skripsi - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/2373/1/sip.151920_alifia... · di kota...
TRANSCRIPT
ANALISIS PERUBAHAN PENERAPAN PERATURAN DAERAH
NOMOR 05 TAHUN 2006 MENJADI PERATURAN DAERAH
NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG
PEDAGANG KAKI LIMA
DI KOTA JAMBI
Skripsi
Oleh :
ALIFIA RACHMA LESTARI
NIM : SIP.151920
PEMBIMBING :
H. Hermanto Harun, Lc., M.HI., Ph.D
Dian Mustika, S.HI.,MA.
KONSENTRASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN
PROGRAM ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
1439 H / 2019 M
ii
iii
iv
v
Motto
دله مبٱلحسنة ٱلمىعظةوٲلحكمةإلىسبيلربكبٱدع ٲلتيوج إن هيأحسه
عهسبيله بمهضل بۦربكه ىأعلم هتديهوه ىأعلم ٥٢١ٲلم
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang
lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An- Nahl : 125)
vi
PERSEMBAHAN
Dengan rahmat Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang
Dengan ini ku persembahkan karya ini untuk,
Ayahanda Warso Hadi Waluyo dan Ibunda Dede Emas Sri Sadarliah serta Suami ku
Al Amin Nurkasih yang telah mencurahkan segenap cinta dan kasih sayang serta
perhatian moril maupun materil.
Serta kakak-kakak ku tercinta Dhica Prameswara, Aji Setya Prameswara dan Adik ku
tercinta Puja Achmad Assidiq kalian adalah penyemangat untuk ku, Kalian adalah
alasan ku untuk terus berjuang dan tak mengenal lelah.
Keluarga besar ku yang tersayang yang telah membantu dan mendoakan ku
Teman-teman sahabat seperjuangan yang tak mungkin saya sebutkan satu persatu
(Program Studi Ilmu Pemerintahan angkatan 2015), serta seluruh teman-teman
sahabat UIN STS Jambi.
Semoga Allah SWT membalas jasa budi kalian dikemudian hari Dan memberikan
kemudahan dalam segala hal.
Aammiiinn...
vii
Kata Pengantar
Alhamdulillah puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT, yang
telah memberikan rahmat dan petunjuk-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan dan penyusunan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.
Shalawat beriring salam kepada junjugan kita Nabi Muhammad SAW yang telah
membimbing umat-Nya kejalan Islam dan ilmu pengetahuan. Penulisan skripsi ini
bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Strata Satu
(S.1) Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi dengan judul “Analisis Perubahan Penerapan Peraturan Daerah Nomor 05
Tahun 2006 Menjadi Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2016 Tentang
Pedagang Kaki Lima Di Kota Jambi”.
Dalam rangka proses tersusunnya Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan
Bimbingan, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, MA selaku Rektor UIN STS Jambi.
2. Bapak Dr. A. A. Miftah, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syariah UIN STS
Jambi.
3. Bapak H. Hermanto, Lc, M.HI.,Ph.D, Ibu Dr. Rahmi Hidayati,
S.Ag.,M.HI, dan Ibu Dr.Yuliatin, S.Ag.,M.HI selaku Wakil Dekan I, II
dan III di lingkungan Fakultas Syariah UIN STS Jambi.
viii
ix
ABSTRAK
Alifia Rachma Lestari; SIP.151920 : Analisis Perubahan Penerapan Peraturan
Daerah Nomor 05 Tahun 2006 Menjadi
Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2016
Tentang Pedagang Kaki Lima di Kota
Jambi.
Perkembangan PKL di Kota Jambi semakin bertambah setiap tahunnya, maka
dari itu Kota Jambi memerlukan sebuah kebijakan untuk mengatur para pedagang
kaki lima. Penelitian ini dilakukan di Kawasan Tugu Keris Siginjai, yang mana
kawasan tersebut merupakan salah satu ikon Kota Jambi. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui apa penyebab peraturan daerah itu berubah dan ingin mengetahui
bagaimana hasil dari perubahan penerapan yang dilaksanakan oleh Satpol PP
terhadap peraturan daerah tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
Kualitatif dengan pendekatan Yuridis-Empiris. Adapun sumber data yang digunakan
adalah data primer dan data sekunder yang didapat dari hasil observasi, wawancara
serta dokumen-dokumen yang terkait dengan penelitian ini. Landasan teori yang
digunakan adalah teori George C. Edward III yang mengatakan bahwa ada empat
variabel yang mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi kebijakan publik yaitu
komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. Berdasarkan analisa data
yang penulis lakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa faktor yang
mempengaruhi berubahnya Peraturan Daerah tersebut karena Peraturan Daerah
Nomor 05 Tahun 2006 tidak sesuai lagi dengan kondisi yang ada dilapangan. Dan
hasil dari perubahan penerapan yang Satpol PP lakukan terhadap Peraturan Daerah
Nomor 12 Tahun 2016 cukup berhasil dibandingkan dengan penerapan yang
dilakukan pada Peraturan Daerah nomor 05 Tahun 2006. Karna pada Peraturan
Daerah Nomor 12 Tahun 2016 aturannya lebih jelas serta ada sanksi yang membuat
pedagang jera, serta didukung dengan sikap dari Kabid Trantibum Satpol PP Kota
Jambi yang merubah konsep Satpol PP dalam menerapkan Peraturan Daerah Nomor
12 Tahun 2016 tersebut.
Kata kunci: Perubahan, Penerapan, Peraturan Daerah
x
Daftar Isi
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................ ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ iii
PENGESAHAN SKRIPSI / TUGAS AKHIR ............................................. iv
MOTTO ......................................................................................................... v
LEMBAR PERSEMBAHAN ........................................................................ vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
ABSTRAK ...................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 10
C. Batasan Masalah ................................................................................... 10
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 10
E. Kerangka Teori ..................................................................................... 11
F. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 16
BAB II METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ..................................................................................... 19
B. Pendekatan penelitian ........................................................................... 19
xi
C. Jenis Data ............................................................................................. 20
D. Sumber Data ......................................................................................... 21
E. Instrumen Pengumpulan Data .............................................................. 21
F. Unit Analisis Data ................................................................................ 23
G. Teknik Analisis Data ............................................................................ 24
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Sejarah Singkat Kota Jambi .............................................................. 25
B. Visi dan Misi Kota Jambi ................................................................... 26
C. Letak Geografis Kota Jambi ................................................................. 26
D. Kecamatan Kotabaru .................................................... ....................... 27
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Faktor yang Melatarbelakangi Perda Nomor 05 Tahun 2006
Menjadi Perda Nomor 12 Tahun 2016 ................................................ 32
B. Penerapan Perda Nomor 05 Tahun 2006 Dan Perda Nomor 12
Tahun 2016 ........................................................................................... 37
C. Analisis Perubahan Penerapan Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun
2006 Dan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2016. ........................... 57
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................... 61
B. Saran ..................................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
CURRICULUM VITAE
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 : Daftar Wali Kota Jambi .............................................................. 20
Tabel 3.2 : Nama-Nama Camat Yang Pernah Menjabat Di Kecamatan
Kota Baru .................................................................................... 24
Tabel 4.1 : Jumlah PKL Kawasan Tugu Keris Siginjai ................................ 29
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia terlahir sebagai makhluk sosial yang mana dalam kehidupannya
mereka akan berinteraksi antara satu orang dengan yang lain. Salah satu tujuan
dari adanya interaksi itu adalah untuk memenuhi kebutuhan masing-masing,
sehingga seseorang berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Kegiatan
perekonomian dalam kehidupan masyarakat bertujuan untuk menyediakan
kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat dan anggotanya. Salah
satu kegiatan ekonomi yang masarakat lakukan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya yaitu bekerja menjadi pedagang kaki lima.
Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah kegiatan ekonomi rakyat, yang mana
digunakan untuk menyebut seseorang (pedagang) yang berjualan barang ataupun
makanan di emperan toko, trotoar, dengan menggunakan alat dagangan lapak
ataupun gerobak. Pedagang Kaki Lima (PKL) yaitu mereka yang melakukan
kegiatan usaha dagang perorangan atau kelompok yang dalam menjalankan
usahanya menggunakan tempat-tempat fasilitas umum, seperti trotoar, pingir-
pingir jalan umum dan lain sebagainya.1
Di Indonesia hampir disetiap daerah terdapat Pedagang Kaki Lima. Baik
PKL yang berada di emperan toko maupun di trotoar. Kebanyakan pedagang kaki
lima memilih berjualan ditempat keramaian. Ada juga PKL tidak bergerak yang
1 Devin Yusep Prianto,”Analisis Dampak Kebijkan Pengelolaan Pedagang Kaki Lima Di Pasar
Tugu Bandar Lampung”, Skripsi Universitas Lampung, (2016), hlm.2
2
2
memakai lapak dengan bahan kayu, triplek, terpal dan sebagainya. Dan adapula
PKL bergerak yang berjualan menggunakan gerobak beroda, gerobak dorong,
pikulan atau gendongan.2
Keberadaan pedagang kaki lima merupakan hal yang penting karena
memainkan peran penting dalam dunia usaha untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi seseorang terutama golongan menengah keatas. Banyaknya orang yang
memilih menjadi PKL disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:3
1. Kesulitann ekonomi
2. Sempitnya lapangan pekerjaan
3. Urbanisasi.
Dilain sisi keberadaan PKL juga dianggap menimbulkan masalah sosial
diantaranya dari sisi tingkat gangguan yang ditimbulkan karena dipandang
menghambat Lalu Lintas, merusak keindahan Kota, membuat lingkungan menjadi
kotor akibat sebagian pembeli atau pedagang yang membuang sampah
sembarangan. Sehingga perlu adanya tindak lanjut dari Satpol PP dalam
menangani Pedagang Kaki Lima yang melanggar peraturan.
Indonesia merupakan Negara yang berdasarkan atas hukum sehingga
keberadaan PKL pun mendapat perlindungan dari pemerintah, salah satunya
seperti di Kota Jambi yang terdapat Peraturan Daerah Kota Jambi No 05 Tahun
2006 Tentang Pedagang Kaki Lima, yang kemudian diganti menjadi Peraturan
2 Gilang permadi, pedagang kaki lima, riwayatmu dulu, nasibmu kini, (Jakarta; yudistira,2007),
hlm.5. 3 Ibid, hlm.7.
3
3
Daerah nomor 12 tahun 2016 Tentang Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang
Kaki Lima.
Kota Jambi merupakan Ibu Kota Provinsi Jambi dan salah satu Daerah
Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Jambi. Secara historis Pemerintah Kota
Jambi dibentuk dengan ketetapan Gubernur Sumatera No.103/1946, tertanggal 17
Mei 1946 dipilih dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kota Jambi No. 16
Tahun 1985 dan disahkan dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
Jambi No. 156 Tahun 1986, bahwa tanggal 17 Mei 1946 itu sebagai Hari Jadi
Pemerintah Kota Jambi.4 Kota jambi selain tempat pusat kegiatan Pemerintahan
Provinsi Jambi juga merupakan pusat perekonomian daerah Provinsi Jambi seperti
pemenuhan kebutuhan barang dan jasa. Sebagian besar masyarakat melakukan
kegiatan ekonomi dengan cara berjualan sebagai Pedagang Kaki Lima untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa memerlukan keahlian dan ketrampilan yang
khusus. Sehingga dengan cara itu mereka dapat membuka lapangan pekerjaan
sendiri untuk memenuhi kelangsungan hidupnya.
Perkembangan Pedagang Kaki Lima di Kota Jambi dari waktu kewaktu
berkembang cukup pesat jumlahnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan jumlah data
PKL yaitu pada Febuari 2016 PKL di Kota Jambi berjumlah 2.964 PKL.5
Sedangkan pada tahun 2018 jumlah PKL di Kota Jambi meningkat sebanyak
5.225 PKL.6 Jenis tempat usaha PKL di Kota Jambi terdiri atas jenis tempat usaha
4 www.jambikota.go.id/new/sejarah-kota-jambi/ diakses tanggal 21 Maret 2018
5 Wawancara Budi Siswanto, Kabid K3 dan PKL, tanggal 10 Maret 2019.
6 Dokumen global Bid.Trantibum dan Tranmas Satpol-PP 2018, slide 53.
4
4
bergerak (tidak menetap) dan jenis tempat usaha tidak bergerak (menetap).7
Tetapi, karena menjamurnya Pedagang Kaki Lima tersebut mengakibatkan
penataan Kota Jambi menjadi tidak indah karena mereka (para Pedagangl Kaki
Lima) tidak lagi memperhatikan faktor efisiensi dan faktor keindahan kota, karena
mereka mementingkan bagaimana mendapatkan uang dengan cepat untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Jika tidak ada Kebijakan yang mengatur para
Pedagang Kaki Lima tersebut maka Pedagang Kaki Lima akan berjualan dengan
mengganggu ketertiban dan keindahan Kota Jambi. Oleh karena itu, Pemerintah
Kota Jambi menerapkan Peraturan Daerah yang secara khusus mengatur mengenai
PKL yaitu Peraturan Daerah Kota Jambi No 05 Tahun 2006 Tentang Pedagang
Kaki Lima. Peraturan Daerah ini dibuat untuk mengatur dan memberikan
pembinaan kepada Pedagang Kaki Lima agar tidak mengganggu ketertiban dan
keindahan lingkungan Kota Jambi.
Dalam pasal 1 ayat (4) Peraturan Daerah nomor 05 tahun 2006 menyebutkan
bahwa Pedagang Kaki Lima adalah penjual barang atau jasa yang secara
perorangan berusaha dalam kegiatan ekonomi yang menggunakan daerah milik
jalan atau fasilitas umum dan bersifat menetap/tidak menetap dengan
menggunakan peralatan bergerak maupun tidak bergerak.8
Dalam Pasal 6 huruf (a) Peraturan Daerah nomor 05 tahun 2006 disebutkan
bahwa PKL dilarang melakukan kegiatan usaha dengan cara merusak atau
7 Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 12 Tahun 2016 Tentang Penataan Dan Pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima, pasal 11. 8 Peraturan Daerah Nomor 05 tahun 2006 tentang Pedagang Kaki Lima di Kota Jambi, pasal 1 ayat
(4).
5
5
merubah bentuk trotoar, fasilitas umum dan atau bangunan sekitarnya.9 Terkait
dengan sanksi administrasi tercantum dalam pasal 9 ayat (1) yang menyebutkan
bahawa setiap Pedagang kaki lima yang melanggar ketentuan sebagaimana yang
dimaksud huruf a, huruf b, huruf c dikenkan sanksi berupa pembongkaran secara
paksa.10
Untuk mengoptimalkan Penerapan Peraturan Daerah, Satuan Polisi Pamong
Praja (Satpol PP) memiliki peran penting dalam penerapan Peraturan Daerah
tersebut. Mengingat tugas Satpol PP berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 16
Tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) menegaskan tentang
tugas Satpol PP yang berbunyi:11
“Satpol PP mempunyai tugas menegakkan Perda dan menyelengga- rakan
ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan
masyarakat.”
Sebagai perangkat Pemerintah Daerah, kontribusi Satpol PP sangat
diperlukan guna mendukung suksesnya otonomi daerah, dengan demikian aparat
Satpol PP diharapkan dapat menjamin kepastian pelaksanaan Peraturan Daerah
serta menegakan Peraturan Daerah ditengah-tengah masyarakat, sekaligus
membantu dalam menindak segala bentuk penyelewengan penegakkan Peraturan
Daerah.
Suatu kebijakan selalu menimbulkan pro dan kontra, seperti halnya kebijakan
tentang penertiban Pedagang Kaki Lima ini. Disatu sisi, Pemerintah Daerah
sebagai pembuat kebijakan (Peraturan Daerah) bertujuan untuk menertibkan
9 Ibid, pasal 6 huruf (a).
10 Ibid, pasal 9 ayat (1).
11 Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja, pasal.4.
6
6
daerahnya sehingga menciptakan Daerah/Kota yang bersih dan tertib dari PKL.
Namun disisi lain, Pedagang Kaki Lima tetap ingin berjualan untuk mencari
nafkah.
Setelah selama 10 tahun Peraturan Daerah nomor 5 tahun 2006 itu berlaku,
Pemerintah Daerah melakukan perubahan pada Peraturan Daerah tersebut menjadi
Peraturan Daerah nomor 12 tahun 2016 Tentang Penataan Dan Pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima. Salah satu faktor yang melatarbelakangi berubahnya
Peraturan Daerah ini adalah meningkatnya jumlah PKL di Kota Jambi, sehingga
Peraturan Daerah Nomor 05 tahun 2006 tidak sesuai lagi dengan kondisi PKL
yang ada di Kota Jambi. Bertambahnya jumlah PKL yang cukup pesat
mengharuskan adanya aturan untuk memberdayakan PKL guna meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Dengan diberlakukannya Peraturan Daerah Nomor 12 tahun
2016, maka Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun 2006 sudah tidak diberlakukan
lagi, sesuai dengan isi Peraturan Daerah nomor 12 tahun 2016 pada ketentuan
penutup pasal 46 yang berbunyi :
“Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah Kota
Jambi nomor 5 tahun 2006 tentang Pedagang Kaki Lima dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku”.12
Bertambahnya PKL di Kota Jambi mengharuskan Pemerintah untuk
mengambil langkah yang tepat dalam mengelola Pedagang Kaki Lima tersebut.
Pada Peraturan Daerah Nomor 12 tahun 2016, Pedagang Kaki Lima ditata dan
diberdayakan guna menciptakan suasana Kota Jambi yang tertib dan
mensejahterakan kehidupan pedagang kaki lima melalui pengalokasian PKL
12
Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 12 Tahun 2016 Tentang Penataan Dan Pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima, pasal 46.
7
7
ketempat yang tidak mengganggu ketertiban umum serta melalui beberapa acara
yang dibuat Pemerintah Kota Jambi untuk memperkenalkan dagangan mereka.
Pemberdayaan PKL diatur dalam Pasal 35 Peraturan Daerah nomor 12 tahun
2016 yaitu Walikota melalui Tim Terpadu melakukan pemberdayaan PKL
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) antara lain melalui : a. peningkatan
kemampuan berusaha; b. memfasilitasi akses permodalan; c. memfasilitasi sarana
dagang; d. penguatan kelembagaan; e. memfasilitasi Peningkatan produksi; f.
pengolahan Pengembangan Jaringan dan promosi; dan g. pembinaan dan
bimbingan teknis.13
Pada Pasal 29 huruf (a) PKL dilarang melakukan kegiatan usahanya diruang
umum yang tidak ditetapkan untuk lokasi PKL; serta pada huruf (h) PKL dilarang
menggunakan badan jalan, trotoar dan jembatan untuk tempat usaha, kecuali yang
ditetapkan untuk lokasi PKL terjadwal dan terkendali.14
Jika mereka melanggar
ketentuan tersebut maka PKL akan diberikan sanksi administrasi pencabutan
tanda daftar usaha serta membayar denda, hal ini dibahas dalam Pasal 44 huruf (a)
yaitu Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 28
dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan TDU dan/atau denda paling
banyak sebesar Rp5.000.000 – Rp10.000.000.15
Dari perubahan Peraturan Daerah tersebut secara tidak langsung dalam
penerapan Peraturan Daerah itu pun juga berubah. Namun kenyataan penerapan di
13
Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 12 Tahun 2016 Tentang Penataan Dan Pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima, pasal 35. 14
Ibid, pasal 29 huruf (a). 15
Ibid, pasal 44 huruf (a).
8
8
lapangan tidak sejalan dengan apa yang diharapkan karena masih saja banyak
PKL yang tidak mentaati Peraturan Daerah tersebut.
