Gambar 20 Perkembangan Angka Kematian Balita

    Sumber: Dinkes Kota Banda Aceh 2013

    Sementara itu, perbandingan AKBa per kabupaten/ kota tidak dapat dilakukan karena

    data tidak tersedia.

    3. Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI)

    Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh, angka

    kematian ibu melahirkan di Kota Banda Aceh cukup rendah. Hal ini menunjukkan

    bahwa derajat kesehatan perempuan di Kota Banda Aceh telah sangat baik. Seperti

    halnya angka kematian bayi, rendahnya angka kematian ibu melahirkan di Kota Banda

    juga dipengaruhi secara positif oleh rasio bidan yang tinggi dan pertolongan dari tenaga

    kesehatan dalam proses kelahiran. Grafik AKI di Kota Banda Aceh adalah sebagai

    berikut:

  • 26

    Gambar 21 Perkembangan Angka Kematian Ibu Melahirkan

    Sumber: Dinkes Kota Banda Aceh 2013

    Di tingkat provinsi, angka kematian ibu melahirkan di Banda Aceh adalah yang paling

    rendah di Aceh. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan ibu di Kota Banda Aceh adalah

    yang terbaik di Aceh, sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut:

    Gambar 22 Perbandingan AKI di Provinsi Aceh

    Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Aceh

  • 27

    Di tingkat Kota Banda Aceh, satu-satunya kecamatan yang memiliki kejadian kematian

    ibu melahirkan di tahun 2012 adalah Kecamatan Ulee Kareng. Hal ini menunjukkan

    bahwa wilayah ini patut diperhatikan dalam upaya menekan AKI hingga nol. Setelah

    dikonversi ke dalam angka kematian ibu melahirkan per 100.000 kelahiran hidup,

    grafik AKI Kota Banda Aceh adalah sebagai berikut:

    Gambar 23 Perbandingan AKI Antar Wilayah

    Sumber: Dinkes Kota Banda Aceh 2013

    4. Prevalensi Balita Gizi Kurang

    Prevalensi balita gizi kurang adalah salah satu indikator yang digunakan untuk

    memonitor status kesehatan balita mengingat balita bergizi kurang memiliki

    kemungkinan resiko kematian tinggi, menghambat pertumbuhan dan mempengaruhi

    kesehatannya di kemudian hari.

    Prevalensi balita gizi kurang di Banda Aceh terus menunjukkan kecenderungan

    menurun, sebagaiman ditunjukkan dalam grafik di bawah. Hal ini menunjukkan bahwa

    kualitas gizi balita di Kota Banda Aceh semakin baik. Perkembangan antar waktu

    prevalensi balita kekurangan gizi di Banda Aceh dapat dilihat dalam grafik berikut:

  • 28

    Gambar 24 Perkembangan Prevalensi Balita Gizi Kurang

    Sumber: Dinkes Kota Banda Aceh 2013

    Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, secara umum prevalensi balita kurang gizi Kota

    Banda Aceh telah cukup baik. Secara wilayah, prevalensi balita kurang gizi tertinggi

    terletak di Kecamatan Lueng Bata, sebagaimana ditunjukkan dalam grafik dibawah.

    Oleh karena itu, kecamatan ini bisa menjadi area prioritas program pengurangan angka

    balita kurang gizi.

    Gambar 25 Perbandingan Prevalensi Balita Gizi Kurang Antar Wilayah

    Sumber: Dinkes Kota Banda Aceh 2013

  • 29

    Dari analisis yang dilakukan terhadap indikator kesehatan di atas, dapat disimpulkan

    bahwa Kota Banda Aceh memiliki indikator kesehatan dan juga kualitas kesehatan yang

    baik.

    2.2.2. Analisis Relevansi dan Efektifitas

    1. Angka Kematian Bayi

    Angka kematian bayi di Kota Banda Aceh sejak tahun 2002 selalu lebih baik dari Aceh

    dan nasional. AKB di Kota Banda Aceh menunjukkan kecenderungan menurun,

    sementara dalam beberapa tahun terakhir AKB Aceh justru meningkat. Banda Aceh

    sebaliknya berhasil mengikuti penurunan angka kematian bayi nasional.

    Gambar 26 Analisis Relevansi AKB

    Sumber: Dinkes Kota Banda Aceh 2013, Dinkes Propinsi Aceh 2013

    2. Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI)

    Angka kematian ibu melahirkan Kota Banda Aceh tahun 2012 adalah sebesar

    21/100.000. Angka ini telah jauh lebih baik daripada AKI Aceh yang mencapai 189/

    100.000 kelahiran. AKI Aceh cenderung berfluktuasi dari tahun ke tahun. Sementara

    AKI Kota Banda Aceh telah sangat sulit diturunkan karena telah sangat rendah. Analisis

    relevansi AKI adalah sebagai berikut:

  • 30

    Gambar 27 Analisis Relevansi Angka Kematian Ibu Melahirkan

    Sumber: Dinkes Kota Banda Aceh, Dinkes Provinsi Aceh 2013

    3. Prevalensi Balita Kekurangan Gizi

    Prevalensi balita kekurangan gizi Kota Banda Aceh dan Provinsi Aceh menunjukkan

    kecenderungan menurun sehingga bisa dikatakan relevan. Namun, prevalensi balita

    kekurangan gizi Kota Banda Aceh telah jauh lebih baik dari Propinsi Aceh. Hal ini tidak

    terlepas dari tingkat kesejahteraan Kota Banda Aceh yang telah jauh lebih baik bila

    dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lainnya. Analisis relevansi balita

    kekurangan gizi ditunjukkan dalam gambar berikut:

    85

    124

    73

    23

    104

    21

    190

    156

    193

    158

    189

    0

    50

    100

    150

    200

    250

    2007 2008 2009 2010 2011 2012

    An

    gka

    Kem

    atia

    n I

    bu

    Mel

    ahir

    kan

    p

    er 1

    00

    .00

    0 K

    elah

    iran

    Angka Kematian Ibu Melahirkan

    Banda Aceh

    Aceh

  • 31

    Gambar 28 Analisis Relevansi Balita Kekurangan Gizi

    Sumber: Dinkes Kota Banda Aceh

    Sementara analisis relevansi untuk angka kematian balita tidak dapat dilakukan karena

    angka pembanding di tingkat nasional dan Aceh tidak dapat diperoleh.

    Semua indikator-indikator utama bidang kesehatan menunjukkan adanya penurunan

    angka yang sangat signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa ada peningkatan kualitas

    kesehatan di Kota Banda. Hal ini ditunjukkan dalam gambar berikut:

  • 32

    Gambar 29 Analisis Efektifitas Indikator Kesehatan

    Sumber: Dinkes Kota Banda Aceh 2013

    Analisis efektifitas diatas menunjukkan bahwa program-program pengentasan

    kemiskinan di bidang kesehatan telah berjalan sangat baik sehingga berperan dalam

    peningkatan kualitas hidup di Kota Banda Aceh. Hal ini didukung oleh keberhasilan

    program-program kesehatan dari pemerintah seperti Jamkesmas (Jaminan Kesehatan

    Masyarakat), Jampersal (Jaminan Persalinan) dan JKA (Jaminan Kesehatan Aceh), yang

    berhasil menjangkau rakyat miskin sehingga mampu menurunkan secara signifikan

    angka kematian bayi dan balita, angka kematian ibu melahirkan dan prevalensi balita

    gizi kurang di Kota Banda Aceh.

    2.3. Pendidikan

    Pendidikan adalah salah satu urusan wajib Pemerintah untuk memenuhi hak dasar

    setiap individu dan semua warga negara. Undang-Undang No 20/2003 tentang sistem

    Pendidikan Nasional mengamanatkan setiap warga negara berhak mendapatkan

    layanan pendidikan berkualitas untuk mencerdaskan warga negara dan bangsa.

