sosialisme islam menghadapi kebudayaan...

32
SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN KAPITALISME KONTEMPORER: Studi Pemikiran Sosial Ḥassan Ḥanafī dan Postmodernisme Fredric Jameson T E S I S O l e h: Greg Soetomo 13.2.00.1.02.01.0004 Pembimbing: Dr. Ali Munhanif, MA SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015

Upload: doanmien

Post on 18-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39476/1/GREG... · gelar MA.Hum (Magister Agama Humaniora) dengan bidang konsentrasi Pemikiran

SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN

KAPITALISME KONTEMPORER:

Studi Pemikiran Sosial Ḥassan Ḥanafī dan Postmodernisme Fredric

Jameson

T E S I S

O l e h:

Greg Soetomo

13.2.00.1.02.01.0004

Pembimbing:

Dr. Ali Munhanif, MA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015

Page 2: SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39476/1/GREG... · gelar MA.Hum (Magister Agama Humaniora) dengan bidang konsentrasi Pemikiran

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala

bimbingan dan kekuatan yang diberikan-Nya, sehingga tesis dengan judul

“Sosialisme Islam Menghadapi Kebudayaan Kapitalisme Kontemporer: Studi

Pemikiran Sosial Ḥassan Ḥanafī dan Postmodernisme Fredric Jameson” menjadi

paripurna. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh

gelar MA.Hum (Magister Agama Humaniora) dengan bidang konsentrasi Pemikiran

Islam di Sekolah Pascasarjana (SPs) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima

kasih yang sebesar besarnya, kepada :

1. Pater Provinsial RB Riyo Mursanto SJ (2013) yang mengutus saya studi di

Sekolah tersebut, dan kemudian diteguhkan oleh Pater Provinsial P Sunu

Hardiyanta SJ (2014). Atas visi mereka berdua saya, seorang Imam Yesuit

dalam Gereja Katolik boleh menikmati keindahan dan kedalaman studi

Islam di Sekolah ini.

2. YB Heru Prakosa SJ, A. Sudiarja SJ, A. Nugroho Widiyono SJ, Franz

Magnis-Suseno SJ, dan J Sudarminta SJ, lewat sumbangan dan dukungan

dengan caranya masing-masing, mereka ikut andil dan memberi

kesempatan saya untuk merefleksikan kajian Islam sebagai bagian

kehidupan iman Kristiani dan imam dalam Gereja Katolik.

3. Para pejabat di Sekolah Pascasarjana (SPs) UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, Prof. Dr. Azyumardi Azra MA, Prof. Dr. Suwito MA, dan Dr

Yusuf Rahman MA, yang menerima saya sebagai bagian dan kemudian

berproses dalam komunitas akademis ini (2013 – 2015). Sebuah proses

yang dilanjutkan (2015) di bawah pimpinan Prof Dr Masykuri Abdillah

MA, Prof. Dr. Didin Saepuddin MA, dan Dr JM Muslimin MA di Sekolah

ini.

4. Dr Ali Munhanif MA, pembimbing Tesis, kepada siapa saya datang

berkonsultasi, berdiskusi, dan berbincang-bincang. Beliau selalu ramah,

penuh senyum, bersedia menerima saya setiap saat. Terima kasih Pak Ali!

Perlu disebutkan nama-nama yang ikut menyumbangkan gagasan, baik

lewat bincang-bincang, proses verifikasi, ujian, dan lainnya: Dr Yusuf

Rahman, Prof. Dr. Azyumardi Azra MA, Prof. Dr. Suwito MA, Prof Dr

Abdul Mujib, M. Zuhdi, M.Ed, Ph.D, Suparto, M.Ed, Ph.D, Prof. Dr. Iik

Arifin M, Prof. Dr. Sukron Kamil MA, Dr. Fuad Jabali MA, Dr. Sudarnoto

Abdul Hakim, Dr. Amelia Fauzia MA, Dr JM Muslimin MA, Prof. Dr.

Hamdani Anwar MA, Dr. Arskal Salim MA, Prof Dr Masykuri Abdillah

MA, Prof. Dr. Didin Saepuddin MA, Ismatu Ropi‟ Ph.D.

5. Teman-teman mahasiswa-mahasiswi di Sekolah ini telah menerima saya

„yang lain dan berbeda‟ ini dan menjadikannya sebagai bagian secara

Page 3: SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39476/1/GREG... · gelar MA.Hum (Magister Agama Humaniora) dengan bidang konsentrasi Pemikiran

ii

alamiah dalam komunitas ini. Berbagai kisah, interaksi dan peristiwa

dengan mereka telah membuat saya menjadi „yakin‟ untuk melanjutkan

perjalanan yang unik dan kaya ini. Saya berterima kasih kepada mereka.

Saya bersyukur untuk persahabatan dan persaudaraan ini. Tidak mudah bagi

saya untuk menyebutkan mereka satu per satu.

6. Komunitas Skolastik SJ Wisma Dewanto di Jalan Kramat VII/25, tempat

saya tinggal, membaca-menulis, dan menikmati apa artinya hidup

bertumbuh, berkembang dan berbuah. Dalam periode 2013 – 2015, saya

ingin menyebut „nama panggilan‟ mereka yang ikut ambil bagian secara

informal, emosional, tetapi memberi sumbangan mendalam juga: Romo

Adi, mbak Iin, Bayu, Tuja, Mike, Pipat, Nara, Wylly, Centus, Benjamin,

Sapto, Thomas, Endar, Harry, Awan, Sakda, Matthew.

7. Terima kasih untuk komunitas Gereja Katolik dan Non-Katolik yang di

sana sini saya jumpai. Mereka menyapa dan bertanya, “Bagaimana

perkembangan studi di UIN?”. Beberapa hanya sekedar basa-basi. Tetapi,

beberapa lainnya sungguh serius dengan penuh minat mengajukan

pertanyaan yang mengundang diskusi, kemudian benar-benar ingin

mendengarkan tanggapan saya, dan membuat saya berpikir untuk

mendalami hal-hal mendasar dari studi ini. Terima kasih.

Sebuah karya selalu lahir dan hadir lewat sebuah konteks ruang dan waktu yang

kompleks. Kepada semua pihak yang belum tersapa tetapi telah membantu proses

penulisan tesis ini, saya ucapkan banyak terima kasih. Juga kepada banyak kisah

dan peristiwa yang saya jumpai, duka dan suka, tragedi dan komedi, yang telah ikut

memoles tesis ini, saya pantas bersyukur karenanya.

Kramat VII/25, Juni 2015

Greg Soetomo

Penulis

Page 4: SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39476/1/GREG... · gelar MA.Hum (Magister Agama Humaniora) dengan bidang konsentrasi Pemikiran

iii

ABSTRAK

Tesis ini membuktikan aspek-aspek pemikiran Islam Taṣawwuf, Falsafah,

Kalām, dan Fiqh memiliki kapasitas untuk memperbarui dirinya terus-menerus dan

mampu menjawab tantangan dan persoalan setiap zaman yang terus berubah.

Tesis ini berbeda dengan pemahaman agama oleh Marxisme Ortodoks.

Agama dalam pemikiran Karl Marx (1818 – 1883) menjadi bagian ‘superstruktur’

(bangunan atas) yang ditentukan oleh ekonomi. Agama tidak akan memiliki

kesadaran kritis untuk mengoreksi kekuasaan kapitalisme dan produk dan dampak

kebudayaannya.Tesis ini hendak membuktikan sebaliknya.

Tesis dalam pemikiran sosialisme Ḥassan Ḥanafī (1935 - ) ini memiliki

persamaan dan afinitas dengan beberapa pemikir dan pemikiran sosialisme Jamāl

al-Dīn al-Afghānī (1838 - 1897) dan ‘Ali Sharī‘atī (1933 - 1977). Mereka berdua

menjelaskan dan memberikan solusi bagi masalah-masalah yang dihadapi

masyarakat Muslim melalui prinsip-prinsip Islam yang tradisional, yang terjalin dan

dipahami dari sudut pandang sosiologis dan filsafat modern.

Tesis ini hendak membuktikan bahwa agama dan teologi tidak selalu

ditentukan dan dipengaruhi oleh logika ekonomi kapitalistik, bahkan sebaliknya,

keduanya bisa melahirkan kesadaran baru dan memainkan peranan kritis terhadap

dampak kebudayaan kapitalisme kontemporer.

Pendekatan yang digunakan dalam tesis ini adalah pendekatan studi tokoh

(Ḥassan Ḥanafī) dengan mempelajari unsur dan dimensi sosialisme dalam

perspektif riwayat dan konteks hidup sang tokoh, analisis sosial-politiknya, filsafat,

dan teologi Islam tokoh yang dipelajari ini. Konsep Fredric Jameson (1934 - )

mengenai ‘totalitas’, ‘postmarxisme’ dan filsafat kebudayaan dari postmodernisme

menjadi dasar teoretis untuk menjelaskan, memperkuat dan mengembangkan

pemikiran Ḥanafī.

Dua buku yang merupakan dua volume tulisan Ḥanafī menjadi bacaan dan

sumber utama: Islam in the Modern World. Religion, Ideology and Development

(Volume I) dan Islam in the Modern World. Tradition, Revolution and Culture

(Volume II). Satu buku utama dari Jameson yang menjadi acuan primer adalah

Postmodernism, or, The Cultural Logic of Late Capitalism (1991).

Kata Kunci: sosialisme Islam, kapitalisme kontemporer, postmodernisme, aspek

Islam, totalitas.

Page 5: SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39476/1/GREG... · gelar MA.Hum (Magister Agama Humaniora) dengan bidang konsentrasi Pemikiran

iv

ABSTRACT

This thesis proves the ability of the aspects of Islamic teachings - Taṣawwuf

(Sufism), Falsafah (philosophy), Kalām (theology), and Fiqh (Islamic

jurisprudence) - to renew themselves continuously and are able to respond to the

challenges in the changing times.

This thesis is different from the understanding of religion by Orthodox

Marxism. Religion in the thought of Karl Marx (1818 - 1883) became part of the '

superstructure’ which is determined by the economy. Religion will not have a

critical awareness to correct the power of capitalism and its products and of its

cultural impacts. This thesis is to prove otherwise.

The basic idea in Ḥanafī’s social thought goes hand in hand and has affinity

with several thinkers, like Jamāl al-Dīn al-Afghānī (1838 - 1897) dan ‘Ali Sharī‘atī

(1933 - 1977). They both explain and offer solutions to the problems faced by the

Muslim community through the traditional principles of Islam, which established

and understood from the point of view of modern sociology and philosophy.

This thesis will show that religion is not always determined and influenced

by the logic of the capitalism, as the Orthodox Marxists think. On the contrary, it

could offer a new consciousness and play a critical role to the cultural impact of

contemporary capitalism.

By way of exploring a particular social-religious thinker (Ḥassan Ḥanafī

(1935 - )) by studying the elements and dimensions of socialism in his mysticism,

philosophical stance and theological position becomes an approach taken as a

means of accomplishing this thesis’ purpose. Fredric Jameson’s concept of 'totality',

'Postmarxism', and philosophy of postmodernism will be employed to explain,

support and expand the Hanafi’s whole Islamic thinking with regard to the social

thrust.

Two volume books by Ḥanafī become the main sources of this thesis: Islam

in the Modern World. Religion, Ideology and Development (Volume I) and Islam in

the Modern World. Tradition, Revolution and Culture (Volume II). Meanwhile,

Jameson’s Postmodernism, or, The Cultural Logic of Late Capitalism (1991) is

intellectually developed into a dialogue with the earlier.

Keywords: Islamic socialism, contemporary capitalism, postmodernism, Islamic

aspects, totality.

Page 6: SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39476/1/GREG... · gelar MA.Hum (Magister Agama Humaniora) dengan bidang konsentrasi Pemikiran

v

ABSTRAK

يهخص انثذث

انالخ، انفم نا انمذسج نرجذذ , انفهضفح, انرصف, زا انثذث ذثثد جاة انفكش اإلصالي

.فضا تاصرشاس لادسج عهى االصرجاتح نهرذذاخ انشاكم فى كم انعش انرغشج

1883)انذ ف فكش كاسل ياسكش . فى يخرهف عهى انذ اناسكضح األسذركضح زا انثذث

انذ نش نذا انمذسج عهى انرصذخ . ا نر ذذدا االلرصاد( تاء عها)’ جزءا ي انثح انفلح (1818

ز انشصانح ا ثثد عهى خالف رنك.انمج انشأصانح انرجاخ انرأثش ثمافحا . إ

انثذث ف انرفكش االشرشاكح دض دف نا انعادنح انذصل عهى انذعى ي تعض انفكش

كالا ششح (1977- 1933)عه ششعر (1897-1838)األفكاس االشرشاكح جال انذ األفغا

ذمذى انذهل نهشاكم انر ذاج انجرعاخ اإلصاليح تصهح يثادئ اإلصالو انرمهذي، انزي ذرشاتك فى

.ي جح ظش انفهضفح االجراعح انذذثح

درى , ذرأثش تطك االلرصاد انشأصان انالخ نى ذذذد دائازا انثذث شذ أ ثثد أ انذ

. كالا لذس عها أ ذهذ عا جذذا نعة دسا داصا عهى انرأثش انثماف نهشأصانح انعاصشج, رنك .

