skripsi komunikasi interpersonal guru agama dan …
TRANSCRIPT
SKRIPSI
KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU AGAMA
DAN SISWA TUNAGRAHITA DALAM
PEMBELAJARAN BACA TULIS AL-QURAN DI
SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI SLAWI
Diajukan guna untuk memenuhi persyaratan gelar Sarjana
Sosial (S.Sos)
Oleh:
ISMIYATUN MAWADDAH
NIM : 11160510000063
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
2021 M/1441 H
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ismiyatun Mawaddah
NIM : 11160510000063
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang
berjudul KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU
AGAMA DAN SISWA TUNAGRAHITA DALAM
PEMBELAJARAN BACA AL-QURAN DI SLB NEGERI
SLAWI merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semua sumber yang saya
gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan
hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya
orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku
di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU AGAMA DAN
SISWA TUNAGRAHITA DALAM PEMBELAJARAN BACA
TULIS AL-QURAN DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI
SLAWI
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Ismiyatun Mawaddah
NIM : 11160510000063
Pembimbing
Dr. H. M. Yakub, MA
NIP: 1962 1018 1993 0310 02
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021 M/1441 H
i
ABSTRAK
Ismiyatun Mawaddah, 11160510000063, Komunikasi
Interpersonal Guru Agama Dan Siswa Tunagrahita
Dalam Pembelajaran Baca Al-Quran Di SLB Negeri Slawi
Bidang pendidikan sangat membutuhkan komunikasi
dalam mencapai tujuan pembelajaran. Termasuk pada
pembelajaran Baca Tulis Al-Quran yang mempunyai banyak
simbol dan penggunaan kata bahasa Arab yang cukup asing
dimana tidak digunakan sebagai bahasa sehari-hari Namun
bagi siswa berkebutuhan khusus seperti tunagrahita,
dibutuhkan komunikasi yang lebih matang agar siswa
“istimewa” ini bisa menangkap pesan komunikasi dengan
baik.
Tujuan penelitian ini tidak lain untuk mengetahui
bagaimana komunikasi interpersonal yang terjadi antara
antara guru agama dengan siswa tunagrahita ringan dan
sedang, khususnya pada pembelajaran Baca Tulis Al-Quran.
Penelitian ini menggunakan teori Interaksi Simbolik
dimana seorang guru agama dituntut untuk menafsirkan
simbol-simbol penuh makna dari siswa Tunagrahita.
Sedangkan komunikasi interpersonal terjadi dalam bentuk
komunikasi verbal, dan komunikasi non verbal.
Metode yang digunakan menggunakan metode
penelitian deskriptif komparatif dimana penelitian
menggunakan dua subyek penelitian, yakni siswa tunagrahita
ringan dan sedang untuk mengetahui perbandingan
komunikasi interpersonal dari tiap-tiap subyek penelitian.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi
interpersonal pada kedua subyek terjadi dalam bentuk
komunikasi verbal dan komunikasi non verbal. Sedangkan
perbedaan komunikasi antara siswa tunagrahita ringan dan
sedang terletak pada intensitas komunikasi interpersonal yang
dilakukan.
Kata kunci: Komunikasi interpersonal, Interaksi Simbolik,
Herbert Mead, Tunagrahita, Baca Tulis Al-Quran,
Komunikasi Verbal, Komunikasi Non Verbal
ii
KATA PENGANTAR
Puja dan Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah
SWT atas segala kehendak-Nya beserta nikmat-nikmatnya
terutama nikmat sehat wal afi‟at penulis berhasil
menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam penulis
haturkan kepada junjungan kita Baginda Nabi Muhammad
SAW, Nabi Penuntun ummat dan panutan ummat. Sehingga
penulis berhasil menyelesaikan penelitian dan penyusunan
skripsi ini dengan baik yang berjudul: “Komunikasi
Interpersonal Guru Agama dan Siswa Tunagrahita Dalam
Pembelajaran Baca Al-Quran Di SLB Negeri Slawi” Dalam
melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis
meyadari masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang dapat
membangun, sangat saya harapkan untuk kesempurnaan
penyusunan berikutnya yang akan datang. Selesainya skripsi
ini tentunya tidak terlepas dari bantuan dan dorongan banyak
pihak yang terkait. Tiada kata yang dapat penulis sampaikan
selain ucapan terima kasih banyak yang sedalam-dalamya
kepada:
1. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Lubis, LC, M.A selaku
Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
iii
2. Suparto, M.Ed, Ph.D, selaku Dekan Fakultar Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. Siti Napsiyah, S.Ag iii
sebagai Wakil Dekan I bidang Akademik. Dr. Sihabbudin
Noor, M. Ag, sebagai Wakil Dekan II bidang Administrasi
Umum. Dr. Cecep Castrawijaya, MA, sebagai Wakil
Dekan III bidang Kemahasiswaan.
3. Dr. Armawati Arbi M. Si, selaku Ketua Jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. H. Edy Amin, MA, selaku Sekertaris Jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Drs. Jumroni, M. Si, selaku Dosen Pembimbing
Akademik (PA) yang telah membimbing dan
mengarahkan penulis selama menjadi mahasiswi.
6. Dr. H. M. Yakub, MA. selaku Dosen Pembimbing Skripsi
yang telah memberikan arahan, saran, motivasi, serta ilmu
sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan
baik.
7. Segenap seluruh Staff dan Dosen Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah memberikan ilmu, wawasan, dan
pengalamannya serta membimbing selama penelitian
menjalani studi.
iv
8. Pimpinan, Staff Perpustakaan Utama dan Perpustakaan
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
9. Ibu Eri Mulyani, M.M.Pd., selaku kepala sekolah yang
telah memberi kesempatan kepada penulis untuk
melaksanakan penelitian di SLBN Slawi.
10. Pak Ghufron, S.Pd.I., selaku guru agama yang telah
bersedia menjadi narasumber utama dalam penelitian ini
dan meluangkan waktunya agar penelitian dapat berjalan
dengan baik
11. Yang teristimewa kepada kedua orang tua, Mama, Abah
yang telah merawat dan memberikan dukungan penuh
terhadap semua yang penulis lakukan selama ini.
Terimakasih telah menjadi orang tua yang sangat baik
untuk penulis.
12. Kepada keluarga, semua kakak penulis, Mba Nunung,
Mba Epa, serta seluruh keponakan penulis Nay, Agni,
Hani, Aca, Nafa dan semua saudara yang telah membantu
menemani, mensupport dan melepas penat penulis selama
menulis skripsi ini.
13. Teruntuk teman baik penulis, Taufik Hidayat yang telah
menemani, dan berbagi keluh kesah serta kesal bersama
sejak tahun 2011. Thankyou to always understand me.
14. Teruntuk Tim Rahasia Illahi; Monika Yuniarti, Sri
Mulyati, Sanda Refia Debie, Dwi Ayu Amalia, Desi Indah
Sari dan Neng Fitria Fauziah yang telah memberikan
v
warna dan berbagai pengalaman bersama selama masa
perkuliahan.
15. Teman seatap penulis, Mut, Afa, Mba Ami dan Mba Yuli
yang telah menemani, berbagi atap dan ruangan bersama
penulis.
16. Teruntuk semua pihak kafe yang telah penulis kunjungi
demi mengerjakan tiap kalimat dari skripsi ini.
Alhamdulillah skripsi ini selesai di kafe.
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian skripsi ini
masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis berharap
adanya kritik dan saran demi perbaikan di masa mendatang.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
tidak hanya untuk penulis tetapi juga untuk pembaca serta
segenap keluarga besar akademika Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 30 Januari 2021
Ismiyatun Mawaddah
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................... vi
BAB 1PENDAHULUAN ...................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................ 13
C. Tujuan Penelitian............................................................. 14
D. Manfaat Penelitian .......................................................... 14
E. Metodologi Penelitian...................................................... 15
F. Teknik Pengumpulan Data ............................................ 18
G. Tinjauan Pustaka............................................................. 19
H. Sistematika Penulisan .................................................... 20
BAB II TINJAUAN TEORI ................................................ 23
A. Komunikasi Interpersonal ............................................. 26
B. Komunikasi verbal ........................................................... 29
C. Komunikasi non verbal .................................................. 30
D. Tunagrahita ....................................................................... 32
BAB III .................................................................................. 37
vii
GAMBARAN UMUM ......................................................... 37
A. Sejarah ............................................................................... 37
B. Profil Sekolah .................................................................... 38
C. Visi dan Misi Sekolah...................................................... 40
D. Tujuan Sekolah ................................................................ 41
E. Manfaat .............................................................................. 41
G. Sarana dan prasarana .................................................... 42
I. Kegiatan Ekstrakulikuler ............................................... 44
J. Jadwal dan Program Sekolah ........................................ 45
BAB IV .................................................................................. 47
TEMUAN PENELITIAN .................................................... 47
A. Komunikasi Interpersonal Guru Agama dan Siswa
Tunagrahita Ringan (C) dalam Pembelajaran Baca
Tulis Al-Quran di SLB Negeri Slawi .......................... 47
1. Bentuk Komunikasi Interpersonal Guru Agama dan
Siswa Tunagrahita Ringan (C) ..................................... 50
B. Komunikasi Interpersonal pada Proses Instruksional
Guru Agama dan Siswa Tunagrahita Sedang (C1) . 55
1. Bentuk Komunikasi Interpersonal Guru Agama dan
Siswa Tunagrahita dalam Pembelajaran Baca Tulis
Al-Quran ........................................................................... 60
BAB V ................................................................................... 63
viii
PEMBAHASAN ................................................................... 63
A. Komunikasi interpersonal Guru Agama dan Siswa
Tunagrahita Ringan (C) dan Sedang (C1) dalam
Pembelajaran Baca Tulis Al-Quran di SLB Negeri
Slawi ................................................................................... 63
1. Bentuk Komunikasi Interpersonal Guru Agama dan
Siswa Tunagrahita Ringan (C) dan Sedang (C1) ..... 68
C. Perbedaan Komunikasi Interpersonal Siswa
Tunagrahita ringan (C) dan Tunagrahita sedang
(C1) ..................................................................................... 75
BAB VI .................................................................................. 81
KESIMPULAN .................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................
................................................................................................ 84
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di Indonesia, jumlah Anak Berkebutuhan Khusus
pada tahun 2014 mencapai 1,4 juta orang. Anak Berkebutuhan
Khusus merupakan jenis gangguan yang dapat dialami oleh
siapa saja. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan
anak yang memiliki ciri berbeda dengan anak pada umumnya,
mereka mengalami hambatan dalam pertumbuhan dan
perkembangannya.1
Istilah anak berkebutuhan khusus
merupakan terjemahan dari child with special needs, yang
telah digunakan secara luar di dunia internasional, ada
beberapa istilah yang pernah digunakan, diantaranya anak
cacat, anak tuna, anak berkelainan, anak menyimpang dan
anak luar biasa.2
Anak berkebutuhan khusus juga sering
disebut dengan istilah difabel, yang sebenarnya adalah
kependekan dari difference ability.
Menurut World Health Organization (WHO), terdapat
berbagai macam jenis dari kebutuhan khusus. Pertama yakni
Disability, keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang
dihasilkan dari impairment) untuk menampilkan aktivitas
1 Jati Rinakri Atmaja, Pendidikan dan Bimbingan Anak Berkebutuhan
Khusus, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2018, hlm. 1 2 Ibid, hlm. 5
2
sesuai dengan aturannya atau masih dalam batas normal,
biasanya digunakan dalam level individu.
Kedua, Impairment, kehilangan atau ketidaknormalan
dalam hal psikologis, atau untuk struktur anatomi atau
fungsinya, biasanya digunakan dalam level organ
Ketiga, Handicap, ketidakberuntungan individu yang
dihasilkan dari impairment atau disability yang membatasi
atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada
individu.
Anak berkebutuhan khusus terdiri dari beberapa
kategori, diantaranya yakni kelainan dalam aspek fisik
penglihatan (tunanetra), kelainan indra pendengaran
(tunarungu), kelainan kemampuan berbicara (tunawicara),
kelainan fungsi anggota tubuh (tunadaksa), dan yang terakhir
adalah kelainan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yakni
tunagrahita. Banyak yang belum mengetahui tentang
tunagrahita.
Tunagrahita adalah suatu kondisi anak yang
kecerdasannya jauh di bawah rata-rata dan ditandai oleh
keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam
komunikasi sosial. 3 Anak tunagrahita sering disebut dengan
anak dengan mental terbelakang, karena kondisinya yang
3 Jati Rinakri Atmaja, Pendidikan dan Bimbingan Anak Berkebutuhan
Khusus, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2018, hlm. 97
3
menyebabkan sulitnya ia menerima suatu pemahaman
dibandingkan dengan kondisi anak pada umumya. Menurut
Bratanata (1979), Anak tunagrahita memiliki tingkat
kecerdasan yang sedemikian rendahnya (dibawah normal)
sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan
bantuan atau layanan secara spesifik, termasuk program
pendidikannya.4
Biasanya gangguan atau kelainan ini terjadi sejak lahir,
sehingga peran orang tua dan lingkungan sekitar sangat
penting guna mendukung tumbuh kembangnya. Banyak kasus
tercatat yang membuktikan bahwa anak berkebutuhan khusus
masih terabaikan baik dari orang tua maupun keluarga dan
lingkungan sekitar. Kebanyakan kasus anak berkebutuhan
khusus cenderung diabaikan dan terpaksa tidak menjalani
kegiatan khusus untuk menunjang perkembangannya,
termasuk dalam kegiatan belajar. Penyebabnya beragam,
mulai dari masalah finansial, kurangnya informasi yang
didapat oleh orang tua, bahkan keraguan orang tua yang
menganggap bahwa anak berkebutuhan khusus tidak mampu
berbaur dan mempelajari hal-hal yang diajarkan di sekolah
seperti anak normal pada umumnya. Padahal, anak
berkebutuhan khusus harus menghadapi hambatan berlipat,
yakni hambatan yang lahir dari dirinya sendiri dan juga
4 Jati Rinakri Atmaja, Pendidikan dan Bimbingan Anak Berkebutuhan
Khusus, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2018, hlm. 98
4
hambatan yang ia terima baik dari orang tua, keluarga
maupun lingkungan sekitar yang tidak mendukungnya untuk
berkembang. Hal ini menjadi salah satu penyebab tidak
optimalnya perkembangan anak berkebutuhan khusus. Untuk
mengatasi hal tersebut, hal yang perlu dilakukan salah satunya
yaitu dengan ditempatkannya anak tunagrahita di tempat
pendidikan khusus, yakni di Sekolah Luar Biasa.
Pemerintah dan pihak swasta sendiri sudah menyediakan
fasilitas untuk anak istimewa ini.
Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat menyatakan
setiap penyandang cacat berhak memperoleh:
a. Pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan
jenjang pendidikan
b. Pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan
jenis dan derajat kecacatan, pendidikan dan
kemampuannya
c. Perlakuan yang sama untuk berperan dalam
pembangunan dan menikmati hasil hasilnya
d. Aksebilitas dalam rangka kemandiriannya
e. Rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharan taraf
kesejahteraan sosial, dan
f. Hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat,
kemampuan dan kehidupan sosialnya, terutama bagi
5
penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga
dan masyarakat.5
Setiap manusia adalah sama di mata Allah, dan
keadaan anak berkebutuhan khusus tidak menjadikannya
halangan untuk kita memperlakukan mereka sama seperti
orang lain. Allah tidak membedakan derajat hambanya dari
fisik, jabatan, jenis kelamin, maupun hartanya. Melainkan
yang baik disisi Allah dilihat dari keimanannya terhadap
Allah SWT. Seperti hadist yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah dibawah ini:
ي و ع ة أ ب ز ب د هز ي ع و ح ز ب ي الز خ ص ض ر ه الل : ق ال ع ق ال
سول ر لى الل ص ه الل ل لن ع س ظز ل الل إى : و اهكن إل ى س ل أ ج و
ل كي ، ركن صو إل ى ظز و قلوبكن إل ى
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah Abdirrahman bin
Syahrin radhiyallahu „anhu, „Rasulullah Shallallahu Alaihi
wa Sallam bersabda, „Sesungguhnya Allah tidak melihat
kepada tubuh kalian dan tidak pula kepada rupa kalian, tetapi
Dia melihat kepada hati kalian.” (Diriwayatkan Muslim)
Dengan adanya undang-undang dan hadist di atas
menunjukkan bahwa penyandang disabilitas atau anak
berkebutuhan khusus berhak untuk mendapat perlakuan yang
5 Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,
Berita Negara Republik Indonesia:Peraturan Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI Nomor 10 tahun
2011 Tentang Kebijakan Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus, hlm. 6
6
sama dengan anak pada umumnya, bahkan Allah pun tidak
memandang mereka berbeda hanya karena kelainan yang
mereka miliki.
Sekolah Luar Biasa merupakan sekolah yang
dikhususkan bagi anak berkebutuhan khusus. Sekolah ini
didirikan dengan tujuan dapat memberikan pendidikan dan
pembelajaran khusus yang tepat dan sesuai bagi anak
berkebutuhan khusus, agar potensi yang dimiliki dapat
berkembang secara optimal. Karena anak berkebutuhan
khusus dinilai tidak mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekolah pada umumya. Mengingat anak
berkebutuhan khusus termasuk tunagrahita yang memiliki
tingkat intelektual jauh dibawah rata-rata yang membuatnya
harus disekolahkan di tempat pendidikan khusus sesuai
dengan kebutuhannya.
Sayangnya, di Indonesia masih sedikit fasilitas yang
khusus diperuntukkan untuk anak dengan kondisi ini. Belum
lagi dengan masih kurangnya aksesibilitas sekolah yang
memadai, kesiapan dan kemahiran tim pendidik untuk
mengajar siswa anak berkebutuhan khusus. Di DKI Jakarta,
jumlah Sekolah Luar Biasa Negeri hanya ada delapan sekolah.
Padahal idealnya, setiap satu kecamatan mempunyai satu
Sekolah Luar Biasa, agar siswa penyandang disabilitas atau
anak berkebutuhan khusus bisa lebih dekat dengan sekolah.
7
Belum lagi anak berkebutuhan khusus membutuhkan
pendampingan yang melekat.
Sekolah Luar Biasa sama seperti sekolah pada
umumnya. Materi yang disampaikan juga sama seperti
sekolah pada umumnya. Termasuk melaksanakan proses
belajar mengajar mengenai keagamaan. Pendidikan
keagamaan tentunya menjadi pendidikan utama dan pertama
yang sangat penting bagi setiap pemeluknya untuk dijadikan
pedoman hidup. Termasuk mempelajari kitab suci umat
islam, yakni Al-quranul karim. Karena didalam Al-Quranlah
semuanya telah dijelaskan darimana manusia berasal,
diciptakan, bagaimana alam semesta ada dan tentunya di
dalam agama semuanya telah diatur sedemikian rupa dari
bangun hingga tidur agar pemeluknya dapat menjadikannya
pedoman dalam menjalani setiap aspek kehidupan. Setiap
muslim wajib baginya untuk mempelajari Al-Quran. Seperti
yang sudah dijelaskan dalam ayat berikut :
Dari shahabat Abu Umamah Al-Bahili radhiallahu „anhu :
Saya mendengar Rasulullah shalallahu „alaihi wasallam
bersabda :
ءوا آى اق ز م أ تى ف إه ال قز ت و فعا ال ق اه ابه ش ح لأ ص
“Bacalah oleh kalian Al-Qur`an. Karena ia (Al-Qur`an) akan
datang pada Hari Kiamat kelak sebagai pemberi syafa‟at
8
bagi orang-orang yang rajin membacanya.” [HR. Muslim
804]
Dalam mempelajari al-quran, tentunya tidak hanya
membaca dengan fashih sesuai kaidah yang telah ditentukan,
namun juga mempelajari setiap ayat yang sarat akan makna
sehingga kita bisa menarik hikmah dan pelajaran yang dapat
diambil, baik berupa cerita mengenai kaum-kaum terdahulu,
maupun berupa peringatan yang harus dihindari oleh setiap
muslim. Dalam pembelajaran agama, khususnya membaca
al-quran, proses pembelajaran tidak serta merta memberikan
dalil dan buku agama lalu diberikan kepada siswa agar
dipelajari. Namun juga membutuhkan bimbingan dan
komunikasi yang baik agar pelajaran dapat diterima dengan
baik. Apalagi mengingat subjek penelitian ini merupakan
siswa tunagrahita yang memilki tingkat kecerdasan jauh
dibawah rata-rata, yang tentunya dibutuhkan usaha dan trik
komunikasi yang lebih dari pengajar. Pelajaran agama tidak
hanya mencakup apa yang dipelajari, tapi juga perlu adanya
praktik nyata dari siswa apakah dia benar-benar memahami
dan mengerti sekaligus menerapkan apa yang telah
dipelajari. Terlebih al-quran, yang harus dibaca dengan tartil
dan sesuai dengan kaidah tajwid.
Dalam proses belajar, atau lebih luasnya pendidikan,
terkandung unsur-unsur yang mendukungnya. Unsur-unsur
9
tersebut antara lain adalah orang yang belajar, pihak yang
membantu menyebabkan belajar, dan faktor-faktor lain yang
mempengaruhi kedua pihak tersebut dalam melaksanakan
fungsi masing-masing, termasuk pula didalamnya unsur
komunikasi.
Komunikasi merupakan suatu unsur yang sangat
penting bagi manusia dalam menjalani setiap segi kehidupan.
Sebagai makhluk sosial, pastinya manusia tidak dapat
melakukan aktifitas secara efektif tanpa adanya komunikasi.
Setiap individu sangat membutuhkan sentuhan, sapaan, dan
perhatian dari orang lain sebagai wujud dari komunikasi.
Manusia akan selalu berkeinginan untuk berbicara, bertukar
gagasan, mengirim dan menerima informasi, berbagi
pengalaman, cerita dan lain sebagainya. Berbagai keinginan
tersebut hanya dapat terpenuhi melalui kegiatan interaksi
dengan orang lain dalam suatu sistem sosial tertentu. Adanya
aktivitas-aktivitas dalam kehidupan sosial menunjukkan
bahwa manusia mempunyai naluri untuk hidup bergaul
dengan sesamanya.6
Seperti yang sudah diketahui, komunikasi mempunyai
empat fungsi umum, yakni informatif, edukatif, persuasif dan
rekreatif. Komunikasi berfungsi memberi keterangan,
memberi data atau fakta yang berguna bagi segala aspek
6 Suranto Aw, Komunikasi Interpersonal, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2011,
hlm. 1
10
kehidupan manusia. Disamping itu, komunikasi juga
berfungsi mendidik masyarakat, mendidik setiap orang
menuju pencapaian kedewasaan bermandiri.7 Seseorang bisa
mengetahui banyak hal dari aktivitas mendengar, membaca,
melihat, dan banyak berkomunikasi dengan manusia lain.
Disamping faktor-faktor dari unsur yang pertama,
faktor komunikasi ini bahkan sanggup menyentuh semua
aspek yang terjadi dalam proses tadi. Orang yang ingin belajar
tanpa berkomunikasi, tidak mungkin dapat melaksanakan
keinginannya. Orang yang mempunyai prakarsa
membelajarkan, tanpa berkomunikasi tidak dapat
mewujudkan prakarsanya. Semuanya membutuhkan
komunikasi. Bahkan proses belajar itu sendiri, menurut Berlo
(1960), merupakan proses komunikasi. 8
Agar komunkasi dapat berjalan dengan semestinya,
komunikasi mempunyai lima komponen atau unsur penting
yang harus diperhatikan, yaitu pengirim pesan (sender), pesan
yang disampaikan (message), bagaimana pesan tersebut
dikirimkan (delivery channel atau media), penerima pesan
(receiver) dan umpan balik (feedback).9 Agar pesan dapat
7 Pawit M. Yusuf, Komunikasi Instruksional Teori dan Praktik, Bumi
Aksara, Jakarta, 2010, hlm. 3 8 Pawit M. Yusuf, Komunikasi Instruksional Teori dan Praktik, Bumi
Aksara, Jakarta, 2010, hlm. 48 9 Dasrun Hidayat, S.Sos., M.I.Kom, Komunikasi Antarpribadi dan
Medianya (Fakta Penelitian Fenomenologi Orang Tua Karir dan Anak
Remaja), Graha Ilmu,Yogyakarta, 2012, hlm. 2
11
diterima dengan baik, tentunya komunikator atau penyampai
pesan hendaknya menyampaikan maksud atau pesan dengan
baik pula, supaya pesan dapat diterima, dimengerti dan
ditanggapi oleh komunikan. Tanggapan dari komunikan ini
merupakan unsur penting, karena tanggapan dapat
menunjukkan apakah pesan yang disampaikan diterima
dengan baik atau tidak.
Agar proses pembelajaran membaca al-quran berjalan
dengan lancar, dapat diterima dan dipahami dengan baik oleh
siswa, tentunya dibutuhkan sebuah komunikasi yang baik dari
guru agama kepada siswa tunagrahita yang mana menjadi
subyek dari penelitian ini. Salah satunya yakni dengan
mengetahui bagaimana komunikasi interpersonal terjadi
antara guru agama dengan siswa tunagrahita.
Di dalam komunikasi, suatu keberhasilan dalam
proses komunikasi ditentukan dari suksesnya pesan yang
diterima oleh komunikan dari komunikator. Dalam penelitian
ini, informasi yang terkandung dalam pelajaran membaca al-
quran itu lah yang dinamakan pesan. Pesan yang disampaikan
oleh guru agama dan siswa tunagrahita ini tentunya
merupakan pesan yang telah dirancang khusus untuk tujuan
belajar agar mempermudah proses belajar. Komunikasi dalam
sistem instruksional ini kedudukannya dikembalikan pada
fungsi asalnya, yakni sebagai alat untuk merubah perilaku
sasaran dalam hal edukatif. Proses komunikasi diciptakan
12
secara wajar, akrab dan terbuka dengan ditunjang dengan
faktor lain, baik sarana maupun fasilitas lain dengan tujuan
supaya mempunyai efek perubahan perilaku pada pihak
sasaran.
Siswa tunagrahita merupakan siswa dengan keadaan
khusus, dimana pendekatan dalam proses belajar mengajar
salah satunya dapat dilakukan dengan pendekatan psikologis
dengan membangun hubungan akrab antara guru dengan
siswa tunagrahita, dengan harapan pesan atau pembelajaran
yang disampaikan dapat berdampak bagi pengetahuan, sikap
dan ketrampilan siswa tunagrahita.
Dalam proses belajar mengajar, guru tentunya menjadi
kemudi utama bagi murid-muridnya. Terlebih di Sekolah Luar
Biasa, dimana muridnya merupakan anak-anak istimewa yang
perlu dilakukan tindakan dan usaha yang lebih keras bagi guru
dalam memberikan pelajaran. Komunikasi merupakan suatu
hal inti dalam proses belajar mengajar. Selain kemampuan
daya tangkap yang dimiliki oleh murid, komunikasi yang
efektif juga mempengaruhi apakah pelajaran atau pesan yang
disampaikan oleh pengajar dapat diterima oleh murid dengan
baik.
Namun di dalam komunikasi tentu terdapat hambatan-
hambatan yang membuat komunikasi rentan terdistraksi atau
tidak berjalan sebagaimana mestinya, salah satunya yakni
13
berkomunikasi dengan anak tunagrahita. Dalam kasus ini,
peneliti ingin mengetahui sebetulnya bagaimana komunikasi
interpersonal yang terjadi diantara guru agama dengan siswa
tunagrahita khususnya dalam pembelajaran Baca Tulis Al-
quran, mengingat anak tunagrahita memiliki tingkat
kecerdasan jauh dibawah rata-rata yang tentuya mempunyai
komunikasi yang berbeda bagi guru agar proses belajar
mengajar dapat berjalan dengan efektif.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Agar peneltian ini tidak melebar kepada pembahasan
yang lebih luas, maka penulis memfokuskan penelitian ini
dengan membatasi masalah seputar komunikasi interpersonal
yang terjadi antara Guru Agama dan Siswa Tunagrahita
tingkat ringan dan sedang pada jenjang Sekolah Menengah
Pertama.
Untuk memperjelas permasalahan dan mempermudah
pencarian data penelitian, penulis merumuskan permasalahan
pada pembahasan penelitian ini, yakni:
1. Bagaimana Komunikasi interpersonal yang terjadi
antara guru agama dan siswa tunagrahita tingkat
ringan dalam pembelajaran Baca Tulis Al-quran di
SLB Negeri Slawi?
2. Bagaimana Komunikasi interpersonal yang terjadi
antara guru agama dan siswa tunagrahita tingkat
14
sedang dalam pembelajaran Baca Tulis Al-quran di
SLB Negeri Slawi?
3. Apa perbedaan antara komunikasi interpersonal guru
agama dan siswa tunagrahita pada tingkat ringan dan
sedang dalam pembelajaran Baca Tulis Al-quran di
SLB Negeri Slawi?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
untuk mengetahui dan memahami bagaimana komunikasi
interpersonal yang terjadi antara guru agama dan siswa
tunagrahita pada tingkat ringan dan sedang serta mengetahui
perbedaan komunikasi interpersonal yang terjadi pada siswa
tunagrahita tingkatan ringan dan sedang dalam proses
pembelajaran Baca Tulis AL-Quran di SLB Negeri Slawi
dengan membandingkan dua data yang diperoleh.
D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan mampu memberikan
beberapa manfaat, diantaranya:
1. Manfaat Akademis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi ilmiah bagi ilmu pengetahuan khususnya di
bidang ilmu komunikasi, dan dapat menambah referensi
bagi peneliti selanjutnya, khususnya yang berkaitan
dengan pola komunikasi maupun penyandang tunagrahita.
15
2. Manfaat praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu
memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang bergelut di
bidang pendidikan khususnya pengajar siswa tunagrahita.
Tidak hanya itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi masyarakat luas yang ingin
menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pola
komunikasi antara guru agama dan siswa tunagrahita, baik
tingkat ringan maupun sedang.
E. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Metode berasal dari bahasa Yunani (methodos).
Secara sederhana, metode adalah suatu cara kerja untuk
dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang
bersangkutan.10
Sedangkan Penelitian atau riset (research)
adalah kegiatan mempertanyakan. Pada penelitian ini,
peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan
metode kualitatif deskriptif dan komparatif. Pendekatan
kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman
yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki
suatu fenomena sosial dan masalah manusia.11
Sedangkan
penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan
10
Drs. H. Ardial, M.Si., Paradigma dan Model Penelitian Komunikasi,
PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2014, hlm. 244 11
Drs. H. Ardial, M.Si., Paradigma dan Model Penelitian Komunikasi,
PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2014, hlm. 249
16
untuk mengetahui keberadaan variabel mandiri, baik satu
variabel atau lebih variabel (variabel yang berdiri sendiri)
tanpa membuat perbandingan atau mencari hubungan satu
sama lain.12
Penelitian ini juga menggunakan metode
komparatif, yakni penelitian yang membandingkan
keadaan satu variabel atau lebih pada dua atau lebih
sampel yang berbeda, atau dua waktu yang berbeda.13
Peneltian ini menggunakan pendekatan kualitatif
dengan metode deskriptif dan komparatif dikarenakan
penulis ingin memahami, menyelidiki, mendeskripsikan,
mencari data secara rinci dan sedalam-dalamnya guna
menemukan informasi yang lengkap dengan hasil akhir
berupa perbandingan mengenai komunikasi interpersonal
antara guru agama dan siswa tunagrahita tingkat ringan dan
sedang pada jenjang Sekolah Menengah Pertama di
Sekolah Luar Biasa Negeri Slawi.
