skripsi syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan...
TRANSCRIPT
ANALISIS PERILAKU DAN KECERDASAN SOSIAL SISWA
(STUDI KASUS PADA ANAK HOMESCHOOOLING ALAM
DEPOK)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Sebagai Salah Satu
Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)
Oleh:
HAFIDZ TAUFIQURRAHMAN
NIM: 11140150000034
KONSENTRASI SOSIOLOGI
PROGRAM STUDI TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
LEMBAR PENGESAⅡ AN PEMBIPIBING SKRIPSI
ANALISIS PERILAKU DAN KECERDASAN SOSIAL SISWA(STUDIKASUS PADA ANAK ⅡOMESCH00LING SEKOLAⅡ ALAⅣI
DEPOK) _
SKRIPSI
Dttukan Kepada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Sebagai Salah Satu Syar江
Untuk Mcmperolch Gclar Sttana PCndidikan(S.Pd)
Disusun olch:
ⅡAFIDZ TAUFIQURRAⅡ MAN
NIPI.11140150000034
Mengesahkan,
Dosen Pe_mbimbjng I bing II
Cut Dhien Nourwahida,ⅣIo A
NIP。 197912212008012016ati,PIoSi
14118001
LEMBAR PENGESAIIAN PENGUJI
Skripsi berjudul "Analisis Perilaku dan Kecerdasan Sosial Siswa (Studi Kasus
Pada Anak Ilomeschooling AIam Depok" disusun oleh Hafidz Taufiqurrahman, NIM,
11140150000034, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah lakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian
Munaqasah pada tanggal 23 Mei 2019 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis
berhak mernperoleh gelar Sa{ana (S1) dalam bidang Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial.
Jakarta,28 NIci 2019
Panitia Ujian Munaqasah
Ketua Sidang(Ketua Jurusan Pendidkall IPS)
Dr.Iwan Purwanton M.PdNIP.19730424200801 1012
Sekretaris Sidang(Sekertaris Jurusan Pendidikan
Andri Noor Ardiansvah,M.Si卜IIP.198403122015031002
Dosen Penguji l
Maila Dinia Цusni Rahinl,PLD.M.ANIP.197803142006042002
Dosen Pengu11 2
Neng Sri Nuraeni.Ⅳ I.Pd
NIE〉N.2005058801
lt fs7'ts
Mengetahui,Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1971031 1998032001
Yang berlanda
Nama
NIM
Fakultas
Jurusan
Alamat
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
tangan dibawah ini:
Hafrdz Taufiqurrahman
11140150000034
1lmu Tttbiyah dan]《 cguruan
Pcndidikan IInlu Pcngetalluan Sosial
JIッ.BttongSari RT.02/RW.01 Kccalllatan BoiongSari Kota Dcpok
MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA
Bahwa skripsi yang berjudul "Analisis Perilaku dan Kecerdasan Sosial Siswa(Studi Kasus Pada Anak Homeschooling Alam Depok)" adalah benar hasil
karya sendiri di bawah bimbingan
Dosen:
Pcmbilnbing I
NIP
Pembilnbing II
NIDN
Cut Dhieri Nollrwahida,ヽ 4.A
197912212008012016
Tri Httawati,M.Si
2014118001
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap
menelima segala konsekuensinya apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil
karya sendiri
Jakarta,13 111ci 2019
i
ABSTRAK
HAFIDZ TAUFIQURRAHMAN. Jurusan Pendidikan IPS, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Perilaku Dan Kecerdasan Sosial Siswa (Studi Kasus Pada Anak
Homeschooling Alam Depok).
Tujuan penelitian ini adalah bertujuan untuk mengetahui Analisis Perilaku
dan Kecerdasan Sosial yang dimiliki siswa pada tingkat SMP di kelas
Homeschooling Sekolah Alam Depok. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif deskriptif. Teknik pengambilan sampel yang digunakan oleh peneliti
adalah dengan menggunakan purposive sampling. Purposive sampling merupakan
teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Teknik
pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Analisis data menggunakan uji keabsahan data dengan proses triangulasi. Analisis
data dalam penelitian ini menggunakan model Miles dan Huberman. Hasil
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa analisis perilaku siswa di Homeschooling
Alam Depok memiliki kecendrungan menerapkan sikap sesuai norma dan
memiliki sifat pemberani dengan masuk tepat waktu saat bel berbunyi. memiliki
hubungan sosial yang sangat baik dengan temannya dan memiliki perilaku
ekspresif yang sangat suka bersaing melalui prestasi akademiknya di kelas.
Kecerdasan Sosial siswa di Homeschooling Sekolah Alam Depok memiliki
kemampuan berkomunikasi serta berinteraksi yang sangat baik, mempunyai sifat
yang aktif, serta terbuka dalam mengeluarkan pendapat ketika berlangsungnya
pembelajaran, memiliki kemampuan dalam membaca situasi yang jujur, terbuka,
beretika dapat dipercaya guru dan temannya. Memiliki kemampuan
berkomunikasi baik dengan teman. Menunjukan perilaku sadar dan perhatian pada
perasaan orang lain.
Kata Kunci : Perilaku, Kecerdasan Sosial, Homeschooling
ii
ABSTRACT
HAFIDZ TAUFIQURRAHMAN. The Social Sciences Education Department,
Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, Syarif Hidayatullah State Islamic
University Jakarta. Student Behavior and Social Intelligence (Case Study in
Natural Homeschooling Children Depok).
The purpose of this study was to determine the Behavior Analysis and
Social Intelligence of students at the junior high school level in the Depok
Homeschooling School class. This study uses a descriptive qualitative approach.
The sampling technique used by researchers is to use purposive sampling.
Purposive sampling is a sampling technique of data sources with certain
considerations. Data collection techniques using the method of observation,
interviews, and documentation. Data analysis using the data validity test with the
triangulation process. Data analysis in this study uses the Miles and Huberman
models.
The results of this study can be concluded that the behavior analysis of
students in Depok Homeschooling has a tendency to apply attitudes according to
the norm and have the courageous nature of entering on time when the bell rings.
have a very good social relationship with their friends and have expressive
behavior that is very like to compete through their academic achievements in
class. Social Intelligence students at Homeschooling Alam School Depok has
excellent communication and interacting skills, has an active nature, and is open
to expressing opinions when learning takes place, has the ability to read
situations that are honest, open, and can be trusted by teachers and friends.
Having the ability to communicate well with friends. Showing conscious behavior
and attention to the feelings of others.
Keywords: Behavior, Social Intelligence, Homeschooling
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Perilaku Dan
Kecerdasan Sosial Siswa (Studi Kasus Pada Anak Homeschooling Alam Depok)”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat yang ditetapkan
dalam rangka mengakhiri studi pada jenjang Strata satu (S1) Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis berharap
semoga skripsi ini bisa bermanfaat untuk semua pihak yang membutuhkan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna. Penulis berterima kasih kepada semua pihak yang terlibat langsung
ataupun tidak langsung dalam penulisan skripsi ini, yaitu:
1. Ibu Dr. Sururin, M.Ag. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Iwan Purwanto, M. Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan
IPS Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakata dan sekaligus sebagai dosen penasehat akademik yang
senantiasa memberikan motivasi dan semangat kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini
3. Bapak Drs. Syaripulloh, M. Si selaku dosen Penasihat Akademik yang
telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis selama masa
perkuliahan sampai saat ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini
4. Ibu Cut Dhien Nourwahida, M.A, selaku Dosen Pembimbing I yang telah
meluangkan waktu, pikiran, dan tenaganya dalam membimbing penulis
dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
5. Ibu Tri Harjawati, M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang memberikan
bimbingan, tambahan pemikiran dan menyemangati penulis dalam
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
6. Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah, beserta jajaran Guru
Homeschooling Alam Depok yang telah membantu memberikan informasi
data untuk penulisan skripsi serta telah memberikan izin penulis untuk
melalkukan penelitian skripsi.
iv
7. Teristimewa orang tua penulis, Ayahanda Maruf Sukendar dan Ibunda
Rina Anggraeni yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada
penulis sehingga penulis diberikan kemudahan dalam menyelesaikan
skripsi.
8. Kepada Kakak, dan Adikku. Iqbal Yoga Ginanjar, Siti Kania Nurhalizah
dan Aqila Azzahra yang telah membantu dan memotivasi penulis agar
menyelesaikan skripsi ini
9. Kepada teman-teman Sosio-sosioan 2014 dan sahabat-sahabatku Dimas,
Esa, Singgih, Oji, Fica, Rans, dan Qooidah yang telah membantu
memberikan arahan dan masukannya kepada penulis.
10. Beserta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu-
persatu yang telah turut serta memberikan kontribusinya baik berupa
masukan serta saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.
Hanya harapan dan do‟a yang penulis panjatkan, semoga semua pihak yang
membantu dalam penyelesaian skripsi ini mendapatkan ridha dan balasan yang
berlipat ganda dari Allah SWT, Amin.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan, untuk itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi
kesempurnaan penulis dimasa yang akan datang, Penulis berharap, semoga skripsi
ini dapat memberikan manfaat yang sangat besar, khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi siapa saja yang membacanya.
Jakarta, 13 Mei 2019
Penulis,
Hafidz Taufiqurrahman
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ......................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Identifikasi Masalah .............................................................. 6
C. Pembatasan Masalah ............................................................. 7
D. Perumusan Masalah .............................................................. 7
E. Tujuan Penelitian .................................................................. 7
F. Manfaat Penelitian ................................................................ 8
BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR
A. Kajian Teori .......................................................................... 9
1. Perilaku Sosial ................................................................... 9
a. Definisi Perilaku Sosial ............................................. 9
b. Jenis-Jenis Perilaku ................................................... 11
c. Pembentuk Perilaku ................................................... 12
d. Bentuk-bentuk Perilaku Sosial ................................. 13
2. Kecerdasan Sosial .............................................................. 15
a. Pengertian Kecerdasan Sosial .................................. 15
b. Dimensi Kecerdasan Sosial ....................................... 18
3. Homeschooling .................................................................. 19
a. Pengertian Homeschooling ....................................... 19
b. Sejarah Homeschooling ............................................. 20
vi
c. Jenis-Jenis Homeschooling ....................................... 24
d. Keuntungan Homeschooling ..................................... 25
B. Hasil Penelitian Relevan ....................................................... 27
C. Kerangka Berpikir ................................................................. 34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................... 35
B. Metode Penelitian .................................................................. 36
C. Subjek Penelitian ................................................................... 37
D. Teknik Pengumpulan Data .................................................... 38
E. Instrumen Penelitian .............................................................. 40
F. Teknik Analisis Dan Pengolahan Data ................................ 45
G. Rencana Pengujian Keabsahan Data ..................................... 46
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pendahuluan .......................................................................... 48
B. Gambaran Umum Tempat Penelitian .................................... 48
1. Sejarah Singkat Homeschooling Sekolah Alam Depok .... 48
2. Visi Dan Misi Homeschooling Sekolah Alam Depok ...... 49
3. Tujuan Homeschooling Sekolah Alam Depok .................. 49
4. Data Guru Homeschooling Alam Depok .......................... 50
5. Data Siswa Homeschooling Alam Depok ......................... 50
6. Informasi Partisipan .......................................................... 50
C. Data Peneliti .......................................................................... 52
1. Hasil Observasi ................................................................. 52
2. Hasil Wawancara .............................................................. 53
a. Perilaku Peran ................................................................. 53
b. Hubungan Sosial ............................................................ 55
c. Perilaku Ekspresif ........................................................... 56
3. Kecerdasan Sosial Siswa Kelas VII Dan VIII di
Homeschooling Sekolah Alam Depok .................................. 58
a. Kecerdasan Situasional ................................................... 58
b. Kemampuan Membawa Diri .......................................... 60
c. Autentisitas ..................................................................... 62
d. Kejelasan ........................................................................ 64
vii
e. Empati ............................................................................ 66
D. Pembahasan Hasil Analisis Perilaku Dan Kecerdasan Sosial
Siswa
................................................................................................ 68
E. Keterbatasan Penelitian ........................................................ 73
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan ........................................................................... 74
B. Implikasi ................................................................................ 75
C. Saran ...................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 77
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penelitian Relevan ........................................................................... 30
Tabel 3.1 Alokasi Waktu Penelitian ................................................................ 35
Tabel 3.2 Pedoman Observasi ......................................................................... 41
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Wawancara ..................................................... 42
Tabel 3.4 Perolehan Dokumentasi .................................................................. 45
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ....................................................................... 34
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Hasil Wawancara Ibu Ernia Dely Simamora, Wali kelas VII
Lampiran 2 : Hasil Wawancara Ibu Nur Asiyah, Wali kelas VIII
Lampiran 3 : Hasil Wawancara Putri Handayani, siswi kelas VII
Lampiran 4 : Hasil Wawancara Ahmad Muzaki, siswa kelas VII
Lampiran 5 : Hasil Wawancara Sarah Septiani, siswi kelas VIII
Lampiran 6 : Hasil Wawancara Arya Tegar Pratama, siswa kelas VIII
Lampiran 7 : Dokumentasi
Lampiran 8 : Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 9 : Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 10 : Lembar Uji Refrensi
Lampiran 11 : Biodata Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan hak dan kewajiban bagi semua warga
negara, sebagai hak setiap warga negara berhak untuk mendapatkan
pendidikan dalam rangka pengembangan potensi dirinya agar menjadi
warga negara yang cerdas, sedangkan sebagai kewajiban setiap warga
negara memiliki kewajiban untuk memajukan pembangunan pendidikan
dengan cara ikut berpartisipasi aktif dalam pembangunan pendidikan
sehingga akan didapatkan suatu layanan pendidikan yang baik, berkualitas
dan tetap terjangkau oleh semua pihak, sebagaimana yang telah
dimanfaatkan dalam UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Negara dalam hal ini diwakili oleh pemerintah, memiliki
kewajiban untuk melaksanakan pendidikan dasar. Negara wajib untuk
mengupayakan secara penuh pemenuhan hak anak atas pendidikan yang
wajib.
Namun sering kali kita lihat melalui media online, televisi maupun
koran, Banyak kasus kekerasan serta penyimpangan terhadap peserta
didik. Belum lagi peserta didik diwajibkan untuk mengikuti mata pelajaran
yang sudah dirancang ke dalam kurikulum tanpa mempertimbangkan
karakteristik peserta didik.