ي خالل دساصح انعاصش (دض دفى )انج انضرخذو تزا انثذث انج انذساصح انشخصح

فهضفح،ذعهى , انرذهم انضاص االجراع, أتعاد االشرشاكح جح ظش انراسخ صاق انذاج انشخصح

فهضفح انثمافح ي ’ تعذ اناسكضح ,"تانشنح"يفو جض فا رعهك . زا األخ اإلصالو شخصر

. أ ك األصاس انظشي نششح، ذعزز ذطش انرفكش دففضدشصى

.Islam in the Modern World كرات انر ذكرة ف يجهذ دف ذصثخ انصذس انمشاءج

Religion, Ideology and Development (Volume I) dan Islam in the Modern World.

Tradition, Revolution and Culture (Volume II). ذصثخ يصذس انكراب ي جض انرى

Postmodernism, or, The Cultural Logic of Late انشجعح األصاصح

Capitalism (1991).

االشرشاكح اإلصاليح، انشأصانح انعاصشج، يا تعذ انذذاثح، يظش إصالي، انكهح :كلمات البحث

Page 7: SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39476/1/GREG... · gelar MA.Hum (Magister Agama Humaniora) dengan bidang konsentrasi Pemikiran

vii

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Page 8: SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39476/1/GREG... · gelar MA.Hum (Magister Agama Humaniora) dengan bidang konsentrasi Pemikiran

ix

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR --- i

ABSTRAK --- iii

PEDOMAN TRANSLITERASI --- vii

DAFTAR ISI --- ix

BAB I. PENDAHULUAN --- 1

A. Latar Belakang Masalah --- 1

B. Permasalahan --- 5

1. Identifikasi Masalah --- 5

2. Pembatasan Masalah: Ḥassan Ḥanafī dan Fredric Jameson --- 7

3. Perumusan Masalah --- 8

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan --- 8

D. Tujuan Penelitian --- 17

E. Manfaat/Signifikansi Penelitian --- 18

F. Metodologi Penelitian --- 18

G. Sistematika Penulisan --- 20

BAB II. MELACAK SEJARAH PEMIKIRAN SOSIALISME ISLAM --- 23

A. Sosialisme Karl Marx --- 23

1. Sosialisme Purba --- 23

2. Sosialisme Ilmiah --- 25

B. Sosialisme Islam dalam Perdebatan --- 28

1. Asal-usul dan Akar Sosialisme Islam --- 28

2. Sosialisme Islam Kontemporer: Konsep dalam Perdebatan --- 33

3. Sosialisme Islam Kontemporer: Aplikasi dalam Perdebatan --- 42

C. Islam dan Kapitalisme --- 55

BAB III. KEBUDAYAAN KAPITALISME KONTEMPORER: FILSAFAT

POSTMODERNISME FREDRIC JAMESON --- 59

A. Genealogi Pemikiran Jameson --- 59

1. Para Peletak Dasar Pemikiran Jameson --- 60

2. Dari ‘Realisme’, ke ‘Modernisme’, berpuncak ‘Postmodernisme’ --- 65

B. Kapitalisme dan Totalitas --- 68

C. Postmarxisme Pemikiran Filsafat Jameson --- 70

1. Teori Basis-Superstruktur Ditinjau Kembali --- 70

2. Makna Baru Sejarah --- 73

D. Postmodernisme, Kapitalisme Kontemporer, dan Dampak Kebudayaannya -

-- 75

1. Antara Modernisme dan Postmodernisme --- 76

2. Kapitalisasi Politik --- 78

3. Kebudayaan Media, Kedangkalan, dan Lenyapnya Sejarah --- 79

BAB IV. SOSIALISME ISLAM ḤASSAN ḤANAFĪ --- 85

Page 9: SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39476/1/GREG... · gelar MA.Hum (Magister Agama Humaniora) dengan bidang konsentrasi Pemikiran

x

A. Genealogi Pemikiran Sosial Ḥassan Ḥanafī --- 85

1. Konteks Lahirnya Pemikiran ---85

2. Pengaruh ‘Paris’ dalam Ḥanafī ‘Muda’ --- 89

3. Pengaruh Muḥammad ‘Abduh dan Karl Marx --- 91

4. Ditempa dalam Pergaulan --- 93

5. Ḥanafī dan Postmodernisme --- 94

B. Taṣawwuf Sosial Ḥassan Ḥanafī: corak isi mistisismenya --- 95

1. Antara Iḥyāʾ ʿulūm al-dīn dan Iḥyāʾ ʿulūm al-dunyā --- 96

2. Rekonstruksi Fase Moral --- 98

3. Rekonstruksi Fase Etis-Psikologis --- 99

4. Rekonstruksi Fase Metafisis --- 106

C. Falsafah Sosial Ḥassan Ḥanafī: pemikiran filsafat dalam ‘Ilm uṣūl al-fiqh --

- 109

1. Kesadaran Historis --- 111

2. Kesadaran Eidetis --- 115

3. Kesadaran Aktif --- 119

D. Kalām Sosial Ḥassan Ḥanafī: pemikiran teologinya --- 122

1. Dari Teologi Kekuasaaan ke Teologi Umat --- 123

2. Kerangka Konseptual Teologi Umat --- 124

3. Teori Esensi dan Atribut: Manusia Ideal --- 127

4. Teori Tindakan dan Manusia Sesungguhnya --- 128

5. Sejarah Ilahi --- 130

6. Sejarah Manusiawi --- 130

7. Keanekaragaman Akidah dan Kesatuan Umat --- 132

E. Fiqh Sosial Ḥassan Ḥanafī: praksis ekonomi, sosial, politik dan kulturalnya

--- 132

1. Yang Ilahi dan Otonomi Akal --- 133

2. Keteraturan Alam --- 134

3. Manusia sebagai Sentral --- 135

4. Masyarakat yang Setara --- 136

5. Tertib Hukum --- 137

6. ‘Kemajuan’ dalam Sejarah --- 137

7. Realitas Masyarakat Muslim Sekarang ini --- 139

V. SINTESIS: SOSIALISME ISLAM DAN UMAT MUSLIM DI ERA

KEBUDAYAAN KAPITALISME KONTEMPORER --- 143

A. Unsur-unsur Kritis Sosialisme Islam Ḥassan Ḥanafī --- 143

1. Taṣawwuf: Mengisi Kekosongan Spiritual --- 144

2. Falsafah: Memahami Makna dan Praksis --- 151

3. Kalām: Bertitiktolak pada Sejarah --- 155

4. Fiqh: Hukum Menjadi Semakin Relevan --- 159

B. Vitalitas Baru Sosialisme Islam Ḥassan Ḥanafī --- 162

C. Sosialisme Islam Ḥassan Ḥanafī sebagai ‘totalitas’ --- 166

1. Keanekaragaman Akidah dan Kesatuan Umat --- 167

2. Totalitas dan Sejarah --- 169

3. Totalitas, Keanekaragaman, dan Kehendak Bebas --- 170

Page 10: SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39476/1/GREG... · gelar MA.Hum (Magister Agama Humaniora) dengan bidang konsentrasi Pemikiran

xi

VI. KESIMPULAN, TANTANGAN BARU, DAN REKOMENDASI --- 173

A. Kesimpulan --- 173

B. Tantangan Baru: Perubahan Sosial Umat Muslim Dewasa ini --- 174

1. Fenomena Globalisasi --- 174

2. Mobilitas Manusia dan Migrasi --- 176

3. Persoalan di Indonesia Sehari-hari --- 179

C. Rekomendasi --- 179

1. Menjelaskan Jalan Ketiga --- 179

2. Jaringan Ulama dan Kemunduran Abad 20 dan 21 --- 180

3. Menjelaskan Epistemologi Islam di Zaman ini --- 181

DAFTAR PUSTAKA --- 183

GLOSARIUM --- 201

INDEKS NAMA --- 205

INDEKS SUBYEK --- 209

BIOGRAFI PENULIS --- 213

Page 11: SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39476/1/GREG... · gelar MA.Hum (Magister Agama Humaniora) dengan bidang konsentrasi Pemikiran

1

BAB I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Judul tesis di atas mengisyaratkan pergumulan intelektual topik-topik di

sekitar hubungan antara Sosialisme, Kapitalisme dan Islam. Memperkaya kajian

dalam topik ini, arus Kebudayaan Kapitalisme Kontemporer masuk ke dalamnya.

Topik yang membahas Sosialisme, Kapitalisme, Islam dengan beberapa variasinya

sudah dibahas melimpah ruah dalam percaturan akademis.

Kapitalisme dan sosialisme adalah dua ideologi yang hampir selalu

bersamaan dan berpasangan ketika didiskusikan. Penjelasan sosialisme Karl Marx

(1818 – 1883) mengenai realita dan kehidupan selalu harus dimulai dengan

konsepnya mengenai kapitalisme (sistem kehidupan ekonomi baru tentang profit

dan pasar). Dalam sistem kapitalisme hadir dua kekuasaan (power) yang saling

berhadapan: kelas pemilik modal (kapitalis) dan kelas pekerja (proletar).1

Beberapa peristiwa dunia dalam beberapa dekade ini telah mendorong

beberapa pemikiran dan teori Marxis klasik ditinjau kembali. Runtuhnya Tembok

Berlin pada 1989 yang didahului dengan hancurnya ekonomi sosialis Rusia,

dianggap sebagai akhir blok sosialisme. Peristiwa historis ini kerap juga dianggap

gagalnya Marxisme, yang segera diikuti dengan lahirnya kapitalisme dengan

kekuatan baru yang disebut „pasar bebas‟. Situasi itu segera diikuti dengan

masuknya pengaruh sistem pemikiran postmodernisme dan arus kebudayaan

globalisasi.2

Sosialisme ternyata tidak sepenuhnya mati. Ia bangkit dalam wujud yang

baru. Muncul sebuah termis yang mungkin terdengar ambigu “The Politics of

1 Kapitalisme muncul di Eropa akhir zaman feodalisme (abad 16). Ia merupakan

sebuah sistem komodifikasi yang mendorong pemilik alat produksi untuk memaksimalkan

keuntungan, ditandai dengan kompetisi sosial. (Franz Magnis-Suseno, Pemikiran Karl

Marx, 138 - 140.) 2 Ini juga memperlihatkan klaim Marxisme mengenai „sosialisme ilmiah‟ mulai

dipertanyakan. Yang membedakan sosialisme Karl Marx (1818 – 1883) dari sosialisme

sebelum „nabi sosialis revolusioner‟ ini merumuskannya - menggunakan terminis yang

dibuat Friedrich Engels (1820 – 1895) - bahwa sosialisme Marx adalah „sosialisme ilmiah‟

(wissenschaftlichen Sozialismus). Artinya, ia dibangun dan dirumuskan berdasarkan

penelitian obyektif perkembangan masyarakat. (Lihat uraian Franz Magnis-Suseno,

Pemikiran Karl Marx. Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme, (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2003), 137; Fredrick Engels, “Socialism: Utopian and Scientific”,

1880, http://ada.evergreen.edu/~arunc/ texts/politics/socialism.pdf, (Diunduh 20 Oktober

2014)); Lihat juga Peter McLaren dan Ramin Farahmandpur “Teaching Against

Globalization And The New Imperialism: Toward A Revolutionary Pedagogy”, Journal of

Teacher Education, Vol. 52, No. 2, March/April 2001: 136-150. (http://pages.gseis.ucla.

edu/faculty/mclaren/teacher%20education.pdf, diunduh 1 Pebruari 2015)

Page 12: SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39476/1/GREG... · gelar MA.Hum (Magister Agama Humaniora) dengan bidang konsentrasi Pemikiran

2

Market Socialism”.3 Dengan demikian, dalam sistem ekonomi kontemporer

pembedaan yang tajam antara sosialisme dan kapitalisme kerap tidak berlaku.

Contoh untuk kasus ekonomi campuran yang sangat sering dikutip adalah Republik

Rakyat Cina (Tiongkok). Negara ini, di satu pihak, secara resmi masih mengakui

sebagai Negara Sosialis-Komunis yang berarti seluruh entitas ekonomi menjadi

milik negara. Tetapi, di lain pihak, dalam praktiknya mengambil banyak kebijakan

ekonomi kapitalistik, membiarkan sektor privat dan ekonomi pasar berkembang. 4

Banyak pemikir membahas hubungan Islam dan sosialisme. Ini tidak

mengherankan karena sudah diterima secara hampir unanim bahwa unsur sosial

pada dasarnya melekat dalam Islam.5 Literatur yang membahas ini dengan mudah

didapatkan dalam referensi virtual.6 Nama-nama pemikir besar Islam yang

mendiskusikan ishtirākīyah (sosialisme)7 itu, antara lain, Jamāl al-Dīn al-Afghānī

3

Andrei Schleifer dan Robert W.Vishny, “The Politics of Market Socialism”,

Journal of Economic Perspectives, Volume 8 Number 2, Spring 1994: 165 – 176.

