skripsi lengkap narto

161
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nelayan dengan sistem perekonomian mereka yang unik merupakan hal yang menarik dikaji. Mereka menjalankan model ekonomi yang berbeda dengan masyarakat lain yang membudidayakan ikan. Misalnya, nelayan tangkap memanfaatkan laut yang sifatnya open access, sementara nelayan yang membudidayakan ikan memiliki penguasan atas lahan budidayanya (Ahmadin; 2009:23-24, 47-51). Lingkungan laut yang mereka hadapi memberi karakter khusus yang berbeda dengan masyarakat lain yang lingkungannya relatif lebih mudah dikuasai (Lampe; 1989: 2-6) 1 . Berbagai keunikan yang ditemukan oleh para peneliti dalam masyarakat nelayan mendorong untuk melakukan 1 Strategi-strategi Adaptif Nelayan. Suatu Studi Tentang Antropologi Perikanan. Disajikan dalam Forum Informasi Ilmiah Kontemporer, Fisipol Unhas tanggal 14 Juni 1989. 1

Upload: kyuqi-haruna-matshuhito

Post on 01-Feb-2016

48 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

paracetamol

TRANSCRIPT

Page 1: Skripsi Lengkap Narto

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nelayan dengan sistem perekonomian mereka yang unik merupakan

hal yang menarik dikaji. Mereka menjalankan model ekonomi yang berbeda

dengan masyarakat lain yang membudidayakan ikan. Misalnya, nelayan

tangkap memanfaatkan laut yang sifatnya open access, sementara nelayan

yang membudidayakan ikan memiliki penguasan atas lahan budidayanya

(Ahmadin; 2009:23-24, 47-51). Lingkungan laut yang mereka hadapi

memberi karakter khusus yang berbeda dengan masyarakat lain yang

lingkungannya relatif lebih mudah dikuasai (Lampe; 1989: 2-6)1.

Berbagai keunikan yang ditemukan oleh para peneliti dalam

masyarakat nelayan mendorong untuk melakukan pengkajian yang

mendalam tentang kelembagaan mereka (lihat misalnya Ahmadin; 2009:47-

57, 87-90; Kusnadi; 2006: 1-4). Studi yang dilakukan mengenai struktur

organisasi nelayan (punggawa-sawi) memberi pemahaman kepada kita

bahwa dalam mengelola suatu usaha perikanan, punggawa adalah figur yang

harus memiliki sejumlah modal dan kemampuan managemen yang baik.

Punggawa harus memiliki kemampuan menjalin hubungan baik dengan para

1 Strategi-strategi Adaptif Nelayan. Suatu Studi Tentang Antropologi Perikanan. Disajikan dalam Forum Informasi Ilmiah Kontemporer, Fisipol Unhas tanggal 14 Juni 1989.

1

Page 2: Skripsi Lengkap Narto

kliennya dengan cara dermawan, rela berkorban demi kepentingan sawi

beserta keluarganya agar usahanya tetap berjalan dengan baik. Modal yang

sulit dimiliki oleh orang lain ini menjadikan punggawa sebagai “penyelamat”

bagi ekonomi nelayan. Selain itu, punggawa adalah sosok pemimpin yang

hebat dalam memimpin sebuah organisasi ekonomi. Hal ini membuat kita

lupa bahwa masih ada komponen masyarakat lain yang ternyata belum

dijelaskan dengan baik oleh para pengkaji sebelumnya. Mereka adalah para

istri punggawa, yang memiliki potensi besar dalam mempengaruhi usaha

punggawa.

Meskipun kondisi sumber daya alam kehidupan nelayan dan struktur

organisasinya menarik untuk dibahas, tetapi tidak berarti membuat kita lupa

untuk memperhatikan kehidupan perempuan. Bagaimanapun, istri nelayan

khususnya istri punggawa juga merupakan komponen utama dalam sosial

masyarakatnya. Mungkin saja mereka memiliki pengaruh terhadap

perkembangan kehidupan nelayan atau secara khusus mempengaruhi

dinamika usaha perikanan yang ada di sekitarnya. Hal ini senada dengan

temuan Kusnadi, dkk (2006:81) bahwa dengan memperhatikan peran

domestik-publik, istri nelayan tidak hanya memberi konstribusi peran pada

kehidupan rumah tangganya, tetapi juga pada dinamika sosial masyarakat

mereka.

Sebenarnya, pengkajian mengenai perempuan nelayan bukanlah

sesuatu yang baru dalam kalangan akademisi khususnya ilmuan sosial.

2

Page 3: Skripsi Lengkap Narto

Telah banyak karya yang dihasilkan oleh peneliti pendahulu. Kita dapat

menemukan bagaimana kehidupan perempuan nelayan dalam karya

Sanatang (2006)2, Andayani (2006)3, Abbas dkk (2004)4, Damayanti (2009)5,

dan masih banyak karya yang memusatkan perhatian tentang perempuan

nelayan. Namun, kajian yang dilakukan fokus pada istri nelayan secara

umum, padahal mereka memiliki tingkat-tingkat sosial-ekonomi yang

berbeda, di mana hal ini dapat berpengaruh terhadap peran yang mereka

mainkan. Beberapa kajian juga difokuskan pada perempuan yang dianggap

kurang mampu secara ekonomi atau lahir dari keluarga yang kurang mampu.

Berbeda dengan studi yang hendak dilakukan penulis, masalah yang hendak

diteliti difokuskan pada istri punggawa yang telah memiliki tingkat ekonomi

menengah ke atas. Selain itu, penelitian ini tidak bermaksud mengungkap

model eksploitasi terhadap perempuan khususnya istri punggawa, melainkan

untuk mengidentifikasi peran-peran menentukan istri punggawa termasuk

faktor-faktor yang membentuknya, dan bagaimana peran tersebut merupakan

2 Sebuah tesis pada Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar dengan judul “Peranan Perempuan Dalam Ekonomi Rumah Tangga, Studi Kasus Istri Nelayan di Kelurahan Sumpang Minangae Kota Parepare”..

3 Perubahan Peranan Wanita Dalam Ekonomi Keluarga Nelayan Di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli http://www.geocities.com/ konferensinasionalsejarah/trisna_andayani.pdf

4 Gender dan Peran Perempuan dalam Rumah Tangga Nelayan Komunitas Kel. Dufa-Dufa Kota Ternate Utara. http://jjfoundation. wordpress.com/yang-penulis-tulis/gender-dan-peran-perempuan-dalam-rumah-tangga-nelayan-komunitas-kel-dufa-dufa-kota-ternate-utara/

5 Damayanti, Yosi. 2009. Tiga Peran Rangkap Perempuan Nelayan.Studi Pada Keluarga Nelayan di lingkungan Kapuran Kelurahan Pasar Madang Kecamatan Kota Agung Kabupaten Tanggamus. http://skripsi.unila.ac.id/wp-content/uploads/2009/07/TIGA-PERAN-RANGKAP-PEREMPUAN-NELAYAN.pdf

3

Page 4: Skripsi Lengkap Narto

suatu bentuk “kerjasama” antara punggawa dan istrinya dalam rangka

mempertahankan dan memajukan usaha, atau bagaimana hubungan timbal

balik antara peran istri dengan usaha suami.

Abdullah (2006:248) mengatakan bahwa, realitas kehidupan kaum

perempuan harus dilihat berdasarkan konteks di mana mereka memainkan

peran. Hal ini disebabkan tidak semua perempuan memiliki pengalaman yang

sama dan status sosial yang sama. Dengan demikian, harus dibedakan

antara peran istri nelayan yang tingkat ekonominya rendah dengan peran istri

nelayan (nelayan pemodal) yang tingkat ekonominya menengah ke atas. Istri

nelayan yang ekonominya rendah jelas memiliki peran yang besar dalam

menopang ekonomi keluarga karena hal tersebut merupakan tuntutan untuk

mempertahankan hidup. Seperti halnya yang dikemukakan oleh Suratiyah

dkk (1994:23) bahwa faktor pendorong masuknya wanita pada kegiatan

produktif terutama disebabkan oleh pendapatan suami yang kurang

mencukupi. Sedangkan istri punggawa yang tergolong berekonomi

menengah ke atas belum tentu berperan langsung dalam usaha suaminya.

Hal tersebut dapat terjadi karena dorongan untuk terlibat dalam usaha

mencari nafkah telah berkurang akibat kebutuhan ekonominya telah dipenuhi

oleh suami. Bila demikian, lantas, apakah istri punggawa tidak berperan

dalam pengelolaan usaha suaminya? Atau justru terjadi hal sebaliknya?

Menurut Sanatang (2006:61-64), pada masyarakat nelayan, istri

memiliki kewenangan dalam mengatur keuangan rumah tangga, sementara

4

Page 5: Skripsi Lengkap Narto

suami (nelayan) berkewajiban untuk mencari nafkah. Hal ini merupakan

bentuk pembagian peran antara suami dengan istri. Hanya saja, dalam karya

Sanatang tersebut belum ditemukan adanya korelasi antara peran istri

sebagai pemegang uang dengan pekerjaan suaminya. Misalnya, apakah

suami ketika hendak membuka usaha (yang mana hal ini adalah urusan

publik) harus meminta pertimbangan pada istri karena bagaimanapun istri

adalah bendahara keluarga?

Menurut Kusnadi, dkk (2006:59), pengambilan keputusan rumah

tangga nelayan mutlak dilakukan dengan musyawarah antara suami dengan

istri ketika hal yang hendak dputuskan memerlukan biaya yang relatif tinggi.

Hal ini disebabkan kedua pihak bertanggung jawab pada kelangsungan hidup

keluarga. Dengan demikian, suami yang berperan dalam wilayah publik tetap

melakukan musyawarah dengan istri bila urusannya dapat berimplikasi

terhadap rumah tangga. Namun, temuan ini masih bersifat umum pada

keluarga nelayan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, peneltian

tentang realitas perempuan harus dilihat berdasarkan konteksnya. Penelitian

yang dilakukan ini difokuskan pada istri punggawa (nelayan pemilik modal),

dimana suaminya memiliki usaha yang relatif besar. Usaha yang besar tidak

hanya menyangkut modal yang besar tetapi juga membutuhkan tenaga kerja

yang banyak. Dengan demikian, ketika punggawa telah memiliki tenaga kerja

yang banyak, maka kiranya penting melihat peran istri, apakah istri tidak

perlu berperan dalam usaha suami bila pekerjaan-pekerjaan dalam usaha

5

Page 6: Skripsi Lengkap Narto

dapat diselesaikan oleh tenaga kerja yang direkrut oleh suami? Atau apakah

ada peran istri yang lain yang secara tidak langsung signifikan berpengaruh

terhadap usaha suami?

Berdasarkan perihal di atas, maka penulis melakukan penelitian

dengan judul “Peran Istri Punggawa Dalam Managemen Usaha Perikanan di

Pulau Bone Tambung Kota Makassar”.

B. Fokus Masalah

Penelitian yang hendak dilakukan difokuskan pada hal berikut:

1. Bagaimana peran istri punggawa pada masyarakat Pulau

Bonetambung?

2. Bagaimana pengaruh peran istri punggawa terhadap

keberadaan usaha perikanan?

C. Tujuan Penelitian

Peneletian ini bertujuan untuk:

1. Untuk menggambarkan peran istri punggawa pada masyarakat

pulau Bonetambung.

2. Untuk menggambarkan pengaruh peran istri punggawa

terhadap keberadaan usaha perikanan.

6

Page 7: Skripsi Lengkap Narto

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat penelitian ini

adalah:

1. Menambah studi etnografi masyarakat nelayan, khususnya

berkaitan peran istri punggawa pada masyarakat nelayan Makassar.

2. Dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dan

kalangan praktisi yang hendak memajukan kesejahteraan masyarakat

nelayan, terutama yang berkaitan langsung dengan peran perempuan.

E. Kerangka Teoritis

Mengkaji peran perempuan bukan berarti mengabaikan peran laki-laki

karena peran yang dimainkan oleh kedua jenis kelamin ini dipedomani oleh

budaya yang mereka miliki. Pembagian peran ini dikonseptualisasi dengan

istilah peran gender, yaitu peran yang dijalankan oleh kaum laki-laki dan

kaum perempuan yang dikonstruksi secara sosial budaya. Karena peran ini

adalah konstruksi sosial budaya, maka pelakunya menjalankan peran

berdasarkan gagasan yang sifatnya normatif, yaitu apa yang boleh dan tidak

boleh diperankan oleh perempuan maupun laki-laki. Dengan demikian, peran

yang dijalankan oleh kaum perempuan pada masyarakat yang satu dapat

berbeda dengan peran perempuan pada masyarakat lainnya karena mereka

memiliki budaya yang berbeda (Abdullah; 2006: 242).

7

Page 8: Skripsi Lengkap Narto

Konstruksionisme sosial menekankan peran gender sebagai

konstruksi sosial, yaitu proses pembentukan realitas dan pemahaman

mengenai suatu pengalaman melalui interaksi sosial. Ditekankan bahwa

realitas keadaan dan pengalaman tentang sesuatu diketahui dan

diinterpretasikan melalui aktivitas sosial. Dengan demikian, realitas

kehidupan perempuan, yang meliputi pemahaman dan prakteknya dalam

kehidupan sehari-hari merupakan sesuatu hal yang dibentuk melalui interaksi

sosialnya, sehingga realitas tersebut tidak dapat dipisahkan dengan kontek

dimana realitas itu ditemukan (Abdullah; 2006: 239-243).

Berger dan Luckmann (1991:187) juga mengatakan bahwa hubungan

gender yang ada dalam suatu masyarakat merupakan hasil dari proses

sosialisasi yang meliputi dua pengertian, yaitu sosialisasi primer dan

sosialisasi sekunder. Sosialisasi primer merupakan sosialisasi pertama yang

dialami individu dalam masa kanak kanak sebagai bagian dari anggota

masyarakat dan dianggapstruktur dasar dari sosialisasi sekunder. Sedangkan

sosialisasi sekunder adalah sosialisasi selanjutnya yang mengimbas individu

telah disosialisasikan ke dalam sektor-sektor baru dunia objektif masyarakat

(dalam Abdullah; 2006:245-246). Dengan demikian, dalam penelitian ini,

penting kiranya untuk memperhatikan bentuk-bentuk interaksi istri punggawa

dalam konteks masyarakat karena hal ini dilihat sebagai salah satu proses

pembentukan pengetahuannya tentang peran gender yang berimplikasi pada

bentuk peran yang dimainkannya. Sehubungan dengan hal itu, untuk mencari

8

Page 9: Skripsi Lengkap Narto

keterangan mengenai relasi sosial, “gosip” merupakan salah satu hal yang

penting diperhatikan. Menurut Irianto (1992: 28), gosip merupakan jaringan

komunikasi informal, yang berlangsung secara lisan, melalui mana berita dan

kabar menyebar. Gosip tidak hanya berisi tentang hal-hal yang berkonotasi

buruk menurut rasa keadilan atau kepantasan seseorang, tetapi juga

berisikan tentang emosi akan keindahan, kebaikan dan sebagainya

mengenai keadaan, hal atau menyangkut orang dan kelompok lain.

Realitas kehidupan perempuan bukan sesuatu yang sederhana karena

terbentuk oleh unsur-unsur yang kompleks serta proses sejarah yang

panjang (Abdullah; 2006: 239-240). Untuk memahami kompleksitas tersebut,

perlu melakukan peninjauan dari dua sudut. Pertama, realitas itu tersusun

dari unsur-unsur yang begitu luas sehingga diperlukan langkah sistematis

untuk mengindentifikasi serta melihat kaitannya satu sama lain. Unsur-unsur

tersebut bisa berupa ekonomi, politik, lingkungan fisik atau hal lain yang

mereka hadapi.

Kedua, realitas kehidupan kaum perempuan tersusun dari unsur-unsur

yang berlapis-lapis sehingga kita harus mengupas lapis-lapis tersebut satu-

persatu agar dapat mengetahui realitas yang sesungguhnya. Unsur-unsur

yang berlapis-lapis ini terutama disebabkan oleh proses sejarah, sehingga

untuk mengupasnya diperlukan pemahaman sejarah dari tiap lapisan yang

ada.

9

Page 10: Skripsi Lengkap Narto

Peranan perempuan dalam suatu masyarakat juga dapat dilihat

sebagai bentuk struktur yang memiliki fungsi tertentu dalam masyarakatnya.

Struktural-fungsionalisme memandang masyarakat sebagai suatu sistem

yang di dalamnya terdapat struktur, status dan peran, norma, nilai dan

institusi serta fungsi itu sendiri (Saifuddin; 2005: 156-161). Individu yang

menempati suatu status memiliki hak dan kewajiban tertentu yang

merupakan peranan dalam status tersebut. Peranan perempuan tidak

terlepas dari struktur-struktur lain yang ada dalam masyarakatnya yang mana

hal ini merupakan hasil kesepakatan bersama dan memiliki fungsi-fungsi

tertentu. Meskipun laki-laki dan perempuan memiliki peranan yang berbeda,

tetapi hal ini tidak berarti bahwa mereka itu terpisah dan memiliki tujuan yang

berbeda. Namun, berbeda dengan struktural-fungsionalisme yang

menekankan keseimbangan, realitis tersebut harus dilihat sebagai sesuatu

yang dinamis seiring perubahan pada unsur-unsur lain, seperti sistem

ekonomi, budaya, atau hal lain yang signifikan.

Penjelasan tentang unsur-unsur pembentuk realitas kehidupan

perempuan tersebut dapat berarti bahwa realitas itu mengalamai transformasi

atau pergeseran berdasarkan realitas sosial yang dihadapi. Hal ini dapat

diasumsikan bahwa peran istri punggawa di pulau Bone Tambung mengalami

pergeseran seiring dengan perubahan sosial yang terjadi, terutama

perubahan pada aktivitas ekonomi mereka. Hal ini senada dengan hasil

penelitian Andayani (2006) di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan

10

Page 11: Skripsi Lengkap Narto

Kabupaten Deli Sumatra Utara. Menurutnya, peranan perempuan di daerah

tersebut telah mengalami perubahan. Sebelumnya, mereka hanya berperan

sebagai ibu rumah tangga dan penjual di kios campuran. Sekarang hal itu

telah berubah, mereka telah menjadi nelayan atau terjun langsung dalam

aktivitas menangkap ikan sebagaimana yang dilakukan oleh kaum laki-laki.

Perubahan peranan perempuan yang telah menjadi nelayan menurut

Andayani (2006: 2-3) terutama disebabkan oleh dua faktor. Pertama, mereka

menjadi nelayan karena penghasilan suaminya tidak mencukupi kebutuhan

keluarga. Munculnya teknologi destruktif seperti pukat harimau serta

penebangan hutan mangrove di lingkungan mereka menyebabkan

penghasilan yang diperoleh suaminya semakin berkurang. Kedua, untuk

menjadi nelayan tidak dibutuhkan modal yang besar, bahkan mereka dapat

melakukannya tanpa modal sama sekali. Untuk menggunakan sarana dan

prasarana penangkapan seperti perahu, alat tangkap, bahan bakar serta

biaya produksi lainnya dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu sewa dan atau

bagi hasil. Bagi perempuan yang yang memiliki modal untuk membeli bahan

bakar dan komsumsi selama menangkap ikan, mereka dapat menyewa

perahu (yang disewa hanya perahu) yang dibayar setelah memperoleh hasil

tangkapan. Sementara mereka yang tidak memiliki modal dapat menempuh

model bagi hasil, yaitu seluruh modal (perahu, alat tangkap, bahan bakar dan

konsumsi) ditanggung oleh pemilik perahu. Bila memperoleh hasil tangkapan,

11

Page 12: Skripsi Lengkap Narto

hasilnya akan dibagi dua, satu bagian untuk diberikan kepada pemilik perahu

dan bagian lainnya juga harus dijual ke pemilik perahu.

Hasil penelitian di atas memberi gambaran bahwa peranan perempuan

tidak terbentuk dengan sendirinya atau terpisah dari sistem sosialnya. Hal ini

juga berarti bahwa peranan perempuan tidak terlepas dari status ekonomi

mereka. Peranan yang dimainkan oleh perempuan yang berstatus ekonomi

atas akan berbeda dengan peranan perempuan yang berstatus ekonomi

bawah. Menurut Fakih (2007:9), gender dipahami sebagai sifat-sifat yang

bisa dipertukarkan antara laki-laki perempuan, yang bisa berubah dari waktu

ke waktu serta berbeda dari tempat ke tempat lainnya, maupun berbeda dari

satu kelas ke kelas yang lain. Dengan demikian, perempuan yang

ekonominya rendah akan aktif mencari penghasilan tambahan karena

pendapatan suaminya tidak mencukupi. Hal ini senada dengan pernyataan

Nye (1982:33-34) bahwa dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar

kehidupan, isu substansial yang selalu dihadapi oleh keluarga atau rumah

tangga adalah bagaimana individu-individu yang ada di dalamnya harus

berusaha maksimal dan bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan rumah

tangga sehingga kelangsungan hidupnya terpelihara (dalam Kusnadi;

2000:191). Sedangkan perempuan yang ekonominya tinggi dapat berperan

bersama suami menjalankan usaha atau justru lebih banyak berperan dalam

konteks sosial yang sifatnya nonproduktif, dimana peran yang dimainkan

12

Page 13: Skripsi Lengkap Narto

tersebut berbeda dengan peran perempuan pada “kelas” yang lain, yaitu

perempuan yang berekonomi rendah.

Realitas kehidupan perempuan yang kompleks pada akhirnya

“mengajak” untuk memperhatikan segala bentuk peran yang mereka

mainkan. Damayanti (2009) menggunakan konsep “tiga peran rangkap” untuk

membedakan tipe peran istri nelayan. Menurutnya, istri nelayan memiliki tiga

peran yang dijalankan sekaligus, yaitu peran reproduktif, produktif dan sosial

masyarakat. Peran reprodukti istri nelayan yaitu mengurus anak dan

keluarga, sedangkan peran produktif yaitu sebagai pengasin ikan, penjual

ikan dan pembuat jenis makanan yang berbahan dasar ikan. Adapun peran

sosial masyarakat yang digeluti hanya sebatas mengikuti pengajian.

Sementara itu, Suratiyah, dkk (1994:12) menggunakan konsep “peran

ganda” untuk melihat realitas peran perempuan (Suratiyah, dkk

menggunakan kata wanita). Perempuan yang di satu sisi bekerja mencari

nafkah, tetapi tetap menjadi orang pertama dalam kegiatan rumah tangga

disebut dengan peran ganda. Adapun Kusnadi, dkk (2006:47) menggunakan

istilah peran publik dan peran domestik. Peran domestik perempuan meliputi

tugasnya sebagai istri, ibu dari anak-anaknya, sedangkan peran publik dilihat

sebagai aktivitas istri dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.

Sihite (1992:106) membedakan peran perampuan dengan istilah “kegiatan

ekonomi” dan “kegiatan non ekonomi”. Menurutnya, kegiatan ekonomi

merupakan kegiatan menambah penghasilan keluarga, biasanya kegiatan

13

Page 14: Skripsi Lengkap Narto

yang dilakukan berupa berdagang sayur atau makanan-makanan ringan.

Adapun kegiatan non ekonomi yaitu kegiatan yang dilakukan di rumah seperti

pengasuhan anak, memasak, menyiapkan sarapan, makan siang dan malam,

mencuci pakaian.

Istri yang bekerja untuk mencari nafkah secara langsung akan

memberi penghasilan bagi keluarga, dan tidak berarti bahwa istri yang

berperan di luar kegiatan produktif tidak memiliki kontribusi pada usaha

produktif. Kegiatan dalam ranah domestik atau konteks sosial lainnya yang

bukan produktif sesungguhnya memberi peluang dalam berlangsungnya

aktivitas produktif (White, 1981) dalam Suratiyah (1994:12). Sejalan dengan

hal tersebut, Sosrodihardjo (1986: 79-81) mengatakan bahwa perempuan

memiliki pengaruh positif terhadap pembangunan. Kelembutan dalam

berbahasa dan sikap yang sopan efektif untuk mempengaruhi orang lain

dalam berbuat hal-hal yang positif. Jadi, peran istri dalam usaha suami tidak

hanya mengarahkan kita untuk mencari peran istri yang secara langsung

terlibat dengan usaha suami, tetapi peran-peran lain yang secara tidak

langsung signifikan mempengaruhi usaha suami.

