sosialisme islam menghadapi kebudayaan...
TRANSCRIPT
SOSIALISME ISLAM MENGHADAPI KEBUDAYAAN
KAPITALISME KONTEMPORER:
Studi Pemikiran Sosial Ḥassan Ḥanafī dan Postmodernisme Fredric
Jameson
T E S I S
O l e h:
Greg Soetomo
13.2.00.1.02.01.0004
Pembimbing:
Dr. Ali Munhanif, MA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
bimbingan dan kekuatan yang diberikan-Nya, sehingga tesis dengan judul
“Sosialisme Islam Menghadapi Kebudayaan Kapitalisme Kontemporer: Studi
Pemikiran Sosial Ḥassan Ḥanafī dan Postmodernisme Fredric Jameson” menjadi
paripurna. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh
gelar MA.Hum (Magister Agama Humaniora) dengan bidang konsentrasi Pemikiran
Islam di Sekolah Pascasarjana (SPs) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima
kasih yang sebesar besarnya, kepada :
1. Pater Provinsial RB Riyo Mursanto SJ (2013) yang mengutus saya studi di
Sekolah tersebut, dan kemudian diteguhkan oleh Pater Provinsial P Sunu
Hardiyanta SJ (2014). Atas visi mereka berdua saya, seorang Imam Yesuit
dalam Gereja Katolik boleh menikmati keindahan dan kedalaman studi
Islam di Sekolah ini.
2. YB Heru Prakosa SJ, A. Sudiarja SJ, A. Nugroho Widiyono SJ, Franz
Magnis-Suseno SJ, dan J Sudarminta SJ, lewat sumbangan dan dukungan
dengan caranya masing-masing, mereka ikut andil dan memberi
kesempatan saya untuk merefleksikan kajian Islam sebagai bagian
kehidupan iman Kristiani dan imam dalam Gereja Katolik.
3. Para pejabat di Sekolah Pascasarjana (SPs) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Prof. Dr. Azyumardi Azra MA, Prof. Dr. Suwito MA, dan Dr
Yusuf Rahman MA, yang menerima saya sebagai bagian dan kemudian
berproses dalam komunitas akademis ini (2013 – 2015). Sebuah proses
yang dilanjutkan (2015) di bawah pimpinan Prof Dr Masykuri Abdillah
MA, Prof. Dr. Didin Saepuddin MA, dan Dr JM Muslimin MA di Sekolah
ini.
4. Dr Ali Munhanif MA, pembimbing Tesis, kepada siapa saya datang
berkonsultasi, berdiskusi, dan berbincang-bincang. Beliau selalu ramah,
penuh senyum, bersedia menerima saya setiap saat. Terima kasih Pak Ali!
Perlu disebutkan nama-nama yang ikut menyumbangkan gagasan, baik
lewat bincang-bincang, proses verifikasi, ujian, dan lainnya: Dr Yusuf
Rahman, Prof. Dr. Azyumardi Azra MA, Prof. Dr. Suwito MA, Prof Dr
Abdul Mujib, M. Zuhdi, M.Ed, Ph.D, Suparto, M.Ed, Ph.D, Prof. Dr. Iik
Arifin M, Prof. Dr. Sukron Kamil MA, Dr. Fuad Jabali MA, Dr. Sudarnoto
Abdul Hakim, Dr. Amelia Fauzia MA, Dr JM Muslimin MA, Prof. Dr.
Hamdani Anwar MA, Dr. Arskal Salim MA, Prof Dr Masykuri Abdillah
MA, Prof. Dr. Didin Saepuddin MA, Ismatu Ropi‟ Ph.D.
5. Teman-teman mahasiswa-mahasiswi di Sekolah ini telah menerima saya
„yang lain dan berbeda‟ ini dan menjadikannya sebagai bagian secara
ii
alamiah dalam komunitas ini. Berbagai kisah, interaksi dan peristiwa
dengan mereka telah membuat saya menjadi „yakin‟ untuk melanjutkan
perjalanan yang unik dan kaya ini. Saya berterima kasih kepada mereka.
Saya bersyukur untuk persahabatan dan persaudaraan ini. Tidak mudah bagi
saya untuk menyebutkan mereka satu per satu.
6. Komunitas Skolastik SJ Wisma Dewanto di Jalan Kramat VII/25, tempat
saya tinggal, membaca-menulis, dan menikmati apa artinya hidup
bertumbuh, berkembang dan berbuah. Dalam periode 2013 – 2015, saya
ingin menyebut „nama panggilan‟ mereka yang ikut ambil bagian secara
informal, emosional, tetapi memberi sumbangan mendalam juga: Romo
Adi, mbak Iin, Bayu, Tuja, Mike, Pipat, Nara, Wylly, Centus, Benjamin,
Sapto, Thomas, Endar, Harry, Awan, Sakda, Matthew.
7. Terima kasih untuk komunitas Gereja Katolik dan Non-Katolik yang di
sana sini saya jumpai. Mereka menyapa dan bertanya, “Bagaimana
perkembangan studi di UIN?”. Beberapa hanya sekedar basa-basi. Tetapi,
beberapa lainnya sungguh serius dengan penuh minat mengajukan
pertanyaan yang mengundang diskusi, kemudian benar-benar ingin
mendengarkan tanggapan saya, dan membuat saya berpikir untuk
mendalami hal-hal mendasar dari studi ini. Terima kasih.
Sebuah karya selalu lahir dan hadir lewat sebuah konteks ruang dan waktu yang
kompleks. Kepada semua pihak yang belum tersapa tetapi telah membantu proses
penulisan tesis ini, saya ucapkan banyak terima kasih. Juga kepada banyak kisah
dan peristiwa yang saya jumpai, duka dan suka, tragedi dan komedi, yang telah ikut
memoles tesis ini, saya pantas bersyukur karenanya.
Kramat VII/25, Juni 2015
Greg Soetomo
Penulis
iii
ABSTRAK
Tesis ini membuktikan aspek-aspek pemikiran Islam Taṣawwuf, Falsafah,
Kalām, dan Fiqh memiliki kapasitas untuk memperbarui dirinya terus-menerus dan
mampu menjawab tantangan dan persoalan setiap zaman yang terus berubah.
Tesis ini berbeda dengan pemahaman agama oleh Marxisme Ortodoks.
Agama dalam pemikiran Karl Marx (1818 – 1883) menjadi bagian ‘superstruktur’
(bangunan atas) yang ditentukan oleh ekonomi. Agama tidak akan memiliki
kesadaran kritis untuk mengoreksi kekuasaan kapitalisme dan produk dan dampak
kebudayaannya.Tesis ini hendak membuktikan sebaliknya.
Tesis dalam pemikiran sosialisme Ḥassan Ḥanafī (1935 - ) ini memiliki
persamaan dan afinitas dengan beberapa pemikir dan pemikiran sosialisme Jamāl
al-Dīn al-Afghānī (1838 - 1897) dan ‘Ali Sharī‘atī (1933 - 1977). Mereka berdua
menjelaskan dan memberikan solusi bagi masalah-masalah yang dihadapi
masyarakat Muslim melalui prinsip-prinsip Islam yang tradisional, yang terjalin dan
dipahami dari sudut pandang sosiologis dan filsafat modern.
Tesis ini hendak membuktikan bahwa agama dan teologi tidak selalu
ditentukan dan dipengaruhi oleh logika ekonomi kapitalistik, bahkan sebaliknya,
keduanya bisa melahirkan kesadaran baru dan memainkan peranan kritis terhadap
dampak kebudayaan kapitalisme kontemporer.
Pendekatan yang digunakan dalam tesis ini adalah pendekatan studi tokoh
(Ḥassan Ḥanafī) dengan mempelajari unsur dan dimensi sosialisme dalam
perspektif riwayat dan konteks hidup sang tokoh, analisis sosial-politiknya, filsafat,
dan teologi Islam tokoh yang dipelajari ini. Konsep Fredric Jameson (1934 - )
mengenai ‘totalitas’, ‘postmarxisme’ dan filsafat kebudayaan dari postmodernisme
menjadi dasar teoretis untuk menjelaskan, memperkuat dan mengembangkan
pemikiran Ḥanafī.
Dua buku yang merupakan dua volume tulisan Ḥanafī menjadi bacaan dan
sumber utama: Islam in the Modern World. Religion, Ideology and Development
(Volume I) dan Islam in the Modern World. Tradition, Revolution and Culture
(Volume II). Satu buku utama dari Jameson yang menjadi acuan primer adalah
Postmodernism, or, The Cultural Logic of Late Capitalism (1991).
Kata Kunci: sosialisme Islam, kapitalisme kontemporer, postmodernisme, aspek
Islam, totalitas.
iv
ABSTRACT
This thesis proves the ability of the aspects of Islamic teachings - Taṣawwuf
(Sufism), Falsafah (philosophy), Kalām (theology), and Fiqh (Islamic
jurisprudence) - to renew themselves continuously and are able to respond to the
challenges in the changing times.
This thesis is different from the understanding of religion by Orthodox
Marxism. Religion in the thought of Karl Marx (1818 - 1883) became part of the '
superstructure’ which is determined by the economy. Religion will not have a
critical awareness to correct the power of capitalism and its products and of its
cultural impacts. This thesis is to prove otherwise.
The basic idea in Ḥanafī’s social thought goes hand in hand and has affinity
with several thinkers, like Jamāl al-Dīn al-Afghānī (1838 - 1897) dan ‘Ali Sharī‘atī
(1933 - 1977). They both explain and offer solutions to the problems faced by the
Muslim community through the traditional principles of Islam, which established
and understood from the point of view of modern sociology and philosophy.
This thesis will show that religion is not always determined and influenced
by the logic of the capitalism, as the Orthodox Marxists think. On the contrary, it
could offer a new consciousness and play a critical role to the cultural impact of
contemporary capitalism.
By way of exploring a particular social-religious thinker (Ḥassan Ḥanafī
(1935 - )) by studying the elements and dimensions of socialism in his mysticism,
philosophical stance and theological position becomes an approach taken as a
means of accomplishing this thesis’ purpose. Fredric Jameson’s concept of 'totality',
'Postmarxism', and philosophy of postmodernism will be employed to explain,
support and expand the Hanafi’s whole Islamic thinking with regard to the social
thrust.
Two volume books by Ḥanafī become the main sources of this thesis: Islam
in the Modern World. Religion, Ideology and Development (Volume I) and Islam in
the Modern World. Tradition, Revolution and Culture (Volume II). Meanwhile,
Jameson’s Postmodernism, or, The Cultural Logic of Late Capitalism (1991) is
intellectually developed into a dialogue with the earlier.
Keywords: Islamic socialism, contemporary capitalism, postmodernism, Islamic
aspects, totality.
v
ABSTRAK
يهخص انثذث
انالخ، انفم نا انمذسج نرجذذ , انفهضفح, انرصف, زا انثذث ذثثد جاة انفكش اإلصالي
.فضا تاصرشاس لادسج عهى االصرجاتح نهرذذاخ انشاكم فى كم انعش انرغشج
1883)انذ ف فكش كاسل ياسكش . فى يخرهف عهى انذ اناسكضح األسذركضح زا انثذث
انذ نش نذا انمذسج عهى انرصذخ . ا نر ذذدا االلرصاد( تاء عها)’ جزءا ي انثح انفلح (1818
ز انشصانح ا ثثد عهى خالف رنك.انمج انشأصانح انرجاخ انرأثش ثمافحا . إ
انثذث ف انرفكش االشرشاكح دض دف نا انعادنح انذصل عهى انذعى ي تعض انفكش
كالا ششح (1977- 1933)عه ششعر (1897-1838)األفكاس االشرشاكح جال انذ األفغا
ذمذى انذهل نهشاكم انر ذاج انجرعاخ اإلصاليح تصهح يثادئ اإلصالو انرمهذي، انزي ذرشاتك فى
.ي جح ظش انفهضفح االجراعح انذذثح
درى , ذرأثش تطك االلرصاد انشأصان انالخ نى ذذذد دائازا انثذث شذ أ ثثد أ انذ
. كالا لذس عها أ ذهذ عا جذذا نعة دسا داصا عهى انرأثش انثماف نهشأصانح انعاصشج, رنك .