2. Paradigma Penelitian
Menurut Ritzer, paradigma adalah pandangan yang
mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi
pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh salah
satu cabang/disiplin ilmu pengetahuan.14
Paradigma
12
Sugiyono , Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif
Kualitatif dan R&D. Alfabeta, Bandung, 2014, hlm. 53 13
Ibid, hlm. 54 14
Sugiyono , Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif
Kualitatif dan R&D. Alfabeta, Bandung, 2014, hlm. 157
17
merupakan alat bantu bagi peneliti untuk merumuskan
beberapa hal dalam penelitian, yakni mengenai apa yang
harus dipelajari, persoalan apa yang harus dijawab,
bagaimana menjawabnya serta aturan yang harus diikuti
dalam menginterpretasikan hasil penelitian yang
diperoleh.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
paradigma konstruktivis. Karena paradigma konstruktivis
merupakan komponen pertama dalam belajar. Landasan
konsep kegiatan belajar yang berlandaskan paradigma ini
yaitu penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki untuk
mengolah informasi yang masuk, sehingga terbentuk
pengetahuan baru menuju pembentukan sesuatu
kompetensi yang dikehendaki pembelajar.15
3. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah pihak yang
berakitan dengan topik penelitian ini, yakni guru agama
dan siswa tunagrahita tingkat ringan dan sedang pada
jenjang Sekolah Menengah Pertama di SLB Negeri Slawi.
4. Tempat penelitian
Tempat penelitian ini berlokasi di Sekolah Luar Biasa
Negeri Slawi yang beralamatkan di Jalan H. Agus Salim
No. 5, Procot, Slawi, Kabupaten Tegal.
15
Haris Mudjiman, Belajar Mandiri, UNS Press, Surakarta, 2009, hlm. 23
18
F. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa
teknik pengumpulan data, diantaranya:
1. Observasi
Observasi adalah proses pencatatan pola
perilaku subjek (orang), objek (benda-benda), atau
kejadian yang sistematik tanpa adanya pertanyaan atau
komunikasi dengan individu-individu yang diteliti.16
Dalam penelitian ini penulis melakukan observasi
dengan mengamati, melihat, mendengar, dan berusaha
memahami secara langsung pola komunikasi guru
agama dan siswa tunagrahita di SLB Negeri Slawi.
2. Wawancara
Wawancara merupakan percakapan yang
dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan
diwawancarai (interviewee) yang memberi jawaban.
Pihak yang akan menjadi interviewee dalam penelitian
ini adalah kepala sekolah dan guru agama siswa
tunagrahita pada jenjang Sekolah Menengah Pertama
SLB Negeri Slawi.
3. Dokumentasi 16
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi,
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 34
19
Dokumentasi yakni sumber data yang
diperoleh dari dokumen-dokumen yang berhubungan
dengan penelitian ini, baik berupa buku, jurnal, artikel,
foto atau lain-lain yang berasal dari dalam maupun
luar sekolah.
G. Tinjauan Pustaka
Setelah penulis melakukan tinjauan kepustakaan
mengenai topik yang bersangkutan dengan penelitian ini,
penulis menemukan beberapa judul dengan topik terkait,
diantaranya:
1. Siti Sarah (2008), menggunakan metode kualitatif.
menemukan aktvitas komunikasi interpersonal yang
terjadi berupa komunikasi verbal.17
2. Jurnal karya Lisa Ariska menemukan temuan jurnal ini
diantaranya berisi metode-metode yang digunakan oleh
guru pada kelas khusus di SMK Labor, diantaranya
berupa diskusi, ceramah, problem solving, karyawisata,
eksperimen, dan demonstrasi.18
3. Jurnal karya Kikii Zakiah dan Muthiah Umar, 2006.
Jurnal ini menggunakan metode penelitian survey dengan
analisis deskriptif. Survey pada penelitian jurnal ini
dilakukan di beberapa fakultas UNISBA. Hasil
17
Siti Sarah, Komunikasi interpersonal dalam Membina Akhlak Siswa di
Taman Pendidikan Al-Quran Unit 373 At-Tahiriyah II, Skripsi. 2008. 18
Lisa Ariska, Komunikasi instruksional Guru pada Kelas Khusus di
SMK Labor Binaan FKIP Universitas Riau (Studi Pada Program Keahlian
Teknik Komputer dan Jaringan). Jurnal. 2018.
20
penelitiannya, fakultas Tarbiyah menjadi fakultas dengan
mahasiswa terbaik dalam mendapatkan efek dari
spesifikasi isi dan tujuan dari komunikasi interpersonal.19
Adapun perbedaan penelitian ini daripada peneliti
sebelumnya yakni penelitian ini membahas mengenai
komunikasi interpersonal yang terjadi antara guru agama
dan siswa tunagrahita, dimana peneliti melihat masih
jarangnya penelitian yang membahas mengenai
komunikasi interaksional, khususnya terhadap
penyandang tunagrahita dengan menggunakan metode
deskriptif dan komparatif, yakni mendeskripsikan dan
membandingkan antara dua data yang diperoleh,
diantaranya pola komunikasi guru agama dan siswa
tunagrahita tingkat ringan dan sedang.
H. Sistematika Penulisan
Bagian ini memberikan penjelasan secara singkat
tentang skema dan sistematika penulisan skripsi sesuai
dengan aturan yang berlaku, yaitu:
BAB I : PENDAHULUAN
Bagian ini merupakan bagian pembukaan yang
terdiri dari latar belakang, identifikasi masalah, batasan
19
Kikii Zakiah dan Muthiah Umar, Komunikasi instruksional dalam
Proses Pembelajaran Mahasiswa. Jurnal, 2006.
21
masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, tinjauan kajian terdahulu, metodologi
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : KAJIAN TEORITIS
Berisi uraian teori secara komprehensif terutama
tentang teori komunikasi interpersonal dan
interaksionisme simbolik. Pada bagian ini juga dijelaskan
beberapa konsep seperti pengertian komunikasi
interpersonal, komunkasi verbal, komunikasi nonverbal,
dan tunagrahita.
BAB III : GAMBARAN UMUM
Bagian ini mencoba menguraikan beberapa hal
berkaitan dengan tempat penelitian mengenai profil,
sejarah, visi-misi, logo serta berbagai gambaran lainnya.
BAB IV : TEMUAN DAN ANALISIS
Bagian ini menguraikan tentang berbagai macam
data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan
studi dokumen yang dilakukan pada siswa tunagrahita di
SLB Negeri Slawi serta analisis antara teori, konsep, latar
belakang dengan data-data yang ditemukan di lapangan
terutama perihal komunikasi interpersonal yang terjalin
antara guru agama dan siswa tunagrahita.
22
BAB V : PENUTUP
Bagian terakhir ini berisi kesimpulan dari
penelitian yang dilakukan dan saran baik untuk pribadi
peneliti, pembaca, subjek dan civitas akademik kampus.
23
BAB II
TINJAUAN TEORI
Komunikasi adalah prasyarat kehidupan manusia.
Segala aktifitas kehidupan manusia sangat membutuhkan
komunikasi sebagai jembatan dalam mencapai sebuah tujuan.
Everet M. Rogers (1986) dalam bukunya Communication
Technology: The New Media in Society, antara lain
menyebutkan bahwa sejarah komunikasi sudah dikenal
diperkirkan dimulai sejak sekitar 4.000 tahun sebelum Masehi
(sM)20
. Tidak ada data autentik yang dapat menerangkan
tentang kapan manusia mulai mampu berkomunikasi.
Menurut Hovland, Janis dan Kelky, mendefinisikan
komunikasi sebagai “ The process by which an individual (the
communicator) transmits stimult (usually verbal symbols) to
modify, the behaviour of other individu”, yang berarti
komunikasi adalah suatu proses dimana seseorang
(komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam
bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk
perilaku orang-orang lainnya (khalayak). Sedangkan menurut
Weaver, komunikasi adalah seluruh prosedur melalui mana
pikiran seseorang dapat mempengaruhi pikiran orang lainnya.
Dari dua pengertian tersebut, keduanya memiliki tujuan yang
sama, yakni mengubah seseorang baik dari perilaku maupun
Mahraeni Fajar, Ilmu komunikasi: Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2009), h. 15
24
pikiran. Dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan
suatu proses penyampaian pesan yang bertujuan untuk
mengubah seseorang, baik dari pikiran maupun perilaku.
Seperti yang sudah dicantumkan pada latar belakang
penelitian ini, komunikasi mempunyai lima komponen atau
unsur penting yang harus diperhatikan, yaitu pengirim pesan
(sender), pesan yang disampaikan (message), bagaimana
pesan tersebut dikirimkan (delivery channel atau media),
penerima pesan (receiver) dan umpan balik (feedback).21
Komunikasi mempunyai beberapa karakteristik, diantaranya :
1. Komunikasi suatu proses
Komunikasi sebagai suatu proses artinya bahwa
komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau
peristiwa yang terjadi secara berurutan serta berkaitan satu
sama lainnya dalam kurun waktu tertentu.22
Pada proses
komunikasi terdapat unsur-unsur yang terdiri dari pelaku,
pesan yang meliputi bentuk pesan, isi, dan cara
penyampaian pesan, saluran yang digunakan dalam
menyampaikan pesan, waktu, tempat, dan hasil atau efek
komunikasi.
2. Komunikasi adalah upaya yang disengaja serta
mempunyai tujuan 21
Dasrun Hidayat, S.Sos., M.I.Kom, Komunikasi Antarpribadi dan
Medianya (Fakta Penelitian Fenomenologi Orang Tua Karir dan Anak
Remaja), (Yogyakarta, Graha Ilmu 2012), h.2 22
Mahraeni Fajar, Ilmu komunikasi: Teori dan Praktik, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2009), h. 33
25
komunikasi merupakan suatu tindakan yang dilakukan
secara disengaja berdasarkan kemauan dari pelaku
komunikasi, dan komunikasi juga mempunyai tujuan
sesuai dengan keinginan pelaku komunikasi.
3. Komunikasi menurut adanya partisipasi dan kerja sama
dari para pelaku yang terlibat
Dengan adanya partisipasi dan kerja sama dari orang
lainyang terlibat dalam komunikasi dan tujuan, maka
komunikasi akan berlangsung dengan baik.
4. Komunikasi bersifat simbolis
Komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang
dilakukan dengan menggunakan lambang-lambang,
misalnya: bahasa. 23
5. Komunikasi bersifat instruksional
Komunikasi pada dasarnya menuntut dua tindakan:
memberi dan menerima. Dua tindakan tersebut rentunya
perlu dilakukan secara seimbang atau proporsional oleh
masing-masing pelaku yang terlibat dalam komunikasi
6. Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu
Maksud dari menembus ruang dan waktu adalah bahwa
orang yang terlibat dalam komunikasi (komunikator dan
komunikan) tidak harus berada pada waktu dan tempat
yang sama. Dikarenakan perkembangan teknologi yang
memunculkan alat-alat komunikasi seperti telepon, email,
23
Mahraeni Fajar, Ilmu komunikasi: Teori dan Praktik, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2009), h. 34
26
media sosial dan yang lainnya menjadi saluran
komunikasi yang dapat menembus ruang dan waktu.
A. Komunikasi Interpersonal
1. Pengertian Komunikasi interpersonal
Komunikasi merupakan proses penyampaian suatu
pesan dalam bentuk lambang bermakna sebagai pikiran dan
perasaan berupa ide, informasi, kepercayaan, harapan,
himbauan, dan sebagai panduan yang dilakukan oleh
seseorang kepada orang lain, baik langsung secara tatap muka
maupun tidak langsung melalui media, dengan tujuan
mengubah sikap, pandangan atau perilaku.24
Agar pesan dapat diterima dengan baik, tentunya
komunikator atau penyampai pesan hendaknya
menyampaikan maksud atau pesan dengan baik pula, supaya
pesan dapat diterima, dimengerti dan ditanggapi oleh
komunikan. Tanggapan dari komunikan ini merupakan unsur
penting, karena tanggapan dapat menunjukkan apakah pesan
yang disampaikan diterima dengan baik atau tidak.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya,
komunikasi mempunyai empat fungsi umum, yakni edukatif,
informatif, persuasif dan rekreatif. Di dalam penelitian ini,
fungsi edukatif menjadi fungsi yang paling disorot, karena
24
Onong Uchjana Effendy, Kamus Komunikasi, Mandar Maju, , Jakarta,
1989, hlm. 60
27
yang akan dikaji merupakan komunikasi yang bertujuan untuk
mengubah seseorang menjadi lebih baik. Pembahasan
komunikasi interpersonal disini lebih ditekankan pada pola
perencanaan dan pelaksanaan secara operasional yang
didukung oleh teori untuk kepentingan keberhasilan efek
perubahan perilaku pada pihak sasaran (komunikan).
Komunikasi interpersonal atau komunikasi antar
pribadi menurut Joseph A. Devito dalam bukunya “The
Insterpersonal Communication Book” mendefinisikan
komunikasi antar pribadi sebagai proses pengiriman dan
penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara
sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan
beberapa umpan balik seketika.25
Menurut Mulyana dalam Silfia Hanani, mengatakan
bahwa komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antara
orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap
pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung.26
Dari dua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang terjadi
antara dua orang secara tatap muka dengan reaksi atau efek
yang terjadi secara langsung.
25
Mahraeni Fajar, Ilmu komunikasi: Teori dan Praktik, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2009), h.78 26
Silfia Hanani, Komunikasi Antarpribadi Teori dan praktik, (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2017) h. 15.
28
Agar komunikasi interpersonal berjalan dengan lancar,
terdapat beberapa efetifitas komunikasi antar pribadi.
Karakteristik efektivitas komunikasi interpersonal menurut
Yoseph DeVito dilihat dari dua perspektif, yaitu:
1. Humanistis, meliputi sifat-sifat:
- Keterbukaan. Dalam sifat keterbukaan terdapat dua
aspek tentang komunikasi antar pribadi. Aspek
pertama bahwa kita harus terbuka pada orang-orang
yang berinteraksi dengan kita. Aspek kedua merujuk
pada kemauan untuk memberikan tanggapan terhadap
orang lain dengan apa adanya.
- Perilaku suportif. Jack R. Gibb menyebutkan tiga
perilaku yang menimbulkan perilaku suportif, yaitu
deskriptif, spontanitas, dan provisionalisme.
