sutan sjahrir, sosialisme, dan perjuangan kemerdekaan

103
SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN INDONESIA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Ilmu Sejarah Disusun Oleh : YOHANA 054314001 FAKULTAS SASTRA PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010

Upload: others

Post on 15-Oct-2021

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN

KEMERDEKAAN INDONESIA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Program Studi Ilmu Sejarah

Disusun Oleh :

YOHANA

054314001

FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2010

Page 2: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

i

SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN

KEMERDEKAAN INDONESIA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Program Studi Ilmu Sejarah

Disusun Oleh :

YOHANA

054314001

FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2010

Page 3: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

ii

Page 4: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

iii

Page 5: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada :

Papaku (Stanis Laus Jurin) yang selalu sabar.

Mamaku (Yustina) yang tercinta.

Adikku yang paling penulis sayang (Hildegaldis Rina Angelica).

Seluruh rekan-rekan yang telah membantu.

Page 6: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

v

Pernyataan Keaslian Karya Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yag telah disebutkan

dalam kutipan catatan kaki, dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya-karya

ilmiah.

Yogyakarta 18 Juni 2010

Penulis

Yohana

Page 7: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

vi

ABSTRAK

Yohana

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

Skripsi yang berjudul “Sutan Sjahrir, Sosialisme, dan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia” ini bertujuan untuk mendeskripsikan riwayat hidup Sutan Sjahrir serta menganalisa pemikiran Sjahrir terutama mengenai Sosialisme Kerakyatan. Tekanan serta hambatan yang dialami oleh Sjahrir akan dijelaskan dalam penelitian ini. Penelitian ini hendak memperkaya bangsa Indonesia akan pemikiran Sosialisme Kerakyatan Sutan Sjahrir serta menguraikan upaya-upaya Sjahrir dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Dalam penelitian ini metode yang dipergunakan adalah metode sejarah. Ada 5 tahap yang dipergunakan agar dapat merekonstruksi suatu sejarah, yaitu pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi, interprestasi dan penulisan. Teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teori politik milik Miriam Budiardjo yang menyatakan bahwa teori politik adalah bahasan dan renungan atas 1) tujuan dari kegiatan politik, 2) cara-cara mencapai tujuan itu, 3) kemungkinan-kemungkinan dan kebutuhan yang ditimbulkan oleh situasi politik tertentu, 4) kewajiban-kewajiban yang diakibatkan oleh tujuan politik itu. Dalam penelitian ini terdapat tiga rumusan permasalahan. Pertama, latarbelakang riwayat hidup dan sosio-historis sosialisme kerakyatan Sutan Sjahrir. Kedua, perjuangan Sutan Sjahrir dalam kemerdekaan Indonesia. Ketiga, perjuangan serta kegiatan Sjahrir setelah tidak menjabat dalam pemerintahan.

Pemikiran Sutan Sjahrir ataupun cara pandangnya melampaui zamannya pada masa itu. Ketika nasionalisme menjadi pegangan garis perjuangan, Sjahrir menekankan bahwa tanpa demokrasi, nasionalisme bisa bersekutu dengan feodalisme. Menurut Sjahrir, humanisme jauh lebih penting dari segala-galanya. Tidak cukup hanya sekedar mengandalkan nasionalisme, karena jika tanpa humanisme, maka yang terjadi hanyalah memerdekaan dan juga mensejahterakan diri sendiri. Sutan Sjahrir bukanlah politikus yang hanya memikirkan bagaimana supaya dapat memperoleh kemenangan di saat Pemilu tetapi dia adalah seorang negarawan yang segala tindakan, strategi, dan juga pengetahuannya adalah untuk kemajuan serta kemerdekaan rakyat Indonesia. Ia merupakan seorang negarawan yang memikirkan proses berbangsa dalam jangka panjang, dan teristimewa usaha-usahanya yang selalu memperjuangkan hak-hak azasi semua warga-negara.

Page 8: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

vii

ABSTRACT

Yohana

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

The purpose of this thesis entitled “ Sutan Sjahrir, Socialism, and the Indonesian Independence Struggle “ was to describe and analyze Sutan Sjahrir’s life and his thoughts, concerning the socialism in the grass root in particular. It also described the pressure and obstacles that Sutan Sjahrir experienced. The research was enriching the Indonesian people about Sutan Sjahrir’s thoughts on the democratic socialism as well as analyzing Sjahrir’s efforts in struggling for the Indonesian independence.

The method that was applied in the research was a historical method. The five stages implemented able to reconstruct a history were the topic selection, data sources gathering, verification, interpretation, and the writing. The research made use of the political theory of Miriam Budiardjo, who’s state that political theory is a discussion and insights of: 1) the objective of political activities, 2) ways of achieving the objectives, 3) the probabilities and the needs resulting from a specific political situation, 4) the resultant responsibilities because of the respective political objectives. In the research there were three problem formulations. Firstly, the background of the Sutan Sjahrir’s biography and the socio-history of democratic socialism. Secondly, Sutan Sjahrir’s struggle in the Indonesian independence. Thirdly, Sjahrir’s struggle and activities after he was out of office of the government.

Sutan Sjahrir’s thoughts or his view was at that time considered beyond his era. When nationalism was the main guide for struggling, Sjahrir stressed that without democracy, nationalism might be aligned with feudalism. According to Sjahrir, humanism was far more important of all others. Taking nationalism for granted was not enough, as without humanism, there would be independence only, and egoistic welfare . Sutan Sjahrir was not a politician who thought only of how to get victory in a general election, but he was also a statesman whose actions, strategies, and knowledge were dedicated for the freedom and progress of the Indonesian people. He was a kind of a statesman who deeply thought of the process of the nation’s long life, particularly in his efforts to fight for all the citizens’ human rights.

Page 9: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Yohana

Nomor Mahasiswa : 054314001

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

“SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN

KEMERDEKAAN INDONESIA”

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pengakalan

data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau

media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun

memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada Tanggal : 18 Juni 2010

Yang menyatakan

Yohana

Page 10: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

ix

KATA PENGANTAR

Akhirnya penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Begitu banyak tantangan

yang dihadapi dalam penulisan ini. Tetapi itu bukan menjadi persoalan karena

selalu ada orang-orang yang mendukung supaya dapat dengan segera

menyelesaikan skripsi ini. Beruntung sebelum mengajukan proposal skripsi ini

terlebih dahulu dilaksanakan diskusi dengan teman-teman jurusan Ilmu Sejarah

sehingga kekurangan dalam penulisan skripsi ini dapat terbantu.

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas berkat

dan juga rahmat-Nya penulis selalu dengan sabar untuk dapat menyelesaikan

penulisan skripsi ini. Penulis sangat bersyukur atas dampingan-Nya disaat penulis

sedang mengalami kesusahan. Terima kasih atas semua doa-doa penulis yang

senantiasa Tuhan Yesus dengarkan dan juga kabulkan.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh staf pengajar yang

selalu membantu serta memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini. Terima kasih kepada Drs. Hb. Hery Santosa, M.Hum. dosen dan juga

Ketua Program Studi Ilmu Sejarah yang selalu setia memberikan motivasi kepada

teman-teman di jurusan Ilmu Sejarah. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

Drs. Silverio R. L. Aji Sampurno, M. Hum dosen sekaligus pembimbing skripsi

yang selalu memberikan ide-ide dan juga mengoreksi penulisan skripsi ini dengan

sabar. Terima kasih kepada Drs. Ign. Sandiwan Suharso selaku dosen dan juga

pembimbing akademik yang selalu menasehati dikala penulis memperoleh IPK

yang tidak bagus.

Page 11: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

x

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada seluruh staf

pengajar Jurusan Ilmu Sejarah; Drs. H. Purwanta, M. A, Dr. FX. Baskara T.

Wardaya, SJ, Dr. Anton Haryono, Prof. Dr. P. J. Suwarno S. H (almarhum), Drs.

Manu Jayaatmaja, M. A, Dr. St. Sunardi, Drs. Andri Nurcahyo.

Penulis juga mengucapkan tarima kasih kepada keluarga tercinta; papa

(Stanis Laus Jurin) yang senantiasa selalu mendukung dan juga selalu memenuhi

kebutuhan penulis. Mamaku (Yustina) yang selalu dengan sabar membesarkan,

menghadapi penulis, memberi masukan yang begitu berarti bagi penulis, serta

memberikan kasih sayang yang tulus bagi penulis. Kepada adik penulis,

Hildegaldis Rina Angelica, terima kasih yang tak habis-habisnya penulis

sampaikan atas doa-doa, dukungan, dan juga nasehatnya. Skripsi ini penulis

persembahkan untuk kalian.

Terima kasih penulis sampaikan untuk kedua orang nenek penulis, om

(mamo) Stef, tante (ambe) Linah, paman Agus, bi Evi, sepupu-sepupu penulis yang

selalu saja menanyakan kapan penulis wisuda; Kak Dina, Yanti, Martin, Hel,

Agnes, Andri, Okta.

Untuk sahabat-sahabat penulis, terima kasih atas dukungan, nasehat, dan

juga kebersamaan dengan kalian ; Lilis, Chatrine, Marsya, dek Evi, dan dek Emil.

Dan terima kasih juga untuk teman-teman seperjuangan; sr.Andreani, Anggoro,

Agung, Bondan, Hafen. Terima kasih juga untuk; Ismiyati, Tati, Ifa, Theo Yanzen,

Sr. Mena.

Terima kasih untuk teman-teman di Pondok Angela Pringwulung (asrama

Ursulin) atas kebersamaan penulis bersama kalian ketika baru memasuki bangku

Page 12: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

xi

kuliah. Sr. Yekti, Sr. Merci, Sr, Nati, Sr. Etty, Sr. Vero, Ena, Lina, Ayek. Terima

kasih banyak penulis ucapkan yang sebesar-besarnya kepada para suster-suster

yang selalu membimbing kami, para anak asrama, terima kasih karena telah

memberi kami pengalaman-pengalaman yang begitu berharga.

Terima kasih juga untuk teman-teman Fokus Mapawi (Kab Melawi)

khususnya yang tinggal di kontrakan Kab Melawi yang selalu berbagi kegembiraan

di saat melaksanakan Gawai Dayak, dan masih banyak lagi teman-teman yang

selalu mensupport penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis

sebutkan satu-persatu.

Page 13: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

xii

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................ v

ABSTRAK ..................................................................................................... vi

ABSTRACT .................................................................................................... vii

LEMBAR PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................................................... viii

KATA PENGANTAR .................................................................................... ix

DAFTAR ISI .................................................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1 1.2. Rumusan Masalah ........................................................................... 9 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................ 9 1.4. Manfaat Penelitian .......................................................................... 10 1.5. Landasan Teori ................................................................................ 11 1.6. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 14 1.7. Metode Penelitian ........................................................................... 18 1.8. Sistematika Penulisan ..................................................................... 20

BAB II RIWAYAT HIDUP SUTAN SJAHRIR DAN SOSIO-HISTORIS SOSIALISME KERAKYATAN .................................................. 21

2.1. Riwayat Hidup Sutan Sjahrir .......................................................... 21 2.2. Perkenalan Sjahrir dengan Sosialisme ............................................. 23

2.2.1. Jong Indonesia ...................................................................... 23 2.2.2. Sjahrir di Negara Belanda pada tahun 1929-1931 ............... 26

2.3. Sosialisme Kerakyatan Indonesia ................................................... 29

BAB III SUTAN SJAHRIR DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN INDONESIA ............................................................................... 35

3.1. Peran Sjahrir Sebelum Kemerdekaan Indonesia ............................. 35 3.1.1. Pendidikan Nasional Indonesia (PNI-Baru) ......................... 35

Page 14: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

xiii

3.1.2. Pendudukan Jepang pada tahun 1942 .................................. 40 3.2. Peran Sjahrir Untuk Mencapai Kemerdekaan ............................... 42

3.2.1. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 1945 ........................... 42 3.2.2. KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) tahun 1945 ........ 47 3.2.3. Perdana Menteri (15 November 1945–7 Juni 1947) ............ 50

BAB IV DAMPAK SERTA PENGARUH SUTAN SJAHRIR PASCA KEMERDEKAAN INDONESIA ................................................. 61

4.1. Partai Sosialis Indonesia (PSI) ........................................................ 61 4.1.1. Pembentukan Partai Sosialis Indonesia (PSI) Tahun 1948 ... 61 4.1.2. Kekalahan PSI dalam Pemilihan Umum Tahun 1955 .......... 67

4.2. Akhir dari Karir Sjahrir ................................................................... 71 4.2.1. Pembubaran Partai Sosialis Indonesia (PSI) Tahun 1960 .... 77 4.2.2. Penangkapan Sjahrir Tahun 1962 ......................................... 77

BAB V PENUTUP ...................................................................................... 81 5.2. Kesimpulan ............................................................................ 81

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 87

Page 15: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Suatu negara dapat membangkitkan pergerakan bangsanya dengan beberapa

syarat, yakni kesatuan ekonomi, politik, dan budaya. Terpenuhinya ketiga syarat

itu lebih merupakan karena proses sosial yang mandiri daripada hasil cita-cita,

rencana, atau pun rekayasa pemerintah jajahan. Demikian pula halnya di

Indonesia pada awal tahun 1900-an.

Walaupun ketiga syarat tersebut sudah terpenuhi, kebangsaan tidaklah

bangkit dengan sendirinya. Sebagai syarat, maka yang terkandung di dalamnya

hanyalah peluang bagi terbentuknya kebangsaan. Karena tak ada peluang yang

tanpa masalah, maka berhasil-tidaknya pelembagaan itu tergantung pada

kemampuan masyarakat dan kekuasaan negara mengatasi rangkaian masalah yang

timbul dalam peluang tersebut.

Kenyataannya, masyarakat dan pemerintah jajahan gagal mengatasi

rangkaian masalah yang muncul. Dengan demikian gagal pula terciptanya

keseimbangan berdasarkan cita-cita politik Etis. Malahan, lambat-laun masyarakat

nusantara menuntut bubarnya kekuasaan negara jajahan itu sebagai syarat

keseimbangan atau kebangsaannya. Masyarakat nusantara berjuang kearah

terbentuknya kekuasaan negara yang sama sekali baru berdasarkan kekuatan dan

kemampuan sendiri.

Page 16: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

2

Ada empat hal yang menyebabkan kegagalan itu terjadi dan bagaimana

cita-cita kebangsaan yang lain dapat diperjuangkan. Pertama, tahun 1900-1912.

Dalam peluang selama kurun waktu tersebut timbulah rangkaian masalah yang

bersifat sangat berat sebelah. Seperti masa VOC, masyarakat merasa asing sama

sekali, dan bingung, dengan kesempatan serta kesulitan yang harus dihadapi,

sementara pemerintah jajahan bergelimang triomfalisme, yakni sikap serba tahu,

serba mampu, serba kuasa menentukan arah perkembangan yang harus ditempuh

oleh masyarakat.

Kedua, tahun 1912-1921. Ketika pemerintah tampak semakin tahu apa

yang harus dilakukan, masyarakat baru mulai meraba-raba ujung pangkal masalah

yang timbul, dan dengan demikian sedapat mungkin mengatasinya. Masuk akal

bahwa masyarakat terpecah sekalipun hanya karena pengertian yang berbeda-beda

mengenai rangkaian masalah yang muncul selama periode ini. Juga bisa

dimengerti bahwa pemerintah jajahan memanfaatkan perpecahan tersebut untuk

kepentingan kekuasaannya.

Ketiga, tahun 1921-1927. Masyarakat yang sebelumnya meraba-raba,

akhirnya mengira sedang menemukan hakikat masalah yang dihadapi. Yang dikira

hakikat itu pada dasarnya bersifat modern dan revolusioner sekaligus. ‘Modern’,

karena melintasi penggolongan sempit, ‘Revolusioner’, karena menolak cara-cara

lama yang lambat-laun, cara-cara politik Etis.

Walaupun demikian, karena baru menemukannya, baik sifat modern

maupun revolusioner itu cenderung diyakini tanpa melewati ujian kenyataan.

Melintasi pertolongan sempit dapat berarti percaya pada pertolongan dari dunia

Page 17: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

3

internasional. Keanggotaan dalam Pan-Islamisme dan Comintern merupakan

wujudnya. Menolak cara-cara Politik Etis bisa berarti kekerasan. Kerusuhan PKI-

Sarekat Ra’jat merupakan pantulannya. Bahwa sintesa dari keduanya, yang

menjelma dalam faham kebangsaan Perhimpunan Indonesia (PI) di Nederland,

pada awalnya masih sukar lepas dari internasionalisme dan radikalisme.1

Sekitar tahun 1927 dan runtuhnya negara jajahan Belanda oleh Jepang

pada tahun 1942, kebangkitan nasional mulai bergaya kurang semarak. Dalam

masalah politik, gerakan anti-penjajahan melanjutkan langkah-langkah yang tidak

menghasilkan apa-apa. Rezim Belanda memasuki tahapan yang paling menindas

dan paling konservatif (bersikap mempertahankan keadaan) dalam sejarahnya

pada abad XX. Rakyat daerah pedesaan tidak lagi memainkan peranan politik

yang aktif karena dikecewakan oleh pengalaman mereka dengan SI dan PKI pada

tahun-tahun sebelumnya dan juga karena, mulai tahun 1930 dan seterusnya

mereka lebih disibukkan dengan usaha untuk mengatasi masa-masa sulit yang

ditimbulkan karena depresi.

Akan tetapi ada beberapa aspek masa itu yang menyiapkan pengguna

peristiwa-peristiwa yang akan terjadi setelah tahun 1942. Pertama, semua harapan

bagi terjalinnya kerjasama dengan Belanda benar-benar sudah hancur, sehingga

satu-satunya taktik yang dimungkinkan untuk masa mendatang hanyalah

perlawanan terhadap Belanda. Kedua, perpecahan-perpecahan yang mendalam di

kalangan elite Indonesia yang sangat kecil jumlahnya umumnya tidak

1 Parakitri T Simbolon. 1995. Menjadi Indonesia, Jakarta: Kompas,

Grasindo, hal 220-221.

Page 18: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

4

mengalahkan kesepahaman bahwa tujuan utama upaya politik adalah

pembentukan negara Indonesia yang merdeka. Dengan demikian, nasionalisme

menempati posisi ideologis yang paling berpengaruh. Ketiga, demi kepentingan

persatuan yang maksimal di antara kelompok-kelompok budaya, agama, dan

ideologi di Indonesia, maka ide nasionalis ini menolak naluri-naluri Pan-Islam

dan pembaharuan dari para pemimpin Islam perkotaan, dengan mengambil suatu

posisi yang secara konfensional disebut ‘sekuler’ tetapi yang dalam praktik sering

dilihat sebagai anti-Islam oleh para pemimpin Islam. Dengan demikian Islam

didesak pada posisi politik yang terkucil yang dengan perkecualian-perkecualian

yang jarang terjadi, ditempatinya hampir sepanjang abad XX. Keempat, adanya

kesadaran di antara para pemimpin agama bahwa mereka menghadapi banyak

tantangan yang sama dan mempunyai suatu komitmen yang sama pada agama

mereka, mengurangi pertentangan-pertentangan sengit antara kaum muslim

modernis dan tradisional serta membawa kedua kelompok tersebut lebih dekat

satu sama lain. Yang terakhir, tokoh-tokoh yang muncul sebagai pemimpin-

pemimpin Indonesia pada masa itu sangat penting karena, betapapun

ketidakberhasilan mereka saat itu, mereka ditakdirkan menjadi generasi pertama

dalam sejarah Indonesia untuk memimpin seluruh kepulauan Indonesia sebagai

bangsa yang bersatu dan merdeka.

Taufik Abdullah dalam tulisannya ”Pahlawan dalam Perspektif Sejarah”

(Prisma, No.7,1976), menjelaskan supaya dapat menghargai jasa para pahlawan

secara wajar dan benar, tidak hanya ”dikenang tetapi tidak relevan”. Hal yang

wajar jika masyarakat membutuhkan kehadiran pahlawan karena hal itu menjadi

Page 19: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

5

kebutuhan manusia untuk mengidentifikasi atau menetapkan identitas diri dengan

suatu norma, ikatan simbol. Akan tetapi, simbol manakah dari seseorang pribadi

kuat yang bisa dijadikan cermin cita-cita sekaligus pandu perjuangan hidup kita,

baik sebagai perorangan, kelompok, maupun bangsa ?.2 Persoalan dapat dikaji

lebih mendalam dan permasalahan bisa lebih jelas bila menghadapi pertanyaan

semacam itu. Lalu bagaimana dengan seseorang yang memberikan gelar pahlawan

nasional kepada Sjahrir ? Tokoh itu, yang oleh seorang tokoh politik lain dan

bahkan seorang sejarawan-sebelum meneliti dengan baik mempertanyakan apakah

dia ’pahlawan atau penghianat’, adalah Sukarno. Taufik Abdullah menduga,

Sjahrir mungkin hanya akan tersenyum sinis sambil geleng-geleng kepala dan

berkata : ”Bangsaku!”

Atas dasar pemikiran Taufik Abdullah di atas, Sutan Sjahrir tidak hanya

ditempatkan dalam kedudukannya sebagai pahlawan nasional yang resmi menjadi

penghuni Kalibata, tetapi melihat relevansi negarawan dan seorang Sjahrir yang

pernah menjadi nahkoda pertama republik yang baru bertolak dan langsung

dihantam oleh badai dan topan, dalam sikapnya terhadap kebudayaan

pembentukan bangsa.3

Y.B. Mangunwijaya berpendapat bahwa fungsi dan jasa Sjahrir adalah

menjadi pemikir dan nahkoda pertama yang tenang dan harus menjawab tuntutan

2 Yanto Basri dan Retno Suffatni (ed). 2004. Sejarah Tokoh Bangsa,

Yogyakarta: Lkis. hal 71. 3 Ibid. hal 73.