Dengan demikian, penelitian ini juga akan melihat peran istri

punggawa dalam tiga konteks, yaitu konteks rumah tangga, konteks usaha

dan konteks masyarakat. Peran pada ketiga konteks tersebut akan dilihat

sebagai peran yang dikonstruk secara sosial budaya, dimana peran tersebut

merupakan peran yang tidak terlepas dari pandangan mereka tentang peran

14

Page 15: Skripsi Lengkap Narto

gender, aktivitas sosial dan ekonomi, status sosial dan tingkat ekonomi.

Sehubungan dengan itu, Ihromi (1992:82) mengatakan bahwa analisis

mengenai hubungan antara pria dan wanita harus dipusatkan pada apa yang

sesungguhnya dilakukan oleh pria dan wanita dan pada pemahaman-

pemahaman budaya yang mendasari tindakan-tindakan mereka. Selanjutnya,

peran-peran istri punggawa tersebut pada akhirnya akan dilihat sebagai

peran yang berkorelasi dengan usaha yang dimiliki oleh suaminya.

F. Metode Penelitian

Dengan mengacu pada tujuan penelitian ini, metode penelitian yang

digunakan mencakup komponen-komponen sebagai berikut:

a. Tipe Penelitian

Tipe deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang penekanannya pada

kualitas data. Ihromi (1990: 2) dalam Irianto (1992: 28) mengatakan:

“... bahwa justru pendekatan yang tidak terlalu mengandalkan kepada objektivitas itu malahan dapat membantu peneliti untuk memperoleh pengertian yang lebih mendalam tentang pokok yang ditekuninya, dan kami berpendapat bahwa penelitian tentang wanita, paling tidak pada tahap-tahap tertentu dari pengetahuan kita tentang wanita seperti yang masih dialami sekarang, pendekatan kualitatif itu memberi kegunaan yang menguntungkan.”

b. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pulau Bonetambung, Kecamatan Ujung

Tanah Kota Makassar. Lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

dengan alasan bahwa di pulau ini penduduknya relatif lebih kecil

15

Page 16: Skripsi Lengkap Narto

dibanding dengan pulau-pulau lain yang ada di sekitarnya sehingga

dapat memudahkan peneliti untuk mendalami realitas yang diteliti.

Selain itu, istri punggawa banyak terlibat dalam urusan publik, yakni

urusan yang dilakukan di luar konteks rumah tangga.

c. Pemilihan Informan

Informan dalam penelitian ini dipilih secara sengaja dengan dasar

bahwa informan tersebut memiliki “keahlian” tentang fenomena yang

hendak didalami. Berangkat dari pemahaman bahwa perempuan

merupakan mahluk sosial dan juga sekaligus mahluk individu yang

memiliki pandangan subjektif mengenai realitas sosialnya, maka

penting kiranya menjadikan istri punggawa sebagai informan ahli.

Namun, informan lain juga akan dibutuhkan terutama untuk menggali

pandangan mereka tentang peran istri punggawa.

d. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, digunakan metode sebagai berikut:

Observasi. Observasi digunakan untuk melihat aktivitas yang

dilakukan oleh istri punggawa dalam tiga konteks, yaitu konteks rumah

tangga, usaha dan aktivitas sosial lainnya. Metode ini terutama untuk

mengumpulkan data mengenai beberapa pertanyaan penting, yaitu

apa yang mereka lakukan? Tempatnya di mana? Kapan dilakukan?

Bagaimana dia melakukannya? Serta dengan siapa (aktor-aktor lain

yang ikut beraktivitas denganya) aktivitas itu dilakukan?

16

Page 17: Skripsi Lengkap Narto

Wawancara mendalam. Teknik ini digunakan untuk melacak

pandangan mereka tentang peran gender, maksud dan tujuan suatu

peran, peristiwa-peristiwa yang telah terjadi dan berkaitan dengan

peran istri punggawa, pendapat orang lain mengenai peran istri

punggawa, serta hal-hal lain yang tidak dapat diamati.

e. Proses Berlangsungnya Penelitian

Ketertarikan penulis pada topik peran istri punggawa dipicu oleh

pernyataan seorang punggawa darat nelayan jaring gae di kabupaten

Jeneponto bahwa “seorang punggawa tidak akan berhasil jika istrinya

tidak pintar”. Pernyataan ini cukup singkat namun melahirkan banyak

pertanyaan. Namun pada waktu itu peneliti tidak memiliki kesempatan

untuk menggali informasi yang lebih dalam tentang pernyataan

tersebut sebab pertemuan kami hanya sebentar dan tidak bertujuan

untuk itu.

Sejak saat itu, penulis memikirkan dan mendiskusikan dengan teman

kuliah tentang pernyataan punggawa tersebut. Diskusi kami pada

akhirnya menggiring penulis untuk melakukan penelitian secara lebih

mendalam tentang peran istri punggawa dalam manajemen usaha

perikanan.

Beberapa bulan kemudian, tepatnya bulan Juni 2008, penulis bersama

puluhan teman mahasiswa melakukan praktek lapang di pulau

Bonetambung selama 11 hari. Pernyataan punggawa tersebut terus

17

Page 18: Skripsi Lengkap Narto

terpikirkan oleh penulis di lokasi yang berbeda ini. Sejak praktek

lapang berlangsung, penulis meluangkan waktu untuk mencari

informasi dasar berkaitan dengan peran istri punggawa dengan

maksud menemukan formulasi penelitian yang lebih terarah. Sejak itu

pula, penulis membangun hubungan dekat dengan masyarakat pulau

Bonetambung, terutama tokoh-tokoh yang bisa membantu penulis

dalam menyelesaikan penelitian.

Setahun kemudian, yaitu tahun 2009, secara resmi penulis melakukan

seminar proposal penelitian skripsi dengan judul “Peran Istri

Punggawa dalam Manajemen Usaha Perikanan di Pulau

Bonetambung Kec. Ujung Tanah Kota Makassar”. Selama setahun,

yaitu antara tahun 2008 sampai tahun 2009 (sebelum seminar

proposal penelitian skripsi), penulis beberapa kali melakukan

kunjungan ke pulau Bonetambung, baik dalam rangka mencari

informasi awal tentang topik yang akan diteliti maupun dalam prosesi

upacara daur hidup (diundang oleh masyarakat pulau Bonetambung).

Kegiatan-kegiatan tersebut semakin mempererat hubungan penulis

dengan masyarakat yang akan diteliti. Hal ini juga memberi

kesempatan kepada penulis untuk mengidentifikasi calon-calon

informan terkait topik penelitian ini.

Setelah melakukan seminar proposal penelitian, penulis pun

mempersiapkan segala kebutuhan untuk melakukan pengumpulan

18

Page 19: Skripsi Lengkap Narto

data secara mendalam, baik itu kebutuhan pengambilan data seperti

alat perekam suara, foto, alat tulis menulis maupun kelengkapan

administrasi (meskipun secara emosional penulis dapat diterima oleh

masyarakat pulau Bonetambung karena telah dianggap sebagai

kerabat, bukan orang asing).

Secara resmi, penulis melakukan penelitian selama kurang lebih 3

bulan dengan beberapa kali kunjungan. Penulis tinggal di lokasi

penelitian rata-rata 10 hari setiap kunjungannya. Selama di lokasi

peneltian, penulis bergaul dengan beberapa kelompok perempuan,

yang mana kelompok tersebut terbentuk secara ‘alami’ atau bukan

kelompok yang formal, melainkan kelompok yang terbentuk karena

hubungan tetangga (berdekatan rumah) dan memiliki topik

pembicaraan yang cenderung sama. Dalam kelompok tersebut, ada

beberapa perempuan (yang telah berstatus istri) yang memiliki

hubungan keluarga dekat, seperti sepupu satu kali, saudara atau

tante, namun ini bukan hal yang begitu berpengaruh terhadap

terbentuknya kelompok ini.

Selain bergaul dengan kelompok perempuan, penulis juga bergaul

dengan anak-anak muda yang umurya antara 17-28 tahun, yang mana

mereka adalah nelayan, dan beberapa di antara mereka adalah anak

punggawa. Penulis mendengarkan dan ikut bertukar pikiran dengan

mereka tentang kenelayanan, bagaimana mereka melakukan

19

Page 20: Skripsi Lengkap Narto

penangkapan, bagaimana mereka menjalin hubungan dengan

punggawa, bagaimana mereka membuat rencana untuk masa yang

akan datang, bagaimana mereka membicarakan orang lain yang tidak

ada pada saat waktu pembicaraan, baik itu orang yang tempat

tinggalnya di pulau yang sama (lokasi penelitian) maupun yang tinggal

di tempat lain atau pulau yang lain.

Tentu kelompok lain yang penulis dekati, dan sangat penting juga

hubugannya dengan penelitian ini, yaitu kelompok lelaki dewasa, yang

sudah berkeluarga. Ada yang bersatus sebagai punggawa darat, ada

yang berstatus sebagai punggawa laut, ada yang berstatus sebagai

sawi dan ada pula yang berstatus sebagai “punggawa mandiri”

(penjelasan tentang punggawa mandiri ada pada bab III dan bab IV).

Lelaki dewasa ini cenderung lebih jarang berkumpul dengan lelaki

dewasa yang lain dibanding dengan kelompok perepuan (istri-istri

nelayan) karena sibuk dengan pekerjaan mereka.

Meskipun topik pembicaraan ke tiga kelompok tersebut relatif berbeda,

namun sesungguhnya memiliki hubungan yang sangat dekat. Hal ini

penulis sadari setelah bergaul dengan mereka, ikut mendengarkan,

kadang-kadang mengeluarkan pertanyaan, pendapat, ikut tertawa bila

ada hal yang lucu.

Kedekatan penulis dengan mereka membuat penulis lebih mudah

memahami apa yang penulis teliti dan membuahkan pikiran tentang

20

Page 21: Skripsi Lengkap Narto

hal baru, yang sebelumnya tidak pernah penulis pikirkan dan tidak

pernah ditemukan dalam literatur. Selain itu, kedekatan ini juga

membuat penulis lebih mudah menggali sebuah informasi, sangat

berbeda ketika penulis berkunjung ke pulau ini pada tahun 2008.

Meskipun pada waktu itu penulis tidak bermaksud untuk melakukan

penelitian tentang peran istri punggawa, akan tetapi penulis

merasakan hal yang berbeda pada saat melakukan penelitian ini,

tentunya karena hubungan yang lebih dekat.

Selama melakukan penelitian, penulis hanya melakukan beberapa kali

wawancara dengan suasana yang formal (terutama saat penulis

melakukan wawancara dengan orang tertua di pulau tersebut, yang

dianggap sebagai orang bijaksana), selebihnya hanya dengan situasi

seperti pembicaraan biasa, sebagaimana mereka berbicara dengan

tetangga atau kelompoknya. Kehadiran penulis di tengah-tengah

mereka tidak mempengaruhi pembicaaran mereka. Hal ini memberi

penulis keuntungan karena apa yang dibicarakan adalah data bagi

penulis. Kadang-kadang penulis mengeluarkan pertanyaan, tapi

pertanyaan tersebut tidak dianggap sebagai pertanyaa wawancara

(bagi mereka) melainkan pertanyaan selayaknya orang lain bertanya

pada saat sedang melakukan perbincangan biasa.

Selain terlibat dalam pembicaraan sehari-hari, penulis juga terlibat

dalam beberapa kegiatan seperti mempersiapkan perahu sebelum

21

Page 22: Skripsi Lengkap Narto

turun ke laut, membantu memasak, ikut mengangkat ikan, ikut acara

pernikahan, mulai dari tahap pelamaran sampai acara puncaknya,

yaitu pesta pernikahan. Untuk kegiatan yang terkahir, penulis dengan

sengaja diajak oleh kepala RK, selain sebagai pemerintah, beliau juga

adalah salah seorang yang dituakan dalam masyarakatnya. Lagi-lagi

ini membuat penulis memperoleh kesempatan besar untuk menjalin

kepercayaan dengan mereka, bertemu dengan tokoh-tokoh yang

memiliki status berbeda ketika di luar acara pernikahan, memberi

penulis kesempatan mengamati punggawa-punggawa beserta istrinya

ketika berada pada setting sosial yang sama. Mengamati bagaimana

nelayan-nelayan (anak muda) bergaul dengan sesama mereka,

bagaimana lelaki dewasa yang bukan punggawa berhubungan dengan

punggawa dan banyak hal yang dapat penulis amati. Meskipun

penelitian penulis tidak fokus pada acara pernikahan, tetapi penulis

menyadari bahwa setting sosial yang ada di dalamnya memiliki

hubungan dengan aktifitas keseharian mereka. Kerugiannya, penulis

tidak dapat membuat dekumentasi foto, karena kehadiran penulis tidak

pernah kuduga sebelumnya. Tentunya ini membuat penulis tidak dapat

mempersiapkan alat untuk melakukan dokumentasi visual.

Pada saat berada di lapangan penelitian, penulis merasa terjebak

pada kecenderungan mencari data tentang signifikansi peran istri

punggawa dalam usaha perikanan. Penulis selalu berusaha mencari

22

Page 23: Skripsi Lengkap Narto

apa yang signifikan dari peran istri punggawa, peran apa yang

berdampak positif dan negatif terhadap usaha perikanan.

Kenyataannya, sangat sedikit data yang ditemukan mengenai hal ini

dan seakan-akan membuktikan bahwa usaha perikanan adalah setting

yang betul-betul hanyalah urusan suami (laki-laki).

Namun di sisi lain, seorang istri punggawa memiliki peran yang tidak

langsung berpengaruh terhadap usaha perikanan. Bagaimana “sifat”

istri punggawa sehingga mampu menciptakan suasana yang “nyaman”

bagi tetangga dan sawi untuk datang ke rumahnya dan menikmati

segala sesuatu yang dia (istri punggawa) nikmati, misalnya makan

yang bebas memilih apa saja dan bahkan boleh meraciknya sendiri.

Kebaikan-kebaikan istri punggawa ini penulis rasakan menjadi nilai

lebih bagi usaha perikanan yang dimiliki suaminya. Dan penulis tidak

heran jika usaha suaminya tersebut merupakan usaha yang paling

besar di pulau (dilihat dari jumlah sawi).

f. Analisis Data

Analisis data dilakukan sejak peneliti melakukan penelitian. Data yang

telah ditemukan di validasi dengan teknik triangulasi. Kemudian, data

tersebut dilihat hubungannya dengan data-data lain sehingga

terbangun suatu deskripsi data yang logis berdasarkan fenomena

yang ada.

23

Page 24: Skripsi Lengkap Narto

g. Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan memuat tentang latar belakang, masalah

penelitian, kerangka konseptual, metode penelitian dan

sistematika penulisan

Bab II : Tinjauan Pustaka memuat tentang hal-hal yang berkenaan

dengan masalah penelitian yang dijadikan bahan acuan

dalam penyusunan tulisan ini tentang peran istri dalam

menunjang ekonomi rumah tangga, kegiatan ekonomi

formal, dan etos kerja masyarakat

Bab III : memuat tentang gambaran umum tentang lokasi dan objek

penelitian.

Bab IV : memuat data khusus tetang bagaimana Peran istri

punggawa dalam rumah tangga. Peran istri punggawa

dalam usaha perikanan. Dan bagaimana Peran istri

punggawa dalam masyarakat.

Bab V : merupakan Bab Penutup yang berisi kesimpulan dan

saran tentang masalah penelitian.

24

Page 25: Skripsi Lengkap Narto

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Peran Istri Nelayan

Dalam konteks kehidupan masyarakat nelayan, keterlibatan kaum

perempuan dalam kegiatan publik adalah hal biasa sekaligus merupakan

suatu keharusan untuk menjaga kelangsungan hidup rumah tangga nelayan.

Sistem pembagian kerja secara seksual yang berlaku didalam masyarakat

nelayan,dimana tugas tugas didarat sepenuhnya menjadi tanggung jawab

perempuan atau istri nelayan,sedangkan laut merupakan ranah laki-laki,telah

memberikan peluang yang besar bagi perempuan atau istri nelayan untuk

terlibat secara intensif dalam kegiatan publik (Ulhaq, 2008:1).

Realitas kehidupan perempuan yang kompleks pada akhirnya

“mengajak” untuk memperhatikan segala bentuk peran yang mereka

mainkan. Damayanti (2009) menggunakan konsep “tiga peran rangkap” untuk

membedakan tipe peran istri nelayan. Menurutnya, istri nelayan memiliki tiga

peran yang dijalankan sekaligus, yaitu peran reproduktif, produktif dan sosial

masyarakat. Peran reprodukti istri nelayan yaitu mengurus anak dan

keluarga, sedangkan peran produktif yaitu sebagai pengasin ikan, penjual

ikan dan pembuat jenis makanan yang berbahan dasar ikan. Adapun peran

sosial masyarakat yang digeluti hanya sebatas mengikuti pengajian.

25

Page 26: Skripsi Lengkap Narto

Menurut Ulhaq (2008:1), peranan dominan yang dimainkan oleh kaum

perempuan atau istri nelayan tidak hanya dalam hal mengolah dan menjual

ikan. Akan tetapi dalam hal pengambilan keputusan yang menyangkut

kelangsungan hidup rumah tangga, peran istri nelayan relatif lebih dominan,

terutama dalam mengatur keuangan keluarga, seperti pengeluaran untuk

konsumsi sehari-hari, pembelian pakaian, perabotan rumah tangga,

menabung, perbaikan rumah, biaya pendidikan anak dan sebagainya. Di

desa-desa nelayan di wilayah pesisir BAWEAN adat yang berlaku

mengharuskan suami untuk menyerahkan semua penghasilan yang

diperolehnya kepada istri, suami tidak di perkenankan memegang

penghasilannya sendiri.

Sementara itu, Suratiyah, dkk (1994:12) menggunakan konsep “peran

ganda” untuk melihat realitas peran perempuan (Suratiyah, dkk

menggunakan kata wanita). Perempuan yang di satu sisi bekerja mencari

nafkah, tetapi tetap menjadi orang pertama dalam kegiatan rumah tangga

disebut dengan peran ganda. Adapun Kusnadi, dkk (2006:47) menggunakan

istilah peran publik dan peran domestik. Peran domestik perempuan meliputi

tugasnya sebagai istri, ibu dari anak-anaknya, sedangkan peran publik dilihat

sebagai aktivitas istri dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.

Sihite (1992:106) membedakan peran perampuan dengan istilah “kegiatan

ekonomi” dan “kegiatan non ekonomi”. Menurutnya, kegiatan ekonomi

merupakan kegiatan menambah penghasilan keluarga, biasanya kegiatan

26

Page 27: Skripsi Lengkap Narto

yang dilakukan berupa berdagang sayur atau makanan-makanan ringan.

Adapun kegiatan non ekonomi yaitu kegiatan yang dilakukan di rumah seperti

pengasuhan anak, memasak, menyiapkan sarapan, makan siang dan malam,

mencuci pakaian.

Istri yang bekerja untuk mencari nafkah secara langsung akan

memberi penghasilan bagi keluarga, dan tidak berarti bahwa istri yang

berperan di luar kegiatan produktif tidak memiliki kontribusi pada usaha

produktif. Kegiatan dalam ranah domestik atau konteks sosial lainnya yang

bukan produktif sesungguhnya memberi peluang dalam berlangsungnya

aktivitas produktif (White, 1981) dalam Suratiyah (1994:12). Sejalan dengan

hal tersebut, Sosrodihardjo (1986: 79-81) mengatakan bahwa perempuan

memiliki pengaruh positif terhadap pembangunan. Kelembutan dalam

berbahasa dan sikap yang sopan efektif untuk mempengaruhi orang lain

dalam berbuat hal-hal yang positif. Jadi, peran istri dalam usaha suami tidak

hanya mengarahkan kita untuk mencari peran istri yang secara langsung

terlibat dengan usaha suami, tetapi peran-peran lain yang secara tidak

langsung signifikan mempengaruhi usaha suami.

Menurut Hubies (1985) dalam Harijani (2001: 20) (dalam Susoliwati,

2006:25-26) , analisis alternatif mengenai peran wanita dapat dilihat dari tiga

perspektif dalam kaitannya dengan posisinya sebagai manager rumah tangga

dan partisipan pembangunan atau pekerja pencari nafkah. Jika dilihat areal

peranan seorang wanita di dalam sebuah rumah tangga maka dapat dibagi

menjadi:

27

Page 28: Skripsi Lengkap Narto

1. Peran Tradisional

Peran ini merupakan semua pekerjaan rumah, dari membersihkan

rumah, memasak, mencuci, mengasuh anak serta segala hal yang

berkaitan dengan rumah tangga. Bila ditinjau secara luas tentang

peranan wanita sebagai ibu rumah tangga, wanita telah memberikan

perananya yang sungguh mahal dan penting artinya dalam

pembentukan keluarga sejahtera. Tidak ada kedudukan yang lebih

tinggi dan lebih rendah antara ibu dengan ayah. Pekerjaan-pekerjaan

ibu rumah tangga dalam mengatur rumah, memasak, mencuci, serta

membimbing dan mengasuh anak tidak dapat diukur dengan nilai

uang.

Ibu merupakan figur yang paling menentukan dalam membentuk

pribadi anak. Hal ini disebabkan keterikatan anak terhadap ibunya

sudah berawal sejak anak masih dalam kandungan.

2. Peran Transisi

Adalah peran wanita yang juga berperan atau terbiasa bekerja untuk

mencari nafkah. Partisispasi tenaga kerja wanita atau ibu disebabkan

oleh beberapa faktor, misalnya bidang pertanian dalam memenuhi

kebutuhan pokoknya tenaga kerja wanita dibutuhkan untuk menambah

tenaga yang ada. Sedangkan dibidang industri yang membuka

peluang bagi para wanita untuk bekerja karena dengan

berkembangnya industrri berarti tersedianya pekerjaan yang cocok

28

Page 29: Skripsi Lengkap Narto

bagi wanita sehingga terbukalah kesempatan kerja bagi wanita.

Masalah kehidupan mendorong lebih banyak wanita untuk bekerja

mencari nafkah.

3. Peran Kontemporer

Peran kontemporer adalah peran dimana seorang wanita hanya

memiliki peran diluar rumah tangga sebagai wanita karier.

Sedangkan menurut Mary Astuti (1998: 1) dalam Susoliwati (2006:25-

26), peran wanita terbagi atas tiga, yaiut :

1. Peran Produktif Yaitu peran yang dihargai dengan uang atau

barang yang menghasilkan uang atau barang atau yang berkaitan erat

dengan kegiatan ekonomi. Contoh: petani, penjahit, guru dan

pengusaha,

2. Peran Reproduktif Yaitu peran yang tidak dapat dihargai

dengan nilai uang atau barang, peran ini terkait dengan kelangsungan

hidup manusia. Contoh : sebagaimana peran istri seperti

mengandung, melahirkan, dan menyusui anak adalah kodrat dari

seorang ibu serta mendidik anak, memasak, menyiram tanaman,

mencuci, memandikan anak, menyapu walaupun bisa dikerjakan

secara bersama-sama.

3. Peran Sosial Yaitu peran yang berkaiatan dengan peran istri

untuk mengikuti kegiatan kemasyarakatan. Contoh: kegiatan

pengajian, PKK, arisan, organisasi kemasyarakatan. Selanjutnya

29

Page 30: Skripsi Lengkap Narto

penulis menyebut bahwa peran wanita baik di lingkungan keluarga

maupun di dalam masyarakat meliputi profil aktifitas yang mencakup

peran domestik, publik dan sosial, profil akses dan profil kontrol.

Dalam Ulhaq (2008:1), peran istri nelayan selain menjual hasil

tangkapan yang diperoleh suami, sektor usaha ekonomi yang biasa dimasuki

oleh kaum perempuan atau istri nelayan adalah usaha pengolahan ikan,

terutama kegiatan pengeringan dan pemindangan ikan. Di desa-desa

nelayan di wilayah pesisir bawean, istri nelayan lebih banyak melakukan

kegiatan seperti, mengolah ikan, mulai dari menimbang, mencuci, memotong,

menusuk potongan ikan dengan tusuk sate, memanggang, menata ikan

panggangan di Nyiur sampai menjualnya kepasar atau kawasan perumahan

(menjual kerumah). Dengan kata lain, istri nelayan yang bertanggung jawab

mengolah dan menjula ikan.

Susoliwati (2006:62-63) Sebagian besar dari istri nelayan desa

Kabongan Lor mempunyai usaha sampingan dalam menunjang penghasilan

suami mereka yang sangat minim. Usaha sampingan tersebut merupakan

upaya mereka dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya. Usaha

sampingan yang paling banyak diminati oleh para istri nelayan di desa

Kabongan Lor adalah sebagai pengupas rajungan, pengrajin ikan asin dan

membuka warung kelontong. Selain itu, ada beberapa jenis usaha

sampingan lain yang juga digeluti istri nelayan di desa Kabongan Lor

30

Page 31: Skripsi Lengkap Narto

walaupun dalam jumlah yang kecil. Usaha sampingan tersebut adalah

menjadi pembantu rumah tangga di beberapa desa di kota Rembang.

