skripsi tinjauan hukum islam terhadap seserahan dalam adat

115
SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT SUNDA (Studi Kasus di Desa Tegal Yoso Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur) Oleh: Tri Retno Pratiwi 14117573 JURUSAN AKHWALUS SYAKHSIYAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI(IAIN) METRO T.A 1440 H/2019

Upload: others

Post on 28-Apr-2022

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

SKRIPSI

TINJAUAN HUKUM ISLAM

TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT SUNDA

(Studi Kasus di Desa Tegal Yoso Kecamatan Purbolinggo

Kabupaten Lampung Timur)

Oleh:

Tri Retno Pratiwi

14117573

JURUSAN AKHWALUS SYAKHSIYAH

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI(IAIN) METRO

T.A 1440 H/2019

Page 2: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

TINJAUAN HUKUM ISLAM

TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT SUNDA

(Studi Kasus di Desa Tegal Yoso Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung

Timur)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

TRI RETNO PRATIWI

NPM. 14117573

Pembimbing I : Dr. Hj. Siti Nurjanah, M.Ag

Pembimbing II : H. Azmi Siradjuddin, Lc. M.Hum

Jurusan Akhwalus Syakhsiyah (AS)

Fakultas Syari’ah

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO

T.A 2019

Page 3: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

ABSTRAK

TINJAUAN HUKUM ISLAM

TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT SUNDA

(Studi Kasus Desa Tegal Yoso Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung

Timur)

Oleh:

TRI RETNO PRATIWI

14117573

perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

wanita, sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan

kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa. Indonesia terdiri dari berbagai suku dan

adat, salah satunya adalah adat seserahan yang menjadi tradisi saat akan

melangsungkan pernikahan, seserahan merupakan penyerahan calon pengantin laki-

laki ke pihak mempelai perempuan untuk dinikahkan pada sore hari sehari sebelum

akad nikah dilakukan. Pada saat dilakukannya seserahan disertakan juga barang

bawaan berupa seperangkat alat tidur, kambing, makanan, alat dapur, seperangkat alat

masak, pakaian, uang, alat rias dan perlengkapan sesaji.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tinjauan hukum Islam

terhadap seserahan adat Sunda. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian

lapangan (field reaserch), sifat dari penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan wawancara dan

dokumentasi. Wawancara dilakukan kepada tokoh adat, pemuda, dan tokoh agama

Desa Tegal Yoso Kec. Purbolinggo, Kab. Lampung Timur. Teknik analisis data

dengan menggunakan cara perfikir induktif.

Berdasarkan hasil penelitian, seserahan sudah dilakukan di Desa Tegal Yoso

sejak zaman dahulu, seserahan merupakan adat kebiasaan masyarakat memberikan

barang-barang yang telah disepakati kedua belah pihak, status dalam pemberian

barang tersebut hanyalah sebagai hadiah kepada pihak wanita dan hal tersebut

diperbolehkan untuk dilakukan, namun dalam melaksanakan seserahan masyarakat

masih menyertakan perlengkapan sesaji yang dipersembahkan kepada awah nenek

moyang yang dipercaya dapat melancarkan acara, hal ini yang menjadikan seserahan

dilarang untuk dilakukan karena mengandung unsur syirik dan harus di tinggalkan

dalam pemberian perlengkapan sesaji.

Kata kunci: Seserahan, Adat, Hukum Islam

Page 4: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

MOTTO

“Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu padahal itu baik bagimu, dan boleh

jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu tidak baik bagimu dan Allah mengetahui

sedang kamu tidak mengetahui”.1 (QS. Al Baqarah: 216)

1 Kementerian Agama RI, al-Qur’anulkarim Tajwid Warna Terjemah Perkata dan Transliterasi

Latin, (Bekasi: Dinamika Cahaya Pustaka, 2017), h. 34.

Page 5: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 6: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

PERSEMBAHAN

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya yang terus mengiringi langkah peneliti mencapai cita-cita, hasil studi

peneliti dipersembahkan kepada:

1. Kepada kedua orang tua tercinta, Ibunda Ninik Wahyuni dan Ayahanda Wagiman,

yang selalu memberi kasih sayang, semangat serta berjuang dan mendoakan untuk

keberhasilanku.

2. Kepada dua kakak tersayang, kak Nurhadi Kuncoro dan kak Wahyu Prasetyo yang

selalu memberikan dukungan, motivasi serta semangat dalam menggapai cita-cita.

3. Kepada teman-teman yang selalu memberikan semangat.

4. Almamater IAIN Metro.

Page 7: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 8: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 9: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 10: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 11: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Bimbingan Skripsi

2. Surat Izin Pra Survey

3. Surat Balasan Pra Survey

4. Surat Tugas Research

5. Surat Izin Research

6. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

7. Surat Keterengan Bebas Pustaka

8. Outline

9. Alat Pengumpul Data

10. Kartu Konsultasi Bimbingan Skripsi

11. Foto Wawancara

12. Riwayat Hidup

Page 12: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii

HALAMAN ABSTRAK ................................................................................ iii

HALAMAN MOTTO .................................................................................... iv

HALAMAN ORISINILITAS ........................................................................ v

HALAMAN PERSEMBAHAN..................................................................... vi

KATA PENGANTAR .................................................................................... vii

NOTA DINAS ................................................................................................. viii

HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x

DAFTAR ISI ................................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1

B. Pertanyaan Penelitian ........................................................................... 5

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ........................................................... 5

D. Penelitian Relevan ................................................................................ 5

BAB II LANDASAN TEORI

A. Seserahan Dalam Hukum Islam ........................................................... 8

1. Pengertian Seserahan ..................................................................... 8

2. Pemberian Hadiah Dalam Perkawinan........................................... 8

Page 13: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

3. Seserahan Dalam Islam .................................................................. 12

4. Seserahan Dalam Adat Sunda ........................................................ 14

5. Upacara Seserahan Dalam Adat Sunda .......................................... 18

6. Sesajen Dalam Islam ...................................................................... 20

B. Pinangan Dalam Hukum Islam ............................................................ 22

1. Pengertian Pinangan ....................................................................... 22

2. Dasar Hukum Pinangan.................................................................. 23

3. Akibat Hukum Pinangan ................................................................ 29

4. Syarat Pinangan .............................................................................. 29

5. Rukun Pinangan ............................................................................. 30

6. Batasan Tubuh Wanita yang Boleh Dilihat .................................... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Dan Sifat Penelitian..................................................................... 32

1. Jenis Penelitian ............................................................................... 32

2. Sifat Penelitian .............................................................................. 32

B. Sumber Data ......................................................................................... 33

1. Sumber Data Primer ....................................................................... 33

2. Sumber Data Sekunder ................................................................... 33

C. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 34

1. Wawancara ..................................................................................... 34

2. Dokumentasi ................................................................................. 35

D. Tehnik Analisa Data ............................................................................. 35

Page 14: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Desa Tegal Yoso .................................................... 37

1. Sejarah Singkat Desa Tegal Yoso .................................................. 37

2. Gambaran secara Umum Desa Tegal Yoso ................................... 38

3. Geografis dan Demografis Desa Tegal Yoso ................................. 39

B. Pelaksanaan Seserahan Dalam Adat Sunda di Desa Tegal Yoso ........ 44

a. Barang-barang Bawaan .................................................................. 45

b. Pelaksanaan Seserahan di Desa Tegal Yoso .................................. 49

C. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Seserahan Dalam Adat Sunda di Desa Tegal

Yoso ..................................................................................................... 51

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................... 56

B. Saran ..................................................................................................... 56

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Page 15: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut fikih, nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling

utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna, pernikahan bukan

hanya mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, akan tetapi

perkenalan antara suatu kaum dengan kaum yang lainnya.2 “perkawinan

adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita, sebagai

suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal

berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa”.3

Secara etimologis kata nikah atau zawaj berati bergabung “hubungan

kelamin” dan juga “akad” dalam kata fikih banyak di artikan dengan akad

atau perjanjian yang mengandung maksud membolehkan hubungan kelamin

dengan menggunakan lafaz nakaha atau zawaja.4“Pernikahan memiliki tujuan

yang hendaknya dipahami oleh calon suami atau istri, agar terhindar dari

keretakan rumah tangga yang biasanya berakhir dengan perceraian, salah satu

tujuan dalam pernikahan adalah sebagai penenteram jiwa”5, Allah berfirman:

2 Muhammad Dahlan, Fikih Munakahat, (Yogyakarta: Budi Utama, 2015), h. 31. 3 Undang-Undang Nomor 1 tahun1974 Tentang Perkawinan Pasal 1. 4 Siti Zulaikha, Fiqih Munakahat 1, (Yogyakarta: Idea Press Yogyakatra, 2015), h. 2. 5 Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam, (Jakarta: Prenada Media Group,

2006), h. 13-14.

Page 16: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

“Dan diantara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan

pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan

merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan

sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda

(kebesaran Allah)bagi kaum yang berfikir”.6

Islam mengatur kehidupan manusia agar berpasang–pasangan melalui

jenjang perkawinan yang ketentuannya di rumuskan berdasarkan aturan

hukum Islam dan di tetapkan untuk mewujudkan suatu kesejahteraan secara

pribadi maupun masyarakat, dunia dan akhirat. Kesejahteraan akan terwujud

dengan terbinanya keluarga yang sejahtera, demikian sebaliknya hal ini

senada dengan masyarakat adat yang memandang perkawinan sebagai tujuan

untuk membangun dan membina hubungan kekerabatan yang damai serta

rukun, sehingga perkawinan merupakan urusan kekerabatan, persekutuan, dan

martabat.7

Indonesia terdiri dari berbagai suku serta adat yang berbeda-beda,

termasuk dalam adat perkawinan yang dilakukan oleh masyarakat. Dalam

hukum perkawinan adat bukan hanya soal mengenai orang-orang yang

bersangkutan sebagai suami istri, melainkan kepentingan seluruh keluarga

bahkan masyarakat adatpun ikut dalam kepentingan perkawinan tersebut.

6 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, (Surabaya: Pustaka Agung Harapan,

2006), h. 572. 7 Imam Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, (Yogyakarta: Liberty, 2000), cet 4, h. 107.

Page 17: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

Dalam hukum adat, perkawinan merupakan perbuatan yang tidak hanya

bersifat keduniaan, melainkan bersifat kebatinan dan keagamaan, tujuan

perkawinan menurut hukum adat pada umumnya adalah untuk

mempertahankan serta meneruskan kelangsungan hidup dan kehidupan

masyarakat adatnya.8

Saat melakukan perkawinan, terdapat tradisi-tradisi yang dilakukan

oleh setiap suku yang ada, salah satunya adalah tradisi seserahan yang

merupakan adat atau kebiasaan yang digunakan oleh setiap suku di Indonesia,

sebagian besar suku di Indonesia melakukan seserahan sebelum melaksanakan

acara perkawinan, salah satu suku yang menggunakan seserahan adalah suku

Sunda.

Desa Tegal Yoso Kecamatan Purbolinggo contohnya, desa atau daerah

yang mayoritas penduduknya adalah suku Sunda ini, setelah melaksanakan

acara lamaran atau khitbah, mereka melakukan acara adat yang disebut

sebagai seserahan, dimana pihak laki-laki selain menyiapkan mahar, pihak

laki-laki juga membawa barang-barang yang telah disepakati kedua belah

pihak dalam proses lamaran sebelumnya.

Masyarakat desa Tegal Yoso telah melakukan tradisi seserahan sejak

zaman dahulu, orang-orang tua pada zaman dahulu mewarisi tradisi yang

hingga saat ini masih dilakukan oleh masyarakat setempat sebagai pelestarian

8Taufiqurrohman Syahuri, Legislasi Hukum Perkawinan Indonesia “Pro-Kontra

Pembentukannya Hingga Putusan Mahkamah Konstitusi”, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2013), h.

64.

Page 18: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

adat yang terus menerus di warisi kepada keturunan-keturunan mereka.

Barang-barang yang dibawa pada saat proses seserahan seperti, meja, kursi,

kasur, lemari, bantal, beras, perabotan dapur, bumbu dapur lengkap, pakaian

jadi untuk calon istri, hijab, seperangkat alat shalat, sepatu, tas, sandal, alat

rias, payung, kambing, kelapa, kain, uang, serta pelengkapan sesajen.

