skripsi zul 1

108
ANALISIS KESESUAIAN AREA EKOWISATA MANGROVE DI DESA MINASA UPA KEC. BONTOA KAB. MAROS SKRIPSI ZULFIKAR L 111 06 018 JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012

Upload: ringgo-rafa

Post on 19-Jan-2016

198 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

skripsi

TRANSCRIPT

Page 1: Skripsi Zul 1

ANALISIS KESESUAIAN AREA EKOWISATA MANGROVE

DI DESA MINASA UPA KEC. BONTOA KAB. MAROS

SKRIPSI

ZULFIKAR

L 111 06 018

JURUSAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2012

Page 2: Skripsi Zul 1

ABSTRAK

Zulfikar (L 111 06 018) Analisis Kesesuaian Area Ekowisata Mangrove di Desa

Minasa Upa Kec. Bontoa Kab. Maros. di bawah bimbingan Amran Saru sebagai

pembimbing utama dan Mahatma sebagai pembimbing Anggota.

Salah satu dari sumber yang mendapat perhatian di wilayah pesisir

adalah ekosistem mangrove. Fungsi hutan mangrove sebagai spawning ground,

feeding ground, dan juga nursery ground, di samping sebagai tempat

penampung sedimen, sehingga hutan mangrove merupakan ekosistem dengan

tingkat produktivitas yang tinggi dengan berbagai macam fungsi ekonomi, sosial,

dan lingkungan yang penting. Salah satu fungsi sosial hutan mangrove adalah

memungkinkannya berfungsi sebagai tujuan wisata.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesesuaian area untuk

ekowisata mangrove ditinjau dari aspek ekologis, menginventarisasi sarana dan

prasarana pendukung yang dapat menunjang pengembangan ekowisata

mangrove, mengetahui pendapat/pemahanan masyarakat tentang keberadaan

dan pengembangan ekowisata mangrove. Kegunaan penelitian adalah untuk

memberikan informasi kepada pengelolah kawasan atau pemerintah setempat

kemungkinan-kemungkinan pengembangan ekowisata mangrove.

Ruang lingkup wisata pantai dalam penelitian ini mencakup komposisi

jenis, pengukuran kerapatan jenis, kerapatan relatif jenis, frekuensi jenis, dan

frekuensi relatif jenis,. Serta pengukuran oseanografi diantaranya pengukuran

pasang surut, arus, suhu, Salinitas, dan sedimen. Mengidentifikasi ketersediaan

sarana dan prasarana dasar yang telah ada pada objek wisata.

Hasil penelitian ini menunjukkan Indeks kesesuaian wisata masing-

masing stasiun adalah stasiun I = 53.25 %, stasiun II = 55.75 %, dan stasiun III

=55,75 % yang menunjukkan bahwa ekosistem mangrove di Desa Minasa Upa

masuk dalam kategori sesuai bersyarat untuk dijadikan sebagai area ekowisata

mangrove, Ketersediaan sarana dan prasarana yang ada belum cukup untuk

mendukung untuk melakukan kegiatan ekowisata mangrove dan berdasarkan

pendapat dari masyarakat menunjukkan adanya dukungan dibukanya kembali

ekowisata mangrove dengan optimalisasi fasilitas yang memadai.

Kata Kunci : Ekosistem mangrove, Pengembangan ekowisata.

Page 3: Skripsi Zul 1

ANALISIS KESESUAIAN AREA EKOWISATA MANGROVE DI DESA

MINASA UPA KEC. BONTOA KAB. MAROS

Oleh :

ZULFIKAR

L 111 06 018

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

EKSPLORASI SUMBERDAYA HAYATI LAUT

JURUSAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2012

Page 4: Skripsi Zul 1

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Analisis Kesesuaian Area Ekowisata Mangrove di Desa Minasa Upa Kec. Bontoa Kab. Maros

Nama Mahasiswa : Zulfikar

No. Pokok : L111 06018

Program Studi : Ilmu Kelautan

Jurusan : Ilmu Kelautan

Telah Diperiksa dan Disetujui Oleh :

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Prof. Dr. Amran Saru, ST., M.Si NIP. 196709241995031 001

Dr. Mahatma, ST., M. Sc NIP. 197010291995031001

Telah Disetujui Oleh :

Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

Ketua Jurusan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. A. Niartiningsih, MP NIP. 19611201 1987032002

Dr. Ir. Amir Hamzah Muhiddin, M.Si NIP: 19631120 1993031002

Tanggal Lulus : Februari 2012

Page 5: Skripsi Zul 1

RIWAYAT HIDUP

Zulfikar lahir di pangkep pada tanggal 15 November 1986.

Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Buah

hati dari pasangan Muh. Saleh Abbas dan Namming. Pada

tahun 1999 lulus di SDN 21 Maleleng Pangkep, tahun 2002

lulus di MTS Baru-Baru Tanga Pangkep, tahun 2005 lulus

di SMK Kebangsaan Indonesia Maros, dan pada tahun 2006 diterima dijurusan

Ilmu Kelautan Unhas melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Pada tahu 2007 penulis dikukuhkan menjadi anggota senat mahasiswa

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kelautan (FITK). Selama masa studi penulis

banyak mengikuti kegiatan dan pelatihan diantaranya pelatihan Kepemimpinan

Manajemen Mahasiswa (LKMM) yang diadakan oleh SEMA FITK UH pada tahun

2007 dan Basic Study Skill (BSS) yang diadakan FITK. Di bidang organisasi

penulis pernah menjadi anggota muda Marine Science Diving Club (MSDC)

Universitas Hasanuddin dan menjadi Anggota terdaftar di PERBAKIN Unhas.

Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten di mata kuliah

Oseanografi Fisika pada tahun 2009. Pada tahun 2010 penulis melaksanakan

tugas akhir dengan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Pude Kec.

Kajuara Kab. Bone. Praktek Kerja Lapang (PKL) di PPLH Puntondo Takalar

dengan judul ( Studi Penanaman Ekosistem Mangrove untuk Pengembangan

Wisata Mangrove di PPLH Puntondo Desa Laikang Kec. Mangarabombang Kab.

Takalar) dan Analisis Kesesuaian Area Ekowisata Mangrove di Desa Minasa Upa

Kec. Bontoa Kab. Maros sebagai tugas akhir.

Page 6: Skripsi Zul 1

KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum wr wb.

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas

limpahan rahmat dan hidayah yang telah diberikan, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi ini, dengan judul Analisis Kesesuaian Area

Ekowisata Mangrove di Desa Minasa Upa Kec. Bontoa Kab. Maros. Skripsi

ini di susun berdasarkan data-data hasil penelitian yang dilaksanakan di Desa

Minasa Upa Kab. Maros, sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana

dari Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin.

Skripsi ini kupersembahkan kepada orang tuaku tercinta, tersayang dan

terkasih Ayahanda Muh Saleh Abbas dan Ibunda Namming atas doa dan

limpahan kasih sayangnya, nasehat-nasehat yang menjadi pedoman dalam

menjalani hidup, dan terutama dukungan material yang tak ternilai.

Akhirnya dengan izin dan karunia-Nya penulis bisa menyelesaikan skripsi

ini walaupun masih jauh dari kesempurnaan, oleh karenanya kritik dan saran

bagi pembaca sangat diharapkan. Dengan adanya penelitian ini penulis berharap

apa yang telah dilakukan dapat di terima dan bermanfaat serta membawa

kepada kesuksesan.

Penulis

Zulfikar

Page 7: Skripsi Zul 1

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyusunan skripsi ini tidak dapat terlaksana dengan baik tanpa bantuan

dari berbagai pihak, oleh karena pada kesempatan yang berbahagia ini penulis

ingin mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Bapak Dekan FIKP, Pembantu Dekan FIKP, Ketua Jurusan Ilmu Kelautan

dan Ketua Program Studi Ilmu Kelautan yang telah memberikan kebijakan

selama penulis aktif dalam perkuliahan.

2. Bapak Prof. Dr. Amran Saru, ST., M.Si selaku pembimbing utama yang

telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan nasehat-nasehat

demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Mahatma, ST., M.Sc selaku pembimbing anggota dan penasehat

akademik, yang telah memberikan arahan akademik serta saran-saran

dalam pelaksanaan penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Ambo Tuwo, DEA, Dr. Ir. Abd. Rasyid J, M.Si, dan Dr.

Ir. Muh Farid Samawi, M. Si sebagai tim penguji, yang telah memberikan

kritik dan saran selama penelitian.

5. Bapak dan Ibu staf pengajar serta karyawan Jurusan Ilmu Kelautan atas

segala pengetahuan dan bimbingan yang telah diberikan selama penulis

menuntut ilmu dibangku perkuliahan.

6. Teman-teman yang membantu dilapangan : Muh Riski la cindung, Agus

S.kel, Mu’min Syafei S.Kel, Ikbal S.Kel, Rahmat, dan Muh Nur Fitrah.

Terima kasih atas waktu dan bantuan yang telah di persembahkan pada

penulis.

7. Saudara-saudara seperjuangan klana (2006) Cici, Riri, Febe, Jumita, Idar,

Ani, Sardiana, Jannah, Odel, Ifa, Rahmat, Cindung, Kasmal, Ahmad,

Citos, Maskur, Erik, Asdar, Lukman, Pitta, Agus, Ikbal, Ical, Rustam,

Page 8: Skripsi Zul 1

Edwin dan Wahid. Terima kasih atas kebersamaan, canda dan tawa yang

senang tiasa mengisi kehidupan penulis selama berada di Kelautan Unhas.

8. Teman-teman KKN Reguler Unhas 2010 di posko Pude Cece, Fitri, Nini,

haje’, Edi, Amar dan Andri serta kel A. Amir SE dan Ibu Laode atas

bantuannya dan tumpangannya selama berada di Kajuara.

9. Teman-teman PKL di PPLH Puntondo, terima kasih bantuan dan kerja

samanya.

10. Teman dekatku Itha yang selalu memberikan semangat dan dukungan dalam

penulisan skripsi.

11. Keluarga besar Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin.

yang masih ada hingga saat ini.

12. Dg Te’ne / Mone’ terima kasih atas tumpangan yang telah diberikan.

Semoga Allah SWT membalas segala bentuk kebaikan dan ketulusan

yang telah diberikan..

Terima Kasih...

Page 9: Skripsi Zul 1

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................... 1

B. Tujuan dan Kegunaan .................................................................... 3

C. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Wisata, Pariwisata dan Ekowisata.................................. 4

B. Pengertian Hutan Mangrove ........................................................... 6

C. Ekowisata Mangrove ...................................................................... 18

D. Potensi Ekowisata Ekosistem Mangrove......................................... 20

E. Sifat pengungjung Ekowisata .......................................................... 21

F. Aksesibilitas, Sarana dan Prasarana............................................... 23

G. Partisipasi Masyarakat Lokal............................................................ 24

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat ........................................................................ 27

B. Alat dan Bahan .............................................................................. 28

C. Prosedur Penelitian ....................................................................... 28

D. Analisis Data ................................................................................. 39

E. Bagan Alur Penelitian ...................................................................... 40

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi .............................................................. 41

B. Kondisi Ekosistem Mangrove ........................................................ 41

C. Jenis Biota .................................................................................... 45

D. Kondisi Fisik Ekosistem ................................................................ 48

E. Analisis Kesesuaian Ekowisata Mangrove ..................................... 52

F. Sarana dan Prasarana dasar yang mendukung ekowisata

mangrove di Desa Minasa Upa Kec. Bontoa Kab. Maros ............... 61

G. Persepsi Masyarakat .................................................................... 63

Page 10: Skripsi Zul 1

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ...................................................................................... 67

B. Saran ........................................................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 11: Skripsi Zul 1

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Ukuran partikel sedimen menurut standar Wenworth .................. 33

2. Matriks kesesuaian area untuk wisata pantai kategori wisata mangrove .................................................................................... 35

3. Sistem penilaian kesesuaian area untuk wisata ekosistem mangrove .................................................................................... 36

4. Interval nilai kesesuaian berdasarkan kategori kesesuaian ......... 38

5. Komposisi jenis mangrove yang ditemukan di sepanjang Sungai di Desa Minasa Upa ..................................................... .... 42

6. Kerapata jenis dan Kerapatan relatif jenis mangrove di sungai Desa Minasa Upa Kab. Maros .................................. .... 44

7. Frekuensi jenis dan Frekuensi relatif jenis mangrove di sungai Desa Minasa Upa Kab. Maros ................................... .... 45

8. Jenis ikan yang ditemukan di kawasan mangrove di Desa Minasa Upa Kab. Maros. .......................................... .... 46 .

9. Jenis burung yang ditemukan di kawasan mangrove

di Desa Minasa Upa Kab. Maros ............................................. .... 47

10. Jenis reptil yang ditemukan di kawasan Ekosistem

Mangrove di Desa Minasa Upa Kab Maros................................... 47

11. Jenis Crustacea yang ditemukan di kawasan Ekosistem

Mangrove di Desa MInasa Upa Kab. Maros.................................. 48

12. Analisis kesesuaian ekowisata mangrove di Desa

Minasau Upa Kab. Maros pada stasiun I ...................................... 52

13. Analisis kesesuaian ekowisata mangrove di Desa

Minasau Upa Kab. Maros pada stasiun II ..................................... 55

14. Analisis kesesuaian ekowisata mangrove di Desa

Minasau Upa Kab. Maros pada stasiun III .................................... 57

15. Nilai kelayakan wisata pada setiap stasiun di sungai

Desa Minasa Upa Kab. Maros ...................................................... 60

Page 12: Skripsi Zul 1

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Salah satu tipe zonasi hutan mangrove di Indonesia................... 10

2. Tipe Pasang Surut .................................................................... 12

3. Peta Lokasi Penelitian ............................................................... 27

4. Bagan Alir Penelitian ................................................................. 40

5. Ketebalan Hutan Mangrove ....................................................... 43

6. Grafik Pasang Surut di Desa Minasa Upa Kab. Maros .............. 48

7. Grafik salinitas di Desa Minasa Upa Kab. Maros ....................... 49

8. Grafik Suhu di Desa Minasa Upa Kab. Maros ........................... 50

9. Grafik Kecepatan Arus di Desa Minasa Upa Kab. Maros .......... 51

10. Grafik Perbandingan Ukuran Butir sedimen per Stasiun di Desa Minasa Upa Kab. Maros................................................ 52

11. Dermaga kecil di sekitar hutan mangrove.................................. 61

12. Penginapan yang ada di sekitar hutan mangrove di Minasa Upa 62

13. Persentase responden Berdasarkan keberadaan wisata di Desa Minasa Upa .................................................................. 64

14. Persentase responden berdasarkan penghasilan dengan

adanya wisata di Desa Minasa Upa............................................. 64

15. Persentase banyaknya kunjungan ke wisata di Desa Minasa Upa ............................................................................... 65

16. Persentase cara mengunjungi pantai wisata Lombang-Lombang ................................................................... . 66

Page 13: Skripsi Zul 1

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Pengamatan Ekosistem Mangrove di Desa Minasa Upa Kec. Bontoa Kab. Maros .......................................... . 72

2. Kondisi Oseanografi di Desa Minasa Upa Kab. Maros ................. . 82

3. Butiran Sedimen di Desa Minasa Upa Kec. Bontoa Kab. Maros..... 84

4. Hasil kuesioner di Desa Minasa Upa Kec. Bontoa Kab. Maros........ 87

5. Foto–foto kegiatan di Desa Minasa Upa Kec. Bontoa Kab. Maros. 94

Page 14: Skripsi Zul 1

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki

17.480 pulau dengan panjang garis pantai 95.181 km (Anonim, 2011). Besarnya

potensi sumberdaya kelautan Indonesia tersebut, sangat strategis untuk

dikembangkan dalam bidang wisata demi membangun perekonomian dan

menunjang kesejahteraan masyarakat yang mengacu pada semagat otonomi

daerah dan kemandirian masyarakat lokal.

Nybakken (1992) menjelaskan bahwa hutan bakau atau mangal

merupakan sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu

varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-

pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk

tumbuh dalam perairan yang asin. Sebutan bakau ditujukan untuk semua

individu tumbuhan, sedangkan mangal ditujukan bagi seluruh komunitas atau

asosiasi yang didominasi oleh tumbuhan ini.

Hutan mangrove adalah hutan yang berkembang baik di daerah pantai

yang berair tenang dan terlindung dari hempasan ombak, serta eksistensinya

selalu dipengaruhi oleh pasang surut dan aliran sungai. Definisi lain hutan

mangrove adalah suatu kelompok tumbuhan terdiri atas berbagai macam jenis

dari suku yang berbeda, namun memiliki daya adaptasi morfologi dan fisiologis

yang sama terhadap habitat yang selalu dipengaruhi oleh pasang surut.

Salah satu dari sumber yang mendapat perhatian di wilayah pesisir

adalah ekosistem mangrove. Fungsi hutan mangrove sebagai spawning ground,

feeding ground, dan juga nursery ground, di samping sebagai tempat

penampung sedimen, sehingga hutan mangrove merupakan ekosistem dengan

tingkat produktivitas yang tinggi dengan berbagai macam fungsi ekonomi, sosial,

Page 15: Skripsi Zul 1

dan lingkungan yang penting. Salah satu fungsi sosial hutan mangrove adalah

memungkinkannya berfungsi sebagai tujuan wisata.

Dengan demikian hutan mangrove sepatutnya dikembangkan untuk

peningkatan kesejahteraan masyarakat, misalnya dengan mengidentifikasi

potensi mangrove untuk dikembangkan sebagai daerah tujuan ekowisata

alternatif. Hal ini merupakan terobosan baru yang sangat rasional dikembangkan

di kawasan pesisir karena dapat di peroleh manfaat ekonomis tanpa

mengeksploitasi mangrove.

Pengembangan ekowisata mangrove juga akan mengurangi pemanfaatan

mangrove yang bersufat eksploitatif, misalnya konversi mangrove untuk area

pertambakan. Seperti permasalahan yang ada disulawesi selatan, area

mangrove sisa 34.000 ha (31 % dari luas awal yang dihitung pada tahun 1985-

1989 sebesar 110.000 ha), sedangkan selebihnya sekitar 73.088 ha telah

dikonsevasi menjadi tambak (bahar, 2005)

Kabupaten Maros merupakan salah satu Kabupaten yang berada di

Propinsi Sulawesi Selatan, dengan luas wilayah 1.619.11 km2, dengan luas

daerah pesisir sepanjang 31 km. Luas daerah Desa Minasa Upa kurang lebih 90

hektar.

Ekowisata mangrove yang ada di Desa Minasa Upa kec. Bontoa Kab.

Maros itu pernah ada, tapi sekarang ini sudah ditutup sekitar dua tahun yang lalu

karena kurangnya pengunjung yang datang ke lokasi. Itu di sebabkan karena

lokasi yang jauh dari jalan raya dengan kondisi jalan yang kurang baik atau

rusak.serta kurangnya informasi kepada masyarakat tentang keberadaan wisata

tersebut.

Hutan mangrove yang ada di sepanjang sungai di Desa Minasa Upa Kec

Bontoa Kab Maros itu cukup lebat dan mempunyai beberapa jenis mangrove di

Page 16: Skripsi Zul 1

sepanjang sungai. Dengan demikian, penulis memilih hutan mangrove untuk

diteliti dalam upaya potensi ekowisata mangrove.

B. Tujuan dan Kegunaan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis kesesuaian area untuk ekowisata mangrove ditinjau dari

aspek ekologis.