(http://searches.vi-view.com/search/web?fcoid= 417&fcop=topnav&fpid=2&q= Andrei

+Schleifer +dan+Robert+W.Vishny%2C+%E2%80%9C The+Politics+ of+Market

+Socialism %E2%80%9D%2C+Journal+of+Economic+Perspectives, diunduh 1 Pebruari

2015) 4 Lihat, antara lain, Yuchun Yuan, “The Mixed Economy in China: Through

Rhetorical Perspective”, Thesis, Texas A&M University, 2003. 5 John J. Donohue dan John L. Esposito, (ed.), Islam in Transition (New York:

Oxford University Press, 1982) memuat satu bagian tulisan mengenai “Islam and Socialism”

yang merupakan bunga rampai tulisan-tulisan para pemikir sosial dari dunia Islam, Shaykh

Mahmūd Shaltūt (1892 – 1963), Mu‟ammar al-Qadhdhāfī (1942 – 2011), Michel Aflāq

(1910 - 1989), Sadiq al-`Azm (1936 - ), Muṣṭafā al-Sibāʽī (1915 – 1964), Sayyid Quṭb (1906

– 1966), Khalīfa `abd al-Hakīm ( w. 1959) dan A.K. Brohi (1915 – 1987). Sedemikian kuat

dimesi sosial dari Islam, hingga Ayatollah Khomeini dalam tulisannya Al-Ḥukūmah Al-

Islāmīyah, sebagaimana dikutip Jalaluddin Rahmat, berkeyakinan bahwa perbandingan

antara jumlah ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah sosial dengan ayat-ayat ibadah,

berbanding 100:1 (Lihat Abudin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: Rajawali Pers,

2013), 40.) 6

Literatur internasional mengenai kajian ini bisa disebutkan antara lain, yang

muncul hampir satu abad lalu seperti Khwaja Nazir Ahmad, “Islam and Socialism”, The

Mosque, Woking, England: The Basheer Muslim Library,

http://aaiil.org/text/books/others/khwajanazirahmad/islamsocialism/islamsocialism.pdf dan

http://www.wokingmuslim.org/work/islamic-review/isrevconts-1922.pdf (diunduh, 25

September 2013); atau tulisan yang lebih baru, Clancy N. Childs, “A Comparative Analysis

of Capitalist and Islamic Economic Systems”, Final Paper AAPTIS 331 – Section 3 April

22, 2002, http://www.isu.ac.ir/Farsi/Academics/Economics/edu/dlc/2rd/01/other/1.2.pdf

(diunduh 10 Oktober 2013). 7 Sosialisme adalah sebuah sistem ekonomi yang ditandai dengan adanya

kepemilikan sosial (bersama) atas berbagai sarana produksi. Dalam sosialisme, manajemen

ko-operasi juga sangat mewarnai sistemnya. Dalam praktiknya tidak ada satu warna

sosialisme dan tidak ada definisi tunggal untuk menjelaskan sosialisme. Sosialisme bisa

bervariasi berdasarkan tipe kepemilikan sosial yang dianut, derajat toleransi menerima

sistem pasar, atau bagaimana manajemen diselenggarkan dalam lembaga-lembaga produksi.

( Bdk. Everyman‟s Dictionary of Economics, compiled by Arthur Seldon dan F.G. Pennance

(London: J.M. Dent and Sons LTD, 1965), 388 – 389.

Page 13: SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39476/1/GREG... · gelar MA.Hum (Magister Agama Humaniora) dengan bidang konsentrasi Pemikiran

3

(1838 - 1897), Salāmah Mūsā (1887 – 1958), Ḥasan al-Bannā‟ (1906 – 1949),

Sayyid Quṭb (1906 – 1966), Gamal Abdel Nasser (1918 – 1970), Shaykh Khālid

Muḥammad Khālid (1920 - 1996) dan Muṣṭafā al-Sibāʽī (1915 – 1964). Semuanya

memiliki pemikiran yang khas dan unik; berbeda satu dengan lainnya.8

Topik Islam dan kapitalisme biasanya dimulai dengan mengacu pada apa

yang sudah ditulis oleh Maxime Rodinson (1915 – 2004), seorang sosiolog dan

sejarawan Perancis beraliran Marxis. Menulis Islam et le capitalisme (1966;

diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris, Islam and Capitalism, 1973), Radinson

memiliki posisi anomali dalam menerangkan hubungan Islam dan kapitalisme. Ia

beranggapan bahwa Islam dalam dirinya tidak inheren menentang bahkan

cenderung mendukung kapitalisme.9

Di tengah-tengah diskusi dan debat antara sosialisme dan kapitalisme, para

pemikir sosial Islam mencari jalan tengah di antara keduanya.10

Mu ‟ammar al-

Qadhdhāfī (1942 – 2011), pemimpin revolusi Libya dan kemudian menjadi presiden

negeri tersebut sudah merumuskan dan mengembangkan posisi ideologi islaminya,

yang ia sebutnya sendiri sebagai Jalan Ketiga.11

Bangsa Libya adalah bagian dari

seluruh bangsa manusia, tidak bisa dipisahkan dari Barat dan Timur, komunisme

dan kapitalisme, meski demikian yang dibutuhkan adalah kebangkitan umat sendiri.

Umat memiliki akar dan sejarah sendiri yang bahkan lebih panjang dan dalam dari

bangsa lain. Demikian Qadhdhāfī menuliskan retorikanya, seraya menghindar untuk

masuk ke dalam detil teori atas gagasan ini, dan menyerahkan tugas intelektual

teoretis ini pada para spesialis.

Pengaruh kapitalisme ke dalam kehidupan manusia di atas planet bumi

tidak perlu disangsikan lagi. Hampir seluruh kehidupan manusia sekarang ini

dipengaruhi bahkan ditentukan oleh ideologi ekonomi ini. Pengaruh kapitalisme

tidak hanya berdampak pada bidang sosial-ekonomi, ia juga mendesakkan

ideologinya dalam wujud kebudayaan dan gaya hidup manusia dewasa ini. Robert

W. Hefner telah menulis artikel panjang,”Markets and Justice for Muslim

8 Sebagai perkenalan, nama-nama ini bisa ditemukan dalam John L Esposito, ed.

The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World, New York: Oxford University

Press, 1995). Diskusi mengenai pemikiran tokoh-tokoh ini akan diterangkan panjang lebar di

belakang (Bab II). 9 Lihat Leonard Binder, Islamic Liberalism: A Critique of Development Ideologies

(London: The University of Chicago Press, 1988), khususnya dalam Bab 6 “Islam and

Capitalism”. Didapatkan juga beberapa penulis lain yang mendalami topik Islam dan

Kapitalisme, misalnya, Bryan S. Turner, “Islam, Capitalism and the Weber Theses”, The

British Journal of Sociology, 25, 2 (June, 1974): 230-243, http://www2.warwick.ac.uk/fac/

arts/english/research/currentprojects/coral/trg/theologyreadinggroup/b_turner_-

_islam__capitalism_and_the_weber_theses.pdf (diunduh 8 Januari 2014) 10

Dari sumber online, akan didapatkan, antara lain, tulisan Nancy J. Davis dan

Robert V. Robinson, Islam and Economic Justice: A “Third Way” Between Capitalism and

Socialism?,

http://citation.allacademic.com//meta/p_mla_apa_research_citation/1/0/8/5/0/pages108508/p

108508-10.php (diunduh, 8 Januari 2014) 11

Mu ‟ammar al-Qadhdhāfī, ”The Third Way”, dalam John J. Donohue dan John L.

Esposito, ed. Islam in Transition, 103 – 106.

Page 14: SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39476/1/GREG... · gelar MA.Hum (Magister Agama Humaniora) dengan bidang konsentrasi Pemikiran

4

Indonesians”, yang menjelaskan posisi ekonomi masyarakat Muslim Indonesia

dalam percaturan kapitalisme internasional, dalam tegangan kebijakan politik lokal

dalam negeri.12

Dalam tulisan ini, fokus analisisnya terletak pada kajian sosial-

ekonomi dan moral.

Moeslim Abdurrahman telah meneliti dampak kebudayaan kapitalisme pada

satu pengalaman spesifik peristiwa ibadah naik haji. Pertanyaan kunci yang hendak

diajukan dalam disertasinya adalah bagaimana identitas Islam didefinisikan dan

dideskripsikan di tengah-tengah kapitalisme yang secara gencar didorong oleh

pemerintahan Orde Baru. Terutama, disertasi ini menjelaskan bagaimana Islam

menghadapi pengaruh kebudayaan dan mental ideologi ekonomi kapitalisme.

Meningkatnya jumlah kelas menengah Islam, terbentuknya gaya hidup

kapitalistik, membuka peluang ekonomi dan bisnis baru: ziarah haji „plus‟ servis ala

turis dengan biaya tinggi.13

Moeslim mengamati berlangsungnya pembalikan

fenomena religius-sosial. Sebelumnya, „ibadah haji‟ cenderung merupakan praktik

keagamaan kelas menengah bawah masyarakat urban atau masyarakat kaya agraris

pedesaan. Sekarang, paket haji-turistik menjadi buruan kelas ekonomi kaya

perkotaan yang sedang membutuhkan legitimasi religius, sosial dan politik. Setelah

kembali dari Tanah Suci, komunitas merayakan kelahiran kembali spiritual mereka

dengan kemeriahan dan hiburan sambil membangun dan menebarkan citra publik.

Identitas Islam, dalam penelitian ini haji-turisme ini, mengalami pergeseran

kultural.

Tesis dan riset ini menggarap lahan yang belum dikerjakan para peneliti di

atas. Area yang hendak digali dalam penelitian ini mencakup wilayah filosofis-

teologis sosialisme Islam dan penelusuran filosofis kapitalisme yang terwujud

dalam kebudayaan postmodernisme. Untuk menjelaskan konsep Sosialisme Islam

akan digunakan pemikiran filsafat dan teologi sosial dari Ḥassan Ḥanafī (1935 - ),

sedangkan teori postmodernisme dan kapitalisme yang hendak digali adalah

pemikiran filsafat Fredric Jameson (1934 - ). Tulisan ini dengan demikian

melengkapi dan melanjutkan kajian Islam dalam percaturan teori sosialisme-

kapitalisme yang sudah ada.

Fredric Jameson memahami postmodernisme sebagai fenomena

kebudayaan dari kapitalisme lanjut. Artikel panjang yang ditulisnya

"Postmodernism, or, The Cultural Logic of Late Capitalism" (1984) dianggap

mewakili pemahamannya mengenai postmodernisme.14

Mempelajari mode produksi

12

Lihat “Pasar dan Keadilan bagi Muslim Indonesia” dalam Islam Pasar Keadilan.

Artikulasi Lokal, Kapitalisme, dan Demokrasi (Yogyakarta: LKiS, 2000), 236 - 273. 13

Moeslim Abdurrahman, On Hajj tourism: In search of Piety and Identity in the

New Order Indonesia (Ann Arbor: Dissertations Publishing, 2000),

http://search.proquest.com//docview/304598479 (diunduh 8 Januari 2014) (Disertasi ini

sudah diterbitkan dalam bahasa Indonesia, Moeslim Abdurrahman, Bersujud di Baitullah:

Ibadah Haji, Mencari Kesalehan Hidup (Jakarta: Kompas, 2009)) 14

George Ritzer membedakan tiga terminologi „postmodernitas‟,

„postmodernisme‟, dan „teori sosial postmodern‟.

Postmodernitas mengacu pada kurun

waktu sosial dan politis yang berlangsung segera sesudah periode modernitas.

Postmodernisme mengacu pada produk kultural (seni, arsitektur, filem, dan cara-gaya

berkebudayaan yang lain) yang berbeda dengan produk kebudayaan modern. Sedangkan

Page 15: SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39476/1/GREG... · gelar MA.Hum (Magister Agama Humaniora) dengan bidang konsentrasi Pemikiran

5

juga berarti mempelajari kebudayaan. Kebudayaan yang dimaksud di sini meliputi

seluruh kehidupan sosial, gaya hidup, cara berbicara dan berpikir. Jameson

berpendapat bahwa setiap periode sejarah selalu ditandai dengan sebuah kultural

„dominan‟.15

Ḥassan Ḥanafī adalah seorang pemikir Islam yang berkeyakinan bahwa

teologi Islam adalah faktor penting yang akan bisa mengubah masyarakat. Dia

menyusun seluruh programnya bertahun-tahun lewat berbagai pendekatan

membangun sosialisme Islami. Bahkan ia percaya semua agama memiliki kapasitas

transformatif sosial.16

Topik ini penting untuk ditulis karena hendak membuktikan bahwa aspek-

aspek pemikiran Islam, lewat eksplorasi pemikiran sosialisme Ḥanafī, terbukti

relevan untuk menjawab persoalan-persoalan kapitalisme kontemporer dan

kebudayaan postmodernisme. Dengan kata lain, topik ini memiliki dua maksud dan

tujuan: revitalisasi dan advokasi. Revitalisasi, karena tesis ini hendak memberikan

daya hidup kembali pemikiran Ḥanafī dengan memberikan tantangan baru

(„kebudayaan kapitalisme kontemporer‟). Terkait erat dengan revitalisasi adalah

advokasi, yaitu mengajukan argumen-argumen teoretis logis untuk meneguhkan dan

membela relevansi pemikiran Ḥanafī untuk zaman ini.17

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Asumsi dan pemikiran dalam tesis ini berbeda dengan teori dari penulis

lain, dan bahkan berlawanan dengan beberapa realitas yang berlangsung sehari-hari.

