spasme larynx pada kasus tenggelam _ medicine stuffs
TRANSCRIPT
25th June 2012
Definisi Drowning atau tenggelam sangat bervariasi. Sebelumnya drawning
didefinisikan sebagai kematian yang disebabkan oleh asfiksia akibat aspirasi cairan
ke dalam saluran pernapasan atau akibat dari terbenamnya seluruh atau sebagian
tubuh ke dalam cairan dimana tenggelam tidak terbatas di dalam air seperti sungai,
danau, atau kolam renang tetapi mungkin juga terbenam dalam kubangan atau
selokan dengan hanya muka yang berada di bawah permukaan air. Pada kongres
dunia untuk tenggelam tahun 2002 di Amsterdam, sekelompok ahli mengusulkan
konsensus baru untuk mendefiniskan tenggelam untuk mengurangi kebingungan
dari berbagai istilah dan definisi yang ada. Tenggelam, yang dahulu dianggap
sebagai kematian yang secara langsung disebabkan oleh asfiksia (“asphyxial
death”), kini diketahui terdiri dari serangkaian gangguan fisiologis dan biokimiawi
yang seluruhnya memiliki peranan penting terhadap akibat fatal dari tenggelam.
Adanya mekanisme kematian yang berbeda-beda pada tenggelam akan
memberikan gambaran yang berbeda-beda pada hasil pemeriksaan korban.
Tenggelam pada umumnya merupakan kecelakaan, baik kecelakaan saat naik
kapal, berolahraga air, maupun yang terjadi oleh karena korban dalam keadaan
mabuk, berada di bawah pengaruh obat atau pada mereka yang terserang epilepsi.
Pembunuhan dengan cara menenggelamkan korban lebih jarang terjadi, korban
biasanya bayi atau anak-anak. Pada korban dewasa biasanya korban sebelumnya
dianiaya, kemudian untuk menghilangkan jejak korban dibuang ke sungai. Bunuh
diri dengan cara menenggelamkan diri juga merupakan peristiwa yang jarang
terjadi. Korban sering memberati dirinya dengan batu atau besi, baru kemudian
terjun ke air. Dengan demikian, pemeriksaan kasus tenggelam juga ditujukan untuk
mengetahui apakah kasus tersebut merupakan kecelakaan, pembunuhan atau
bunuh diri.
Tenggelam merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang signifikan. Di
seluruh dunia setiap tahun dilaporkan sekitar 150.000 kematian terjadi akibat
tenggelam. Namun tingkat mortalitas dan morbiditas akibat tenggelam yang
sebenarnya sulit ditentukan karena banyaknya kasus yang tidak dilaporkan dan
banyaknya korban yang tidak mendapat pelayanan mediskemungkinan angka ini
mendekati 500.000 kematian. Secara umum 90% kasus tenggelam terjadi di air
tawar (danau, sungai, kolam) dan 10% terjadi di air laut. Tenggelam di dalam cairan
lain lebih jarang terjadi dan biasanya merupakan kecelakaan kerja. Laki-laki
disebutkan 4-5 kali lebih sering mengalami kejadian tenggelam ini dibandingkan
wanita.
Beberapa klasifikasi tenggelam yang dibuat oleh para ahli :
1. Typical drowning (wet drowning)
Ini merupakan kejadian tenggelam yang paling umum. Sekitar 80-90% angka
kejadian tenggelam adalah tipe ini. Pada keadaan ini cairan masuk ke dalam
saluran pernapasan korban saat korban tenggelam. Paru tampak khas dengan
gambaran “drowning lungs” dan terjadi baik di air tawar maupun air asin meskipun
ciri lebih lanjut dari tenggelam di air tawar maupun air asin akan tampak berbeda.
Pada wet drowning, meskipun korban berusaha untuk menahan nafas selama
mungkin, pada akhirnya akan mencapai titik dimana tubuh akan berusaha secara
tidak sadar untuk mengambil oksigen yakni bila kadar karbondioksida dalam darah
sangat tinggi dan kadar oksigen telah sangat rendah (PaO2 di bawah 100mmHg).
