skripsi “the correlation between knowledge of …

84
SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF PULMONARY TUBERCULOSIS TO ADHERENCE TREATMENT OF BBKPM MAKASSAR IN 2014” HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TB PARU TERHADAP KEPATUHAN PENGOBATAN DI BBKPM MAKASSAR TAHUN 2014 ANDI TRISNAWATY 10542015910 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIAH MAKASSAR 2014

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

SKRIPSI

“THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF PULMONARY

TUBERCULOSIS TO ADHERENCE TREATMENT OF BBKPM

MAKASSAR IN 2014”

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TB PARU TERHADAP

KEPATUHAN PENGOBATAN DI BBKPM MAKASSAR TAHUN 2014

ANDI TRISNAWATY

10542015910

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIAH MAKASSAR

2014

Page 2: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

TELAH DISETUJUI UNTUK DICETAK DAN DIPERBANYAK

JSgk^miZnSS^Judul Skripsi:

“HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TB PARU TERHADAP KEPATUHAN PENGOBATAN DI BBKPM MAKASSAR TAHUN 2014”

MAKASSAR, 8 FEBRUARI 2014

Pembimbing,

(dr. Sri Asrivani, So.Rad, M.Med.Ed)

Page 3: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

MAKASSAR

Skripsi dengan judul “HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TB PARU

TERHADAP KEPATUHAN PENGOBATAN DI BBKPM MAKASSAR TAHUN2014”, telah diperiksa, disetujui, serta dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar pada:

Hari/Tanggal : Sabtu, 8 Februari 2014 Waktu : 15.00 - 16.00 WITATempat : Ruang Seminar Gedung F Lantai 1,

Universitas Muhammadiyah Makssar

Ketua Tim Penguji:

Anggota Tim Penguji:

Anggota I Anggota II

tdr. Nelly, M.Kes) ( dr. Wiwiek Dewivanti Habar, Sp.KK. M.Kes)

Page 4: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

THESISFACULTY OF MEDICAL

UNIVERSITY OF MUHAMMADIYAH MAKASSARJANUARY, 2014

ANDI TRISNAWATY 10542 0159 10

SRI ASRIYANI

THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF PULMONARY

TUBERCULOSIS TO ADHERENCE TREATMENT OF BBKPM MAKASSAR IN

2014

(Halaman :viii + 54 halaman + lampiran)

ABSTRACT

Back ground :Pulmonal tuberculosis diseases is one of infectious disease that becomes major

health problem in the world eventhough On2003, WHO decided that tuberculosis disease was

global emergency. Indonesia is the third highest country with tuberculosis in the worldafter

India and China and have high mortality rate,One of theproblem in TB control is still low of

drug treatment compliance of TB patients. Compliance behavior can be influenced by many

factors especially the level of knowledge.

Objective:the purpose of this study was to determine the relationship between knowledge

with treatment compliance in patients with pulmonary TB at the BBKPM Makassar.

Research methods:this study is the use of cross-sectional study design. Study sample is 61

people. Data collecting is done by questionnaire as medium.

Results from the results of the analysis of bivariat showed no significant relationship

between knowledge with pulmonary Tb treatment compliance with the p = 0,000.

The conclusion :there is correlation between the level knowledge of TB patients with

medication compliance in which good knowledge of TB patients are likely to

Be obedient in treatment.

Keywords :knowledge level, TB treatment compliance

Page 5: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

SKRIPSI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

JANUARI, 2014

ANDI TRISNAWATY 10542 0159 10

SRI ASRIYANI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TB PARU TERHADAP KEPATUHAN

PENGOBATAN DI BBKPM MAKASSAR TAHUN 2014

(Halaman : viii + 54 halaman + lampiran)

ABSTRAK

Latar Belakang : Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan salah satu penyakit infeksi yang

menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di dunia bahkan pada tahun 2003 WHO

mencanangkan TB sebagai global emergency.Indonesia berada di urutan ke-3 setelah Cina dan

India sebagai penyumbang penderita TB di dunia dengan angka kematian akibat TB yang tinggi,

Salah satu masalah besar dalam penanggulangan TB adalah tingkat kepatuhan pengobatan

penderita yang masih rendah. perilaku kepatuhan dapat dipengaruhi berbagai faktor terutama

tingkat pengetahuan.

Tujuan : tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan

kepatuhan pengobatan pada pasien TB Paru di BBKPM Makassar.

Metode penelitian : Penelitian ini menggunakan desain cross - sectional study. Sampel

penelitian sebesar 61 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan alat bantu berupa kuesioner.

Hasil : hasil penelitian menunjukkan dengan analisis bivariat ada hubungan bermakna antara

pengetahuan dengan kepatuhan berobat TB Paru dengan nilai p= 0.000.

Kesimpulan : penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan

penderita TB Paru dengan kepatuhan pengobatan, dimana penderita dengan tingkat pengetahuan

baik memiliki kepatuhan pengobatan.

Kata kunci : tingkat pengetahuan, kepatuhan pengobatan.

v

Page 6: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

j udul “HUBUN GAN TINGKAT PENGETAHUAN TB PARU

TERHADAPKEPATUHAN PENGOBATAN DI BBKPM MAKASSAR

TAHUN 2014”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Kedokteran dari Fakultas Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Makassar. Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan

dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Untuk itu

pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Orang tua saya saya tercinta, Saya mutlak berterima kasih kepada kedua beliau

yang telah mendidik dan membesarkan saya dengan penuh kasih sayang.

Karena dukungan mereka sehingga saya dapat melanjutkan sekolah hingga

perguruan tinggi. Terima kasih yang tak terhingga untuk semua dukungan,

kasih sayang dan do’a yang telah diberikan kepada penulis selama ini.

2. dr. Sri Asriyani Sp. Rad, M.Med.Ed yang telah berkenan mengarahkan dan

membimbing saya dalam penyelesaian skripsi.

3. Kepala BBKPM Makassar beserta staf bagian perawatan anak yang telah

bersedia membantu saya dalam pengumpulan data.

4. Pimpinan, Penasehat Akademik (PA) serta Staf Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Makassar.

5. Dosen penguji serta Dosen pendamping, saya haturkan terima kasih untuk

sarannya sehingga penyusunan skripsi ini bisa lebih baik.

vi

Page 7: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

6. Kakak - kakakkuTerima kasih telah memberikan saran dalam penyusunan

skripsi ini,.

7. Seluruh pasien yang menjadi sampel penelitian saya di BBKPM Makassar,

yang telah menerima penelitian dengan tangan terbuka dan bersedia menjadi

responden dalam penelitian saya.

8. Teman-teman satu bimbingan,Kompak mulai dari seminar proposal sampai

ujian tutup tetap bersama kalian.

9. Semua pihak yang mustahil saya sebutkan satu per satu, yang telah berjasa

kepada saya. Kiranya Tuhan Yang Maha Esa membalas kebaikan mereka.

Saya menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna untuk itu segala

saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat saya harapkan demi

kesempurnaan tulisan ini.

Akhirnya saya mengharapkan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan

semoga ALLAH memberikan Ridha_Nya kepada kita semua. Amin Ya Rabbal

Alamin.

Makassar, januari 2014

Penulis

ANDI TRISNAWATY

Vii

Page 8: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING....................................................ii

ABSTRAK............................................................................................................ iii

ABSTRACT.......................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR.......................................................................................... v

DAFTAR ISI................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL............................................................................................... vii

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................................ 1

B. Rumusan masalah....................................................................................... 6

C. Tujuan Penelitian.......................................................................................... 6

D. Manfaat Penelitian......................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan....................................................... 8

B. Faktor - faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan...................................... 11

C. Tinjauan umum tentang kepatuhan Berobat.................................................. 14

D. Tinjauan Tentang Tuberkulosis Paru............................................................ 18

1. Definisi.....................................................................................................18

2. Etiologi.................................................................................................... 18

3. Faktor resiko............................................................................................ 19

4. Gejala......................................................................................................... 25

5. Komplikasi................................................................................................. 28

6. Orang -orang yang kemungkinan Besar Terkena TB Paru..................... 28

7. Penemuan Pasien Tb Paru......................................................................... 29

x

Page 9: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

8. Cara Penularan 29

9. Pemeriksaan diagnostik.................................................................. 30

10. Diagnosis TB Paru........................................................................33

BAB III KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep Penelitian.................................................................. 46

B. Dasar pemikitan variabel penelitian........................................................... 47

C. Definisi Operasional................................................................................ 48

D. Pengumpulan Data..................................................................................... 48

E. Hipotesis.................................................................................................. 49

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian...................................................................................50

B. Tempat Dan Waktu Penelitian.................................................................. 50

C. Populasi Dan Sampel Penelitian............................................................. 50

D. Analisis D ata........................................................................................... 52

E. Penyajian Data........................................................................................... 52

F. Etika Penelitian....................................................................................... 52

BAB V HASIL......................................................................................................54

BAB VI PEMBAHASAN................................................................................. 57

BAB VII TINJAUAN KEISLAMAN............................................................ 61

BAB VIIIPENUTUP

A. Kesimpulan....................................................................................... 64

B. Saran................................................................................................. 64

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vii

Page 10: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jenis, Sifat, dan dosis OAT..................................................................... 40

Tabel 2. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1: 2 (HRZE)/4(HR)......................... 42

Tabel 3. Dosis paduan OAT KDT kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E.....43

Tabel 4. Dosis KDT sisipan : (HRZE).................................................................. 43

Tabel 5. Efek Samping ringan OAT..................................................................... 44

Tabel 6.Efek Samping Berat OAT.........................................................................44

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan pengetahuan di BBKPM

Makassar Tahun 2014............................................................................. 54

Tabel 8. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan kepatuhan di BBKPM

Makassar Tahun 2014............................................................................. 55

Tabel 9. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan TB Paru Terhadap Kepatuhan

Pengobatan Di BBKPM Makassar 2014..................................................55

x

Page 11: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Tuberkulosis Paru merupakan salah satu penyakit menular yang

masih tinggi angka kesakitan dan angka kematiannya. Penyakit TB paru

merupakan problem kesehatan masyarakat di Negara - Negara yang sedang

berkembang. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh

Mycobacterium tuberkulosis. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian

akibat TB di dunia, terjadi pada negara - negara berkembang (Depkes, 2009).

Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara

ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan

kehilangan rata -rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat

pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20 - 30%

(DepKes,2009).

Menurut WHO diperkirakan pada tahun 2000 terdapat 8,74 juta penderita

baru TB dan akan menjadi 10,2 juta penderita baru TB pada tahun 2005. Di

kawasan Asia Tenggara diduga terjadi lebih dari 3,5 juta penderita baru TB dan

lebih dari 1,3 juta kematian akibat penyakit ini, dan diperkirakan pada tahun 2005

terdapat 3 juta penderita baru TB (WHO, 2003).

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting

didunia pada tahun 1992 WORLD HEALTH ORGANIZATION (WHO) telah

mencananangkan tuberculosis sebagai (global emergency). Laporan WHO tahun

2003 menyatakan bahwa terdapat 8.8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun

1

Page 12: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

2003, dimana 3,9 juta pada kasus BTA (basil tahan asam) positif. Sepertiga

penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut WHO jumlah

terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus TB

didunia. Namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000

penduduk afrika hamper 2 kali lebih besar dari Asia Tenggara yaitu 350 per

100.000 penduduk (WHO, 2003).