1.1. Perbedaan dengan Pandangan Marxisme Ortodoks mengenai

Agama.

Satu topik permasalahan bisa muncul dalam tesis ini jika dihadapkan pada

posisi agama dalam konsep Marxisme Ortodoks. Agama dalam pemikiran Marx

menjadi bagian „bangunan atas‟ atau „superstruktur‟ yang ditentukan oleh ekonomi.

Agama tidak akan memiliki kesadaran kritis untuk mengoreksi kekuasaan

kapitalisme dan produk dan dampak kebudayaannya. Tesis ini justru hendak

mempermasalahkan teori ini dan ingin membuktikan sebaliknya.18

teori sosial postmodern adalah teori sosial yang menjadi pembeda dengan teori sosial

modern era sebelumnya. (Ritzer, Postmodern Social Theory, 5 – 8.) 15

Phillip E.Wegner, “Periodizing Jameson, or, Notes toward a Cultural Logic of

Globalization”dalam Caren Irr and Ian Buchanan (ed), On Jameson : from Postmodernism

to Globalization (Albany: State University of New York, 2006), 241-242. 16

Ḥassan Ḥanafī, “Islam, Religious Dialogue and Liberation Theology” dalam

Ḥassan Ḥanafī, Islam in the Modern World (Volume II), 221 – 223. 17

Kategori „advokasi‟ ini, penulis dapatkan dari masukan Dr. Arskal Salim dalam

proses ujian Work in Progress III (12 Mei 2015). 18

Dalam Tesis ini dua termis berikut, Agama Islam dan Sosialisme Islam kerap

dipertukarkan satu sama lain. Hingga batas-batas tertentu pertukaran ini bisa

Page 16: SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39476/1/GREG... · gelar MA.Hum (Magister Agama Humaniora) dengan bidang konsentrasi Pemikiran

6

1.2. Perbedaan dengan Tesis Shimogaki

Melihat dan membaca uraian topik hubungan Ḥassan Ḥanafī dengan

postmodernisme orang mungkin teringat satu tulisan Kazuo Shimogaki Between

Modernity and Post-modernity: The Islamic Left and Dr. Hasan Hanafi's Thought :

a Critical Reading.19

Ḥanafī adalah seorang pemikir yang terus menerus mengeritik modernisme.

Tetapi menurut Kazuo Shimogaki, kritik Ḥanafī belum cukup atau belum sampai

disebut postmodernisme. Posisi Ḥanafī disebut oleh Shimogaki berada antara

modernisme dan postmodernisme. Ia menggunakan dua filsuf postmodernis G

Bateson20

dan M Foucault21

untuk menjelaskan posisi pemikiran Ḥanafī. Tesis

Shimogaki bisa dirumuskan sebagai berikut: “Postmodernisme memandang

kebenaran dihasilkan lewat proses relasional kekuasaan. Sementara posisi Ḥassan

Ḥanafī berada dalam situasi ambigu. Revolusi Tauhid secara teoretis sebenarnya

relasional. Tetapi, pada saat yang sama, upayanya membuat „ilmu sosial baru‟ yang

merupakan perlawanan terhadap Barat dalam wujud Kiri Islam dikatakan „tidak

dipengaruhi Barat‟. Ḥassan Ḥanafī berada „di antara modenitas dan

postmodernitas‟.”

1.3. Berlawanan dengan Beberapa Realita dan Teori

Membaca optimisme dari topik ini - sosialisme Islam mampu menjadi alternatif

ideologi menghadapi kapitalisme kontemporer dan dampak kebudayaannya – baik

para pakar maupun awam pun sangat mungkin bertanya-tanya dan meragukan

asumsi di balik pemikiran ini. Dihadapkan dengan beberapa realitas yang

berlangsung mata, tesis ini bisa diragukan.

Realita yang ironis berlangsung dalam Kementerian Agama. Agama seakan

tidak mampu menghadapi budaya kerakusan terhadap uang. Hasil survei Komisi

Pemberantasan Korupsi pada 2011, menunjukkan Kementerian Agama menduduki

peringkat terbawah dalam indeks integritas dari 22 instansi pusat yang diteliti.22

Meski agama dan Kementerian Agama adalah dua entitas yang berbeda, namun

sebagai lembaga yang menyelenggarakan dan mendukung agar moralitas agama

semakin ditegakkan, sudah seharusnya Kementerian ini memiliki moralitas yang

dipertanggungjawabkan mengingat pengetahuan agama pada dasarnya bersumber pada

beberapa unsur: bukti historis, argumen rasional, pengalaman pribadi dan wahyu (al-

Qur‟ān). Unsur-unsur ini memperlihatkan bahwa agama sangat terkait erat dengan

pengalaman rasional, fakta-fakta sosial, teologi dan institusi rasional. (Harun Nasution,

Falsafat Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), 12 -20.) 19

Kazuo Shimogaki, Between Modernity and Post-modernity: The Islamic Left and

Dr. Hasan Hanafi's Thought : a Critical Reading (International University of Japan:

Institute of Middle Eastern Studies, 1988). Sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia,

Kiri Islam antara Modernisme dan Posmodernisme. Telaah Kritis Pemikiran Ḥassan Ḥanafī

M. Imam Azis dan M Jadul Maula (penerj) (Yogyakarta: LKIS), 1993 20

Shimogaki, Kiri Islam antara Modernisme dan Posmodernisme, 35 – 39. 21

Shimogaki, Kiri Islam antara Modernisme dan Posmodernisme, 39 – 42. 22

Bdk. http://nasional.kompas.com/read/2011/11/29/02410859/ (diunduh 26

Agustus 2013)

Page 17: SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39476/1/GREG... · gelar MA.Hum (Magister Agama Humaniora) dengan bidang konsentrasi Pemikiran

7

lebih unggul dibanding lembaga yang lain. Pada kenyataannya, agama dalam

praktik sosial cukup sering justru tergerus oleh arus kekuasaan uang.

Sebagian hasil penelitian dan disertasi dari Moeslim Abdurrahman juga

secara tidak langsung bertentangan dengan teori dari tesis ini. Umat Muslim justru

hanyut dalam logika kapitalistik di momen religius yang sangat penting.23

Moeslim

menyajikan observasinya mengenai orang-orang Indonesia yang sedang menjalani

naik haji di bawah kapitalisme Orde Baru. Dia menganalisis dan menyimpulkan

kontras antara substansi naik haji sebagaimana yang diajarkan oleh Islam dengan

yang dipraktikkan sebagian jemaah ‟haji turistik‟ yang berasal dari kelas atas.

Mereka menginap di hotel mewah; kemana-mana diantar dengan bus ber-AC;

beberapa jamaah perempuan bepergian dengan bukan muhrim; mengenakan jilbab

tetapi juga merokok, dan seterusnya. Ibadah haji, justru menjadi fenomena sosial

yang menegaskan perbedaan dan pertentangan kelas, bukan persatuan dan

kesamaan antara kaya dan miskin, pejabat dan orang biasa, sebagaimana yang

dicita-citakan dalam Islam. 24

2. Pembatasan Masalah: Ḥassan Ḥanafī dan Fredric Jameson

Dalam tesis ini, pemikiran Ḥassan Ḥanafī hendak didalami dengan

menggunakan pendasaran teori filsafat postmodernisme. Postmodernisme yang unik

dipilih dalam kajian ini. Yang hendak digunakan untuk menyediakan alat teoretis

dan mempersenjatai pemikiran sosialisme Ḥanafī dalam menghadapi kebudayaan

kapitalisme kontemporer adalah pemikir kebudayaan postmarxisme dari Amerika

bernama Fredric Jameson.

Ḥassan Ḥanafī (1935- ) dan Fredric Jameson (1934 - ) hadir dan hidup

dalam era yang sama. Keduanya menekuni dunia pemikiran dengan konteks yang

berbeda. Oleh karena itu, keduanya memiliki persamaan dan perbedaan dalam

banyak hal.

Keduanya merespon persoalan-persoalan yang hadir pada zaman mereka

berdua. Dalam kadar dan level yang berbeda, keduanya menggunakan Teori

Marxisme sebagai alat bantu menjelaskan pemikiranya. Jameson memiliki minat

pada teori dan filsafat, kurang meminati persoalan-persoalan moral dan agama

secara langsung, serta tidak menjelaskan implikasi tindakan. Ḥanafī juga

mengeksplorasi konsep-konsep teori, tetapi berbeda dari Jameson, menggunakannya

untuk tujuan moral, agama-religius, dan sangat kuat berorientasi pada tindakan

untuk memperbaiki hidup manusia dan masyarakat.

23

Moeslim Abdurrahman, On Hajj tourism: In search of Piety and Identity in the

New Order Indonesia (Ann Arbor: Dissertations Publishing, 2000),

http://search.proquest.com//docview/304598479 (diunduh 8 Januari 2014) (Disertasi ini

sudah diterbitkan dalam Bahasa Indonesia, Moeslim Abdurrahman, Bersujud di Baitullah:

Ibadah Haji, Mencari Kesalehan Hidup (Jakarta: Kompas, 2009) 24

Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya 1 (Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia, 2010), 32.

Page 18: SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39476/1/GREG... · gelar MA.Hum (Magister Agama Humaniora) dengan bidang konsentrasi Pemikiran

8

Penelitian ini membatasi pada tiga area permasalahan yang menjadi titik

singgung antara sosialisme Ḥanafī dan postmodernisme Jameson. Pertama,

menjelaskan respon sosialisme Ḥanafī dalam menghadapi permasalahan dampak

kebudayaan kapitalisme kontemporer. Kedua, menjelaskan posisi dan peranan

penting „agama‟ dan teologi dalam menyampaikan pemikiran kritis, mengoreksi dan

memberikan pemikiran alternatif terhadap kebudayaan kapitalisme kontemporer.

Ketiga, pararel dengan kapitalisme sebagai totalitas menurut Jameson, tesis ini

hendak menjelaskan sosialisme sebagai totalitas dalam seluruh pemikiran Ḥanafī.

Berdasarkan pembatasan masalah ini hendak dirumuskan permasalahan

yang digarap dalam tesis ini. Kesimpulan tesis pada dasarnya adalah jawaban dari

pertanyaan-pertanyaan tersebut.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan „Pembatasan Masalah‟ di atas, permasalahan atau pertanyaan

yang hendak dijawab dalam tesis ini bisa dirumuskan demikian: “Bagaimana

pemikiran sosialisme Islam Ḥassan Ḥanafī sebagaimana terinci dalam Taṣawwuf,

Falsafah, Kalām, dan Fiqh mampu menjawab tantangan dan persoalan kebudayaan

kapitalisme kontemporer yang dijelaskan oleh Fredric Jameson?”

Pertanyaan mayor di atas hendak diurai ke dalam tiga pertanyaan minor

sebagai berikut:

Pertama, alternatif nilai apakah yang hendak ditawarkan dalam pemikiran

Taṣawwuf Sosial, Falsafah Sosial, Kalām Sosial, dan Fiqh Sosial Islam di tengah-

tengah suara berisik dan bising kebudayaan ekonomis postmodernis?

Kedua, bagaimana teori postmarxisme mampu menjelaskan bahwa filsafat

dan teologi sosial Islam, memiliki argumentasi dan vitalitas baru untuk menghadapi

kebudayaan zaman sekarang?

Ketiga, bagaimana bisa dijelaskan bahwa sosialisme Islam merupakan

„totalitas‟ yaitu konsepsi filsafat dan teologi yang satu dan utuh mengenai dunia dan

kehidupan?

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Berbagai penelitian mengenai pemikiran Ḥassan Ḥanafī sudah dibuat.

Uraian “Penelitian Terdahulu yang Relevan” ini memberikan horison dan spektrum

penelitian-penelitian yang sudah dibuat (setidaknya) di Indonesia.25

Kalau topik-

25

Jika dicek di google akan ditemukan hasil tulisan dan riset – dengan kadar ilmiah

dan keseriusan yang sangat bervariasi. Bisa disebutkan antara lain, Nur Idam Laksono,

“Antroposentrisme dalam Pemikiran Hassan Hanafi”, Skripsi S-1 (Yogyakarta: UIN

Kalijaga); Durrotun Yatimah, ”Economic Justice in the Qur‟an. A Study of Ḥassan Ḥanafi‟s

Hermeneutical Method”, Skripsi S-1 (IAIN Walisongo Semarang, 2012); Asmuni M.

Thaher, “Pemikiran Akidah Humanitarian Hassan Hanafi” dalam Fenomena: Vol. 1 No. 2

September (2003): 126 – 135.

Page 19: SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39476/1/GREG... · gelar MA.Hum (Magister Agama Humaniora) dengan bidang konsentrasi Pemikiran

9

topik yang dibahas dalam penelitian dan tulisan ini diperhatikan, semuanya tidak

pernah lepas dari kajian „sosialisme Islam‟ dari Ḥanafī.