Seperti yang disampaikan oleh Seto Mulyadi di bangkapos.com
bahwa “kurikulum yang dikembangkan di Indonesia sering tidak berpihak
kepada perkembangan perilaku kecerdasan anak. Kurikulum terlalu padat
dan cenderung dijejalkan kepada anak yang seharusnya bisa dirangsang
kreativitasnya sesuai potensi unggul yang dimilikinya”.1
1 Dedy Purwadi, Urgensi Kecerdasan Sosial, 2015, h. 1,
(http://bangka.tribunnews.com/2012/06/14/urgensi-kecerdasan-sosial) Artikel ini diakses pada
tanggal 04 Agustus 2018, pukul 09:04 WIB.
2
Bukan hanya itu, orangtua juga khawatir dengan lingkungan
negatif yang bila saja dapat terjadi terhadap anak mereka ketika sedang
menuntut ilmu di sekolah. Misalnya saja tawuran antar pelajar. Seperti
yang diberitakan oleh KOMPAS.com tanggal 26 Agustus 2012, terjadi
tawuran antar pelajar di rel kereta api Stasiun Buaran, Kecamatan Duren
Sawit, Jakarta Timur. Dalam tawuran tersebut, seorang pelajar SMP 6,
Bulak Klender, Jakarta Timur, tewas disambar kereta api yang melintas.
Menurut saksi mata bernama Saman, petugas portir keamanan Stasiun
Buaran, korban yang bernama Jasuli (16) Lari ke arah rel kereta saat
tawuran. Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 15.00 WIB.2
Masalah lain mengisyaratkan bahwa sekolah formal belum
memberikan suasana aman, nyaman dan mengasyikkan bagi para siswa
yakni, guru melakukan tindak kekerasan kepada siswa. Hal ini terlihat
dalam data berikut oleh SINDONEWS.com pada tanggal 30 Oktober 2014
seorang siswa SMP Islam dianiaya oleh guru agamanya. Kasus ini terjadi
pada siswa SMP di Kabupaten Serang, Banten. Peristiwa tersebut terjadi
ketika jam pelajaran sedang berlangsung. Penganiayaan tersebut bermula
ketika sang siswa ingin meminjam spidol ke temannya, tiba-tiba guru
tersebut menampar pipi kirinya dan bahkan sempat mendorongnya. Siswa
dipukul empat kali oleh guru. Siswa tersebut mengalami luka di bagian
wajah dan punggung akibat tamparan dan dorongan gurunya. Peristiwa ini
dilaporkan kepada Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Serang
oleh ayah dari siswa tersebut dengan maksud supaya tidak ada korban
lainnya.3
Kejadian ini juga terjadi pada siswa SMP negeri di Desa
Sukamaju, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi seperti yang
diberitakan oleh SINDONEWS.com pada tanggal 27 Oktober 2014 enam
orang siswa menjadi korban kekerasan guru saat camping. Sejumlah siswa
mengaku di tendang dan dipukul pada bagian wajahnya, bahkan sebagian
2 Robertus Belarminus, Tawuran lari ke rel, Pelajar ditabrak kereta, 2012, h. 1,
(https://regional.kompas.com/read/2012/08/29/18462794/tawuran.lari.ke.rel.pelajar.ditabrak.kereta
). Artikel ini diakses pada tanggal 04 Agustus 2018, pukul 11:09 WIB. 3 Rasyid Ridho, Ditampar Guru, Siswa SMP Ini Melapor ke Polisi, 2014, h. 1,
(http://daerah.sindonews.com/read/917615/ditampar-guru-siswa-smp-ini-melapor-ke-polisi-
1414672333). Artikel ini diakses pada tanggal 04 Agustus 2018, pukul 11:48 WIB.
3
siswa lainnya mengalami luka lebam pada bagian punggung akibat di
pukul menggunakan kayu. Akibat kejadian tersebut siswa mengalami
trauma sehingga terpaksa harus di dampingi orangtuanya saat hendak
masuk sekolah. Kondisi ini memicu para orangtua untuk melaporkan
tindak kekerasan yang telah dilakukan oleh guru berinisial DN ke polsek
setempat.4
Dengan masalah yang sama, siswa SMP negeri di Subang, Jawa
Barat, seperti yang diberitakan oleh SINDONEWS.com pada tanggal 10
November 2014 delapan siswa menjadi korban pemukulan guru olahraga
karena tidak mengikuti acara yasinan di sekolah. Kedepalan siswa tersebut
yakni Kevin Kelas IX, Abdul Kelas IX, Dede Taryana Kelas IX, Iryanto
Kelas IX, Nanda Permana Kelas IX, M. Sandi Kelas IX, Anggis Rahmat
Kelas IX dan Yopi Kelas VIII. Insiden pemukulan ini terjadi sebanyak dua
kali, yakni 7 November dan Sabtu 8 November berawal ketika delapan
siswa tersebut telat masuk sekolah sehingga tidak mengikuti kegiatan
yasinan dan shalawatan yang rutin diadakan di sekolah setiap hari Jumat.
Saat itu salah satu guru mendatangi mereka, karena takut, mereka berusaha
lari dan guru itu pun mengejarnya. Tujuh dari delapan siswa berhasil di
kejar oleh guru, sedangkan seorang siswa lainnya berhasil lari karena
ketakutan. Tujuh siswa tersebut di beri hukuman, diantaranya dipukuli
berkali-kali di bagian punggung dengan menggunakan gagang alat
pengepel lantai yang terbuat dari aluminium. dilempar sepatu dan disuruh
jalan jongkok sambil menggendong tong sampah. Wajah mereka juga
ditampar oleh guru tersebut. Akibatnya mereka menderita luka lebam dan
membiru di bagian punggung serta pinggang. Seorang siswa yang berhasil
lari, keesokan harinya di panggil oleh guru dan di pukuli sampai tubuhnya
merasa kesakitan. Orangtua yang tidak menerima anaknya diperlakukan
seperti itu, lantas melaporkan kejadian tersebut kepada Polsek Pagaden.5
4 Toni Kamajaya, Enam Siswa Jadi Korban Kekerasan Guru saat Camping, 2014, h. 1-2,
(http://daerah.sindonews.com/read/915958/21/enam-siswa-jadi-korban-kekerasan-guru-saat-
camping-1414404873). Artikel ini diakses pada tanggal 06 Agustus 2018, pukul 09:48 WIB 5 Usep Husaeni, Tak Ikut Yasinan, 8 Siswa SMPN Dipukuli Guru, 2015, h. 1-3,
(http://daerah.sindonews.com/read/922225/21/tak-ikuti-yasinan-8-siswa-smpn-dipukuli-guru-
1415606157). Artikel ini diakses pada tanggal 06 Agustus 2018, pukul 11:27 WIB.
4
Dari data tersebut membuktikan bahwa memang masih banyak
kasus kekerasan atau intimidasi anak sehingga membuat sekolah dirasa
kurang memberikan suasana aman, nyaman, menyenangkan dan
membangkitkan semangat peserta didik untuk mengembangkan bakat,
minat dan potensi pribadinya secara optimal.
Pendidikan tidak selamanya harus dilakukan di sekolah
pendidikan dapat dilakukan dimana pun dan kapan pun. Pada awalnya,
pendidikan diselenggarakan di rumah dalam bentuk apa saja. Kegiatan ini
dikenal dengan istilah otodidak. “Yakni, proses belajar yang dilakukan
secara mandiri dan dengan kemampuan sendiri. Kesadaran untuk
memperoleh ilmu pengetahuan bergantung pada kemauan yang tumbuh
dalam diri. Dari otodidak pula, tidak jarang berhasil menemukan teori-
teori dasar ilmu pengetahuan, misalnya pendidikan otodidak.”6
Demikian pula, sistem pendidikan tak hanya ada dalam bentuk
sekolah formal sebagaimana umumnya dikenal dan berkembang di
masyarakat. Ada pun bentuk-bentuk pendidikan lain (alternatif) yang
dikenal dan diakui dalam sistem pendidikan nasional yang berlaku di
Indonesia, yakni pendidikan nonformal dan informal yang tercantum
dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pasal 26 dan 27. Isi dalam UU
tersebut pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat
yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti,
penambah, dan pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung
pendidikan sepanjang hayat.
Hasil pendidikan nonformal dan informal dapat dihargai setara
dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian
penyetaraan yang dilakukan di lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah
atau pemerintah daerah setempat, pendidikan formal merupakan
pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya.
Sedangkan pendidikan nonformal terdapat di TPA, atau taman pendidikan
Al Quran, yang banyak terdapat di Masjid dan Sekolah minggu, yang
6 Satmoko Budi Santoso, Sekolah Alternatif, Mengapa Tidak...?!, (Jogjakarta:
Divapress,
2010), h. 65.
5
terdapat di semua Gereja. Selain itu, ada juga berbagai kursus, diantaranya
kursus musik, bimbingan belajar dan sebagainya.
Sekolah rumah atau yang lebih dikenal dengan nama
homeschooling telah menjadi perbincangan di Indonesia, terlebih setelah
pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang
mengesahkan pendidikan informal ini. Homeschooling menjadi pilihan
bagi sebagian besar orang karena alasan-alasan tertentu. Homeschooling
merupakan pendidikan alternatif yang lebih fleksibel dan suasana
pembelajaran pun tidak formal, proses pembelajaran dilakukan di rumah.
Rumah dan segala isinya merupakan sumber media pembelajaran siswa.
Pada sistem homeschooling, orangtua dapat menjadi fasilitator sepenuhnya
bagi anak atau jika merasa perlu orangtua dapat memanggil orang yang
memiliki keahlian di bidang tertentu untuk memberikan pengajaran kepada
anaknya, karena tidak semua orangtua berprofesi sebagai guru dan mampu
menjadi seorang guru yang dapat memenuhi kebutuhan proses belajar
anak.
Perilaku adalah suatu reaksi psikis seseorang terhadap
lingkungannya. Dari batasan dapat diuraikan bahwa reaksi dapat diuraikan
bermaam-macam bentuk, yang pada hakekatnya digolongkan menjadi dua,
yaitu bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau kongkret) dan dalam bentuk
aktif dengan tindakan nyata atau (konket).
Pengertian perilaku mempunyai arti yang luas sekali, yang tak
hanya mencakup kegiatan motoris saja seperti berbicara, berjalan, lari-lari,
berolahraga, bergerak, dan lain-lain. Akan tetapi juga membahas macam-
macam fungsi seperti melihat, mendengar, mengingat, berfikir fantasi,
penampilan emosi-emosi dalam bentuk tangis atau senyum dan seterusnya.
Perilaku menurut kamus ilmiah populer adalah tindakan, perbuatan, sikap.7
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa yang dimaksud
dengan perilaku adalah segala kegiatan manusia yang tidak kelihatan, yang
disadari maupun yang tidak disadari. Termasuk di dalamnya berbicara,
berjalan, cara ia melakukan kegiatan sesuatu. Caranya bereaksi terhadap
segala sesuatu yang datang dari luar dirinya, Maupun dari dalam dirinya.
Dengan kata lain bagaimana cara seseorang berintegrasi dengan dunia luar
7 Pius A Partanto, et, Al Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya : Arkolia, 1994), h. 587.
6
“Kecerdasan merupakan keterampilan berpikir dan kemampuan
untuk beradaptasi dan belajar dari pengalaman hidup sehari-hari.”8
Sedangkan sosial adalah berkenaan dengan masyarakat. Jadi kecerdasan
sosial adalah kepandaian berpikir yang berhubungan dengan masyarakat.
Menurut Thorndike, “Kecerdasan Sosial (Social Intelligence) didefinisikan
sebagai kemampuan untuk berperilaku bijaksana dalam berhubungan
dengan sesama manusia.”9
Anak yang memiliki kecerdasan sosial, mereka mampu bergaul,
berperan serta dalam kelompok sebaya maupun dengan orang dewasa,
dapat bersifat sopan santun kepada orang lain dan berbicara dengan baik.
Kenyataan terhadap kecerdasan sosial anak dalam berkomunikasi dan
berinteraksi saat ini masih rendah. Terbukti dengan adanya berbagai
konflik seperti tawuran antar sekolah seperti yang dilakukan anak-anak
dari dua kubu perkumpulan.
Kapanpun seseorang berinteraksi dengan orang lain, apakah dengan
teman kelas, anggota organisasi, guru, dosen, office boy, cleaning service,
maupun penjaga parkir, kecerdasan sosial merupakan suatu keterampilan
yang harus dimiliki setiap individu. Sikap yang menunjukkan individu
cerdas secara sosial dapat terlihat dalam bentuk kasih sayang, peduli alam
sekitar, mampu membawa diri, jujur, empati, menolong, menghargai dan
perhatian terhadap orang lain maupun kondisi sosial lingkungan.
Berdasarkan uraian masalah diatas, peneliti tertarik untuk meneliti
permasalahan tersebut ke dalam penelitian dengan judul “Analisis
Perilaku dan Kecerdasan Sosial Siswa (Studi Kasus Pada Anak
Homeschooling Sekolah Alam Depok)”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka
identifikasi masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah:
1. Dalam pendidikan formal masih ada bentuk kekerasan atau
penyimpangan yang dilakukan terhadap siswa.
8 John W. Santrock, Perkembangan Anak, Edisi Kesebelas, Jilid 1, (Jakarta: Erlangga,
2007), h. 317. 9 Makmun Mubayidh, Kecerdasan & Kesehatan Emosional Anak, Referensi Penting bagi
Para Pendidikan & Orangtua, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010), h. 5.
7
2. Kekerasan yang dilakukan guru kepada siswa di sekolah formal
menunjukkan bahwa sekolah formal belum mampu memberikan rasa
aman, nyaman dan menyenangkan.
3. Dengan homeschooling anak kurangnya interaksi karena keluarga
yang sering tidak menetap tempat tinggalnya, faktor keamanan
lingkungan sekolah dan kesehatan fisik anak mengakibatkan
minimnya interaksi dengan teman sebaya maupun lingkungan
sekitar.