Di Indonesia, proporsi pasien TB Paru BTA positif di antara suspek yang

diperiksa dahak tahun 2005-2011 masih dalam range target diharapkan (5-15%).

Pada tahun 2005-2010, proporsi pasien TB Paru BTA positif diantara suspek yang

terendah tahun 2008 (10,5%) sedangkan yang tertinggi tahun 2005 (13,0%)

sedangkan pada triwulan 2 tahun 2011, proporsi pasien TB Paru BTA positif

diantara suspek yang diperiksa dahak mencapai 10.0% (Ditjen PP & PL

Kemenkes RI, 2011)

Di Sulawesi selatan pada tahun 2009, jumlah TB Paru klinis sebanyak

37.286 orang, tercatat BTA positif sebanyak 5.761 orang, diobati sebanyak 6.442

orang dan sembuh sebanyak 4.763 orang (73,94%). BTA positif pada kab/ kota

yang tertinggi masih di kota Makassar yakni sebanyak 1.434 orang, terendah di

kabupaten Maros (16 orang) (Dinkes Sul-sel, 2009).

Penderita TB yang dilaporkan Dinas kesehatan (DinKes) kota Makassar

selama januari - September 2009. Tercatat 1.643 kasus penyakit TB Paru positif

pada tahun 2010 ditemukan sebesar 5.219 kasus. Sementara peningkatan

penemuan kasus tahun 2011 di temukan 8.939 kasus (DinKes, 2009).

2

Page 13: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

Pemberantasan TB di Indonesia telah dilaksanakan secara nasional sejak

1969 program TB belum menunjukkan hasil yang menggembirakan, penyebabnya

karena cakupan penderita), drop out yang tinggi dan kegagalan yang disebabkan

pengobatan yang tidak tuntas sehingga menyebabkan resistensi kuman terhadap

obat tuberkulostik. Melalui program pemberantasan tuberkulosis (P2TB) oleh

DepKes dan sejak tahun 1995 lebih diintensifkan dengan cara pengobatan yang

mempergunakan strategi “DOTS” (Directly observed treatment short course)

angka keberhasilan pengobatan masih belum mencapai target yang ditetapkan

Depkes yaitu dapat menyembuhkan 85% dari penderita TB dengan BTA (+) yang

diobati. Dari hasi surveillance secara globaldilaporkan telah terjadi resistensi

kuman TB terhadap OAT pada penderita TB untuk satu jenis OAT (DR-TB, Drug

Resistant TB) sebesar12,6% dan untuk lebih dari 2 jenis OAT (MDR-TB, Multi

Drug Resistant TB) sebesar 2,2% (WHO, 2009).

Pengobatan penyakit TB memerlukan waktu selama 6-8 bulan secara

adekuat (jenis, dosis, dan jangka waktu pengobatan). Untuk meningkatkan

kepatuhan penderita menelan obat diperlukan pengawas minum obat. Tetapi,

selama masa pengobatan tersebut, banyak penderita yang menghentikan

pengobatan di tengah jalan. Satu faktor yang berpengaruh terhadap ke berhasilan

pengobatan TB yaitu kepatuhan. Selain kepatuhan, juga karena pendidikan,

persepsi, status sosial ekonomi penderita, petugas kesehatan (Amin Z, 2006)

Besarnya angka ketidakpatuhan berobat akan mengakibatkan tingginya

angka kegagalan pengobatan penderita TB paru dan menyebabkan makin banyak

ditemukan penderita TB paru dengan BTA yang resisten dengan pengobatan

3

Page 14: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

standar. Hal ini akan mempersulit pemberantasan penyakit TB paru di Indonesia

serta memperberat beban pemerintah (Depkes, 2009).

Salah satu penyebab rendahnya cakupan penemuan penderita TB Paru

tersebut adalah masih rendahnya kesadaran penderita dalam menjalani proses

pengobatan dan penyembuhan. Penularan penyakit TB Paru juga tidak terlepas

dari faktor sosial budaya, terutama berkaitan dengan pengetahuan, sikap dan

perilaku dari masyarakat setempat (DepKes, 2006).

Di Indonesia telah dilakukan berbagai upaya untuk menanggulangi

penyakit TB Paru, antara lain dengan melaksanakan strategi DOTS, yang telah

dilaksanakan semenjak tahun 1995. Upaya ini merupakan cara yang paling efektif

memberantas penyakit TB paru yaitu dengan menghentikan TB pada sumbernya.

Upaya penanggulangan TB paru dengan strategis DOTS ini, prioritasnya

ditujukan pada peningkatan mutu pelayanan dan penggunaan obat yang rasional

guna memutuskan mata rantai penularan serta mencegah meluasnya resistensi

kuman TB paru di masyarakat. Puskesmas dalam hal ini merupakan ujung tombak

program sebagai unit pelaksana operasional pemberantasan penyakit TB Paru

(Depkes, 2001).

Menurut Young persepsi merupakan aktivitas mengindera,

mengintegrasikan dan memberikan penilaian pada obyek-obyek fisik maupun

obyek sosial, dan penginderaan tersebut tergantung pada stimulus fisik dan

stimulus sosial yang ada di lingkungannya. Sensasi-sensasi dari lingkungan akan

diolah bersama-sama dengan hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya baik hal itu

4

Page 15: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

berupa harapan-harapan, nilai-nilai, sikap, ingatan dan lain-lain (Gunadarma,

2011).

Pendidikan mempengaruhi keteraturan minum obat pasien. Semakin

tinggi tingkat pendidikan pasien, maka semakin banyak informasi tentang

pengobatan yang diterimanya sehingga pasien akan patuh dalam pengobatan

penyakitnya (Muhlisi, 2011).

Faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan menurut Smet adalah faktor

komunikasi, pengetahuan, fasilitas kesehatan, faktor penderita termasuk persepsi

dan motivasi individu. Gabit (1999) menjelaskan bahwa ada hubungan antara

kepatuhan dengan kepercayaan terhadap beratnya penyakit, bahaya penyakit,

manfaat pengobatan dan biaya (Cramer, 1991).

Berkaitan dengan latar belakang diatas, maka peneliti terdorong untuk

melakukan penelitian apakah terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan TB

paru terhadap kepatuhan pengobatan di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat

kota Makassar di tahun 2014.

5

Page 16: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti mencoba untuk

merumuskan masalah yaitu : Apakah ada hubungan antara tingkat

pengetahuan penderita TB paru dengan kepatuhan pengobatan di BBKPM

Makassar”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan penderita TB paru terhadap

kepatuhan pengobatan di BBKPM Makassar.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui distribusi tingkat pengetahuan penderita TB Paru di

BBKPM Makassar.

b. Mengetahui distribusi tingkat kepatuhan pengobatan TB Paru di

BBKPM Makassar.

c. Menganalisa hubungan tingkat pengetahuan penderita TB Paru terhadap

kepatuhan pengobatan di BBKPM Makassar .

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi pasien

Untuk membantu pasien dalam pemulihan dan peningkatan kemampuan

dirinya dalam menjalankan pengobatan melalui penambahan informasi dan

pengetahuan serta pemenuhan kebutuhan pasien secara berkesinambungan

2. Bagi institusi

6

Page 17: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

a. Sebagai bahan bacaan atau sumber data bagi peneliti lain yang

memerlukan masukan berupa data bagi peneliti lain yang memerlukan

masukan berupa data atau pengembangan penelitian dengan judul yang

sama demi kesempurnaan penelitian ini.

b. Sebagai informasi pada Universitas Muhammadiyah Makassar agar

dijadikan dokumentasi ilmiah untuk memberikan minat peneliti

selanjutnya.

3. Bagi peneliti

Untuk meningkatkan pengetahuan, memperluas wawasan, dan

memberikan pengalaman langsung bagi penulis tentang tingkat

pengetahuan penderita TB Paru terhadap kepatuhan pengobatan.

7

Page 18: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan

1. Definisi

Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari

oleh seseorang. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang

ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan

muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali

benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya

(Mubarak, 2007).

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca

indra manusia yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, peraba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmodjo S, 2010).

Menurut Benyamin Bloom (1986) menyatakan bahwa tingkat pengetahuan

berkenaan dengan perilaku yang berhubungan dengan berrfikir, mengetahui dan

memecahkan masalah. Pengetahuan yang dicukup dalam domain kognitif

mempunyai 6 tingkatan dan bergerak dari sederhana sampai yang tinggi. Peneliti

menjabarkan tingkat pengetahuan penderita TB paru tentang penyakit dan

kepatuhan berobat TB Paru dengan tingkatan komponen sebagai berikut:

a. Tahu (know)

8

Page 19: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengtahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall). Pengetahuan dapat menyangkut ilmu atau

bahan yang luas atau sempit seperti fakta (sempit dan teori (luas). Namun

apa saja yang di kertahui hanya sekedar informasi yang dapat diingat saja.

Oleh karena itu tahu adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling

rendah.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara

benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi

tersebut dengan benar, misalnya seperti menafsirkan atau menjelaskan

suatu bahan pelajaran kemampuan komponen memahami lebih tinggi dari

mengetahui. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus

dapat menjelaskan, menyebutkan contohm menyimpulkan, meramalkan

dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (application)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang baru atau riil dan kongkrit

seperti menafsirkan atau menerapkan suatu metode konsep, prinsip atau

teori. Komponen ini lebih tinggi dari pengetahuan dan pemahaman.

Aplikasi ini dapat diartikan penggunaan hokum-hukum, rumus, metode,

prinsip dan lain sebagainya dalam konteks atau kondisi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

9

Page 20: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

Suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur

organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu dengan yang lain.

e. Sintesis (Synthesis)

Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi yang ada berdasarkan.

f. Evaluasi (evaluation)

Suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur

organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu dengan yang lain.

Penilaian - penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang di temukan

sendiri, atau menggunakan criteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2010).

Menurut Notoatmodjo (1993), pengetahuan atau kognitif merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt

behavior). Karena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang

didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak

didasari oleh pengetahuan. menurut pendapat Rogers (1974) bahwa sebelum

orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut

terjadi proses yang berurutan.

1. Awakeness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus.

10

Page 21: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap

objek sudah mulai terbentuk.

3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagu dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4. Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa

yang dikehendaki oleh stimulus.

5. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian dari penelitian selanjunya Rogers menyimpulkan bahwa

perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut di atas (Dewi &

wawan, 2010: 12).

Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal.

Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan

bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas

pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu di tekankan, bukan berarti seseorang yang

berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Pengetahuan seseorang

tentang suatu objek mengandung dua aspek, yaitu aspek positif dan aspek

negative. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang semakin banyak

aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulakan sikap makin

positif terhadap objek tertentu (Dewi &Wawan, 2010:12).

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor internal, antara lain:

1. Pendidikan

11

Page 22: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

Pendidikan berarti bimbingan seseorang kepada orang lain terhadap suatu

hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi

pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada

akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika

seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap

seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan

(Mubarak, 2007).

