skripsi - core.ac.uk › download › pdf › 328341299.pdfpendahuluan 1.1. latar belakang...
TRANSCRIPT
-
PERSEPSI KELUARGA PASIEN RAWAT INAP TERHADAP
PELAYANAN BIMBINGAN KEROHANIAN PASIEN DI
RUMAH SAKIT (Studi Komparasi RS. Roemani dan RSI Sultan
Agung)
SKRIPSI
untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI)
SYAIFUL BAHRI
1101040
FAKULTAS DA'WAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) WALISONGO
SEMARANG
2008
-
ii
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 5 (eksemplar)
Hal : Persetujuan Naskah
Usulan Skripsi
Kepada
Yth. Bapak Dekan Fakultas Da’wah
IAIN Walisongo Semarang
Assalamualaikum Wr. Wb.
Setelah membaca, mengadakan koreksi dan perbaikan sebagaimana mestinya,
maka kami menyatakan bahwa skripsi saudara :
Nama : Syaiful Bahri
NIM : 1101040
Jurusan : DA’WAH /BPI
Judul Skripsi : PERSEPSI KELUARGA PASIEN RAWAT INAP
TERHADAP PELAYANAN BIMBINGAN
KEROHANIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT (Studi
Komparasi RS. Roemani dan RSI Sultan Agung)
Dengan ini telah saya setujui dan mohon agar segera diujikan. Demikian atas
perhatiannya diucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Semarang, Juli 2008
Pembimbing,
Bidang Substansi Materi, Bidang Metodologi & Tatatulis,
Drs. H. Djasadi M.Pd. Drs. Abu Rokhmad, M.Ag.
NIP. 150 057 618 NIP. 150 318 014
-
iii
DEPARTEMEN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
FAKULTAS DAKWAH SEMARANG
Jl. Prof. Dr. Hamka km.2 (Kampus III) Ngalian 50159 Semarang
PENGESAHAN
Skripsi Saudari : Fitroh Nur Hidayat
NIM : 1102099
Fak/Jurusan : DA’WAH /BPI
Dengan Judul : PENANGGULANGAN BUDAYA SEKS BEBAS PADA
REMAJA MENURUT JEFRI AL-BUKHORI DALAM
BUKU "SEKUNTUM MAWAR UNTUK REMAJA"
(Analisis Materi dan Metode Bimbingan dan Konseling
Islam)
Telah dimunaqosahkan oleh dewan penguji Fakultas Dakwah Institut Agama
Islam Negeri Walisongo Semarang pada tanggal:
30 Januari 2008
Dan dapat diterima sebagai kelengkapan ujian akhir dalam rangka menyelesaikan
Studi Program Sarjana Strata 1 (S1) guna memperoleh gelar sarjana Sosial Islam
dalam Ilmu Dakwah.
Semarang, Pebruari 2008
Dewan Penguji,
Ketua Sidang, Sekretaris Sidang,
Drs. H. Anasom, M.Hum Drs. Abu Rokhmad, M.Ag
NIP. 150 267 748 NIP. 150 318 014
Penguji I, Penguji II,
Drs. Ali Murtadho M.Pd. Safrodin, M.Ag
NIP. 150 277 103 NIP. 150 327 108
-
iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya
sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga
pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun
yang belum/tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan
daftar pustaka
Semarang, Juli 2008
Penulis,
Syaiful Bahri
NIM: 1101040
-
v
MOTTO
(107: َوَما أَْرَسْلَناَك ِإَّلا َرْْحًَة لِّْلَعاَلِمنَي )األنبياء
Artinya: Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk rahmat
bagi semesta alam (Qs. al-Ambiya: 107). (Depag, 1986:
500).
-
vi
PERSEMBAHAN
Dalam perjuangan mengarungi samudra Ilahi tanpa batas, dengan keringat
dan air mata kupersembahkan karya tulis skripsi ini teruntuk orang-orang yang
selalu hadir dan berharap keindahan-Nya. Kupersembahkan bagi mereka yang
tetap setia berada di ruang dan waktu kehidupan ku khususnya buat:
Bapak dan Ibuku yang tercinta (Bapak HM. Athori dan Ibu Rondiyatun)
yang memberi motivasi dan semangat dalam hidupku.
Kakak dan Adikku yang telah memberi motivasi selama ini.
Calon istri yang telah memotivasi dalam penyusunan skripsi ini.