Proses menarik nafas yang involunter ini akan menarik sejumlah besar air ke dalam
SpasmeLarynxPadaKasustenggelam
saluran nafas dan ke dalam lambung. Korban dapat muntah dan terjadi aspirasi
cairan lambung. Proses involunter ini akan berlanjut hingga beberapa menit hingga
akhirnya mereda sendiri. Korban akan tidak sadarkan diri seiring dengan hipoksia
serebral yang tetap berlanjut hingga irreversibel lagi dan pada akhirnya terjadilah
kematian yang didahului oleh gangguan irama dan gagal jantung .
2. Atypical drowning (Dry Drowning)
Dry drowning secara harfiah berarti tenggelam kering atau tenggelam tanpa air.
Proses tenggelam tipe ini meliputi sekitar 10-20% dari seluruh angka kejadian
kasus tenggelam. Disebut dry drowning karena pada keadaan ini paru korban
berbeda kondisinya bila dibandingkan dengan paru pada korban wet drowning oleh
karena tidak adanya atau hanya sedikit cairan dari luar yang berhasil masuk ke
dalam paru. Beberapa penyebab kematian pada dry drowning adalah :
a. Laryngeal spasm
Pada keadaan ini hanya sedikit atau bahkan tidak ada cairan yang masuk ke dalam
saluran pernapasan, kematian disebabkan oleh refleks laringospasme yang cepat
dan menetap disertai proses asfiksia yang cepat. Pada sebagian besar kasus
tenggelam, spasme laring yang terjadi biasanya sementara saja dan akan segera
relaksasi kembali namun pada kasus ini (meskipun sangat jarang ditemukan)
spasme laring menetap. Korban hanya menunjukkan tanda asfiksia berupa sianosis
dan petechial hemorraghes tanpa tanda khas drowning sama sekali.
b. Immersion syndrome (vagal inhibition/reflex cardiac arrest )
Terjadi terutama pada anak-anak dan peminum alkohol yang tiba-tiba terjun ke
dalam air dingin (suhu < 20°C), yang menyebabkan terpicunya refleks vagal oleh
reseptor kulit yang terpapar suhu dingin tersebut yang menyebabkan apneu,
bradikardia, dan vasokonstriksi dari pembuluh darah kapiler dan menyebabkan
terhentinya aliran darah koroner dan sirkulasi serebral. Pada orang dengan kondisi
emosi yang sedang tinggi atau kekenyangan sebelum berenang juga dapat menjadi
faktor predisposisi. Kehilangan kesadaran dapat terjadi seketika dan diikuti
kematian beberapa menit kemudian.
c. Submersion of the unconscious
Bisa terjadi pada korban yang memang menderita epilepsi atau menderita penyakit
jantung khususnya coronary atheroma atau hipertensi, atau peminum yang
mengalami trauma kepala saat masuk ke air, atau dapat pula pecahnya aneurisma
serebral dan muncul perdarahan serebral yang terjadi tiba-tiba. Seringkali terjadi
meski korban hanya tenggelam di air yang dangkal.
d. Post immersion syndrome ( near drowning dan secondary drowning)
Near drowning adalah suatu keadaan gangguan sistem saraf pada korban
yangmasih hidup setelah lebih dari 24 jam (walaupun hanya untuk sementara)
diselamatkan dari suatu episode tenggelam. Cedera pada sistem saraf pusat
dilaporkan menjadi sebab utama dari morbiditas jangka panjang. Hipotermia dan
penurunan pengiriman oksigen ke jaringan vital tubuh, terutama otak, menjadi
faktor lain dari morbiditas dan mortalitas akibat dari near drowning.3 Secondary
drowningadalah suatu keadaan penurunan fungsi paru yang menyebabkan
menurunnya pertukaran gas dalam paru akibat hilang atau berkurangnya
surfaktan. Terjadi dalam beberapa jam hingga 48 jam dan lebih cepat terjadi pada
kasus tenggelam di air tawar. 5 Kematian muncul beberapa waktu setelah korban
tenggelam diselamatkan (dan diangkat dari air) akibat komplikasi seperti
pneumonia, aspirasi, dan ketidakseimbangan elektrolit.