2. Minat

Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi

terhadap seasuatu dengan adanya pengetahuan yang tinggi didukung minat yang

cukup dari seseorang sangatlah mungkin seseorang tersebut akan berperilaku

sesuai dengan apa yang diharapkan (Notoatmodjo. S, 2003).

3. Pengalaman

Ada kecenderungan pengalaman yang kurang baik seseorang akan berusaha

untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap obyak tersebut menyenangkan

maka secara psikologis akan timbul kesan yang membekas dalam emosi sehingga

menimbulkan sikap positif (Mubarak, 2007).

4. Usia

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek

pskis san psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar ada empat

kategori perubahan, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-

ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru.ini terjadi akibat pematangan fungsi organ.

12

Page 23: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

Pada aspek psikologis dan mental taraf berfikir seseorang semakin matang dan

dewasa(Mubarak, 2007).

Faktor external, antara lain :

1. Ekonomi

Dalam memenuhi kebutuhan primer ataupun sekunder, keluarga dengan

status ekonomi baik lebih mudah tercukupi dibanding dengan keluarga yang status

ekonomi rendah, hal ini akan mempengaruhi kebutuhan akan informasi termasuk

kebutuhan sekunder. Jadi dapat disimpulkan bahwa ekonomi dapat mempengaruhi

pengetahuan seseorang tentang berbagai hal (Mubarak, 2007).

2. Informasi

Informasi adalah keseluruhan makna, dapat diartikan sebagai pemberitahuan

seseorang adanya informasi baru mengenai suatu hal memberikan landasan

kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif

dibawa oleh informasi tersebur apabila arah sikap tertentu. Pendekatan ini

biasanya digunakan untuk menggunakan kesadaran masyarakat terhadap suatu

inovasi yang berpengaruh perubahan perilaku, biasanya digunakan melalui media

masa. Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat

seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru (Mubarak, 2007).

3. Kebudayaan/lingkungan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar

terhadap pengetahuan kita. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya

untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin berpengaruh

dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang (Notoatmodjo. S, 2010).

13

Page 24: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

C. Tinjauan Umum tentang kepatuahan Berobat

1. Pengertian Kepatuhan

Menurut Sackett dikutip Niven (2002), mendefinisikan kepatuhan pasien

yaitu sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan

profesional kesehatan. Kepatuhan berobat adalah tingkah perilaku penderita

dalam mengambil suatu tindakan atau upaya untuk secara teratur menjalani

pengobatan (Muzaham, 1995). Menurut penelitian Rusmani (2002) menyebutkan

bahwa kepatuhan adalah suatu perbuatan untuk bersedia melaksanakan aturan

pengambilan dan minum obat sesuai jadwal yang telah ditetapkan.

Penderita yang patuh berobat adalah yang menyelesaikan pengobatannya

secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama minimal 6 bulan sampai dengan

8 bulan (Depkes RI, 2002), sedangkan penderita yang tidak patuh datang berobat

dan minum obat bila frekuensi minum obat tidak dilaksanakan sesuai rencana

yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2002). Menurut Snider dikutip Aditama (1997)

menyatakan bahwa salah satu indikator kepatuhan penderita adalah datang atau

tidaknya penderita setelah mendapat anjuran kembali untuk kontrol.Seorang

penderita dikatakan patuh menjalani pengobatan apabila minum obat sesuai aturan

paket obat dan ketepatan waktu mengambil obat sampai selesai masa pengobatan.

Penderita dikatakan lalai jika tidak datang lebih 3 hari - 2 bulan dari tanggal

perjanjian dan dikatakan drop outjika lebih dari 2 bulan berturut-turut tidak datang

berobat setelah dikunjungi petugas kesehatan (Depkes RI, 2002).

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Menurut teori Green dikutip

Nukman (1997), perilaku kepatuhan berobat dipengaruhi oleh :

14

Page 25: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

a. Faktor yang mendasar atau faktor yang ada dalam diri individu yang

mempengaruhi perilaku kepatuhan (predisposing factors) antara lain :

1) . Pengetahuan mengenai penyakitnya, sikap dan tekad untuk sembuh dari

penderita.

2) . Tingkat pendidikan penderita. Makin rendahnya pengetahuan dan

pendidikan penderita tentang bahaya penyakitnya, dan pentingnya

berobat secara tuntas untuk dirinya, makin besar pula bahaya penderita

menjadi sumber penularan baik di rumah maupun di lingkungan sekitar

(Entjang, 2000).

3. Faktor yang memperkuat atau faktor yang mendorong (reinforcing factors)

antara lain adanya dukungan atau motivasi dari keluarga, masyarakat dan

lingkungan sekitar.Menurut Becher (1997) dukungan keluarga dan masyarakat

mempunyai andil yang besar dalam

meningkatkan kepatuhan pengobatan penderita. Program pengendalian penderita

(case holding) berupa usaha pengobatan secara teratur sampai mencapai

kesembuhan, salah satu upayanya adalah menentukan seorang pengawas bagi tiap

penderita, dipilih dari anggota keluarganya yang berwibawa atau seseorang yang

tinggal dekat rumah yang bertugas untuk memantau dan memotivasi penderita.

4. Faktor yang mendukung (enabling factors) antara lain :

a. Tersedianya fasilitas kesehatan.

b. Kemudahan untuk menjangkau sarana kesehatan.

c. Keadaan sosial ekonomi atau budaya.

15

Page 26: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

Menurut penelitian Aditama (1997), menyebutkan bahwa lingkungan atau

jarak yang jauh dari tempat pelayanan kesehatan memberika kontribusi rendahnya

kepatuhan, sebagian responden memilih fasilitas kesehatan yang relatif dekat

dengan rumahnya. Keadaan sosial ekonomi yang rendah dapat menghambat

keteraturan berobat, hal ini dapat diperberat dengan jarak yang jauh dari

pelayanan kesehatan sehingga memerlukan biaya transportasi.

Sementara itu menurut Niven (2002), bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi ketidakpatuhan digolongkan menjadi 4 bagian, yaitu:

1. Pemahaman klien terhadap instruksi.

Jika klien paham terhadap intruksi yang diberikan padanya maka klien tidak

dapat mematuhi intruksi tersebut dengan baik. Terkadang hal ini dapat di

sebabkan oleh kegagalan profesional kesehatan dalam memberikan

informasi yang lengkap, banyak menggunakan istilah medis dan banyak

memberikan instruksi yang harus di ingat oleh klien.

2. Kualitas interaksi.

Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan klien merupakan bagian

yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan, dari hasil penelitiannya

dikemukakan adanya kaitan yang erat antara kepuasan konsultasi dengan

kepatuhan.

3. Keluarga.

Keluarga dapat menjadikan faktor yang sangat berpengaruh dalam

menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat juga

menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima.

16

Page 27: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

Keluarga juga memberikan dukungan dan membuat keputusan mengenai

perawatan dari anggota yang sakit,serta menentukan keputusan untuk

mencari dan mematuhi anjuran pengobatan.

4. Keyakinan, Sikap dan Kepribadian.

Klien yang tidak patuh adalah orang-orang yang mengalami depresi,

ansietas, memiliki kekuatan ego lebih lemah dan kehidupan sosialnya lebih

memusatkan perhatian kepada dirinya sendiri.

1) Mengurangi Ketidak Patuhan Menurut Dinicola dan DiMatteo dikutip Niven

(2002), mengemukakan 5 rencana untuk mengatasi ketidakpatuhan pasien :

a) . Menumbuhkan kepatuhan dengan mengembangkan tujuan kepatuhan.

Klien akan dengan senang hati mengungkapkan tujuan kepatuhannya,

jika pasien memiliki keyakinan dan sikap positif terhadap tujuan tersebut

serta adanya dukungan dari keluarga dan teman terhadap keyakinannya

tersebut.

b) .Mengembangkan strategi untuk merubah perilaku dan

mempertahankannya.

Sikap pengontrolan diri membutuhkan pemantauan terhadap dirinya,

evaluasi diri dan penghargaan tergahadap perilaku yang baru tersebut.

c) . Mengembangkan kognitif.

Pengembangan kognitif tentang masalah kesehatan yang dialami, dapat

membuat pasien menyadari masalahnya dan dapat menolong mereka

berperilaku positif terhadap kepatuhan.

d) . Dukungan sosial.

17

Page 28: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota

keluarga lain merupakan faktor-faktor yang penting dalam kepatuhan

terhadap program-program medis.

D. Tinjauan Tentang tuberkulosis paru

1. Definisi TB Paru

Tubekulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman

Mycobacterium Tuberculosis. Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh

manusia melalui udara pernapasan ke dalam paru. Kemudian kuman tersebut

menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui system peredaran darah,

system saluran limfe, melalui saluran napas (bronchus) atau penyebaran langsung

ke bagian-bagian tubuh lainnya. TB dapat terjadi pada semua kelompok umur,

baik di paru maupun di luar paru (Amin & bahar, 2006).

2. Etiologi

Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang

berukuran panjang 1 - 4 mm dengan tebal 0,3 - 0,6 mm. sebagian besar

komponen mycobacterium tuberculosis adalah berupa lemak/lipid sehinnga

kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan

faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah

yang banyak oksigen. Oleh karena itu, mycobacterium tuberculosis senang tinggal

di daerah apeks paru - paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut

menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis (somantri, 2008).

Periode inkubasi umum mycobacterium tuberculosis adalah 4 - 12 minggu

untuk pembentukan lesi primer (Brunner & Suddarth, 2002).

18

Page 29: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

3. Faktor resiko

Beberapa faktor resiko penularan penyakit tuberkulosis di Amerika yaitu

umur, jenis kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS. Dari hasil

penelitian yang dilaksanakan di new York pada panti penampungan orang - orang

gelandangan menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis

aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi

tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia

diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15 -

50 tahun (DepKes RI, 2002).

a. Faktor Jenis Kelamin.

Menurut WHO di benua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang

laki-laki. Pada tahun 1996 jumlah TB Paru laki - laki hamper dua kali lipat

dibandingkan jumlah penderita TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada

laki-laki dan 28,9% pada wanita. Antara tahun 1985 - 1987 penderita TB

Paru laki- laki cenderung meningkat sebanyak 2,5 %, sedangkan penderita

TB Paru pada wanita menurun 0,7 %. TB Paru lebih banyak terjadi pada

laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian besar

mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB

Paru.

b. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan

seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan

dan pengetahuan penyakit TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang

19

Page 30: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

cukup maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup

bersih dan sehat. Selain itu tingkat pendidikan seseorang akan

mempengaruhi terhadapa jenis pekerjaannya (DepKes RI, 2002).

c. Pekerjaan

Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap

individu. Bila pekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di

daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran

pernafasan. Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan

morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan

umumnya TB Paru. Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap

pendapatan keluarga yang akan mempunyai dampak terhadap pola hidup

sehari - hari diantara konsumsi makanan, pemeliharaan kesehatan selain itu

juga akan mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah (kontruksi rumah).