Teman-temanku angkatan 2001 jurusan BPI yang tak dapat kusebutkan
satu persatu yang telah memberi semangat dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis
-
vii
ABSTRAKSI
Bimbingan kerohanian relevan dengan dakwah karena hakikat
bimbingan kerohanian, agar manusia selalu mengingat Allah sehingga
memperoleh kebahagiaan dan ketenteraman jiwa. Demikian pula esensi
dakwah adalah terletak pada ajakan, dorongan (motivasi), rangsangan serta
bimbingan terhadap orang lain untuk menerima ajaran agama dengan penuh
kesadaran demi untuk keuntungan pribadinya sendiri. Yang menjadi
perumusan masalah yaitu bagaimana pelayanan bimbingan kerohanian
terhadap pasien di Rumah Sakit Roemani dan Rumah Sakit Islam Sultan
Agung? Bagaimana persepsi keluarga pasien terhadap pelayanan bimbingan
kerohanian pasien di Rumah Sakit Roemani dan Rumah Sakit Islam Sultan
Agung?
Penulisan ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, dengan
pendekatan psikologis. Data primer yaitu data yang di peroleh secara langsung
dari keluarga pasien, dan pelayanan rohani Islam Rumah Sakit Roemani dan
Rumah Sakit Islam Sultan Agung. Data sekunder yaitu buku-buku lain yang
ada hubungannya dengan tema skripsi ini. Pengumpulan data menggunakan
Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitan ini adalah
field research atau penelitian lapangan yang dimulai tanggal 2 Mei 2008 – 10
Juni 2008 dan dengan library research dengan langkah-langkah: observasi,
wawancara, dokumentasi. Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan
metode analisis deskriptif komparatif dengan tujuan membandingkan
pelayanan bimbingan kerohanian terhadap pasien di Rumah Sakit Roemani
dan Rumah Sakit Islam Sultan Agung.
Hasil dari pembahasan menunjukkan bahwa Bimbingan kerohanian di
Rumah Sakit Roemani dan Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang
dengan menggunakan ajaran keagamaan pada hakikatnya merupakan
pemberian sugesti pada pasien sebagai motivator untuk percepatan
penyembuhan dari penyakitnya, karena dengan adanya motivator dari
rohaniawan, dapat memberikan kemampuan daya tahan dan tumbuhnya energi
untuk melawan penyakitnya. Ajaran keagamaan yang mereka dapatkan dari
bimbingan kerohanian akan memperkokoh keimanannya dalam menghadapi
cobaan hidup, karena dia akan sepenuhnya memasrahkan dirinya kepada Allah
SWT. Persepsi keluarga pasien terhadap pelayanan bimbingan kerohanian di
Rumah Sakit Roemani dan Rumah Sakit Islam Sultan Agung dapat ditegaskan
bahwa dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tanggapan keluarga pasien
terhadap pelaksanaan bimbingan kerohanian di Rumah Sakit Roemani dan
Rumah Sakit Sultan Agung Semarang mayoritas merasa senang. Hal ini
merupakan tahap awal untuk mencapai tujuan yakni mendukung proses
penyembuhan bagi pasien, karena mereka sudah menyadari bahwa agama
telah memberikan pedoman yang benar-benar membahagiakan bagi dirinya. Di samping itu pasien sudah mampu melaksanakan ajaran Islam sebagai hasil
dari bimbingan keagamaan yang dilaksanakan selama ini, meskipun belum
mencapai 100 %. Namun demikian sudah dapat dikatakan cukup berhasil
-
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang yang
senantiasa telah menganugerahkan rahmat, dan hidayah-Nya kepada penulis
dalam rangka menyelesaikan karya skripsi dengan judul “PERSEPSI
KELUARGA PASIEN RAWAT INAP TERHADAP PELAYANAN
BIMBINGAN KEROHANIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT (Studi Komparasi
RS. Roemani dan RSI Sultan Agung)"
Karya skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai
derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) bidang jurusan Bimbingan Penyuluhan
Islam di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang.
Shalawat serta salam semoga selalu terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti jejak
perjuangannya.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis merasa bersyukur atas bantuan dan
dorongan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak yang telah membantu
terselesaikannya skripsi penulis dengan baik. Oleh karena itu penulis
menyampaikan banyak terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Rektor IAIN Walisongo, yang telah memimpin lembaga tersebut
dengan baik
2. Bapak Drs. H.M. Zain Yusuf, M.M. selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN
Walisongo Semarang.