PATOFISIOLOGI SPASME LARYNX PADA KASUS TENGGELAM
a. Anatomi dan sistem persarafan laring.
Laring adalah organ khusus yang mempunyai sfingter pelindung pada pintu masuk
jalan nafas dan berfungsi dalam pembentukan suara, pengaturan nafas dan
sebagainya. Di bagian superiornya membuka ke dalam laringofaring, dan
diinferiornya bersambung dengan trakea. Kerangka laring dibentuk oleh beberapa
tulang rawan (yaitu: hioid, epiglottis, tiroid, aritenoid dan krikoid) yang dihubungkan
oleh ligamentum dan digerakkan oleh otot.
[http://2.bp.blogspot.com/-
vq1lpBTbhb0/S61ce0KcezI/AAAAAAAAAks/tP1JJ2NwlZQ/s1600/1.jpg]Gambar 1: struktur anatomi laring
Nervus vagus merupakan saraf sensori utama dari laring. Cabang laring internal
dari nervus laring superior (dari n.vagus) merupakan saraf sensoris untuk bagian di
atas kord vokalis (supra glottic), termasuk indera perasa (taste buds). Sementara
nervus laring rekurren merupakan saraf sensoris untuk bagian glottis dan di bawah
kord vokalis (sub glottic) dan mempersarafi seluruh otot-otot laring intrinsik.
Sementara otot-otot ekstrinsik (krikotiroideus) dipersarafi oleh cabang dari nervus
laring superior.14 Beberapa studi menunjukkan ada dua jenis reseptor pada laring,
pertama adalah reseptor bereaksi lambat dan kedua adalah reseptor bereaksi
cepat yang sangat sensitif terhada stimulasi bahan kimia. Serabut saraf sensoris di
daerah epiglottis dapat diaktivasi oleh berbagai jenis rangsang termasuk air, namun
rangsang mekanik rupanya memberi respon yang paling efektif.
b. Laryngospasme
Laryngospasme atau spame laring adalah tertutupnya glottis oleh otot-otot intrinsik
laring yang tidak diinginkan/disadari dan merupakan refleks pertahanan tubuh
untuk mencegah benda asing masuk ke saluran nafas yang lebih rendah (paru-
paru).7 Pada sebagian besar kasus tenggelam (wet drowning), spasme laring ini
hanya bersifat sementara namun sekitar 10-20% dari korban tenggelam yang
digolongkan dry drowning, ditemukan spasme laring yang menetap hingga menutup
jalan nafas korban sampai menjelang kematian terjadi.
Ketika korban masuk ke dalam air, sejumlah kecil air akan terinhalasi dan
teraspirasi ke dalam laring atau trakea dan menyebabkan terpicunya refleks laring
yang segera menutup jalan nafas. Sejumlah kecil air yang lolos teraspirasi akan
mengiritasi dinding bronkus lebih lanjut yang akan menyebabkan mukosa bronkus
mensekresi mukus tebal sebagai langkah proteksi.
Ketika kadar karbondioksida sudah sangat tinggi dan korban sangat hipoksia, akan
memicu korban untuk menarik nafas. Diafragma akan turun dan otot-otot
pernafasan mengembang, menyebabkan meningkatnya volume paru dan
menurunnya tekanan dalam paru. Masalahnya adalah trakea dalam keadaan
tersumbat sehingga udara tidak dapat masuk untuk menyeimbangkan tekanan
negatif yang timbul. Akibatnya darah dari kapiler pulmonar tertarik masuk ke dalam
alveoli akibat tekanan negatif tersebut. Hal ini akan menyebabkan rusaknya
surfactan dan alveoli.
Air yang teraspirasi tadi akan bercampur dengan mukus membentuk busa berwarna
putih, bila cukup banyak darah yang masuk ke alveoli maka busa akan berwarna
pink. Terbentuknya busa ini akan semakin memperberat sumbatan jalan nafas.