Seserahan yang dilakukan oleh masyarakat desa Tegal Yoso pada

umumnya sama dengan sebagian suku di Indonesia yang juga melakukan

proses seserahan, namun terdapat sesuatu yang ada dalam barang seserahan di

desa Tegal Yoso, yakni perlengkapan sesajen masih digunakan oleh

masyarakat desa Tegal Yoso sebagai salah satu barang untuk seserahan,

sesajen dipercaya oleh masyarakat sebagai bentuk penghormatan kepada

arwah leluhur agar acara perkawinan yang akan dilaksanakan berjalan dengan

lancar.

Seserahan yang dilakukan oleh masyarakat mengandung unsur magis

karena terdapat sesajen yang disertakan dalam proses seserahan yang

masyarakat sangat mempercayai adanya arwah leluhur yang turut hadir dalam

proses perkawinan yang akan dilakukan yang dapat memperlancar acara.

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian di sebagian masyarakat suku Sunda khususnya dalam masyarakat

Tegal Yoso, Kecamatan Purbolinggo, Kabupaten Lampung Timur, dengan

judul “tinjauan hukum Islam terhadap seserahan dalam adat Sunda (Studi

Page 19: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

Kasus di Desa Tegal Yoso Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung

Timur)”.

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, yang menjadi

pertanyaan penelitian adalah: Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap

seserahan dalam adat Sunda di Desa Tegal Yoso Kecamatan Purbolinggo

Kabupaten Lampung Timur?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap

seserahan dalam adat Sunda di Desa Tegal Yoso Kecamatan Purbolinggo

Kabupaten Lampung Timur.

2. Manfaat Penelitian

a. Penelitian ini secara teoritis, diharapkan dapat mengembangkan

pengetahuan mengenai seserahan dalam perkawinan yang telah

berkembang dimasyarakat serta agar dapat memperkaya khasanah

keilmuan perkawinan serta adat yang terjadi ditengah masyarakat.

b. Penelitian ini secara praktis, untuk memberikan informasi, bahan

masukkan serta referensi yang berguna bagi masyarakat.

D. Penelitian Relevan

Penelitian mengenai proses seserahan dalam perkawinan telah

dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu diantaranya, Retno Windyarti

Page 20: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

dalam skripsinya yang berjudul “Makna Simbolik Serah-Serahan Dalam

Upacara Perkawinan Adat Jawa Didesa Tanjung Belit Kecamatan Siak Kecil

Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau”, dalam skripsi tersebut membahas

mengenai arti dari simbolik barang serah-serahan dalam perkawinan adat

jawa, skripsi tersebut membahas semua barang yang biasa ada dalam

seserahan seperti cincin, makna simbol pisang sanggan, makna simbol suruh

ayu, simbol seperangkat busana putri, makna simbol makanan tradisional,

buah-buahan serta uang. Skripsi tersebut memfokuskan pada makna-makna

simbol barang serah-serahan dalam adat Jawa.9

Penelitian mengenai seserahan atau serah-serahan telah dilakukan juga

oleh Titiek Suliyati yang berjudul “Adat Perkawinan Tionghoa di Pecinan

Semarang”, dalam tulisan tersebut yang dibahas hanya seserahan yang

dilakukan oleh adat Tionghoa di Semarang yang disebut dengan sebutan sanjit

didalam adat Tionghoa, serah-serahan berupa buah-buahan dan makanan yang

dimasukan kedalam tenong (tempat makanan yang terbuat dari bambu) jumlah

buah dan makanan tersebut harus berjumlah genap. Selain makanan dan buah-

buahan, seserahan juga berisikansepatu, sandal, make-up, accessories,

pakaian, perhiasan, danuangsusu yang dimasukkan ke dalam kertas berwarna

merah (angpao) yang nanti akan dikembalikan kepada pihak mempelai laki-

9 Retno Windyarti, “Makna Simbolik Serah-serahan Dalam Upacara Perkawinan Adat Jawa di

Desa Tanjung Belit Kecamatan Siak Kecil Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau” dan penerbit

Universitas Riau, No.2/Oktober 2015.

Page 21: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

laki. Seserahan yang dilakukan hampir sama dengan yang dilakukan oleh

masyarakat pada umumnya yang membedakan hanya uang susu.10

Penelitian mengenai seserahan telah dilakukan oleh Meli Pitria dalam

skripsinya yang berjudul “Sesan Dalam Masyarakat Adat Lampung Pepadun

Ditinjau Dari Perspektif Hukum Islam (studi kasus di Desa Gunung Sugih

Raya Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah)”, dalam

skripsinya membahas mengenai sesan dalam bahasa Lampung atau yang

dikenal dengan seserahan, faktor-faktor apa yang melatarbelakangi masih

dilakukannya tradisi sesan dalam adat Lampung Pepadun serta menganilisis

bagaimana sesan dalam adat Lampung Pepadun ditinjau dari perspektif

hukum Islam. Dijelaskan bahwa dalam sesan adat Lampung Pepadun pihak

perempuanlah yang menyiapkan barang bawaan untuk dibawa kerumah calon

mempelai laki-laki bersamaan dengan penyerahan calon mempelai perempuan

secara adat kepada keluarga pihak laki-laki.11

Diketahui bahwa peneliti memiliki kajian yang sama dengan penelitian

terdahulu yakni sama-sama membahas tentang seserahan yang terjadi di

masyarakat, sedangkan perbedaan dengan penelitian sebelumnya yakni

penelitian ini membahas tentang tinjauan hukum Islam terhadap seserahan

10 TitiekSuliyati, “AdatPerkawinanTionghoa di Pecinaan Semarang”, Skripsi Tahun 2000

(tidak dipublikasikan). 11 Meli Pitria, “Sesan Dalam Masyarakat Adat Lampung Pepadun Ditinjau Dari Perspektif

Hukum Islam (studi kasus di Desa Gunung Sugih Raya Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten

Lampung Tengah)”, (Lampung: Institut Agama Islam Negeri Raden Intan, 2016).

Page 22: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

dalam adat Sunda di desa Tegal Yoso kecamatan Purbolinggo kabupaten

Lampung Timur yang telah lama terjadi di tengah masyarakat.

Page 23: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Seserahan Dalam Hukum Islam

1. Pengertian Seserahan

a. Seserahan Menurut Etimologi

Seserahan dalam kamus besar bahasa Indonesia, berasal dari

kata serah yang artinya menyerahkan, sedangkan seserahan memiliki

makna upacara penyerahan sesuatu sebagai tanda ikatan untuk kedua

calon pengantin.12

b. Seserahan Menurut Terminologi

Menurut terminologi, seserahan adalah penyerahan calon pengantin

laki-laki ke pihak mempelai perempuan untuk dinikahkan pada sore hari

sehari sebelum akad nikah dilakukan. Pada saat dilakukannya seserahan

disertakan juga barang bawaan berupa seperangkat alat tidur, kambing,

makanan, alat dapur, seperangkat alat masak, dan pakaian.13

2. Pemberian Hadiah Dalam Perkawinan

Pemberian hadiah pada saat peminangan, jika pembatalan pinangan

dilakukan oleh pihak peminang, maka tidak ada hak bagi peminang untuk

meminta kembali hadiah peminangan yang telah diberikan kepada pihak

12 Departemen Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Balai Pustaka,

1989), h. 822. 13 Sumarsono, Budaya Masyarakat Perbatasan: Studi tentang corak dan pola interaksi sosial

pada masyarakat kecamatan Langendari Provinsi Jawa Barat, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, 1999), h. 73.

Page 24: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

yang dipinang, meskipun pihak yang dipinang mampu untuk

mengembalikannya. Akan tetapi, jika pembatalan pembatalan dilakukan

oleh pihak yang dipinang atau lantaran ada sesuatu sebab yang berasal

darinya, maka pihak yang dipinang hendaklah mengembalikan hadiah

tersebut jika sanggup, atau dalam bentuk nilai uang yang sepadan jika

hadiah tersebut sudah tidak ada atau sudah dimanfaatkan.14

Demikian sisi keadilan yang hendaknya diperhatikan, agar pada diri

pihak yang memberi hadiah tidak ada perasaan sakit akibat dibatalkannya

peminangan dan tidak ada pula perasaan memiliki piutang materil, jika

pembatalan peminangan dilakukan oleh pihak yang dipinang.15

Saat khitbah berlangsung biasanya pihak calon mempelai laki-laki

memberikan aneka macam hadiah dan bingkisan pada pihak calon

mempelai wanita, dalam menanggapi status hadiah ini, para ulama fikih

memiliki beberapa pendapat, diantaranya:

يالخطبة:اهد

الهدايففيهأ راءفقهية: ارد أم

هبته–١ ف جع ير أن وللواهب ، هبة الخطبة هداي : الحنفية قال

و ءأووجودالز ذاوجدامانعمنموانعالرجوعبلهبةكهلكالشا

ذاكنماأهداهالخاطبموجوذاكنقدجية.فا

داده.وا است دافل

14 Muhammad Utsman Al-Khasyt, Fikih Wanita Empat Madzhab, (Bandung: Ahsan Publishing,

2010), h. 276. 15 Ibid.,

Page 25: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

الطعا ،وأك كنضاعالخات أوحدثفيهتغيير، تل أواس هل

. دادبدل قللخاطباست م.وصنعالقماشثوب،فلي

المالكي–٢ وذكر بي ر تتشط فيه أو واج الز عقد قبل الهداي أن : ة

طةحكا، امشت ط؛لن ت،أولمتشت جل،سواءاشتط المرأةوالر

رماأهدىللزوجةبعدالعقدفيكون لها.وليتشط

طب–٣ الخا با يرجع العقد قبل الهداي أن لا : بل الحنا وذهب

كلهبة جوع الر مل زال ذافا العقد، بقاء ط بش وهب ه ن ل عليه؛ وترد

ابعدال طالثواب،وأم عقدفحكهحكالمهر.بش

أنفق–٤ ما ن ل ؛ أهداه بما جوع الر طب للخا أن : افعية الش ورأى

نتلف.ا نبقي،وببدل

جعا جا،فير 16لجلتزو

Hadiah lamaran, hukum pengembalian hadiah lamaran terdapat

beberapa pendapat yang diantaranya, menurut Imam Abu Hanifah hadiah

lamaran sama dengan hibah, boleh diambil kembali selama barangnya

masih utuh atau telah terjadi ikatan suami istri maka jika yang dihadiahkan

itu masih maka boleh meminta kembali hadiahnya, tetapi jika barang sudah

rusak atau hancur atau berubah seperti cincinnya hilang, sudah termakan

16 Wahbah Zuhaily, Mausu’ah Fiqhy Islamy Wal Qodhoya Al Ma’asiroh, (Damaskus: Tsaqafah

Mukhtalaf Dar Al Fikr Damaskus, 1433 H / 2012 M), H. 39-40.

Page 26: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

atau kainnya sudah dibuat baju maka pelamar tidak berhak meminta ganti.

Menurut Imam Malik hadiah yang ada sebelum akad pernikahan dibagi

antara pria dan wanita baik disyaratkan atau tidak karena hadiah tersebut

secara hukum memang menjadi persyaratan. Menurut Hanabilah antara

pelamar dan yang dilamar, mana diantara keduanya yang berpaling bila

yang berpaling pihak laki-laki, tidak berhak baginya mengambil hadiahnya

sekalipun masih ada, bila yang berpaling pihak wanita, pihak laki-laki

boleh menarik kembali hadiahnya sekalipun sudah rusak dengan diberikan

harga senilai. Sedangkan menurut Imam Syafi’i pelamar boleh menarik

kembali hadiahnya, sebab hadiah itu memang dia berikan untuk

perkawinan, maka jika barangnya masih ada boleh diambil kembali, dan

jika rusak maka harus diganti.