3. Bapak Drs. H. Djasadi M.Pd. selaku dosen pembimbing I dan Bapak Drs. Abu
Rokhmad, M.Ag. selaku dosen pembimbing II yang telah berkenan
membimbing dengan keikhlasan dan kebijaksanaannya meluangkan waktu,
waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan pengarahan-pengarahan hingga
terselesaikannya skripsi ini.
-
ix
4. Seluruh dosen, staf dan karyawan di lingkungan civitas akademik Fakultas
Dakwah IAIN Walisongo Semarang yang telah memberikan pelayanan yang
baik serta membantu kelancaran penulisan skripsi ini.
5. Kepala perpustakaan IAIN Walisongo Semarang serta pengelola perpustakaan
Fakultas Dakwah yang telah memberikan pelayanan kepustakaan dengan baik.
6. Ayahanda dan Ibunda yang tercinta, kakanda, adinda.
Pada akhirnya penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini belum
mencapai kesempurnaan yang ideal dalam arti sebenarnya, namun penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi para
pembaca pada umumnya.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Penulis
-
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ............................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ iv
HALAMAN MOTTO .................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. vi
ABSTRAKSI ................................................................................................... vii
HALAMAN KATA PENGANTAR .............................................................. viii
HALAMAN DAFTAR ISI ............................................................................. x
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ..................................................................... 5
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 5
1.4. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 6
1.5. Metodologi Penelitian ................................................................. 9
1.4. Sistematika Penulisan .................................................................. 15
BAB II : TINJAUAN UMUM PERSEPSI KELUARGA DAN BIMBINGAN
KEROHANIAN
2.1. Persepsi Keluarga ........................................................................ 17
2.1.1. Pengertian Persepsi Keluarga ............................................ 17
2.1.2. Syarat dan Proses Terjadinya Persepsi .............................. 20
2.1.3. Prinsip-Prinsip dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Persepsi ................................................... 23
2.2. Bimbingan Kerohanian ............................................................... 26
2.2.1. Pengertian Bimbingan Kerohanian .................................... 26
2.2.2. Materi Bimbingan Kerohanian .......................................... 28
2.2.3. Metode Bimbingan Kerohanian ........................................ 30
BAB III: RUMAH SAKIT ROEMANI DAN RUMAH SAKIT ISLAM
SULTAN AGUNG
3.1. Gambaran Umum Rumah Sakit Roemani dan Rumah
-
xi
Sakit Islam Sultan Agung .......................................................... 35
3.1.1. Sekilas Sejarah Berdirinya Rumah Sakit Roemani ......... 35
3.1.2. Sekilas Sejarah Berdirinya Rumah Sakit Islam
Sultan Agung ........................................................ 39
3.2. Pelayanan Bimbingan Kerohanian ............................................. 43
3.2.1. Pelayanan Bimbingan Kerohanian Rumah Sakit
Roemani ........................................................ 43
3.2.2. Pelayanan Bimbingan Kerohanian Rumah Sakit
Islam Sultan Agung ........................................................ 46
3.3. Persepsi Keluarga Pasien terhadap Pelayanan Bimbingan
Kerohanian ........................................................ 55
3.3.1. Persepsi Keluarga Pasien terhadap Pelayanan
Bimbingan Kerohanian Rumah Sakit Roemani ............ 55
3.3.2. Persepsi Keluarga Pasien terhadap Pelayanan
Bimbingan Kerohanian Rumah Sakit Islam Sultan
Agung ........................................................ 64
BAB IV: ANALISIS PERSEPSI KELUARGA PASIEN TERHADAP
PELAYANAN BIMBINGAN KEROHANIAN
4.1. Analisis Pelayanan Bimbingan Kerohanian Rumah Sakit
Roemani dan Rumah Sakit Islam Sultan Agung ......................... 75
4.2.Analisis Persepsi Keluarga Pasien terhadap Pelayanan
Bimbingan Kerohanian ................................................................. 86
BAB V : PENUTUP
5.1. Kesimpulan .................................................................................. 89
5.2. Saran-Saran .................................................................................. 90
5.3. Penutup ........................................................................................ 91
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
-
1
BABI
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sesungguhnya Islam adalah agama samawi terakhir, ia berfungsi
sebagai rahmat dan nikmat bagi manusia seluruhnya.