- Perilaku positif. Komunikasi akan berjalan dengan
baik apa bila antara komunikator dan komunikan
mempunyai sudut pandang yang positif
- Empatis, yakni kemauan seseorang untuk
menempatkan diri di posisi orang lain
- Kesamaan. Kesaman mencakup dua hal, yakni bidang
pengalaman dan kesamaan dalam percakapan antara
pelaku komunikasi
2. Pragmatis, meliputi sifat-sifat:
- Bersikap yakin. Jika seseorang bersikap yakin, maka
komunikasi akan berjalan dengan luwes dan tenang
29
- Kebersamaan. Adanya sifat kebersamaan akan
membuat seseorang lebih memperhatikan dan
merasakan kepentingan orang lain
- Manajemen interaksi. Komunikasi yang efektif akan
terjalin apa bila pelaku komuniksi dapat mengontrol
diri agar komunikasi dapat terus berjalan dengan baik
- Perilaku ekspresif. Dengan periaku ekspresif
seseorang dapat terlihat tertarik dengan komunikasi
yang berlangsung
- Orientasi pada orang lain. Komunikasi antar pribadi
tidak hanya berputar tentang diri kita sendiri. dengan
beradaptasi dengan orang lain, maka komunikasi akan
terus berkembang.27
B. Komunikasi verbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang
menggunakan kata-kata. Menurut Paulette J. Thomas,
komunikasi verbal adalah penyampaian dan penerimaan
pesan dengan menggunakan bahasa lisan dan tulisan.28
Dalam komunikasi verbal, bahasa menjadi unsur
terpenting. Bahasa merupakan lambang verbal yang kaya
akan simbol-simbol dan makna yang membantu
komunikan dalam menginterpretasikan suatu pesan dari
27
Mahraeni Fajar, Ilmu komunikasi: Teori dan Praktik, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2009), h. 86 28
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Kerjasama Lembaga Penelitian
UIN Jakarta dan Jakarta Pers, 2007), Cet. Ke-1, h. 93
30
tujuan komunikasi. Lambang verbal (bahasa) merupakan
lambang paling sering digunakan, hanya bahasa yang
mampu mengungkapkan pikiran komunikator mengenai
hal atau peristiwa baik yang konkret maupun abstrak yang
terjadi di masa kini, masa lalu dan masa yang akan
datang.29
Komunikasi verbal terdiri dari dua klasifikasi,
lisan dan tulisan. Keduanya dapat terjadi baik secara
langsung melalui pertemuan secara face to face antara
pelaku komunikasi maupun secara tidak langsung.
Komunikasi verbal juga dapat terjadi pada saat pelaku
komunikasi melakukan aktivitas verbal seperti berbicara,
menulis, mendengarkan dan membaca.
C. Komunikasi non verbal
Komunikasi non verbal merupakan semua komunikasi
yang tidak menggunakan kata-kata. Komunikasi non verbal
juga sering disebut sebagai bahasa isyarat. Hadirnya
komunikasi non verbal sangat berpengaruh terhadap
komunikasi, karena komunikasi ini sering digunakan sebagai
pelengkap dari komunikasi verba. Seringkali komunikasi
verbal memiliki penafsiran yang sulit untuk disampaikan
kepada lawan bicara. Dengan adanya isyarat non verbal maka
29
Mahraeni Fajar, Ilmu komunikasi: Teori dan Praktik, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2009), h. 35
31
pesan dari komunikasi verbal akan tersampaikan sesuai
dengan tujuan.
Mark Knapp (1978) menyebut bahwa kode nonverbal
dalam berkomunikasi memiliki beberapa fungsi, diantaranya
:30
1. Repeating (Repetisi) , yaitu mengulang kembali pesan
yang disampaikan secara verbal.
2. Substituting (Substitusi) , yaitu mengantikan lambang-
lambang verbal. contohnya ketika seseorang mengangguk
untuk sebagai pengganti kata “ya”, atau ketika seseorang
melambaikan tangan ketika beranjak pergi sebagai
pengganti kata “bye”.
3. Contradicting (Kontradiksi) , yaitu menolak pesan verbal
atau memberikan makna lain terhadap pesan verbal.
contohnya ketika seorang anak berkata “ya” ketika
disuruh ibu mencuci piring sambil terus memainkan
gawainya.
4. Complementing (Komplemen) , yaitu melengkapi dan
memperkaya pesan maupun makna nonverbal. Contohnya
melambaikan tangan saat mengatakan selamat jalan.
5. Accenting (Aksentuasi) , yaitu menegaskan pesan verbal
atau mengaris bawahinya. Contohnya Mahasiswa
membereskan buku-bukunya atau melihat jam tangan
30
Widyo Nugroho, Modul Teori Komunikasi Verbal dan Nonverbal,
Modul Komunikasi Verbal Dan Non Verbal (Unud.Ac.Id), diakses pada
31 Januari 2021, pukul 21.20
32
ketika jam kuliah berakhir atau akan berakhir, sehingga
dosen sadar diri dan akhirnya menutup kuliahnya.
D. Tunagrahita
Tunagrahita adalah suatu kondisi anak yang
kecerdasannya jauh dibawah rata-rata dan ditandai oleh
keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam
komunikasi sosial.31
Anak tunagrahita juga mengalami
hambatan terhadap perilaku adaptif selama masa
perkembangan hidupnya dari 0 tahun hingga 18 tahun. IQ
anak tunagrahita hanya berada di angka 70 ke bawah. Kondisi
ini juga menyebabkan anak tunagrahita sering disebut juga
dengan anak keterbelakangan mental.
1. Karakteristik Tunagrahita
Karakteristik anak tunagrahita meliputi hal-hal sebagai
berikut:
a. Mempunyai dasar secara fisiologis, sosial dan emosional
sama seperti anak-anak yang tidak menyandang
tunagrahita
b. Selalu bersifat exsternal locus of control sehingga mudah
sekali melakukan kesalahan (expectancy for failure)
31
Jati Rinakri Atmaja, Pendidikan dan Bimbingan Anak Berkebutuhan
Khusus, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2018, hlm. 97
33
c. Suka meniru perilaku yang benar dari orang lain dalam
upaya mengatasi kesalahan-keslahan yang mungkin ia
lakukan (outerdirectedness)
d. Mempunyai perilaku yang tidak dapat mengatur diri
sendiri
e. Mempunyai permasalahan berkaitan dengan perilaku
sosial (social behavioural)
f. Mempunyai masalah berkaitan dengan karakteristik
belajar
g. Mempunyai masalah dalam bahasa dan pengucapan
h. Mempunyai masalah dalam kesehatan fisik
i. Kurang mampu untuk berkomunikasi
j. Mempunyai kelainan pada sensor gerak
k. Mempunyai masalah berkaitan dengan psikiatrik, adanya
gejala depresif menurut hasil penelitian dari Meins tahun
1995 (Smitth, et al., 2002:278-289)32
2. Klasifikasi Tunagrahita
Seperti yang dituturkan Skala Binet dan Skala
Weschler, tunagrahita diklasifikasikan menjadi tiga golongan,
yakni tunagrahita ringan, sedang dan berat. Pengklasifikasian
tunagrahita ini dilihat dari jumlah IQ yang dimiliki,
diantaranya:
32
Prof. Dr. Bandi Delphie, M.A., S.E., Pembelajaran Anak Berkebutuhan
Khusus:Dalam Setting Pendidikan Inklusi, PT.Refika Aditama:Bandung,
2006, hlm. 17
34
a. Tunagrahita ringan
Tunagrahita ringan fisebut juga moron atau debil.
Menurut skala Binet, kelompok ini memiliki IQ antara 68-
52, sedangkan menurut skala Weschler (WISC) memiliki
IQ antara 69-55. Anak tunagrahita masih bisa dapat
belajar membac, menulis, dan berhitung sederhana.
b. Tunagrahita sedang
Tunagrahita sedang disebut juga imbesil. Kelompok
ini memiliki IQ 51-36 pada skala Biner dan 54-40
menurut skala Weschler. Anak tunagrahita sedang sangat
sulit untuk belajar secara akademik, seperti belajar
menulis, membaca dan berhitung walaupun mereka bisa
belajar menulis secara sosial. Anak tunagrahita sedang
sangat membutuhkan pengawasan yang terus menerus
agar mampu melakukan kebiasaan secara terus menerus
dan mengingat suatu hal yang sering dilakukan.
c. Tunagrahita berat
Tunagrahta berat severe ini sering disebut idiot.
Karena IQ pada tunagrahita berat hanya berkisar antara
32-20 menurut skala Binet. Sedangkan tunagrahita sangat
berat profound memiliki IQ dibawah 19-24. Anak
tunagrahita berat memerlukan bantuan perawatan secara
total, baik dalam hal berkaitan, mandi ataupun makan.
Bahkan, tunagrahita berat memerlukan perlindungan dari
bahaya sepanjang hidupnya.
35
C. Faktor Penyebab Tunagrahita
Adanya kondisi yang dialami anak penyandang
tunagrahita tentunya disebabkan oleh berbagai macam
faktor. Baik dari faktor biologis maupun psikologis.
Penyebab ketunagrahitaan dapat bermula dari masa
prakelahiran maupun pascakelahiran yakni pada masa
tumbuh kembang anak. Berikut ini merupakan penyebab
ketunagrahitaan:
7. Sebab-sebab yang bersumber dari luar
- Maternal malnutrition, atau malnutrisi pada ibu yang
tidak menjaga pola makan yang sehat
- Keracunan atau efek substansi waktu itu hail yang bisa
menimblkan kerusakan pada plasma inti, misalnya
penyakit sifilis, racun dari kokain, heroin, tembakau,
dan alkohol.
- Radiasi, misal sinal x-rays atau nuklir
- Kerusakan pada otak waktu kelahiran, misalnya
pernah sakit keras, lahir karena alat bantu/pertolongan,
lahir prematur atau LBW (Low Birth Weight)
- Panas yang terlalu tinggi, misalnya pernah sakit keras,
tifus, cacar dan sebagainya
- Infeksi pada ibu, misalnya rubela (campak Jerman)
yang merupakan penyebab potensian dari
keterbelakangan mental, selain juga kebutaan. Rubela
paling berbahaya pada tiga bulan pertama usia
kehamilan. Selain itu sifilis dan herpes simpleks yang
36
ditularkan ibu pada bayi ketika melahirkan juga
berpotensi menyebabkan keterbelakangan mental pada
anak
- Gangguan pada otak, misalnya tumor otak, anoxia
(depresi oksigen), infeksi pada otak, hydrocephalus
atau microcephalus
- Gangguan fisiologis, seperti down syndrom, certinism
- Pengaruh lingkungan dan kebudayaan
8. Sebab-sebab yang bersumber dari dalam
- Infeksi atau intoksisasi
- Rudapaksa dan atau sebab fisik lain
- Gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi atau
nutrisi
- Penyakit otak yang nyata
- Kondisi setelah lahir
- Akibat penyakit atau pengaruh sebelum lahir yang
tidak diketahui
- Akibat kelainan kromosom
- Gangguan waktu kelamilan (gestational disorders).
- Gangguan pascapsikiatrik gangguan jiwa berat
(pospsychiatry disorders)33
33
Jati Rinakri Atmaja, Pendidikan dan Bimbingan Anak Berkebutuhan
Khusus, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2018, hlm. 106 s.d 107
37
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Sejarah
Sekolah Luar Biasa Negeri Slawi merupakan salah
satu sekolah pendidikan inklusif yang berada di Kabupaten
Tegal, Jawa Tengah. Sekolah yang beralamatkan di Jalan Haji
Agus Salim No.5 Procot Slawi ini didirikan oleh Pemerintah
Kabupaten Dati II Tegal. Pada awal mula berdiri, sekolah ini
hanya memiliki gedung SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa).
Namun seiring berjalanya waktu dan semakin bertambahnya
jumlah murid, akhirnya sekolah ini mulai membuka jenjang
pendidikan SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SMA
(Sekolah Menengah Atas).
Berdirinya sekolah ini dilatar belakangi oleh ide dari
Cabang Dinas P dan K Kabupaten Dati II Tegal dengan
Departemen P dan K Kabupaten Dati II Tegal untuk
mendirikan sekolah guna menampung anak-anak berkelainan
yang belum mendapatkan pendidikan, terutama kalangan
masyarakat ekonomi lemah yang masih banyak di wilayah
Kabupaten Dati II Tegal.
Perjuangan sekolah untuk mendapatkan siswa tidaklah
mudah. Pada awal mula berdiri, pihak sekolah dengan
melakukan pertemuan-pertemuan PKK, Dharma Wanita di
Kecamatan Slawi untuk membantu mencarikan siswa secara
38
door to door dengan perangkat desa, serta bekerja
sama dengan Dinas P dan K Kecamatan yang memiliki siswa
berkelainan.
Setelah setahun berdiri, Sekolah Luar Biasa Negeri
Slawi hanya memiliki 14 siswa dan bertambah menjadi 31
siswa dengan empat tenaga pengajar yaitu tiga orang guru
Pegawai Negeri Sipil dan satu orang guru Wiyata Bhakti serta
satu orang penjaga sekolah di tahun 1989. Hingga pada
akhirnya Sekolah Luar Biasa Negeri Slawi dinyatakan sah
berdiri pada bulan September 1989 oleh Bapak Sudono
Yusuf, BA., yang pada saat itu menjabat sebagai Kepala
Dinas P dan K Provinsi Daerah Tingkat 1 Jawa Tengah
dengan SK Pendirian UPT Nomor : 421.8/05869 tanggal 20
September 1989 dan SK Operasional UPT Nomor
421.8/14874 tanggal 26 September 1998, berdiri di atas tanah
seluas ±1872 m².
B. Profil Sekolah
1. Nama Sekolah : Sekolah Luar Biasa
Negeri Slawi
2. Nomor Statistik Sekolah : 101032810080
3. N P S N : 20325655
4. Status Sekolah : Negeri
5. Ijin Operasional : 425.1/01883/2012
tanggal 24 April 2012
39
6. Alamat Sekolah
Jalan dan Nomor : H. Agus Salim No. 5
Desa/Kelurahan : Procot
Kecamatan : Slawi
Kabupaten/Kota : Tegal
Provinsi : Jawa Tengah
Kode Pos : 52412
Telepon : (0283) 492254
7. Daerah : Perkotaan
8. Kelompok Sekolah :
- Bagian Tuna Rungu Wicara (B)
- Bagian Tuna Grahita Ringan (C)
- Bagian Tuna Grahita Sedang (C1)
- Bagian Tuna Daksa (D)
- Bagian Autis
9. Status Tanah : Milik Sendiri
10. Akreditasi : B
11. Luas Tanah : + 2219 m2
12. Jumlah Ketenagaan :
- PNS : 14 Orang
- WB Provinsi : 17 Orang
- Kepala Sekolah : 1 Orang
- Guru Kelas : 12 Orang
- Guru PJOK : 1 Orang
13. Wiyata Bhakti Provinsi : 17 Orang
40
- Guru Kelas : 9 Orang
- Guru PAI : 2 Orang
- Guru PJOK : 1 Orang
- Tata Usaha : 2 Orang
- Perpustakaan : 1 Orang
- Penjaga Sekolah : 2 Orang
C. Visi dan Misi Sekolah
1. Visi
Terwujudnya kualitas pendidikan para tunanetra dan
tunarungu akan kreatif yang dimiliki.
2. Misi
a. Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara
efektif sehingga setiap siswa mengenali potensi
dirinya dan dapat berkembang secara optimal.
b. Menumbuhkan rasa percaya diri untuk menjadikan
pengetahuan sebagai pintu menguak kegelapan
serta menjadikan ketrampilan sebagai sarana untuk
bekal kehidupan.
c. Mengadakan pelatihan untuk mengembangkan
bakat dan keterampilan.
41
D. Tujuan Sekolah
a. Meningkatkan kualitas output melalui pelaksanaan
pembelajaran sistematis dan berkesinambungan serta
senantiasa beroientasi pada tujuan
b. Mendorong peningkatan mutu kreatif anak.
c. Meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas
E. Manfaat
1. Memberikan tempat belajar siswa dengan segala
perlengkapannya.