Berdasarkan observasi awal yang penulis lakukan, dengan bergantinya
Peraturan Daerah tentang PKL, kegiatan PKL di Kecamatan Kota Baru masih
sering kali tidak mengindahkan aturan yang ada. Salah satunya di kawasan Tugu
Keris Siginjai Kota Baru, kawasan ini merupakan salah satu Ikon Kota Jambi,
semestinya Pemerintah Kota Jambi lebih memperhatikan ketertiban, keindahan
serta kebersihan kawasan tersebut. Jenis PKL yang ada di Kawasan Tugu Keris
Siginjai banyak yang tidak menetap, mereka berjualan dengan mengunakan
gerobak ataupun membuka lapak jualan menggunakan tikar di atas trotoar. PKL di
Kawasan Tugu Keris Siginjai semakin ramai dan tidak tertib, terlebih lagi PKL
jenis tidak menetap yang berjualan disekitar Tugu Keris Siginjai, mereka
membuka lapak jualan sampai di pinggir jalan dan diatas trotoar, padahal trotoar
jalan itu sendiri seharusnya dipergunakan untuk para pejalan kaki. Dengan
digunakannya trotoar serta lahan parkir oleh Pedagang Kaki Lima untuk tempat
berjualan, maka para pejalan kaki di Kawasan Tugu Keris Siginjai pada saat ini
menggunakan sebagian jalan aspal untuk berjalan kaki, dan hal inilah yang
membuat kawasan tersebut menjadi tidak tertata dan mengganggu pejalan kaki
yang ada disana, dan ada sebagian PKL yang tidak memperhatikan kebersihan
serta ada pula PKL yang sekarang berjualan menggunakan mobil di pinggir-
pinggir jalan, sehingga menganggu pengguna jalan baik itu pejalan kaki maupun
pengendara motor dan mobil. Padahal disetiap jalan itu terdapat papan
9
9
pemberitahuan yang menuliskan tentang larangan berjualan di sepanjang jalan /
trotoar, seperti gambar di bawah ini :
Tidak hanya itu, pada papan pemberitahuan itu pun tertulis tentang Peraturan
Daerah Nomor 05 Tahun 2006, padahal pada Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun
2016 pada ketentuan penutup pasal 46 menegaskan bahwa Peraturan Daerah
nomor 05 tahun 2006 sudah tidak diberlakukan lagi. Dari observasi awal tersebut,
penulis melihat bahwa Peraturan Daerah yang mengatur tentang PKL telah
berganti tetapi masih saja banyak PKL yang tidak tertib berjualan ditempat-tempat
yang dilarang.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang perubahan penerapan Peraturan Daerah yang
mengatur Pedagang Kaki Lima, guna untuk memenuhi penulisan skripsi yang
berjudul “Analisis Perubahan Penerapan Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun
10
10
2006 Menjadi Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2016 Tentang Pedagang
Kaki Lima Di Kota Jambi”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Faktor yang Melatarbelakangi Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun 2006
Berubah Menjadi Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2016 ?
2. Bagaimana Penerapan Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun 2006 dan Peraturan
Daerah Nomor 12 Tahun 2016 ?
3. Bagaimana Analisis Perubahan Penerapan Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun
2006 Dan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2016 ?
C. Batasan Masalah
Kota Jambi terdiri dari 11 Kecamatan yaitu Telanaipura, Kotabaru, Jelutung,
Pasar Jambi, Jambi Timur, Jambi Selatan, Danau Teluk, Pelayangan, Alam
Barajo, Paal Merah, Danau Sipin.16
Agar permasalahan yang diteliti dan dibahas
tidak terlalu luas serta bisa lebih terfokus, maka sangat diperlukan adanya batasan
masalah. Untuk itu dalam penelitian ini penulis hanya membahas tentang
Perubahan Penerapan Peraturan Daerah yang dilaksanakan oleh Satpol PP
terhadap Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun 2006 Menjadi Peraturan Daerah
Nomor 12 Tahun 2016 di kawasan Tugu Keris Siginjai, Kota Jambi.
D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
16
http://jambikota.go.id/new/kecamatan-dan-kelurahan/, diakses 31 Maret 2018
11
11
a) Ingin mengetahui faktor yang Melatarbelakangi Perubahan Peraturan Daerah
Nomor 05 Tahun 2006 menjadi Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2016
Tentang Pedagang Kaki Lima;
b) Ingin mengetahui Penerapan Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun 2006 dan
Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2016;
c) Ingin menganalisis perubahan penerapan Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun
2006 Menjadi Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2016 Tentang Pedagang
Kaki Lima.
2. Manfaat penelitian
a) Bagi peneliti
Semoga penelitian ini dapat menambah ilmu bagi peneliti serta berguna bagi
pembaca untuk menjadikan penelitian ini sebagai referensi sesuai yang
pembaca butuhkan. Dan sebagai syarat untuk menyelesaikan strata 1 (S1) di
Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Syariah UIN STS Jambi.
b) Bagi Satpol PP
Sebagai bahan masukkan bagi Satpol PP agar dalam pelaksanaan penerapan
dan penegakkan Peraturan Daerah untuk kedepannya dapat berjalan sesuai
dengan apa yang telah di rencanakan.
c) Bagi Pedagang Kaki Lima
Sebagai bahan masukkan dan pemberian informasi agar kedepannya
Pedagang Kaki Lima mengetahui tentang adanya aturan-aturan yang harus
dipatuhi Pedagang Kaki Lima dalam kegiatan berdagang.
E. Kerangka Teori
12
12
1. Kebijakan Publik
Peraturan Daerah merupakan salah satu bentuk dari Kebijakan Publik yang
tertulis dan tertuang dalam sebuah produk hukum yang diambil oleh pejabat
publik dalam struktur penyelenggaraan negara atas nama kepentingan warga
negara.17
Menurut Easton, kebijakan publik adalah sebuah keputusan politik yang
dikembangkan oleh badan dan pejabat pemerintahan yang mempunyai
otoritas dalam sistem politik.18
Sementara itu, Anderson mendefinisikan
kebijakan publik adalah serangkaian kegiatan yang mempunyai tujuan
tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang atau sekelompok aktor
yang berhubungan dengan permasalahan atau sesuatu hal yang diperhatikan.19
Mengenai kebijakan public, Wahab menyatakan bahwa :20
a. kebijakan publik lebih merupakan tindakan sadar yang berorientasi pada
pencapaian tujuan daripada sebagai perilaku/ tindakan yangdilakukan
secara acak dan kebetulan;
b. kebijakan publik pada hakekatnya terdiri dari tindakan-tindakan yang
saling berkaitan dan memiliki pola tertentu yang mengarah pada
pencapaian tujuan tertentu yang dilakukan oleh pemerintah, dan bukan
merupakan keputusan yang berdiri sendiri;
17
Nukila Evanty dan Nurul Ghufron, Paham Peraturan Daerah (PERATURAN DAERAH)
Berprespektif HAM (Hak Asasi Manusia), (Jakarta; PT. RajaGrafindo Persada, 2014), hlm. 31. 18
Leo Agustino, Dasar-dasar Kebijakan Publik (Edisi Revisi), (Bandung; Alfabeta, 2017), hlm.
15. 19
Ibid, hlm. 17. 20
Dikutip dari Abdullah dan Muhammad Ali, Konsep Umum Pelaksanaan Kebijakan Publik,
Jurnal Publik, Universitas Garut dan UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
13
13
c. kebijakan publik berkenaan dengan aktivitas/ tindakan yang sengaja
dilakukan secara sadar dan terukur oleh pemerintah dalam bidang tertentu;
d. kebijakan publik dimungkinkan bersifat positif dalam arti merupakan
pedoman tindakan pemerintah yang harus dilakukan dalam menghadapi
suatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan
keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu.
Dari pendapat ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik
adalah serangkaian kegiatan atau keputusan yang dibuat oleh pemerintah
untuk kepentingan umum dalam mencapai tujuan bersama.
Secara teoritik, Peraturan Daerah tentang Pedagang Kaki Lima termasuk
dalam tipe kebijakan Regulatori. Kebijakan Regulatori adalah kebijakan
tentang penggunaan pembatasan atau larangan atas perbuatan atau tindakan
bagi orang atau kelompok tertentu.21
Jadi kebijakan ini pada dasarnya bersifat
mengurangi kebebasan seseorang atau kelompok untuk berbuat atau memiliki
sesuatu. Contohnya, larangan bagi PKL untuk berjualan di tempat-tempat
tertentu.
2. Implementasi kebijakan
Implementasi kebijakan secara sederhana dapat diartikan sebagai proses
menerjemahkan peraturan kedalam bentuk tindakan.22
Menurut Nugroho
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan
21
Ibid, hlm. 22. 22
Leo Agustino, Dasar-dasar Kebijakan Publik…, hlm. 126.
14
14
dapat mencapai tujuannya.23
Birklan berpendapat bahwa Implementasi
dianggap sebagai wujud utama dan tahap yang sangat menentukan dalam
proses kebijakan.24
Pandangan tersebut dikuatkan dengan pernyataan George
C. Edwards III bahwa tanpa implementasi yang efektif keputusan pembuat
kebijakan tidak akan berhasil dilaksanakan.25
Dalam implementasi kebijakan terdapat beberapa pendekatan atau model
implementasi kebijakan, salah satu nya yaitu Implementasi Kebijakan Model
George C. Edward III. Menurut George C. Edward III, terdapat empat
variabel yang sangat menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan,
yaitu :
a. Komunikasi
Variabel pertama yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu
kebijakan yaitu komunikasi. Implementasi akan berjalan efektif apabila
ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu
yang bertanggungjawab dalam pencapaian tujuan kebijakan. Dengan adanya
komunikasi yang baik maka implementasi peraturan tersebut dapat berjalan
dengan baik pula. Komunikasi ini sangat diperlukan sehingga tidak adanya
salah pengertian dalam penerapan suatu kebijakan. Selain itu, suatu kebijakan
23
Dikutip dari Ibnu dan Hadi, Implementasi Kebijakan Publik Tentang Penataan Dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kecamatan Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo, FISIP
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, 2014. 24
Dikutip dari Haedar Akib, Implementasi Kebijakan, Jurnal Administrasi Publik, Universitas
Negeri Makassar, Volume 1 No. 1 Thn. 2010. 25
Ibid.
15
15
yang dikomunikasikan pun harus tepat, akurat dan konsisten dalam
melaksanakan setiap kebijakan yang akan diterapkan dalam masyarakat.26
b. Sumber daya
Menurut George C. Edward III, sumber daya merupakan hal penting yang
harus diperhatikan. Sumber daya utama dalam implementasi kebijakan yaitu
staf atau sumber daya manusia. Kegagalan yang sering terjadi dalam
implementasi kebijakan salah satunya disebabkan oleh karena staf yang tidak
mencukupi ataupun yang tidak kompeten di bidangnya. Penambahan jumlah
staf atau sumber daya manusia saja tidaklah cukup, melainkan juga harus
memperhatikan keahlian serta kemampuan staf yang diperlukan dalam
mengimplementasikan kebijakan atau dalam melaksanakan tugasnya. Selain
sumber daya manusia, fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam
implementasi kebijakan. Tanpa adanya fasilitas pendukung sarana dan
prasarana maka imlementasi kebijakan tersebut tidak dapat berjalan lancar.27
c. Disposisi
Disposisi merupakan sikap atau instruksi dari atasan kepada anggotanya.
Jika pelaksanaan suatu kebijakan ingin efektif, maka para pelaksana
kebijakan harus mengetahui apa yang akan dilaksanakan dan harus memiliki
kemampuan dalam melaksanaannya. Edward menyatakan bahwa jika
pelaksana kebijakan setuju dengan bagian-bagian isi dari kebijakan maka
mereka akan melaksanakan dengan senang hati, tetapi jika pandangan mereka
berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi akan
26
Leo Agustino, Dasar-dasar Kebijakan Publik…, hlm. 137. 27
Ibid, hlm.138.
16
16
mengalami banyak masalah. Salah satu teknik yang disarankan untuk
mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan pemberian
insentif. Dengan cara pemberian insentif mungkin akan menjadi faktor
pendorong yang membuat para pelaksana kebijakan melaksanakan perintah
lebih semangat.
d. Struktur birokrasi
Edward berpendapat jika ada kelemahan dalam struktur birokrasi maka
suatu kebijakan tidak dapat terlaksana dengan baik. Implementasi kebijakan
menuntut adanya kerjasama yang baik di dalam birokrasi, ketika struktur
birokrasi tidak kondusif maka hal ini dapat menyebabkan sumber-sumber
daya tidak efektif dan menghambat jalannya kebijakan.28
F. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka merupakan langkah penting dalam memulai aktivitas
penelitian, dalam tinjauan pustaka peneliti melakukan penelusuran penelitian
terdahulu yang memiliki kaitan langsung atau tidak langsung dengan
permasalahan peneliti yang diangkat.29
Adapun kajian yang mendekati tentang penelitian ini diantaranya adalah yang
diteliti oleh Idrus yang berjudul, “Peranan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Jambi
Dalam Melaksanakan Penertiban Pedagang Kaki Lima di Wilayah Kecamatan
28
Ibid. hlm. 140. 29
Sayuti Una (ed), Pedoman Penulisan Skripsi, cet. Ke 2, (Jambi: Syariah Press, 2014), hlm. 26.
17
17
Pasar Jambi.”30
Hasil penelitian skripsi ini yaitu : Peran yang dilakukan Satpol PP
melalui pendekatan secara personal, pemberitahuan secara masal, peringatan
secara tegas untuk mengangkat barang dagangannya. Serta hambatan yang
dihadapi Satpol PP dalam menertibkan para pedagang, yaitu kurangnya personil,
terbatasnya sarana kendaraan, pedagang menolak direlokasi.
Skripsi yang berjudul, “Implementasi Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor
05 Tahun 2006 Tentang Pedagang Kaki Lima (Studi Terhadap Sistem Perizinan
Dan Sistem Retribusi Bagi Pedagang Kaki Lima Pasar Angso Duo Kota Jambi)31
yang diteliti oleh Johanes Afrizal. Skripsi ini membahas tentang sistem perizinan
dan retribusi Pedagang Kaki Lima serta implementasi dilapangan terhadap
Peraturan Daerah nomor 05 tahun 2006. Kesimpulan dari penelitian ini adalah
implementasi Peraturan Daerah kota jambi nomor 05 tahun 2006 terhadap sistem
perizinan masih ada sebagian Pedagang yang tidak memiliki izin berjualan, dan
terkait dengan sistem retribusi setiap pedagang kaki lima yang berjualan akan
dikenakan retribusi sesuai dengan besar kecilnya usaha yang mereka laksanakan.
Skripsi yang berjudul “Implementasi Kebijakan Penataan Dan Pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima (Pkl) Dalam Program Relokasi Pedagang Kaki Lima Di
Kawasan Taman Pinang. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu kebijakan penataan
dan pemberdayaan pedagang kaki lima (PKL) dalam program relokasi pedagang
kaki lima di Kawasan Taman Pinang belum terimplementasi dan pemerintah
30
Idrus, Peranan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Jambi Dalam Melaksanakan Penertiban
Pedagang Kaki Lima Di Wilayah Kecamatan Pasar Kota Jambi, Skripsi Jurusan Ilmu
Pemerintahan Fakultas Syariah Institut Islam Negeri Jambi, (jambi;2014) 31
Johanes afrizal, Implementasi Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 05 Tahun 2006 Tentang
Pedagang Kaki Lima, Skripsi Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Syariah Institut Islam Negeri
Jambi, (Jambi; 2011)
18
18
mencari solusi dengan mendapatkan lokasi yang sesuai dan segera merelokasi
para PKL tersebut dari kawasan Taman Pinang. Hasil dari implementasi kebijakan
tersebut terhadap warga Taman Pinang ada dua yaitu hasil yang positif seperti
kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan, harga terjangkau, serta menciptakan
lapangan pekerjaan dan hasil negatifnya adalah dari segi tatanan tempat yang
menjadi tidak teratur dan kebersihan yang terganggu.32
Namun jika dilihat dari segi penerapan yang dilaksanakan oleh Satpol PP,
dari kedua skripsi diatas, skripsi yang berjudul “peranan satuan polisi pamong
praja kota jambi dalam melaksanakan penertiban Pedagang Kaki Lima di wilayah
kecamatan pasar jambi” sedikit berkaitan dengan penelitian yang diteliti.
Penelitian ini membahas tentang Perubahan Penerapan Peraturan Daerah Nomor
05 tahun 2006 dan Peraturan Daerah Nomor 12 tahun 2016 di kawasan Tugu
Keris Siginjai. Penelitian saya berfokus terhadap penerapan yang dilakukan Satpol
PP terhadap perubahan penerapan Peraturan Daerah tersebut.
32
Fera Anggrainy, Implementasi Kebijakan Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima
(Pkl) Dalam Program Relokasi Pedagang Kaki Lima Di Kawasan Taman Pinang,Skripsi Jurusan
Filsafat Politik Islam Fakultas Ushuluddin Dan Filsafat Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya, (Surabaya;2017)
19
BAB II
METODE PENELITIAN
Dalam melakukan proses penelitian perlu adanya metode-metode yang
digunakan untuk menjelaskan tentang cara menyelesaikan masalah, sehingga
penelitian tersebut bisa terselesaikan. Maka dari itu peneliti akan menggunakan
metode penelitian sebagai berikut :
A. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif yakni penelitian langsung dari lapangan. Menurut Denzin dan Linconl,33
penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah dengan
maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakakukan dengan jalan
melibatkan berbagai metode yang ada. Penelitian ini dilakukan di kantor Satpol
PP dan daerah kawasan Tugu Keris Siginjai untuk memperoleh data-data serta
informasi melalui wawancara secara langsung dan melihat dokumen-dokumen
yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
B. Pendekatan penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan yuridis-
empiris yaitu mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi
dalam kenyataan dimasyarakat.34
Pendekatan yuridis dilakukan dengan melihat
obyek hukum yang menyangkut tentang penelitian yaitu Peraturan Daerah Nomor
05 Tahun 2006 Dan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 20016. Sedangkan
pendekatan empiris melihat kenyataan yang ada dilapangan, yaitu kawasan Tugu
33
Dikutip oleh Sayuti Una (ed.), Pedoman Penulisan Skripsi (edisi revisi), (Jambi: syariah press,
2014). Hlm.163 34
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Peraktek, (Jakarta, sinar grafika, 2002). Hlm. 15.
20
20
Keris Siginjai yang mana masih ada PKL yang tidak mengindahkan dan
melaksanakan aturan yang ada.
Sumber untuk memperoleh data melalui observasi maupun wawancara,
penelitian berpusat pada Pedagang Kaki Lima yang ada di kawasan Tugu Keris
Siginjai serta penerapan yang dilakukan oleh Satpol PP terhadap Peraturan Daerah
tentang Pedagang Kaki Lima. Dengan tujuan untuk menganalisis perubahan
penerapan Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun 2006 Menjadi Peraturan Daerah
Nomor 12 Tahun 2016 Tentang Pedagang Kaki Lima di Kota Jambi.
C. Jenis data
Secara umum jenis data dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu data
primer dan data sekunder.35
1. Data primer
Data primer adalah data pokok yang diperlukan dalam penelitian, yang
diperoleh secara langsung dari sumbernya ataupun dari lokasi objek penelitian,
atau keseluruhan data yang diperoleh di lapangan.36
Data primer dalam penelitian
ini diperoleh dari kepala atau pegawai dari Satpol PP, dan Pedagang Kaki Lima
yang berada di kawasan Tugu Keris Siginjai, Jambi.
2. Data sekunder
Data sekunder merupakan data atau sejumlah keterangan yang diperoleh
secara tidak langsung atau melalui sumber perantara, data ini diperoleh dengan
cara mengutip dari sumber lain.37
Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh
dari dokumen-dokumen atau jurnal-jurnal yang berkenaan dengan pembahasan
35
Ibid, hlm. 34. 36
Ibid. 37
Ibid.