Kepala keluarga yang mempunyai pendapatan dibawah UMR akan

mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan

kebutuhan bagi setiap anggota keluarga sehingga mempunyai status gizi

yang kurang dan akan memudahkan untuk terkena penyakit infeksi

diantaranya TB Paru. Dalam hal jenis kontruksi rumah dengan mempunyai

pendapatan yang kurang maka kontruksi rumah yang dimiliki tidak

memenuhi syarat kesehatan sehingga akan mempermudah terjadinya

penularan penyakit TB Paru (DepKes RI, 2002).

d. Kebiasaan merokok

20

Page 31: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko

untuk mendapatkan kanker paru - paru, penyakit jantung koroner, bronchitis

kronik dan kanker kandung kemih. Kebiasaan merokok meningkatkan resiko

untuk terkena TB Paru sebanyak 2,2 kali. Pada tahun 1973 konsumsi rokok

di Indonesia per orang per tahun adalah 230 batang. Relative lebih rendah

dengan 430 batang/orang/tahun di sierra Leon, 480 batang/orang/tahun di

Ghana dan 760 batang/orang/tahun di Pakistan (Achmadi, 2005). Pervalensi

merokok pada hamper semua negara berkembang lebih dari 50 % terjadi

pada laki - laki dewasa, sedangkan wanita perokok kurang dari 5 %. Dengan

adanya kebiasaan merokok akan mempermudah untuk terjadinya infeksi TB

Paru (DepKes RI, 2002).

e. Kepadatan hunian kamar tidur

Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni didalamnya,

artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan

jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan overlood. Hal ini tidak sehat,

sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah

satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada

anggota keluarga yang lain. Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh

rumah biasanya dinyatakan dalam m2/orang. Luas minimum per orang

sangat relatif tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia.

Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10 m2/orang. Untuk kamar tidur

diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang. Untuk mencegah penularan

penyakit pernafasan, jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan yang

21

Page 32: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

lainnya minimum 90 cm. kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari 2

orang, kecuali untuk suami istri dan anak di bawah 2 tahun. Untuk menjamin

volume udara yang cukup, di syaratkan juga langit - langit minimum

tingginya 2,75 m.

f. Pencahayaan

Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela

kaca minimum 20 % luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau

kurang leluasa maka dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting

karena dapat membunuh bakteri - bakteri pathogen di dalam rumah,

misalnya basil TB, karena itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan

masuk cahaya yang cukup. Intensitas pencahayaan minimum yang

diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60 lux, kecuali untuk kamar tidur

di perlukan cahaya yang lebih redup. Semua jenis cahaya dapat mematikan

kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses mematikan kuman untuk

setiap jenisnya. Cahaya yang sama apabila dipancarkan melalui kaca tidak

berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang lebih cepat dari pada

yang melalui kaca berwarna. Penularan kuman TB Paru relatif tidak tahan

pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta

sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar penghuni akan sangat

berkurang (DepKes, 2002).

g. Ventilasi

22

Page 33: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

Ventilasi mempunya banyak fungsi, fungsi pertama adalah untuk menjaga

agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti

keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap

terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam

rumah, disamping itu kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban

udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari

kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik

untuk pertumbuhan bakteri - bakteri pathogen/bakteri penyebab penyakit,

misalnya kuman TB Paru. Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk

membebaskan udara ruangan dari bakteri - bakteri, terutama bakteri

pathogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus.

Bakteri yang dibawa oleh udara akn selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah

untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu tetap di dalam kelembaban

(humidity) yang optimum.Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling

sedikit luas lubang ventilasi sebesar 10% dari luas lantai. Untuk luas

ventilasi permanen minimal 5 % dari luas lantai dan luas ventilasi insidenti

(dapat dibuka tutup) 5 % dari luas lantai. Udara segar juga diperlukan untuk

menjaga temperature dan kelembaban udara dalam ruangan. Umumnya

temperature kamar 22°-30°C dari kelembaban udara optimum kurang lebih

60 %.

h. Kondisi rumah

Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TB

Paru. Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat berkembang biakan

23

Page 34: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

kuman. Lantai dan dinding yang sulit dibersihkan akan menyebabkan

penumpukan debu, sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi

berkembangbiakannya kuman Mycobacterium Tuberculosis (DepKes RI,

2002).

i. Kelembaban udara

Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana

kelembaban yang optimum berkisar 60 % dengan temperature kamar 22°-

30°C. kuman TB Paru akan cepat mati bila sinar matahari langsung, tetapi

dapat bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.

j. Status gizi

Hasil penelitian menjukkan bahwa orang dengan staus gizi kurang

mempunyai resiko 3,7 kali untuk menderita TB paru berat dibandingkan

dengan orang yang status gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada

seseorang akan berpengaruh terhadapa kekuatan daya tahan tubuh dan

respon immunologic terhadap penyakit.

k. Keadaan sosial ekonomi

Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi

lingkunga, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan

pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya belidalam

memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status

gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh

yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB Paru.

l. Perilaku

24

Page 35: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap, tindakan. Pengetahuan

penderita TB Paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara

pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku sebagai orang

sakit dan akhirnya berakibat manjadi sumber penular bagi orang

disekelilingnya (DepKes, 2002).

4. Gejala TB Paru

a. Demam

Dimulai dengan demam subfebris sebagai influenza. Terkadang panas

mencapai 40-41° C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi

dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza

ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam

influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan

berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk (Amin & Bahar,

2006).

b. Batuk

Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan

untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari

batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi

produktif hal ini dapat berlangsung 3 minggu atau lebih. Keadaan lanjut

adalah terjadinya batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.

Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat

juga terjadi pada ulkus dinding bronkus (Amin & Bahar, 2006).

c. Sesak nafas

25

Page 36: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

Sesak nafas ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana

infiltrasinya sudah setengah bagian paru.

d. Nyeri dada

Nyari dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga

menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien

menarik/melepaskan nafasnya (Amin & Bahar, 2006).

Nyeri dada pada tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan.

Bila nyeri bertambah berat berarti telah terjadi pleuritis luas (Crofton, 2002).

e. Malaise

Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering

di temukan berupa anorexia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus, sakitt

kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll. Gejala malaise ini makin

lama makin berat dan terjadi hilang timbul scara tidak teratur (Amin & Bahar,

2006).

f. Keringat malam

Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut, kecuali

pada orang- orang dengan vasomotor labil, keringat malam dapat timbul lebih

dini. Nausea, takikari dan sakit kepala timbul bila ada panas (Crofton, 2002).

g. Dahak

Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit,

kemudian merubah menjadi purulen/kuning atau kuning hijau sampai purulen

dan kemudian berubah menjadi kental bila sudah terjadi perlunakan.

h. Batuk darah

26

Page 37: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

Darah yang dikeluarkan penderita mungkin berupa garis atau bercak -

bercak darah, gumpalan - gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah

sangat banyak.

i. Wheezing

Wheezing terjadi karena penyempitan lumen endobronkus yang

disebabkan oleh secret, bronkostenosis, peradangan, jaringan granula, ulserasi

dan lain - lain (pada tuberkulosis lanjut).

j. Dispneu

Dispneu merupakan late symptom dari proses lanjut tuberkulosis paru

akibat adanya restriksi dan obstruksi saluran pernafasan serta loss of vascular

bed/thrombosis yang dapat mengakibatkan gangguan difusi, hipertensi

pulmonal dan korpulmonal (Amin & Bahar, 2006).

k. Menggigil

Dapat terjadi bila panas badan naik dengan cepat, tetapi tidak diikuti

pengeluaran panas dengan kecepatan yang sama atau dapat terjadi sebagai

suatu reaksi umum yang lebih hebat.

l. Gangguan menstruasi

Gangguan menstruasi sering terjadi bila proses tuberkulosis paru sudah

menjadi lanjut.

m. Anoreksia

Anoreksia dan penurunan berat badan merupakan manifestasi toksemia

yang timbul belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif

(alsagaff, 2005).

27

Page 38: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

5. Komplikasi pada penderita TB paru

Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut:

a. Hemoptesis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat

mengakibatkan kematian karena syok hipovvolemik atau tersumbatnya

jalan nafas.

b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.

c. Bronkiektasis(pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan

jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.

d. Pneumotoraks (adanya udara dirongga pleura) spontan: kolaps spontan

karena kerusakan jaringan paru.

e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal,

dan sebagainya

f. Insufisiensi kardio pulmoner/cardio pulmonary insufficiency (DepKes RI,

2002).

6. Orang - orang ysng berisiko tinggi terkena TB Paru

a. Orang - orang yang kontak fisik secara dekat dengan penderita orang -

orang tua

b. Anak - anak pengguna psikotropika

c. Orang - orang yang bertaraf hidup rendah dan memiliki akses rendah

terhadap fasilitas kesehatan

d. Pengidap HIV.

e. Orang - orang yang berada di negara yang terkena epidemic TBC.

28

Page 39: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

g. Orang - orang yang sedang sakit dan turun daya tahan kekebalan tubuhnya

(DepKes RI, 2002).

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda - tanda :

a. Tanda - tanda infiltrate (redup, bronchial, ronki basah, dll).

b. Tanda - tanda penarikan paru, diagfragma, dan mediastinum.

c. Sekret di saluran nafas dan ronki.

h. Suara nafas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung

dengan bronkus (DepKes RI, 2002).

7. Penemuan pasien TB Paru

Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular, secara bermakna akan

dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, dan sekaligus merupakan

kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di masyarakat.

Adapun strategi penemuan pada tuberkulosis adalah:

a. Penemuan pasien TB Paru dilakukan secara pasif dengan promosi aktif.

Penjaringan tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan kesehatan,

didukung penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun

masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka pasien TB

Paru.

b. Pemeriksaan terhadap kontak pasien TB paru.

c. Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, di anggap tidak cost efektif

(DepKes RI, 2007).

8. Cara penularan TB Paru

a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif (DepKes RI, 2009).

29

Page 40: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

b. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam

bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan

sekitar 3000 percikan dahak (DepKes RI, 2009).

c. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada

dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumalh percikan,

sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan

dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan

lembab (DepKes RI, 2009).

d. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang

dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil

pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut (DepKes RI, 2009).

e. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh

konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara (DepKes

RI, 2009).

9. Pemeriksaan diagnostik

a. Pemeriksaan dahak mikroskopis

b. Pemeriksaan dahak berfungsi menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan

pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak

penegakan diagnosis dilakukan dengan menumpulkan 3 spesimen dahak

yang dikumpulkan dlam 2 hari kunjunagan yang berurutan berupa

Sewaktu-pagi-sewaktu (SPS) (DepKes RI, 2009).

1) S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang

berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah

30

Page 41: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada pagi hari kedua

(Aditama, 2002).

2) P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera

setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan kepada petugas.

3) S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat

menyerahkan dahak pagi kedua (Aditama, 2002).

c. Foto toraks

Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA. pada pemeriksaan foto toraks,

tuberkulosis dapat member gambaran bermacam-macam bentuk (multiform)

gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi aktif (Alsagaff, 2010):

1) Bayangan berawan/nodular di segmen apical dan posterior lobus atas

paru dan segmen superior lobus bawah.

2) Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak

berawan atau nodular.

3) Bayangan bercak milier.