2. Menginventarisasi sarana dan prasarana pendukung yang dapat

menunjang pengembangan ekowisata mangrove di Kab. Maros.

3. Mengetahui pendapat/pemahanan masyarakat tentang keberadaan dan

pengembangan ekowisata mangrove.

Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah untuk memberikan

informasi kepada pengelolah kawasan atau pemerintah setempat kemungkinan-

kemungkinan pengembangan ekowisata mangrove.

C. Ruang lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini mencakup komposisi jenis, pengukuran

kerapatan jenis, kerapatan relatif jenis, frekuensi jenis, dan frekuensi relatif jenis.

Serta pengukuran oseanografi diantaranya pengukuran pasang surut, arus,

suhu, Salinitas, dan sedimen. Mengidentifikasi ketersediaan sarana dan

prasarana dasar yang telah ada pada objek wisata.

Page 17: Skripsi Zul 1

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Wisata, Pariwisata dan ekowisata.

1. Wisata

Wisata adalah perjalanan keluar tempat tinggalnya mengunjungi tempat

tertentu secara sukarela dan bersifat sementara dengan maksud berlibur,

bertamasya, dan/atau kepentingan lain ditempat lain yang dikunjunginya, bukan

untuk mencari nafka (Warpani, 2007).

Menurut Yulianda (2006), wisata dapat diklasifikasikan menjadi :

a. Wisata alam (nature tourism), merupakan aktifitas wisata yang ditujukan pada

pemanfaatan sumberdaya alam atau daya tarik panoramanya.

b. Wisata budaya (cultural tourism), merupakan wisata dengan kekayaan budaya

sebagai obyek wisata dengan penekanan pada aspek pendidikan.

c. Ecotourism, green tourism atau alternatif tourism, merupakan wisata

berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan

sumberdaya alam/lingkungan dan industri kepariwisataan

2. Pariwisata

Pariwisata adalah keluar rekreasi diluar domisili untuk melepas diri dari

perkerjaan rutin atau mencari suasana lain. Menurut Undang-undang No. 9

Tahun 1990 tentang kepariwisataan menyatakan Pariwisata sebagai segala

sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan

daya tarik serta usaha-usaha yang terkait dibidang tersebut. Kepariwisataan

mempunyai peranan penting untuk memperluas dan meratakan kesempatan

berusaha dan lapangan kerja, mendorong pembangunan daerah, memperbesar

pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan

kemakmuran rakyat serta memupuk rasa cinta tanah air, memperkaya

Page 18: Skripsi Zul 1

kebudayaan nasional dan memantapkan pembinaannya dalam memperkukuh jati

diri bangsa (Damanik dan Weber, 2006).

3. Ekowisata

Ekowisata merupakan suatu kegiatan wisata berbasis alam yang

informatif dan partisipatif yang bertujuan untuk berinteraksi langsung dengan

alam, mengetahui habitat dan ekosistem yang ada dalam suatu lingkungan

hidup, memberikan manfaat ekonomi kepada lingkungan untuk pelestarian

lingkungan hidupnya, menyediakan lapangan kerja dan memberikan manfaat

ekonomi kepada masyarakat lokal guna meningkatkan taraf hidupnya, dan

menghormati serta melestarikan kebudayaan masyarakat lokal (Subadra, 2008).

Ekowisata merupakan perjalanan wisata ke suatu lingkungan baik alam

yang alami maupun buatan serta budaya yang ada yang bersifat informatif dan

partisipatif yang bertujuan untuk menjamin kelestarian alam dan sosial-budaya.

Ekowisata menitikberatkan pada tiga hal utama yaitu; keberlangsungan alam

atau ekologi, memberikan manfaat ekonomi, dan secara psikologi dapat diterima

dalam kehidupan sosial masyarakat. Jadi, kegiatan ekowisata secara langsung

memberi akses kepada semua orang untuk melihat, mengetahui, dan menikmati

pengalaman alam, intelektual dan budaya masyarakat lokal. Ekowisata

memberikan kesempatan bagi para wisatawan untuk menikmati keindahan alam

dan budaya untuk mempelajari lebih jauh tentang pantingnya berbagai ragam

mahluk hidup yang ada di dalamnya dan budaya lokal yang berkembang di

kawasan tersebut. Kegiatan ekowisata dapat meningkatkan pendapatan untuk

pelestarian alam yang dijadikan sebagai obyek wisata ekowisata dan

menghasilkan keuntungan ekonomi bagi kehidupan masyarakat yang berada

didaerah tersebut atau daerah setempat (Subadra, 2008).

Page 19: Skripsi Zul 1

Perkembangan dalam sektor kepariwisataan pada saat ini melahirkan

konsep pengembangan pariwisata alternatif yang tepat dan secara aktif

membantu menjaga keberlangsungan pemanfaatan budaya dan alam secara

berkelanjutan dengan memperhatikan segala aspek dari pariwisata berkelanjutan

yaitu; ekonomi masyarakat, lingkungan, dan sosial-budaya. Pengembangan

pariwisata alternatif berkelanjutan khususnya ekowisata merupakan

pembangunan yang mendukung pelestarian ekologi dan pemberian manfaat

yang layak secara ekonomi dan adil secara etika dan sosial terhadap

masyarakat. (Subadra, 2008).

Prinsip Dasar Ekowisata

Menurut Yulianda (2006), prinsip dasar ekowisata dapat dibagi menjadi :

1. Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap

alam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan

sifat dan karakter alam dan budaya setempat; (2) Pendidikan konservasi

lingkungan; (3) Pendapatan langsung untuk kawasan; (4) Patisipasi

masyarakat dalam perencanaan; (5) Penghasilan masyarakat; (6) Menjaga

keharmonisan dengan alam; (7) Daya dukung sebagai batas pemanfaatan;

(8) Kontribusi pendapatan bagi Negara.

B. Pengertian Hutan Mangrove

Hutan mangrove adalah hutan yang berkembang baik di daerah pantai

yang berair tenang dan terlindung dari hempasan ombak, serta eksistensinya

selalu dipengaruhi oleh pasang surut dan aliran sungai. Definisi lain hutan

mangrove adalah suatu kelompok tumbuhan terdiri atas berbagai macam jenis

dari suku yang berbeda, namun memiliki daya adaptasi morfologi dan fisiologis

yang sama terhadap habitat yang selalu dipengaruhi oleh pasang surut.

Page 20: Skripsi Zul 1

Secara umum mangrove adalah vegetasi yang terdiri atas pohon atau

perdu yang tumbuh di daerah pantai di antara batas-batas permukaan air pasang

tertinggi dan di atas rata-rata permukaan air laut. Mangrove dapat tumbuh di

daerah tropis dan memiliki pantai terlindung, di muara sungai, di sepanjang

pantai berpasir atau berbatu maupun karang yang telah tertutup oleh lapisan

pasir dan berlumpur. Keberadaannya juga berkaitan dengan ekosistem lainnya

antara lain padang lamun dan terumbu karang (Muhamaze, 2008).

Pada mulanya, hutan mangrove hanya dikenal secara terbatas oleh

kalangan ahli lingkungan laut. Mula-mula, kawasan hutan mangrove dikenal

dengan istilah Vloedbosh, kemudian dikenal dengan istilah payau karena sifat

habitatnya yang payau. Berdasarkan dominasi jenis pohonnya, yaitu bakau,

maka kawasan mangrove juga disebut sebagai hutan bakau. Kata mangrove

merupakan kombinasi antara kata mangue (bahasa Portugis) yang berarti

tumbuhan dan grove (bahasa Inggris) yang berarti belukar atau hutan kecil (Arief,

2003).

Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu Manggi-manggi, yaitu

nama yang diberikan kepada mangrove merah (Rhizophora spp.). Nama

mangrove diberikan kepada jenis tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di pantai atau

muara sungai yang menyesuaikan diri pada keadaan asin. Kadang-kadang kata

mangrove juga berarti suatu komunitas (mangrove) (Romimohtarto, 2001).

Nybakken (1992) menjelaskan bahwa hutan bakau atau mangal

merupakan sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu

varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-

pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk

tumbuh dalam perairan yang asin. Sebutan bakau ditujukan untuk semua

Page 21: Skripsi Zul 1

individu tumbuhan, sedangkan mangal ditujukan bagi seluruh komunitas atau

asosiasi yang didominasi oleh tumbuhan ini.

1. Karakteristik dan Zonasi Hutan Mangrove

Kartawinata dan Waluyo (1987) dalam Erwin (2005), menyatakan bahwa

faktor utama yang menyebabkan adanya zonasi pada hutan mangrove adalah

sifat-sifat tanah, disamping faktor salinitas, frekuensi serta tingkat penggenangan

dan ketahanan suatu jenis terhadap ombak dan arus, sehingga variasi zonasi ini

memanjang dari daratan sampai kepantai. Pola umum zonasi yang sering

ditemui dari arah laut kedarat, pertama adalah jalur Avicennia spp yang sering

berkolompok dengan Sonneratia sp, kemudian jalur Rhizophora spp, Bruguiera

sp dan terakhir Nypa sp. Dalam hal asosiasi di hutan mangrove di Indonesia,

asosiasi antara Bruguiera sp. dan Rhizophora spp. sering ditemukan, terutama di

zona terdalam. Dari segi keanekaragaman jenis, zona transisi (peralihan antara

hutan mangrove dan hutan rawa) merupakan zona dengan jenis yang beragam

yang terdiri atas jenis-jenis mangrove yang khas dan tidak khas habitat

mangrove. Secara umum, sesuai dengan kondisi habitat lokal, tipe komunitas

(berdasarkan jenis pohon dominan) mangrove di Indonesia berbeda suatu

tempat ke tempat lain dengan variasi ketebalan dari beberapa puluh meter

sampai beberapa kilometer dari garis pantai.

Menurut Bengen (2004), karakteristik habitat hutan mangrove yaitu

1) Umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur,

berlempung dan berpasir, 2) Daerahnya tergenang air secara berkala, baik setiap

hari maupun yang hanya tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi

genangan menentukan komposisi hutan mangrove, 3) Menerima pasokan air

tawar yang cukup dari darat, 4) Terlindung dari gelombang besar dan arus

Page 22: Skripsi Zul 1

pasang surut yang kuat. Air bersalinitas payau (2-22 permil) hingga asin (38

permil).

Mangrove banyak dijumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari

gempuran ombak dan daerah yang landai. Mangrove tumbuh optimal di wilayah

pesisir yang memiliki muara sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak

mengandung lumpur. Di wilayah pesisir yang tidak bermuara sungai,

pertumbuhan vegetasi mangrove tidak optimal. Mangrove sulit tumbuh di wilayah

pesisir yang terjal dan berombak besar dengan arus pasang surut kuat karena

kondisi ini tidak memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur yang diperlukan

sebagai substrat bagi pertumbuhannya (Dahuri, 1996).

Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan khusus untuk beradaptasi

dengan kondisi lingkungan yang ekstrim, seperti kondisi tanah yang tergenang,

kadar garam yang tinggi serta kondisi tanah yang kurang stabil. Dengan kondisi

lingkungan yang seperti itu, beberapa jenis mangrove mengembangkan

mekanisme yang memungkinkan secara aktif mengeluarkan garam dari jaringan,

sementara yang lainnya mengembangkan sistem akar napas untuk membantu

memperoleh oksigen bagi sistem perakarannya (Noor, 1999).

Mangrove diketahui mempunyai daya adaptasi fisiologis yang sangat

tinggi. Mereka tahan terhadap lingkungan dengan suhu perairan yang tinggi,

fluktuasi salinitas yang luas dan tanah yang anaerob. Salah satu faktor yang

penting dalam adaptasi fisiologis tersebut adalah sistem pengudaraan di akar-

akarnya (Odum dan Johanes, 1975 dalam Supriharyono, 2000).

Tidak semua tumbuh-tumbuhan memperoleh oksigen untuk akar-akarnya

dari tanah yang mengandung oksigen, mangrove tumbuh di tanah yang tidak

mengandung oksigen dan harus memperoleh hampir seluruh oksigen untuk akar-

akar mereka dari atmosfer. Spesies Rhizophora memenuhi kebutuhan tersebut

dengan akar-akar tunjang yang mencuat sampai mempunyai banyak pori-pori

Page 23: Skripsi Zul 1

yang disebut lenticels. Pada waktu air surut, oksigen terserap ke dalam tanaman

melalui lenticels dan turun ke akar-akar (Supriharyono, 2000).

Berbeda dengan Rhizophora, jenis Sonneratia, Avicennia dan Xylocarpus

tidak memiliki akar-akar tunjang, tetapi mempunyai pneumatophores, yaitu akar-

akar yang mencuat secara vertikal keluar dari bawah tanah. Pada waktu surut,

udara masuk melalui pneumatophore dan menyebarkan ke bawah selanjutnya ke

seluruh jaringan hidup di akar (Supriharyono, 2000).

Menurut Bengen (2004), salah satu tipe zonasi hutan mangrove di

Indonesia seperti ditujukkan pada Gambar 1, yaitu daerah yang paling dekat

dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering ditumbuhi oleh Avicennia

spp. Pada zona ini biasa berasosiasi dengan Sonneratia spp yang dominan

tumbuh pada lumpur yang dalam yang agak kaya dengan bahan organik. Lebih

ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora spp, di

zona ini juga dijumpai Bruguiera sp dan Xylocarpus sp. Zona berikutnya

didominasi oleh Bruguiera sp. Zona transisi antara hutan mangrove dengan

hutan dataran rendah biasa ditumbuhi oleh Nypa fruticans dan beberpa spesies

palem lainnya.

Gambar 1. Salah satu tipe zonasi hutan mangrove di Indonesia (Bengen, 2004)

Page 24: Skripsi Zul 1

Faktor-faktor yang mempengharuhi pertumbuhan mangrove antara lain :

1. Pasang Surut

Pasang surut (pasut) adalah proses naik turunnya muka laut secara

hampir periodik karena gaya tarik benda-benda angkasa, terutama bulan dan

matahari (Dahuri, 1996). Pasut tidak hanya mempengaruhi lapisan di bagian

teratas saja, melainkan seluruh massa air. Energinyapun sangat besar. Di

perairan-perairan pantai, terutama di teluk-teluk atau selat-selat yang sempit,

gerakan naik turunnya muka air akan menimbulkan terjadinya arus pasang surut.

Berbeda dengan arus yang disebabkan oleh angin yang hanya terjadi pada air

lapisan tipis di permukaan, arus pasut bisa mencapai lapisan yang lebih dalam

(Nontji, 2002).

Menurut Rahardjo (1986) dalam Erwin (2005), pasang surut adalah

fenomena fisika laut yang berupa gerak naik turunnya permukaan laut sebagai

akibat dari gaya tarik benda-benda angkasa, terutama bulan dan matahari

terhadap massa air di bumi. Selain itu pasang surut disuatu tempat dipengaruhi

pula oleh rotasi bumi serta posisi geografisnya.

Pasang surut adalah proses naik turunnya paras laut (sea level ) secara

berkala yang ditimbulkan oleh adanya gaya tarik dari benda-benda angkasa,

terutama matahari dan bulan, terhadap massa air laut di bumi. Meskipun massa

bulan jauh lebih kecil dari massa matahari, tetapi karena jaraknya jauh lebih

dekat, maka pengaruh gaya tarik bulan terhadap bumi lebih besar daripada

pengaruh gaya tarik matahari. Gaya tarik bulan yang mempengaruhi pasang

surut adalah 2,2 kali lebih besar daripada gaya tarik matahari. Fenomena ini

memberikan kekhasan karakteristik pada kawasan pesisir dan lautan, sehingga

menyebabkan kondisi fisik perairan yang berbeda-beda. (Dahuri, dkk., 1996)

Page 25: Skripsi Zul 1

TUNGGAL

Menurut Dahuri, dkk., (1996), jika dilihat dari pola gerakan muka lautnya

atau dinamika gaya pembangkit pasang, pasang surut di Indonesia dapat dibagi

menjadi empat jenis, yaitu

a. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide), yaitu hanya terjadi satu kali

pasang dan satu kali surut setiap hari.

b. Pasang surut harian ganda (semidiurnal tide), yaitu hanya terjadi dua kali

pasang dan dua kali surut yang tingginya hampir sama.

c. Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide, prevailing

diurnal), yaitu terjadi dua kali pasang dalam satu hari tetapi satu pasang

lebih kecil dari yang lainnya.

d. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailing

diurnal), ditandai dengan terjadinya satu kali pasang dan satu kali sudah

sangat tereduksi tinggal tampak pelandaiannya.

Gambar 2. Tipe Pasang Surut (Dahuri, 1996)

Page 26: Skripsi Zul 1

2. Arus

Menurut Setiyono (1996) arus adalah gerakan air yang menyebabkan

terjadinya perpindahan massa air secara horisontal. Di daerah tertentu dan

dalam kondisi tertentu massa air dapat mengalami sirkulasi vertikal, seperti up-

welling dan down-welling. Arus merupakan pergerakan massa air laut yang

diakibatkan oleh adanya tiupan angin yang berhembus di atas permukaan air laut

atau karena perbedaan densitas dalam air laut, atau dapat juga disebabkan oleh

gerakan gelombang yang panjang atau disebabkan oleh pasang surut (Nontji,

2002). Hal serupa dikemukakan oleh Hutabarat (1984), bahwa arus merupakan

gerakan massa air yang sangat luas, terutama disebabkan oleh adanya tiupan

angin di permukaan laut.

Hutan bakau tumbuh di sepanjang pantai yang terlindung dari aktifitas

gelombang dan arus pasang surut yang kuat. Arus pasang surut yang kuat tidak

memungkinkan terjadinya pengendapan sedimen yang diperlukan sebagai

substrat bagi tumbuhnya bakau ini (Snedaker et al, 1985 dalam Nontji, 2002).

Arus dapat merubah struktur dan fungsi ekosistem mangrove. Pada

lokasi-lokasi yang memiliki arus yang cukup besar biasanya hutan mangrove

mengalami abrasi sehingga terjadi pengurangan luasan hutan. Arus juga

berpengaruh langsung terhadap distribusi spesies misalnya buah atau semai

Rhizophora terbawa arus sampai menemukan substrat yang sesuai untuk

menancap dan akhirnya tumbuh. Selain itu juga berpengaruh tidak langsung

terhadap sedimentasi pantai dan pembentukan padatan-padatan pasir di muara

sungai. Terjadinya sedimentasi dan padatan-padatan pasir ini merupakan

substrat yang baik untuk menunjang pertumbuhan mangrove (Shanty, 2008

dalam Najihah, 2009).

Page 27: Skripsi Zul 1

Arus juga berfungsi sebagai media penyebar bibit mangrove. Akan tetapi

apabila tenaga arus terlalu kuat, hutan mangrove akan mengalami kesulitan

memanfaatkan daerah yang bersangkutan karena proses abrasi akan

berlangsung dengan cepat (Mulia, 2008).

3. Suhu dan Salinitas

. Suhu air merupakan faktor yang banyak mendapat perhatian dalam

pengkajian-pengkajian kelautan. Data suhu air dapat dimanfaatkan bukan saja

untuk mempelajari gejala-gejala fisika di dalam laut, tetapi juga dalam kaitannya

dengan kehidupan hewan atau tumbuhan, bahkan dapat juga dimanfaatkan

untuk pengkajian meteorologi. Suhu air di permukaan dipengaruhi oleh kondisi

meteorologi, antara lain curah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu

udara, kecepatan angin dan intensitas matahari. Oleh sebab itu, suhu di

permukaan biasanya mengikuti pula pola musiman (Nontji, 2002).