4. Kecerdasan Sosial pada anak Homeschooling masih belum optimal
5. Tawuran antar pelajar yang sering dilakukan oleh siswa SMK dan
SMP karena kurangnya pengawasan dari orang tua dan sekolah
ataupun faktor internal lainnya.
6. Peserta didik diwajibkan untuk mengikuti mata pelajaran yang sudah
dirancang oleh kurikulum tanpa mempertimbangkan karakteristik
peserta didik, Sehingga kurikulum terlalu padat dan cenderung
dijejalkan kepada anak yang seharusnya bisa dirangsang
kreativitasnya.
C. Pembatasan Masalah
Pada penelitian ini, peneliti membatasi masalah penelitian pada
Analisis Perilaku dan kecerdasan sosial yang dimiliki siswa pada tingkat
SMP di kelas Homeschooling Sekolah Alam Depok.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan paparan dalam latar belakang di atas, maka yang
menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana analisis
perilaku dan kecerdasan sosial siswa pada tingkat SMP di kelas
Homeschooling Sekolah Alam Depok?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Analisis Perilaku dan
kecerdasan sosial yang dimiliki siswa pada tingkat SMP di kelas
Homeschooling Sekolah Alam Depok.
8
F. Manfaat Hasil Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Memberi informasi tentang model pendidikan alternatif yaitu
homeschooling.
b. Diharapkan mampu memberikan sumbangsih terhadap dunia
pendidikan terutama dalam pendidikan alternatif.
c. Sebagai bahan referensi dan kajian untuk penelitian selanjutnya
terkait kecerdasan sosial siswa SMP pada kelas homeschooling
Sekolah Alam Depok.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan dan
menambah pengetahuan mengenai perkembangan Perilaku dan
kecerdasan sosial siswa SMP pada Homeschooling Sekolah
Alam
b. Bagi Homeschooling Sekolah Alam Depok
Sebagai masukan agar mengenal siswa baik dari perilaku
maupun kecerdasan yang di miliki peserta didiknya.
c. Bagi Masyarakat
Sebagai bahan informasi mengenai perilaku dan kecerdasan
sosial siswa pada Homeschooling Sekolah Alam Depok yang
dapat meberikan kontribusi pengembangan khazanah ilmu.
9
BAB II
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR
A. Kajian Teori
1. Perilaku Sosial
a. Definisi Perilaku Sosial
Perilaku sosial adalah suasana saling ketergantungan yang
merupakan keharusan untuk menjamin keberadaan manusia.
Sebagai bukti bahwa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup
sebagai diri pribadi tidak dapat melakukannya sendiri melainkan
memerlukan bantuan dari orang lain. Oleh karena itu, manusia
dituntut mampu bekerja sama, saling menghormati, tidak
mengganggu hak orang lain, toleran dalam hidup bermasyarakat.
Menurut Hurlock perilaku sosial adalah aktifitas fisik dan
psikis seseorang terhadap orang lain atau sebaliknya dalam rangka
memenuhi diri atau orang lain yang sesuai dengan tuntutan sosial.10
Sedangkan menurut Rusli Ibrahim perilaku sosial adalah suasana
saling ketergantungan yang merupakan keharusan untuk menjamin
keberadaan manusia, artinya bahwa kelangsungan hidup manusia
berlangsung dalam suasana saling mendukung kebersamaan.11
Menurut B.F Skinner perilaku sosial dapat didefinisikan
sebagai perilaku dari dua orang atau lebih yang saling terkait atau
bersama dalam kaitan dengan sebuah lingkungan bersama. Perilaku
sosial berbeda dari perilaku individual, perilaku sosial seseorang
merupakan sifat relatif untuk menanggapi orang lain dengan cara
yang berbeda-beda. Interaksi sosial diantara manusia pada
perkembangannya menuju kedewasaan dapat merealisasikan
10
Siti Nisrima dkk, “Pembinaan Perilaku Sosial Remaja Penghuni Yayasan Islam Media
Kasih Kota Banda Aceh”, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan Unsyiah, Vol.
1, 2016, h. 195 11 Ibid..h. 195
10
kehidupannya secara individual. Jika tidak ada timbal balik dari
interaksi sosial tersebut, maka manusia tidak dapat merealisasikan
potensi-potensinya sebagai sosok individu yang utuh sebagai hasil
interaksi sosial. Potensi-potensi itu pada awalnya dapat diketahui
dari perilaku kesehariannya. Pada saat bersosialisasi maka yang
ditunjukkannya adalah perilaku sosial.12
Peneliti mengartikan perilaku sosial sebagai perilaku
seseorang merupakan sifat relative untuk menanggapi orang lain
dengan cara yang berbeda-beda. Sebagai contoh dalam melakukan
kejasama, ada orang yang melakukan di atas kepentingan
peribadinya, ada orang yang bermalas-malasan, tidak sabar dan
hanya ingin mencari untung sendiri.
Perilaku merupakan tindakan atau aktivitas dari manusia itu
sendiri yang mempunyai bentangan sangat luas antara lain:
berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis dan
membaca. Atau dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku
manusia adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan
oleh mahluk hidup.
Sejumlah sinonim yang umum digunakan untuk istilah
perilaku adalah aktivitas, tindakan, performa, aksi, perbuatan, dan
reaksi. Pada esensinya, perilaku (behavior) adalah apa pun yang
dikatakan atau dilakukan seseorang.13
Menurut Garry Martin dan
Joseph Pear, karakteristik perilaku yang dapat diukur disebut
dimensi perilaku. Ada tiga jenis dimensi perilaku, (1) durasi, yaitu
sebuah perilaku merujuk panjangnya waktu yang dibutuhkan
perilaku melakukan aksinya, (2) frekuensi, yaitu sebuah perilaku
merujuk pada jumlah tindakan yang muncul di periode waktu
tertentu, (3) intensitas atau kekuatan, yaitu Sebuah perilaku
12 Emaret Silastuti, “Perbedaan Perilaku Sosial Siswa Yang Pembelajarannya
Menggunakan Model Klarifikasi Nilai Dan Konsiderasi Dengan Memperhatikan Konsep Diri Pada
Pembelajaran PPkn Kelas XI SMKN 2 Bandar Lampung”, Tesis pada Pascasarjana Universitas
Lampung, Bandar Lampung, 2016, h. 20.
13
Garry Martin dan Joseph Pear, Modifikasi Perilaku: Makna dan Penerapannya, Terj. Dari Behavior Modification oleh Yudi Santoso, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2015), h. 3.
11
merujuk pada upaya fisik atau energi yang dilibatkan untuk
melakukan perilaku.14
Dari penjelasan mengenai perilaku, peneliti menilai bahwa
perilaku merupakan tindakan yang dilakukan seseorang terhadap
suatu rangsangan dari luar.
b. Jenis-jenis Perilaku
Skinner membedakan perilaku menjadi dua, yaitu perilaku
yang alami (innate behavior) dan perilaku operan (operant
behavior)
1. Perilaku alami merupakan perilaku yang dibawa sejak
organisme dilahirkan, yaitu yang berupa refleks-refleks dan
insting-insting. Perilaku yang refleksif merupakan perilaku
yang terjadi sebagai reaksi secara spontan terhadap stimulus
yang mengenai organisme yang bersangkutan. Misalnya reaksi
kedip mata bila mata terkena sinar matahari yang kuat,
menarik jari bila jari terkena api. Reaksi atau perilaku ini
terjadi dengan sendirinya, secara otomatis, dan tidak diperintah
oleh pusat susunan syaraf atau otak.
2. Perilaku operan merupakan perilaku yang dibentuk, dipelajari,
dan dapat dikendalikan melalui proses belajar. Perilaku ini
dikendalikan dan diatur oleh pusat kesadaran atau otak.15
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku
berasal dari sumber kekuatan otak dengan caranya yang akan
menirukan atau mencontoh dari apa yang seseorang lihat,
dengar, rasakan dari orang lain. Seperti halnya anak-anak yang
mencontoh perilaku orang tuanya.
Sedangkan menurut Garry Martin dan Joseph Pear, ada
dua jenis perilaku yaitu perilaku defisit dan perilaku
berlebihan. Perilaku defisit artinya perilaku yang terlalu
sedikit, misalnya seorang anak tidak berbicara dengan jelas
dan tidak berinteraksi dengan anak-anak lain, seorang remaja
14 Ibid., h. 5.
15
Bimo Walgito, Psikologi Sosial: Suatu Pengantar, (Yogyakarta: CV Andi
Offset) h. 17
12
tidak menyelesaikan pekerjaan rumahnya atau membersihkan
rumah atau membicarakan masalah dan kesulitannya dengan
orang tua. Sedangkan perilaku berlebihan merupakan perilaku
yang terlalu banyak, misalnya seorang anak yang sering kali
mengompol di tempat tidur atau membuang-buang makanan ke
lantai, seorang remaja yang sering kali memotong percakapan
orang tuanya dengan orang dewasa lain atau menghabiskan
waktu berjam-jam untuk bermain facebook.16
Dari pernyataan diatas ada dua tipe jenis perilaku yaitu
perilaku defisit dan perilaku berlebihan yang keduanya
mempunyai perbedaan masing-masing seperti contoh yang
telah di jelaskan di atas
c. Pembentuk Perilaku
Menurut Bimo Walgito ada tiga cara membentuk perilaku
sesuai dengan yang diharapkan:
1. Cara pembentukan perilaku dengan kebiasaan
Salah satu cara pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan
kebiasaan. Dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku
seperti yang diharapkan, akhirnya akan terbentuklah perilaku
tersebut. Misalnya, dibiasakan bangun pagi, menggosok gigi
sebelum tidur, dan mengucapkan terimakasih bila diberi
sesuatu oleh orang lain.
2. Pembentukan perilaku dengan pengertian
Di samping pembentukan proses perilaku dengan kebiasaan,
pembentukan perilaku juga dapat ditempuh dengan pengertian.
Misalnya, datang kuliah jangan sampai terlambat karena hal
tersebut dapat mengganggu teman-teman yang lain, dan bila
naik motor harus pakai helm karena helm tersebut untuk
keamanan diri.
3. Pembentukan perilaku dengan menggunakan model
Di samping dengan cara-cara pembentukan perilaku seperti
yang disebutkan di atas, pembentukan perilaku dapat ditempuh
16 Garry Martin dan Joseph Pear, op. cit., h. 9.
13
dengan menggunakan model atau contoh. Jika orang bicara
bahwa orang tua sebagai contoh anak-anaknya, pemimpin
sebagai panutan yang dipimpinnya hal tersebut menunjukan
pembentukan perilaku dengan menggunakan model.17
Dari pernyataan Bimo Walgito dapat disimpulkan hal-hal yang
diharapkan dari cara membentuk perilaku seperti, melalui
kebiasaan, melalui pengertian dan menggunakan suatu model.
Ketiganya memiliki cara-cara tersendiri dalam membentuk
perilaku seseorang.
d. Bentuk-bentuk Perilaku Sosial
Berbagi bentuk dan jenis perilaku sosial seseorang pada
dasarnya merupakan karakter atau ciri kepribadian yang dapat
teramati ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Seperti
dalam kehidupan berkelompok, kecenderungan perilaku sosial
seseorang yang menjadi anggota kelompok akan terlihat jelas di
antara anggota kelompok lainnya. Menurut Didin Budiman,
perilaku sosial dapat dilihat melalui sifat-sifat dan pola respon
antar pribadi, yaitu:
1. Kecenderungan Perilaku Peran
- Sifat pemberani dan pengecut secara sosial.
Orang yang memiliki sifat pemberani, biasanya akan suka
mempertahankan dan membela haknya, tidak malu-malu
atau tidak segan melakukan sesuatu perbuatan yang sesuai
norma di masyarakat dalam mengedepankan kepentingan
diri sendiri sekuat tenaga. Sedangkan sifat pengecut
menunjukkan perilaku atau keadaan sebaliknya.
- Sifat berkuasa dan sifat patuh.
Orang yang memiliki sifat berkuasa dalam perilaku sosial,
biasanya ditunjukkan oleh perilaku seperti bertindak tegas,
berorientasi kepada kekuatan, percaya diri, berkemauan
keras, suka member perintah dan memimpin langsung.
17 Bimo Walgito, op.cit., h. 18 – 19
14
Sedangkan sifat yang patuh atau penyerah menunjukkan
perilaku sosial yang sebaliknya.
2. Kecenderungan Perilaku dalam Hubungan Sosial
- Suka bergaul dan tidak suka bergaul
Orang yang suka bergaul biasanya memiliki hubungan
sosial yang baik, senang bersama dengan yang lain dan
senang bepergian. Sedangkan orang yang tidak suka
bergaul menunjukkan sifat dan perilaku sebaliknya.
- Sifat ramah dan tidak ramah
Orang yang ramah biasanya periang, hangat, terbuka,
mudah didekati orang, dan suka bersosialisasi. Sedang
orang yang tidak ramah cenderung bersifat sebaliknya.
- Simpatik dan tidak simpatik
Orang yang memiliki sifat simpatik biasanya peduli
terhadap perasaan dan keinginan orang lain, murah hati dan
suka membela orang tertindas. Sedangkan orang yang tidak
simpatik menunjukkan sifat-sifat yang sebaliknya.
3. Kecenderungan Perilaku Ekspresif
- Sifat suka bersaing (tidak kooperatif) dan tidak suka
bersaing (suka bekerjasama)
Orang yang suka bersaing biasanya menganggap hubungan
sosial sebagai perlombaan, lawan adalah saingan yang
harus dikalahkan, memperkaya diri sendiri. Sedangkan
orang tidak suka bersain menunjukkan sifat-sifat yang
sebaliknya.