Page 20: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

6

wajibnya; melihat jauh ke depan, bahkan bagaikan melalui radar4. Ia merupakan

pelengkap paling tepat dan vital di kala itu dalam diri Sukarno-Hatta. Kalau

Sukarno menyalakan energi mesin diesel yang dahsyat, penggerak bahtera yang

sedang terancam, maka Sjahrir merupakan nahkoda yang berpikir dingin, tokoh

yang bersih dari noda kolaborasi Jepang dan revolusioner. Hal ini diakui hampir

seluruh pemimpin rakyat ketika itu, termasuk Sukarno-Hatta dan para pelopor

pemuda, kecuali yang berhaluan komunis atau yang percaya kerja fasis karena

mereka sudah punya resep tersendiri.5

Sjahrir menjadi pemimpin, seperti ketua KNIP dan Badan Pekerja, tidak

diperoleh dengan merebut dari tangan orang lain, tetapi karena kepercayaan para

pemuda saat itu. Sjahrir memahami bahwa situasi sudah berubah dan karena itu ia

menerima daulat pemuda-pemuda. Sikap ini sering kali ditafsirkan sebagai

’kebimbangan’. Padahal, untuk memahami situasi dunia internasional maka sikap

ini merupakan keniscayaan karena yang dibutuhkan adalah tokoh non-Jepang

murni. Begitu ia masuk sidang langsung menjadi ketua baru dengan suara

mayoritas.

Peristiwa tersebut menjelaskan bahwa Sjahrir sebagai aktivis kemerdekaan

selama zaman Jepang diakui para pemuda. Aksi-aksinya di bawah tanah yang

memaksanya harus bersembunyi dan sering kali bertindak di bawah empat mata

telah menghasilkan efek politik praktis, paling tidak di kalangan pemuda

terkemuka dan Sukarno-Hatta. Kepercayaan yang begitu besar dan hampir tanpa

4 Radar adalah alat (yang memakai gelombang radio) untuk mendeteksi

jarak, kecepatan, dan arah benda yang bergerak atau benda yang diam. 5 Yanto Basri dan Retno Suffatni (ed). op. cit. hal 74-75.

Page 21: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

7

sikap hati-hati dalam situasi kritis sepanjang bulan Oktober-November 1945

menentukan segala-galanya bagi masa depan bangsa, tentu mempunyai landasan

moral dan rasional yang sangat kuat. Intuisi (daya atau kemampuan mengetahui)

para pemimpin muda dan tua merasa bahwa pada situasi saat itu Sjahrir

merupakan orang tepat tidak hanya sebagai pengganti Sukarno-Hatta, tetapi

pelengkap ”triumvirat de facto” Sukarno-Hatta. Intuisi mereka murni, tidak

tercemar sedikit pun oleh pandangan politik kotor, ambisi pribadi, atau permainan

klik ketika para pejuang sudah masuk ke berbagai kota lagi, dan perjuangan

membawa sekian petualang untuk saling berebut hasil pada tahun-tahun pertama

1945-1950. Sebelum itu, para pemimpin rakyat terpengaruh oleh ide manifes

politik Sjahrir, Perjuangan Kita, yang terbit pada bulan Oktober 1945. Saat itu

mereka hanya mengenal keikhlasan untuk menyelamatkan republik yang baru tiga

bulan terbebas dari teror penjajah maupun tendensi anarkis dari Indonesia sendiri

yang membalas teror dengan teror. Selama bulan Oktober-November 1945

semangat yang bersemboyan ”Merdeka atau Mati” sudah dirasakan begitu

ironisnya, namun tidak memberikan garansi keberhasilan suatu revolusi. Akal

sehat menyadari bahwa yang dibutuhkan hanya ”merdeka atau hidup”.

Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa justru para pemuda mendukung

Sjahrir, meski Perjuangan Kita sarat dengan kritik keras terhadap mereka. Ini

menunjukkan bahwa Sjahrir memiliki sesuatu yang bersendi fondasi kuat, tidak

lapuk oleh kekosongan untuk menghasut ketika itu, tetapi segar, muda, bijaksana,

menjangkau jauh ke depan tanpa melupakan situasi yang mendesak, meyakinkan

semua. Manifes Perjuangan Kita mengerutkan dahi hampir setiap pemimpin dan

Page 22: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

8

pelopor, terutama mereka yang bekerja sama dengan Jepang karena menjadi

sasaran kritiknya.6 Hanya Sjahrir satu-satunya pemimpin yang mempunyai konsep

dasar yang bijaksana dan strategis, konsisten, dan menyeluruh, tentang apa yang

harus dikerjakan dalam menghadapi lautan api teror Belanda dan dunia

internasional. Bahkan, pandangannya begitu jauh sehingga jika kita sekarang-

sekian puluh tahun sesudah 1945-membaca ulang tulisan-tulisan Sjahrir, maka

hampir setiap kalimat bisa langsung kita gunakan, seolah-olah tulisan tersebut

tidak ditulis waktu itu, tetapi sekarang, dan bukan hanya tertuju kepada bangsa

Indonesia, melainkan setiap penguasa negara-negara berkembang bekas koloni.

Kepada Belanda ia menulis :

”...tanah tumbuh untuk segala ekstrimisme nasionalistis adalah situasi kompleks rasa minder, sosial, dan rohani dari orang-orang Indonesia, rasa dendam terhadap sikap ras yang memandang ke bawah pada jutaan kaum tertindas. Kenyataan itu tidak bisa dihilangkan oleh politik kesejahteraan apa pun dan oleh politik Etis apa pun. Penghargaan ’dari hati yang berkenan’ semacam itu terhadap daya-daya kebangunan rakyat yang pada tumbuh hanya membawa kebencian, karena merupakan permainan atas kompleks-kompleks minder orang-orang Indonesia. Itu sudah disadari oleh orang-orang seperti Snouck Hurgronje dan Hazeu. Dasar rasa dendam terhadap kaum penindas hanya dapat lenyap dengan jalan iklas memberi harga diri kepada orang-orang Indonesia. Dan itu hanya bisa terjadi bila ada perubahan fundamental dalam sikap jiwa penguasa kulit putih terhadap orang-orang Indonesia, suatu perubahan sikap berkenan sang bapak yang jauh lebih bijaksana terhadap si anak yang terbukti mulai bersemi prakarsa kerja dan kecerdasannya, ke arah penghormatan yang sejati.”7

Kata-kata tersebut mencerminkan seorang negarawan yang bijaksana,

yang tidak hanya berlaku untuk pejabat-pejabat Belanda, tetapi juga untuk setiap

pemerintah bangsa bekas koloni, terutama orang yang mengira bahwa hanya

6 Ibid. hal 78-79. 7 Ibid. hal 80.

Page 23: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

9

dengan ”politik kesejahteraan” rakyat akan terpesona untuk berterima kasih

melihat pembangunan-pembangunan fisik, stabilitas ekonomi, dan sebagainya,

seperti pemikiraan Belanda sebelum Perang Dunia II dan sesudahnya yang

mencoba membangun politik Etis untuk bangsa Indonesia. Ada sesuatu yang lebih

dalam pada permasalahan bangsa Indonesia, dan itu secara tajam dapat dilihat

oleh Sjahrir.

1.2. Rumusan Masalah

Untuk mengetahui secara mendalam tentang Sutan Sjahrir, Sosialisme, dan

Perjuangan Kemerdekaan Indonesia, maka skripsi ini akan membahas pokok

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah latarbelakang riwayat hidup dan sosio-historis sosialisme

kerakyatan Sutan Sjahrir ?

2. Bagaimanakah perjuangan Sutan Sjahrir dalam kemerdekaan Indonesia ?

3. Sejauh mana dampak atau pengaruh Sutan Sjahrir pasca kemerdekaan

Indonesia ?

1.3. Tujuan

Tujuan dari skripsi yang berjudul Sutan Sjahrir, Sosialisme, dan

Perjuangan Kemerdekaan Indonesia adalah sebagai berikut :

- Akademis

Untuk melihat sejauh mana sosilisme kerakyatan Sutan Sjahrir menjadi

landasan perjuangan kemerdekaan. Penulisan skripsi ini menganalisa pemikiran

Page 24: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

10

Sjahrir mengenai sosialisme kerakyatan. Tekanan dan juga hambatan yang

dialami oleh Sjahrir dalam usahanya mewujudkan nilai-nilai sosialisme

kerakyatan juga akan dijelaskan dalam penelitian ini.

- Praktis

Secara praktis penulisan skripsi ini hendak memperkaya bangsa Indonesia

akan pemikiran sosialisme kerakyatan Sutan Sjahrir dan menguraikan upaya-

upaya Sjahrir dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Sjahrir yang

selama ini ditempatkan dalam posisi yang salah padahal Sjahrir memiliki peranan

yang penting dalam mencapai kemerdekaan Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

- Teoretis

Skripsi ini diharapkan dapat berguna khususnya untuk keilmuan sejarah

supaya dapat mengetahui bagaimana perjuangan Sutan Sjahrir untuk menerapkan

sosialisme kerakyatan serta bagaimana perjuangannya untuk mencapai

kemerdekaan Indonesia. Skripsi ini juga diharapkan agar dapat memberikan

sebuah cara pandang baru dan juga menambah pemahaman masyarakat akan

besarnya peran Sjahrir di dalam negara Indonesia.

- Praktis

Dalam konteks praktis, penulisan ini diharapkan dapat memberikan

informasi serta pemahaman yang baru mengenai sejarah Indonesia terutama

mengenai sejarah seorang tokoh yaitu Sutan Sjahrir. Skripsi ini diharapkan dapat

menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai perjuangan politik, lebih

Page 25: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

11

khususnya perjuangan politik Sutan Sjahrir dan diharapkan dapat dimanfaatkan

sebagai bahan pelengkap dalam pengajaran sejarah.

1.5. Landasan Teori

Teori sangat dibutuhkan pada saat melakukan penelitian untuk

mempertajam permasalahan-permasalahan yang dikaji. Pada penelitian skripsi

yang berjudul Sutan Sjahrir, Sosialisme, dan Perjuangan Kemerdekaan

Indonesia, teori yang dipergunakan adalah teori politik milik Miriam Budiardjo.

Dalam teori tersebut membahas mengenai ; 1) tujuan dari kegiatan politik, 2) cara-

cara mencapai tujuan itu, 3) kemungkinan-kemungkinan dan kebutuhan yang

ditimbulkan oleh situasi politik tertentu, 4) kewajiban-kewajiban yang diakibatkan

oleh tujuan politik itu. Konsep-konsep yang dibahas dalam teori politik mencakup

antara lain, masyarakat, kelas sosial, negara, kekuasaan, kedaulatan, hak dan

kewajiban, kemerdekaan, lembaga-lembaga negara, perubahan sosial,

pembangunan politik, modernisasi, dan sebagainya.8

Sutan Sjahrir melibatkan dirinya dalam dunia politik bukan karena

ketertarikannya pada jenjang kekuasaan tetapi ia merasa bahwa negara sangat

membutuhkan pertolongannya terutama disaat awal kemerdekaan Indonesia.

Banyak hal yang telah dilakukan Sjahrir untuk Kemerdekaan Indonesia.

Kegiatannya bukan dilakukan dengan hal-hal yang negatif tapi untuk mencapai

kemerdekaan yang sesungguhnya terutama menghindari tuduhan bangsa Belanda

yang menganggap kemerdekaan Indonesia adalah hadiah dari bangsa Jepang,

8 Miriam Budiardjo. 1977. Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia. hal 30.

Page 26: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

12

Sjahrir menawarkan jalur diplomasi pada pihak Belanda untuk menghindari

tindakan kekerasaan yang bisa berakibat buruk bagi bangsa Indonesia..

Menurut Miriam Budiardjo dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar

Ilmu Politik, teori adalah generalisasi (simpulan umum dari suatu kejadian, hal,

dsb) yang abstrak mengenai beberapa fenomena. Dalam menyusun generalisasi itu

teori selalu memakai konsep-konsep. Konsep itu lahir dalam pikiran manusia dan

karena itu bersifat abstrak, sekalipun fakta-fakta dapat dipakai sebagai batu

loncatan.

Sejarah politik sangatlah menonjol pada abad ke-19 sebagai abad

nasionalisme dan formasi negara nasional di Eropa Barat. Semenjak itu, sejarah

perang dan diplomasi sangat menonjol di satu pihak, dan di pihak lain peranan

raja, panglima perang, negarawan memegang peranan utama. Tradisi itu masih

sangat kuat dewasa ini, dikarenakan adanya anggapan (ataupun teori) bahwa

jalannya sejarah terutama ditentukan oleh kejadian politik, perang, serta tindakan

tokoh-tokoh politik, militer, dan diplomasi. Hal ini sama dengan teori orang besar,

yang mengatakan bahwa orang besarlah yang menentukan jalannya sejarah.9

Sejarah politik sebagai sejarah politik gaya baru memakai pendekatan ilmu-ilmu

sosial dan dengan demikian tidak hanya memperluas cakrawala politik, tetapi juga

membuat perspektif politik lebih luas, lengkap dan multidimensional, mencakup

interdependensi proses politik dengan jaringan sosial, sistem ekonomi, sistem

nilai, dan lain sebagainya.

9 Sartono Kartodirdjo. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi

Sejarah, Jakarta: Gramedia. hal 165.

Page 27: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

13

Sejarah politik sebagai sejarah konvensional10 pada umumnya

mengutamakan peranan tokoh-tokoh atau orang-orang besar sebagai faktor

penentu jalannya sejarah.11 Dengan demikian, dilupakan bahwa peranan seorang

pelaku senantiasa terjadi dalam kondisi struktural tertentu, dengan kata lain,

proses yang terjadi mencakup aksi pelaku pada hakikatnya merangkai serta

membatasi ruang bergeraknya. Peranan merupakan aspek dinamis dari status,

sedangkan status tidak lain ialah unsur dari struktur sosial tertentu. Struktur

diaktulisasikan lewat atau oleh aktivitas. Struktur kekuasaan menentukan pola

distribusi kekuasaan yang menentukan tempat serta ruang lingkup peran yang

dijalankan oleh pelaku politik. Peranan pemimpin atau tokoh besar sangat

tergantung pada struktur kekuasaan yang ada di dalam masyarakatnya. Untuk

menentukan peranan tokoh sejarah dalam proses sejarah perlu diketengahkan

masalah seberapa jauh seorang tokoh membentuk proses sejarah ataukah kondisi

sosiallah yang menentukan peranan tokoh sejarah.

10 Sejarah Konvensional sama dengan konfensionalisme yaitu 1).

Pandangan yang menyatakan, konsep-konsep ilmiah dan konstruksi-konstruksi teoritis pada dasarnya merupakan produk-produk persetujuan di antara kaum ilmuan. Persetujuan-persetujuan ini berasal dari pertimbangan-pertimbangan kebiasaan, ketepatan, kesederhanaan; unsur-unsur konvensionalisme ditemukan pada positivisme, pragmatis (bersifat praktis) dan operasionalisme. Paham-paham ini menyajikan pemikiran teoritis sebagai suatu yang subyek dan menerangkan penggunaan beberapa sistem konsep dan konstruksi matematik oleh kaum ilmuan menurut keinginan mencapai pemahaman timbal balik. 2). Kecenderungan untuk memegang teguh kebiasaan. 3) sesuatu yang merupakan tradisi atau kebiasaan. Save M.Dagun. 1997. Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, Jakarta; LPKN. hal 532.

11 Sartono Kartodirdjo. op. cit . hal 168.

Page 28: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

14

Suatu determinisme12 sosial sudah tentu berpendapat bahwa seluruh

peranan seorang tokoh ditentukan atau dipengaruhi oleh struktur masyarakat, atau

paling tidak peranannya dijalankan dalam batas-batas struktural masyarakat, jadi

terikat pada suatu keterbatasan. Perlu diakui bahwa kebebasan dalam arti mutlak

tidak dapat diberlakukan, tidak lain karena pelaku selalu terikat pada kebudayaan

atau kepada zaman. Pelaku tidak dapat sepenuhnya melepaskan diri dari ikatan

atau subjektivitas itu, khususnya yang berkaitan dengan pandangan dunia. Perlu

diakui bahwa tokoh sejarah sering kali lebih jauh memandang ke depan atau

berperan sebagai perintis.13 Perintis atau pelopor sering menuntut perubahan

revolusioner sehingga pelaksanaannya menuntut kepribadian atau kepemimpinan

yang kuat.

1.6. Tinjauan Pustaka

Sudah banyak orang yang menulis tentang Sutan Sjahrir, sosialisme dan

perjuangan kemerdekaan antara lain; buku yang ditulis oleh Sutan Sjahrir

(Sjahrazad) Renungan Indonesia, buku ini merupakan kumpulan dari tulisan-

tulisan Sjahrir dari tahun 1934-1938. Di dalam buku ini Sjahrir memaparkan

bahwa perjuangan kemerdekaan Indonesia bukan hanya sebagai perjuangan

bangsa Indonesia agar dapat melepaskan diri dari penjajahan, tetapi perjuangan

12 Determinisme adalah 1) pandangan yang menyatakan bahwa semua

kejadian di alam semesta termasuk manusia diatur oleh dan bekerja selaras dengan hukum sebab musabab. 2) hubungan antara dua kondisi di mana kondisi yang satu disebabkan oleh kondisi yang lain. 3) ajaran yang mengatakan bahwa kehendak manusia tidak bebas akan tetapi ditentukan oleh serangkaian kondisi psikis dan fisis. Save M. Dagun. op. cit. hal 170.

13 Sartono Kartodirdjo. op. cit hal 169.

Page 29: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

15

seluruh manusia modern yang progresif untuk memperoleh keadilan. Di dalam

buku ini tidak terlihat bagaimana tahap awal kemunculan sosialisme kerakyatan

yang diagung-agungkan oleh Sjahrir, yang dikemudian hari ia anggap bahwa

sosialisme kerakyatan tersebutlah yang pantas sebagai landasan awal dalam

memerdekakan rakyat Indonesia.

Buku yang berjudul Sosialisme Indonesia Pembangunan yang ditulis

berdasarkan hasil kumpulan dari tulisan-tulisan Sutan Sjahrir yang menguraikan

tentang perkembangan sosialisme di Indonesia sejak berdirinya PSI (Partai

Sosialis Indonesia). Sosialisme Kerakyatan yang menjadi landasan yang paling

baik bagi Sjahrir untuk bangsa Indonesia supaya dapat mensejahterakan rakyat

secara merata. Sjahrir juga menjelaskan bagaimana perkembangan sosialisme

yang ada di Eropa serta sosialisme yang ingin ia perjuangkan di Indonesia. Dalam

buku ini tidak kelihatan bagaimana kiprah perjuangan Sutan Sjahrir dan rakyat

Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia supaya dapat

terbebas dari penjajahan.

Buku yang ditulis oleh H. Rosihan Anwar (ed) yang berjudul Mengenang

Sjahrir, yang berisikan kumpulan tulisan atau ungkapan-ungkapan orang-orang

yang mengenal Sjahrir secara dekat. Mereka menuliskan pendapat mereka

mengenai Sjahrir dari semasa Sjahrir kecil sampai ketika Sjahrir dipenjarakan.

Sjahrir, tema sentral dari kumpulan karangan buku ini adalah seorang tokoh

nasional yang telah memberi arah dan isi kepada arus revolusi Indonesia dalam

suatu sejarah yang penuh emosi dan juga kekacauan. Sepanjang hidupnya penuh

dengan perjuangan dan juga tantangan. Dia menjadi korban oleh orang yang

Page 30: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

16

bersikap acuh tak acuh terhadapnya dan yang membencinya, sekaligus menjadi

pujaan banyak orang yang mengagumi dan mencintainya. Meskipun demikian di

dalam buku ini Rosihan Anwar tidak menulis tentang dampak dari perjuangan

Sjahrir dalam menerapkan sosialisme kerakyatannya dan dibuku ini juga hanya

menyorot sedikit mengenai sosilisme kerayatan Sutan Sjahrir.

Buku yang ditulis oleh Rudolf Mrázek yang berjudul Sjahrir ; Politik dan

Pengasingan di Indonesia, yang menceritakan biografi Sjahrir. Sjahrir pada

umumnya dihadirkan dengan segala sesuatu yang terlepas dari semua hal yang

berbau tradisional, primordial, atau parokial. Sjahrir hampir tidak pernah

menyebutkan kata ‘Minangkabau’, tempat dimana ia berasal. Sjahrir dibesarkan di

dalam tradisi Minang, lembaga sekolah Politik Etis kolonial, sosialisasi bersifat

mondial (berkaitan dengan seluruh dunia) dengan kaum sosialis semasa ia belajar

di Belanda, setidaknya menentukan ”structure of experince”. Sosok Sjahrir sangat

dibutuhkan ketika gejolak Revolusi Nasional 1945-1949, hingga Sjahrir ditunjuk

sebagai Perdana Menteri Republik Indonesia. Rudolf Mrázek menampilkan secara

utuh biografi mengenai Sutan Sjahrir, salah seorang dari the Founding Fathers

Republik Indonesia. Di dalam buku yang ditulis oleh Rudolf Mrázek ini tidak

begitu tampak awal mulanya pemikiran Sutan Sjahrir yang begitu gigih ingin

memperjuangkan sosialisme kerakyatan yang ia anggap paling cocok untuk

menjadi landasan bangsa Indonesia. Buku ini cukuplah kongkrit dalam membahas

tentang Sjahrir tetapi buku ini tidak membahas sosialisme secara detail.

Buku yang berjudul Kaum Intelektual dan Perjuangan Kemerdekaan ;

Peranan Kelompok Sjahrir yang ditulis oleh J.D. Legge, yang menceritakan

Page 31: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

17

bagaimana gigihnya perjuangan kelompok Sjahrir atau anak didik Sjahrir untuk

memperoleh kemerdekaan Indonesia. Buku ini memaparkan isu-isu sentral yang

digeluti Sjahrir beserta orang-orang yang mendukungnya pada jamannya seperti

tentang demokrasi dan juga hak-hak asasi manusia, otoritarianisme14 dan fasisme,

sosialisme demokratis dan komunisme, tradisionalisme dan modernisme, juga

tentang anarkisme15 dan feodalisme. Dalam buku ini J.D. Legge hanya

menuliskan seputaran tentang perjuangan Sjahrir dan kelompoknya dalam

keinginan mereka untuk mencapai kemerdekaan tetapi di dalam buku ini tidak

tercantum pemikiran sosialisme yang seperti apa yang ingin Sjahrir terapkan di

Indonesia serta dampak dari perjuangan Sjahrir dalam keinginannya untuk

mewujudkan sosialisme kerakyatan.