Spasme laring akan berelaksasi segera sebelum kematian terjadi. Namun sumbatan
fisik pada jalan nafas masih tetap ada berupa gumpalan mukus kental dan busa
yang terbentuk tadi disertai kemungkinan munculnya spasme bronkiolar susulan
sebagai refleks untuk mencegah air lebih jauh masuk ke dalam paru. Pada
pemeriksaan dalam, tanda-tanda khas paru seperti pada wet drowning tidak
ditemukan.
TEMUAN OTOPSI PADA KORBAN MATI AKIBAT TENGGELAM
Berikut adalah beberapa temuan yang didapatkan pada korban tenggelam. Pada
pemeriksaan luar, baik korban tenggelam wet drowning atau pun dry drowning
dapat memberikan tanda yang sama namun pada pemeriksaan dalam seringkali
korban dry drowning tidak memberikan tanda yang khas sebagaimana yang
didapatkan pada korban wet drowning.
Pemeriksaan Luar
Diagnosis pasti penyebab kematian pada kasus tenggelam tidak dapat ditentukan
dari pemeriksaan luar, namun beberapa tanda yang ditemukan dapat memperkuat
diagnosa. Tanda-tanda yang ditemukan pada pemeriksaan luar antara lain :
Ditemukan adanya cairan berbuih dari hidung dan mulut, yang dihasilkan dari
campuran udara, mukus dan cairan aspirasi yang terkocok-kocok saat adanya
upaya pernapasan yang hebat. Busa dapat berwarna putih, atau lebih merah muda
jika berasal dari edema pulmonum. Terkadang busa tidak lagi keluar dari mulut dan
hidung, terutama setelah dilakukan kompresi pada dinding dada. Namun jika
dilakukan pemeriksaan dalam dapat masih ditemukan adanya busa pada saluran
pernapasan atas dan bawah.
[http://2.bp.blogspot.com/-4zUMFhWKEvQ/T-
dYm68mCrI/AAAAAAAAAy4/M56RoiuwwhE/s1600/cairan+berbuih+dari+mulut.PNG]Gambar 2. Keluarnya cairan berbusa dari mulut yang berasal dari campuran udara, mukus, cairan
aspirasi
Terdapat tanda-tanda asfiksia seperti sianose pada kuku dan bibir. Mata
tampakmerah karena perdarahan subconjuctiva, dari mulut dan hidung terdapat
buih halus yang sukar pecah, kadang menjulur seperti lidah. Asfiksia dikatakan
mulai terjadi sejak 2 menit setelah tenggelam. Kematian terjadi dalam 5 menit
meskipun jantung masih berdetak hingga 10 menit. Dalam air yang lebih dingin,
kematian kebih cepat terjadi..
Lebam mayat lebih banyak di bagian kepala, muka dan leher (karena posisi kepala
di air lebih rendah). Lebam mayat berwarna merah terang. Sebagai hasil dari
pembekuan OxyHb.
[http://2.bp.blogspot.com/-
mj27OYVaANs/T-dVZrIWrSI/AAAAAAAAAyk/qzyHEEZVzDY/s1600/washer+hand.png]Gambar 3. Washer woman's hand
[http://2.bp.blogspot.com/-mj27OYVaANs/T-
dVZrIWrSI/AAAAAAAAAyk/qzyHEEZVzDY/s1600/washer+hand.png] Bila korban lama di
dalam air bisa didapati telapak tangan dan kaki putih mengkerut seperti tangan
tukang cuci(washer woman’s hand). Penenggelaman yang lama dapat
menyebabkan maserasi yang progresif pada kulit. Biasanya ditemukan pada
telapak tangan dan kaki dan area yang terpapar dengan gesekan. Semakin lama
berada dalam air, proses maserasi yang terjadi dapat makin luas hingga mencapai
bagian ekstensor dari lutut dan siku. Kulit pada area ini akan tampak menjadi
berwarna putih, gembung, basah, keriput dan berombak. Semakin lama, epidermis
dapat terkupas diikuti oleh kuku. Gambaran ini tidak mengindikasikan bahwa mayat
ditenggelamkan, karena mayat lamapun bila dibuang kedalam air akan memberikan
gambaran washer woman’s hand juga.