Terjemah kitab fathul mu’in di dalam nya di tuliskan mengenai

harta kiriman mempelai laki-laki yang berbunyi:

قبل مال لياا لفظ بل أودفع سل أر ث ة مرأ

ا خطب لو ات( )مهم

بما رجع منه أو منا عراضال وقع ث ع التب يقصد ولم أ ي : العقد

عمحق–وصلهامنه صحبهج قون.كم“Seandainya seorang lelaki melamar seorang wanita, kemudian

pihak lelaki mengirimkan atau membayar sejumlah harta tanpa

mengucapkan kata apa pun yang ditujukan kepadanya dan juga tidak

bermaksud sebagai sumbangan, sebelum akad nikah berlangsung,

kemudian ternyata pihak wanita atau pihak lelaki tidak mau kawin, maka

harta yang disampai kepada pihak mempelai wanita harus dikembalikan

Page 27: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

kepada pihak lelaki”. Demikian penjelasan yang diketengahkan oleh

sejumlah ulama ahli tahqiq”.17

3. Seserahan dalam Islam

Seserahan adalah adat atau kebiasaan yang dalam Islam termasuk

ke dalam urf, sebagaimana menurut ahli syara’ urf bermakna adat, dengan

kata lain urf dan adat tidak ada perbedaan, urf tentang perbuatan manusia,

misal jual beli yang dilakukan berdasarkan saling pengertian dengan tidak

mengucapkan sighat, untuk urf yang bersifat ucapan atau pekataan misal

saling pengertian terhadap pengertian al-walad yang lafaz tersebut mutlak

berarti anak laki-laki dan bukan wanita. Dengan kata lain urf merupakan

saling pengertian manusia terhadap tingkatan mereka yang berbeda,

tentang keumuman dan kekhususannya, dalam hal ini sangat berbeda

dengan ijma’ sebab ijma’ merupakan kebiasaan kesepakatan para mujtahid

baik yang bersifat khusus atau umum dan tidak menciptakan adanya urf.18

Urf dari segi bahasa al-‘urf berasal dari kata yang terdiri dari huruf

‘ain, ra dan fa yang berarti kenal, dari kata ini muncul kata ma’rifah (yang

dikenal), ta’rif (definisi), kata ma’ruf (yang dikenal sebagai kebaikan) dan

kata urf (kebiasaan yang baik). Urf ialah segala sesuatu yang sudah saling

dikenal diantara manusia yang telah menjadi kebiasaan atau tradisi, baik

17 Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari al-Fannani, Terjemahan Fat-hul Mu’in, diterjemahkan

oleh Moch.Anwar, dkk, dari judul asli Fathul Mu’in, ( Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2009), h.

1294. 18 Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushulul Fiqh, diterjemahkan oleh Masdar Helmy, dari judul asli

Ilmu Ushulul Fiqh, (Bandung: Gema Risalah Press, 1997), h. 149.

Page 28: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

bersifat perkataan, perbuatan atau dalam kaitannya dengan meninggalkan

perbuatan tertentu, sekaligus disebut sebagai adat. Sedangkan dari segi

istilah kata urf mengandung makna sesuatu yang menjadi kebiasaan

manusia, dan mereka mengikutinya dalam bentuk setiap perbuatan yang

popular diantara mereka.19

Urf dari segi baik dan buruk, adat atau urf terbagi menjadi 2, yaitu,

urf yang shahih merupakan urf atau adat yang berulang-ulang dilakukan,

diterima oleh banyak orang, tidak bertentangan dengan agama, sopan

santun, dan budaya yang luhur, sebagai umpama memberikan hadiah

kepada orang tua dan kenalan dekat dalam waktu tertentu, mengadakan

acara silaturahmi saat hari raya, member hadiah sebagai suatu

penghargaan. Sedangkan urf yang fasid adalah adat yang berlaku di suatu

tempat meskipun merata pelaksanaannya, namun bertentangan dengan

agama, undang-undang Negara dan sopan santun, contohnya berjudi untuk

merayakan suatu peristiwa, kumpul kebo (hidup bersama tanpa nikah).20

Para ulama yang mengamalkan urf dalam memahami dan

mengistinbathkan hukum, menetapkan beberapa persyaratan untuk

menerima urf, sebagai berikut:

19 H. Sudirman, Fiqh Kontemporer (Contemporary Studies Of Fiqh), (Yogyakarta: Budi Utama,

2018), h. 274. 20 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 416.

Page 29: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

a. Adat atau urf bernilai mashlahat dan dapat diterima oleh akal

sehat (syarat ini merupakan kelaziman bagi adat atau urf yang

sahih, sebagai persyaratan untuk diterima secara umum).

b. Adat atau urf berlaku umum dan merata di kalangan orang-

orang yang berada dalam lingkungan adat tersebut ata di

kalangan sebagian besar warganya.

c. Urf yang dijadikan sandaran dalam penetapan hukum itu telah

ada pada saat itu bukan urf yang muncul kemudian.

d. Adat tidak bertentangan dan melalaikan dalil syara’ yang ada

atau bertentangan dengan prinsip yang pasti.21

4. Seserahan Dalam Adat Sunda

a. Pengertian Seserahan Dalam Adat Sunda

Seserahan adalah penyerahan calon pengantin laki-laki ke pihak

mempelai perempuan untuk dinikahkan pada sore hari sehari sebelum

akad nikah dilakukan. Pada saat dilakukannya seserahan disertakan juga

barang bawaan berupa seperangkat alat tidur, kambing, makanan, alat

dapur, seperangkat alat masak, dan pakaian.22

Seserahan dalam adat Sunda disebut dengan seren sumeren yang

berarti upacara pranikah yang dilakukan sebagai pemantapan dan tindak

lanjut dari tahapan lamaran yang sebelumnya sudah dilakukan oleh pihak

21 Ibid.., h. 424-426. 22 Sumarsono, Budaya Masyarakat,…, h. 73.

Page 30: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

keluarga calon pengantin pria kerumah keluarga calon pengantin wanita,

dalam acara ini pihak keluarga calon pengantin pria menyerahkan calon

pengantin pria untuk nantinya bisa dinikahkan dengan calon pengantin

wanita.23

Upacara seserahan biasanya berlangsung satu atau dua hari sebelum

perkawinan dilaksanakan dan biasanya dilangsungkan pada sore hari.

Dalam upacara ini orang tua calon pengantin pria menyerahkan putranya

kepada orang tua calon mempelai wanita sambil membawa barang-barang

keperluan calon pengantin wanita diantaranya bahan pakaian, pakaian

yang sudah jadi, perhiasan, uang, pakaian dalam, selop, sepatu, kain batik,

alat kecantikan dan mungkin membawa perlengkapan untuk ngeuyeuk

seureuh yang terdiri dari beberapa sirih bergagang, sirih yang telah

disusun, kapur sirih bungkus, buah gambir, tembakau lempeng, susur

(sugi) dan butir pinang yang telah diiris atau dipotong kecil.

Selain barang-barang tersebut, sering ada yang membawa beras,

hewan potong (kambing, lembu, kerbau atau ayam), kayu bakar, alat

dapur (piring, gelas, cangkir, sendok, dandang, kompor, dan lain-lain),

buah-buahan atau keperluan lain setelah perkawinan kelak, sebagian calon

pengantin pria menyerahkan uang saja, semua ini tergantung pada

23 Artati Agoes, Kiat Sukses Menyelenggarakan Pesta Perkawinan Adat Sunda, (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 47.

Page 31: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

kemampuan calon pengantin pria dan juga pada persetujuan kedua belah

pihak sewaktu berembuk dalam upacara ngalamar.24

Dalam seserahan keluarga calon pengantin pria menyerahkan

beberapa bingkasan yang besar kecil maupun banyak sedikitnya

tergantung pada kemampuan atau kesepakatan masing-masing keluarga,

tetapi, terdapat aturan-aturan baku yang selama ini selalu menjadi acuan

para calon pengantin adat Sunda, diantaranya adalah:

a. Uang dan barang yang perlu disiapkan:

1) Uang yang jumlahnya 10 kali lipat dari jumlah uang yang

dibawa saat berlangsungnya acara lamaran.

2) Seperangkat atau lebih pakaian wanita, termasuk pakaian

dalamnya.

3) Seperangkat atau lebih perhiasan wanita, seperti kalung,

gelang, cincin, anting, dan sebagainya.

4) Satu set atau lebih perabotan rumah tangga dan dapur,

seperti tempat tidur, meja, kursi, kulkas, kompor, panci, dan

sebagainya.

b. Parawanten untuk mengisi dongdang, antara lain:

24 Thomas Wiyasa. B, Upacara Perkawinan Adat Sunda, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,

1990), h. 18.

Page 32: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

1) Buah-buahan, seperti 1 cau saturuy (pisang raja bulu

dengantandannya), anggur, apel, salak, sawo, nanas,

bangkuang, dan sebagainya.

2) Hahampangan (kue kering) dan kue basah (bubur merah dan

bubur putih, puncak manik dan nasi tumpeng kecil serta

telur ayam matang), dan sebagainya.

3) Bahan lauk (daging sapi, ayam hidup, ikan mas hidup, dan

sebagainya).

4) Bumbu dapur komplit (gula merah yang masih pakai daun

aren, garam, bawang merah, bawang putih, dan sebagainya).

5) Kelapa hijau.

6) Beubeutian (singkong lengkap dengan pohonnya).

7) Pare ranggeuyan (padi yang lengkap dengan tangkainya).

8) Lemarguh (sirih pinang lengkap, tembakau, dan

sebagainya).

9) Seureuh ranggeuyan (sirih dengan tangkainya).

10) Jambe rangeyuan (pinang dengan tangkainya).

11) Jambe (pinang) tua.

12) Jambe (pinang) merah.

13) Mayang jambe (bunga pinang).

14) Waluh gede (labu kuning besar).

15) Kaci (kain putih) 2 cm.

Page 33: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

16) Alat-alat jahit seperti jarum, benang, benang kanjeh, dan

sebagainya.

17) Alat sawer, kendi kecil, dan cobek lengkap dengan cowet

(ulekan) kecil.

18) Uang receh.

19) Beras dan kunyit 1 genggam.

20) Serbet.

21) Elekan, harupat (lidi enau), dan papan kecil berukuran 10 x

15 cm.

22) Pisau.

23) Lilin dan korek api.

24) Telur ayam kampung.

25) Alat sesaji.25

5. Upacara Seserahan Dalam Adat Sunda

Proses upacara seserahan dimulai dari pengantin wanita dan

keluarga bersiap-siap menanti kedatangan calon pengantin pria.

Sementara, dari arah yang lain calon pengantin pria dan rombongan

menuju ke tempat di mana acara perkawinan akan dilangsungkan, ketika

calon pengantin pria dan rombongan datang, wakil dari keluarga calon

pengantin wanita menyambut kedatangan mereka. Dalam acara

penyambutan ini dilakukan upacara mapag panganten.

25 Artati Agoes, Kiat Sukses…, h. 47-48.

Page 34: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

Setelah rombongan calon pengantin pria berhadapan dengan

keluarga calon pengantin wanita, secara simbolis wakil keluarga calon

pengantin wanita menyambutnya, pada saat itu juga, orang tua calon

pengantin wanita atau yang mewakili mengalungkan untaian bunga melati

kepada calon pengantin pria.26

Pelaksanaan upacara seserahan dipimpin oleh protokol dengan

susunan acara sebagai berikut:

a. Pembukaan dengan ucapan selamat datang kepada para tamu,

bersyukur kepada Tuhan serta permohonan maaf jika ada

kekurangan dalam penyelenggaraannya.

b. Sambutan dari pihak tuan rumah yang dibawakan oleh ayah

calon pengantin wanita atau wakil yang dipercayakannya, dan

isi sambutannya berupa pertanyaan tentang maksud

kedatangan rombongan.

c. Sambutan dari pihak tamu, yang dibawakan oleh ayah calon

pengantin pria atau wakil yang dipercayakannya, dan

mengemukakan tentang pemenuhan janji yang diucapkan pada

waktu melamar dengan maksud hendak menyerahkan putranya

serta sekadar memberi bingkisan untuk membantu dalam

peralatan perkawinan nanti.

26 Aep S. Hamidin, Buku Pintar Adat Perkawinan Nusantara, (Jogjakarta: Diva Press, 2012),

h. 82-83.

Page 35: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

d. Sambutan dari pihak tuan rumah kembali, yang

mengemukakan rasa gembira menerima pemberian yang

sangat berharga dari pihak tamu sambil mengucapkan syukur

kepada Tuhan.

Dalam cara menerima ini, tuan rumah biasanya menyatakan

bahwa bukan barang-barang itu yang menjadi harapan utama,

tetapi orangnya yang dinantikan.

e. Penyerahan atau serah terima secara simbolik calon pengantin

pria dan semua barang bingkisan, semua bingkisan disimpan

dikamar calon pengantin kecuali barang-barang untuk

peralatan.

f. Penutup dengan berdoa, biasanya dibawakan oleh kiai atau

ajengan.

Setelah upacara seserahan selesai, para tamu dipersilahkan untuk

menyantap makanan dan minuman yang telah disediakan.27

6. Sesajen dalam Islam

Sesajen atau sajen adalah sejenis persembahan kepada dewa atau

arwah nenek moyang pada upacara adat kalangan penganut kepercayaan

kuno di Indonesia, seperti pada suku Sunda, Jawa, Bali dan suku lainnya.28

27 Thomas Wiyasa. B, Upacara Perkawinan..., h. 18-19. 28 id.wikipedia.org/wiki/Sesajen, di Unduh pada tanggal 14 Juni 2019.