Sudah banyak ulasan dan karya mendalam tentang tokoh Sutan Sjahrir

atributnya beragam, mulai dari kontroversial, jauh dari ingar-bingar di atas

panggung, dipuja pengagum, hingga dihujat lawan-lawan politiknya. Buku-buku

yang telah dicantumkan diatas menjelaskan secara lengkap tentang Sutan Sjahrir.

Tetapi buku-buku tersebut belum mengungkapkan apa saja yang ingin

diperjuangkan oleh Sutan Sjahrir selain Sosialisme Kerakyatan. Dalam

memperingati 100 tahun Sutan Sjahrir tanggal 5 Maret 2009, Des Alwi yang

merupakan anak angkat Sutan Sjahrir menjelaskan bahwa Sutan Sjahrir memiliki

14 Otoritarianisme adalah pandangan yang mendukung ketaatan buta

terhadap otoritas atau kekuasaan atas dasar keyakinan bahwa sumber yang otoriterlah yang sanggup menjamin dan mensahkan ilmu pengetahuan: dianggap menghambat kemajuan karena tidak menyediakan alat konseptual untuk menguji kesalahan atau kebenarannya. Save M. Dagun. op. cit. hal 759.

15 Anarkisme adalah faham yang menentang setiap kekuatan negara; teori politik yang tidak menyukai adanya pemerintahan dan undang-undang.

Page 32: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

18

keinginan yang sangat mulia sebelum dia meninggal. Dia ingin mendirikan rumah

sakit gratis, mendirikan rumah untuk orang-orang yang tidak mampu serta

menginginkan pembayaran pajak dibayar sesuai dengan pendapatan masing-

masing masyarakat. Sjahrir berusaha mencari jalan keluar supaya dapat

membangun kesejahteraan untuk seluruh rakyat. Sosok Sjahrir sebagai pemikir

sekaligus politisi merupakan inspirator bagi bangsa Indonesia. Kematangannya

dalam hidup nasional di bidang politik, ekonomi, budaya dan menghidupi

ketegangan eksistensial tidak sebagai problem, tetapi sebagai jalan hidup

berbangsa dan bernegara, dan hal inilah yang merupakan warisan terbesar dari

Sjahrir.

1.7. Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini metode yang dipergunakan adalah metode

sejarah. Menurut Louis Gottschalk, ada 5 tahap yang harus dipergunakan untuk

dapat merekonstruksi (menyusun kembali) suatu sejarah, yaitu pemilihan topik,

pengumpulan sumber, verifikasi (pernyataan), interprestasi (pandangan atau

pendapat) dan penulisan.16 Kelima tahap tersebut dipergunakan dalam penulisan

skripsi ini, antara lain ;

a. Pemilihan topik

Tahap awal yang dilakukan pada penulisan skripsi ini adalah pemilihan

topik. Pemilihan topik dilakukan karena ketertarikan penulis terhadap riwayat

16 Louis Gottschalk. 1975. Mengerti Sejarah, Yayasan Penerbit

Universitas Indonesia. hal 34. Lihat juga Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Benteng Budaya. hal 89-105.

Page 33: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

19

hidup Sutan Sjahrir, sosialisme kerakyatan, dan perjuangan kemerdekaan

Indonesia.

b. Pengumpulan Sumber

Pengumpulan sumber dilakukan supaya skripsi ini memperoleh data-data

yang akurat (teliti). Pengumpulan sumber diperoleh dengan cara meminjam buku-

buku di perpustakaan Universitas Sanata Dharma, meminjam buku dari teman-

teman serta mendapat sumber-sumber dari mengikuti seminar yang membahas

sedikit mengenai topik. Sumber-sumber yang dipergunakan dalam penulisan

skripsi ini adalah sumber primer dan sekunder. Sumber primer merupakan sumber

tertulis berupa buku-buku yang memang ditulis oleh Sutan Sjahrir. Sedangkan

sumber sekundernya adalah buku-buku yang menulis tentang Sutan Sjahrir yang

ditulis oleh para penulis dari Indonesia maupun dari negara lain.

c. Verifikasi

Setelah mengetahui secara persis topik yang akan ditulis serta sudah

terkumpulnya sumber, tahap selanjutnya adalah verifikasi, atau kritik sumber, atau

keabsahan sumber. Verifikasi atau kritik sumber dilakukan supaya penulis dapat

mengetahui isi sumber dapat dipercaya atau tidak.

d. Interpretasi

Interpretasi yaitu menafsirkan fakta-fakta sejarah yang telah terkumpul

dan diuji kebenarannya. Kemudian fakta-fakta tersebut digabungkan menjadi satu

supaya dapat diperolehnya rangkaian peristiwa sejarah yang bermakna.

e. Penulisan

Page 34: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

20

Tahap selanjutnya adalah penulisan. Dalam penyajian penelitian ini

memuat 3 bagian yaitu : 1). Pengantar, 2). Hasil penelitian, 3). Kesimpulan.17

1.8. Sistematika Penulisan

Penelitian mengenai topik ini dituangkan ke dalam tulisan dengan

mengunakan sistematika sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan yang memuat latar belakang penelitian dan juga

permasalahan-permasalahan yang membuat ditulisnya topik skripsi mengenai

Sutan Sjahrir.

Bab II berjudul ”Riwayat Hidup Sutan Sjahrir dan Sosio-Historis

Sosialisme Kerakyatan”. Bab ini membahas serta menguraikan riwayat hidup

Sjahrir terutama mengenai proses terbentuknya sosialisme kerakyatan Sutan

Sjahrir, pendidikan yang Sjahrir peroleh, serta organisasi yang Sjahrir dirikan.

Bab III berjudul ”Sjahrir dan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia”.

Dalam bab ini akan membahas bagaimana gigihnya perjuangan Sjahrir supaya

bangsa Indonesia dapat merdeka serta diakui oleh bangsa-bangsa lain. Dan

jabatan-jabatan apa saja yang diduduki Sjahrir.

Bab IV berjudul ”Dampak Serta Pengaruh Sutan Sjahrir Pasca

Kemerdekaan Indonesia”. Dalam bab ini akan di jelaskan dampak pola pikir

Sjahrir pasca kemerdekaan Indonesia.

Bab V berisi Kesimpulan. Dalam bab ini berisi mengenai kesimpulan-

kesimpulan akhir.

17 Kuntowijoyo, Ibid, hal 102-104.

Page 35: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

21

BAB II

RIWAYAT HIDUP SUTAN SJAHRIR DAN SOSIO-HISTORIS

SOSIALISME KERAKYATAN

2.1. Riwayat Hidup Sutan Sjahrir

Nama Sutan Sjahrir tidak terlalu banyak dibicarakan dibuku sejarah

Indonesia. Padahal Sjahrir memiliki peran yang luar biasa dalam perjuangan

kemerdekaan Indonesia, khususnya di bidang diplomasi dan politik. Pada usia

yang ke-25, dia sudah berhasil memberi warna dalam perjuangan kemerdekaan

Indonesia. Di usia 36 tahun, dia telah menjadi Perdana Menteri. Pemikiran dan

pengaruhnya sangat besar, khususnya dalam merekrut dan menempatkan kader-

kader muda Partai Sosialis Indonesia (PSI) pada berbagai posisi penting dan

strategis.

Sebelum Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Sjahrir sudah

menjadi salah satu intelektual muda di masa itu karena latar belakang

pendidikannya yang cukup baik (sekolah-sekolah Belanda). Di samping itu dia

adalah seorang murid yang sangat cerdas. Pada usia 19 tahun, dia ikut ambil

bagian dalam peristiwa Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Seperti

banyak pemimpin pergerakan lainnya, Sjahrir merupakan didikan dari Politik Etis

yang dipromosikan oleh Van Deventer ; pendidikan yang lebih luas bagi bumi

putera.

Lahir di Padangpanjang, Sumatera Barat, pada tanggal 5 Maret 1909,

Sjahrir dibesarkan di Medan, kota yang memperkenalkannya pada kemelaratan

Page 36: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

22

kaum koeli, sebuah bukti eksploitasi kolonialisme. Sjahrir mengenyam pendidikan

sekolah dasar (ELS) dan sekolah menengah (MULO) terbaik di Medan, tempat

dimana dia pertama kali mulai membaca buku-buku Karl May, Don Quixote dan

Baron von Munchhausen. Ratusan buku dan novel kanak-kanak Belanda telah

dibacanya ketika ia masih remaja. Dan pada malam hari, dia bermain biola di

Hotel de Boer, hotel khusus untuk orang-orang kulit putih.

Menyelesaikan sekolah di MULO pada tahun 1926, kemudian Sjahrir

masuk sekolah lanjutan atas (AMS) di Bandung, sekolah termahal di Hindia

Belanda pada waktu itu. Sjahrir bergabung dalam Himpunan Teater Mahasiswa

Indonesia di Bandung (Batovis) sebagai sutradara, penulis skenario, dan sesekali

menjadi aktor. Perolehan dari pementasan dipakai untuk membiayai sekolah yang

didirikannya bersama anggota-anggota Batovis yaitu Tjahja Volksuniversiteit

(Cahaya Universitas Rakyat).

Sjahrir bercita-cita mewujudkan kemerdekaan Republik Indonesia yang

merupakan jembatan untuk mencapai tujuan sebuah negara yang menjunjung

kerakyatan, kemanusiaan, kebebasan dari kemelaratan, menghindari tekanan dan

penghisapan, menegakkan keadilan, membebaskan bangsa dari genggaman

feodalisme dan menuju pendewasaan bangsa. Pandangan-pandangan Sjahrir

terlalu jauh ke depan, sehingga membinggungkan orang yang pada waktu itu

sedang haus akan hasil politik praktis. Pidatonya terdengar abstrak, tidak

mengebu-gebu, dan kekurangan api. Politik berundingnya mendapat perlawanan

keras. Terutama dari golongan Persatuan Perjuangan dibawah pimpinan Tan

Malaka.

Page 37: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

23

Bagi Sutan Sjahrir, memiliki harta benda atau materi bukan yang utama

sebab bangsa Indonesia sebagian besar masih hidup dalam kemiskinan. Sutan

Sjahrir adalah pejuang yang rasional. Dia tahu sangat sulit mengimbangi kekuatan

militer kolonial oleh karena itu upaya lain adalah melalui perundingan. Sjahrir

jelas perkasa dalam diplomasi. Salah satunya dia perlihatkan dengan langkah

mengunjungi New Delhi dan Kairo sebelum mengikuti sidang Dewan Keamanan

PBB di New York. Hal tersebut dia lakukan untuk melobi dukungan India dan

Mesir.

Pokok kekhawatiran Sjahrir akan negara Indonesia adalah bahaya

totaliterisme dan militerisme. Sjahrir kuatir, kalau Sukarno tidak dibantu maka ia

akan dirangkul oleh kelompok komunis sehingga dapat menjurus ke arah

totaliterisme atau dirangkul oleh kelompok militer yang bisa menjurus kepada

militerisme. Karena itulah Sjahrir memandang bahwa militer di Indonesia tidak

selayaknya dijauhi, melainkan dibantu. Begitu juga sikapnya pada Sukarno, dia

melarang untuk menjauhi Sukarno. Sangat disayangkan hubungan pribadi yang

buruk antara kedua tokoh ini tidaklah memungkinkan Sukarno untuk menerima

apalagi mempercayai visi-visi, kritik serta oposisi Sjahrir.

2.2. Perkenalan Sjahrir dengan Sosialisme

2.2.1. Jong Indonesie

Sewaktu Sjahrir tiba di Bandung pada tahun 1926, buletin Algemene

Indische Dagblad (AID), memberitakan kedatangan seorang gubernur jenderal

baru di Hindia, yaitu A. C. D de Graeff yang kabarnya teman dekat dari banyak

Page 38: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

24

penganjur Politik Etis. Laporan-laporan yang mencemaskan tentang percobaan

pemberontakan Komunis yang berpusat di Batavia, Jawa Barat, dan di tanah

kelahiran Sjahrir, Minangkabau, dimuat dalam buletin itu tidak lama kemudian, di

penghujung tahun 1926 dan di awal tahun 1927.18

Teman-teman Sjahrir menyatakan bahwa pada tanggal 20 Februari 1927,

Sjahrir termasuk orang yang membentuk himpunan kaum nasionalis Jong

Indonesie. Tidak ditemukan catatan sezaman tentang keikutsertaannya. Meskipun

demikian dia disebutkan dalam laporan polisi sebagai pimpinan salah satu rapat

perhimpuan tersebut. Pada bulan Agustus 1928, Sutan Sjahrir, sudah dikenal oleh

polisi Bandung sebagai pemimpin redaksi dari majalah himpunan tersebut.

Di penghujung tahun 1928, Jong Indonesie telah menyebar di luar wilayah

Bandung. Perhimpunan tersebut sudah punya cabang di Batavia, Yogyakarta, dan

Surabaya. Poetri Indonesia merupakan nama bagian pemudinya, yang merupakan

cabang himpunan yang terdapat di Bandung, Batavia, dan Surabaya. Ada tiga

majalah yang diterbitkan oleh himpunan tersebut, yaitu ; Jong Indonesie di

Bandung, Kabar Kita di Surabaya dan Soeara Kita di Yogyakarta.

Semangat serta gaya AMS telah masuk ke dalam Jong Indonesie. Kegiatan

khusus Jong Indonesie, yaitu menyelengarakan sekolah sendiri. Nama sekolah

tersebut adalah Tjahja Volksuniversiteit. Jong Indonesie mendirikan cabang-

cabang Tjahja Volksuniversiteit di Batavia dan Yogyakarta, tetapi pendidikannya

18 Rudolf Mrázek. 1996. Sjahrir; Politik dan Pengasingan di Indonesia,

Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. hal 63-64.

Page 39: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

25

yang ada di Bandung dianggap yang paling maju dan mempunyai ciri khas

tersendiri.

Soebagio Mangoenrahardjo, teman dekat Sjahrir pada waktu itu, dia

adalah pendiri dan juga direktur Tjahja Volksuniversiteit yang ada di Bandung.

Menurut Soebagio Mangoenrahardjo, Sjahrir merupakan tokoh utama di antara

mereka. Menurut laporan dari Bandung pada tahun 1928 ;

”Universitas ini dirancang bukan hanya untuk mengajar membaca dan menulis, melainkan juga untuk memberi pengajaran dalam bahasa-bahasa asing, ekonomi, matematika, fisika, serta mata pelajaran lainnya. Kuliah-kuliah diberikan kepada orang Indonesia dari semua usia, lelaki maupun perempuan, di mana siswa dan mahasiswa tak dikenai biaya … Enam ratus orang terdaftar sebagai murid. Di antara yang terdaftar ada kuli, petani, dan pekerja, juga beberapa puluh wanita dan orang tua di atas empat puluh tahun”. 19

Ada laporan-laporan lain yang menyatakan bahwa Tjahja Volksuniversiteit

mengajarkan bahasa Belanda, Indonesia, Inggris, Jerman, dan Prancis di samping

pelajaran hukum, antropologi, sosiologi, stenografi dan sejarah.

Tujuan Jong Indonesie adalah untuk mendorong gagasan kesatuan

nasional Indonesia melalui gerakan pramuka, olahraga, jurnal, selebaran dan

pertemuan atau rapat-rapat. Salah satu dari pemimpinnya menyatakan bahwa

”Jong Indonesie bukan didasarkan pada politik melainkan mempelajari politik

sebagai suatu kajian ilmiah”. Sebagian besar bermuara pada debat politis, dan

keputusan politis telah dihasilkan dalam klub debat Patriae Scientiaeque.20

19 Ibid. hal 68. 20 Ibid. hal 69.

Page 40: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

26

Tjahja Volksuniversiteit dan juga Jong Indonesie, mendapatkan dukungan

dari berbagai sumber, tetapi sebagian besar dukungan diperoleh dari sumbangan

dari hasil pertunjukan-pertunjukan sandiwara Batovis. Masalah politik yang

paling sering dibicarakan dalam AMS, Patriae Scientiaeque, dan Jong Indonesie

ialah ”anti feodalisme”. Bagi kalangan ini, politik adalah masalah pertumbuhan

dan pematangan, masalah transisi dan penerjemahan.

Pada bulan Desember 1928, Kongres Pemuda se-Hindia Kedua

berlangsung di Batavia. Sejumlah Jong Indonesie dari Bandung pergi ke Batavia,

dan beberapa laporan menyatakan bahwa Sjahrir termasuk di antara yang hadir.

Para pemuda di Kongres itu mengucapkan sumpah ”Satu Nusa”, ”Satu Bangsa”,

dan ”Satu Bahasa”. ”Indonesia Raya” yang kemudian menjadi lagu kebangsaan

Indonesia, dinyanyikan untuk pertama kalinya dalam kongres tersebut.21

2.2.2. Sjahrir di Negara Belanda pada tahun 1929-1931

Sjahrir menyelesaikan studinya di AMS Bandung pada tahun 1929. Ia

mempunyai saudara perempuan yang menikah dengan Dr. Djoehana Wiriadikarta,

yang memperoleh beasiswa untuk melanjutkan diploma bumiputeranya di

Belanda. Sjahrir mengikuti keluarga kakaknya tersebut. Ia melanjutkan studinya

di Universitas Amsterdam, di fakultas Hukum. Di Amsterdam, garis pemisah

antara warga negeri penjajahan dan penduduk wilayah jajahannya tak terlihat

sama sekali.22

21 Ibid. hal 73. 22 Syahbuddin Mandaralam. op. cit. hal 14.

Page 41: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

27

Seperti orang lain yang segenerasi dengannya, Sjahrir merasa

tergairahkan, terangsang, dan bahkan terserap sepenuhnya oleh lingkungan

Universitas di Belanda. Ia mengadakan kontak dengan mahasiswa-mahasiswa

Indonesia lainnya, termasuk sejumlah mahasiswa dari Minangkabau, tetapi hal

tersebut tidak membatasi pergaulannya hanya dengan mereka saja. Sebagai orang

yang suka berkumpul, kesempatan bergaul dengan mahasiswa-mahasiswa

Belanda berdasarkan persamaan derajat dan menjalin persahabatan berdasarkan

simpati atau persamaan wawasan tanpa dikekang oleh rintangan-rintangan ras,

merupakan suatu pengalaman baru bagi Sjahrir. Dengan bersemangat ia

memasuki kehidupan kegiatan politik mahasiswa.

Hanya beberapa hari setelah tiba di Amsterdam, Sjahrir menulis surat

kepada ketua himpunan mahasiswa Sociaal Democratishe Studenten Club (Klub

Mahasiswa Demokrat Sosial) di kota itu untuk menanyakan keterangan tentang

gerakan pemuda tersebut. Tidak lama setelah Sjahrir tiba di Belanda, ayahnya

meninggal, sehingga kemudian pendukung dana utamanya pun tidak ada. Dr.

Djoehana menyelesaikan studinya dan kemudian mereka sekeluarga kembali ke

Hindia. Tetapi Sjahrir masih menyelesaikan studinya. Setelah keluarga Dr.

Djoehana kembali ke Hindia, Sjahrir kemudian pindah ke rumah Sal Tas ketua

himpunan mahasiswa Sociaal Democratishe Studenten Club.

Klub Mahasiswa Demokrat Sosial menerbitkan sebuah jurnal yaitu De

Socialist, dan penggambaran Sal Tas mengenai pandangan-pandangannya sering

tercermin pada isi jurnal tersebut. Sjahrir, menurut Sal Tas adalah salah satu dari

mereka yang bekerja keras bukan hanya untuk bicara tentang sosialisme,

Page 42: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

28

melainkan benar-benar mempelajarinya. Buku-buku yang sering dibaca oleh

Sjahrir pada waktu itu adalah Hilferding, Rosa Luxemburg, Karl Kautsky, Otto

Bauer, Hendrik De Man, Marx dan Engels. Untuk lebih mengetahui tentang

sosialisme, Sjahrir bekerja pada Serikat Federasi Buruh Angkutan Internasional

(International Transport Worker’s Federation, ITWF). Di dalam ITWF tidak ada

pekerjaan harian yang rutin. Federasi tersebut terperangkap dalam cita-cita politik

dan juga abtrak (tidak berwujud). Sjahrir mendapat uang saku dari hasil kerjanya,

ia juga bisa mengenal lebih dekat bagaimana kehidupan kaum buruh. Namun

Sjahrir tidak lama bekerja dengan kelompok tersebut.23

Ketika Sjahrir di Belanda, Hatta telah berada di sana selama delapan tahun

dan masih belajar di Sekolah Bisnis di Rotterdam. Saat itu Hatta sudah terkenal di

dalam dunia politik Belanda. Ia adalah ketua Perhimpunan Indonesia, suatu

organisasi mahasiswa patriotik dari Hindia yang berpusat di Negeri Belanda.24 Di

tahun 1929, Hatta semakin gelisah untuk secepatnya menyelesaikan studinya dan

kembali ke Hindia. ”Pada waktu itu, ” kenang Hatta ;

”Saya telah menjelaskan bahwa saya akan berhenti sebagai ketua (Perhimpunan Indonesia)... dan saya telah mendidik kader-kader baru untuk menggantikan saya, seperti Abdullah Sukur, seorang mahasiswa hukum yang telah lulus dalam ujian pertama...dia berasal dari Ambon, Rusbandi, seorang mahasiswa hukum di Universitas Leiden, dan Sutan Sjahrir”.25

Di bawah bimbingan Hatta, Sjahrir memasuki Perhimpunan Indonesia.

Pada tahun 1929, Hatta melepaskan jabatannya dan Abdullah Sukur dipilih

23 Ibid. hal 100-104. 24 Ibid. hal 109. 25 Ibid. hal 110.

Page 43: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

29

sebagai pengantinya. Pada pertemuan yang diadakan oleh Perhimpunan Indonesia

tanggal 4 Februari 1930, nama Sjahrir sudah tercantum dalam laporan polisi

sebagai pembicara utama dalam pertemuan itu. Dua minggu kemudian, dia dipilih

menjadi sekretaris Perhimpunan Indonesia. Pada bulan Mei 1930, Sjahrir sudah

menjadi orang kedua setelah ketua.