2. Menghindari mobilitas siswa pada saat jam efektif
sehingga waktu yang tersedia dapat digunakan untuk
belajar secara optimal.
3. Agar pelaksanaan belajar mengajar berjalan efektif
tanpa adanya alasan keterbatasan sarana prasarana di
sekolah.
4. Memenuhi Sarana dan Prasarana mendukung
pelaksanaan peraturan menteri pendidikan dan
kebudayaan No. 66 Tahun 2007 tentang perencanaan
pembangunan
42
F. Struktur Organisasi
G. Sarana dan prasarana
Ruang Kepala Sekolah : 1
Ruang Guru : 1
Ruang Kelas Rombongan Belajar : 24 Rombongan Belajar
Ruang Tata Usaha : 1
Ruang Perpustakaan : 1
Aula : 1
Ruang Musik : 1
Unit Kesehatan Sekolah : 2
Toilet Guru : 1
Toilet Siswa : 8
Dapur : 1
H. Mata Pelajaran
Eri Mulyani, M.M.Pd
Kepala Sekolah
Rumantono, S.Pd
Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum
Lungguh Tumoto, S.Pd
Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas
Sulistiyanto, S.Pd
Wakil Kepala Sekolah Bidang Sarana Prasarana
Qoni'ah Mardliyah A, S.Pd
Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan
43
MATA PELAJARAN KELAS dan
ALOKASI WAKTU
Kelompok A : VII VIII IX
1 Pendidikan Agama dan Budi Pekerti 3 3 3
2 Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan
2 2 2
3 Bahasa Indonesia 5 5 5
4 Matematika 3 3 3
5 Ilmu Pengetahuan Alam 2 2 2
6 Ilmu Pengetahuan Sosial (SMPLB) /
Sejarah Indonesia (SMALB)
2 2 2
7 Bahasa Inggris 2 2 2
Kelompok B :
1 Seni Budaya 4 4 4
2 Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan
Kesehatan
2 2 2
3 Prakarya (SMPLB) / Prakarya dan
Kewirausahaan (SMALB)
10 10 10
Kelompok C :
1 Program Kebutuhan Khusus (SMPLB) 3 3 3
2 Pilihan Perminatan (SMALB) :
IPA/IPS/Bahasa dan Budaya
- - -
Kelompok D :
1 Pilihan Kemandirian (SMALB) :
TIK (B) / Tata Boga (C)
- - -
JUMLAH ALOKASI WAKTU PER
MINGGU :
38 38 38
44
Alokasi Waktu Per Minggu Kurikulum 2013 Tingkat
SMPLB dan SMALB
I. Kegiatan Ekstrakulikuler
Seperti sekolah pada umumnya, Seklah Luar Biasa
juga mempunyai kegiatan diluar jam sekolah atau kegiatan
ekstrakulikuler. Kegiatan ekstrakulikuler yang ada di
Sekolah Luar Biasa Negeri Slawi terdapat beberapa
macam, diantaranya :
No. Nama Pembimbing Golongan
Kelas
Kegiatan
Ekstrakulkuler
1. Sri Lestari, S.Pd
19600915 198405 2 001
Pembina IV a
Pramuka
Seni Musik
2. Rumantono, S.Pd
19601219 198502 1 001
Pembina/IV a
Pramuka
Seni Lukis
3. Itit Khopmini, S.Pd
19611231 198702 2 012
Pembina/IV a
Pramuka
4. Lungguh Tumoto, S.Pd
19701223 199802 1 003
Pembina IV a
Pramuka
45
5. Eri Mulyani, M.M.Pd
19620713 198403 2 012
Pembina/IV a
Olahraga (Tenis
Meja)
6. Ahus Priyanto, A.Ma
19770809 201101 1 002
Pengatur/II c
Olahraga
Pramuka
J. Jadwal dan Program Sekolah
Jadwal Pembiasaan
Pembacaan Surat-Surat Pendek (Juz Amma)
Slb N Slawi
No Selasa Rabu Kamis
1
2
3
4
5
Atiek Wismarini, S.Pd
Silvia Dinda
Ramadhita, S. Pd
M. Teguh Pratomo,
S.Pd
Essy Pravira, S.Psi
Rumatono, S.Pd
Itit Khopmini, S.Pd
Qoni'ati Mardliyah A,
S.Pd
Ihwan Salis Qoimudin,
S.Pd
Khomisah, S.Pd
Barorotus Sa'diyah,
S.Pd
Triyas Febriana P, S.St
Erni Dyah Yuniarti,
S.Pd
46
Jadwal Pembiasaan
Ekstrakurikuler
SLBN Slawi
No Kamis
Minggu 1
Kamis
Kamis 2
Kamis
Minggu 3
Pramuka Marching band Pramuka
1
2
3
4
Khomisah, S.Pd
Barorotus
Sa'diyah, S.Pd
Triyas Febriana
P, S.St
Erni Dyah
Yuniarti, S.Pd
Rumatono, S.Pd
Itit Khopmini, S.Pd
Qoni'ati Mardliyah
Asa, S.Pd
Ihwan Salis
Qoimudin, S.Pd
Rumatono, S.Pd
Itit Khopmini, S.Pd
Qoni'ati Mardliyah
Asa, S.Pd
Ihwan Salis
Qoimudin, S.Pd
47
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN
A. Komunikasi Interpersonal Guru Agama dan Siswa
Tunagrahita Ringan (C) dalam Pembelajaran Baca Tulis
Al-Quran di SLB Negeri Slawi
Komunikasi merupakan suatu alat yang berperan
penting dalam kehidupan manusia. Baik dalam bidang sosial
maupun bidang pendidikan. Dalam bidang pendidikan,
komunikasi antar pribadi sangat diperlukan bagi guru untuk
lebih dekat mengenal siswa. Terlebih lagi bagi siswa
berkebutuhan khusus yang memang membutuhkan perhatian
lebih dalam penyampaian materi.
Setelah penulis melakukan penelitian langsung di
lapangan, komunikasi interpersonal guru agama dan siswa
tunagrahita ringan terjadi dalam kegiatan-kegiatan berikut:
Pendekatan Karakter
Pada komunikasi siswa kelas C, komunikasi
interpersonal yang berlangsung antara guru dan siswa
terjadi pada saat guru melakukan pendekatan kepada
siswa, baik pendekatan psikologis yang bertujuan untuk
mengenal lebih dekat karakteristik siswa maupun
pendekatan yang bertujuan untuk menyampaikan materi
48
belajar. Siswa tunagrahita biasanya membutuhkan
pendampingan dan perhatian lebih dari guru agar pesan
atau materi yang disampaikan dapat diterima oleh siswa.
Selain gangguan dalam berpikir, siswa tunagrahita juga
mempunyai kesulitan dalam berkonsentrasi. Fokus
mereka mudah terpecah sehingga pesan yang disampaikan
guru yang berperan sebagai komunikator tidak bisa
diterima oleh komunikan yang dalam kasus ini adalah
siswa kelas C. Pendekatan dapat ini didasarkan pada
pengetahuan awal guru mengenai karakteristik siswa
maupun dari seringnya pengalaman di ruang kelas antara
guru dan siswa.
"Biasanya guru tahu karakteristik siswa ya
dari guru yang pernah mengajar, atau dari
pengalaman mengajar anak tersebut. Jadi
semakin sering mengajar semakin guru tahu
karakter dari anak-anak”34
Selama melakukan penelitian terhadap siswa
tunagrahita ringan, peneliti melihat bahwa karakteristik
siswa tunagrahita ringan hampir mirip dengan anak-anak
normal pada umumnya. Selama berada di ruang kelas,
siswa tunagrahita ringan cenderung diam, mengikuti
34
Wawancara Penelitian dengan Bapak M. Ghufron, selaku Guru Agama
SLBN Slawi, Pada Selasa, 28 September 2020 yang bertempat di SLBN
Slawi
49
pelajaran yang disampaikan guru walaupun sesekali
pandangan mereka kosong.
Interaksi Langsung
Dalam berinteaksi langsung antara guru dan murid,
komunikasi interpersonal bisa berbentuk apa saja, mulai
dari teguran kecil hingga percakapan face to face antara
guru dengan siswa C. pada saat kelas cenderung gaduh
misalnya, guru akan menegur satu persatu siswa dengan
memanggil namanya. Contohnya ketika kelas sedang
berlangsung, siswa bernama Hasan terlihat tidak fokus
selama proses kegiatan belajar mengajar. guru yang
menyadari hal tersebut lantas menegur dengan memanggil
namanya dengan berkata “Hasan, ngelamun terus.., fokus.
Coba ini bacanya apa?” sambil menunjuk potongan
bahasa arab dan meminta untuk membaca potongan
kalimat tersebut dengan tujuan agar Hasan kembali fokus
dan mengikuti pelajaran. Atau percakapan-percakapan
ringan lain yang biasanya dilakukan untuk memecah
suasana kelas apabila dirasa sudah terlalu tegang ataupun
sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai. Contohnya
ketika guru sekadar bertanya “tadi berangkat sama
siapa?”, atau “tadi sarapan apa?”, dan sebagainya. Hal
tersebut merupakan contoh kecil dari komunikasi antar
pribadi yang terjadi antara guru dengan siswa kelas C.
50
1. Bentuk Komunikasi Interpersonal Guru Agama dan
Siswa Tunagrahita Ringan (C)
Komunikasi merupakan suatu hal yang tidak dapat
dielakkan dalam kehidupan manusia. Setiap orang perlu
komunikasi, dan setiap orang butuh komunikasi.
Di dalam dunia pendidikan khususnya bidang
keagamaan, ilmu Baca Tulis Al-Quran merupakan ilmu
dasar yang diajarkan kepada anak didiknya di suatu lembaga
atau sekolah. Ilmu yang berisi tentang bagaimana cara
mempelajari al-quran mulai dari bacaan dan tulisan. Seperti
yang terjadi dalam penelitian ini. di dalam proses
instruksional yang terjadi antara guru agama dan siswa, di
dalamnya pasti terdapat komunikasi yang terjadi selama
proses penyampaian pesan atau materi tentang ke-Al-
quranan, terutama dalam penyampaian bagaimana cara
membaca dan menulis al-quran.
Berdasarkan hasil penelitian penulis, terdapat
beberapa macam komunikasi yang terjadi pada saat proses
instruksional berlangsung di dalam kelas. Diantaranya
adalah komunikasi verbal dan npn verbal. Dalam skripsi
komparatif ini tidak semua subjek penelitian memiliki
muatan yang sama. Tentu terdapat perbedaan yang nantinya
akan dijadikan perbandingan dalam skripsi ini.
51
Komunikasi verbal
Kata verbal /ver·bal/ /vérbal/ dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia memiliki arti secara lisan (bukan tertulis).
Verbal berarti kata atau ejaan. Komunikasi verbal berarti
komunikasi yang terjadi dengan menggunakan kata-kata, baik
lisan maupun tulisan.
Dalam proses instruksional terutama dalam
pembelajaran Baca Tulis Al-Quran, komunikasi verbal
merupakan komunikasi yang pasti terjadi. Karena dalam
proses penyampaian materi tentunya perlu adanya penjelasan
atau pemaparan dari guru kepada siswa yang tentunya
berbentuk kata-kata atau tulisan. Apalagi dalam konteks
pembelajaran Baca dan Tulis Al-Quran yang pastinya segala
halnya berkaitan dengan kata-kata dan tulisan. Baik dari
bahasa Indonesia maupun bahasa lainnya termasuk bahasa
arab yang menjadi bahasa Al-Quran.
“kalo agama kan pakainya ceramah. Kalo
anak-anak lagi semangat saya pakai ceramah.
Kalo ceramah kan anak-anak suka
mendengar.”35
35
Wawancara Penelitian dengan Bapak M. Ghufron, selaku Guru Agama
SLBN Slawi, Pada Selasa, 28 September 2020 yang bertempat di SLBN
Slawi
52
Contoh komunikasi verbal yang terjadi antara guru
agama dengan siswa tunagrahita yakni ketika guru
menyampaikan materi mengenai ilmu tajwid kepada siswa
tunagrahita kelas ringan atau C. guru menerangkan apa yang
disebut dengan idgham, idgham bighunnah, idgham
billaghunnah, ikhfa, qalqalah dan sebagainya. Dibarengi
dengan guru memberikan contoh potongan kata dalam al-
quran sambil menjelaskan ada hukum bacaan apa saja yang
ada di dalam kata tersebut.
“Cara mengetahui anak-anak mengerti materi
ya dengan mereka menunjukkan bahwa mereka
semangat mengikuti pelajaran, mengikuti apa
yang disampaikan.”36
Hal tersebut adalah salah satu contoh komunikasi
verbal dalam bentuk lisan yang terjadi antara guru agama
dengan siswa tunagrahita.
Lalu bagaimana dengan komunikasi verbal dalam
bentuk tulisan? Komunikasi verbal yang terjadi dalam bentuk
tulisan terjadi pada saat guru menuliskan contoh potongan
kata atau ayat dalam al-quran yang ditulis di papan tulis. Lalu
bagaimana dengan respon siswa? Respon yang terjadi dari
36
Wawancara Penelitian dengan Bapak M. Ghufron, selaku Guru Agama
SLBN Slawi, Pada Selasa, 28 September 2020 yang bertempat di SLBN
Slawi
53
siswa atas komunikasi verbal yang dilakukan guru juga salah
satunya berbentuk komunikasi verbal. Dengan siswa
mengatakan “Mengerti Pak!”, atau merespon hukum bacaan
yang ditanyakan guru dengan menjawab “idgham bighunnah,
Pak”, atau membaca contoh ayat yang dituliskan guru di
papan tulis merupakan bentuk komunikasi verbal secara lisan
dan tulisan.
Guru memberikan tugas kepada siswa kelas C dengan
menuliskan kata dalam bentuk tulisan arab untuk diikuti oleh
siswa dengan menuliskan kembali seperti kata yang
diatasnya. Jika pada anak-anak normal, biasanya metode
pengajaran ini diterapkan pada jenjang Taman Kanak-kanak
maupun anak-anak kelas satu pada jenjang Sekolah Dasar.
Namun untuk anak-anak berkebutuhan khusus seperti siswa
tunagrahita, model pengajaran materi seperti ini umum
Gambar 1 Contoh komunikasi verbal dalam bentuk tulisan
54
dilakukan untuk melatih ketangkasan siswa terutama dalam
menulis huruf berbahasa arab.
Komunikasi non verbal
Komunikasi non verbal merupakan komunikasi yang
tidak berbentuk kata-kata. Komunikasi ini sering disebut
dengan bahasa isyarat. Komunikasi non verbal biasanya
terjadi untuk memperkuat komunikasi verbal. selama proses
penelitian, penulis menemukan beberapa komunikasi verbal
yang terjadi pada saat proses pembelajaran al-quran
berlangsung. Komunikasi ini digunakan oleh guru dalam
berbagai hal, mulai dari gestur tubuh, isyarat tangan,
ekspresi wajah, volume suara sampai tatapan mata.