B. Latar Belakang dan Dinamika Peran Istri Nelayan

Ulhaq (2008:2) menjelaskan bahwa dibandingkan masyarakat lain,

kaum perempuan didesa-desa nelayan mengambil kedudukan dan peranan

social yang sangat penting, baik disektor domestic maupun disektor publik.

Hal ini disebabkan oleh karena beberapa pertimbangan pemikiran. Pertama,

dalam system pembagian kerja secara seksual pada masyarakat nelayan,

kaum perempuan atau istri nelayan mengambil peranan yang besar dalam

kegiatan social-ekonomi didarat, terutama kegiatan perdagangan ikan,

sedangkan kegiatan melaut merupakan pekerjaan laki-laki. Inilah system

gender yang berlaku dalam masyarakat nelayan.

Kedua. Dampak dari sistem pembagian kerja di atas, mengharuskan

kaum perempuan pesisir untuk selalu terlibat dalam kegiatan publik, mencari

nafkah untuk keluarga sebagai antisipasi jika suami mereka tidak

memperoleh penghasilan saat melaut. Kegiatan melaut merupakan kegiatan

yang spekulatif,oleh karena itu,nelayan yang melaut belum bisa dipastikan

memperoleh penghasilan.

Ketiga. System pembagian kerja masyarakat pesisir dan tidak adanya

kepastian penghasilan setiap hari dalam rumah tangga nelayan telah

menempatkan perempuan sebagai salah satu pilar penyangga kebutuhan

hidup rumah tangga.

31

Page 32: Skripsi Lengkap Narto

Sedangkan menurut Susoliwati (2006:63), ada tiga hal yang menjadi

motivasi para istri nelayan untuk ikut terjun melakukan kegiatan ekonomi

yaitu:

1. Dorongan untuk mencukupi kebutuhan ekonomi Rumah Tangga.

2. Memanfatkan ketrampilan yang ia miliki.

3. Merasa bertanggung jawab terhadap keluarga.

Hal yang senada juga dijelaskan oleh Ulhaq (2008:1) bahwa alasan

mereka menjual ikan karena pekerjaan tersebut adalah kewajibannya

sebagai istri dan merupakan kesepakatan bersama dengan suami.

Kondisi yang dihadapi oleh masyarakat nelayan menjadi pemicu

terhadap perubahan bentuk peran istri nelayan. Hal ini sebagaimana hasil

penelitian Andayani (2006) di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan

Kabupaten Deli Sumatra Utara. Menurutnya, peranan perempuan di daerah

tersebut telah mengalami perubahan. Sebelumnya, mereka hanya berperan

sebagai ibu rumah tangga dan penjual di kios campuran. Sekarang hal itu

telah berubah, mereka telah menjadi nelayan atau terjun langsung dalam

aktivitas menangkap ikan sebagaimana yang dilakukan oleh kaum laki-laki.

Perubahan peranan perempuan yang telah menjadi nelayan menurut

Andayani (2006: 2-3) terutama disebabkan oleh dua faktor. Pertama, mereka

menjadi nelayan karena penghasilan suaminya tidak mencukupi kebutuhan

keluarga. Munculnya teknologi destruktif seperti pukat harimau serta

penebangan hutan mangrove di lingkungan mereka menyebabkan

32

Page 33: Skripsi Lengkap Narto

penghasilan yang diperoleh suaminya semakin berkurang. Kedua, untuk

menjadi nelayan tidak dibutuhkan modal yang besar, bahkan mereka dapat

melakukannya tanpa modal sama sekali. Untuk menggunakan sarana dan

prasarana penangkapan seperti perahu, alat tangkap, bahan bakar serta

biaya produksi lainnya dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu sewa dan atau

bagi hasil. Bagi perempuan yang yang memiliki modal untuk membeli bahan

bakar dan komsumsi selama menangkap ikan, mereka dapat menyewa

perahu (yang disewa hanya perahu) yang dibayar setelah memperoleh hasil

tangkapan. Sementara mereka yang tidak memiliki modal dapat menempuh

model bagi hasil, yaitu seluruh modal (perahu, alat tangkap, bahan bakar dan

konsumsi) ditanggung oleh pemilik perahu. Bila memperoleh hasil tangkapan,

hasilnya akan dibagi dua, satu bagian untuk diberikan kepada pemilik perahu

dan bagian lainnya juga harus dijual ke pemilik perahu.

Hasil penelitian di atas memberi gambaran bahwa peranan perempuan

tidak terbentuk dengan sendirinya atau terpisah dari sistem sosialnya. Hal ini

juga berarti bahwa peranan perempuan tidak terlepas dari status ekonomi

mereka. Peranan yang dimainkan oleh perempuan yang berstatus ekonomi

atas akan berbeda dengan peranan perempuan yang berstatus ekonomi

bawah. Menurut Fakih (2007:9), gender dipahami sebagai sifat-sifat yang

bisa dipertukarkan antara laki-laki perempuan, yang bisa berubah dari waktu

ke waktu serta berbeda dari tempat ke tempat lainnya, maupun berbeda dari

satu kelas ke kelas yang lain. Dengan demikian, perempuan yang

33

Page 34: Skripsi Lengkap Narto

ekonominya rendah akan aktif mencari penghasilan tambahan karena

pendapatan suaminya tidak mencukupi. Hal ini senada dengan pernyataan

Nye (1982:33-34) bahwa dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar

kehidupan, isu substansial yang selalu dihadapi oleh keluarga atau rumah

tangga adalah bagaimana individu-individu yang ada di dalamnya harus

berusaha maksimal dan bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan rumah

tangga sehingga kelangsungan hidupnya terpelihara (dalam Kusnadi;

2000:191). Sedangkan perempuan yang ekonominya tinggi dapat berperan

bersama suami menjalankan usaha atau justru lebih banyak berperan dalam

konteks sosial yang sifatnya nonproduktif, dimana peran yang dimainkan

tersebut berbeda dengan peran perempuan pada “kelas” yang lain, yaitu

perempuan yang berekonomi rendah.

Dinamika peran istri nelayan dipengaruhi oleh kondisi yang terjadi di

tengah-tengah masyarakatnya. Hal ini misalnya dapat kita lihat dari

penjelasan Ulhaq (2008:1) bahwa bagi istri-istri nelayan yang membuka

usaha warung makanan-minuman, seperti yang terdapat di sebagian besar

wilayah pesisir madura, tingkat pendapatan yang diperoleh juga sangat

tergantung dari fluktuasi pendapatan nelayan dari kegiatan melaut. Artinya,

usaha warungnya itu akan menghadapi masa sepi jika musim paceklik atau

masa terang bulan tiba. Pada masa-masa ini, penghasilan nelayan dari

melaut tidak bisa dipastikan atau mungkin tidak ada sama sekali, sehingga

mempengaruhi tingkat konsumsinya.

34

Page 35: Skripsi Lengkap Narto

BAB III

GAMBARAN UMUM

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Letak Geografis dan Keadaan Pulau

Pulau Bonetambung terletak disebelah barat laut Kota Makassar

dengan jarak ± 17,2 Km dan merupakan pulau karang seluas ± 5,4 ha. Di

sebelah Utara berbatasan dengan pulau Badi (Kab. Pangkep), sebelah Timur

dengan pulau Barrang Lompo, sebelah Tenggara dengan pulau Barang

Caddi, sebelah Selatan dengan pulau Kodingareng Keke, dan di sebelah

Barat dengan Pulau Langkai dan dan Pulau Lumu-Lumu. Secara geografis

Bonetambung terletak pada posisi 1190 19’ 48‘‘ BT dan 050 02’48’‘ LS6.

Pulau ini memiliki tinggi dari permukaan laut ± 4 meter. Pada sisi barat

dapat ditemui gundukan pasir setinggi kurang lebih 4 meter yang diakibatkan

oleh pengaruh ombak besar pada musim barat. Jenis sedimen penyusun

pulau terdiri dari ± 90% pasir kasar dan halus yang labil. Di pulau karang ini

tidak ditemukan sumber air tawar.

Pulau ini berbentuk bulat, dengan luas 5 Ha, atau berjarak 18 km dari

Makassar. Posisinya berada di sebelah timur P. Langkai. Perairan sebelah

utara dan timur merupakan alur pelayaran pelabuhan, dengan kedalaman

6 Jamaluddin Jompa, dkk. Kondisi Ekosistem Perairan Kepulauan Spermonde: Keterkaitannya dengan Pemanfaatan Sumberdaya Laut di Kepulauan Spermonde (Hasil Penelitian). Divisi Kelautan Pusat Kegiatan Penelitian, Universitas Hasanuddin

35

Page 36: Skripsi Lengkap Narto

lebih dari 40 meter (± 900 meter dari pantai), perairan sebelah barat terdapat

rataan terumbu karang, pada bagian luar sekitas 1 km terdapat kedalaman

besar dari 20 m, dan pada sebelah baratdaya sekitar 1 km terdapat daerah

yang sangat dangkal dengan kedalaman kurang dari 5 meter.

2. Sarana dan Prasarana

Untuk mendukung sarana transportasi laut dipulau ini, telah dibangun

dermaga pada sisi barat pulau. Namun belum tersedia transporatasi reguler

ke pulau ini. Untuk mengakses pulau ini, kita dapat menggunakan perahu

carteran (sekoci) 40 PK dengan biaya sebesar Rp. 600.000,- (pergi-pulang).

Selain fasilitas dermaga, terdapat 1 buah sekolah dasar (SD) dan 1

buah Puskesmas pembantu dengan tenaga medis 1 orang mantri, 1 orang

suster dan 1 orang dukun, sanitasi lingkungan di pulau ini belum tersedia.

Kita juga dapat menjumpai sebuah masjid hasil swadaya masyarakat

dan fasilitas olahraga yakni lapangan bola dan volley. Sebuah instalasi lidtrik

dengan generator yang beroperasi padad pukul 18.00 – 22.00 wita

melengkapi fasilitas di pulau ini.

3. Pemukiman dan Interaksi Sosial

Di pulau Bonetambung, terdapat kurang lebih 100 rumah. Sebagian

besar rumah didirikan di bagian sisi timur pulau sehingga hampir tidak terlihat

lahan yang kosong. Sedangkan pada sisi barat, rumah-rumah masih dapat

dijumpai lahan yang kosong. Mereka menghindari ancaman abrasi yang

36

Page 37: Skripsi Lengkap Narto

setiap tahun terjadi. Namun bukan hanya hal itu yang menjadi alasan

pendirian rumah yang tidak merata ini.

Masyarakat Bonetambung cenderung mendirikan rumah bersebelahan

dengan keluarga terdekatnya seperti ayah atau ibu, meskipun mereka hampir

dikatakan sebagai satu keluarga besar. Jadi kita bisa memahami bahwa

mereka yang mendirikan rumah di bagian sisi timur pulau memiliki hubungan

kekerabatan yang dekat. Begitu juga halnya pada sisi barat, mereka memiliki

hubungan kekerabatan yang dekat dan cenderung memiliki kewenangan

yang lebih besar dibanding mereka yang tinggal di bagian timur.

Pemukiman yang tidak merata ini tidak berarti bahwa terdapat konflik

diantara ”warga timur” dan ”warga barat” (sebagaimana yang penulis duga

pada awal memulai penelitian). Meskipun dalam aktifitas sosial sehari-hari,

mereka cenderung berinteraksi dengan tetangga terdekat, namun hubungan

mereka tetap terjaga. Selain karena mereka masih memiliki hubungan darah,

pulau yang mereka huni relatif lebih kecil sehingga masih banyak aktifitas

sosial yang membuat mereka saling berinteraksi dan saling membutuhkan.

B. Jenis Usaha dan Struktur Sosial

Struktur sosial di pulau Bonetambung memiliki hubungan yang

signifikan dengan jenis usaha mereka. Hampir dikatakan bahwa struktur

sosial mereka terbentuk dari jenis usahanya dan akan berdinamika seiring

dengan dinamika usaha yang ada. Berikut penjelasan mengenai hal ini akan

37

Page 38: Skripsi Lengkap Narto

dimulai dari penjelasan tentang jenis-jenis usaha yang digeluti oleh

masyarakat pulau Bonetambung.

1. Jenis Usaha

Di pulau Bonetambung, terdapat beberapa jenis usaha perikanan yang

diusahakan, yaitu usaha ikan hidup, usaha ikan lelong dan usaha ikan

timbangan serta usaha gurita.

a. Usaha Ikan Hidup

Usaha ikan hidup adalah usaha yang menjual dan membeli ikan hidup

jenis kerapu, atau dalam nama lokal disebut ikan sunu. Ikan yang ditangkap

harus dalam keadaan hidup dan tidak cacat dengan ukuran yang telah

ditentukan oleh pembeli.

Pemilik usaha ikan hidup biasa disebut punggawa, yaitu orang yang

memimpin sebuah usaha. Punggawa yang memiliki modal kemudian

memberikan modalnya kepada pihak lain berupa alat tangkap dan biaya

operasional disebut punggawa bonto atau punggawa darat. Punggawa darat

memberikan modal kepada seorang nahkoda perahu yang disebut punggawa

laut atau juragan. Juragan kemudian memimpin beberapa orang untuk

mengoperasikan perahu dan alat tangkap. Beberapa orang yang dipimpin

tersebut disebut sawi atau orang yang bekerja pada perahu7.

7 Semua orang yang secara langsung terlibat dalam proses penangkapan disebut paboya, yang secara istilah dapat diartikan pencari. Informan yang menggunakan bahasa Indonesia untuk menyebut paboya juga menggunakan istilah pencari. Jadi, paboya dipimpin oleh pimpinan yang disebut juragan atau punggawa laut.

38

Page 39: Skripsi Lengkap Narto

Ikan hasil tangkapan yang diperoleh punggawa laut atau juragan

bersama para sawinya harus dijual kepada punggawa darat. Puggawa darat

kemudian menjual ikan tersebut ke pembeli yang ada di Makassar8.

Adapun punggawa darat dibantu oleh beberapa anak buah yang

disebut sawi darat. Tugas sawi darat ini adalah mensortir ikan dan melakukan

perawatan serta menjaga penampungan ikan. Sawi darat direkrut

berdasarkan keterampilannya dalam merawat ikan. Hal ini dikarenakan ikan

harus dijual dalam keadaan hidup dan tidak cacat dan harus menggunakan

teknik-teknik tertentu untuk melakukannya, terutama dalam penggunaan

obat-obatan dan pengukuran timbangan dan takaran air.

b. Usaha Ikan Lelong

Usaha ikan lelong adalah usaha yang menjual dan membeli ikan untuk

kebutuhan pasar lokal. Ikan dibeli dari nelayan pemancing dan juga nelayan

yang menggunakan alat tangkap bu. Hingga saat laporan ini ditulis, hanya

satu pembeli ikan lelong yang ada di lokasi penelitian. Pembeli ikan lelong ini

tidak memberikan biaya operasional kepada nelayan. Ikan yang dibelinya

8 Pembeli ikan hidup yang menunggu ikan di Makassar biasanya adalah pihak yang memberikan modal kepada punggawa bonto atau punggawa darat. Dilihat dari status dan perannya, pemberi modal yang tinggal di Makassar ini juga sebenarnya adalah seorang punggawa bonto karena dia hanya memberikan modal kemudian menunggu hasil tangkapan. Namun, mereka tidak menyebutnya punggawa bonto, melainkan bos. Sebutan bos ditujukan untuk menyebut pemilik modal yang modalnya cukup besar menurut ukuran mereka (nelayan pulau Bonetambung). Seorang punggawa bonto atau punggawa darat dapat dipanggil bos jika usahanya sudah besar dengan ukuran modal yang dimiliki. Demikian anatomi status punggawa yang dilihat dari volume modal yang dimiliki, menurut beberapa informan (informan yang menjelaskan hal ini adalah informan yang umurnya sudah tua dan pernah menjadi punggawa bonto. Hal ini biasanya tidak dapat dijelaskan oleh informan yang umurnya masih muda, panggilan status cenderung digunakan berdasarkan kebiasaan saja)

39

Page 40: Skripsi Lengkap Narto

sebagaian besar merupakan ikan mati yang ditangkap oleh nelayan pencari

ikan hidup9.

c. Usaha Ikan Timbangan

Usaha ikan timbangan adalah usaha yang menjual dan membeli ikan

untuk kebutuhan ekspor. Ikan yang dibeli diukur menggunakan timbangan.

Jenis yang masuk kategori ikan timbangan adalah ikan tinumbu. Pembeli ikan

timbangan yang tinggal di pulau Bonetambung berjumlah empat orang.

Pembeli ikan timbangan ini berstatus sebagai punggawa darat karena dia

memberikan modal kepada nelayan pemancing kemudian menunggu hasil

tangkapan di darat.

d. Usaha Gurita

Usaha gurita adalah usaha yang khusus menjual dan membeli biota

gurita. Pembeli gurita juga merupakan punggawa. Punggawa yang membeli

gurita adalah orang yang sama dengan pembeli ikan timbangan.

Dari keempat jenis usaha tersebut, usaha yang paling banyak

dilakukan adalah usaha ikan hidup. Punggawa pemilik usaha ikan hidup tidak

membeli biota jenis lain sementara punggawa jenis usaha lain juga membeli

9 Alat yang digunakan oleh nelayan ikan hidup disebut bu, yaitu perangkap yang dipasang di sekitar terumbukarang. Ikan yang terperangkap adalah ikan yang hidup di sekitar terumbukarang. Karena banyak jenis ikan yang masuk ke dalam bu, nelayan pun memisahkan ikan sunu (jenis kerapu) dengan ikan lainnya. Ikan sunu dibiarkan hidup karena merupakan biota target utama, yang lainnya dibiarkan mati. Ikan hidup dijual kepada pemilik modal sementara ikan mati dijual kepada pembeli ikan mati, bukan pemilik modal. Pemilik modal usaha ikan hidup hanya membeli ikan hidup, sisanya bebas dijual kepada pembeli ikan mati

40

Page 41: Skripsi Lengkap Narto

biota lain yaitu ikan timbangan dan gurita. Jadi, punggawa ikan timbangan

juga merupakan punggawa nelayan gurita.

2. Struktur Sosial

Di Bonetambung, punggawa dapat dibedakan berdasarkan hal berikut:

a. Kepemilikan

Berdasarkan kepemilikannya, kita dapat menemukan tiga status

punggawa dari keempat jenis usaha tersebut, yaitu punggawa bonto atau

punggawa darat, punggawa berdikari dan punggawa laut atau juragan.

Punggawa bonto atau punggawa darat adalah punggawa yang memberikan

modal kepada paboya atau pencari ikan. Punggawa darat hanya menunggu

hasil tangkapan di darat, tidak terjun langsung melakukan penangkapan.

Sedangkan punggawa laut atau juragan adalah pemimpin perahu yang

melakukan penangkapan. Punggawa laut memperoleh perahu dan alat

tangkap serta biasa operasional dari punggawa darat. Dengan demikian,

hasil tangkapannya harus dijual kepada punggawa darat yang memberikan

modal.

Sementara punggawa berdikari, adalah status punggawa yang relatif

masih baru, yang ditujukan untuk menyebut punggawa laut yang memiliki

perahu, alat tangkap dan biaya operasinal sendiri, tidak dimodali oleh

punggawa darat. Jenis usaha yang dijalankan adalah usaha ikan hidup.

Punggawa berdikari ini bebas menjual hasil tangkapannya kepada punggawa

41

Page 42: Skripsi Lengkap Narto

darat dengan penawaran harga yang lebih tinggi. Namun pada

perkembangannya, sudah banyak punggawa berdikari yang diberikan modal

langsung oleh pengusaha yang ada di Makassar tanpa melewati perantara

punggawa darat yang ada di pulau Bonetambung. Meskipun statusnya mirip

dengan punggawa laut, namun punggawa berdikari ini menjual ikannya

dengan harga yang sama dengan harga ikan di Makassar10.

Dari ketiga status punggawa tersebut, peneliti memusatkan perhatian

pada punggawa usaha ikan hidup. Perhatian dipusatkan pada peran istri

mereka dalam usaha perikanan yang dimiliki. Pertimbangan untuk

memusatkan perhatian pada usaha ikan hidup adalah karena sebagian besar

nelayan di pulau Bonetambung menangkap ikan hidup. Hal ini memudahkan

peneliti untuk menggali informasi dan dapat dengan mudah dilakukan

pengamatan secara langsung. Pembahasan berikut ini akan menjelaskan

peran istri punggawa usaha ikan hidup.

b. Volume Usaha

1) Punggawa Lompo

Punggawa lompo, yaitu punggawa yang usahanya sudah besar.

Besarnya usah dinilai dari modal yang dimiliki, sarana produksi, jumlah

sawi, dan jaringan di kota. Punggawa lompo tidak ikut dalam proses

produksi

10 Hal ini menyebabkan usaha punggawa darat yang tinggal di pulau mengalami penurunan karena banyak punggawa laut yang langsung meminta modal kepada pengusaha di Makassar dan menjual hasil tangkapannya dengan harga yang lebih tinggi.

42

Page 43: Skripsi Lengkap Narto

2) Punggawa Berdikari

Punggawa berdikari, yaitu punggawa yang memiliki satu atau dua

perahu penangkapan beserta sawi yang mengoperasikannya. Jika

punggawa berdikari ini memiliki dua perahu, maka salah satu perahu

dipimpin olehnya untuk beroperasi. Punggawa ini tidak memiliki ikatan

dengan bos atau pembeli yang ada di Makassar. Modal untuk

membuka usaha diperoleh dari bantuan keluarga (biasanya keluarga

yang pegawai negeri) dan sistem hutang yang tidak dibayar

menggunakan ikan. Melainkan berupa uang tunai pada jangka waktu

tertentu.

Jika kita mencermati pengklasifikasian punggawa di atas, maka kita

akan melihat bahwa seorang punggawa dapat memiliki beberapa status

sekaligus. Punggawa darat jika memiliki modal yang besar, tenaga kerja yang

banyak dan jaringan yang luas, maka dia juga adalah seorang punggawa

lompo. Beberapa punggawa darat juga, ada yang membeli dan menjual ikan

hidup sekaligus membeli dan menjual ikan timbangan pada musim tertentu.

Namun tidak pernah membeli ikan mati untuk pasar lokal.

Namun, tidak semua punggawa darat adalah punggawa lompo,

meskipun tidak ikut dalam aktivitas produksi, atau hanya tinggal di darat

menunggu kedatangan nelayan. Jika seorang punggawa darat hanya

membeli ikan mati dan modal yang diberikan kepada nelayan juga tidak

besar, maka dia tidak disebut punggawa lompo, biasanya disebut sebagai

43

Page 44: Skripsi Lengkap Narto

punggawa balolang atau punggawa yang mengantar ikan. Dia hanya memiliki

beberapa sawi dan khusus untuk ikan mati. Sementara jika sawinya

memperoleh ikan hidup, maka ikan hidup tersebut diserahkan kepada orang

lain yang membeli ikan hidup. Begitu juga sebaliknya punggawa lompo yang

usahanya fokus pada ikan hidup, jika sawinya memperoleh ikan mati, maka

ikan mati tersebut akan diserahkan kepada pembeli ikan mati.

Sementara punggawa berdikari, biasanya usahanya fokus pada ikan

hidup namun berbeda dengan punggawa lompo. Punggawa lompo, hanya

terlibat pada pasca produksi, yaitu setelah nelayan datang membawa ikan

hasil tangkapannya. Keterlibatan punggawa lompo hanya sebatas

mengawasi karena yang mensortir ikan dikerjakan oleh sawi darat yang ahli.

Sementara punggawa berdikari tidak memiliki tukang size atau sawi untuk

mensortir ikan. Ikan yang ditangkap biasanya dibawa langsung ke Makassar

untuk dijual, atau dalam kondisi tertentu, misalnya tangkapan yang sedikit,

maka biasanya dijual ke punggawa lompo setempat (yang berada di pulau

yang sama) dengan harga yang relatif sama dengan harga di Makasar). Ini

dilakukan untuk menekan pengeluaran biaya perjalanan.

Jadi, klasifikasi punggawa di atas dapat disederhanakan menjadi tiga,

yaitu punggawa lompo, punggawa ikan mati dan punggawa berdikari.