ي خالل دساصح انعاصش (دض دفى )انج انضرخذو تزا انثذث انج انذساصح انشخصح
فهضفح،ذعهى , انرذهم انضاص االجراع, أتعاد االشرشاكح جح ظش انراسخ صاق انذاج انشخصح
فهضفح انثمافح ي ’ تعذ اناسكضح ,"تانشنح"يفو جض فا رعهك . زا األخ اإلصالو شخصر
. أ ك األصاس انظشي نششح، ذعزز ذطش انرفكش دففضدشصى
.Islam in the Modern World كرات انر ذكرة ف يجهذ دف ذصثخ انصذس انمشاءج
Religion, Ideology and Development (Volume I) dan Islam in the Modern World.
Tradition, Revolution and Culture (Volume II). ذصثخ يصذس انكراب ي جض انرى
Postmodernism, or, The Cultural Logic of Late انشجعح األصاصح
Capitalism (1991).
االشرشاكح اإلصاليح، انشأصانح انعاصشج، يا تعذ انذذاثح، يظش إصالي، انكهح :كلمات البحث
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
ix
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR --- i
ABSTRAK --- iii
PEDOMAN TRANSLITERASI --- vii
DAFTAR ISI --- ix
BAB I. PENDAHULUAN --- 1
A. Latar Belakang Masalah --- 1
B. Permasalahan --- 5
1. Identifikasi Masalah --- 5
2. Pembatasan Masalah: Ḥassan Ḥanafī dan Fredric Jameson --- 7
3. Perumusan Masalah --- 8
C. Penelitian Terdahulu yang Relevan --- 8
D. Tujuan Penelitian --- 17
E. Manfaat/Signifikansi Penelitian --- 18
F. Metodologi Penelitian --- 18
G. Sistematika Penulisan --- 20
BAB II. MELACAK SEJARAH PEMIKIRAN SOSIALISME ISLAM --- 23
A. Sosialisme Karl Marx --- 23
1. Sosialisme Purba --- 23
2. Sosialisme Ilmiah --- 25
B. Sosialisme Islam dalam Perdebatan --- 28
1. Asal-usul dan Akar Sosialisme Islam --- 28
2. Sosialisme Islam Kontemporer: Konsep dalam Perdebatan --- 33
3. Sosialisme Islam Kontemporer: Aplikasi dalam Perdebatan --- 42
C. Islam dan Kapitalisme --- 55
BAB III. KEBUDAYAAN KAPITALISME KONTEMPORER: FILSAFAT
POSTMODERNISME FREDRIC JAMESON --- 59
A. Genealogi Pemikiran Jameson --- 59
1. Para Peletak Dasar Pemikiran Jameson --- 60
2. Dari ‘Realisme’, ke ‘Modernisme’, berpuncak ‘Postmodernisme’ --- 65
B. Kapitalisme dan Totalitas --- 68
C. Postmarxisme Pemikiran Filsafat Jameson --- 70
1. Teori Basis-Superstruktur Ditinjau Kembali --- 70
2. Makna Baru Sejarah --- 73
D. Postmodernisme, Kapitalisme Kontemporer, dan Dampak Kebudayaannya -
-- 75
1. Antara Modernisme dan Postmodernisme --- 76
2. Kapitalisasi Politik --- 78
3. Kebudayaan Media, Kedangkalan, dan Lenyapnya Sejarah --- 79
BAB IV. SOSIALISME ISLAM ḤASSAN ḤANAFĪ --- 85
x
A. Genealogi Pemikiran Sosial Ḥassan Ḥanafī --- 85
1. Konteks Lahirnya Pemikiran ---85
2. Pengaruh ‘Paris’ dalam Ḥanafī ‘Muda’ --- 89
3. Pengaruh Muḥammad ‘Abduh dan Karl Marx --- 91
4. Ditempa dalam Pergaulan --- 93
5. Ḥanafī dan Postmodernisme --- 94
B. Taṣawwuf Sosial Ḥassan Ḥanafī: corak isi mistisismenya --- 95
1. Antara Iḥyāʾ ʿulūm al-dīn dan Iḥyāʾ ʿulūm al-dunyā --- 96
2. Rekonstruksi Fase Moral --- 98
3. Rekonstruksi Fase Etis-Psikologis --- 99
4. Rekonstruksi Fase Metafisis --- 106
C. Falsafah Sosial Ḥassan Ḥanafī: pemikiran filsafat dalam ‘Ilm uṣūl al-fiqh --
- 109
1. Kesadaran Historis --- 111
2. Kesadaran Eidetis --- 115
3. Kesadaran Aktif --- 119
D. Kalām Sosial Ḥassan Ḥanafī: pemikiran teologinya --- 122
1. Dari Teologi Kekuasaaan ke Teologi Umat --- 123
2. Kerangka Konseptual Teologi Umat --- 124
3. Teori Esensi dan Atribut: Manusia Ideal --- 127
4. Teori Tindakan dan Manusia Sesungguhnya --- 128
5. Sejarah Ilahi --- 130
6. Sejarah Manusiawi --- 130
7. Keanekaragaman Akidah dan Kesatuan Umat --- 132
E. Fiqh Sosial Ḥassan Ḥanafī: praksis ekonomi, sosial, politik dan kulturalnya
--- 132
1. Yang Ilahi dan Otonomi Akal --- 133
2. Keteraturan Alam --- 134
3. Manusia sebagai Sentral --- 135
4. Masyarakat yang Setara --- 136
5. Tertib Hukum --- 137
6. ‘Kemajuan’ dalam Sejarah --- 137
7. Realitas Masyarakat Muslim Sekarang ini --- 139
V. SINTESIS: SOSIALISME ISLAM DAN UMAT MUSLIM DI ERA
KEBUDAYAAN KAPITALISME KONTEMPORER --- 143
A. Unsur-unsur Kritis Sosialisme Islam Ḥassan Ḥanafī --- 143
1. Taṣawwuf: Mengisi Kekosongan Spiritual --- 144
2. Falsafah: Memahami Makna dan Praksis --- 151
3. Kalām: Bertitiktolak pada Sejarah --- 155
4. Fiqh: Hukum Menjadi Semakin Relevan --- 159
B. Vitalitas Baru Sosialisme Islam Ḥassan Ḥanafī --- 162
C. Sosialisme Islam Ḥassan Ḥanafī sebagai ‘totalitas’ --- 166
1. Keanekaragaman Akidah dan Kesatuan Umat --- 167
2. Totalitas dan Sejarah --- 169
3. Totalitas, Keanekaragaman, dan Kehendak Bebas --- 170
xi
VI. KESIMPULAN, TANTANGAN BARU, DAN REKOMENDASI --- 173
A. Kesimpulan --- 173
B. Tantangan Baru: Perubahan Sosial Umat Muslim Dewasa ini --- 174
1. Fenomena Globalisasi --- 174
2. Mobilitas Manusia dan Migrasi --- 176
3. Persoalan di Indonesia Sehari-hari --- 179
C. Rekomendasi --- 179
1. Menjelaskan Jalan Ketiga --- 179
2. Jaringan Ulama dan Kemunduran Abad 20 dan 21 --- 180
3. Menjelaskan Epistemologi Islam di Zaman ini --- 181
DAFTAR PUSTAKA --- 183
GLOSARIUM --- 201
INDEKS NAMA --- 205
INDEKS SUBYEK --- 209
BIOGRAFI PENULIS --- 213
1
BAB I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Judul tesis di atas mengisyaratkan pergumulan intelektual topik-topik di
sekitar hubungan antara Sosialisme, Kapitalisme dan Islam. Memperkaya kajian
dalam topik ini, arus Kebudayaan Kapitalisme Kontemporer masuk ke dalamnya.
Topik yang membahas Sosialisme, Kapitalisme, Islam dengan beberapa variasinya
sudah dibahas melimpah ruah dalam percaturan akademis.
Kapitalisme dan sosialisme adalah dua ideologi yang hampir selalu
bersamaan dan berpasangan ketika didiskusikan. Penjelasan sosialisme Karl Marx
(1818 – 1883) mengenai realita dan kehidupan selalu harus dimulai dengan
konsepnya mengenai kapitalisme (sistem kehidupan ekonomi baru tentang profit
dan pasar). Dalam sistem kapitalisme hadir dua kekuasaan (power) yang saling
berhadapan: kelas pemilik modal (kapitalis) dan kelas pekerja (proletar).1
Beberapa peristiwa dunia dalam beberapa dekade ini telah mendorong
beberapa pemikiran dan teori Marxis klasik ditinjau kembali. Runtuhnya Tembok
Berlin pada 1989 yang didahului dengan hancurnya ekonomi sosialis Rusia,
dianggap sebagai akhir blok sosialisme. Peristiwa historis ini kerap juga dianggap
gagalnya Marxisme, yang segera diikuti dengan lahirnya kapitalisme dengan
kekuatan baru yang disebut „pasar bebas‟. Situasi itu segera diikuti dengan
masuknya pengaruh sistem pemikiran postmodernisme dan arus kebudayaan
globalisasi.2
Sosialisme ternyata tidak sepenuhnya mati. Ia bangkit dalam wujud yang
baru. Muncul sebuah termis yang mungkin terdengar ambigu “The Politics of
1 Kapitalisme muncul di Eropa akhir zaman feodalisme (abad 16). Ia merupakan
sebuah sistem komodifikasi yang mendorong pemilik alat produksi untuk memaksimalkan
keuntungan, ditandai dengan kompetisi sosial. (Franz Magnis-Suseno, Pemikiran Karl
Marx, 138 - 140.) 2 Ini juga memperlihatkan klaim Marxisme mengenai „sosialisme ilmiah‟ mulai
dipertanyakan. Yang membedakan sosialisme Karl Marx (1818 – 1883) dari sosialisme
sebelum „nabi sosialis revolusioner‟ ini merumuskannya - menggunakan terminis yang
dibuat Friedrich Engels (1820 – 1895) - bahwa sosialisme Marx adalah „sosialisme ilmiah‟
(wissenschaftlichen Sozialismus). Artinya, ia dibangun dan dirumuskan berdasarkan
penelitian obyektif perkembangan masyarakat. (Lihat uraian Franz Magnis-Suseno,
Pemikiran Karl Marx. Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2003), 137; Fredrick Engels, “Socialism: Utopian and Scientific”,
1880, http://ada.evergreen.edu/~arunc/ texts/politics/socialism.pdf, (Diunduh 20 Oktober
2014)); Lihat juga Peter McLaren dan Ramin Farahmandpur “Teaching Against
Globalization And The New Imperialism: Toward A Revolutionary Pedagogy”, Journal of
Teacher Education, Vol. 52, No. 2, March/April 2001: 136-150. (http://pages.gseis.ucla.
edu/faculty/mclaren/teacher%20education.pdf, diunduh 1 Pebruari 2015)
2
Market Socialism”.3 Dengan demikian, dalam sistem ekonomi kontemporer
pembedaan yang tajam antara sosialisme dan kapitalisme kerap tidak berlaku.
Contoh untuk kasus ekonomi campuran yang sangat sering dikutip adalah Republik
Rakyat Cina (Tiongkok). Negara ini, di satu pihak, secara resmi masih mengakui
sebagai Negara Sosialis-Komunis yang berarti seluruh entitas ekonomi menjadi
milik negara. Tetapi, di lain pihak, dalam praktiknya mengambil banyak kebijakan
ekonomi kapitalistik, membiarkan sektor privat dan ekonomi pasar berkembang. 4
Banyak pemikir membahas hubungan Islam dan sosialisme. Ini tidak
mengherankan karena sudah diterima secara hampir unanim bahwa unsur sosial
pada dasarnya melekat dalam Islam.5 Literatur yang membahas ini dengan mudah
didapatkan dalam referensi virtual.6 Nama-nama pemikir besar Islam yang
mendiskusikan ishtirākīyah (sosialisme)7 itu, antara lain, Jamāl al-Dīn al-Afghānī
3
Andrei Schleifer dan Robert W.Vishny, “The Politics of Market Socialism”,
Journal of Economic Perspectives, Volume 8 Number 2, Spring 1994: 165 – 176.