21
21
penelitian ini. Seperti : Peraturan Daerah Kota Jambi tentang Pedagang Kaki Lima
dan jurnal-jurnal ataupun dokumen-dokumen yang terkait.
D. Sumber data
Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data tersebut dapat
diperoleh. Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini yaitu Kepala
Bidang (Kabid) Ketentraman dan Keteriban Umum (Trantibum), pegawai Satpol
PP Kota Jambi, serta Pedagang Kaki Lima (PKL) di kawasan Tugu Keris Siginjai,
Kota Jambi.
E. Populasi dan Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Random
Sampling, yaitu teknik pengambilan sampel sederhana yang tidak mempehatikan
tingkatan apapun dalam anggota populasi dengan ketentuan anggota populasi
adalah homogen.38
Populasi dalam penelitian ini adalah Pedagang Kaki Lima di
Kawasan Tugu Keris Siginjai yang berjumlah 70 orang, dengan jumlah sampel 12
orang.
F. Instrumen pengumpulan data
Instrumen pengumpulan data adalah alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data dan fakta yang diteliti. 39
Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan instrumen pengumpulan data sebagai berikut :
1. Observasi
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi non
partisipasi, yang mana kedudukan peneliti hanya sebagai pengamat dan selama
38
Ibid, Sayuti Una (ed), Pedoman Penulisan Skripsi…,hlm. 41. 39
Ibid, hlm.37.
22
22
proses observasi akan dibuat catatan-catatan untuk keperluan analisis.40
Metode
ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data dalam bentuk pengamatan dan
pencatatan terhadap fenomena-fenomena yang diteliti seperti tempat interaksi
yang sedang diteliti serta pelaku atau orang-orang yang sedang melakukan
kegiatan ditempat yang sedang diteliti.
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh
dua pihak, yaitu pewawancara yangmengajukan pertanyaan dan terwawancara
yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.41
Metode ini digunakan
dengan cara bertatap muka langsung oleh seseorang yang ingin diwawancarai.
Dalam penelitian ini peneliti akan mewawancarai Kabid Trantibum, pegawai
Satpol PP Kota Jambi dan Pedagang Kaki Lima yang ada di kawasan Tugu Keris
Siginjai, Kota Jambi.
Agar hasil wawancara ini dapat terekam dengan baik, maka peneliti akan
melakukan wawancara dengan menggunakan alat bantu yaitu buku catatan yang
berfungsi untuk mencatat semua hasil wawancara dan perekam suara handphone
yang berfungsi untuk merekam semua percakapan saat wawancara. Dengan
demikian hasil wawancara yang berisikan pertanyaan dan jawaban dari informan
akan tersaji secara lengkap dan jelas, sehingga peneliti dapat menganalisis tentang
perubahan penerapan Peraturan Daerah tersebut.
3. Dokumentasi
40
Ibid, hlm. 38. 41
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, cet. Ke 36, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2017)
23
23
Dokumentasi dalam penelitian ini adalah sejumlah dokumen-dokumen atau
barang-barang tertulis yang telah dikeluarkan oleh orang lain ataupun
pemerintah.42
Seperti buku-buku, peraturan-peraturan tertulis, ataupun tulisan-
tulisan yang berkaitan dan sesuai dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini
peneliti menggunakan dokumen-dokumen seperti Peraturan Daerah nomor 05
tahun 2006 dan Peraturan Daerah nomor 12 tahun 2016, serta jurnal-jurnal
ataupun arsip-arsip yang terkait dengan penelitian ini.
G. Unit analisis data
Analisis data adalah proses menilai, mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi, dengan
cara memilih mana yang penting dan mana yang akan dipelajari, serta membuat
kesimpulan berdasarkan keadaan yang sebenarnya sehingga mudah dipahami oleh
diri sendiri maupun orang lain.43
Unit analisis dapat berupa organisasi, baik itu
organisasi pemerintahan maupun organisasi swasta atau sekelompok orang serta
menjelaskan waktu penelitian. 44
Dalam penelitian yang berjudul “Analisis Perubahan Penerapan Peraturan
Daerah Nomor 05 Tahun 2006 Menjadi Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2016
Tentang Pedagang Kaki Lima Di Kota Jambi,” unit analisis dalam penelitian ini
yaitu kantor Satpol PP Kota Jambi dan kawasan Pedagang Kaki Lima Di Tugu
Keris Siginjai, Kota Jambi, dengan waktu penelitian pada tahun 2019.
42
Ibid, Sayuti Una (ed), Pedoman Penulisan Skripsi…,hlm. 39. 43
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan Kombinasi (Mixed Methods), (Bandung;
alfabeta,2011), hlm.333. 44
Ibid, hlm. 48.
24
24
Dengan menggunakan unit analisis tersebut, maka subjek penelitiannya
berupa informan-informan yang berasal dari Kabid Trantibum, anggota Satpol PP
serta Pedagang Kaki Lima di kawasan Tugu Keris Siginjai, Kota Jambi.
H. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan 3 teknik yaitu :
1. Reduksi data
Melalui pengamatan lapangan dan wawancara ditemukan data yang
sedemikian banyak dan kompleks serta campur aduk, maka langkah yang perlu
diambil adalah mereduksi data. Merduksi data adalah aktifitas peneliti dalam
memelilih dan memilah data yang diaggap relevan untuk disajikan.45
Kegiatan
mereduksi data ini akan berlangsung sejak awal sampe akhir penelitian ini.
2. Penyajian Data
Data disajikan secara sistematis agar lebih mudah dipahami tentang
Perubahan Penerapan Peraturan Daerah nomor 05 tahun 2006 menjadi nomor 12
tahun 2016. Bentuk penyajian data lebih banyak berupa narasi yaitu
pengungkapan secara tertulis.
3. Penarikan Kesimpulan
Menarik kesimpulan merupakan bagian akhir dari penelitian agar diperoleh
hasil yang utuh.
45
Ibid, Sayuti Una (ed), Pedoman Penulisan Skripsi…,hlm. 181
25
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Singkat Kota Jambi
Kota Jambi merupakan Ibu Kota Provinsi Jambi dan salah satu Daerah
Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Jambi. Secara historis Pemerintah Kota
Jambi dibentuk dengan ketetapan Gubernur Sumatera No.103/1946, tertanggal 17
Mei 1946 dipilih dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kota Jambi No. 16
Tahun 1985 dan disahkan dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
Jambi No. 156 Tahun 1986, bahwa tanggal 17 Mei 1946 itu sebagai Hari Jadi
Pemerintah Kota Jambi.46
Kota Jambi dari tahun 1946 sampai 2019 sudah
memiliki 11 Wali Kota, untuk melihat lebih dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.1 Daftar Wali Kota Jambi47
No Wali Kota Awal Menjabat Akhir Menjabat
1 Makalam 1946 1948
2 Muhammad Kamil 1948 1950
3 R. Soedarsono 1950 1966
4 Hasan Basri Durin 1966 1968
5 Z. Muchtar Daeng Maguna 1968 1972
6 Zainir Haviz 1972 1983
7 Ashari Ds 1983 1998
8 Muhammad Subki 1993 1998
9 Ariefin Manaf 1998 2008
46
http://jambikota.go.id/new/sejarah-kota-jambi/ diakses tanggal 21 Maret 2018 47
Ibid.
26
26
10 Bambang Priyanto 2008 2013
11 Syarif Fasha 2013 Sekarang
B. Letak Geografis Kota Jambi
Kota Jambi sebelah Utara, Barat, Selatan dan Timur berbatasan dengan
kabupaten Muaro Jambi, dengan kata lain Kota Jambi ini wilayahnya dikelilingi
oleh Kabupaten Muaro Jambi. Kota Jambi berada pada ketinggian rata – rata 10
sampai 60 meter di atas permukaan laut. Secara geografis posisi Kota Jambi
berada pada : 01030’2,98” - 01040’ 1,07” Lintang Selatan dan 10340’ 1,67”-
10340’ 0,22” Bujur Timur.48
Kota Jambi terdiri dari 11 (sebelas) Kecamatan dan 62 (enam puluh dua)
Kelurahan. Luas Kota Jambi 205,38 Km yang terdiri dari :49
1. Kecamatan Kota Baru = 36,11 Km (17,56 %)
2. Kecamatan Alam Barajo = 41,67 Km (20,27 %)
3. Kecamatan Jambi Selatan = 11,41 Km (5,55 %)
4. Kecamatan Paal Merah = 27,13 Km (13,20 %)
5. Kecamatan Jelutung = 7,92 Km ( 3,85 %)
6. Kecamatan Pasar Jambi = 4,02 Km ( 1,96 %)
7. Kecamatan Telanaipura = 22,51 Km (10,95 %)
8. Kecamatan Danau Sipin = 7,88 Km (3,83 %)
9. Kecamtan Danau Teluk = 15,70 Km (7,64 %)
10. Kecamatan Pelayangan = 15,29 Km (7,44 %)
48
Kota Jambi Dalam Angka 2018, Badan Pusat Statistik ( BPS ) Kota Jambi, hlm 3. 49
Ibid.
27
27
11. Kecamatan Jambi Timur = 15,94 Km (7,75 %)
C. Visi dan Misi Kota Jambi
Kota Jambi memiliki Visi dan Misi sebagai berikut :50
Visi Kota Jambi :
“Menjadikan Kota Jambi Sebagai Pusat Perdagangan Dan Jasa Berbasis
Masyarakat Berakhlak Dan Berbudaya Dengan Mengedepankan Pelayanan
Prima”.
Misi Kota Jambi :
1. Penguatan Birokrasi Dan Meningkatkan Pelayanan Masyarakat Berbasis
Teknologi Informasi;
2. Penguatan Penegakan Hukum, Trantibmas Dan Kenyamanan Masyarakat;
3. Penguatan Pengelolaan Infrastruktur Dan Utilitas Perkotaan Serta Penataan
Lingkungan;
4. Penguatan Kapasitas Ekonomi Perkotaan;
5. Meningkatkan Kualitas Masyarakat Perkotaan.
D. Kecamatan Kota Baru51
Kecamatan Kotabaru terletak di Barat Kota Jambi, dengan ketinggian rata-
rata 15 m dari permukaan air laut. Batas-batas Kecamatan Kotabaru adalah
sebagai berikut :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Telanaipura;
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Muaro Jambi;
3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Jelutung dan Jambi Selatan;
50
www.jambikota.go.id/new/visi-dan-misi/ diakses 21 Maret 2018 51
Kecamatan Kota Baru Dalam Angka 2018, BPS Kota jambi, Hal. 22.
28
28
4. Sebelah Barat berbatas dengan Kecamatan Alam Barajo;
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 13 Tahun 2014 tanggal 30
Desember 2014, Kecamatan Kotabaru di pecah menjadi 2 kecamatan. Kecamatan
Kotabaru resmi dipecah menjadi Kecamatan Kotabaru dan Kecamatan Alam
Barajo pada Tahun 2016. Dengan masing masing kecamatannya memiliki 5
kelurahan. Tidak terdapat pembentukan kelurahan yang baru. Hanya membagi 10
kelurahan tersebut menjadi masing-masing 5 kelurahan ke dalam Kecamatan
Kotabaru dan Kecamatan Alam Barajo.
Keadaan wilayah Kecamatan Kotabaru datar dan sedikit berbukit dengan luas
36,11 Km2 dan terdiri dari 5 Kelurahan, yaitu :
1. Kelurahan Simpang III Sipin dengan luas 2,91 Km2 (8,06% dari luas
Kecamatan);
2. Kelurahan Suka Karya dengan luas 1,92 Km2 (5,32% dari luas Kecamatan);
3. Kelurahan Kenali Asam Bawah dengan luas 16,51 Km2 ( 45,72% dari luas
Kecamatan); dan
4. Kelurahan Kenali Asam Atas dengan luas 7,43 Km2 ( 20,58% dari luas
Kecamatan).
5. Kelurahan Paal V dengan luas 7,34 Km2 ( 20,33% )
Penduduk Kecamatan Kota Baru tercatat sebanyak 75.384 jiwa dimana
penduduk laki-laki 38.174 jiwa dan perempuan 37.210 jiwa. Dilihat dari
kepadatan penduduk, rata-rata kepadatan sebesar 2.088 orang/km2 dengan rincian
per kelurahan sebagai berikut;
1. Simpang III Sipin = 7.890 org/km2
29
29
2. Suka Karya = 5.120 org/km2
3. Kenali Asam Bawah = 1.229 org/km2
4. Kenali Asam Atas = 993 org/km2
5. Paal Lima = 2.034 org/km2
Selama kurun waktu tahun 1986 s/d 2015 Kecamatan Kota Baru sudah
dipimpin sebanyak 13 orang Camat, dimana Camat terlama yang menjabat adalah
Drs. Animan Gani tahun 1986 s/d 1993. Nama-nama Camat Yang Pernah
Menjabat Dikecamatan Kota Baru, sebagai berikut :
Tabel 3.2 nama-nama camat yang pernah menjabat di Kecamatan Kota Baru
No Nama Camat
Tahun Mulai
Menjabat
Tahun Akhir
Menjabat
1. Drs. Animan Gani 1986 1993
2. Drs. Heri Mujono 1993 1995
3. Heni Zen, Sh 1995 1996
4. Drs. Buhari Ali 1996 1999
5. Obliyan.S,Sos 1999 2005
6. Drs. Ridwan.M.Si Januari 2005 April 2005
7. Arif Munandar,Se Mei 2005 Agustus 2006
8. Sunario,S,Sos Agustus 2006 Oktober 2007
9. Duria Sunita,Sh 2007 2009
10. Mukhlis A.Muis,Sos.I 2009 Jun2010
11. Hendi Sauky,S.Sos Jul 2010 Januari 2015
12. Feriadi S.Sos Januari 2015 2019
30
30
Di Kecamatan Kotabaru terdapat salah satu ikon Kota Jambi yang menarik
perhatian banyak orang terutama Pedagang Kaki Lima yaitu Tugu Keris Siginjai.
Tugu Keris Siginjai merupakan salah satu tujuan wisata yang ada di Kota Jambi.
Letaknya persis di bundaran kompleks perkantoran Pemerintah Kota Jambi, yang
berada di Kawasan Kecamatan Kotabaru. Sebelum mengalami renovasi, kawasan
tersebut bernama Tugu Jam Kota Jambi dengan ornamen yang dipasang persis
dengan tugu Monas di Jakarta. Warga menyebutnya Monas Jambi atau replika
Monas. Sebelum Tugu Keris diresmikan, Pemerintah Kota Jambi lebih dulu
membangun Pedestarian Jomblo yang diresmikan pada tanggal 27 Maret 2016
bertempatan di Kawasan Tugu Keris Siginjai Kota Baru, Jambi.52
Pemerintah Kota Jambi akhirnya merenovasi tugu tersebut dan telah
diresmikan pada 31 Desember 2017. Ornamen yang digunakan nyaris dirombak
total dan namanya pun mengalami perubahan menjadi Tugu Keris Siginjai, nama
yang merujuk pada senjata tradisional khas Jambi yang pernah digunakan di
masa-masa perjuangan kemerdekaan. Kawasan ini memiliki multifungsi. Pada
pagi dan sore hari terutama hari libur, banyak warga yang berkumpul disana untuk
sekadar bersantai maupun untuk berolahraga.
Pemerintah kota juga menyelenggarakan acara rutin yaitu "Car Free Night"
pada setiap hari Sabtu malam dan “Car Free Day” pada setiap hari Minggu pagi
di kawasan tersebut. Acara tersebut selalu berhasil mengundang keramaian karena
diisi dengan berbagai pertunjukan musik dan budaya. Acara tersebut selain untuk
menghibur masyarakat juga bertujuan untuk menata dan memberdayakan
52
www.jambikota.go.id/new/sejarah-tugu-keris-siginjai/, diakses tanggal 21 maret 2018.
31
31
Pedagang Kaki Lima guna memberi ruang kepada Pedagang Kaki Lima dalam
mencari nafkah. Para Pedagang Kaki Lima pun tak pernah ketinggalan
memanfaatkan event ini untuk mencari rejeki.
32
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Faktor yang Melatarbelakangi Perubahan Peraturan Daerah Nomor 05
Tahun 2006 Menjadi Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2016
Peraturan Daerah merupakan peraturan perundang-undangan tertulis yang
memuat norma hukum dan mengikat secara umum serta dibentuk dan ditetapkan
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bersama Kepala Daerah.53
Jika suatu
Peraturan Daerah sudah tidak sesuai dengan kondisi yang terjadi pada saat ini,
maka Peraturan Daerah tersebut perlu diganti dan disesuaikan. Begitu pula dengan
Peraturan Daerah nomor 05 tahun 2006, karna Peraturan Daerah tersebut sudah
tidak sesuai lagi maka Peraturan Daerah nomor 05 tahun 2006 diganti dengan
Peraturan Daerah nomor 12 tahun 2016.
Kegiatan Pedagang Kaki Lima sebagai salah satu usaha ekonomi masyarakat
yang bergerak dalam usaha perdagangan perlu dilakukan penataan dan
pemberdayaan untuk meningkatkan dan mengembangkan usahanya. Hal ini
tercantum dalam Peraturan Daerah nomor 12 tahun 2016 yang tertulis bahwa :
“Pedagang Kaki Lima adalah satu segi kehidupan masyarakat terutama bagi
golongan ekonomi lemah, maka perlu dilakukan pengaturan penataan,
pemberdayaan dan pembinaan demi kemajuan usahanya dan mampu
menunjang perekonomian masyarakat serta mewujudkan lingkungan Kota
Jambi yang tetib, nyaman dan indah.”54
53
Nukila Evanty dan Nurul Ghufron, Paham Peraturan Daerah (PERATURAN DAERAH) …,
hlm. 25. 54
Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 12 Tahun 2016.
33
33
Namun dalam Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun 2006 lebih mengatur
terhadap penataan dan penertiban PKL saja, pada Peraturan Daerah tersebut
belum ada aturan untuk memberdayakan PKL, Sehingga Peraturan Daerah
tersebut perlu diganti. Hal ini sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan
Daerah nomor 12 tahun 2016 yang tertulis bahwa :
“Peraturan Daerah Kota Jambi nomor 5 tahun 2006 tentang Pedagang Kaki
Lima sudah tidak sesuai lagi dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
41 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang
Kaki Lima, sehingga perlu diganti.”55
Hal ini di tegaskan oleh M. Fajri, yang mengatakan bahwa :
“Pada Perda 05 belum ada penataan yang baik terhadap PKL dan belum ada
pemberdayaan PKL, melihat hal itu kami bersama tim terkait mengganti
Perda 05 menjadi Perda 12 dengan tujuan agar PKL ditata dengan baik dan
rapi serta diberdayakan agar memajukan perekonomian daerah sesuai dengan
Permendagri nomor 41 tahun 2012”
Selain itu, Peraturan Daerah nomor 05 tahun 2006 sudah tidak sesuai lagi
dengan kondisi Pedagang Kaki Lima yang terjadi pada saat ini, yang mana PKL
semakin banyak setiap tahunnya. Hal ini sebagaimana dikemukakan M. Fajri,
yang mengatakan bahwa :
“Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan Peraturan Daerah tersebut
karna Peraturan Daerah nomor 05 tahun 2006 tidak cocok lagi dengan kondisi
aktifitas perdagangan PKL pada tahun sekarang, yang mana jumlah PKL nya
tidak sama dengan tahun sekarang.56
”
Hal ini ditegaskan oleh Wito, yang mengatakan bahwa :
55
Ibid, poin b. 56
Wawancara M. Fajri, Kepala Bidang Trantibum Satpol-PP Kota Jambi, Tanggal 26 Febuari
2019.