Mungkin tidak ada orang Indonesia yang begitu berbeda wataknya

dibandingkan antara Hatta dan Sjahrir. Sebagaimana di Bandung, Sjahrir dikenal

karena kecepatannya menceburkan diri ke dalam ilmu pengetahuan sedangkan

Hatta tekun belajar. Akan tetapi terlepas dari kenyataan bahwa mereka berdua

adalah pejuang kemerdekaan. Ada kesamaan alamiah yang kuat di antara mereka,

saling pengertian yang tumbuh berkat pengalaman dari Pendidikan Etis yang sama

di Hindia dan melangkah lebih maju dalam sistem pendidikan kolonial di Negeri

Belanda sendiri.

2.3. Sosialisme Kerakyatan di Indonesia

Dalam bukunya yang berjudul Sosialisme Indonesia Pembangunan,

Sjahrir menyatakan; menurut teori yang ortodoks tujuan sosialisme dan juga

komunisme adalah bahwa segala alat produksi di ubah menjadi milik bersama.

Oleh karena itu sistem ekonomi kapitalis yang berdasarkan atas milik

perseorangan itu berubah menjadi sistem ekonomi yang sosialis, dengan kata lain

yang berdasarkan atas pemilikan bersama terhadap alat produksi. Sistem ekonomi

yang berdasarkan atas milik perseorangan adalah sama artinya dengan eksploitasi

Page 44: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

30

tenaga kaum buruh yang memungkinkan kekayaan si pemilik alat produksi

bertambah besar dan berpusat pada jumlah orang yang sedikit.

Sosialisme adalah suatu pemikiran, suatu aliran internasional yang

disandarkan pada teori hendak memerdekakan kaum buruh yang dipengaruhi oleh

sistem kapitalisme. Bermacam-macam teori tentang sosialis telah muncul di

dunia, begitu banyak pula aliran pergerakan yang berdasarkan pada sosialisme.

Namun semuanya mengandung maksud hendak mengubah masyarakat dan sistem

kapitalisme dengan masyarakat yang hidup dalam rumah sosialistis26, di mana

semua alat produksi berada di tangan masyarakat umum, tidak lagi hanya dikuasai

segolongan kecil kaum borjuis yang mempengaruhi kaum proletar.

Kaum sosialis umumnya berpendapat bahwa sesudah lenyapnya segala

hak milik pribadi, dan berpindahnya alat-alat produksi ke tangan masyarakat

umum, maka suatu masyarakat bisa berjalan sempurna dan berkembang dengan

sebaik-baiknya. Maka kemakmuran dan kemajuan pun bisa terwujud. Tidak ada

lagi kaum buruh dan kaum kapitalis, kaum yang terpengaruh dan kaum yang

mempengaruhi. Dalam masyarakat yang dikehendaki oleh kaum sosialis, alat-alat

produksi dimiliki bersama, pembagian dari penghasilan pun didistribusikan

(disalurkan) secara adil. Dengan demikian tidak ada nafsu untuk mendapatkan

keuntungan seperti yang ada dalam sistem kapitalis.27

26 Sosialistis adalah bersifat atau sesuai dengan sosialisme: bersifat

memihak kepada kepentingan masyarakat. 27 Sutan Sjahrir. 2000. Pikiran dan Perjuangan, Yogyakarta: Jendela. hal

87-88.

Page 45: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

31

Persaingan serta produksi yang tidak teratur di dalam masyarakat kapitalis

menimbulkan krisis serta tidak adanya keseimbangan antara penghasilan dan

kemampuan membeli pada masyarakat. Sehingga pada akhirnya terjadi suatu

krisis, di mana sistem kapitalis tidak dapat bertahan dan manusia melanjutkan

kehidupannya dengan sistem ekonomi yang lain.28 Sistem ekonomi tersebut

adalah sistem ekonomi yang berdasarkan atas milik bersama atau sistem ekonomi

sosialis di mana segala penghasilan diatur menurut keperluan masyarakat serta

tidak mungkin lagi terjadi krisis karena persaingan. Di dalam sistem sosialis tidak

ada kemungkinan eksploitasi oleh seorang terhadap yang lain. Segala penghasilan

dapat dirujukan sepenuhnya untuk memenuhi keperluan masyarakat, sehingga

tidak akan terjadi pemborosan tenaga maupun hambatan bagi kemajuan dan

perkembangan teknik produksi.

Menurut pendapat Sjahrir ada beberapa hal yang membedakan sosialisme

Barat dan Komunis, bukan hanya pengertian mereka tentang perkembangan

masyarakat, dan juga bukan perbedaan tentang penghargaan kewajiban serta

usaha pergerakan buruh di dalamnya, melainkan juga perbedaan pengertian serta

penghargaan fungsi suatu negara. Para Komunis memandang negara semata-mata

sebagai alat kekuasaan golongan yang berkuasa yaitu kekuasaan kelas borjuis.

Bagi mereka tiap negara itu sebenarnya adalah suatu diktatur. Diktatur itulah yang

harus dicapai oleh kaum proletar untuk menghancurkan kekuasaan borjuis.

Para Sosialis Barat pada umumnya tidak memandang arti serta fungsi

negara seperti para Komunis. Para Sosialis berpendapat bahwa negara bukanlah

28 Sutan Sjahrir. 1982. Sosialisme Indonesia Pembangunan, Jakarta: Leppenas. hal 42.

Page 46: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

32

suatu barang yang tetap dengan arti dan fungsi tertentu. Mereka menghargai

negara bersangkutan dengan perkembangan masyarakatnya serta perbandingan

kekuatan-kekuatan masyarakat yang selalu berkembang dan juga berubah. Oleh

karena itu mereka memandang bahwa corak serta fungsi negara tergantung pada

perkembangan kekuatan-kekuatan yang ada di dalam masyarakat serta

menjernihkan perbandingannya.29

Sosialisme di Indonesia bagi Sjahrir didasarkan pada kerakyatan, dalam

arti kepercayaan rakyat dan bangsa pada umumnya. Sosialisme yang berdasarkan

kerakyatan adalah satu-satunya jalan untuk suatu negara yang tidak perlu lagi

memikirkan soal kekuasaan atau pemerintahan yang harus direbut dengan cara

pemberontakan atau untuk suatu masyarakat yang tidak mengenal perbedaan

golongan yang menghisap dan menindas dengan golongan yang dihisap dan

ditindas oleh bangsa sendiri. Sosialisme yang ia maksudkan bersifat kemanusiaan

umum bukan hanya ditujukan untuk satu golongan, golongan proletar atau buruh

tetapi untuk semua golongan.

Pada tahun 1926 terjadi pemberontakan kaum komunis di Hindia.

Peristiwa tersebut menggugah Sjahrir untuk mempelajari apa yang menyebabkan

pemberontakan itu terjadi, dan mengapa tidak mendapat dukungan rakyat. Dari

pengalaman Sjahrir dalam melihat kehidupan rakyat di desa-desa Jawa Barat,

terutama di sekitar kota Bandung, Garut, dan Sumedang, Sjahrir menyimpulkan,

bahwa taraf pendidikan dan kesadaran rakyat Indonesia masih rendah, sebagian

besar masih buta huruf. Mereka belum dapat menerima, bahkan tidak memahami

29 Sutan Sjahrir. op. cit. hal 47.

Page 47: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

33

suatu gerakan revolusi. Mereka belum sadar akan hak-haknya sebagai manusia

merdeka. Mereka tidak memiliki kebebasan, karena mereka juga tidak mengerti

arti kebebasan dalam kehidupannya sehari-hari. Mereka sudah terbiasa hidup

sebagai orang yang diperintah, baik oleh penguasa asing maupun oleh penguasa

bangsa sendiri. Untuk mengubah pandangan rakyat yang demikian, maka perlu

digalakkan kesempatan bagi mereka untuk menerima pelajaran baca-tulis. Agar

mereka dapat mengikuti dunia modern oleh karena itu Sjahrir menganggap bahwa

bidang pendidikan sebagai bagian terpenting dalam kehidupan bangsa. Para

pemuda yang telah memperoleh pendidikan, harus membagi pengetahuannya

dengan rakyat desa. Hanya dengan memajukan pendidikan umum, rakyat

Indonesia akan menyadari hak-haknya sebagai bangsa. Pikiran seperti itu muncul

ketika Sjahrir masih menjadi pelajar AMS di Bandung.

Walaupun Sjahrir cenderung berpihak kepada kaum pekerja atau kelas

buruh, ia bukanlah seorang komunis. Ia tidak menyukai sistem diktator proletariat

ala komunis dalam mencapai cita-cita kemerdekaan dan menuju jenjang

kekuasaan. Sjahrir juga bukan penganut aliran sosialis liberal yang dianut oleh

kebanyakan kaum sosialis Eropa Barat. Ide politiknya telah terbentuk berdasarkan

cita-cita kerakyatan Indonesia, yang mendambakan kemerdekaan dan kebebasan.

Yang melihat potensi rakyat dengan modal dasar dalam perjuangan membebaskan

diri dari belenggu penjajahan.30

Sjahrir mempunyai teori nilai tambah, kemerdekaan politik harus

menyediakan kebebasan bagi kehidupan warga negara secara utuh dan terpadu.

30 Syahbuddin Mandaralam, op. cit. hal 15.

Page 48: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

34

Menurut Sjahrir, suatu bangsa dapat merdeka dari penjajahan asing, tapi

kemudian ditindas oleh pemerintahan sendiri dan hal tersebut tidak boleh terjadi.

Kemerdekaan harus mengandung arti kebebasan bagi setiap warga negara dalam

menikmati hak-haknya, di samping kewajiban-kewajiban politik atau sosialnya.

Rakyat harus menyadari kedudukannya sebagai warga negara, terutama hak-hak

demokrasinya. Demokrasi kerakyatan merupakan jawaban yang dicari Sjahrir.

Sebab dengan kerakyatan akan lebih mudah bagi masyarakat untuk berpikir

tentang arti kerakyatan.31

31 Ibid. hal 16.

Page 49: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

35

BAB III

SUTAN SJAHRIR DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN INDONESIA

3.1. Peran Sjahrir Sebelum Kemerdekaan

3.1.1. Pendidikan Nasional Indonesia

Pada tanggal 29 Desember 1929 pemerintah kolonial Belanda menangkap

Sukarno dan tokoh-tokoh Partai Nasional Indonesia. Hal ini terjadi dikarenakan

pihak Belanda menganggap bahwa Sukarno dan anggota partainya melakukan

kegiatan revolusioner untuk melawan pihak Belanda. Bagi Hatta dan Sjahrir,

penangkapan tersebut menyurutkan semangat kaum pergerakan dan kejadian

tersebut merupakan suatu sinyal bahwa keadaan di Tanah Air sedang menghadapi

masalah serius. Terlebih setelah mendengar PNI justru dibubarkan oleh aktivisnya

sendiri, yang kemudian membentuk Partai Indonesia (Partindo). Gerakan

nasionalisme kultural Partindo dinilai terlalu lemah dan mengecewakan kaum

nasionalis, mereka berharap ada tokoh yang lebih berani.32

Sejak terjadinya penggerebekan pada tanggal 29 Desember 1929 di Hindia

Belanda sampai kongres PNI di Yogyakarta pada 14 Februari 1931, para anggota

yang kecewa dengan dibubarkannya PNI, tetap berhubungan dan membicarakan

tindakan selanjutnya. Di Bandung, Batavia, dan Surabaya mereka membentuk

studieclub masing-masing. Untuk membedakan dari Partindo, mereka menyebut

diri mereka sebagai Golongan Merdeka. Sejak bulan Juni 1931 Hatta dan Sjahrir

mulai menunjukkan dukungan bagi Golongan Merdeka.

32 TEMPO, Edisi 9-15 Maret 2009. hal 28.

Page 50: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

36

Dorongan serta saran dari Hatta dan Sjahrir mulai menujukkan hasil

menjelang pertengahan Agustus 1931. Seperti diberitakan oleh Warna Warta,

pada tanggal 12 Agustus 1931, Golongan Medeka sudah membentuk suatu panitia

pusat untuk merancang penerbitan Daulat Ra’jat. Panitia pusat berkedudukan di

Batavia, dengan sub-panitia di Bandung, Malang, Surabaya, dan Pelembang.

Karena sering mengadakan pertemuan, mereka sepakat bahwa wadah yang terbaik

bagi mereka bukan partai, bukan pula perhimpunan, melainkan pendidikan.33

Pada bulan September tahun 1931, Golongan Merdeka bersepakat menyebut diri

mereka Club-club Pendidikan Indonesia, dan pada tanggal 20 September 1931

mereka menerbitkan nomor perkenalan Daulat Ra’jat yang akan terbit setiap 10

hari sekali. Isinya antara lain mengenai keterangan asas kerja mereka, yakni

kebangsaan dan kerakyatan.

Pada akhir bulan September atau awal Oktober 1931, club-club tersebut

membentuk Komite Golongan Merdeka di Batavia. Komite tersebut mengadakan

pertemuan Golongan Merdeka di Batavia pada tanggal 31 Oktober 1931. Acara

pokoknya adalah membentuk suatu partai baru. Hasilnya, suatu konferensi untuk

membentuk partai itu diadakan di Yogyakarta pada tanggal 25-27 Desember 1931.

Hatta dan Sjahrir saat itu sudah menjadi tokoh di kalangan nasionalis. Tulisan-

tulisan mereka dari Negeri Belanda tentang pentingnya pendidikan menuju

kemerdekaan sangat berpengaruh terhadap kaum pergerakan. Karena terpengaruh

tulisan tersebut, pada bulan Maret-April 1931 sekelompok mahasiswa dan

pemuda membentuk klub studi di Bandung dan Jakarta.

33 Parakitri T Simbolon. op. cit. hal 348.

Page 51: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

37

Dalam konferensi tersebut, yang dipimpin oleh Soekemi, timbul

perdebatan mengenai nama partai baru itu. Ada yang mengusulkan Partai

Indonesia Merdeka, ada pula yang mengusulkan Partai Daulat Ra’jat. Ketika

perdebatan terjadi, masuk telegram dari Hatta yang pada waktu itu berada di

Belanda, sedangkan Sutan Sjahrir sedang dalam perjalanan pulang untuk

membantu. Isi telegram itu adalah lupakan untuk membentuk partai, tetapi

pertahankan ciri khas Club Daulat Ra’jat. Pada akhirnya, konferensi memutuskan

untuk membentuk suatu wadah bernama Pendidikan Nasional Indonesia, yang

kemudian lebih dikenal dengan PNI-Baru atau PNI Pendidikan. Tugas utama

partai tersebut untuk sementara adalah mendidik calon pemimpin pergerakan

kebangsaan.34

Sjahrir tiba di Hindia Belanda pada tahun 1931. Kehadirannya kembali di

tanah air menjadi suatu tahap baru dalam perkembangan politiknya. Dari

pendidikannya di Belanda ia telah memperoleh kebiasaan untuk melakukan

analisis yang tajam, menggunakan logika yang tidak sentimental, dan

kesediaannya untuk melancarkan kritik yang tajam terhadap hal-hal yang

dianggapnya tak berharga.35

Hatta dan Sjahrir memilih untuk tidak bekerjasama dengan Partindo,

organisasi politik massa tersebut, namun sebaliknya dengan terang-terangan

memilih bergabung dengan kelompok nasionalis Golongan Merdeka yang relatif

kecil, dan punya kesadaran politik yang lebih tinggi, punya arti penting untuk

34 Ibid. hal 349. 35 J.D. Legge, 1993. Kaum Intelektual dan Perjuangan Kemerdekaan ;

Peranan Kelompok Sjahrir, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, hal 57-58.

Page 52: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

38

jangka panjang. Hatta dan Sjahrir yakin, bahwa partai massa semacam itu, dan

pimpinannya yang karismatik dan sangat dipercaya, tidak cocok untuk

melanjutkan pergerakan kebangsaan secara efektif. Mereka merasa, bahwa setiap

saat orang-orang Belanda dapat menangkap pemimpin yang daya tariknya

terhadap massa membahayakan kepentingan Belanda.

Suatu pergerakan kebangsaan yang bergantung kepada beberapa orang

penting yang sedang jaya suatu saat pasti akan menemui kegagalan, karena

Belanda akan menyingkirkan para pemimpin semacam itu dari kancah politik.

Hatta dan Sjahrir yakin bahwa pergerakan semacam itu hanya mempunyai

kekuatan jika sejumlah rakyat Indonesia dididik agar matang dalam masalah-

masalah politik, dan punya pengertian yang mendalam tentang prinsip-prinsip

kebangsaan. Proses pendidikan itu mereka rencanakan sebagai pelaksanaan jangka

panjang secara tidak spektakuler. Langkah pertama yang penting adalah

membentuk kader-kader pemimpin formasi pertama dan kedua. Kader-kader itu

selanjutnya dapat mendidik anggota yang lebih luas secara bergilir. Mereka yakin

bahwa dalam jangka panjang, sekelompok kecil kader yang dapat diandalkan,

akan mencapai kemerdekaan yang tidak dapat dicapai oleh pemimpin karismatik

yang kariernya tidak lama walau punya dukungan massa.36

Sjahrir menggantikan Soekemi pada bulan Juni 1932 sebagai pemimpin

PNI-Baru, kemudian menyerahkan pimpinan tersebut kepada Hatta sekembalinya

Hatta ke Hindia Belanda pada bulan Agustus. Ia juga memegang pimpinan atas

Daulat Ra’jat. Menjelang kembalinya Hatta ke Indonesia, partai baru itu sudah

36 George Mc Turnan Kahin, 1995. Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Surakarta : UNS. hal 117.

Page 53: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

39

menjadi organisasi yang berfungsi, dengan sekitar selusin cabang, dan beberapa di

antaranya terus berkembang dalam bulan-bulan berikutnya.

Dimasukkannya kata ’Pendidikan’ ke dalam nama partai tersebut

mempunyai maksud khusus dan juga serius. Sebagian kegiatan partai itu adalah

menyelenggarakan pendidikan politik bagi para anggotanya, yang sebagian

dilakukan melalui halaman-halaman Daulat Ra’jat dan tulisan-tulisan lain,

termasuk risalah Kearah Indonesia Merdeka yang secara khusus ditulis oleh Hatta

sebagai semacam manifesto pergerakan itu, sebagian melalui ceramah-ceramah

untuk para anggota cabang dan yang lain, dan sebagian lagi melalui kursus-kursus

yang diberikan kepada para anggotanya.37

Para anggota Pendidikan Nasional Indonesia, bukanlah kaum buruh dalam

artian suatu kelas sosial walaupun sebagian terbesar dari mereka hanya

berpendidikan menengah dan bukan berpendidikan tinggi. Namun, mereka

menginginkan suatu pendidikan politik berwarna sosialis yang akan membawa

mereka melampaui batas-batas gaya agitasi (hasutan kepada orang banyak)

nasionalisme yang sempit. Dengan cara ini, PNI-Baru di bawah pimpinan Hatta

dan Sjahrir, mengembangkan suatu pandangan dunia dan suatu cara yang khas

dalam menyelesaikan masalah-masalah yang sedang dihadapi pergerakan

kebangsaan.38

Jalan Politik yang diambil Sutan Sjahrir, sesungguhnya dilatarbelakangi

oleh jiwa patriotik dan pemikirannya yang menjunjung tinggi persamaan derajat

37 J.D. Legge, op. cit. hal 59. 38 J.D. Legge, Ibid. hal 60.

Page 54: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

40

setiap manusia. Menurut Sutan Sjahrir nasionalisme harus berpijak pada

demokrasi, karena nasionalisme bisa tergelincir pada fasisme jika bersekutu

dengan feodalisme lokal. Nasionalisme juga bisa menjadi chauvinistik dalam

hubungan internasional, jika tidak dilandasi pemikiran humanistik (kemanusiaan).

3.1.2. Pendudukan Jepang pada Tahun 1942

Pada tanggal 9 Maret tahun 1942 Jepang telah menduduki seluruh pulau

Jawa. Sebagian kecil orang Belanda bergabung dengan rakyat Indonesia dalam

membangun gerakan perlawanan terhadap bangsa Jepang. Setelah bangsa Belanda

kalah oleh Jerman, rakyat Indonesia merasa kegirangan karena menganggap

Jepang sebagai penyelamat mereka dari penjajahan Belanda pada waktu itu.39

Pihak Jepang menyadari bahwa mereka tidak dapat mengendalikan aparat

pemerintahan, padahal kepentingan mereka untuk menenangkan rakyat sangat

mendesak kalau peperangan ingin terus berlangsung tanpa gangguan. Pada

mulanya Jepang mencoba memanfaatkan elemen-elemen feodal dan agama guna

memperoleh dukungan. Ketika usaha tersebut gagal, mereka berpaling kepada

Hatta dan Sjahrir. Kedua pemimpin ini tidak mempercayai Jepang, mereka

mengetahui bahwa Jepang akan berusaha untuk membentuk sebuah pemerintah

Indonesia dengan kendali di tangan Jepang..

Sjahrir dan Hatta berkesimpulan bahwa berperan serta dalam

pemerintahan yang disponsori Jepang akan membantu mempersatukan kegiatan

39 P. R. S. Mani, 1989. Jejak Revolusi 1945 ; Sebuah Kesaksian Sejarah.

Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. hal 68.

Page 55: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

41

kaum nasionalis dan kaum revolusioner yang berpencar guna mencapai

kemerdekaan. Keduanya bersepakat untuk sementara waktu Hatta bekerja sama

dengan pihak Jepang, sedangkan Sjahrir akan memimpin pengorganisasian

gerakan revolusioner bawah tanah yang terkoordinasi.

Karena itu, ketika pada akhir tahun 1943, Jepang mendekati Hatta untuk

diminta kerja samanya, Hatta menyetujui dengan syarat ia diperbolehkan

mengorganisasi pembangunan bangsa Indonesia. Keadaan mereka yang sulit dan

kesadaran akan pentingnya pemimpin yang populer seperti Hatta membuat Jepang

dengan mudahnya menerima syarat-syarat yang diajukan Hatta. Akan tetapi,

mereka gagal ketika mengharapkan kerja sama Sjahrir dengan cara serupa. Sjahrir

memberi alasan bahwa dirinya terlalu disibukkan oleh kegiatan ’pendidikannya’

untuk memikirkan hal-hal lain, alasan yang dikemukakan hanya untuk ’menutupi’

kegiatannya di bawah tanah.