َوَما أَْرَسْلَناَك ِإَّلا َرْْحًَة لِّْلَعاَلِمنَي )األنبياء(
Artinya: Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk rahmat
bagi semesta alam (Qs. al-Ambiya: 107). (Depag, 1986:
500).
Maka Allah SWT mewahyukan agama ini dalam nilai kesempurnaan
yang tertinggi, meliputi segi-segi fundamental tentang duniawi dan ukhrawi,
guna menghantarkan manusia kepada kebahagiaan lahir dan batin serta dunia
dan akhirat. Sebab itu dienul Islam bersifat universal dan eternal (abadi) lagi
pula sesuai dengan fitrah manusia dan cocok dengan tuntunan dhamir (hati
nurani) manusia seluruhnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Mulia
dalam menghadapi dan menerima agama Tuhan (Islam) yang hak itu (Razak,
1986: 9).
Sejalan dengan keterangan tersebut, Islam menetapkan tujuan pokok
kehadirannya untuk memelihara agama, jiwa, akal, jasmani, harta, dan
keturunan. Setidaknya tiga dari yang disebut di atas (jiwa, akal dan jasmani)
berkaitan dengan kesehatan. Tidak heran jika ditemukan bahwa Islam amat
kaya dengan tuntunan kesehatan. Paling tidak ada dua istilah literatur
keagamaan yang digunakan untuk menunjuk tentang pentingnya kesehatan
-
2
dalam pandangan Islam: 1. Kesehatan, yang terambil dari kata sehat; 2. Afiat.
(Shihab, 1994: 181).
Keduanya dalam bahasa Indonesia, sering menjadi kata majemuk sehat
afiat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "afiat" dipersamakan
dengan "sehat" (KBBI, 2002: 11). Afiat diartikan sehat dan kuat, sedangkan
sehat (sendiri) antara lain diartikan sebagai keadaan baik segenap badan serta
bagian-bagiannya (bebas dari sakit) (KBBI, 2002: 1011). Kata "sehat" berasal
dari bahasa Arab, صحة –يصح –صح yang artinya sembuh, selamat dari cela,
atau cacat serta nyata, benar dan sesuai dengan kenyataan (Al-Munawwir,
1997: 817).
Sehat (health) adalah konsep yang tidak mudah diartikan sekalipun
dapat dirasakan dan diamati keadaannya. Misalnya, orang tidak memiliki
keluhan-keluhan fisik dipandang sebagai orang yang sehat. Sebagian
masyarakat juga beranggapan bahwa orang yang gemuk adalah orang yang
sehat dan sebagainya. Jadi, faktor subyektivitas dan kultural juga
mempengaruhi pemahaman dan pengertian orang terhadap konsep sehat
(Notosoedirjo dan Latipun, 2002: 3). Akan tetapi demikian, setiap manusia
tidak selalu sehat, sewaktu-waktu mengalami sakit. Setiap sakit harus diobati
bahkan mungkin harus menginap di rumah sakit dalam waktu sehari,
seminggu bahkan boleh jadi berbulan-bulan.
Pasien yang menginap di rumah sakit biasanya mendapat pengawasan
yang intensif dengan memberikan perawatan dan pengobatan. Pemberian obat
dan pemeriksaan dimaksudkan agar sakitnya cepat sembuh. Namun demikian,
-
3
para ahli medis menyadari bahwa untuk mempercepat kesembuhan pasien
tidak cukup terapi medis melainkan juga terapi yang menyangkut
kerohaniannya. Sebab kesehatan ruhani dapat mempengaruhi kesehatan
jasmani. Keduanya tali temali dan saling mempengaruhi. Untuk itu rumah
sakit memberikan pula pelayanan bimbingan kerohanian.
Para ahli medis menyadari bahwa manusia bukan semata-mata fisik-
material, tetapi di balik itu, ia memiliki dimensi lain, yang dipandang sebagai
hakikat manusia seperti dimensi rohaniah (spiritual). Oleh sebab itu, manusia
tidak mungkin mampu menjalani hidup tanpa membekali kedua unsur yang
ada pada dirinya itu. Rohaniah manusia yang menopang kehidupan
jasmaniahnya tidak boleh diabaikan dalam kehidupan. Kalau dimensi fisik
dapat hidup dan merasa senang dengan makanan yang bersifat material, maka
rohani manusia akan dapat hidup dan merasa tenteram dengan makanan yang
bersifat spiritual. Iman dan keyakinan adalah makanan rohani manusia. (Ali.