34
34
“faktor berubah ya karna Perda nomor 05 tidak bisa diterapkan lagi,
pertumbuhan PKL semakin banyak waktu adanya izin berjulan jam 4 sore
itu”57
Begitu juga hasil wawancara penulis dengan wawan (Irwan), yang mengatakan
bahwa :
“Dulu ketika saya baru berjualan di daerah sini masih sepi hanya beberapa
pedagang saja yang berjualan, beberapa tahun kemudian mulai bertambah
jumlah PKL nya, apalagi waktu pedestarian jomblo dan tugu keris ini
dibangun jadi semakin ramai pedagangnya.58
”
Begitu pula yang dikatakan oleh Arsyad, yang mengatakan bahwa :
“Saya sudah berjualan kira-kira 8 tahun, sebelum tugu ini dibangun hanya
beberapa pedagang saja yang berjualan disini”59
Adapun peningkatan jumlah PKL di Kota Jambi dapat kita bandingkan
berdasarkan data yang penulis dapat dari Disperindag Kota Jambi dan Satpol PP
Kota Jambi. Disperindag Kota Jambi memiliki jumlah PKL di Kota Jambi pada
Febuari 2016, yang mana jumlah PKL pada saat itu masih berjumlah 2.964
PKL.60
Sedangkan pada tahun 2018, Satpol PP memiliki jumlah PKL di Kota
Jambi sebanyak 5.225 PKL.61
Untuk Kecamatan Kota Baru, khususnya di
Kawasan Tugu Keris Siginjai, jumlah Pedagang Kaki Lima dapat dilihat melalui
tabel berikut :
57
Wawancara Wito, Kasi Trantib Kecamatan Kota Baru, tanggal 25 Maret 2019 58
Wawancara Wawan, pedagang sosis, tanggal 15 Maret 2019. 59
Wawancara Arsyad, pedagang baksko bakar, 21 Mei 2019. 60
Wawancara Budi Siswanto, Kabid K3 dan PKL, tanggal 10 Maret 2019. 61
Dokumen global Bid.Trantibum dan Tranmas Satpol-PP 2018, slide 53.
35
35
Tabel 4.1. Jumlah PKL Kawasan TuguKeris Siginjai Per Tahun
No Tahun Jumlah PKL
1. 2016 31
2. 2017 57
3. 2018 70
Sumber: Data PKL Kecamatan Kota Baru 2016-2018
Dengan bertambahnya jumlah PKL setiap tahunnya, maka perlu adanya
peraturan yang mengikat dan sanksi yang tegas guna memberikan efek jera
terhadap PKL yang tidak mematuhi aturan, serta perlu dilakukan penataan dan
pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, agar mewujudkan lingkungan kota jambi
yang tertib, aman dan indah. Selain itu, dengan berubahnya Peraturan Daerah
tersebut lebih memudahkan Satpol PP dalam melakukan penertiban dan
penindakan, karna aturan pada Peraturan Daerah nomor 12 tahun 2016 lebih jelas
dan ada sanksi yang mengikat. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh M.
Fajri, yang mengatakan bahwa :
“Untuk mempermudah pihak Satpol PP dalam melakukan penindakan dan
penertiban karna adanya hukum yang mengikat dan sanksi yang tegas pada
Peraturan Daerah Nomor 12 tahun 2016. Peraturan Daerah yang sebelumnya
belum ada aturan dan sanksi yang mengikat, melainkan hanya menerapkan
hukuman 15 hari atau 1 bulan mereka bisa mengambil barang dagangannya
lagi, Sehingga kami mengalami kendala dalam penertiban dan penindakan.
Tapi pada Peraturan Daerah Nomor 12 tahun 2016 jika tertangkap mereka
tidak bisa ambil barang dagangan jika mereka tidak mengurus dan membayar
dendanya, kecuali barang makanan atau buah-buahan, jika dalam seminggu
tidak mengurusnya maka dilakukan pemusnahan barang.62
”
Hal ini sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Daerah nomor 12 tahun
2016, pasal 44, yang berbunyi :
62
Wawancara M. Fajri …, tanggal 26 febuari 2019
36
36
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pasal 28
dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan TDU dan / atau denda
paling banyak sebesar Rp.5.000.000 (lima juta rupiah). (2).Setiap orang yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pasal 29 dikenakan sanksi
administratif berupa peencabutan TDU dan / atau denda paling banyak
sebesar RP.10.000.000 (sepuluh juta rupiah). (3).Setiap orang yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pasal 34 dikenakan sanksi
administratif berupa denda paling banyak sebesar Rp.2.500.000 (dua juta lima
ratus ribu rupiah)63
M. Fajri mengatakan bahwa :
“Dengan adanya sanksi denda di Perda nomor 12, PKL menjadi lebih tertib
daripada tahun-tahun sebelumnya. Namun pada saat Perda nomor 05 masih
berlaku kami mengalami kesulitan dalam menertibkan PKL, karna Pada
Perda nomor 05 belum ada sanksi denda, jadi PKL tidak takut jika kami
tertibkan”64
Hal ini sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Daerah nomor 05 tahun
2006 pasal 8, yang berbunyi :
“setiap pedagang kaki lima yang melangar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 3 ayat 1, dikenakan sanksi administratif berupa penghentian
kegiatan usaha dengan upaya paksa”65
Pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2015, Satpol PP Kota Jambi
mengalami kesulitan dalam melakukan penertiban dan penindakan. Pada saat itu
jika ada PKL yang tertangkap maka PKL itu akan mengurus pengambilan barang
dagangan di Kantor Satpol PP Kota Jambi kemudian mereka berjualan kembali
dan tidak mematuhi peraturan yang ada, karna pada saat itu belum ada aturan
terkait dengan sanksi administratif berupa denda yang tegas melainkan hanya
sanksi penghentian usaha secara paksa dan pembongkaran usaha secara paksa,
sehingga Satpol PP sulit menertibkan para PKL.
63
Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 12 Tahun 2016, pasal 44. 64
Wawancara M. Fajri …, tanggal 26 febuari 2019 65
Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 05 Tahun 2006, pasal 8.
37
37
Berdasarkan hasil wawancara dan latar belakang Peraturan Daerah nomor 12
tahun 2016, maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi
berubahnya Peraturan Daerah tersebut antara lain :
1. Kegiatan PKL perlu dilakukan penataan serta pemberdayaan sejalan dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 tahun 2012, agar meningkatkan
kemajuan usaha dan menunjang perekonomian masyarakat serta mewujudkan
lingkungan Kota Jambi yang tertib, nyaman dan indah .
2. Peraturan Daerah Nomor 05 tahun 2006 tidak sesuai lagi dengan kondisi
Perdagangan yang ada di Kota Jambi, yang mana jumlah PKL semakin
bertambah setiap tahun.
3. Pada Peraturan Daerah Nomor 05 tahun 2006 aturan dan sanksinya belum
begitu mengikat sehingga dalam menjalankan Peraturan Daerah tersebut
Satpol PP mengalami kendala karna belum ada sanksi yang bisa membuat
pedagang jera.
B. Penerapan Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun 2006 Dan Peraturan
Daerah Nomor 12 Tahun 2016.
Penerapan Peraturan Daerah dilakukan oleh pihak yang berwenang, yaitu
Satpol PP. Satpol PP selaku unsur Pemerintah Daerah dibidang keamanan dan
ketertiban serta sebagai penegak Peraturan Daerah diharapkan dapat menciptakan
situasi yang aman, tertib dan terkendali di lingkungan masyarakat. Hal ini sejalan
dengan yang dikatakan oleh M. Fajri, bahwa :
38
38
“Kalau dari sisi penerapan, Satpol PP bersifat penegakkan Peraturan Daerah,
jadi jika ada pelanggaran-pelanggaran terhadap Peraturan Daerah maka
Satpol PP melakukan penertiban dan penindakan.”66
Penertiban Pedagang Kaki Lima merupakan salah satu tupoksi Satpol PP
dalam menegakkan Peraturan Daerah. Penertiban Pedagang Kaki Lima yang
dilakukan Satpol PP adalah upaya untuk mewujudkan ketertiban umum dan
perlindungan masyarakat. Dalam penertiban, Satpol PP sering mendapat
perlawanan dari Pedagang Kaki Lima yang melanggar aturan dan mengganggu
ketertiban umum, selain itu, kinerja Satpol PP pun sering mendapat kritikan dari
masyarakat, ada sebagian masyarakat termasuk Pedagang Kaki Lima yang
beranggapan bahwa Satpol PP melarang Pedagang Kaki Lima untuk berjualan.
Namun kenyataannya Satpol PP hanya menjalankan tugasnya untuk meneggakkan
Peraturan Daerah dan mewujudkan ketertiban umum serta mewujudkan Kota
Jambi yang aman, nyaman, dan indah.
Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Wenda Budi H, yang
mengatakan bahwa :
“Banyak yang mengkritik kami, terlebih lagi dengan berkembangnya media
sosial pada saat ini, tapi kami tidak mau ambil pusing karna kami hanya
menjalankan tugas kami untuk mewujudkan ketertiban umum dan
menciptakan kondisi aman, nyaman dan indah untuk Kota ini.”67
Hal ini juga dikemukakan oleh M. Fajri, SE, ME, yang mengatakan bahwa :
66
Wawancara M. Fajri …, tanggal 26 febuari 2019. 67
Wawancara Wenda Budi H, Danton V Bidang Trantibum Satpol-PP Kota Jambi, tanggal 26
Febuari 2019.
39
39
“Selama ini PKL beropini bahwa Satpol PP melarang mereka berjualan,
sebetulnya Satpol PP tidak melarang mereka berjualan tetapi Satpol PP
melarang mereka berjualan di tempat yang salah.”68
Peraturan Daerah nomor 05 tahun 2006 telah diganti menjadi Peraturan
Daerah Nomor 12 tahun 2016, dengan berubahnya suatu Peraturan Daerah secara
tidak langsung dalam penerapan Peraturan Daerah itu pun juga berubah, hal ini
sejalan dengan yang dikemukakan oleh M. Fajri, yaitu :
“Jika suatu kebijakan itu berubah maka dalam penerapannya pun juga pasti
berubah, hanya saja penerapan yang kami lakukan perubahannya tidak terlalu
signifikat.”69
Sekecil apapun perubahan yang dilakukan, jika perubahan yang dilakukan itu
positif maka akan berdampak baik pula. Begitu pula dengan perubahan yang
dilakukan oleh Satpol PP dalam penerapan Peraturan Daerah tentang Pedagang
Kaki Lima ini. Satpol PP khususnya pada Bidang Trantibum mempunyai cara-
cara tersendiri dalam menerapkan Peraturan Daerah nomor 05 tahun 2006 dan
Peraturan Daerah nomor 12 tahun 2016. Walaupun perubahan yang dilakukan
tidak terlalu signifikat, setidaknya ada usaha dari bidang trantibum untuk
menerapkan Peraturan Daerah tersebut dengan cara yang lebih baik.
Penerapan yang dilakukan Satpol PP terhadap Peraturan Daerah Nomor 05
Tahun 2006 Dan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2016, yaitu :
68
Wawancara M. Fajri …, tanggal 26 Febuari 2019. 69
Ibid.
40
40
1. Sosialisasi
Sosialisasi merupakan tahapan yang sangat penting dalam menerapkan suatu
kebijakan. Sebuah peraturan tidak boleh semena-mena diterapkan sebelum
masyarakat tahu tentang peraturan tersebut. Sosialisasi pada Peraturan Daerah
nomor 05 tahun 2006 dilakukan dalam bentuk lisan dan tulisan. Hal tersebut
sejalan dengan yang dikemukakan oleh Andreani, yang mengatakan bahwa :
“Pada saat itu sosialisasinya melalui papan pemberitahuan yang ada disetiap
sudut trotoar, dan melalui pendekatan personal yang mana anggota Satpol PP
memberitahukan kepada Pedagang Kaki Lima bahwa adanya larangan
berjualan ditempat-tempat tertentu” 70
Sosialisasi dalam bentuk lisan dilakukan melalui pendekatan secara personal
yang dilakukan oleh anggota Satpol PP terhadap Pedagang Kaki Lima. Sosialisasi
bentuk tulisan dilakukan melalui papan pemberitahuan tentang larangan Pedagang
Kaki Lima melakukan kegiatan usaha dengan merusak atau merubah bentuk
trotoar, fasilitas umum dan bangunan sekitarnya. Sosialisasi terhadap Peraturan
Daerah Nomor 05 Tahun 2006 pada saat itu belum bisa sepenuhnya terlaksana
karena jumlah anggota Satpol PP yang terbatas serta peran media sosial pada saat
itu pun belum terlalu mendukung sehingga Satpol PP belum bisa
mensosialisasikan peraturan tersebut kepada masyarakat secara menyeluruh.
Samson memberikan pendapat bahwa :
“Sosialisasi pada Peraturan Daerah nomor 05 tahun 2006 belum terlaksana
secara menyeluruh, karna keterbatasannya personil pada saat itu. Jadi ada
banyak pedagang yang belum kami sosialisasikan.”71
Hal ini sependapat dengan AL, yang mengatakan bahwa :
70
Wawancara Andreani, staff bidang PTI Satpol-PP Kota Jambi, tanggal 18 Maret 2019. 71
Wawancara Samson, Anggota Bidang Trantibum Satpol-PP Kota Jambi, tanggal 18 Maret 2019.
41
41
“Tentang aturan Peraturan Daerah yang lama ya saya tahu nya dari teman dan
papan pemberitahuan itu, kalau dari pihak Satpol PP nya saat itu sepertinya
belum ada secara personal mendatangi saya untuk mensosialisasikan.”72
Hal ini sebagaimana yang dikatakan sukri, bahwa :
“dulu saya hanya tahu bahwa tidak boleh berjualan di trotoar saja, saya tidak
terlalu tahu tentang Perda 05 karna belum ada sosialisasinya.”73
Tio mengatakan bahwa :
“awal saya berjualan ada Satpol PP yang mendatangi saya, mereka ngasih
tahu terkait perda yang lama bahwa ada larangan berjualan ditrotoar.74
Pada Peraturan Daerah nomor 12 tahun 2016, Sosialisasinya masih dalam
bentuk lisan dan tulisan, akan tetapi Satpol PP menambahkan cara-cara dalam
mensosialisasikan Peraturan Daerah tersebut, Hal ini sejalan dengan yang
dikatakan M. Fajri, bahwa :
“Sosialisasinya masih dalam bentuk lisan dan tulisan. Jika lisan kita bisa
sampaikan dengan personil ketika mereka operasi dilapangan mereka turun
sambil mensosialisasikan secara lisan atau dengan menggunakan perangkat
pengeras suara, yang kedua kita menyebarkan surat edaran dari Satpol PP
terkait dengan Peraturan Daerah tersebut kepada Pedagang Kaki Lima, dan
yang ketiga kita juga mengupayakan dengan menggunakan media sosial,
terutama diinstagram dan televisi.”75
Begitu juga halnya dengan yang dikatakan Al :
“Kalau sekarang Satpol PP memberi surat secara langsung, yang isinya
melarang berjualan di trotoar”76
Hal ini sependapat dengan Tio, yang mengatakan bahwa :
“iya, sekarang Satpol PP memberi surat terkait Perda yang baru”77
72
Wawancara Al, pedagang kerak telor, 19 maret 2019. 73
Wawancara Sukri, pedagang Sate, tanggal 21 mei 2019. 74
Wawancara Tio, pedagang tebu, tanggal 21 mei 2019. 75
Wawancara M. Fajri …, tanggal 26 febuari 2019. 76
Wawancara Al …, tanggal 19 Maret 2019. 77
Wawancara Tio …, tanggal 21 mei 2019.
42
42
Sosialisasi dalam bentuk lisan masih dengan cara pendekatan personal yang
mana setiap anggota Satpol PP yang bertugas memberitahukan kepada Pedagang
Kaki Lima tentang isi Peraturan Daerah tersebut. Lalu sosialisasi secara tulisan
dilakukan denga cara menyebarkan surat edaran kepada Pedagang Kaki Lima
serta dengan menggunakan media sosial, terutama Instagram dan televisi untuk
mensosialisasikan tentang isi Peraturan Daerah tersebut. Papan pemberitahuan
yang ada disetiap sudut trotoar masih digunakan, hanya saja isi dari papan
pemberitahuan itu belum direvisi karna keterbatasan biaya. Hal ini sejalan dengan
yang dikatakan oleh M. Fajri, bahwa :
“Untuk sekarang sosialisasi dengan papan pemberitahuan itu masih
menggunakan papan pemberitahuan yang lama karna kami terkendala dengan
keterbatasan biaya untuk menggantinya, tetapi ada wacana untuk
menggantinya kira-kira akhir tahun 2019 ini”78
Jadi sosialisasi dengan menggunakan papan pemberitahuan itu masih
terlaksana, hanya saya masih menggunakan papan pemberitahuan yang lama,
karna untuk menggantinya membutuhkan biaya. Terkait dengan isi dari papan
pemberitahuan yang memuat tentang Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun 2006,
walaupun Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun 2006 itu sudah tidak berlaku namun
makna dari isi papan pemberitahuan itu tetap sama dengan Peraturan Daerah
Nomor 12 Tahun 2016, yaitu tentang larangan bagi Pedagang Kaki Lima untuk
tidak berjualan ditempat-tempat yang dilarang. Hal ini ditegaskan oleh M. Fajri,
yang mengatakan bahwa :
“Dengan terbitnya Peraturan Daerah nomor 12, bukan berarti mematikan
Peraturan Daerah nomor 05. Artinya selama makna dari isi papan
78
Wawancara M. Fajri …, tanggal 26 febuari 2019
43
43
pemberitahuan itu masih melarang Pedagang Kaki Lima untuk tidak berjualan
ditempat-tempat yang dilarang ya tidak masalah jika papan pemberitahuan
yang lama itu masih tepajang, bukannya kami tidak mensosialisasikan
Peraturan Daerah yang baru, hanya saja kami keterbatasan biaya untuk
menggantinya.”79
Sosialisasi yang dilakukan oleh pihak Pemerintah sudah berjalan dengan baik,
memang pada Peraturan Daerah yang lama kurang ada komunikasi antara pihak
Pemerintah dengan para Pedagang Kaki Lima di Kawasan Tugu Keris Siginjai
dikarenakan kendala yang dihadapi pada saat itu. Tetapi dengan berjalannya
waktu pihak Pemerintah berusaha agar komunikasi tetap berjalan dengan baik
untuk mensosialisasikan terkait tentang Peraturan Daerah nomor 12 tahun 2016.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Satpol PP dan Pedagang Kaki Lima,
maka dapat disimpulkan bahwa penerapan yang dilakukan Satpol PP dalam
mensosialisasikan Peraturan Daerah nomor 05 tahun 2006 dan Peraturan Daerah
nomor 12 tahun 2016, yaitu :
a. Pada Peraturan Daerah nomor 05 tahun 2006, Satpol PP mensosialisasikan
hanya melalui pendekatan personal kepada pedangang kaki lima dan melalui
papan pemberitahuan tentang larangan berjualan ditempat-tempat yang
dilarang.
b. Pada Peraturan Daerah nomor 12 tahun 2016, Satpol PP mensosialisasikan
dengan cara pendekatan personal kepada para Pedagang Kaki Lima,
memberikan surat edaran tentang Peraturan Daerah nomor 12 kepada para
Pedagang Kaki Lima, menggunakan papan pemberitahuan yang lama, serta
mensosialisasikan melalui media sosial terutama Instagram dan televisi.
79
Ibid.
44
44
2. Penataan dan pemberdayaan
Kebijakan Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima sudah diatur
oleh Pemerintah Pusat dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
Nomor 41 Tahun 2012 tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang
Kaki Lima. Berdasarkan peraturan tersebut, setiap Pemerintah Daerah berusaha
untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut dengan disesuaikan berdasarkan
kondisi yang ada di daerah masing-masing. Penataan dan pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima memiliki tujuan, yaitu :
a. Memberikan kesempatan berusaha bagi PKL melalui penetapan lokasi sesuai
dengan peruntukannya;
b. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan usaha PKL; dan
c. Untuk mewujudkan kota yang bersih, indah, tertib, dan aman.