(http://searches.vi-view.com/search/web?fcoid= 417&fcop=topnav&fpid=2&q= Andrei
+Schleifer +dan+Robert+W.Vishny%2C+%E2%80%9C The+Politics+ of+Market
+Socialism %E2%80%9D%2C+Journal+of+Economic+Perspectives, diunduh 1 Pebruari
2015) 4 Lihat, antara lain, Yuchun Yuan, “The Mixed Economy in China: Through
Rhetorical Perspective”, Thesis, Texas A&M University, 2003. 5 John J. Donohue dan John L. Esposito, (ed.), Islam in Transition (New York:
Oxford University Press, 1982) memuat satu bagian tulisan mengenai “Islam and Socialism”
yang merupakan bunga rampai tulisan-tulisan para pemikir sosial dari dunia Islam, Shaykh
Mahmūd Shaltūt (1892 – 1963), Mu‟ammar al-Qadhdhāfī (1942 – 2011), Michel Aflāq
(1910 - 1989), Sadiq al-`Azm (1936 - ), Muṣṭafā al-Sibāʽī (1915 – 1964), Sayyid Quṭb (1906
– 1966), Khalīfa `abd al-Hakīm ( w. 1959) dan A.K. Brohi (1915 – 1987). Sedemikian kuat
dimesi sosial dari Islam, hingga Ayatollah Khomeini dalam tulisannya Al-Ḥukūmah Al-
Islāmīyah, sebagaimana dikutip Jalaluddin Rahmat, berkeyakinan bahwa perbandingan
antara jumlah ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah sosial dengan ayat-ayat ibadah,
berbanding 100:1 (Lihat Abudin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: Rajawali Pers,
2013), 40.) 6
Literatur internasional mengenai kajian ini bisa disebutkan antara lain, yang
muncul hampir satu abad lalu seperti Khwaja Nazir Ahmad, “Islam and Socialism”, The
Mosque, Woking, England: The Basheer Muslim Library,
http://aaiil.org/text/books/others/khwajanazirahmad/islamsocialism/islamsocialism.pdf dan
http://www.wokingmuslim.org/work/islamic-review/isrevconts-1922.pdf (diunduh, 25
September 2013); atau tulisan yang lebih baru, Clancy N. Childs, “A Comparative Analysis
of Capitalist and Islamic Economic Systems”, Final Paper AAPTIS 331 – Section 3 April
22, 2002, http://www.isu.ac.ir/Farsi/Academics/Economics/edu/dlc/2rd/01/other/1.2.pdf
(diunduh 10 Oktober 2013). 7 Sosialisme adalah sebuah sistem ekonomi yang ditandai dengan adanya
kepemilikan sosial (bersama) atas berbagai sarana produksi. Dalam sosialisme, manajemen
ko-operasi juga sangat mewarnai sistemnya. Dalam praktiknya tidak ada satu warna
sosialisme dan tidak ada definisi tunggal untuk menjelaskan sosialisme. Sosialisme bisa
bervariasi berdasarkan tipe kepemilikan sosial yang dianut, derajat toleransi menerima
sistem pasar, atau bagaimana manajemen diselenggarkan dalam lembaga-lembaga produksi.
( Bdk. Everyman‟s Dictionary of Economics, compiled by Arthur Seldon dan F.G. Pennance
(London: J.M. Dent and Sons LTD, 1965), 388 – 389.
3
(1838 - 1897), Salāmah Mūsā (1887 – 1958), Ḥasan al-Bannā‟ (1906 – 1949),
Sayyid Quṭb (1906 – 1966), Gamal Abdel Nasser (1918 – 1970), Shaykh Khālid
Muḥammad Khālid (1920 - 1996) dan Muṣṭafā al-Sibāʽī (1915 – 1964). Semuanya
memiliki pemikiran yang khas dan unik; berbeda satu dengan lainnya.8
Topik Islam dan kapitalisme biasanya dimulai dengan mengacu pada apa
yang sudah ditulis oleh Maxime Rodinson (1915 – 2004), seorang sosiolog dan
sejarawan Perancis beraliran Marxis. Menulis Islam et le capitalisme (1966;
diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris, Islam and Capitalism, 1973), Radinson
memiliki posisi anomali dalam menerangkan hubungan Islam dan kapitalisme. Ia
beranggapan bahwa Islam dalam dirinya tidak inheren menentang bahkan
cenderung mendukung kapitalisme.9
Di tengah-tengah diskusi dan debat antara sosialisme dan kapitalisme, para
pemikir sosial Islam mencari jalan tengah di antara keduanya.10
Mu ‟ammar al-
Qadhdhāfī (1942 – 2011), pemimpin revolusi Libya dan kemudian menjadi presiden
negeri tersebut sudah merumuskan dan mengembangkan posisi ideologi islaminya,
yang ia sebutnya sendiri sebagai Jalan Ketiga.11
Bangsa Libya adalah bagian dari
seluruh bangsa manusia, tidak bisa dipisahkan dari Barat dan Timur, komunisme
dan kapitalisme, meski demikian yang dibutuhkan adalah kebangkitan umat sendiri.
Umat memiliki akar dan sejarah sendiri yang bahkan lebih panjang dan dalam dari
bangsa lain. Demikian Qadhdhāfī menuliskan retorikanya, seraya menghindar untuk
masuk ke dalam detil teori atas gagasan ini, dan menyerahkan tugas intelektual
teoretis ini pada para spesialis.
Pengaruh kapitalisme ke dalam kehidupan manusia di atas planet bumi
tidak perlu disangsikan lagi. Hampir seluruh kehidupan manusia sekarang ini
dipengaruhi bahkan ditentukan oleh ideologi ekonomi ini. Pengaruh kapitalisme
tidak hanya berdampak pada bidang sosial-ekonomi, ia juga mendesakkan
ideologinya dalam wujud kebudayaan dan gaya hidup manusia dewasa ini. Robert
W. Hefner telah menulis artikel panjang,”Markets and Justice for Muslim
8 Sebagai perkenalan, nama-nama ini bisa ditemukan dalam John L Esposito, ed.
The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World, New York: Oxford University
Press, 1995). Diskusi mengenai pemikiran tokoh-tokoh ini akan diterangkan panjang lebar di
belakang (Bab II). 9 Lihat Leonard Binder, Islamic Liberalism: A Critique of Development Ideologies
(London: The University of Chicago Press, 1988), khususnya dalam Bab 6 “Islam and
Capitalism”. Didapatkan juga beberapa penulis lain yang mendalami topik Islam dan
Kapitalisme, misalnya, Bryan S. Turner, “Islam, Capitalism and the Weber Theses”, The
British Journal of Sociology, 25, 2 (June, 1974): 230-243, http://www2.warwick.ac.uk/fac/
arts/english/research/currentprojects/coral/trg/theologyreadinggroup/b_turner_-
_islam__capitalism_and_the_weber_theses.pdf (diunduh 8 Januari 2014) 10
Dari sumber online, akan didapatkan, antara lain, tulisan Nancy J. Davis dan
Robert V. Robinson, Islam and Economic Justice: A “Third Way” Between Capitalism and
Socialism?,
http://citation.allacademic.com//meta/p_mla_apa_research_citation/1/0/8/5/0/pages108508/p
108508-10.php (diunduh, 8 Januari 2014) 11
Mu ‟ammar al-Qadhdhāfī, ”The Third Way”, dalam John J. Donohue dan John L.
Esposito, ed. Islam in Transition, 103 – 106.
4
Indonesians”, yang menjelaskan posisi ekonomi masyarakat Muslim Indonesia
dalam percaturan kapitalisme internasional, dalam tegangan kebijakan politik lokal
dalam negeri.12
Dalam tulisan ini, fokus analisisnya terletak pada kajian sosial-
ekonomi dan moral.
Moeslim Abdurrahman telah meneliti dampak kebudayaan kapitalisme pada
satu pengalaman spesifik peristiwa ibadah naik haji. Pertanyaan kunci yang hendak
diajukan dalam disertasinya adalah bagaimana identitas Islam didefinisikan dan
dideskripsikan di tengah-tengah kapitalisme yang secara gencar didorong oleh
pemerintahan Orde Baru. Terutama, disertasi ini menjelaskan bagaimana Islam
menghadapi pengaruh kebudayaan dan mental ideologi ekonomi kapitalisme.
Meningkatnya jumlah kelas menengah Islam, terbentuknya gaya hidup
kapitalistik, membuka peluang ekonomi dan bisnis baru: ziarah haji „plus‟ servis ala
turis dengan biaya tinggi.13
Moeslim mengamati berlangsungnya pembalikan
fenomena religius-sosial. Sebelumnya, „ibadah haji‟ cenderung merupakan praktik
keagamaan kelas menengah bawah masyarakat urban atau masyarakat kaya agraris
pedesaan. Sekarang, paket haji-turistik menjadi buruan kelas ekonomi kaya
perkotaan yang sedang membutuhkan legitimasi religius, sosial dan politik. Setelah
kembali dari Tanah Suci, komunitas merayakan kelahiran kembali spiritual mereka
dengan kemeriahan dan hiburan sambil membangun dan menebarkan citra publik.
Identitas Islam, dalam penelitian ini haji-turisme ini, mengalami pergeseran
kultural.
Tesis dan riset ini menggarap lahan yang belum dikerjakan para peneliti di
atas. Area yang hendak digali dalam penelitian ini mencakup wilayah filosofis-
teologis sosialisme Islam dan penelusuran filosofis kapitalisme yang terwujud
dalam kebudayaan postmodernisme. Untuk menjelaskan konsep Sosialisme Islam
akan digunakan pemikiran filsafat dan teologi sosial dari Ḥassan Ḥanafī (1935 - ),
sedangkan teori postmodernisme dan kapitalisme yang hendak digali adalah
pemikiran filsafat Fredric Jameson (1934 - ). Tulisan ini dengan demikian
melengkapi dan melanjutkan kajian Islam dalam percaturan teori sosialisme-
kapitalisme yang sudah ada.
Fredric Jameson memahami postmodernisme sebagai fenomena
kebudayaan dari kapitalisme lanjut. Artikel panjang yang ditulisnya
"Postmodernism, or, The Cultural Logic of Late Capitalism" (1984) dianggap
mewakili pemahamannya mengenai postmodernisme.14
Mempelajari mode produksi
12
Lihat “Pasar dan Keadilan bagi Muslim Indonesia” dalam Islam Pasar Keadilan.
Artikulasi Lokal, Kapitalisme, dan Demokrasi (Yogyakarta: LKiS, 2000), 236 - 273. 13
Moeslim Abdurrahman, On Hajj tourism: In search of Piety and Identity in the
New Order Indonesia (Ann Arbor: Dissertations Publishing, 2000),
http://search.proquest.com//docview/304598479 (diunduh 8 Januari 2014) (Disertasi ini
sudah diterbitkan dalam bahasa Indonesia, Moeslim Abdurrahman, Bersujud di Baitullah:
Ibadah Haji, Mencari Kesalehan Hidup (Jakarta: Kompas, 2009)) 14
George Ritzer membedakan tiga terminologi „postmodernitas‟,
„postmodernisme‟, dan „teori sosial postmodern‟.
Postmodernitas mengacu pada kurun
waktu sosial dan politis yang berlangsung segera sesudah periode modernitas.
Postmodernisme mengacu pada produk kultural (seni, arsitektur, filem, dan cara-gaya
berkebudayaan yang lain) yang berbeda dengan produk kebudayaan modern. Sedangkan
5
juga berarti mempelajari kebudayaan. Kebudayaan yang dimaksud di sini meliputi
seluruh kehidupan sosial, gaya hidup, cara berbicara dan berpikir. Jameson
berpendapat bahwa setiap periode sejarah selalu ditandai dengan sebuah kultural
„dominan‟.15
Ḥassan Ḥanafī adalah seorang pemikir Islam yang berkeyakinan bahwa
teologi Islam adalah faktor penting yang akan bisa mengubah masyarakat. Dia
menyusun seluruh programnya bertahun-tahun lewat berbagai pendekatan
membangun sosialisme Islami. Bahkan ia percaya semua agama memiliki kapasitas
transformatif sosial.16
Topik ini penting untuk ditulis karena hendak membuktikan bahwa aspek-
aspek pemikiran Islam, lewat eksplorasi pemikiran sosialisme Ḥanafī, terbukti
relevan untuk menjawab persoalan-persoalan kapitalisme kontemporer dan
kebudayaan postmodernisme. Dengan kata lain, topik ini memiliki dua maksud dan
tujuan: revitalisasi dan advokasi. Revitalisasi, karena tesis ini hendak memberikan
daya hidup kembali pemikiran Ḥanafī dengan memberikan tantangan baru
(„kebudayaan kapitalisme kontemporer‟). Terkait erat dengan revitalisasi adalah
advokasi, yaitu mengajukan argumen-argumen teoretis logis untuk meneguhkan dan
membela relevansi pemikiran Ḥanafī untuk zaman ini.17
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Asumsi dan pemikiran dalam tesis ini berbeda dengan teori dari penulis
lain, dan bahkan berlawanan dengan beberapa realitas yang berlangsung sehari-hari.
1.1. Perbedaan dengan Pandangan Marxisme Ortodoks mengenai
Agama.