Dapat dijumpai adanya luka-luka pada daerah wajah, tangan dan tungkai bawah
bagian depan, yang dapat terjadi akibat persentuhan korban dengan dasar sungai
atau kolam, atau dengan benda-benda disekitarnya. Bisa juga akibat diserang oleh
predator – predator air.
Cadaveric spasme, ini secara relatif lebih sering terjadi dan merupakan reaksi
intravital. Sebagaimana sering terdapat benda-benda, seperti rumput laut, dahan
atau batu. Ini menunjukkan bahwa waktu korban mati, berusaha mencari pegangan
lalu terjadi kaku mayat.
[http://1.bp.blogspot.com/-K7B44QmhZWQ/T-
dUxcxOxbI/AAAAAAAAAyc/1k1avBxDc2w/s1600/cadaveric+spasme.png]
Gambar 4 Kadaverik spasme pada korban tenggelam menunjukkan korban masih
hidup saat masuk dalam air
Pemeriksaan Dalam
Tenggelam merupakan suatu proses yang menghasilkan kegagalan respirasi
akibatdari terbenamnya, sebagian atau seluruh bagian tubuh dalam media cairan.
Secara morfologi tenggelam dapat diklasifikasikan menjadi wet (typikal) drowning,
dan dry (atypical) drowning. Berikut hasil yang didapatkan dari pemeriksaan dalam
pada korban tenggelam.
Wet drowning
Paru-paru pada korban tenggelam wet drowning biasanya tampak sangat
mengembangseperti balon (bulky and ballooned). Paru dalam keadaan ini tampak
menutupi jantung dan menonjol keluar bila dinding dada dibuka hingga gambaran
indentasi tulang dada tampak jelas di permukaan luar paru. Edema dan kongesti
paru dapat sangat hebat sehingga beratnya mencapai 700-1000 gram, dimana
berat paru normal adalah sekitar 250-300 gram.
Tardieu’s spot (bercak oleh karena penekanan pembuluh darah di septum
interalveolaris oleh udara dan air yang terperangkap) seringkali absen namun
bercak perdarahan paltauff dikatakan ditemukan dalam 50% kasus. Bercak Paltauf
merupakan bercak perdarahan yang besar terjadi akibat peningkatan tekanan yang
menyebabkan rupturnya dinding alveolar. Ditemukan paling sering di permukaan
anterior dan margin dari paru namun dapat juga ditemukan di subpleura bila telah
terjadi perembesan atau ruptur lebih lanjut.
Paru-paru pucat dan diselingi bercak-bercak merah di antara jaringan yang
berwarna kelabu. Pada pengirisan tampak banyak keluar cairan merah kehitaman
bercampur buih dari irisan tersebut. Sementara di bawah mikroskop rongga
alveolar sangat luas dan septanya ruptur atau sangat tipis. Keseluruhan keadaan
ini dikenal dengan nama ”emphysema aquosum”.
Emfisema aquosum merupakan tanda dari usaha paksa korban untuk bernafas dan
ditemukan pada korban yang tenggelam dalam keadaan sadar. Sementara pada
korban yang tidak sadarkan diri saat tenggelam, akan ditemukan edema aquosum.
Yakni merupakan suatu keadaan dimana air masuk dengan pasif ke dalam paru
sehingga paru tampak dipenuhi oleh air tersebut.
[http://4.bp.blogspot.com/-atdiYgdU7sc/T-
dTwBwb_lI/AAAAAAAAAyM/kPvOW5VuBng/s1600/emfisema+aquosum.PNG]
[http://2.bp.blogspot.com/-2I-AlVbq7wc/T-
dURTbQJXI/AAAAAAAAAyU/dj6KC1_8faw/s1600/ruptur+alveoli.png]Gambar 5 : Emfisema Aquosum.Tampak paru sangat mengembang menutupi jantung
dan di bawah mikroskop rongga alveolar tampak sangat luas dengan septum yang
ruptur.