  • 33

    Saat ini Kementerian Pendidikan Nasional menetapkan kebijakan untuk lebih

    memfokuskan penuntasan wajib belajar 12 tahun. Dasar pemikirannya adalah

    kewajiban dasar pemerintah dan juga hasil kajian bahwa pencapaian wajib belajar 12

    tahun berdampak pada peningkatan kesempatan mendapatkan pendidikan bagi warga

    negara sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

    Pemerintah terus memantapkan penjaminan layanan pendidikan melalui berbagai

    kebijakan seperti meningkatkan anggaran pendidikan hingga 20% dari APBN,

    peningkatan dana BOS dan lainnya, yang merupakan langkah awal dari peningkatan

    akses pelayanan pendidikan bagi seluruh warga negara. Penyaluran dana BOS

    diharapkan dapat meringankan beban masyarakat dalam mendapatkan layanan

    pendidikan.

    Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Banda Aceh adalah leading institution

    dalam sektor pendidikan sebagaimana ditetapkan melalui kebijakan Pemerintah Kota

    Banda Aceh. Disdikpora adalah eksekutor di tingkat teknis dalam bidang pendidikan

    dan juga berkoordinasi dan mengkoordinasi satuan pendidikan masing-masing jenjang.

    Disdikpora terus berupaya melakukan berbagai inovasi dalam meningkatkan akses

    pelayanan pendidikan yang berkualitas bagi masyarakat Kota Banda Aceh. Upaya

    peningkatan akses pelayanan pendidikan yang dilakukan diarahkan pada pencapaian

    standar pelayanan minimal yang telah ditetapkan serta upaya inovatif lain untuk lebih

    memberikan kepuasan bagi masyarakat, terutama pada peningkatan sumber daya

    manusia.

    Indikator-indikator dari bidang pendidikan yang dapat memberikan gambaran

    terhadap pencapaian akses layanan pendidikan yang berkualitas dalam bidang

    pendidikan adalah angka partisipasi kasar (APK), angka partisipasi murni (APM), angka

    putus sekolah (APS) dan angka melek huruf.

    2.3.1. Analisis Kecenderungan Antar Waktu dan Wilayah

    1. Angka Partisipasi Kasar (APK)

    Mengingat pemerintah telah mewajibkan pendidikan wajib 12 tahun, angka partisipasi

    kasar yang digunakan dalam analisis ini adalah APK tingkat SMA/ MA.

  • 34

    APK Kota Banda Aceh telah mencapai angka lebih dari 100%. Hal ini menunjukkan

    bahwa cukup banyak siswa yang terlalu cepat atau terlalu lambat masuk SMA/ MA.

    Perkembangan antar waktu APK SMA/ MA di Kota Banda Aceh menunjukkan

    kecenderungan menurun menuju angka ideal 100%, sebagaimana ditunjukkan dalam

    grafik berikut:

    Gambar 30 Angka Partisipasi Kasar SMA/MA

    Sumber: Disdikpora Kota Banda Aceh

    Secara wilayah, APK tertinggi terdapat di Kuta Alam dan Banda Raya. Hal ini

    menunjukkan bahwa banyak siswa di area ini yang terlalu cepat masuk atau terlalu tua

    lulus SMA. Hal ini juga dipengaruhi oleh tingginya jumlah murid yang berasal dari luar

    daerah. APK SMA/ MA dapat dilihat dalam grafik berikut:

    Gambar 31 Perbandingan APK SMA/ MA Antar Kecamatan

    Sumber: Disdikpora Kota Banda Aceh

    103.13

    110.64

    107.65

    105.01

    98

    100

    102

    104

    106

    108

    110

    112

    2009 2010 2011 2012

    AP

    K

    Angka Partisipasi Kasar SMA/ MA Banda Aceh

  • 35

    Perkembangan angka partisipasi kasar sangat mempengaruhi kondisi belajar karena

    saat APK tinggi, rasio murid-guru dan rasio murid-kelas ikut meningkat. Keterkaitan

    tiga indikator dalam kasus Kota Banda Aceh ini dapat dilihat dalam grafik berikut:

    Gambar 32 Analisis Keterkaitan APK dengan Rasio Murid-Kelas dan Rasio Murid-Guru

    Sumber: Banda Aceh Dalam Angka

    Rasio murid guru dan murid-kelas yang terlalu tinggi dapat menurunkan kenyamanan

    belajar. Dengan kata lain, kenyamanan belajar dapat menurun saat APK terlalu tinggi.

    Hal ini menunjukkan bahwa perlu upaya penurunan APK menuju angka ideal 100%

    dengan membatasi jumlah murid. Hal ini telah dilakukan pemerintah kota sejak 2010

    dengan pembatasan penerimaan jumlah siswa dari luar Banda Aceh.

    2. Angka Partisipasi Murni (APM)

    Angka partisipasi murni Kota Banda Aceh menunjukkan selisih yang cukup jauh dengan

    angka partisipasi kasar. Hal ini menunjukkan bahwa banyak siswa di Kota Banda Aceh

    yang terlalu cepat atau terlalu lambat bersekolah. Hal ini dapat dilihat di tahun 2012,

    dimana APM mencapai 70,72% sementara APK menunjukkan angka 105,01%. Hal ini

    menunjukkan bahwa terdapat proporsi lebih dari 35% siswa yang terlalu cepat atau

    terlalu lambat masuk SMA.

  • 36

    Secara umum, angka partisipasi murni pada SMP, SMA dan SMK tidak mencapai 100 %.

    Kecenderungan ini diakibatkan oleh masih adanya anak usia sekolah di Kota Banda

    Aceh yang tidak melanjutkan lagi pada pendidikan formal setelah tamat SD. Sebagian

    dari mereka lebih memilih untuk melanjutkan pendidikan pada pasantren-pasantren

    atau dayah.

    Dalam beberapa tahun terakhir terjadi penurunan APM di tingkat SMA/ MA dan juga di

    jenjang pendidikan lain karena penerimaan siswa dari luar Kota Banda Aceh sudah

    dibatasi.

    Perkembangan APM SMA/ MA Kota Banda Aceh dapat dilihat sebagai berikut:

    Gambar 33 Perkembangan APM SMA/ MA

    Sumber: Disdikpora dan BPS Kota Banda Aceh

    Angka partisipasi murni SMA/ MA Banda Aceh juga menunjukkan sebaran spasial yang

    terkonsentrasi di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Banda Raya (164,45%) dan Kuta

    Alam (140,58). Angka APM yang lebih tinggi dari 100% juga menunjukkan adanya

    indikasi banyaknya murid dari luar daerah yang bersekolah di daerah tersebut.

  • 37

    Gambar 34 Perbandingan APM SMA/ MA Antar Kecamatan

    Sumber: Disdikpora Kota Banda Aceh

    3. Angka Putus Sekolah (APS)

    Dalam beberapa tahun berakhir, Banda Aceh beberapa kali mencapai angka putus

    sekolah yang mencapai nol. Tapi, di tahun 2012, kembali ada siswa yang putus sekolah.

    Hal ini menunjukkan bahwa efektifitas bantuan pendidikan perlu ditingkatkan.

    Gambar 35 Angka Putus Sekolah di Kota Banda Aceh Jenjang SMA/ Sederajat

    Sumber: Banda Aceh Dalam Angka

    Secara umum, angka putus sekolah dari tahun ke tahun sangat rendah. Sebagaimana

    diperlihatkan dalam grafik di bawah, APS tertinggi terletak di Kecamatan Jaya Baru,

    yang memiliki 3 siswa putus sekolah dan Baiturrahman yang memiliki 6 siswa putus

  • 38

    sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa dua kecamatan ini perlu menjadi prioritas

    program bantuan beasiswa miskin.