Satu topik permasalahan bisa muncul dalam tesis ini jika dihadapkan pada
posisi agama dalam konsep Marxisme Ortodoks. Agama dalam pemikiran Marx
menjadi bagian „bangunan atas‟ atau „superstruktur‟ yang ditentukan oleh ekonomi.
Agama tidak akan memiliki kesadaran kritis untuk mengoreksi kekuasaan
kapitalisme dan produk dan dampak kebudayaannya. Tesis ini justru hendak
mempermasalahkan teori ini dan ingin membuktikan sebaliknya.18
teori sosial postmodern adalah teori sosial yang menjadi pembeda dengan teori sosial
modern era sebelumnya. (Ritzer, Postmodern Social Theory, 5 – 8.) 15
Phillip E.Wegner, “Periodizing Jameson, or, Notes toward a Cultural Logic of
Globalization”dalam Caren Irr and Ian Buchanan (ed), On Jameson : from Postmodernism
to Globalization (Albany: State University of New York, 2006), 241-242. 16
Ḥassan Ḥanafī, “Islam, Religious Dialogue and Liberation Theology” dalam
Ḥassan Ḥanafī, Islam in the Modern World (Volume II), 221 – 223. 17
Kategori „advokasi‟ ini, penulis dapatkan dari masukan Dr. Arskal Salim dalam
proses ujian Work in Progress III (12 Mei 2015). 18
Dalam Tesis ini dua termis berikut, Agama Islam dan Sosialisme Islam kerap
dipertukarkan satu sama lain. Hingga batas-batas tertentu pertukaran ini bisa
6
1.2. Perbedaan dengan Tesis Shimogaki
Melihat dan membaca uraian topik hubungan Ḥassan Ḥanafī dengan
postmodernisme orang mungkin teringat satu tulisan Kazuo Shimogaki Between
Modernity and Post-modernity: The Islamic Left and Dr. Hasan Hanafi's Thought :
a Critical Reading.19
Ḥanafī adalah seorang pemikir yang terus menerus mengeritik modernisme.
Tetapi menurut Kazuo Shimogaki, kritik Ḥanafī belum cukup atau belum sampai
disebut postmodernisme. Posisi Ḥanafī disebut oleh Shimogaki berada antara
modernisme dan postmodernisme. Ia menggunakan dua filsuf postmodernis G
Bateson20
dan M Foucault21
untuk menjelaskan posisi pemikiran Ḥanafī. Tesis
Shimogaki bisa dirumuskan sebagai berikut: “Postmodernisme memandang
kebenaran dihasilkan lewat proses relasional kekuasaan. Sementara posisi Ḥassan
Ḥanafī berada dalam situasi ambigu. Revolusi Tauhid secara teoretis sebenarnya
relasional. Tetapi, pada saat yang sama, upayanya membuat „ilmu sosial baru‟ yang
merupakan perlawanan terhadap Barat dalam wujud Kiri Islam dikatakan „tidak
dipengaruhi Barat‟. Ḥassan Ḥanafī berada „di antara modenitas dan
postmodernitas‟.”
1.3. Berlawanan dengan Beberapa Realita dan Teori
Membaca optimisme dari topik ini - sosialisme Islam mampu menjadi alternatif
ideologi menghadapi kapitalisme kontemporer dan dampak kebudayaannya – baik
para pakar maupun awam pun sangat mungkin bertanya-tanya dan meragukan
asumsi di balik pemikiran ini. Dihadapkan dengan beberapa realitas yang
berlangsung mata, tesis ini bisa diragukan.
Realita yang ironis berlangsung dalam Kementerian Agama. Agama seakan
tidak mampu menghadapi budaya kerakusan terhadap uang. Hasil survei Komisi
Pemberantasan Korupsi pada 2011, menunjukkan Kementerian Agama menduduki
peringkat terbawah dalam indeks integritas dari 22 instansi pusat yang diteliti.22
Meski agama dan Kementerian Agama adalah dua entitas yang berbeda, namun
sebagai lembaga yang menyelenggarakan dan mendukung agar moralitas agama
semakin ditegakkan, sudah seharusnya Kementerian ini memiliki moralitas yang
dipertanggungjawabkan mengingat pengetahuan agama pada dasarnya bersumber pada
beberapa unsur: bukti historis, argumen rasional, pengalaman pribadi dan wahyu (al-
Qur‟ān). Unsur-unsur ini memperlihatkan bahwa agama sangat terkait erat dengan
pengalaman rasional, fakta-fakta sosial, teologi dan institusi rasional. (Harun Nasution,
Falsafat Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), 12 -20.) 19
Kazuo Shimogaki, Between Modernity and Post-modernity: The Islamic Left and
Dr. Hasan Hanafi's Thought : a Critical Reading (International University of Japan:
Institute of Middle Eastern Studies, 1988). Sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia,
Kiri Islam antara Modernisme dan Posmodernisme. Telaah Kritis Pemikiran Ḥassan Ḥanafī
M. Imam Azis dan M Jadul Maula (penerj) (Yogyakarta: LKIS), 1993 20
Shimogaki, Kiri Islam antara Modernisme dan Posmodernisme, 35 – 39. 21
Shimogaki, Kiri Islam antara Modernisme dan Posmodernisme, 39 – 42. 22
Bdk. http://nasional.kompas.com/read/2011/11/29/02410859/ (diunduh 26
Agustus 2013)
7
lebih unggul dibanding lembaga yang lain. Pada kenyataannya, agama dalam
praktik sosial cukup sering justru tergerus oleh arus kekuasaan uang.
Sebagian hasil penelitian dan disertasi dari Moeslim Abdurrahman juga
secara tidak langsung bertentangan dengan teori dari tesis ini. Umat Muslim justru
hanyut dalam logika kapitalistik di momen religius yang sangat penting.23
Moeslim
menyajikan observasinya mengenai orang-orang Indonesia yang sedang menjalani
naik haji di bawah kapitalisme Orde Baru. Dia menganalisis dan menyimpulkan
kontras antara substansi naik haji sebagaimana yang diajarkan oleh Islam dengan
yang dipraktikkan sebagian jemaah ‟haji turistik‟ yang berasal dari kelas atas.
Mereka menginap di hotel mewah; kemana-mana diantar dengan bus ber-AC;
beberapa jamaah perempuan bepergian dengan bukan muhrim; mengenakan jilbab
tetapi juga merokok, dan seterusnya. Ibadah haji, justru menjadi fenomena sosial
yang menegaskan perbedaan dan pertentangan kelas, bukan persatuan dan
kesamaan antara kaya dan miskin, pejabat dan orang biasa, sebagaimana yang
dicita-citakan dalam Islam. 24
2. Pembatasan Masalah: Ḥassan Ḥanafī dan Fredric Jameson
Dalam tesis ini, pemikiran Ḥassan Ḥanafī hendak didalami dengan
menggunakan pendasaran teori filsafat postmodernisme. Postmodernisme yang unik
dipilih dalam kajian ini. Yang hendak digunakan untuk menyediakan alat teoretis
dan mempersenjatai pemikiran sosialisme Ḥanafī dalam menghadapi kebudayaan
kapitalisme kontemporer adalah pemikir kebudayaan postmarxisme dari Amerika
bernama Fredric Jameson.
Ḥassan Ḥanafī (1935- ) dan Fredric Jameson (1934 - ) hadir dan hidup
dalam era yang sama. Keduanya menekuni dunia pemikiran dengan konteks yang
berbeda. Oleh karena itu, keduanya memiliki persamaan dan perbedaan dalam
banyak hal.
Keduanya merespon persoalan-persoalan yang hadir pada zaman mereka
berdua. Dalam kadar dan level yang berbeda, keduanya menggunakan Teori
Marxisme sebagai alat bantu menjelaskan pemikiranya. Jameson memiliki minat
pada teori dan filsafat, kurang meminati persoalan-persoalan moral dan agama
secara langsung, serta tidak menjelaskan implikasi tindakan. Ḥanafī juga
mengeksplorasi konsep-konsep teori, tetapi berbeda dari Jameson, menggunakannya
untuk tujuan moral, agama-religius, dan sangat kuat berorientasi pada tindakan
untuk memperbaiki hidup manusia dan masyarakat.
23
Moeslim Abdurrahman, On Hajj tourism: In search of Piety and Identity in the
New Order Indonesia (Ann Arbor: Dissertations Publishing, 2000),
http://search.proquest.com//docview/304598479 (diunduh 8 Januari 2014) (Disertasi ini
sudah diterbitkan dalam Bahasa Indonesia, Moeslim Abdurrahman, Bersujud di Baitullah:
Ibadah Haji, Mencari Kesalehan Hidup (Jakarta: Kompas, 2009) 24
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya 1 (Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia, 2010), 32.
8
Penelitian ini membatasi pada tiga area permasalahan yang menjadi titik
singgung antara sosialisme Ḥanafī dan postmodernisme Jameson. Pertama,
menjelaskan respon sosialisme Ḥanafī dalam menghadapi permasalahan dampak
kebudayaan kapitalisme kontemporer. Kedua, menjelaskan posisi dan peranan
penting „agama‟ dan teologi dalam menyampaikan pemikiran kritis, mengoreksi dan
memberikan pemikiran alternatif terhadap kebudayaan kapitalisme kontemporer.
Ketiga, pararel dengan kapitalisme sebagai totalitas menurut Jameson, tesis ini
hendak menjelaskan sosialisme sebagai totalitas dalam seluruh pemikiran Ḥanafī.
Berdasarkan pembatasan masalah ini hendak dirumuskan permasalahan
yang digarap dalam tesis ini. Kesimpulan tesis pada dasarnya adalah jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan tersebut.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan „Pembatasan Masalah‟ di atas, permasalahan atau pertanyaan
yang hendak dijawab dalam tesis ini bisa dirumuskan demikian: “Bagaimana
pemikiran sosialisme Islam Ḥassan Ḥanafī sebagaimana terinci dalam Taṣawwuf,
Falsafah, Kalām, dan Fiqh mampu menjawab tantangan dan persoalan kebudayaan
kapitalisme kontemporer yang dijelaskan oleh Fredric Jameson?”
Pertanyaan mayor di atas hendak diurai ke dalam tiga pertanyaan minor
sebagai berikut:
Pertama, alternatif nilai apakah yang hendak ditawarkan dalam pemikiran
Taṣawwuf Sosial, Falsafah Sosial, Kalām Sosial, dan Fiqh Sosial Islam di tengah-
tengah suara berisik dan bising kebudayaan ekonomis postmodernis?
Kedua, bagaimana teori postmarxisme mampu menjelaskan bahwa filsafat
dan teologi sosial Islam, memiliki argumentasi dan vitalitas baru untuk menghadapi
kebudayaan zaman sekarang?
Ketiga, bagaimana bisa dijelaskan bahwa sosialisme Islam merupakan
„totalitas‟ yaitu konsepsi filsafat dan teologi yang satu dan utuh mengenai dunia dan
kehidupan?
C. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Berbagai penelitian mengenai pemikiran Ḥassan Ḥanafī sudah dibuat.
Uraian “Penelitian Terdahulu yang Relevan” ini memberikan horison dan spektrum
penelitian-penelitian yang sudah dibuat (setidaknya) di Indonesia.25
Kalau topik-
25
Jika dicek di google akan ditemukan hasil tulisan dan riset – dengan kadar ilmiah
dan keseriusan yang sangat bervariasi. Bisa disebutkan antara lain, Nur Idam Laksono,
“Antroposentrisme dalam Pemikiran Hassan Hanafi”, Skripsi S-1 (Yogyakarta: UIN
Kalijaga); Durrotun Yatimah, ”Economic Justice in the Qur‟an. A Study of Ḥassan Ḥanafi‟s
Hermeneutical Method”, Skripsi S-1 (IAIN Walisongo Semarang, 2012); Asmuni M.
Thaher, “Pemikiran Akidah Humanitarian Hassan Hanafi” dalam Fenomena: Vol. 1 No. 2
September (2003): 126 – 135.
9
topik yang dibahas dalam penelitian dan tulisan ini diperhatikan, semuanya tidak
pernah lepas dari kajian „sosialisme Islam‟ dari Ḥanafī.
Berikut adalah judul-judul dari berbagai Tesis yang membahas pemikiran
Ḥassan Ḥanafī yang dapat dijumpai di Perpustakaan Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Semuanya ini adalah produk intelektual Sekolah ini.