Page 36: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

Menurut filsafat Sunda sajen asal kata dari sesaji yang

mengandung makna sa-aji-an atau kalimah yang disimbolkan dengan

bahasa rupa bukan bahasa sastra, dimana didalamnya mengandung mantra

atau kekuatan metafisik atau supranatural. Kata sajen dari kata sa dan ajian

yang mana sa bermakna tunggal, aji bermakna ajaran serta sa bermakna

seuneu, bara atau api.29

Barang-barang yang digunakan dalam sesajen memiliki makna

diantaranya:

a. Parupuyan dan Menyan

Parupuyan merupakan tempat arang atau bara api yang

terbuat dari tanah, merah melambangkan api, kuning

melambangkan angin, putih melambangkan air, dan hitam

melambangkan tanah. Membakar kemenyan atau ngukus

bermakna ngudag “kusumaning hyang jati” yang bermakna

mengkaji dan menghayati serta menelusuri hakekat dan nilai-

nilai ke Tuhanan, sedangkan menyan bermakna temen tur

nyaan atau sebenar-benarnya secara keseluruhan bermakna

dalam mendalami, mengkaji dan menghayati harus sungguh-

sungguh serta sebenar-benarnya.

29 Ibid,.

Page 37: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

Wangi kemenyan bermakna silih wawangian atau

berbuat kebajikan, kini dalam tradisi Sunda ada pula yang

mengganti menggunakan dupa karena lebih mudah.

b. Amparan atau tikar

Bermakna kudu saamparan samaksud satujuan, harus satu

maksud, satu tujuan.

c. Alas lawon bodas atau kain putih sebagai alas

Bermakna hendaknya dalam tindakan dan ucapan harus

dilandasi oleh kebersihan hati, pikiran.

d. Kopi pahit dan kopi manis

Bermakna dalam laku lampah kehidupan pasti melalui

kepahitan dan manis yang semestinya diolah, dikaji dalam

tempurung pikiran dan hati yang tenang dan bersih.30

B. Pinangan Dalam Hukum Islam

1. Pengertian Pinangan

Kata pinangan atau peminangan berasal dari kata pinang atau

meminang, meminang memiliki sinonim melamar, yang dalam bahasa

Arab disebut dengan khitbah. Menurut etimologi, meminang atau melamar

memiliki arti meminta wanita untuk dijadikan istri (bagi diri sendiri atau

orang lain). Sedangkan menurut terminologi peminangan ialah kegiatan

30 I wayan sudarma, “Arti dan Makna Sesajen Menurut Budaya Sunda”, dalam

phdi.or.id/artikel/makna-simbolik-sesajen-Sunda diunduh pada 14 Juni 2019.

Page 38: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

upaya kearah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dengan

seorang wanita, atau seorang laki-laki meminta kepada seorang wanita

untuk menjadi istrinya dengan cara yang umum berlaku ditengah

masyarakat.31

Kompilasi hukum Islam pasal 1 bagian a menyebutkan

peminangan ialah kegiatan upaya kearah terjadinya hubungan perjodohan

antara seorang pria dengan seorang wanita. Dalam pasal 11 peminangan

dapat langsung dilakukan oleh orang yang berkehendak mencari pasangan

jodoh, namun dapat pula dilakukan oleh perantara orang yang dipercaya.32

Menurut Ibrahim Hosen sebagaimana yang telah dikutip oleh

Musa Aripin dalam jurnalnya yang berjudul eksistensi urf dalam

kompilasi hukum Islam, menyebutkan bahwa hukum Islam mensyariatkan

peminangan dengan tujuan kedua belah pihak yang hendak membangun

bahtera rumah tangga mengenal serta mengetahui calon pasangannya

sehingga tidak menimbulkan penyesalan dikemudian hari.33

2. Dasar Hukum Pinangan

Garis besar hukum peminangan terinci dalam pasal 12 ayat 1

kompilasi hukum Islam yang mengatur syarat peminangan, bahwa

peminangan dapat dilakukan kepada wanita yang masih perawan atau

31 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003), h.73-74. 32 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Akademika Presindo, 2010),

h. 113-116. 33 Musa Aripin, “Eksistensi Urf Dalam Kompilasi Hukum Islam”, (padangsidimpuan: Institut

Agama Islam Negeri Padangsidimpuan), No. 1/2016, h. 214.

Page 39: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

terhadap janda yang telah habis masa iddahnya. Dalam pasal 12 ayat (2),

(3), dan (4) disebutkan larangan peminangan terhadap wanita yang

mempunyai karakteristik sebagai berikut:

a. Ayat (2): wanita yang ditalak oleh suami yang masih berada dalam

masa iddah raj’iah haram dan dilarang untuk dipinang.

b. Ayat (3): dilarang meminang seorang wanita yang sedang dipinang

pria lain selama pinangan pria tersebut belum putus atau belum ada

penolakan dari pihak wanita.

c. Ayat (4): putus pinangan pihak pria, karena adanya pernyataan tentang

putusnya hubungan atau secara diam-diam pria yang meminang telah

menjauhi dan/atau meninggalkan wanita yang dipinang.34

Khitbah di syariatkan Islam berdasarkan firman Allah dalam

surah al-Baqarah ayat 235:

34 Abdurrahman, Kompilasi Hukum..., h.116.

Page 40: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang perempuan-perempuan itu

dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginanmu) dalam hati.

Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut kepada mereka.

Tetapi janganlah kamu membuat perjanjian (untuk menikah) dengan

mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan kata-kata yang

baik. Dan janganlah kamu menetapkan akad nikah, sebelum habis masa

idahnya. Ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang ada dalam

hatimu, maka takutlah kepada-Nya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha

Pengampun, Maha Penyantun”.35

Berikut adalah penafsiran surat al-Baqarah ayat 235:

Penakwilan firman Allah SWT:

“dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan

sindiran”

Abu Ja’far berkata: Maknanya yaitu, tidak ada dosa bagi

kamu, wahai para lelaki, meminang wanita-wanita yang beriddah dari

suami yang meninggal dunia dengan kata sindiran serta belum

mengadakan akad nikah.

Sindiran yang dibolehkan adalah seperti riwayat Ibnu Humaid

menceritakan kepada kami hal tersebut, dia berkata: Jarir

menceritakan kepada kami dari Manshur, dari Mujahid, dari Ibnu

Abbas tentang firman Allah “dan tidak ada dosa bagi kamu

meminang wanita-wanita itu dengan sindiran,” dia berkata, “sindiran

yaitu berkata ‘aku ingin kawin’ dan ‘aku sesungguhnya suka

perempuan yang begini dan begitu’ mengatakan dengan sindiran

yang baik.”

Penakwilan firman Allah SWT:

“atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam

hatimu”

Abu Ja’far berkata: makna “atau kamu menyembunyikan

(keinginan mengawini mereka) dalam hatimu” atau yang kalian

sembunyikan dalam diri kalian lantas kalian rahasiakan tentang

35 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, (Surabaya: Pustaka Agung Harapan,

2006), h. 48.

Page 41: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

keinginan meminang mereka dan berteguh hati untuk menikahinya

sedangkan mereka beriddah, maka tidak ada dosa juga atas kalian

tentang hal tersebut jika kalian tidak berteguh hati untuk mengadakan

akad nikah sehingga habis masa iddahnya.

Para ahli tafsir berpendapat seperti yang telah kami

kemukakan, berdasarkan riwayat Muhammad bin Amr menceritakan

kepadaku, dia berkata: Isa menceritakan kepada kami dari Ibnu Abi

Najih, dari Mujahid, tentang firman Allah “atau kamu

menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu”, dia

berkata “merahasiakan maksudnya adalah menyebutkan untuk

meminangnya di dalam dirinya, tidak menampakkannya kepadanya.

Ini semua halal”.36

Penakwilan firman Allah SWT:

“Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka”

Abu Ja’far berkata: maksud ayat tersebut adalah, Allah SWT

mengetahui kalian yang menyebut-nyebut mereka yang sedang

beriddah dengan meminang dalam hati dan lisan kalian. Ibnu Waki

menceritakan kepada kami, dia berkata: Bapakku menceritakan

kepada kami dari Yazid bin Ibrahim, dari Al Hasan, tentang firman

Allah, “Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut

mereka” dia berkata, “itu adalah khitbah”.

Penakwilan firman Allah SWT:

“dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji

kawin dengan mereka secara rahasia”

Abu Ja’far berkata: para ahli tafsir berselisih pendapat tentang

makna الس yang dilarang Allah SWT kepada hamba-Nya untuk

mengadakan janji nikah kepada orang yang beriddah. Sebagian

berkata “itu adalah zina”, berdasarkan riwayat Ibnu Basysyar

menceritakan kepada kami, dia berkata: Hamam menceritakan

36 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, diterjemahkan oleh Ahsan

Askan, dari judul asli Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al Qur’an, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2014), h. 85-

96.

Page 42: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

kepada kami dari Shalih bin Ad-Dahan, dari Jabir bin Zaid, tentang

firman-Nya “dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji

kawin dengan mereka secara rahasia”, dia berkata, “maksudnya

adalah zina”.

Penakwilan firman Allah SWT:

“kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang

makruf”

Abu Ja’far berkata: Allah berfirman “kecuali sekedar

mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang makruf”,

mengecualikannya dengan perkataan yang baikdari yang telah

dilarang, seperti seseorang mengadakan janji nikah dengan seorang

wanita secara rahasia, pengecualian ini tidak termasuk dalam

jenisnya, akan tetapi masuk dalam pengecualian ayat sebelumnya,

yaitu mempunyai makna berbeda dengan sebelumnya tentang sifat

secara khusus, maka ل sehingga ayat ,ولكن disini mengandung arti ا

“kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang

makruf” maknanya yaitu akan tetapi sekedar mengucapkan perkataan

yang baik. Jadi, Allah membolehkan berkata kepadanya dengan

perkataan yang baik ketika dalam masa iddahnya.

Berdasar riwayat Ibnu Basysyar menceritakan kepada kami,

dia berkata: Abdurrahman menceritakan kepada kami, dia berkata:

Sufyan menceritakan kepada kami dari Salamah bin Kuhail, dari

Muslim Al Bathin, dari Said bin Jubair, tentang firman-Nya “kecuali

sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang makruf”, dia

berkata, “seperti perkataan, ‘aku sungguh suka padamu, maka aku

berharap kita bisa bersama’.”

Penakwilan firman Allah SWT:

“dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk berakad nikah,

sebelum habis iddahnya”

Abu Ja’far berkata: maknanya yaitu, janganlah kamu bertetap

hati untuk berakad nikah, dan janganlah kamu membenarkan akad

tersebut dalam masa iddah mereka kemudian kamu

mengharuskannya di antara kalian dan mengadakan akad sebelum

Page 43: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

habis iddahnya. Berdasarkan riwayat, Musa menceritakan kepadaku,

dia berkata: Amr menceritakan kepada kami, dia berkata: Asbath

menceritakan kepada kami dari As-Suddi, tentang firman Allah حت

أجل الكتب sebelum habis iddahnya”, dia berkata, “ hingga“يبلغ

melewati masa iddah empat bulan sepuluh hari”.

Penakwilan firman Allah SWT:

“dan ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang ada dalam

hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah

Maha Pengampun lagi Maha Penyantun”

Abu Ja’far berkata: maksudnya yaitu, wahai manusia, Allah

mengetahui apa yang ada dalam diri kalian, yaitu mencintai dan

menikahinya, maka takutlah kepada Allah dari mengerjakan apa yang

dilarang-Nya, yaitu keinginan menikahinya dan hal-hal lain yang

berkenan dengannya selama masa iddah. Ketahuilah bahwa

sesungguhnya Allah Maha Pengampun atas segala kesalahan yang

diperbuat hamba-Nya, termasuk yang disembunyikan oleh kaum laki-

laki, yaitu keinginan mereka melamar wanita ketika iddah.

Sesungguhnya Allah Maha Lembut terhadap para hamba-Nya dan

tidak tergesa-gesa menimpakan siksa atas mereka.37

Berdasarkan penjelasan tafsir di atas, dapat dipahami bahwa

seorang laki-laki diperbolehkan untuk meminang seorang wanita yang

beriddah dengan kata-kata sindiran yaitu dengan kata-kata yang baik,

diperbolehkan pula seorang laki-laki memendam keinginannya untuk

meminang wanita yang beriddah di dalam hatinya sampai masa iddahnya

selesai, akan tetapi Allah melarang hambanya melakukan janji nikah

selama wanita tersebut masih dalam masa iddahnya kecuali sekedar

mengucapkan perkataan yang makruf.