Salinitas adalah banyaknya zat-zat terlarut yang meliputi garam-garam

anorganik dan senyawa-senyawa organik yang berasal dari organisme hidup dan

gas-gas terlarut (Nybakken, 1992).

Kondisi salinitas mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai jenis

mangrove mengatasi kadar salinitas dengan cara yang berbeda-beda. Beberapa

diantaranya secara selektif mampu mengeluarkan garam dari kelenjar khusus

dari daunnya (Noor, 1999).

Salinitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi adanya zonasi

pada hutan mangrove. Faktor ini erat kaitannya dengan pasang surut yang

terjadi dalam satu hari dan dipengaruhi pula oleh musim dalam setahun.

Mangrove beradaptasi di lingkungan berkadar salinitas tinggi antara lain dengan

memiliki sel khusus dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan

Page 28: Skripsi Zul 1

garam,berdaun tebal dan kuat yang mengandung banyak air untuk mengatur

keseimbangan kadar garam, kamudian pada daun terdapat serta struktur

stomata khusus yang dapat membantu mengurangi penguapan, misalnya dapat

dijumpai pada Rhizophora spp., Bruguiera sp., Ceriops sp., Sonneratia sp., dan

Avicennia spp. (Muhamaze, 2008).

Hardwinarto (2008) mengatakan bahwa ekosistem mangrove dapat

tumbuh dengan salinitas 10 - 30 ppt. Dan menurut Muhamaze (2008), bahwa

temperatur rata-rata untuk pertumbuhan mangrove maksimal 32o C pada siang

hari dan minimal 23o C pada malam hari.

4. Substrat (Sedimen)

Hutan mangrove hampir selalu tumbuh secara alami pada pantai

berlumpur yang terlindung. Lumpur halus, sering kali cukup cair dan kurang

padat, merupakan media yang baik untuk perkembangan tumbuhan mangrove.

Namun demikian, tipe sedimen lain seperti pasir, gambut, dan bahkan hamparan

karang, juga dapat dimanfaatkan oleh berbagai jenis tumbuhan pioneer

(Budiman dan Suharjono, 1992).

Berdasarkan berbagai penelitian seperti yang dilaporkan oleh Barkey

(1990) dalam Erwin (2005), dapat disimpulkan berbagai hubungan antara

komposisi vegetasi dengan karakteristik lahan/ tanah bakau :

1. Jenis Avicennia spp. Umumnya berkembang pada tanah bertekstur halus,

relatif kaya akan bahan organik, salinitas tinggi. Dominasi dari jenis ini pada

umumnya terjadi pada delta sungai-sungai besar, dengan tingkat sedimentasi

tinggi dan berkadar lumpur halus yang tinggi pula.

2. Jenis Rhizophora apiculata berkembang pada tanah-tanah yang relatif lebih

kasar dibandingkan dengan Avicennia spp, tetapi secar umum masih dapat

Page 29: Skripsi Zul 1

digolongkan pada tanah bertekstur halus. Kadar bahan organik pada tanah

dibawah tegakan Rhizophora apiculata adalah yang paling tinggi. Salinitas

tanahnya sedang.

Selanjutnya Bengen (2004) menyatakan bahwa bakau (Rhizophora spp)

dapat tumbuh dengan baik pada substrat (tanah) yang berlumpur dan dapat

mentoleransi tanah lumpur berpasir, dipantai yang agak berombak dengan

frekuensi genangan 20-40 kali/bulan. Bakau merah (Rhizophora stylosa) dapat

ditanam pada lokasi bersubstrat tanah (pasir berkoral). Api-api (Avicennia

spp)lebih cocok ditanam pada substrat (tanah) pasir berlumpur terutama dibagian

terdepan pantai, dengan frekuensi genangan 30-40 kali/bulan.

2. Fungsi dan Manfaat Vegetasi Mangrove

Mangrove memiliki fungsi dan manfaat penting bagi darat dan laut.

Berikut fungsi dan manfaat tersebut dibagi menjadi 3 kategori yaitu, Fungsi Fisik,

Biologis dan Ekonomi.

1. Fungsi Fisik

Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung dari abrasi,

penahan lumpur dan perangkap sedimen (Bengen, 2004). Kerapatan

pohon mampu meredam atau menetralisir peningkatan salinitas.

Perakaran yang rapat akan menyerap unsur-unsur yang mengakibatkan

meningkatnya salinitas. Bentuk-bentuk perakaran yang telah beradaptasi

terhadap kondisi salinitas tinggi menyebabkan tingkat salinitas di daerah

sekitar tegakan menurun (Arief, 2003). Selain itu akar-akar mangrove

dapat pula menahan adanya pengendapan lumpur yang dibawa oleh

sungai-sungai di sekitarnya, sehingga lahan mangrove dapat semakin

luas tumbuh keluar. Dengan adanya hutan mangrove di daerah pantai,

dapat berfungsi untuk mencegah dan melindungai daerah pertambak dari

Page 30: Skripsi Zul 1

ancaman erosi pantai akibat hantaman ombak (DKP Sul Sel dan LP3WP,

2006).

2. Fungsi Biologis

Sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makan

(feeding ground) dan daerah pemijahan (spawning ground) berbagai jenis

ikan, udang dan berbagai jenis biota laut lainnya, penghasil sejumlah

besar detritus dari daun dan dahan pohon mangrove (Bengen, 2004).

Daerah hutan mangrove dapat dihuni bermacam-macam fauna. Hewan-

hewan darat termasuk serangga, kera pemakan daun-daunan yang suka

hidup dibawah naungan pohon-pohonan, ular dan golongan melata

lainnya. Hewan laut diwakili oleh golongan epifauna yang beraneka

ragam dimana hidupnya menempel pada batang-batang pohon dan

golongan infauna yang tinggal didalam lapisan tanah atau lumpur. Kayu

dari pohon mangrove itu sendiri adalah suatu hasil produksi yang

berharga ( Hutabarat dan Evans, 1984)

3. Fungsi Ekonomi

Sebagai sumber bahan bakar dan bangunan, lahan untuk perikanan dan

pertanian serta tempat tersedianya bahan makanan (Arief, 2003).

Selanjutnya Nontji (2002) menambahkan bahwa berbagai tumbuhan dari

hutan mangrove di manfaatkan untuk bermacam keperluan. Produk hutan

mangrove antara lain digunakan untuk kayu bakar, pembuatan arang,

bahan penyamak (tanin), perabot rumah tangga, bahan konstruksi

bangunan, obat-obatan dan sebagai bahan untuk industri kertas.

Page 31: Skripsi Zul 1

C. Ekowisata Mangrove

Kawasan hutan mangrove adalah salah satu kawasan pantai yang

memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri, karena keberadaan ekosistem ini

berada pada muara sungai atau estuaria. Mangrove hanya tumbuh dan

menyebar pada daerah tropis dan subtropis dengan kekhasan organisme baik

tumbuhan ataupun hewan yang hidup dan berasosiasi disana. Tumbuhan hidup

dan berasosiasi di sana adalah tumbuhan khas perairan estuari yang mampu

beradaptasi pada kisaran salinitas yang cukup luas.

Ekowisata saat ini menjadi salah satu pilihan dalam mempromosikan

lingkungan yang khas yang terjaga keasliannya sekaligus menjadi suatu

kawasan kunjungan wisata. Potensi yang ada adalah suatu konsep

pengembangan lingkungan yang berbasis pada pendekatan pemeliharaan dan

konservasi alam, mangrove sangat potensil bagi pengembangan ekowisata

karena kondisi mangrove yang sangat unik serta model wilayah yang dapat di

kembangkan sebagai sarana wisata dengan tetap menjaga keaslian hutan serta

organisme yang hidup kawasan mangrove. Suatu kawasan akan bernilai lebih

dan menjadi daya tarik tersendiri bagi orang jika di dalamnya terdapat suatu yang

khas dan unik untuk di lihat dan di rasakan. Ini menjadi kunci dari suatu

pengembangan kawasan wisata (Kasim, 2006).

Menurut Supriharyono (2000), Mengingat peruntukanya yang spesifik,

maka untuk penentuan zona-zona tersebut dibutuhkan suatu criteria yang jelas

yaitu sebagai berikut

1. Kriteria Zona Inti

a. Mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, beserta

ekosistemnya;

b. Mewakili formasi biota tertentu dan/ atau unit- unit penyusunnya;

Page 32: Skripsi Zul 1

c. Memempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisik-kimia lingkungan yang

masih asli dan/ atau tidak atau belum terganggu oleh aktifitas manusia;

d. Mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu agar nenunjang

pengelolaan yang efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologi

secara alami;

e. Potensinya mempunyai ciri yang khas dan dapat dijadikan contoh, serta

keberadaannya memerlukan upaya konservasi; dan

f. Mempunyai komunitas tumbuhan dan/ atau satwa beserta ekosistemnya

yang langka atau yang keberadaannya terancam punah.

2. Kriteria Zona Pemanfaatan

a. Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau berupa formasi

ekosistem tertentu serta formasi geologis yang indah dan unik;

b. Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya

tarik untuk dimanfaatkan sebagai objek pariwisata dan rekreasi alam; dan

c. Kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan

pariwisata alam.

3. Kriteria Zona Penyangga

a. Kawasan yang ditetapkan mampu mendukung upaya perkembangan dari

jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasi;

b. Memiliki keanekaragaman jenis yang mampu menyangga pelestarian zona

inti dan zona pemanfaatan. Karena fungsinya, maka zona ini disebut

sebagai zona penyangga; dan

c. Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran (peruaya)

tertentu.

Page 33: Skripsi Zul 1

D. Potensi Ekowisata Ekosistem Mangrove

Pemanfaatan hutan mangrove untuk rekreasi merupakan terobosan baru

yang sangat rasional diterapkan di kawasan pesisir karena manfaat ekonomis

yang dapat diperoleh tanpa mengeksploitasi mangrove tersebut. Selain itu, hutan

rekreasi mangrove dapat menyediakan lapangan pekerjaan dan menstimulasi

aktivitas ekonomi masyarakat setempat, sehingga diharapkan kesejahteraan

hidup mereka akan lebih baik. Dari segi kelestarian sumberdaya, pemanfaatan

hutan mangrove untuk tujuan rekreasi akan memberikan efek yang

menguntungkan pada upaya konservasi mangrove karena kelestarian kegiatan

rekreasi alam di hutan mangrove sangat bergantung pada kualitas dan eksistensi

ekosistem mangrove tersebut (Kusmana dan Istomo, 1993 dalam Wiharyanto,

2007).

Potensi rekreasi dalam ekosistem mangrove antara lain :

1. Bentuk perakaran yang khas yang umum ditemukan pada beberapa jenis

vegetasi mangrove seperti akar tunjang (Rhizophora sp.), akar lutut

(Bruguiera sp.), akar pasak (Sonneratia sp, Avicennia sp.), akar papan

(Heritiera sp.).

2. Buah yang bersifat viviparious (buah berkecambah semasa masih

menempel pada pohon) yang diperlihatkan oleh beberapa jenis vegetasi

mangrove seperti Rhizophora sp. dan Ceriops sp.

3. Adanya zonasi yang sering berbeda mulai dari pinggir pantai sampai

pedalaman (transisi zonasi).

4. Berbagai jenis fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove

seperti beraneka ragam jenis burung, serangga dan primata yang hidup

di tajuk pohon serta berbagai jenis fauna yang hidup di dasar mangrove

seperti babi hutan, biawak, buaya, ular, udang, ikan, kerang-kerangan,

keong, kepiting, dan sebagainya.

Page 34: Skripsi Zul 1

5. Atraksi adat istiadat penduduk setempat yang berkaitan dengan

sumberdaya mangrove.

6. Hutan-hutan mangrove yang dikelola secara rasional untuk pertambakan

tumpang sari, penebangan maupun pembuatan garam, bisa menarik

perhatian wisatawan.

Potensi ini dapat dikembangkan untuk kegiatan berburu, lintas alam,

memancing, berlayar, berenang, pengamatan jenis tumbuhan, dan atraksi satwa

liar, fotografi, pendidikan, piknik dan camping, serta adat istiadat penduduk lokal

yang hidupnya bergantung pada keberadaan hutan mangrove.

Kawasan mangrove memiliki tempat yang cukup tinggi bagi

pengembangan wisata atau rekreasi pantai. hal ini didasarkan pada keunikan

karakteristik dari tumbuhan (flora) penyusun ekosistem mangrove, terutama

sistem pembuangannya, diversitas bentuk buah dan sistem perakarannya. Daya

tarik utama ekosistem mangrove adalah potensi keragaman kehidupan liarnya

(wildlife), terutama burung air, burung migrasi, reptil, mamalia, primata, dan ikan

(Bengen, 1999).

E. Sifat Pengunjung Ekowisata

Menurut Fandeli (2001) dalam Wiharyanto (2007),pada umumnya tujuan

utama wisatawan untuk berwisata adalah mendapat kesenangan. Sifat dan

karakteristik pengunjung ekowisata adalah mempunyai rasa tanggung jawab

sosial terhadap daerah wisata yang dikunjunginya. Kunjungan yang terjadi dalam

satu satuan waktu tertentu yang mereka lakukan tidak hanya terbatas pada

sebuah kunjungan dan wisata saja. pengunjung ekowisata mempunyai rasa

tanggung jawab moral yang tinggi, walaupun tidak memberikan nilai tambah

pada daerah wisata yang dikunjunginya, mereka tetap tidak akan mengurangi

nilai yang telah ada pada kawasan yang telah dikonversi tersebut. Pengunjung

Page 35: Skripsi Zul 1

ekowisata biasanya lebih menyukai perjalanan dalam kelompok-kelompok kecil,

sehingga tidak mengganggu lingkungan sekitarnya. Daerah yang padat

penduduknya atau alternatif lingkungannya yng serba buatan dan prasarana

lengkap kurang disukai karena dianggap merusak daya tarik alami. Secara

khusus, pengunjung ekowisata mempunyai karakteristik sebagai berikut :

1. Menyukai lingkungan dengan daya tarik utama adalah alam dan budaya

masyarakat lokal, dan mereka juga biasanya mencari pemandu informasi

yang berkualitas.

2. Kurang memerlukan tata krama formal (amenities) dan juga lebih siap

menghadapi ketidaknyamanan, meski mereka masih membutuhkan

pelayanan yang sopan dan wajar, sarana akomodasi dan makanan yang

bersih.

3. Sangat menghargai nilai-nilai (high value) dan berani membayar mahal untuk

suatu daya tarik yang mempesona dan berkualitas.

4. Menyukai daya tarik wisata yang mudah dicapai dengan batasan waktu

tertentu dan mereka tahu bahwa daya tarik alami terletak di daerah terpencil.

Sedangkan menurut Siswanto (2003) dalam Wiharyanto (2007) profil

wisatawan yang terlibat dalam kegiatan minat khusus secara adalah sebagai

berikut :

a. Wisatawan cendrung mencari nilai manfaat yang dapat bertahan lama,

seperti misalnya: aktualisasi diri, pengembangan diri, ekspresi diri, interaksi

sosial, serta produk fisik yang abadi.

b. Wisatawan biasanya memiliki latar belakang pengetahuan tertentu,

kemampuan atau kecakapan tertentu untuk mengikuti atau ambil bagian

dalam kegiatan yang diikuti.

c. Bagi sebagian wisatawan, kegiatan yang diikuti kadang-kadang dipakai

sebagai ajang untuk melatih/mengembangkan kemampuan untuk mencapai

Page 36: Skripsi Zul 1

kualifikasi tertentu terhadap suatu kegiatan yang menjadi hobi atau

kesenangannya.

d. Wisatawan cenderung memiliki etika yang berkaitan dengan nilai-nilai,

moralitas, prinsip, norma, serta tingkat intelektualitas tertentu, sehingga

secara umum mereka adalah wisatawan yang bertanggung jawab dan

cenderung mencari sesuatu yang kualitatif lebih dari sekedar kegiatan

rekreasi atau hiburan.

e. Wisatawan cenderung untuk selektif dalam memilih jenis kegiatan yang akan

mereka ikuti sepanjang melakukan perjalanan wisata.

Gerakan lingkungan, seorang Eco-tourist bersedia untuk tidak mengikuti

konsumerisme, yang merupakan salah satu masalah pokok dari pariwisata

massal. Bagi mereka, tinggal di rumah penduduk, mencicipi makanan setempat,

berjalan-jalan menelusuri jalan setapak, menghadapi sendiri resiko merupakan

perjalanan pertualangan (adventure) (Aoyama, 2000) dalam Wiharyanto, (2007).

F. Aksesibilitas, Sarana Dan Prasarana

Aksebilitas yang mudah serta sarana dan prasarana yang memadai

sangat dibutuhkan dalam mendukung pengembangan pariwisata. kondisi ini

diperlukan untuk menarik para wisatawan agar mendapat kepuasan dalam

melakukan perjalanan wisatanya. kepuasan wisatawan ini sangat penting karena

dapat digunakan sebagai promosi untuk menarik wisatawan lainnya. sarana

pendukung yang penting yang akan dikemukakan pada bagian ini melipiti sarana

dan prasaran, transportasi, akomodasi yang berupa penginapan dan restoran,

biro perjalanan serta transportasi (Wiharyanto (2007).

Menurut Sukarsa dalam Nasrullah (2006), menjelaskan bahwa sarana

pokok kepariwisataan adalah perusahaan yang hidup dan kehidupannya sangat

Page 37: Skripsi Zul 1

tergantung kepada arus kedatangan orang yang melakukan perjalanan wisata,

meliputi:

a. Akomodasi (accomodation), sarana akomodasi dibutuhkan apabila wisata

diselenggarakan dalam waktu lebih dari 24 jam dan direncanakan untuk

menggunakan sarana akomodasi tertntu sebagai tempat menginap.

b. Transportasi (tourist transportation), sarana transportasi berkaitan erat

dengan mobilisasi wisatawan. Dalam perkembangan pariwisata alat

transportasi tidak hanya dipakai sebagai sarana untuk membawa

wisatawan dari suatu tempat ketempat lain saja, namun juga digunakan

sebagai atraksi wisata yang menarik.

c. Penyediaan makanan (catering trades), dilihat dari lokasinya ada makanan

yang disediakan di hotel dan menjadi bagian atau fasilitas hotel. Adapula

yang berdiri sendiri secara independen. Dimanapun restoran itu berada,

ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain: jenis atau kelas,

menu, fasilitas, harga, lokasi, dll.

d. Obyek dan atraksi wisata (tourist objects & tourist attraction), objek dan

atraksi wisata dapat dibedakan atas dasar asal usulnya yang menjad

karakteristik objek atau atraksi tersebut, yaitu objek atau atraksi wisata

yang bersifat alami, buatan manusia serta perpaduan antara buatan

manusia dengan keadaan alami.

G. Partisipasi Masyarakat Lokal

Pengelolaan suatu kawasan konservasi yang sekarang dilakukan oleh

pemerintah, walaupun berhasil melestarikan keanekaragaman hayati, namun

masih menghadapi permasalahan dari masyarakat yang merasa tidak

mendapatkan manfaat secara langsung dari kawasan tersebut. Bahkan ada

kecenderungan masyarakat merasa bahwa penetapan sutau kawasan

Page 38: Skripsi Zul 1

konservasi merupakan larangan untuk memanfaatkan kawasan tersebut. Salah

satu bentuk pengelolaan kawasan konservasi yang akhir-akhir ini banyak

dilakukan yaitu pengelolaan sumberdaya alam melibatkan partisipasi masyarakat

lokal yang dikenal dengan istilah pengelolaan sumberdaya alam berbasis

masyarakat Dalam pengelolaan ini melibatkan masyarakat setempat mulai tahap

perencanaan sampai tahap pengawasan (Tahir dan Baharudin, 2002 dalam

Wiharyanto, (2007).