    Gambar 36 Perbandingan APS Antar Kecamatan

    Sumber: Diolah dari data Banda Aceh Dalam Angka 2013

    4. Angka Melek Huruf

    Angka Melek huruf Kota Banda Aceh dalam enam tahun terakhir cukup baik. Hal ini

    terlihat dari angka melek huruf yang mencapai lebih 99%. Angka melek huruf di Banda

    Aceh dapat dilihat pada grafik berikut:

    Gambar 37 Angka Melek Huruf di Kota Banda Aceh Tahun 2007 2012

    Sumber: Banda Aceh Dalam Angka

    98.09

    98.95 99.1 99.16

    99.18 99.25

    97.4

    97.6

    97.8

    98

    98.2

    98.4

    98.6

    98.8

    99

    99.2

    99.4

    2007 2008 2009 2010 2011 2012

    Pe

    rse

    nta

    se

    Angka Melek Huruf Kota Banda Aceh

  • 39

    Angka melek huruf tidak tersedia per kecamatan. Namun dari wawancara dengan

    Disdikpora Kota Banda Aceh, didapatkan informasi penduduk buta huruf di Banda Aceh

    salah satunya terdapat di sebuah komunitas di Desa Alue Naga, Kecamatan Syiah Kuala.

    2.3.2. Analisis Relevansi dan Efektifitas

    A. Angka Partisipasi Kasar

    Angka partisipasi kasar Banda Aceh menunjukkan kecenderungan menurun menuju

    100% dalam tiga tahun terakhir karena pembatasan murid dari luar Banda Aceh.

    Sementara APK Aceh terus menurun. Hal ini menunjukkan bahwa akses ke pendidikan

    jenjang SMA di Provinsi Aceh semakin menurun. Sementara APK nasional terus

    meningkat untuk menuju angka ideal 100%.

    Perbandingan ini dapat dilihat dalam grafik berikut:

    Gambar 38 Analisis Relevansi APK SMA/ MA

    Sumber: Disdikpora Kota Banda Aceh dan Publikasi BPS

    B. Angka Partisipasi Murni

    Angka partisipasi murni Banda Aceh terus menurun menjauh dari angka ideal 100%

    sejak 2010. Hal ini menunjukkan bahwa semakin sedikit siswa sekolah yang sesuai usia

    dengan jenjang pendidikannya.

  • 40

    Sementara itu, APM nasional jauh lebih rendah namun menunjukkan kecenderungan

    naik. Hal menunjukkan bahwa kecenderungan di tingkat nasional tidak relevan dengan

    kecenderungan APM di tingkat Kota Banda Aceh. Untuk itu, Banda Aceh perlu

    melakukan program-program untuk meningkatkan APM Kota Banda Aceh untuk

    mencapai angka ideal 100%. Penurunan APK dan APM sejak 2010 disebabkan oleh

    pembatasan penerimaan siswa dari luar Banda Aceh.

    Sementara APM Aceh menunjukkan kecenderungan stabil, yang berarti bahwa tidak ada

    program yang berpengaruh signifikan terhadap perkembangan APM di tingkat propinsi.

    Perbandingan APM ini dapat dilihat dalam gambar berikut:

    Gambar 39 Analisis Relevansi APM SMA/ MA

    Sumber: Disdikpora Kota Banda Aceh dan Publikasi BPS

    C. Angka Melek Huruf

    Dari grafik dibawah, dapat dilihat bahwa angka melek huruf Banda Aceh terus

    meningkat meskipun telah mencapai lebih dari 99% dan lebih baik dari Aceh dan

    nasional. Sementara angka melek huruf Aceh dan nasional sedikit menunjukkan

    penurunan. Perbandingan angka melek huruf dapat dilihat dalam grafik berikut:

  • 41

    Gambar 40 Analisis Relevansi Angka Melek Huruf

    Sumber: Publikasi BPS dan bps.go.id

    D. Angka Putus Sekolah

    Angka putus sekolah Kota Banda Aceh telah hampir mencapai angka nol dalam

    beberapa tahun terakhir. Perbandingan dengan level Aceh dan nasional tidak dapat

    dilakukan karena data APS Aceh dan nasional tidak dapat diperoleh.

    2.4. Infrastruktur Dasar

    2.4.1. Analisis Kecenderungan Antar Waktu dan Wilayah

    A. Akses Sanitasi Layak

    Pada saat ini sistem limbah secara off-site belum dimiliki oleh Kota Banda Aceh.

    Sebagian besar masyarakat sudah memiliki MCK sendiri.

    Limbah cucian umum (mandi, cuci dll) masih dibuang langsung tanpa melalui proses

    pengolahan terlebih dahulu ke saluran drainase atau sungai, sehingga menyebabkan

    pencemaran air dan berpotensi menyebabkan berkembangnya vektor penyakit. Air

    limbah cucian ini tidak sepatutnya dibuang ke saluran drainase karena saluran drainase

    hanya diperuntukkan untuk menerima air limpasan hujan.

    Fasilitas WC sudah dimiliki oleh sebagian besar masyarakat kota Banda Aceh. Namun

    sebagian septik tank masih berbentuk cincin yang tidak dirancang dan dibangun dengan

    baik dan tidak memberikan perlindungan optimal air limbah tinja bisa menyerap ke

    dalam tanah dan mencemari air tanah.

    98.09 98.95 99.1 99.16 99.18 99.25

    96.39 96.88

    95.84

    92.58 92.91 92.81

    88

    90

    92

    94

    96

    98

    100

    2007 2008 2009 2010 2011 2012

    An

    gk

    a M

    ele

    k H

    uru

    f

    Analisis Relevansi Angka Melek Huruf

    Banda Aceh

    Aceh

    Nasional

  • 42

    Kegiatan penyedotan lumpur tinja sudah dilakukan di Kota Banda Aceh. Lumpur tinja

    hasil penyedotan dibuang dan diolah pada instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT)

    Gampong Jawa. Fasilitas ini dikelola oleh Dinas Kebersihan dan Keindahan Kota Banda

    Aceh. Terdapat dua unit instalasi dengan kapasitas sebesar 56 m3/hari dan 75 m3/hari.

    Instalasi I memanfaatkan teknologi kolam oksidasi dan bak pengering lumpur.

    Sedangkan instalasi II menerapkan teknologi kombinasi pengolahan secara aerob dan

    anaerob.

    Perkembangan persentase rumah tangga yang memiliki akses sanitasi layak di Kota

    Banda Aceh dapat dilihat grafik berikut:

    Gambar 41 Presentase Rumah Tangga Bersanitasi Layak

    Sumber: Dinas PU Kota Banda Aceh

    Sebaran persentase rumah tangga dengan sanitasi layak hampir sama di setiap

    kecamatan, sebagaimana ditampilkan dalam grafik berikut:

    90.39 90.49 91.99 92 92.65 92.77

    50

    55

    60

    65

    70

    75

    80

    85

    90

    95

    100

    2007 2008 2009 2010 2011 2012

    Pe

    rse

    nta

    se

    Presentase Rumah Tangga Bersanitasi Layak

  • 43

    Gambar 42 Perbandingan Proporsi Rumah Tangga dengan Sanitasi Layak Antar Kecamatan

    Sumber: Dinas PU Kota Banda Aceh

    Banda Aceh terus berupaya meningkatkan pelayanan air limbah dengan menyusun

    Master Plan Air Limbah Kota Banda Aceh yang akan menjadi acuan dalam

    pengembangan/ pembangunan sistem air limbah Kota Banda Aceh tahun 2012-2032.