Berikut adalah judul-judul dari berbagai Tesis yang membahas pemikiran

Ḥassan Ḥanafī yang dapat dijumpai di Perpustakaan Sekolah Pascasarjana UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta. Semuanya ini adalah produk intelektual Sekolah ini.

Beberapa tesis yang menggarap pemikiran Ḥassan Ḥanafī yang pernah dibuat antara

lain:

1. Abad Badruzaman, “Menggagas Teologi Pembebasan. sebagai Teologi

Alternatif. Studi atas Pemikiran Kiri Islam Ḥassan Ḥanafī”, 2000.26

Tesis ini

menjelaskan dan mendeskripsikan teologi pembebasan. Bermula dengan

menjelaskan teologi pembebasan di lingkungan Gereja Katolik, kemudian masuk ke

penjelasan definisi, substansi dan urgensi teologi pembebasan di dunia Islam.

Setelah memberikan tinjauan umum, Badruzaman memberikan uraian yang

lebih khusus mengenai Kiri Islam dan teologi pembebasan Ḥassan Ḥanafī. Tesis

Badruzaman ini hanya berfokus pada tulisan Ḥanafī, “Mādzā Ya'ni al-Yāsār al-

Islāmī”. Dengan demikian, aspek sosial lain dalam pemikiran Ḥanafī, seperti

Taṣawwuf, Falsafah, Kalām, dan Fiqh tidak mendapatkan porsi kajian dalam tesis

tersebut.

2. Yanto, “Menelusuri Pemikiran Fundamentalisme Ḥassan Ḥanafī”, 2008.

Penelitian ini berfokus pada pemikiran fundamentalisme Ḥanafī dengan menjawab

dua pertanyaan.27

Pertama, bagaimana corak pemikiran fundamentalisme Islamnya

(al-Usuliyyah al-Islâmiyyah)?. Kedua, dimanakah perbedaan pemikiran

fundamentalismenya dengan para pemikir Islam lainnya?. Fundamentalisme,

menurut Ḥassan Ḥanafī, adalah pencarian „asas‟ dan „legalitas‟. Fundamentalisme

Islam adalah upaya untuk menegakkan dan merealisasikan syariat Islam dan

membangun sebuah sistem yang Islami. Fundamentalisme bukanlah sikap

konservatisme dan menentang peradaban modern, melainkan seluruh sikap yang

digunakan untuk membangun kehidupan yang lebih baik masyarakat baik di dalam

Islam maupun di luar Islam. Konsep ini pada dasarnya sudah diterima oleh para

kaum cendekiawan Islam sejak abad 9 M.28

Kajian tesis yang ditulis oleh Yanto ini memiliki sisi kekuatan dan

kelemahan. Kekuatan dan kelebihan tesis ini memperlihatkan aspek lain yang

mendasar dalam pembaruan pemikirannya. Aspek ini terwujud dalam pencarian

asas dan legalitas (syariah) sebuah sistem masyarakat.29

Tetapi tesis ini juga

memiliki kelemahan. Ia tidak menunjukkan dimana kaitan eksplisit pemikiran

fundamentalisme dengan pembaruan pemikiran Islam sosial Ḥanafī yang lebih luas.

26

Tesis ini diterbitkan dengan judul Kiri Islam Hassan Hanafi : Menggugat

Kemapanan Agama dan Politik (Yogyakarta : Tiara Wacana, 2005). 27

Yanto, “Menelusuri Pemikiran Fundamentalisme Ḥassan Ḥanafî”, Tesis (Jakarta:

UIN Syarif Hidayatullah, 2008) , 20. 28

Yanto, “Menelusuri Pemikiran Fundamentalisme”, 153. 29

Yanto, “Menelusuri Pemikiran Fundamentalisme”, 153.

Page 20: SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39476/1/GREG... · gelar MA.Hum (Magister Agama Humaniora) dengan bidang konsentrasi Pemikiran

10

3. E. Kusnadiningrat, “Agama sebagai Kritik Sosial. Kajian Epistemologis

atas Konsep Kiri Islam Ḥassan Ḥanafī”, 1999. 30

Konsentrasi tesis ini terletak pada

pencarian dan penelusuran korelasi antara agama dan transformasi sosial yang

ditawarkan Kiri Islam. Dieksplorasi pula dalam tesis ini konsep-konsep teologis dan

rincian metodologis yang dirumuskan Ḥanafī agar agama mampu memainkan

praksis pembebasan terhadap problem-problem sosial. Tesis ini menarik beberapa

kesimpulan dengan menyebutkan tiga ide pokok Kiri Islam. Pertama, Kiri Islam

sebagai vitalitas untuk menggerakkan dan memecahkan persoalan umat yang

diperoleh dengan melakukan rekontruksi khazanah intelektual Islam. Kedua, Kiri

Islam adalah upaya untuk membangun teori baru untuk menafsirkan kebudayaan

Islam dan mendialogkannya dengan hasil rekonstruksi warisan Islam klasik. Ketiga,

Kiri Islam menempatkan universalitas dan superioritas kebudayaan dan peradaban

Barat pada posisi yang proporsional, sehingga kebudayaan Islam bisa menjadi mitra

dan alternatif peradaban dunia.31

Kiri Islam menegaskan bahwa pemikiran yang mampu membawa

perubahan transformasi sosial adalah pemikiran yang berasal di dalam realitas,

bukan di luar realitas. Oleh karena itu Ḥanafī mengeritik pemikiran Islam yang

menggunakan pendekatan skripturalis yang mengesampingkan serta tidak

memedulikan realitas. Berbeda – bahkan berkebalikan - dengan cara kerja pemikir

teologi konvensional, ia berpendapat bahwa berteologi harus selalu dari „bawah‟,

realitas sosial, yang kemudian diproyeksikan pada teks. Ia mengeritik pendekatan

teologi konvensional yang mengalihkan teks pada realitas. Ia mengoreksi asumsi

yang menganggap „teks normatif‟ itu tidak berbeda dan identik dengan „apa yang

riil‟ atau „realitas‟.32

Aspek yang dikaji dalam tesis ini sebenarnya cukup menjanjikan untuk

memberikan sumbangan baru, yaitu „kajian epistemologis‟. Namun, seluruh uraian

tesis ini tidak terasa „kajian epistemologis‟-nya sebagaimana yang dijanjikan dalam

judul tesis. Problem epistemologi ini sebenarnya bisa diuraikan dengan

menggunakan penjelasan Teori Kritik Sosial dari Habermas sebagaimana

disebutkan oleh penulis. 33

Andaikata ini dilakukan oleh penulis, metodologi Tesis

ini akan menjadi sangat menarik karena akan berlangsung dialog dan integrasi

antara Epistemologi Islam (yang dibuat oleh Ḥassan Ḥanafī ) dan epistemologi

sekular (oleh Juergen Habermas). Tetapi semuanya ini tidak pernah dieksplorasi

dalam tesis ini.

4. Adang Kuswaya, “Pemikiran Hermeneutika al-Qur‟ān Ḥassan Ḥanafī :

Studi Analisis atas Pemikiran Ḥassan Ḥanafī tentang Metodologi Penafsiran al-

Qur‟ān”. Tujuan penelitian tesis ini dirumuskan sebagai berikut:34

Pertama,

30

Tesis ini kemudian diterbitkan E.Kusnadiningrat, Teologi dan

Pembebasan. Gagasan Islam Kiri Hassan Hanafî, (Jakarta: Logos,1999) 31

Kusnadiningrat,“Agama sebagai Kritik Sosial”, 95. 32

Kusnadiningrat,“Agama sebagai Kritik Sosial”, 95 – 96. 33

Kusnadiningrat, “Agama sebagai Kritik Sosial”, 18 – 19. 34

Adang Kuswaya, “Pemikiran Hermeneutika al-Qur‟an Ḥassan Ḥanafī: Studi

Analisis atas Pemikiran Ḥassan Ḥanafī tentang Metodologi Penafsiran al-Quran”, TESIS

(Jakarta: Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 1999), 12.

Page 21: SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39476/1/GREG... · gelar MA.Hum (Magister Agama Humaniora) dengan bidang konsentrasi Pemikiran

11

mengetahui dan memahami metode yang dijelaskan Ḥassan Ḥanafī untuk

memahami suatu teks. Kedua, mengetahui apa yang dimaksud hermeneutika al-

Qur‟ān Ḥassan Ḥanafī sebagai aksiomatika yang meliputi kritik sejarah, kritik

eidetik dan kritik praktis

Tesis tersebut secara ringkas menyebutkan bahwa Ḥassan Ḥanafī

memahami hermeneutika dalam dua pengertian. Pertama, hermeneutika adalah

ilmu interpretasi atau teori untuk memahami. Kedua, hermeneutika adalah ilmu

yang menjelaskan bagaimana Wahyu diterima sejak tingkat perkataan ke tingkat

rumusan tertulis, dari huruf ke kenyataan, dari logos ke praxis. Dengan kata lain,

hermeneutika hendak membuka hubungan antara kesadaran dan obyeknya (dalam

hal ini al- Qur‟ān). Ḥanafī menyebutkan tiga macam kesadaran: historis (yaitu

menjelaskan orisinalitas Kitab Suci dalam sejarah); eidetis (menjelaskan dan

menafsirkan makna al-Qur‟ān); praktis (menggunakan makna tersebut sebagai dasar

teoretis untuk tindakan dan mengantarkan Wahyu pada kehidupan nyata manusia).35

Kekuatan tesis ini adalah memperlihatkan aplikasi pemikiran teoretis

hermeneutika Ḥanafī ke dalam praktik sosial.36

Dengan demikian, pemikiran ini

menjadi praktis dan konkrit karena memperlihatkan hubungan logis antara

metodologi tafsir dengan cita-cita pembebasan sosial. Kritik untuk tesis ini adalah

kekosongan dalam analisis yang menjelaskan bagaimana pemikiran hermeneutika

Ḥanafī yang terdapat dalam tiga kesadaran (historis, eidetis, dan praktis)

memberikan pengaruh pada pemikiran Ḥanafī yang lain. Tesis ini tidak

memperlihatkan hubungan dan keterkaitan kajian hermeneutikanya dengan produk-

produk pemikiran lainnya.

Di luar tesis37

dan publikasi beberapa buku38

, satu tulisan dari Kazuo

Shimogaki, Between Modernity and Post-modernity: The Islamic Left and Dr.

Ḥasan Ḥanafī‟s Thought : a Critical Reading, yang sudah diterjemahkan ke dalam

bahasa Indonesia ini mungkin paling banyak dikutip dan dibahas oleh para peminat

35

Tiga kategori penjelasan ini dijelaskan dalam Tesis dan Disertasi yang

diselesaikan di Paris. Lihat publikasinya Les méthodes d‟exégèse: Essai sur la science des

fondement de la compréhension, „ilm uṣūl al-fiqh (Cairo, 1965) dan La phénoménologie de

l‟exégèse: Essai d‟une hermeneutique existentielle à partir du Nouveau Testament (Cairo,

1988). 36

Kuswaya, “Pemikiran Hermeneutika al-Qur‟an Ḥassan Ḥanafī”, 132. 37

Sebuah disertasi ditemukan lewat pencarian di ProQuest: Yasmeen Samy

Daifallah, “Political Subjectivity in Contemporary Arab Thought: The Political Theory of

Abdullah Laroui, Hassan Hanafi, and Mohamed Abed al-Jabiri”. Dissertation (ProQuest

LLC: University of California, Berkeley, 2013), http://www. escholarship.

org/uc/item/1cc0g870, (diunduh 2 Desember 2013) 38

Beberapa buku dalam khazanah tulisan berbahasa Indonesia – disamping tulisan,

artikel, esai, dan kata pengantar buku – yang diteliti oleh para peminat pemikiran Ḥanafī

dari Indonesia, antara lain, A.H. Ridwan, Reformasi Intelektual Islam. Pemikiran Ḥassan

Ḥanafī tentang Reaktualisasi Tradisi Keilmuan Islam (Yogyakarta: Ittaqa Press, 1998);

Hamzah, Teologi Sosial. Telaah Pemikiran Ḥassan Ḥanafī, (Yogyakarta: Graha Ilmu,

2013).

Page 22: SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39476/1/GREG... · gelar MA.Hum (Magister Agama Humaniora) dengan bidang konsentrasi Pemikiran

12

pemikiran Ḥanafī di Indonesia.39

Menurut Shimogaki, kritik Ḥanafī belum cukup

atau belum sampai disebut postmodernisme. Posisi Ḥanafī disebut oleh Shimogaki

berada antara modernisme dan postmodernisme. Ia menggunakan dua filsuf

postmodernis G Bateson dan M Foucault untuk menjelaskan posisi pemikiran

Ḥanafī.

Shimogaki menjelaskan modernitas dengan pendekatan epistemologis.

Yaitu, menjelaskan fenomena ini sebagai pembentuk pandangan dunia dan sistem

pemikiran.40

Inti kecenderungan modernitas adalah sebagai berikut:

1. Pemisahan antara bidang sakral dan sekular. Ini nampak dalam pemisahan

antara agama dan negara. Dengan demikian, seorang ahli astronomi,

sebagai contoh, tidak akan masuk ke dalam diskusi ranah agama.