2002: 151)
Di antara sekian banyak rumah sakit, maka Rumah Sakit Roemani dan
Rumah Sakit Islam Sultan Agung memberikan pelayanan bimbingan
kerohanian. Pelayanan bimbingan kerohanian diberikan dengan
memperhatikan jenis dan macamnya penyakit serta usia dan kondisi mental
pasien. Di antara materi bimbingan kerohanian yaitu zikir dan do'a menjadi
bagian penting yang selalu ditanamkan kepada pasien. Hal itu didasari atas
pertimbangan bahwa zikir dan do'a dapat menenangkan jiwa, memperkuat
ketegaran mental dalam menghadapi sakit yang diderita pasien.
-
4
Adapun sebabnya perlu bimbingan rohani bagi pasien yang sakit
adalah karena masalah rohani sangat mempengaruhi kesehatan jasmani.
Meskipun jasmaninya diobati, namun apabila rohani sakit seperti kurang
tabah, mengeluh dan sebagainya maka kesehatan jasmani akan terganggu.
Itulah sebabnya Rumah Sakit Roemani dan Rumah Sakit Islam Sultan Agung
memberikan pelayanan bimbingan kerohanian.
Atas dasar itu maka penelitian ini menjadi menarik dan penting, karena
adanya berbagai persepsi keluarga pasien terhadap pelayanan bimbingan
kerohanian. Seiring dengan itu peneliti mengambil Rumah Sakit Roemani dan
Rumah Sakit Islam Sultan Agung sebagai institusi yang hendak diteliti.
Adapun sebabnya meneliti kedua rumah sakit tersebut adalah untuk
membandingkan guna dicari persamaan, perbedaan, kelebihan dan kekurangan
kedua rumah sakit itu dalam memberikan pelayanan bimbingan kerohanian.
Alasan lainnya karena bimbingan kerohanian merupakan bagian dari
dakwah. Bimbingan kerohanian relevan dengan dakwah karena hakikat
bimbingan kerohanian adalah agar manusia selalu mengingat Allah sehingga
memperoleh kebahagiaan dan ketenteraman jiwa. Demikian pula esensi
dakwah adalah terletak pada ajakan, dorongan (motivasi), rangsangan serta
bimbingan terhadap orang lain untuk menerima ajaran agama dengan penuh
kesadaran demi untuk keuntungan pribadinya sendiri, bukan untuk
kepentingan juru dakwah/juru penerang (Arifin, 2000: 6). Itulah sebabnya,
Umary (1980: 52) merumuskan bahwa dakwah adalah mengajak orang kepada
-
5
kebenaran, mengerjakan perintah, menjauhi larangan agar memperoleh
kebahagiaan di masa sekarang dan yang akan datang.
Berdasarkan uraian tersebut mendorong peneliti memilih judul:
PERSEPSI KELUARGA PASIEN RAWAT INAP TERHADAP
PELAYANAN BIMBINGAN KEROHANIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT
(Studi Komparasi RS. Roemani dan RSI Sultan Agung)
1.2. Perumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang sebagaimana telah dikemukakan,
maka yang menjadi rumusan masalah:
1.2.1. Bagaimana pelayanan bimbingan kerohanian terhadap pasien di
Rumah Sakit Roemani dan Rumah Sakit Islam Sultan Agung?
1.2.2. Bagaimana persepsi keluarga pasien terhadap pelayanan bimbingan
kerohanian pasien di Rumah Sakit Roemani dan Rumah Sakit Islam
Sultan Agung?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian sebagai berikut:
1.3.1.1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisa pelayanan
bimbingan kerohanian terhadap pasien di Rumah Sakit
Roemani dan Rumah Sakit Islam Sultan Agung.
1.3.1.2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisa persepsi keluarga
pasien terhadap pelayanan bimbingan kerohanian pasien di
Rumah Sakit Roemani dan Rumah Sakit Islam Sultan Agung.
-
6
1.3.2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian dapat ditinjau dari dua aspek :
1.3.2.1. Secara teoritis, yaitu penelitian ini diharapkan mampu
menambah khasanah ilmu bimbingan dan konseling Islam
pada khususnya dan ilmu dakwah pada umumnya di Fakultas
Dakwah IAIN Walisongo.