4) Efusi pleura unilateral (umumnya) dan bilateral (jarang )

d. Tes Tuberkulin (mantoux)

Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan

diagnosisn tuberkulosis terutama bagi anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes

Mantoux, yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberculin P.P.D (Purified

Protein Derivative) intrakutan berkekuatan 5 T.U (Alsagaff, 2010).

Setalah 48-72 jam tuberculin disuntikkan, timbul reaksi berupa indurasi

kemerahan terdiri dari infiltrate, yakni reaksi persenyawaan antara antibody

31

Page 42: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

seluler dan antigen tuberculin. Dan ini diprngaruhi antibody humoral, makin

besar pengaruh antibody humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan.

Di Indonesia pada saat ini uji tuberculin tidak mempunyai arti dalam

menentukan diagnose Tb pada orang dewasa, sebab sebagian besar

masyarakat sudah terinfeksi M. Tuberkulosis karena tingginya prevalensi Tb.

Suatu uji tuberculin positif hanya menunjukkan bahwa yang bersangkutan

pernah terpapar. Dengan M. Tuberkulosa. Dilain pihak, hasil uji tunerkulin

dapat negative meskipun orang tersebut menderita Tuberkulosis, misalnya

pada penderita HIV/AIDS. Malnutrisi berat, TBS milier, morbili (Alsagaff,

2010).

e. Pemeriksaan Biakan

Peran biakan dari identifikasi M. tuberkulosis pada penanggulangan TB

khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih peka

terhadap OAT yang digunakan (Alsagaff, 2010).

f. Pemeriksaan Tes Resisten

Tes resisten tersebut hanya biasa dilakukan di laboratorium yang mampu

melaksanakan biakan, identifikasi kuman serta tes resistensi sesuai standar

internasional, dan telah mendapatkan pemantapan mutu (quality Assurance)

oleh laboratorium supranasional TB. Hal ini bertujuan agar hasil pemeriksaan

tersebut memberikan simpulan yang benar sehingga kemungkinan kesalahan

dalam pengobatan MDR dapat dicegah (Alsagaff, 2010).

g. Pemeriksaan darah

32

Page 43: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indicator yang

spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah (LED) jam pertama dan kedua

dapat dibutuhkan. Data ini dapat sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan

nilai keseimbangan biologik penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah

satu respon terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai

predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit

dapat menggambarkan biologik/ daya tahan tubuh penderita, yaitu pada

keadaan supresi/ tidak. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju

endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfosit pun

kurang spesifik (Alsagaff, 2010).

10. Diagnosis TB paru

1) Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,

yaitu sewaktu-pagi-sewaktu (SPS).

2) Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan

ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional,

penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan

diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji

kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang

sesuai indikasinya.

3) Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan

foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang

khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.

33

Page 44: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

4) Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu menunjukkan aktifitas

penyakit (Alsagaff, 2010).

34

Page 45: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

ALUR DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PARU

Sumber : Departemen Kesehatan RI 2002.

35

Page 46: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

E. Klasifikasi penyakit dan Tipe Pasien

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB Paru memerlukan suatu

“definisi kasus” yang meliputi empat hal, yaitu:

a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena

1) Tuberkulosis paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan

(parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar

pada hilus.

2) Tuberkulosis ekstra paru

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya

pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,

tulang, persendian, kulit usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin,

dan lain - lain. (DepKes RI, 2007).

b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis

1) Tuberkulosis paru BTA positif

a) Sekurang - kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasinya BTA

positif.

b) 1 spesimen dahak SPS hasinya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukkan gambaran TB paru.

c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB

positif.

d) 1 atau lebih specimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen

dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negative

36

Page 47: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

(DepKes RI, 2007).

2) Tuberkulosis paru BTA negative

Kasus yang tidak memnuhi definisi pada TB Paru dan BTA positif.

kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative.

b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.

c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

d) Di tentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi

pengobatan. (DepKes RI, 2007).

3) Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit

a) TB Paru BTA negatif foto toraks positif, dibagi berdasarkan

tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan.

Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran

kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced), dan

atau keadaan umum pasien buruk.

b) Tb ekstra paru, dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan

penyakitnya, yaitu:

i) Ekstra paru ringan, misalnya:TB kelenjar limfe,

pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang

belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.

ii) TB ekstra- paru berat, misalnya:meningitis, milier,

perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral,

37

Page 48: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan

alat kelamin (DepKes, 2007).

4) Klasifiaksi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi

menjadi beberapa tipe pasien, yaitu:

a) Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT

atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4

minggu).

b) Kasus kambuh (relaps) adalah pasien tuberkulosis yang

sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis yang

sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah

dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali

dengan BTA positif (apusan atau kultur).

c) Kasus setelah putus berobat (default) adalah pasien yang telah

berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

d) Kasus setelah gagal (failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan

dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan

kelima atau lebih selama pengobatan.

e) Kasus pindahan (transfer in) adalah pasien yang dipindahkan dari

UPK yang memiliki register TB paru lain untuk melanjutkan

pengobatannya.

f) Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan

diatas. Dalam kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien

38

Page 49: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai

pengobatan ulangan. (DepKes RI, 2007).

g) Tujuan pengobatan

Pengobatan TB Paru bertujuan untuk menyembuhkan pasien,

mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai

penularan dan mencegah terjadinya resistensikuman terhadap OAT

(obat Anti Tuberkulosis) (DepKes RI, 2007).

5) Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai

berikut:

a) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,

dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori

pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi).

Pemakaian OAT- kombinasi Dosis Tetap (OAT - KDT) lebih

menguntungkan dan sangat dianjurkan.

b) Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan

pengawasan langsung (DOT = directly observed treatment) oleh

seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

c) Pengobatan TB diberukan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan

lanjutan (DepKes RI, 2007).

6) Pemantauan dan hasil pengobatan TB paru

Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa

dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis.

Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan

39

Page 50: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan. Untuk

memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan specimen

sebanyak 2 kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan

negative. Bila salah satu specimen positif dan keduanya positif (DepKes

RI, 2007).

7) PMO (Pengawasan Menelan Obat)

Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT

jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan

pengobatan diperlukan seorang PMO (DepKes, 2007).

F. Jenis, Sifat, dan Dosis OAT

Strategi global pengobatan TB paru yang dilaksanakan di Indonesia sejak

tahun 1995 adalah dengan menggunakan DOTS (Directly Observed Treatment

Shourtcourse Chemotherapy) atau panduan obat jangka pendek selama 6 bulan.

Pengobatan dengan DOTS dipermudah dengan pengadaan obat yang telah

dipadukan dengan kategori tersendiri (Depkes RI, 2007).

Tabel 1. Jenis, Sifat, dan dosis OAT____________________________________Jenis OAT Sifat Dosis yang direkomendasikan (mg/kg)

Harian 3xsemingguIsoniazid (H) Bakterisid 5 10

(4-6) (8-12)Rifampicin Bakterisid 10 10

(8-12) (8-12)Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 35

(20-30) (30-40)Sreptomycin (S) Bakterisid 15 15

(12-18) (12-18)Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 30

(15-20) (20-35)

40

Page 51: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

G. Prinsip Pengobatan TB Paru

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, jumlah

cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan

OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis tetap

(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan (DepKes, 2007).

2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan

langsung (DOT) oleh seorang Pengawasan Menelan Obat (PMO).

3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu:

Tahap awal (intensif)

1. Pada tahap awal (intensif) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi

langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

2. Bila pengobatan tahap intensif ini diberikan secara tepat, biasanya

penderita menular menjadi tidak menular dalam waktu 2 minggu.

3. Sebagian besar penderita TB paru BTA positif menjadi negative (konversi)

Dalam 2 bulan (DepKes RI, 2007).

Tahap lanjutan

1. Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun

dalam jangka waktu yang lebih lama.

2. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten (dormant)

sehingga mencegah terjadinya kekambuhan (DepKes RI, 2007).

41

Page 52: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

H. Panduan OAT

Panduan OAT yang digunakan sesuai dengan Program Nasional

Penanggulangan TB paru di Indonesia adalah:

1. Kategori 1

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

a. Pasien baru TB paru BTA positif

b. Pasien TB paru BTA negative foto toraks positif

c. Pasien TB ekstra paru (Depkes, 2007)

Tabel 2. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1: 2 (HRZE)/4(HR)3

Berat Badan

Tahap Intensif tiap hari

selama 56 hari RHZE

(150/75/400/275)

Tahap Lanjut 3x

seminggu selama 16

minggu RH

(150/150)

30 - 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 4KDT

38 - 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 4KDT

55 - 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 4KDT

> 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 4KDT

2. Kategori 2

Paduan OAT untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:

a. Pasien kambuh.

b. Pasien gagal.

c. Pasien pengobatan setelah lalai (DepKes RI, 2007)

42

Page 53: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

Tabel 3. Dosis paduan OAT KDT kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3

Tahap Intensif Tiap Hari Tahap Lanjut 3x seminggu

Berat Badan RHZE (150/75/400/275)+S RH (150/150) + E(275)

Selam 56 hari selama 28 hari selama 20 minggu

30 - 37 kg 2 tab 4KDT 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT

+500 mg Sreptomisin inj. +2 tab Etambutol

38 - 54 kg 3 tab 4KDT 3 tab 4KDT 3 tab 4KDT

+750 mg Sreptomisin inj. +3 tab Etambutol

55 -70 kg 4 tab 4KDT 4 tab 4KDT 4 tab 4KDT

+1000 mg sreptomisin inj. +4 Tab Etambutol

> 71 kg 5 tab 4KDT 5 tab 4KDT 5 tab 4KDT

+1000mg sreptomisin inj +5 tab Etambutol

3. OAT Sisipan (HRZE)

Paduan OAT ini diberikan kepada pasien BTA positif yang pada akhir

pengobatan intensif masih tetap BTA positif

Tabel 4. Dosis KDT sisipan : (HRZE)

Berat Badan

Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari RHZE

(150/75/400/275)

30 - 37 kg 2 tablet 4KDT

38 - 54 kg 3 tablet 4KDT

55 - 70 kg 4 tablet 4KDT

> 71 kg 5 tablet 4KDT

I. Efek Samping OAT dan Penatalaksanaan

43

Page 54: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

Efek samping ringan maupun berat dengan pendekatan gejala.

Tabel 5. Efek Samping ringan OAT

Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan

Tidak ada nafsu makan, mual, sakit perut

RifampisinSemua OAT diminum malam sebelum tidur

Nyeri sendi Pirasinamid Beri aspirin

Kesemutan s/d rasa terbakar di kaki INH

Beri vitamin B6 (piridoxin) 100 mg per hari

Warna kemerahan pada air seni (urine) Rifampisin

Tidak perlu diberi apa - apa, tapi perlu penjelasan kepada pasien.