    B. Akses Air Minum Layak

    Pelayanan air minum layak di Kota Banda Aceh dilayani oleh PDAM Tirta Daroy yang

    memiliki jumlah pelanggan total sebesar 44.479 pelanggan. Berdasarkan data tahun

    2012, persentase rumah tangga dengan air minum layak mencapai sekitar 83%. Dengan

    begitu, persentase jumlah penduduk yang belum terlayani oleh PDAM Tirta Daroy

    adalah 17%. Persentase rumah tangga dengan akses ke air minum layak di Kota Banda

    Aceh terus meningkat setiap tahunnya, sebagaimana diperlihatkan dalam grafik berikut:

  • 44

    Gambar 43 Persentase Rumah Tangga dengan Air Minum Layak

    Sumber: Dinas PU Kota Banda Aceh

    Untuk akses ke air minum layak per kecamatan, hanya tersedia data tahun 2011 dengan

    cakupan data di tingkat penduduk. Adapun cakupan pelayanan air bersih berdasarkan

    kecamatan adalah sebagai berikut:

    Gambar 44 Persentase Penduduk dengan Air Minum Layak Per Kecamatan

    Sumber: PDAM Kota Banda Aceh, dari RPJMD Kota Banda Aceh 2012-2017

    Sebagaimana terlihat dalam grafik di atas, persentase cakupan pelayanan air minum

    tertinggi adalah di Kecamatan Kuta Alam, yang seluruh penduduknya sudah terjangkau

    akses air bersih. Secara umum, dapat dilihat bahwa persentase rumah tangga dengan

    35.77

    51.07

    58.75

    74.33 81.3 83

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    90

    2007 2008 2009 2010 2011 2012

    Pe

    rse

    nta

    se

    Persentase Rumah Tangga dengan Air Minum Layak

    60.97 64.88 64.95

    83.09 87.35

    100 92.49 88.62

    79

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    Persentase Penduduk ke Akses Air Bersih

  • 45

    akses air minum layak terendah terletak di kecamatan-kecamatan pinggiran kota Banda

    Aceh, yaitu Meuraxa, Jaya Baru, Banda Raya dan Ulee Kareng. Persentase cakupan

    pelayanan terendah adalah Kecamatan Meuraxa yaitu sebesar 60,97%. Hal ini tidak

    terlepas dari kerusakan infrastruktur air bersih akibat bencana tsunami 2004. Dengan

    demikian, prioritas intervensi dalam akses air bersih perlu dilakukan di Meuraxa.

    Dalam peningkatan pelayanan dilakukan pengadaan dan peningkatan infrastruktur

    jaringan yang selama ini dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kota Banda Aceh

    yang juga berkoordinasi dengan PDAM. Masalah yang dihadapi selama ini adalah

    tingginya tingkat kehilangan air. Hal ini terutama disebabkan oleh kebocoran di

    jaringan distribusi, sambungan illegal dan sistem penagihan yang belum optimal.

    C. Rasio Elektrifikasi

    Pada tahun 2012, Banda Aceh telah memiliki rasio elektrifikasi sebesar 100%, yang

    berarti seluruh area di Banda Aceh telah terlayani aliran listrik. Perkembangan rasio

    eletrifikasi Kota Banda Aceh adalah sebagai berikut:

    Gambar 45 Perkembangan Rasio Elektrifikasi Kota Banda Aceh

    Sumber: Publikasi BPS

  • 46

    2.4.2. Analisis Relevansi dan Efektifitas

    A. Akses Sanitasi Layak

    Berdasarkan data dari Dinas PU Kota Banda Aceh, proporsi rumah tangga dengan

    sanitasi layak sebesar 92,77%. Sementara, persentase rumah tangga yang memiliki

    angka akses sanitasi layak di tingkat nasional adalah 55,60% dan Aceh sebesar 50,09 %

    (BPS). Hal ini menunjukkan bahwa pelayan sanitasi di Kota Banda Aceh telah jauh lebih

    baik daripada Aceh dan nasional. Grafik dibawah juga menunjukkan bahwa program

    sanitasi Kota Banda Aceh telah berjalan efektif dan relevan dengan perkembangan

    sanitasi layak nasional.

    Gambar 46 Analisis Relevansi Persentase Rumah Tangga Bersanitasi Layak

    Sumber: Dinas PU Kota Banda Aceh dan Publikasi BPS

    B. Akses Air Minum Layak

    Pada tahun 2011, proporsi rumah tangga dengan air minum layak Kota Banda Aceh

    adalah 81,30%. Angka ini sudah jauh lebih tinggi dari Aceh yang hanya 28,65% (BPS)

    dan nasional sebesar 42,76% (BPS). Proporsi rumah tangga dengan air layak Kota

    Banda Aceh terus meningkat sementara Aceh dan nasional cenderung menurun. Hal ini

    menunjukkan bahwa akses air minum layak Kota Banda Aceh jauh lebih baik daripada

    Aceh dan nasional. Hal ini ditunjukkan dalam grafik berikut:

    90.39 90.49 91.99 92 92.65 92.77

    30.65

    40.17 42.03 45.16

    50.09 44.19

    48.56 51.19 55.54 55.6

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    90

    100

    2007 2008 2009 2010 2011 2012

    Pe

    rse

    nta

    se

    Banda Aceh

    Aceh

    Indonesia

  • 47

    Gambar 47 Analisis Relevansi Proporsi Rumah Tangga dengan Air Minum Layak

    Sumber: Dinas PU Kota Banda Aceh dan Publikasi BPS

    C. Rasio Elektrifikasi

    Pada tahun 2012, rasio elektrifikasi Kota Banda Aceh telah mencapai 100%, yang

    berarti bahwa seluruh Kota Banda Aceh telah teraliri listrik. Rasio elektrifikasi Banda

    Aceh ini telah melewati rasio elektrifikasi nasional sebesar 95,78% dan Aceh sebesar

    96,55%.

    Gambar 48 Analisis Relevansi Rasio Elektrifikasi

    Sumber: Publikasi BPS

  • 48

    Mengingat rasio elektrifikasi telah 100%, Banda Aceh sekarang telah bisa lebih fokus

    pada peningkatan kualitas pelayanan listrik, seperti pencegahan pemadaman dan lain-

    lain.

    2.5 Bidang Ketahanan Pangan

    Salah satu prioritas dalam kebijakan pembangunan ekonomi yang ditempuh dalam

    sistem ketahanan pangan adalah upaya pemenuhan kecukupan pangan dengan

    menjamin tersedianya pangan dan gizi dalam jumlah dan mutu yang dibutuhkan dan

    dengan harga yang terjangkau dengan memperhatikan peningkatan pendapatan petani

    serta peningkatan produksi.

    Ketersediaan pangan merupakan salah satu subsistem utama dalam sistem ketahanan

    pangan, yang menjelaskan tentang jumlah bahan pangan yang tersedia di suatu wilayah.

    Ketahanan pangan mensyaratkan ketersediaan pangan yang cukup dan berkelanjutan

    sepanjang waktu. Oleh sebab itu, situasi ketersediaan pangan perlu diketahui secara

    periodik.

    Ketersediaan pangan adalah sejumlah bahan pangan (makanan) yang tersedia untuk

    dikonsumsi setiap penduduk suatu negara/daerah dalam suatu kurun waktu tertentu

    baik dalam bentuk natural maupun bentuk gizinya. Ketersediaan pangan dihitung dari

    produksi dalam negeri ditambah cadangan pangan dan import dikurangi ekspor.

    2.5.1. Perkembangan Harga Beras

    Harga beras di Banda Aceh terus meningkat dari tahun ke tahun, sebagaimana

    ditunjukkan dalam grafik berikut.

  • 49

    Gambar 49 Perkembangan Harga Beras per Kg di Kota Banda Aceh 2008-2012

    Sumber: Banda Aceh Dalam Angka 2009-2013

    2.5.2. Perkembangan harga bahan kebutuhan pokok utama

    Harga bahan kebutuhan pokok utama di Kota Banda Aceh juga menunjukkan

    peningkatan. Hal ini ditunjukkan dalam grafik berikut:

    Gambar 50 Perkembangan Harga Bahan Kebutuhan Pokok Utama

    Sumber: Banda Aceh Dalam Angka 2009-2013

    Kota Banda Aceh merupakan ibu kota Provinsi Aceh dengan luas wilayah yang sangat

    terbatas, sehingga lahan untuk pertanian sudah tidak tersedia. Semua kebutuhan

    pangan untuk Kota Banda Aceh dipasok dari daerah lain.