2. Materi direduksi pada elemen-elemennya, sebagaimana, misalnya, manusia

juga direduksi sebagai makhluk ekonomi semata (reduksionisme).

3. Pemisahan antara subyektivitas dan obyektivitas yang sangat dekat dengan

konsep antroposentrisme. Manusia menyadari sebagai „subyek‟ yang

menjadi pusat realitas dan ukuran segala sesuatu. Manusia keluar dari

kungkungan „kolektivisme‟ dan berubah menjadi „individu‟.

4. Yang terkait dengan kecenderungan no 3 adalah „progresivitas‟. Waktu

dialami sebagai rangkaian peristiwa ke depan sesuai dengan cita-cita

manusia sebagai subyek dan individu.41

Lewat dua pemikir postmodernisme Gregory Bateson dan Michel Foucault,

Shimogaki menjelaskan postmodernisme yang kemudian digunakan untuk

menganalisis pemikiran Ḥassan Ḥanafī. Tesis Shimogaki secara ringkas dapat

dirumuskan demikian, “Posmodernisme memandang kebenaran dihasilkan lewat

proses relasional kekuasaan. Sementara posisi Ḥassan Ḥanafī berada dalam situasi

ambigu. Revolusi Tauhid secara teoretis sebenarnya relasional. Tetapi, pada saat

yang sama, upayanya membuat „ilmu sosial baru‟ yang merupakan perlawanan

terhadap Barat dalam wujud Kiri Islam dikatakan „tidak dipengaruhi Barat‟. Ḥassan

Ḥanafī berada „di antara modenitas dan postmodernitas”.42

Kesimpulan ini ia

jelaskan lewat argumentasi dan penjelasan dua pemikiran postmodernis yang sudah

disebutkan di atas.

Pencarian dan penemuan kebenaran berlangsung lewat relasi kekuasaan.

Dan kekuasaan tidak pernah bersifat unilateral. Manusia hidup dan menerima

informasi dalam relasi kekuasaan dengan dunia di luar dirinya.43

Bateson menekankan „informasi adalah perbedaan‟. Epistemologi di balik

pernyataan ini adalah pemahaman bahwa proses berpikir merupakan agregasi dari

39

Kazuo Shimogaki, Between Modernity and Post-modernity: The Islamic Left and

Dr. Ḥasan Ḥanafī's Thought : a Critical Reading. (International University of Japan:

Institute of Middle Eastern Studies, 1988). Sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia,

Kiri Islam antara Modernisme dan Posmodernisme. Telaah Kritis Pemikiran Ḥassan

Ḥanafī, (penerj) M. Imam Azis dan M Jadul Maula (Yogyakarta: LKIS), 1993. 40

Shimogaki, Kiri Islam, 32. 41

Shimogaki menulis bahwa semua kecenderungan epistemologis ini tidak pernah

berdiri sendiri, melainkan saling berkait satu sama lain. (Shimogaki, Kiri Islam, 33) 42

Shimogaki, Kiri Islam, 97 – 98. 43

Shimogaki, Kiri Islam, 96.

Page 23: SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39476/1/GREG... · gelar MA.Hum (Magister Agama Humaniora) dengan bidang konsentrasi Pemikiran

13

berbagai komponen yang berinteraksi. Dan interaksi berlangsung karena adanya

perbedaan yang merupakan wujud alami. Dengan demikian, sebuah pikiran tidak

bisa direduksi menjadi „sesuatu‟ karena ia merupakan „agregat dari bagian-

bagian‟.44

Dengan pemahaman epistemologis demikian, ia menantang modernitas

dengan mengatakan „tidak ada pengalaman obyektif‟. Klaim obyektivitas dari

epistemologi modernitas adalah sebuah reduksi. Semua pengalaman adalah

subyektif, dan dengan demikian tidak ada pemisahan antara subyektivitas dan

obyektivitas.45

Ketika Bateson mengatakan, “sains tidak pernah membuktikan apapun”, ia

sedang berupaya membongkar mitos sains, salah satu pilar terpenting modernitas.

Modernitas juga berpegang bahwa kemajuan diperoleh lewat akumulasi

pengetahuan ilmiah dan akhirnya berujung pada kebenaran. Tetapi dengan

mengganggap bahwa sains adalah mitos, maka kemajuan juga dianggap mitos oleh

Bateson. Temuan sains dari waktu ke waktu hanyalah sebuah lompatan dari

tautologi46

satu ke tautologi lain.47

Dengan pendekatan historis, proyek epistemologi Foucault hendak

merelativisasi „kebenaran‟ yang selama ini dipandang absolut. Karya-karyanya yang

mengangkat topik-topik mengenai pengetahuan, seksualitas, pengobatan, rumah

sakit, manusia dan kegilaan, semuanya dipaparkan untuk menjelaskan relasi

kekuasaan. 48

Kebenaran tidak berada di luar kekuasaaan. Ia berada dalam

kekuasaan. Epistemologinya bertujuan menyingkapkan kekuasaan kebanran dari

berbagai bentuk hegemoni sosial, ekonomi, dan kultural.49

Unsur modernitas yang dikoreksi oleh Foucault adalah ideologi manusia

sebagai pusat (antroposentrisme). Yang ia kritik adalah manusia yang berkuasa

untuk mengontrol kehidupan. Manusia sebagai penyelenggaran kehidupan, pada

zaman ini, mudah sekali tergelincir menjadi penghancur total kehidupan.50

Kiri Islam dianalisis oleh Shimogaki dalam jaringan relasional antara

kekuasaan dan pengetahuan. Kiri Islam adalah salah satu bentuk perlawan terhadap

kekuasaan Barat. Ini juga perlawanan terhadap patologi modernitas. Ketika Ḥanafī

menyusun teori sosial baru Kiri Islam, ia berada dalam semangat postmodernitas,

44

Shimogaki, Kiri Islam, 37 – 38. 45

Shimogaki, Kiri Islam, 38 – 39. 46

Tautologi adalah pengulangan kata yang berbeda tetapi sebenarnya memiliki

makna yang sama; pengulangan yang tidak perlu; „something is adequate enough‟ adalah

contoh kalimat tautologis, http://www.webster-dictionary.org/definition/Tautology,

(diunduh 27 Nopember 2013)) 47

Shimogaki, Kiri Islam, 36.

48 Tulisan-tulisan Michel Foucault yang menjadi fenomenal adalah Discipline and

Punish: The Birth of the Prison , The History of Sexuality 1: An Introduction, The History of

Sexuality 2: The Use of Pleasure , Madness and Civilization: A History of Insanity in the

Age of Reason , The Order of Things: An Archaeology of the Human Sciences , The

Archaeology of Knowledge & The Discourse on Language , Power/Knowledge: Selected

Interviews and Other Writings, 1972-77 49

Shimogaki, Kiri Islam, 40 – 41. 50

Shimogaki, Kiri Islam, 41 – 42.

Page 24: SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39476/1/GREG... · gelar MA.Hum (Magister Agama Humaniora) dengan bidang konsentrasi Pemikiran

14

dan di dalamnya berlangsung proses relasional pengetahuan dengan kebudayaan

Barat. Tetapi, demikian Shimogaki berhujjah, Ḥanafī tidak mengakui proses

relasional pengetahuan dan kekuasaaan, ketika ia mengatakan, “Kiri Islam tidak

dipengaruhi Barat”.51

Posisi Ḥanafī menjadi ambigu, di antara modernism dan

postmodernisme. Sementara seluruh tesis ini, langsung maupun tidak langsung,

justru hendak menegaskan bahwa posisi Ḥanafī benar-benar seorang postmodernis

dalam pemikiran Islam.

Selain buku tulisan Shimogaki di atas, satu artikel panjang yang ditulis oleh

Yudian Wahyudi juga harus mendapat perhatian. Ia menulis “Hermeneutika

Kembali ke Al-Qur‟an dan Sunnah Menurut Hasan Hanafi, Muhammad Abid Al-

Jabiri dan Nurcholish Madjid”.52

Kalimat pertama dari tulisan sepanjang 84 halaman tanpa jeda ini tertulis:

“Penelitian ini akan membandingkan Hermeneutika kembali ke Al-Qur‟an dan

Sunnah milik Hasan Hanafi, Muh. Abid Al-Jabiri, dan Nurcholish Madjid, dari

sudut pandang „teori penafsiran‟ Hanafi”.53

Setelah menelusuri seluruh

permasalahan dalam topik itu penulis sampai pada kesimpulan: “Tak satupun dari

mereka menguraikan Hermeneutika kembalinya kepada Al-Qur‟an dan Sunnah

secara jelas. Ketika konsep Hanafi dan Al-Jabari ditemukan secara implisit di dalam

aturan mereka pada penafsiran tematik dan pembacaan modern terhadap warisan

secara berurutan, Madjid tidak merumuskannya secara sistematis.”54

Tulisan dan penelitian di atas berfokus pada pemikiran Ḥassan Ḥanafī yang

dikaji dari berbagai sudut pandang. Pembahasan berikut beralih pada khasanah

literatur yang lebih luas dan umum dalam kajian-kajian di sekitar agama, dalam

hubungannya dengan sosialisme, ekonomi, dan postmodernisme. Uraian berikut

akan dimulai dengan Karl Marx (1818 – 1883).55

Di samping Karl Marx, nama-

nama klasik sosiolog lain yang membahas agama dengan sudut pendekatan dan

aspek yang berbeda antara lain, Émile Durkheim (1858 – 1917), Max Weber (1864

– 1920), Peter Berger (1929 - ), dan Ernest Gelner (1925 – 1995).

Tulisan dan analisis mengenai kritik Karl Marx terhadap agama sudah

menjadi klasik dan dapat dijumpai „berserakan‟ dimana-mana.56

Tulisan-tulisan ini

51

Shimogaki, Kiri Islam, 95 - 96. 52

Yudian Wahyudi, “Hermeneutika Kembali ke Al-Qur‟an dan Sunnah Menurut

Hasan Hanafi, Muhammad Abid Al-Jabiri dan Nurcholish Madjid” dalam Syafa‟atun

Almirzanah dan Sahiron Syamsuddin, Upaya Integrasi Hermeneutika dalam Kajian Qur‟an

dan Hadis. Teori dan Aplikasi (Buku 1 Tradisi Islam) (Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN

Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2012), 127 – 210. Secara konsisten penulis menggunakan nama

“Hasan” bukan “Ḥassan” dalam nama “Ḥassan Ḥanafī”. 53

Wahyudi, “Hermeneutika Kembali ke Al-Qur‟an dan Sunnah, 127. 54

Wahyudi, “Hermeneutika Kembali ke Al-Qur‟an dan Sunnah, 209 – 210. 55

Pemikiran Karl Marx sangat penting dan mendasari seluruh diskursus Tesis ini.

Penjelasan yang lebih mendalam topik ini akan dibuat dalam Bab II. 56

Jika diketik “Karl Marx Religion” di google, maka akan berhamburan tulisan-

tulisan yang mengkaji topik ini, dari analisis yang elementer hingga yang advanced. Meski

memang harus diseleksi mana tulisan-tulisan yang bermutu akademis dan otoritatif, dan

mana tulisan yang berkualitas rendah. Di lingkaran akademis Indonesia, topik-topik di

sekitar penjelasan hubungan agama dan Karl Marx, bisa dilihat antara lain, Franz Magnis-

Page 25: SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39476/1/GREG... · gelar MA.Hum (Magister Agama Humaniora) dengan bidang konsentrasi Pemikiran

15

menjadi latar belakang yang terus akan membayang-bayangi eksplorasi intelektual

dan penjelasan sosialisme Islam. Para pemikir sosialis Islam selalu memulai

pandangan-pandangan orisinilnya dengan membuat catatan-catatan kritis terhadap

asumsi dan filsafat Karl Marx mengenai materialisme, dialektika, manusia,

masyarakat dan agama.

David Émile Durkheim adalah sosiolog Perancis yang fokus studinya

mempelajari bagaimana masyarakat bekerja dan mempertahankan kohesi dan

koherensinya di tengah-tengah terjangan modernitas. Modernitas yang diterangkan

Durkheim adalah era yang ditandai dengan retaknya relasi sosial tradisional dan

longgarnya ikatan religius. Agama adalah proyeksi masyarakat itu sendiri dalam

kesadaran manusia. Agama, dengan demikian, akan terus lestari, tidak akan pernah

hilang, sejauh masyarakat itu mampu melangsungkan dirinya pula.57

Karya Durkheim The Elementary Forms of the Religious Life (1912)

menjelaskan konsep sosiologi agamanya. Ia mendeskripsikan dan membeberkan

agama paling primitif yang pernah dikenal manusia. Dari risetnya itu, ia

mendefinisikan agama sebagai sebuah sistem kesatuan kepercayaan dan praktik

terkait dengan hal-hal sakral, penjelasan-penjelasan spesifik dan pelarangan yang

semuanya membentuk satu komunitas dengan tujuan satu moral tertentu.