Pemerintah Kota Jambi telah berusaha menertibkan Pedagang Kaki Lima
ditempat-tempat yang tidak seharunya digunakan untuk berjualan terlebih lagi di
Kawasan Tugu Keris Siginjai, Kota Baru, Jambi. Akan tetapi pada saat
Kepemimpinan Bambang Priyanto selaku mantan Walikota Jambi periode 2008-
2013, para Pedagang Kaki Lima mulai menempati kawasan Tugu Keris Siginjai
yang pada saat itu masih bernama Tugu Jam Kota Jambi dan tidak mematuhi
peraturan yang ada. Adapun latarbelakang para Pedagang Kaki Lima berjualan di
kawasan tersebut yang dikemukakan oleh M. Fajri, menyatakan bahwa :
“Awal mulanya dari program relokasi, saat kepemimpinan mantan Walikota
Arifien Manap semua Pedagang Kaki Lima yang tidak menetap dilarang
berjualan disepanjang trotoar, saat itu masih berlaku Peraturan Daerah nomor
05 tahun 2006. Namun saat kepemimpinan Bambang Priyanto, Pedagang
Kaki Lima diberikan ruang dan tempat untuk berjualan di lorong-lorong
kantor setelah jam pulang kerja kantor, yaitu mulai dari jam 5 sore. Setelah
45
45
itu berangsur-angsur Pedagang Kaki Lima pun semakin bertambah terlebih
lagi dengan adanya Tugu Keris Siginjai ini, dan ada sebagian pedagang yang
tidak mentaati peraturan yang ada dan berjualan ditempat-tempat yang
dilarang”80
Begitu pula dengan hasil wawancara dengan Al, yang menyatakan bahwa :
“Waktu walikotanya masih Bapak Bambang kami diperbolehkan berjualan
hanya di lorong-lorong kantor saja, mulai dari jam 5 sore”81
Hal ini sependapat dengan bujang, yang mengatakan bahwa :
“dulu boleh berjualan ketika jam pulang kantor, karna kami hanya boleh
berjualan di lorong-lorong gapura masuk kantor saja.”82
Dengan bertambah banyaknya Pedagang Kaki Lima dikawasan Tugu Keris
Siginjai menimbulkan permasalahan baru yaitu banyak PKL yang menempati
kawasan tersebut tanpa adanya perizinan tempat dari pemerintah setempat, karena
ditempat tersebut banyak pengunjung dan lokasinya strategis. Seharusnya
penataan lokasi PKL harus di setting sedemikian rupa sehingga tidak ada lagi
perselisihan antara Pemerintah dengan PKL dan penataannya harus menyesuaikan
dengan kondisi PKL.
Pada Peraturan Daerah nomor 05 tahun 2006, ada tiga Kepala Daerah Kota
Jambi yang menerapkan Peraturan Daerah tersebut, yaitu :
a. Arifien Manap, periode 1998-2008;
b. Bambang Priyanto, periode 2008-2013;
c. Syarif Fasha, periode 2013-2018.
80
Ibid. 81
Wawancara AL ..., tanggal 19 Maret 2019. 82
Wawancara Bujang, pedagang tekwan, tanggal 21 mei 2019.
46
46
Pada kepemimpinan Arifien Manap, para Pedagang Kaki Lima tidak boleh
berjualan di sepanjang trotoar karna dianggap tidak mengindahkan pemandangan
kota dan diterbitkanlah Peraturan Daerah nomor 05 tahun 2006. hal ini sependapat
dengan Andreani yang mengatakan bahwa :
“Saat diterbitkan Peraturan Daerah nomor 05 tahun 2006 memang Pedagang
Kaki Lima tidak diperbolehkan berjualan di sepanjang trotoar, dan kami pun
selaku penegak Peraturan Daerah menjalankan aturan tersebut, penataan yang
kami lakukan saat itu jika ada Pedagang Kaki Lima yang berjualan di trotoar
ataupun ditempat yang mengganggu fasilitas umum ya langsung kami tindak
(tertibkan)”83
Dengan dilarangnya Pedagang Kaki Lima berjualan maka sebagian rakyat
kecil pun kehilangan mata pencaharian. Menimbang hal itu, ketika kepemimpinan
Bambang Priyanto, Satpol PP selaku penegak hukum berdiskusi kepada Camat
untuk mencari jalan tengahnya agar Pedagang Kaki Lima bisa diberi ruang untuk
berjualan tetapi tidak mengganggu ketertiban dan keindahan kota. Satpol PP
bersama Camat bersama-sama menghadap Bambang Priyanto (Walikota Jambi)
untuk menyampaikan usulan yang telah mereka diskusikan.
Hal ini berdasarkan hasil wawancara dengan Andreani, yang mengatakan bahwa :
“Saat itu saya pikir-pikir lalu saya bicarakan kepada pak Camat, kita
menghadap pak Bambang agar pedagang diberikan ruang dan tempat untuk
berjualan. Setelah itu barulah kita sama-sama sepakat memberikan ruang
kepada Pedagang Kaki Lima untuk berjualan di lorong-lorong kantor, mulai
dari jam 5 sore.”84
Penataan dan penertiban Pedagang Kaki Lima pada saat itu bertujuan agar
Kota Jambi tetap tertata dan indah dipandang serta Pedagang Kaki Lima
83
Wawancara Andreani …, tanggal 18 Maret 2019. 84
Ibid.
47
47
mempunyai ruang untuk mencari nafkah. Namun apa yang direncanakan
terkadang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan. Faktanya ada
oknum dari sebagian Pedagang Kaki Lima yang tidak mematuhi peraturan.
Sebagian Pedagang Kaki Lima yang tidak mendapatkan tempat berjualan
terkadang membuka lapak jualannya di trotoar. Dari satu Pedagang Kaki Lima
yang melanggar itulah akan mengakibatkan pedagang yang lainnya mengikuti
tindakan oknum PKL tersebut dan mengakibatkan kawasan itu menjadi tidak
tertib. Tentunya hal itu tidak sesuai dengan yang diharapkan Pemerintah Daerah
Kota Jambi.
Melihat hal itu, ketika Syarif Fasha terpilih menjadi Walikota Jambi, ia
bersama Satpol PP dan Pejabat-pejabat yang ditunjuk lainnya mencari solusi
untuk menangani masalah Pedagang Kaki Lima tersebut. Syarif Fasha dengan
bantuan Satpol PP merelokasikan Pedagang Kaki Lima ke kawasan jalan-jalan
kecil yang ada di sebelah Gedung Olahraga (GOR) dan di sebelah Kantor
Pegadilan Kota Jambi. Hal ini diungkapkan oleh M. Fajri, bahwa :
“Kita relokasikan ke tempat yang tidak mengganggu ketertiban umum, yaitu
di sebelah GOR dan di sebelah kantor Pengadilan Serta di perbolehkan
berjualan di sudut-sudut jalan yang ada di dalam GOR asalkan tidak
mengganggu penjalan kaki, karna kan itu gedung olahraga pastinya banyak
orang yang melakukan kegiatan olahraga di sana.”
Seolah tidak ada habisnya permasalahan tentang Pedagang Kaki Lima ini,
ternyata ada sebagian pedagang yang tidak puas direlokasikan ditempat yang telah
disediakan dan memilih kembali berjualan di pinggir jalan trotoar. Menurut
mereka jika berjualan ditempat yang telah disediakan tersebut maka dagangan
48
48
mereka tidak habis terjual karna disana jauh dari keramaian. Selain itu tempat
yang disediakan itupun ada retribusinya, karna tempat tersebut telah dibangun
seperti pondok-pondok untuk berjualan mereka dan pondok tersebut ada biaya
sewanya.
Hal itu diungkakan oleh Anto, bahwa :
“Di tempat relokasi itu kan ada uang sewa nya, kalo pedagang kecil seperti
kami ini gimana mau bayar sewa? Dagangan aja belum tentu habis sehari.
Lagipula di daerah relokasi itu sepi karna jalan itu kan jalan buntu, jadi kami
lebih memilih berjualan dipinggir-pinggir jalan saja.”85
Hal ini tidak sependapat dengan M. Fajri, yang mengatakan bahwa :
“Kami sering bertemu dengan Pedagang Kaki Lima yang tidak mematuhi
aturan, mereka beranggapan relokasi itu menutup rezeki mereka karna di
tempat itu sepi, padahal kan logikanya jika ada pedagang maka pasti akan ada
pembeli, asalkan para Pedagang Kaki Lima itu kompak berjualan disatu
tempat otomatis pelanggan itu mau tidak mau akan kesana. Perumpaannya
seperti dimana ada gula disitu ada semut.”86
Pemerintah Kota Jambi menginginkan yang terbaik untuk masyarakatnya.
Berbagai program telah dibuat dan dilaksanakan guna mensejahterakan
masyarakatnya. Salah satunya dengan membangun Pedestarian Jomblo yang
trotoarnya lebih luas guna memberi hak untuk pejalan kaki agar melakukan jalan-
jalan santai ataupun berolahraga menggunkan alat yang telah disediakan disana,
serta membangun Tugu Keris Siginjai sebagai Ikon Kota Jambi. Tugu Keris
Siginjai diresmikan pada malam pergantian tahun 2017-2018, sebelum Tugu Keris
diresmikan, Pemerintah Kota Jambi lebih dulu membangun Pedestarian Jomblo
dan diresmikan pada tanggal 27 Maret 2016 yang bertempatan di Kawasan Tuggu
Keris Siginjai Kota Baru, Jambi.
85
Wawancara Anto, pedagang es dawet, tanggal 22 Febuari 2019. 86
Wawancara M. Fajri …, tanggal 26 febuari 2019
49
49
Namun sudah hukum alam, dimana ada keramaian disitu ada pedagang yang
berjualan mencari nafkah. Pedagang Kaki Lima pun juga memanfaatkan kawasan
tersebut untuk berjualan. Seiring berjalannya waktu, Pedagang Kaki Lima
semakin banyak yang berjualan dikawasan tersebut bahkan sampai ada pedagang
yang berjualan diatas trotoar pedestarian jomblo itu. Permasalahan terkait dengan
Pedagang Kaki Lima selalu muncul setiap tahun dan terus saja berlangsung jika
tidak adanya solusi yang cepat dan tepat pada pelaksanaannya. Dalam hal ini,
Syarif Fasha mengganti Peraturan Daerah nomor 05 tahun 2006 dengan
menetapkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2016 Tentang Penataan Dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.
Dalam Peraturan Daerah nomor 12 tahun 2016 ditambahkan beberapa pasal
untuk mengatasi permasalahan yang terkait dengan Pedagang Kaki Lima, salah
satunya yaitu dengan mempertegas larangan serta sanksi bagi Pedagang Kaki
Lima yang melanggar aturan. Demi menjalankan Peraturan Daerah tersebut, Fasha
bersama instantsi terkait melakukan penataan dan pemberdayaan Pedagang Kaki
Lima secara bersama-sama. Penataan Pedagang Kaki Lima dilakukan oleh
Kecamatan, yang mana kecamatan melakukan Pendataan, Pendaftaran, serta
menerbitkan Tanda Daftar Usaha (TDU) kepada Pedagang Kaki Lima. Dalam
pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, Syarif Fasha mengadakan acara rutin di
Kawasan Tugu Keris Siginjai yaitu Car Free Night setiap malam minggu dan Car
Free Day setiap hari minggu pagi untuk hiburan masyarakat umum serta untuk
menata dan memberdayakan Pedagang Kaki Lima dalam pengembangan usaha
PKL sehingga mampu berkembang dan tertib. Satpol PP menggiring Pedagang
50
50
Kaki Lima agar mematuhi kebijakan-kebijakan yang berlaku serta Satpol PP
selaku penegak Peraturan Daerah berkoordinasi dengan beberapa instansi untuk
menerapkan Peraturan Daerah tersebut, yaitu dengan Camat, Disperindag, Dishub
dan Dinas Parkir.
Hal ini diungkapkan oleh M. Fajri :
“Dalam menerapkan Peraturan Daerah nomor 12 ini kami (Satpol PP)
berkoordinasi dengan Camat, Disperindag, Dishub dan Dinas Parkir untuk
membantu dalam pendataan, pengambilan distribusi dan penertiban lahan
parkir. Dalam penataan dan pemberdayaan PKL, kami mensosialisasi dan
melakukan pengawasan serta menggiring pedagang agar Pedagang Kaki Lima
tidak berjualan ditempat yang telah dilarang. Dan kami menindak serta
menertibkan pedagang yang melanggar aturan tersebut.”87
Meskipun telah ada Peraturan Daerah yang mengatur tentang penataan dan
pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di Kota Jambi, fakta dilapangan
menunjukkan bahwa masih ditemukan para Pedagang Kaki Lima yang berjualan
di trotoar tempat pejalan kaki dan sebagian lahan parkir. Pemerintah Kota Jambi
bersama Tim Terpadu membuat langkah terbaru dalam penataan dan
pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, yaitu merelokasi para Pedagang Kaki Lima
di lahan parkir pinggir jalan yang ada di komplek kantor Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) Kota Jambi untuk memperindah dan menertibkan Kota
Jambi. Sebagaimana yang diutarakan oleh M. Fajri, bahwa :
“Ketika PKL membeludak, kami usulkanlah untuk merelokasi pedagang
dalam satu areal dari tugu keris sampai ke samping gedung DPRD Kota
Jambi. Mereka boleh berjualan dari jam 5 sore sampai malam. Hal tersebut
kita rapatkan dengan Kecamatan, Disperindag Dan Dishub. Alhamdulillah
sekarang sudah berjalan dan sudah mulai tertib jika dibandingkan dengan
Peraturan Daerah yang lama.”
87
Ibid.
51
51
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Satpol PP dan Pedagang Kaki
Lima, dapat disimpulkan bahwa pada Peraturan Daerah nomor 05 tahun 2006
penataannya hanya bertujuan untuk merelokasikan PKL ketempat yang tidak
mengganggu lalu lintas tanpa memberdayakan PKL tersebut. Namun pada
Peraturan Daerah nomor 12 tahun 2016 terdapat penataan dan pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima, yang mana setelah PKL ditata kemudian PKL tersebut
diberdayakan dengan cara relokasi ke jalan disamping kantor DPRD Kota jambi
serta adanya acara rutin setiap malam minggu dan minggu pagi sembari untuk
memberikan kesempatan bagi Pedagang Kaki Lima untuk berdagang guna
mencari nafkah.
Penerapan dalam penataan dan pemberdayaan yang dilakukan Satpol PP
terhadap dua Peraturan Daerah tersebut lebih kepada penindakan yaitu Satpol PP
menggiring para Pedagang Kaki Lima agar mematuhi Peraturan Daerah dan
kebijakan-kebijakan pemberdayaan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah bersama
tim terpadu. Satpol PP melihat dilapangan kemudian berkoordinasi dengan
Kecamatan, Disperindag dan Dishub untuk mengusulkan kepada walikota agar
ditempatkan dalam satu tempat yang tidak menganggu lalu lintas, serta ketertiban
umum. Setelah mendapatkan keputusan dari Walikota maka Satpol PP lah yang
menerapkannya dan mengatur Pedagang Kaki Lima ketika dilapangan.
3. Tindakan yang dilakukan Satpol PP dalam menertibkan PKL
Satpol PP sebagai penegak Peraturan Daerah sudah sewajarnya melakuan
penindakan terhadap Pedagang Kaki Lima yang melakukan pelanggaran.
Penindakan yang dilakukan Satpol PP bertujuan agar Pedagang Kaki Lima lebih
52
52
tertib dalam melakukan Perdagangan serta mewujudkan Kota Jambi yang bersih,
aman, dan nyaman.
Pada Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun 2006, penindakan yang dilakukan
oleh Satpol PP dalam menertibkan Pedagang Kaki Lima cenderung lebih anarkis.
Ketika Satpol PP berhadapan langsung dengan PKL, tak jarang terjadi bentrokan
antara Satpol PP dengan PKL. Hal itu terjadi karena ketika Satpol PP melihat ada
pedagang yang melanggar aturan maka saat itu juga Satpol PP mengambil barang
dagangan PKL secara paksa, tentunya hal tersebut memicu perlawanan dari para
PKL yang tidak ingin barang dagangannya diambil. Hal itu sebagaimana yang
dikatakan oleh Andreani, bahwa :
“Pada saat itu jika ada yang melanggar ya langsung kami sikat (tertibkan) dan
ambil barang dagangannya. Tak jarang kami ambil secara paksa karna adanya
perlawanan dari PKL. Sebenarnya kami tidak tega juga, tapi mau bagaimana
lagi tuntutan tugas kami yang memaksa kami untuk melakukan hal tersebut”88
Begitu pula yang dikatakan oleh Al :
“Dulu barang dagangan saya pernah ditangkap, Satpol PP langsung ambil
semua dagangan saya dan dagangan PKL lain yang ada disini. Saya
memohon-mohon agar dagangan saya tidak diambil tapi tidak dihiraukan oleh
Satpol PP dan mereka tetap angkut semuanya.”89
Wawan (irwan) juga menambahkan bahwa :
“dulu PKL sering bentrok dengan Satpol PP, waktu itu Satpol PP langsung
mengangkut semua barang dagangan kami secara paksa, ya kami tidak terima
dengan perlakuan mereka makanya terjadi bentrok. Harusnya kan diomongin
baik-baik dulu bukannya langsung diambil gitu.”90
Hal ini sependapat dengan Yadi yang mengatakan bahwa :
88
Wawancara Andreani …, tanggal 18 Maret 2019. 89
Wawancara Al …, tanggal 15 Maret 2019 90
Wawancara Wawan …, tanggal 15 Maret 2019
53
53
“dulu mamang dan yang lain pernah ditangkap Satpol PP, waktu itu mamang
tidak terima jadi mamang dan kawan-kawan lain melawan Satpol PP”91
Lukman menambahkan bahwa :
“awal saya jualan, Satpol PP itu kasar, mereka ambil semua barang dagangan
kami, mereka ambil gitu aja dak ada omongan baik-baik dulu.”92
Namun, Pada Peraturan Daerah nomor 12 tahun 2016, penindakan yang
dilakukan Satpol PP dalam menertibkan PKL tidak lagi anarkis, melainkan lebih
bersifat pembinaan dan memberikan himbauan kepada PKL agar tidak berjualan
ditempat yang dilarang. Satpol PP juga melakukan pengawasan di kawasan Tugu
Keris Siginjai setiap harinya mulai dari jam 4 sore sampai jam 9 malam, hal itu
bertujuan agar PKL lebih tertib dan tidak melanggar aturan yang ada. Ketika
Satpol PP melihat ada pedagang yang melanggar maka Satpol PP memberikan 3
kali peringatan kepada para PKL. Jika peringatan tersebut tidak dihiraukan oleh
PKL maka tindakan selanjutnya yang dilakukan Satpol PP yaitu menertibkan PKL
dengan cara mengambil semua barang dagangan secara paksa. Hal ini dibenarkan
oleh M. Fajri yang mengatakan bahwa :
“Pada tahun 2016 saya mulai mengeluarkan konsep dan pola pola kinerja,
yang sebelumnya mereka anarkis lalu pada Peraturan Daerah tahun 2016
alhamdulillah mereka tidak lagi anarkis. Sekarang cenderug terhadap
pembinaan dan pengawasan, karna saya berpikir PKL itu bukan lawan kita
melainkan keluarga dan teman kita yang mencari nafkah dengan cara yang
berbeda. Terkait dengan penertiban kami memberikan 3 kali peringatan, jika
tidak dihiraukan PKL, maka kami terpaksa mengambil barang dagangan
mereka.”93
Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Al, ia mengatakan bahwa :
91
Wawancara Yadi, pedagang bakso bakar, tanggal 21 mei 2019. 92
Wawancara Lukman, pedagang permen kapas, tanggal 21 mei 2019. 93
Wawancara M. Fajri …, tanggal 26 febuari 2019
54
54
“sepertinya sekarang sudah tidak ada bentrok lagi antara Satpol PP dan PKL
di kawasan ini, sekarang jika kami melanggar kami diberikan peringatan
sebanyak 3 kali, jika sudah 3 kali diperingatkan tapi kami masih tidak patuh
maka Satpol PP mengambil dagangan kami. Dan sekarang setiap jam 4 sore
pasti ada Satpol PP yang berjaga di kawasan ini.”94
Selain itu, pada Peraturan Daerah nomor 12 tahun 2016 terdapat sanksi
administratif berupa denda sebesar Rp. 2.500.000 sampai Rp. 10.000.000. Dalam
penerapan sanksi, Satpol PP memberi sanksi tergantung dengan besar kecilnya
pelanggaran yang dilakukan oleh PKL. Sanksi tersebut diberikan agar
memberikan efek jera kepada PKL. Satpol PP menerapkan sanksi tersebut dengan
menyesuaikan kesalahan serta melihat besar kecilnya dagangan yang mereka jual.
Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh M. Fajri, yang mengatakan bahwa :
“Dalam penindakan penertiban saat ini kami berikan denda kepada PKL yang
melanggar. Jadi setelah PKL kami tertibkan dan barang dagangannya kami
sita, maka untuk mengambilnya kami kenakan denda mulai dari Rp.
2.500.000 sampai Rp. 10.000.000, tim penyidik kami bisa menilai denda
tersebut sesuai dengan kesalahan mereka dan melihat sesuai besaran lapak
yang mereka gunakan. Bagi PKL yang tidak terima dengan denda yang kami
tetapkan, PKL bisa mengajukan banding ke Pengadilan. Tapi ingat, uang
tersebut bukan untuk kami, melainkan kami masukkan ke Kas Daerah.”95
Terkait dengan pendataan, pendaftaran serta penerbitan TDU untuk para PKL
yang tercantum dalam Peraturan Daerah nomor 12 tahun 2016, bukan
kewenangan dari Satpol PP, melainkan kewenangan dari Kecamatan. Hal ini
sebagaimana yang dikatakan M. Fajri yang mengatakan bahwa :
“Pendataan, pendaftaran serta TDu itu bukan kewenangan kami melainkan
kewenangan pihak Camat. Jadi kami hanya menertibkan PKL yang
melanggar aturan, jika ada PKL yang melangar aturan maka kami tangkap
dan jika mereka tidak ada TDU maka kami proses dulu kesalahan mereka
setelah itu kami serahkan ke Camat untuk mengurus TDUnya. Dalam
94
Wawancara Al …, tanggal 15 Maret 2019. 95
Wawancara M. Fajri …, tanggal 26 febuari 2019.
55
55
penindakan penertiban PKL, kami tidak permasalahkan tentang TDU karna
itu bukan kewenangan kami, selagi tidak mengganggu keindahan dan
ketertiban maka kami pantau saja.”96
Hal ini dibenarkan oleh Wito, yang mengatakan bahwa :
“Memang benar masalah pendataan, pendaftaran serta penerbitan TDU itu
kami yang mengurus, jadi kami melakukan pendataan PKL serta
merekomendasikan pedagang kepada Walikota agar pedagang tersebut
memiliki TDU.”97
Satpol PP sudah berusaha agar menjadi lebih baik dalam menertibkan PKL.
Namun tindakan Satpol PP tersebut belum tentu semuanya direspon dengan baik
oleh PKL, nyatanya masih ada PKL yang tidak mengindahkan peraturan yang ada
serta ada PKL yang menganggap bahwa sikap baik Satpol PP dalam melakukan
penertiban saat ini telah mengizinkan mereka untuk berjualan dimana saja.
Bertahannya para PKL disuatu kawasan karena mereka mempunyai alasan
tesendiri untuk tetap bertahan di area yang mereka anggap sebagai daerah yang
ramai untuk mereka mencari rezeki. seperti yang diungkapkan oleh Wawan yang
mengatakan bahwa :
“Saya tahu kalau di sini dilarang, walaupun dilarang saya tetap berjualan di
tempat ini karena di kawasan ini kan selalu ramai, tapi saya berjualan disini
ketika Satpol PP sudah pulang, jika masih ada Satpol PP yang mengawasi
daerah sini saya berjualan nya ditempat relokasi di samping DPRD”
Hal tersebut dibenarkan oleh Wenda Budi H yang mengatakan bahwa :
“Memang ada sebagian pedagang yang bandel, ketika ada kami mereka tertib
berjualan dilokasi yang telah ditentukan, tapi ketika kami sudah tidak berjaga
mereka akan berjualan sesuka mereka. Setidaknya PKL yang sekarang sudah
bisa diatur. Jadi jika sudah lewat dari jam 9 malam PKL diperbolehkan jualan
dimana saja asal tidak merusak fasilitas umum termasuk trotoar, karna jam 9
96
Ibid. 97
Wawancara Wito, Kasi Trantib Kecamatan Kota Baru, tanggal 25 Maret 2019
56
56
malam itu kan aktifitas bejalan kaki dan lalu lintas tidak ramai seperti siang
hari.98
M. Fajri juga mengatakan bahwa :
“Sekarang memang ada pengawasan dan penjagaan dari pihak Satpol PP.
Namun jika ada PKL yang bandel ketika tidak kami awasi ya kami harus
bagaimana ? Pengawasan yang dilakukan anggota kami itu kan bersifat tugas
piket, Satpol PP tidak mungkin menjaga 24jam sedangkan tugas kami bukan
hanya mengurus PKL saja. Siapa yang mau bayar jika mereka kerja 24jam?
Kerja mereka dari jam 7 pagi sampai jam 4 sore, dari 4 sore sampai subuh
siapa yang bayar? Mereka kan juga punya keluarga. Jadi untuk menjaga
ketertiban di kawasan Tugu Keris setiap anggota dikenakan jadwal piket,
setelah apel sore harus menjaga Tugu Keris sampai jam 9 malam. Dan ingat,
kasian juga adek2 (anggota) dilapangan itu tidak ada honor nya jika jaga
malam, mereka hanya menjalankan perintah saya (kabid). Dengan adanya
penjagaan dan pengawasan seperti itu alhamdulillah sekarang PKLnya sudah
mulai tertib.”99
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap Satpol PP dan Pedagang
Kaki Lima, maka penulis dapat menyimpulkan penindakan yang dilakukan Satpol
PP dalam penertiban Pedagang Kaki Lima, yaitu :
1. Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun 2006, pada saat itu penindakan yang
Satpol PP lakukan lebih bersifat anarkis, karna Satpol PP secara langsung
mengambil serta menyita barang dagangan PKL yang melanggar aturan tanpa
adanya peringatan-peringatan terlebih dahulu.
2. Peraturan Daerah Nomor 12 tahun 2016, pada saat itu sampai dengan
sekarang Satpol PP telah melakukan perubahan terhadap tindakan mereka
dalam penertiban PKL, penindakan yang Satpol PP lakukan sekarang lebih
bersifat pembinaan dan pengawasan, Satpol PP memberi 3 kali peringatan
secara baik-baik kepada PKL yang tidak tertib, jika peringatan itu tidak
dihiraukan barulah Satpol PP mengambil dan menyita barang dagangan PKL.
98
Wawancara Wenda Budi H …, tanggal 26 Febuari 2019. 99
Wawancara M. Fajri …, tanggal 26 febuari 2019.
57
57
Dan Satpol PP menentukan jadwal piket dari jam 4 sore sampai jam 9 malam
kepada tiap-tiap anggota nya untuk menjaga serta mengawasi kasawan Tugu
Keris Siginjai, agar kawasan tersebut aman, tertib dan lebih terkontrol.
C. Analisis Perubahan Penerapan Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun 2006
Dan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2016.
Berdasarkan data serta informasi yang penulis dapatkan, Penerapan Peraturan
Daerah nomor 05 tahun 2006 yang masa berlakunya kurang lebih 10 tahun, Satpol
PP Kota Jambi masih kurang berhasil dalam menerapkan Peraturan Daerah
tersebut. Hal ini sebagaimana yang diutarakan oleh M. Fajri :
“Perda nomor 05 tahun 2006 dalam hal penerapannya satpol PP mengalami
kesulitan, sebab Satpol PP hanya diberi ruang menangkap yang melanggar,
kemudian diberi sanksi berupa teguran dan administrasinya, dan sanksi nya
tersebut tidak membuat efek jera terhadap pedagang kaki lima”100
Satpol PP juga menghadapi kendala yaitu keterbatasan personil dan
Peraturan Daerah nomor 05 tahun 2006 hanya mengatur dibidang penataan
Pedagang Kaki Lima saja serta samarnya isi kebijakan, maksudnya apa yang
menjadi tujuan tidak cukup terperinci, program-program kebijakannya terlalu
umum untuk menertibkan PKL saja tanpa adanya pemberdayaan yang baik
terhadap Pedagang Kaki Lima, sehingga tindakan yang Satpol PP lakukan pada
saat itu terkesan anarkis dalam menertibkan PKL, hal ini juga disampaikan oleh
M.Fajri, bahwa:
“pada Perda 05 personil kami masih terbatas jadi tidak semua pedagang kami
sosialisasikan tentang Perda 05, terkait dengan penertiban pada saat itu
100
Wawancara M. Fajri …, tanggal 26 febuari 2019.
58
58
memang terkesan anarkis karna kami hanya mengikuti Perda nomor 05
tersebut yang melarang pedagang berjualan”101
Sedangkan PKL mempunyai tuntutan untuk mencari nafkah demi memenuhi
kebutuhan keluarganya. Hal ini dijawab oleh Al pedagang Kerak telor yang sudah
lama berjualan,
“Kami pada saat itu memang sering bentrok dengan SATPOL-PP sebab
kami berjualan disini adalah tuntutan ekonomi. Kami berjualan disini karena
kami anggap tempat ini tempat yang rame, banyak masyarakat yang lewat
sini. SATPOL-PP pada saat itu tidak memberikan peringatan pada saat razia.
Langsung angkat aja barang dagangan kami, ya kami lawan. Ini persoalan
nafkah keluarga kami”102
Pada Peraturan Daerah nomor 12 tahun 2016, penerapan yang Satpol PP
lakukan sudah cukup berhasil, karna pada Peraturan Daerah Nomor 12 ini ada
penataan dan pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, sehingga bisa meningkatkan
kesejahteraan para PKL dengan adanya penataan dan pemberdayaan yang baik
terhadap PKL. Serta pada Peraturan Daerah tersebut Kabid Trantibum Satpol PP
Kota Jambi mengubah pola ataupun konsep dalam menerapkan Peraturan Daerah
tersebut. Seperti yang disampakan M. Fajri pada saat wawancara dengan peneliti
di kantor SATPOL-PP :
“Yang dulunya mereka anarkis, namun pada Peraturan Daerah nomor 12
tahun 2016 mereka sudah tidak anarkis lagi, melainkan lebih kepada
pembinaan dan pengawasan.”103
Hal ini dibenarkan oleh ardi, yang mengatakan bahwa :
“Sekarang penertibannya tidak seperti dulu, sekarang ada surat peringatan
untuk pedagang yang melanggar. Peringatannya sebanyak 3 kali, kalau kami
(pedagang) tertangkap ya kami tidak akan mlakukan perlawanan, karna itu
101
Ibid. 102
Wawancara Al …, tanggal 15 Maret 2019 103
Wawancara M. Fajri …, tanggal 26 febuari 2019.
59
59
kan salah kami tidak peduli dengan peringatan yang diberikan Satpol PP,
karna kami butuh uang untuk makan.”104
Pada Penerapan Peraturan daerah nomor 12 tahun 2016 Pedagang Kaki Lima
diberi ruang untuk berjualan serta diberdayakan melalui acara-acara yang telah
diadakan oleh Walikota Jambi ataupun Instansi-instansi tertentu. Pedagang Kaki
Lima dialokasikan ketempat yang strategis namun tetap memperhatikan ketertiban
umum dan keindahan kota. hal ini sebagaimana yang dikatakan goro :
“semenjak ada car free night dan car free day ini dagangan mamang
alhamdulillah habis, kalau hari-hari biasa ya mamang jualan di samping
DPRD itu karna itu kan sudah diatur Pemerintah.”105
Meskipun perubahan penerapan yang dilakukan Satpol PP tidak terlalu
signifikan, namun penerapan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2016 cukup
efektif jika dibandingkan dengan penerapan pada Peraturan Daerah nomor 05
tahun 2006, baik itu dari segi sosialisasi, penataan dan pemberdayaan serta
penindakan dalam menertibkan PKL yang dilakukan oleh Satpol PP. Hal ini
disampaikan oleh M. Fajri :
“Melalui konsep tersebut, pihak Pedagang Kaki Lima pun ada lebih mudah
ditertibkan jika dibandingkan dengan penerapan Perda 05, sebagian Pedagang
Kaki Lima sudah mulai tertib walaupun masih ada sebagian PKL yang belum
tertib. Sebenarnya sebagian Pedagang Kaki Lima itu bukannya tidak tertib
sepenuhnya, melainkan mereka tidak tertib ketika Satpol PP tidak mengawasi
mereka, namun ketika ada Satpol PP yang mengawasi Kawasan Tugu Keris
Siginjai para PKL itu tetap tertib berjualan sesuai aturan dan sesuai tempat yang
telah disediakan.”106
104
Wawancara Ardi, pedagang sekuteng, tanggal 21 mei 2019. 105
Wawancara Goro, pedagang tekwan, tanggal 22 mei 2019. 106
Wawancara M. Fajri …, tanggal 26 febuari 2019.
60
60
Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh bayu :
“kalau ada satpol pp kami jualannya ditempat yang sudah ditentukan, tapi
kalau Satpol PP nya gak ada kami pindah kedepan (pinggir jalan taman
jomblo)”107
107
Wawancara sBayu, pedagang siomay, tanggal 22 mei 2019.
61
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa :
1. Faktor yang mempengaruhi perubahan Peraturan Daerah nomor 05 tahun
2006 menjadi Peraturan Daerah nomor 12 tahun 2016 yaitu Kegiatan PKL
perlu dilakukan penataan serta pemberdayaan sejalan dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 41 tahun 2012, Peraturan Daerah Nomor 05
tahun 2006 tidak sesuai lagi dengan kondisi perdagangan yang ada di Kota
Jambi, serta Peraturan Daerah Nomor 05 tahun 2006 aturan dan sanksinya
tidak memberi efek jera terhadap PKL.
2. Penerapan yang dilakukan Satpol PP terhadap Peraturan Daerah nomor 05
tahun 2006 dan Peraturan Daerah nomor 12 tahun 2016 yaitu sosialisasi,
pentaan dan pemberdayaan PKL, serta menetibkan PKL.
3. Hasil analisis perubahan penerapan yang dilakukan Satpol PP terhadap
Peraturan Daerah nomor 12 tahun 2016 sudah cukup efektif jika
dibandingkan dengan penerapan Peraturan Daerah nomor 05 tahun 2016.
Karna pada Peraturan Daerah nomor 12 tahun 2016 ini aturannya lebih
terperinci serta adanya penataan dan pemberdayaan PKL, sehingga bisa
meningkatkan kesejahteraan para PKL dengan adanya penataan dan
pemberdayaan yang baik terhadap PKL. Serta didukung dengan sikap dari
Kabid Trantibum Satpol PP Kota Jambi yang merubah konsep Satpol PP
62
62
dalam menerapkan Peraturan Daerah nomor 12 tahun 2016 agar menjadi
lebih baik.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian ini, penulis mempunyai saran-saran sebagai
berikut:
1. Untuk memaksimalkan penataan dan pemberdayaan PKL hendaknya
pemerintah lebih memperhatikan kondisi PKL, ketika PKL direlokasi
hendaknya pemerintah mencari tempat strategis yang tempatnya tidak terlalu
jauh dari keramaian dan tidak mengganggu ketertiban umum.
2. Satpol PP selaku Penegak Peraturan Daerah harus terus meningkatkan kinerja
mereka dalam menerapkan suatu Peraturan Daerah. Satpol PP harus tegas
dalam menerapkan Suatu Peraturan Daerah dengan catatan harus senantiasa
bertindak secara professional dan selalu mengedepankan kearifan dalam
bertindak sesuai dengan koridor hukum dan nilai-nilai moral serta
memperhatikan Hak Asasi Manusia.
3. Untuk Pedagang Kaki Lima hendaknya mereka jangan mementingkan diri
sendiri, walaupun Pedagang Kaki Lima harus mencari nafkah untuk
keluarganya, tetapi Pedagang juga harus tetap mematuhi aturan ataupun
kebijakan yang berlaku. Pedagang Kaki Lima juga harus memperhatikan
lingkungan, ketika mereka berjualan jangan sampai mengganggu ketertiban
umum apalagi kalau sampai merusak fasilitas umum.
DAFTAR PUSTAKA
1. Literatur
Abdullah dan Muhammad Ali, Konsep Umum Pelaksanaan Kebijakan Publik,
Jurnal Publik, Universitas Garut dan UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Devin Yusep Prianto,”Analisis Dampak Kebijkan Pengelolaan Pedagang Kaki
Lima Di Pasar Tugu Bandar Lampung”, skripsi Universitas Lampung, 2016.
Fera Anggrainy, Implementasi Kebijakan Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang
Kaki Lima (Pkl) Dalam Program Relokasi Pedagang Kaki Lima Di Kawasan
Taman Pinang,Skripsi Jurusan Filsafat Politik Islam Fakultas Ushuluddin
Dan Filsafat Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya,
Surabaya;2017.
Haedar Akib, Implementasi Kebijakan, Jurnal Administrasi Publik, Universitas
Negeri Makassar, Volume 1 No. 1 Thn. 2010.
Ibnu dan Hadi, Implementasi Kebijakan Publik Tentang Penataan Dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kecamatan Sidoarjo
Kabupaten Sidoarjo, FISIP Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, 2014.
Idrus, Peranan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Jambi Dalam Melaksanakan
Penertiban Pedagang Kaki Lima Di Wilayah Kecamatan Pasar Kota Jambi,
Skripsi Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Syariah Institut Islam Negeri
Jambi, Jambi;2011.
Johanes afrizal, Implementasi Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 05 Tahun
2006 Tentang Pedagang Kaki Lima, Skripsi Jurusan Ilmu Pemerintahan
Fakultas Syariah Institut Islam Negeri Jambi, Jambi; 2013.
Kecamatan Kota Baru Dalam Angka 2018, BPS Kota jambi
Kota Jambi Dalam Angka 2018, Badan Pusat Statistik ( BPS ) Kota Jambi.
Leo Agustino, Dasar-dasar Kebijakan Publik (Edisi Revisi), Bandung; Alfabeta,
2017.
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, cetakan ke 36, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2017.
Nukila Evanty dan Nurul Ghufron, Paham Peraturan Daerah (Peraturan Daerah)
Berprespektif HAM (Hak Asasi Manusia), Jakarta; PT. RajaGrafindo Persada,
2014.
Sayuti Una (ed), Pedoman Penulisan Skripsi, cet. Ke 2, Jambi: Syariah Press,
2014.
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan Kombinasi (Mixed
Methods), bandung; alfabeta,2011.
2. Peraturan Undang-Undang
Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 12 Tahun 2016 Tentang Penataan Dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 125 Tahun 2012 Tentang
Koordinasi Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.
Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah
Daerah.
3. Lain-lain
Anonim, “teori analisis menurut para ahli,” http://www.bimbingan.org/teori-
analisis-menurut-para-ahli.htm.