1.3.2.2. Secara praktis, yaitu hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan
atau masukan dalam pembuatan kebijakan, khususnya di
Rumah Sakit Roemani dan Rumah Sakit Islam Sultan Agung,
sehingga pelaksanaan bimbingan kerohanian terhadap pasien
bisa lebih baik dan sesuai dengan nilai-nilai yang bermanfaat
bagi individu, institusi, bangsa dan negara..
1.4. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian di Perpustakaan IAIN Walisongo, dijumpai adanya
tiga skripsi yang temannya hampir sama dengan penelitian yang penulis susun.
Skripsi yang dimaksud di antaranya:
1. Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan dan Penyuluhan Ibadah terhadap
Ketenangan Hidup Penderita Kusta (Di Rumah Sakit Tugu Rejo
Semarang). Penelitian tersebut dilakukan oleh Mujib pada tahun 1995
fokus pembahasannya adalah tentang pelaksanaan bimbingan dan
penyuluhan Islam oleh, Rumah Sakit kusta Tugu Rejo Semarang terhadap
penderita kusta. Dengan demikian bimbingan keagamaan yang diberikan
-
7
kepada para penderita kusta diharapkan mampu menghadapi tantangan
hidup setelah para penderita kusta kembali di tengah-tengah masyarakat.
2. Pengaruh Ibadah Shalat dan Dzikir terhadap Kepribadian Pasien Rumah
Sakit Jiwa Semarang. Penelitian tersebut ditulis oleh Uswatun Hasanah,
pada tahun 1997. Pembahasannya tentang pengaruh ibadah shalat dan
dzikir terhadap kepribadian pasien. Di dalamnya memuat tentang proses
pelaksanaan ibadah shalat dan zikir sebagai upaya memperbaiki
kepribadian pasien, sehingga shalat dan zikir digunakan sebagai alat
penyembuh bagi gangguan kejiwaan. Selain itu juga sebagai pembinaan
bagi kesehatan jiwa dan merupakan alat terpenting dalam perbaikan
kepribadian, sebab ibadah shalat dan zikir dapat dijadikan sarana
komunikasi batin antara manusia dengan Tuhan. Selain itu juga dapat
memberikan nilai spiritual yang tinggi sehingga seorang pasien
mempunyai perasaan yang tenang, jiwa yang damai dan kalbu yang
tenteram. Hal inilah yang dapat mempengaruhi kepribadian dan tingkah
laku pasien.
3. Terapi Psikoreligius terhadap Pasien Rumah Sakit (Studi tentang
Bimbingan Agama Islam terhadap Pasien Rumah Sakit Islam Sultan
Agung Semarang). Penelitian tersebut ditulis oleh Nur Anisah tahun 2002,
yang secara garis besar menyatakan tentang bagaimana proses bimbingan
agama Islam dalam perspektif terapi religius diterapkan pada pasien. Hal
ini dilakukan dalam usaha memberikan materi pembinaan agama Islam,
seperti menanamkan pengetahuan keagamaan. Jadi dengan adanya
-
8
pembinaan agama dengan terapi psikoreligius dapat menjadikan pasien
lebih mempunyai kemantapan iman dan taqwa, sehingga pasien lebih
bersemangat dalam menjalani hidupnya.
Selain penelitian-penelitian yang telah penulis uraikan di atas, ada
beberapa buku yang berkaitan dengan permasalahan penelitian, di antaranya
adalah:
1. Al-Quran dan Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa karya Dadang
Hawari. Buku ini antara lain membahas tentang stress, depresi dan
kecemasan, sebab dan akibat serta penanggulangannya. Di dalamnya
meliputi masalah terapi penanggulangan stress, depresi dan cemas,
relevansinya yaitu pada terapi psikoreligius pada pasien, sedangkan
fokusnya lebih menitik beratkan pada penanggulangan stress, depresi dan
cemas akibat banyaknya masalah yang dihadapi pasien.
2. Bimbingan dan Konseling Dalam Islam, karya Aunur Rohim Faqih. Buku
ini membahas tentang dasar-dasar bimbingan dan konseling secara Islami,
fokus isi dari buku ini menjelaskan fungsi kegiatan bimbingan dan
konseling dalam Islam sebenarnya sangat signifikan dalam membentuk
masyarakat berakhlakul karimah. Dalam buku ini dijelaskan ada empat
fungsi bimbingan dan konseling dalam Islam, yaitu fungsi preventif,
korektik, proservatif, dan developmental. Karya ini memiliki arti penting
dalam membantu individu mengetahui, mengenal, dan memahami
keadaan dirinya sesuai dengan hakekatnya.