Tabel 6.Efek Samping Berat OAT

Efek samping Penyebab Penatalaksanaan

Gatal dan kemerahan Semua jenis OAT

Ikut tunjuk penatalaksana

Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan, ganti Etambutol

Gangguankeseimbangan

Streptomisin Streptomisin dihentikan, ganti Etambutol

Ikterus tanpa penyebab lain

Hampir semua OAT

Hentikan semua OAT sampai ikterus menghilang

Bingung dan muntah - muntah (permulaan ikterus karena obat)

Hamper semua OAT

Hentikan semua OAT, segara lakukan tes fungsi hati

Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan etambutol

Purpura dan renjatan (syok)

Rifampisin Hentikan rifampisin

44

Page 55: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

J. Pencegahan

1. Menutup mulut saat batuk

Kuman TB paru dapat menyebar ke udara waktu penderita bersin dan

batuk dalam bentuk droplet (percikan ludah). Orang disekeliling penderita

dapat tertular karena menghirup udar yang mengandung kuman TB paru.

2. Melakukan pemeriksaan ulang dahak pada bulan ke 2, 5 dan 6.

Pemeriksaan dahak pada akhir fase awal (bulan ke 2) dilakukan untuk

mengetahui apakah telah terjadi konvensi dahak, yaitu perubahan dari

BTA positif menjadi negative. Sedangkan pemeriksaan pada akhir bulan

ke 5 dan 6 pengobatan bertujuan untuk menilai hasil pengobatan “sembuh

atau gagal”.

3. Mengupayakan ventilasi dan pencahayaan rumah yang cukup.

Pencahayaan dengan menggunakan sinar matahari langsung dapat

membunuh kuman dapat membunuh kuman TB dalm waktu 5 menit.

Maka pemanfaatan sianr matahati langsung paling cocok untuk dilakukan

di daerah tropis (DepKes RI, 2007).

45

Page 56: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka teori

TUBERKULOSISPARU

j

Tingkat pengetahuan

Kepatuhan pengobatan

Enabling factors Reinforcing factors Predisposing factors

1. Dukungan keluarga 1.Pengetahuan1.Tersedia fasilitas

2. Motivasi keluarga 2. Pendidikan2. Sosial ekonomi 3. Dukungan masyarakat 3. Sikap

V JV J V J

46

Page 57: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

B. Dasar Pemikiran variabel penelitian

Pada bab ini akan dijelaskan tentang beberapa konsep yang mendasari

penelitian yang dibuat dalam kerangka agar mudah dipahami dan menjadi acuan

dalam penelitian,dalam kerangka konsep akan didapatkan gambaran tentang

variable yang akan dinyatakan kepada responden.

Variabel independen Variabel dependen

* •Kepatuhan berobat TB Paru

! Faktor Eksternal :

! 1. Dukungantenagakesehatan

| 2. Dukungan keluarga3. Sosial ekonomi

1. Variabel independen

Pada penelitian ini variabel independen yaitu tingkat pengetahuan

penderita tentang TB paru.

2. Variabel dependen

Pada penelitian ini variabel dependen yaitu kepatuhan berobat TB Paru.

47

Page 58: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

C. Definisi Operasional

1. Tingkat pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh penderita TB

Paru di Makassar. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dimiliki oleh

seseorang dibagi menjadi 2 kriteria, yaitu:

a) Tingkat pengetahuan baik bila skor 60-100 %

b) Tingkat pengetahuan kurang bila skor < 60 %

2. Tingkat kepatuhan

Kepatuhan merupakan salah satu perilaku yang dihasilkan dari

pengetahuan yang mendalam. Menurut skor dan Kriteria dibagi:

a. Patuh bila skor >75%

b. Tidak patuh bila skor < 50%

Nilai ukur yang digunakan untuk menilai tingkat pengetahuan dan

tingkat kepatuhan yaitu:

Nilai 1=jawaban benar

Nilai 0= jawaban salah

D. Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan alat berupa kuesioner yaitu

daftar pertanyaan yang telah disusun dengan baik, dimana responden tinggal

memberikan tanda- tanda tertentu.

Kuesioner yang diberikan digunakan untuk menilai tingkat pengetahuan

TB Paru dan kepatuhan pengobatan.

48

Page 59: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

E. Hipotesis

1. Hipotesis Nol (Ho)

Ho: tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan penderita TB Paru

terhadap kepatuhan berobat TB Paru.

2. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ha: ada hubungan antara tingkat pengetahuan penderita TB paru terhadap

kepatuhan berobat TB Paru.

49

Page 60: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, desain yang digunakan : Analitik yang

bersifat “Cross Sectional” yaitu : memberikan gambaran hubungan dua variabel :

variabel independen dan variabel dependen yang dilakukan pada waktu yang

bersamaan.

Dalam penelitian ini memberikan gambaran hubungan tingkat

pengetahuan penderita TB Paru terhadap kepatuhan berobat TB Paru.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Penelitian dilakukan di BBKPM Makassar.

2. Waktu

Penelitian dilakukan pada bulan November - Desember 2013.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh pasien TB paru yang berobat di

BBKPM Makassar.

50

Page 61: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

2. Sampel

Sampel yang digunakan adalah sebagian dari populasi pasien TB yang

hadir menjalani pengobatan tahap lanjut pada saat melakukan penelitian di

BBKPM Makassar.

Untuk mengetahui jumlah sampel digunakan rumus:

n = N

1 + N (d2)

n = 60,9 = 61 orang

dimana :

N = besar populasi

n = Besar sampel

d = tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan

a. Kriteri inklusi

kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:

1) Pasien TB Paru yang bersedia menjadi responden dalam penelitian.

2) Pasien TB Paru yang hadir menjalani pengobatan pada saat penelitian.

3) Pasien yang bisa membaca dan menulis

b. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:

1) Pasien yang tidak menjawab seluruh pertanyaan pada kuesioner

dengan lengkap.

2) Pasien yang tidak berobat di BBKPM Makassar

51

Page 62: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

D. Analisa Data

1. Analisa Univariat

Analisa Univariat dalam penelitian ini dilakukan terhadap tiap variabel.

Variabel yang digunakan adalah tingkat pengetahuan TB Paru dan

kepatuhan pengobatan TB Paru. Dalam analisis menghasilkan distribusi

dan presentase dari tiap variabel.

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat yang dilakukan terhadap variabel yang diduga

berhubungan atau korelasi menggunakan program SPSS (Statistical

Package for Social Sciences).

Pada analisis ini dapat dilakukan pengujian statistik dengan

menggunakan uji korelasi yaitu uji chi square. Untuk menilai variabel

dependen dan variabel independen yaitu jika: nilai p < 0.05 yang berarti

ada hubungan tingkat pengetahuan TB Paru terhadap kepatuhan

pengobatan dan jika p > 0.05 berarti tidak ada hubungan tingkat

pengetahuan TB Paru terhadap kepatuhan pengobatan.

E. Penyajian Data

Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk tabel

F. Etika Penelitian

1. Informed consent (petunjuk penelitian)

52

Page 63: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

Lembar persetujuan diberikan responden, disampaikan tentang judul dan

manfaat penelitian, bila responden menolak maka peneliti harus menerima.

Setelah diberi lembar persetujuan tidak ada responden menolak.

2. Anonymity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama

dalam kuesioner, mengolah data, dan penyajian data. Pada kuesioner yang

dibagikan responden hanya mencantumkan inisial namanya saja.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Informasi yang diberikan responden serta semua data yang terkumpul

dijamin kerahasianya oleh peneliti, hal ini tidak dipublikasikan dan

diberikan kepada orang lain tanpa seizin responden.

53

Page 64: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

BAB V

HASIL

A. Deskripsi lokasi penelitian.

Penelitian ini di lakukan di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat

Makassar tanggal 5 Desember s/d Januari 2014 yang terletak di pusat kota

Makassar tepatnya di jl. AP. Pettarani NO.48. adapun jumlah sampel yang diambil

61 sampel. Data yang diperoleh, dikumpulkan kemudian diolah dan selanjutnya

disajikan dalam bentuk tabel disertai penjelasan.

1) Tingkat Pengetahuan

Distribusi frekuensi responden menurut pengetahuan yang

diteliti dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan pengetahuan di BBKPM Makassar Tahun 2014

Pengetahuan N %Baik 37 60,7

Buruk 24 39,3Total 61 100

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan hasil penelitian tingkat

pengetahuan penderita TB Paru yang memiliki pengetahuan baik sebanyak

60,7%. Sementara tingkat pengetahuan buruk sebanyak 39,3%.

2) Kepatuhan Pengobatan

54

Page 65: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

Distribusi frekuensi responden menurut kepatuhan yang diteliti

dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 8. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan kepatuhan di BBKPM Makassar Tahun 2014

Kepatuhan N %

Tidak Patuh 17 27,9

Patuh 44 72,1

Total 61 100Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 5.3 diperoleh responden yang patuh sebanyak

72,1% dan respnden yang tidak patuh 27,9 %

Hubungan tingkat pengetahuan TB Paru terhadap kepatuhan

pengobatan di BBKPM Makassar 2014.

Tabel 9. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan TB Paru Terhadap Kepatuhan Pengobatan Di BBKPM Makassar 2014

Kepatuhan TOTALPengetahuan Patuh Tdk Patuh p-value

n % n % n %Baik 36 59 1 1,6 37 60,7

Buruk 8 13,1 16 26,2 24 39,3 0,00

Total 44 72,1 17 27,9 61 100Sumber: data primer

Berdasarkan tabel 5.7 hubungan antara tingkat pengetahuan TB Paru

terhadap kepatuhan pengobatan dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari

reponden 61, pengetahuan baik yang patuh sebanyak 36 orang (59%) dan

pengetahuannya yang baik tidal patuh sebanyak 1 orang (1,6%). Pengetahuan

55

Page 66: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

buruk yang patuh sebanyak 8 orang (13,1) dan pengetahuan buruk yang tidak

patuh sebanyak 16 orang (26,2).

Dimana hubungan antara tingkat pengetahuan penderita TB paru dan

tingkat kepatuhan pengobatan menngunakan uji chi square didapatkan hasil

menunjukkan nilai p= 0,000 (p < 0,05) yang berarti terdapat hubungan yang

bermakna antara tingkat pengetahuan TB paru terhadap kepatuhan pengobatan di

BBKPM Makassar tahun 2014.

56

Page 67: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

BAB VI

PEMBAHASAN

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman

mycrobacterium Tuberculosis yang sebagian besar kuman TB menyerang paru,

tetapi dapat juga mengenai organ tubuhnya lainnya. Dilihat dari esensi penyakit

dan kerugian masyarakat dunia akibat penyakit TB sungguh sangat

membahayakan. Menurut data WHO (1998), bahwa sepertiga penduduk dunia

teinfeksi TB, setiap tahun ada sembilan juta kasus baru dan tiga juta berujung

dengan kematian, 95% kasus TB dan 98% kematian TB terjadi dinegara

berkembang yang 75% masih dalam usia produktif (Depkes, 2006).

Sesuai dengan judul penelitian yang telah dilakukan, variabel tingkat

pengetahuan dan kepatuhan pengobatan merupakan variabel utama dalam

penelitian ini. Namun variabel lainnya pun diteliti yang masing masing

merupakan komponen yang berpengaruh pada kepatuhan pengobatan Adapun

variabel lainnya yang diteliti adalah jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan.

1. Tingkat pengetahuan penderita TB Paru tentang penyakit dan pengobatan TB

Paru di BBKPM Makassar.