Melampaui definisi yang agak konvensional tersebut, Durkheim lebih jauh

mengatakan bahwa agama meliputi mode tindakan dan mode berpikir. Dengan

demikian agama sangat mirip dengan sains yang bekerja untuk mengamati gejala-

gejala alam, manusia dan masyarakat. 58

Karl Emil Maximilian "Max" Weber, seorang sosiolog yang melakukan

terobosan akademis di bidang ekonomi dan semangat kewirausahaan dengan

mengkaitkannya pada etika agama. Agama adalah kekuatan penting dalam

dinamika masyarakat. Obyek studinya tidak hanya mencakup kebudayaan Barat,

tetapi juga agama-agama Timur, seperti Konfusianisme, Taoisme, Hinduisme,

Budhisme dan Yahudi.

Karyanya Die protestantische Ethik und der Geist des Kapitalismus59

menjadi fenomenal dan selalu menjadi acuan klasik untuk kalangan akademisi

banyak bidang. Judul bukunya sudah mengindikasikan bahwa ia hendak

menjungkirbalikkan „materialisme historis‟ Karl Marx. Bukan materi atau struktur

Suseno, Filsafat sebagai Ilmu Kritis, (Yogyakarta: Kanisius, 1992) (khususnya “VIII. Kritik

Terhadap Beberapa Gagasan Dasar Karl Marx”) dan Franz Magnis-Suseno, Pemikiran Karl

Marx. Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. (Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama, 2003) (khususnya “Bab Empat. Dari Kritik Agama ke Kritik Masyarakat”). 57

M. Sastrapratedja, Agama dan dan Tantangan Masa Kini (Yogyakarta: Penerbit

Universitas Sanatha Dharma, 2002), 102 – 103. 58

Bdk Robert Alun Jones.,Emile Durkheim: An Introduction to Four Major Works,

(Beverly Hills, CA: Sage Publications, Inc., 1986), 115-155.

http://durkheim.uchicago.edu/Summaries/forms.html (Diunduh 25 April 2014) 59

Buku ini diterbitkan 1904/1905, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, The

Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism, oleh Talcott Parsons (1930). Karya-karya

Weber lain yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, antara lain The Religion of

China: Confucianism and Taoism, The Religion of India: The Sociology of Hinduism and

Buddhism dan Ancient Judaism.

Page 26: SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39476/1/GREG... · gelar MA.Hum (Magister Agama Humaniora) dengan bidang konsentrasi Pemikiran

16

ekonomi yang mendorong perubahan sosial, melainkan asketisme yang melekat

dalam agama, dalam hal ini Protestantisme, lebih spesifik Kalvinisme, yang telah

membangkitkan kapitalisme dan pasar inovatif di dunia Barat.

Peter L. Berger, selain menggeluti bidang dan disiplin sosiologi

pengetahuan, ia juga masuk ke dalam kajian sosiologi agama. Sebagaimana para

sosiolog teoretis lainnya, ia juga menggariskan tahap demi tahap perkembangan

dunia ini menuju sekularisasi total.Tetapi, ia segera mengoreksi pendapat ini. Ia

melihat bagaimana agama. Akhir 1980an, ia sampai pada keyakinan bahwa agama

tidak saja akan tetap hidup, bahkan ia tumbuh semakin bersinar. Ia menjelaskan

lebih jauh, fakta pluralisme dan dunia yang menjadi global telah mengubah secara

mendasar bagaimana setiap individu menghayati pengalaman iman. Berger

menyebut masyarakat Eropa Barat sebagai pengecualian ditengah-tengah

kemenangan teori dan hipotesa desekularisasi. Dalam kepungan bangkitnya kembali

agama-agama, masyarakat di kawasan ini masih tetap sangat sekular.60

Nama pemikir kontemporer yang menganalisis hubungan agama dan

fenomena postmodernisme, diantaranya adalah Ernest Gellner (1925 – 1995). Ia

menulis Postmodernism, Reason and Religion (1992), yang menyebutkan tiga

pilihan ideologis kaum beragama di zaman ini. Pertama, kembali ke iman

tradisional yang puritan dan asli („fundamentalisme agama‟); kedua, berpegang

pada relativisme dengan melihat bahwa kebenaran selalu relatif terhadap kultur

masyarakat yang masih terus berproses, dengan demikian tidak ada kebenaran

absolut („beragama di era postmodernisme‟); ketiga, beragama dengan keyakinan

bahwa disana tetap ada kebenaran unik, meski demikian tidak ada masyarakat

beragama yang sungguh-sungguh mewakili dan memiliki kebenaran ini sepenuhnya

(„fundamentalisme rasionalis‟). Gellner melihat adanya harapan besar jika kaum

beragama memegang opsi ketiga.61

Keprihatinan Gellner adalah menyelamatkan „pengetahuan yang benar‟ dari

serangan posisi ideologi pertama („relativisme postmodernis‟) dan kedua

(„absolutisme fundamentalis‟). Ia mengajukan rasionalisme moderat yang

mengintregasikan rasio dengan tindakan moral yang tepat. Inilah posisi yang dibela

oleh Gellner yaitu „fundamentalisme rasionalis‟ atau „rasionalisme pencerahan‟.

Posisi ini mestinya dipegang oleh kaum beragama di zaman ini, dimana manusia

harus selalu toleran terhadap setiap ide kebenaran. Kebenaran ini diterima sebagai

hipotesis yang wajib diuji dengan metode ilmiah.62

Beberapa literatur teori lain dalam dunia Islam dapat ditemui, antara lain,

dalam pemikiran „Ali Sharī„atī (1933 - 1977). Ia bersama para pemikir sosialisme

60

Peter L. Berger, “The Desecularization of the World. A Global Overview” dalam

Peter L. Berger (ed), The Desecularization of the World. Resurgent Religion and The World

Politics, (Washington D.C: Ethic and Public Policy Center, 2005), 1 – 18.

http://storage.cloversites.com/pathwaysformutualrespect/documents/Berger-

Desecularization_World.pdf (Diunduh 2 Mei 2014) 61

Ernest Gellner, Postmodernism, Reason and Religion, (London and New York:

Routledge, 1992), vii – viii. http://okhovvat.com/files/en/content/2011/6/4/351_379.pdf,

diunduh 11 Mei 2014. 62

Gellner, Postmodernism, Reason and Religion, 2.

Page 27: SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39476/1/GREG... · gelar MA.Hum (Magister Agama Humaniora) dengan bidang konsentrasi Pemikiran

17

Islam lainnya menjelaskan dan memberikan solusi bagi masalah-masalah yang

dihadapi masyarakat Muslim melalui prinsip-prinsip Islam yang tradisional, yang

terjalin dan dipahami dari sudut pandang sosiologi dan filsafat modern. 63

„Ali Sharī„atī, seorang intelektual dari Iran, membuat sintesis antara teologi

Islam dan nasionalisme revolusioner. Mula-mula ia hanya menggunakan filsafat –

Marxisme dan eksistensialisme – untuk membongkar dan melawan kapitalisme.

Tetapi kemudian ia menyadari bahwa perjuangan pembebasan itu tidak mungkin

melepaskan begitu saja faktor religius dan kultural. Ia pun membuka pemikiran-

pemirannya pada dimensi teologis. 64

Banyak orang beranggapan „Ali Sharī„atī,

hidup dan pemikirannya, memiliki sumbangan besar yang melahirkan Revolusi Iran

1979.

Dalam karyanya, On the Sociology of Islam, Sharī„atī melakukan terobosan

disiplin ilmu sosiologi agama berdasarkan ajaran Islam. Terobosan akademisnya

terlihat lihat bukan karena ia menggunakan ilmu-ilmu sosial kontemporer untuk

memeriksa ayat-ayat Qur‟ān dan strategi sosial yang dibuat oleh Nabi pada

zamannya. Terobosannya terletak pada sintesa sosiologi dan sejarah, yaitu

penjelasan tahap demi tahap bagaimana masyarakat mentranformasi dirinya. Ia

menjelaskan faktor-faktor sebuah masyarakat mampu membaharui dirinya secara

kreatif, atau sebaliknya, bagaimana ia tidak mampu untuk survive dan, akhirnya,

membusuk. Dengan prinsip ini, Sharī„atī menggali isu-isu dalam Qur‟ān dan

mencari pertautannya dengan sejarah, sosiologi dan ilmu-ilmu antropologi. 65

Dari butir-butir pemikir Sosiologi Agama klasik di atas, beberapa gagasan

penting bisa ditarik untuk mencari relevasinya dengan gagasan agama, teologi dan

filsafat menurut Ḥassan Ḥanafī. Kemampuan agama untuk menghidupi dirinya di

tengah-tengah berbagai tantangan modernitas itu melampaui penjelasan sosiologis-

kultural belaka. Di dalam dirinya, ia memiliki kapasitas mistik, hukum, teologi dan

filsafat untuk menjelaskan dirinya dalam setiap periode zaman yang kerap luput dari

penjelasan para pemikir sekular. Pemikiran Ḥassan Ḥanafī yang membawa agama

dan teologi tidak saja ke dalam ruang akademis konseptual serba abstrak, melainkan

ke dalam ruang publik dan tindakan konkret sebenarnya tidaklah unik. Ia bukan

satu-satunya pemikir sosial Islam yang melakukan praksis berpikir demikian di

zaman ini. Orientasi pemikiran teologi sosial yang berorientasi pada praksis menjadi

ciri umum era postmodernisme ini.

63

„Ali Sharī„atī, bersama para pemikir sosialisme Islam yang lain seperti, Jamāl al-

Dīn al-Afghānī (1838 - 1897); Salāmah Mūsā (1887 – 1958); Ḥasan al-Bannā‟ (1906 –

1949); Gamal Abdel Nasser (1918 – 1970); Sayyid Quṭb (1906 – 1966); Shaykh Khālid

Muḥammad Khālid (1920 - ); Muṣṭafā al-Sibāʽī (1915 – 1964) masih akan dibahas dengan

lebih panjang lebar di belakang dalam Bab II. 64

Lihat, Assef Bayat, “Shariati and Marx: A critique of an “Islamic” Critique of

Marxism”, http://www.jstor.org/discover /10.2307/521715?uid=2129&uid= 2&uid=70&uid

=4&sid= 21102585459543 ( diunduh 27 Agustus 2013); Azyumardi Azra, “Ali Syari‟ati:

Sejarah Masa Depan Umat dam Akar-Akar Ideologi Revolusi Iran” dalam Azra,

Historiografi Islam Kontemporer, 208 -238. 65

A J Shari‟ati, On the Sociology of Islam (Hamid Algar (penterj)) (Berkeley:

Mizan Press, 1979), 41 – 49. https://www.google.com/#q=on%20the%20 sociology%20

of%20 islam%20ali%20shariati (Diunduh 4 Mei 2014)

Page 28: SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39476/1/GREG... · gelar MA.Hum (Magister Agama Humaniora) dengan bidang konsentrasi Pemikiran

18

Di negara lain, dengan latar belakang kultur dan agama yang berbeda, tetapi

pada waktu yang hampir bersamaan dengan Revolusi Iran 1979, berlangsung hal

yang pararel. Pada 1986, di Filipina berlangsung People Power yang

menggulingkan sistem kapitalistik oligarki. Para pengamat dan pemikir

membuktikan bahwa Gereja Katolik di Filipina, dengan teologi sosial-politiknya,

berhasil mempengaruhi kesadaran massif warga masyarakat dan umat Katolik untuk

mengubah sistem ideologi politik yang opresif lewat jalan damai tanpa kekerasan.66

Dengan mencermati penelitian terdahulu di atas, tesis ini memiliki posisi

yang unik dan berbeda dalam dua hal. Pertama, tesis ini merinci aspek-aspek

pemikiran Taṣawwuf, Falsafah, Kalām, dan Fiqh dalam sosialisme Ḥanafī. Sudut

pandang yang tidak pernah dibuat oleh penulis lain. Kedua, dengan memasukkan

aspek kebudayaan kapitalisme kontemporer sebagai mitra dialog intelektual, tesis

ini juga memiliki tempat tersendiri. Keunikan tesis ini dijelaskan lebih jauh dalam

tujuan penelitian berikut ini.

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tesis ini hendak menunjukkan dan membuktikan bahwa pemikiran filosofis

dan teologis Ḥassan Ḥanafī mengenai sosialisme memiliki kesiapan metodologis

dan isi untuk masuk ke dalam wacana postmodernisme dan dampak kebudayaan

yang ditimbulkan oleh kapitalisme kontemporer.

2. Tujuan Khusus

a. Lewat kajian sosialisme Ḥassan Ḥanafī, riset ini hendak menjelaskan

bahwa tantangan kebudayaan postmoderen adalah tantangan perubahan ekonomi

dan politik. Dan jihad intelektual Ḥanafī adalah mewujudkan kesejahteraan umat

Muslim lewat pendekatan pemikiran total dan satu, yaitu lewat sosialisme Islami.

b. Tesis ini memprovokasi para pemikir Islam untuk mulai memikirkan

alternatif dari sistem sosial, ekonomi dan kebudayaan yang sedang berlangsung.

Pemikiran Ḥanafī dan posmodernisme telah mempersiapkan masyarakat untuk

hidup baru di masa depan.