Sesuai dengan konsep pembangunan kepariwisataan yang bertumpu

pada pengembangan masyarakat lokal (community based tourism), maka

pengembangan kegiatan pariwisata diharapkan mampu menciptakan lapangan

kerja dan kesempatan berusaha serta diarahkan agar dapat mengakomodasikan

upaya pemberdayaan masyarakat lokal. Berdasarkan pada konsep tersebut,

maka pengembangan kegiatan pariwisata diharapkan akan mampu

meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat lokal.

Konsep dan peluang pelibatan masyarakat lokal dalam pengembangan

kegiatan wisata minat khusus dengan basis potensial alami ini dapat diterapkan

pada :

1. Tenaga pemandu wisata lokal.

2. Tenaga porter, untuk membantu mengangkut barang-barang kebutuhan

perjalanan penjelajahan hutan.

3. Penyedia makanan/minuman.

4. Pengrajin souvenir/cinderamata.

5. Pentas Budaya.

6. Pengelolaan usaha akomodasi lokal.

7. Awak motor boat yang digunakan selama paket berlangsung.

Page 39: Skripsi Zul 1

Menurut Suratmo (1990) dalam Wiharyanto (2007), manfaat dari

partisipasi masyarakat dalam sebuah rencana pembangunan adalah sebagai

berikut:

1. Masyarakat mendapat informasi mengenai rencana pembangunan di

daerahnya.

2. Masyarakat akan ditingkatkan pengetahuannya mengenai masalah

lingkungan, pembangunan dan hubungannya.

3. Masyarakat dapat menyampaikan informasi dan pendapat atau persepsinya

kepada pemerintah terutama masyarakat di tempat pembangunan yang

terkena dampak langsung.

4. Dapat menghindari konflik diantara pihak-pihak yang terkait.

5. Masyarakat akan dapat menyiapkan diri untuk menerima manfaat yang akan

dapat dinikmati dan menghindari dampak negatifnya.

6. Akan meningkatkan perhatian dari instansi pemerintah yang terkait pada

masyarakat setempat.

Pemerintah memiliki peran strategis mengembangkan kebijakan sektor

ecotourism dan penunjangnya. Outputnya dapat berupa kebijakan fiskal, moneter

atau khusus pengembangan wilayah ecotourism. Kebijakan fiskal meliputi

perpajakan (dan tarif), investasi dalam parasarana infrastruktur, dukungan aspek

keamanan atau peningkatan profesional aparat pemerintah. Kebijakan moneter

berhubungan dengan dukungan institusi keuangan dan stabilitas kurs.

Sedangkan kebijakan khusus mengacu kepada upaya-upaya mengembangkan,

mensubsidi atau melindungi wilayah-wilayah tertentu (protected area). (Fandeli

2000 dalam Hamsiah 2009).

Page 40: Skripsi Zul 1

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Maret 2011 – Februari 2012

yang meliputi studi literatur, penyusunan proposal, pengambilan data lapangan,

analisa sampel, analisis data dan penyusunan laporan hasil penelitian.

Lokasi penelitian di Desa Minasa Upa Kec. Bontoa Kab. Maros.

Sedangkan untuk analisis jenis substrat dilakukan di Laboratorium Geomorfologi

Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas

Hasanuddin, Makassar.

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian

Page 41: Skripsi Zul 1

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perahu sebagai alat

transportasi, meteran sepanjang 100 cm untuk mengukur area batang mangrove,

meteran gulung sepanjang 100 m untuk mengukur luas dan lebar area

mangrove, tali untuk membuat transek garis, Global Positioning System (GPS)

berfungsi untuk penentuan posisi, layang-layang arus untuk mengukur kecepatan

arus, kompas untuk mengetahui arah arus, tiang skala untuk mengukur pasang

surut, thermometer untuk mengukur suhu permukaan perairan,

Handrefractometer untuk mengukur salinitas, alat tulis menulis untuk mencatat

dan menulis hasil analisa data, stopwatch untuk menghitung waktu, core

sediment untuk mengambil sedimen, kantong sampel untuk menyimpan

sedimen, timbangan digital untuk menimbang berat sampel sedimen, oven untuk

mengeringkan sampel sedimen, cawan petri sebagai wadah sampel, sieve net

untuk menyaring sedimen, sikat untuk membersihkan sisa sampel di sieve net

dan kamera untuk dokumentasi.

Sedangkan bahan yang digunakan adalah aquades untuk membersihkan

sampel dan sampel sedimen untuk analisis sedimen.

C. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini meliputi beberapa tahap yaitu:

1. Persiapan

Pada tahap ini dilakukan beberapa kegiatan meliputi survei lokasi

penelitian, pengumpulan data sekunder yang berkaitan dengan obyek penelitian,

diskusi dengan dosen pembimbing dan studi literatur.

Page 42: Skripsi Zul 1

2. Penentuan Stasiun

Penentuan stasiun pengamatan, dilakukan dengan pertimbangan hasil dari

observasi awal dan analisis peta. Prinsip penentuan stasiun ini didasarkan pada

keterwakilan kriteria pengamatan. Adapun stasiun pengamatan terdiri dari tiga

stasiun yang dipilih mengikuti alur sungai. Stasiun 1 ditempatkan pada daerah

dekat perkampungan, stasiun 2 ditempatkan pada bagian sebelah utara alur

sungai, stasiun 3 ditempatkan pada bagian sebelah selatan alur sungai daerah

perbatasan Desa.

3. Pengambilan Data

Data ekologi

Pencatatan yang dilakukan adalah menempatkan transek kuadran

10x10m untuk kategori pohon, kemudian mengidentifikasi dan menghitung jenis-

jenis mangrove yang ditemukan sepanjang daerah pengamatan. Selain itu,

diperhatikan pula organisme dan kondisi di sekitar ekosistem dan mencatat hasil

yang didapatkan.

Perhitungan/ Pengolahan Data

Data yang dikumpulkan meliputi : data mengenai spesies, jumlah individu,

dan diameter pohon yang telah dicatat pada form mangrove, kemudian diolah

untuk memperoleh kerapatan spesies, frekuensi spesies, dan keanekaragaman

spesies (Bengen, 2002):

Komposisi jenis

Ki = Ni A

Keterangan:

Ki = komposis jenis Ni = Jumlah jenis i A = Luas total area pengambilan contoh

Page 43: Skripsi Zul 1

Kerapatan Jenis

Di = A

ni

Keterangan :

Di = Kerapatan jenis (ind/m2) ni = Jumlah total tegakan jenis i A = Luas total area pengambilan contoh

Kerapatan Relatif Jenis

Rdi = 100xn

ni

%

Keterangan :

Rdi = Kerapatan relatif penting (%) ni = Jumlah total tegakan jenis i n = Jumlah total tegakan seluruh jenis

Frekuensi Jenis

Fi = p

pi

Keterangan :

Fi = Frekuensi jenis

Pi = Jumlah petak contoh ditemukan jenis i

p = Jumlah total petak contoh yang diamat

Frekuensi Relatif Jenis

Rfi = 100xF

Fi

%

Keterangan :

Rfi = Frekuensi relatif jenis

Fi = Frekuensi jenis

F = Jumlah Frekuensi

Page 44: Skripsi Zul 1

Data Oseanografi

1. Arus

Pengukuran kecepatan arus dilakukan dengan menggunakan layang-layang

arus. Sedangkan arah arus diukur dengan menggunakan kompas dengan

mengamati arah layang-layang arus. Pengukuran dilakukan sebanyak 2 kali

yaitu saat menjelang pasang dan menjelang surut pada stasiun II.

2. Pasang Surut

Pengukuran pasang surut dilakukan selama 39 jam dengan interval waktu 1

jam menggunakan alat tiang skala yang ditempatkan pada lokasi dimana pada

saat pasang tertinggi dan surut terendah, tiang skala masih terendam air.

3. Suhu

Pengukuran suhu dilakukan pada setiap substasiun yang diamati dengan

menggunakan thermometer.

4. Salinitas

Pengukuran salinitas dengan menggunakan Handrefractometer pada setiap

substasiun.

5. Sedimen

Pengambilan sedimen dilakukan pada setiap substasiun yang telah

ditentukan dengan menggunakan core sediment. Sampel kemudian di masukkan

ke dalam kantong sampel dan mencatat stasiunnya untuk selanjutnya di analisis

di laboratorium. Adapun analisis yang dilakukan di laboratorium sebagai berikut:

1) Sedimen dicuci dengan aquades lalu dimasukkan ke dalam beaker

glass (untuk memisahkan/ menghilangkan sampah dalam sedimen)

Page 45: Skripsi Zul 1

2) Sedimen dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 1500C atau

dikeringkan dengan bantuan sinar matahari sehingga sedimen betul-

betul kering

3) Sedimen kering tersebut diambil dan kemudian ditimbang untuk

dianalisis ± 100 gram sebagai berat awal

4) Sampel dimasukkan ke dalam ayakan untuk diguncang selama

minimum 10 menit untuk sempurnanya pengayakan, sehingga

didapatkan pemisahan ukuran masing-masing partikel sedimen

berdasarkan ukuran ayakan

5) Sampel dipisahkan dari ayakan (untuk antisipasi tertinggalnya butiran

pada ayakan disikat dengan perlahan)

6) Hasilnya kembali dihitung untuk mendapatkan berapa gram hasil

masing-masing tiap ukuran ayakan.

Perhitungan/ Pengolahan Data

1. Arus

Besarnya kecepatan arus dihitung dengan menggunakan rumus (Modul

Praktikum Fisika Oseanografi, 2008):

T

SV

Keterangan :

V = Kecepatan Arus (m/dtk) S = Panjang lintasan layang-layang arus (m) T = Waktu tempuh layang-layang arus (dtk)

2. Pasang Surut

Pengukuran pasang surut air menggunakan persamaan (Modul Praktikum

Fisika Oseanografi, 2008):

Page 46: Skripsi Zul 1

C

CH DTS

Keterangan :

DTS = Tinggi muka air rata-rata (cm) H = Tinggi muka air (cm) C = Konstanta Doodson

3. Substrat (Sedimen)

Untuk menghitung % berat sedimen pada metode ayakan kering digunakan

rumus sebagai berikut (Modul Praktikum Sedimentologi, 2008):

Berat hasil ayakan % Berat = x 100 %

Berat awal

Analisis substrat (sedimen) dilakukan dengan menggunakan skala Wenworth.

Tabel 1. Ukuran partikel sedimen menurut standar Wenworth

Ukuran (mm) Keterangan

2 – 0.5 Kasar

0.5 – 0.25 Sedang

<0.25 Halus

Sumber : Graha (1987) dalam Erwin (2005)

4. Pengumpulan data sosial Ekonomi

Pengambilan data dilaksanakan dengan menggunakan kombinasi antara

metode wawancara dan pembagian kuisioner.

1. Wawancara

Wawancara dilakukan terhadap kepala keluarga dengan cara wawancara

langsung dengan informan kunci. Model wawancara yang digunakan adalah

wawancara berstruktur dengan mengacu pada daftar pertanyaan yang disusun

Page 47: Skripsi Zul 1

sehubungan dengan pengelolaan dan perencanaan pengembangan daerah

setempat.

2. Penentuan Responden

Responden ditetapkan berdasarkan kelompok stakeholder, yaitu

masyarakat setempat, pemerintah/penentu kebijakan, pemilik modal dan

pengunjung. Pembagian kuisioner dilakukan dengan menggunakan tekhnik

sampling non-probability sampling terhadap para penentu kebijakan dan

stakeholders lainnya. Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan

tekhnik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu, metode ini dilakukan

untuk mengetahui prilaku, interaksi dan tingkat kesejahtraan populasi masyarakat

disekitar hutan mangrove dilakukan dengan menggunakan kuisioner.

3. Mengorganisir Data

Tahap ini dilakukan untuk menyusun data secara terstruktur berdasarkan

sumber data dan jenis data yang dikumpulkan, dengan cara pengelompokan

data berdasarkan data ekologi dan pengelompokan data berdasarkan kondisi

ekonomi. Hal ini dilakukan untuk lebih memudahkan peneliti dalam menginput

informasi kedalam tahap analisis data.

5. Kesesuaian Area Untuk Wisata Mangrove

Pembobotan dan nilai untuk mengetahui besar skor dari penggabungan

beberapa variabel sehingga akan terdapat perbedaan skor antara kelas yang

satu dengan kelas yang lain, selanjutnya digunakan untuk memberi klasifikasi

kesesuaian lahan.

Page 48: Skripsi Zul 1

Tabel 2. Matriks kesesuaian area untuk wisata pantai kategori wisata mangrove

No Parameter Bobot Kategori S1 Skor Kategori S2 Skor Kategori S3 Skor Kategori N Skor sum

ber

1

Jumlah

Jenis

mangrove

0,18 >5 4 3 - 5 3 1 - 2 2 0 1

1

2

Ketebalan

mangrove

(m)

0,16 >500 4 >200 - 500 3 50 - 200 2 <50 1

1

3

Kerapatan

mangrove

(100 m2)

0,14 > 15 - 25 4

>10 – 15

3 5 - 10 2 < 5 1

1

4

Biota di

atas pohon

0,12

Burung, Ular,

Biwak, Monyet

4

Burung, Biwak, Ular

3

Ular dan

Burung

2

Salah satu

dari

organisme

1

3

5

Biota di

dalam air

0,1

ikan, udang,

moluska,

kepiting

4

Ikan, kepiting,

udang

3

Ikan dan

Moluska

2

salah satu

organisme

1

3

6

Kegiatan

masyaraka

t

0,08

Kerajinan,

Budaya,Festifal

Budaya,Rumah

Tradisional dan

Makanan

Daerah

4

Kerajinan, Makanan

daerah,dan Rumah

tradisional

3

Rumah tradisional,

dan Festival

2

Kerajinan

1

mod

ifika

si

7

Aksesibilita

s

0,07

Kapal, Perahu,

Speet Boat, dan

Mobil

4

perahu, dan speet

boat,

dan mobil wisata

3

Speet Boat

2

perahu

1

mod

ifika

si

8 Kisaran

Pasut (m) 0,05 0 - 1 4 >1 - 2 3 >2 - 5 2 >5 1

2

9

Kecepatan

aus

(m/det)

0.04 <0.5 4 >0.5 - 0.6 3 >0.6 - 0.7 2 >0.7 1

4

10

Ukuran

partikel

(mm)

0.03 <0.25 4 >0.25 - 0.5 3 0.5 - 2 2 >2 1

2

11 Salinitas

(0/00)

0.02 10-30 4 >30 - 35 3 >35 - 40 2 >40 1 4

12 Suhu (0) 0,01 18 - 28 4 >28 - 34 3 >34 - 40 2 >40 1 4

Jumlah 1

Sumber : Yulianda (2006)(1), Bakosurtanal (1995) dan Purbani (1999) Suriamihardja

dalam Erwin (2005)(2), Muhamaze (2008)(3), Graha dalam Erwin (2005)(4),

(Modifikasi 2011).

Page 49: Skripsi Zul 1

Dari matriks kesesuaian di atas maka dapat di tentukan penilaian untuk

kesesuaian area ekowisata mangrove. Sistem pembobotan di susun berdasarkan

minat pengunjung.

Tabel 3.Sistem Penilaian Kesesuaian Area Untuk Wisata Ekosistem Mangrove

Rangking Parameter Bobot S1 S2 S3 N

Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai

1 Jumlah Jenis

mangrove 0,18 4 0.72 3 0,54 2 0,36 1 0,18

2

Ketebalan

mangrove

(m)

0,16 4 0.64

3 0,48

2 0,32

1 0,16

3

Kerapatan

mangrove

(ind/m2)

0,14 4 0.56

3 0,42

2 0,28

1 0,14

4 Biota di atas

pohon

0,12

4 0,48

3

0,36

2

0,24

1

0,12

5 Biota di

dalam air

0,1

4 0,4

3

0,3

2

0,2

1

0,1

6 Kegiatan

masyarakat

0,08

4 0,32

3

0,24

2

0,16

1

0,08

7 Aksesibilitas

0,07

4 0,28 3 0,21 2 0,14 1 0,07

8 Kisaran Pasut

(m) 0,05 4 0,2 3 0,15 2 0,1 1 0,05

9 Kecepatan

arus (m/det) 0.04 4 0.16 3 0.12 2 0.08 1 0.04

10 Ukuran

partikel (mm) 0.03 4 0.12 3 0.09 2 0.06 1 0.03

11 Salinitas (0/00) 0.02 4 0.08 3 0.06 2 0.04 1 0.02

12 Suhu (0) 0.01 4 0.04 3 0.03 2 0.02 1 0.01

Jumlah 1 48 4 36 3 24 2 12 1

Page 50: Skripsi Zul 1

Pemberian bobot di hitung dengan rumus:

Berdasarkan nilai skor setiap parameter, maka dilakukan penilaian

dengan menggunakan formulasi yang dikemukakan oleh Utojo, dkk., (2000)

sebagai berikut :

Untuk menentukan indeks kesesuaian wisata dapat digunakan

persamaan :

IK W = ∑ [ Ni/Nmaks] x 100 %

Dimana : IKW = Indeks Kesesuaian Wisata

Ni = Nilai parameter ke-i

(Bobot x Skor)

Nmaks = Nilai maksimum dari suatu kategori wisata

Untuk penentuan kategori kelayakan interval kelas sebagai berikut :

S1 (Sangat sesuai) = X3 – X4 (Nilai Maksimum)

S2 (Cukup sesuai) = X2 – X3 (X2 + Ci)

S3 (Sesuai bersyarat) = X1 – X2 (X1 + Ci)

N (Tidak sesuai) = X0 (Nilai minimum) – X1 (X0 + Ci)

Dimana:

X0 = Nilai minimal dari skala penilaian

Page 51: Skripsi Zul 1

X1 = Hasil penjumlahan dari X0 dengan range nilai antar kelas

X2 = Hasil penjunlahan dari X1 dan X2 dengan range nilai antar kelas

X3 = Hasil penjumlahan dari X2 dengan range nilai antar kelas

X3 = Nilai maksimum

Ci = Range antar kelas

Penentuan range antar kelas menggunakan rumus:

Dimana:

Ci = Range antar kelas

SHB = Skor akhir setelah penjumlahamn nilai semua parameter

(100%)

N = Jumlah kelas yang direncanakan

Tabel 4. Interval nilai kesesuaian berdasarkan kategori kesesuaian

No Kategori % interval kesesuaian

1 S1 = Sangat sesuai 81,25 – 100 %

2 S2 = Sesuai 62.5 - < 81,25 %

3 S3 = Sesuai bersyarat 43.75 - < 62.5 %

4 N = Tidak sesuai < 43.75 %

Page 52: Skripsi Zul 1

D. Analisis Data

Setelah pengambilan data di lapangan, data diolah dalam bentuk tabel dan

gambar. Untuk tingkat kesesuaian ekowisata data diolah secara kuantitatif

dalam bentuk tabel dan grafik. Sedangkan untuk inventarisasi sarana dan

prasarana termasuk pendapat/pemahaman masyarakat tentang pengembangan

ekowisata mangrove, data diolah secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk

tabel dan grafik.