Perbedaan status punggawa ini berimplikasi terhadap perbedaan peran istri

mereka. Istri punggawa lompo memiliki peran yang berbeda dengan istri

punggawa berdikari atau istri punggawa ikan mati. Perbedaan tersebut

secara rinci akan dibahas pada sub bahasan yang khusus.

44

Page 45: Skripsi Lengkap Narto

C. Aktivitas Kaum Perempuan

Dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat mengamati perbedaan

aktivitas antara laki-laki dan perempuan, baik yang telah berkeluarga maupun

yang telah berkeluarga (suami dan istri). Pada pagi hari, secara umum

perempuan sibuk dengan aktivitas di rumah seperti membersihkan

pekarangan rumah, mencuci pakaian, membersihkan ruangan dalam rumah.

Bagi perempuan yang telah berkeluarga, yaitu sebagai istri dan memiliki

balita, dia memiliki aktivitas yang khusus di samping aktivitas yang telha

disebutkan, yaitu merawat anaknya.

Istri nelayan, yang suaminya akan berangkat ke laut, pada pagi hari

sibuk mempersiapkan makanan untuk bekal suaminya dan sebagai hidangan

sebelum berangkat. Aktivitas lain seperti membersihkan rumah dan mencuci

pakaian baru dilakukan setelah suami berangkat ke laut.

Di Bonetambung, terdapat beberapa pekerjaan (yang menghasilkan

uang) yang ‘diidentikkan’ dengan perempuan. Perkejaan tersebut adalah:

menjual barang campuran

berbelanja kebutuhan rumah tangga di Makassar, biasa disebut

paterong

mangombang juku atau membelah ikan untuk dikeringkan

menjual kosmetik dan pakaian

bandar arisan

45

Page 46: Skripsi Lengkap Narto

menjual kue

menjual sayur-sayuran

Meskipun pekerjaan tersebut identik dengan perempuan, tetapi itu

merupakan hasil kesepakatan antara suami dan istri, atau jika itu dilakukan

oleh seorang anak perempuan itu sudah disepakati oleh orang tuanya.

Meskipun suami tidak terlibat langsung dalam pekerjaan tersebut, namun dia

juga ikut mengatur atau menghitung untung rugi usaha yang dikerjakan oleh

istrinya. Modal usaha diperoleh dari suami. Bahkan, istri yang menjual barang

campuran seperti beras, mie instan, gula pasir, kopi, teh, minyak goreng,

rokok dan sebagainya memiliki hubungan yang sangat dekat dengan aktivitas

kenelayanan. Nelayan yang akan berangkat ke laut biasanya mengambil

barang dari warung tersebut dan akan dibayar setelah memperoleh

penghasilan. Jika warung tersebut merupakan usaha istri punggawa, maka

akan dicatat dalam nota pengambilan pada punggawa dan dapat dibayar

dalam bentuk penyerahan ikan. Jika warung tersebut bukan milik punggawa,

maka itu merupakan pembayaran berupa uang tunai karena pemilik warung

tidak berprofesi sebagai penjual ikan.

46

Page 47: Skripsi Lengkap Narto

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini, penulis akan membahas pokok permasalahan penelitian

yang telah dilakukan. Pembahasan ini akan menjawab pertanyaan umum

yaitu “bagaimana peran istri punggawa dalam managemen usaha perikanan

di pulau Bonetambung?”.

Peran istri punggawa dalam usaha perikanan tidak terlepas dari

kondisi sosialnya, dan utamanya bentuk usaha suami. Kondisi sosial yang

dimaksud di sini adalah termasuk pola pergaulan antara warga

masyarakatnya, pembagian peran antara suami dan istri serta sesuatu yang

dianggap penting dan tidak penting. Sedangkan bentuk usaha suami yang

dimaksudkan adalah jenis usaha yang dijalankan oleh suami. Berdasarkan

biota yang ditargetkan, ada 2 usaha perikanan, yaitu usaha ikan mati dan

usaha ikan hidup. Usaha ikan mati terdiri dari pemancing, dan nelayan pukat.

Sedangkan usaha ikan hidup (khusus yang nelayan di Bonetambung) terdiri

dari nelayan Bu dan nelayan bius. Kedua hal tersebut, yaitu kondisi sosial

dan bentuk usaha suami, memiliki hubungan yang signifikan terhadap peran

istri punggawa.

Setelah melakukan penelitian, disadari bahwa apa yang diperankan

oleh istri punggawa dalam usaha perikanan sangat erat kaitannya dengan

peran gender yang berlaku pada masyarakat pulau Bonetambung. Oleh

47

Page 48: Skripsi Lengkap Narto

karena itu, pemahaman tentang peran istri punggawa dalam usaha perikanan

terlebih dahulu harus diawali dengan memahami peran gender yang berlaku,

yaitu peran yang mereka pahami dan praktekkan dalam kehidupan sehari-

sehari. Namun, peran gender yang akan kami gambarkan hanyalah peran

gender yang dianggap berkaitan dengan usaha perikanan, mengingat bahwa

fokus penelitian ini adalah mengenai usaha perikanan.

A. Peran Gender pada Masyarakat Nelayan Pulau Bonetambung

1. Peran Gender pada Masyarakat Nelayan Pulau Bonetambung

Pembagian peran antara istri dengan suami masyarakat pulau

Bonetambung secara umum dapat kita bedakan dalam dua peran yang

mencolok, yaitu peran ‘darat’ dan peran ‘laut’. Peran laut yaitu peran yang

menyangkut penangkapan yang meliputi persiapan produksi, produksi dan

distribusi. Sementara peran darat adalah peran yang dilakukan diluar peran

laut seperti mengurus rumah tangga, mengatur konsumsi dan peran-peran

kemasyarakatan.

a. Peran Laut

Peran laut dimulai ketika suami hendak melakukan operasi. Suami

mempersiapkan peralatan penangkapan serta mengecek kondisi perahu dan

mesin. Pada waktu yang bersamaan, istri mempersiapkan konsumsi untuk

suami sebelum berangkat dan untuk bekal selama beroperasi. Pembagian

peran seperti ini terutama dijumpai pada keluarga nelayan yang

48

Page 49: Skripsi Lengkap Narto

menggunakan perahu fiber, yaitu perahu kecil yang hanya dioperasikan oleh

satu orang untuk memancing gurita dan ikan tinumbu. Perahu yang

digunakan adalah milik sendiri yang diperoleh secara cicil11, sementara biaya

lainnya, termasuk biaya konsumsi ditanggung sendiri.

Berbeda dengan nelayan yang menangkap ikan hidup, mereka

menggunakan perahu jolloro dan alat tangkap yang disebut ‘bu’. Bu

dioperasikan oleh 3-4 orang yang terdiri dari satu punggawa laut, dua

penyelam dan satunya lagi untuk menjaga kompresor. Pada tahap persiapan,

yang mempersiapkan peralatan adalah sawi, sementara konsumsi untuk

bekal konsumsi selama beroperasi dilakukan oleh istri punggawa laut.

Sementara istri sawi hanya mempersiapkan konsumsi untuk suaminya

sebelum berangkat. Istri sawi tidak mengurus bekal konsumsi karena aturan

penangkapan yang mereka terapkan yaitu selama beroperasi, semua

kebutuhan ditanggung oleh punggawa laut, termasuk kebutuhan konsumsi.

Tahap selanjutnya adalah operasi. Selama beroperasi, semua urusan

di laut diperankan oleh laki-laki (suami) karena tidak ada perempuan yang

ikut melakukan penangkapan. Istri hanya tinggal di rumah, mengurus anak,

mencuci pakaian dan mengerjakan beberapa pekerjaan lainnya sambil

menunggu suami datang dari laut. Selama suami berada di laut, hampir

11 Cicil adalah istilah yang mereka digunakan untuk menyebut pengambilan perahu dengan cara kredit, dengan ketentuan bahwa sebelum perahu tersebut lunas, yang bersangkutan harus menjual hasil tangkapannya kepada pemberi kredit yang biasa mereka sebut sebagai ‘punggawa’. Namun pada kenyataannya, tidak ada perahu yang dilunasi oleh nelayan. Nelayan lebih memilih mengumpulkan uang untuk membeli perahu yang baru kemudian mengembalikan perahu yang lama kepada pemiliknya.

49

Page 50: Skripsi Lengkap Narto

semua pekerjaan didarat dilakukan oleh istri, kecuali bagi mereka yang

anaknya sudah bisa ikut membantu.

Setelah suami datang dari melaut, kita dapat melihat adanya

perbedaan pembagian peran secara gender antara keluarga nelayan

pemancing dengan keluarga nelayan yang menggunakan ‘bu’. Bagi nelayan

‘bu’, kedatangan mereka disambut oleh banyak perempuan tetapi bukan istri

mereka. Yang menyambut adalah para istri yang hendak membeli ikan (ikan

yang dibeli adalah ikan yang mati dan harganya murah) untuk keperluan lauk

bagi keluarganya. Selain bertujuan untuk membeli ikan, mereka juga ingin

mendengar kabar suaminya yang masih beroperasi, apakah memperoleh

tangkapan yang banyak atau tidak, apakah suaminya dalam keadaan yang

baik. Setelah interaksi antara nelayan dan para istri tersebut selesai, ikan

hidup pun dibawa ke tempat penampungan punggawa darat untuk disortir.

Jadi, istri nelayan di sini tidak berperan dalam tahap pendistribusian hasil

tangkapan.

Sementara nelayan pemancing, pembagian peran antara suami

dengan istri berbeda dengan nelayan bu. Setelah suami datang dari laut, dia

disambut oleh istrinya. Mereka melakukan penyortiran hasil tangkapan.

Setelah selesai, hasil tangkapan tersebut dibawa ke pembeli (punggawa

yang memberi kredit perahu) yang juga tinggal di pulau Bonetambung. Bukan

50

Page 51: Skripsi Lengkap Narto

suami yang membawa hasil tangkapan, tetapi dilakukan oleh istrinya12.

Sementara istri membawa hasil tangkapan kepunggawa, suami

membersihkan perahu kemudian kembali ke rumah dan menyantap hidangan

yang sebelumnya telah disiapakan istri.

Kesibukan istri nelayan setiap hari yang dapat kita amati adalah

mengurus anak, menyiapkan makanan untuk suami sebelum pulang dari laut,

mencuci pakain, sisa waktu yang ada biasanya digunakan untuk berkumpul

dengan istri nelayan yang lain yang juga memiliki waktu luang. Sebagian kecil

di antara mereka ada yang memiliki usaha dagang yang modalnya tidak

besar. Mereka menjual sembako yang dibeli di kota. Selain itu, ada pula istri

nelayan yang tidak memiliki warung tetapi memiliki kerajinan membuat

makanan ringan untuk dijual dari rumah ke rumah.

b. Peran Darat

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, peran darat adalah peran

yang dilakukan di luar peran laut seperti mengurus rumah tangga, mengatur

konsumsi dan peran-peran kemasyarakatan. Selama suami berada di laut,

hampir semua urusan di darat menjadi tanggung jawab istri, kecuali mereka

yang tinggal bersama di rumah orang tuanya.

2. Pandangan Tentang Suami dan Istri yang Baik13

12 Bagi nelayan yang memiliki anak yang kira-kira berumur 7-10 tahun, ikan hasil tangkapan biasanya dibawa oleh sang anak, sementara istri menunggu suami di rumah.

13 Penggunaan kata baik di sini mengikuti logika bahasa mereka, yang mana tidak bertujuan untuk menyudutkan seseorang yang tidak baik. Kata baik di sini bermakna memiliki nilai lebih dibanding yang lain.

51

Page 52: Skripsi Lengkap Narto

Berdasarkan pembagian peran secara umum di atas, mencari ikan

dianggap sebagai pekerjaan yang paling utama dan merupakan tanggung

jawab seorang suami. Sementara urusan di darat diselesaikan oleh istri

ketika suami sedang beroperasi di laut. Suami akan merasa malu jika dia

tidak mampu memenuhi kebutuhan materi keluarganya.

Pembagian peran di atas berkaitan dengan pandangan dan penilaian

mereka tentang suami yang baik dan istri yang baik. Pandangan dan

penilaian ini telah ditanamkan sebelum seseorang menikah. Untuk itulah,

sebelum menjelaskan tentang tipe suami dan istri yang baik, penjelasan akan

diawali dengan laki-laki yang baik dan perempuan yang baik.

Laki-laki (belum menikah) yang baik menurut penilaian masyarakatnya

memiliki kriteria seperti sabar, tidak sombong, gemar memberi dan yang

paling utama adalah rajin bekerja (mencari ikan). Kriteria yang disebutkan

terakhir terlepas dari latar belakang ekonomi orang tuanya, kaya atau miskin,

karena kekayaan akan diperoleh bila rajin bekerja. Berikut kisah yang

diceritakan seorang informan:

“...seorang anak punggawa bernama Iwan (nama samaran) yang kini telah menikah. Sebelum menikah, Iwan memiliki perbedaan yang menonjol dengan pemuda lain sebayanya. Pemuda lain yang orang tuanya bukan seorang punggawa hampir setiap hari berangkat ke laut untuk mencari ikan, sementara Iwan hanya tinggal di pulau untuk menunggu nelayan datang membawa hasil tangkapannya. Dia hanya membantu ayahnya mensortir ikan hasil tangkapan sawi. Hal ini menyebabkan Iwan tidak memiliki keterampilan menangkap ikan. Setelah menikah, dia harus menghidupi keluarganya dengan usaha sendiri. Harta yang dimiliki orang

52

Page 53: Skripsi Lengkap Narto

tuanya tidak bisa digunakannya untuk menghidupi keluarga, karena prinsipnya adalah seorang laki-laki yang telah menikah memiliki tanggungjawab untuk mencari nafkah sendiri. Di pulau ini, hampir semua anak punggawa tidak memiliki keterampilan mencari ikan, dia hanya tau cara menghabiskan uang...”

Dari kisah tersebut, kita dapat melihat bagaimana seorang laki-laki

harus mampu mencari nafkah untuk dirinya dan juga untuk keluarganya

kelak. Hal ini juga dapat kita lihat dari pernyataan salah seorang punggawa

darat :

“...Saya memiliki beberapa anak laki-laki, tapi coba kau lihat, semuanya turun mencari, meskipun saya orang tuanya sudah punya usaha. Mau tidak mau, dia juga harus bisa merasakan bagaimana menjadi pencari14. Suatu saat bila dia punya rejeki untuk jadi punggawa, dia tidak sulit lagi berhubungan dengan dengan sawi. Atau suatu saat dia tidak bisa jadi punggawa, kan dia sudah punya modal untuk hidup. Coba bandingkan dengan anak punggawa lain, kan kau kenal toh, kira-kira menurutmu bagus begitu? Tidak diminta-minta, tapi suatu saat jika usaha hajinya turun, dia pasti akan pusing...”

Jika mengamati secara sepintas, kita tidak akan memahami

perbedaan antara laki-laki yang dianggap baik dengan laki-laki yang

dianggap kurang baik. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka bergaul dengan

orang lain tanpa membedakan nilai lebih yang dimiliki seseorang. Hal ini

terutama didasari oleh kesadaran bahwa mereka saling membutuhkan pada

suatu kondisi yang tidak diduga, misalnya tidak memperoleh hasil tangkapan

dan harus meminta bantuan pada orang lain atau hal lain yang tidak dapat 14 Pencari adalah istilah bahasa Indonesia yang mereka gunakan untuk menyebut istilah

lokal, yaitu paboya, yang berarti pencari ikan. Pencari digunakan untuk menyebut pada nelayan biasa, bukan pemilik perahu.

53

Page 54: Skripsi Lengkap Narto

dikerjakan sendiri. Namun, dalam konteks tertentu, penilaian ini akan

berpengaruh terhadap interaksi seseorang dengan orang lain.

a. Suami yang baik

Bagi masyarakat pulau Bonetambung, membanding-bandingkan

seorang laki-laki dengan laki-laki yang lain merupakan hal yang dapat

menyinggung perasaan, apabila yang diperbandingkan adalah laki-laki yang

baik dan yang tidak baik. Menceritakan kebaikan orang yang tidak berada

pada setting sosial pembicaraan tersebut menjadi hal yang positif bagi orang

lain, yaitu sebagai bahan pembelajaran mengenai contoh sikap dan perilaku

yang baik. Begitu juga jika membicarakan sifat dan perilaku orang yang tidak

baik. Pembicaraan mengenai sifat dan perilaku orang yang tidak baik

biasanya lebih tertutup, namun mudah untuk ditemukan pada percakapan

sehari-hari yang dilakukan oleh beberapa istri yang berkumpul atau laki-laki

yang sedang bercanda sesama laki-laki.

Sebagaimana halnya yang telah dibahas sebelumnya, suami yang

baik terutama dinilai dari ketekuannya bekerja mencari nafkah, kemudian

tidak boros dan menyerahkan seluruh pendapatannya kepada istri. Dapat

diamati secara nyata, suami yang baik bisanya tidak meninggalkan pulau

untuk keperluan yang tidak penting, misalnya ke kota (Makassar) hanya

untuk berbelanja kebutuhan yang tidak penting. Dia hanya memperhatikan

alat tangkapnya, atau usahnya. Urusan belanja diserahkan kepada istri,

54

Page 55: Skripsi Lengkap Narto

kecuali berbelanja untuk keperluan penangkapan, misalnya alat tangkap atau

peralatan lainnya.

Salah seorang informan menjelaskan:

“...Orang Bugis Makassar berbeda dengan orang Bajo, mereka (orang Bajo) turun bersama istrinya ke laut mencari ikan. Kita (orang Bugis-Makassar) malu kalau istrinya juga turun mencari ikan. Kalau masih ada “Buranena” (suaminya), mestinya (suami) yang cari uang, kecuali kalau memang suami memang tidak bisa atau sudah meninggal. Malu itu suami (diketahui oleh orang lain) kalau istrinya yang mencari, dibilangi “lelaki pacce” (Burane Pacce). Kan itu suami tugasnya mencari uang.

Biasa juga perempuan bantu-bantu suaminya kerja, seperti misalnya di pulau Sanane, istri yang bawa ikan ke Paotere kalau suaminya dapat ikan, tapi tidak ikut mencari ikan. Kalau di sini (Bone Tambu), tidak ada yang begitu seperti di Sanane. Kecuali istrinya Dg. Kadere yang pergi ke Makassar bawa ikan (ikan sunu hidup) kalau anaknya dapat ikan. Tapi dia Cuma mengatur ikan, anaknya yang laki-laki pergi mencari. Kalau dg. Kadere sendiri tinggal di rumah, dia tidak turun lagi mencari karena banyak anak laki-lakinya yang sudah besar. Anak-anaknya menggunakan perahu sendiri (mandiri) untuk mencari ikan.

b. Istri yang baik

Suami dan istri adalah satu kesatuan yang tidak dapat dilihat secara

terpisah. Dalam keluarga, suami dan istri adalah anggota tim yang masing-

masing memiliki peran yang berbeda dengan tujuan yang sama, yaitu

“membangun keluarga” yang sejahtera. Untuk mencapai tujuan tersebut,

suami dan istri “bekerjasama” dan bukan bekerja “bersama-sama”. Berikut

kutipan wawancara dengan salah seorang nelayan:

55

Page 56: Skripsi Lengkap Narto

“...tidak baik itu kalau istri juga ikut kerja, tidak apa dia kerja cukup di darat saja, seperti menjual-jual makanan. Kalau istri juga mencari atau istri sibuk baru kita pulang mencari, siapa yang mau urusi kita... siapa yang urus anak di belakang, siapa yang urus rumah. Kalau kita pulang mencari, tidak ada lagi yang bisa dikerja di darat karena kita sudah capek, tinggal istirahat saja. Atau misalnya kita sakit, baru istri sibuk dan juga sakit, siapa yang urus...”

Meskipun istri tidak memiliki pekerjaan yang menghasilkan uang, dan

hanya bekerja sebagai “istri”, yaitu memasak, mencuci, menyiapkan

makanan, merawat anak, tapi itu adalah bentuk peran yang juga bertujuan

membentuk keluarga yang “sejahtera”. Sebaliknya, suami yang bekerja

mencari uang sesungguhnya tidak bekerja untuk dirinya sendiri, tetapi untuk

seluruh anggota keluarga, istri dan anak. Uang adalah hal yang penting

dalam keluarga, namun tidak berarti bahwa suami yang secara langsung

memperoleh uang memiliki kekuasaan mutlak dalam keluarga. Istri juga

memiliki kekuasaan, dalam rumah tangga.

Kalau itu istri, dia yang atur belanja, dia yang simpan uang. Jadi kalau suami sudah dapat ikan, kemudian dijual dan hasilnya diserahkan kepada istri. Tidak baik kalau suami yang simpan uang. Kan itu istri istilahnya “bank”-nya keluarga, yang namanya bank tidak pergi-pergi. Kalau suami yang simpan uang dan dibawa kemana-mana, nanti habis mungkin dibelanjakan disembarang tempat atau dirampok.

Senada dengan hal di atas, seorang punggawa juga menjelaskan:

“Istri itu tugasnya menyimpan uang, berapa saja pendapatan suami, semua harus diserahkan kepada istri, nanti kalau suami mau belanja baru minta sama istri. Meskipun suami yang memegang uang usaha, tetap harus diketahui oleh istri, sebab tidak baik kalau terjadi apa-apa dibelakang, sementara istri tidak tau dari awal, istilahnya orang Makassar “nasassala

56

Page 57: Skripsi Lengkap Narto

bura’nena. Itu tidak baik, rejeki tidak bisa lancar kalau begitu. Jadi harus dibicarakan dulu dengan istri kalau mau belanja untuk keperluan nelayan...

Namun, kewenangan istri untuk mengatur keuangan keluarga bukan

berarti bahwa istri berhak membelanjakan uang semaunya. Dia juga harus

membicarakan dengan suami. Istri yang baik harus pintar menyimpan uang

untuk kebutuhan keluarga dan juga untuk kebutuhan yang tidak diduga.

Selain itu, istri yang baik juga harus bersyukur dengan rejeki yang diperoleh

suaminya. Jika diberi uang yang banyak dia bersyukur, jika sedikit, dia harus

bersabar. Doa istri sebelum suami berangkat mencari dan setelah pulang

membawa hasil adalah hal penting, karena begitu caranya agar rejeki lancar.

Informan lainnya juga mengatakan:

...istri yang baik adalah istri yang mendengarkan kata-kata suaminya, tidak asal berbuat. Sementara istri yang tidak baik adalah istri yang tidak mendengarkan kata-kata suaminya. Misalnya, kalau istri mau ke suatu tempat di luar rumah, seharusnya dia minta izin pada suami, tidak boleh “piti-piti Gau”. Seperti istri saya, dia itu tidak mau tinggalkan rumah tanpa minta izin pada saya. Seperti tadi juga, waktu saya hendak pergi menangkap ikan, istri saya melihat mau hujan, dia melarang saya tunggu pergi, jadi saya juga menunggu sampai hujan reda. Begitulah istri yang baik. Itu kau lihat di dalam, dia itu kalau ada orang (tamu), belum dikasi tau dia langsung bikin kue15...Dalam pembagian perannya, suami dan istri memiliki wilayah dimana

mereka memiliki otoritas untuk mengambil keputusan, namun bukan

keputusan yang “sewenang-wenang”. Bagaimana pun, setiap keputusan

15 Pada saat melakukan wawancara, istri informan sedang menggoreng pisang untuk dihidangkan kepada peneliti

57

Page 58: Skripsi Lengkap Narto

yang akan diambil oleh suami atau istri dalam “wilayahnya” harus diketahui

oleh pasangan mereka.

3. Perbedaan Peran Gender Sebagai Bentuk Keseimbangan

Pembagian peran antara suami dengan istri pada masyarakat yang

diteliti mirip dengan pembagian peran gender yang ada pada masyarakat

yang lain. Hal yang sama terjadi bahwa suami berperan di luar rumah dan

istri berperan di dalam dan sekitar rumah. Fenomena ini oleh sebagian ahli

dipandang sebagai bentuk ketimpangan, di mana istri hanya memiliki sedikit

hak untuk mengatur rumah tangganya. Hal ini terjadi karena suami relatif

lebih banyak memberikan sumbangsih kepada keluarganya, yang mengacu

pada pandangan bahwa peran suami di luar rumah, yaitu mencari nafkah,

dianggap lebih penting dibanding peran istri yang hanya tinggal di rumah

untuk memasak, membersihkan dan merawat anak.