37 Ibid., h. 98-120.

Page 44: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

Al-Qur’an menyebutkan di dalam surat an-Nisa’ ayat 4 yang

berbunyi:

“dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan yang kamu

nikahi sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka

menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang

hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati”.38

Asbabun nuzul surat an-Nisa’ ayat 4:

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abu Shahih, ia berkata,

“Seseorang apabila menikahkan seorang jandanya, ia mengambil

maskawinnya. Selanjutnya Allah melarang mereka melakukan hal itu lalu

menurunkan ayat berikut, “Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada

perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan.39

3. Akibat Hukum Pinangan

Peminangan belum menimbulkan akibat hukum dan para pihak

bebas memutuskan hubungan peminangan, kebebasan memutuskan

hubungan peminangan dilakukan dengan tata cara yang baik sesuai

dengan tutunan agama dan kebiasaan setempat sehingga tetap terbina

kerukunan dan saling menghargai. Sebagaimana di jelaskan dalam

38 Kementrian Agama RI, Al-Qur’anulkarim Tajwid Warna, Terjema Perkata dan Transliterasi

Latin, (Bekasi: Dinamika Cahaya Pustaka, 2017), h. 77. 39 Imam as-Suyuthi, Asbabun Nuzul, diterjemahkan oleh Ali Nurdin, dari judul asli Ababun

Nuzul, (Jakarta: Qitsi Press, 2017), h. 107.

Page 45: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

kompilasi hukum Islam pasal 13: “(1) pinangan belum menimbulkan

akibat hukum dan para pihak bebas memutuskan hubungan peminangan.

(2) kebebasan memutuskan hubungaan peminangan dilakukan dengan tata

cara yang baik sesuai dengan tuntunan agama dan kebiasaan setempat,

sehingga tetap terbina kerukunan dan saling menghargai”.40

4. Syarat Pinangan

Dalam melakukan peminangan, terdapat beberapa syarat dalam

peminangan, yakni:

a. Wanita yang dipinang bukan istri seseorang.

b. Wanita yang dipinang tidak dalam pinangan laki-laki lain.

c. Wanita yang dipinang tidak dalam masa iddah raj’i, perempuan yang

menjalani masa tunggu raj’i maka bekas suaminyalah yang berhak

merujuknya.

d. Wanita dalam masa iddah wafat hanya boleh dipinang dengan sindiran

(kinayah)

e. Wanita dalam masa iddah ba’in shugra tidak boleh dirujuk, tetapi

boleh dengan nikah yang baru oleh bekas suaminya meskipun dalam

iddah.

f. Wanita dalam masa iddah bain kubra boleh dipinang suaminya setelah

kawin dengan laki-laki lain, didukhul (berhubungan suami istri) dan

diceraikan.

40 Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Fajar Interpratama Mandiri, 2017), h. 80.

Page 46: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil pemahaman bahwa, wanita

yang statusnya bertentangan atau kebalikan dari apa yang disebut di atas,

maka terhalang untuk dipinang.41

5. Rukun Pinangan

Peminangan merupakan sebuah aksi (fi’lah), ikatan (‘iqdah), dan

posisi (jilsah). Contoh, seorang laki-laki mengkhitbah seorang perempuan,

artinya, laki-laki itu mengajak perempuan tadi untuk menikah (melamar/

meminangnya) dengan cara yang lumrah dan biasa dilakukan oleh orang

umum. Adapun rukun peminangan adalah pelaku peminangan yang

disebut khatib, yaitu orang yang mengkhitbah perempuan.42

6. Batasan Tubuh Wanita yang Boleh Dilihat Saat Pinangan

Para ulama berbeda pendapat mengenai batasan bagian tubuh

wanita yang boleh dilihat oleh lelaki yang hendak menikahinya, sebagai

berikut:

a. Boleh melihat wajah dan kedua telapak tangan saja, dan tidak boleh

melihat bagian tubuh lainnya. Pendapat ini merupakan pendapat

mayoritas ulama.

b. Boleh melihat bagian tubuh yang biasa terbuka, seperti leher, kedua

tangan dan telapak kaki. Ini merupakan pendapat terkuat mazhab

Hanbali.

41 Mardani, Hukum Keluarga di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2017), h. 19-20. 42 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 3, (Bandung: Tinta Abadi Gemilang, 2013), h. 221.

Page 47: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

c. Boleh melihat seluruh bagian tubuhnya. Ini merupakan pendapat Ibnu

Hazm dan Dawud, serta salah satu riwayat dari Imam Ahmad.

Batasan tubuh wanita yang boleh dilihat oleh lelaki yang

meminangnya jika seorang lelaki menjumpai wanita yang hendak

dipinangnya, maka wanita tersebut boleh memperlihatkan wajah dan

kedua telapak tangannya, sesuai dengan pendapat mayoritas ulama,

namun jika lelaki tersebut melihatnya secara sembunyi-sembunyi,

maka dia boleh melihat apa saja yang dapat membuatnya lebih tertarik

untuk menikahinya.43

43 Ibid., h. 637-638.

Page 48: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Sifat Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research).

Penelitian lapangan adalah suatu penelitian yang bertujuan mempelajari

secara intensif tentang latar belakang dan keadaan sekarang, dan interaksi

lingkungan suatu unit sosial: individu, kelompok, lembaga dan

masyarakat.44 Dalam penelitian ini yang dimaksudkan dengan field

research adalah penelitian yang ditujukan langsung kelokasi yang akan

diteliti yaitu pada Desa Tegal Yoso yang berada di Kecamatan

Purbolinggo, Kabupaten Lampung Timur.

2. Sifat Penelitian

Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif. Deskriptif merupakan

penelitian yang dilakukan untuk membuat pencandraan secara sistematis,

aktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah

tertentu.45 Penelitian ini digunakan karena peneliti berupaya

mendeskripsikan secara sistematis dan faktual mengenai tinjauan hukum

Islam terhadap seserahan dalam adat Sunda yang didasarkan pada data-

44 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h. 80. 45 Ibid…, h. 75.

Page 49: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

data yang terkumpul selama penelitian dan dituangkan dalam bentuk

laporan atau uraian.

B. Sumber Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua sumber data, yakni sumber

data primer dan sumber data sekunder. Adapun yang dimaksud dengan

sumber data primer dan sumber data sekunder sebagai berikut:

1. Sumber Data Primer

Sumber data primer merupakan sumber data yang langsung

diperoleh dari narasumber atau lapangan.46 Dalam penelitian ini yang

menjadi sumber data primer adalah 2 orang tokoh adat Desa Tegal Yoso, 3

pelaku seserahan di Desa Tegal Yoso, 2 orang tokoh agama Desa Tegal

Yoso Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur.

2. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder merupakan data yang diperoleh dari

narasumber kedua atau sumber sekunder dari data yang dibutuhkan.47

Dalam mengumpulkan data tentang tinjauan hukum Islam terhadap

seserahan dalam adat Sunda, peneliti tidak hanya bergantung pada sumber

primer, apabila peneliti kesulitan mendapatkan data secara langsung dari

sumber primer dikarenakan data tersebut berkaitan dengan masalah

pribadi sumber subjek penelitian.

46 S. Nasution, Metode Research (Penelitian Ilmiah), (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 143. 47 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Kencana Perdana, 2003), h. 132.

Page 50: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku yang

terkait dengan penelitian ini, seperti buku Thomas Wiyasa Bratawidjaja

yang berjudul upacara perkawinan adat Sunda, buku kiat sukses

menyelenggarakan pesta perkawinan adat Sunda, kompilasi hukum Islam

di Indonesia, dan buku-buku lainnya yang berhubungan dengan masalah

penelitian.

C. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif kualitatif, maka

penelitian dilakukan langsung oleh peneliti menggunakan metode wawancara

dan metode dokumentasi.

1. Wawancara

Metode wawancara adalah alat pengumpul informasi dengan cara

mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan

pula. Wawancara yang dimaksud adalah teknik untuk mengumpulkan data

yang akurat untuk keperluan proses pemecahan masalah tertentu, yang

sesuai dengan data.48

Metode wawancara merupakan suatu proses interaksi dan

komunikasi dengan tujuan mendapatkan informasi penting yang

48 Muhamad, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam Pendekatan Kuantitatif, (Jakarta: Rajawali

Pers, 2013), h. 105.

Page 51: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

diinginkan, wawancara dibedakan menjadi tiga macam, yaitu wawancara

semistruktur, wawancara terstruktur, dan wawancara tak berstruktur.49

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara

semistruktur dimana dalam hal ini peneliti memberikan pertanyaan-

pertanyaan yang sesuai dengan kerangka pertanyaan yang telah

dipersiapkan, dan narasumber diberikan kebebasan dalam menjawab

pertanyaan. Metode wawancara ini digunakan untuk mendapatkan data

tentang proses pelaksanaan penelitian ini dan untuk mendapat informasi

tentang barang-barang untuk seserahan, praktik seserahan.

Wawancara dilakukan kepada 2 orang tokoh adat Desa Tegal Yoso

atas nama bapak Mimin dan ibu Anah, 3 orang pelaku seserahan Desa

Tegal Yoso atas nama Efendi, Eri Sofyan dan Dian setiawan, 2 orang

tokoh agama Desa Tegal Yoso atas nama bapak Ukim Warja Dinata dan

bapak Toat Sutrisna.

2. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan metode yang digunakan untuk

memperoleh informasi dari narasumber tertulis atau dokumen-dokumen,

baik berupa buku, majalah, peraturan-peraturan, notulen, rapat, catatan

harian dan lain-lain.50

49 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 73. 50 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Yogyakarta: Rineka

Citra, 2006), h. 158.

Page 52: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

Dokumentasi dalam penelitian ini adalah berupa data profil Desa

Tegal Yoso dan dokumentasi saat wawancara.

D. Tehnik Analisis Data

Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja

dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang

dapat dikelola, mensintesiskan, mencari dan menemukan pola, menemukan

apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat

diceritakan kepada orang lain.51

Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif, yaitu berupa

keterangan-keterangan dalam bentuk uraian-uraian sehingga untuk

menganalisisnya dipergunakan cara berfikir induktif. Teknik analisa data

dilakukan melalui beberapa tahapan yang telah ditentukan yakni identifikasi,

klasifikasi, dan selanjutnya diinterprestasikan dengan cara menjelaskan secara

deskriptif.52

Setelah peneliti menganalisis data yang telah diperoleh, kemudian

penelitian mengambil kesimpulan dengan menggunakan cara berfikir induktif.

Berfikir induktif yaitu suatu cara berpikir yang berangkat dari fakta-fakta

khusus konkrit, peristiwa konkrit, kemudian ditarik secara generalisasi yang

mempunyai sifat umum.53 Cara berfikir induktif digunakan oleh peneliti

51 Ibid., h. 248. 52 Sutrisno Hadi, Metodologi Research: untuk Penulisan Paper, Skripsi, Thesis, dan Disertasi

Jilid 1, (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 1984), h. 70. 53 Ibid., h. 40.

Page 53: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

karena untuk menganalisis data tentang seserahan adat Sunda serta untuk

memperoleh pengetahuan tinjauan hukum Islam.