- Isyarat tangan. Biasanya guru akan memberi isyarat
diam pada saat kondisi kelas mulai tidak kondusif
dengan meletakkan jari telunjuk di bibir, atau menunjuk
siswa untuk menjawab pertanyaan, menggelengkan jari
telunjuk untuk menolak sesuatu
- Ekspresi wajah. Saat kegiatan belajar mengajar
berlangsung, guru bisa menunjukkan berbagai macam
ekspresi wajah. Guru akan terlihat sumringah dan senang
ketika siswa terlihat bersemagat saat mengikuti pelajaran
dengan baik, atau sebaliknya ketika kelas tidak kondusif
dan sulit dikendalikan maka ekspresi wajahnya pun akan
terlihat redup
55
- Diam. Diam juga merupakan salah satu bentuk
komunikasi non verbal yang cukup berpengaruh dan
banyak dilakukan banyak orang untuk menunjukkan
berbagai macam situasi. Guru akan diam ketika merasa
kesal jika siswa sulit diajak berkompromi dalam
mengikuti kelas
- Volume suara. Dari volume suarapun seseorang dapat
mengetahui maksud dari orang tersebut. Volume suara
yang tinggi seringkali dinilai sebagai ciri-ciri orang yang
sedang emosi, namun bisa juga mencirikan seseorang
dalam kondisi semangat. Sama hal nya dengan guru
kepada siswa tunagrahita.
B. Komunikasi Interpersonal pada Proses Instruksional
Guru Agama dan Siswa Tunagrahita Sedang (C1)
Berdasarkan klasifikasi tunagrahita yang dilihat dari
tingkat IQ, tunagrahita sedang memiliki skala IQ diantara
angka 51-36. Tunagrahita sedang atau yang disebut juga
dengan ambesil ini cenderung sulit menerima pelajaran. Tidak
mudah bagi siswa tunagrahita sedang untuk mengikuti
pelajaran sekolah seperti berhitung, menulis, membaca,
maupun menggambar. Dibutuhkan kesabaran dan ketelatenan
dari seorang guru untuk mengajar siswa tunagrahita sedang.
Pada siswa tunagrahita sedang (C1), komunikasi
interpersonal dapat berlangsung antara dua orang dalam satu
56
tempat maupun dua orang dalam suatu pertemuan. Dalam
penelitian ini, komunikasi interpersonal berlangsung antara
dua orang dalam suatu pertemuan, dimana pertemuan yang
dimaksud adalah pertemuan rombongan belajar dalam satu
kelas, yakni siswa kelas C1. Untuk siswa kelas C1 yang lebih
banyak membutuhkan perhatian dalam proses belajar,
komunikasi interpersona; sangat diperlukan kehadirannya
untuk menyampaikan pesan agar dapat sampai ke komunikan.
Pendekatan Karakter
Tingkah laku siswa tunagrahita sedang tidak dapat
diprediksi. Jika dalam kondisi yang baik, siswa tunagrahita
sedang dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Walaupun
tetap pada proses belajarnya dibutuhkan pengulangan dari
guru dalam menyampaikan materi. Untuk itu sangat
penting bagi guru mengetahui karakteristik siswa
tunagrahita dalam tingkatan ini.
Pendekatan karakter selain bersumber dari
pengalaman mengajar juga bisa berasal dari dialog antara
guru dan siswa. Disinilah komunikasi antar pribadi terjadi.
Biasanya guru akan memulai dialog dengan hal-hal kecil
seperti aktivitas apa saja yang telah siswa lakukan di pagi
hari, atau mengenai hal hal seperti kesukaan dan hobi
siswa. Karena seringkali apa yang mereka lakukan
membuat proses kegiatan belajar mengajar terhambat jika
guru tidak mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan
57
yang akan mereka lakukan pada saat kegiatan belajar
mengajar berlangsung.
Setiap siswa C1 mempunyai karakter yang
berbeda-beda. contohnya pada beberapa kasus seperti
siswa bernama Naila, siswa tunagrahita sedang kelas 8. Ia
tidak akan mau mengikuti pelajaran jika tidak diberikan
jajan terlebih dahulu. Jika tidak dituruti maka naila tidak
akan mau mengikuti pelajaran, atau bahkan sambil
menangis merengek agar ia diberikan jajan. Mau tidak mau
guru harus menuruti kemauannya terlebih dahulu agar
proses belajar mengajar dapat berjalan.37
Hal tersebut
merupakan contoh kecil dari karakteristik siswa C1 yang
sangat penting bagi guru untuk mengetahuinya saat akan
melaksanakan kegiatan belajar mengajar. untuk itu relasi
hubungan baik perlu terjalin antara guru dan siswa. Seperti
kata pepatah “tak kenal maka tak sayang” yang berlaku
dalam konteks ini. tidak bisa dipungkiri jika semakin dekat
hubungan seseorang dengan orang lain maka akan semakin
kecil pula hambatan yang akan terjadi.
37
Wawancara Penelitian dengan Bapak M. Ghufron, selaku Guru Agama
SLBN Slawi, Pada Selasa, 20 Oktober 2020 yang bertempat di SLBN
Slawi
58
Penyampaian Materi
Pada kelas C1, komunikasi interpersonal lebh
banyak diterapkan dalam proses penyampaian materi.
Penerapan komunikasi ini pada siswa C1 cenderung sama
dengan siswa kelas C. Hampir semua proses penyampaian
materi pada kelas C1 menggunakan komunikasi antar
pribadi. yakni dengan penyampaian face to face antara
guru dan satu persatu siswa.
“Kalo C1 kan kita biasanya memberikan
tugas,seperti mewarnai, kalo siswa C kan bisa
menulis, mambaca. C kan nilainya 40% pikirannya
dari orang normal. C1 materinya hanya mewarnai.
Baca juga gamasuk. Menulis saja susah, kalo C
baru bisa. Mewarnainya ya seperti mewarnai
masjid, mushala, yang bau bau islam. Beda banget.
Seperti mewarnai orang sholat. Itu kan termasuk
praktik kandungan Al-Quran juga. Kalo C1 huruf
hijaiyyah tidak bisa, gatau. Biasanya hanya
mengikuti.”38
Setelah kegiatan pembiasaan dan melakukan
dialog-dialog kecil dengan siswa, guru akan langsung
38
Wawancara Penelitian dengan Bapak M. Ghufron, selaku Guru Agama
SLBN Slawi, Pada Selasa, 28 September 2020 yang bertempat di SLBN
Slawi
59
memulai pelajaran dengan mendatangi satu persatu siswa
sambil menerangkan materi yang sudah disiapkan
sebelumnya. Contohnya pada saat penelitian perlangsung,
Pak Ghufron sebagai guru agama mendatangi Naila untuk
memulai materi Iqra. Penyampaian materi diawali dengan
pengenalan huruf hijaiyyah dari alif sampai ya‟ oleh guru.
lalu kemudian diikuti oleh Naila. Sebetulnya Naila sudah
pernah diajarkan iqra dan huruf hijaiyyah, namun kembali
lagi bahwa permasalahan siswa tunagrahita berada pada
daya otak yang terbatas, sehingga mempengaruhi kepada
daya ingat yang lemah. jadi perlu adanya pengulangan
materi supaya siswa bisa mengingat pelajaran yang telah
diberikan sebelumnya.
Setelah pengenalan huruf hijaiyyah, guru akan
membacakan surat pendek yang kemudian akan diikuti
oleh siswa. Jika penyampaian materi sudah selesai, maka
biasanya guru akan memberikan tugas. Tugasnya
bermacam-macam, bisa berupa menulis ulang surat pendek
yang baru diajarkan, mewarnai, maupun menulis ulang
kalimat berbahasa arab yang telah dicontohkan. Selagi
siswa pertama mengerjakan tugas, maka guru akan beralih
ke siswa selanjutnya. Dan begitu pula seterusnya.
60
Interaksi Langsung
Komunikasi antar pribadi juga digunakan sebagai
pembujuk ketika siswa dirasa sulit diatur dan terkesan tidak
mau mengikuti pelajaran.
“Ngatasinnya individu, saya harus duduk
di depannya, yang lain dikasih tugas. Itu
tunagrahita yang hampir autis. Sering ada.”39
1. Bentuk Komunikasi Interpersonal Guru Agama dan Siswa
Tunagrahita dalam Pembelajaran Baca Tulis Al-Quran
Komunikasi verbal
Sama halnya dengan komunikasi yang terjadi
antara guru agama dengan siswa tunagrahita sedang atau
siswa kelas C, guru dan siswa kelas C1 juga sama-sama
menggunakan komunikasi verbal. Komunikasi verbal
digunakan guru baik dalam konteks percakapan atau
pada saat penyampaian materi. Biasanya, setelah rutinan
pembiasaan dan pembukaan kelas, guru akan terlebih
dahulu memulai kelas dengan percakapan-percakapan
kecil.
39
Wawancara Penelitian dengan Bapak M. Ghufron, selaku Guru Agama
SLBN Slawi, Pada Selasa, 28 September 2020 yang bertempat di SLBN
Slawi
61
Percakapan yang dimulai dari pertanyaan-
pertanyaan ringan akan membuat siswa lebih rileks dan
lebih siap menerima pelajaran. Contohnya pada saat guru
memulai kelas dengan seorang siswa bernama Naila.
Naila merupakan siswa tunagrahita yang duduk di kelas
VIII Sekolah Menengah Pertama. Namun karena Naila
adalah siswa tunagrahita yang termasuk dalam klasifikasi
sedang, maka Naila harus memulai pelajaran BTQ dari
pengenalan huruf hijaiyyah atau iqra. Guru akan
memberikan buku pedoman berupa iqra yang dibawa
oleh masing-masing siswa. Kemudian guru akan
menunjuk huruf-huruf hijaiyyah untuk dibacakan oleh
siswa. Jika siswa lancar membaca huruf hijaiyyah
dengan benar, maka guru akan lanjut ke tahap yang lebih
sulit, yakni membaca potongan kata dengan huruf
hijaiyyah yang disambung. Praktik pengajaran tersebut
membuktikan bahwa betapa pentingnya komunikasi
verbal yang dibangun antara guru dan murid ketika
proses kegiatan belajar mengajar.
Pengajaran bagi siswa berkebutuhan khusus lebih
banyak menbutuhkan pendekatan psikologis antara guru
dan murid. Oleh karena itu keakraban antara guru dan
siswa harus terjalin baik agar proses belajar mengajar
berjalan dengan lancar. tidak hanya dalam proses
penyampaian materi, komunikasi verbal juga digunakan
62
pada saat guru berbincang dengan siswa mengenai hal-
hal kecil. Percakapan tentang hal-hal kecil sebelum
proses penyampaian materi berlansung dapat membantu
merilekskan pikiran siswa agar lebih siap dalam
menerima materi. Komunikasi verbal dengan percakapan
kecil yang diselingi sedikit humor membuat siswa lebih
rileks, sehingga akan berdampak baik terhadap mood
siswa selama proses kegiatan belajar mengajar
berlangsung.
63
BAB V
PEMBAHASAN
A. Komunikasi interpersonal Guru Agama dan Siswa
Tunagrahita Ringan (C) dan Sedang (C1) dalam
Pembelajaran Baca Tulis Al-Quran di SLB Negeri Slawi
Komunikasi merupakan suatu hal yang tidak dapat
terelakkan keberadaannya kehidupan manusia. Sebagai
makhluk sosial, manusia tidak dapat terlepas dari peran
individu lain dalam menjalani aktifitas sehari-hari.
Komunikasi bisa terjadi dimana saja, kapan saja, dengan siapa
saja, dan dalam hal apa saja. Termasuk juga dalam hal
pendidikan. Dunia pendidikan sangat membutuhkan
komunikasi sebagai alat pembelajaran. Komunikasi dalam
dunia pendidikan merupakan suatu yang unik karena di
dalamnya terdapat fungsi edukatif yang berjalan.
Seperti yang diketahui bahwa terdapat empat fungsi
komunikasi, yakni to inform (menginformasi), to educate
(mendidik), to entertain (menghibur), dan to influence
(mempengaruhi). Dalam fungsi educate, komunikasi
berfungsi sebagai alat untuk mendidik, salah satunya adalah di
sekolah.
Menurut Joseph A. Devito dalam bukunya “The
Interpersonal Communication Book” mendefinisikan
64
komunikasi antar pribadi sebagai proses pengiriman dan
penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara
sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan
beberapa umpan balik seketika. Pada penelitian ini,
komunikasi antar pribadi antara guru dan siswa kelas C terjadi
baik pada saat proses pendekatan psikologis guna mengenal
karakteristik siswa maupun pada saat proses belajar mengajar
berlangsung.
Pendekatan Karakter
Salah satu terwujudnya komunikasi yang efektif
adalah dengan mengetahui karateristik dari audience yang
akan dihadapi oleh komunikator. Semakin terjalinnya
hubungan akrab maka akan semakin sedikit pula hambatan
dalam berkomunikasi. Dengan dilakukannya pendekatan,
guru dapat mengerti dan memahami karakteristik masing-
masing siswa agar komunikasi yang akan berjalan pada saat
pembelajaran dapat berlangsung secara efektif.
Seperti menurut Yusup (1989:22) menjelaskan
bahwa komunikasi dalam sistem instruksional ini
kedudukannya dikembangkan kepada fungsi asalnya,
sebagai alat untuk mengubah perilaku sasaran yaitu peserta
didik. Proses komunikasi diciptakan secara wajar, akrab,
dan terbuka dengan ditunjang faktor-faktor pendukung
lainnya, baik secara sarana maupun fasilitas lain dengan
65
tujuan supaya mempunyai efek perubahan perilaku pada
pihak sasaran.
Interaksi Langsung
Salah satu kelemahan anak tunagrahita adalah
sulitnya fokus dalam suatu hal atau kondisi. Tak jarang
jika pada saat jam pelajaran terdapat siswa yang terlihat
kurang fokus. Hal tersebut membuat guru bertindak
dengan menegur siswa tersebut. Disinilah terjadi
komunikasi interpersonal. Biasanya saat ditegur siswa
ditanya penyebab apa yang membuatnya tidak fokus.
Maka siswapun akan memberi reaksi terhadap pertanyaan
tersebut. Komunikasi yang terjadi antara guru dengan
siswa yang terkena teguran tersebut merupakan salah satu
bentuk komunikasi interpersonal yang terjadi. Guru dan
siswa tadi sama-sama berperan sebagai pembicara dan
pendengar. Hal ini tertuang pula dalam buku ilmu
komunikasi teori dan praktik karangan Mahraeni fajar
yang menyebutkan bahwa proses komunikasi antar pribadi
dapat digambarkan sebagai proses sirkuler, yang artinya
bahwa setiap orang yang terlibat dalam komunikasi antar
pribadi bertindak sebagai pembicara sekaligus pendengar
dan sebagai actor sekaligus reactor. 40
40
Mahraeni Fajar, Ilmu komunikasi: Teori dan Praktik, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2009), h. 81
66
Komunikasi menurut Hovland, Janis dan Kelly
berarti sebuah proses dimana seorang individu sebagai
komunikator menyampaikan stimulan yang biasanya
verbal untuk mengubah perilaku orang lainnya.41
Komunikasi menjadi alat penyambung hubungan
manusia dengan manusia lain. Sifatnya yang makhluk
sosial menjadikan komunikasi sebagai suatu hal pokok
yang keberadaannya tidak dapat terelakkan dalam
kehidupan bersosial. Tidak hanya kehidupan bersosial,
komunikasi hadir pula pada berbagai ruang lingkup yang
lain, mulai dari lingkup keagamaan, teknologi, dan juga
lingkup pendidikan. Tanpa komunikasi maka semuanya
akan terasa semu. Bidang sosial misalnya. Manusia adalah
makhluk sosial yang membutuhkan peran manusia lain
dalam kehidupannya. Tanpa berkomunikasi dengan orang
lain, manusia tidak dapat menjalani aktifitas sehari-hari.
Kita butuh makan, maka kita perlu pergi ke pasar untuk
membeli bahan makanan, dan tentunya hal tersebut
membutuhkan peran orang lain.