Pada masyarakat yang diteliti (yaitu masyarakat di pulau

Bonetambung), pembagian peran antara suami dan istri seperti dijelaskan

sebelumnya adalah hal yang umum. Hal tersebut tidak dapat dipandang

sebagai sebuah bentuk ketimpangan karena pembagian peran tersebut

ditempuh sebagai langkah untuk menangani keterbatasan masing-masing

person (yaitu suami dan istri). Hal ini berimplikasi pada kepemilikan hak yang

sama terhadap pengambilan keputusan terhadap sesuatu yang sedang atau

akan dilakukan. Istri, meskipun tidak secara langsung mencari nafkah, tetapi

58

Page 59: Skripsi Lengkap Narto

dia memiliki hak untuk mengatur pengeluaran suaminya. Bukan hanya itu,

hampir setiap sesuatu yang akan dilakukan oleh suami, termasuk masalah

kenelayanan, harus diketahui oleh istrinya, meskipun secara publik istri tidak

boleh secara terang-terangan mengatur suami. Sebaliknya, sang istri jika

hendak melakukan sesuatu, misalnya membuka warung, berangkat ke

Makassar dan hal lainnya, hendaknya terlebih dahulu diberitahukan kepada

suami.

Bagi nelayan, hanya satu hal tabu yang tidak boleh dilanggar, yaitu

naik perahu penangkapan pada saat haid atau datang bulan. Diluar masa

tersebut, perempuan boleh saja naik perahu nelayan, bahkan juga boleh ikut

menangkap ikan (pada beberapa puluh tahun yang lalu, sekita tahun 70-an,

seorang anak gadis boleh ikut dengan orang tua atau paman mereka ke laut

untuk menangkap ikan asalkan tidak haid. Perempuan juga pintar

mendayung perahu dan tidak ada masalah. Yang dianggap masalah ialah

ketika pergi ke laut bersama laki-laki lain yang bukan muhrimnya).

Namun, sekarang tidak ada perempuan yang ikut mencari ikan bukan

karena aturan adat, tetapi karena tidak ada lagi perempuan yang mau ikut ke

laut. Menurut salah satu ibu (istri nelayan), sekarang cewe’cewe’ sudah takut

hitam, mereka sekarang sibuk dengan alat makeupnya, jika dibanding

dengan dulu, kita waktu cewe sering ke laut ikut sama bapa untuk mencari

ikan. Kalau ada pemuda (nelayan) yang tertarik sama kita, dia akan bilang

kepada orang tua kita, biasanya orang jodoh karena ketemu di laut.

59

Page 60: Skripsi Lengkap Narto

Adapun istri nelayan sekarang, tidak ikut ke laut juga bukan persoalan

adat tapi karena pandangan bahwa lebih baik tinggal di rumah merawat anak

di banding ikut melaut. Seorang suami juga merasa malu jika istrinya ikut

melaut, “nanti nabilang orang suaminya tidak bisa memberi makan”. Kecuali

jika suami tidak mampu, maka istri boleh saja bekerja keras untuk mencari

nafkah karena itu adalah jalan terakhir untuk menghidupi keluarga. Salah

seorang warga pulau Bonetambung, yaitu seorang perempuan dengan umur

kurang lebih 45 tahun, berprofesi sebagai pedang ikan hidup. Dia yang

langsung membawa ikan hasil tangkapan beberapa anak laki-lakinya ke

Makassar. Hal ini bukan sesuatu yang ‘aneh’ bagi masyarakat Bonetambung,

bahkan mereka mengatakan bahwa itu adalah sesuatu yang bagus karena

memang suami beliau sudah tua.

Informan mengatakan:

kalau istri juga turun ke laut mencari ikan, siapa yang mengurus anak mereka? Siapa yang mengurus pekerjaan di rumah? Jadi, supaya suami bisa enak kerja, jadi istri juga kerja di rumah, kalau suami datang langsung bisa makan, istirahat, tidak ada lagi yang dipikirkan kalau tiba dari laut. Kemudian, suami merasa malu kalau harus istrinya turun ke laut. Menurutnya, pekerjaan sebagai nelayan adalah bagian laki-laki yang berat, jadi jika istri harus bekerja berat orang akan berkata bahwa suaminya tidak bertanggung jawab, tidak bisa memberi nafkah kepada istrinya.

Ditambahkan oleh seorang informan perempuan:

...dulu, waktu dia masih gadis, biasa ikut sama kakeknya ke laut, dia juga mendayung, jadi wajar saja kalau cewe-cewe dulu banyak yang pintar mendayung. Sekarang anak perempaun sudah sibuk bergaya, hidup mereka sudah sangat

60

Page 61: Skripsi Lengkap Narto

enak dibanding orang tua dulu. Sekarang yang anak perempuan pikirkan adalah bagaimana caranya supaya lebih cantik dilihat. Apalagi sekarang memang tidak susah cari uang dibanding dulu, jadi biar perempuan tidak turun mencari ikan bisa juga makan enak. Kalau mau dapat uang, bisa jual-jual seperti kue, alat-alat kecantikan...

B. Peran Istri Punggawa pada Masyarakat Pulau Bonetambung

Untuk menjelaskan peran istri punggawa usaha ikan hidup, penulis

membedakan peran mereka pada dua model peran, yaitu peran langsung

dan peran tidak langsung. Peran langsung adalah kegiatan yang dilakukan

istri punggawa yang berkaitan langsung dalam usaha perikanan. Peran

langsung ini misalnya mencatat piutang, mensortir ikan, menimbang ikan,

membayar hasil tangkapan nelayan, mempersiapkan bekal makanan yang

akan dibawah oleh suami ke laut, membuka kios sembako dan sebagainya.

Sedangkan peran tidak langsung adalah kegiatan yang dilakukan oleh

istri punggawa di luar usaha perikanan namun secara signifikan berpengaruh

terhadap usaha. Peran tidak langsung ini berupa gosip atau bergaul dengan

tetangga, arisan, upacara daur hidup, menyambut dan melayani tamu dan

sebagainya.

1. Peran Langsung

Usaha perikanan yang dimiliki oleh seorang punggawa sesungguhnya

tidak terlepas dari peranan istrinya. Meskipun peranan istri tidak nampak

61

Page 62: Skripsi Lengkap Narto

sebagaimana halnya kesibukan suami yang setiap saat dapat kita amati,

namun peran istri bukan sesuatu yang tidak penting. Bahkan, maju

mundurnya usaha perikanan kerap diawali dari peran istri. Berikut ini, penulis

akan menggambarkan peran istri yang secara langsung dan signifikan

mempengaruhi usaha perikanan, namun terkadang tidak nampak dalam

kehidupan sehari-hari, hanya dapat dipahami jika kita hidup bersama mereka.

a. Peran Istri dalam Memulai Usaha Perikanan

1) Peran Istri dalam Merencanakan Usaha dan Mengumpulkan Modal

Untuk memulai usaha, istri calon punggawa memiliki peran dalam hal

mengumpulkan modal. Berikut kutipan wawancara dengan salah seorang

punggawa darat.

...dalam memulai usaha ada istri yang berani mendukung suami dan ada juga yang tidak berani. Istri yang tidak berani biasanya dia berpikir bahwa bagaimana nanti kalau uang tidak kembali. Sementara istri yang berani, dia akan dukung suaminya jadi punggawa, dia akan menyimpan uang sedikit-sedikit, kalau sudah cukup akan dikasi ke suami untuk modal (komentarku, meskipun sebagian modal awal diperoleh dari pihak lain Saya sendiri, separoh saya dapat dari punggawa di kota atau bos besar sebagian juga modal yang dikumpul-kumpul. Jadi rata-rata itu kalau istri mau suaminya jadi punggawa, pasti dia dukung sekali. Jadi kalau suami jadi punggawa, dia cerita memang ke istri, tidak baik kalau tidak dikasi tau, nanti kita rugi misalnya, kita dipaccidda sama istri, dia tidak maumi bantu kalau ada apa-apa. Misalnya kita bisa pake emasnya istri untuk digadaikan, atau ada simpanannya, nah begitu kalau istri tau dan dia setuju. Istri yang mendukung juga pasti akan menghemat pengeluaran, misalnya tidak membeli barang-barang mewah, meskipun uangnya cukup, tetapi tidak dibelanjakan karena dia mau menambah usaha. Siapa tau ada paboya yang mau pindah dari punggawanya dan dia minta sama kita, harus ada persediaan. Apalagi itu

62

Page 63: Skripsi Lengkap Narto

paboya kalau ada utangnya misalnya 1 juta, pasti dia akan minta lebih banyak pada calon punggawanya yang baru. Pasti begitu, tidak pernah tidak, jadi kita juga harus persiapkan semua. Jadi, kalau istri baku cocok ma suami, pasti dia tidak royal membelanjakan uang dan dia akan membantu suami untuk meningkatkan usahanya...(DC)

Dari informasi yang dijelaskan oleh informan di atas, kita dapat melihat

bagaimana istri berperan dalam memulai usaha perikanan. Peranan yang

disebutkan di atas adalah peran dalam pengumpulan modal awal untuk

memulai usaha. Namun, jika dibandingkan dengan jumlah total modal yang

dibutuhkan dalam usaha perikanan, modal yang dikumpulkan oleh istri

sebenarnya masih jauh dari cukup. Akan tetapi dukungan istri adalah hal

yang sangat penting bagi masyarakat Bonetambung. Dukungan tersebut

terkait dengan keyakinan mereka bahwa salah satu faktor yang

mempengaruhi kelancaran rejeki suami adalah istri. Berikut ini penjelasan

salah seorang informan:

Begini ceritanya, itu “ponna assapparengnge” ada sama istri... dia yang memegang uang. Pertama, Tidak ragu memberikan uang kepada kita (suami). Kalau hatinya tidak ihlas memberikan uang, menggerutu, pasti itu usahanya tidak bisa bejalan dengan baik sebab itu uang tidak halal. Itu uang dari kita kemudian dikembalikan dengan tidak ihlas. Tapi kalau istri yang baik, sebaliknya, dia ihlas memberikan uang kepada suami untuk membuka atau menjalankan usaha, tidak bisa salah itu pekerjaan, pasti akan berjalan dengan baik. (HSN)

Hal di atas juga senada dengan penjelasan seorang informan berikut:

Kita itu suami, kalau mau mengerjakan sesuatu, mesti dikasi tau dulu itu istri, nanti istri besar hatinya baru kita bisa mulai mengerjakannya. Kalau tidak besar hatinya, tidak usah dikerjakan, bikin cape’ saja karena pasti rugi itu. Sama

63

Page 64: Skripsi Lengkap Narto

misalnya, sekarang saya tidak turun mencari karena selalu rugi, pasti selalu ada sangkutan utang sama punggawa karena lebih banyak ongkos dari ikan yang ditangkap. Itu terjadi kalau saya mau berangkat mencari lantas ibu tidak besar hatinya. Apalagi kalau ada sedikit pertentangan dengan ibu, kemudian marah-marah, lebih baik jangan pergi, takut kecelakaan di tengah laut.

Beberapa tahun terakhir, usaha ikan hidup di pulau Bonetambung

semakin menarik untuk diamati. Hal yang menarik adalah munculnya banyak

nelayan berdikari, yaitu punggawa laut atau sawi yang langsung memperoleh

modal dari pihak lain selain punggawa darat. Hal ini mengakibatkan hampir

semua punggawa darat di pulau Bonetambung mengalami penurunan usaha

sebab punggawa laut yang dulunya bekerja dengannya kini telah “memiliki”

alat tangkap sendiri.

Salah satu mantan punggawa laut bernama Ammang kini telah

“berhasil” menjadi punggawa berdikari16 karena mendapat dukungan yang

kuat dari istrinya. Sang suami adalah punggawa laut yang dikenal rajin

bekerja dan rejekinya bagus. Kelebihan ini membuatnya disenangi oleh

punggawa darat. Namun karena dorongan istri yang sangat kuat agar

suaminya membeli perahu sendiri menyebabkan sang suami memohon izin

kepada punggawanya untuk membeli sendiri.

Aturan yang berlaku jika seorang sawi hendak lepas dari

punggawanya adalah dia harus melunasi seluruh utangnya pada punggawa

darat. Untuk melunasi utang tersebut, sang istri menyimpan uang sedikit

16 Untuk penjelasan punggawa berdikari, dapat dilihat pada bab sebelumnya.

64

Page 65: Skripsi Lengkap Narto

demi sedikit tanpa sepengetahuan suami. Setelah uang tersebut cukup untuk

melunasi utang, maka segeralah sang istri memberitahukan suami untuk

melunasi hutangnya. Kemudian, berkat bantuan keluarga sang istri, sang

suami diberikan pinjaman uang untuk membeli perahu penangkapan. Sang

suami tidak diharuskan menjual ikan kepada keluarga sang istri, karena

profesinya bukan sebagai pembeli ikan, tetapi seorang pegawai di salah satu

instansi.

Menurut informasi dari beberapa keluarga Ammang, memang Istri

Ammang dikenal pandai menyimpan uang. Jika diamati dalam kehidupan

sehari-hari, Istri Ammang memang terlihat berbeda dengan istri nelayan yang

lain. Dia jarang ke Makassar untuk berbelanja. Dia juga jarang ditemukan

membeli makanan atau barang lainnya secara berlebihan. Meskipun sang

istri tidak memiliki usaha kelontong sebagaimana beberapa istri nelayan

lainnya, tetapi kepandaiannya mengatur uang konsumsi menjadi hal yang

menonjol.

Menurut pengakuan beberapa nelayan, pendapatan Rp. 100.000

perhari belum cukup untuk disimpan, bahkan masih kurang untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari. Karena istri mereka boros membelanjakan uang,

setiap ada penjual yang lewat, pasti dibeli. Jadi, salah satu kunci agar

nelayan dapat menyimpan sebagain pendapatannya adalah pada istri.

Sebenarnya, seorang istri dapat dipastikan akan mendukung

suaminya untuk memulai usaha perikanan. Hal ini mengingat bahwa mereka

65

Page 66: Skripsi Lengkap Narto

hidup di pulau kecil, dan usaha perikanan adalah usaha yang relatif lebih

mudah dilakukan dibanding usaha yang lain. Salah satu informan

mengatakan:

...kalau menyangkut membuka usaha, apakah istri mengizinkan atau tidak, itu tergantung jenis pekerjaannya, kalau dia orang pulau, terus suami mau mencari kerja di kota... umpamanya mau menarik becak, pasti istri tidak izinkan. Tapi kalau pekerjaan itu menyangkut di pulau, pekerjaan apapun itu, berisiko atau tidak beresiko pasti istri mengisinkan. Misalnya, kita kan orang pulau, saya mau terjun membius, itukan beresiko tapi pasti istri akan mengisinkan karena kita ini kerja di pulau, tinggal di pulau, apa yang mau dimakan, iya kan... kecuali mau cari pekerjaan di kota mungkin tidak diizinkan... (HD)

Jika kita memperhatikan kutipan wawancara di atas, mungkin kita

akan berpikir bahwa dukungan istri adalah hal yang biasa atau bisa dilakukan

oleh setiap istri. Akan tetapi, tidak semua istri dapat memberi dukungan

sebagaimana halnya kisah istri Ammang yang digambarkan di atas. Semua

istri ingin suaminya memiliki usaha sendiri agar keadaan ekonomi keluarga

meningkat, namun tidak semua mampu memulainya dengan merubah

kebiasaan, misalnya kebiasaan boros dan sebagainya.

2) Peran Istri dalam Perekrutan Sawi

Dalam kehidupan sehari-hari, hampir kita tidak dapat menemukan

keterlibatan istri punggawa secara langsung dalam usaha suaminya. Setiap

hari kita hanya melihat mereka mencuci, mesak, memandikan anak (bagi

66

Page 67: Skripsi Lengkap Narto

mereka yang anaknya masih kecil) dan berkumpul sesama perempuan untuk

membicarakan banyak hal, baik soal pakaian, makanan atau pun hal lainnya.

Namun, hal yang disebutkan terakhir, yaitu berkumpul sesama perempuan

adalah hal yang sangat menarik.

Hubungan yang akrab antara istri punggawa dengan istri paboya

adalah faktor penting dalam hal perekrutan sawi. Seorang nelayan yang

datang kepada punggawa darat untuk meminta pinjaman uang atau perahu

biasanya karena dorongan istrinya. Begitu juga sebaliknya, seorang sawi bisa

saja pindah kepada punggawa lain akibat hubungan yang tidak harmonis

antara istri sawi dengan istri punggawanya.

Berbincang-bincang dengan sesama perempuan adalah hal yang

dapat dijumpai setiap hari, terutama pada waktu istirahat siang. Kebiasaan ini

membangun hubungan yang akrab di antara mereka membentuk semacam

ikatan emosi. Jika salah satu di antara mereka ada yang kesulitan, yang lain

merasa terdorong untuk membantu. Hal yang dibicarakan adalah

menyangkut kehidupan sehari-hari dan terkadang dianggap tidak penting

oleh laki-laki.

Meskipun pembicaraan mereka dianggap kurang penting oleh

kebanyakan orang, namun seorang punggawa darat menjelaskan bahwa

hubungan antara istri punggawa dengan istri sawi itulah yang sangat

berpengaruh terhadap keberlangsungan usaha suami. Berikut kutipan

wawancara dengan seorang punggawa darat:

67

Page 68: Skripsi Lengkap Narto

...tidak jarang itu punggawa sukses karena istrinya, pendorong usaha yang paling utama adalah istri, ujung tombak. Umpamanya, ada orang yang mau masuk menjadi sawi, kita tidak mau tapi istri yang mau, atau istri yang mencari orang untuk masuk kerja dengan kita. Tidak boleh dibilang ini usaha laki-laki jadi tidak boleh dicampuri istri, justru lebih baik kalau istri ikut campur dalam usaha, apabila usaha hancur, istri tidak menyesal, istilahnya nasassala’... ...itu dalam menarik orang supaya mau masuk kerja dengan kita, itu istri yang paling penting peranannya, kita kan cuma bergaul dengan laki-laki, atau sering di kota, itu istri kebanyakan tinggal di pulau bergaul dengan tetangga dengan sesama ibu-ibu. Kalau dia bagus sama ibu-ibu yang lain, pasti ibu-ibu itu akan menyuruh suaminya atau anakknya untuk masuk ke kita. Misalnya, istriku dekat dengan ibu A, dia tanya ke ibu A, suamimu apa kerjanya, kalau tidak ada datang saja ke Haji Laki-laki (si punggawa), dia pasti belikan suamimu perahu, padahal nanti di rumah dia baru kasi tau saya, kalau datang suaminya atau anaknya ibu A, kasikan saja. Begitu istri, dia yang jadi penasehat kita. Itu istri dibandingkan dengan kita dalam menarik paboya, kita cuma dapat satu, kalau istri dapat dua, kenapa, karena kalau kita cuma bisa pengaruhi laki-laki tidak bisa pengaruhi istrinya, kalau saya misalnya ketemu dengan laki-laki saya bilang nanti saya belikan kau perahu, dia pasti akan bilang nanti saya pikir-pikir dulu, dia pasti akan bicara dulu sama istrinya. Kalau istri dia pengaruhi dulu istrinya baru nanti istri paboya yang pengaruhi suaminya, itu istri di nelayan besar sekali pengaruhnya kepada suami, dia itu kuat sekali membujuk suami. Kalau si anak misalnya sudah besar, sudah bisa pergi mencari, kalau istriku dekat dengan ibunya “kalau anakmu butuh perahu, datang saja ke H laki-laki”, ini anak pasti mau kalau mamanya yang suruh dia ke saya. Jadi istri itu ujung tombak.Memang laki-laki itu sering bilang bahwa perempuan itu tidak tau masalah, memang begitu kalau istri yang memegang penuh usaha tidak bisa juga berkembang karena istri biasanya hanya satu kali bepikir, tapi justru itulah istri karena pikirannya dia satu kali saja jadi dia kuat sekali mempengaruhi, satu kali dia mau dia akan desak terus suaminya sampai mau dipenuhi. Begitu juga dalam menarik sawi, kalau istri paboya yang sudah mau ke kita, biar dia kerja sama orang lain, kalau ada masalahnya di sana pasti dia akan diarahkan istrinya ke kita. Jadi istri itu ujung tombak meskipun

68

Page 69: Skripsi Lengkap Narto

dia tidak terjun langsung tapi dia yang mempengaruhi suami di rumah. Lihat misalnya juga itu orang jawa yang datang menjual jamu di makassar, kalau dia tidak pandai-pandai, pasti tidak ada langganannya. Misalnya, kalau ada orang mau minum jamu tapi uangnya tidak ada, dia bilang nanti besok-besok kau bayar, pas besok ada penjual jamu yang lain, pasti dia tidak akan membeli jamu di situ karena ada utangnya sama penjual jamu yang kemarin, jadi begitu pandai-pandai mencari langganan. Biasa itu saya pelajari, kalau ada yang datang sama saya, pasti dia sudah kasi tau istriku, jadi kalau dia (calon sawi) datang sama saya, biar pun saya belum mau, tapi karena dia ‘dibantu’ sama istriku untuk mendorong saya supaya mau memberikan...

Sehungan dengan penjelasan informan di atas, seorang istri sawi

mengatakan:

...kita itu nelayan, mau minta sama siapa lagi kalau bukan pada punggawa, apalagi kalau suami tidak memperoleh hasil tangkapan yang banyak. Tapi biasanya itu suami malu-malu minta sama punggawanya, tapi bagaimanami kalau kita mau belanja tapi tidak ada uang. Mau tidak mau harus pinjam. Itu bagus kalau kita dengan istri punggawa, biasanya saya minta sendiri lewat dia, nanti dia yang kasi tau suaminya. Tapi ada juga istri punggawa yang pelit sekali, kita biasa minta dia selalu bilang tidak ada, padahal sebenarnya ada itu. cuma kalau suamita tidak banyak didapat ikan, itumi dia juga malas kasiki uang, tapi kalau suamita banyak didapat, tidak enaknya ji biar tidak minta kita dikasi juga... Coba kau lihat itu istrinya H. Beddu (nama samaran), pelit sekali, tapi liatmi sekarang maumi najual perahunya tapi tidak ada yang mau beli. Kalau saya itu, kusuruh mentong suamiku sama anakku pindah, apalagi dia sering cerita ke orang lain kalau anakku ikut tapi sedikit ikan didapat...

Sehubungan dengan informasi di atas, seorang istri punggawa juga

menjelaskan kepada penulis

...itu juga kalau itu paboya ada yang dia minta sama kita, biar ada baru kita bilang tidak ada, tentu itu paboya tidak suka baru kita dicerita pada orang lain. Begitu biasa na usahanya

69

Page 70: Skripsi Lengkap Narto

orang tidak bagus karena orang tidak suka sama kita. Itu biasa kalau Haji Laki-Laki tidak ada baru dia datang sama saya baru saya tidak kasi, biasa dia cerita “kalau tidak ada H Laki-Laki dia tidak kasi kita, jadi saya, biar tidak ada H Laki-laki mesti kukasi juga, tapi saya kasi tau dulu lewat telepon biasa bilang ini si anu datang minta pembeli minyak”. Itu usahanya kita dari orang ji, jadi kalau kita tidak baik sama orang, tidak bisa juga bagus ini usaha. Jadi, kalau ada perlunya sama kita, diusahakan untuk dikasi...

Untuk memulai sebuah usaha, modal yang banyak dan kepekaan

terhadap keperluan sawi adalah hal yang paling utama dimiliki. Punggawa

beserta istrinya tidak boleh terlalu banyak perhitungan, terutama dalam hal

kebutuhan sawi. Modal yang dimiliki harus melebihi dari perhitungan

keperluan usaha (tidak boleh pas, harus lebih). Hal ini dikarenakan banyak

kebutuhan sawi yang tidak terduga dan kebutuhan tersebut sebenarnya

diluar usaha (menyangkut kebutuhan sehari-hari sawi). Punggawa harus rela

memberikan uang lebih dan tidak menghitungnya jika ia ingin sawinya tetap

betah. Bahkan dalam kondisi usaha rugi setelah menjual hasil tangkapan,

punggawa harus tetap memberikan uang kepada sawi karena mereka telah

berusaha semaksimal mungkin. Di satu sisi, sawi juga akan merasa malu

untuk sering menerima uang cuma-cuma dari punggawanya jika ia tidak

sering mendapat tangkapan yang banyak. Meskipun tidak dihitung, tapi

menerima uang Cuma-Cuma adalah menjadi “hutang budi” bagi Sawi. Tidak

semua operasi mengalami kerugian, makanya punggawa harus rela memberi

uang kepada sawi jika kerugian terjadi.