Membran mukosa laring, trakea dan bronkus tampak kemerahan dan kongestif.
Dapat ditemukan busa putih atau kemerahan di sepanjang lumen. Bila ditemukan
lumpur, pasir, alga dan diatom terutama di bawah bifurcatio trachealis,
kemungkinan tenggelam ante mortem sangat tinggi.
Pada rongga pleura dapat ditemukan bercak darah sebagai akibat perembesan
dari pleura ataukah sebagai akibat disintegrasi postmortem antara paru dan pleura.
Terjadi perubahan pada jantung dan pembuluh darah. Jantung kelihatan lebih bulat
dan bagian kirinya tampak kosong sementara bagian kanannya tampak dipenuhi
darah vena berwarna gelap. Bila dilakukan tes konsentrasi klorida (Gettler test)
terhadap jantung kiri dan kanan maka akan menunjukkan hasil sebagai berikut :
Bila tenggelam di air tawar, konsentrasi klorida jantung kiri lebih rendah dari jantung
kanan (dikatakan turun hingga 50 %dari nilai normal). Sementara bila tenggelam di
air asin, konsentrasi klorida jantung kanan lebih tinggi dari jantung kiri (hingga 30-
40% dari nilai normal). Perbedaan kadar klorida antara jantung kiri dan kanan
minimal 25% sudah mengisyaratkan kemungkinan kuat suatu kematian antemortem
akibat tenggelam meskiun hasilnya negatif pada korban yangtenggelam akibat
spasme laring atau inhibisi vagal.
Ditemukannya air dalam telinga tengah menunjukkan adanya kematian antemortem
akibat tenggelam, sebab tidak mungkin air masuk ke rongga telinga tengah pada
keadaan postmortem.
[http://2.bp.blogspot.com/-2I-AlVbq7wc/T-
dURTbQJXI/AAAAAAAAAyU/dj6KC1_8faw/s1600/ruptur+alveoli.png]
Pada pria genitalianya dapat membesar, ereksi atau semi-ereksi. Namun yang
paling sering dijumpai adalah semi-ereksi.
Pada pemeriksaan secara mikroskopik bertujuan mencari ada tidaknya diatome
dalam paru-paru mayat. Diatome merupakan ganggang bersel satu dengan dinding
dari silikatyang tahan asam. Syaratnya paru-paru harus masih dalam keadaan
segar, yang diperiksa bagian kanan perifer paru-paru, dan jenis diatome harus
sama dengan diatome di perairan tersebut. Biasanya ditemukan diatome pada
saluran napas, jaringan paru, darah jantung, atau sumsum tulang. Diatome
merupakan kelompok alga yang uniseluler, mikroskopik dengan dinding sel yang
mengandung silika dan mengandung klorofil dan diatomin.
Diatome secara universal ditemukan pada air tawar dan air asin dan terdapat lebih
dari 10.000 spesies diatome. Uji diatome didasarkan pada asumsi bahwa pada
korban tenggelam diatome dalam media air tawar atau air laut akan terbawa masuk
ke dalam parenkim paru bersama dengan air yang teraspirasi. Diatome kemudian
akan masuk ke kapiler alveolar dan terbawa dalam aliran darah sirkulasi ke seluruh
tubuh. Ukurannya yang sangat kecil memungkinan diatome masuk ke dalam hepar,
ginjal, otan dan sumsum tulang femoral. Sampel untuk uji diatome diperoleh dengan
mengambil beberapa ratus gram organ yang dicurigai mengandung diatome (paru,
ginjal, hepar, atau otak) kemudian diberi asam sulfat dan asam nitrat untuk
mendestruksi jaringan organ, baru kemudian di-sentrifuge dan dilihat dibawah
mikroskop.