Anonim, “landasan teori,” elib.unikom.ac.id/download.php?id=162517.
Anonim, http://jambikota.go.id/new/kecamatan-dan-kelurahan.
Dokumen global Bid.Trantibum dan Tranmas Satpol-PP 2018.
http://keckotabaru.jambikota.go.id/pkl, Data PKL di Kecamatan Kotabaru.
Kamus Bahasa Indonesia online, http://kamusbahasaindonesia.org/.
Wiranda dari paha, “Pedagang Kaki Lima, ”https://www.academia.edu/30156122
/pedagang_kaki_lima.doc,
www.bpkp.go.id/uu/filedownload/4/61/958.bpkp//pp/nomor-32-tahun-2004.
4. Wawancara
Arsyad, pedagang bakso bakar
Ardi, pedagang sekuteng,
Al, pedagang kerak telor.
Andreani, staff bidang PTI Satpol-PP Kota Jambi
Anto, pedagang es dawet
Budi Siswanto, Kabid K3 dan PKL
Bujang, pedagang tekwan.
Bayu, pedagang siomay.
Goro, pedagang tekwan
Lukman, pedagang permen kapas.
M. Fajri, Kepala Bidang Trantibum Satpol-PP Kota Jambi
Samson, Anggota Bidang Trantibum Satpol-PP Kota Jambi.
Sukri, pedagang sate.
Tio, pedagang es tebu.
Wawan, pedagang sosis.
Wenda Budi H, Danton V bidang trantibum Satpol-PP Kota Jambi.
Yadi, pedagang bakso bakar.
LAMPIRAN
PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI
NOMOR 05 TAHUN 2006TENTANG
PEDAGANG KAKI LIMA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA JAMBI,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka peningkatan ketertiban, perlindungan, pengawasan dan pengendalian, serta pembinaan terhadap pedagang kaki lima perlu diatur dengan Peraturan Daerah;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
perlu membentuk Peraturan Daerah Kota Jambi tentang Pedagang Kaki lima.
Mengingat
: 1. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota Besar Dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 20);
2. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3486);
3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
5. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Rapublik Indonesia Nomor 4493) yang ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);
7. Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 04 Tahun 2001 tentang Pembentukan Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kota Jambi (Lembaran Daerah Kota Jambi Tahun 2001 Nomor 07) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 16 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah kota Jambi Nomor 04 Tahun 2001 tentang Pembentukan Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kota Jambi (Lembaran Daerah Kota Jambi Tahun 2002 Nomor 22);
8. Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 47 Tahun 2002 tentang Ketertiban
Umum (Lembaran Daerah Kota Jambi Tahun 2002 Nomor 57);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA JAMBI
dan
WALIKOTA JAMBI
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PEDAGANG KAKI LIMA.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini
yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kota Jambi;
2. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan Perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah;
3. Walikota adalah Walikota Jambi;
4. Pedagang kaki lima adalah penjual barang dan atau jasa yang secara
perorangan berusaha dalam kegiatan ekonomi yang menggunakan daerah
milik jalan atau fasilitas umum dan bersifat sementara/tidak menetap dengan
menggunakan peralatan bergerak maupun tidak bergerak;
5. Jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun
meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan
perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas;
6. Trotoar adalah bagian dari jalan yang fungsi utamanya diperuntukkan bagi
pejalan kaki;
7. Fasilitas umum adalah lahan dan peralatan atau perlengkapan yang tersedia
untuk dipergunakan oleh masyarakat secara luas.
BAB II
P E R I Z I N A N
Pasal 2
(1) Kegiatan usaha pedagang kaki lima dapat dilakukan pada lokasi yang
telah ditentukan, dengan mempertimbangkan kepentingan umum, Tata
Ruang, Keindahan, Kebersihan, ketertiban dan keamanan.
(2) Penentuan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Keputusan Walikota.
Pasal 3
(1) Setiap pedagang kaki lima yang akan melakukan kegiatan usaha dan
menggunakan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), wajib
memiliki izin penggunaan lokasi dari Walikota atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus
mengajukan permohonan dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut :
a. photo Copy Kartu Tanda Penduduk (KTP);
b. surat pernyataan belum memiliki tempat usaha;
c. surat pernyataan kesanggupan untuk menjaga ketertiban,
keamanan, kebersihan dan keindahan serta fungsi fasilitas umum;
d. surat pernyataan kesanggupan untuk mengembalikan atau
mengosongkan lokasi usaha tanpa syarat apapun apabila Pemerintah
Daerah akan mempergunakan untuk kepentingan umum;
e. surat persetujuan dari pemilik/kuasa hak atas bangunan/tanah
yang berbatasan langsung dengan jalan, apabila berusaha didaerah milik
jalan dan atau persil;
f. surat persetujuan dari pemilik/pengelola fasilitas umum, apabila
menggunakan fasilitas umum.
(3) Setiap pedagang kaki lima hanya dapat memiliki 1 (satu) izin.
(4) Izin berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang kembali
setelah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
(5) Izin dapat dialihkan kepada pihak lain dengan persetujuan pejabat yang
berwenang.
BAB III
HAK, KEWAJIBAN, DAN
LARANGAN
Pasal 4
Setiap Pedagang Kaki lima berhak :
a. menempati lokasi yang telah diizinkan;
b. melakukan kegiatan usaha dilokasi yang telah diizinkan sesuai ketentuan
yang berlaku;
c. mendapatkan perlindungan hukum terhadap penggunaan lokasi yang
telah diizinkan.
Pasal 5
Setiap pedagang kaki lima wajib :
a. mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang ketertiban, keamanan, kesehatan, kebersihan dan keindahan serta
fungsi fasilitas umum;
b. mengemas dan memindahkan peralatan dan dagangannya dari lokasi
tempat usahanya setelah selesai menjalankan usahanya.
c. memberikan akses jalan ke bangunan/tanah yang berbatasan langsung
dengan jalan, apabila berusaha di daerah milik jalan dan atau persil sesuai
kebutuhan.
Pasal 6
Setiap pedagang kaki lima dilarang :
a. melakukan kegiatan usaha dengan tempat usaha yang bersifat menetap;
b. menggunakan lahan melebihi ketentuan yang diizinkan;
c. melakukan kegiatan usaha dengan cara merusak dan atau merubah
bentuk trotoar, fasilitas umum dan atau bangunan sekitarnya;
BAB IV
PEMBINAAN DAN
PENGAWASAN
Pasal 7
(1) Pembinaan dan pengawasan pedagang kaki lima dilakukan oleh Walikota
atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dapat melibatkan organisasi-organisasi Pedagang
Kaki lima.
(3)
BAB V
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 8
(1) Setiap pedagang kaki lima yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), dikenakan sanksi administrasi berupa
penghentian kegiatan usaha dengan upaya paksa.
(2) Upaya paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah
diberikan peringatan berupa teguran tertulis sebanyak 2 (dua) kali berturut-
turut dengan tenggang waktu masing-masing 7 (tujuh) hari kerja.
Pasal 9
(1) Setiap pedagang kaki lima yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, huruf b dan huruf c dikenakan sanksi
administrasi berupa pembongkaran secara paksa tempat usaha.
(2) Pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah
diberikan peringatan berupa teguran tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-
turut dengan tenggang waktu masingmasing 7 (tujuh) hari kerja.
Pasal 10
Setiap pedagang kaki lima yang telah dikenakan sanksi administrasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) tetapi tetap melakukan
pelanggaran yang sama dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan izin.
Pasal 12
Setiap pedagang kaki lima yang telah dicabut izinnya sebagaimana dimaksud
dalam pasal 11 tetapi masih tetap melakukan kegiatan usaha, dikenakan sanksi
administrasi berupa penghentian kegiatan usahanya secara paksa
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 13
Pelaksanaan Peraturan Daerah ini akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Walikota.
Pasal 14
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Jambi.
Ditetapkan di Jambi
pada tanggal 2006
WALIKOTA JAMBI
ARIFIEN MANAP
Diundangkan di Jambi
Pada tanggal 2006
SEKRETARIS DAERAH KOTA JAMBI
M. ASNAWI. AB
PENJELASAN
PERATURAN DAERAH
KOTA JAMBI
TENTANG
PENATAAN PEDAGANG
KAKILIMA
I. UMUM.
Sebagai upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat berdasarkan
prinsip demokrasi ekonomi, masyarakat Jambi harus diikutsertakan dan
berperan aktif dalam kegiatan ekonomi. Namun demikian disadari bahwa
kemampuan Pemerintah Daerah dalam menyediakan fasilitas tempat
berusaha di sektor formal sangat terbatas, di sisi lain masyarakat berharap
mendapatkan peluang usaha yang disediakan oleh Pemerintah Daerah,
sehingga terjadi ketidakseimbangan antara permintaan dengan fasilitas yang
tersedia. Oleh karena itu perlu diciptakan iklim usaha, sehingga mendorong
kegiatan usaha termasuk di dalamnya yang dilaksanakan oleh pedagang
kakilima dengan tetap memperhatikan hubungan yang saling
menguntungkan dengan usaha lainnya serta untuk mencegah persaingan
yang tidak sehat, maka perlu disusun Peraturan Daerah tentang Penataan
Pedagang Kakilima.
Penataan pedagang kakilima dalam Peraturan Daerah ini mempunyai dua
peranan yang sangat penting, yaitu satu sisi merupakan perlindungan dan
pengakuan terhadap keberadaan pedagang kakilima di Kota Jambi,
sedangkan di sisi lainnya Peraturan Daerah ini merupakan dasar hukum
yang kuat bagi Pemerintah Kota untuk melakukan fasilitasi/pembinaan,
pengaturan dan penertiban terhadap pedagang kakilima.
Selain hal tersebut di atas tujuan penataan pedagang kakilima juga untuk
mewujudkan sistim perkotaan Kota Jambi yang seimbang, aman, tertib,
lancar dan sehat. Oleh karena itu disamping pedagang kakilima diberi
kesempatan untuk dikembangkan, namun faktor keseimbangan terhadap
kebutuhan bagi kegiatan lainnya juga harus tetap terjaga.
II. PASAL DEMI PASAL.
Pasal 1 s/d Pasal 3
: Cukup jelas
Pasal 4 huruf a s/d d
: Cukup jelas.
huruf e
: Dalam hal pemilik/kuasa hak atas bangunan/ halaman yang berbatasan dengan jalan tidak memberi persetujuan, pedagang kakilima dapat mengajukan keberatan kepada Pemerintah Daerah untuk dapat memberikan penilaiannya.
huruf f
: Cukup jelas.
Pasal 5 s/d Pasal 9
: Cukup jelas.
Pasal 10 ayat (1)
: Yang dimaksud pengembangan dalam Pasal ini adalah pengembangan usaha pedagang kakilima yang berupa fasilitasi/pembinaan dan pengarahan tentang modal, sarana dan prasarana melalui organisasi Pedagang Kakilima yang ada.
Ayat (2)
: Cukup jelas.
Pasal 11 s/d Pasal 19
: Cukup jelas.
----------------
WALIKOTA JAMBI
PROVINSI JAMBI
PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI
NOMOR 12 TAHUN 2016
TENTANG
PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA JAMBI,
Menimbang : a. bahwa pedagang kaki lima adalah satu segi kehidupan masyarakat terutama bagi golongan ekonomi lemah, maka perlu dilakukan pengaturan penataan, pemberdayaan dan pembinaan demi kemajuan usahanya dan mampu menunjang perekonomian masyarakat serta mewujudkan
lingkungan Kota Jambi yang tertib, nyaman dan indah;
b. bahwa Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 5 Tahun 2006 tentang Pedagang Kaki Lima sudah tidak sesuai lagi dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2012 tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, sehingga perlu diganti;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b,perlu membentuk
Peraturan Daerah tentang Penataan dan Pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima.
SALINAN
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonnesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 9 tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonomi Kota Besar Dalam Lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Tengah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 20);
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502);
4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Rebuplik Indonesia Nomor 4725);
5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3726);
6. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5025);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor
5059);
8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234);
9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5587), sebagaimana telah diubah beberapa kali,
terakhir dengan UndangUndang Nomor 9 Tahun
2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679;
10. Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2012
Tentang Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima, Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 291);
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun
2012 tentang Pedoman Penataan dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, (Berita Negara
Republik Indonesia tahun 2012 nomor 607);
12. Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 10 Tahun
2008 tentang Pembentukan Organisasi Dinas-
Dinas Kota Jambi (Lembaran Daerah Kota Jambi
tahun 2008Nomor 10), sebagimana telah diubah
dengan Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 4
Tahun 2015 tentang perubahan Kedua atas
peraturan Daerah Kota Jambi (Lembaran Daerah
Kota
Jambi tahun 2015 nomor 4);
13. Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 9 Tahun
2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
tahun 20132033 (Lembaran Daerah Kota Jambi
tahun 2013 nomor 9).
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
DAERAH KOTA JAMBI dan WALIKOTA JAMBI
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG
PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN
PEDAGANG KAKI LIMA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kota Jambi.
2. Pemerintah Daerah adalah Walikota sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah otonom.
3. Walikota adalah Walikota Jambi.
4. Pedagang kaki lima yang selanjutnya disingkat PKL, adalah
Pelaku Usaha yang melakukan Usaha Perdagangan barang
dan atau jasa dengan menggunakan Sarana Usaha bergerak
dan tidak bergerak, menggunakan Prasarana Kota, Fasilitas
Sosial, Fasilitas Umum, Lahan, dan bangunan milik
Pemerintah dan atau Swasta yang bersifat sementara /tidak
tetap.
5. Penataan PKL adalah Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah
Daerah melalui Penetapan Lokasi binaan untuk melakukan
Penetapan, Pemindahan, Penertiban dan Penghapusan Lokasi
PKL dengan memperlihatkan Kepentingan Umum, Sosial,
Estetika, Kesehatan, Ekonomi, Keamanan, Ketertiban,
Kebersihan Lingkungan dan sesuai dengan Peraturan
Perundang – Undangan.
6. Pemberdayaan PKL adalah Upaya yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah,
Dunia Usaha dan Masyarakat secara sinergis dalam bentuk
Penumbuhan Iklim Usaha dan Pengembangan Usaha terhadap
PKL sehingga mampu tumbuh dan berkembang, baik
kuantitas maupun kualitas usahanya.
7. Lokasi PKL adalah Tempat Untuk Menjalankan Usaha PKL
yang berada di lahan dan atau bangunan milik Pemerintah
Daerah dan atau Swasta.
8. Lokasi binaan adalah Lokasi yang telah ditetapkan
Peruntukkannya bagi PKL yang dilakukan oleh Pemerintah
Daerah, baik bersifat permanen maupun sementara.
9. Tanda Daftar Usaha yang selanjutnya disebut TDU, adalah
Surat yang dikeluarkan oleh Pejabat yang ditunjuk, sebagai
tanda bukti Pendaftaran Usaha PKL sekaligus sebagai alat
kendali untuk Pemberdayaan dan Pengembangan Usaha PKL
di lokasi yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.
10. Satuan Kerja Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat
SKPD, adalah Perangkat Daerah Pemerintah Kota Jambi.
11. Tim Terpadu adalahTim yang dibentuk oleh Walikota untuk
melaksanakan Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki
Lima.
12. Camat adalah kepala kecamatan sebagai perangkat Daerah
Pemerintah Kota Jambi.
13. Lurah adalah Kepala Kelurahan sebagai perangkat Daerah
Pemerintah Kota Jambi.
14. Fasilitas Umum adalah Lahan, Jalan, Trotoar, Pelataran dan
Peralatan atau Perlengkapan yang tersedia untuk
dipergunakan oleh masyarakat secara luas.
Pasal 2
(1) Walikota wajib melakukan Pembinaan, Penataan dan
Pemberdayaan PKL.
(2) Pembinaan, Penataan dan Pemberdayaan PKL sebagaimana
dimaksudkan pada ayat (1) meliputi: a. pendataan;
b. perencanaan penyediaan ruang bagi kegiatan sektor
informal;
c. fasilitas akses permodalan;
d. penguatan kelembagaan;
e. pembinaan dan bimbingan teknis;
f. fasilitas kejasama antar daerah; dan
g. mengembangkan kemitraan dengan dunia usaha.
BAB II RUANG LINGKUP DAN TUJUAN
Pasal 3
Ruang Lingkup Pengaturan dalam Peraturan Daerah ini meliputi
Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.
Pasal 4
Tujuan Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima adalah
:
a. Memberikan kesempatan berusaha bagi PKL melalui
penetapan lokasi sesuai dengan peruntukannya;
b. Menumbuhkan dan Mengembangkan Kemampuan Usaha
PKL menjadi
Usaha Ekonomi, Mikro yang tangguh dan mandiri; dan
c. Untuk mewujudkan kota yang bersih, indah, tertib, dan
aman dengan sarana dan prasarana perkotaan yang
memadai dan berwawasan lingkungan.
BAB III
PENATAAN PKL
Bagian Kesatu Umum
Pasal 5
(1) Penataan Pedagang Kaki Lima dilakukan oleh Walikota
melalui tim terpadu atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Dalam melaksanakan Penataan PKL sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dengan cara:
a. pendataan PKL;
b. pendaftaran PKL;
c. penetapan lokasi PKL;
d. pemindahan PKL dan penghapusan lokasi PKL; dan
e. peremajaan lokasi PKL.
Bagian Kedua Pendataan PKL
Pasal 6
(1) Walikota melalui Camat melakukan Pendataan PKL
sebagaimana dimaksudkan dalamPasal 5 ayat (2) huruf a.
(2) Tahapan dalam melakukan Pendataan PKL sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersama aparat
kelurahan dan atau Pengelola Pasar dengan cara:
a. membuat jadwal kegiatan pelaksanaan pendataan;
b. memetakan lokasi;dan
c. melakukan validasi / pemutakhiran data.
Pasal 7
(1) Pendataan PKL sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 6
ayat (1) dilakukan berdasarkan : a. Identitas PKL;
b. Lokasi PKL;
c. JenisTempat Usaha;
d. Bidang Usaha; dan
e. Modal Usaha.
(2) Data PKL sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1)
digunakan sebagai dasar untuk Penataan dan
Pemberdayaan PKL.
Pasal 8
Lokasi PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf
b terdiri atas Lokasi PKL sesuai peruntukannya dan Lokasi PKL
tidak sesuai peruntukannya.
Pasal 9
(1) Lokasi PKL sesuai peruntukannya sebagaimana
dimaksudkan dalam Pasal
8 terdiri :
a. Lokasi Binaan PKL yang bersifat Permanen; dan
b. Lokasi Binaan PKL yang bersifat Sementara.
(2) Lokasi PKL tidak sesuai peruntukannya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 merupakan lokasi bukan
peruntukkan tempat berusaha PKL.
Pasal 10
(1) Lokasi Binaan PKL yang bersifat Permanen sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a merupakan lokasi
Binaan yang bersifat tetap yang diperuntukkan sebagai
Tempat Usaha.
(2) Lokasi Binaan PKL yang bersifat Sementara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b merupakan lokasi
Binaan tempat usaha PKL yang terjadwal dan bersifat
sementara.
(3) Ketentuan lebih lanjut Lokasi BinaanPKL sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan (2) ditetapkan dalamPeraturan
Walikota.
Pasal 11
Jenis Tempat Usaha PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1) huruf c
terdiri atas jenis tempat usaha tidak bergerak dan jenis tempat
usaha bergerak.
Pasal 12
(1) Jenis Tempat Usaha tidak bergerak sebagaimana dalam
Pasal 11 adalah sebagai berikut: a. gelaran;
b. Lesehan;
c. Tenda; dan
d. Selter.
(2) Jenis Tempat Usaha bergerak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 adalah sebagai berikut : a. tidak bermotor; dan
b. bermotor.