Beberapa tesis yang menggarap pemikiran Ḥassan Ḥanafī yang pernah dibuat antara
lain:
1. Abad Badruzaman, “Menggagas Teologi Pembebasan. sebagai Teologi
Alternatif. Studi atas Pemikiran Kiri Islam Ḥassan Ḥanafī”, 2000.26
Tesis ini
menjelaskan dan mendeskripsikan teologi pembebasan. Bermula dengan
menjelaskan teologi pembebasan di lingkungan Gereja Katolik, kemudian masuk ke
penjelasan definisi, substansi dan urgensi teologi pembebasan di dunia Islam.
Setelah memberikan tinjauan umum, Badruzaman memberikan uraian yang
lebih khusus mengenai Kiri Islam dan teologi pembebasan Ḥassan Ḥanafī. Tesis
Badruzaman ini hanya berfokus pada tulisan Ḥanafī, “Mādzā Ya'ni al-Yāsār al-
Islāmī”. Dengan demikian, aspek sosial lain dalam pemikiran Ḥanafī, seperti
Taṣawwuf, Falsafah, Kalām, dan Fiqh tidak mendapatkan porsi kajian dalam tesis
tersebut.
2. Yanto, “Menelusuri Pemikiran Fundamentalisme Ḥassan Ḥanafī”, 2008.
Penelitian ini berfokus pada pemikiran fundamentalisme Ḥanafī dengan menjawab
dua pertanyaan.27
Pertama, bagaimana corak pemikiran fundamentalisme Islamnya
(al-Usuliyyah al-Islâmiyyah)?. Kedua, dimanakah perbedaan pemikiran
fundamentalismenya dengan para pemikir Islam lainnya?. Fundamentalisme,
menurut Ḥassan Ḥanafī, adalah pencarian „asas‟ dan „legalitas‟. Fundamentalisme
Islam adalah upaya untuk menegakkan dan merealisasikan syariat Islam dan
membangun sebuah sistem yang Islami. Fundamentalisme bukanlah sikap
konservatisme dan menentang peradaban modern, melainkan seluruh sikap yang
digunakan untuk membangun kehidupan yang lebih baik masyarakat baik di dalam
Islam maupun di luar Islam. Konsep ini pada dasarnya sudah diterima oleh para
kaum cendekiawan Islam sejak abad 9 M.28
Kajian tesis yang ditulis oleh Yanto ini memiliki sisi kekuatan dan
kelemahan. Kekuatan dan kelebihan tesis ini memperlihatkan aspek lain yang
mendasar dalam pembaruan pemikirannya. Aspek ini terwujud dalam pencarian
asas dan legalitas (syariah) sebuah sistem masyarakat.29
Tetapi tesis ini juga
memiliki kelemahan. Ia tidak menunjukkan dimana kaitan eksplisit pemikiran
fundamentalisme dengan pembaruan pemikiran Islam sosial Ḥanafī yang lebih luas.
26
Tesis ini diterbitkan dengan judul Kiri Islam Hassan Hanafi : Menggugat
Kemapanan Agama dan Politik (Yogyakarta : Tiara Wacana, 2005). 27
Yanto, “Menelusuri Pemikiran Fundamentalisme Ḥassan Ḥanafî”, Tesis (Jakarta:
UIN Syarif Hidayatullah, 2008) , 20. 28
Yanto, “Menelusuri Pemikiran Fundamentalisme”, 153. 29
Yanto, “Menelusuri Pemikiran Fundamentalisme”, 153.
10
3. E. Kusnadiningrat, “Agama sebagai Kritik Sosial. Kajian Epistemologis
atas Konsep Kiri Islam Ḥassan Ḥanafī”, 1999. 30
Konsentrasi tesis ini terletak pada
pencarian dan penelusuran korelasi antara agama dan transformasi sosial yang
ditawarkan Kiri Islam. Dieksplorasi pula dalam tesis ini konsep-konsep teologis dan
rincian metodologis yang dirumuskan Ḥanafī agar agama mampu memainkan
praksis pembebasan terhadap problem-problem sosial. Tesis ini menarik beberapa
kesimpulan dengan menyebutkan tiga ide pokok Kiri Islam. Pertama, Kiri Islam
sebagai vitalitas untuk menggerakkan dan memecahkan persoalan umat yang
diperoleh dengan melakukan rekontruksi khazanah intelektual Islam. Kedua, Kiri
Islam adalah upaya untuk membangun teori baru untuk menafsirkan kebudayaan
Islam dan mendialogkannya dengan hasil rekonstruksi warisan Islam klasik. Ketiga,
Kiri Islam menempatkan universalitas dan superioritas kebudayaan dan peradaban
Barat pada posisi yang proporsional, sehingga kebudayaan Islam bisa menjadi mitra
dan alternatif peradaban dunia.31
Kiri Islam menegaskan bahwa pemikiran yang mampu membawa
perubahan transformasi sosial adalah pemikiran yang berasal di dalam realitas,
bukan di luar realitas. Oleh karena itu Ḥanafī mengeritik pemikiran Islam yang
menggunakan pendekatan skripturalis yang mengesampingkan serta tidak
memedulikan realitas. Berbeda – bahkan berkebalikan - dengan cara kerja pemikir
teologi konvensional, ia berpendapat bahwa berteologi harus selalu dari „bawah‟,
realitas sosial, yang kemudian diproyeksikan pada teks. Ia mengeritik pendekatan
teologi konvensional yang mengalihkan teks pada realitas. Ia mengoreksi asumsi
yang menganggap „teks normatif‟ itu tidak berbeda dan identik dengan „apa yang
riil‟ atau „realitas‟.32
Aspek yang dikaji dalam tesis ini sebenarnya cukup menjanjikan untuk
memberikan sumbangan baru, yaitu „kajian epistemologis‟. Namun, seluruh uraian
tesis ini tidak terasa „kajian epistemologis‟-nya sebagaimana yang dijanjikan dalam
judul tesis. Problem epistemologi ini sebenarnya bisa diuraikan dengan
menggunakan penjelasan Teori Kritik Sosial dari Habermas sebagaimana
disebutkan oleh penulis. 33
Andaikata ini dilakukan oleh penulis, metodologi Tesis
ini akan menjadi sangat menarik karena akan berlangsung dialog dan integrasi
antara Epistemologi Islam (yang dibuat oleh Ḥassan Ḥanafī ) dan epistemologi
sekular (oleh Juergen Habermas). Tetapi semuanya ini tidak pernah dieksplorasi
dalam tesis ini.
4. Adang Kuswaya, “Pemikiran Hermeneutika al-Qur‟ān Ḥassan Ḥanafī :
Studi Analisis atas Pemikiran Ḥassan Ḥanafī tentang Metodologi Penafsiran al-
Qur‟ān”. Tujuan penelitian tesis ini dirumuskan sebagai berikut:34
Pertama,
30
Tesis ini kemudian diterbitkan E.Kusnadiningrat, Teologi dan
Pembebasan. Gagasan Islam Kiri Hassan Hanafî, (Jakarta: Logos,1999) 31
Kusnadiningrat,“Agama sebagai Kritik Sosial”, 95. 32
Kusnadiningrat,“Agama sebagai Kritik Sosial”, 95 – 96. 33
Kusnadiningrat, “Agama sebagai Kritik Sosial”, 18 – 19. 34
Adang Kuswaya, “Pemikiran Hermeneutika al-Qur‟an Ḥassan Ḥanafī: Studi
Analisis atas Pemikiran Ḥassan Ḥanafī tentang Metodologi Penafsiran al-Quran”, TESIS
(Jakarta: Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 1999), 12.
11
mengetahui dan memahami metode yang dijelaskan Ḥassan Ḥanafī untuk
memahami suatu teks. Kedua, mengetahui apa yang dimaksud hermeneutika al-
Qur‟ān Ḥassan Ḥanafī sebagai aksiomatika yang meliputi kritik sejarah, kritik
eidetik dan kritik praktis
Tesis tersebut secara ringkas menyebutkan bahwa Ḥassan Ḥanafī
memahami hermeneutika dalam dua pengertian. Pertama, hermeneutika adalah
ilmu interpretasi atau teori untuk memahami. Kedua, hermeneutika adalah ilmu
yang menjelaskan bagaimana Wahyu diterima sejak tingkat perkataan ke tingkat
rumusan tertulis, dari huruf ke kenyataan, dari logos ke praxis. Dengan kata lain,
hermeneutika hendak membuka hubungan antara kesadaran dan obyeknya (dalam
hal ini al- Qur‟ān). Ḥanafī menyebutkan tiga macam kesadaran: historis (yaitu
menjelaskan orisinalitas Kitab Suci dalam sejarah); eidetis (menjelaskan dan
menafsirkan makna al-Qur‟ān); praktis (menggunakan makna tersebut sebagai dasar
teoretis untuk tindakan dan mengantarkan Wahyu pada kehidupan nyata manusia).35
Kekuatan tesis ini adalah memperlihatkan aplikasi pemikiran teoretis
hermeneutika Ḥanafī ke dalam praktik sosial.36
Dengan demikian, pemikiran ini
menjadi praktis dan konkrit karena memperlihatkan hubungan logis antara
metodologi tafsir dengan cita-cita pembebasan sosial. Kritik untuk tesis ini adalah
kekosongan dalam analisis yang menjelaskan bagaimana pemikiran hermeneutika
Ḥanafī yang terdapat dalam tiga kesadaran (historis, eidetis, dan praktis)
memberikan pengaruh pada pemikiran Ḥanafī yang lain. Tesis ini tidak
memperlihatkan hubungan dan keterkaitan kajian hermeneutikanya dengan produk-
produk pemikiran lainnya.
Di luar tesis37
dan publikasi beberapa buku38
, satu tulisan dari Kazuo
Shimogaki, Between Modernity and Post-modernity: The Islamic Left and Dr.
Ḥasan Ḥanafī‟s Thought : a Critical Reading, yang sudah diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia ini mungkin paling banyak dikutip dan dibahas oleh para peminat
35
Tiga kategori penjelasan ini dijelaskan dalam Tesis dan Disertasi yang
diselesaikan di Paris. Lihat publikasinya Les méthodes d‟exégèse: Essai sur la science des
fondement de la compréhension, „ilm uṣūl al-fiqh (Cairo, 1965) dan La phénoménologie de
l‟exégèse: Essai d‟une hermeneutique existentielle à partir du Nouveau Testament (Cairo,
1988). 36
Kuswaya, “Pemikiran Hermeneutika al-Qur‟an Ḥassan Ḥanafī”, 132. 37
Sebuah disertasi ditemukan lewat pencarian di ProQuest: Yasmeen Samy
Daifallah, “Political Subjectivity in Contemporary Arab Thought: The Political Theory of
Abdullah Laroui, Hassan Hanafi, and Mohamed Abed al-Jabiri”. Dissertation (ProQuest
LLC: University of California, Berkeley, 2013), http://www. escholarship.
org/uc/item/1cc0g870, (diunduh 2 Desember 2013) 38
Beberapa buku dalam khazanah tulisan berbahasa Indonesia – disamping tulisan,
artikel, esai, dan kata pengantar buku – yang diteliti oleh para peminat pemikiran Ḥanafī
dari Indonesia, antara lain, A.H. Ridwan, Reformasi Intelektual Islam. Pemikiran Ḥassan
Ḥanafī tentang Reaktualisasi Tradisi Keilmuan Islam (Yogyakarta: Ittaqa Press, 1998);
Hamzah, Teologi Sosial. Telaah Pemikiran Ḥassan Ḥanafī, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2013).
12
pemikiran Ḥanafī di Indonesia.39
Menurut Shimogaki, kritik Ḥanafī belum cukup
atau belum sampai disebut postmodernisme. Posisi Ḥanafī disebut oleh Shimogaki
berada antara modernisme dan postmodernisme. Ia menggunakan dua filsuf
postmodernis G Bateson dan M Foucault untuk menjelaskan posisi pemikiran
Ḥanafī.
Shimogaki menjelaskan modernitas dengan pendekatan epistemologis.
Yaitu, menjelaskan fenomena ini sebagai pembentuk pandangan dunia dan sistem
pemikiran.40
Inti kecenderungan modernitas adalah sebagai berikut:
1. Pemisahan antara bidang sakral dan sekular. Ini nampak dalam pemisahan
antara agama dan negara. Dengan demikian, seorang ahli astronomi,
sebagai contoh, tidak akan masuk ke dalam diskusi ranah agama.
2. Materi direduksi pada elemen-elemennya, sebagaimana, misalnya, manusia
juga direduksi sebagai makhluk ekonomi semata (reduksionisme).