E. Manfaat/Signifikansi Penelitian

1. Kalangan terpelajar akan mendapatkan pengetahuan pemikiran Ḥassan Ḥanafī

mengenai masyakat di era globalisasi dan kapitalisme kontemporer.

2. Penelahaan pemikiran Ḥanafī dengan menggunakan postmodernisme belum

serius dikerjakan, bahkan mungkin hampir-hampir kosong. Padahal topik ini sangat

penting untuk memahami Ḥanafī dengan lebih kritis.

3. Sejarah mencatat bahwa loncatan-loncatan kreasi dan inovasi intelektual dalam

Islam terjadi justeru ketika terjadi kontak dan pergulatan dengan Barat. Hal ini

terjadi begitu menyolok ketika Islam berjumpa dengan warisan intelektual Yunani.

66

Narasi dan analisis lengkap Teologi Pembebasan People Power ala Filipina,

antara lain, bisa disimak dalam Greg Soetomo, Revolusi Damai. Belajar dari Filipina

(Yogyakarta: Kanisius, 1998).

Page 29: SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39476/1/GREG... · gelar MA.Hum (Magister Agama Humaniora) dengan bidang konsentrasi Pemikiran

19

Karya-karya intelektual Islam terbaik dan amat monumental terbentuk pada abad-

abad pertengahan di mana pergulatan berlangsung begitu intens antara filsafat

Yunani dan pemikir-pemikir muslim Arab Persia khususnya. Kontak kedua yang

juga amat menentukan dalam perkembangan Islam terjadi pada awal abad ke-20 ini.

Gerakan pembaharuan dan modernisasi dalam Islam merebak setelah Islam

berjumpa dengan Barat modern.67

Hampir semua tokoh modernis dalam Islam

adalah mereka yang memiliki apresiasi kritis terhadap intelektualisme Barat. Maka

riset perjumpaan antara pemikiran kontemporer Islam dan Barat postmoderen ini

bisa menjadi rangsangan lebih jauh untuk pemikiran Islam di bidang sosial-politik.

F. Metodologi Penelitian

Metode induktif68

digunakan untuk memperoleh gambaran umum

(generalisasi) pemikiran Ḥanafī mengenai sosialisme dan pemikiran Jameson

mengenai kebudayaan postmodernisme. Lewat penjelasan dan generalisasi ditarik

sebuah kesimpulan, yang tahap demi tahapnya bisa dijelaskan sebagai berikut.

Landasan teoretis tesis ini menggunakan pemikiran filsafat postmodernisme

dan teori kebudayaan kapitalisme kontemporer Fredric Jameson dengan fokus pada

tiga unsur: konsep totalitas, pemikiran Post-Marxisme, dan penjelasan mengenai

kebudayaan kapitalisme kontemporer. Pendekatan yang digunakan dalam tesis ini

adalah pendekatan studi tokoh (Ḥassan Ḥanafī) dengan mempelajari empat aspek

Taṣawwuf Sosial, Falsafah Sosial, Kalām Sosial, dan Fiqh Sosial. Data, informasi

dan penjelasan dikumpulkan dengan membaca dan menelaah serta mendalami buku

dan karya Ḥassan Ḥanafī dan Fredric Jameson. Dengan demikian, metode

kepustakaan (Library Research) ini digunakan untuk menjawab tiga pertanyaan

sintesis berikut ini: Pertama, alternatif nilai apakah yang hendak ditawarkan dalam

pemikiran Taṣawwuf Sosial, Falsafah Sosial, Kalām Sosial, dan Fiqh Sosial Islam

di tengah-tengah suara berisik dan bising kebudayaan ekonomis postmodernis?

Kedua, bagaimana teori postmarxisme mampu menjelaskan bahwa filsafat dan

teologi sosial Islam, memiliki argumentasi dan vitalitas baru untuk menghadapi

kebudayaan zaman sekarang? Ketiga, bagaimana bisa dijelaskan bahwa sosialisme

Islam merupakan „totalitas‟ yaitu konsepsi filsafat dan teologi yang satu dan utuh

mengenai dunia dan kehidupan?

Corak deskriptif dari sumber primer ini dilengkapi dengan sumber-sumber

sekunder, yaitu komentar-komentar berbagai penulis lain yang mengkaji pemikiran

67

Berdasarkan Komaruddin Hidayat, “Islam dan Postmodernisme”, (http://

www.academia.edu/4445578/Islam_dan_Postmodernisme, diunduh 28 Januari 2014). 68

Penalaran induksi adalah sebuah proses logis di mana berbagai premis ditarik

benang merahnya untuk mendapatkan kesimpulan spesifik. Penalaran ini tiada lain

merupakan proses generalisasi dari berbagai pendapat orang. (Evan Heit dan Caren M.

Rotello, “Relations Between Inductive Reasoning and Deductive Reasoning”, Journal of

Experimental Psychology: Learning, Memory, and Cognition 2010, Vol. 36, No. 3: 805–

812 (805) (http:/ /www.psych.umass.edu/ uploads/sites/ 48/Files/Heit%20 Rotello%

202010.pdf, diakses 13 Juli 2015)

Page 30: SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39476/1/GREG... · gelar MA.Hum (Magister Agama Humaniora) dengan bidang konsentrasi Pemikiran

20

mereka. Studi yang merupakan penelitian pustaka ini lebih

bersifat deskriptif dan analitis-historis (Exploratory Research). 69

Satu buku utama

dari Jameson yang menjadi acuan primer adalah Postmodernism, or, The Cultural

Logic of Late Capitalism (1991). Dua buku lain yang ditulis Jameson Marxism and

Form (1971) dan The Political Uncoscious (1981) digunakan untuk menjelaskan

evolusi pemikiran Jameson sebagai dua buku pendukung sumber primer.

Dua buku yang merupakan dua volume tulisan Ḥanafī menjadi bacaan dan

sumber utama: Islam in the Modern World. Religion, Ideology and Development

(Volume I)70

dan Islam in the Modern World. Tradition, Revolution and Culture

(Volume II)71

. Ada tiga alasan mengapa memilih dua buku ini sebagai buku acuan

primer. Pertama, dua buku ini belum pernah dibahas dan diteliti secara khusus oleh

para peneliti pemikiran Islam (setidaknya) di Indonesia. Kedua, dua buku yang

diterbikan kembali pada tahun 2000 ini merepresentasikan tahap kematangan

intelektual sang penulis.72

Ketiga, dua buku ini – berbeda dengan buku-buku Ḥanafī

lain yang partikular membahas satu topik yang spesifik – membahas berbagai

dimensi general dari sosialisme Islamnya. Hampir seluruh topik-topik utama yang

pernah dibahas selama lebih dari tiga dekade karier intelektualnya tertuang dalam

dua buku ini.

Dua buku di atas didukung dengan sumber-sumber lain. Tiga tulisannya

dalam bahasa Perancis merupakan seluruh pergumulan intelektualnya memperoleh

gelar doctorat d‟état di Sorbonne Paris (1966) untuk bidang ini. Tiga tulisan

tersebut adalah Les méthodes d‟exégèse: Essai sur la science des fondement de la

compréhension, „ilm uṣūl al-fiqh (Cairo, 1965); L‟exégèse de la phénoménologie:

L‟état actuel de la méthode phénoménologique et son application au phénomène

religieux, (Cairo, 1980); La phénoménologie de l‟exégèse: Essai d‟une

hermeneutique existentielle à partir du Nouveau Testament (Cairo, 1988).73

Juga

digunakan tulisan dan buku-buku dan tulisannya yang berbahasa Arab dengan

bantuan terjemahan dalam bahasa Indonesia.

69

Bdk. Abudin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), 258 –

260 dan 378 - 380. 70

Ḥassan Ḥanafī, Islam in the Modern World. Religion, Ideology and Development

(Volume I), (Cairo: Dar Kebaa Bookshop, 2000) 71

Ḥassan Ḥanafī, Islam in the Modern World. Tradition, Revolution and Culture

(Volume II), (Cairo: Dar Kebaa Bookshop, 2000). 72

Howard Gardner, dalam bukunya Creating Minds. An Anatomy of Creativity

(New York: Basic Books, 1993) melakukan penelitian psikologis komprehensif terhadap

para pemikir kontemporer kreatif.Salah satu butir hasil penelitiannya adalah teori „sepuluh

tahun proses kreatif‟. Para pekerja inteletual membutuhkan satu dekade untuk membuat

breakthrough dalam area atau domain yang ditekuninya. Pada umumnya orang tidak pernah

membuat terobosan pemikiran lebih dari satu kali. Sesudah karya kreatif yang menjadi buah

ketekunan selama sepuluh tahun, ia akan membuat produk-produk yang sifatnya hanya

„lebih lengkap‟ atau „lebih komprehensif‟ atau lebih mendalam, tetapi tidak pernah lagi

membuat karya yang benar-benar orisinil dan unik lagi. 73

Issa J. Boullata, “Ḥassan Ḥanafī” dalam John L Esposito (ed.), The Oxford

Encyclopedia of the Modern Islamic World, Vol 2, (Oxford University Press, 1995), 99.

Page 31: SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39476/1/GREG... · gelar MA.Hum (Magister Agama Humaniora) dengan bidang konsentrasi Pemikiran

21

Konsep Jameson mengenai „totalitas‟, „postmarxisme‟ dan filsafat

kebudayaan dari postmodernisme menjadi dasar teoretis untuk menjelaskan,

memperkuat dan mengembangkan pemikiran Ḥanafī. Pemikiran postmodernisme

Jameson bukan dimaksudkan untuk mengevaluasi atau menilai pemikiran

sosialisme Ḥanafī. Melainkan, yang pertama menjadi rekan dialog filosofis bagi

yang kedua. Masing-masing pemikiran dibiarkan bergerak independen, dan titik

temu mereka terletak dalam tataran filsafat.

Meski pemikiran Jameson dikatakan sebagai landasan teoretis, ini tidak

berarti bahwa pemikiran sosial Ḥanafī yang hendak dikembangkan di sini

bergantung padanya. Ḥanafī memiliki corak-warna dan substansi pemikiran yang

tersendiri. Oleh karena itu, di sana tetap ada ruang bebas di mana setiap

kompleksitas pemikirannya secara leluasa menjelaskan dirinya.

G. Sistematika Penulisan

Setelah Bab I Pendahuluan, kontinuitas dan diskontinuitas Sosialisme Karl

Marx dan Sosialisme Islam menjadi fokus kajian Bab II. Dua arus pemikiran ini

tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Namun tidak jarang berlangsung tubrukan

antara keduanya. Sebelum mendiskusikan sosialisme Ḥanafī, perlu dikaji terlebih

dahulu asal-usul dan akar-akar sosialisme Islam, perdebatan di antara berbagai

reformis dalam topik ini dan sikap kritis Islam terhadap kapitalisme Barat.

Bab III dibuka dengan penjelasan Kebudayaan Kapitalisme Kontemporer

yang merupakan uraian gagasan-gagasan pokok postmodernisme Fredric Jameson.

Uraian ini merupakan landasaan teoretis dan rekan dialog filosofis dari seluruh tesis

ini. Satu buku utama dari Jameson yang menjadi acuan primer adalah

Postmodernism, or, The Cultural Logic of Late Capitalism (1991). Dua buku lain

yang ditulis Jameson Marxism and Form (1971) dan The Poltical Uncoscious

(1981) digunakan untuk menjelaskan evolusi pemikiran Jameson sebagai dua buku

pendukung sumber primer. Proposisi Jameson tentang postmarxisme dan fenomena

kultural dalam kebudayaan kapitalistik dewasa ini akan dibeberkan. Proposisi-

proposisi inilah yang kemudian bermuara pada teori totalitas Fredric Jameson. Teori

inilah yang akan digunakan untuk menjadi mitra berdialog dari sosialisme Ḥanafī

dalam wacana postmodernisme, kapitalisme kontemporer dan dampak

kebudayaannya.

Penjelasan di atas membawa pada penjelasan substansi „Sosialisme Islam

Ḥanafī‟ (Bab IV), lewat empat perspektif dan dimensi: Taṣawwuf Sosial, Falsafah

Sosial, Kalām Sosial, dan Fiqh Sosial.

Bab V adalah Sintesis dari seluruh eksplorasi pemikiran. Dalam bab ini

akan dikembangkan bagaimana pertanyaan yang diformulasikan dalam

„Perumusan Masalah‟ hendak direspon dan dijawab. Sintesis ini juga merupakan

uraian bagaimana sosialisme Ḥanafī hendak menghadapi kapitalisme dewasa ini

dan problem kultural yang ditimbulkannya.

Bab VI merupakan kesimpulan dari jawaban atas pertanyaan dalam

„Perumusan Masalah‟. Kesimpulan merupakan pernyataan padat dan ringkas dari

Page 32: SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39476/1/GREG... · gelar MA.Hum (Magister Agama Humaniora) dengan bidang konsentrasi Pemikiran

22

apa yang sudah dijelaskan panjang lebar dalam Bab V. Tantangan Baru dan

Rekomendasi untuk melengkapi riset ini diungkapkan dalam Bab ini.