    0

    1000

    2000

    3000

    4000

    5000

    6000

    7000

    8000

    9000

    2008 2009 2010 2011 2012

    Ha

    rga

    (R

    p/

    kg

    )

    7184

    10027 11294 11225

    12801

    10354 9000

    9870 10588 11256

    776 890 882 1006 1024

    15556 15813

    18529

    20539 21101

    0

    5000

    10000

    15000

    20000

    25000

    2008 2009 2010 2011 2012

    Ha

    rga

    (R

    p)

    Gula pasir (Rp/kg)

    Minyak goreng(Rp/kg)

    Telur ayam(Rp/butir)

    Daging ayam ras(Rp/kg)

  • 50

    Naiknya harga beras dan bahan kebutuhan pokok lain ini sangat dipengaruhi oleh laju

    inflasi di Kota Banda Aceh. Keterkaitan tiga indikator ini dapat dilihat dalam grafik

    berikut:

    Gambar 51 Analisis Keterkaitan Indikator Ketahanan Pangan

    Sumber: Banda Aceh Dalam Angka

    Hal diatas menunjukkan bahwa terjadinya inflasi membuat harga barang kebutuhan

    pokok terus meningkat setiap tahun. Peningkatan harga beras dan bahan pokok ini bisa

    mempersulit situasi penduduk miskin karena semakin banyak pengeluaran yang

    dikeluarkan untuk konsumsi sehingga mereka makin sulit keluar dari kemiskinan.

    Perbandingan antar kecamatan dalam harga kebutuhan pokok di berbagai pasar di

    Banda Aceh dapat ditampilkan dalam grafik berikut:

  • 51

    Gambar 52 Harga Bahan Kebutuhan Pokok di Pasar-Pasar Kota Banda Aceh (Juli 2013)

    Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi

    Dapat dilihat bahwa tidak ada perbedaan signifikan dalam harga kebutuhan pokok

    beras, telur ayam, minyak goreng dan gula pasir. Namun, terdapat perbedaan harga

    yang cukup jauh dalam harga daging ayam ras, dimana harga daging ayam ras di Pasar

    Kp. Baru Kecamatan Baiturrahman jauh lebih murah daripada pasar-pasar lain.

    2.6. Kesimpulan Bab II

    Dari analisis yang dilakukan terhadap 14 indikator bidang kemiskinan, terlihat bahwa

    secara umum indikator Kota Banda Aceh telah lebih baik dari pada Aceh dan nasional.

    Indikator tingkat kemiskinan Kota Banda Aceh telah lebih baik daripada Provinsi Aceh

    dan nasional. Sementara dalam indikator pengangguran, terlihat bahwa angka

    pengangguran Kota Banda Aceh telah lebih baik dari pada Aceh namun masih lebih

    tinggi daripada nasional. Kontribusi pengangguran terhadap persentase kemiskinan

    tidak terlalu signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa program-program

    pemberantasan kemiskinan di Banda Aceh harus fokus pada penyediaan lapangan kerja

    baru dan pemberian modal usaha untuk mengejar pencapaian indikator pengangguran

    nasional. Prioritas program penanggulangan kemiskinan dan pengangguran harus

    diberikan kepada pengangguran lulusan SMA/ SLTA yang dominan. Sektor-sektor yang

    menyerap tenaga kerja miskin terbanyak yaitu sektor perdagangan, hotel dan rumah

    makan, sektor jasa pendidikan, pemerintahan, kesehatan, kemasyarakatan dan

    perorangan serta sektor bangunan dan konstruksi juga perlu diberikan intervensi

    khusus agar efektif mengurangi kemiskinan.

    0 10000 20000 30000 40000 50000

    Ulee Kareng, Ulee Kareng

    Seutui, Baiturrahman

    Peunayong, Kuta Alam

    Kp. Baru, Baiturrahman

    Daging ayam ras (ekor)

    Telur ayam (butir)

    Minyak goreng (liter)

    Gula pasir (kg)

    Beras (kg)

  • 52

    Indikator bidang kesehatan memperlihatkan profil yang sangat baik, dengan profil

    indikator Banda Aceh rata-rata lebih baik daripada standar provinsi Aceh dan nasional.

    Indikator bidang pendidikan Kota Banda Aceh juga memperlihatkan profil yang baik

    secara umum. Angka melek huruf dan angka putus sekolah lebih baik daripada Aceh

    dan nasional. Namun perhatian lebih perlu diberikan pada indikator angka partisipasi

    kasar SMA/ MA dan angka partisipasi murni SMA/ MA. Angka partisipasi kasar Banda

    Aceh yang tinggi berpengaruh pada rasio murid-guru dan rasio murid kelas yang tinggi

    sehingga membuat kenyamanan belajar menurun. Sementara APM Kota Banda Aceh

    juga menurun makin menjauh dari angka ideal APM sebesar 100% dalam beberapa

    tahun terakhir sehingga, hal ini menunjukkan bahwa perlu ada program untuk

    mengendalikan APK dan APM.

    Indikator bidang infrastruktur juga secara umum memperlihatkan profil yang baik,

    terutama listrik yang mencapai 100%. Indikator akses air bersih dan sanitasi juga lebih

    baik daripada Aceh dan nasional. Namun, perhatian perlu diberikan pada peningkatan

    cakupan pelayanan sanitasi layak (92,77%). Persentase rumah tangga dengan air

    minum layak juga perlu ditingkatkan mengingat saat ini baru mencapai 83%. Prioritas

    intervensi perlu dilakukan di area-area pinggiran, seperti Kecamatan Meuraxa.

    Sementara dalam bidang ketahanan pangan, terlihat bahwa dua indikator utama yaitu

    perkembangan harga beras dan perkembangan harga kebutuhan pokok menunjukkan

    kecenderungan meningkat setiap tahun akibat inflasi. Inflasi perlu dikontrol agar tidak

    menambah beban penduduk miskin di sektor konsumsi.

  • 53

    Bab III

    PENENTUAN WILAYAH PRIORITAS DAN INTERVENSI

    Analisis penentuan wilayah prioritas bertujuan untuk menentukan wilayah yang segera

    memerlukan intervensi berdasarkan pengamatan terhadap indikator utama dan

    indikator pendukungnya. Gambar 51 menunjukkan penentuan lokasi kecamatan

    prioritas di bidang kemiskinan Kota Banda Aceh. Daerah dalam kuadran Prioritas 1

    memerlukan intervensi kebijakan dan program-program penanggulangan kemiskinan

    yang lebih cepat dan perlu lebih diprioritaskan.

    Gambar 53 Analisis Penentuan Wilayah Prioritas dan Intervensi Bidang Kemiskinan

    Sumber: Hasil Analisis, 2013

    Gambar diatas menunjukkan wilayah prioritas intervensi dengan mengaitkan jumlah

    penduduk miskin sebagai indikator utama dikaitkan jumlah pengangguran sebagai

    indikator pendukung. Wilayah prioritas berdasarkan tingginya angka kemiskinan dan

    pengangguran adalah Kecamatan Kuta Alam sebagai prioritas 1. Sedangkan prioritas II

    Prioritas 1

    Prioritas 2

    Prioritas 3

    Prioritas 4

  • 54

    adalah Kecamatan Ulee Kareng, kecamatan Baiturrahman dan Leung Bata. Keempat

    wilayah tersebut perlu mendapatkan intervensi dengan segera, sehingga kemiskinan

    dapat segera teratasi, terutama Kecamatan Kuta Alam.

    Di daerah prioritas 1, angka pengangguran yang tinggi menyebabkan angka kemiskinan

    tinggi. Karena itu, intervensi diarahkan untuk meningkatkan perekonomian dan

    memperluas lapangan kerja. Sedangkan di daerah dengan prioritas 2, walaupun angka

    pengangguran relatif lebih rendah namun angka kemiskinannya masih tinggi. Oleh

    karena itu, intervensi diarahkan untuk meningkatkan pendapatan (income) penduduk.

    PUEM (pengembangan usaha ekonomi masyarakat) sebagai salah satu program

    penanggulangan tingkat pengangguran dan kemiskinan yang dijalankan sejak tahun

    2009 menunjukkan hasil yang signifikan dengan penurunan angka pengangguran

    sebesar 3% dari tahun 2010 ke 2011.