Page 53: Skripsi Zul 1

E. Bagan Alir Penelitian

Gambar 4. Bagan Alir Penelitian

Pengambilan

data ekologi

Pengambilan data

sosial ekonomi

Mengorganisir data

Hasil dan Pembahasan

Analisis data ekologi Analisis data sosial ekonomi

Kesesuaian Ekowisata

Mangrove

Persiapan dan Observasi awal

Identifikasi Ekosistem

untuk ekowisata

Mangrove

Permasalahan

Page 54: Skripsi Zul 1

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi

Secara Geografis Desa Minasa Upa terletak di Kec. Bontoa Kab. Maros,

dengan luas wilayah 8.60 km2, berada pada posisi 455257 LS dan 11933634 BT,

dengan batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebalah Utara : Desa Japing-japing Kab Pangkep

b. Sebelah Selatan : Desa Tunikamaseang Kab. Maros

c. Sebelah Timur : Desa Bonto Lempangan / Salenrang Kab. Maros

d. Sebelah Barat : Desa Tupa’biring / Ampikale Kab. Maros

Desa Minasa Upa termasuk daerah pesisir dan kondisi tanah yang datar ,

terdiri dari 5 Dusun yaitu Dusun Cammbayya, Dusun Pappaka, Dusun

Kalupenrang, Dusun Sikapayya, dan Dusun Buamata. Jarak Desa Minasa Upa

dengan Ibu Kota Kecamatan yaitu ± 3.5 km, sedangkan jarak Ibu Kota

Kabupaten yaitu ± 10 km, dan jarak dari Ibu Kota Propinsi yaitu ± 40 km.

B. Kondisi Ekosistem Mangrove

Hutan Mangrove yang ada di Desa Minasa Upa di Kabupaten Maros

diperkirakan sudah berumur puluhan tahun, khususnya yang ada sepanjang

sungai, dilihat dari diameter batang pohon yang mencapai 40 – 50 cm dan tinggi

mangrove yang mencapai antara 8 - 15 meter, kondisi seperti ini menunjukan

bahwa di sepanjang sungai tersebut masih terjaga kelestarian mangrovenya.

1. Komposisi Jenis Mangrove

Jenis mangrove yang dijumpai di Desa Minasa Upa di Kabupaten maros

selama penelitian yaitu terdapat 5 jenis mangrove yaitu Rhyzophora mucronata,

Rhyzophora Stylosa, Avicennia alba, Sonneratia alba dan Nypa frutican. Dari

Page 55: Skripsi Zul 1

kelima jenis mangrove tersebut yang paling banyak ditemukan di sepangjang

sungai adalah jenis R. mucronata.

Tabel 5. Komposisi jenis mangrove yang ditemukan di sepanjang Sungai di Desa

Minasa Upa

Stasiun Sub Stasiun Spesies Pohon Anakan

I I Rhyzophora mucronata 24 34

II R. mucronata 18 23

III R. mucronata 20 14

II

I R. mucronata 17 35

Avicennia alba 2

II R. mucronata 4 12

Nypa frutican 29

III N. frutican 38

III

I R. mucronata 22 21

II R. mucronata 20 16

III R. mucronata 27 7

Jumlah 221 162

Dilihat dari tabel diatas pada stasiun I ditemukan jenis Rhyzophora

mucronata, sedangkan pada Stasiun II ditemukan Jenis R. mucronata, Avicennia

alba dan Nypa frutican. Dan pada Stasiun III ditemukan jenis R. mucronata.

2. Ketebalan Hutan Mangrove

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dikawasan ekosistem

mangrove di sepanjang sungai di Desa Minasa Upa didapatkan lebar ekosistem

mangrove pada setiap stasiun adalah sebagai berikut:

Page 56: Skripsi Zul 1

Gambar 5. Ketebalan Hutan Mangrove

Berdasarkan pernyataan (Wantasen, 2002) bahwa pantai yang lantai

memiliki tingkat keanekaragaman ekosistem mangrove yang tinggi dibandingkan

dengan pantai yang terjal. Hal ini terjadi karena pada daerah yang landai

memiliki ruang yang luas untuk ditumbuhi oleh mangrove sehingga distribusi

jenis mangrove meluas dan melebar.

Ekosistem mangrove yang ada di sungai Desa Minasa Upa mempunyai

lebar mangrove antara 4 - 5 m, yaitu pada stasiun I lebar mangrove adalah 5 m,

sedangkan stasiun II lebar mangrove adalah 4 m, dan pada stasiun III lebar

mangrove yaitu 5 m.

3. Kerapatan Jenis dan Kerapatan Relatif Jenis

Kerapatan jenis adalah jumlah tegakan mangrove jenis i dalam suatu unit

area. Kerapatan relatif jenis adalah perbandingan antara jumlah tegakan jenis i

dan jumlah total tegakan seluruh jenis (Bengen, 2004).

Nilai kerapatan jenis dan kerapatan relatif jenis mangrove berdasarkan

pohon di sungai Desa Minasa Upa adalah sebagai berikut :

I 5 m

II 4m

III 5m

Lebar (m)

Page 57: Skripsi Zul 1

Tabel 6. Kerapata jenis dan Kerapatan relatif jenis mangrove di sungai Desa

Minasa Upa Kab. Maros

Stasiun Sub

Stasiun Spesies

Kerapatan Jenis dan Kerapatan Relatif Jenis

Pohon

Di Rdi

I

I Rhizophora mucronata 0.24 100

II R. mucronata 0.18 100

III R. mucronata 0.2 95.238

Nypa frutican 0.01 4.762

II

I

R. mucronata 0.17 89.474

Avicennia alba 0.02 10.526

II R. mucronata 0.04 12.121

Nypa frutican 0.29 87.879

III N. frutican 0.38 100

III

I R. mucronata 0.22 100

II R. mucronata 0.2 100

III R. mucronata 0.27 100

Dari hasil pengukuran nilai kerapatan jenis mangrove berdasarkan

kategori pohon didapatkan pada stasiun I itu di dominasi oleh jenis mangrove R.

mucronata, sedangkan pada stasiun II itu di dominasi oleh Rhizophora

mucronata dan Nypa frutican, dan pada stasiun III itu di dominasi oleh R.

mucronata, jadi pada stasiun I,II, dan III terdapat jenis R. mucronata

R. mucronata memiliki nilai kerapatan tertinggi bila dibandingkan dengan

jenis mangrove lainnya seperti Avicennia alba dan Nypa frutican. Hal ini

disebabkan oleh kemampuan jenis dalam memanfaatkan unsur hara secara

optimal untuk pertumbuhannya.

4. Frekuensi Jenis dan Frekuensi Relatif Jenis

Frekuensi jenis adalah peluang di temukannya mangrove jenis i dalam

petak contoh/plat. Frekuensi relatif jenis adalah perbandingan antara frekuensi

jenis dan jumlah untuk seluruh jenis (Bengen, 2000).

Nilai frekuensi jenis dan frekuensi relatif jenis mangrove berdasarkan

pohon di sungai Desa Minasa Upa adalah sebagai berikut :

Page 58: Skripsi Zul 1

Tabel 7. Frekuensi jenis dan Frekuensi relatif jenis mangrove di sungai Desa

Minasa Upa Kab. Maros

Stasiun Spesies

Frekuensi Jenis dan Frekuensi Relatif Jenis

Pohon

Fi RFi

I Rhizophora Mucronata 1 25

Nypa frutican 0.333 8.333

II

R. mucronata 0.667 16.667

Avicennia alba 0.333 8.333

Nypa frutican 0.667 16.667

III R. mucronata 1 25

Dari hasil perhitungan frekuensi jenis dan frekuensi relatif jenis

didapatkan bahwa jenis R. mucronata memiliki nilai kemunculan tertinggi pada

stasiun I dan III. Selain jenis R. mucronata, jenis yang nilai kemunculannya tinggi

adalah Jenis N. frutican terutama pada stasiun II.

C. Jenis Biota

Ekosistem mangrove merupakan bentuk pertemuan lingkungan darat dan

laut (ekoton), sehingga hewan dari kedua lingkungan ini dapat ditemukan di

dalamnya (Tomlinson, 1986). Sebagian kecil hewan menggunakan mangrove

sebagai satu satunya habitat, sebagian dapat berpindah-pindah meskipun sering

ditemukan di hutan mangrove, sedang lainnya berpindah-pindah berdasarkan

musim, tahapan siklus hidup atau pasang surut laut.

Kebanyakan orang menganggap mangrove sebagai tempat berlumpur

dan rawa-rawa becek, yang dipenuhi dengan nyamuk, ular yang member rasa

tidak nyaman. Namun apabila diperhatikan dengan teliti berjalan-jalan di

kawasan mangrove merupakan perburuan besar. Di bawah kerimbunan hutan

mangrove terdapat beberapa jenis burung, ikan, reptil dan crustacean, sehingga

menarik untuk di telusuri.

Page 59: Skripsi Zul 1

Kawasan mangrove di Desa Minasa Upa memiliki berbagai macam biota,

diantaranya jenis Ikan, Burung, reptil dan crustacea.

1. Ikan

Hutan mangrove merupakan tempat aman bagi berbagai jenis ikan untuk

mencari makan, bersarang dan tinggal. Kebanyakan ikan yang hidup di

mangrove juga ditemukan di laut sekitar pantai. Ikan ini tinggal di hutan

mangrove pada waktu atau tahap tertentu, misalnya pada waktu muda dan

musim kawin. Terdapat pula jenis ikan air tawar yang hidup di area mangrove.

Ketersediaan makanan dan perlindungan merupakan faktor terpenting yang

menyebabkan ikan bermigrasi keluar masuk lingkungan ini.

Beberapa jenis ikan yang ditemukan di kawasan mangrove di Desa

Minasa Upa Kab. Maros.

Tabel 8. Jenis ikan yang ditemukan di kawasan mangrove di Desa Minasa Upa Kab. Maros

No Nama Latin Nama Indonesia

1 Chanos-chanos Bandeng

2 Areochromis mossambicus Mujair

3 Mugil Sp Balanak

Adapun ikan yang di temukan di sekitar mangrove di Desa Minasaupa

yaitu jenis Bandeng, Mujair dan balanak. Ikan ini semuanya ditemukan dalam

keadaan terjerat gillnet yang dipasang oleh penduduk setempat.

2. Burung

Hutan mangrove merupakan tempat mencari makan dan perlindungan

bagi beberapa jenis burung, selain itu mangrove juga merupakan sebagai tempat

bersarang.

Page 60: Skripsi Zul 1

Adapun jenis burung yang di temukan saat pengamatan yaitu jenis

kokokan laut, pergam laut dan bangau.

Tabel 9. Jenis burung yang ditemukan di kawasan mangrove di Desa Minasa Upa Kab. Maros

No Nama Latin Nama Indonesia

1 Butorides striatus Kokokan Laut

2 Ciconiidae Bangau

3 Ducula luctuosa Pergam putih

3. Reptil

Hutan mangrove merupakan habitat dari berbagai jenis satwa yang

beranekaragam salah satunya adalah reptil. Jenis reptil yang ditemukan pada

lokasi penelitian adalah kadal dan biawak. Menurut informasi dari masyarakat

setempat bahwa sering ditemukan ular pohon pada hutan mangrove. Reptil

menjadikan hutan mangrove ini sebagai tempat untuk bertelur, tempat

mengasuh anak dan juga menjadi tempat mencari makan. Jenis-jenis reptil

yang di temukan dapat di lihat pada tabel (Tabel 10).

Tabel 10. Jenis reptil yang ditemukan di kawasan Ekosistem Mangrove di Desa

Minasa Upa Kab Maros

4. Crustacea

Hutan mangrove merupakan habitat yang sangat sesuai untuk

crustacea. Beberapa jenis crustacea hidup di sekitar mangrove untuk

mencari makan dan sebagai tempat perlindungan. Ada beberapa jenis

No Nama Latin Nama Indonesia

1 Emoia atrocostata Kadal

2 Varanus salvator Biawak

3 Chrysopelea sp Ular pohon

Page 61: Skripsi Zul 1

crustacea yang ditemukan dilokasi adalah jenis udang dan kepiting. Jenis-

jenis crustacea yang ditemukan di sekitar mangrove di Desa Minasa Upa.

Tabel 11. Jenis Crustacea yang ditemukan di kawasan Ekosistem Mangrove di

Desa MInasa Upa Kab. Maros

No Nama Latin Nama Indonesia

1 Macrobrachium equidens Udang Muara

2 penaeus Udang Laut

3 Myomenippe harwicki Kepiting Batu

D. Kondisi Fisik Ekosistem

1. Pasang Surut

Pasang surut merupakan proses naik turunnya muka laut secara periodik

karena gaya tarik benda-benda angkasa, terutama bulan dan matahari, (Nontji,

1988). Naik turunnya muka air yang terjadi satu kali dalam sehari yaitu pasut

tunggal, dan pasang surut dua kali sehari adalah pasut ganda. Sedangkan

pasang surut yang terjadi dua kali sehari tetapi satu pasang lebih kecil dari yang

lainnya disebut sebagai pasut campuran.

Untuk tipe pasang surut di Kab. Maros termasuk ke dalam tipe pasang

surut campuran yang condong keharian tunggal.

Gambar 6. Grafik Pasang Surut di Desa Minasa Upa Kab. Maros

0

50

100

150

200

00

.00

03

.00

06

.00

09

.00

12

.00

15

.00

18

.00

21

.00

00

.00

03

.00

06

.00

09

.00

12

.00

23-Mar-11 24-Mar-11

Tinggi muka air (H)

DTS

Page 62: Skripsi Zul 1

Pengukuran pasang surut dilakukan selama 39 jam didapatkan pasang

tertinggi adalah 159 cm sedangkan surut terendah adalah 90 cm. Ini

menunjukkan bahwa kisaran pasang surut yang diperoleh adalah sebesar 69 cm

dengan MSL 128.95 cm. Kisaran pasang surut tersebut sudah termasuk kisaran

sangat sesuai untuk pemilihan lokasi wisata pantai yang mana standar

kesesuaian untuk parameter pasang surut adalah < 1 meter – 3 meter, kisaran

pasang surut ini adalah kisaran pasang surut secara umum di Indonesia, (Nontji,

1988).

2. Salinitas

Berdasarkan hasil pengukuran salinitas didapatkan yaitu pada Stasiun I

adalah 4 ppt, untuk Stasiun II adalah 5 ppt, sedangkan Stasiun III adalah 5 ppt.

Kisaran ini tergolong rendah, hal ini disebabkan karena pada saat pengamatan di

lakukan pada musim hujan.

Gambar 7. Grafik salinitas di Desa Minasa Upa Kab. Maros

3. Suhu

Suhu adalah sutu sifat fisik yang dapat mempengaruhi metabolisme dan

pertumbuhan organism perairan. Suhu berperan penting dalam proses Fisiologis,

0

1

2

3

4

5

6

1 2 3

pp

t

Stasiun

Salinitas

Salinitas

Page 63: Skripsi Zul 1

seperti Fotosintetis dan respirasi. Berdasarkan hasil pengukuran suhu

didapatkan yaitu pada stasiun I adalah 290 C, Untuk Stasiun II adalah 300 C,

sedangkan pada Stasiun III adalah 300 C. kisaran suhu tersebut masih berada

dalam kriteria yang sangat sesuai untuk pertumbuhan mangrove. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Muhamaze (2008), bahwa suhu rata-rata untuk pertumbuhan

mangrove maksimal 320 C pada siang hari dan minimal 230C pada malam hari.

Gambar 8. Grafik Suhu di Desa Minasa Upa Kab. Maros

. Untuk kesesuaian pertumbuhan, maka kisaran suhu 290C sampai 300C

sangat cocok untuk pertumbuhan mangrove. Sesuai dengan pendapat Bengen

(2002) dalam Hamsiah (2009) bahwa hutan mangrove tumbuh optimal pada suhu

tropik yaitu diatas 200C.

4. Kecepatan Arus

Berdasarkan Hasil Pengukuran kecepatan arus yaitu didapatkan 0.069

m/det saat menjelang pasang, sedangkan kecepatan arus menjelang surut yaitu

0.082 m/det. Nilai ini termasuk sangat sesuai untuk mangrove. Hal ini didukung

pendapat Suriamihardja (1998) dalam Erwin (2005) bahwa kecepatan arus <0.5

m/dtk sangat layak bagi pertumbuhan mangrove.

28.5

29

29.5

30

30.5

1 2 3

( 0 C

)

Stasiun

Suhu

Suhu

Page 64: Skripsi Zul 1

Gambar 9. Grafik Kecepata Arus di Desa Minasa Upa Kab. Maros

5. Jenis Substrat

Ukuran partikel sedimen dipengaruhi oleh beberapa faktor oseanografi

yaitu besarnya gelombang dan arus yang mensuplai sedimen. Dimana

gelombang yang relatif tenang dan arus yang lemah menyebabkan pengendapan

sedimenterlebih dahulu adalah sedimen yang berukuran kecil atau

haluskemudian di susul sedimen yang berukuran besar atau kasar.

Jenis sedimen yang ada di sungai Desa Minasa Upa Kec Bontoa kab.

Maros setelah di analisis yaitu pada Stasiun I 52.804 % jenis substrat kasar,

18.186 % jenis substrat sedang, dan 29.010 % jenis substrat halus, untuk

Stasiun II 45.298 % jenis substrat kasar, 25.727 % jenis substrat sedang, 28.976

% jenis substrat halus, sedangkan pada Stasiun III 68.752 % jenis substrat kasar,

14.544 % jenis substrat sedang, 16.705 % jenis substrat halus. `

0.06

0.065

0.07

0.075

0.08

0.085

Pasang Surut

m/d

et

Kecepatan Arus

Page 65: Skripsi Zul 1

Gambar 10. Grafik Perbandingan Ukuran Butir sedimen per Stasiun di Desa Minasa Upa Kab. Maros

E. Analisis Kesesuaian Ekowisata Mangrove

1. Analisis Kesesuaian Ekowisata Mangrove Desa Minasa Upa Kec.

Bontoa Kab. Maros Stasiun I

Berdasarkan hasil yang didapatkan bahwa analisis kesesuaian ekowisata

mangrove di Desa Minasau Upa Kab. Maros pada stasiun I (Tabel 12)

Tabel 12. Analisis kesesuaian ekowisata mangrove di Desa Minasau Upa Kab.

Maros pada stasiun I

No Parameter Bobot Hasil Penelitian Skor Bobot X

skor

1 Jumlah Jenis mangrove 0.18 2 jenis 2 0.36

2 Ketebalan mangrove (m) 0.16 5 meter 1 0.16

3 Kerapatan mangrove (100 m

2) 0.14 18-24 4 0.56

4 Biota di atas pohon 0.12 burung, dan ular 2 0.24

5 Biota di dalam air 0.1 Kepiting 1 0.10

6 Kegiatan Masyarakat 0.08 Bertani 1 0.08

7 Aksesibilitas 0.07 dengan Perahu 1 0.07

8 Kisaran Pasut (m) 0.05 0.69 m 4 0.20

9 Kecepatan aus (m/det) 0.04 0.075 4 0.16

10 Ukuran partikel (mm) 0.03 0.25-0.5 mm 3 0.09

11 Salinitas (0/00) 0.02 4 ppt 4 0.08

12 Suhu (0) 0.01 29 3 0.03

Jumlah 1 30 2.13

Ʃ[Ni/Nmax] 0.5325

Indeks Kesesuaian Wisata (%) 53.25

0

20

40

60

80

1 2 3

( %

)

Stasiun

Sedimen

Page 66: Skripsi Zul 1

Sistem pembobotan kesesuaian untuk ekowisata mangrove, di lakukan

dengan pertimbangan parameter kesesuaian yang terdiri dari 12 parameter.