Pada bulan Juli tahun 1942, Hatta, Sukarno, dan Sjahrir, mengadakan

pertemuan rahasia di kediaman Hatta. Pada pertemuan itu Sukarno menyetujui

rencana yang telah dipikirkan secara matang oleh Hatta dan Sjahrir. Akhirnya

diputuskan bahwa Sukarno-Hatta akan menawarkan kerja sama mereka dengan

pihak Jepang, melindungi roda pemerintahan dari campur tangan Angkatan

Perang Jepang, dan menyediakan basis legal yang luas bagi perjuangan nasional

sambil secara rahasia membantu gerakan perlawanan revolusioner pimpinan

Sjahrir dengan memberikan informasi dan juga uang.40

40 Ibid. hal 69-71.

Page 56: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

42

Pada bulan Oktober 1944, menyusul pernyataan Perdana Menteri Koiso di

Parlemen Jepang bahwa Indonesia akan segera diberi kemerdekaan, Sukarno-

Hatta dan yang lain-lainnya diizinkan untuk secara terbuka menganjurkan

kemerdekaan. Pada tanggal 1 Maret 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan yang

berbasis luas di Jawa dibentuk. Setelah mengadakan sidang secara rutin pada

bulan Mei, Juni, dan Juli, Panitia tersebut berhasil mencapai keputusan-keputusan

mengenai soal-soal ekonomi dan konstitusi.41

3.2. Peran Sjahrir Dalam Mencapai Kemerdekaan

3.2.1. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 1945

Ketika Kekaisaran Jepang sudah mendekati keruntuhannya, pada tanggal 8

Agustus Sukarno dan Hatta dipanggil ke Saigon untuk bertemu dengan Pangeran

Terauchi, Panglima Tertinggi Tentara Jepang Wilayah Selatan. Pesan yang

disampaikan oleh Terauchi adalah bahwa penentuan waktu serah terima

kemerdekaan sekarang berada di tangan Panitia Persiapan Kemerdekaan

Indonesia (PPKI). Setelah membicarakan soal proklamasi kemerdekaan Indonesia,

disitu diputuskan bahwa Panitia Persiapan Kemerdekaan harus bersidang pada

tanggal 19 Agustus 1945 di Jakarta. Sebelum berangkat ke Saigon, Hatta dan

Sjahrir telah sepakat bahwa saat yang menentukan bagi usaha revolusioner besar-

besaran, yaitu secara terang-terangan menggabungkan berbagai kekuatan legal di

bawah Sukarno-Hatta dan gerakan bawah tanah dalam usaha mendirikan negara

Indonesia yang merdeka. Pada tanggal 14 Agustus rombongan kembali ke Jakarta

41 Ibid. hal 77.

Page 57: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

43

tanpa mengetahui perihal telah dijatuhkannya bom atom yang pertama serta akan

menyerahnya Jepang, dan langsung terlibat dalam perdebatan sengit tentang

strategi yang akan ditempuh untuk memproklamasikan kemerdekaan. Pada

mulanya, Sjahrir merupakan salah satu peserta utama dalam perdebatan itu.42

Ketika berita menyebar pada rakyat Indonesia bahwa pada tanggal 14 Agustus

Jepang telah menyerah kepada Sekutu, diam-diam Hatta berunding dengan Sjahrir

yang mendesak agar proklamasi kemerdekaan harus diadakan sesegera mungkin

karena jika menunggu tanggal 19 Agustus mungkin akan terlambat.43

Sjahrir memberitahu Hatta yang baru kembali dari Saigon bahwa Jepang

sudah menyatakan kesediaan untuk menyerah, dan berusaha keras meyakinkan

Hatta mengenai pentingnya deklarasi kemerdekaan dilakukan segera oleh Sukarno

sebagai pemimpin rakyat, atas nama rakyat, sehingga dikemudian hari tidak akan

timbul kesan seolah-olah Indonesia memperoleh kemerdekaannya sebagai hadiah

dari Jepang. Hatta tidak dapat diyakinkan sepenuhnya, tetapi ia membawa Sjahrir

ke rumah Sukarno untuk membicarakan soal itu lebih lanjut. Sukarno maupun

Hatta khawatir bahwa langkah yang tergesa-gesa akan memancing tindak

kekerasan dari pihak Jepang untuk menumpas republik yang mengumumkan

kemerdekaannya secara sepihak. Menurut Hatta, Sukarno meragukan apakah

Jepang benar-benar sudah menyerah, dan ingin memperoleh sekurang-kurangnya,

suatu persetujuan tidak resmi dari pihak berwajib sebelum bertindak. Mereka

berdua berpendapat bahwa pernyataan kemerdekaan harus dikeluarkan oleh

42 J.D. Legge, op. cit, hal. 171. 43 P. R. S. Mani, op. cit. hal 82.

Page 58: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

44

Panitia Persiapan yang akan melangsungkan sidang peresmiannya pada tanggal 18

Agustus. Sjahrir berpendapat bahwa jika Jepang telah meminta damai maka

negara itu, sebenarnya tidak lagi berada dalam posisi untuk menepati janjinya

memberikan kemerdekaan, apakah itu melalui Panitia Persiapan Kemerdekaan

Indonesia (PPKI) atau dengan cara lain. Ia juga mengisyaratkan bahwa sudah ada

rencana bagi suatu pemberontakan rakyat dalam skala yang tidak akan dapat

dikendalikan oleh pihak Jepang untuk mendukung proklamasi kemerdekaan itu.

Pada akhir pembicaraan itu, Sukarno tetap pada keputusannya untuk menunggu

sampai diselenggarakannya sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia

(PPKI).

Di zaman Jepang pemuda dan mahasiswa di Jakarta berhimpun di tiga

lokasi, yakni Asrama Prapatan 10 yang menjadi tempat tinggal mahasiswa

kedokteran Ika Dai Gaku (Sekolah Tinggi Ilmu Kedokteran), Asrama Angkatan

Baru Menteng 31 yang didirikan oleh Sendenbu (Badan Propaganda Jepang),

Asrama Indonesia Merdeka di Jalan Bungur Besar yang didirikan oleh kalangan

Kaigun (Angkatan Laut Jepang). Ada pusat-pusat kegiatan lain, seperti Asrama

Mahasiswa USI (Unitas Studiosorum Indonesiesis) di Cikini 71, atau Komisi

Bahasa Indonesia dibawah pimpinan Sutan Takdir Alisjahbana, bertempat di

Penerbit Balai Pustaka.44

Menyangkut kegiatan pemuda, tampuk (ujung) pimpinan terlepas dari

tangan Sjahrir dan beralih ke tangan berbagai pemimpin pemuda lainnya, di

antaranya adalah Sukarni, Adam Malik, Chaerul Saleh, Maruto Nitimihardjo,

44 H. Rosihan Anwar. 2010. Sutan Sjahrir : Demokrat Sejati, Pejuang Kemanusiaan, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, KITLV Press. hal 49.

Page 59: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

45

Wikana dan wakil-wakil yang lain dari asrama mahasiswa kedokteran di Prapatan

10. Di antara mereka terdapat beberapa pengikut Sjahrir. Sebagai hasil diskusi di

antara kelompok-kelompok itu maka diputuskan bahwa pandangan mereka harus

disampaikan langsung kepada Sukarno, maka sebuah delegasi yang dipimpin oleh

Wikana menemui Sukarno di tempat tinggalnya di Pegangsaan Timur 56 pada

malam hari tanggal 15 Agustus. Pada waktu perdebatan sengit antara Sukarno dan

para mahasiswa tersebut, Sukarno tetap teguh tidak mau mengalah. Para pemuda

itu akhirnya meninggalkan rumah Sukarno dengan perasaan jengkel, mereka juga

mempertimbangkan tindakan selanjutnya. Pembicaraan pada malam hari tanggal

15 Agustus yang menghasilkan keputusan untuk menculik kedua pemimpin yaitu

Sukarno dan Hatta, yang dilangsungkan di Asrama Baperpi di Cikini 71.

Sejumlah pengikut Sjahrir, yaitu Soebadio Sastrosatomo, ikut serta dalam

peristiwa tersebut. Sjahrir diberitahu tentang rencana-rencana tersebut tetapi, ia

menolak untuk ambil bagian di dalamnya. Para pemuda kemudian memindahkan

Sukarno dan Hatta ke kota kecil Rengasdengklok, di mana mereka juga tidak

berhasil membujuk Sukarno dan Hatta agar segera memproklamasikan

kemerdekaan. Setelah mereka kalah, para penculik itu mengizinkan mereka

dibawa kembali ke Jakarta pada malam tanggal 16 Agustus, di mana setelah

diadakan kontak-kontak yang halus dan benar-benar informal dengan pihak

berwajib Jepang, Sukarno dan Hatta mengadakan pertemuan dengan anggota

PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan sejumlah pemimpin

Page 60: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

46

pemuda di rumah Laksamana Maeda dan menyiapkan naskah proklamasi

kemerdekaan yang akan diumumkan esok paginya.45

Sjahrir tidak ikut hadir di rumah Laksamana Maeda pada malam hari

tanggal 16 Agustus ketika rumusan proklamasi dirancang, demikian juga ia tidak

hadir di rumah Sukarno pada pagi hari tanggal 17 Agustus waktu proklamasi itu

dibacakan. Ia menyatakan tekadnya agar republik yang merdeka bebas dari kesan

sebagai ciptaan Jepang. Tetapi, kepeduliannya tidak hanya beranggapan bahwa

nasionalisme hanya berarti perjuangan untuk membebaskan diri dari kekuasaan

asing. Baginya, kemerdekaan berkaitan dengan wawasan-wawasan tentang

kebebasan individu dan perubahan sosial yang dapat menjadikan kemerdekaan itu

sebagai suatu kemerdekaan yang sejati. Cita-cita ini mempengaruhi pandangannya

mengenai cara pencapaian kemerdekaan itu. Adalah mungkin bagi kaum

nasionalis murni, dan bahkan juga kaum nasionalis muslim, untuk memandang

pendudukan Jepang sebagai suatu periode dengan kesempatan untuk memperoleh

kesempatan dari pihak penjajah. Tetapi, dalam perspektif Sjahrir, Jepang

diidentifikasikan sebagai bagian dunia fasis dan sebagai tantangan kaum

reaksioner terhadap nilai-nilai demokrasi serta perubahan sosial yang diinginkan.

Sejak dulu Sjahrir telah menyadari kemungkinan-kemungkinan

otoriterisme yang melekat pada sebagian besar pemikiran kaum nasionalis yang

memandang negara sebagai sesuatu yang memungkinkan pemenuhan diri

individu. Hal itu dapat menjadi lebih menonjol dalam situasi aksi massa. Aksi-

aksi pemuda yang tidak memiliki perspektif ideologis yang cukup matang, paling

45 J.D. Legge, op. cit. hal 172-174.

Page 61: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

47

tidak akan menuju kepada situasi anarki dan dalam keadaan yang paling buruk,

dapat mendorong, munculnya sikap-sikap fasis, suatu kemungkinan yang

dipertajam oleh sifat anti Barat.

3.2.2. KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat ) Tahun 1945

Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Teks Proklamasi disusun sehari sebelumnya di rumah Laksamana Maeda oleh

Sukarno bersama Hatta, Soebardjo, Nishijima (ajudan Maeda), dan dua orang

Jepang lainnya. Lima hari setelah kemerdekaan diumumkan, Komite Nasional

Indonesia Pusat (KNIP), yang beranggotakan 137 orang, dibentuk. Kelompok

pemuda mendesak supaya Sjahrir menjadi Ketua Komite tetapi ia menolak. Ia

masih menanti sejauh mana Komite tersebut mencerminkan kehendak rakyat.

Pada bulan-bulan pertama setelah kemerdekaan Indonesia, pemerintahan

kabinet presidensial dipimpin kaum nasionalis pro-Jepang. Kondisi ini membuat

Sekutu sebagai pemenang Perang Dunia II, setelah merobohkan Jepang, sulit

mengakui keberadaan Republik Indonesia. Sekutu menganggap Indonesia masih

di bawah kendali Jepang. Pada tanggal 7 Oktober 1945, 40 orang anggota Komite

Nasional menandatangani petisi untuk Presiden Sukarno. Mereka menuntut

Komite menjadi badan legislatif, bukan pembantu Presiden. Selain itu, menteri

kabinet harus bertanggung jawab kepada Dewan, bukan Presiden.

Ibu Sri Mangoensarkoro disertai dua pemuda, yaitu Soebadio dan Soekarni

mendesak Sjahrir supaya mau memimpin Komite. ”Komite harus bersih dari

Jepang dan revolusioner,” kata Soekarni. Sjahrir kemudian menerima usulan para

Page 62: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

48

pemuda tersebut. Rapat Komite Nasional kedua pada tanggal 16 Oktober 1945

merupakan salah satu titik penting perjalanan politik Sjahrir. Pada tanggal 25

Oktober 1945 Sjahrir diterima menjadi salah seorang anggota KNIP, sekaligus

dipilih dengan suara bulat untuk menjadi Ketua Badan Pekerja KNIP sedangkan

wakilnya adalah Amir Sjarifuddin. Dengan demikian sebenarnya terjadi

penyegaran personalia dan penyempurnaan organisasi KNIP. Badan itu lebih

mencerminkan aspirasi-aspirasi dan kekuatan-kekuatan sosial politik yang hidup

dalam masyarakat Indonesia. Rapat yang dihadiri Wakil Presiden Mohammad

Hatta berlangsung ricuh. Saling serang terjadi antara kelompok pro dan kontra

Jepang. Kendati demikian, kedua kubu sama-sama menyadari usaha untuk

membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka menghadapi

rintangan berat.

Belanda, yang merupakan bagian dari Sekutu belum menerima

kemerdekaan Indonesia. Sjahrir, yang sebelumnya sudah memprediksi sikap

Sekutu itu berpendirian, menghadapi Belanda, termasuk Sekutu, tidak bisa lagi

dengan senjata, tapi harus lewat diplomasi.46 Sebagai ketua KNIP yang baru,

Sjahrir mengarahkan agar hendaknya keanggotaan KNI (Komite Nasional

Indonesia), baik di pusat maupun di daerah-daerah, lebih mencerminkan aspirasi

politik nasional. Dan sejalan dengan itu, atas saran Sjarir selaku ketua KNIP,

wakil presiden yaitu Hatta pada tanggal 3 November 1945 mengumumkan

Maklumat X tentang pembentukan partai-partai di Indonesia.

46 Djoeir Moehamad dan Mochtar Lubis (ed). 1997. Memoar Seorang

Sosialis. Jakarta: Obor. hal 97.

Page 63: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

49

Bagi Sjahrir Negara Republik Indonesia harus memperjuangkan nilai-nilai

kemerdekaan dan demokrasi, apalagi karena harus mengantisipasi segala

kemungkinan berkaitan dengan keinginan Belanda untuk kembali menjajah

Indonesia. Masalahnya mendesak karena Sekutu yang diboncengi agen dan

serdadu NICA sudah datang untuk mengambil alih Indonesia dari tangan Jepang.

Salah satu masalah yang berkembang saat itu adalah bahwa Sekutu akan

mengadili para penjahat perang, termasuk para pemimpin Indonesia yang

berkolaborasi dengan fasisme Jepang sehingga jalan keluar satu-satunya adalah

Republik Indonesia haruslah memiliki suatu lembaga legislatif yang merupakan

lembaga yang memperjuangkan aspirasi-aspirasi dan kelompok-kelompok politik

yang hidup dalam masyarakat Indonesia bebas dari pengaruh (fasisme) Jepang.

Selain itu pemerintah juga harus dipimpin oleh tokoh Indonesia yang anti fasisme

Jepang.

Berkaitan dengan itu hendaknya dimaklumi bahwa kedatangan Sekutu ke

Indonesia antara lain menyertakan Van Der Plas yang juga datang untuk

menyusun kembali pemerintah penjajahan Belanda atas Indonesia. Kedatangan

Sekutu itu di warnai dengan isu-isu bahwa Republik Indonesia adalah ciptaan

fasisme Jepang, sedangkan pemimpin-pemimpin Republik Indonesia yang pernah

berkolaborasi dengan pemerintah militer Jepang akan diadili sebagai penjahat

perang.

Setelah keluarnya Maklumat X dan berdirinya partai-partai maka

komposisi keanggotaan KNIP diperluas lagi dengan wakil-wakil dari partai-partai.

KNIP pun lebih mencerminkan suatu lembaga dengan keanggotaan dan fungsi

Page 64: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

50

legislatif yang mencerminkan aspirasi-aspirasi (kelompok politik) yang hidup,

apalagi karena kepala pemerintah (Perdana Menteri) bertanggung jawab kepada

KNIP.47 Presiden tidak lagi berhak membuat undang-undang. Mulai saat itu juga

Komite menjadi badan legislatif yang bertugas menyusun undang-undang dan

garis-garis besar haluan negara. Maklumat Nomor X menandakan berakhirnya

kekuasaan luar biasa Presiden dan riwayat Komite Nasional sebagai pembantu

Presiden.

Prestasi Sjahrir di dalam KNIP membuktikan bahwa ia memahami secara

mendalam masalah Negara Republik Indonesia yang baru lahir serta tahu apa saja

yang harus dilakukan. Lagi pula ia mendapat dukungan kuat di KNIP. Sjahrir pun

menyusun dan memimpin suatu kabinet parlementer yakni yang bertanggung

jawab kepada legislatif (dalam hal ini KNIP). Banyak yang setuju dan juga tidak

setuju dengan Sjahrir. Tetapi sejarah memperlihatkan, begitu dia menjadi Ketua

Badan Pekerja Komite Nasional, lahir Maklumat Nomor X yang memungkinkan

lahirnya partai-partai politik di Indonesia.48 Ketika terjadi pendaratan pasukan

Sekutu secara besar-besaran di bawah Panglimanya yaitu Jenderal Philips

Christison, yang ternyata diboncengi tentara-tentara Belanda yang hendak

menjajah kembali Indonesia, maka susunan lembaga-lembaga negara Republik

Indonesia sudah mencerminkan kehidupan politik yang demokratis.49

3.2.3. Perdana Menteri (15 November 1945 – 27 Juni 1947)

47 Ibid. hal 98. 48 TEMPO. op. cit. hal 44-45. 49 Djoeir Moehamad dan Mochtar Lubis (ed). op. cit. hal 99.

Page 65: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

51

Sjahrir menjadi Perdana Menteri dan mulai memimpin kabinetnya pada

tanggal 14 November 1945. Dua bulan setelah kemerdekaan Indonesia

diproklamirkan, Sjahrir sudah terdorong untuk menegaskan apa arti ‘merdeka’ ;

”Merdeka tidak saja berarti Negara Republik Indonesia yang berdaulat, tetapi kemerdekaan diri dari sewenang-wenang, dari kelaparan dan kesengsaraan. Revolusi nasional hanya buntut dari revolusi demokrasi … dan bahwa bukan nasionalisme yang harus nomor satu, akan tetapi demokrasi. Negara Republik Indonesia, hanya nama yang kita berikan pada isi yang kita maksudkan dan kehendakkan”.50

Kerangka perjuangan yang diusulkan oleh Sjahrir bukanlah yang sempit

dan partikular51, melainkan kerangka perjuangan yang universal.

“Hanya semangat kebangsaan yang dipikul oleh perasaan keadilan dan kemanusiaan yang dapat mengantar kita maju di dalam sejarah dunia. Pada akhirnya, semua kebangsaan harus menemui ajalnya di dalam suatu kemanusiaan yang meliputi seluruh dunia … yaitu bangsa manusia yang hidup dalam pergaulan berdasarkan keadilan dan kebenaran, tidak lagi terbatas oleh perasaan-perasaan sempit yang memecah manusia … oleh karena kulitnya berlainan warna, atau … turunan darahnya berlainan.”52

Pada saat itu Sjahrir menegaskan, bahwa demi keutuhan Indonesia

merdeka dan untuk menetralisirkan tuduhan Sekutu, ia akan menerbitkan buku

Perjuangan Kita yang disebarluaskan dalam beberapa bahasa. Buku yang

50 Djoeir Moehamad dan Mochtar Lubis (ed), Ibid. hal 101. 51 Partikularisme adalah sistem yang mengutamakan kepentingan pribadi di

atas kepentingan umum ; aliran politik, ekonomi, kebudayaan yang mementingkan daerah atau kelompok khusus ;sukularisme. Lihat Save M. Dagun. op. cit. hal 798.

52 Djoeir Moehamad dan Mochtar Lubis (ed). op. cit. hal 101.

Page 66: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

52

menggemparkan itu kemudian diterbitkan oleh Kementrian Penerangan Republik

Indonesia yang saat itu dipimpin Amir Sjarifuddin.53

Dalam pamflet Perjuangan Kita, Sjahrir mengemukakan idenya tentang

revolusi demokratis yang menekankan pentingnya arti demokrasi untuk melawan

kecenderungan fasisme yang masih membekas, terutama di kalangan pemuda,

akibat pengaruh pendudukan Jepang. Dengan perkataan lain Sjahrir tidak

menginginkan semangat revolusi meluap menjadi terorisme yang tidak

bertanggung jawab terhadap orang-orang Belanda, Indo dan kelompok-kelompok

minoritas yang dianggap pro Belanda seperti Cina, Ambon dan Manado. Dari situ

dapat dilihat benih-benih sosialisme kemanusiaan (demokrasi sosial) yang ingin

disemaikan oleh Sjahrir di kalangan pemuda. Akan tetapi, hal itu pula berkaitan

erat dengan pandangan Sjahrir tentang kedudukan Indonesia yang sangat lemah

pada waktu itu yang menurutnya berada di daerah pengaruh kekuatan kapitalis

Amerika Serikat dan Inggris, dan oleh karena itu tidaklah bijaksana bagi negara

Indonesia yang masih baru untuk memusuhi mereka, Sjahrir bahkan melihat

bahwa nasib Indonesia amat tergantung pada kebijaksanaan politik yang akan

diambil oleh kekuatan-kekuatan imperialis itu. Dari situ dia mengambil

kesimpulan bahwa satu-satunya jalan untuk menjamin kemerdekaan Indonesia

ialah melalui “Diplomasi yang lihai dan fleksibel, agar Amerika dan Inggris tidak

terundang buat mendukung Belanda secara penuh”. ”Selanjutnya, secara logis

sikap itu menutut lahirnya kebijaksanaan politik yang liberal terhadap modal

53 Djoeir Moehamad dan Mochtar Lubis (ed). hal 95. Lihat juga William H

Frederick dan Soeri Soeroto (ed). 1982. Pemahaman Sejarah Indonesia (Sebelum dan Sesudah Revolusi). Jakarta: Lp3Es. hal 351.