-
9
3. Pasien Citra, Peran dan Perilaku (Tinjauan Fenomena Sosial), karya
Benyamin Lumenta, tentang hubungan dokter dengan pasien. Hubungan
dokter dengan pasien lebih merupakan hubungan kekuasaan, hubungan
antara pihak yang aktif dan memiliki wewenang-dan pihak yang lemah,
pasif dan menjalankan peran ketergantungan, artinya antara dokter dan
pasien dapat juga dibina hubungan yang sempurna. Di dalam hubungan
yang sempurna itu kedua pihak dapat berperan dan berinteraksi secara
aktif.
Dengan menelaah tiga skripsi dan beberapa literatur yang disebutkan
terdahulu, menunjukkan adanya perbedaan dengan penelitian yang hendak
penulis susun. Perbedaannya yaitu penelitian yang hendak penulis susun
hendak mendeskripsikan dan menganalisa persepsi keluarga pasien terhadap
pelayanan bimbingan kerohanian pasien di Rumah Sakit Roemani dan Rumah
Sakit Islam Sultan Agung.
1.5. Metodologi Penelitian
1.5.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian
Sesuai rumusan masalah yang ada, maka jenis penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif yaitu suatu metode penelitian yang
digunakan untuk berupaya memecahkan atau menjawab permasalahan
yang sedang dihadapi ditempuh dengan langkah-langkah pengumpulan,
klasifikasi dan analisis atau pengolahan data, membuat kesimpulan dan
laporan dengan tujuan utama untuk membuat penggambaran tentang
sesuatu keadaan secara obyektif dari suatu deskriptif (Ali, 1995 : 120).
-
10
Pendekatan yang menurut penulis sesuai dengan tema penelitian
ini adalah pendekatan psikologi dakwah. Menurut Nata (2000: 50)
pendekatan psikologis atau ilmu jiwa adalah ilmu jiwa yang mempelajari
ilmu jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat di amatinya.
1.5.2 Definisi Konseptual
1.5.2.1 Persepsi Keluarga Pasien
Menurut Najati (2005: 195) persepsi merupakan fungsi
yang penting dalam kehidupan. Dengan persepsi, makhluk hidup
dapat mengetahui sesuatu yang akan mengganggunya sehingga ia
pun dapat menjauhinya, juga dapat mengetahui sesuatu yang
bermanfaat sehingga ia pun dapat mengupayakannya.
Individu mengenal dunia luarnya dengan menggunakan
alat indranya. Bagaimana individu dapat mengenali dirinya sendiri
maupun keadaan sekitarnya. Hal ini berkaitan dengan persepsi
(perception). Melalui stimulus yang diterimanya, individu akan
mengalami persepsi. Persepsi merupakan suatu proses yang
didahului oleh pengindraan, yaitu merupakan suatu proses yang
berwujud yang diterimanya stimulus oleh individu melalui alat
reseptornya (Irwanto, 2004: 71).
Adapun keluarga adalah kelompok sosial kecil yang terdiri
dari suami, istri beserta anak-anaknya yang belum menikah.
Keluarga, lazimnya juga disebut rumah tangga, yang merupakan
-
11
unit terkecil dalam masyarakat sebagai wadah dan proses
pergaulan hidup (Soekanto, 2004: 1).
1.5.2.2. Bimbingan Kerohanian
Menurut Walgito (1989: 4), “Bimbingan adalah bantuan
atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan
individu dalam menghadapi atau mengatasi kesulitan-kesulitan di
dalam kehidupannya, agar individu atau sekumpulan individu itu
dapat mencapai kesejahteraan hidupnya”
Dengan memperhatikan rumusan tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa bimbingan merupakan pemberian bantuan
yang diberikan kepada individu guna mengatasi berbagai
kesukaran di dalam kehidupannya, agar individu itu dapat
mencapai kesejahteraan hidupnya. Adapun yang di maksud
bimbingan kerohanian adalah proses pemberian bantuan terhadap
individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk
Allah sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di
akhirat (Musnamar, 1992: 5).