Parameter yang diambil adalah jumlah jenis mangrove, ketebalan mangrove,

kerapatan mangrove, biota di atas pohon, biota di dalam air, kegiatan

masyarakat, aksebilitas, pasang surut, kecepatan arus, ukuran partikel, salinitas,

dan suhu.

Berdasarkan dari hasil penelitian yang di lakukan bahwa terdapat 2 jenis

mangrove yang didapat pada stasiun I yaitu R. mucronata dan N.frutican dengan

bobot 0.18 dengan skor 2 sehingga dapat digolongkan dengan S3 (sesuai

bersyarat). Hal ini berdasarkan dari tabel kesesuaian ekowisata mangrove yang

menyatakan bahwa tergolong dalam sesuai bersyarat dengan nilai 0.36.

Hasil pengukuran pada stasiun I didapatkan ketebalan mangrove

tergolong dalam kategori N (tidak sesuai) dengan ketebalan mangrove 5 meter.

Berdasarkan tabel kesesuaian ekosistem mangrove untuk ekowisata, ketebalan

mangrove mempunyai bobot 0.16 dengan skor 1 sehingga nilai yang didapatkan

adalah 0.16. sedangkan kerapatan mangrove pada stasiun I tergolong dalam

kategori S1 (sangat sesuai), yaitu dengan kerapatan mangrove 18-24 ind/m2.

Berdasarkan tabel kesesuaian ekosistem mangrove untuk ekowisata, kerapatan

mangrove mempunyai bobot 0.14 dengan skor 4 sehingga kerapatan mangrove

untuk ekowisata mempunyai nilai 0.56.

Jenis biota yang berada di atas pohon adalah termasuk dalam kategori

S3 (sesuai bersyarat) dengan bobot 0.12 dan skor 2 sehingga memiliki nilai 0.24.

Jenis biota yang didapatkan pada stasiun I di lokasi penelitian terdapat 2 jenis

biota yaitu jenis burung dan ular. Sedangkan jenis biota yang di temukan di

dalam air pada stasiun I yaitu jenis kepiting, dimana pada tabel kesesuaian

mangrove untuk ekowisata masuk dalam kategori N (tidak sesuai). Jenis biota

Page 67: Skripsi Zul 1

dalam air mempunyai bobot 0.1 dengan skor 1 sehingga nilai yang didapatkan

adalah 0.10.

Masyarakat di Desa Minasaupa memiliki beberapa kegiatan yaitu berupa

bertani sawah dan tambak. Berdasarkan tabel kesesuaian ekowisata mangrove

bahwa kegiatan masyarakat mempunyai nilai bobot 0.08 dengan skor 1 sehingga

di dapatkan nilai 0.08. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan masyarakat di Desa

Minasa Upa masuk dalam kategori N (tidak sesuai) untuk ekowisata mangrove.

Sedangkan untuk aksebilitas, masuk dalam kategori N (tidak sesuai) dengan

aksebilitas berupa perahu. Aksebilitas mempunyai bobot 0.07 dengan skor 1

sehingga nilai yang didapatkan untuk aksebilitas yaitu 0.07.

Kondisi pasang surut pada stasiun I memiliki nilai 0.20, dengan bobot

0.05 dan skor 4. Pasang surut pada stasiun I masuk dalam kategori S1(sangat

sesuai) untuk kesesuaian ekowisata. Sedangkan untuk kecepatan arus pada

stasiun I masuk dalam kategori S1(sangat sesuai), dimana kecepatan arus

mempunyai bobot 0.04 dengan skor 4, sehingga medapat nilai 0.16.

Pada stasiun I jenis substrat masuk dalam kategori S2(sesuai) untuk

ekowisata, dimana substrat memiliki nilai 0.09 dari bobot 0.03 dengan skor 3 .

untuk salinitas pada stasiun I masuk dalam kategori S1(sangat sesuai), salinitas

mempunyai bobot 0.02 dengan skor 4 sehingga salinitas untuk ekowisata

mempunyai nilai 0.08. sedangkan untuk suhu pada stasiun I yaitu 290. Suhu

mempunyai bobot 0.01 dengan skor 3, menurut tabel kesesuaian ekowisata

mangrove suhu masuk dalam kategori S2(sesuai) dengan nilai 0.03.

2. Analisis Kesesuaian Ekowisata Mangrove Desa Minasa Upa Kec.

Bontoa Kab. Maros Stasiun II

Berdasarkan hasil yang didapatkan bahwa analisis kesesuaian ekowisata

mangrove di Desa Minasau Upa Kab. Maros pada stasiun II (Tabel 13)

Page 68: Skripsi Zul 1

Tabel 13. Analisis kesesuaian ekowisata mangrove di Desa Minasau Upa Kab.

Maros pada stasiun II

No Parameter Bobot Hasil Penelitian Skor Bobot X

skor

1 Jumlah Jenis mangrove 0.18 3 jenis 2 0.36

2 Ketebalan mangrove (m) 0.16 4 meter 1 0.16

3 Kerapatan mangrove (100 m

2) 0.14 19-38 4 0.56

4 Biota di atas pohon 0.12 burung, dan kadal 2 0.24

5 Biota di dalam air 0.1 udang dan Biawak 2 0.20

6 Kegiatan Masyarakat 0.08 Bertani 1 0.08

7 Aksesibilitas 0.07 dengan Perahu 1 0.07

8 Kisaran Pasut (m) 0.05 0.69 m 4 0.20

9 Kecepatan aus (m/det) 0.04 0.075 4 0.16

10 Ukuran partikel (mm) 0.03 0.25-0.5 mm 3 0.09

11 Salinitas (0/00) 0.02 5 ppt 4 0.08

12 Suhu (0) 0.01 30 3 0.03

Jumlah 1 31 2.23

Ʃ[Ni/Nmax] 0.5575

Indeks Kesesuaian Wisata (%) 55.75

Sistem pembobotan kesesuaian untuk ekowisata mangrove, di lakukan

dengan pertimbangan parameter kesesuaian yang terdiri dari 12 parameter.

Parameter yang diambil adalah jumlah jenis mangrove, ketebalan mangrove,

kerapatan mangrove, biota di atas pohon, biota di dalam air, kegiatan

masyarakat, aksebilitas, pasang surut, kecepatan arus, ukuran partikel, salinitas,

dan suhu.

Berdasarkan dari hasil penelitian yang di lakukan bahwa terdapat 3 jenis

mangrove yang didapat pada stasiun II yaitu R. mucronata, A. Alba dan

N.frutican dengan bobot 0.18 dengan skor 2 sehingga dapat digolongkan dengan

S3 (sesuai bersyarat). Berdasarkan dari tabel kesesuaian ekowisata mangrove

yang menyatakan bahwa tergolong dalam sesuai bersyarat dengan nilai 0.36.

Dari hasil pengukuran pada stasiun II didapatkan ketebalan mangrove

tergolong dalam kategori N (tidak sesuai) dengan ketebalan mangrove 4 meter.

Page 69: Skripsi Zul 1

Berdasarkan tabel kesesuaian ekosistem mangrove untuk ekowisata, ketebalan

mangrove mempunyai bobot 0.16 dengan skor 1 sehingga nilai yang didapatkan

adalah 0.16. Sedangkan untuk kerapatan mangrove pada stasiun II tergolong

dalam kategori S1 (sangat sesuai), yaitu dengan kerapatan mangrove 19-38

ind/m2. Berdasarkan tabel kesesuaian ekosistem mangrove untuk ekowisata,

kerapatan mangrove mempunyai bobot 0.14 dengan skor 4 sehingga kerapatan

mangrove untuk ekowisata mempunyai nilai 0.56.

Pada stasiun II Jenis biota yang berada di atas pohon adalah termasuk

dalam kategori S3 (sesuai bersyarat) dengan bobot 0.12 dan skor 2 sehingga

memiliki nilai 0.24. Jenis biota yang didapatkan pada stasiun II di lokasi penelitian

terdapat 2 jenis biota yaitu jenis burung dan kadal. Sedangkan jenis biota yang di

temukan di dalam air yaitu jenis udang dan biawak, dimana pada tabel

kesesuaian mangrove untuk ekowisata masuk dalam kategori S3 (sesuai

bersayarat). Jenis biota dalam air mempunyai bobot 0.1 dengan skor 1 sehingga

nilai yang didapatkan adalah 0.10.

Masyarakat di Desa Minasaupa memiliki beberapa kegiatan yaitu berupa

bertani sawah dan tambak. Berdasarkan tabel kesesuaian ekowisata mangrove

bahwa kegiatan masyarakat mempunyai nilai bobot 0.08 dengan skor 1 sehingga

di dapatkan nilai 0.08. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan masyarakat di Desa

Minasa Upa masuk dalam kategori N (tidak sesuai) untuk ekowisata mangrove.

Sedangkan untuk aksebilitas, masuk dalam kategori N (tidak sesuai) dengan

aksebilitas berupa perahu. Aksebilitas mempunyai bobot 0.07 dengan skor 1

sehingga nilai yang didapatkan untuk aksebilitas yaitu 0.07.

Kondisi pasang surut pada stasiun II memiliki nilai 0.20, dengan bobot

0.05 dan skor 4. Pasang surut masuk dalam kategori S1(sangat sesuai) untuk

kesesuaian ekowisata. Sedangkan untuk kecepatan arus pada stasiun II masuk

Page 70: Skripsi Zul 1

dalam kategori S1(sangat sesuai), dimana kecepatan arus mempunyai bobot

0.04 dengan skor 4, sehingga medapat nilai 0.16.

Pada stasiun II jenis substrat masuk dalam kategori S2 (sesuai) untuk

ekowisata, dimana substrat memiliki nilai 0.09 dari bobot 0.03 dengan skor 3 .

Untuk salinitas pada stasiun II masuk dalam kategori S1(sangat sesuai), salinitas

mempunyai bobot 0.02 dengan skor 4 sehingga salinitas untuk ekowisata

mempunyai nilai 0.08. sedangkan untuk suhu pada stasiun II yaitu 300. Suhu

mempunyai bobot 0.01 dengan skor 3, menurut tabel kesesuaian ekowisata

mangrove suhu masuk dalam kategori S2(sesuai) dengan nilai 0.03.

3. Analisis Kesesuaian Ekowisata Mangrove Desa Minasa Upa Kec.

Bontoa Kab. Maros Stasiun III

Berdasarkan hasil yang didapatkan bahwa analisis kesesuaian ekowisata

mangrove di Desa Minasau Upa Kab. Maros pada stasiun III (Tabel 14)

Tabel 14. Analisis kesesuaian ekowisata mangrove di Desa Minasau Upa Kab.

Maros pada stasiun III

No Parameter Bobot Hasil Penelitian Skor Bobot X

skor

1 Jumlah Jenis mangrove 0.18 1 jenis 2 0.36

2 Ketebalan mangrove (m) 0.16 5 meter 1 0.16

3 Kerapatan mangrove (100 m

2) 0.14 22-27 4 0.56

4 Biota di atas pohon 0.12 burung dan kadal 2 0.24

5 Biota di dalam air 0.1 udang dan kepiting, 2 0.20

6 Kegiatan Masyarakat 0.08 bertani 1 0.08

7 Aksesibilitas 0.07 dengan Perahu 1 0.07

8 Kisaran Pasut (m) 0.05 0.69 m 4 0.20

9 Kecepatan aus (m/det) 0.04 0.075 4 0.16

10 Ukuran partikel (mm) 0.03 0.25-0.5 mm 3 0.09

11 Salinitas (0/00) 0.02 5 ppt 4 0.08

12 Suhu (0) 0.01 30 3 0.03

Jumlah 1 31 2.23

Ʃ[Ni/Nmax] 0.5575

Indeks Kesesuaian Wisata (%) 55.75

Page 71: Skripsi Zul 1

Sistem pembobotan kesesuaian untuk ekowisata mangrove, di lakukan

dengan pertimbangan parameter kesesuaian yang terdiri dari 12 parameter.

Parameter yang diambil adalah jumlah jenis mangrove, ketebalan mangrove,

kerapatan mangrove, biota di atas pohon, biota di dalam air, kegiatan

masyarakat, aksebilitas, pasang surut, kecepatan arus, ukuran partikel, salinitas,

dan suhu.

Dari hasil penelitian yang di lakukan bahwa terdapat 1 jenis mangrove

yang didapat pada stasiun I yaitu R. mucronata, dengan bobot 0.18 dengan skor

2 sehingga dapat digolongkan dengan S3 (sesuai bersyarat). Hal ini berdasarkan

dari tabel kesesuaian ekowisata mangrove yang menyatakan bahwa tergolong

dalam sesuai bersyarat dengan nilai 0.36.

Hasil pengukuran pada stasiun III didapatkan ketebalan mangrove

tergolong dalam kategori N (tidak sesuai) dengan ketebalan mangrove 5 meter.

Berdasarkan tabel kesesuaian ekosistem mangrove untuk ekowisata, ketebalan

mangrove mempunyai bobot 0.16 dengan skor 1 sehingga nilai yang didapatkan

adalah 0.16. sedangkan kerapatan mangrove tergolong dalam kategori S1

(sangat sesuai), yaitu dengan kerapatan mangrove 22-27 ind/m2. Berdasarkan

tabel kesesuaian ekosistem mangrove untuk ekowisata, kerapatan mangrove

mempunyai bobot 0.14 dengan skor 4 sehingga kerapatan mangrove untuk

ekowisata mempunyai nilai 0.56.

Jenis biota yang berada di atas pohon termasuk dalam kategori S3

(sesuai bersyarat) dengan bobot 0.12 dan skor 2 sehingga memiliki nilai 0.24.

Jenis biota yang didapatkan pada stasiun III di lokasi penelitian terdapat 2 jenis

biota yaitu jenis burung dan kadal. Sedangkan jenis biota yang di temukan di

dalam air pada stasiun III yaitu jenis udang dan kepiting, dimana pada tabel

kesesuaian mangrove untuk ekowisata masuk dalam kategori S3 (sesuai

Page 72: Skripsi Zul 1

bersyarat). Jenis biota dalam air mempunyai bobot 0.1 dengan skor 2 sehingga

nilai yang didapatkan adalah 0.20.

Masyarakat di Desa Minasaupa memiliki beberapa kegiatan yaitu berupa

bertani sawah dan tambak. Berdasarkan tabel kesesuaian ekowisata mangrove

bahwa kegiatan masyarakat mempunyai nilai bobot 0.08 dengan skor 1 sehingga

di dapatkan nilai 0.08. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan masyarakat di Desa

Minasa Upa masuk dalam kategori N (tidak sesuai) untuk ekowisata mangrove.

Sedangkan untuk aksebilitas, masuk dalam kategori N (tidak sesuai) dengan

aksebilitas berupa perahu. Aksebilitas mempunyai bobot 0.07 dengan skor 1

sehingga nilai yang didapatkan untuk aksebilitas yaitu 0.07.

Kondisi pasang surut pada stasiun III memiliki nilai 0.20, dengan bobot

0.05 dan skor 4. Pasang surut pada stasiun III masuk dalam kategori S1(sangat

sesuai) untuk kesesuaian ekowisata. Sedangkan untuk kecepatan arus pada

stasiun I masuk dalam kategori S1(sangat sesuai), dimana kecepatan arus

mempunyai bobot 0.04 dengan skor 4, sehingga medapat nilai 0.16.

Pada stasiun III jenis substrat masuk dalam kategori S2(sesuai) untuk

ekowisata, dimana substrat memiliki nilai 0.09 dari bobot 0.03 dengan skor 3 .

untuk salinitas pada stasiun III masuk dalam kategori S1(sangat sesuai), salinitas

mempunyai bobot 0.02 dengan skor 4 sehingga salinitas untuk ekowisata

mempunyai nilai 0.08. sedangkan untuk suhu pada stasiun III yaitu 300. Suhu

mempunyai bobot 0.01 dengan skor 3, menurut tabel kesesuaian ekowisata

mangrove suhu masuk dalam kategori S2(sesuai) dengan nilai 0.03.

Berdasarkan dari hasil analisis dari ketiga stasiun, maka stasiun I memiliki

nilai 53.25% indeks kesesuaian wisata untuk ekowisata mangrove. Sedangkan

pada stasiun II dan III memiliki nilai 55.75% indeks kesesuaian wisata untuk

ekowisata mangrove.

Page 73: Skripsi Zul 1

Tabel 15. Nilai kelayakan wisata pada setiap stasiun di sungai Desa Minasa Upa

Kab. Maros

No Stasiun Nilai Kelayakan Kategori

Kelayakan

1 I 53.25 Sesuai Bersyarat

2 II 55.75 Sesuai Bersyarat

3 III 55.75 Sesuai Bersyarat

Berdasarkan matriks kesesuaian area untuk wisata mangrove di sungai

Desa Minasa Upa Kabupaten Maros dapat dilihat bahwa berdasarkan parameter

yang diukur maka lokasi penelitian tergolong kategori sesuai bersyarat untuk

pariwisata, hal ini disebabkan adanya beberapa parameter yang tidak sesuai

untuk kategori ekowisata mangrove diantaranya jenis mangrove yang kurang,

ketebalan mangrove yang kecil, biota yang kurang di daerah mangrove dan

aksebilitas yang ada ke lokasi wisata. Maka diperlukan perhatian pemerintah

untuk menjaga dan melestarikan ekosistem mangrove dan jenis biota yang ada

di mangrove dan melakukan reboisasi mangrove di sepanjang sungai Minasa

Upa, serta mengembangan sarana dan prasarana dan aksebilitas yang dapat

menunjang pengembangan ekowisata mangrove dan perlu adanya keterlibatan

masyarakat dalam mengelola, menjaga dan melindungi ekosistem mangrove

agar bisa terjaga kelestariannya. Hal ini sesuai dengan undang-undang nomor

10 tahun 2009 tentang kepariwisataan yang menyatakan bahwa masyarakat

memiliki peran serta dalam penyelenggaraan kepariwisataan.

Page 74: Skripsi Zul 1

F. Sarana dan Prasarana dasar yang mendukung ekowiata mangerove di

Desa Minasa Upa Kec. Bontoa Kab. Maros

1. Prasarana yang terdapat di sekitar hutan mangrove

a. Dermaga kecil

Dermaga merupakan salah satu prasarana yang terdapat di sekitar

hutan mangrove di Desa minasa Upa Kab. Maros. Dermaga ini sering digunakan

penduduk sekitar untuk berlabuh kapalnya, dermaga ini juga dijadikan sebagai

tempat jual beli ikan pada pagi hari. Dan pada sore hari dermaga ini digunakan

oleh pendududk sekitar sebagai tempat memancing ikan.

Gambar 11. Dermaga kecil di sekitar hutan mangrove

b. ketersediaan air

sumber air tawar yang ada di Desa Minasa Upa berasal dari sumur.