Page 67: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

53

asing, pengakhiran kekerasan pemuda, terutama terhadap orang kulit putih,

mendirikan lembaga-lembaga politik yang dapat diterima Barat....” Sulit kiranya

untuk disangkal bahwa Sjahrir mengutamakan diplomasi daripada memakai

kekerasan atau kekuatan senjata, dalam revolusi Indonesia, dan itu sesuai dengan

jalan pemikirannya tentang demokrasi sosial yang humanis.54

Pada bulan Oktober 1945 Sjahrir berhasil meyakinkan Sukarno dengan

konsep dan sejumlah usulannya, yakni membentuk Komite Nasional Indonesia

Pusat (KNIP) yang kemudian akan menjadi badan penyusun UUD. Sjahrir juga

mengusulkan pembentukan partai-partai politik. Kemudian dia meminta Sukarno

membubarkan kabinet dan membentuk kabinet baru dipimpin oleh seorang

perdana menteri yang dipilih oleh KNIP. Langkahnya itu dilandasi pemikiran

bahwa Republik harus demokratis, bebas dari para kolaborator Jepang (untuk

mengesankan bahwa Republik Indonesia bukan bentukan Jepang).

Maka pada bulan Oktober 1945 terbentuklah dua partai sosialis (Partai

Rakyat Sosialis pimpinan Sjahrir dan Partai Sosialis Indonesia pimpinan Amir

Sjarifuddin) yang akhirnya bergabung menjadi Partai Sosialis. Untuk

menunjukkan kepada dunia bahwa revolusi yang terjadi adalah perjuangan bangsa

beradab dan demokratis untuk lepas dari kolonialisme. Sjahrir ingin

menyingkirkan propaganda Belanda yang beranggapan bahwa Indonesia hanyalah

gerombolan orang brutal, pembunuh, atau perampok.55 Karena hal itu Sjahrir

memilih strategi diplomasi. Apalagi Belanda juga berusaha keras supaya dapat

54 William H Frederick dan Soeri Soeroto (ed). Ibid. hal 352-353. 55 TEMPO. op. cit. hal 46.

Page 68: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

54

kembali ke bekas tanah jajahannya itu, dengan membatasi kekuasaan Republik

Indonesia.

Bagi Sjahrir negara Republik Indonesia harus memperjuangkan nilai-nilai

kemerdekaan dan demokrasi. Apalagi karena harus mengantisipasi segala

kemungkinan berkaitan dengan keinginan Belanda untuk menjajah kembali

Indonesia. Masalahnya mendesak, karena Sekutu mengambil alih Indonesia dari

tangan Jepang. Salah satu masalah yang berkembang saat itu adalah bahwa Sekutu

akan mengadili para penjajah perang, termasuk para pemimpin Indonesia yang

berkolaborasi dengan fasisme Jepang. Jalan keluarnya, Republik Indonesia

haruslah memiliki lembaga legislatif yang merupakan lembaga yang

memperjuangkan aspirasi-aspirasi dan kelompok-kelompok politik yang hidup

dalam masyarakat Indonesia-bebas dari pengaruh (fasisme) Jepang. Selain itu,

pemerintah harus dipimpin oleh tokoh Indonesia yang anti fasisme Jepang.

Pada bulan Oktober 1945 Sjahrir memutuskan untuk membuka

perundingan dengan pihak Belanda. Sjahrir memanfaatkan diplomasi Inggris.

Butir-butir penting yang dikemukakannya dalam tulisannya Perjuangan Kita

menjadi pedoman kerja. Pasukan Belanda kemudian mulai kembali menduduki

Jakarta pada awal tahun 1946, para pemimpin nyawanya terancam, dan akhirnya

Sukarno, Hatta dan Sjahrir memindahkan pemerintahan ke Yogyakarta. Namun,

Sjahrir tetap memilih melanjutkan negosiasi dan diplomasi.

Pada pertengahan bulan Desember 1945, Sjahrir mengeluarkan kebijakan

politik militer. Semua kekuatan bersenjata, baik tentara maupun lascar, harus

keluar dari Jakarta. Sjahrir mengumumkan Jakarta sebagai kota internasional.

Page 69: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

55

Agar program tersebut menarik perhatian dunia, digelarlah pameran kesenian

yang dipublikasikan oleh sejumlah wartawan luar negeri. Setelah itu, Sjahrir

mulai memperkenalkan Indonesia di forum-forum internasional, seperti

Konferensi Asia di New Delhi pada tahun 1946. Tak hanya itu, Sjahrir juga

memberikan bantuan kemanusiaan berupa sumbangan beras kepada negara India.

Tidak semua menyetujui langkah Sjahrir berunding dengan bekas

penjajah. Partai Masyumi, Persatuan Perjuangan, dan Partai Nasional Indonesia

menolak. Sjahrir dianggap terlalu banyak memberikan konsesi kepada Belanda. Ia

dan para pengikutnya diejek sebagai “anjing-anjing Belanda”. Menghadapi

perlawanan para oposan tersebut, Sjahrir tak ambil pusing. Menurut dia, berjuang

di meja perundingan punya keuntungan politis memperoleh pengakuan kekuasaan

de facto. Ia tetap maju terus, apalagi Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Hatta

mendukungnya.56

Sjahrir agaknya kuatir bahwa suatu konflik bersenjata yang

berkepanjangan dengan pihak Belanda justru akan memperkuat kelompok-

kelompok radikal bahkan dapat menyebarluaskan paham fasisme. Itu berarti

bahwa azas demokrasi akan terancam dalam penghidupan politik Republik

Indonesia. Bagaimana mencapai persetujuan dengan pihak Belanda dengan

memberikan beberapa kerelaan tapi tetap mengamankan kepentingan pokok

Republik Indonesia sambil memanfaatkan diplomasi Inggris – itulah tantangan

yang dihadapi Sjahrir.

56 TEMPO. Ibid. hal 46-47.

Page 70: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

56

Sedikit demi sedikit Sjahrir terus mencoba menekan pemerintah Belanda

melalui diplomasi. Ia terus menerus mengupayakan agar Indonesia dan Belanda

dapat duduk di meja perundingan. Kesempatan pertama datang dalam

perundingan di Hoge Veluwe, Belanda, pada tanggal 14-16 April 1946. Ketika itu

Indonesia mengajukan tiga usulan: pengakuan atas Republik Indonesia sebagai

pengemban kekuasaan di seluruh bekas Hindia Belanda, pengakuan de facto atas

Jawa dan Madura, serta kerja sama atas dasar persamaan derajat antara Indonesia

dan Belanda. Usul itu ditolak oleh Belanda.

Peluang berunding dengan Belanda terbuka lagi ketika Inggris

mengangkat Lord Killearn sebagai utusan istimewa Inggris di Asia Tenggara,

sekaligus penengah konflik Indonesia-Belanda. Konsulat Inggris di Jakarta

mengumumkan, selambat-lambatnya pada tanggal 30 November 1946 tentara

Inggris akan meninggalkan Indonesia. Kabinet baru Belanda kemudian mengutus

Schermerhorn sebagai Komisi Jenderal untuk berunding dengan Indonesia.

Schermerhorn dibantu tiga anggota: Van Der Poll, Der Boer, dan Letnan

Gubernur Jenderal H.J.Van Mook. Perundingan Sjahrir dengan Belanda melalui

perundingan di De Hoge Veluwe sampai pada perundingan Linggarjati adalah atas

dasar bahwa Republik Indonesia suatu Negara yang merdeka, duduk sama tinggi

dengan Belanda, bersedia kerja sama dengan Belanda untuk membubarkan Hindia

Belanda dan bersama-sama membentuk Negara Republik Indonesia Serikat yang

Page 71: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

57

merdeka dan berdaulat. Kerja sama ini akan dilanjutkan sesudah terbentuknya

Negara Republik Indonesia Serikat yang berdaulat dengan negeri Belanda.57

Pihak Belanda baik waktu perundingan di De Hoge Veluwe ketika tidak

terdapat persetujuan sama sekali, maupun pada persetujuan Linggarjati pada

akhirnya dan pada hakekatnya oleh sebab pikiran yang realistis dan reaksioner

tidak mau mengakui kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Indonesia selama masa

peralihan sampai terbentuknya negara Republik Indonesia Serikat.

Untuk menghindari terjadinya perang dengan Belanda Sjahrir mengadakan

pidato radio pada tanggal 19 Juni 1947 yang berisi antara lain memberi konsesi

(kerelaan) pada Belanda secara hukum mau mengakui kedaulatan Belanda atas

Indonesia selama masa peralihan, akan tetapi juga mempertahankan kedaulatan

Republik Indonesia ke dalam. Baik kabinet maupun Partai Sosialis adalah anggota

dari Sayap Kiri yang terdiri dari Partai Sosialis, Partai Komunis Indonesia (PKI),

Partai Buruh Indonesia (PBI) dan Pesindo tidak setuju dengan Sjahrir. Sayap kiri

sebagai keseluruhan yang pada umumnya didominasi oleh kaum komunis tidak

dapat menerima kebijaksanaan Sjahrir bukan semata-mata atas pertimbangan

kebijaksanaan melainkan oleh karena Sjahrir bukan orang komunis. Ia dinilai oleh

Sayap Kiri sebagai orang yang bebas dan tidak tunduk kepada garis Moskow. Dia

mengadakan pidato radio dengan tidak minta persetujuan terlebih dahulu dari

Sayap Kiri. Atas pertimbangan tersebut Sayap Kiri menolak kebijaksanaan

Sjahrir. Oleh karena Sjahrir tidak mendapat dukungan dari Sayap Kiri, maka ia

57 H. Rosihan Anwar (ed). 1980. Mengenang Sjahrir. Jakarta: Gramedia,

hal xxxi.

Page 72: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

58

mengundurkan diri dari jabatan sebagai Perdana Menteri. Sebenarnya Sjahrir

dengan dukungan Kabinet, Presiden dan Wakil Presiden dapat bertahan sebagai

Perdana Menteri dan mengabaikan keputusan Sayap Kiri. Di sini Sjahrir harus

memilih antara kekuasaan dan meletakkan jabatannya. Sjahrir meletakkan jabatan

Perdana Menteri itu sesuai dengan aturan-aturan permainan dan hukum

demokrasi. Dengan demikian dia memberi pendidikan politik. Sjahrir memang

dalam seluruh hidupnya lebih mengutamakan pendidikan politik daripada

kekuasaan.

Bukan hanya kelompok Sayap Kiri yang menolak Perjanjian Linggarjati

tetapi KNIP juga menolak. Akhirnya Sjahrir digantikan oleh wakilnya Amir

Sjarifuddin sebagai Perdana Menteri yang baru.58 Dengan meletakkan jabatan

sebagai Perdana Menteri ia menujukkan bagaimana bertindak sesuai dengan

hukum demokrasi, bagaimana mendidik kehidupan politik di Indonesia dan

dengan begitu menegakkan dasar-dasar demokrasi dalam negara Republik

Indonesia yang baru merdeka. Ia menujukkan bahwa dirinya lebih mengutamakan

pendidikan politik untuk menegakkan demokrasi daripada menggunakan

kekuasaan untuk memaksakan kemauannya dan mempertahankan kedudukannya.

Sebaliknya ia tetap menyediakan diri untuk mempertahankan kemerdekaan

Republik Indonesia terhadap Belanda dan membantu pemerintahan Republik

Indonesia dalam menghadapi ancaman dan kekuasaan kolonialisme Belanda.59

58http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/s/sutan-

syahrir/berita/01.shtml. Di download pada tanggal 13 September 2009. 59 H. Rosihan Anwar (ed), op. cit. hal xxxii.

Page 73: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

59

Untuk menujukkan sikapnya itu ia bersedia waktu diminta oleh Presiden Sukarno

untuk diangkat menjadi penasehat Presiden.

Kaum komunis menjatuhkan Sjahrir karena mereka tahu bahwa Sjahrir

tidak akan bersedia menjalankan perintah mereka yaitu perintah Moskow. Sjahrir

dijatuhkan oleh komunis ketika dalam perkembangan dunia pada tahun 1947 itu

hanya ada kekuatan yaitu kekuatan anti imperialisme di bawah pimpinan Moskow

dan kekuatan kapitalis di bawah Amerika Serikat. Kaum komunis tahu betul

Sjahrir, sekalipun dia seorang anti imperialisme, mempunyai sikap bebas dari

Moskow dan tidak bersedia dipergunakan untuk kepentingan Moskow.

Persetujuan Linggarjati adalah pengakuan terhadap hak perjuangan bangsa

dan rakyat Indonesia untuk menentukan nasibnya sendiri. Negara Republik

Indonesia adalah perwujudan dari hasil perjuangan demokrasi bangsa dan rakyat

Indonesia dalam melaksanakan haknya menentukan nasibnya sendiri, sekalipun

kekuasaannya hanya diakui di Jawa dan Sumatera. Kerja sama dengan Belanda

adalah untuk membubarkan kolonialisme Belanda di Indonesia dan mendirikan

Republik Indonesia Serikat yang berdaulat meliputi seluruh wilayah Indonesia.

Ketika Belanda pada tanggal 21 Juli 1947 menyerang Republik, Sjahrir

sebagai penasehat Presiden dan selaku Duta Keliling Republik berangkat ke luar

negeri dengan mengunakan pesawat terbang. Pada tanggal 14 Agustus 1947

Sjahrir sebagai wakil Republik Indonesia berbicara dalam sidang Dewan

Keamanan PBB. Di sana ia menjelaskan politik penjajahan Belanda dan mendesak

supaya Dewan Keamanan PBB membentuk suatu Badan Arbitrase yang tidak

berpihak. Sjahrir di dalam forum internasional di Dewan Keamanan

Page 74: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

60

mempertahankan dan membela kemerdekaan Republik Indonesia seperti

memperkuat perhubungan dalam perjanjian Linggarjati dan diakui oleh dunia

internasional.

Jabatan sebagai ketua Delegasi Rupublik Indonesia di Dewan Keamanan

PBB adalah kedudukan Sjahrir yang terakhir sebagai pejabat negara.60 Sesudah itu

ia lebih memusatkan pikirannya menggariskan kembali perjuangan rakyat dan

bangsa Indonesia yang disesuaikan dengan perkembangan dan percaturan politik

internasional dewasa itu.

60 H. Rosihan Anwar (ed), Ibid. hal xxxiii.

Page 75: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

61

BAB IV

DAMPAK ATAU PENGARUH SUTAN SJAHRIR PASCA

KEMERDEKAAN INDONESIA

4.1. Partai Sosialis Indonesia (PSI)

4.1.1. Pembentukan Partai Sosialis Indonesia (PSI) Tahun 1948

Perpecahan antara Sjahrir dan Amir Syarifuddin disebabkan karena Amir

Syarifuddin menambahkan faham komunisme pada prinsip utama yang menjadi

landasan Partai Sosialis sedangkan Sutan Sjahrir berserta kelompoknya menolak

dengan tegas pemahaman tersebut. Dalam pemikiran Sutan Sjahrir, penambahan

faham komunisme pada prinsip utama yang menjadi landasan Partai Sosialis

tersebut akan mempengaruhi arah pemerintahan yang totaliter. Dengan demikian

sangat bertentangan dengan pemikiran politik Sutan Sjahrir yang menekankan

adanya kebebasan, universalitas humanis dan sosialis kerakyatan. Setelah keluar

dari Partai Sosialis, pada tanggal 12 Februari 1948 Sutan Sjahrir bersama teman-

temannya mendirikan Partai Sosialis Indonesia (PSI).

Partai Sosialis Indonesia merupakan partai politik yang beranggotakan

tokoh-tokoh intelektual Indonesia yang sebelumnya tergabung dalam kelompok

Pendidikan Nasional Indonesia; sebuah partai yang bertujuan untuk ikut

meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa Indonesia. Tokoh-tokoh utama yang

berperan besar dalam membentuk pemikiran politik kelompok dan partai ini ialah

Sutan Sjahrir, Soedjatmoko, Saleh Mangoendiningrat, Soebadio Sastrosatomo,

Hamid Algadri, Siti Wahyoenah Saleh Mangoendiningrat, Hoegeng I, Santoso,

Lintong Moelia Sitorus, Soebianto Djojohadikoesoemo, Daan Jahja, Aboebakar

Page 76: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

62

Loebis, Wibowo, serta Ali Boediardjo.61 Sutan Sjahrir merupakan tokoh yang

sangat menonjol; pemikiran-pemikirannya diikuti oleh anggota kelompok dari

partainya.

Rosihan Anwar dalam bukunya yang berjudul Perjalanan Terakhir

Pahlawan Nasional Sutan Sjahrir, yang ditulis pada tahun 1966, menjelaskan

bahwa Amir Syarifuddin ingin Partai Sosialis menempuh garis Marxisme-Leninis-

Stalin dan menginginkan Indonesia memihak Moskow (Soviet). Tetapi Sjahrir

berpendirian, Partai Sosialis harus menempuh sosialisme kerakyatan yang

demokratis dan politik luar negeri yang bebas aktif.

Bagi Sutan Sjahrir demokrasi merupakan jiwa perjuangan bangsa. Dalam

pemikirannya, perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia tidak didasarkan

kepada nasionalisme tetapi kepada faham demokrasi. Dengan demikian kebebasan

dari hasil perjuangan tersebut dapat dimiliki oleh segenap rakyat Indonesia.62

Dalam usaha merebut dan mempertahankan kemerdekaan, Sutan Sjahrir menolak

kerjasama dengan Jepang dan mengkritik orang-orang yang bekerjasama dengan

Jepang. Bagi Sutan Sjahrir, Jepang pada masa itu adalah fasis, oleh karena itu

sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip sosialisme kemanusiaan yang ingin ia

jadikan dasar kehidupan Indonesia.

Dalam teks yang ditulis Sjahrir, khusus untuk anggota partai barunya di

bulan Maret 1948, “Keadaan Politik di Indonesia”, dugaan tentang Amir

61 P.Y. Nur Indro. 2009. Pemikiran Politik Soetan Sjahrir dan Partai

Sosialis Indonesia : Tentang Sosialisme Demokrat, Bandung: Inisiatif Warga, UKM Media Parahyangan dan UKM Pusik Parahyangan, hal 4.

62 Ibid. hal 5.

Page 77: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

63

Syarifuddin yang sesungguhnya berpaling ke arah komunisme, bukanlah soal

yang paling penting. Sjahrir lebih menegaskan bahwa dalam gerakan Amir

Syarifuddin terdapat kekurangan organisasi dan kurangnya pengertian tentang

sifat sosialisme yang sesungguhnya. Menurut pandangan Sjahrir, di Indonesia

pada waktu itu terdapat hanya satu atau dua pemimpin, yang mengetahui tentang

sosialisme.

Selama berbulan-bulan setelah perpecahan dengan Amir Sjarifuddin,

Sjahrir dan rekan-rekannya berulang kali mengingatkan bahwa belum waktunya

untuk sengaja mempertajam perjuangan kelas di Indonesia, dan bahwa kebijakan

perjuangan kelas harus dihindari. Seperti dirumuskan di dalam Manifesto63 partai

baru Sjahrir di bulan Februari 1948; “bahaya bentrokan dari kelompok dan barisan

harus dijauhkan”.

Dalam pedomannya di bulan Maret 1948, Sjahrir menulis bahwa karena

partainya diprakarsai atau dipelopori oleh bekas anggota Pendidikan Nasional

Indonesia, maka begitu partai melepaskan diri dari Amir, maka partai mereka

dapat kembali setia kepada tradisi kadernya. Di bulan Juni 1948, Sjahrir

menegaskan kembali ;

“Kita tidak berusaha untuk memperluas massa partai kita, karena hal yang demikian pasti akan mempertajam perjuangan partai”.64

63 Manifesto adalah pernyataan terbuka tentang tujuan dan pandangan

seseorang atau suatu kelompok. Lihat Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Jilid Keempat, Jakarta: PT. Gremedia Pustaka Utama. hal 874.

64 Rudolf Mrázek. op. cit. hal 665.

Page 78: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

64

Di negeri seperti Indonesia yang masih kuat dipengaruhi oleh nilai-nilai

feodalisme, fasisme, otoriterisme, maka yang perlu diprioritaskan adalah

pembinaan demokrasi. Apabila melihat kenyataan tadi, maka jelas bahwa

membangun suatu masyarakat sosialis tidak gampang. Sjahrir memilih untuk

bersikap realistis, ia menjadi lebih bijaksana, sederhana, ingat perlunya berkepala

dingin.65 Ia menamakan ideologi yang dipikirkannya dan dianutnya yaitu

“Sosialisme-Demokrasi”, yang lebih sering disebut sebagai “Sosialisme-

Kerakyatan”. Dalam memahami Sosialisme-Kerakyatan tampaknya kata kuncinya

adalah Kemanusiaan. Ketika menjabat sebagai Perdana Menteri (1945-47) kata

“Kemanusiaan” itu sering dipergunakan dalam pidato-pidato Sjahrir. Ia

menjelaskan sifat kemanusiaan ialah kepercayaan pada persamaan, keadilan serta

kesanggupan kerja sama antara sesama manusia sebagai dasar kehidupan di dalam

pergaulan.

Partai Sosialis Indonesia menerima sosialisme-kerakyatan yang digagas

Sjahrir dalam Kongres I yang diselenggarakan di Bandung pada tanggal 12-17

Februari 1952. Dalam dasar-dasar dan pandangan politik partai dijelaskan:

“Sosialisme yang kita maksudkan adalah sosialisme yang berdasarkan atas kerakyatan, yaitu sosialisme yang menjunjung tinggi derajat kemanusiaan, dengan mengakui dan menjunjung persamaan derajat tiap manusia orang seorang. Penghargaan pada pribadi orang seorang dinyatakan pada penghargaan serta perlakuan pribadi orang seorang di dalam pikiran, serta di dalam pelaksanaan sosialisme...Sosialisme semestinya tidaklah lain daripada penyempurnaan dari segala cita-cita kerakyatan, yaitu kemerdekaan serta kedewasaan kemanusiaan yang sebenarnya”.66

65 H. Rosihan Anwar. 2010. Sutan Sjahrir : Demokrat Sejati, Pejuang

Kemanusiaan, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, KITLV Press. hal 113. 66 Ibid. hal 115.