    Berdasarkan analisis data dari database kemiskinan UPTB GIS, dapat dibuat peta

    wilayah prioritas di tingkat desa dengan menggabungkan indikator kemiskinan dan

    pengangguran di setiap desa. Peta ini dapat dilihat pada gambar berikut:

  • 55

    Gambar 54 Peta Wilayah Prioritas Intervensi Penanggulangan Kemiskinan Kota Banda Aceh

    Sumber: Hasil Analisis 2013

    Dari hasil analisis ini, didapatkan bahwa wilayah prioritas 1 adalah Desa Lambaro Skep,

    Beurawe, Lambhuk, Peuniti, Punge Blang Cut, Panteriek dan Ilie. Sementara wilayah

    prioritas 2 intervensi adalah Lampulo, Gampong Jawa, Ceurih dan Batoh.

  • 56

    Gambar 55 Analisis Penentuan Wilayah Prioritas dan Intervensi

    Sumber: Hasil Analisis 2013

    Dari gambar di atas, dapat dilihat lokasi wilayah prioritas di bidang kemiskinan dan

    kesehatan di Kota Banda Aceh. Kecamatan Ulee Kareng, Lueng Bata dan Baiturrahman

    memerlukan prioritas intervensi kebijakan dan program-program penanggulangan

    kemiskinan dan angka kematian bayi. Hal tersebut dikarenakan tingginya angka

    kemiskinan dan angka kematian bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup di ketiga wilayah

    tersebut.

    Gambar dibawah ini menunjukkan penentuan lokasi kecamatan prioritas di bidang

    kesehatan, yaitu AKB terhadap kelahiran yang ditolong tenaga kesehatan terlatih. Fokus

    intervensi diberikan kepada daerah yang masuk dalam prioritas 1 dan 2. Daerah-daerah

    tersebut memerlukan intervensi kebijakan dan program-program penanggulangan di

    bidang kesehatan yang lebih bersifat sosialisasi tentang kelahiran dengan pertolongan

    tenaga medis dan penyuluhan gizi, aktifitas dan penjagaan kesehatan kandungan

    selama masa kehamilan.

    Prioritas 1

    Prioritas 2 Prioritas 4

    Prioritas 3

  • 57

    Gambar 56 Analisis Penentuan Wilayah Prioritas dan Intervensi

    Sumber: Hasil Analisis 2013

    Berdasarkan gambar di atas, AKB per 1000 kelahiran hidup sebagai indikator utama

    dikaitkan persentase kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih sebagai

    indikator pendukung. Wilayah prioritas berdasarkan tingginya AKB adalah kecamatan

    Syiah Kuala dan Kecamatan Banda Raya. Kedua wilayah tersebut perlu mendapatkan

    intervensi dengan meningkatkan angka kelahiran yang dibantu tenaga kesehatan

    terlatih, sehingga AKB dapat dikurangi.

    Sementara, tiga kecamatan dalam Prioritas 2 memiliki AKB yang relatif tinggi

    meskipun jumlah kelahiran yang ditolong tenaga terlatih juga tinggi. Oleh karena itu,

    Kecamatan Ulee Kareng, Kecamatan Leung bata, dan Kecamatan Baiturrahman

    memerlukan intervensi program selain meningkatkan jumlah kelahiran yang dibantu

    tenaga kesehatan terlatih untuk menurunkan AKB per 1000 kelahiran hidup, misal

    penyuluhan di masa kehamilan.

    Prioritas 1

    Prioritas 2 Prioritas 4

    Prioritas 3

  • 58

    Gambar 57 Analisis Penentuan Wilayah Prioritas dan Intervensi

    Sumber: Hasil Analisis 2013

    Dengan menggunakan jumlah penduduk miskin sebagai target intervensi dan Angka

    Partisipasi Kasar (APK) sebagai indikator di bidang pendidikan pada jenjang Sekolah

    Menengah Atas (SMA) dapat ditentukan wilayah-wilayah yang perlu memperoleh

    prioritas intervensi. Prioritas pertama adalah wilayah dengan tingkat kemiskinan tinggi

    dan APK rendah. Pada wilayah tersebut diperlukan langkah-langkah untuk

    meningkatkan APK jenjang SMA dengan target penduduk usia sekolah yang berasal dari

    rumah tangga miskin. Wilayah-wilayah tersebut adalah: Kecamatan Ulee Kareng,

    Kecamatan Baiturrahman dan Kecamatan Leung Bata.

    Pada tahun 2012 data Dinas Pendidikan Kota Banda Aceh menunjukkan bahwa APK

    Kota Banda Aceh sangat tinggi yaitu sebesar 105,01%. Angka yang melebihi 100% ini

    disebabkan oleh adanya siswa dengan usia lebih tua/lebih muda dibandingkan usia

    standar dijenjang pendidikan SMA tetapi bersekolah di SMA.

    Prioritas 3

    Prioritas 4 Prioritas 2

    Prioritas 1

  • 59

    Gambar 58 Analisis Penentuan Wilayah Prioritas dan Intervensi Terhadap Akses Air Minum Layak

    Sumber: Hasil Analisis 2013

    Dengan menggunakan jumlah penduduk miskin sebagai target intervensi dan proporsi

    rumah tangga (RT) dengan air minum layak (%) sebagai indikator di bidang

    infrastruktur dasar, dapat ditentukan wilayah-wilayah prioritas intervensi. Wilayah-

    wilayah yang masuk prioritas 1 adalah Kecamatan Meuraxa, Kecamatan Banda Raya

    dan Kecamatan Jaya Baru. Sedangkan, prioritas kedua adalah wilayah dengan tingkat

    kemiskinan tinggi dan proporsi rumah tangga dengan akses air minum layak rendah,

    yaitu Kecamatan Ulee Kareng. Wilayah-wilayah tersebut memiliki penduduk miskin

    relatif tinggi namun proporsi rumah tangga dengan air minum layak cukup baik.

    Berdasarkan analisis diatas, dapat disimpulkan bahwa:

    a. Implementasi program-program bidang kemiskinan dan ketenagakerjaan di

    daerah berlangsung efektif dan relevan untuk menurunkan tingkat kemiskinan

    dan pengangguran di daerah.

    Prioritas 1 Prioritas 2

    Prioritas 3 Prioritas 4

  • 60

    b. Implementasi program-program bidang kesehatan di daerah relevan dan efektif

    untuk menurunkan Angka Kematian Bayi, Angka Kematian Ibu Melahirkan, dan

    prevalensi balita kekurangan gizi di daerah, tetapi membutuhkan intervensi

    program-program bidang kesehatan untuk menurunkan Angka Kematian Balita

    di daerah secara lebih optimal.

    c. Implementasi program-program bidang pendidikan di daerah relevan dan efektif

    untuk meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni

    (APM), Angka Putus Sekolah, (APS), Angka Melek Huruf, dan Rasio siswa dan

    guru, menunjukkan angka pencapaiannya diatas rata-rata nasional, tetapi

    program-program yang mendukung partisipasi sekolah belum cukup relevan

    untuk meningkatkan kualitas pendidikan di daerah.

    d. Implementasi program-program bidang infrastruktur dasar di daerah relevan

    dan efektif untuk meningkatkan akses dibidang sanitasi, air minum layak dan

    elektrifikasi. Angka-angka di indikator tersebut menunjukkan angka pencapaian

    Kota Banda Aceh di atas rata-rata provinsi Aceh dan Nasional, tetapi perhatian

    perlu diberikan pada peningkatan cakupan pelayanan sanitasi layak dan air

    minum layak terutama di wilayah-wilayah terluar.

    Untuk dapat melakukan intervensi yang tepat sasaran, perlu ada penilaian terkait

    capaian masing-masing indikator, sebagaimana ditampilkan dalam tabel berikut:

    Tabel 2 Relevansi dan Efektifitas Indikator Utama

    No. Bidang Indikator Utama Relevan Efektif

    1 Kemiskinan dan ketenaga

    kerjaan

    Tingkat Kemiskinan

    Tingkat pengangguran

    2 Kesehatan Angka Kematian Bayi

    Angka Kematian Balita

    Angka Kematian Ibu Melahirkan

    Prevalensi Balita Kekurangan

    Gizi

    3 Pendidikan Angka Partisipasi Kasar

    Angka Partisipasi Murni

    Angka Putus Sekolah

  • 61

    Angka Melek Huruf

    4 Infrastruktur Dasar Akses Santiasi Layak

    Akses Air Minum Layak

    Rasio Elektrifikasi

    5 Ketahanan pangan Perkembangan Harga Beras * *

    Perkembangan Harga Bahan

    Kebutuhan Pokok Utama

    * *

    Catatan: * Data Ketahanan Pangan di Tingkat Provinsi Aceh dan Nasional tidak bisa didapatkan.