Sama halnya dengan bidang pendidikan. Tujuan
didirikannya lembaga pendidikan adalah untuk
menjadikan anak didiknya menjadi orang yang berilmu,
baik dari pengetahuan akademik maupun dari segi sikap
41
Mahraeni Fajar, Ilmu komunikasi: Teori dan Praktik, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2009), h. 109
67
dan perilaku. Caranya tidak lain dengan memberikan
pengetahuan yang nantinya akan bermanfaat baik dalam
bidang akademik maupun kehidupan sehari-hari. Apalagi
bagi seorang muslim, menuntut ilmu merupakan hal yang
wajib.
Islam juga mengajarkan seorang muslim untuk
menuntut ilmu-ilmu dunia, baik itu sains, teknologi
maupun ilmu sosial. Dan yang paling utama adalah ilmu
mengenai keagamaan. Sebagai kitab suci yang dijadikan
pedoman dalam kehidupan, wajib bagi seorang muslim
untuk mempelajari kitab suci agamanya sendiri. seperti
yang tertuang dalam hadist berikut:
نهيتعلنالقزآىوعلوهخزك
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-
Qur`an dan mengajarkannya”. (HR. Bukhori)
Hadist tersebut mengatakan bahwa betapa
pentingnya mempelajari al-quran. Baik dari segi tulisan,
bacaan maupun isi kandungan dalam setiap suratnya.
Pada tahap inilah diperlukannya komunikasi sebagai alat
untuk menyampaikan ilmu-ilmu tentang al-quran.
68
1. Bentuk Komunikasi Interpersonal Guru Agama dan Siswa
Tunagrahita Ringan (C) dan Sedang (C1)
Komunkasi yang terjadi dalam proses instruksional
yang dibahas dalam penelitian ini adalah komunikasi verbal
dan non verbal. Verbal adalah pernyataan lisan antar manusia
lewat kata-kata dan simbol umum yang sudah disepakati
antar individu, kelompok, bangsa dan negara. Komponen
pada komunikasi verbal terdiri dari empat komponen, yakni
suara, kata-kata, berbicara dan bahasa.
Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal merupakan komunikasi utama
yang digunakan oleh guru kepada siswa maupun
sebaliknya, baik pada saat proses pembelajaran di kelas,
maupun percakapan di dalam atau luar kelas. Semua
komponen yang menjadi syarat komunikasi verbal
terdapat pula dalam proses pembelajaran baca tulis al-
quran. Pembelajaran baca tulis al-quran menggunakan
suara sebagai media komunikasi, kata-kata juga menjadi
bagian penting dalam narasi yang digunakan guru baik
dalam penyampaian materi maupun dalam konteks
pendekatan psikologis dengan siswa. Dasar komunikasi
verbal adalah interaksi antara manusia. Dan menjadi salah
satu cara bagi manusa berkomunikasi secara lisan atau
69
bertatapan dengan manusia lain, sebagai sarana utama
menyatukan pikiran, perasaan dan maksud kita.42
Berdasarkan macamnya, ada dua macam cara
penyampaian materi pembelajaran, yakni dengan cara
ekspositori dan inkuiri. Ekspositori lebih kepada guru
mengajar dengan menggunakan pemaparan, penjelasan,
atau penguraian dengan didukung oleh bermacam sumber
informasi pendukung seperti buku, majalah, film, dan
sumber-sumber informasi lainnya. Sedangkan strategi
inkuiri atau strategi penemuan (discovery) dilakukan
dengan bantuan alat-alat dan sarana tertentu sebagai
percobaan dengan tujuan menemukan kesimpulan
berdasarkan hasil percobaan atau penelitian tadi.43
Dalam konteks komunikasi verbal, siswa
tunagrahita ringan cenderung menggunakan cara
ekspositori yang berkaitan dengan ceramah atau
pemaparan, penjelasan dan penguraian materi dengan
lambang verbal oleh guru.
Dalam pembelajaran baca tulis al-quran,
penyampaian materi berupa pengenalan huruf-huruf
hijaiyyah dan hukum tajwid sangat membutuhkan
42
Mahraeni Fajar, Ilmu komunikasi: Teori dan Praktik, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2009), h. 110 43
Pawit M. Yusuf, Komunikasi Instruksional Teori dan Praktik, Bumi
Aksara, Jakarta, 2010, hlm. 72
70
penggunaan komunikasi verbal. pelafalan huruf hijaiyyah
perlu dicontohkan oleh guru agar siswa dapat menirukan
bacaan dengan fasih dan benar sesuai dengan makhorijul
hurufnya. Begitu pula dengan penyampaian materi
mengenai hukum tajwid. Pengenalan mengenai hukum-
hukum tajwid harus pula disertakan dengan contoh berupa
potongan ayat agar dapat lebih mudah dimengerti oleh
siswa. Seperti yang dikatakan oleh Dedy mulyana, dasar
komunikasi verbal adalah dengan adanya interaksi
manusia. Contoh bentuk komunikasi verbal yang terjadi
antara guru dan siswa tadi menggambarkan adanya
interaksi yang terjadi pada saat proses pembelajaran
berlangsung yang membuktikan bahwa komunikasi verbal
tidak dapat dipungkiri kehadirannya.
Tidak hanya komunikasi verbal dalam bentuk
lisan, komunikasi verbal dalam bentuk tulisan juga
diterapkan dalam pembelajaran baca tulis al-quran.
Contohnya seperti gambar di bawah ini:
Gambar 2 Contoh tugas siswa C1
71
Jika dalam dunia komunikasi, model penyampaian
dapat dilihat dari dua aspek, yaitu menurut cara
pelaksanaannya dan menurut bentuk isinya. Menurut cara
pelaksanaannya, model penyampaian pesan dapat
dilakukan dengan redudancy (repetition) dan canalizing.
Metode redudancy atau repetition adalah cara
mempengaruhi khalayak dengan jalan mengulang-ulang
pesan kepada khalayak.44
Pada implementasinya, metode
ini juga sama digunakan oleh guru agama dengan siswa
tunagrahita dalam bentuk komunikasi verbal.
“Kita ada rutinan namanya
pembiasaan. Biasanya tiap pagi siswa
44
Mahraeni Fajar, Ilmu komunikasi: Teori dan Praktik, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2009), h.198.
Gambar 3 Contoh tugas siswa C
72
membaca surat-surat pendek maupun doa-doa.
Tujuannya melatih agar tidak lupa”45
Seperti yang sudah dikatakan guru agama dalam
kutipan wawancara diatas, siswa yang terlihat semangat
mengikuti pelajaran cenderung lebih menyukai ceramah
yang guru sampaikan guna menyampaikan materi
daripada mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.
siswa yang bersemangat dalam mengikuti pelajaran dan
fokus mendengarkan materi yang disampaikan cenderung
mempunyai respon yang baik mengenai pelajaran. Hal ini
juga yang nantinya akan berdampak pada umpan balik
yang diberikan siswa. Lalu bagaimana jika siswa tidak
terlihat bersemangat? Tentunya guru akan mencari cara
lain. Karena akan menjadi suatu hambatan dalam
komunikasi yang berimbas pada ketidakefektifan
komunikasi yang berlangsung apabila audience atau
komunikan yang menjadi sasaran komunikasi tidak dapat
menerima sinyal komunikasi dengan baik.
Komunikasi non verbal
Pada saat berkomunikasi, kita bukan hanya
menyampaikan pesan yang tersifat verbal melainkan juga
45
Wawancara Penelitian dengan Bapak M. Ghufron, selaku Guru Agama
SLBN Slawi, Pada Selasa, 28 September 2020 yang bertempat di SLBN
Slawi
73
menyampaikan pesan non verbal. Komunikasi non verbal
biasanya digunakan sebagai pelengkap dari komunikasi
verbal. mulai dari gerakan tangan, postur tubuh, mimik
wajah, gerak tubuh, dan sebagainya. Sifatnya yang
spontan biasanya membuat komunikasi ini terjadi secara
tidak disengaja. Pembelajaran baca tulis al-quran juga
tidak terlepas dari komunikasi non verbal. berdasarkan
penelitian yang telah penulis lakukan, komunikasi non
verbal biasanya digunakan guru untuk mempertegas atau
memperjelas maksud dari pesan yang disampaikan.
Contohnya adalah gerakan ketukan yang digunakan untuk
menghitung jumlah harakat pada saat pembacaan ayat al-
quran atau surat-surat pendek. Gerakan ketukan ini
biasanya digunakan sebagai acuan kapan bacaan harus
dimulai dan kapan harus berhenti. Contohnya pada
potongan surat an-naas di bawah ini:
رالاس صدو وسف س و الذي
Pada bacaan yang digaris bawah terdapat hukum
mad thabi‟i, dimana mad tersebut harus dibaca sebanyak
dua harakat atau satu alif. Maka pada praktik komunikasi
non verbal guru akan memberikan ketukan sesuai dengan
jumlah harakat, yaitu dua ketukan.
74
Komunikasi non verbal juga digunakan guru pada
saat memperjelas letak makhorijul huruf. Berdasarkan
hukum atau ilmu tajwid, setiap huruf mempunyai tempat
keluarnya masing-masing. Secara garis besar, makhorijul
huruf terbagi menjadi lima, yakni jauf (rongga mulut),
halqi (rongga tenggorokan), lisan (lidah), syafatan (dua
bibir) dan khoisyum (hidung). Disini, fungsi komunikasi
non verbal sebagai pelengkap dan penjelas komunikasi
verbal benar adanya.
Biasanya guru akan menujukkan letak makhorijul
huruf dengan batuan jari telunjuk. Misal untuk huruf kha‟
maka guru akan mengucapkan bunyi huruf kha’ sambil
menunjuk tenggorokan sebagai penjelas bahwa disitulah
tempat keluarnya huruf kha‟. Dengan tindakan tersebut, siswa
dapat terbantu dalam pembacaan ayat al-quran agar dapat
membaca secara benar dan tartil sesuai dengan ketentuan
syariat.
75
C. Perbedaan Komunikasi Interpersonal Siswa
Tunagrahita ringan (C) dan Tunagrahita sedang
(C1)
Jika pada pembahasan sebelumnya telah diuraikan
perbedaan proses instruksional, maka sesuai dengan
rumusan masalah pada penelitian ini penulis akan
membahas perbedaan komunikasi yang terjadi selama
proses komunikasi interpersonal berlangsung. Pada
dasarnya komunikasi yang terjadi pada kedua subjek
penelitian ini hampir sama. Yang membedakannya hanya
pada bagaimana komunikasi tersebut terjadi. tunagrahita
ringan merupakan klasifikasi tunagrahita yang paling
mendekati dengan manusia normal, dimana menurut guru
agama, Pak Ghufron, S.Ag., selaku narasumber penelitian
ini mengatakan bahwa mereka mempunyai 40%
kemampuan daya pikir dari manusia pada umumnya.
sehingga proses berjalannya komunikasi interpersonalnya
pun lebih mudah daripada siswa tunagrahita sedang.
namun walaupun komunikasi yang digunakan sama, tetap
saja pada implementasinya terdapat beberapa perbedaan.
Setelah menganalisa berdasarkan proses dan hasil
penelitian, penulis dapat menyimpulkan bahwa perbedaan
komunikasi interpersonal antara guru dan siswa
tunagrahita ringan dengan siswa tunagrahita sedang
terdapat pada hal berikut:
76
1. Komunikasi Interpersonal
- Dari segi interaksi komunikasi, siswa C1 lebih banyak
menggunakan komunikasi antar pibadi daripada kelas
C. guru menggunakan komunikasi antar pribadi
hampir pada semua kegiatan pada saat proses
pembelajaran berlangsung untuk siswa kelas C1.
Sedangkan untuk siswa C hanya menggunakan
komunikasi antar pribadi pada saat-saat tertentu
seperti memberikan teguran, lalu ketika guru
mengobrol dengan siswa baik mengenai hal-hal
informal seperti percakapan santai guna mengetahui
karakteristik siswa maupun pada saat guru
memberikan pertanyaan mengenai materi.
2. Komunikasi verbal
- Dari segi materi, komunikasi verbal pada siswa C
digunakan untuk menyampaikan materi hukum-hukum
tajwid, mencontohkan pembacaan surat-surat pendek
dan hukum bacaan lewat lisan maupun tulisan, dan
pemberian tugas, sedangkan pada siswa kelas C1
komunikasi verbal digunakan untuk menyampaikan
materi berupa pengenalan huruf-huruf hijaiyyah, baik
lisan maupun tulisan, pemberian tugas secara lisan
berupa tugas menggambar atau mewarnai.
77
- Dari segi interaksi, komunikasi verbal digunakan guru
baik pada saat pendekatan dengan siswa baik melalui
face to face atau interaksi bersama siswa dalam satu
kelas pada saat proses belajar mengajar berlangsung,
namun pada siswa C komunikasi ini lebih banyak
terjadi ketika guru berinteraksi dengan siswa secara
keseluruhan pada saat proses KBM berlangsung,
sedangkan pada siswa kelas C1 komunikasi verbal
lebih banyak terjadi pada saat proses penyampaian
materi dengan siswa yang terjadi secara face to face
1. Komunikasi non verbal
- Dari segi materi, komunikasi non verbal sama-sama
digunakan sebagai pelengkap komunikasi verbal
dalam penyampaian materi baik pada siswa kelas C
maupun C1, yakni dengan gerakan ketukan untuk
membantu menghitung jumlah harakat pada bacaan al-
quran, gerakan menunjuk bagian mulut dan
tenggorokan sebagai penjelas letak makhorijul huruf,
atau mimik wajah mengenai benar atau tidaknya
bacaan al-quran dari siswa
- Dari segi interaksi, komunikasi non verbal pada siswa
C lebih banyak digunakan dari guru kepada seluruh
siswa kelas, sedangkan siswa kelas C1 lebih sering
digunakan secara interpersonal.
78
D. Tabel temuan Komunikasi Interpersonal Guru Agama
dan Siswa Tunagrahita Dalam Pembelajaran Baca Tulis
Al-Quran di Sekolah Luar Biasa Negeri Slawi
79
Temuan Dakwah Melalui
Profesi Guru Ilmu Komunikasi
1. Komunikasi
Interpersonal
Siswa
Tunagrahita
Ringan berbentuk
:
- Verbal
- Non verbal
Dakwah yang
dilakukan guru
dalam komunikasi
Interpersonal
dengan siswa
tunagrahita ringan
adalah Dakwah
Fardiyah, dalam
bentuk verbal
atau disebut
dengan bil lisan,
dan bentuk non
verbal atau
disebut dengan bil
haal.
Faktor Pendukung :
Anak Tunagrahita
membutuhkan
komunikasi khusus
dalam penyampaian
materi
Faktor Penghambat :
Faktor kelemahan
daya pikir
tunagrahita membuat
efektifitas
komunikasi
berlangsung lambat
2. Komunikasi
Interpersonal
Siswa
Tunagrahita
Sedang
berbentuk:
- Verbal
- Non verbal
Dakwah yang
dilakukan guru
dalam komunikasi
Interpersonal
dengan siswa
tunagrahita ringan
adalah Dakwah
Fardiyah, dalam
bentuk verbal
atau disebut
dengan bil lisan,
dan bentuk non
verbal atau
disebut dengan bil
haal.
Faktor Pendukung :
Anak Tunagrahita
membutuhkan
komunikasi khusus
dalam penyampaian
materi
Faktor Penghambat :
Faktor kelemahan
daya pikir
tunagrahita membuat
efektifitas
komunikasi
berlangsung lambat
80
3. Perbandingan
Komunikasi
Interpersonal
Siswa Tunagrahita
Ringan dan Siswa
Tunagrahita
sedang terletak
pada intensitas
komunikasi yang
dilakukan
Guru lebih
banyak
menggunakan
Dakwah Fardiyah
pada siswa
Tunagrahita
sedang.