Page 54: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Desa Tegal Yoso Kec. Purbolinggo Kab. Lampung Timur

1. Sejarah Singkat Desa Tegal Yoso

Desa Tegal Yoso berdiri pada tahun 1953, berasal dari transmigrasi

umum yang didatangkan dari pulau Jawa yang mayoritas penduduk berasal

dari Jawa Tengah dan Jawa Barat, dengan daerah asal, Kebumen, Solo,

Karang Anyar, Sumedang dan Ciparay. Nama Tegal Yoso untuk pertama

kalinya dipopulerkan oleh camat Purbolinggo yang bernama Niti Suwarso

pada tahun 1953. Desa Tegal Yoso terdiri dari dua suku kata yakni Tegal dan

Yoso.54

Kata Tegal Yoso menurut Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia

bebas diartikan, yakni Yasa atau Yoso memiliki arti cikal bakal, membuat

sendiri, membangun sendiri. Yasa atau Yoso dalam bahasa Jawa berarti

“membuat sendiri” atau “membangun sendiri”.55 Dengan demikian, dapat

diartikan bahwa istilah tersebut mencakup tiga pengertian sekaligus yang

tidak bisa dipisahkan, yaitu pengertian “berkarya (membuka hutan)”, “benar-

benar menduduki tanah itu” dan “hak bagi orang yang bersangkutan untuk

menggunakannya”. Dengan kata lain, hak seseorang atas tanah ini berasal

fakta bahwa dialah atau nenek moyang yang semula membuka tanah tersebut,

54Arsip Profil Desa Tegal Yoso tahun 2017. 55 Ibid.,

Page 55: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

Tegal Yoso berarti Tanah Yasa yang memiliki arti tanah yang diperoleh

berkat usaha sendiri membuka lahan atau tanah liar untuk dijadikan tanah

garapan atau pemukiman.56

Dapat diketahui bahwa desa Tegal Yoso merupakan desa yang

berpendudukkan transmigrasi yang datang dari Jawa Tengah dan Jawa Barat,

desa Tegal Yoso terdapat kelompok penduduk berdasar suku, seperti Tegal

Yoso Solo yang penduduknya mayoritas bersuku Jawa datang dari Jawa

Tengah, Tegal Yoso Kebumen yang mayoritas penduduk bersuku Jawa

berbicara dengan bahasa ngapak mereka datang dari Jawa Tengah, Tegal

Yoso Pasundan yang penduduknya berasal dari Jawa Barat bersuku Sunda,

Tegal Yoso Kerajan dengan penduduk bersuku Sunda, penelitian mengenai

seserahan dilakukan di desa Tegal Yoso Pasundan dan Kerajan yang bersuku

Sunda, mereka masih sangat kental dalam melakukan tradisi adat, masih

memiliki kepercayaan mengenai tradisi.

2. Gambaran Secara Umum Desa Tegal Yoso

Kondisi Desa Tegal Yoso pada umumnya sama dengan kondisi desa-

desa yang ada di wilayah Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur

dengan spesifikasi sebagai berikut:

a. Desa atau Kelurahan : Tegal Yoso

b. Kecamatan : Purbolinggo

c. Kabupaten : Lampung Timur

56Ibid.,

Page 56: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

d. Provinsi : Lampung

e. Luas wilayah : 536,50 ha

f. Jumlah penduduk : 3.239 jiwa

g. Jumlah KK : 995 KK

h. Topografi : Datar

i. Koordinat : Desa Tegal Yoso berbatasan langsung dengan

kawasan hutan Taman Nasional Way Kambas (TNWK).57

Jumlah penduduk desa Tegal Yoso sebanyak 3.239 yang

mendominasi mata pencaharian penduduk adalah sebagai petani,

selebihnya sebagai buruh serabutan, ada yang sebagai pedagang, sebagian

kecil sebagai pegawai honorer, TNI dan POLRI, penjahit, dan hanya

sebagai ibu rumah tangga.

3. Geografis dan Demografis Desa Tegal Yoso

a. Letak geografis

Desa Tegal Yoso adalah salah satu desa di wilayah Kecamatan

Purbolinggo, berada di sebelah utara Kabupaten Lampung Timur, terletak

pada garis bujur 105,554146 dan garis lintang -4,979898. Jarak tempuh

ke Kecamatan sejauh ± 3 km dengan lama tempuh sekitar ± 9 menit. Jarak

57 Ibid.,

Page 57: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

tempuh ke Kabupaten Lampung Timur sejauh ± 12 km dengan lama

tempuh sekitar ± 30 menit.58

b. Batas-batas Desa

Batas-batas desa telah tercantum pada Perdes No. 01 Tahun 2014

tentang wilayah dan batas-batas desa tegal yoso. Mengenai batas desa

tersebut selama ini tidak pernah terjadi kesalah pahaman dan sengketa antar

desa yang berbatasan dengan Desa Tegal Yoso. Adapun batas-batas

tersebut adalah sebagai berikut :

1) Sebelah utara berbatasan dengan Desa Tanjung Kesuma.

2) Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tanjung Intan dan Desa

Taman Fajar.

3) Sebelah timur berbatasan dengan Taman Nasional Way Kambas

(TNWK).

4) Sebelah barat berbatasan dengan Desa Tanjung Intan.59

Desa Tegal Yoso merupakan desa yang yang cukup jauh untuk

menuju kabupaten dan kota, masuk ke dalam untuk menuju desa,

masyarakat desa Tegal Yoso berbatasan langsung dengan desa Tanjung

Kesuma yang bersuku Sunda sama-sama menggunakan tradisi yang sama

dengan desa Tegal Yoso, bahkan tokoh adat untuk memimpin jalannya

acara adat didatangkan dari desa Tegal Yoso.

58Arsip Profil Desa Tegal Yoso tahun 2017. 59Ibid.,

Page 58: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

Desa Tegal Yoso memiliki banyak lahan persawahan dan lading,

dimana lahan-lahan tersebut berbatasan langsung dengan taman nasional

way kambas, sehingga pada saat musim tanam gajah-gajah dari hutan

taman nasional way kambas keluar dari hutan kemudian merusak dan

memakan tanaman masyarakat.

Table 1. Jumlah Penduduk Desa Tegal Yoso60

No Usia Jumlah Presentase

1. 0-10 Tahun 544 Jiwa 17.3 %

2. 11-20 Tahun 624 Jiwa 19.8 %

3. 21 – 30 Tahun 544 Jiwa 17.3 %

4. 31-40 Tahun 545 Jiwa 16.4 %

5. 41-50 Tahun 546 Jiwa 13.5 %

6. 51-60 Tahun 547 Jiwa 8.0 %

7. >60 Tahun 548 Jiwa 7.7 %

Jumlah total 549 Jiwa 100.0 %

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa jumlah penduduk

berdasarkan usia yang menurut peneliti memiliki pengaruh dalam tradisi

seserahan di Desa Tegal Yoso, Usia 41 tahun sampai dengan 60 tahun yang

keseluruhan berjumlah 1.641 jiwa dengan total presentase 29,2 %. Seserahan

merupakan tradisi turun temurun, dimana orang-orang tua yang masih kental

dengan tradisi seserahan yang sudah sejak lama diwarisi, orang-orang yang

berusia di atas 60 tahun telah menurunkan tradisi seserahan kepada anak-

60Arsip Profil Desa Tegal Yoso tahun 2017.

Page 59: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

anaknya begitu seterusnya, sehingga seserahan masih digunakan sampai saat

ini sehingga menjadikan seserahan sebagai budaya yang harus dilakukan

setiap acara pernikahan.

Table 2. Pendidikan di Desa Tegal Yoso61

No Pendidikan Jumlah Jiwa

1. Buta Huruf 23 Jiwa

2. Tidak Tamat SD 148 Jiwa

3. Tamat SD/Sederajat 565 Jiwa

4. Tamat SMP/Sederajat 504 Jiwa

5. Tamat SMA/Sederajat 447 Jiwa

6. D-1 8 Jiwa

7. D-2 4 Jiwa

8. D-3 21 Jiwa

9. S-1 13 Jiwa

10. S-2 2 Jiwa

11. Masih Sekolah 7-15 Tahun 449 Jiwa

12. Masih Sekolah 7-15 Tahun 19 Jiwa

Tingkat pendidikan dipandang penting dalam mempengaruhi suatu

perubahan, tingkat pendidikan di desa Tegal Yoso sudah cukup baik,

terbukti dari jumlah penduduk yang tamat SMA hingga jenjang S-2

berjumlah 495 jiwa, akan tetapi penduduk yang hanya tamat SMP bahkan

penduduk buta huruf mencapai jumlah 1.220 jiwa. Tradisi yang sudah

61Ibid.,

Page 60: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

menjadi kebiasaan dalam masyarakat sulit untuk dihilangkan, karena

masyarakat sudah terbiasa untuk melakukan tradisi yang telah diwariskan

hingga jika tidak melakukan merasa ada yang janggal dalam sebuah acara.

Dalam melakukan tradisi, pendidikan dianggap bukan alasan untuk tidak

melakukan yang telah diwariskan, jadi mereka tetap mengikuti apa yang

telah dilakukan masyarakat dan yang sudah diajarkan oleh orang tua.

Seperti yang disampaikan oleh Eri Sofyan yang memiliki latar

belakang pendidikan D-3, ia mengatakan jika seserahan sudah menjadi adat

kebiasaan yang dilakukan sejak dulu dalam masyarakat, maka mau tidak

mau harus dilakukan.62

Berbeda dengan Eri Sofyan, Dian Setiawan yang sedang menempuh

pendidikan jenjang S-1 memberikan pendapat bahwa dirinya pribadi merasa

tidak setuju dengan adanya tradisi seserahan karena mengapa harus ada

seserahan yang terkesan menghambur-hamburkan dana dalam pernikahan,

harus membelikan segala perlengkapan wanita yang belum resmi menjadi

istri, sedangkan perlengkapan dapat dibeli saat sudah resmi menjadi

keluarga, namun karena sudah menjadi tradisi yang selalu dilakukan maka

mau tidak mau harus melakukannya.63

Efendi mengatakan seserahan baginya bukan suatu beban, karena

sudah menjadi tradisi maka sudah melakukan persiapan sebelumnya,

62 Wawancara dengan Eri Sofyan, Pemuda Desa Tegal Yoso, pada tanggal 25 Januari 2019. 63 Wawancara dengan Dian Setiawan, Pemuda Desa Tegal Yoso, pada tanggal 26 Januari 2019.

Page 61: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

sebelum memutuskan untuk berumah tangga laki-laki sudah menyiapkan

tabungan untuk menggelar pernikahan beserta acara-acara adat yang biasa

dilakukan masyarakat.

Dapat dipahami bahwa pendidikan bukan alasan untuk tidak

melakukan tradisi yang sejak lama dilakukan, mereka sudah dibiasakan

dengan adat-adat yang dilakukan oleh leluhur.

Peta Desa Tegal Yoso64

B. Pelaksanaan Seserahan dalam Adat Sunda di desa Tegal Yoso Kec.

Purbolinggo, Kab. Lampung Timur

Seserahan merupakan salah satu tradisi adat yang digunakan oleh

hampir setiap suku di Indonesia, seperti suku Sunda yang peneliti ngkat dalam

64Ibid…,

Page 62: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

penelitian ini, menggunakan tradisi seserahan dalam pernikahan di anggap

sebagai sebuah keharusan untuk dilakukan dan tidak bisa di tinggalkan pada

setiap acara pernikahan.

Seperti yang terjadi di desa Tegal Yoso masyarakat yang khususnya

bersuku Sunda juga melakukan tradisi seserahan disetiap acara pernikahan yang

akan berlangsung, sebagaimana yang disampaikan oleh Ibu Anah yang sudah

menjadi tokoh adat sejak lama mengatakan bahwa seserahan adalah proses

menyerahkan calon mempelai laki-laki kepada pihak calon mempelai wanita

untuk dinikahkan, selain menyerahkan calon mempelai laki-laki rombongan

pihak laki-laki juga membawa barang bawaan, seserahan sudah lama dilakukan

dari orang-orang tua zaman dulu.65

Masyarakat desa Tegal Yoso khususnya suku Sunda, sangat lengkap

dalam melakukan tradisi adat pernikahan, dengan di tuntun oleh tokoh adat

masyarakat melakukan tradisi-tradisi yang telah diwariskan oleh orang tua

terdahulu. Pelaksanaan seserahan di desa Tegal Yoso meliputi:

a. Barang-barang bawaan

Tradisi seserahan tidak hanya menyerahkan calon mempelai laki-laki

untuk dinikahkan, akan tetapi rombongan calon mempelai laki-laki membawa

bawaan sebagaimana yang telah dibicarakan pada saat acara ngalamar atau

dalam bahasa Indonesia disebut meminang.