3. Pemisahan antara subyektivitas dan obyektivitas yang sangat dekat dengan
konsep antroposentrisme. Manusia menyadari sebagai „subyek‟ yang
menjadi pusat realitas dan ukuran segala sesuatu. Manusia keluar dari
kungkungan „kolektivisme‟ dan berubah menjadi „individu‟.
4. Yang terkait dengan kecenderungan no 3 adalah „progresivitas‟. Waktu
dialami sebagai rangkaian peristiwa ke depan sesuai dengan cita-cita
manusia sebagai subyek dan individu.41
Lewat dua pemikir postmodernisme Gregory Bateson dan Michel Foucault,
Shimogaki menjelaskan postmodernisme yang kemudian digunakan untuk
menganalisis pemikiran Ḥassan Ḥanafī. Tesis Shimogaki secara ringkas dapat
dirumuskan demikian, “Posmodernisme memandang kebenaran dihasilkan lewat
proses relasional kekuasaan. Sementara posisi Ḥassan Ḥanafī berada dalam situasi
ambigu. Revolusi Tauhid secara teoretis sebenarnya relasional. Tetapi, pada saat
yang sama, upayanya membuat „ilmu sosial baru‟ yang merupakan perlawanan
terhadap Barat dalam wujud Kiri Islam dikatakan „tidak dipengaruhi Barat‟. Ḥassan
Ḥanafī berada „di antara modenitas dan postmodernitas”.42
Kesimpulan ini ia
jelaskan lewat argumentasi dan penjelasan dua pemikiran postmodernis yang sudah
disebutkan di atas.
Pencarian dan penemuan kebenaran berlangsung lewat relasi kekuasaan.
Dan kekuasaan tidak pernah bersifat unilateral. Manusia hidup dan menerima
informasi dalam relasi kekuasaan dengan dunia di luar dirinya.43
Bateson menekankan „informasi adalah perbedaan‟. Epistemologi di balik
pernyataan ini adalah pemahaman bahwa proses berpikir merupakan agregasi dari
39
Kazuo Shimogaki, Between Modernity and Post-modernity: The Islamic Left and
Dr. Ḥasan Ḥanafī's Thought : a Critical Reading. (International University of Japan:
Institute of Middle Eastern Studies, 1988). Sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia,
Kiri Islam antara Modernisme dan Posmodernisme. Telaah Kritis Pemikiran Ḥassan
Ḥanafī, (penerj) M. Imam Azis dan M Jadul Maula (Yogyakarta: LKIS), 1993. 40
Shimogaki, Kiri Islam, 32. 41
Shimogaki menulis bahwa semua kecenderungan epistemologis ini tidak pernah
berdiri sendiri, melainkan saling berkait satu sama lain. (Shimogaki, Kiri Islam, 33) 42
Shimogaki, Kiri Islam, 97 – 98. 43
Shimogaki, Kiri Islam, 96.
13
berbagai komponen yang berinteraksi. Dan interaksi berlangsung karena adanya
perbedaan yang merupakan wujud alami. Dengan demikian, sebuah pikiran tidak
bisa direduksi menjadi „sesuatu‟ karena ia merupakan „agregat dari bagian-
bagian‟.44
Dengan pemahaman epistemologis demikian, ia menantang modernitas
dengan mengatakan „tidak ada pengalaman obyektif‟. Klaim obyektivitas dari
epistemologi modernitas adalah sebuah reduksi. Semua pengalaman adalah
subyektif, dan dengan demikian tidak ada pemisahan antara subyektivitas dan
obyektivitas.45
Ketika Bateson mengatakan, “sains tidak pernah membuktikan apapun”, ia
sedang berupaya membongkar mitos sains, salah satu pilar terpenting modernitas.
Modernitas juga berpegang bahwa kemajuan diperoleh lewat akumulasi
pengetahuan ilmiah dan akhirnya berujung pada kebenaran. Tetapi dengan
mengganggap bahwa sains adalah mitos, maka kemajuan juga dianggap mitos oleh
Bateson. Temuan sains dari waktu ke waktu hanyalah sebuah lompatan dari
tautologi46
satu ke tautologi lain.47
Dengan pendekatan historis, proyek epistemologi Foucault hendak
merelativisasi „kebenaran‟ yang selama ini dipandang absolut. Karya-karyanya yang
mengangkat topik-topik mengenai pengetahuan, seksualitas, pengobatan, rumah
sakit, manusia dan kegilaan, semuanya dipaparkan untuk menjelaskan relasi
kekuasaan. 48
Kebenaran tidak berada di luar kekuasaaan. Ia berada dalam
kekuasaan. Epistemologinya bertujuan menyingkapkan kekuasaan kebanran dari
berbagai bentuk hegemoni sosial, ekonomi, dan kultural.49
Unsur modernitas yang dikoreksi oleh Foucault adalah ideologi manusia
sebagai pusat (antroposentrisme). Yang ia kritik adalah manusia yang berkuasa
untuk mengontrol kehidupan. Manusia sebagai penyelenggaran kehidupan, pada
zaman ini, mudah sekali tergelincir menjadi penghancur total kehidupan.50
Kiri Islam dianalisis oleh Shimogaki dalam jaringan relasional antara
kekuasaan dan pengetahuan. Kiri Islam adalah salah satu bentuk perlawan terhadap
kekuasaan Barat. Ini juga perlawanan terhadap patologi modernitas. Ketika Ḥanafī
menyusun teori sosial baru Kiri Islam, ia berada dalam semangat postmodernitas,
44
Shimogaki, Kiri Islam, 37 – 38. 45
Shimogaki, Kiri Islam, 38 – 39. 46
Tautologi adalah pengulangan kata yang berbeda tetapi sebenarnya memiliki
makna yang sama; pengulangan yang tidak perlu; „something is adequate enough‟ adalah
contoh kalimat tautologis, http://www.webster-dictionary.org/definition/Tautology,
(diunduh 27 Nopember 2013)) 47
Shimogaki, Kiri Islam, 36.
48 Tulisan-tulisan Michel Foucault yang menjadi fenomenal adalah Discipline and
Punish: The Birth of the Prison , The History of Sexuality 1: An Introduction, The History of
Sexuality 2: The Use of Pleasure , Madness and Civilization: A History of Insanity in the
Age of Reason , The Order of Things: An Archaeology of the Human Sciences , The
Archaeology of Knowledge & The Discourse on Language , Power/Knowledge: Selected
Interviews and Other Writings, 1972-77 49
Shimogaki, Kiri Islam, 40 – 41. 50
Shimogaki, Kiri Islam, 41 – 42.
14
dan di dalamnya berlangsung proses relasional pengetahuan dengan kebudayaan
Barat. Tetapi, demikian Shimogaki berhujjah, Ḥanafī tidak mengakui proses
relasional pengetahuan dan kekuasaaan, ketika ia mengatakan, “Kiri Islam tidak
dipengaruhi Barat”.51
Posisi Ḥanafī menjadi ambigu, di antara modernism dan
postmodernisme. Sementara seluruh tesis ini, langsung maupun tidak langsung,
justru hendak menegaskan bahwa posisi Ḥanafī benar-benar seorang postmodernis
dalam pemikiran Islam.
Selain buku tulisan Shimogaki di atas, satu artikel panjang yang ditulis oleh
Yudian Wahyudi juga harus mendapat perhatian. Ia menulis “Hermeneutika
Kembali ke Al-Qur‟an dan Sunnah Menurut Hasan Hanafi, Muhammad Abid Al-
Jabiri dan Nurcholish Madjid”.52
Kalimat pertama dari tulisan sepanjang 84 halaman tanpa jeda ini tertulis:
“Penelitian ini akan membandingkan Hermeneutika kembali ke Al-Qur‟an dan
Sunnah milik Hasan Hanafi, Muh. Abid Al-Jabiri, dan Nurcholish Madjid, dari
sudut pandang „teori penafsiran‟ Hanafi”.53
Setelah menelusuri seluruh
permasalahan dalam topik itu penulis sampai pada kesimpulan: “Tak satupun dari
mereka menguraikan Hermeneutika kembalinya kepada Al-Qur‟an dan Sunnah
secara jelas. Ketika konsep Hanafi dan Al-Jabari ditemukan secara implisit di dalam
aturan mereka pada penafsiran tematik dan pembacaan modern terhadap warisan
secara berurutan, Madjid tidak merumuskannya secara sistematis.”54
Tulisan dan penelitian di atas berfokus pada pemikiran Ḥassan Ḥanafī yang
dikaji dari berbagai sudut pandang. Pembahasan berikut beralih pada khasanah
literatur yang lebih luas dan umum dalam kajian-kajian di sekitar agama, dalam
hubungannya dengan sosialisme, ekonomi, dan postmodernisme. Uraian berikut
akan dimulai dengan Karl Marx (1818 – 1883).55
Di samping Karl Marx, nama-
nama klasik sosiolog lain yang membahas agama dengan sudut pendekatan dan
aspek yang berbeda antara lain, Émile Durkheim (1858 – 1917), Max Weber (1864
– 1920), Peter Berger (1929 - ), dan Ernest Gelner (1925 – 1995).
Tulisan dan analisis mengenai kritik Karl Marx terhadap agama sudah
menjadi klasik dan dapat dijumpai „berserakan‟ dimana-mana.56
Tulisan-tulisan ini
51
Shimogaki, Kiri Islam, 95 - 96. 52
Yudian Wahyudi, “Hermeneutika Kembali ke Al-Qur‟an dan Sunnah Menurut
Hasan Hanafi, Muhammad Abid Al-Jabiri dan Nurcholish Madjid” dalam Syafa‟atun
Almirzanah dan Sahiron Syamsuddin, Upaya Integrasi Hermeneutika dalam Kajian Qur‟an
dan Hadis. Teori dan Aplikasi (Buku 1 Tradisi Islam) (Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2012), 127 – 210. Secara konsisten penulis menggunakan nama
“Hasan” bukan “Ḥassan” dalam nama “Ḥassan Ḥanafī”. 53
Wahyudi, “Hermeneutika Kembali ke Al-Qur‟an dan Sunnah, 127. 54
Wahyudi, “Hermeneutika Kembali ke Al-Qur‟an dan Sunnah, 209 – 210. 55
Pemikiran Karl Marx sangat penting dan mendasari seluruh diskursus Tesis ini.
Penjelasan yang lebih mendalam topik ini akan dibuat dalam Bab II. 56
Jika diketik “Karl Marx Religion” di google, maka akan berhamburan tulisan-
tulisan yang mengkaji topik ini, dari analisis yang elementer hingga yang advanced. Meski
memang harus diseleksi mana tulisan-tulisan yang bermutu akademis dan otoritatif, dan
mana tulisan yang berkualitas rendah. Di lingkaran akademis Indonesia, topik-topik di
sekitar penjelasan hubungan agama dan Karl Marx, bisa dilihat antara lain, Franz Magnis-
15
menjadi latar belakang yang terus akan membayang-bayangi eksplorasi intelektual
dan penjelasan sosialisme Islam. Para pemikir sosialis Islam selalu memulai
pandangan-pandangan orisinilnya dengan membuat catatan-catatan kritis terhadap
asumsi dan filsafat Karl Marx mengenai materialisme, dialektika, manusia,
masyarakat dan agama.
David Émile Durkheim adalah sosiolog Perancis yang fokus studinya
mempelajari bagaimana masyarakat bekerja dan mempertahankan kohesi dan
koherensinya di tengah-tengah terjangan modernitas. Modernitas yang diterangkan
Durkheim adalah era yang ditandai dengan retaknya relasi sosial tradisional dan
longgarnya ikatan religius. Agama adalah proyeksi masyarakat itu sendiri dalam
kesadaran manusia. Agama, dengan demikian, akan terus lestari, tidak akan pernah
hilang, sejauh masyarakat itu mampu melangsungkan dirinya pula.57
Karya Durkheim The Elementary Forms of the Religious Life (1912)
menjelaskan konsep sosiologi agamanya. Ia mendeskripsikan dan membeberkan
agama paling primitif yang pernah dikenal manusia. Dari risetnya itu, ia
mendefinisikan agama sebagai sebuah sistem kesatuan kepercayaan dan praktik
terkait dengan hal-hal sakral, penjelasan-penjelasan spesifik dan pelarangan yang
semuanya membentuk satu komunitas dengan tujuan satu moral tertentu.