Keduanya sama-sama
menggunakan
komunikasi dalam
bentuk verbal atau
disebut dengan bil
lisan dan komunikasi
dalam bentuk non
verbal yang disebut bil
haal. Perbedaaanya
terletak pada
intensitas komunikasi
yang dilakukan. Siswa
tunagrahita sedang
lebih banyak
menggunakan
komunikasi
interpersonal karena
kemampuan daya
pikirnya yang jauh
lebih lemah daripada
siswa tunagrahita
ringan.
81
BAB VI
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
mengenai “Komunikasi Interpersonal Guru Agama dan
Siswa Tunagrahita dalam Pembelajaran Baca Tulis Al-
Quran di SLB Negeri Slawi” ini, penulis dapat menarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Komunikasi interpersonal antara guru dan siswa
tunagrahita ringan ( C ) dan (C1) tidak jauh berbeda. Pada
kedua subjek sama-sama menggunakan dua jenis
komunikasi, yakni komunikasi verbal, komunikasi non
verbal
2. Perbedaan komunikasi interpersonal antara siswa C dan
C1 terletak pada intensitas komunikasi yang terjadi di
lapangan. Komunikasi interpersonal guru agama dan
siswa C1 lebih banyak menggunakan komunikasi antar
pribadi daripada siswa tunagraita ringan ( C ).
B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat
dikemukakan implikasi secara teoritis dan praktis, sebagai
berikut:
82
1. Implikasi teoritis
Penulis membenarkan Komunikasi interpersonal
yang digunakan guru agama dan siswa tunagrahita ringan
dan sedang agar dapat mengetahui bagaimana komunikasi
interpersonal yang terjadi antara guru agama dengan siswa
tunagrahita ringan dan sedang, khususnya pada studi
pembelajaran baca tulis al-quran. Adapun hasil penelitian
dalam skripsi ini terdiri dari komunikasi interpersonal
yang terjadi antara guru dengan membandingkan dua
subjek penelitian, yaitu siswa tunagrahita ringan dan
sedang.
2. Implikasi Praktis
Hasil penelitian ini digunakan sebagai bahan
pustaka khususnya bagi penulis lain yang sedang meneliti
topik yang sama maupun pembaca yang tertarik dengan
topik ini. hasil penelitian ini juga dapat digunakan pihak
sekolah sebagai bahan evaluasi.
C. Saran
Setelah proses penelitian berlangsung dan mengkaji
hasil penelitian, penulis mengemukakan beberapa saran
yang berkaitan dengan komunikasi interpersonal,
diantaranya :
83
1. Guru lebih aktif dan kreatif dalam memberikan materi
khususnya dalam pembelajaran baca tulis al-quran
agar siswa dapat lebih antusias sehingga pesan
komunikasi yang disampaikan dapat secara efektif
diterima siswa.
2. Pihak lembaga maupun sekolah dapat lebih
memperhatikan kebutuhan siswa dan meningkatkan
fasilitas sekolah khususnya yang berkaitan dengan
fasilitas belajar mengajar agar proses prmbelajaran
dapat secara maksimal dilaksanakan.
84
DAFTAR PUSTAKA
Atmaja, Jati Rinakri. (2018). Pendidikan dan Bimbingan Anak
Berkebutuhan Khusus. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Aw, Suranto. (2011). Komunikasi Interpersonal.. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Berger, Artur Asa. . (2004). Tanda-tanda Dalam Kebudayaan
Kontemporer. Yogyakarta: Tiara Wacana
Djamarah, Bahri, Syaiful. (2004). Pola Komunikasi Orang
Tua dan Anak dalam Keluarga. Jakarta: PT. Reneka
Cipta
Effendy, Onong Uchjana. (1989). Kamus Komunikasi.
Jakarta: Mandar Maju.
Fajar, Mahraeni. (2009). Ilmu komunikasi: Teori dan Praktik.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak. Berita Negara Republik
Indonesia:Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak RI Nomor 10
tahun 2011 Tentang Kebijakan Penanganan Anak
Berkebutuhan Khusus
M. Yusuf, Pawit. (2010). Komunikasi Instruksional Teori dan
Praktik. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
M.I.Kom., Dasrun Hidayat, S.Sos.. (2012). Komunikasi
Antarpribadi dan Medianya (Fakta Penelitian
Fenomenologi Orang Tua Karir dan Anak Remaja).
Yogyakarta: Graha Ilmu
M.Si., Drs. H. Ardial. (2014). Paradigma dan Model
Penelitian Komunikasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Mudjiman, Haris. (2009). Belajar Mandiri. Surakarta:UNS
Press.
Mulyana, Deddy. . (2000). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar.
Bandung: PT. Rosdakarya
Roudhonah. (2007). Ilmu Komunikasi. Cet. Ke-1. Jakarta:
Kerjasama Lembaga Penelitian UIN Jakarta dan
Jakarta Pers
Ruslan, rosady. (2003). Metode Penelitian Public Relation
dan Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
S.E., Prof. Dr. Bandi Delphie, M.A., (2006). Pembelajaran
Anak Berkebutuhan Khusus:Dalam Setting Pendidikan
Inklusi. Bandung: PT.Refika Aditama.
Sendjaja, Sasa Djuarsa. (1998) Pengantar Komunikasi.
Jakarta: Universitas Terbuka.
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan
Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.
Karya Ilmiah
Isnaini, Rahmi. “Komunikasi Instruksional Guru dan Murid
Autis di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi”. KPI.
UIN Syarif Hidayatullah. 2008.
Sarah, Siti. “Komunikasi Interpersonal dalam Membina
Akhlak Siswa di Taman Pendidikan Al-Quran Unit
373 At-Tahiriyah II‟”. 2008.
Jurnal dan Website
Maghfira, Tasya Aulia, Adi Bayu Mahadian. (2018). Interaksi
Simbolik Pengajar dan Siswa di Komunitas Matahari
Kecil. Jurnal Komunikasi Global, Volume 7, Nomor 1.
SP., Nuryani, Purwanti Hadiswi, Kismiyati El Karimah.
(2016). Pola Komunikasi Guru pada Siswa Anak
Berkebutuhan Khusus di Sekolah Menengah Kejuruan
Inklusi. Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 4, No. 2
Zakiah , Kikii, Muthiah Umar. (2006). Komunikasi
instruksional dalam Proses Pembelajaran Mahasiswa.
Mediator Volume 7, No. 1.
Ariska, Lisa. (2018). Komunikasi instruksional Guru pada
Kelas Khusus di SMK Labor Binaan FKIP Universitas
Riau (Studi Pada Program Keahlian Teknik Komputer
dan Jaringan). JOM FISIP Volume 5, No. 1
Widyo Nugroho, Modul Teori Komunikasi Verbal dan
Nonverbal, Modul Komunikasi Verbal Dan Non Verbal
(Unud.Ac.Id), (diakses pada 31 Januari 2021, pukul 21.20
WIB)
Bab 2.pdf (uinsby.ac.id). (Diakses pada 31 Januari 2021,
20.15 WIB)
LAMPIRAN
Lampiran 1
TRANSKRIP WAWANCARA
Pewawancara : Ismiyatun Mawaddah
Narasumber : Eri Mulyani, M.M.Pd
Jabatan : Kepala Sekolah SLBN Slawi
Hari dan Tanggal : 3 November 2020
Tempat : SLBN Negeri Slawi
1. Tanya: Bagaimana menurut Ibu keadaan siswa tunagrahita
yang ada di SLB Negeri Slawi?
Jawab : Di SLBN Slawi dari jenjang SD sampai dengan
SMA ada jenis ketunaan/tunagrahita sedang dan
ringan (C/C1)
2. Tanya : Baca Tulis Al-Quran merupakan salah satu materi
pembelajaran Keagamaan yang diajarkan kepada siswa
tunagrahita. Menurut pandangan Ibu sebagai Kepala Sekolah,
apakah proses pembelajaran keagamaan khsusunya Baca
Tulis Al-Quran yang diberikan guru terhadap siswa di SBL
Negeri Slawis sudah cukup baik? Mohon Dijelaskan.
Jawab : Sudah cukup baik pada pembelajaran PAI akan tetapi
kurikulum yang kami pakai tidak sama dengan
kurikulum yang ada di sekolah umum, karna tingkat
kemampuan siswa yang berbeda-beda maka kamu
sesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa.
4. Tanya : Fasilitas, program atau kegiatan apa saj ayang sudah
sekolah sediakan untuk mendukung proses pembelajaran Baca
Tulis Al-Quran?
Jawab : Fasilitas : alat-alat peraga, kartu pembelajaran, e-
book, video pembelajaran, dll. Untuk program ada
Baca Tulis Al-Quran, Hadroh, hafalan kegiatan
surah-surah pendek dan doa sehari-hari
5. Tanya : Setiap sekolah pasti mempunyai rencana
pembelajaran yang digunakan guru sebagai pedoman
mengajar. apakah mungkin jika pada implementasinya guru
mengubah rencana belajar jika kondisi di lapangan yang
dirasa tidak sesua dengan rencaca pembelajaran yang sudah
sekolah berikan?
Jawab : Karena siswa-siswi kami adalah anak berkebutuhan
khusus maka untuk program pembelajaran siswa
kami sesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa-
siswa. Jadi tidak harus sesuai dengan silabus untuk
ketuntasan belajar siswa
6. Tanya : adakah rencana program dan/atau fasilitas yang akan
atau belum disediakan/terpenuhi guna mendukung proses
pembelajaran Baca Tulis Al-Quran?
7. Jawab : Ada kendala kurangnya alat peraga yang kami
gunakan untuk pembelajaran Baca Tulis Aquran karena
jumlah siswa yang banyak.
8. Tanya : Apa harapan atau keinginan Ibu sebagai Kepala
Sekolah untuk siswa tungrahita dalam konteks pembelajaran
Baca Al-Quran?
Jawab : Harapan kami semoga dengan pembelajaran Baca
Tulis Al-Quran siswa siswi di SLBN Slawi bisa
mengenal, membaca dan memahami huruf-huruf
Al-Quran dan bisa menghafalkannya.
Pewawancara
Ismiyatun Mawaddah
Lampiran II
TRANSKRIP WAWANCARA
Pewawancara : Ismiyatun Mawaddah
Narasumber : M. Ghufron, S.Pd.I
Jabatan : Guru Agama SLBN Slawi
Hari dan Tanggal : 28 September 2020
Tempat : SLBN Negeri Slawi
1. Tanya : Bapak sudah berapa lama mengajar pelajaran agama?
Jawab : Saya ngajar disni sudah 3 tahun. Mengajar SD, SMP
dan SMA.
2. Tanya : Kenapa tertarik mengajar di slb?
Jawab : Kalo tertarik, saya dulunya sebenernya belum
mampu. Saya masuk SLB sebetulnya karena merasa
kasian anak anaknya, semua anak kan harus belajar.
Kalo anak anak seperti SLB tidak diajari kan kasian.
Saya juga basic nya sebenarnya bukan di SLB
3. Tanya : Disini apakah ada belajar baca AL-Quran?
Jawab : Ada. Sesuai kurikulumnya ada. Jadi setiap itu kan
ada pembiasaan. Setiap hari bergantian, kelas sedang
dan sedang itu hari apa, kalo pembiasaanya untuk
juz ama itu setiap hari.
4. Tanya : Pembelajarannya bagaimana, Pak?
Jawab : Kalo pembiasaan anak anak dikasih teks, terus nanti
anak anak ngikutin. Bahasannya klasikal. Kalo
klasikal kan bareng bareng. Kelas BTQ juga ada.
Awal kesini juga saya targetkan sebelum mulai
belajar kita pembiasaan lagi sebelum kelas dimulai.
5. Tanya : Faktor yang mendukung dalam belajar?
Jawab : Kalo anak anak slb pakainy gambar. Berarti kalao
membaca pakainya kaligrafi. Nanti ada gambar. Juz
ama anak anak bawa sendiri.
6. Tanya : Mengajar anak-anak berkebutuhan khusus pasti
punya kendala tersendiri. Kendalanya seperti apa, Pak?
Jawab : Kalo kendalanya kalo klasikal itu anak anak bisa, tpi
kalo sendiri sendiri susah. Ada yang bisa baca ada
yang engga.
7. Tanya : sebetulnya mereka mengerti atau tidak, Pak dengan
materi BTQ ini?
Jawab : Tau huruf nya. Tapi kalo digandengkan gabisa. Kalo
yang kelas tinggi.
9. Tanya : Kalau Metode yang dipakai apa?
Jawab : Pakainya ceramah. Kita kalau tanya jawab itu ada
sih, sebagian. Terus memberikan soal, tugas.
Kebanyakan ceramah. Saya sampaikan ini cara
membaca Alhamdulillah mereka mengikuti.
10. Tanya : Apakah ada tugas yang diberikan? Jika ada, tugas
seperti apa?
Jawab :Biasanya menulis huruf, diurmah dikasih tugas
menulis surat al fatihah, menulis surat al ikhlas.
11. Tanya : Adakah standar atau target untuk siswa di SLB ini,
Pak?
Jawab : Sebetulnya kalo target itu gabisa. Yang penting jalan.
Tapi biasanya kalo kahir smesteran, ada ujian
praktek membaca surat pendek, .tapi paling hanya
berapa ayat.
12. Tanya : Untuk pembagian dalam satu kelas bagaimana, Pak?
Jawab: Paling banyak 15 anak. Disini standarnya sesuai
kemampuan. Ada yang kelas 1 gabung dengan kelas
3. Yang penting pelajarannya sama.
13. Tanya : Apa patokan bapak untuk tahu apakah siswa
mengerti atau tidak dalam menyerap pelajaran?
Jawab : Tau ngerti ya saat mereka semangat. Kalo klasikal
biasanya anak anak ngikutin, kalo tingkat slb
gurunya harus selalu aktif.
14. Tanya : Bagaimana mengatasi siswa yang tidak mau belajar?
Jawab : Ngatasinnya individu, saya harus duduk di depannya,
yang lain dikasih tugas. Itu tunagrahita yang hampir
autis. Sering ada.
15. Tanya : Kegiatan apa yang mendukung pembelajaran Baca
Tulis Al-Quran ini?
Jawab : Pembiasaan, disini biasanya satu minggu itu kalo
saya waktunya ada itu ada hadrohan, sholawatan,
mereka juga bisa.
16. Tanya : Apa perbedaan antara siswa C dan C1?
Jawab : Kalo C1 kan kita biasanya memberikan tugas,seperti
mewarnai, kalo siswa C kan bisa menulis, mambaca.
C kan nilainya 40% pikirannya dari orang normal.
C1 materinya hanya mewarnai. Baca juga gamasuk.
Menulis saja susah, kalo C baru bisa. Mewarnainya
ya seperti mewarnai masjid, mushala, yang bau bau
islam. Beda banget. Seperti mewarnai orang sholat.
Itu kan termasuk praktik kandungan Al-Quran juga.
Kalo C1 huruf hijaiyyah tidak bisa, gatau. Biasanya
hanya mengikuti.
17. Tanya : Bagaimana cara bapak agar murid-murid mudah
diatur dan bisa mengikuti kelas dengan baik?
Jawab : Ya saya tanya jawab, intinya kalo agama pakai
metode ceramah. Kalo ceramah kan biasanya anak
suka mendengar, soalnya kalo kita nulis anaknya
suka jelalatan.
Pewawancara
Ismiyatun Mawaddah
Dokumentasi Pemberkasan
Dokumentasi aktivitas penelitian