Ketersediaan air tawar di Desa Minasa Upa masih sangat kurang karena hanya

beberapa rumah yang mempunyai sumur

Page 75: Skripsi Zul 1

c. ketersediaan listrik

Di tempat wisata Minasa Upa ketersediaan listrik berasal dari rumah

peduduk, berjarak kira-kira 50 meter. Listrik di tempat wisata Minasa Upa apabila

siang hari digunakan oleh pedagang untuk menyalakan kulkas, membuat jus,

dan menyalakan TV. Apabila malam hari digunakan sebagai penerangan di

dermaga dan juga dinyalakan di penginapan apabila ada pengunjung yang

menginap di tempat wisata. Ketersediaan listrik sangat baik untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat yang ada di Desa Minasa Upa dan mendukung hutan

mangrove di Desa Minasa Upa untuk di jadikan sebagai daerah ekowisata.

2. Sarana yang terdapat di sekitar hutan mangrove di Desa Minasaupa

a. Akomodasi

Fasilitas akomodasi terdiri dari tempat menginap, makanan, minuman dan

lainnya. Akomodasi merupakan salah satu komponen yang sangat penting serta

merupakan kebutuhan dasar bagi wisatawan selama mereka berada di daerah

tujuan wisata (Cooper, 1996 dalam Nasrullah, 2006). Di sekitar hutan mangrove

terdapat penginapan. Penginapan ini sering di gunakan oleh pengunjung yang

berwisata di Desa Minasa Upa Kec. Bontoa Kab. Maros.

Gambar 12. Penginapan yang ada di sekitar hutan mangrove di Minasa Upa

Page 76: Skripsi Zul 1

b. Transportasi

Transportasi pada hakekatnya adalah jasa untuk memindahkan

wisatawan dari satu tempat asal ke tempat lain yang merupakan daerah tujuan

wisata. Dalam hal ini, untuk mencapai tempat wisata di Minasa Upa wisatawan

dapat menggunakan angkutan umum yang terdapat di terminal Maros.

Kebanyakan dari pengunjung menggunakan kendaraan pribadi yaitu mobil dan

motor untuk ke lokasi wisata.

Sarana transportasi berkaitan erat dengan mobilisasi wisatawan. Dalam

perkembangan pariwisata alat transportasi tidak hanya dipakai sebagai sarana

untuk membawa wisatawan dari suatu tempat ketempat lain saja, namun juga

digunakan sebagai atraksi wisata yang menarik. (Sukarsa, dalam Nasrullah

2006)

G. Persepsi Masyarakat

Secara umum hasil survei menunjukkan bahwa responden yang terdiri

dari penduduk dan pengunjung mengetahui keberadaan wisata di Desa Minasa

Upa. Menurut hasil survei yang dilakukan kepada penduduk setempat 90%

responden setuju dengan keberadaan wisata tersebut.. Dengan alasan, dapat

menambah penghasilan penduduk, pembangunan mulai berkembang di

lingkungan pantai wisata khususnya di Desa Minasa Upa, membuka mata

pencaharian baru bagi penduduk (terbukanya lowongan kerja). Dan 10 %

penduduk tidak setuju dengan keberadaan pantai wisata tersebut. Dengan

alasan apabila wisata tersebut dibuka maka dapat mempengaruhi kebudayaan

asli masyarakat, dan dapat menambah merusak jalan. Untuk menghindari hal

tersebut maka perlu diadakan pelarangan yang dapat mempengaruhi kearifan

lokal dalam pengembangan ekowisata dan perlu dilakukan perbaikan jalan.

Page 77: Skripsi Zul 1

Gambar 13. Persentase responden yang setuju dan tidak setuju dengan keberadaan wisata di Desa Minasa Upa

Jumlah responden (n) =51

Menurut hasil yang diperoleh dari penduduk di sekitar wisata di Desa

Minasa Upa bahwa 20% dari penduduk berpendapat keberadaan wisata di Desa

Minasa Upa dapat memberikan tambahan penghasilan. Dengan cara membuka

warung ataupun kios-kios disekitar pantai wisata, menjaga kendaraan

pengunjung, nelayan dapat menjual langsung hasil tangkapannya kepada

pengunjung tanpa harus menjualnya kepasar ataupun keliling kampung, dan

80% penduduk sekitar wisata di Desa Minasa Upa tidak mendapat tambahan

penghasilan dengan adanya wisata di Desa Minasa Upa.

Gambar 14. Persentase responden yang mendapatkan penghasilan tambahan

dengan adanya wisata di Desa Minasa Upa

90%

10%

Setuju

Tidak setuju

20%

80%

Ya

Tidak

Page 78: Skripsi Zul 1

Umumnya responden sudah pernah berkunjung ke wisata di Desa

Minasa Upa. Dari 51 jumlah responden yang disurvey maka diperoleh hasil

frekwensi kunjungan penduduk ke wisata di Desa Minasa Upa yaitu 59% berkali-

kali, 13% satu kali sebulan, 4% dua kali seminggu, 8% satu kali seminggu, 10%

satu sampai lima kali, dan 6% tidak petrnah sama sekali.

Gambar 15. Persentase banyaknya kunjungan ke wisata di Desa Minasa Upa Jumlah responden (n) =51

Menurut hasil wawancara dan survey yang telah dilakukan, wisata di

Desa Minasa Upa ramai di kunjungi oleh pengunjung pada hari sabtu, minggu

dan hari-hari libur. Alat transportasi penduduk untuk berkunjung ke pantai wisata

yaitu 90 % menggunakan kendaraan pribadi, 10 % menggunakan kendaraan

umum.

59% 13%

4%

8%

10% 6% Berkali-kali

1 Kali Sebulan

2 Kali Seminggu

1 Kali Seminggu

1-5 Kali

Tidak Pernah

Page 79: Skripsi Zul 1

Gambar 16. Persentase kendaraan saat mengunjungi pantai wisata Lombang-Lombang

Jumlah responden (n) =51

Menurut responden yang menarik wisatawan untuk berkunjung ke

pantai wisata Minasa Upa yaitu keindahan sungai yang lebar dan air yang tenang

di Desa Minasa Upa Kabupaten Maros.

90%

10%

Kendaraan Pribadi

Kendaraan Umum

Page 80: Skripsi Zul 1

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Indeks kesesuaian wisata masing-masing stasiun adalah stasiun I = 53.25

%, stasiun II = 55.75 %, dan stasiun III =55,75 %. Hal ini menunjukkan

bahwa ekosistem mangrove di Desa Minasa Upa masuk dalam kategori

sesuai bersyarat untuk dijadikan sebagai area ekowisata mangrove.

2. Ketersediaan sarana dan prasarana yang ada di Desa minasa Upa belum

cukup untuk mendukung untuk melakukan kegiatan ekowisata mangrove.

3. Berdasarkan pendapat dari stekholder terhadap pertanyaan yang diberikan

menunjukkan dukungan dibukanya kembali tempat wisata dan

menambahkan ekowisata mangrove di Desa Minasa Upa Kec. Bontoa Kab.

Maros.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian pengembangan ekowisata mangrove maka

disarankan sebagai berikut :

1. Perlu adanya penelitian lanjutan tentang oseanografi kimia yang lebih

detail untuk mengetahui tingkat pencemaran di lokasi studi.

2. Dalam penelitian ini suhu, salinitas dan kecepatan arus hanya diukur

satu kali. Maka untuk pengembangan wisata dibutuhkan pengukuran

suhu, salinitas dan kecepatan arus yang lebih banyak.

Page 81: Skripsi Zul 1

DAFTAR PUSTAKA

Arief, A. 1994. Hutan (Hakitat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan). Yayasan

Obor Indonesia, Jakarta.

2003. Hutan Mangrove (Fungsi dan Peranannya). Kanisius, Yogyakarta.

Bahar, A, 2005. Kajian Kesesuaian Ekosistem Mangrove Untuk pengembangan

Ekowisata. Dikepulauan Tanakeke Takalar

Bengen, D.G. 2004. Pedoman Teknis. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem

Mangrove. PKSPL-IPB, Bogor

2000. Pedoman Teknis Pengenalan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian

Sumber Daya Pesisir dan Laut. IPB, Bogor

Budiman, A. dan Suhardjono. 1992. Struktur Komunitas Mangrove. Prosiding

Lokakarya Nasional Penyusunan Penelitian Biologi Kelautan dan Proses

Dinamika Pesisir, Semarang 24-28 November 1992.

Dahuri, R. Rais, J. Ginting,SP dan Sitepu. M.J. 1996. Pengelolaan Sumberdaya

Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradya Paramita,

Jakarta.

Damanik,J. dan Weber,H.F. 2006. Perencanaan ekowisata. PUSPAR UGM dan

Andi, Yogyakarta.

DKP Sul Sel dan LP3WP, 2006. Inventarisasi Kawasan Mangrove di Sulawesi Selatan. Laporan Akhir.

Erwin. 2005. Studi Kesesuaian Lahan Untuk Penanaman Mangrove Ditinjau Dari Kondisi Fisika Oseanografi Dan Morfologi Pantai Pada Desa Sanjai – Pasi Marannu, Kab. Sinjai. Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Hutabarat, S. dan Evans, S.M. 1984. Pengantar Oseanografi. Universitas

Indonesia Press, Jakarta.

Hardwinarto, S. 2008. Faktor Penopang Keberhasilan Penanaman Mangrove.

http://www.pmdmahakam.org]. [Akses 12 januari 2011]

Hamsiah, N. 2009, Analisis Pengembangan Ekowisata Mangrove di Pantai wisata Lombang-lombang Kecamatan Kalukku Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat. Universitas Hasanuddin Makassar

http://ppasadagori.blogspot.com/2010/10/20-persen-garis-pantai-indonesia-

alami.html (Akses 1 maret 2011)

Muhamaze. 2008. Introduction to Mangrove Ecosystem (Mengenal Ekosistem Mangrove). http://www.google.com. [Akses 12 Januari 2011]

Page 82: Skripsi Zul 1

Mulia, F. Pertumbuhan Tegakan dan Teknik Pengusahaan Hutan Mangrove Berkelanjutan (Pengamatan dan Penelitian Hutan Mangrove). http://manglar.rimbawan.com/pdf. [Akses 12 januari 2011]

Modul Praktikum Oseanografi. 2008. Laboratorium Oseanografi Fisika. Jurusan Ilmu Kelautan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Modul Praktikum Sedimentologi, 2008. Laboratorium Geomorfologi. Jurusan Ilmu Kelautan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Noor, Y.R., Khazali, M. dan Suryadiputra, I. N. N. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PKA/ WI-IP, Bogor.

Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.

Najihah A. 2009. Studi Kesesuaian Lahan Untuk Penanaman Mangrove Ditinjau Dari Kondisi Oseanogarfi Di Muara Sungai Pangkajene Kabupaten Pangkep. Universitas Hasanuddin Makassar.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia, Jakarta.

Romimohtarto. K dan Juwana. S. 2001. Biologi Laut, Ilmu Pengetahuan Tentang

Bilogi Laut. Djambatan, Jakarta.

Setiyono, H. 1996. Kamus Oseanografi. Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta.

Supriharyono, M. S. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di

Wilayah Pesisir Tropis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Subadra, IN 2008 Welcome to Bali Tourism Watch Bali Tourism Watch:

Ekowisata sebagai Wahana Pelestarian Alam Akademi Pariwisata Triatma

Jaya-Dalung http//Bali Tourism Watch Ekowisata sebagai Wahana

Pelestarian Alam « Welcome to Bali Tourism Watch.htm diakses tanggal

24 Januari 2011.

Triatmodjo, B. 1999. Tehnik Pantai. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Tolison, P.B 1986. The Botany Of Mangrove. London: Cambridge University Press.

Utojo, 2000. Studi Kelayakan Sumber Daya Budu Daya Laut di Pulau-pulau

Sembilan Kab. Sinjai Sul. Sel. Teluk Tira-tira, Teluk Kamaru dan Teluk

Lawele Kab. Buton serta Teluk Kalisusu Kab. Muna Sulawesi Tengah.

Balikanta, Maros.

Suwardjoko W, 2007. Pariwisata Dalam Tata Ruang Wilayah. ITB.

Wantasen, A, 2002. Kajian Potensi Sumber Daya Hutan Mangrove di Desa

Talise Kabupaten Minahasa. Sulawesi Utara. Institut Pertanian Bogor

Page 83: Skripsi Zul 1

Wiharyanto, D, 2007. Kajian Pengembangan Ekowisata Mangrove Di kawasan Konservasi Pelabuhan Tengkayu II Kota Tarakan Kalimantan Timur.Tesis. IPB.

Yulianda, P. 2006 Ekowisata Bahari Sebagai Alternatif Pemanfaatan

Sumberdaya Pesisir Berbasis Konservasi.. Makalah Seminar Sehari

Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut, Institut Pertanian Bogor.

.

Page 84: Skripsi Zul 1
Page 85: Skripsi Zul 1

Lampiran 1. Hasil Pengamatan Ekosistem Mangrove di Desa Minasa Upa

Kec. Bontoa Kab. Maros

STASIUN I PLOT 1

1. Penutupan Jenis (Ci)

Ci = BA/A

BA = (p(DBH)2/4)

DBH = CBH/p

jenis induk Diameter

(cm) Tinggi

(m) DBH BA Ci

R. mucronata

1 46 12 14.642 168.386 1.684

2 47 12 14.961 175.786 1.758

3 49 13 15.597 191.065 1.911

4 46 12 14.642 168.386 1.684

5 49 13 15.597 191.065 1.911

6 48 13 15.279 183.346 1.833

7 48 13 15.279 183.346 1.833

8 48 13 15.279 183.346 1.833

9 45 12 14.324 161.144 1.611

10 47 12 14.961 175.786 1.758

11 49 13 15.597 191.065 1.911

12 47 12 14.961 175.786 1.758

13 49 13 15.597 191.065 1.911

14 49 13 15.597 191.065 1.911

15 48 13 15.279 183.346 1.833

16 46 12 14.642 168.386 1.684

17 47 12 14.961 175.786 1.758

18 47 12 14.961 175.786 1.758

19 49 13 15.597 191.065 1.911

20 49 13 15.597 191.065 1.911

21 48 13 15.279 183.346 1.833

22 48 13 15.279 183.346 1.833

23 48 13 15.279 183.346 1.833

24 48 13 15.279 183.346 1.833

43.495

Anakan 34

Page 86: Skripsi Zul 1

PLOT 2

Penutupan Jenis (Ci)

Ci = BA/A

BA = (p(DBH)2/4)

DBH = CBH/p

jenis nomor Diameter

(cm) Tinggi

(m) DBH BA Ci

R. mucronata

1 48 13 15.279 183.346 1.833

2 47 13 14.961 175.786 1.758

3 49 13 15.597 191.065 1.911

4 49 13 15.597 191.065 1.911

5 45 12 14.324 161.144 1.611

6 47 12 14.961 175.786 1.758

7 47 12 14.961 175.786 1.758

8 48 12 15.279 183.346 1.833

9 48 13 15.279 183.346 1.833

10 46 12 14.642 168.386 1.684

11 46 12 14.642 168.386 1.684

12 49 13 15.597 191.065 1.911

13 49 13 15.597 191.065 1.911

14 47 13 14.961 175.786 1.758

15 48 13 15.279 183.346 1.833

16 47 12 14.961 175.786 1.758

17 48 13 15.279 183.346 1.833

18 48 13 15.279 183.346 1.833

32.412

Anakan 23

Page 87: Skripsi Zul 1

PLOT 3

Penutupan Jenis (Ci)

Ci = BA/A

BA = (p(DBH)2/4)

DBH = CBH/p

jenis nomor Diameter

(cm) Tinggi

(m) DBH BA Ci

R. mucronata

1 49 13 15.597 191.065 1.911

2 49 13 15.597 191.065 1.911

3 49 13 15.597 191.065 1.911

4 47 12 14.961 175.786 1.758

5 46 12 14.642 168.386 1.684

6 48 12 15.279 183.346 1.833

7 48 12 15.279 183.346 1.833

8 48 13 15.279 183.346 1.833

9 45 12 14.324 161.144 1.611

10 47 12 14.961 175.786 1.758

11 46 12 14.642 168.386 1.684

12 48 13 15.279 183.346 1.833

13 49 13 15.597 191.065 1.911

14 48 13 15.279 183.346 1.833

15 49 13 15.597 191.065 1.911

16 48 13 15.279 183.346 1.833

17 48 13 15.279 183.346 1.833

18 47 13 14.961 175.786 1.758

19 49 13 15.597 191.065 1.911

20 48 13 15.279 183.346 1.833

N. frutican 1

36.384

Anakan 14

Page 88: Skripsi Zul 1

2. Komposisi jenis

ulangan Ki

1 0,01

2 0,01

3 0,02

3. Kerapatan jenis dan Kerapatan relatif jenis

ulangan jenis Di Rdi

1 R. mucronata 0,24 100

2 R. mucronata 0,18 100

3 R. mucronata 0,2 95,238

N. frutican 0,01 4,762

Page 89: Skripsi Zul 1

STASIUN II PLOT 1

1. Penutupan Jenis (Ci)

Ci = BA/A

BA = (p(DBH)2/4)

DBH = CBH/p

jenis nomor Diameter

(cm) Tinggi

(m) DBH BA Ci

R. mucronata

1 46 12 14,642 168,386 1,684

2 47 12 14,961 175,786 1,758

3 46 12 14,642 168,386 1,684

4 46 12 14,642 168,386 1,684

5 47 13 14,961 175,786 1,758

6 48 13 15,279 183,346 1,833

7 47 13 14,961 175,786 1,758

8 46 12 14,642 168,386 1,684

9 46 12 14,642 168,386 1,684

10 46 12 14,642 168,386 1,684

11 47 13 14,961 175,786 1,758

12 47 13 14,961 175,786 1,758

13 48 13 15,279 183,346 1,833

14 48 13 15,279 183,346 1,833

15 46 13 14,642 168,386 1,684

16 47 12 14,961 175,786 1,758

17 46 11 14,642 168,386 1,684

A. alba 2

29,518

Anakan 35

Page 90: Skripsi Zul 1

PLOT 2

Penutupan Jenis (Ci)

Ci = BA/A

BA = (p(DBH)2/4)

DBH = CBH/p

jenis nomor Diameter

(cm) Tinggi

(m) DBH BA Ci

R. mucronata

1 40 8 12.732 127.324 1.273

2 41 9 13.051 133.769 1.338

3 43 9 13.687 147.138 1.471

4 40 9 12.732 127.324 1.273

N. frutican 29

5.356

Anakan 12

PLOT 3

Penutupan Jenis (Ci)

Ci = BA/A

BA = (p(DBH)2/4)

DBH = CBH/p

jenis Jumlah

N. frutican 38

2. Komposisi jenis

ulangan Ki

1 0,02

2 0,02

3 0,01

3. Kerapatan jenis dan Kerapatan relatif jenis

ulangan jenis Di Rdi

1 R. mucronata 0,17 89,474

A. alba 0,02 10,526

2 R. mucronata 0,04 12,121

N. frutican 0,29 87,879

3 N. frutican 0,38 100

Page 91: Skripsi Zul 1

STASIUN III PLOT 1

1. Penutupan Jenis (Ci)

Ci = BA/A

BA = (p(DBH)2/4)