Pasal 13
(1) Jenis Tempat Usaha PKL sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (2) huruf a antara lain Gerobak beroda dan
Sepeda,
(2) JenisTempat Usaha PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 ayat (2) huruf b terdiri atas :
a. kendaraan bermotor roda dua;
b. kendaraan bermotor roda tiga; dan
c. kendaraan bermotor roda empat atau lebih.
Pasal 14
Bidang Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
huruf d misalnya : a. kuliner;.
b. kerajinan;.
c. tanaman hias;.
d. burung;.
e. ikan hias;.
f. baju, sepatu, tas accesoris pakaian;
g. mainan anak-anak;
h. barang antik; dan
i. usaha lain yang tidak bertentangan dengan peraturan
perundangundangan.
Bagian Ketiga
Pendaftaran PKL
Pasal 15
(1) Walikota melalui Camat melakukan Pendaftaran PKL
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b.
(2) Pendaftaran PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh camat bersama dengan lurah.
(3) Pendaftaran PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk pengendalian PKL dan menjamin kepastian hukum
berusaha.
Pasal 16
(1) Pendaftaran PKL sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 15
dilakukan terhadap 2 (dua) kategori yaitu PKL lama dan PKL
baru.
(2) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
melengkapi dan menyampaikan berkas pendaftaran usaha
kepada Camat.
Pasal 17
(1) PKL kategori lama sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal
16 ayat (1) dengan kriteria sebagai berikut :
a. PKL yang pada saat pendataan sudah berusaha di
lahan atau lokasi sesuai peruntukannya dan atau;dan
b. PKL yang pada saat pendataan sudah berusaha di
lahan atau lokasi yang tidak sesuai peruntukannya dan
ditetapkan sebagai lokasi sementara.
(2) PKL yang sudah berusaha di lahan atau lokasi yang tidak
sesuai peruntukannya sebagaimana dimaksudkan pada
ayat (1) huruf b dapat dilakukan Re-lokasi.
Pasal 18
(1) PKL katagori baru sebagimana dimaksud dalam Pasal 16
ayat (1) merupakan PKL yang belum pernah berusaha
sebagai PKL.
(2) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mengajukan permohonan pendaftaran untuk berusaha pada
lokasi yang telah ditetapkan oleh pemerintahan daerah
melalui Camat.
Pasal 19
Tata Cara Pendaftaran Usaha bagi PKL meliputi :
a. Permohonan Tanda Daftar Usaha;
b. Penerbitan Tanda Daftar Usaha;
c. Perpanjangan Tanda Daftar Usaha; dan
d. Pencabutan dan tidak berlakunya.
Pasal 20
(1) Setiap PKL Wajib Memiliki TDU.
(2) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengajukan
permohonan TDU kepada walikota melalui Camat.
(3) Permohonan TDU sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Foto Copy KartuTanda Penduduk dan KK Kota Jambi;
b. pas foto terbaru ukuran 4x6 cm sebanyak 2 lembar
c. mengisi formulir yang memuat tentang ;
1. nama;
2. alamat / tempat tinggal / lama tinggal;
3. bidang usaha yang dimohon;
4. tempat usaha yang dimohon;
5. waktu usaha;
6. perlengkapan yang digunakan; dan
7. jumlah modal usaha.
d. mengisi formulir surat pernyataan belum memiliki
tempat usaha.
e. mengisi formulir surat pernyataan kesanggupan untuk
menjaga keindahan, ketertiban, keamanan, kebersihan
dan kesehatan serta fungsi fasilitas umum;
f. mengisi Formulir Surat Pernyataan yang memuat :
1. tidak memperdagangkan barang ilegal;
2. tidak merombak, menambah dan mengubah fungsi
fasilitas yang ada ditempat atau lokasi PKL;
3. tidak memindah tangankan TDU kepada pihak lain;
4. kesanggupan mengosongkan, mengembalikan atau
menyerahkan tempat usaha PKL apabila lokasi
dimaksud sewaktu-waktu dibutuhkan dan atau
dikembalikan fungsinya, lokasi usaha tidak
ditempati selama 1(satu) bulan atau lebih serta
setelah dievaluasi PKL dinilai layak menjadi usaha
kecil.
(4) Permohonan TDU bagi PKL yang menggunakan jenis tempat
usaha kendaraan bermotor untuk kegiatan usaha harus
bernomor polisi Daerah Kota Jambi.
Pasal 21
(1) Camat mendistribusikan formulir sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 ayat (3) huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f
kepada lurah dan atau Pengelola Pasar.
(2) PKL yang akan mendaftarkan usahanya meminta formulir
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada lurah dan atau
Pengelola Pasar.
Pasal 22
(1) Camat melakukan pemeriksaan berkas pendaftaran PKL.
(2) Berkas Pendaftaran PKL yang telah memenuhi persyaratan
menjadi dasar penerbitan TDU.
Pasal 23
(1) Walikota melalui Camat menerbitkan TDU sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 huruf b.
(2) Penerbitan TDU sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dengan ketentuan :
a. TDU diterbitkan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak
permohonan diterima dan dinyatakan lengkap;
b. TDU hanya dapat digunakan untuk menempati 1 (satu)
lokasi tempat usaha bagi PKL yang tidak bergerak dan /
atau1 (satu) kendaraan bagi
PKL yang bergerak;
c. TDU berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun
terhitung mulai tanggal diterbitkan dan dapat
diperpanjang berdasarkan hasil evaluasi perkembangan
usaha; dan
d. Penerbitan TDU tidak dipungut biaya.
Pasal 24
(1) Dalam Hal berkas pendaftaran PKL tidak memenuhi
persyaratan, Walikota melalui Camat menyampaikan surat
penolakan penerbitan TDU.
(2) Surat Penolakan Penerbitan TDU sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disertai alasan penolakan.
(3) Surat penolakan disampaikan kepada PKL paling lambat 7
(tujuh) hari kerja sejak permohonan diterima sebagaimana
dimaksud dalam pasal 23 ayat (2) huruf a.
Pasal 25
(1) Perpanjangan TDU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
huruf c, dilakukan 1 (satu) bulan sebelum berakhirnya
masa berlaku TDU.
(2) Permohonan perpanjangan TDU sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disampaikan kepada Walikota melalui Camat.
Pasal 26
(1) Walikota melalui camat dapat melakukan pencabutan TDU
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf d.
(2) Pencabutan TDU sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan apabila :
a. Pemegang TDU melanggar ketentuan yang terdapat
didalam surat pendaftaran;dan
b. Lokasi usaha yang bersangkutan tidak lagi ditetapkan
sebagai tempat
usaha PKL;
(3) Tidak berlakunya TDU sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 huruf d apabila :
a. pemegang TDU meninggal dunia;
b. atas permintaan tertulis dari pemegang TDU;
c. pemegang TDU pindah lokasi usaha ;
d. PKL tidak memperpanjang TDU; dan
e. TDU dipindah tangankan ke pihak lain.
(4) Dalam hal pemegang TDU meninggal dunia sebagaimana
pada ayat (3) huruf a, maka suami, istri dan /atau anak
pemegang TDU dapat mengajukan permohonan TDU untuk
menggunakan tempat usaha pada lokasi yang bersangkutan
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencabutan TDU
sebagaimana dimaksud`pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Walikota.
Pasal 27
PKL mempunyai hak antara lain :
a. mendapatkan pelayanan pendaftaran usaha PKL;
b. melakukan kegiatan usaha dilokasi yang telah ditetapkan;
c. mendapatkan informasi dan sosialisasi atau pemberitahuan
terkait dengan kegiatan usaha dilokasi yang bersangkutan;
d. mendapatkan pengaturan, penataan, pembinaan, supervise,
dan pendampingan dalam pengembagan usahanya; dan
e. mendapatkan pendampingan dalam mendapatkan pinjaman
permodalan dengan mitra bank.
Pasal 28
PKL mempunyai kewajiban antara lain :
a. mematuhi ketentuan Produk hukum Daerah;
b. mematuhi waktu kegiatan usaha yang telah ditetapkan oleh
Walikota;
c. memelihara keindahan, ketertiban, keamanan, kebersihan,
dan kesehatan lingkungan tempat usaha;
d. menempatkan dan menata barang dagangan dan/atau jasa
serta peralatan dagangan dengan tertib dan teratur;
e. tidak mengganggu lalu lintas dan kepentingan umum;
f. menyerahkan tempat usaha atau lokasi usaha tanpa
menuntut ganti rugi dalam bentuk apapun, apabila lokasi
usaha tidak ditempati selama 1 (satu) bulan atau sewaktu-
waktu lokasi tersebut dibutuhkan oleh
Pemerintah; dan
g. menempati tempat atau lokasi usaha yang telah ditentukan
oleh
Pemerintah Daerah sesuai TDU yang dimiliki PKL;dan
h. Membayar Retribusi.
Pasal 29
PKL dilarang melakukan hal-hal sebagai berikut :
a. melakukan kegiatan usahanya diruang umum yang tidak
ditetapkan untuk lokasi PKL;
b. merombak, menambah dan merubah fungsi fasilitas yang
ada ditempat atau lokasi usaha PKL yang telah ditetapkan
dan /atau ditentukan
Walikota melalui Camat;
c. menempati lahan atau lokasi dan /atau memindah
tangankan TDU, PKL tanpa sepengetahuan dan seizin
Camat;
d. berpindah tempat atau lokasi dan / atau memindah
tangankan TDU PKL, tanpa sepengetahuan dan izinCamat;
e. menelantarkan dan /atau membiarkan kosong lokasi
tempat usaha tanpa kegiatan secara terus menerus selama
1 (satu) bulan;
f. mengganti bidang usaha dan /atau memperdagangkan
barang illegal;
g. melakukan kegiatan usaha dengan cara merusak dan atau
merubah bentuk fasilitas umum dan/atau bangunan
disekitarnya;
h. menggunakan badan jalan, trotoar dan jembatan untuk
tempat usaha, kecuali yang ditetapkan untuk lokasi PKL
terjadwal dan terkendali;
i. PKL yang kegiatan usahanya menggunakan kendaraan
dilarang berdagang ditempat-tempat larangan parkir,
pemberhentian sementara dan trotoar;
j. memperjual belikan atau menyewakan tempat usaha PKL
kepada pedagang lain; dan
k. Menempati lahan atau lokasi PKL untuk kegiatan tempat
tinggal.
Bagian Keempat
Penetapan Lokasi PKL
Pasal 30
(1) Walikota menetapkan lokasi atau kawasan sesuai
peruntukkannya sebagai lokasi tempat kegiatan usaha
PKL.
(2) Penetapan lokasi atau kawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan
kepentingan umum, sosial, dan budaya, estetika, ekonomi,
keamanan, ketertiban, kesehatan, kebersihan lingkungan
dan sesuai dengan peraturan daerah tentang rencana tata
ruang wilayah provinsi dan kota.
(3) Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
lokasi binaan yang ditetapkan oleh Walikota.
(4) Lokasi yang telah ditetapkan dilengkapi dengan papan
nama lokasi dan rambu atau tanda yang menerangkan
batasan jumlah PKL sesuai dengan Peraturan Perundang-
Undangan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenailokasi binaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dalam
Peraturan Walikota.
Pasal 31
(1) Lokasi binaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat
(3), terdiriatas:
a. Lokasi permanen, dan
b. Lokasi sementara.
(2) Lokasi PKL yang bersifat permanen sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dilengkapi dengan aksesabilitas dan
sarana prasarana antara lain fasilitas listrik, air, tempat
sampah dan toilet umum.
(3) Lokasi permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a diarahkan untuk menjadi kawasan atau pusat-
pusat bidang usaha promosi produksi unggulan daerah.
(4) Lokasi sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b merupakan lokasi tempat usaha PKL yang
terjadwal sampai jangka waktu yang ditetapkan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenailokasi sementara
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam
Peraturan walikota
Bagian Kelima
Pemindahan PKL dan Penghapusan PKL
Pasal 32
(1) PKL yang menempati lokasi yang tidak sesuai
peruntukkannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(2) dapat dilakukan pemindahan atau relokasi PKL
ketempat/ruang yang sesuai peruntukkannya.
(2) Penghapusan lokasi tempat usaha PKL yang telah
dipindahkan, ditertibkan dan ditata sesuai dengan fungsi
peruntukkannya.
(3) Ketentuan lebih lanjut, Pemindahan PKL dan penghapusan
lokasi PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dalam Peraturan Walikota.
Bagian Keenam
Peremajaan LokasiPKL
Pasal 33
(1) Pemerintah Kota dapat melakukan Peremajaan Lokasi PKL
pada Lokasi Binaan;
(2) Peremajaan Lokasi PKL sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) untuk meningkatkan fungsi sarana, prasarana dan
kepentingan kota.
Bagian Ketujuh
Larangan Bertransaksi
Pasal 34
(1) Setiap orang dilarang melakukan transaksi perdagangan
dengan PKL pada fasilitas-fasilitas umum yang dilarang
untuk tempat usaha atau lokasi usaha PKL;
(2) Fasilitas umum yang dilarang untuk tempat usaha
PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan
rambu atau tanda larangan untuk tempat atau lokasi usaha
PKL.
BAB IV
PEMBERDAYAAN PKL
Pasal 35
Walikota melalui Tim Terpadu melakukan pemberdayaan PKL
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) antara lain
melalui : a. peningkatan kemampuan berusaha;
b. memfasilitasi akses permodalan;
c. memfasilitasi sarana dagang;
d. penguatan kelembagaan;
e. memfasilitasi Peningkatan produksi;
f. pengolahan Pengembangan Jaringan dan promosi; dan
g. pembinaan dan bimbingan teknis
Pasal 36
(1) Walikota melalui Tim Terpadu melakukan pemberdayaan
PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 antara lain
dapat dilakukan melalui program tanggung jawab sosial
perusahaan atau bentuk kemitraan.
(2) Pemberdayaaan PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat difasilitasi oleh pemerintah daerah sesuai dengan
bidang usaha berdasarkan data PKL.;
(3) Bentuk kemitraan dengan bidang usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) antara lain :
a. Penataan, Peremajaan Tempat Usaha PKL;
b. Peningkatan Berwira usaha melalui bimbingan, pelatihan,
dan bantuan
permodalan;
c. Promosi usaha dan event pada lokasi binaan;dan
d. Berperan aktif dalam penataan PKL dikawasan
perkotaan agar menjadi lebih tertib, bersih, indah dan
nyaman.
BAB V
TIM TERPADU PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PKL
Pasal 37
(1) Pelaksanaan penataan dan pemberdayaan PKL sebagimana
dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 35 dibantu oleh tim
terpadu penataan dan pemberdayaan PKL.
(2) Struktur Organisasi tim terpadu penataan dan
pemberdayaan PKL sebagiamana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas ketua, sekretaris dan anggota.
(3) Keanggotaan Tim terpadu penataan dan pemberdayaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan Walikota
yang berunsurkan kepala satuan kerja perangkat daerah,
pelaku usaha dan asosiasi terkait.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja Struktur
organisasi Tim terpadu penataan dan pemberdayaan PKL
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atur dengan
Peraturan Walikota.
Pasal 38
Tim terpadu penataan dan pemberdayaan PKL bertugas :
a. menyusun kebijakan dan program dalampembinaan PKL
yang dituangkan dalam dokumen Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) ;
b. merekomendasikan lokasi dan atau kawasan tempat
berusaha PKL;
c. mengembangkan kerja sama dengan kabupaten/kota
lainnya;
d. mengembangkan kemitraan dengan dunia usaha; dan
e. melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan
program dan kegiatan pembinaan dan pemberdayaan PKL.
BAB VI
MONITORING EVALUASI DAN PELAPORAN
Pasal 39
(1) Walikota melalui tim terpadu melakukan monitoring dan
evaluasi terhadap penataan dan pemberdayaan PKL;
(2) Monitoring dan evaluasi dilaksanakan paling sedikit 2
(dua) kali dalam setahun dan/atau sewaktu-waktu apabila
diperlukan.
Pasal 40
(1) Walikota menyampaikan laporan hasil pelaksanaan
penataan dan pemberdayaan PKL kepada Gubernur.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan
tembusan disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri
melalui Direktur Jenderal bina pembangunan daerah.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan
paling lambat akhir bulan Februari tahun berikut nya.
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal41
(1) Walikota melakukan pembinaan terhadap pelaksaan
kegiatan penataan dan pemberdayaan PKL;
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. koordinasi dengan gubernur;
b. pendataan PKL;
c. sosialisasi kebijakan tentang penataan dan
pemberdayaan PKL;
d. perencanaan dan penetapan lokasi binaan PKL;
e. koordinasi dan konsultasi pelaksanaan penataan dan
pemberdayaan
PKL
f. bimbingan teknis, pelatihan dan supervise kepada PKL;
g. mengembangkan kemitraan dengan dunia usaha
masyarakat dalam
penataan dam pemberdayaan PKL;
h. monitoring dan evaluasi
Pasal 42
Walikota melakukan pengawasan terhadap penataan dan
pemberdayaan PKL yang dilaksanakan oleh SKPD.
BAB VIII
PENDANAAN
Pasal 43
Biaya pelaksanaan penataan dan pemberdayaan PKL bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran
pendapatan belanja daerah Provinsi, Anggaran pendapatan dan
belanja daerah Kota dan lain-lain sumber pendapatan yang sah
dan tidak mengikat.
BAB IX
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 44
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud Pasal 28 dikenakan sanksi administratif berupa
pencabutan TDU dan/atau denda paling banyak sebesar
Rp5.000.000 (lima juta rupiah).
(2) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud Pasal 29 dikenakan sanksi adminsitratif berupa
pencabutan TDU dan/atau denda paling banyak sebesar Rp
10.000.000 (sepuluh juta rupiah).
(3) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud Pasal 34 dikenakan sanksi adminsitratif berupa
denda paling banyak sebesar Rp 2.500.000 (dua juta lima
ratus ribu rupiah).
Pasal 45
(1) Setiap PKL yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), dikenakan sanksi
penghentian kegiatan dan pembongkaran.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului
dengan surat teguran 1 sampai dengan surat teguran ke 3
dengan masing-masing rentang waktu 7 hari kerja tentang
penghentian kegiatan usaha.
Pasal 46
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud dalamPasal 44 dan Pasal
45 diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 46
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan
Daerah Kota Jambi nomor 5 tahun 2006 tentang Pedagang Kaki
Lima dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 47
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya. Memerintahkan
pengundangan peraturan daerah ini dengan penempatannya
dalam lembaran daerah Kota Jambi.
Ditetapkan di Jambi
pada tanggal, 14
September 2016
WALIKOTA JAMBI,
ttd
SYARIF FASHA
Diundangkan di Kota Jambi pada
tanggal, 14 September 2016
SEKRETARIS DAERAH KOTA JAMBI,
ttd
DARU PRATOMO
LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI TAHUN 2016 NOMOR 12
NOREG PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI PROVINSI JAMBI
(12/2016)
Salinan Sesuai Dengan Aslinya
KEPALA BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KOTA JAMBI
ttd
EDRIANSYAH, SH., MM Pembina
NIP.19720614 199803 1 005
Riwayat Hidup
A. Biodata Diri
1. Nama : Alifia Rachma Lestari
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Tempat Tanggal Lahir : Jambi, 22 Januari 1997
4. Kebangsaan : Indonesia
5. Status : Menikah
6. Agama : Islam
7. Alamat : Jl. Dharma Sakti, RT.32, Kel. Paal Merah,
Kec. Pal
Merah, Kota Jambi
8. Email : [email protected]
B. Riwayat Pendidikan
1. TK : Tunas Harapan, Kota Jambi
2. SD : SDN No.114, Kota Jambi
3. SMP : SMP YKPP, Kota Jambi
4. SMA : SMAN 6, Kota Jambi
5. Perguruan tinggi : Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha
Saifudin Jambi