    Berdasarkan pada peringkat-peringkat intervensi sebagaimana ditunjukkan dalam

    gambar-gambar intervensi wilayah sebelumnya, dapat dibangun sebuah tabel yang

    menunjukkan prioritas wilayah intervensi di tingkat kota.

    Tabel prioritas intervensi ini diklasifikasikan menurut peringkat prioritas per indikator

    per wilayah, dengan wilayah yang mendapatkan total peringkat terendah sebagai

    wilayah dengan prioritas tertinggi dan sebaliknya. Asumsi kemungkinan total peringkat

    terendah wilayah terendah adalah 4 dan peringkat total wilayah tertinggi adalah 16. Hal

    ini terjadi karena analisis prioritas ini hanya menggunakan 4 indikator utama yang

    paling berpengaruh dan juga pertimbangan ketersediaan dan kualitas data. Dengan

    demikian, maka klasifikasi prioritas dapat ditampilkan sebagai berikut:

    Prioritas I: Total angka prioritas 4-7

    Prioritas II: Total angka prioritas 8-10

    Prioritas III: Total angka prioritas 11-13

    Prioritas IV: Total angka prioritas 14-16

    Hasil dari analisis peringkat prioritas wilayah secara total ditampilkan dalam tabel

    berikut:

  • 62

    Tabel 3 Analisis Peringkat Prioritas Intervensi Wilayah

    Kecamatan Tingkat

    pengangguran

    AKB per

    1000

    kelahiran

    hidup

    APK

    SMA/MA

    Akses

    air

    minum

    layak

    Total

    Angka

    Prioritas

    Wilayah

    Prioritas

    Intervensi

    Banda Raya 4 3 4 1 12 3

    Jaya Baru 4 4 3 1 12 3

    Meuraxa 3 4 4 1 12 3

    Syiah Kuala 3 3 3 4 13 3

    Kuta Raja 3 3 3 4 13 3

    Ulee Kareng 2 1 1 2 6 1

    Lueng Bata 2 1 1 3 7 1

    Baiturrahman 2 1 1 3 7 1

    Kuta Alam 1 2 2 3 8 2

    Sumber: Hasil Analisis 2013

    Tabel diatas menunjukkan kecamatan yang masuk prioritas utama adalah Kecamatan

    Ulee Kareng, Kecamatan Lueng Bata, Kecamatan Baiturrahman. Sedangkan Kuta

    Alam termasuk dalam prioritas kedua. Wilayah-wilayah tersebut memerlukan

    prioritas intervensi program penanggulangan kemiskinan karena memiliki kondisi

    kesehatan dan pendidikan yang relatif rendah, serta tingkat pengangguran yang relatif

    tinggi dibanding kecamatan lain.

  • 63

    Bab IV

    ANALISIS PENGANGGARAN

    IV.1. Analisis Kesesuaian Alokasi Dengan Prioritas Pendapatan daerah Kota Banda Aceh berasal dari beberapa sumber pendapatan sebagai

    berikut:

    Gambar 59 Pendapatan Daerah Kota Banda Aceh

    Sumber: Bappeda Kota Banda Aceh, 2013

    Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa pendapatan daerah Kota Banda Aceh sangat

    tergantung dari dana perimbangan, yang berkontribusi 69% terhadap pendapatan

    daerah pada tahun 2012. Sedangkan 20% berasal dari lain-lain pendapatan daerah yang

    sah(pendapatan transfer dari pemerintah provinsi). Sementara pendapatan asli daerah

    hanya 11%. Hal ini menunjukkan bahwa Kota Banda Aceh sangat tergantung pada dana

    yang berasal dari level pemerintah yang ada diatasnya. Dengan kata lain, pemerintah

    perlu menyusun strategi untuk meningkatkan PAD dengan misalnya menarik investor

    untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dan agar pembangunan di Kota Banda

    Aceh dapat dibiayai dengan lebih berkelanjutan secara ekonomi.

    Sementara itu, dari grafik sumber pendapatan daerah dibawah, dapat dilihat bahwa

    sebagian besar pendapatan daerah berasal dari dana alokasi umum, yang termasuk

    0%

    10%

    20%

    30%

    40%

    50%

    60%

    70%

    80%

    90%

    100%

    2010(APBK-P)

    2011(APBK-P)

    2012(APBK-P)

    Lain-Lain PendapatanDaerah yang Sah(Pendapatan Transfer --Pemerintah Provinsi)

    Dana Perimbangan(Pendapatan Transfer --Pemerintah Pusat)

    Pendapatan Asli Daerah(PAD)

  • 64

    dalam dana perimbangan (pendapatan transfer dari pemerintah pusat). Setiap tahun,

    penerimaan daerah terus meningkat. PAD juga mengalami peningkatan setiap tahun.

    Gambar 60 Pendapatan Daerah Antar Waktu

    Sumber: Bappeda Kota Banda Aceh, 2013

    IV. 2. Analisis Distribusi Anggaran

    Belanja sektor kota secara total Kota Banda Aceh terus meningkat setiap tahun. Hal ini

    ditunjukkan pada grafik berikut:

    0.00

    100,000.00

    200,000.00

    300,000.00

    400,000.00

    500,000.00

    600,000.00

    700,000.00

    800,000.00

    900,000.00

    2010(APBK-P)

    2011(APBK-P)

    2012(APBK-P)

    Juta

    Ru

    pia

    h

    Pendapatan Yang Sah Lainnya

    Bantuan Keuangan dari Provinsi atauPemerintah Daerah LainnyaDana Penyesuaian dan Otonomi Khsusus

    Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi danPemerintah Daerah LainnyaDana Darurat

    Hibah

    Dana Penyesuaian

    Dana Otonomi Khusus

    Dana Alokasi Khusus

    Dana Alokasi Umum

    Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam

    Dana Bagi Hasil Pajak

    Zakat

    Lain-lain PAD yang sah

    Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yangDipisahkanRetribusi Daerah

    Pajak Daerah

  • 65

    Gambar 61 Belanja Sektor Kota Banda Aceh

    Sumber: Bappeda Kota Banda Aceh, 2013

    Belanja langsung sektor sebagian besar diarahkan ke bidang otonomi daerah. Namun,

    bidang-bidang yang berhubungan dengan kemiskinan seperti kesehatan, pendidikan

    dan pekerjaan umum telah mendapat porsi yang cukup besar dalam skala kota.