Hasil penelitian terhadap 61 responden di dapatkan responden yang

memiliki tingkat pengetahuan baik sebanyak 37 responden dan tingkat

pengetahuan yang buruk sebanyak 24 responden. Hal ini tidak sejalan dengan

penelitian Ferry (2010) dari 25 responden tingakat pengetahuan baik sebanyak 20

responden dan tingkat pengetahuan yang buruk sebanyak 5 responden. Secara

57

Page 68: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

teori, pengetahuan dan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang dicakup dalam domain

kognitif mempunyai enam tahapan, yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis,

sintesis, penilaian kembali (Notoatmodjo, 2003; 113).

Menurut Gunarso (2000), Tuberkulosis paru (TBC paru) adalah penyakit

infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru dan dapat juga ditularkan ke

bagian tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang dan nodus limfe

(Smeltzer & Bare, 2002; 584). 20 % responden memiliki tingkat pengetahuan

yang baik tentang pencegahan penularan Tuberkulosis paru (TBC paru). Hal ini

disebabkan karena faktor pendidikan responden, dimana hasil penelitian

didapatkan sebagian besar responden dengan pendidikan SMA. Seseorang dengan

semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah untuk menerima informasi

sehingga dengan semakin banyak informasi yang diperolehnya maka semakin

baik pula tingkat pengetahuannya.

2. Tingkat kepatuhan pengobatan TB Paru di BBKPM Makassar.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 61 total responden di BBKPM

Makassar, di temukan jumlah responden yang patuh lebih banyak dari pada yang

tidak patuh. Hal ini sejalan dengan penelitian Armelia (2011). Alasan yang paling

banyak di ungkapkan oleh responden yang patuh adalah karena adanya keyakinan

untuk sembuh dengan berobat secara teratur.

Hal ini di dukung oleh Smeth yang menyatakan, Berbagai strategi telah di

coba untuk meningkatkan kepatuhan salah satunya dengan memberikan informasi

yang jelas kepada penderita mengenai penyakit yang dideritanya serta cara

58

Page 69: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

pengobatannya. Sehingga fungsi mengingatpun berjalan baik. Dengan penerimaan

informasi yang baik penderita dapat mempertahankan informasi tersebut untuk

diterapkan dalam kehidupan sehari-hari khususnya tentang pengobatan TB paru.

Jumlah obat yang harus diambil berhubungan dengan penggunaan pasien

terhadap obat - obatan dan berperan sebagai penentu kesinambungan pengobatan

(WHO, 2003). Jika penderita TB paru tidak mengambil OAT pada waktu yang

telah ditentukan , maka dapat dipastikan penderita tersebut tidak minum obat

secara teratur (tidak patuh), sehingga dapat terjadi putus berobat (drop out) pada

penderita (Depkes RI, 2006)

Jenis ketidakpatuhan yang paling banyak dilakukan pada penderita TB

paru adalah tidak tepat waktu dalam minum obat atau waktu minum obat selalu

berubah - ubah dan alasan yang paling banyak dari ketidak patuhan tersebut

disebabkan oleh berbagai aktivitas atau kesibukan mereka sehari - hari. Hal ini

diduga karena jangka waktu pengobatan yang cukup lama menyebabkan penderita

merasa bosan dan lelah sehingga mereka masih dalam mengikuti program

pengobatan

3. Hubungan tingkat pengetahuan penderita TB Paru terhadap kepatuhan

pengobatan di BBKPM Makassar .

Dari hasil penelitian yang menunjukkan antara tingkat pengetahuan TB

paru terhadap kepatuhan pengobatan menunjukkan responden yang memiliki

pengetahuan yang baik lebih banyak yang patuh dibandingkan dengan yang tidak

patuh. Hal ini sesuai dengan harapan bahwa penderita yang memiliki pengetahuan

59

Page 70: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

atau sudah mengerti tentang penyakit dan pengobatan yang akan diberikan akan

patuh dalam melaksanakan pengobatannya. Selanjutnya untuk mengetahui

hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan pengobatan digunakan uji chi

square didapatkan hasil yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara

tingkat pengetahuan TB paru terhadap kepatuhan pengobatan di BBKPM

Makassar tahun 2013.

Berdasarkan analisis maka hasil tersebut menolak Ho yaitu, antara tingkat

pengetahuan penderita TB dan tingkat kepatuhan berobat TB Paru tidak ada

hubungan satu dengan yang lain dan menerima H1 yaitu, antara tingkat

pengetahuan penderita TB terhadap kepatuhan pengobatan terdapat hubungan

yang signifikan antara satu dengan yang lain. Hal ini berarti terdapat hubungan

yang signifikan antara tingkat pengetahuan penderita TB Paru terhadap tingkat

kepatuhan pengobatan.

Hasil yang sama di ungkapkan oleh irmayanti (2012) pada 40 responden di

BKPM Pati yang menunjukkan adanya hubungan positif antara tingkat

pengetahuan tentang penyakit dan pengobatan tuberculosis paru dengan tingkat

ketaatan terhadap program pengobatan (p = 0.00), namun berbeda dengan Aisyah

(2002) Pada 76 responden di puskesmas kecamatan menggunakan hasil uji Kai

kuadrat pada tabel rxc dinyatakan sahih karena sel yang memiliki nilai harapan

kurang dari 5 tidak lebih dari 20% yaitu 16,7. Hasil uji Kai kuadrat menunjukkan

bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan penderita TB Paru, yaitu dengan

diperolehnya nilai probabilitas yang lebih besar dari 0,05 (p = 0,807).

60

Page 71: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

BAB VII

TINJAUAN KEISLAMAN

Sejak tahun 1993, Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization)

menetapkan tuberculosis (TB) sebagai “Global Emergensi”, karena TB dapat

membunuh lebih banyak penderita usia muda dan dewasa. Setiap tahunnya

meninggal akibat TB dua sampai tiga juta usia produktif yang sebenarnya bisa

dicegah, setiap orang meninggal karena TB setiap 10 detik, satu manusia

terinfeksi baru oleh TB setiap detik. TB biasanya membunuh manusia secara

bertahap dengan membuat lubang-lubang pada paru. Jika tidak diobati, seseorang

dengan TB aktif dapat menulari 10 - 15 orang dalam satu tahun. Seperti influenza,

TB menyebar melalui udara, saat orang yang terinfeksi batuk, meludah, berbicara

atau bersin.

Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin yang berarti Islam adalah agama

pembawa kasih sayang bagi seluruh makhluk di alam ini. Jika kondisi fisik atau

Psikis seseorang tidak sehat tentu ia tidak akan dapat menunaikan tugas tersebut

dengan baik. Di hadapan Allah, orang sakit bukanlah orang yang hina.

Vy ^ 3 Vy ^ ̂Cj ^ ‘'''j V] ^ ol3l3ak-Lti

Lb ̂. 'J ‘ L . i * * Vy

“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan keletihan, kehawatiran dan

kesedihan, dan tidak juga gangguan dan kesusahan bahkan duri yang melukainya

61

Page 72: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya”. (Hadits Riwayat Al -

Bukhari dari Abu Hurairah)

Bahkan Allah menjanjikan kepada orang yang sakit apabila ia bersabar

dan berikhtiar dalam sakitnya, Allah akan menghapus dosa-dosanya.

Lhy ̂ V] ^ Ajc. okLla .̂ ̂ ̂ "̂i A l

“Tidaklah seorang muslim tertimpa derita dari penyakit kecuali Allah hapuskan

dengannya (dari sakit tersebut) kejelekan-kejelekannya (dosa-dosanya)

sebagaimana gugurnya dedaunan sebuah pohon”. (Hadis Riwayat al-Bukhari dari

Abdullah bin Mas’ud)

Penyakit TB dapat juga dikategorikan sebagai kemungkaran

karena sifatnya merusak dan berpotensi merugikan manusia lahir dan batin.

Karena itu, penanggulangan penyakit ini juga merupakan kewajiban kaum muslim

sebagaimana kewajiban untuk mencegah terjadinya kemungkaran.

Hukum Terhadap Orang Yang Terkena Penyakit TB

Penularan TB sangat mudah yaitu melalui udara, sehingga kemungkinan penderita

TB menularkan penyakitnya kepada orang lain sangat besar. Hal ini memunculkan

pertanyaan apakah dengan demikian penderita TB harus dikucilkan?

Tentunya tidak, karena penderita TB juga manusia yang mempunyai hak untuk

bermasyarakat dan bergaul dengan semua orang. Apalagi bila dilihat dari sudut

pandang Islam. Islam memandang manusia di hadapan Tuhannya adalah sama,

baik yang kaya, yang miskin, yang sehat dan yang sakit.

62

Page 73: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

Di mata Allah yang paling utama adalah ketaqwaan seseorang seperti

ditegaskan dalam firman berikut: “Sesungguhnya orang yang paling mulia di

antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.

Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. Al-Hujurat:

13)

“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh dan rupa kamu sekalian,

tetapi Allah melihat kepada hati kamu sekalian (Rasulullah menujuk ke

dadanya”. (HR.Muslim)

Di masyarakat pengobatan banyak jenisnya seperti pengobatan melalui

orang pintar atau dukun. Untuk pengobatan TB ini tidak dapat dilakukan kecuali

melalui tindakan medis. Penyakit TB adalah penyakit nyata, terukur secara

ilmiah dan penyembuhannya pun sudah ditemukan secara ilmiah. Jadi jika ada

penderita TB memilih berobat dengan pendekatan alternatif melalui perdukunan

jelas tidak akan sembuh penyakitnya. Ini bukan berarti mendahului kuasa Allah

SWT, tetapi Allah SWT sendiri akan menyembuhkan penyakit yang diobati

dengan cara yang tepat, tepat secara medis dan tepat secara syar’i.

))

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu (dalam Al Qur-an) pelajaran

dari Rabbmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada

(hati) serta petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman” (QS. Yunus:57).

63

Page 74: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

BAB VIII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Berdasarkan distribusi tingkat pengetahuan penderita TB Paru tentang

penyakit dan pengobatan TB Paru di BBKPM Makassar, responden

yang pengetahuan baik lebih banyak dari pada pengetahuan yang

kurang.

2. Berdasarkan distirbusi tingkat kepatuhan pengobatan TB Paru di

BBKPM Makassar, responden yang patuh lebih banyak dari pada yang

tidak patuh

3. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan penderita TB Paru

dengan kepatuhan pengobatan.

B. Saran

1. Perlu upaya peningkatan pengetahuan kepada masyarakat sebagai

salah satu cara pencegahan penularan TB Paru.

2. Perlu dibangun kesadaran masyarakat penderita TB paru agar rajin

berobat atau teratur mengambil dan meminum obat.

3. Perlunya diberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang biaya

pengobatan gratis. Agar masyarakat tidak perlu ragu, malas, atau takut

berobat TB.

64

Page 75: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. (2009), Pedoman Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis, Edisi Ketiga. Jakarta.

Ditjen PP & PL Kemenkes RI. (2011). Laporan Situasi Terkini Perkembangan

Tuberkulosis di Indonesia. Di unduh http://tbindonesia.or.id.

Dinkes Sul-Sel. Profil Kesehatan Sulawesi Selatan (2009). Diunduhkan dari

www.Depkes.go.id.