65 Wawancara dengan Ibu Anah, Tokoh Adat Desa Tegal Yoso pada tanggal 24 Januari 2019.

Page 63: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

Ibu Anah sebagai tokoh adat mengatakan bahwa barang-barang

seserahan yang mengikuti tradisi sangat lengkap, diantaranya kain, pakaian

jadi untuk calon istri, pakaian dalam lengkap, hijab (jika calon istri

mengenakan hijab), seperangkat alat shalat, sepatu, tas, sandal, meja, kursi,

lemari, kasur, tempat tidur, bantal, beras, bumbu dapur lengkap, alat rias,

payung, kambing, kelapa, perabotan dapur, perlengkapan untuk sesaji yang

akan digunakan saat malam hari akad, uang.66

Melihat dari barang seserahan yang digunakan, pada umumnya sama

dengan barang yang digunakan pada seserahan adat lain, namun pada

masyarakat desa Tegal Yoso terdapat keunikan yaitu adanya perlengkapan

untuk sesaji. Ibu Anah mengatakan, perlengkapan sesaji berupa bunga 3

macam (kantil, melati dan mawar), kemenyan, kelapa, buah-buahan, kopi

pahit, kopi manis, bubur merah dan putih, padi dengan tangkainya, daun

sirih, tembakau atau rokok, telur ayam, kain putih sedikit, tikar pandan, alas

putih, arang untuk membakar kemenyan. Sesaji tersebut di persembahkan

untuk arwah leluhur sebagai penghormatan, sesaji dipersiapkan pada saat hari

hajat atau hari akad agar acara pernikahan berjalan lancar.67

Senada dengan Ibu Anah, Bapak Mimin yang juga sebagai tokoh adat

mengatakan barang-barang yang dibawa pada saat seserahan, itu merupakan

permintaan dari pihak calon istri yang kemudian dibicarakan dengan pihak

66 Ibid. 67 Ibid…, pada 10 April 2019.

Page 64: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

laki-laki keberatan atau tidak dengan yang diminta, jika merasa tidak mampu

atau keberatan, maka akan di musyawarahkan bagaimana baiknya.68

Mengenai perlengkapan sesaji, Bapak Mimin mengatakan, sesaji

berupa bunga, menyan, arang, buah-buahan, kopi pahit dan manis, rokok,

bubur merah dan putih, telur ayam, daun sirih, tikar, kain putih. Sesaji

nantinya digunakan pada saat malam akan hari akad, sesaji diberikan kepada

arwah leluhur agar acara pernikahan berjalan lancar.69

Seserahan merupakan proses yang dilakukan setelah proses khitbah

atau peminangan, masyarakat pada umumnya selalu melakukan peminangan

pada saat hendak melakukan pernikahan, begitu pula dengan yang dilakukan

masyarakat desa Tegal Yoso. Peminangan dianjurkan agar antara kedua

pihak keluarga dapat saling mengenal sehingga tidak ada penyesalan di

kemudian hari, dalam melakukan peminangan terdapat syarat yang harus

dipenuhi, diantaranya adalah wanita yang dipinang bukan istri orang, bukan

wanita yang telah dipinang oleh orang lain, wanita yang tidak sedang dalam

masa iddah raj’i.

Namun, dalam masyarakat desa Tegal Yoso khususnya dalam

melakukan peminangan biasanya pihak pria menanyakan apa saja yang akan

dijadikan sebagai barang seserahan, barang seserahan yang digunakan pada

umumnya sama dengan adat lain yakni perlengkapan kebutuhan wanita serta

68 Wawancara dengan Bapak Mimin, Tokoh Adat Desa Tegal Yoso, pada tanggal 24 Januari

2019. 69 Ibid…, pada 11 April 2019.

Page 65: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

kebutuhan kedua calon mempelai setelah berumah tangga, tetapi masyarakat

selalu menyertakan perlengkapan sesaji sebagaimana yang telah di percaya

oleh masyarakat desa Tegal Yoso bahwa sesaji yang di persembahkan untuk

arwah nenek moyang dapat melancarkan acara.

Barang sesaji yang biasa digunakan dan disepakati pada saat

mengkhitbah bahwa pihak laki-laki membawa perlengkapan sesaji sesuai

dengan yang dipercaya oleh masyarakat, hal tersebut merupakan perbuatan

yang dilarang dalam ajaran Islam, dimana kebiasaan mempersembahkan

sesaji merupakan perbuatan syirik dalam ajaran Islam dan sudah seharusnya

untuk ditolak atau dihilangkan dari kebiasaan masyarakat khususnya

masyarakat desa Tegal Yoso.

Mengenai barang saat seserahan, Bapak Toat Sutrisna menambahkan

bahwa barang-barang yang diminta dan diberikan memiliki maksud serta

tujuan, sebagaimana yang dikatakan oleh Bapak Toat Sutrisna sebagai tokoh

agama bahwa barang dalam seserahan hanya untuk membantu pihak wanita

dalam melangsungkan acara pernikahan.70

Dalam melakukan seserahan, para pemuda telah dibekali atau

diajarkan oleh para orang tua untuk melakukan seserahan, sebagai orang yang

melakukan langsung seserahan, mereka mengetahui apa saja yang harus

dibawa. Seperti yang dikatakan oleh Efendi sebagai pemuda yang akan

70 Wawancara dengan Bapak Toat Sutrisna, Tokoh Agama Desa Tegal Yoso, pada tanggal 27

Januari 2019.

Page 66: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

melaksanakan seserahan mengatakan barang yang di bawa antaranya beras,

minyak goreng, bawang merah, bawang putih, gula merah, gula pasir,

kerupuk, kecap, kertas nasi, mie, ayam, kelapa, beserta bumbu-bumbu dapur

lainnya, kebaya, sandal, sepatu, seperangkat alat shalat, alat rias, pakaian

dalam calon istri, kain, pakaian jadi, uang.71

Barang-barang seserahan yang mengikuti tradisi sangat lengkap, mulai

dari perabotan dapur, bumbu dapur lengkap, alat rias wanita, kebutuhan-

kebutuhan wanita, namun hal tersebut bisa dimusyawarahkan kembali apabila

pihak laki-laki tidak sanggup untuk memenuhi permintaan pihak wanita,

pihak laki-laki bisa meminta keringanan untuk seserahan, kemudian pihak

laki-laki melakukan musyawarah bagaimana baiknya diambil jalan tengahnya

agar pernikahan tetap bisa di langsungkan, setelah mencapai kesepakatan dan

pihak wanita tidak keberatan menerima, maka seserahan dapat dilakukan.

Setelah barang yang akan dipakai untuk seserahan telah disepakati,

kemudian barang-barang dipersiapkan untuk dibawa saat pelaksaan acara

seserahan, pelaksanaan seserahan.

b. Pelaksanaan Seserahan di Desa Tegal Yoso

Pelaksanaan seserahan di desa Tegal Yoso ada yang dilaksanakan

sehari sebelum hari akad, ada pula yang melakukannya bersamaan dengan

hari akad tepatnya sebelum melakukan ijab qabul.

71 Wawancara dengan Efendi, Pemuda Desa Tegal Yoso, pada tanggal 25 Januari 2019.

Page 67: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

Sebagaimana yang disampaikan oleh Bapak Mimin sebagai tokoh adat

beliau memaparkan bahwa, cara melakukan seserahan, biasanya malam

sebelum hari akad tapi ada juga yang melakukannya bersamaan dengan hari

akad, pelaksanaan sebelum hari akad pihak laki-laki mengirimkan utusan

beberapa orang yang dipercaya, orang yang dituakan istilahnya tokoh adat,

setelah sampai rumah pihak wanita, tuan rumah boleh menyambutnya

langsung atau melalui orang yang dipercaya, setelah tuan rumah menyambut

dan menanyakan maksud kedatangan dari utusan pihak laki-laki, orang yang

dituakan oleh pihak laki-laki menyampaikan maksud kedatangannya beserta

utusan yang lain bahwa akan menyerahkan barang seserahan, setelah itu

pihak wanita menerima simbol dari barang seserahan.72

Sedikit berbeda dengan yang disampaikan oleh bapak Mimin, Ibu

Anah mengatakan bahwa pelaksaan seserahan dilaksanakan bersamaan

dengan hari akad, jika seminggu atau sebelum hari akad itu dimaksudkan

untuk membantu hajatan tetapi sepertinya tidak perlu karena untuk hajatan

pasti sudah ada, jadi barang seserahan dibawa saat hari akad rombongan

pihak laki-laki datang dengan membawa seserahan yang bisa dibawa kecuali

barang-barang seperti tempat tidur, kasur, bantal, lemari, meja, kursi, dan

perabotan dapur biasanya hanya di mobil saja, barang-barang yang lain di

bawa oleh rombongan, lalu pihak dari wanita memberikan sambutan, setelah

72 Wawancara dengan Bapak Mimin, Tokoh Adat Desa Tegal Yoso, pada tanggal 24 Januari

2019.

Page 68: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

selesai dari pihak wanita, maka utusan atau langsung dari orang tua laki-laki

membalas sambutan tersebut serta menyampaikan maksud kedatangan

bersama rombongan, lalu menyerahkan simbol barang seserahan yang

diterima oleh pihak wanita, setelah itu acara dilanjutkan dengan akad nikah.73

Seserahan di desa Tegal Yoso sudah menjadi hal biasa untuk

dilakukan, maka pemuda di desa tersebut sudah diberi bekal oleh orang tua

mereka bagaimana melakukan seserahan. Efendi sebagai pemuda yang telah

melakukan seserahan mengatakan dalam melaksanakan seserahan, tidak

terlalu merasa menjadi beban karena sudah menjadi kebiasaan yang

dilakukan sebelum menikah, jadi sebelum memutuskan untuk menikah pasti

laki-laki harus sudah menabung untuk melaksanakan pernikahan, mulai dari

biaya pernikahan, biaya untuk seserahan, pelaksanaan seserahan ada yang

sebelum hari akad ada juga yang bersamaan dengan hari akad, seserahan

yang Efendi sendiri jalani dilakukan malam sebelum akad, keluarga

mengirim utusan tokoh adat dan orang yang dipercaya untuk mengantarkan

barang seserahan, Efendi sendiri tidak diperbolehkan ikut dalam seserahan

tersebut.74

Pelaksanaan seserahan di desa Tegal Yoso berbeda-beda kapan

melaksanakannya, akan tetapi inti dari seserahan tetap sama, dalam

perbedaan tersebut masing-masing memiliki maksud, seperti pelaksanaan

73 Wawancara dengan Ibu Anah, Tokoh Adat Desa Tegal Yoso, pada tanggal 24 Januari 2019. 74 Wawancara dengan Efendi, Pemuda Desa Tegal Yoso, pada tanggal 25 Januari 2019.

Page 69: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

seminggu atau sehari sebelum akad nikah dimaksudkan agar barang

seserahan bisa digunakan oleh pihak wanita untuk acara hajatan.

C. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Seserahan Dalam Adat Sunda di Desa

Tegal Yoso Kec. Purbolinggo Kab. Lampung Timur

Praktik pernikahan yang terjadi di Desa Tegal Yoso Kecamatan

Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur tidak berbeda dengan pernikahan

pada umumnya, pernikahan berjalan sesuai dengan tuntunan agama Islam dan

di tambah dengan berbagai ritual adat Sunda. Dalam salah satu ritual adat

yang dilakukan yaitu seserahan, seserahan di desa Tegal Yoso tidak banyak

perbedaan hanya saja di antara barang-barang seserahan, terdapat

perlengkapan untuk sesaji yang di percaya dapat melancarkan acara

pernikahan, apabila tidak ada sesaji maka dipercaya acara pernikahan tidak

berjalan lancar.

Bapak Toat Sutrisna sebagai tokoh agama mengatakan bahwa

seserahan boleh-boleh saja untuk dilakukan selama tidak ada yang

menyimpang dalam ajaran Islam, seserahan adalah budaya, seserahan hanya

budaya kita saja, budaya adat, dalam Islam seserahan sama saja dengan

memberikan hadiah atau oleh-oleh untuk tuan rumah dan itu tidak dilarang

dalam agama, tidak ada larangan dalam memberi hadiah selama hadiah itu

baik bukan hadiah yang di larang, yang dilarang adalah perlengkapan sesaji

Page 70: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

yang dipercaya untuk kelancaran acara. Seserahan bukan sebuah keharusan

untuk dilakukan, karna bersifat hadiah untuk membantu pihak wanita.75

Senada dengan yang disampaikan dengan Bapak Toat, Bapak Ukim

Warja Dinata menyatakan bahwa seserahan dalam Islam wajar-wajar saja

untuk dilakukan, boleh-boleh saja dilakukan selama tidak ada hal yang

menyimpang, hanya saja jika ada barang seperti sesaji itu yang tidak di

perbolehkan. Seserahan sama dengan memberi hadiah untuk calon istri

sebagai bentuk keseriusan, tetapi bukan suatu keharusan, seserahan nantinya

akan digunakan kembali bersama waktu menjalani rumah tangga.76

Tradisi seserahan apabila di kaji dan analisis melalui hukum Islam,

tradisi ini sesungguhnya tidak relevan dan tidak tercantum dalam syarat

maupun rukun pernikahan yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam

(KHI). Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) disebutkan bahwa pernikahan

merupakan akad yang sangat kuat atau miitsaaqan gholiidhan untuk mentaati

perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.77

Budaya yang berkembang di desa Tegal Yoso peneliti mencari solusi

dengan pendekatan urf atau disebut juga dengan adat, dimana urf dibagi

menjadi dua bagian yaitu urf shahih dan urf fasid. Ketika sebuah adat atau

kebiasan dalam masyarakat tidak bertentangan dengan dalil syara’ serta tidak

75 Wawancara dengan Bapak Toat Sutrisna, Tokoh Agama Desa Tegal Yoso, pada tangaal 27

Januari 2019. 76 Wawancara dengan Bapak Ukim Warja Dinata, Tokoh Agama Desa Tegal Yoso, pada

tanggal 27 Januari 2019. 77 H. Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Akademika Presindo,

2010), h. 114.