Melampaui definisi yang agak konvensional tersebut, Durkheim lebih jauh
mengatakan bahwa agama meliputi mode tindakan dan mode berpikir. Dengan
demikian agama sangat mirip dengan sains yang bekerja untuk mengamati gejala-
gejala alam, manusia dan masyarakat. 58
Karl Emil Maximilian "Max" Weber, seorang sosiolog yang melakukan
terobosan akademis di bidang ekonomi dan semangat kewirausahaan dengan
mengkaitkannya pada etika agama. Agama adalah kekuatan penting dalam
dinamika masyarakat. Obyek studinya tidak hanya mencakup kebudayaan Barat,
tetapi juga agama-agama Timur, seperti Konfusianisme, Taoisme, Hinduisme,
Budhisme dan Yahudi.
Karyanya Die protestantische Ethik und der Geist des Kapitalismus59
menjadi fenomenal dan selalu menjadi acuan klasik untuk kalangan akademisi
banyak bidang. Judul bukunya sudah mengindikasikan bahwa ia hendak
menjungkirbalikkan „materialisme historis‟ Karl Marx. Bukan materi atau struktur
Suseno, Filsafat sebagai Ilmu Kritis, (Yogyakarta: Kanisius, 1992) (khususnya “VIII. Kritik
Terhadap Beberapa Gagasan Dasar Karl Marx”) dan Franz Magnis-Suseno, Pemikiran Karl
Marx. Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2003) (khususnya “Bab Empat. Dari Kritik Agama ke Kritik Masyarakat”). 57
M. Sastrapratedja, Agama dan dan Tantangan Masa Kini (Yogyakarta: Penerbit
Universitas Sanatha Dharma, 2002), 102 – 103. 58
Bdk Robert Alun Jones.,Emile Durkheim: An Introduction to Four Major Works,
(Beverly Hills, CA: Sage Publications, Inc., 1986), 115-155.
http://durkheim.uchicago.edu/Summaries/forms.html (Diunduh 25 April 2014) 59
Buku ini diterbitkan 1904/1905, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, The
Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism, oleh Talcott Parsons (1930). Karya-karya
Weber lain yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, antara lain The Religion of
China: Confucianism and Taoism, The Religion of India: The Sociology of Hinduism and
Buddhism dan Ancient Judaism.
16
ekonomi yang mendorong perubahan sosial, melainkan asketisme yang melekat
dalam agama, dalam hal ini Protestantisme, lebih spesifik Kalvinisme, yang telah
membangkitkan kapitalisme dan pasar inovatif di dunia Barat.
Peter L. Berger, selain menggeluti bidang dan disiplin sosiologi
pengetahuan, ia juga masuk ke dalam kajian sosiologi agama. Sebagaimana para
sosiolog teoretis lainnya, ia juga menggariskan tahap demi tahap perkembangan
dunia ini menuju sekularisasi total.Tetapi, ia segera mengoreksi pendapat ini. Ia
melihat bagaimana agama. Akhir 1980an, ia sampai pada keyakinan bahwa agama
tidak saja akan tetap hidup, bahkan ia tumbuh semakin bersinar. Ia menjelaskan
lebih jauh, fakta pluralisme dan dunia yang menjadi global telah mengubah secara
mendasar bagaimana setiap individu menghayati pengalaman iman. Berger
menyebut masyarakat Eropa Barat sebagai pengecualian ditengah-tengah
kemenangan teori dan hipotesa desekularisasi. Dalam kepungan bangkitnya kembali
agama-agama, masyarakat di kawasan ini masih tetap sangat sekular.60
Nama pemikir kontemporer yang menganalisis hubungan agama dan
fenomena postmodernisme, diantaranya adalah Ernest Gellner (1925 – 1995). Ia
menulis Postmodernism, Reason and Religion (1992), yang menyebutkan tiga
pilihan ideologis kaum beragama di zaman ini. Pertama, kembali ke iman
tradisional yang puritan dan asli („fundamentalisme agama‟); kedua, berpegang
pada relativisme dengan melihat bahwa kebenaran selalu relatif terhadap kultur
masyarakat yang masih terus berproses, dengan demikian tidak ada kebenaran
absolut („beragama di era postmodernisme‟); ketiga, beragama dengan keyakinan
bahwa disana tetap ada kebenaran unik, meski demikian tidak ada masyarakat
beragama yang sungguh-sungguh mewakili dan memiliki kebenaran ini sepenuhnya
(„fundamentalisme rasionalis‟). Gellner melihat adanya harapan besar jika kaum
beragama memegang opsi ketiga.61
Keprihatinan Gellner adalah menyelamatkan „pengetahuan yang benar‟ dari
serangan posisi ideologi pertama („relativisme postmodernis‟) dan kedua
(„absolutisme fundamentalis‟). Ia mengajukan rasionalisme moderat yang
mengintregasikan rasio dengan tindakan moral yang tepat. Inilah posisi yang dibela
oleh Gellner yaitu „fundamentalisme rasionalis‟ atau „rasionalisme pencerahan‟.
Posisi ini mestinya dipegang oleh kaum beragama di zaman ini, dimana manusia
harus selalu toleran terhadap setiap ide kebenaran. Kebenaran ini diterima sebagai
hipotesis yang wajib diuji dengan metode ilmiah.62
Beberapa literatur teori lain dalam dunia Islam dapat ditemui, antara lain,
dalam pemikiran „Ali Sharī„atī (1933 - 1977). Ia bersama para pemikir sosialisme
60
Peter L. Berger, “The Desecularization of the World. A Global Overview” dalam
Peter L. Berger (ed), The Desecularization of the World. Resurgent Religion and The World
Politics, (Washington D.C: Ethic and Public Policy Center, 2005), 1 – 18.
http://storage.cloversites.com/pathwaysformutualrespect/documents/Berger-
Desecularization_World.pdf (Diunduh 2 Mei 2014) 61
Ernest Gellner, Postmodernism, Reason and Religion, (London and New York:
Routledge, 1992), vii – viii. http://okhovvat.com/files/en/content/2011/6/4/351_379.pdf,
diunduh 11 Mei 2014. 62
Gellner, Postmodernism, Reason and Religion, 2.
17
Islam lainnya menjelaskan dan memberikan solusi bagi masalah-masalah yang
dihadapi masyarakat Muslim melalui prinsip-prinsip Islam yang tradisional, yang
terjalin dan dipahami dari sudut pandang sosiologi dan filsafat modern. 63
„Ali Sharī„atī, seorang intelektual dari Iran, membuat sintesis antara teologi
Islam dan nasionalisme revolusioner. Mula-mula ia hanya menggunakan filsafat –
Marxisme dan eksistensialisme – untuk membongkar dan melawan kapitalisme.
Tetapi kemudian ia menyadari bahwa perjuangan pembebasan itu tidak mungkin
melepaskan begitu saja faktor religius dan kultural. Ia pun membuka pemikiran-
pemirannya pada dimensi teologis. 64
Banyak orang beranggapan „Ali Sharī„atī,
hidup dan pemikirannya, memiliki sumbangan besar yang melahirkan Revolusi Iran
1979.
Dalam karyanya, On the Sociology of Islam, Sharī„atī melakukan terobosan
disiplin ilmu sosiologi agama berdasarkan ajaran Islam. Terobosan akademisnya
terlihat lihat bukan karena ia menggunakan ilmu-ilmu sosial kontemporer untuk
memeriksa ayat-ayat Qur‟ān dan strategi sosial yang dibuat oleh Nabi pada
zamannya. Terobosannya terletak pada sintesa sosiologi dan sejarah, yaitu
penjelasan tahap demi tahap bagaimana masyarakat mentranformasi dirinya. Ia
menjelaskan faktor-faktor sebuah masyarakat mampu membaharui dirinya secara
kreatif, atau sebaliknya, bagaimana ia tidak mampu untuk survive dan, akhirnya,
membusuk. Dengan prinsip ini, Sharī„atī menggali isu-isu dalam Qur‟ān dan
mencari pertautannya dengan sejarah, sosiologi dan ilmu-ilmu antropologi. 65
Dari butir-butir pemikir Sosiologi Agama klasik di atas, beberapa gagasan
penting bisa ditarik untuk mencari relevasinya dengan gagasan agama, teologi dan
filsafat menurut Ḥassan Ḥanafī. Kemampuan agama untuk menghidupi dirinya di
tengah-tengah berbagai tantangan modernitas itu melampaui penjelasan sosiologis-
kultural belaka. Di dalam dirinya, ia memiliki kapasitas mistik, hukum, teologi dan
filsafat untuk menjelaskan dirinya dalam setiap periode zaman yang kerap luput dari
penjelasan para pemikir sekular. Pemikiran Ḥassan Ḥanafī yang membawa agama
dan teologi tidak saja ke dalam ruang akademis konseptual serba abstrak, melainkan
ke dalam ruang publik dan tindakan konkret sebenarnya tidaklah unik. Ia bukan
satu-satunya pemikir sosial Islam yang melakukan praksis berpikir demikian di
zaman ini. Orientasi pemikiran teologi sosial yang berorientasi pada praksis menjadi
ciri umum era postmodernisme ini.
63
„Ali Sharī„atī, bersama para pemikir sosialisme Islam yang lain seperti, Jamāl al-
Dīn al-Afghānī (1838 - 1897); Salāmah Mūsā (1887 – 1958); Ḥasan al-Bannā‟ (1906 –
1949); Gamal Abdel Nasser (1918 – 1970); Sayyid Quṭb (1906 – 1966); Shaykh Khālid
Muḥammad Khālid (1920 - ); Muṣṭafā al-Sibāʽī (1915 – 1964) masih akan dibahas dengan
lebih panjang lebar di belakang dalam Bab II. 64
Lihat, Assef Bayat, “Shariati and Marx: A critique of an “Islamic” Critique of
Marxism”, http://www.jstor.org/discover /10.2307/521715?uid=2129&uid= 2&uid=70&uid
=4&sid= 21102585459543 ( diunduh 27 Agustus 2013); Azyumardi Azra, “Ali Syari‟ati:
Sejarah Masa Depan Umat dam Akar-Akar Ideologi Revolusi Iran” dalam Azra,
Historiografi Islam Kontemporer, 208 -238. 65
A J Shari‟ati, On the Sociology of Islam (Hamid Algar (penterj)) (Berkeley:
Mizan Press, 1979), 41 – 49. https://www.google.com/#q=on%20the%20 sociology%20
of%20 islam%20ali%20shariati (Diunduh 4 Mei 2014)
18
Di negara lain, dengan latar belakang kultur dan agama yang berbeda, tetapi
pada waktu yang hampir bersamaan dengan Revolusi Iran 1979, berlangsung hal
yang pararel. Pada 1986, di Filipina berlangsung People Power yang
menggulingkan sistem kapitalistik oligarki. Para pengamat dan pemikir
membuktikan bahwa Gereja Katolik di Filipina, dengan teologi sosial-politiknya,
berhasil mempengaruhi kesadaran massif warga masyarakat dan umat Katolik untuk
mengubah sistem ideologi politik yang opresif lewat jalan damai tanpa kekerasan.66
Dengan mencermati penelitian terdahulu di atas, tesis ini memiliki posisi
yang unik dan berbeda dalam dua hal. Pertama, tesis ini merinci aspek-aspek
pemikiran Taṣawwuf, Falsafah, Kalām, dan Fiqh dalam sosialisme Ḥanafī. Sudut
pandang yang tidak pernah dibuat oleh penulis lain. Kedua, dengan memasukkan
aspek kebudayaan kapitalisme kontemporer sebagai mitra dialog intelektual, tesis
ini juga memiliki tempat tersendiri. Keunikan tesis ini dijelaskan lebih jauh dalam
tujuan penelitian berikut ini.
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tesis ini hendak menunjukkan dan membuktikan bahwa pemikiran filosofis
dan teologis Ḥassan Ḥanafī mengenai sosialisme memiliki kesiapan metodologis
dan isi untuk masuk ke dalam wacana postmodernisme dan dampak kebudayaan
yang ditimbulkan oleh kapitalisme kontemporer.
2. Tujuan Khusus
a. Lewat kajian sosialisme Ḥassan Ḥanafī, riset ini hendak menjelaskan
bahwa tantangan kebudayaan postmoderen adalah tantangan perubahan ekonomi
dan politik. Dan jihad intelektual Ḥanafī adalah mewujudkan kesejahteraan umat
Muslim lewat pendekatan pemikiran total dan satu, yaitu lewat sosialisme Islami.
b. Tesis ini memprovokasi para pemikir Islam untuk mulai memikirkan
alternatif dari sistem sosial, ekonomi dan kebudayaan yang sedang berlangsung.
Pemikiran Ḥanafī dan posmodernisme telah mempersiapkan masyarakat untuk
hidup baru di masa depan.