Amin Z, Bahar A. (2006). Tuberkulosis Paru, Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi

IV. Indonesia : Departemen Ilmu Penyakit dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, 2006, 988 - 993.

Notoatmodjo S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta : Rineka

cipta, Hal 121-124.

Kemenkes RI. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014.

Di unduh dari http://www.pppl.depkes.go.id

Notoatmodjo S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.hal

27-29.

Mubarak. (2010), faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan. Di unduh dari

http://id.shvoong.com/. 2007

Crofton, J. (2002). Tuberkulosa Klinis, Edisi 2. Jakarta : Widya Medika.

Alsagaff, H. (2010). Dasar- Dasar Ilmu Penyakit Paru. Cetakan tujuh. Surabaya :

Airlangga Univercity Press. Hal 85-94.

Aditama, T.Y. (2002). Tuberkulosis: Diagnosis, Terapi, dan Masalahnya. Edisi

IV. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia.

Notoatmodjo S.(2010). MetodologiPenelitianKesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Hal 5-39.

Page 76: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

Aisyah. (2002). Hubunganpersepsi, Pengetahuan TB dan PengawasMenelan

Obat Dengan Kepatuhan Berobat Pasien TB Paru tahun 2001.

Amin Z, Bahar A. (2009). Pengaruh Gender Terhadap Kepatuhan Berobat. http://arc.ugm.ac.id/.

Departemen Kesehatan RI. (2002), Pedoman Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis, cetakan 8. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. (2008). Pedoman Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis, cetakan 2 .Jakarta.

Departemen Kesehatan RI (2006). Studi Prevalensi dan Faktor Resiko Penyakit

Tuberkulosis (TB) paru. Jakarta. .

Kementrian kesehatan RI. (2011). Pedoman Pelaksanaan Hari TB Sedunia 2011.

Ditjen Pengendalian penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta

Purwanta. (2006). Ciri-ciri PengawasMinum Obat. Dari

http://www.tbcindonesia.or.id

Basuki, Endang S. (2009). Konseling Medik: Kunci Menuju Kepatuhan Pasien.

Majalah Kedokteran Indonesia, Vol 59, No 2 februari.

Sabate E. (2001). WHO Adherence Meeting Report. Geneva: World Health

Organization

Aditama, T.Y. (2003). Fixed Dose Combination for TB Treatment. Surakarta.

Respirologi Dalam Paradigma Baru.

Price, Sylvia A; Wilson, Lorraine M. 2003. Patofisiologi Klinik, edisi ke 5

Tuberkulosis.

Woro, oktia, 2005. Tuberkulosis (TB) dan Faktor-faktor yang Berkaitan. Jurnal

Epidemiology Indonesia, Volume 7 Edisi I.

Syarif, Amir. (2007). Farmakologi dan Terapi. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Mangunnegoro,Hadiarto.(2001).Respirologi Masa Kini dan Masa Mendatang,

dalamTemu Ilmiah Respirologi. Solo, FK UNS.

Page 77: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

Lampiran

1. Analisis Descriptive Statistic. Distribusi tingkat Pengetahuan

Frequency

PENGETAHUAN

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

V alid BA IK 37 60.7 60.7 60.7

BURU K 24 39.3 39.3 100.0

Total 61 100.0 100.0

2. Analisis Descriptive Statistic. Distribusi tingkat kepatuhan

KEPATUHAN

Frequency Percent V alid Percent

Cumulative

Percent

Valid PATUH 44 72.1 72.1 72.1

TID A K PATUH 17 27.9 27.9 100.0

Total 61 100.0 100.0

Page 78: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

3. Analisis Descriptive Statistic tingkat pengetahuan dan tingkat kepatuhan

Crosstabs

PENGETAHUAN * KEPATUHAN Crosstabulation

KEPATUHAN

PATUHTIDAKPATUH Total

PEN GETAHUAN B A IK Count36 1 37

Expected Count 26.7 10.3 37.0

% w ithinPENGETAHUAN

97.3% 2.7% 100.0%

% w ithin K EPATUHAN 81.8% 5.9% 60.7%

% o f Total 59.0% 1.6% 60.7%

B U RU K Count 8 16 24

Expected Count 17.3 6.7 24.0

% withinPENGETAHUAN

33.3% 66.7% 100.0%

% w ithin K EPATUHAN 18.2% 94.1% 39.3%

% o f Total 13.1% 26.2% 39.3%

Total Count 44 17 61

Expected Count 44.0 17.0 61.0

% withinPENGETAHUAN

72.1% 27.9% 100.0%

% w ithin K EPATUHAN 100.0% 100.0% 100.0%

% o f Total 72.1% 27.9% 100.0%

Page 79: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-

Value D f (2-sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 29.629a 1 .000

Continuity Correction13 26.532 1 .000

Likelihood Ratio 32.441 1 .000

Fisher's Exact Test

Linear-by-Linear

Association29.143 1 .000

.000 .000

N o f V alid Casesb 61

Page 80: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

KUESIONER

“HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA TB PARU

TERHADAP KEPATUHAN PENGOBATAN DI BBKPM MAKASSAR”

A. Identitas Responden

Nama Responden :

Umur :

Alamat :

Pendidikan : 1. SD 3. SLTA/SMA

2. SLTP/SMP 4. AKADEMI/SARJANA

Pekerjaan : 1. Tidak bekerja 2. Bekerja ( ....................)

B. Pengetahuan Responden

No. Pertanyaan Tahu Tidak Tahu

1. Penyakit TB Paru merupakan penyakit

menular yang disebabkan oleh

kuman/bakteri.

2. Penyebab penyakit TB paru adalah

kuman Mycobacterium tuberculosis.

3. Tanda seseorang terkena TB Paru yaitu

batuk berdahak selama 2-3 minggu/lebih,

batuk berdarah, berkeringat malam hari

tanpa kegiatan fisik.

Page 81: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

4. Penularan penyakit TB Paru dapat terjadi

melalui batuk, bersin yang menagndung

kuman TB yang terhiru orang lain

5. Kebiasaan yang bisa memperburuk

kesehatan penderita TB Paru adalah

merokok, lingkungan, dan kurang gizi.

6. Tidak meminum obat sekali saja

pengobatan Tb paru bisa gagal.

7. Pemeriksaan yang dilakukan untuk

menegakkan seseorang menderita TB

Paru adalah pemeriksaan dahak, rontgen

dan laboratorium.

8. Seorang penderita TB Paru harus minum

obat selama 6 bulan. Dengan tahap awal

minum obat selama 2 bulan dilanjutkan

dengan minum obat 3x seminggu selama

4 bulan.

9. Tanda - tanda keberhasilan Obat Anti

Tuberkulosis yaitu berat badan

meningkat, batuk hilang, dan keringat

malam jarang.

10. Efek samping yang dapt ditimbulkan

Obat Anti Tuberkulosis yaitu warna

kemerahan pada air seni, tidak ada nafsu

makan, mual, sakit perut, nyeri sendi dan

kesemutan sampai dengan rasa terbakar.

Page 82: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

C. Kepatuhan pengobatan

No. Pertanyaan Ya Tidak

1 Apakah anda selalu mematuhi

petunjuk petugas kesehatan dalam

menelan obat?

2. Apakah selama pengobatan tahap awal

(2 bulan) anda meminum obat setiap

hari?

3. Apakah selama pengobatan tahap

lanjutan (4 bulan) anda meminum obat

3x seminggu?

4. Apakah anda selalu mematuhi jadwal

pemeriksaan dahak dan pengambilan

obat yang telah ditetapkan?

Page 83: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

UN1VERSITAS MUHAMMADIYAH M AKASSAR FAKULTAS KEDOKTERAN

.//. Sul fan AL uLim No. 259 Tip. (0411) 866 9~2. 840/99 Fax (0411) 840 21/, Makassar

1 I Jiil II

Nomor : 407/FK1K/C.4-Vl/Xl/35/2013 Lampiran : -Hal : Permohonan Izin Penelitian

Kepada Yth,Bapak Gubemur Kepala Daerah Tingkat f Provinsi Sulawesi Selatanc.q. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda)Sulawesi SelatanD i-

Makassar

Dengan Hormat,Sehubungan dengan rencana penelitian dalam rangka penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat penyelesaian studi mahasiswa pada Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar tersebut nama di bawah ini :

Nama : Andi TrisnawatyStambuk : 10542 0159 10Jurusan : Pendidikan Dokter

Mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk diberikan izin penelitian guna keperluan mengambilan data di lingkungan instansi yang Bapak pimpin dalam rangka penyusunan skripsi dengan judul :

“Hubungan Tingkat Pengetahuan TB Paru Terhadap Kepatuhan Pengobatandi BBKPM Makassar “

Demikian permohonan kami, atas segala bantuan dan keijasamanya kami haturkan banyak terima kasih.

Makassar, 10 Muharram 1435 H

Tembusan:/. LP3M Unismuh Makassar 2. Arsip

Page 84: SKRIPSI “THE CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE OF …

P E M E R IN T A H PRO V IN SI S U L A W E S I S E LA T A NB A D A N K O O R D IN A 5 I P E N A N A M A N M O D A L D A E R A H

U nit P e la k sa n a T e k n is — P e la ya n a n P erizin a n T e rp a d uJin B o u g e n v ille No 5 T e lp (0 4 1 1 ) 4 4 1 0 7 7 Fax (0 4 1 1 ) 4 4 8 9 3 6

___________________________________MAKASSAR 90222___________________________________

Makassar, 02 Desember 2013

KepadaNomor : S9^/P2T-BKPMD/19.36P/12/VII/2013Lampiran : - Yth. Kepala Balai Besar Kesehatan PamPerihal : Izin Penelitian Masyarakat Makassar

di-Makassar

Berdasarkan surat Dekan Fak. Kedokteran UNISMUH Makassar Nom or: 407/FKIK/C.4-VI/XI/35/2013 tanggal 25 November 2013 perihal tersebut diatas, mahasiswa/peneliti dibawah ini:

N am a Nomor Pokok Program Studi Pekerjaan Alamat

Andi Trisnawaty105 42 015910 Pend. DokterMahasiswaJl. Sultan Alauddin No. 259, Makassar

Bermaksud untuk melakukan penelitian di daerah/kantor saudara dalam rangka penyusunan Skripsi, dengan judu l:

“ HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TB PARU TERHADAP KEPATUHAN PENGOBATAN DI BBKPMMAKASSAR”

Yang akan dilaksanakan dan : Tgl. 05 Desember 2013 s/d 31 Desember 2013

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, pada prinsipnya kami menyetujui kegiatan dimaksud dengan ketentuan yang tertera di belakang surat izin penelitian.

Demikian disampaikan untuk dimaklumi dan dipergunakan seperlunya.

A.n. GUBERNUR SULAWESI SELATAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL DAERAH

PROVINSI SULAWESI SELATANPelayanan Perizinan Terpadu

Utama Madya 198503 1 001

TEMBUSAN : Keoada Yth :1. Dekan Fak. Kedokteran UNISMUH Makassar di Makassar; 2 Pertinqcial

website : www.D2tprovsulsel.com. email: p2t provsulsel(a)vahoo.com