    Hal ini menunjukkan bahwa secara anggaran dalam level kota, alokasi anggaran ke

    sektor-sektor ini telah cukup proporsional dan sejalan dengan program

    penanggulangan kemiskinan. Hal ini juga dapat ditunjukkan dalam grafik berikut:

    -

    50,000

    100,000

    150,000

    200,000

    250,000

    300,000

    350,000

    400,000

    2010 2011 2012 2013

    Be

    lan

    ja L

    an

    gsu

    ng

    Juta

    Ru

    pia

    h

    Syariat Islam

    Industri

    Kelautan dan Perikanan

    Perpustakaan

    Pemberdayaan Masyarakat Desa

    Otonomi Daerah dll

    Kesatuan Bangsa dan PolitikDalam NegeriKebudayaan

    Sosial

    Pemberdayaan Perempuan danPerlindungan AnakKependudukan dan Catatan Sipil

    Lingkungan Hidup

    Perhubungan

    Perencanaan Pembangunan

    Perumahan dan Permukiman

    Pekerjaan Umum

    Kesehatan

    Pendidikan

  • 66

    Gambar 62 Anggaran Belanja Langsung Sektor 2013

    Sumber: Bappeda Kota Banda Aceh, 2013

    Pendidikan 13%

    Kesehatan 12%

    Pekerjaan Umum 16%

    Perencanaan Pembangunan

    1%

    Perhubungan 2%

    Lingkungan Hidup 11%

    Kependudukan dan Catatan Sipil

    1%

    Pemberdayaan Perempuan dan

    Perlindungan Anak 1%

    Sosial 2%

    Kebudayaan 3%

    Kesatuan Bangsa dan

    Politik Dalam Negeri

    2%

    Otonomi Daerah dll 27%

    Pemberdayaan Masyarakat Desa

    1%

    Perpustakaan 0%

    Kelautan dan Perikanan

    2%

    Industri 2%

    Syariat Islam 7%

    Anggaran Belanja Langsung Sektor

  • 67

    Bab V

    TARGET DAN PRIORITAS PERCEPATAN PENANGGULANGAN

    KEMISKINAN DAERAH

    Untuk menanggulangi kemiskinan secara sistematis dan terarah, penetapan target dan

    prioritas penanggulangan kemiskinan sangat penting untuk dilakukan. Mengacu pada

    kondisi kemiskinan, analisis penentuan wilayah prioritas dan intervensi serta analisis

    penganggaran yang telah diuraikan pada bab-bab terdahulu, maka target dan prioritas

    percepatan penanggulangan kemiskinan yang direkomendasikan sesuai dengan

    rumusan RPJMD dan dokumen pembangunan lainnya adalah sebagai berikut.

    Target percepatan penanggulangan kemiskinan adalah:

    1. Berkurangnya penduduk miskin sebesar 0.30 persen setiap tahunnya sejak 2013

    menjadi 7 persen pada akhir tahun 2018;

    2. Berkurangnya angka pengangguran dari 7,17 persen tahun 2012 menjadi 6,3

    persen pada akhir tahun 2018;

    3. Berkurangnya angka kematian bayi dari 14/1000 menjadi 1/1000 kelahiran pada

    akhir tahun 2018;

    4. Peningkatan persentase rumah tangga yang memiliki akses sanitasi layak sebesar

    0.50 persen setiap tahunnya sejak 2012 menjadi 95.77 persen pada tahun 2018;

    5. Peningkatan persentase rumah tangga dengan air minum layak sebesar 2 persen

    setiap tahunnya sejak 2012 menjadi 95 persen pada akhir tahun 2018;

    6. Terwujudnya percepatan pembangunan ekonomi di wilayah-wilayah prioritas

    penanggulangan kemiskinan.

    Prioritas percepatan penanggulangan kemiskinan adalah:

    1. Prioritas peningkatan kesempatan kerja, investasi dan ekspor.

    Upaya penurunan penduduk miskin dapat dicapai melalui perbaikan dan

    peningkatan kesempatan kerja yang seluas-luasnya. Untuk mengatasi masalah

    kemiskinan dan pengangguran secara berkesinambungan, diperlukan pertumbuhan

    yang lebih tinggi, lebih adil serta berkesinambungan didorong oleh sumber-sumber

    pertumbuhan yang lebih berkualitas. Oleh karena itu, pertumbuhan yang utamanya

    digerakkan oleh sektor riil, ekspor dan investasi harus meningkat.

  • 68

    2. Prioritas meningkatkan kualitas tenaga kerja

    Menyiapkan tenaga kerja yang memiliki keterampilan/keahlian melalui pendidikan

    formal, seperti pendidikan kejuruan (vocational school) dan non formal seperti

    pelatihan keterampilan (vocational training) sehingga pencari kerja memiliki daya

    saing dalam mendapatkan pekerjaan. Salah satu langkah strategis yang harus

    diambil adalah dengan merevitalisasi Balai Latihan Kerja (BLK) agar dapat

    dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja serta

    mengurangi angka pengangguran.

    3. Prioritas menyusun kebijakan penguatan sektor riil

    Sektor riil merupakan penggerak pertumbuhan ekonomi suatu daerah, agar sektor

    riil sebagai tumpuan pertumbuhan ekonomi tetap dapat berkembang dengan baik

    perlu dibuat kebijakan-kebijakan tepat sasaran. Kebijakan penguatan sektor riil

    utamanya harus difokuskan untuk memajukan sektor-sektor yang berkaitan

    dengan lapangan pekerjaan utama penduduk miskin, seperti sektor jasa

    pendidikan, pemerintahan, kesehatan, kemasyarakatan dan perorangan, sektor

    perdagangan, hotel dan rumah makan, serta sektor bangunan dan konstruksi.

    4. Prioritas memperkuat ekonomi kerakyatan

    Ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang menekankan pada keadilan

    dalam penguasaan sumberdaya ekonomi, proses produksi dan konsumsi. Dalam

    ekonomi kerakyatan kemakmuran rakyat lebih diutamakan daripada kemakmuran

    individu. Dilaksanakan dengan benar-benar memberi perhatian utama kepada

    rakyat kecil lewat program-program operasional yang nyata dan mampu

    merangsang kegiatan ekonomi produktif di tingkat rakyat sekaligus memupuk jiwa

    kewirausahaan, ekonomi kerakyatan ini dapat memberikan dampak pada

    pertumbuhan ekonomi.

    5. Prioritas membangun kerjasama dalam bidang agrikultur

    Kebutuhan terhadap bahan pangan adalah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi

    oleh semua manusia. Mengingat keterbatasan kemampuan dalam bidang

    Agrikultur, dukungan dari daerah sekitarnya dalam bidang tersebut menjadi sangat

  • 69

    penting. Oleh karena itu, dengan tujuan mengendalikan harga bahan pokok di

    pasaran, kerjasama dalam bidang agrikultur dengan daerah tetangga perlu

    dilakukan. Bentuk kerjasama yang perlu dilakukan adalah mendorong daerah

    tetangga yang memiliki potensi agrikultur untuk mengembangkan industri

    agrikultur, sehingga dapat dijadikan sebagai pemasok utama bahan pangan. Selain

    itu, secara luas kerjasama ini juga dapat mendukung pencapaian sasaran

    penciptaan lapangan kerja.

    6. Prioritas peningkatan aksesibilitas dan kualitas pendidikan dan kesehatan.

    Peningkatan aksesisibilitas masyarakat terhadap pendidikan dan kesehatan yang

    lebih berkualitas. Pendidikan dan kesehatan merupakan salah satu pilar terpenting

    dalam meningkatkan kualitas manusia sebagai pelaku sekaligus objek

    pembangunan. Pendidikan dan kesehatan sangat penting sebagai salah satu cara

    untuk penanggulangan kemiskinan, peningkatan keadilan dan kesetaraan gender,

    pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta peningkatan keadilan

    sosial. Dengan kondisi kualitas pendidikan dan kesehatan penduduk masih relatif

    rendah, upaya untuk memperbaiki kualitas dan akses penduduk terhadap

    pendidikan dan kesehatan harus dipercepat untuk mencapai kualitas manusia yang

    sejahtera dan berdaya saing.

    7. Prioritas memperbaiki program perlindungan sosial

    Prinsip pertama adalah memperbaiki dan mengembangkan sistem perlindungan

    sosial bagi penduduk miskin dan rentan. Perlindungan sosial terdiri dari bantuan

    sosial dan sistem jaminan sosial. Bantuan sosial diberikan kepada mereka yang

    sangat rentan, seperti mereka yang hidup dalam kemiskinan absolut, cacat, lanjut

    usia, atau mereka yang hidup di daerah terpencil.

    8. Prioritas penegakan hukum, pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi.

    Upaya penegakan hukum secara konsisten sangat penting untuk lebih menjamin

    kepastian hukum, keadilan dan kebenaran, supremasi hukum, serta menghargai

    hak asasi manusia. Perilaku korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara, akan

    tetapi juga mengakibatkan ekonomi biaya tinggi, serta rusaknya moral bangsa yang

    pada akhirnya menjadi beban masyarakat luas. Birokrasi yang seharusnya adalah

  • 70