70

Page 71: Skripsi Lengkap Narto

Biasanya, pemberian uang itu tetap masuk dalam catatan utang sawi

kepada punggawa, tapi hal itu tidak menjadi masalah selama sawi tetap rajin

bekerja pada punggawanya (“setia”). Secara tidak langsung, uang yang

diberikan punggawa kepada sawi untuk keperluan di luar usaha akan kembali

melalui keuntungan operasi. Itulah sebabnya punggawa tetap tidak rugi jika

dia tidak menuntut utangnya dilunasi selama sawi tetap setia kepadanya.

Pertanyaannya, kenapa punggawa tetap memasukkannya ke dalam

catatan utang jika itu tidak akan ditagih? Catatan utang itu adalah sebuah

kontrak bahwa sawi akan tetap bekerja padanya. Catatan utang itu adalah

semacam surat jaminan sawi. Catatan utang adalah kontrak kerja yang

seakan-akan redaksinya adalah “ini catatan utangmu, saya tidak akan

menagihnya jika kamu tetap bekerja pada saya”. Dalam jangka waktu

tertentu, uang yang diberikan (di luar keperluan produksi) oleh punggawa

kepada sawinya ini tetap akan kembali dalam bentuk keuntungan menjual

hasil tangkapan oleh punggawa. Makanya, punggawa tidak akan rugi jika dia

membebaskan utang sawinya jika dia (sawi) telah lama bekerja.

Sawi yang rajin bekerja dan dipercaya memiliki rejeki yang bagus

(dilihat dari hasil tangkapan setiap beroperasi) akan sangat disayangi oleh

punggawa. Punggawa tidak segan-segan memberikan “pinjaman” uang

kepada sawi tersebut jika dia membutuhkan. Sebaliknya, sawi yang seperti

ini juga tidak segan-segan meminta “uang utang” kepada punggawanya

karena dia merasa itu seimbang dengan hasil kerjanya. Namun, sawi yang

71

Page 72: Skripsi Lengkap Narto

memiliki pertimbangan baik soal uang tidak akan banyak meminta uang

kepada punggawanya. Karena jika dia banyak meminta uang, berarti dia

harus terus bekerja pada punggawa tersebut. Suatu saat jika dia hendak

beralih pada usaha lain yang tidak dimiliki punggawanya, hal itu akan

mempersulitnya, atau ada pertimbangan bahwa suatu saat dia akan menjadi

nelayan mandiri, maka dia harus pandai menahan keinginannya untuk

meminta uang pada punggawa.

b. Peran Istri dalam Pengelolaan Modal dan Konsumsi

Pengelolaan modal adalah salah satu hal yang sangat penting dalam

suatu usaha. Semua jenis usaha, baik itu usaha perikanan maupun usaha

lainnya tentunya harus memperhatikan hal ini. Namun dalam penerapannya

terdapat perbedaan antara usaha perikanan yang diteliti dengan usaha jenis

lain yang lebih formal. Pengelolaan modal dalam usaha perikanan cenderung

sangat dipengaruhi oleh budaya yang dianut dalam masyarakatnya, terutama

dalam hal pengelolaan modal. Dalam sebuah perusahaan, dengan sengaja

direkrut seorang yang memiliki keterampilan khusus dalam mengelola uang,

namun usaha perikanan tidak demikian. Usaha perikanan adalah milik

keluarga, tanpa membutuhkan keterampilan khusus, anggota keluarga dapat

secara langsung menjadi karyawan.

Menyangkut pengelolaan modal ini, istri adalah aktor yang sangat

berpengaruh. Sebagaimana telah digambarkan secara umum pada bagian

awal, bahwa kedudukan istri dalam rumah tangganya adalah sebagai

72

Page 73: Skripsi Lengkap Narto

pengelola uang, sementara suami berperan untuk mengumpulkan uang.

Berikut, penulis akan menggambarkan peran istri punggawa dalam hal

pengelolaan uang, baik modal usaha maupun konsumsi.

1) Istri Sebagai Bendahara Keluarga dan Usaha

Pada bagian awal, telah digambarkan secara umum pembagian peran

antara suami dan istri, yaitu suami sebagai pencari nafkah, dan istri yang

berperan mengelola pendapatan suami. Meskipun suami sebagai tulang

punggung keluarga, namun ia tidak memiliki keputusan mutlak terhadap

uang. Karena secara normatif, suami tidak boleh mengatur keuangan secara

berlebihan, karena istri juga memiliki hak di dalamnya. Bahkan mereka

percaya bahwa rejeki keluarga tidak akan baik jika suami dan istri tidak

mempercayakan peran masing-masing anggota keluarga.

Semua kebutuhan istri adalah tanggung jawab suami untuk

memenuhinya. Jika suami tidak mampu melakukannya, mereka akan merasa

malu pada orang lain. Seorang istri akan dibenarkan oleh masyaraktnya jika

marah kepada suami karena tidak rajin bekerja. Suami juga akan merasa

malu jika ketidak cocokan dengan istrinya dibicarakan oleh orang lain karena

persoalan uang.

Masyarakat pulau Bonetambung meyakini bahwa salah satu faktor

utama kelancaran rejeki sebuah rumah tangga adalah keharomnisannya.

Rumah tangga yang tidak harmonis juga tidak akan memperoleh rejeki yang

baik. Keluarga yang tidak pernah terdengar masalah di dalamnya juga

73

Page 74: Skripsi Lengkap Narto

dianggap sebagai keluarga yang bahagia dan suatu saat akan mendapat

rejeki yang bagus. Dengan demikian, menjaga keharmonisan rumah tangga

adalah hal yang penting.

Suami sebagai kepala keluarga dan juga sebagai tulang punggung

pendapatan, termotifasi untuk bekerja secara maksimal oleh keyakinan

mereka. Mereka memandang bahwa istri adalah “ponna assapparengnge”

atau pokok utama pencaharian. Semua pendapatan diserahkan kepada istri

untuk dikelola. Suami wajib mencari nafkah semaksimal mungkin dan istri

wajib menjaga pendapatan suami. Jika keduanya, yaitu suami dan istri

menjalankan perannya dengan baik, maka keluarga tersebut akan

memperoleh rejeki yang banyak.

Seorang informan mengatakan bahwa tidak ada tujuan lain seorang

suami untuk mencari nafkah selain untuk istri. Hal yang paling pertama

dipenuhi adalah kebutuhan istri setelah itu baru merencanakan tujuan yang

lain, namun pada intinya harus untuk anggota keluarganya.

Seorang suami yang mencari nafkah kemudian tidak menyerahkan

pendapatannya kepada istri disebut dengan istilah “kampidokang”.

Kampidokang adalah sesuatu yang memalukan bagi mereka. Pada saat

pengumpulan data, setiap kali penulis menanyakan soal kampidokang,

informan selalu ketawa kemudian mengatakan “itu tidak baik”. Informan

menjelaskan kampidokang sebagai berikut:

74

Page 75: Skripsi Lengkap Narto

...kampidokang itu istilahnya kalau dia tidak jujur memberikan uang kepada istri, misalnya dia sudah menjual ikan dan hasilnya 5 juta, dia hanya memberi separuhnya, itu disebut kampidokang. Bila dibelakang hari istri tau bahwa ternyata suami menyembunyikan uang, istri akan marah dan akhirnya rejeki terhalangi...(HT)

Seorang istri punggawa juga menjelaskan kepada penulis tentang

kampidokang ini.

...itu biasa yang dibilang orang kampidokang, kalau suami mengatur belanjanya istri seperti beras, sayur dan keperluan rumah tangga yang lain. Jadi itu uang dibagi dua, satu bagian memang untuk modal dan satu bagian lainnya untuk belanja. Jadi, kalau soal modal, suami yang mengatur. Kalau misalnya ada paboya yang datang minta uang sama saya, meskipun itu modal saya yang simpan, tapi saya harus juga memberitahukan kepada suami sebelum memberi. Kalau suamiku bilang “nanti saya yang kasi”, jadi saya kasi tau bilang tunggu dulu Haji laki-laki. Itu kampidokang kalau suami terlalu pelit sama istri, dia kasi uang sedikit tapi kalau tidak ada ikan misalnya, dia tanya terus kenapa tidak ada ini, itu padahal uang yang dikasi juga sedikit, manna beras dia juga mau yang atur... (istri H Sumara)

Senada dengan informasi di atas, seorang punggawa darat juga

menjelaskan sebagai berikut:

...kampidokang, itu jelas jelek. Biasanya yang kampidokang itu adalah nelayan, misalnya harga ikannya dari punggawa 700 ribu, dia tidak kasi semua istrinya, yang dikasi hanya untuk kebutuhan satu hari, dia perkirakan memang sekian harga beras, sekian harga ikan dan sebagainya, baru pas-pas itu yang dikasi. Itu suami terlalu takut jangan sampai istrinya menghambur-hamburkan uang, jadi cepat sekali habis. Jadi itu istri kalau mau beli beras misalnya, minta lagi uang sama suami, yang dikasi uang pas saja...(DC)

Seluruh pendapatan suami harus diserahkan kepada istri, baik itu

untuk kebutuhan keluarga maupun modal usaha. Namun, tidak semua suami

75

Page 76: Skripsi Lengkap Narto

yang kampidokang akan dipandang negatif oleh masyarakatnya. Hal ini

sebagaimana dijelaskan oleh informan di bawah:

...tidak ada punggawa yang bangkrut karena kampidokang karena kampidokang ini hanya menyangkut kebutuhan sehari-hari, bukan menyangkut modal usaha. Memang punggawa yang mengatur uang usaha, tapi itu bukan kampidokang namanya. Kan itu uang sudah dipisahkan, modal usaha dengan belanja istri, tidak boleh dicampur. Yang dipegang oleh punggawa (suami) juga tidak semua, hanya sebagian. Kan biasa itu nelayan biasa tiba-tiba ada keperluannya, 100 ribu, 500 ribu, kebutuhan yang sedikit-sedikit, jadi lebih baik suami yang pegang. Sebagian lagi dipegang sama istri untuk disimpan. Kalau ada kelebihan modal (keuntungan) semuanya dikasi ke istri. Kalau menyangkut kebutuhan rumah, semua istri yang atur, karena dia tau semua berapa modal berapa keuntungan dan berapa yang bisa dibelanjakan....

Senada dengan hal di atas, informan lain mengatakan:

...ada yang kampidokang yang tujuannya baik dan ada pula yang tujuannya tidak baik. Yang tidak baik itu misalnya suami hanya memberikan separuh hasil penjualannya kepada istri dan sisanya digunakan untuk hal yang salah seperti mencari perempuan lain, mabuk, judi dan hal-hal lain. Jelas ini akan merusak usaha karena modalnya bisa habis. Dibelakng hari bila istri mengetahuinya, istri akan marah, akibatnya, bila ada sawi yang minta uang kepada istri punggawa, dia akan marah-marah dan mengatakan ‘datang saja ke punggawamu’, ini akan membuat sawi perlahan-lahan pindah. Kampidokang yang baik, suami hanya menyerahkan separuh uangnya dan sisanya digunakan untuk hal baik, misalnya membelikan perahu untuk sawi baru tanpa sepengetahuan istri, kalau modal itu ternyata berhasil memberi keuntungan, itu tidak masalah, tetapi bila ternyata tidak menguntungkan, istri akan mengomel, nakana mangkasar ‘nasassai’ bura’nenna, ‘siapa suruh tidak bilang-bilang sama saya’, begitu kata istri, nah, kalau istri sudah marah-marah begitu, lagi-lagi rejeki akan terhalangi. Jadi, kita itu suami memang mencari untuk istri, jadi apa saja yang akan kita lakukan untuk usaha harus dibicarakan dengan istri, kalau istri yang baik,

76

Page 77: Skripsi Lengkap Narto

pasti akan didukung dengan baik. Lain cerita kalau istri tidak baik, memang suami yang istrinya tidak baik tidak bisa bagus usahanya. ...

Dari penjelasan informan di atas, kapidokang ada yang bertujuan baik

dan ada juga bertujuan tidak baik. Namun rupanya kampidokang tetap saja

dapat berdampak negatif pada usaha perikanan di masa yang akan datang,

meskpun suami yang kampidokang memiliki tujuan yang baik. Hal ini

memberi pemahaman kepada penulis bahwa, setiap keputusan suami yang

menyangkut keuangan, baik itu untuk kebutuhan keluarga maupun modal

usaha, harus terlebih dahulu dibicarakan dengan istri.

Sebaliknya, istri yang boros juga merupakan hal yang tidak baik dalam

pandangan mereka. Lebih lanjut, informan menjelaskan bahwa :

Ada pula istri yang boros, itu disebut dengan istilah “baine buru’”. Dia belanjakan uang berlebihan sehingga tidak ada yang disimpan untuk usaha, siapa tau ada orang yang mau pinjam uang, sawi misalnya, terus uang sudah tidak ada, itu akan menyebabkan sawi pindah ke punggawa lain. Misalnya, dia minta 50 ribu, ternyata tidak dikasi karena memang sudah habis, tapi karena banyak punggawa, akhirnya sawi tersebut pindah ke punggawa lain, dia bilang, “uang 50 ribu saja yang saya minta untuk membeli rokok tidak dikasi apalagi kalau sudah banyak, lebih baik pindah ke punggawa yang mau memberi uang”. Istri yang buru’ artinya tidak menjaga suaminya, tidak memikirkan hal-hal yang bisa terjadi di belakang hari.(HT)

Informan lain juga mengatakan sebagai berikut:

...Istri juga harus pandai-pandai menyimpan uang, kalau ada uang yang masuk 10 ribu misalnya, ya simpanlah sebagian. Tapi kalau 10 ribu uang yang masuk terus belanjanya juga setiap hari 100 ribu, apakah tidak hancur?

77

Page 78: Skripsi Lengkap Narto

Begitu juga halnya kalau kita jadi punggawa. Kita dengan istri sudah perkirakan perbulannya, berapa yang harus dibelanja, kalau istri tidak pandai-pandai menyimpan uang, pasti itu usaha lama-lama hancur. Misalnya, ada uang yang masuk perbulannya 2 juta, tapi kalau belanja 3 juta, biar modal juga akan habis, jadi sama juga pengaturannya dengan keluarga nelayan (sawi)... (HD)

Dengan demikian, istri adalah aktor penting dalam menyimpan uang

dan suami adalah tokoh penting dalam mengumpulkan uang. Namun

keputusan untuk pemanfaatan uang tersebut, baik untuk usaha maupun

untuk konsumsi keluarga, harus diambil berdasarkan hasil pembicaraan di

antara keduanya. Keduanya, suami dan istri tidak dapat dilihat terpisah,

usaha perikanan milik suami juga merupakan milik istri.

2) Pengelolaan Modal dan Konsumsi

Bentuk pembagian peran antara suami dan istri dalam rumah tangga

juga berlaku pada usaha perikanan yang dimiliki. Dalam keluarganya, suami

berperan mencari nafkah dan istri yang mengelola pendapatan yang

diperoleh suami. Dalam usaha perikanan, suami adalah pemimpin usaha dan

istri adalah bendahara usaha. Secara bersamaan, istri punggawa harus

menyimpan uang usaha dengan baik disamping harus mengatur konsumsi

keluarga.

Uang yang diperoleh oleh suami dipisahkan antara modal usaha dan

anggaran untuk konsumsi keluarga. Setelah uang tersebut dipisahkan,

barulah diserahkan kepada istrinya untuk disimpan. Seorang punggawa

78

Page 79: Skripsi Lengkap Narto

menjelaskan tentang peran istri punggawa dalam mengelola uang sebagai

berikut:

...itu keuangan punggawa dipisahkan antara modal dengan uang belanja. Semua itu dipegang oleh istri. Kalau misalnya modal yang keluar adalah 3 juta dan ada untungnya 2 juta, itu semua dipegang oleh istri. Istri punggawa yang pandai tidak akan membelanjakan keuntungan itu semuanya, meskipun itu boleh dibelanjakan. Dia hanya membelanjakan keuntungan itu sebanyak 1 juta untuk kebutuhan sehari-hari keluarga dan satu jutanya lagi dimasukkan ke modal, jadi modal usaha bisa bertambah. Tapi kalau istri tidak pandai-pandai memikirkan hari yang akan datang, dia pasti akan membelanjakan semuanya, bagaimana kalau tiba-tiba ada sawi yang sangat membutuhkan uang untuk keperluan lain di luar usaha, sementara modal sudah dipake semua untuk mencari, karena itu sawi kita tidak boleh kita bilang tidak ada kalau dia datang meminta uang. Kalau misalnya ada orang yang baru mau jadi sawi kita, dia minta uang 20 juta, sementara uang di jaga-jaga di luar modal juga hanya 20 juta, terpaksa tidak dikasi dulu karena harus ada uang yang disimpan karena kalau ada sawi yang sudah lama kerja dengan kita dan tidak memperoleh tangkapan, dia pasti akan meminta utang lagi sama kita, jadi memang harus dipersiapkan. Kecuali misalnya uang jaga-jaga sebanyak 20 juta, dan orang yang baru mau jadi sawita hanya minta modal sekitar 10 sampai 15 juta, harus dikasi karena masih ada yang bisa disimpan. Kalau ada keuntungan yang diperoleh, nanti itu akan diputar lagi, akan diberikan sebagai pinjaman ke sawi... (HD)

Dari penjelasan informan di atas, kita dapat melihat bagaimana peran

istri dalam mengelola modal usaha dan konsumsi keluarga. Kedua anggaran

ini, yaitu anggara untuk konsumsi keluarga dan usaha disimpan dan dikelola

oleh istri punggawa. Hal yang serupa juga dijelaskan oleh punggawa yang

lain sebagai berikut:

...Modal utama istri yang pegang uang. Kalau ada nelayan yang butuh, kita minta sama istri. Jadi, itu modal harus istri

79

Page 80: Skripsi Lengkap Narto

yang pegang, tapi tidak bisa dikorek-korek, nanti kalau ada kelebihannya baru diputar lagi. Kalau kayak saya misalnya, modal utama istri yang pegang dan sebagian saya pegang, tapi semuanya diketahui oleh istri. Saya pegang sebagian karena biasa istri malas kasi keluar uang kalau ada nelayan yang tiba-tiba butuh. Istri harus tau uang yang kita pegang karena kapang istilahnya tekor ini uang, istri pasti cari. Kita tidak bisa bohong sama istri. Misalnya dia tidak tau harga ikan di kota, tapi pasti kalau pulang dia akan tau. Malu kita itu suami kalau didengar bertengkar sama istri gara-gara uang. Itu istilahnya kalau suami pegang uang, terus dia hanya memberi uang belanja ke Istri, orang pulau bilang kampidokang, tapi kebanyakan nelayan yang begitu, tapi tidak semua nelayan juga begitu, biasa ada yang begitu...(DC)

Informasi di atas menjelaskan keutamaan menyerahkan seluruh uang

kepada istri, baik itu modal usaha terlebih konsumsi keluarga, meskipun

sebagian modal usaha juga disimpan oleh punggawa. Punggawa harus

mempercayai istrinya dalam hal pengelolaan uang. Sebagaimana pada

penjelasan sebeleumnya, suami akan merasa malu jika dia tidak mampu

membahagiakan istrinya secara materi, apalagi jika terdengar bahwa di

antara mereka (punggawa dan istrinya) terjadi pertengkaran karena

persoalan uang dan hal itu akan tersebar ke seluruh orang yang ada di pulau.

Punggawa tidak boleh menyimpan seluruh modal usaha, sebagaian

harus diserahkan kepada istrinya bahkan lebih baik jika seluruh modal

disimpan oleh istri. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan mereka bahwa

rejeki suami tergantung pada istrinya, sebaliknya juga demikian. Jika

keduanya tidak saling percaya, usaha dan rumah tangga mereka akan

hancur. Ketidak cocokan antara suami dan istri adalah penghalang utama

80

Page 81: Skripsi Lengkap Narto

rejeki. Namun demikian, secara normatif mereka tidak boleh terlalu jauh

mencapuri usaha suaminya karena usaha perikanan adalah “urusan suami”.

Hal ini diungkapkan oleh informan punggawa darat sebagai berikut:

...itu istri, dia yang memegang modal tapi dia tidak terjun langsung mengatur usaha seperti membeli ikan dari nelayan karena dia tidak tau harga, begitu kalau usahanya adalah usaha ikan hidup. Memang istri yang memegang modal tapi dia tidak berhak terjun mengatur, kalau itu usaha ikan hidup, apalagi inikan usaha besar. Tapi kalau usaha ikan mati yang tidak besar dibanding usaha ikan hidup, istri itu juga ikut membeli ikan kalau misalnya saya ada di Barrang Caddi atau di kota.

Istri itu hanya menyimpan saja uang, uang yang disimpan yaitu semua modal usaha, baik modal awal maupun modal operasi. Kalau kita sudah menjual ikan dan ternyata ada untungnya, itu akan dibagi untuk belanja di rumah dan sebagiannya lagi langsung dikasi masuk ke modal agar modal bertambah, jadi itu istri tau semua berapa modal, berapa keuntungan maupun kerugiannya. Kalau nelayan ingin beroperasi, dia minta pada kita (suami), nanti kita yang kasi tau istri bahwa si ‘anu’ mau pergi mencari, dia butuh uang sekian. Jadi kalau istri yang tidak tau mengelola uang, bisa saja dia tarik sedikit demi sedikit itu yang yang dipegang, tanpa dirasa ternyata sudah banyak yang habis. Tiba-tiba ada nelayan yang butuh ternyata modal sudah tidak cukup, begitu biasa ada punggawa yang cepat sekali bangkrut. Kalau kita mau beli barang-barang yang mahal seperti misalnya TV, nanti ada utungnya baru kita simpan sedikit-sedikit, jangan diambil semua, diusahakan ada yang masuk di modal supaya modal tetap bertambah, ada juga yang juga bisa dibelikan TV. Jadi saya itu kubagi memang, ini modal, ini untuk istri sama anak-anak, jadi itu modalku bisa tetap utuh. Ada memang orang juga kayak begitu, dia tidak perhatikan jadi lama-lama usahanya kacau dan berhenti. Jadi kalau punggawa pintar itu, mesti dia atur memang, istri tinggal menyimpan saja...(DC)

Pengelolaan modal usaha dan konsumsi keluarga adalah hal yang

paling penting dalam usaha perikanan karena hal ini sangat mempengaruhi

81

Page 82: Skripsi Lengkap Narto

kelangsungan usaha perikanan yang dimiliki. Jika pengelolaan modal sebuah

usaha perikanan tidak baik, maka usaha tersebut dengan cepat dapat

berhenti. Posisi istri sebagai bendahara keluarga menuntut keahlian khusus

dan kesabaran yang tidak semua perempuan memilikinya. Bagaimana

mereka (istri punggawa) lebih mementingkan kebutuhan sawi dibanding

kebutuhan konsumsi kelurganya. Berkaitan dengan hal ini, seorang istri

punggawa menjelaskan sebagai berikut:

...Itu modal usaha tidak bisa dibelanjakan di luar kepentingan usaha. Saya takut belanjakan, nanti kalau habis kemudian ada paboya yang datang meminta uang untuk belanja, tentu ini usah berhenti. Jadi, itu modal tidak bisa diganggu. Kalau ada uang belanja dikasi sama Haji laki-laki, itu tidak dibelanja semua, cukup untuk kebutuhan makan saja dulu, kemudian sisanya di simpan-simpan. Itu memang adatnya orang Bugis-Makassar bahwa berapa saja penghasilan suami tetap harus diserahkan kepada istri, tapi kalau uang itu adalah modal usaha, kita tidak boleh belanja, nanti datang itu paboya minta uang baru bisa dikasi.

Kalau modal itu tadi telah habis digunakan untuk membayar ikan nelayan yang datang dari laut, kemudian nelayan (paboya) lain juga datang, maka saya biasa datang ke Dg. Ducu (punggawa ikan timbangan) untuk meminjam uangnya, “saya minta tolong dibantu uang untuk bayar ikan nelayanku, Haji laki-laki belum datang dari Makassar (battu raya) menjual ikannya, besok dibayar”. Begitu kalau kita kehabisan modal.

Kalau ada orang (paboya) yang datang minta uang sama saya, saya lihat dulu siapa yang datang minta uang. Kalau orang baru mau masuk, saya tanya dulu sama Haji laki-laki, saya takut. Kecuali yang datang itu orang sudah lama kerja sama kita, biar tidak kukasi tau Haji laki-laki, kan baku taumi. Paboya juga sudah tau kalau tidak ada Haji laki-laki saya bisa kasi langsung biar tidak dikasi tau.