E. Manfaat/Signifikansi Penelitian
1. Kalangan terpelajar akan mendapatkan pengetahuan pemikiran Ḥassan Ḥanafī
mengenai masyakat di era globalisasi dan kapitalisme kontemporer.
2. Penelahaan pemikiran Ḥanafī dengan menggunakan postmodernisme belum
serius dikerjakan, bahkan mungkin hampir-hampir kosong. Padahal topik ini sangat
penting untuk memahami Ḥanafī dengan lebih kritis.
3. Sejarah mencatat bahwa loncatan-loncatan kreasi dan inovasi intelektual dalam
Islam terjadi justeru ketika terjadi kontak dan pergulatan dengan Barat. Hal ini
terjadi begitu menyolok ketika Islam berjumpa dengan warisan intelektual Yunani.
66
Narasi dan analisis lengkap Teologi Pembebasan People Power ala Filipina,
antara lain, bisa disimak dalam Greg Soetomo, Revolusi Damai. Belajar dari Filipina
(Yogyakarta: Kanisius, 1998).
19
Karya-karya intelektual Islam terbaik dan amat monumental terbentuk pada abad-
abad pertengahan di mana pergulatan berlangsung begitu intens antara filsafat
Yunani dan pemikir-pemikir muslim Arab Persia khususnya. Kontak kedua yang
juga amat menentukan dalam perkembangan Islam terjadi pada awal abad ke-20 ini.
Gerakan pembaharuan dan modernisasi dalam Islam merebak setelah Islam
berjumpa dengan Barat modern.67
Hampir semua tokoh modernis dalam Islam
adalah mereka yang memiliki apresiasi kritis terhadap intelektualisme Barat. Maka
riset perjumpaan antara pemikiran kontemporer Islam dan Barat postmoderen ini
bisa menjadi rangsangan lebih jauh untuk pemikiran Islam di bidang sosial-politik.
F. Metodologi Penelitian
Metode induktif68
digunakan untuk memperoleh gambaran umum
(generalisasi) pemikiran Ḥanafī mengenai sosialisme dan pemikiran Jameson
mengenai kebudayaan postmodernisme. Lewat penjelasan dan generalisasi ditarik
sebuah kesimpulan, yang tahap demi tahapnya bisa dijelaskan sebagai berikut.
Landasan teoretis tesis ini menggunakan pemikiran filsafat postmodernisme
dan teori kebudayaan kapitalisme kontemporer Fredric Jameson dengan fokus pada
tiga unsur: konsep totalitas, pemikiran Post-Marxisme, dan penjelasan mengenai
kebudayaan kapitalisme kontemporer. Pendekatan yang digunakan dalam tesis ini
adalah pendekatan studi tokoh (Ḥassan Ḥanafī) dengan mempelajari empat aspek
Taṣawwuf Sosial, Falsafah Sosial, Kalām Sosial, dan Fiqh Sosial. Data, informasi
dan penjelasan dikumpulkan dengan membaca dan menelaah serta mendalami buku
dan karya Ḥassan Ḥanafī dan Fredric Jameson. Dengan demikian, metode
kepustakaan (Library Research) ini digunakan untuk menjawab tiga pertanyaan
sintesis berikut ini: Pertama, alternatif nilai apakah yang hendak ditawarkan dalam
pemikiran Taṣawwuf Sosial, Falsafah Sosial, Kalām Sosial, dan Fiqh Sosial Islam
di tengah-tengah suara berisik dan bising kebudayaan ekonomis postmodernis?
Kedua, bagaimana teori postmarxisme mampu menjelaskan bahwa filsafat dan
teologi sosial Islam, memiliki argumentasi dan vitalitas baru untuk menghadapi
kebudayaan zaman sekarang? Ketiga, bagaimana bisa dijelaskan bahwa sosialisme
Islam merupakan „totalitas‟ yaitu konsepsi filsafat dan teologi yang satu dan utuh
mengenai dunia dan kehidupan?
Corak deskriptif dari sumber primer ini dilengkapi dengan sumber-sumber
sekunder, yaitu komentar-komentar berbagai penulis lain yang mengkaji pemikiran
67
Berdasarkan Komaruddin Hidayat, “Islam dan Postmodernisme”, (http://
www.academia.edu/4445578/Islam_dan_Postmodernisme, diunduh 28 Januari 2014). 68
Penalaran induksi adalah sebuah proses logis di mana berbagai premis ditarik
benang merahnya untuk mendapatkan kesimpulan spesifik. Penalaran ini tiada lain
merupakan proses generalisasi dari berbagai pendapat orang. (Evan Heit dan Caren M.
Rotello, “Relations Between Inductive Reasoning and Deductive Reasoning”, Journal of
Experimental Psychology: Learning, Memory, and Cognition 2010, Vol. 36, No. 3: 805–
812 (805) (http:/ /www.psych.umass.edu/ uploads/sites/ 48/Files/Heit%20 Rotello%
202010.pdf, diakses 13 Juli 2015)
20
mereka. Studi yang merupakan penelitian pustaka ini lebih
bersifat deskriptif dan analitis-historis (Exploratory Research). 69
Satu buku utama
dari Jameson yang menjadi acuan primer adalah Postmodernism, or, The Cultural
Logic of Late Capitalism (1991). Dua buku lain yang ditulis Jameson Marxism and
Form (1971) dan The Political Uncoscious (1981) digunakan untuk menjelaskan
evolusi pemikiran Jameson sebagai dua buku pendukung sumber primer.
Dua buku yang merupakan dua volume tulisan Ḥanafī menjadi bacaan dan
sumber utama: Islam in the Modern World. Religion, Ideology and Development
(Volume I)70
dan Islam in the Modern World. Tradition, Revolution and Culture
(Volume II)71
. Ada tiga alasan mengapa memilih dua buku ini sebagai buku acuan
primer. Pertama, dua buku ini belum pernah dibahas dan diteliti secara khusus oleh
para peneliti pemikiran Islam (setidaknya) di Indonesia. Kedua, dua buku yang
diterbikan kembali pada tahun 2000 ini merepresentasikan tahap kematangan
intelektual sang penulis.72
Ketiga, dua buku ini – berbeda dengan buku-buku Ḥanafī
lain yang partikular membahas satu topik yang spesifik – membahas berbagai
dimensi general dari sosialisme Islamnya. Hampir seluruh topik-topik utama yang
pernah dibahas selama lebih dari tiga dekade karier intelektualnya tertuang dalam
dua buku ini.
Dua buku di atas didukung dengan sumber-sumber lain. Tiga tulisannya
dalam bahasa Perancis merupakan seluruh pergumulan intelektualnya memperoleh
gelar doctorat d‟état di Sorbonne Paris (1966) untuk bidang ini. Tiga tulisan
tersebut adalah Les méthodes d‟exégèse: Essai sur la science des fondement de la
compréhension, „ilm uṣūl al-fiqh (Cairo, 1965); L‟exégèse de la phénoménologie:
L‟état actuel de la méthode phénoménologique et son application au phénomène
religieux, (Cairo, 1980); La phénoménologie de l‟exégèse: Essai d‟une
hermeneutique existentielle à partir du Nouveau Testament (Cairo, 1988).73
Juga
digunakan tulisan dan buku-buku dan tulisannya yang berbahasa Arab dengan
bantuan terjemahan dalam bahasa Indonesia.
69
Bdk. Abudin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), 258 –
260 dan 378 - 380. 70
Ḥassan Ḥanafī, Islam in the Modern World. Religion, Ideology and Development
(Volume I), (Cairo: Dar Kebaa Bookshop, 2000) 71
Ḥassan Ḥanafī, Islam in the Modern World. Tradition, Revolution and Culture
(Volume II), (Cairo: Dar Kebaa Bookshop, 2000). 72
Howard Gardner, dalam bukunya Creating Minds. An Anatomy of Creativity
(New York: Basic Books, 1993) melakukan penelitian psikologis komprehensif terhadap
para pemikir kontemporer kreatif.Salah satu butir hasil penelitiannya adalah teori „sepuluh
tahun proses kreatif‟. Para pekerja inteletual membutuhkan satu dekade untuk membuat
breakthrough dalam area atau domain yang ditekuninya. Pada umumnya orang tidak pernah
membuat terobosan pemikiran lebih dari satu kali. Sesudah karya kreatif yang menjadi buah
ketekunan selama sepuluh tahun, ia akan membuat produk-produk yang sifatnya hanya
„lebih lengkap‟ atau „lebih komprehensif‟ atau lebih mendalam, tetapi tidak pernah lagi
membuat karya yang benar-benar orisinil dan unik lagi. 73
Issa J. Boullata, “Ḥassan Ḥanafī” dalam John L Esposito (ed.), The Oxford
Encyclopedia of the Modern Islamic World, Vol 2, (Oxford University Press, 1995), 99.
21
Konsep Jameson mengenai „totalitas‟, „postmarxisme‟ dan filsafat
kebudayaan dari postmodernisme menjadi dasar teoretis untuk menjelaskan,
memperkuat dan mengembangkan pemikiran Ḥanafī. Pemikiran postmodernisme
Jameson bukan dimaksudkan untuk mengevaluasi atau menilai pemikiran
sosialisme Ḥanafī. Melainkan, yang pertama menjadi rekan dialog filosofis bagi
yang kedua. Masing-masing pemikiran dibiarkan bergerak independen, dan titik
temu mereka terletak dalam tataran filsafat.
Meski pemikiran Jameson dikatakan sebagai landasan teoretis, ini tidak
berarti bahwa pemikiran sosial Ḥanafī yang hendak dikembangkan di sini
bergantung padanya. Ḥanafī memiliki corak-warna dan substansi pemikiran yang
tersendiri. Oleh karena itu, di sana tetap ada ruang bebas di mana setiap
kompleksitas pemikirannya secara leluasa menjelaskan dirinya.
G. Sistematika Penulisan
Setelah Bab I Pendahuluan, kontinuitas dan diskontinuitas Sosialisme Karl
Marx dan Sosialisme Islam menjadi fokus kajian Bab II. Dua arus pemikiran ini
tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Namun tidak jarang berlangsung tubrukan
antara keduanya. Sebelum mendiskusikan sosialisme Ḥanafī, perlu dikaji terlebih
dahulu asal-usul dan akar-akar sosialisme Islam, perdebatan di antara berbagai
reformis dalam topik ini dan sikap kritis Islam terhadap kapitalisme Barat.
Bab III dibuka dengan penjelasan Kebudayaan Kapitalisme Kontemporer
yang merupakan uraian gagasan-gagasan pokok postmodernisme Fredric Jameson.
Uraian ini merupakan landasaan teoretis dan rekan dialog filosofis dari seluruh tesis
ini. Satu buku utama dari Jameson yang menjadi acuan primer adalah
Postmodernism, or, The Cultural Logic of Late Capitalism (1991). Dua buku lain
yang ditulis Jameson Marxism and Form (1971) dan The Poltical Uncoscious
(1981) digunakan untuk menjelaskan evolusi pemikiran Jameson sebagai dua buku
pendukung sumber primer. Proposisi Jameson tentang postmarxisme dan fenomena
kultural dalam kebudayaan kapitalistik dewasa ini akan dibeberkan. Proposisi-
proposisi inilah yang kemudian bermuara pada teori totalitas Fredric Jameson. Teori
inilah yang akan digunakan untuk menjadi mitra berdialog dari sosialisme Ḥanafī
dalam wacana postmodernisme, kapitalisme kontemporer dan dampak
kebudayaannya.
Penjelasan di atas membawa pada penjelasan substansi „Sosialisme Islam
Ḥanafī‟ (Bab IV), lewat empat perspektif dan dimensi: Taṣawwuf Sosial, Falsafah
Sosial, Kalām Sosial, dan Fiqh Sosial.
Bab V adalah Sintesis dari seluruh eksplorasi pemikiran. Dalam bab ini
akan dikembangkan bagaimana pertanyaan yang diformulasikan dalam
„Perumusan Masalah‟ hendak direspon dan dijawab. Sintesis ini juga merupakan
uraian bagaimana sosialisme Ḥanafī hendak menghadapi kapitalisme dewasa ini
dan problem kultural yang ditimbulkannya.
Bab VI merupakan kesimpulan dari jawaban atas pertanyaan dalam
„Perumusan Masalah‟. Kesimpulan merupakan pernyataan padat dan ringkas dari
22
apa yang sudah dijelaskan panjang lebar dalam Bab V. Tantangan Baru dan
Rekomendasi untuk melengkapi riset ini diungkapkan dalam Bab ini.