Page 79: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

65

Sjahrir mengkampanyekan ideologi sosialisme kerakyatan yang anti fasis

dan antifeodal dengan menganjurkan kebebasan individu dan menghormati

martabat manusia. Dalam pamfletnya yang terkenal, Perjuangan Kita, ia menulis,

”Perjuangan kita sekarang ini tak lain dari perjuangan untuk mendapat kebebasan jiwa bangsa kita. Kedewasaan bangsa kita hanya jalan untuk mencapai kedudukan sebagai manusia yang dewasa bagi diri kita.”67 Pada masa setelah kemerdekaan, Sutan Sjahrir menekankan bahwa faham

Sosialisme Demokratis sangat cocok untuk dasar pembangunan di Indonesia.

Fokus Sosialisme Demokratis adalah mengakui adanya hak yang sama pada setiap

orang serta memunculkan pemerataan. Dengan demikian Sutan Sjahrir tidak

menyetujui kediktatoran dan totaliterisme serta adanya ketertiban sosial yang

menempatkan satu orang atau golongan di atas yang lain. Oleh karena itu, tujuan

Sosialisme Demokratis adalah mewujudkan suatu masyarakat yang meliputi

keamanan anggotanya serta keadilan sosial dan kesempatan yang sama bagi setiap

orang untuk hidup dan berkembang. Pemikiran politik Sutan Sjahrir yang

terungkap diatas, mempengaruhi pembentukan Sosialisme Demokratis Partai

Sosialis Indonesia (PSI).

Dalam perkembangan pemikiran politik Partai Sosialis Indonesia,

pengaruh berbagai pemikiran yang mendahului maupun yang bersamaan adalah

niscaya. Pengaruh tersebut dalam hal ini mungkin dapat menempati posisi sebagai

sumber pemikiran atau sarana untuk memodifikasi pemikiran yang sudah ada.

67 J.D. Legge. op. cit. hal 19.

Page 80: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

66

Selain itu juga dapat menjadi sumber yang dikembangkan lebih lanjut berdasarkan

kondisi atau pemikiran-pemikiran yang lain dalam lingkungannya.68

Seorang ahli ilmu politik dan indonesianis terkemuka yaitu Herbert Feith

dalam bukunya yang berjudul Indonesian Political Thingking 1945-1965,

berpendapat bahwa pengaruh yang besar dari Partai Sosialis Indonesia (PSI)

terutama karena keanggotaannya didominasi oleh kaum intelektual. Dewan

pimpinan partai ini pada umumnya adalah orang-orang yang memiliki keahlian-

keahlian yang sangat dibutuhkan untuk membangun dan mengembangkan suatu

pemerintahan negara modern. Dukungan terhadap Partai Sosialis Indonesia (PSI)

sebagian besar berasal dari pemuda pejuang dalam revolusi perebutan

kemerdekaan Indonesia, terutama pada saat penjajahan Jepang dan tahun-tahun

awal revolusi. Partai Sosialis Indonesia (PSI) oleh kelompok nasionalis biasanya

digambarkan sebagai Barat, karena tradisi demokratik Barat sangat mewarnai

pemikiran tokoh-tokohnya.

Dalam keanggotaan, Partai Sosialis Indonesia (PSI) mendapatkan

dukungan terutama dari para intelektual Indonesia. Dua tahun pertama setelah

terbentuk dalam pertemuan pertama dewan eksekutif pada bulan Februari 1950

memang telah diputuskan untuk menjadi partai kader dalam lingkaran intelektual

Indonesia.69 Pada saat Kongres I Partai Sosialis Indonesia di bulan Februari 1952

dinyatakan bahwa Partai Sosialis Indonesia mempunyai 3.049 orang anggota

penuh dan 14.480 calon anggotanya. Walau relatif kecil bila dibandingkan dengan

68 Rudolf Mrázek, op. cit. hal 6. 69 Rudolf Mrázek, Ibid. hal 117-118.

Page 81: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

67

partai-partai yang lain, para pemimpin partai menyatakan bahwa banyak yang

dapat dicapai oleh partai kader kecil tetapi terdiri dari orang-orang yang terlatih

dengan baik dan pekerja politik yang sangat disiplin.

Nilai Sosialisme Demokratis pada Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang

membedakan orientasi partai ini dengan partai sosialis lainnya. Orientasi

Sosialisme Demokratis Partai Sosialis Indonesia (PSI) terletak pada perhatian

utama terhadap kebebasan individu, keterbukaan terhadap masalah-masalah

intelektual dunia, penolakan atas Chauvinism, Obscurantisme, dan atas pemujaan

pribadi. Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang dibentuk tahun 1948 selama dua

tahun, sebagai partai kader, sangat ketat dalam menyeleksi calon anggota. Pada

tahun 1952 anggotanya menjadi 14.000 orang yang dikelola ke dalam 147 cabang.

4.1.2. Kekalahan PSI dalam Pemilihan Umum Tahun 1955

Akhir bulan Juni 1955 Partai Sosialis Indonesia (PSI) menyelenggarakan

Kongres II. Pada Kongres tersebut, Partai Sosialis Indonesia (PSI)

mempertimbangkan nilai partisipasi dalam Pemilihan Umum. Sebagian besar

pemimpin tetap menginginkan tujuan utama pada pembangunan kader. Walaupun

demikian, tetap diputuskan untuk aktif berkampanye dan ikut Pemilihan Umum.

Partai Sosialis Indonesia (PSI) mengalami kekalahan pada Pemilihan

Umum pertama yang diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955. Dalam

analisis Sutan Sjahrir, faktor kekalahan bukan karena program Pemilihan Umum

yang kebarat-baratan atau terlalu rasional sehingga dianggap aneh. Ketika ternyata

Partai Komunis Indonesia hanya memperoleh 16% suara, maka menurut Sjahrir

Page 82: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

68

rakyat Indonesia tetap berorientasi kepada demokrasi karena partai-partai

demokratik yang lain memperoleh suara besar.70 Menurut Hamid Algadri, rakyat

Indonesia belum siap untuk menerima program-program Partai Sosialis Indonesia

(PSI) karena diformulasikan dalam cara yang terlalu intelektual. Walaupun

demikian, dengan mengikuti Pemilihan Umum setidaknya memperlihatkan

orientasi politik yang menjunjung tinggi demokrasi.

Berbeda dengan lawan-lawan politiknya, Partai Sosialis Indonesia tidak

berhasil membangun suatu organisasi massa yang berbasiskan cabang-cabang

lokal yang dapat menghimpun anggota dan memasukkan kekuatan dari lapisan

terbawah. Kegagalan itu bukan merupakan hal yang kebetulan. Para anggota

terkemuka partai ini selalu melihat peranan partainya bersifat mendidik dan bukan

mengorganisasi, walaupun diasumsikan bahwa upaya-upaya di bidang pendidikan

dalam jangka panjang akan melahirkan suatu basis massa bagi partai. Sementara

itu, Partai Sosialis Indonesia menganggap dirinya sebagai partai pendidikan kader

bukan partai massa dan kelemahan ini ternyata fatal ketika Pemilihan Umum pada

akhirnya diselenggarakan di tahun 1955. Daya tarik Partai Sosialis Indonesia

(PSI) terhadap pemilih ternyata kecil.71

Menurut pendapat Mochtar Lubis dalam buku yang berjudul Mengenang

Sjahrir, setelah kekalahan Partai Sosialis Indonesia dalam Pemilihan Umum

pertama dia pernah bertanya kepada Sjahrir mengapa dia tidak mencoba merebut

kekuasaan untuk melaksanakan cita-cita sosialismenya, baik di masa perang

70 P.Y. Nur Indro. op. cit, hal 125. 71 Rudolf Mrázek. op. cit. hal. 18.

Page 83: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

69

kemerdekaan melawan Belanda dan di tahun-tahun sesudahnya, ketika cukup ada

kemungkinan berbuat demikian. Dengan tenang sambil tersenyum Sjahrir berkata,

bahwa dia dan partainya menjujung tinggi cita-cita perjuangan partainya yakni

hendak membina sosialisme-kerakyatan (sosialisme-demokratis), dan untuk

mencapai tujuan demikian haruslah pula berjuang dengan tata permainan

demokratis, dan merebut kekuasaan dengan memakai jalan kekerasan sangat

bertentangan dan menyalahi cita-cita demokrasi atau kerakyatan.

Moctar Lubis juga menanyakan mengapa Partai Sosialis Indonesia (PSI)

tidak menjadi partai massa ? Banyak kesan di masyarakat seakan PSI bersikap

elitis, membatasi diri pada kelompok intelektual yang kecil, dan tidak erat berakar

ke bawah. Menurut Sjahrir ada dua pemikiran mengenai partai massa. Yang satu

menghendaki partai dengan sebanyak mungkin anggota, sampai berjuta-juta,

seperti yang dilakukan PKI dan partai-partai lain. Tetapi jumlah anggota yang

banyak tidak menjamin atau menentukan kekuatan suatu partai, jika tidak diikuti

oleh kesadaran anggotanya yang sama mengenai cita-cita perjuangan partai,

prinsip-prinsip, strategi dan taktik perjuangan partai. Malahan keadaan demikian

mudah menimbulkan perpecahan dan pertentangan, apalagi jika di kalangan

pimpinan timbul perlombaan untuk merebut kekuasaan dalam partai.72

Pemikiran lain mengenai partai massa, dan yang kami coba di PSI,

katanya, adalah partai yang sepenuhnya dan dengan sekuat-kuatnya

memperjuangkan kepentingan massa rakyat, membela nasib massa rakyat dan

menyatukan diri dengan nasib rakyat. Jika suatu partai berhasil berbuat begini,

72 Rudolf Mrázek. Ibid. hal 208.

Page 84: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

70

jika dia sanggup dan berhasil menyuarakan kepentingan, tuntutan, harapan dan

kehendak massa rakyat, maka partai itu pun, meskipun jumlah anggotanya tidak

besar, adalah juga satu partai massa. Dan ciri lain dari partai massa demikian

adalah semangat kerakyatannya (demokrasi), cita-cita persamaan bagi seluruh

rakyat.73

Partai Sosialis Indonesia (PSI), bila dilihat dari kuantitas keanggotaannya

merupakan partai kecil di Indonesia, yang hanya memperoleh 2% suara total

dalam pemilihan umum pada bulan September 1955, tapi secara kualitas

merupakan partai yang mempunyai pengaruh besar. Pada hemat Sjahrir,

kelemahan Partai Sosialis Indonesia (PSI) disebabkan karena keliru menghitung

kematangan dan kesadaran politik para pemilih, khususnya yang mudah

didominasi oleh otoritas keagamaan dan kepamongprajaan.

Pemilihan umum tahun 1955 menghasilkan partai politik Empat Besar

yaitu PNI (Partai Nasional Indonesia), Masyumi, PKI (Partai Komunis Indonesia)

dan NU (Nahdlatul Ulama). Sedangkan Partai Sosialis Indonesia merosot menjadi

partai kecil. Kegagalan Partai Sosialis Indonesia (PSI) dalam pemilu, menurut

pendapat sebagian para penganalisa, adalah karena gagasan-gagasan Sjahrir

terlalu bersifat elitis yang hanya dapat dipahami oleh sekelompok kaum

intelektual saja, sedangkan sebagian rakyat tidak dapat mengikuti cara berpikir

Sjahrir. Apa pun yang tidak menyenangkan telah dikatakan tentang Sjahrir, betapa

pun dia diejek oleh lawan-lawan politiknya, satu hal yang patut diakui: Sjahrir

73 Rudolf Mrázek. Ibid. hal 209.

Page 85: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

71

telah berusaha merumuskan, apa itu ideologi yang dinamakan “Sosialisme

Kerakyatan”.74

4.2. Akhir dari Karir Sjahrir

4.2.1. Pembubaran Partai Sosialis Indonesia (PSI) Tahun 1960

Pada tanggal 15 Februari 1958 PRRI (Pemerintah Revolusioner RI)

dibentuk di Padang dengan Sjafruddin Prawiranegara sebagai PM/Menteri

Keuangan oleh Dewan Perjuangan pimpinan Letkol Ahmad Husein. Peristiwa

tersebut telah didahului oleh berbagai tahap dengan pembentukan Dewan Gadjah

di Medan, Dewan Banteng di Padang dan Dewan Garuda di Palembang. Dewan-

dewan ini pada awalnya bertujuan sebagai gerakan pembangunan daerah.

Permesta (Piagam Perjuangan Semesta) diikrarkan (meneguhkan janji) di

Makassar pada tanggal 2 Maret 1957, dipelopori oleh Letkol H.V.N. Sumual,

Letkol Saleh Lahade dan sejumlah tokoh masyarakat. Tujuan utamanya adalah

pembangunan Indonesia wilayah Timur berdasarkan otonomi luas.

Gerakan PRRI (Pemerintah Revolusioner RI)-Permesta (Piagam Perjuangan

Semesta) yang menentang Pemerintah Pusat muncul di daerah. Para Kolonel,

seperti Simbolon, Ahmad Husein, Ventje Sumual merekrut tokoh-tokoh

Masyumi-PSI seperti Natsir, Sjafruddin Prawiranegara, Boerhanoedin Harahap,

Sumitro Djojohadikusumo dalam upaya mengganti Pemerintah Pusat.75

74 H. Rosihan Anwar. op. cit. hal 111. 75 H. Rosihan Anwar. Ibid. hal 123.

Page 86: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

72

Pada bulan April 1957 Sukarno membentuk kabinet Karya yang dipimpin

oleh Djuanda Kartawidjaja, seorang politisi yang tidak bergabung dalam suatu

partai. Alasan Sukarno memilih Djuanda antara lain karena terdapat permusuhan

yang semakin dalam di antara partai-partai yang ada. Kabinet ini mengalami

berbagai masalah yang mengarah kepada pergerakan nasional.

Pada bulan September dan Oktober 1957 berlangsung pertemuan yang

diadakan di Sumatera antara Kolonel Simbolon, Kolonel Samuel dari Permesta

(Piagam Perjuangan Semesta) dan Kolonel Lubis. Hasil dari pertemuan tersebut

adalah :

1. Diselenggarakan pemilihan umum untuk memilih seorang presiden baru

guna mengakhiri kegiatan-kegiatan Sukarno yang pro Partai Komunis

Indonesia.

2. Nasution dan staf di pusat diganti.

3. Partai Komunis Indonesia dilarang.76

Berdasarkan kenyataan bahwa kabinet Djuanda tidak mampu menangani

masalah-masalah yang terjadi, pada bulan Januari 1958 Partai Sosialis Indonesia

menuntut pembentukan kabinet baru. Tuntutan tersebut ditolak oleh Sukarno,

Partai Nasionalis Indonesia dan Nahdlatul Ulama berusaha terus mempertahankan

kabinet Djuanda. Pada tanggal 10 Februari 1958 tuntutan pembubaran kabinet

juga datang dari pertemuan di Padang antara para perwira militer dan para

pemimpin Masyumi (Natsir dan Sjafruddin) serta Sumitro Djojohadikusumo dari

Partai Sosialis Indonesia. Selain itu pertemuan di Padang juga menuntut :

76 P.Y. Nur Indro. op. cit. hal 150-151.

Page 87: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

73

1. Hatta dan Sultan Hamengku Buwono IX harus ditunjuk untuk

membentuk kabinet karya baru.

2. Sukarno harus kembali ke posisi konstitualnya, yaitu presiden hanya

sebagai lambang.77

Sjahrir telah menasehati anggota-anggota PSI bahwa mereka boleh aktif

dalam gerakan pembangunan daerah tapi jangan melibatkan diri dalam aksi

konfrontatif atau pertentangan terhadap Pemerintah Pusat. Sukarno dan A.H.

Nasution mengirim tentara di bawah komando Kol. Ahmad Yani. Pada bulan

Februari 1958, operasi gabungan pasukan payung dilancarkan ke lapangan

terbang Pekanbaru. Ikut terjun seorang letnan baret merah, Benny Moerdani

(Kelak menjadi Panglima ABRI). Pada tanggal 17 April 1958, pasukan ekspedisi

gabungan TNI mendarat di pantai Sumatera Barat. Kota Padang kemudian segera

diduduki. Tanggal 4 Mei, Bukittinggi dikuasai. Di Sulawesi, perlawanan Permesta

(Piagam Perjuangan Semesta) masih ada. Namun, jatuhnya Bukittinggi berarti

ancaman PRRI-Permesta terhadap pemerintah pusat tidak lagi diperhitungkan.78

Para pemimpin Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang ada di Jakarta tidak

berhasil mencegah munculnya pemerintahan pemberontak yang terkenal dengan

sebutan PRRI (Pemerintah Revolusioner RI) yang bermarkas di Bukittinggi. Pada

tanggal 17 Februari 1958 pemberontak Permesta (Piagam Perjuangan Semesta)

bergabung dengan PRRI (Pemerintah Revolusioner RI). Partai Sosialis Indonesia

77 P.Y. Nur Indro. Ibid. hal 151. 78 H. Rosihan Anwar. op. cit. hal 125.

Page 88: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

74

lebih mengutamakan dialog dalam mengatasi berbagai masalah oleh karena itu

mereka tidak menyetujui dilakukannya pemberontakan tersebut.

Sehubungan dengan pemberontakan tersebut, pada tanggal 21 Juli 1960

Presiden Sukarno memutuskan Partai Sosialis Indonesia untuk mengemukakan

secara tertulis dengan disertai bukti-bukti ketidakterlibatannya dalam

pemberontakan PRRI (Pemerintah Revolusioner RI). Keputusan ini diberikan

Presiden Sukarno kepada Sutan Sjahrir, Soebadio Sastrosatomo dan T.A Murad.

Dari jawaban atas keputusan presiden tersebut akan terbukti Partai Sosialis

Indonesia no.7 tahun 1959 dengan kriteria berikut :

Presiden, setelah mendengar Mahkamah Agung, dapat melarang dan atau

membubarkan partai yang :

1. Bertentangan dengan azas dan tujuan negara;

2. Programnya bermaksud merubah azas dan tujuan negara;

3. Sedang melakukan pemberontakan-pemberontakan atau telah jelas

memberikan bantuan, sedangkan partai itu tidak dengan resmi

menyalahkan perbuatan anggota-anggotanya itu;

4. Tidak memenuhi syarat-syarat lain yang ditentukan dalam Penetapan

Presiden ini.79

Pada tanggal 28 Juli 1960 Partai Sosialis Indonesia (PSI) memberikan

jawaban atas permintaan presiden tanggal 21 Juli 1960. Pokok jawaban tersebut

tercantum dibawah ini;

79 P.Y. Nur Indro. op. cit. hal 152.

Page 89: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

75

1. Azas, tujuan dan program Partai Sosialis Indonesia sesuai dengan hukum

resmi negara; Dalam keadaan seperti apapun, Partai Sosialis tetap akan

menjaga keutuhan bangsa dan negara. Hal ini dapat dilihat pada garis

perjuangan Partai Sosialis sebagai berikut: oleh karena itu, bentuk

perjuangan rakyat untuk melaksanakan persatuan adalah persatuan bangsa

dan rakyat (nasional front) dengan menjauhkan bahaya perpecahan

golongan dan derajat yang hanya akan berakibat memecah kekuatan serta

kesanggupan perjuangan bangsa dan rakyat.

2. Walau Partai Sosialis Indonesia beroposisi terhadap kabinet Karya, tetapi

tidak pernah menyetujui eksistensi PRRI.

3. Keikutsertaan Dr. Sumitro Djojohadikusumo dalam PRRI di luar

pengetahuan dan tak mewakili partai.

4. Dr. Sumitro Djojohadikusumo sangat sulit untuk dihubungi sehingga

partai belum dapat menentukan sikap terhadapnya.80

Surat jawaban tersebut dibuat oleh Sutan Sjahrir sebagai Pimpinan Umum

Partai Sosialis Indonesia (PSI) dan diakhiri dengan pernyataan sebagai berikut :

” ...Maka berdasarkan segala uraian di atas, ad III, Pimpinan Partai Sosialis Indonesia menyatakan dengan ini bahwa Partai Sosialis Indonesia tidak terkena oleh pasal 9 ayat (1) sub 3-Penetapan Presiden no. 7 tahun 1959”.81

Dalam surat jawaban terhadap Presiden Sukarno tersebut, dapat dipahami

bahwa Partai Sosialis Indonesia menolak kerjasama dengan pemberontakan.

Penolakan tersebut paling tidak berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut :

80 P.Y. Nur Indro. Ibid. hal 153. 81 P.Y. Nur Indro. Ibid. hal 153.

Page 90: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

76

1. Pemberontakan merupakan cara menyalurkan aspirasi yang tidak

demokratis.

2. Partai Sosialis Indonesia tidak bersifat kedaerahan sehingga akan berusaha

mempertahankan persatuan dan kesatuan kebangsaan.

3. Dalam surat jawaban Partai Sosialis Indonesia tersebut tertulis :

”...Sejak dari mulanya pendirian kita tegas dan tidak ragu-ragu: semua anggota kita dilarang mengikuti gerakan pemberontakan itu malah ditugaskan untuk menentang dan menghambatnya. Sehingga mereka yang tidak dapat dan sanggup menuruti petunjuk serta perintah partai dengan sendirinya memutuskan dirinya dari hubungan partai, dari keluarga partai”.82

Atas dasar itu pada tanggal 17 Agustus 1960 keputusan Presiden Sukarno

membubarkan Partasi Sosialis Indonesia sebagaimana tertuang dalam Keputusan

No. 201 tahun 1960 menyatakan :

”Membubarkan Partai Sosialis Indonesia, termasuk bagian-bagian/cabang-cabang/ranting-ranting di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Keputusan untuk membubarkan Partai Sosialis Indonesia tersebut didasari pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut : 1. Untuk kepentingan keselamatan Negara dan Bangsa. 2. Partai Sosialis Indonesia melakukan pemberontakan atau telah

memberikan bantuan terhadap Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia.