82

Page 83: Skripsi Lengkap Narto

Dari penjelasan di atas, kita dapat memahami bahwa posisi istri

punggawa dalam memegang modal adalah hal sangat penting dalam

menjaga “kesetiaan” sawi agar tetap bekerja di dalam usahanya. Penjelasan

istri punggawa di atas menggambarkan bagaimana peran istri dalam

pengelolaan modal. Seorang istri harus berhati-hati dalam membelanjakan

uang untuk kepentingan konsumsi rumah tangga. Hal ini disebabkan oleh

model pengelolaan mereka berdasarkan hubungan keluarga yang mana

setiap orang yang berperan dalam usaha tidak direkrut secara resmi

sebagaimana halnya dalam perusahaan yang resmi. Pengelolaan modal ini

erat kaitannya dengan pengelolaan tenaga kerja pada point pembahasan

berikut ini.

c. Peran Istri Punggawa dalam Manajemen Tenaga Kerja

Peran istri dalam memulai usaha dan merekrut tenaga kerja adalah hal

yang penting dalam usaha perikanan. Sebagaimana telah digambarkan di

atas, tidak semua istri mampu mendukung suaminya dengan tindakan yang

ril. Begitu juga dalam hal perekrutan sawi, terkadang seorang yang ingin

memulai usaha perikanan sendiri dan telah memiliki modal harus

mengurungkan rencananya karena tidak yakin bahwa akan ada orang yang

mau menjadi sawi.

Hal yang lebih penting lagi setelah usaha telah berjalan adalah

mempertahankan usaha. Kunci utama keberlanjutan usaha perikanan adalah

tenaga kerja atau sawi. Sawi, jika sepintas dilihat dari status kepemilikan,

83

Page 84: Skripsi Lengkap Narto

dapat saja tunduk pada keinginan punggawanya. Namun mereka menyadari

bahwa modal yang besar tidak akan berguna jika tidak seorang pun yang

bersedia menjadi sawi. Karena itulah, menjaga agar seorang sawi tetap

senang dan betah bekerja adalah hal yang sangat penting diperhatikan.

Dalam menjaga agar sawi tetap betah bekerja, sikap yang baik adalah

hal penting yang harus dimiliki oleh punggawa dan istrinya. Hal ini dijelaskan

oleh seorang punggawa darat sebagai berikut:

...itu yang namanya punggawa harus baik sama pencari, misalnya kalau dia utangnya 100 ribu, kita tidak boleh langsung potong seratus ribu pada saat dia pulang mencari, cukup 10 ribu saja atau 15 ribu atau 20 ribu saja sekali mencari, kita harus kasian sama pencari. Kalau kita baik sama pencari, itu orang pulau sampai mati kerja sama kita, itu kalau kita baik, tapi kalau kita tidak baik, biar 20 juta utangnya bisa langsung pindah ke punggawa lain karena di sini kan banyak punggawa, sementara semua punggawa mau menambah pencarinya, semakin banyak semaikin bagus. Tidak jarang itu punggawa sukses karena istrinya, pendorong usaha yang paling utama adalah istri, ujung tombak. Umpamanya, ada orang yang mau masuk (menjadi sawi), kita tidak mau tapi istri yang mau, atau istri yang mencari orang untuk masuk kerja dengan kita. Tidak boleh dibilang ini usaha laki-laki jadi tidak boleh dicampuri istri, justru lebih baik kalau istri ikut campur dalam usaha, apabila usaha hancur, istri tidak menyesal (sassala’). Misalnya, kalau ada orang yang mau masuk, sedangkan istri tidak mau, dibelakang hari ternyata ada masalah dengan orang tersebut, pasti istri akan mencekcok, kita akan disesalkan. Kalau sudah begitu usaha pasti akan hancur, tidak sekaligus hancur tapi perlahan-lahan. Umpamanya, kita punya paboya sebanyak 10, satu saja ini yang keluar akan mempengaruhi 9 paboya yang lain karena akan terjadi pembicaraan di luar. Apalagi kalau orang yang keluar tersebut adalah orang dalam (keluarga dekat), umpamanya sepupu, orang lain pasti akan bepikir, itu saja yang dekat dengan dia tidak mau kerja di sana, apalagi orang

84

Page 85: Skripsi Lengkap Narto

lain, kalau sudah begini, pelan-pelan orang lain juga akan ikut keluar…

Dari informasi di atas, kita dapat melihat bagaiamana seorang

punggawa (suami) sangat memperhatikan keputusan istrinya. Komunikasi

yang baik antara punggawa dengan istrinya adalah hal yang penting dalam

menjaga kelangsungan suatu usaha. Namun, kita harus memahami bahwa

bukan hanya istri yang menjadi penyebab maju atau mundurnya usaha,

namun semua anggota keluarga memiliki peran yang seimbang. Hal ini

sebagaimana penjelasan lebih lanjut oleh informan di atas.

…hal seperti ini, bukan hanya istri yang penyebabnya, tetapi bisa juga suami kalau dia tidak baik sama sawi. Kalau ada anak laki-laki yang sudah besar, yang biasa juga jadi penyebabnya adalah anak. Misalnya saya punya anak yang sudah besar, saya sementara ada di kota, jadi saya serahkan kepada anak untuk mengurus pekerajaan di belakang, kalau dia tidak baik caranya, bagaimana?

Sebuah usaha perikanan, dinilai mundur ketika sawi keluar atau

pindah ke punggawa yang lain. Hal ini juga membuktikan bahwa sawi

memiliki posisi yang kuat dalam mengambil keputusan sebab

keberlangsungan usaha punggawanya tergantung dari mereka. Untuk itulah,

punggawa beserta istrinya harus memperhatikan kebutuhan mereka

sebagaimana yang dijelaskan oleh informan berikut.

Itu pencari bisa goyang (pindah ke punggawa lain) apabila misalnya dia minta uang. Begini ceritanya, misalnya itu paboya datang minta uang sama kita, kita mesti bicara dulu dengan istri karena dia yang pegang uang. Berapa yang dia minta, tanya istri, lihat dulu utangnya berapa, kalau misalnya

85

Page 86: Skripsi Lengkap Narto

utangnya sebanyak 20 juta, istri bilang sudah terlalu banyak utangnya, tidak usah dikasi, atau separuh saja dari yang dia minta kita beri. Kalu begini, pencari pasti akan goyang, jangankan utang 20 juta, 70 juta saja masih bisa goyang, sebentar sekali prosesnya, kan di sini banyak punggawa, kalau ada paboya yang mau dibayarkan utangnya, biar berapa pasti dikasi, kalau tidak ada pasti akan diusahakan. Seperti misalnya H XXX, gara-gara uang 2 juta yang diminta paboyanya tapi dia tidak dikasi akhirnya paboyanya goyang satu persatu, ada yang lari ke saya, ada yang ke H SY. Itu prinsipnya punggawa, jangan pernah berpikir bahwa paboya tidak bisa goyang kalau utangnya sudah terlalu banyak, banyak punggawa yang siap bayarkan utangnya. Sedangkan utang 100 juta msih bisa goyang apalagi kalau hanya puluhan atau jutaan saja, coba bayangkan. Kenapa bisa gampang sekali goyang itu paboya, ceritanya begini, itu paboya tidak mungkin minta uang kalau tidak ada keperluannya yang mendesak, nanti ada keperluan mendesak baru datang ke kita, kalau dia butuh sekali uang 200 ribu misalnya, tapi kebetulan kita tidak punya uang, pasti dia akan minta ke punggawa lain, bayarannya juga pasti dengan ikan, begitulah ceritanya sampai utangnya yang puluhan juta sama kita akan dibayarkan sama punggawanya yang baru. Itulah sebabnya kita harus pandai-pandai menyimpan uang untuk jaga-jaga hal seperti ini. Kalau paboya butuh uang mendesak puluhan juta, misalnya mau menikah, sementara kita tidak punya uang banyak, itulah sebabnya saya katakan tadi bahwa memang kita harus dipercaya sama orang yang ada di Makassar kalau tiba-tiba kita butuh uang banyak, jadi susah jadi punggawa juga kalau tidak dikenal dengan orang yang ada di kota.

Terkait masalah pelayanan punggawa dan istrinya kepada sawi,

mereka tidak boleh membeda-bedakan antara sawi yang satu dengan sawi

yang lain sebab dapat menimbulkan ketersinggungan. Oleh karena itu,

kepandaian menjaga sikap dan melihat kondisi serta berempati terhadapa

kebutuhan sawi adalah hal utama yang harus dimiliki oleh punggawa dan

istrinya. Menganai hal ini, informan menjelaskan:

86

Page 87: Skripsi Lengkap Narto

Punggawa dan istrinya masing-masing punya pengaruh terhadap naik turunnya suatu usaha, misalnya, ada juga itu istri punggawa kalau banyak hasil yang diperoleh oleh paboya, pada saat dia meminjam uang, dia kasi juga banyak, begitu juga sebaliknya bila paboya yang lain tidak dapat ikan. Dia membeda-bedakan itu paboya. Tapi kalau masalah turun usaha itu saya tidak pusing, kan bukan kita yang mengatur, ada tuhan. Mungkin kau yang paling besar usahamu sekarang, tetapi besok bukan lagi, tapi saya lagi yang memegang kendali. Sama itu H XXX, tahun kemarin dia yang memegang kendali, sekarang bukan lagi, kau bisa lihat kan, dia sudah menjual beberapa kapalnya, tidak usah dulu melihat barang-barangnya, itu saja pencari yang kita lihat, kalau sudah ada yang keluar 2-3 orang, itu bisa membuat paboya yang lain juga goyang. Bukan kita yang mencari uang, kita hanya mengelola keuntungan, yang mencari itu paboya, kalau dia yang sudah tidak mau, apa lagi yang mau kita kelola, jadi kita harus pandai-pandai sama nelayan.

Usaha perikanan yang dilakoni oleh masyarakat nelayan

Bonetambung berbeda dengan yang ada di kota, di mana urusan atau usaha

suami adalah tanggung jawabnya sendiri, begitu pun juga sebaliknya usaha

istri. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh informan mengenai pembagian

tugas antara suami dan istri dalam usaha, serta bagaimana hal itu berbeda

dengan usaha yang dilakoni oleh orang kota menurut pemahaman mereka.

Itu paboya kalau mau minta uang dia biasa datang ke kita biasa juga ke istri. Misalnya kalau kita ke Makassar karena kita kebanyakan ke Makassar, istri itu yang ditempati meminta uang sama paboya, nanti dia kasi tau kita bilang ini sudah kukasi uang sekian. Kalau kita ada, itu paboya datang ke kita, nanti kita kasi tau lagi istri bilang saya mau kasi si ini uang sekian, jadi harus dikasi tau. Tidak sama dengan artis atau orang-orang kaya yang ada di kota seperti orang cina, urusannya istri beda dengan urusannya suami, masing masing punya usaha yang berbeda, istri tidak tau usahanya suami, suami juga sebaliknya, sehingga kalau ada yang hancur, misalnya usahanya suami yang hancur, itu istri tidak

87

Page 88: Skripsi Lengkap Narto

menanggung, bahkan bisa-bisa dia ditinggalkan sama istrinya, coba liat di televisi, banyak artis yang bercerai karena begitu, usaha istrinya atau suaminya sudah hancur akhirnya cerai. Kalau kita di pulau berbeda, usaha suami ditau oleh istri begitupun sebaliknya, kita sama-sama di situ, sehingga kalau usaha hancur, dua-duanya ikut menanggung, jadi, hancur satu, yang lain juga ikut hancur. Kita itu tidak bisa saling menyembunyikan dengan istri karena kalau ada apa-apa dibelakang pasti istri akan “sassalaki”

Senada dengan informasi di atas, seorang istri punggawa juga

menjelaskan kepada penulis tentang peran istri dalam menjaga hubungan

dengan sawi dan anggota masyarakat yang lain.

Itu juga kita istri punggawa tidak boleh marah-marah sama paboya kalau dia datang dari boya baru tidak ada hasil yang dia dapat. Namanya belum ada rejeki, lain kali lagi. Jadi kalau dia minta uang, dikasi saja, nanti ada rejekinya baru dibayar. Itulah biasanya paboya pindah ke orang lain kalau kita juga tidak mengerti sama paboya.

Kalau suatu saat nanti kau mau beristri, carilah istri yang baik supaya usahamu juga bisa baik. Kalau kau misalnya baik tapi istrimu tidak baik, tidak bisa tinggal lama itu nelayan. Misalnya, ada nelayan yang datang minta uang, biar ada uang disimpan oleh istrimu tapi kalau dia bilang tidak ada tentu nelayan akan pindah ke punggawa lain. Kalau nelayan (paboya) sudah pindah ke orang lain, bagaimana bisa melanjutkan usaha. Jadi, cari memang istri yang baik, baik sama suami maupun sama orang lain. Itu istri juga tidak boleh terlalu banyak belanja kalau dia tidak punya usaha sendiri seperti misalnya Haji Samo (istrinya Haji Daming). Karena kalau selalu mau belanja, nanti dia habiskan modalnya usahanya suami. Kalau saya sendiri tidak berani belanja kalau tidak diizinkan oleh Haji laki-laki, nanti modal habis baru suami marah... (Istri Punggawa HS)

Rasa saling memiliki dan saling membutuhkan merupakan spirit bagi

suami dan istri dalam membangun dan mempertahankan usahanya. Mereka

88

Page 89: Skripsi Lengkap Narto

tidak dapat dilihat secara terpisah apalagi melihat mereka sebagai unit

keluarga yang memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Usaha yang dimiliki

oleh suami juga merupakan milik istri. Oleh karena itu, tidak mudah

mengatakan bahwa suami memiliki peran yang dominan disbanding istrinya

sehingga pengambilan keputusan juga didominasi oleh suami. Kita dapat

melihat bagaimana seorang punggawa merefleksikan hubungan pernikanan,

usaha dan bagaimana dia membandingkan dengan masyarakat yang lain.

…menurut saya, itu perceraian tidak bagus, meskipun seperti yang kau bilang cerai itu tidak apa-apa kalau ini istri bikin rusak-rusak usaha. Justru itulah, sebelum kita mau buka usaha, kita cerita memang sama istri, jadi apapun yang terjadi di belakang di belakang kita tanggung bersama, itu biasa istri marah-marah kalau ada masalah karena sebelumnya dia tidak tau. Beda dengan orang-orang di kota seperti yang di TV, dia sukses dulu baru menikah, kalau kita beda, kita sama-sama istri memulai usaha dari nol. Kalau orang di TV itu, gampang bercerai karena dari awal mereka memang sudah punya usaha masing-masing sehingga kalau ada masalah gampang juga pisah. Kalau kita beda, kita sudah punya istri baru mau usaha kemudian usaha kita besar dan jatuh lagi, meskipun jatuh saya justru ingat bahwa karena sama-sama ini istriku saya bisa buka usaha yang besar, jadi kita betul-betul ingat itu, sama seperti saya dengan H. Said, dia dulunya tidak percaya sama saya kalau saya bisa memegang kendali di luar (pulau), tapi tetap dia berani memberi modal kepada saya, biar berapa ratus juta saya minta ke dia pasti dia akan kasih, saya juga sebaliknya, apapun yang terjadi saya pasti akan kerja dengan dia, apakah itu harga ikannya turun atau bagaimana, biar utangku sudah lunas saya tidak akan lari ke orang lain untuk jual ikan, karena bukan kau yang saya ingat, kau baru mau kasi uang ke saya 200 juta umpamanya tapi nanti kau berani setelah kau kenal saya bahwa saya bisa memegang kendali di pulau, saya ingat dulu saya bisa begini karena dia yang bantu saya, begitu juga dengan istri, tidak mudah langsung ditinggalkan karena kita sama-sama pernah menderita, kita sama-sama bangun usaha, itulah sebabnya

89

Page 90: Skripsi Lengkap Narto

usaha apa yang cocok dibicarakan dulu dengan istri supaya kita bisa saling membantu dan dibelakang tidak ada masalah.

Bukan hanya dalam usaha, dalam kehidupan sehari-hari mereka harus

saling memperhatikan, masing-masing harus berusaha menjaga kehormatan

keluarga di depan orang lain, baik dalam hal perbuatan maupun ucapan.

Berikut penjelasan informan:

…dalam kehidupan sehari-hari, perilaku baik itu perlu dijaga oleh suami maupun istri, misalnya, kalau istri suka bohong sama orang, orang bilang istrinya H Daming suka bohong, apakah saya tidak malu, itu semua bisa halangi rejeki, bisa menggoyangkan rumah tangga. Kita itu dalam masyarakat bukan hanya satu orang yang dilihat, tapi juga istri, tidak terpisah itu, kalau suami yang tidak baik orang akan bilang suaminya anu, sebaliknya juga begitu, jadi kita itu sama-sama. Apalagi kalau kita satu pulau dengan paboya, kita tinggal di sini, kita punya pencari juga di sini, salah satunya yang tidak baik, misalnya saya baik, tapi istri saya tidak baik, orang juga tidak enak datang ke rumah karena ada salah satu di rumah ini yang yang tidak baik. Misalnya, kalau ada orang yang mau masuk, kita setuju tapi istri tidak mau, apakah tidak mau, langsung tersebar itu karena di sini pulau kecil, gampang ditau. Bagaimana bisa orang mendoakan kita supaya baik. Tidak usah belajar sama orang lain, belajar saja sama diri sendiri, coba tanya saja diri sendiri, yang mana tidak baik yang mana baik, kalau kau sudah tau tidak baik, jangan lakukan sama orang, apa yang kau anggap tidak baik pasti juga tidak baik sama orang lain kan sama-samaki manusia, apalagi kita satu pulau. Jadi kalau istri tidak baik, kita juga ikut kena dampaknya, tidak usah perilaku, pakaian saja kita lihat, kalau istriku pakaiannya tidak bagus, sudah dikasi tau tapi tetap dia pake, orang lain akhirnya bilang, istrinya Haji ini begini pakaiannya, kalau orang cerita baru saya dengar, apakah saya tidak tersinggung, mungkin istriku tidak malu tapi saya yang malu. Kalau istri sering dicerita tidak baik sama orang-orang, tidak bisa maju itu usaha, tidak mau datang ke kita. Itu usaha tergantung orang, makanya akita harus pandai-pandai baik sama orang supaya mau datang ke kita, begitu juga

90

Page 91: Skripsi Lengkap Narto

sebaliknya suami, juga harus baik, bukan hanya istri yang harus baik karena pasti kita harus bicarakan dulu sama istri kalau bikin sesuatu supaya dibelakang tidak ada masalah, kalau tidak, biar naik itu usaha pasti cepat juga turun. (HD)

Dari penjelasan informan di atas, kita dapat memahami bahwa kondisi

sosial budaya dalam suatu masyarakat sangat signifikan mempengaruhi

suatu usaha. Dalam hal ini, istri sebagai salah satu unit penting dalam

keluarga turut berperan dalam usaha, sehingga suami dan istri dalam usaha

perikanan tidak dapat dilihat secara terpisah. Tentu konteks usaha ini juga

tidak dapat dilihat terpisah dengan konteks sosial yang lain.

Keseimbangan antara peran istri dengan suami adalah yang penting.

Istri punggawa tidak boleh terlalu jauh mencampuri usaha suami. Istri yang

terlalu banyak mencampuri urusan suami dalam hal usaha dapat berdampak

pada hancurnya usaha. Hal ini lebih lanjut dijelaskan oleh informan:

Sering kejadian usaha goncang karena istri yang sering mengatur uang ke nelayan. Kan itu istilahnya lain maunya laki-laki lain juga maunya dia. Nelayan maunya begini tapi istri lain juga. Masalah yang seperti ini biasa yang membuat nelaya tidak cocok kalau istri yang mengatur ke nelayan, biasa itu istilahnya “goncang usaha” karena istri yang terjun langsung ke nalayan. Pengalaman biasa saya itu, tidak lama itu usahanya kalau istri yang terjun langsung ke usaha. Biasa itu misalnya nelayan kebutuhannya 1 juta, tapi istri menentang dengan berkata “masa dibelikan segini harga penjualannya juga segini kemudian dia mau minta 1 juta”, ahhhh... dari begitunya biasa nelayan mengeluh. Kebutuhan sehari-harinya nelayan, biasa umpamanya pa bu, kalau dia mau berangkat besok mesti dia datang dulu ke punggawanya minta ongkos, beli es, beli umpan, beli beras, beli bahan bakar. Kan itu perempuan pintar menghitung, sekian harga minyak, sekian beras, sekian ini, sekian itu, tapi kenapa dia minta terlalu banyak. Kan biasa itu nelayan kalau mau berangkat, dia minta

91

Page 92: Skripsi Lengkap Narto

memang uang lebih sama punggawanya untuk disimpan guna keperluan istri di rumah, jadi sekaligus di minta supaya tidak sering-sering. Jadi misalnya kebutuhan nelayan di laut cuma 500 ribu, dia minta memang 1 juta untuk keperluan istrinya di belakang, diperhitungkan memang bahwa sekian hari saya di laut, berarti sekian uang yang dibutuhkan istri di rumah selama saya tidak ada. Biasa kalau istri punggawa yang atur, tidak pernah cocok, biasa goncang nelayan (paboya-iya). Dia bilang biasa nelayan, “kodi anjo punggawayya, istrinya yang atur”.

Dari penjelasan di atas, kita dapat melihat bagaimana dampak

negative jika seorang istri punggawa mendominasi dalam pengambilan

keputusan, terutama dalam hal modal. Sikap istri yang demikian

menyebabkan sawi meresa tidak nyamana berkerja di dalam usahanya dan

akan berpindah ke punggawa lain yang dirasa lebih nyamana. Sikap istri

yang demikian dianggap karena dia tidak berpengalaman dalam hal

kenelayanan. Istri hanya pandai memperhitungkan namun sulit berempati

atau merasakan masalah yang dihadapi oleh nelayan. Terkait dengan hal ini,

seorang punggawa menjelaskan:

…memang itu istri dia tidak tau persoalan di lapangan, dia cuma tau menghitung saja, dia hanya menghitung pas untuk nelayan, dia tidak pernah menghitung keperluan lain nelayan, bilang nelayan itu juga punya keluarga. Itulah biasa nelayan goncang kemudian satu-satu pindah. Contohnya, “kau kenal Beddu (nama samaran) di Barrang Caddi?” Istrinya mentong itu yang terjun langsung. Lihatmi sekarang, tidak lama itu usahanya, dulunya bagus lancar usahanya tapi tidak lama berhenti usahanya. Istrinya yang terjun langsung, itu Gaffar kasihan hanya tau beli ikan kemudian antar ikan ke Makassar, kalau ada nelayan yang butuh uang, harus sama istrinya, istrinya mentong yang atur. Pokoknya itu kuncinya, kalau istri yang terjun langsung mengatur segala-galanya kebutuhan nelayan, baik untuk

92

Page 93: Skripsi Lengkap Narto

mencari maupun kebutuhan untuk keluarganya, pasti goncang itu usaha.

Tidak semua istri punggawa dapat mengelola modal usaha dengan

baik. Istri pandai menghitung dan pandai menjaga agar modal usaha tidak

habis. Namun sikap istri yang terlalu hati-hati mengeluarkan modal usaha

dapat menghancurkan usahanya sendiri. Sikap kehati-hatian dalam

mengelola modal usaha harus seimbang dengan sikap kedermawanan. Tidak

semua istri punggawa memahami akan hal ini sebab mereka tidak pernah

merasakan perasaan sawi. Berbeda dengan suami yang pernah menjadi

sawi, cenderung lebih peka akan kebutuhan sawi menyangkut keuangan.

Berkaitan dengan hal tersebut, seorang punggawa menjelaskan

kepada penulis sebagai berikut:

...ada juga orang yang dia (suami) semua yang pegang modal usaha, dia tidak kasi ke istri untuk di simpan, misalnya kayak saya, jadi kalau ada nelayan yang butuh, dia tidak datang lagi ke istri, langsung saja ke saya. Nanti kalau ada hasilnya (kelebihan dari modal) baru saya kasi ke istri untuk disimpan. Tapi kalau suami boros, baru suka minum-minum misalnya di kota, kemudian dia yang pegang uang usaha, bisa-bisa itu modal habis. Tapi kalau saya, lebih baik saya yang pegang uang usaha karena biasa kalau istri banyak sekali pertanyaannya kalau nelayan datang minta uang, itu karena dia tidak tau perasaannya nelayan. Kalau suami, kan kita juga pernah jadi nelayan jadi dirasa bagaimana kalau kita jadi sawi. Jadi saya tau itu kebutuhannya nelayan, istri kan tidak pengalaman karena tidak pernah menjadi nelayan, dia hanya tau menghitung saja......kalau punggawa kayak saya (punggawa usaha ikan mati, ikan lelong), itu keuntungan susah dirata-ratakan. Biasa sebulan tidak ada keuntungan, bahkan rugi karena harga ikan di lelong biasa tiba-tiba turun. Berbeda kalau usaha ikan

93

Page 94: Skripsi Lengkap Narto

hidup, itu harga bisa cepat dipastikan jadi harga pembelian sama nelayan bisa cepat disesuaikan. Kemudian, kalau ikan hidup, biar banyak harga tetap sama. Beda kalau ikan mati, kita tidak bisa pastikan apakah besok akan banjir ikan atau sedikit, kalau banjir harga akan sangat turun, untung kalau turun harganya, tapi kalau tidak dibeli lagi. Walau begitu, kita juga harus jaga perasaannya nelayan, kalau dia bawa ikan harus dibeli juga. Makanya, kita harus pandai-pandai mengatur uang. Makanya, kalau istri yang terlalu banyak mengatur uang kenelayan, misalnya nelayan minta sekian baru terlalu perhitungan, itu tidak baik. Istri tidak pernah terjun langsung, jadi dia tidak tau perasaannya nelayan...