Page 71: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

menghalalkan yang haram maka kebiasaan tersebut boleh dijadikan sebagai

tuntunan atau boleh untuk dilakukan dalam masyarakat hal tersebut

merupakan urf yang shahih, akan tetapi apabila adat atau kebiasaan yang

dilakukan masyarakat bertentangan dengan dalil syara’ serta menghalalkan

yang haram disebut dengan urf fasid yang tentu hal tersebut dilarang dalam

Islam.

Hakikat adat dan urf adalah sesuatu yang sama-sama dikenal oleh

masyarakat dan telah berlaku secara terus menerus sehingga diterima

keberadaannya ditengah umat.78

Hukum Islam bersifat universal sehingga mengatur segala aspek

kehidupan manusia, namun tidak terlepas dari pengaruh budaya atau dari

suatu daerah, misal desa Tegal Yoso, dimana hukum Islam berkembang

sehingga proses perkawinan adat berupa seserahan yang terjadi di desa Tegal

Yoso termasuk dalam urf.

Seserahan pada dasarnya mengandung kemaslahatan untuk

dikemudian hari karena memberikan barang-barang yang berguna dan tidak

bertentangan dengan ajaran Islam, akan tetapi kenyataan yang ada masih

banyak masyarakat yang menyertakan barang untuk sesaji yang di percaya

dapat melancarkan acara, maka kebiasaan seperti ini bisa ditolak atau

dihilangkan. Dalam hal ini tradisi seserahan yang menggunakan sesaji

termasuk kedalam urf yang fasid dan dapat dijadikan pedoman untuk

78 Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 71.

Page 72: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

meninggalkan atau menolak kerusakan. Karena kelancaran acara bukan

tergantung pada sesaji yang di persembahkan untuk leluhur, cukuplah Allah

sebagai penolong.

Seserahan dalam perkawinan merupakan adat yang menggunakan urf

sebagai kemaslahatan yang tidak di tetapkan hukumnya dan tidak ada dalil

yang melarang atau mewajibkannya, tetapi berdasarkan kebiasaan masyarakat

yang diulang-ulang.

Seserahan dengan pemberian barang-barang seperti keperluan dapur,

pakaian, peralatan shalat, uang, perabotan dapur, alat rias, boleh diberikan

kepada pihak wanita sebagai pemberian dari pihak laki-laki, dalam kitab fiqih

yang berjudul mausu’ah fiqhy islamy wal qodhoya al ma’asiroh menyebutkan

bahwa menurut empat madzhab fiqih pemberian ketika khitbah, sebelum atau

saat perkawinan merupakan sebuah hibah (pemberian). Jadi, pemberian dalam

seserahan tanpa menyertakan sesuatu yang menyalahi ajaran agama

diperbolehkan.

Terdapat banyak pendapat dari masyarakat mengenai tradisi seserahan,

setiap masyarakat berhak mengeluarkan pendapat serta menjalankan

kepercayaan sesuai hati nurani. Adat istiadat tidak dilarang dalam agama

selama adat tersebut tidak menyimpang. Seserahan merupakan sebuah budaya

atau tradisi yang biasa dilakukan didalam masyarakat, seserahan bukanlah

sebuah keharusan dalam sebuah acara pernikahan, seserahan hanya sebuah

Page 73: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

pemberian hadiah untuk membantu pihak wanita dalam melaksanakan

pernikahan.

Tradisi seserahan di desa Tegal Yoso yang memberikan perlengkapan

sesaji sebagai kepercayaan bahwa akan melancarkan acara pernikahan

merupakan tradisi yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, tradisi tersebut

merupakan tradisi yang mengandung unsur kesyirikan dimana masyarakat

mempercayai bahwa dengan mempersembahkan sesaji kepada leluhur akan

melancarkan acara pernikahan yang akan diselenggarakan, maka masyarakat

dalam hal ini dapat menolak atau bahkan menghilangkan kebiasaan

menggunakan sesaji.

Page 74: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan

bahwa tinjauan hukum Islam terhadap seserahan adat Sunda yang dilakukan oleh

masyarakat desa Tegal Yoso dengan menyertakan sesaji dalam proses seserahan

yang di persembahkan kepada arwah nenek moyang yang dipercaya dapat

melancarkan acara merupakan urf yang fasid, karena sesaji dilarang dalam ajaran

Islam dan mengandung unsur syirik. Sehingga seserahan di desa Tegal Yoso tidak

sesuai dengan ajaran Islam, dan masyarakat harus meninggalkan kebiasaan

menyertakan sesaji dalam seserahan.

B. Saran

Saran yang ingin peneliti sampaikan dalam penelitian ini adalah:

1. Kepada masyarakat ketika melaksanakan seserahan harus menghilangkan

kebiasaan menggunakan perlengkapan sesaji yang dipercaya akan

memperlancar acara pernikahan karena hal tersebut merupakan berbuatan

yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Page 75: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana, 2003.

Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushulul Fiqh, diterjemahkan oleh Masdar Helmy, dari

judul asli Ilmu Ushulul Fiqh, Bandung: Gema Risalah Press, 1997.

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: Akademika Presindo,

2010.

Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, diterjemahkan oleh

Ahsan Askan, dari judul asli Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al Qur’an, Jakarta:

Pustaka Azzam, 2014.

Aep S. Hamidin, Buku Pintar Adat Perkawinan Nusantara, Jogjakarta: Diva Press,

2012.

Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam, Jakarta: Prenada Media

Group, 2006.

Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana, 2012.

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2, Jakarta: Kencana, 2008.

Arsip Profil Desa Tegal Yoso tahun 2017.

Artati Agoes, Kiat Sukses Menyelenggarakan Pesta Perkawinan Adat Sunda, Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Jakarta: Kencana Perdana, 2003.

Departemen Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai

Pustaka, 1989.

H. Sudirman, Fiqh Kontemporer (Contemporary Studies Of Fiqh), Yogyakarta: Budi

Utama, 2018.

I wayan sudarma, “Arti dan Makna Sesajen Menurut Budaya Sunda”, dalam

phdi.or.id/artikel/makna-simbolik-sesajen-Sunda diunduh pada 14 Juni 2019.

id.wikipedia.org/wiki/Sesajen, di Unduh pada tanggal 14 Juni 2019.

Page 76: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

Imam as-Suyuthi, Asbabun Nuzul, diterjemahkan oleh Ali Nurdin, dari judul asli

Ababun Nuzul, Jakarta: Qitsi Press, 2017.

Imam Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, (Yogyakarta: Liberty, 2000), cet 4.

Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Surabaya: Pustaka Agung

Harapan, 2006.

Kementrian Agama RI, Al-Qur’anulkarim Tajwid Warna, Terjema Perkata dan

Transliterasi Latin, Bekasi: Dinamika Cahaya Pustaka, 2017.

Mardani, Hukum Keluarga di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2017.

Meli Pitria, “Sesan Dalam Masyarakat Adat Lampung Pepadun Ditinjau Dari

Perspektif Hukum Islam (studi kasus di Desa Gunung Sugih Raya Kecamatan

Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah)”, (Lampung: Institut Agama

Islam Negeri Raden Intan, 2016).

Muhamad, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam Pendekatan Kuantitatif, Jakarta:

Rajawali Pers, 2013.

Muhammad Dahlan, Fikih Munakahat, Yogyakarta: Budi Utama, 2015.

Muhammad Utsman Al-Khasyt, Fikih Wanita Empat Madzhab, Bandung: Ahsan

Publishing, 2010.

Musa Aripin, “Eksistensi Urf Dalam Kompilasi Hukum Islam”, (padangsidimpuan:

Institut Agama Islam Negeri Padangsidimpuan), No. 1/2016.

Retno Windyarti, “Makna Simbolik Serah-serahan Dalam Upacara Perkawinan Adat

Jawa di Desa Tanjung Belit Kecamatan Siak Kecil Kabupaten Bengkalis

Provinsi Riau” dan penerbit Universitas Riau, No.2/Oktober 2015.

S. Nasution, Metode Research (Penelitian Ilmiah), Jakarta: Bumi Aksara, 2012.

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 3, Bandung: Tinta Abadi Gemilang, 2013.

Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, Jakarta: Fajar Interpratama Mandiri, 2017.

Siti Zulaikha, Fiqih Munakahat 1, Yogyakarta: Idea Press Yogyakatra, 2015.

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2013.

Page 77: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Yogyakarta:

Rineka Citra, 2006.

Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.

Sumarsono, Budaya Masyarakat Perbatasan: Studi tentang corak dan pola interaksi

sosial pada masyarakat kecamatan Langendari Provinsi Jawa Barat, Jakarta:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999.

Sutrisno Hadi, Metodologi Research: untuk Penulisan Paper, Skripsi, Thesis, dan

Disertasi Jilid 1, Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 1984.

Taufiqurrohman Syahuri, Legislasi Hukum Perkawinan Indonesia “Pro-Kontra

Pembentukannya Hingga Putusan Mahkamah Konstitusi”, Jakarta:

Prenadamedia Group, 2013.

Thomas Wiyasa. B, Upacara Perkawinan Adat Sunda, Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan, 1990.

TitiekSuliyati, “AdatPerkawinanTionghoa di Pecinaan Semarang”, Skripsi Tahun

2000 (tidak dipublikasikan).

Undang-Undang Nomor 1 tahun1974 Tentang Perkawinan Pasal 1.

Wahbah Zuhaily, Mausu’ah Fiqhy Islamy Wal Qodhoya Al Ma’asiroh, Damaskus:

Tsaqafah Mukhtalaf Dar Al Fikr Damaskus, 1433 H / 2012 M.

Wawancara dengan Bapak Mimin, Tokoh Adat Desa Tegal Yoso, pada tanggal 24

Januari 2019.

Wawancara dengan Bapak Toat Sutrisna, Tokoh Agama Desa Tegal Yoso, pada

tanggal 27 Januari 2019.

Wawancara dengan Bapak Ukim Warja Dinata, Tokoh Agama Desa Tegal Yoso,

pada tanggal 27 Januari 2019.

Wawancara dengan Efendi, Pelaku Seserahan di Desa Tegal Yoso, pada tanggal 25

Januari 2019.

Wawancara dengan Ibu Anah, Tokoh Adat Desa Tegal Yoso pada tanggal 24 Januari

2019.

Page 78: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari al-Fannani, Terjemahan Fat-hul Mu’in,

diterjemahkan oleh Moch.Anwar, dkk, dari judul asli Fathul Mu’in, Bandung:

Sinar Baru Algensindo, 2009.

Page 79: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 80: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 81: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 82: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 83: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 84: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 85: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 86: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 87: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 88: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 89: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 90: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 91: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 92: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 93: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 94: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 95: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 96: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 97: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 98: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 99: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 100: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 101: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 102: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 103: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 104: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 105: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 106: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 107: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 108: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 109: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 110: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 111: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 112: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 113: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 114: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT
Page 115: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SESERAHAN DALAM ADAT

RIWAYAT HIDUP

Tri Retno Pratiwi dilahirkan di desa Tanjung Kesuma pada

07 April 1996, anak ke tiga dari tiga bersaudara dari

pasangan bapak Wagiman dan Ibu Ninik Wahyuni.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh peneliti

adalah di TK Dharma Wanita Tanjung Kesuma

diselesaikan pada tahun 20002, dilanjutkan kejenjang Sekolah Dasar yaitu SD Negeri

02 Tanjung Kesuma diselesaikan pada tahun 2008. Selanjutnya meneruskan di SMP

Islam Purbolinggo diselesaikan tahun 2011, dan dilanjutkan kejenjang Sekolah

Menengah Kejuruan yaitu SMK Kesehatan Tri Bhakti Al-Husna diselesaikan pada

tahun 2014. Kemudian pada tahun yang sama yakni 2014, peneliti diterima menjadi

mahasiswi di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Jurai Siwo Metro dalam

Prodi Ahwal Al-Syakhshiyyah Jurusan Syariah TA. 2013/2014 yang sekarang telah

alih status menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro pada Jurusan Ahwal

Al-Syakhshiyyah, Fakultas Syariah.