DBH = CBH/p

jenis nomor Diameter

(cm) Tinggi

(m) DBH BA Ci

R. mucronata

1 46 12 14,642 168,386 1,684

2 46 12 14,642 168,386 1,684

3 45 12 14,324 161,144 1,611

4 46 12 14,642 168,386 1,684

5 47 13 14,961 175,786 1,758

6 48 13 15,279 183,346 1,833

7 46 12 14,642 168,386 1,684

8 48 13 15,279 183,346 1,833

9 47 13 14,961 175,786 1,758

10 48 13 15,279 183,346 1,833

11 47 13 14,961 175,786 1,758

12 46 12 14,642 168,386 1,684

13 47 13 14,961 175,786 1,758

14 48 13 15,279 183,346 1,833

15 48 13 15,279 183,346 1,833

16 47 13 14,961 175,786 1,758

17 48 13 15,279 183,346 1,833

18 49 13 15,597 191,065 1,911

19 48 13 15,279 183,346 1,833

20 47 13 14,961 175,786 1,758

21 46 12 14,642 168,386 1,684

22 47 13 14,961 175,786 1,758

38,764

Anakan 21

Page 92: Skripsi Zul 1

PLOT 2

Penutupan Jenis (Ci)

Ci = BA/A

BA = (p(DBH)2/4)

DBH = CBH/p

jenis nomor Diameter

(cm) Tinggi

(m) DBH BA Ci

R. mucronata

1 47 13 14,961 175,786 1,758

2 48 13 15,279 183,346 1,833

3 46 12 14,642 168,386 1,684

4 48 13 15,279 183,346 1,833

5 48 13 15,279 183,346 1,833

6 47 13 14,961 175,786 1,758

7 46 12 14,642 168,386 1,684

8 47 13 14,961 175,786 1,758

9 46 12 14,642 168,386 1,684

10 47 13 14,961 175,786 1,758

11 48 13 15,279 183,346 1,833

12 49 13 15,597 191,065 1,911

13 49 13 15,597 191,065 1,911

14 48 13 15,279 183,346 1,833

15 49 13 15,597 191,065 1,911

16 46 12 14,642 168,386 1,684

17 49 13 15,597 191,065 1,911

18 46 12 14,642 168,386 1,684

19 47 12 14,961 175,786 1,758

20 45 12 14,324 161,144 1,611

35,630

Anakan 16

Page 93: Skripsi Zul 1

PLOT 3

Penutupan Jenis (Ci)

Ci = BA/A

BA = (p(DBH)2/4)

DBH = CBH/p

jenis nomo

r Diameter(cm) Tinggi

(m) DBH BA Ci

R. mucronata

1 47 12 14,961 175,786 1,758

2 46 12 14,642 168,386 1,684

3 48 13 15,279 183,346 1,833

4 47 12 14,961 175,786 1,758

5 48 12 15,279 183,346 1,833

6 45 12 14,324 161,144 1,611

7 47 12 14,961 175,786 1,758

8 46 12 14,642 168,386 1,684

9 47 12 14,961 175,786 1,758

10 47 12 14,961 175,786 1,758

11 46 12 14,642 168,386 1,684

12 47 12 14,961 175,786 1,758

13 48 13 15,279 183,346 1,833

14 48 13 15,279 183,346 1,833

15 47 13 14,961 175,786 1,758

16 48 13 15,279 183,346 1,833

17 47 13 14,961 175,786 1,758

18 49 13 15,597 191,065 1,911

19 48 13 15,279 183,346 1,833

20 49 13 15,597 191,065 1,911

21 49 13 15,597 191,065 1,911

22 48 13 15,279 183,346 1,833

23 49 13 15,597 191,065 1,911

24 46 12 14,642 168,386 1,684

25 47 13 14,961 175,786 1,758

26 46 12 14,642 168,386 1,684

27 48 13 15,279 183,346 1,833

48,162

Anakan 7

Page 94: Skripsi Zul 1

2. Komposisi jenis

ulangan Ki

1 0,01

2 0,01

3 0,01

3. Kerapatan jenis dan Kerapatan relatif jenis

ulangan jenis Di Rdi

1 R. mucronata 0,22 100

2 R. mucronata 0,2 100

3 R. mucronata 0,27 100

4. Frekuensi Jenis dan Frekuensi Relatif Jenis

stasiun jenis Fi Rfi

1 R. mucronata 1 25

N. frutican 0,333 8,333

2

R. mucronata 0,667 16,667

A. alba 0,333 8,333

N. frutican 0,667 16,667

3 R. mucronata 1 25

Page 95: Skripsi Zul 1

Lampiran 2. Kondisi Oseanografi di Desa Minasa Upa Kab. Maros

1. Data Pasang Surut

Tanggal Jam Tinggi muka air (H) DTS 2

3-M

ar-1

1

00.00 102

01.00 90

02.00 91

03.00 92.5

04.00 93.5

05.00 105

06.00 107.5

07.00 115

08.00 128

09.00 132

10.00 133

11.00 139.5

12.00 141

13.00 142.5

14.00 143.5

15.00 145.5 128.95

16.00 149.5

17.00 153

18.00 159

19.00 148

20.00 140

21.00 137.5

22.00 125

23.00 121.5

24

-Mar

-11

00.00 108.5

01.00 102.5

02.00 103.5

03.00 110

04.00 112.5

05.00 114.5

06.00 115

07.00 124

08.00 124.5

09.00 125

10.00 132.5

11.00 135.5

12.00 137.5

13.00 143.5

14.00 148.5

Page 96: Skripsi Zul 1

2. Data suhu dan salinitas

Stasiun Suhu (0C)

Salinitas (ppt)

1 29 4

2 30 5

3 30 5

3. Data Kecepatan Arus

Menjelang pasang S (m) T (dtk) V (m/det)

5 72 0.069

Menjelang Surut S (m) T (dtk) V (m/det)

5 61 0.082

Page 97: Skripsi Zul 1

Lampiran 3. Butiran Sedimen di Desa Minasa Upa Kec. Bontoa Kab. Maros

Stasiun I Sub Stasiun 1 No Saringan 100.007 % berat Kasar % Sedang % Halus %

2 20.804 20.804

1 24.091 24.091

0.5 19.517 19.517

0.25 13.735 13.735 64.411 13.735 21.854

0.125 14.298 14.298

0.063 7.244 7.244

< 0.063 0.312 0.312

100.001 100.000

Stasiun I Sub Stasiun 2 No Saringan 100.009 % berat Kasar % Sedang % Halus %

2 5.95 5.950

1 23.67 23.669

0.5 23.187 23.186

0.25 18.187 18.186 52.804 18.186 29.010

0.125 15.493 15.492

0.063 12.396 12.395

< 0.063 1.122 1.122

100.005 100.000

Stasiun I Sub Stasiun 3

No Saringan 100.007 % berat Kasar % Sedang % Halus %

2 18.05 18.049

1 23.496 23.495

0.5 19.932 19.931

0.25 15.255 15.255 61.476 15.255 23.269

0.125 12.031 12.031

0.063 10.297 10.297

< 0.063 0.942 0.942

100.003 100.000

Page 98: Skripsi Zul 1

Stasiun II Sub Stasiun 1

No Saringan 100.008 % berat Kasar % Sedang % Halus %

2 8.191 8.191

1 11.998 11.998

0.5 20.01 20.010

0.25 35.729 35.728 40.198 35.728 24.074

0.125 18.047 18.047

0.063 5.495 5.495

< 0.063 0.532 0.532

100.002 100.000

Stasiun II Sub Stasiun 2

No Saringan 100.009 % berat Kasar % Sedang % Halus %

2 11.731 11.731

1 13.08 13.080

0.5 20.487 20.487

0.25 25.727 25.727 45.298 25.727 28.976

0.125 20.122 20.122

0.063 7.478 7.478

< 0.063 1.376 1.376

100.001 100.000

Stasiun II Sub Stasiun 3

No Saringan 100.008 % berat Kasar % Sedang % Halus %

2 9.379 9.379

1 12.807 12.806

0.5 21.677 21.676

0.25 29.461 29.460 43.861 29.460 26.679

0.125 19.613 19.612

0.063 6.327 6.327

< 0.063 0.74 0.740

100.004 100.000

Page 99: Skripsi Zul 1

Stasiun III Sub Stasiun 1

No Saringan 100.009 % berat Kasar % Sedang % Halus %

2 14.202 14.201

1 26.023 26.022

0.5 22.174 22.173

0.25 16.116 16.115 62.396 16.115 21.489

0.125 10.312 10.311

0.063 9.672 9.672

< 0.063 1.506 1.506

100.005 100.000

Stasiun III Sub Stasiun 2

No Saringan 100.009 % berat Kasar % Sedang % Halus %

2 18.973 18.973

1 29.048 29.047

0.5 20.732 20.732

0.25 14.544 14.544 68.752 14.544 16.705

0.125 8.553 8.553

0.063 7.207 7.207

< 0.063 0.945 0.945

100.002 100.000

Stasiun III Sub Stasiun 3

No Saringan 100.004 % berat Kasar % Sedang % Halus %

2 9.083 9.083

1 23.818 23.818

0.5 22.126 22.126

0.25 17.508 17.508 55.026 17.508 27.466

0.125 15.274 15.274

0.063 10.944 10.944

< 0.063 1.248 1.248

100.001 100.000

Page 100: Skripsi Zul 1

Lampiran 3. Hasil koisioner di Desa Minasa Upa Kec. Bontoa Kab. Maros

No Nama/umur (tahun) /pekerjaan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

1 Jufri/ 35/ Nelayan

Y Y Y Menjual Ikan

Berkali- kali

LS KP A B S Y

2 Dg. Muh Saleh/ 39/ Staf Kantor Desa

Y T Y Rekreasi Satu kali sebulan

LD KP A B S Y

3 Dg. Sikka/ 55/ Petani

Y T Y Rekreasi Tiga kali sebulan

LD KP A KB KS T

4 Dg Libu/ 43/ Peternak

Y T Y Memancing Berkali- kali

LD KP A B S Y

5 Latif/ 55/ Kepala Desa

Y T Y Rekreasi Berkali- kali

LD KP A KB S Y

6 Dg Mappa/ 51/ Nelayan

Y T T - - - - - KB S Y

7 Syarifuddin/ 32/ Petani

Y T Y Memancing Berkali- kali

LD KP A B S Y

8 Sako/ 51/ Petani Y T Y Rekreasi Berkali- kali

LD KU A CB S Y

9 Buah/ 53/ Wiraswasta (Pembeli Udang)

Y T Y Rekreasi Berkali- kali

LS KP A B S Y

10 Dg Tiro/ 58/ Nelayan

Y T Y Memancing Berkali- kali

LS KP A B S Y

11 Dg Baso/ 50/ Petani

Y T Y Rekreasi Berkali- kali

LD KP A KB TS T

12 Dg Agus/ 35/ Petani

Y T Y Rekreasi Dua Kali LD KP A KB TS T

13 Dg Sapa/ 47/ Peternak

Y T Y Rekreasi Berkali- kali

LD KP A B S Y

14 Dg Dullah/ 39/ Tukang batu

Y T Y Rekreasi Berkali- kali

LD KP A B S Y

15 Dg Kahar/ 51/ Petani

Y T Y Memancing Berkali- kali

LD KP A CB S Y

16 Dg Roa/ 41/ Petani

Y T Y Rekreasi Satu kali sebulan

LD KP A CB S Y

17 Dg Sahari/ 68/ Peternak

Y T T - - - - - KB TS T

18 Taqim/ 28/ Tukang Ojek

Y T Y Memancing Berkali- kali

LD KP A B S Y

19 Syarifah/ 40/ Petani

Y T Y Rekreasi Satu Kali LD KU A B S Y

20 Dg Tiroh/ 61/ Petani

Y T Y Rekreasi Tiga Kali LD KU A B KS T

21 Anto/ 30/ Petani Y T Y Rekreasi Berkali- kali

LD KP A B S Y

Page 101: Skripsi Zul 1

22 Bollo/ 50/ Ibu Rumah Tangga

Y T Y Rekreasi Tiga Kali LD KP A CB S Y

23 Sampara/ 42/ Petani

Y T Y Rekreasi Berkali- kali

LD KP A B S Y

24 Nindo/ 43/ Nelayan

Y T Y Memancing Berkali- kali

LS KP A CB S Y

25 Haliani/ 21/ Ibu Rumah Tangga

Y T Y Rekreasi Lima kali LD KU A B S Y

26 St Maemunah/ 33/ Ibu Rumah Tangga

Y T Y Rekreasi Berkali- kali

LD KU A B S Y

27 Pada/ 45/ Ibu Rumah Tangga

Y T Y Rekreasi Satu kali sebulan

LD KP A B S Y

28 Hatijah/ 37/ Ibu Rumah Tangga

Y T Y Rekreasi Satu kali sebulan LD KP A B S Y

29 Jumain/ 35/ Petani

Y T Y Rekreasi Satu kali sebulan LD KP A CB S Y

30 Zaenuddin/ 40/ Petani

Y T Y Rekreasi Berkali- kali

LS KP A B S Y

31 Amir/ 32/ Petani Y T Y Rekreasi Satu Kali seminggu

LD KP A B S Y

32 M Sideng/ 58/ Petani

Y T Y Rekreasi Berkali- kali

LD KP A B S Y

33 Sirajuddin/ 40/ Petani

Y T Y Rekreasi Satu Kali seminggu

LD KP A B S Y

34 Zaenuddin/ 35/ Petani

Y Y Y Rekreasi Berkali- kali

LD KP A B S Y

35 Rabasiah/ 50/ Ibu Rumah Tangga

Y T T - - - - - KB S Y

36 Ratu/25/ Ibu Rumah Tangga

Y T Y Rekreasi Satu kali sebulan

LD KP A B S Y

37 M Anwar/ 36/ Petani

Y T Y Rekreasi Satu kali sebulan

LD KP A B S Y

38 Dg Kulle/ 40/ Petani

Y T Y Rekreasi Satu Kali seminggu

LD KP A B S Y

39 Rahman/ 45/ Petani

Y T Y Rekreasi Dua Kali seminggu

LD KP A B S Y

40 H Ilyas/ 35/ Penjual

Y Y Y Rekreasi Berkali- kali

LD KP A B S Y

41 H Mantasia/ 53/ Ibu Rumah Tangga

Y Y Y Lewat Tiap Hari LD KP A A S Y

42 Hajsia/ 33/ Ibu rumah tangga

Y Y Y Rekreasi Berkali- kali

LD KP A B S Y

43 Munir/25/petani Y T Y Memancing Berkali- kali

LD KP A B S Y

44 Ardi/30/Nelayan Y T Y Memancing Satu Kali seminggu

LS KP A B S Y

45 Wahyu/28/petani Y T Y Memancing Berkali- kali

LD KP A KB S Y

46 Ilham/40/Petani Y T Y Memancing Berkali- LD KP A B S Y

Page 102: Skripsi Zul 1

No Nama/umur (tahun)

/pekerjaan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

1 Nage/ 60/ Penjual

Y Y Y Jualan Berkali- kali

LD KP A B S Y

2 Dg Intang/ 39/ Penjual

Y Y Y Jualan Berkali- kali

LD KP A B S Y

3 Dg Bunga/42/ Penjual

Y Y Y Jualan Berkali- kali

LD KP A B S Y

4 H Salasa/ 60/ Penjual

Y Y Y Jualan Berkali- kali

LD KP A B S Y

5 H Hasnah/ 35/ Penjual

Y Y Y Jualan Berkali- kali

LD KP A B S Y

KETERANGAN

1,2,3,4,…:Urutan pertanyaan Y :Ya S :Setuju T :Tidak KS :Kurang Setuju B :Baik TS :Tidak Setuju CB :Cukup baik A : Ada KB :Kurang baik TA :Tidak Ada KU :Kendaraan Umum KP :Kendaraan Pribadi LD :Lewat Darat LS :Lewat Sungai

Page 103: Skripsi Zul 1

Contoh Kuesioner Pengumpulan Data Sosial Ekonomi Masyarakat Di Sekitar Desa Minasaupa Kec. Bontoa Kab. Maros

Bagian I. Perpektif Masyarakat

No. :

Hari/Tgl :

Latar Belakang

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin : Pria Wanita

Tingkat pendidikan : Tidak pernah sekolah

SD

SLTP

SMU

Akademi/Universitas

Lainnya

Apakah anda bekerja : Ya Tidak

Jenis pekerjaan : Pegawai negeri..........instansi apa......

Pegawai swasta........perusahaan apa.....

Wiraswasta........jenis usaha......

Lain-lain (sebutkan)......

Kegiatan lain : ...................

1. Apakah anda mengetahui keberadaan wisata yang pernah ada di daerah ini

?

...........jelaskan a. keuntungan…………………………………………….

b. kerugian………………………………………………..

Page 104: Skripsi Zul 1

2. Apakah keberadaan wisata memberikan tambahan penghasilan bagi anda?

Ya

Tidak

Bagaimana caranya.........................................................................

3. Apakah anda pernah berkunjung wisata desa Minsaupa?

Ya

Tidak

4. Apa alasan anda mengunjungi wisata minasaupa ?

………………………………………………………..

5. Berapa kali anda berkunjung wisata Minasaupa.?

................................................................................

6. Bagaimana cara anda mengunjungi daerah wisata?

Lewat darat

Lewat sungai/laut

7. kendaraan yang di gunakan kelokasi wisata..?

kendaraan umum

kendaraan pribadi

8. Bagaimana fasilitas penunjang wisata Minasaupa?

Ada

Tidak ada

9. Bagaimana pendapat anda mengenai daerah wisata Minasaupa?

Baik

Cukup baik

Kurang baik

Page 105: Skripsi Zul 1

10. apakah anda setuju dengan keberadaan wisata tersebut ?

Setuju

Kurang setuju

Tidak setuju

Alasan…………………………………………………..

11. Menurut anda apakah perlu pengembangan wisata di sini khususnya wisata mangrove ?

Ya

Tidak

Alasan…………………………………………………..

Bagian II. Informasi Stakeholder

1. apakah penetapan lokasi pariwisata ini di dukung oleh peraturan daerah

yang terkait

Bila telah ada sebutkan peraturan-peraturan daerah apa

saja?..................................................................................................................

..........................................................................................................................

..........................................................................................................................

.................

2. Apakah lembaga pengelolah pariwisata telah

terbentuk?.........................................................................................................

..........................................................................................................................

...........

3. Langkah- langkah apa saja yang akan ditempuh oleh pihak pemerintah

dalam pengembangan wisata di minasaupa..???

a. Promosi...........................................................................................................

........................................................................................................................

.........

b. Pengembangan sarana dan prasarana ?

......................................................................................................................

........................................................................................................................

...........

Page 106: Skripsi Zul 1

c. Penguatan kapasitas pengelolah ?

......................................................................................................................

........................................................................................................................

...........

d. Keamanan daerah wisata

......................................................................................................................

........................................................................................................................

...........

4. Pengunjung tempat wisata di minasa upa umumnya dari mana saja..?

a. kab. Maros : %

b. di luar kab. Maros : %

5. Wisatawan umumnya berkunjung pada hari apa ?

…………………………………………………………….

6. Berkaitan dengan penetapan menjadi daerah wisata apa nilai tambah yang

diharapkan dari hutan mangrove menjadi daerah wisata?

a. PAD (Pendapatan asli daerah)

b. Pengembangan taraf hidup masyarakat

Page 107: Skripsi Zul 1

Lampiran 4. Foto – foto kegiatan di Desa Minasa Upa Kec. Bontoa Kab.

Maros

1. Foto pengambilan data mangrove

2. Foto pengukuran suhu menggunakan thermometer

Page 108: Skripsi Zul 1

3. Foto pengukuran salinitas menggunakan Handrefractometer

4. Foto wawancara dengan masyarakat