Penyimpangan pada pranata gender, yaitu suami tidak menyerahkan

uang kepada istri untuk dikelola, dalam konteks seperti yang dijelaskan

informan di atas dapat dibenarkan oleh masyarakatnya. Sikap suami tersebut

dianggap sikap yang tidak salah karena hal itu sangat mempengaruhi

kelansungan usaha. Jika suami mampu mempertahankan usahanya, berarti

dia mampu memenuhi kebutuhan ekonomi anggota keluarganya.

Dari data di atas, kita juga dapat memahami bagaimana suatu nilai

budaya berangsur-angsur berubah karena faktor ekonomi. Pada awalnya,

suami dianggap tidak baik jika dia tidak menyerahkan atau mempercayai

istrinya sebagai pengelola uang, baik uang usaha terlebih uang untuk

konsumsi keluarga. Namun karena jenis usaha yang dijalankan suami

menuntut kehati-hatian dalam pengelolaan uang, maka sikap kampidokang

(sebagai salah satu sikap yang tidak dibenarkan secara budaya) dapat

diterima atau dibenarkan oleh masyarakatnya.

Istri diumpamakan sebagai bank. Suami yang bekerja untuk mencari

uang kemudian menyerahkan uang yang diperoleh kepada istri untuk

94

Page 95: Skripsi Lengkap Narto

disimpan. Jika suami yang memegang uang, biasanya uang tersebut akan

cepat habis karena suami sering ke kota dan akan tertarik untuk membeli

barang-barang yang dijumpainya, meskipun barang tersebut tidak terlalu

dibutuhkan. Jika suami bertemu dengan orang lain, biasanya suami akan

boros untuk mentraktir, misalnya rokok dan kopi atau minuman lainnya.

Sekali berkunjung ke kota untuk bersantai, biasanya menghabiskan uang

ratusan ribu rupiah, hanya beberapa jam di kota.

Walaupun istri yang berhak menyimpan uang, tetap harus

memperhatikan posisi suami sebagai pemimpin usaha. Berapa yang harus

dikeluarkan atau diberikan kepada sawi adalah keputusan suami. Jika

keputusan istri lebih kuat dibanding keputusan suaminya (punggawa), hal ini

dapat berdampak negatif terhadap usaha.

Itu biasa ada sawi yang lari (pindah punggawa) gara-gara istri punggawa karena tidak baku cocok. Biasa suaminya bilang kasi 500 ribu misalnya, tapi dia hanya kasi 400 ribu misalnya, dia potong. Kan memang itu uang dipegang sama istri, bukan suami. Itu suami hanya memegang uang kalau dia menerima hasil penjualan ikan di Kota, kalau sudah tiba di pulau, dia serahkan lagi ke istri (dengan nada yang besar dan tegas). Kalau sudah dikasi bagiannya sawi setelah mencari, sisanya diserahkan semua ke istri untuk disimpan.

Nanti itu uang yang disimpan sama istri dikeluarkan kalau suami bilang kasi si anu uang sekian, baru kemudian dicatat. Jadi bukan suami yang pegang uang. Memang perempuan itu yang memegang uang, karena istri itu sebagai bank. Itu bank tidak pergi-pergi sementara suami itu selalu pergi. Bagaimana kalau di jalan ada yang rampok misalnya.

2. Peran tidak Langsung

95

Page 96: Skripsi Lengkap Narto

Pada bagian ini, penulis akan menjelaskan hal-hal di luar faktor

produksi yang diperankan oleh istri punggawa namun sangat mempengaruhi

usaha perikanan milik suaminya. Bagian ini dipandang perlu untuk dibahas

karena dalam kehidupan sehari-hari istri punggawa, banyak hal yang pada

awalnya dianggap tidak penting untuk direkam oleh peneliti, namun setelah

dicermati, rupanya hal-hal itulah (hal di luar faktor produksi) yang

sesungguhnya sangat signifikan mempengaruhi dinamika usaha perikanan.

Peran tidak langsung yang dimaksud pada point pembahasan ini

adalah aktifitas istri punggawa di luar konteks usaha namun dapat

mempengaruhi dinamika usaha perikanan. Peran tidak langsung ini terutama

dalam konteks kehidupan sehari-hari, di mana istri punggawa setiap harinya

berkumpul sesama perempuan pada waktu-waktu luang, biasanya pada

waktu menjelang siang sampai menjelang petang.

Kebiasaan yang sering di jumpai di lapangan, para perempuan

berkumpul dengan sesama perempuan dan membicarakan beragam hal. Hal

yang dibicarakan adalah masalah pakaian, masalah harga sembako,

masalah arisan, membicarakan kekurangan atau kelebihan orang lain, baik

itu yang berkaitan dengan kenelayanan maupun hal lain yang dijumpai pada

setting tertentu (misalnya upacara daur hidup). Kebiasaan berkumpul ini

biasanya dijumpai pada siang menjelang sore atau setelah makan siang.

Kebiasaan kelompok perempuan ini adalah hal yang dianggap biasa.

Namun setelah menggali informasi, rupanya kebiasaan tersebut dapat

96

Page 97: Skripsi Lengkap Narto

berfungsi dalam dinamika usaha perikanan. Hal ini sebagaimana dijelaskan

oleh seorang punggawa sebagai berikut:

...cerita-cerita tidak baik, pertama menyebar melalui istri....kejelekannya orang atau rahasianya orang muncul pertama-tama melalui istri, jarang laki-laki itu memulai bergosip. Biasa itu laki-laki bergosip setelah dia dengar dari istrinya bahwa begini-begini. Kita itu laki-laki berpikir dulu kalau mau bergosip jangan sampai kita baku hantam, tapi kalau perempuan tidak. Seperti halnya dengan kekurangannya punggawa, misalnya ada punggawa yang tidak baik, itu ibu-ibu sudah dengar dulu baru dia kasi tau suaminya, “kau tidak usah sama punggawa A karena istrinya itu tidak baik”, begitulah sampai suaminya juga terpengaruh.

Waktu luang yang cukup banyak bagi istri menjadi ruang bagi mereka

untuk membicarakan kondisi social yang mereka pahami. Hal ini telah

menjadi kebiasaan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Informasi yang

diceritakan oleh istri dari orang yang satu ke orang lain rupanya signifikan

mempengaruhi dinamika usaha perikanan yang ada di sekitarnya. Hal ini

disebabkan karena istri memiliki kemampuan mempengaruhi suaminya

dalam mengambil keputusan. Jika seorang istri meresa tidak senang terhapa

teman atau punggawa suaminya, dia dapat mempengaruhi agar suami

pindah ke punggawa lain. Terkait masalah ini, informan menjelaskan:

Itu istri kuat sekali mempengaruhi suami, kita itu memang mudah terpengaruh sama perempuan. Itu pengaruh perempuan tajam betul, satu kali dia mau harus begitu. Suami memang dianjurkan jadi pemimpin karena bisa berpikir dua tiga kali, tapi kalau istri itu cuma sekali saja. Meskipun begitu, kita itu suami kalau sudah sering dikasi tau suami pasti akan terpengaruh. Kalau kita (suami) mau pindah ke punggawa lain, kita itu berpikir-pikir dua tiga kali dulu, tapi kalau istri sudah masuk, cepat sekali pasti akan keluar.

97

Page 98: Skripsi Lengkap Narto

Persoalan istri di luar konteks perikanan juga sering mempengaruhi

suatu usaha. Aktifitas mereka sehari-hari yang dilakukan oleh sesama

peremuan, meskipun tidak menyangkut perikanan, sering menjadi pemicu

bagi retaknya hubungan antara sawi dengan penggawanya. Hal ini seperti

yang dijelaskan oleh informan:

…misalnya, kau adalah paboyaku, kau punya istri dan saya punya istri. Selama kau kerja sama saya, hubungan kita baik-baik saja dan kau menilai bahwa saya itu baik. Tapi yang jadi masalah, istrimu merasa istriku tidak baik dan mereka tidak baku baik. Karena istrimu tidak suka sama istriku, dia akhirnya menyuruh kau keluar dari saya dan pindah ke punggawa yang lain. Meskipun kau tidak mau, tapi kalau istrimu mau sekali, cepat atau lambat kau pasti akan pindah. Saya tidak tau kenapa itu istri kuat sekali pengaruhnya sama suami17. Itu istri paboya pintar mencari punggawa melalui sesama istri, termasuk istri punggawa. Kalau dia sudah ‘tembak’ suaminya bilang pindah saja ke punggawa ini, pasti dia sudah punya pertimbangan karena dekat dengan istri punggawa yang bersangkutan. Misalnya, si A adalah paboya dari punggawa B. Istri paboya A selalu bergaul kalau siang dengan istri punggawa C. Kalau ini istri punggawa C baik sama istri paboya A, pasti cepat atau lambat paboya A akan pindah ke punggawa C, satu kali saja punggawa A melakukan kesalahan yang tidak disenangi oleh paboya A misalnya dia marah-marah, itulah sebabnya saya katakan tadi pengaruh istri itu tajam betul, baik istri punggawa maupun istri paboya karena mereka kebanyakan didarat sehingga pergaulan mereka ‘luas’. Lihat saja itu dulu waktu masih penjajahan, tidak bisa merdeka itu Indonesia kalau bukan perempuan, belum selesai itu perang, perempuan sudah bikin itu bendera, seandainya tidak ada bendera, tidak mungkin merdeka

17 Mereka percaya bahwa suatu urusan atau pekerjaan yang tidak disenangi oleh istri namun tetap dilakukan oleh suaminya pasti tidak akan mendatangkan keuntungan. Walaupun urusan itu sukses, pasti dibelakang akan rugi. Jadi, jika seorang istri sawi tidak senang jika suaminya bekerja pada seorang punggawa, cepat atau lambat sang suami akan pindah ke punggawa lain.

98

Page 99: Skripsi Lengkap Narto

Indonesia, itu saja jaidkan contoh kecil, bagaimana kalau usaha...

Informasi yang dicontohkan oleh informan di atas menegaskan bahwa

faktor-faktor non produksi, yang sering dilakoni oleh istri, sangat signifikan

mempengaruhi keberlangsungan usaha perikanan. Dengan demikian,

memahami usaha perikanan tidaklah lengkap jika tidak memahami konteks

lain yang ada di sekitarnya.

Selain membicarakan banyak hal, mereka juga biasa tidur-tiduran

sehingga waktu yang dihabiskan hingga beberapa jam. Bila sore hari, penjual

beraneka makanan ringan mulai ramai dan tentunya lewat di depan

perempuan yang berkumpul tadi. Mereka pun membeli makanan,

kebanyakan diutang dan akan dibayar keesokan harinya atau jika suami telah

menjual ikan hasil tangkapan. Sehingga setiap sore, banyak penjual yang

berkeliling pulau bukan hanya membawa jualan tetapi juga buku catatan

utang. Kemudahan utang ini membuat mereka tidak sadar telah

mengumpulkan utang yang banyak karena mereka tidak hanya berutang

pada satu penjual tapi beberapa penjual yang menjajakan jenis jualan yang

berbeda.

Ada pun hal lain di luar konteks usaha namun memberi pengaruh

terhadap usaha yang dimiliki suami adalah adat menjamu orang yang datang

ke rumahnya. Menjamu orang yang datang ke rumah adalah adat istiadat dan

memberi nilai khusus bagi yang memperhatikannya. Orang yang datang ke

99

Page 100: Skripsi Lengkap Narto

rumah bisa dalam rangka membicarakan usaha atau hanya sekedar mampir.

Berikut kutipan wawancara dengan informan:

...istri punggawa yang baik akan menyambut sawi yang datang ke rumahnya jalan-jalan atau datang dari mencari ikan. Belum lama dia datang dia sudah dibuatkan minuman dan dasajikan kue, apalagi dengan cara penyajian yang baik, kata-kata yang baik. Itulah yang paling diingat orang kalau kita baik, dari ade’na, ampe-ampena, ada-adanna. Kalau kita mau orang betah bekerja sama kita, perbaikilah itu semua, karena uang bisa habis dibelanja tapi kesan baik tidak akan pernah hilang. Biar sawi tidak mendapat hasil yang bagus tetap disambut dengan baik, kan dia akan berkata, baik punggawaku, apalagi istrinya, lebih baik saya di sini saja menetap bekerja...

Punggawa dengan sawi memiliki satu budaya yang sama, yang mana

memiliki pandangan yang sama tentang perbuatan yang baik dan tidak baik,

sehingga bila punggawa dan istrinya tidak melaksanakan norma-norma

kehidupan sesuai dengan pemahaman masyarakat, maka akan menjadi satu

penilaian bagi sawi yang dapat berpengaruh terhadap kesuksesan usaha.

Dengan demikian, nilai-nilai budaya yang ada juga turut mempengaruhi nilai-

nilai ekonomi. Menyajikan makanan dan minuman adalah adat istiadat, tetapi

besar pengaruhnya dalam mempertahankan usaha, kedermawanan seorang

punggawa salah satunya tercermin dari caranya menyambut orang yang

datang kerumahnya.

Sikap dan perilaku suami dengan istrinya terkait dengan keyakinan

mereka tentang rejeki. Rejeki seseorang tidak baik jika mereka tidak pandai

bersyukur dan menjaga hubungan baik dengan orang lain.

100

Page 101: Skripsi Lengkap Narto

...rejeki itu bukan manusia yang menentukan, tapi Tuhan. Bukan manusia yang simpan ikan di laut, tapi Tuhan, kita hanya berusaha. Kalau memang ada rejeki pasti ada banyak kita dapat, begitu saja. Jadi, rejekinya punggawa diatur oleh Tuhan dan diturunkan melalui sawi, jadi kalau ada punggawa dan istrinya nanti baik pada sawinya nanti kalau dia dapat hasil yang bagus sementara kalau hanya sedikit tangkapan yang diperoleh, itulah punggawa yang tidak bersyukur, dia tidak paham bahwa rejeki hari ini berbeda dengan besok, kalau hari ini tidak dapat pasti hari-hari akan datang akan dapat. Orang yang tidak bersyukur, tidak akan dimudahkan rejekinya, sebaliknya, orang yang bersyukur akan dimudahkan rejekinya.

Keyakinan seperti yang dijelaskan oleh informan di atas, harus

dipahami oleh suami dan istri. Hal ini akan menciptakan keharmonisan

hubungan antara suami dan istrinya yang mana hal ini sangat berpengaruh

terhadap usaha yang dimiliki. Hal ini lebih lanjut dijelaskan oleh informan

sebagai berikut:

Kalau punggawa dengan istrinya pandai bersukur dan baik kepada orang lain, biar turun usahanya tapi tidak akan hancur sama sekali, akan ada jalan untuk bangkit kembali. Kalau suami dengan istri saling memahami dan saling mendukung dan baik ke orang lain, pasti Tuhan juga akan baik kepada kita. Orang mengatakan, Tuhan baru akan mendukung suatu usaha kalau orang-orang di sekitarnya telah mendukungnya, kalau istri mendukung, sawi juga mendukung, pasti usaha tersebut akan besar, jadi diperbaiki hubungan kesesama manusia, perempuan maupun laki-laki dan harus pandai bersyukur, yang menciptakan manusia adalah tuhan, jadi bagaimana tuhan membantu kita kalau orang lain saja tidak mau membantu kita. Banyak kejadian kejadian pengusaha ikan bangkrut karena begitu, baik di pulau ini, Barrang Caddi maupun pulau-pulau lain...

101

Page 102: Skripsi Lengkap Narto

Penjelasan informan ini memberi pemahaman kepada kita pentingnya

memperhatikan hal-hal yang ada di luar konteks usaha perikanan agar kita

mampu memahami secara utuh dinamika usaha tersebut. Bukan hanya faktor

produksi yang penting diperhatikan, tetapi pola interaksi mereka, norma dan

pranata-pranata budaya serta kepercayaan mereka adalah hal yang penting

diperhatikan.

102

Page 103: Skripsi Lengkap Narto

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Peran istri punggawa dalam manajemen usaha perikanan dipengaruhi

oleh dua hal, yaitu peran gender dalam masyarakatnya dan jenis usaha yang

dimiliki suaminya. Secara umum, peran gender mengatur pembagian peran

antara suami dan istri, termasuk hak dan kewajiban keduanya. Peran gender

tersebut menjadi dasar dalam pembagian peran antara punggawa dengan

istrinya dalam konteks usaha yang dimiliki.

Pada masyarakat pulau Bonetambung, suami berperan mencari

nafkah untuk keluarganya sementara istri berperan mengatur rumah

tangganya. Salah satu peran penting istri dalam keluarganya adalah

mengelola uang yang diperoleh oleh suami. Peran istri ini berpengaruh

terhadap usaha sebab mereka percaya bahwa rejeki yang diperoleh oleh

suami akan mendatangkan berkah dan rejeki yang melimpah pada waktu

yang lain jika rejeki tersebut dikelola oleh istri. Hal inilah yang menjadi salah

satu dasar penting bagi keterlibatan istri dalam usaha perikanan suaminya.

Hal kedua yang berpengaruh terhadap peran istri punggawa dalam

manajemen usaha perikanan adalah jenis usaha yang dimiliki oleh suaminya.

Peran istri punggawa ikan mati berbeda dengan peran istri punggawa ikan

hidup. Pada usaha ikan mati, istri terlibat langsung dalam pembelian ikan

103

Page 104: Skripsi Lengkap Narto

yang diperoleh oleh nelayan tangkap. Namun untuk punggawa darat yang

memiliki usaha ikan hidup, peran istrinya justru tidak nampak karena hampir

seluruh perkerjaan dikerjakan oleh tenaga kerja khusus atau biasa disebut

sebagai sawi darat. Sawi darat terbagai lagi, ada yang khusus untuk

mensortir, menimbang dan merawat ikan (tukang size) dan ada yang khusus

mencatat dan membayar nelayan. Pekerjaan sebagai tukang size

membutuhkan keahlian khusus karena ikan yang diusahakan harus dalam

keadaan hidup dan tidak cacat. Begitu juga dengan mencatat hasil

tangkapan, biasanya dilakukan oleh sawi khusus atau langsung dikerjakan

oleh punggawa darat. Istri punggawa tidak mengetahui harga ikan, selain

karena bukan hanya timbangan yang diperhatikan dalam penentuan harga,

namun jenis ikan yang kadang rumit dibedakan dengan jenis lainnya dapat

berpengaruh terhadap harga.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis merekomendasikan beberapa

hal berikut:

1. Akademisi yang hendak melakukan studi yang serupa dengan

penelitian ini hendaknya memperhatikan aspek-aspek gender yang

berlaku pada masyarakat yang diteliti. Penulis menyadari bahwa

penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan terutama dalam aspek

histori. Tentunya, perhatian terhadap aspek histori akan menjelaskan

104

Page 105: Skripsi Lengkap Narto

bagaimana gender dalam masyarakat berubah seiring dengan dinamika

ekonomi yang terjadi.

2. Perhatian pada aspek gender juga penting untuk para praktisi dalam

usahanya membangun perekonomian masyarakat. Pemahaman ini akan

membuka pikiran kita bahwa usaha peningkatan ekonomi suatu

masyarakat tidak akan mudah dilakukan jika aspek gender tidak dipahami

dengan baik. Pada masyarakat yang diteliti oleh penulis, suami yang

berperan dalam mencari nafkah. Namun hal ini tidak berarti bahwa istri

tidak memiliki pengaruh terhadap pekerjaan suaminya. Untuk itulah,

sebaiknya program pemberdayaan memperhatikan pengaruh istri tersebut

dan menjadikannya perhatian khusus.

105

Page 106: Skripsi Lengkap Narto

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Nurhasna dkk. 2004. Gender dan Peran Perempuan dalam Rumah Tangga Nelayan Komunitas Kel. Dufa-Dufa Kota Ternate   Utara . http://jjfoundation. wordpress.com/yang-saya-tulis/gender-dan-peran-perempuan-dalam-rumah-tangga-nelayan-komunitas-kel-dufa-dufa-kota-ternate-utara/

Abdullah, Irwan. 2006. Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Ahmadin. 2009. Ketika Lautku Tak Berikan Lagi. Makassar: Rayhan Intermedia

Andayani, Trisna.2006 Perubahan Peranan Wanita Dalam Ekonomi Keluarga Nelayan Di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli.

http://www.geocities.com/konferensinasionalsejarah/trisna_andayani.pdf Diakses 7 sept 2009

Damayanti, Yosi. 2009. Tiga Peran Rangkap Perempuan Nelayan.Studi Pada Keluarga Nelayan di lingkungan Kapuran Kelurahan Pasar Madang Kecamatan Kotaagung Kabupaten Tanggamus. http://skripsi.unila.ac.id/wp-content/uploads/2009/07/TIGA-PERAN-RANGKAP-PEREMPUAN-NELAYAN.pdf

Fakih Mansour. 2007 (cetakan ke-11). Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ihromi, T.O. 1992. Otonomi Wanita. Dalam Jurnal Antropologi Indonesia No. 50 Th. XVI, September-Desember 1992, halaman 79-96. Jakarta: Jurusan Antropologi Fisip UI.

Irawan, Prasetya. 2006. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.

Irianto, Sulistyowati. 1992. Sumbangan Pendekatan Antropologi Hukum Terhadap Pengkajian Wanita. Dalam Jurnal Antropologi Indonesia No. 50 Th. XVI, September-Desember 1992, halaman 21-35. Jakarta: Jurusan Antropologi Fisip UI.

106

Page 107: Skripsi Lengkap Narto

Jamaluddin Jompa, dkk. Kondisi Ekosistem Perairan Kepulauan Spermonde: Keterkaitannya dengan Pemanfaatan Sumberdaya Laut di Kepulauan Spermonde (Hasil Penelitian). Divisi Kelautan Pusat KegiatanPenelitian, Universitas Hasanuddin http://bahasa.makassarkota.go.id/index.php/makassar-hari-ini/85?start=7

Kusnadi. 2000. Nelayan. Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Bandung: Humaniora Utama Press.

Kusnadi. 2006 (cetakan ke-2). Konflik Sosial Nelayan. Kemiskinan dan Perebutan Sumber Daya Alam. Yogyakarta: LkiS

Kusnadi, dkk. 2006. Perempuan Pesisir. Yogyakarta: LkiS.

Lampe, Munsi. 1989. Strategi-strategi Adaptif Nelayan. Suatu Studi Tentang Antropologi Perikanan. Disajikan dalam Forum Informasi Ilmiah Kontemporer Fisipol-Unhas tanggal 14 Juni 1989.

Saifuddin, Achmad Fedyani. 2005. Antropologi Kontemporer. Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma. Jakarta: Kencana.

Sanatang. 2006. Peranan Perempuan Dalam Ekonomi Rumah Tangga. Studi Kasus Istri Nelayan di Kelurahan Sumpang Minangar Kota Parepare. Tesis. Makassar: Program pascasarjana Universitas Hasanuddin.

Sihite, Romani R. 1992. Peranan dan Pola Kegiatan Wanita di Sektor Informal. Dalam Jurnal Antropologi Indonesia No. 50 Th. XVI, September-Desember 1992, halaman 97-107. Jakarta: Jurusan Antropologi Fisip UI.

Sosrodihardjo, Soedjito. 1986. Transformasi Sosil Menuju Masyarakat Industri. Yogyakarta: PT Tiara Wacana.

Susoliwati, Sri Pudji. 2006. Peranan Istri Nelayan Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Rumah Tangga (di desa Kabongan Lor Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang). Skripsi. Jurusan Sosiologi Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.

Ulhaq, Muhammad Zia. 2008. Kehidupan perempuan pesisir pantai di Pulau Bawean. www.bawean.info.

107

Page 108: Skripsi Lengkap Narto

108