- Sifat suka pamer atau menonjolkan diri
Orang yang suka pamer biasanya berperilaku berlebihan,
suka mencari pengakuan, berperilaku aneh untuk mencari
perhatian orang lain.18
18 Didin Budiman, Perilaku Sosial, 2017, p. 1,
(http://File.Upi.Edu/Direktori/Fpok/.Pend._Olahraga/1974090720011Didin_Budiman/Psi
kologi_Anak _Dlm_Penjas/Perilaku_Sosial.Pdf,), Di akses pada tanggal 26 September 2018 pukul 14.30 WIB
15
2. Kecerdasan Sosial
a. Pengertian Kecerdasan Sosial
Menurut goleman, kecerdasan sosial adalah ukuran
kemampuan diri seseorang dalam pergaulan di masyarakat dan
kemampuan berinteraksi sosial dengan orang-orang disekelilingnya
atau sekitarnya.19
Dari bayi hingga dewasa, manusia terus menerus
mengalami interaksi dengan lingkungannya. Seseorang dianggap
inteligen, bila respon yang diberikan sesuai dengan stimulus yang
diterimanya. Inteligensi anak merupakan potensi bawaan yang
sering dikaitkan dengan hasil belajar anak di sekolah. Dalam buku
Psikologi Umum, “intelegensi berasal dari kata Latin intelligere
yang berarti menghubungkan atau menyatukan satu sama lain (to
organize, to relate, to bind, together)”.20
Kecerdasan sosial berkait rapat dengan perkataan
sosialisasi. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan
“sosialisasi sebagai proses belajar seorang anggota masyarakat
dalam lingkungannya.”21
Manusia sebagai makhluk individu selalu
berhubungan dengan lingkungannya, karena tanpa adanya
hubungan ini individu bukanlah individu lagi. Contoh hubungan
manusia dengan lingkungan berupa interaksi sosial. Kecerdasan
sosial kadang disebut juga dengan “inteligensi interpersonal yaitu
kemampuan untuk memahami dan berinteraksi secara efektif
dengan orang lain.”22
H. Bonner dalam bukunya Social Psychology
mengatakan bahwa “interaksi sosial adalah suatu hubungan antara
individu atau lebih, di mana kelakuan individu yang satu
mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu
yang lain atau sebaliknya.”23
Sedangkan menurut Goleman, beliau
19
Yulinda Rachmawati, Social Intellegence (keperibadian sosial) 2013, h. 5,
Https://personalityhemasyulindarachmawati.wordpress.com/2013/12/16/kecerdasan-sosial-social-
intellegence-2/, Di akses pada tanggal 28 desember 2018 pukul 14.19 20
Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 89 21
KBBI, Sosialisasi, (http://kbbi.web.id/sosialisasi). Diakses pada tanggal 15 Agustus
2018, pukul 18:29 WIB. 22
Ohn W. Santrock, op. cit., h. 323. 23
Abu Ahmadi, op. cit., h. 49.
16
menggunakan istilah “social intelligence untuk menjelaskan
mengenai sekumpulan keterampilan yang memungkinkan kita
untuk menjadi efektif dalam mengelola interaksi sosial.”24
Dari pengertian ketiga para ahli di atas mempunyai
pengertian yang senada bahwa manusia selalu berhubungan dengan
lingkungan dan manusia mempengaruhi individu lainnya satu sama
lain dalam interaksi sosial
Menurut Karl Albrecht, beliau mendefinisikan kecerdasan
sosial atau social intelligence (SI) sebagai “kemampuan untuk
bekerja sama dengan orang lain dan membuat mereka bersedia
bekerja sama dengan Anda.”25
Selain itu menurut Buzan,
kecerdasan sosial merupakan “ukuran kemampuan diri seseorang
dalam pergaulan di masyarakat serta kemampuan untuk
berinteraksi sosial dengan orang di sekeliling atau sekitarnya.”26
Berdasarkan definisi di atas, dapat kita simpulkan yang
dimaksud kecerdasan sosial adalah kepandaian berpikir seseorang
atau kemampuan seseorang yang berhubungan dengan masyarakat,
seperti berinteraksi (dengan individu lain di lingkungan tempat
tinggal, lingkungan kerja, sekolah, pasar, tempat makan, dan
sebagainya), bergaul, memahami dan bekerja sama.
Sebagai seorang siswa, kecerdasan sosial sangat diperlukan
dalam pembelajaran karena dapat membantu mereka dalam
berinteraksi dengan teman sebaya, teman sekelas, kakak kelas, adik
kelas, guru sampai penjaga sekolah, berinteraksi dengan
masyarakat serta mempunyai keberanian berbicara dengan orang
lain untuk mengungkapkan pendapat.
24
Wenny Rosalia K dan Prihastuti, Hubungan antara Kecerdasan Sosial dengan Gaya
Penyelesaian Konflik Siswa Seminari Menengah ST. Vincentius A. Paulo Garum Blitar, Jurnal
INSAN, Vol. 13, 2011, h. 99 25
Karl Albrecht, Cerdas Bergaul Kunci Sukses dalam Bisnis dan Masyarakat, Terj. dari
Social Intelligence: The New Science of Success oleh Devi Femina, dkk, (Jakarta: PPM, 2006),
Cet. 1, h. 3. 26 Frisda Agriani Ambarita, Pusdiklat Keuangan Umum: Mengenal Kecerdasan Sosial,
2014, h.1,(https://bppk.kemenkeu.go.id/id/publikasi/artikel/418-artikel-soft-competency/20241-mengenal-kecerdasan-sosial). Artikel ini diakses pada tanggal 15 Agustus 2018, pukul 18.48 WIB.
17
mencari nafkah sehingga intensitas interaksi antara anak
dan orang tua terhambat, hal tersebut yang bisa mempengaruhi
kecerdasan anak itu sendiri. Faktor eksternalnya adalah teknologi,
dimana informasi dan semacamnya di dapat dengan mudah yang
bisa mempengaruhi juga kepada kecerdasan sosial anak.
Hubungan sosial di mulai dari tingkat sederhana dan
terbatas, yang di dasari oleh kebutuhan yang sederhana pula.
Semakin dewasa dan bertambahnya umur manusia, kebutuhan
manusia juga menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat
hubungan sosial juga berkembang menjadi sangat kompleks.
Perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Menurut Sunarto dan B. Agung Hartono, perkembangan
sosial dipengaruhi oleh keluarga, kematangan (fisik dan psikis),
pendidikan, dan kapasitas mental (emosi dan inteligensi).27
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan
pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk
untuk perkembangan sosialnya. Dari keluarga seseorang belajar
bagaimana norma-norma yang ada di lingkungan, perilaku dan
lain-lain. Pengalaman-pengalaman berinteraksi dalam keluarga
menjadi awal dan pedoman untuk berinteraksi dengan masyarakat.
Kematangan fisik dan psikis sangat diperlukan ketika
bersosialisasi karena untuk mampu mempertimbangkan dalam
proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain,
memerlukan kematangan intelektual dan emosional serta
kemampuan berbahasa.
Pendidikan umumnya terjadi di sekolah. Sekolah bukan
hanya sebagai tempat untuk menimba ilmu pengetahuan tetapi juga
tempat perkembangan sosial siswa itu sendiri. Penanaman norma
perilaku yang benar secara sengaja diberikan kepada siswa yang
belajar di sekolah. Di sekolah siswa akan dapat bekerja sama dalam
kelompok, mematuhi aturan-aturan sekolah, dimana semua itu
27 Sunarto dan B. Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2008), h. 130.
18
termasuk dalam meningkatkan perkembangan kecerdasan sosial
anak.
b. Kecerdasan Sosial
Kecerdasan sosial mendapatkan peran penting ketika kita
hendak membangun sebuah hubungan yang harmonis dengan
teman sebaya, tetangga, rekan kerja, relasi dan lainnya. Hubungan
harmonis tersebut dapat berjalan dengan baik apabila kita mampu
mengaplikasikan beberapa elemen penting dalam kecerdasan
sosial. Karl Albrecht menyebut adanya lima dimensi yang bisa
mengasah kecerdasan sosial seseorang yang beliau singkat menjadi
kata S.P.A.C.E, yaitu:
Dimensi yang pertama adalah kata S merujuk pada kata
kecerdasan situasional (situational awareness). Makna dari
kecerdasan ini adalah kemampuan untuk membaca situasi dan
mengartikan perilaku orang-orang dalam situasi tersebut, dalam hal
niat mereka yang mungkin, kondisi emosional, dan kemampuan
untuk berinteraksi.
Dimensi yang kedua adalah kata P, merujuk pada kata
kemampuan membawa diri (presence). Dimensi ini sering disebut
sebagai bearing, kehadiran menyatukan kisaran pola verbal dan
nonverbal, penampilan seseorang, postur, kualitas suara, dan
pergerakan halus.
Dimensi yang ketiga adalah kata A, merujuk pada kata
autentisitas (authenticity) yang berarti kemampuan untuk membaca
situasi dari orang lain yang menangkap berbagai sinyal dari
perilaku kita yang membuat mereka menilai kita sebagai jujur,
terbuka, beretika, dapat dipercaya, dan berniat baik.
Dimensi yang keempat adalah kata C, merujuk pada kata
kejelasan (clarity). Dimensi ini menjelaskan kemampuan kita untuk
menjelaskan diri kita, menerangkan ide, menyampaikan data secara
jelas dan akurat, serta mengartikulasikan pandangan kita dan
mengusulkan tindakan-tindakan sehingga orang lain bisa
menerimanya dengan senang hati.
19
Dimensi yang terkahir adalah kata E, yakni merujuk pada
kata empati (empathy). Makna dari empati disini bukan
menyebutkan empati sebagai memiliki perasaan untuk orang lain
tetapi mendefinisikan empati sebagai perasaan yang dibagi antara
dua orang. Maksudnya dalam kondisi ini kita akan
mempertimbangkan empati sebagai keadaan keterkaitan dengan
orang lain yang menciptakan dasar bagi interaksi positif dan kerja
sama.28
Dari kelima dimensi yang telah dijelaskan di atas, dapat
disimpulkan bahwa pentingnya kelima dimensi kecerdasan sosial
tersebut dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam membangun
hubungan yang baik dengan orang lain.
3. Homeschooling
a. Pengertian Homeschooling
Orangtua memilih pendidikan informal seperti
homeschooling karena orangtua ingin anaknya lebih fokus dalam
hal belajar. Hal ini diperkuat dengan data di lapangan bahwa
dalam satu kelas hanya terdapat beberapa siswa saja yang lebih
difokuskan pada anak tersebut. Pola pendidikan di sekolah formal
belum begitu fleksibel untuk membentuk suatu karakter dan dapat
mengoptimalisasi siswa sesuai dengan minat dan bakat hal ini
dapat dilihat dalam definisi yang diberikan oleh Prof. Dr. Arief
Rachman, M.Pd :
Secara etimologis, homeschooling adalah sekolah yang diadakan di rumah, namun secara hirarki ia adalah sebuah sekolah alternatif yang menempatkan anak sebagai subyek pendekatan pendidikan secara at home. Dengan pendekatan ini anak merasa nyaman. Mereka bisa belajar sesuai
keinginan dan gaya belajar masing-masing, kapan saja dan dimana saja, sebagaimana ia tengah berada di rumahnya sendiri.
29
28
Karl Albrecht, op. cit., h. 29-30. 29 Arief Rachman, Homeschooling Rumah Kelasku, Dunia Sekolahku, (Jakarta: Buku
Kompas, 2007), h. 18.
20
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa homeschooling
adalah model pendidikan alternatif dengan sistem belajar yang
dapat disesuaikan dengan kondisi siswa dan tidak kaku saat proses
belajar sehingga siswa merasa nyaman ketika mengikuti proses
pembelajaran.
Menurut Sumardiono “Homescholing bukanlah lembaga,
tetapi keluarga. Homeschooling adalah model pendidikan saat
keluarga memilih menyelenggarakan sendiri dan bertanggung
jawab pendidikan anak-anaknya.30
Homeschooling salah satu bentuk dari pendidikan alternatif
(informal) yang telah diakui oleh pendidikan nasional
Indonesia sejak tahun 2003. Seperti yang terlampir dalam UU RI
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
“pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan
lingkungan.”31
Model pendidikan juga sudah diatur keberadaanya dalam
UU RI No. 20 Tahun 2003. Alasan mengapa orangtua lebih
memilih memberikan pendidikan anaknya dirumah dari pada di
sekolah formal karena adanya rasa ketidak puasan terhadap pola
pendidikan sekolah formal, selain itu orangtua khawatir tentang
lingkungan negatif di luar sana yang kapan saja dapat
mempengaruhi kepribadian anaknya.
b. Sejarah Homeschooling
Sejarah homeschooling berawal dari Amerika Serikat.
Homeschooling di Amerika sudah mulai sejak lama, tapi
konsepnya berubah seiring berjalannya waktu.
Awalnya, Homeschooling adalah diselenggarakan di rumah.
Kegiatan itu disebut dengan belajar sendiri atau otodidak. Otodidak
berarti proses belajar yang dilakukan secara mandiri. Dan dengan
kemampuan sendiri. Dari proses otodidak itu pula, dari waktu ke
30 Sumardiono, Apa Itu Homeschooling, 35 Gagasan Pendidikan Berbasis Keluarga,
(Jakarta PandaMedia, 2014), h. 6. 31 UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 13, h. 2.
21
waktu terjadi perkembangan ilmu pengetahuan dan cara berpikir di
dalam diri seseorang.
Hal ini sesuai dengan menurut Holy Setyowati bahwa
konsep Homeschooling sudah ada sebelum adanya sekolah umum.
Tidak adanya sekolah umum yang dekat dengan tempat tinggal,
kadang tidak puas dengan sekolah yang ada, atau juga karena tidak
adanya akses untuk bisa sekolah, seperti masalah biaya yang
membuat homeschooling menjadi suatu sarana untuk mendapatkan
pendidikan yang setara dengan pendidikan di sekolah umum.32
Pada tahun 1960-an terjadi perbincangan dan perdebatan luas
mengenai pendidikan sekolah dan sistem sekolah. Jhon Caldwell
Holt merupakan guru sekaligus pengamat anak dan pendidikan,
mengatakan bahwa: Penyelenggaraan pendidikan formal melalui
sekolah adalah formatnya yang bersifat instruktif. Tahun 1964,
Holt menerbitkan sebuah buku yang berjudul How Children Fail
untuk mengkritik sekolah-sekolah pada waktu itu. Buku tersebut
sebagai dasar teori dalam upayanya mengembangkan gagasannya
sebagai guru yang mencermati kegagalan akademik dari
pendidikan dasar di sekolah akibat tekanan kepada anak oleh
orangtua/guru.33
Tiga tahun setelahnya, Holt menulis kembali buku dengan
judul How Children Learn, di mana ia menunjukkan bagaimana
proses belajar anak. Setelah pemikirannya tentang kegagalan
sistem sekolah mendapat tanggapan luas dari masyarakat, tahun
1976, Holt kemudian menerbitkan karyanya yang lain yakni
“Instead of Education; Ways to Help People Do Things Better.