3. Partai Sosialis Indonesia secara resmi mengalahkan anggota-anggotanya”.83

Reaksi anggota-anggota Partai Sosialis Indonesia (PSI) atas keputusan

Presiden tentang pembubaran Partai Sosialis Indonesia (PSI) tersebut tidak

bersifat revolusioner. Partai Sosialis Indonesia bereaksi secara demokratis dalam

arti sangat menghargai pendapat orang lain. Dalam Tanya jawab, Partai Sosialis

Indonesia sudah memberikan jawaban namun ditanggapi dengan pembubaran

82 P.Y. Nur Indro. Ibid. hal 154. 83 P.Y. Nur Indro. Ibid. hal 155.

Page 91: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

77

Partai Sosialis Indonesia dan jawaban ini adalah dari pemimpin negara maka

Partai Sosialis Indonesia menerimanya dengan hormat. Hal ini terbukti dengan

surat Partai Sosialis Indonesia No. K. 089/1960 kepada staf Penguasa Perang

Tertinggi tentang permohonan ijin untuk mengadakan kongres karena wewenang

untuk membubarkan partai ada pada Kongres Partai Sosialis Indonesia.

Pada tanggal 5 September 1960 Kepala staf Penguasa Perang Tertinggi

memberikan jawaban terhadap permohonan Partai Sosialis Indonesia untuk

mengadakan kongres. Jawaban tersebut tertuang dalam surat bernomor

0612/PEPERTI/1960 yang berisi penolakan ijin kepada Partai Sosialis Indonesia

untuk mengadakan kongres. Alasan penolakan ijin tersebut adalah dikarenakan

Partai Sosialis Indonesia telah dibubarkan. Maka satu-satunya aktivitas yang dapat

diakui dari Partai Sosialis Indonesia adalah mengeluarkan pernyataan yang

dilakukan pemimpin partai bahwa partai mereka bubar.

Partai Sosialis Indonesia menerima keputusan tersebut dengan baik dalam

surat dari Sekretariat Jenderal Partai Sosialis Indonesia kepada anggota yang

berisi pernyataan bahwa cabang-cabang dan segenap rantingnya hendaklah

mentaati keputusan Presiden no. 201 tahun 1960. Selain itu Partai Sosialis

Indonesia telah menyatakan bubar dan hal tersebut dapat dipahami dalam

radiogram (berita melalui radio) dari Kasi Sekretariat Staf Penguasa Perang

Tertinggi, yang berbunyi :

”...Pimpinan Partai Masyumi termasuk Majelis Suro dan Muslimatnya serta Partai Sosialis Indonesia telah menyatakan partainya bubar dengan memberitahukan kepada presiden ttk”.84

84 P.Y. Nur Indro. Ibid. hal 155-156.

Page 92: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

78

4.2.2. Penangkapan Sjahrir Tahun 1962

Dalam segala hal yang berbau penyelewengan politik, Partai Sosialis

Indonesia menjadi sasaran empuk propaganda hitam dari pihak partai-partai lain.

Upaya yang dijalankan untuk membenahi organisasi, keanggotaan, ideologi Partai

Sosialis Indonesia tidak juga membawa hasil memuaskan. Sjahrir menghadapi

tantangan-tantangan, semakin kentara bahwa politik tidak berpihak kepada

Sjahrir.

Upacara besar ngabenan, pembakaran jenazah bekas raja Gianyar menurut

adat Bali berlangsung tanggal 18 Agustus 1961. Anak Agung Gde Agung, putra

raja, mantan Menteri Luar Negeri dalam kabinet Boerhanoedin Harahap (12

Agustus 1955 - 3 Maret 1956) mengundang teman-temannya untuk menghadiri

ngabenan. Tamu-tamu tersebut adalah Hatta, Sutan Sjahrir, Moh Roem, Soebadio

Sastrosatomo, Hamid Algadri, Sutan Hamid II Alkadri dari Pontianak.85 Upacara

berlangsung lancar dan juga ramai. Menteri Luar Negeri yaitu Subandrio dalam

kedudukannya sebagai Kepala Pusat Intelijen menerima laporan rahasia bahwa di

Bali telah terjadi persekongkolan subversif86 yang ditujukan ke alamat negara.

Laporan diteruskan oleh Subandrio kepada Presiden Sukarno. Cerita konspirasi

atau persekongkolan di Bali itu kemudian menyebar pada masyarakat.

Tanggal 7 Januari 1962, Presiden Sukarno berkunjung ke Makassar.

Sebuah granat dilemparkan ke arah iring-iringan mobilnya. Tidak ada korban

85 H. Rosihan Anwar. op. cit. hal 132. 86 Subversif berkenaan dengan subversi. Subversi adalah gerakan dalam

usaha atau rencana menjatuhkan kekuasaan yang sah dengan menggunakan cara di luar undang-undang. Lihat kamus, Departemen Pendidikan Nasional. op.cit. hal 1346.

Page 93: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

79

yang tewas. Tanggal 15 Januari, dua warga negara Belanda ditangkap karena

dianggap ingin mencelakai Presiden Sukarno.87 Pada tanggal 16 Januari 1962,

pukul 4 pagi, pemerintah menangkap Sjahrir dirumahnya di Jalan Jawa No. 61

(sekarang, H.O.S. Cokroaminoto). Juga ditangkap Anak Agung Gde Agung,

Soebadio Sastrosatomo, Sultan Hamid II Alkadri dari Pontianak. Selanjutnya

tokoh-tokoh Masyumi: Prawoto Mangkusasmito, Yunan Nasution, Kiai H. Isa

Anshary, dan Moh Roem.88

Pada tahun 1958 sehubungan dengan pemberontakan di Sumatera menurut

Jeannes S. Mintz dalam bukunya yang berjudul Mohammed, Marx and Marhaen:

the Roots of Indonesian Socialism, pemimpin-pemimpin Partai Sosialis Indonesia

terbagi menjadi dua, di satu pihak ikut dalam pemberontakan tersebut, sedangkan

di pihak lain mengutuk pemberontakan tersebut. Pihak yang tidak menyetujui

pemberontakan mengeluarkan himbauan untuk menghindari terjadinya perang

saudara. Sikap politik yang sangat menonjol dari Partai Sosialis Indonesia adalah

selalu merasa ketakutan adanya kemungkinan negara Indonesia mengalami

degenerasi (kemunduran atau kemerosotan generasi).89

Surat perintah untuk menahan Sjahrir, dikeluarkan oleh Peperti (Penguasa

Perang Tertinggi) yang dipimpin oleh Sukarno. Dokumen ditandatangani oleh

Subandrio sebagai menteri luar negeri dan Nasution sebagai mentri pertahanan.

Nasution yang mendengar beberapa hari setelah surat perintah dikeluarkan,

menyatakan bahwa dia harus menerima ketentuan dalam peristiwa tersebut.

87 H. Rosihan Anwar. op. cit. hal 134. 88 H. Rosihan Anwar. Ibid. hal 137. 89 P.Y. Nur Indro. op. cit. hal 156.

Page 94: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

80

Nasution juga berkata kepada Soedjatmoko yang kemudian ditulis dalam

memoarnya, bahwa:

“Sebenarnya Sukarno yang berada di belakang perintah penangkapan yang diberikan kepada Nasution dengan nama-nama belum diisi dalam dokumen dan meminta Nasution untuk menandatangani kertas seperti adanya”.90

Dengan keragu-raguan, bahkan beberapa di antara teman-teman Sjahrir

yang paling dekat dan sudah lama menjadi pengagumnya, membicarakan masa-

masa terakhir dan tulisan Sjahrir dari penjara khususnya, tentang kemunduran

intelektualnya. Analisisnya, menurut mereka kadang-kadang kabur, perhatiannya

tidak menentu, bahasanya datar. Menurut teman-temannya hal tersebut sangat

menyedihkan, ketika tulisannya dibandingkan dengan apa yang dihasilkan Sjahrir

selama tahun 1930-an dan 1940-an.91

90 Rudolf Mrázek, op. cit. hal 817-818. 91 Rudolf Mrázek, Ibid. hal 840.

Page 95: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

81

BAB V

PENUTUP

5. 1. Kesimpulan

Sutan Sjarir merupakan panutan bagi bangsa Indonesia. ketika dia

melanjutkan pendidikannya di Bandung tahun 1926, sikap kepeduliannya sudah

tampak ketika melihat keadaan rakyat Indonesia yang sangat menderita dan juga

tidak mampu terutama kaum kuli yang menderita akibat penjajahan kolonial.

Semenjak itu Sjahrir dan teman-temannya mulai menaruh perhatian pada

kehidupan rakyat yang kurang mampu. Di saat masyarakat Indonesia tidak bisa

mengenyam pendidikan karena keterbatasan biaya, dia dan teman-temannya

membagi pengetahuan dengan cara mendirikan sekolah gratis tanpa batasan umur

yang dinamai Tjahja Volksuniversiteit, yang didirikan tahun 1928. Apa yang

Sjahrir dan teman-temannya peroleh di sekolah, mereka bagikan kepada anak

didik mereka. Dari sini dapat dilihat betapa Sjahrir sangat memperdulikan

keterbatasan rakyat Indonesia.

Sjahrir merupakan perpaduan antara ketajaman ilmu pengetahuan dan

kedalaman batin. Ia mampu hidup dalam ketegangan antara global dan lokal. Ia

bukan seseorang yang anti barat, bahkan kepada Sjahrazad, adiknya yang tengah

belajar di Belanda, ia menganjurkan agar membuka pikiran dan hati lebar-lebar

untuk menyelami Eropa supaya ilmu yang dipelajari menjadi hidup dan bermakna.

Bukan pihak kolonial yang dibenci Sjahrir tetapi sikap mereka yang mengekang

kemajuan bangsa Indonesia baik itu dalam hal pendidikan dan juga kehidupan

ekonomi rakyat Indonesia.

Page 96: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

82

Ketika Jepang menjajah Indonesia, Sjahrir sudah memprediksi bahwa

bangsa Jepang tidak akan bertahan lama berada di Indonesia. Keyakinan Sjahrir

semakin diperkuat ketika dia selalu mengikuti perkembangan berita-berita yang

disiarkan diradio luar negeri yang menyatakan bahwa Jepang mengalami

kekalahan dalam peperangan. Bagi Sjahrir Amerika dan juga Belanda lebih

memiliki peralatan perang yang sangat canggih dibandingkan Jepang. Sjahrir

sangat membenci Jepang karena sikap fasis Jepang, yang sangat menyengsarakan

kehidupan rakyat Indonesia. Tidak hanya sengsara atas penjajahan Jepang tetapi

pola pikir pemuda Indonesia nyaris menyerupai bangsa Jepang seperti sering

berkelahi, bahkan memusuhi bangsa sendiri yaitu orang-orang Ambon, Manado

yang pada waktu itu dijadikan KNIL oleh bangsa Belanda bahkan para pemuda

juga memusuhi orang Indo dan juga orang Tionghoa. Sjahrir selalu meghindari

permusuhan di antara bangsa sendiri khususnya permusuhan antar suku.

Setelah dua bulan bangsa Indonesia memperoleh kemerdekaan, Sjahrir

merasa bahwa kemerdekaan tersebut hanyalah untuk kepentingan negara, bangsa

dan juga untuk kepentingan politik. Bagi Sjahrir tidaklah cukup jika suatu negara

sudah merdeka dari penjajahan bangsa lain tetapi dalam masyarat masih ada orang

yang hidup miskin. Merdeka yang sebenarnya harus dimulai dari mensejahterakan

rakyat dari keterbelakangan mental dan juga perekonomian. Percuma jika

kemerdekaan yang diperoleh tetapi di dalam suatu negara yang baru saja merdeka

masih ada tuan dan hamba. Sjahrir tahu bahwa apa yang di inginkan oleh rakyat

Indonesia yang sampai sekarang tidak pernah tercapai yaitu kesejahteraan. Apa

yang diinginkan rakyat tidak bisa terpenuhi, berarti nasionalisme telah gagal,

Page 97: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

83

menjadi faktor negara yang konservatif dan reaksi terhadap sesuatu yang negatif

dan akan mengakibatkan keegoisan, mensejahterakan dirinya sendiri, dan tidak

memperdulikan orang-orang di sekeliling.

Politik yang ingin diterapkan Sjahrir ditujukan lebih untuk mengutamakan

kebebasan manusia dan kepentingan masyarakat daripada kemerdekaan nasional.

Walaupun negara Indonesia sudah mencapai kemerdekaan tetapi masih ada hal

yang jauh lebih penting yaitu perdamaian, kemakmuran, dan juga kemajuan bagi

rakyat. Bagi Sjahrir bahaya besar yang mengancam Republik Indonesia bukanlah

dari pihak luar. Bahaya tersebut sebenarnya sudah lama bersarang di dalam

bangsa Indonesia sendiri. Jiwa komunalisme dengan segala aspeknya yang negatif

bukan saja ada pada penjajah melainkan secara tak sadar sudah terhimpun di

dalam darah daging orang-orang Indonesia sebagai hasil sekian abad

kolonialisme. Bagi Sjahrir, pembentukan suatu negara bukanlah tujuan pada

dirinya sendiri, melainkan suatu ekspresi dan juga sebagai alat dari kedaulatan

rakyat. Negara adalah alat untuk mencapai tujuan lain di samping revolusi, yaitu

keadilan sosial, kebebasan, dan juga hak asasi manusia.

Sutan Sjahrir memang bukanlah sekedar seorang politikus. Dia adalah

seorang negarawan, yakni warganegara yang dalam pengabdiannya yang luar-

biasa terhadap Negara dan Bangsa, tidak menyandarkan pikiran dan langkah-

langkahnya pada patokan kekuasaan. Menang atau kalah bukan persoalan yang

besar bagi seorang negarawan, apalagi untung rugi bagi diri pribadi. Keprihatinan

negarawan adalah kepentingan dan kesejahteraan seluruh negara, seluruh

masyarakat. Bukan ”Aku” atau ”Kami” yang penting bagi negarawan, tetapi

Page 98: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

84

”Kita Semua”. Bukan hanya bangsa, negara, masyarakat, keadaan, dan sebagainya

yang ia abdi, tetapi juga kepentingan dan perkembangan manusia-manusia sebagai

pribadi-pribadi yang menjadi warganegara atau warga masyarakat tersebut.

Sjahrir bukan hanya sekedar Politikus tetapi ia adalah seorang Negarawan

yang memikirkan bagaimana kehidupan generasi yang akan datang. Dia bukan

hanya sekedar memperjuangkan kemerdekaan Indonesia untuk dapat terbebas dari

penjajahan bangsa lain tetapi bagaimana caranya untuk memperoleh kemerdekaan

bagi masyarakat kecil secara individu. Dia bagaikan sebuah kekecualiaan bagi

zamannya. Ia terlalu di depan bagi masanya. Bagi Sjahrir, kemerdekaan nasional

bukanlah suatu final. Tujuan akhir dari perjuangan politiknya adalah terbukanya

ruang bagi rakyat untuk mengusahakan dirinya, untuk memunculkan bakatnya

dalam kebebasan tanpa halangan. Bagi Sjahrir, kemerdekaan adalah sebuah jalan

menuju cita-cita tersebut. Itulah sebabnya Sjahrir menganggap nasionalisme harus

tunduk kepada kepentingan demokrasi.

Apa yang Sjahrir takuti di masa kejayaannya dimana rakyat Indonesia

membenci bangsa asing bahkan bangsanya sendiri bukan hanya terjadi pada

sebelum atau pun sesudah kemerdekaan Indonesia, tetapi sampai sekarang sikap

saling memusuhi bangsa sendiri masih dirasakan hingga saat kini. Banyak

keinginan-keinginan Sjahrir yang belum terwujud sampai maut merenggut

hidupnya, seperti mendirikan rumah untuk orang yang tidak mampu, mendirikan

rumah sakit gratis, dan bahkan ingin menyelenggarakan pembayaran pajak sesuai

dengan penghasilan yang diperoleh. Jika keinginan Sjahrir tersebut dapat

terpenuhi dapat dimungkinkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia bisa

Page 99: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

85

tercapai. Entah kapan bangsa Indonesia memiliki pemimpin negara seperti Sutan

Sjahrir, yang lebih mementingkan kesejahteraan rakyat bukan hanya sekedar

omongan belaka tetapi sikap kepeduliannya dia terapkan pada rakyat kecil.

Tidak cukup hanya menempatkan Sutan Sjahrir sebagai Perdana Menteri

pertama Indonesia. Begitu juga menempatkan Sjahrir hanya sebagai pendiri Partai

Sosialis Indonesia atau pimpinan partai sosialis, gelar itu terlalu kecil bagi Sjahrir.

Ketokohan Sjahrir seharusnya menjadi inspirator bagi bangsa ini, yang

menawarkan pemahaman politik sebagai nilai luhur mewujudkan kesejahteraan

rakyat dan bukan berburu kekuasaan. Situasi di Indonesia saat ini semakin

menjauh dari negara kesejahteraan yang dicita-citakan Sjahrir yang pengertiannya

secara politis adalah mengurangi kemiskinan, memajukan stabilitas sosial, dan

memajukan efisiensi ekonomi.

Bagi Sjahrir, analisis politik perlu daya pikir yang kuat sekaligus

keteguhan hati pada keadilan. Dengan daya pikir itu politik merupakan pendidikan

demokrasi, bukan perburuan, pembesaran, dan pelanggengan kekuasaan. Ketika

Pemilu tahun 2009 dilaksanakan, banyak para politikus untuk dapat menarik

simpati rakyat, mereka yang secara terang-terangan menghasut rakyat dengan

mengiming-imingi berbagai hal untuk kepentingan masyarakat kecil. Hal itu

menunjukan bahwa para politikus tersebut memandang kekuasaan bukan untuk

tahap awal memperjuangkan aspirasi rakyat tetapi kekuasaan bagi mereka adalah

tempat untuk mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya. Ini menandakan

bahwa pemikiran para politikus semakin jauh dari pemikiran Sutan Sjahrir yang

lebih menitikberatkan perhatiannya para rakyat kecil.

Page 100: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

86

Sangat diharapkan bagi bangsa Indonesia untuk saat ini dan juga untuk

masa mendatang, pemimpin negara yang seperti Sutan Sjahrir, yang lebih

memperhatikan kepentingan rakyatnya bukan untuk mencari muka supaya

mendapat perhatian rakyat tetapi sikap ketulusan yang merasa senasib

sepenanggungan dengan rakyat kecil. Percuma jika suatu negara telah merdeka

tetapi kemerdekaan bagi rakyat kecil sendiri belum terwujud, terutama

kemerdekaan atas persamaan derajat.

Page 101: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

87

KEPUSTAKAAN

Basuki Suwarno, Hubungan Indonesia-Belanda Periode 1945-1950, Upakara, Jakarta, 1999.

Deliar Noer, Pemikiran Politik di Negeri Barat, Mizan, Bandung, 1997.

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Jilid Keempat, PT. Gremedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008.

Djoeir Moehamad, Mochtar Lubis (ed), Memoar Seorang Sosialis, Obor, Jakarta, 1997.

Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx ; ; Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisioner, Gramedia, Jakarta, 2001.

Frederick, William H. dan Soeri Soeroto (ed), Pemahaman Sejarah Indonesia (Sebelum dan Sesudah Revolusi), Lp3ES, Jakarta, 1982.

Rosihan Anwar, H (ed), Mengenang Sjahrir, Gramedia, Jakarta, 1980.

Rosihan Anwar, H, Sukarno-Tentara-PKI : Segitiga Kekuasaan Sebelum Prahara Politik 1961-1965, Obor, Jakarta, 2006.

Rosihan Anwar, H, Sutan Sjahrir : Demokrat Sejati, Pejuang Kemanusiaan, PT Kompas Media Nusantara, KITLV Press. Jakarta, 2010.

Kahin, George Mc Turnan, Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia, UNS, Surakarta, 1995.

Legge, J.D, Kaum Intelektual dan Perjuangan Kemerdekaan : Peranan Kelompok Sjahrir, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1993.

Gottschalk, Louis, Mengeri Sejarah, Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 1975.

Panitia Konferensi Internasional, Denyut Nadi Revolusi Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1997.

Mani, P. R. S. Jejak Revolusi 1945 ; Sebuah Kesaksian Sejarah, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1989.

P.Y. Nur Indro. Pemikiran Politik Soetan Sjahrir dan Partai Sosialis Indonesia: Tentang Sosialisme Demokrat, Inisiatif Warga, UKM Media Parahyangan dan UKM Pusik Parahyangan, Bandung, 2009.

Page 102: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

88

Mrázek, Rudolf, Sjahrir; Politik dan Pengasingan di Indonesia, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta,1996.

Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, Gramedia, Jakarta, 1993.

Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru ; Sejarah Pergerakan Nasional, Dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme. Gramedia, Jakarta,1990.

M. Dagun, Save, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, LPKN, Jakarta, 1997.

Sutan Sjahrir, Pikiran dan Perjuangan, Jendela, Yogyakarta, 2000.

Sutan Sjahrir, Sosialisme Indonesia Pembangunan, Leppenas, Jakarta, 1982.

Sutan Sjahrir, Perjuangan Kita, Guntur 49, Jakarta, 1994.

Sutan Sjahrir, Sosialisme dan Marxsisme, Jembatan, Jakarta, 1967.

Solichin Salam, Sjahrir Wajah Seorang Diplomat,

S. T. Rais Alamsjah, 10 Orang Indonesia Terbesar Sekarang, Mutiara, Padang, 1952.

Syahbuddin Mandaralam, Apa dan Siapa Sutan Sjahrir, Rosda Jayaputra, Jakarta, 1987.

Ebenstein, William dan Edwin Folgeman, Isme-isme Dewasa ini. Erlangga, Jakarta, 1987.

Yanto Bashri dan Retno Suffatni (ed), Sejarah Tokoh Bangsa, Lkis, Yogyakarta, 2004.

Majalah dan Koran

Tempo, Edisi Khusus, 2009.

Jakarta Post, Tuesday, March 10, 2009.

Seputar Indonesia, kamis 5 Maret 2009.

Page 103: SUTAN SJAHRIR, SOSIALISME, DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

89

Internet

www.sutan sjahrir.com

http://empimuslion.wordpress.com/2007/09/29/sutan-sjahrir/

http://www.tanmalaka.estranky.cz/clanky/tokoh-kiri-indonesia/sutan syahrir

http://www.berpolitik.com/static/myposting/2008/03/myposting_10850.htmlJalan Politik Sutan Sjahrir Tags: PikiranPerjuangan, BungSjahrir