[http://1.bp.blogspot.com/-9VcoSHCIdy8/T-dTf7VK80I/AAAAAAAAAyE/H4LqEndI-
wE/s1600/diatom.png]
gambar 6 :
prinsip dari tes diatom: pada tubuh yang sudah mati ketika tenggelam, diatom masih mungkin
didapatkan dalam paru, tapi tidak pada organ-organ jauh oleh karena sudah tidak adanya lagi
sirkulasi darah
Dry Drowning
Pada pemeriksaan dalam, tanda-tanda khas paru seperti pada wet drowning tidak
titemukan pada dry drowning melainkan hanya tanda asfiksia mekanik klasik seperti
sianosis, kongesti dan petechial hemorraghes yang luas. Bila terjadi sumbatan
mekanik akibat laringospasme, maka pada paru tidak akan ditemukan air atau bila
ditemukan hanya sedikit saja (meskipun mungkin agak banyak di dalam lambung).
Tidak ditemukan adanya buih ataupun bila ada hanya sedikit. Demikian pula tidak
ditemukan adanya emfisema aquosum pada paru.
Tanda-tanda asfiksia mekanik ini dapat juga disebabkan oleh penyebab kematian
asfiksia mekanik lainnya sebelum korban masuk ke dalam air, oleh karena itu
kemungkinan adanya penyebab lain ini harus benar-benar disingkirkan sebelum
penegakan diagnosa kematian oleh laryngospasme diambil.8
KESIMPULAN
Drowning atau tenggelam adalah kematian yang disebabkan oleh aspirasi cairan ke
dalam saluran pernapasan akibat dari terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh
ke dalam cairan.Namun berdasarkan temuan pada pemeriksaan luar maupun
dalam pada korban mati akibat tenggelam, tidak semua korban tersebut memiliki
gambaran yang khas untuk korban mati akibat tenggelam.
Pada kasus–kasus tenggelam yang meragukan seperti ini, tidak ditemukannya
kelainan-kelainan pada tubuh korban tenggelam adalah mungkin disebabkan oleh :
1. Telah terjadi pembusukan.
Saluran napas dan paru-paru adalah salah satu organ yang cepat membusuk
sehingga menyulitkan pemeriksaan .
2. Meninggal karena vagal inhibition/cardiac reflex.
Perlu pemeriksaan apakah ada trauma, penyakit wajar atau keracunan. Vagal
inhibitiondapat terjadi akibat masuknya air secara mendadak kedalam larynx dan
nasopharynx atau dari pukulan pada abdomen akibat jatuh secara horizontal
kedalam air yang memicu reseptor dari nervus vagus yang berakibat ke sistem
kardiovaskular yang dimulai dengan asistol dan fibrilasi ventrikel sehingga
menyebabkan kematian oleh karena gagal jantung.
3. Meninggal karena laryngeal spasme
Secara umum , spasme laring dalam kasus tenggelam dapat dipicu oleh reflek
vagal lokal di laring. Sementara pada immersion syndrome , vagal reflek berperan
lebih luas dalam menyebabkan refleks kardiak oleh adanya vagal inhibisi. Pada
beberapa kasus derajat dan lamanya spasme adalah sedemikian sehingga
kematian disebabkan oleh karena asphyxia ,tetapitanpa ada tanda tenggelam pada
paru korban.
Untuk menegakkan diagnose laryngeal spasme, sebab kematian lain harus
disingkirkanterlebih dahulu. Harus diingat bahwa pada pemeriksaan post mortem
tidak ditemukan lagi adanya gambaran spasme larynx. Tanda adanya asfiksia
seperti sianosis pada bibir dan atau bawah kuku dan perdarahan pada konjungtiva
bulbi dan kelopak mata dapat sedikit membantu menegakkan diagnosis. Tidak ada
tanda khas yang pasti dapat menentukan diagnosis dan membedakan dengan jenis
atypical drowning yang lain.
Disusun oleh : Phiank dan Haikal Khusaini
Posted 25th June 2012 by damai jiwa
Labels: forensik, spasme laring, tenggelam
Loker di Indonesiaberniaga.com
Ribuan Loker 2014 tersedia, Cek langsung disini !