Buku ini mendapatkan sambutan hangat dari para orangtua
homeschooling di berbagai penjuru Amerika Serikat. Pada tahun
1977, Holt menerbitkan majalah untuk pendidikan di rumah yang
32
Holy Setyowati Sie, Homeschooling Creating The Best of Me, (Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2010), h. 1. 33
Satmoko Budi Santoso, Sekolah Alternatif, Mengapa Tidak...?!, (Jogjakarta:
Divapress, 2010), h. 68
22
diberi nama Grow Without Schooling.”34
Kemudian homeschooling
terus berkembang dengan berbagai alasan.
Pengertian homeschooling atau sekolah rumah di Indonesia
sudah ada sejak tahun 1990-an. Walaupun begitu, istilah
homeschooling atau sekolah rumah masih dianggap sebagai istilah
yang relatif baru dalam dunia pendidikan di Indonesia. “Sejak
tanggal 4 Mei 2006, di Jakarta telah dideklarasikan berdirinya
ASAH PENA (Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan
Alternatif) oleh beberapa tokoh dan praktisi pendidikan di Kantor
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pelindungannya adalah
Dr. Ace Suryadi (Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah)
dengan para penasihat, antara lain Prof. Dr. Mansyur Ramli
(Kepala Balitbang Depdiknas) dan Dr. Ella Yuliawati (Direktur
Kesetaraan Depdiknas). Apresiasi Depdiknas terhadap lahirnya
ASAH PENA tentu memperkuat keyakinan bahwa homeschooling
bisa merupakan salah satu alternatif pendidikan pada masa
depan.”35
Menurut Seto Mulyadi, mantan Ketua Umum Komisi
Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) yang sekarang
menjabat sebagai ketua Perlindungan Anak, “kemunculan
Homeschooling sebagai salah satu alternatif memang perlu
dibuktikan keberhasilannya sebagai sebuah kompetisi proses
menimba ilmu melalui sistem nonformal.”36
Kehadiran
homeschooling dilatar belakangi sebagai upaya mengantisipasi
keberadaan pendidikan formal yang tidak merata di tiap-tiap
daerah. Informasi seputar Homeschooling saat ini belum
sepenuhnya dapat dipahami oleh masyarakat, tetapi keberadaan
dan legalitas Homeschooling sebagai bagian integral dalam sistem
34 Mahariah, Homeschooling dalam Sistem Pendidikan Nasional dan Islam, Jurnal Al-
Irsyad, Vol. IV, 2014, h. 7. 35 Maulia D. Kembara, Panduan Lengkap Homeschooling, (Bandung: Progressio, 2007),
h. 43. 36 Indosiar, Homeschooling: Sekolah Rumah atau Rumah Sekolah, 2015, h. 1,
(www.indosiar.com). Artikel ini diakses pada tanggal 15 Agustus 2018, pukul 19.13 WIB.
23
pendidikan yang berlaku di Indonesia telah diatur dalam UU RI
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 27:
Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga
dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui sama
dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik
lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan. Ketentuan
mengenai pengakuan hasil pendidikan informal sebagai-mana
dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.37
Pada Homeschooling, orangtua memilih sendiri metode dan
materi ajar apa saja yang diperlukan untuk anak-anaknya. Tidak
masalah apabila orangtua tidak menggunakan tenaga ahli untuk
membantu memberikan pendidikan kepada anaknya. Tetapi jika
orangtua merasa perlu adanya bantuan dari tenaga ahli, misal
menghadirkan seorang guru di rumah, maka orangtua dapat
memanggil guru ke rumah untuk memberikan materi pembelajaran
kepada si anak.
Siswa Homeschooling biasanya dihadapkan oleh pilihan
harus mengikuti ujian penyetaraan pendidikan atau tidak.
Pendidikan kesetaraan adalah hak dan bersifat pilihan. Jika siswa
Homeschooling menginginkannya, mereka dapat menempuhnya.
Jika tidak, orangtua tetap dapat memilih dan memberikan yang
terbaik untuk anak-anaknya. Penyetaraan pendidikan ini digunakan
untuk dapat dihargai dan setara dengan hasil pendidikan formal,
tentu setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga
yang ditunjuk pemerintah dengan mengacu pada standar nasional
pendidikan. Penyetaraan dalam praktek Homeschooling yaitu
penyetaraan ujian, penilaian, penyelenggaraan dan tujuan
pendidikan. Pendidikan kesetaraan meliputi program Paket A yang
setara dengan lulusan SD, Paket B serta SMP dan Paket C setara
dengan SMA.
37 UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pasal 27 ayat 1, 2, dan 3, h. 9.
24
Jika kita bandingkan sejarah Homeschooling di Amerika
Serikat dan di Indonesia, maka dapat dilihat bahwa tidak ada
perbedaan secara spesifik. Pemicu utama terselenggaranya
Homeschooling di kedua negara ini karena faktor kekecewaan
orangtua terhadap kondisi pendidikan di sekolah pada umumnya
c. Jenis-jenis Homeschooling
Beberapa orang beranggapan bahwa Homeschooling hanya
dilakukan di rumah serta diajarkan oleh orangtua sendiri.
Walaupun orangtua menjadi penanggung jawab utama atas
pendidikan anaknya, akan tetapi pendidikan Homeschooling tidak
hanya dan harus dilakukan oleh orangtua sendiri. Orangtua dapat
mengundang guru privat, mendaftarkan pada kursus atau para
Homeschooler dapat membentuk kelompok-kelompok belajar
untuk bersosialisasi dengan Homeschooler yang lain. Sesuai
dengan namanya yaitu Homeschooling yang berarti belajar
berpusat di rumah, tapi prosesnya tidak hanya mengambil lokasi di
rumah saja melainkan para orangtua dapat menggunakan sarana
apa saja dan dimana saja untuk pendidikan Homeschooling
anaknya. Saat ini, setidaknya ada tiga jenis Homeschooling yang
dibagi berdasarkan kegiatan Homeschooling-nya. Hal ini dijelaskan
oleh Maulia D. Kembara yaitu Homeschooling tunggal,
Homeschooling majemuk dan komunitas homeschooling.38
Homeschooling tunggal adalah Homeschooling yang
dilaksanakan oleh orangtua dalam satu keluarga saja yang
dilibatkan dalam proses pembelajaran si anak. Dalam
homeschooling jenis ini, orangtua benar-benar mengambil peran
sebagai pembimbing, teman belajar, sekaligus penilai.
Homeschooling tunggal memiliki fleksibilitas yang tinggi. Tempat,
bentuk dan waktu belajar bisa disepakati. Biasanya Homeschooling
jenis ini diterapkan karena adanya tujuan atau alasan khusus dari
para Homeschooler.
38
Maulia D. Kembara, op. cit., h. 30-32.
25
Homeschooling majemuk adalah Homeschooling yang
dilaksanakan oleh dua atau lebih keluarga untuk kegiatan tertentu,
sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orangtua
masing-masing. Alasan Homeschooler memilih Homeschooling
jenis ini biasanya memiliki kebutuhan-kebutuhan yang dapat
dikompromikan oleh beberapa keluarga untuk melakukan kegiatan
bersama. Contohnya kurikulum dari konsorsium, kegiatan olahraga
(misalnya keluarga atlet tenis), keahlian musik/seni, kegiatan sosial
dan kegiatan agama.
Sedangkan komunitas Homeschooling merupakan gabungan
beberapa Homeschooling majemuk yang menyusun dan
menentukan silabus, bahan ajar, kegiatan pokok (olahraga,
musik/seni, dan bahasa), sarana/prasarana, dan jadwal
pembelajaran.
Dari penjelasan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa
terdapat beberapa jenis Homeschooling, yaitu Homeschooling
tunggal, Homeschooling majemuk dan komunitas Homeschooling.
Pembeda dari masing-masing tipe Homeschooling adalah proses
pembelajaran yang dilaksanakan oleh para Homeschooler.
Penentuan dari jenis-jenis Homeschooling mana yang akan dipilih
dan dilakukan tergantung dari orangtua dan anak yang menentukan,
semua itu dilakukan agar terwujudnya suasana belajar yang
diinginkan, menyenangkan dan sesuai dengan minat si anak.
d. Keuntungan Homeschooling
Adapun model pendidikan yang dipilih, baik pendidikan
formal maupun pendidikan nonformal keduanya memiliki
keuntungan masing-masing. Mengikuti proses pendidikan di
Homeschooling memiliki keuntungan tersendiri bagi para
Homeschooler. Beberapa hal yang harus kita ketahui tentang
beberapa keuntungan dari pelaksanaan Homeschooling,
diantaranya:
26
“Yang pertama, fleksibilitas waktu untuk belajar. Siswa
dapat mengatur jadwal waktu belajarnya sendiri, tetapi
harus seizin dari orangtua. Kedua, dapat menerapkan
displin pada diri sendiri. Ketiga, pengembangan bakat
setiap anak secara maksimal. Keempat, belajar sesuai
dengan kecepatan masing-masing. Maksudnya, ketika kita
bersekolah di sekolah formal, biasanya kita akan mengikuti
kecepatan belajar semua siswa. Bagi yang belajarnya
cepat, hal ini sangat membosankan, tetapi bagi yang
belajar sedikit lebih lambat dari yang lain, tentu hal ini
akan sangat membebankan karena pada saat siswa belum
paham sepenuhnya sudah harus berpindah ke bab
berikutnya. Kelima, kesempatan untuk mengatur
kurikulum sendiri. Keenam, tidak mendapat tekanan dari
sesama teman. Kejadian yang sering dijumpai di sekolah-
sekolah formal, jumlah siswa yang banyak dengan
kecerdasan masing-masing anak berbeda-beda dan dari
berbagai tingkatan kelas sosial masyarakat yang berbeda,
biasanya akan memicu tekanan bagi siswa yang memiliki
kecerdasan dan kelas sosialnya lebih rendah dibandingkan
teman-teman sekelasnya. Tetapi jika di homeschooling rasa
beban seperti itu tidak akan terjadi. Siswa homeschooling
bisa tumbuh dan belajar dengan lebih maksimal tanpa
perlu takut untuk mendapatkan ejekan dari orang lain.
Yang ketujuh kebebasan untuk belajar secara maksimal
dengan cara apapun.”39
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
Homeschooling memberi banyak keuntungan bagi yang menjalani
pendidikan nonformal ini. Bagi anak yang memiliki kesibukan di
luar pendidikan akademik, Homeschooling memberikan
kemudahan dalam belajar karena waktu belajar yang dapat
disesuaikan dengan jadwal kegiatan si anak. Begitu pula bagi anak
yang mempunyai masalah dengan proses daya tangkap
pembelajaran yang lambat, mereka tidak perlu khawatir karena
tertinggal pelajaran karena di Homeschooling siswa bisa belajar
sendiri tanpa merasa ada beban ketika belum paham dengan
materi yang sedang diajarkan. Siswa Homeschooling dapat
mengulang pelajarannya sendiri dengan bantuan tutor/guru tanpa
39 Holy Setyowati Sie, op.cit, h. 103-116.
27
harus merasa malu dengan siswa yang memiliki kecepatan belajar
lebih cepat dari dirinya
B. Hasil Penelitian Relevan
Referensi yang digunakan dalam penelitian ini tidak hanya
berdasarkan pada teori – teori dari buku, melainkan juga melihat pada
penelitian yang sebelumnya telah dilakukan. Penelitian sebelumnya yang
telah dilakukan yang dikaitkan dengan penelitian ini yaitu:
1. Skripsi milik Pratiwi Wulandari mahasiswi Universitas Islam Negeri
Yogyakarta 2010 dengan judul “Hubungan Antara Kecerdasan Sosial
dengan Perilaku Agresif Pada Siswa SMK Muhammadiyah Piyungan
Yogyakarta”. Penelitian ini meneliti tentang adanya hubungan negatif
antara kecerdasan sosial dengan perilaku agresif pada siswa. Subjek
yang digunakan adalah siswa SMK Muhammadiyah Piyungan
Yogyakarta. Analisis yang digunakan untuk mencari korelasi antara
kecerdasan sosial dengan perilaku agresif pada siswa SMK
Muhammadiyah Piyungan Yogyakarta adalah analisis product
moment dan pearson. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa
ada hubungan negatif dan signifikan antara kecerdasan sosial dengan
perilaku agresif pada siswa SMK Muhammadiyah Piyungan
Yogyakarta. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi kecerdasan sosial
maka perilaku agresif akan semakin rendah. Namun sebaliknya, jika
semakin rendah kecerdasan sosial maka perilaku agresif akan semakin
tinggi.40
2. Skripsi milik Fifia Wandi mahasiswi Universitas Islam Negeri Malang
2008 dengan judul “Pengembangan Pendidikan Agama Islam di
Homeschooling (Studi Kasus di Komunitas Homeschooling Sekolah
Dolan Malang) Penelitian ini meneliti tentang orangtua homeschooler
dapat menggunakan kurikulum dari Diknas dengan kurikulum dari
luar negeri, kurikulumnya juga dapat dibuat sendiri menyesuaikan
40 Pratiwi Wulandari, “Hubungan Antara Kecerdasan Sosial dengan Perilaku
Agresif Pada Siswa SMK Muhammadiyah Piyungan Yogyakarta”, Skripsi pada UIN Yogyakata,
Yogyakarta, 2010.
28
dengan kebutuhan anak. Tidak ada patokan khusus dalam penggunaan
kurikulum, sehingga dapat mengembangkannya sendiri. Selanjutnya
dalam menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan, Fifia Wandi
menggunakan metode kualitatif, yaitu berupa data-data yang tertulis
atau lisan. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara,
observasi dan dokumentasi. Keabsahan data dengan perpanjangan
keikutsertakan peneliti dan ketekunan pengamatan. Hasil penelitian
mengungkapkan bahwa komunitas Homeschooling Sekolah Dolan
melakukan pengembangan materi kurikulum. Dalam hal urusan
kurikulum dikembangkan dengan menggali terus sumber kurikulum
yang ada dan setelah itu diklasifikasikan sesuai dengan kebutuhan
anak, yang penting tujuannya tercapai dan anak merasa nyaman
dengan kurikulum yang ada. Tidak semua kurikulum cocok dengan
anak, sehingga yang sering terjadi anak stres dengan pelajaran yang
menumpuk. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa pengembangan
materi kurikulum orangtua homeschooler dapat menggunakan
kurikulum dari Diknas dengan kurikulum dari luar negeri,
kurikulumnya juga dapat dibuat sendiri menyesuaikan dengan
kebutuhan anak. Tidak ada patokan khusus dalam penggunaan
kurikulum, sehingga dapat mengembangkannya sendiri, dan metode
yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan anak serta penggunaan
portofolio sebagai evaluasinya.41
3. Skripsi Moh Fauzi Ibrahim, mahasiswa Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta 2010 dengan judul. “Implementasi Model
Homeschooling di Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat”.
Penelitian ini dilakukan di Komunitas Homeschooling Pelangi
Ciputat. Permasalahan yang menjadi fokus penelitian Moh Fauzi
Ibrahim ini adalah tentang implementasi yang dilakukan oleh
Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat dengan model
Homeschool Montessori (unit pembelajaran/unit studies) dan model
41 Fifia Wandi, “Pengembangan Pendidikan Agama Islam di Homeschooling
(Studi Kasus di Komunitas Homeschooling Sekolah Dolan Malang)”, Skripsi pada Universitas
Islam Negeri Malang , Malang, 2008.
29
Homeschool Charlotte Mason, serta homeschooling komunitas.
Selanjutnya dalam menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan
Moh Fauzi Ibrahim menggunakan metode kualitatif deskripsi dalam
bentuk studi kasus. Data diperoleh dari Komunitas Sekolah Rumah
Pelangi Ciputat Tangerang Selatan. Sedangkan pengumpulan data
diperoleh dengan metode wawancara, observasi dan dokumentasi.
Instrumennya yaitu peneliti sendiri dan pedoman pengumpulan data.
Keabsahan data dengan perpanjangan keikutsertaan peneliti dan
ketekunan pengamatan. Analisis data dalam penelitian ini berproses
secara induksi-interpretasi-konseptualisasi. Hasil dari penelitian ini
terdapat bahwa Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat telah
mengimplementasikan model Homeschool Montessori (unit
pembelajaran/ unit studies) dan model Homeschool Charlotte Mason,
serta homeschooling komunitas, tanpa melupakan minat dan
kebutuhan anak seusianya, sehingga dapat lebih meningkatkan potensi
anak secara optimal lebih cepat, fleksibel dalam materi, meningkatkan
potensi dan kreatifitas yang anak miliki, dan yang terpenting supaya
anak tidak terhambat.42
4. Skripsi Yuliawati mahasiswi, IAIN Syekh Nurjati Cirebon 2013
dengan judul Hubungan Kecerdasan sosial dengan minat belajar siswa
pada mata pelajaran IPS di SMP veteran Cirebon Penelitian ini
dilakukan di SMP Veteran Cirebon Permasalahan yang menjadi fokus
penelitian Yuliawati ini adalah tentang terdapat hubungan antara
kecerdasan sosial dengan minat belajar siswa kelas VII pada mata
pelajaran IPS di SMP Veteran cirebon dan hasilnya tidak terdapat
hubungan antara kecerdasan sosial dengan minat belajar siswa kelas
VII pada mata pelajaran IPS di SMP Veteran cirebon.43
5. Skripsi Pauji mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta 2010 dengan judul perilaku sosial keagamaan pengguna
narkoba dan minuman keras. Penelitian ini dilakukan kecamatan
42
Moh Fauzi Ibrahim, “Implementasi Model Homeschooling di Komunitas Sekolah
Rumah Pelangi Ciputat”, Skripsi pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
Jakarta, 2010. 43
Yuliawati, “Hubungan Kecerdasan sosial dengan minat belajar siswa pada mata
pelajaran IPS di SMP veteran Cirebon”, Skripsi pada Universitas IAIN Syekh Nurjati Cirebon
2013.
30
ciledug kota tanggerang provinsi banten. Sudimara selatan,
Permasalahan yang menjadi fokus penelitian Pauji ini adalah tentang
permasalahan perilaku sosial yang dikaitkan dengan narkoba. Hasil
dari penelitian ini terdapat bahwa pernikahan dapat memberi pengauh
positif terhadap pengguna narkoba dan miras, baik secara moral dan
sosial karna dapat menghindarkan diri dari pola hidup perilaku
menyimpang, seperti prostitusi, freesex dan mencuri. Narkoba dan
minuman keras sangat merugikan bagi kesehatan misalnya bagi
pengguna narkoba akan mengalami jantung berdebar-debar.44
Tabel 2.1 Penelitian Relevan
No. Nama/Tahun Judul Penelitian Persamaan dan Perbedaan
1 Pratiwi Wulandari
(2010)
Hubungan antara
Kecerdasan Sosial dengan
Perilaku Agresif para
siswa SMK
Muhammadiyah Piyungan
Yogyakarta.
Persamaan dari penelitian ini
adalah variabel X saja, yaitu
kecerdasan sosial. Namun, yang
menjadi perbedaan dengan
penelitian yang akan diteliti adalah
hanya menggunakan dua variabel
X, yaitu perilaku sosial siswa (X1)
dan kecerdasan sosial siswa (X2)
2 Fifia wandi
(2008)
Pengembangan Pendidikan
Agama Islam di
Homeschooling (Studi
Kasus di Komunitas
Homeschooling Sekolah
Dolan Malang.
Persamaan dari penelitian ini
adalah tempat lokasi yang sama di
tempat Homeschooling. Sedangkan
perbedaan pada penelitian yang
akan diteliti menggunakan variabel
X, yaitu perilaku sosial (X1) dan
kecerdasan sosial siswa (X2)
3 Muhammad Fauzi
Ibrahim
(2010)
Implementasi Model
Homeschooling di
komunitas Sekolah Rumah
Pelangi Ciputat
Persamaan dari penelitian ini
adalah lokasi yang akan di teliti
yaitu Homeshooling. Sedangkan
perbedaan pada penelitian yang
akan diteliti menggunakan dua
variabel X, yaitu perilaku sosial
(X1) dan kecerdasan sosial siswa
(X2)
44
Pauji, “perilaku sosial keagamaan pengguna narkoba dan minuman keras”, Skripsi pada
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2010.
31
4 Yuliawati
(2013)
Hubungan Kecerdasan
sosial dengan minat belajar
siswa pada mata pelajaran
IPS di SMP veteran
Cirebon
Persamaan dari penelitian ini
adalah variabel X saja, yaitu
Kecerdasan Sosial dengan minat
belajar. Sedangkan perbedaan pada
penelitian yang akan diteliti
menggunakan dua variabel X, yaitu
perilaku sosial (X1) dan kecerdasan
sosial siswa (X2)
5 Pauji (2010) Perilaku Sosial
Keagamaan Pengguna
Narkoba Dan Minuman
Keras.
Persamaan dari penelitian ini
adalah variabel X, yaitu perilaku
sosial. Sedangkan perbedaan pada
penelitian selanjutnya adalah
menggunakan variabel X dengan
dua variabel, yaitu perilaku sosial
siswa dan kecerdasan sosial.
C. Kerangka Berpikir
Perilaku Sosial adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu
sendiri yang mempunyai bentangan sangat luas antara lain: berjalan,
berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah menulis, dan membaca. Atau
dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia segala
perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh mahluk hidup. Perilaku sosial
juga dapat diartikan sebagai perilaku seseorang dalam menanggapi respon
dari orang lain untuk memenuhi diri sendiri maupun orang lain sesuai
dengan tuntutan sosial, peneliti mengambil contoh perilaku sosial remaja
yang senang bergaul, berbagi, berpecaran dan berkelompok (genk). Maka
yang menjadi fokus penelitian tentang perilaku sosial adalah dari bentuk-
bentuk perilaku sosial Kecendrungan perilaku peran adalah sifat
pemberani dan pengecut secara rasional, orang yang memiliki sifat
pemberani, biasanya akan suka mempertahankan dan membela haknya,
tidak malu-malu atau tidak segan melakukan perbuatan yang sesuai
dengan norma. Selanjutnya kecendrungan perilaku dalam hubungan sosial
memiliki tiga aspek yaitu: suka bergaul dan tidak suka bergaul adalah
memiliki hubungan sosial yang baik, senang bersama dengan yang lain
dan senang berpergian. sifat ramah dan tidak ramah adalah orsng yang
periang, hangat, terbuka, mudah didekati orang, dan suka bersosialisasi.
32
Sedang orang yang tidak ramah cendrung sebaliknya. simpatik dan tidak
simpatik adalah orang yang memiliki sifat simpatik biasanya peduli
terhadap perasaan dan keinginan orang lain, murah hati dan suka membela
orang tertindas. Sedangkan orang yang tidak simpatik menunjukan sifat
sebaliknya. Kecendrungan perilaku ekspresif yaitu sifat suka bersaing
orang yang suka bersaing biasanya menganggap hubungan sosial sebagai
perlombaan, lawan adalah saingan yang harus dikalahkan, memperkaya
diri sendiri. Sedangkan orang yang tidak suka bersaing menunjukan sifat-
sifat yang sebalikny, seperti sifat suka pamer atau menonjolkan diri.
Kecerdasan Sosial adalah bisa diasumsikan sebagai kemampuan
untuk secara efektif menavigasi dan bernegoisasi dalam interaksi dan
lingkungan sosial. Kecerdasan sosial adalah gabungan dari kesadaran diri
dan kecerdasan sosial, evolusi keyakinan sosial dan sikap, serta kapasitas
dan mengelola peubahan sosial yang nantinya akan di teliti di
Homeshcolling sekolah alam depok.
Terdapat lima dimensi kecerdasan sosial, menurut karl albrecht
kecerdasan situasional (situational awareness), adalah kemampuan untuk
membaca situasi dan mengartikan perilaku orang-orang dalam situasi
tersebut, dalam hal niat mereka yang mungkin, kondisi emosional, dan
kemampuan untuk berintersksi. Dimensi yang kedua adalah kata P,
merujuk pada kata kemampuan membawa diri (presence). Dimensi ini
sering disebut sebagai bearing, kehadiran menyatukan kisaran pola verbal
dan nonverbal, penampilan seseorang, postur, kualitas suara, dan
pergerakan halus. Dimensi yang ketiga adalah kata A, merujuk pada kata
autentisitas (authenticity) yang berarti kemampuan untuk membaca situasi
dari orang lain yang menangkap berbagai sinyal dari perilaku kita yang
membuat mereka menilai kita sebagai jujur, terbuka, beretika, dapat
dipercaya, dan berniat baik. Dimensi yang keempat adalah kata C, merujuk
pada kata kejelasan (clarity). Dimensi ini menjelaskan kemampuan kita
untuk menjelaskan diri kita, menerangkan ide, menyampaikan data secara
jelas dan akurat, serta mengartikulasikan pandangan kita dan mengusulkan
tindakan-tindakan sehingga orang lain bisa menerimanya dengan senang
hati. Dimensi yang terkahir adalah kata E, yakni merujuk pada kata empati
(empathy). Makna dari empati disini bukan menyebutkan empati sebagai
33
memiliki perasaan untuk orang lain tetapi mendefinisikan empati sebagai
perasaan yang dibagi antara dua orang. Maksudnya dalam kondisi ini kita
akan mempertimbangkan empati sebagai keadaan keterkaitan dengan
orang lain yang menciptakan dasar bagi interaksi positif dan kerja sama
Dari variabel-variabel diatas maka peneliti, meneliti perilaku sosial
yang dilihat dari jenis-jenis perilaku sosial kecendrungan perilaku peran,
kecendurngan perilau hubungan sosial dan kecendrungan perilaku
ekspersif. Sedangkan dari kecerdasan sosial peneliti mengfokuskan ke
lima dimensi diantaranya Situational Awareness, Presence, Authenticity,
Clarity, Empathy. Bahwa pentingnya kelima dimensi kecerdasan sosial
tersebut dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam membangun
hubungan yang baik dengan orang lain
34
Membangun Hubungan yang
baik pada orang lain melalui
kecerdasan sosial
Perilaku
hubungan
sosial
Perilaku Sosial Kecerdasan Sosial
Bentuk-bentuk Perilaku Sosial Aspek-Aspek Dimensi Kecerdasan Sosial
Sebaya Menurut Karl Albrect (S.P.A.C.E)
Perilaku
Peran
Perilaku
Ekspresif
Situational
Awareness
Presence
Authenticity
Homeschooling Sekolah Alam
Depok
C. Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
-Sifat
pemberani
dan
pengecut
secara sosial
-Sifat
berkuasa dan
sifat patuh
-Suka
bergaul dan
tidak suka
bergaul
-Sifat ramah
dan tidak
ramah
Simpatik
dan tidak
simpatik
-Sifat
bersaing dan
tidak
bersaing
-Sifat suka
pamer atau
menonjolkan
diri
Clarity
Empathy
35
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Homeschooling Sekolah Alam
Depok, bertempat di Jl. Tanah Baru Raya Gg. Anggrek ABRI No.80
RT.002 RW.005 Tanah Baru-Depok Telp 021-29208974, Beji-Depok-
1642 Adapun alasan peneliti memilih lokasi tersebut yang Subyek
penelitian di lokasi tersebut memiliki masalah yang relevan dengan
masalah yang diangkat peneliti.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama tujuh bulan yakni dari bulan Juli
sampai Januari 2019. Pengambilan waktu pelaksanaan ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa pada waktu tersebut penulis sudah dapat mengatur
waktu untuk memfokuskan penelitian dan penulisan skripsi.
Tabel 3.1
Alokasi Waktu Penlitian
No Kegiatan Jul Agst Sep Okt Nov Des Jan
1. Revisi Proposal
Skripsi
2. Penyusunan
Instrumen Penelitian
3. Pengujian Instrumen
Penelitian
4. Mengambil Data
Penelitian
5. Mengolah Data
Penelitian
6. Menyusun Bab 4
dan 5
36
7 Melengkapi
Lampiran
8 Sidang Munaqasah
9 Revisi Skripsi
B. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kualitatif,
yaitu metode penelitian yang data-datanya dalam bentuk kata-kata atau
kalimat. “Metode penelitian kualitatif ini muncul karena terjadinya perubahan
paradigma dalam memandang suatu realitas/ fenomena/gejala”.45
Dalam
perjalanannya metode kualitatif seringkali dihubungkan dengan segala jenis
penelitian sosial termasuk di dalamnya mengenai perilaku sosial
Menurut Lodico, Saulding, dan Voegtle penelitian kualitatif berfokus
pada fenomena sosial dan pada pemberian suara pada perasaan dan persepsi
dari partisipan di bawah studi. Hal ini didasarkan pada kepercayaan bahwa
“pengetahuan dihasilkan dari seting sosial dan bahwa pemahaman
pengetahuan sosial adalah suatu proses ilmiah yang sah (legitimate)”.46
Berdasarkan beberapa pengertian dapat disimpulan bahwa metode
penelitian kualitatif ialah bertujuan untuk memahami invidu secara mendalam
dan terperinci, karena metode kualitatif secara langsung bertemu dan
melakukan wawancara yang lebih dalam, oleh sebab itu penelitian yang
dilakukan penulis mengenai perilaku sosial dan kecerdasan sosial (studi kasus
Homeshooling sekolah alam depok) sangat cocok menggunakan metode
kualitatif.
Metode penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu berupa narasi cerita,
penuturan informan, dokumen-dokumen pribadi seperti foto, catatan pribadi,
perilaku, gerak tubuh, mimik, dan banyak hal lain yang tidak didominasi
angka-angka sebagaimana penelitian kuantitatif.47
Jadi, bisa disimpulkan
45
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV Alfabeta, 2014), Cet.IX, h.1 46
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, (Jakarta: Rajawali Press, 2011) ,
h. 2 47
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif, (Yogyakarta: Erlangga, 2009), hal.25
37
bahwa penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif lebih condong ke
pemahaman yang mendalam terhadap sebuah kasus atau permasalahan.
C. Subjek Penelitian
Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi
oleh Spradley dinamakan social situation atau situasi sosial yang terdiri atas
tiga elemen yaitu: tempat (place), pelaku (actor), dan aktivitas (activity), yang
berinteraksi secara sinergi.48
Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi
sebagai narasumber atau partisipan, informan, teman, dan guru dalam
penelitian. Sampel dalam penelitian kualitatif juga disebut sampel teoritis,
karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menghasilkan teori.49
Sesuai dengan jenis penelitian bahwa penelitian kualitatif tidak
menggunakan populasi dan sampel tetapi menggunakan pendekatan secara
intensif kepada informan yang akan dijadikan sebagai sumber data dalam
penelitian ini.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan oleh peneliti adalah
dengan menggunakan purposive sampling. Purposive sampling merupakan
teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu.
Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut dianggap paling tahu
tentang apa yang kita harapkan sesuai dengan objek/ situasi sosial yang
diteliti.50
Pemilihan informan ini menggunakan metode purposive sampling,
kriteria yang ditetapkan adalah siswa yang berada di Homeschooling Sekolah
Alam Depok. Adapun kriteria subjek penelitian untuk dapat dijadikan sampel
adalah sebagai berikut:
1. Siswa Homeschooling Sekolah Alam Depok
2. Pengajar Homeschooling Sekolah Alam Depok
3. Wakli kurikulum Sekolah Alam Depok
Subjek yang diteliti dalam penelitian ini adalah Siswa sekolah dan
Guru yang berada di Homeschooling Sekolah Alam Depok. Yaitu terdiri dari
4 orang siswa dari 2 kelas yang berbeda yaitu kelas VII Dan kelas VIII Selain
48
Ibid, h.215 49
Ibid, h.216 50
Ibid, h.218-219
38
itu, 3 orang dari guru serta wakli kurikulum Homeschooling Sekolah Alam
Depok.
D. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dalam penelitian, teknik pengumpulan data
yang digunakan peneliti adalah:
1. Observasi
Observasi didefinisikan sebagai “suatu proses melihat, mengamati,
dan mencermati serta merekam perilaku secara sistematis untuk suatu
tujuan tertentu. Observasi ialah suatu kegiatan mencari data yang dapat
digunakan untuk memberikan suatu kesimpulan atau diagnosis”.51
Inti dari
observasi adalah adanya perilaku yang tampak dan adanya tujuan yang
ingin dicapai. Perilaku yang tampak dapat berupa perilaku yang dapat
dilihat langsung oleh mata, dapat didengar, dapat dihitung, dan dapat
diukur.
Terdapat beberapa macam observasi, yaitu:
a. Observasi Partisipatif
Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari
orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data
penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan
apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka
dukanya. Dengan observasi partisipatif ini, maka data yang diperoleh
akan lebih lengkap, tajam dan sampai mengetahui pada tingkat makna
dari setiap perilaku yang nampak.
b. Observasi Terus Terang atau Tersamar
Dalam hal ini peneliti dalam emlakukan pengumpulan data
menyatakan secara terus terang kepada sumber data bahwa ia sedang
melakukan penelitian. Tetapi dalam suatu saat peneliti juga tidak terus
terang atau tersamar dalam observasi, hal ini dilakukan untuk
menghindari apabila data yang di cari merupakan data yang masih
dirahasiakan.
51
Haris Herdiansyah, Wawancara, Observasi, dan Focus Groups , (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2015), Cet.II , h.131.
39
c. Observasi Tidak Terstruktur
Observasi tidak terstruktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan
secara sistematis tentang apa yangakan diobservasi. Hal ini dilakukan
karena peneliti tidak tahu secara pasti tentang apa yang akan diamati.52
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua macam observasi,
yaitu observasi partisipatif dan observasi terus terang atau tersamar.
Observasi partisipatif yaitu pengamatan yang melibatkan peneliti dalam
kegiatan sehari-hari dimana peneliti tidak secara terus terang
mengungkapkan kepada sumber data bahwa ia sedang melakukan
penelitian.
2. Wawancara
Susan Stainback mengemukakan bahwa “interviewing provide the
researcher a means to gain deeper understanding of how the participant
interprest a situation or phenomenon than can be gained through
observation along”.53
Interview merupakan hatinya penelitian sosial. Jadi,
dengan wawancara maka peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih
mendalam tentang partisipan dalam menginterprestasikan situasi dan
fenomena yang terjadi, di mana hal ini tidak bisa ditemukan melalui
observasi.
Jenis wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah wawancara
semi-struktur. Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-
dept interview, di mana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila
dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara ini
adalah untuk menemukan permasalah secara lebih terbuka, di mana pihak
yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya.54
Dalam
melakukan wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan
mencatat apa yang dikemukakan oleh informan.
Ada dua jenis wawancara yakni wawancara terstruktur dan tidak
terstruktur (bebas). Dalam penelitian ini mewawancarai delapan belas
informan dengan wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik
52 Sugiyono, op. cit., h. 64-67.
53 Sugiyono, Op.cit, h.232
54 Sugiyono, Ibid, h.233
40
pengumpulan data, jika peneliti telah mengetahui dengan pasti tentang
informasi apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu dalam melakukan
wawancara, sebelumnya peneliti telah menyiapkan instrument penelitian
berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun
telah disiapkan. Dengan wawancara terstruktur ini setiap informan atau
responden diberi pertanyaan yang sama, dan jawabannya dicatat oleh
peneliti.55
Wawancara terstruktur dilakukan kepada siswa dan guru
Homeschooling Sekolah Alam Depok yang telah ditentukan siapa yang
akan diwawancarai
3. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen
bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari
seseorang. Dokumen yang berebentuk tulisan misalnya catatan harian,
sejarah kehidupan (life histories), cerita, biografi, peraturan, kebijakan.
Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa
dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya karya seni, yang
dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain.
Dokumentasi yang dilakukan oleh peneliti adalah dokumentasi berupa
foto, video, serta dokumen internal tentang data siswa Homeschooling
yang diperoleh dari sekolah alam Homeschooling depok. Dokumen
internal ini seperti, data profil Sekolah Homeschooling, data jumlah Guru
dan Siswa Homeschooling yang digunakan untuk mengumpulkan data-
data yang dibutuhkan peneliti dalam menambah informasi.
E. Instrumen Penelitian
Salah satu kegiatan penelitian adalah melakukan pengukuran terhadap
fenomena sosial maupun alam. Karena itu, di dalam penelitian, baik
penelitian ekonomi maupun penelitian sosial, disamping terdapat beberapa
metode pengumpulan data, juga terdapat beberapa alat atau instrumen
(instrument) yang digunakan dalam mengumpulkan data.56
Instrumen
pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti
55 Sugiyono, op. cit., h. 73.
56 Agus Purwoto, Metode Penelitian, (Bogor: IN MEDIA, 2015), h. 115
41
dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis
dan dipermudah olehnya.57
“Instrumen Penelitian” yang diartikan sebagai “alat bantu” merupakan
saran yang dapat diwujudkan dalam benda, misalnya angket (questionnaire),
daftar cocok (checklist) atau pedoman wawancara (interview guide atau
interview schedule), lembar pengamatan atau panduan pengamatan
(observation sheet atau observation schedule) soal tes (yang kadang-kadang
hanya disebut dengan “tes” saja, inventori (invertory), skala (scala), dan lain
sebagainnya.58
1. Instrumen Observasi
Lembar observasi dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh
informasi dan data baik mengenai fisik dan nonfisik bertempat di
Homeschooling Sekolah Alam Depok. Berikut adalah pedoman dalam
melaksanakan observasi di lapangan tertera pada tabel 3.3 berikut.
Tabel 3.3
Pedoman Observasi
No. Observasi yang Dilakukan Keterangan
1. Aktivitas perilaku dan kecerdasan sosial
siswa di dalam kelas
Observasi ini
dilakukan saat siswa
ada di dalam kelas.
Kebanyakan saat siswa
di kelas mereka
mengobrol dengan
teman sebangku,
bermain smartphone,
bercanda, tertawa,
tidur, baca buku.
Sedangan kecerdasan
sosialnya, ada siswa
yang membantu
menghibur temannya
yang sedang bersedih,
membantu teman,
membersihkan kelas
2. Aktivitas perilaku dan kecerdasan sosial
siswa di luar kelas
Observasi ini
dilakukan saat siswa
berada di luar kelas,
peneliti melihat siswa
57
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian,(Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 101 58
Ibid, h. 101
42
di luar kelas cendrung
bergeng antar teman,
ada siswa yang selalu
menyendiri, ada juga
siswa jajan dikantin,
atau ada siswa yang
suka iseng terhadap
temannya, dan bermain
bola dilapangan.
sedangkan kecerdasan
sosialnya siswa
tersenyum saat melihat
guru berjalan bersalam
dengan guru, empati
terhadap teman jatuh
dilapangan. Ada juga
siswa yang saling
berbagi makanan
ketika berada di
kantin, menjenguk
temannya sakit.
2. Instrumen Wawancara
Berikut kisi-kisi instrumen wawancara penelitian:
Tabel 3.4
Kisi-kisi Instrumen Wawancara
No Indikator Sub indikator Pertanyaan
1. Perilaku sosial
(siswa)
Perilaku peran 1. Apakah di Homeshooling
kamu termasuk orang yang
masuk di awal waktu ketika
pelajaran dimulai?
2. Apakah kamu orang yang
sering tidak mengerjakan
PR sekolah?
Hubungan sosial 1. Apakah kamu termasuk
orang yang mudah bergaul?
2. Apakah kamu termasuk
orang yang ramah terhadap
oang-orang di lingkungan
homeschooling? 3. Apakah kamu termasuk orang
mau membantu temanmu jika
43
kesulitan? Dan apa alasannya!
perilaku ekspresif 1. Apakah kamu berusaha
menjadi juara kelas setiap
tahunnya?
2. Apakah disetiap
perlombaan kamu selalu
mengikuti?
3. Apakah kamu termasuk
orang yang senang
membawa barang-barang
mewah saat masuk ke
sekolah?
2. Kecerdasan
sosial
(siswa)
Aspek-Aspek
Dimensi
Kecerdasan Sosial
1. Apa Alasan kamu senang
berteman dengan orang-
orang di homeschooling dan
bagaimana cara kamu
bermain dengan mereka?
2. Apa Alasan kamu senang
bermain dengan teman di
luar homeschooling dan
bagaimana cara kamu
bermain dengan mereka?
3. Apakah ada diantara teman
kamu yang mengatakan
kamu orang yang jujur?
4. Apakah kamu sering
menyampaikan ide dikelas
dan teman kamu dapat
menerimanya?
5. Bagaimana Cara kamu
bergaul dengan teman di
homeschooling?
6. Bagaimana cara kamu
menghibur teman yang
sedang sedih dan cara kamu
menghiburnya?
3. Perilaku sosial
(Guru)
Perilaku peran
Hubungan sosial
perilaku ekspresif
1. Apakah di sekolah siswa
selalu masuk tepat waktu
ketika bel berbunyi?
2. Apakah di kelas terdapat
siswa yang sering tidak
mengerjakan PR?
3. Apakah siswa-siswi
homeschooling termasuk
orang yang mudah bergaul?
4. Apakah sekolah pernah
44
mengadakan kegiatan
sosial?
5. Kegiatan sosial apa yang
biasa dilakukan?
6. Adakah siswa
homeschooling selalu
bekerjasama dan perduli
ketika ada teman kelasnya
yang sedang ditimpa
musibah?
4. Kecerdasan
sosial (Guru)
Aspek-Aspek
Dimensi
Kecerdasan Sosial
1. Menurut Bapak/ibu,
bagaimana tingkahlaku
anak ketika berada di
lingkungan homeschooling?
2. Menurut Bapak/ibu,
bagaimana cara interaksi
siswa kepada guru
kelasnya?
3. Menurut Bapak/ibu,
bagaimana cara interksi
siswa kepada teman
sekelas?
4. Menurut Bapak/ibu,
bagaimana cara interaksi
siswa kepada petugas di
lingkungan homeschooling?
5. Bagaimana sikap siswa
ketika memberi salam saat
bertemu dengan guru/tutor?
6. Bagaimana sikap siswa
ketika di kelas saat
pembelajaran berlangsung?
3. Lembar Dokumentasi
Dokumetasi dilakukan sebagai penguat hasil/bukti dari penelitian yang
telah dilakukan. Dokumen ini berupa info tentang sekolah di
Homeshooling Sekolah Alam Depok selama penelitian berlangsung.
45
Tabel 3.5
Perolehan Dokumentasi
No. Dokumen Yang Diperoleh Sumber Data
1. Profil Sekolah Wakil Kurikulum
2. Data guru dan siswa Wakil kurikulum
3. Foto-foto kegiatan disekolah Homeschooling
Sekolah Alam Depok
F. Teknik Analisis dan Pengolahan Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,
menjabarkan dalam unit-unit, melakukan sintesa, memilih mana yang penting
dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah
dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.59
Dalam hal analisis data kualitatif, Bogdan menyatakan bahwa “Data
analysis is the process of systematically searching and arranging the
interview trancripts, fieldnotes, and other materials that you accumulate to
increase your own understanding of them and to enable you to present what
you have discovered to others”.60
Analisis data adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan
temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Tujuan analisis data
adalah untuk menyederhanakan data kedalam bentuk yang mudah dibaca dan
di implementasikan.
Miles dan Hubermain mengajukan model analisis data yang
disebutnya sebagai model interaktif. Miles dan Hubermain mengemukakan
bahwa “aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah
jenuh”.61
Pengolahan data dalam penelitian ini akan melalui tiga kegiatan
analisis, yakni sebagai berikut:
59
Sugiyono, Op.cit, h.244 60
Sugiyono, Ibid, h.244 61
Sugiyono, Ibid, h.246
46
1. Data Reduction (Reduksi Data)
Reduksi data dapat diartikan sebagai suatu proses pemilihan data,
merangkum data, memfokuskan hal-hal yang penting, dicari tema dan
polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan
gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan
pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
2. Data Display (Penyajian Data)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah
mendisplaykan data. Penyajian data dapat dijadikan sebagai kumpulan
informasi yang tersusun sehingga memberikan kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian yang sering
digunakan adalah dalam bentuk naratif, bentuk matriks, grafik, dan bagan.
Tetapi, biasanya dalam penelitian kualitatif lebih sering penyajian data
dalam bentuk uraian singkat atau teks yang bersifat naratif.
3. Menarik Kesimpulan/Verifikasi
Langkah ke tiga dalam analisis data kalitatif menurut Miles and
Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Sejak langkah
awal dalam pengumpulan data, peneliti sudah mulai mencari arti tentang
segala hal yang telah dicatat atau disusun menjadi suatu konfigurasi
tertentu. Pengolahan data kualitatif tidak akan menarik kesimpulan secara
tergesa-gesa, tetapi secara bertahap dengan tetap memperhatikan
perkembangan perolehan data.62
G. Rencana Pengujian Keabsahan Data
Dalam teknik pengecekan keabsahan data atau uji keabsahan data
dalam penelitian, ditekankan pada uji validitas dan reabilitas. Validasi
merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian
dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti, sedangkan reabilitas
berkenaan dengan derajat konsistensi dan stabilitas data atau temuan. Oleh
karena itu, Susan Stainback menyatakan bahwa, “penelitian kuantitatif lebih
62
Idrus, Op.cit, h.150-151
47
menekankan pada aspek reabilitas, sedangkan penelitian kualitatif lebih pada
aspek Validitas”.63
Uji keabsahan data ini dilakukan dengan perpanjangan waktu
penelitian dimaksudkan agar data-data yang diperoleh peneliti
memungkinkan adanya peningkatan derajat kepercayaan diri peneliti sendiri.
Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur
dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang
dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.
Triangulasi dalam pengujian keabsahan data diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai
waktu. Terdapat tiga triangulasi yaitu: triangulasi sumber, triangulasi teknik
pengumpulan data, dan Triangulasi waktu.64
Dengan begitu data yang
diperoleh dari lapangan akan terlihat valid atau tidaknya dari uji triangulasi
tersebut.
1) Triangulasi sumber, untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan
cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.
2) Triangulasi teknik, untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan
cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang
berbeda.
3) Triangulasi waktu, waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data.
Untuk itu dalam rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan
dengan cara wawancara dan observasi dengan waktu yang berulang-
ulang sehingga ditemukan kepastian datanya.65
63
Sugiyono, Op.cit, h.267-268 64
Sugiyono, Ibid, h.273 65
Sugiyono, Ibid, h.274
74
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini maka
peneliti menarik kesimpulan bahwa pertama, sebagian besar siswa di
Homeschooling Sekolah Alam Depok menerapkan sikap sesuai norma dan
memiliki sifat pemberani dengan masuk tepat waktu saat bel berbunyi.
Kedua, hubungan sosial siswa di Homeschooling Sekolah Alam Depok di
dalamnya memiliki hubungan sosial yang sangat baik dengan temannya,
dengan bergaul bersama. Ketiga, perilaku ekpresif sosial siswa di
Homeschooling Sekolah Alam Depok. di dalamnya memiliki perilaku
ekspresif yang sangat suka bersaing dengan prestasi akademiknya di kelas.
Mempunyai motivasi tersendiri untuk menjadi siswa terbaik di sekolah
alam. Keempat, kecerdasan situasional siswa di Homeschooling Sekolah
Alam Depok. di dalamnya memiliki Kemampuan berkomunikasi serta
berinteraksi yang sangat baik. Memiliki sikap yang dewasa dalam
berteman, maupun teman di luar kelas Homeschooling Alam Depok.
Kelima, kecerdasan membawa diri (Presence) siswa di Homeschooling
Sekolah Alam Depok. mempunyai sifat yang aktif, serta terbuka dalam
mengeluarkan ide, maupun opini ketika berlangsungnya pembelajaran,
diskusi kelompok yang dapat diterima oleh teman kelasnya. Keenam,
kecerdasan situasional siswa Homeschooling Sekolah Alam Depok. Siswa
memiliki kemampuan dalam membaca situasi, jujur, terbuka, beretika,
dapat dipercaya oleh siswa maupun guru di Homeschooling Sekolah Alam
Depok. Ketujuh, Kecerdasan Situasional siswa Homeschooling Sekolah
Alam Depok. menunjukkan kemampuan interaksi sosial yang berbeda-
beda saat menggunakan bahasa non verbal ketika berkomunikasi, yakni
memberikan anggukkan kepala ketika ditanya tutor apakah sudah mengerti
dengan materi pelajaran yang sedang dijelaskan, salim tangan ketika
bertemu dengan tutor atau orang yang lebih tua darinya, memberikan
senyuman sebagai tanda sapaan saat bertemu dengan orang. Kedelapan,
Empati siswa Homeschooling Sekolah Alam Depok. menunjukkan
perilaku sadar dan perhatian pada perasaan orang lain, seperti siswa juga
75
ikut merasakan kesedihan dan kebahagiaan orang lain, seperti ikut
merasakan kesedihan teman yang memiliki masalah dan merasa gembira
pada saat siswa berhasil membantu permasalahan temannya.
B. IMPLIKASI
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya dapat
memberikan implikasi diantaranya:
1. Memberikan informasi mengenai faktor yang mempengaruhi
kecerdasan sosial
2. Memberikan informasi mengenai sejarah Homeschooling seluruh
wilayah di indonesia
3. Memberikan informasi mengenai jenis-jenis Homeschooling
4. Mengetahui keuntungan belajar di Homeschooling
C. SARAN
1. Siswa
Bagi siswa diharapkan mampu meningkatkan perilaku dan kecerdasan
sosial lebih baik lagi, seperti kemampuan membaca situasional di
lingkungan sekitar dan mampu membawa dirinya ke dalam lingkungan
baru. Hal tersebut dapat dilakukan siswa dengan cara lebih sering
berinteraksi dengan orang lain baik dengan teman sebaya atau orang
yang lebih tua agar kemampuan bersosialisasinya menjadi terlatih dan
siswa menjadi terbiasa untuk berkomunikasi di lingkungan
masyarakat.
2. Guru
Untuk para guru, wali kelas dan pihak homeschooling diharapkan lebih
sering lagi mengadakan kegiatan yang dapat meningkatkan perilaku
dan kecerdasan sosial siswanya, seperti ekstrakurikuler. Kegiatan di
dalam ekstrakurikuler secara tidak langsung akan melatih kemampuan
siswa dalam bersosialisasi. Siswa akan belajar bahwa dalam
bersosialisasi ada sikap-sikap positif yang harus dikembangkan agar
teman disekelilingnya suka dan ada sikap-sikap negatif yang harus
siswa hindari agar tidak dijauhi oleh teman-temannya. Selain itu saat
proses belajar mengajar, guru pun juga bisa memasukkan beberapa
76
dimensi kecerdasan sosial yang dapat mengembangkan kecerdasan
sosial siswa, yakni guru bisa mengajak siswa untuk melakukan diskusi
kelompok di sela-sela pembelajaran. Maksud dan tujuan diskusi
tersebut bukan hanya sekedar agar siswa terbiasa untuk berani
mengemukakan pendapat, tetapi melatih siswa untuk bagaimana
menghormati perbedaan pendapat yang ada selama diskusi
berlangsung
3. Sekolah
Bagi sekolah agar memberikan arahan kepada siswanya dalam
berperilaku terhadap teman sekolahnya, guru maupun orang sekitar
rumah. serta mengaplikasian kecerdasan intelektualnya kepada
masyarakat ketika lulus dari homeschooling.
4. Peneliti Selanjutnya
Bagi para peneliti selanjutnya yang berminat ingin melanjutkan
penelitian dengan tema perilaku dan kecerdasan sosial siswa di
Homeschooling sekolah alam, semoga penelitian ini dapat menjadi
acuan serta bahan referensi penelitian Anda.
77
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009)
Dedy Purwadi, Urgensi Kecerdasan Sosial, 2015
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, (Jakarta: Rajawali
Press, 2011
Garry Martin dan Joseph Pear, Modifikasi Perilaku: Makna dan
Penerapannya, Terj. Dari Behavior Modification oleh Yudi Santoso,
Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2015
Haris Herdiansyah, Wawancara, Observasi, dan Focus Groups , Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2015
Holy Setyowati Sie, Homeschooling Creating The Best of Me, Jakarta: Elex
Media Komputindo, 2010
John W. Santrock, Perkembangan Anak, Edisi Kesebelas, Jilid 1, Jakarta:
Erlangga, 2007
Karl Albrecht, Cerdas Bergaul Kunci Sukses dalam Bisnis dan Masyarakat,
Terj. dari Social Intelligence: The New Science of Success oleh Devi
Femina, dkk, Jakarta: PPM, 2006
Makmun Mubayidh, Kecerdasan & Kesehatan Emosional Anak, Referensi
Penting bagi Para Pendidikan & Orangtua, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2010
Maulia D. Kembara, Panduan Lengkap Homeschooling, Bandung:
Progressio, 2007
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif, Yogyakarta: Erlangga, 2009
Pius A Partanto, et, Al Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya : Arkolia, 1994)
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 2007
Satmoko Budi Santoso, Sekolah Alternatif, Mengapa Tidak...?!,
(Jogjakarta: Divapress, 2010
Sunarto dan B. Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik, Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2008
78
Satmoko Budi Santoso, Sekolah Alternatif, Mengapa Tidak...?!,
Jogjakarta: Divapress, 2010
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: CV Alfabeta, 2014
B. Skripsi dan Jurnal
Emaret Silastuti, “Perbedaan Perilaku Sosial Siswa Yang Pembelajarannya
Menggunakan
Model Klarifikasi Nilai Dan Konsiderasi Dengan
Memperhatikan Konsep Diri Pada Pembelajaran PPkn Kelas XI SMKN 2
Bandar Lampung”, Tesis pada Pascasarjana Universitas Lampung,
Bandar Lampung, 2016, h. 20
Fifia Wandi, “Pengembangan Pendidikan Agama Islam di Homeschooling
(Studi Kasus di Komunitas Homeschooling Sekolah Dolan Malang)”,
Skripsi pada Universitas Islam Negeri Malang , Malang, 2008.
Moh Fauzi Ibrahim, “Implementasi Model Homeschooling di Komunitas
Sekolah Rumah Pelangi Ciputat”, Skripsi pada Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2010
Pauji, “perilaku sosial keagamaan pengguna narkoba dan minuman keras”,
Skripsi pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
Jakarta, 2010.
Pratiwi Wulandari, “Hubungan Antara Kecerdasan Sosial dengan Perilaku
Agresif Pada Siswa SMK Muhammadiyah Piyungan Yogyakarta”,
Skripsi pada UIN Yogyakata, Yogyakarta, 2010
Siti Nisrima dkk, “Pembinaan Perilaku Sosial Remaja Penghuni Yayasan
Islam Media Kasih Kota Banda Aceh”, Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Pendidikan Kewarganegaraan Unsyiah, Vol. 1, 2016, h. 195
Wenny Rosalia K dan Prihastuti, Hubungan antara Kecerdasan Sosial dengan
Gaya Penyelesaian Konflik Siswa Seminari Menengah ST. Vincentius A.
Paulo Garum Blitar, Jurnal INSAN, Vol. 13, 2011, h. 99
Yuliawati, “Hubungan Kecerdasan sosial dengan minat belajar siswa pada
mata pelajaran IPS di SMP veteran Cirebon”, Skripsi pada Universitas
IAIN Syekh Nurjati Cirebon 2013.
79
C. Internet
Dedy Purwadi, Urgensi Kecerdasan Sosial, 2015, h. 1,
(http://bangka.tribunnews.com/2012/06/14/urgensi-kecerdasan-sosial) Artikel
ini diakses pada tanggal 04 Agustus 2018, pukul 09:04 WIB.
Robertus Belarminus, Tawuran lari ke rel, Pelajar ditabrak kereta, 2012, h. 1,
(https://regional.kompas.com/read/2012/08/29/18462794/tawuran.lari.ke.rel.pelajar.dita
brak.kereta). Artikel ini diakses pada tanggal 04 Agustus 2018, pukul 11:09 WIB.
Yulinda Rachmawati, Social Intellegence (keperibadian sosial) 2013, h. 5,
Https://personalityhemasyulindarachmawati.wordpress.com/2013/12/16/kecerd
asan-sosial-social-intellegence-2/, Di akses pada tanggal 28 desember 2018
pukul 14.19