1.5.3. Definisi Operasional
Persepsi keluarga pasien yaitu aktivitas yang terintegrasi yang
mencakup perasaan, pengalaman, kemampuan berfikir individu
(keluarga pasien) terhadap suatu hal yang dipersepsikan yaitu
pelayanan bimbingan yang diberikan rumah sakit pada pasien.
Sedangkan bimbingan kerohanian adalah proses pemberian bantuan
-
12
terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan
petunjuk Allah sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia
dan di akhirat
1.5.4. Sumber Data
Sumber data adalah sesuatu yang dapat memberikan
informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini (Hadi, 1986: 70).
Sumber data dalam penelitian dikelompokkan menjadi dua, yaitu
sumber data primer dan data sekunder.
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah data yang di peroleh secara
langsung dari obyek penelitian yang menggunakan alat
pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada obyek
sebagai sumber informasi yang di cari. (Azwar, 1999 : 36).
Sumber data primer dalam penelitian ini penulis dapatkan dari
keluarga pasien, dan pelayanan rohani Islam Rumah Sakit
Roemani dan Rumah Sakit Islam Sultan Agung.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang tidak langsung di
peroleh peneliti dari obyek peneliti (Azwar, 1993 : 36). Adapun
sumber data sekunder terdiri dari dua sumber yakni literer dan
nonliterer. Sumber data literer antara lain buku, dan karya-karya
ilmiah lainnya. Sumber data nonliterer: monografi Rumah Sakit
Roemani dan Rumah Sakit Islam Sultan Agung.
-
13
1.5.5. Populasi dan Sampel
1.5.5.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang
akan diteliti (Arikunto, 2002: 109). Dalam hal ini populasinya
adalah 10 keluarga pasien rawat inap Rumah Sakit Roemani
dan 10 keluarga pasien Rumah Sakit Islam Sultan Agung.
Dalam hal ini menggunakan snowball sampling. Dengan tiga
kategori: anak-anak, remaja dan orang tua.
1.5.5.2.Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang akan
diteliti (Arikunto, 2002: 109). Populasi penelitian yang
dimaksud adalah 10 keluarga pasien Rumah Sakit Roemani dan
10 keluarga pasien Rumah Sakit Islam Sultan Agung.
1.5.6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam
penelitan ini adalah field research atau penelitian lapangan yang
dimulai tanggal 2 Mei 2008 – 10 Juni 2008. Penelitian ini
ditempuh untuk mendapatkan data primer. Sedangkan data
sekunder yang dapat menunjang penelitian ini yaitu dengan
library research atau riset kepustakaan, yaitu pengumpulan data
dengan cara melakukan penulisan terhadap buku dan macam-
macam tulisan yang berkaitan dengan penelitian (Singarimbun
dan Efendi, 1987:45). Untuk melakukan; field research
-
14
selanjutnya penulis melakukan langkah-langkah pengumpulan
data dengan menggunakan teknik sebagai berikut:
1. Observasi
Metode Observasi yaitu metode pengumpulan data yang
dilakukan dengan jalan mengadakan pengamatan dan pencatatan
secara sistematis fenomena-fenomena yang diselidiki (Hadi,
1986: 70). Metode ini digunakan untuk meneliti dan
mengobservasi secara langsung gejala-gejala yang ada kaitannya
dengan pokok masalah yang ditemukan di lapangan untuk
memperoleh keterangan tentang persepsi keluarga pasien terhadap
pelayanan bimbingan kerohanian pasien keluarga Rumah Sakit
Roemani dan Rumah Sakit Islam Sultan Agung.
2. Wawancara
Metode wawancara yaitu suatu metode pengumpulan data
dengan mengajukan pertanyaan secara langsung kepada seseorang
yang berwenang tentang suatu masalah (Arikunto, 1993 : 104).
Dalam hal ini penulis melakukan wawancara secara langsung
kepada keluarga pasien Rumah Sakit Roemani dan Rumah Sakit
Islam Sultan Agung. .
3. Dokumentasi
yaitu cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis
(dokumen) yang berupa arsip-arsip yang ada hubungannya
dengan penelitian ini (Hadi, 1973 : 133). Metode dokumentasi ini
-
15
digunakan untuk memperoleh data yang ada kaitannya dengan
persepsi keluarga pasien Rumah Sakit Roemani dan Rumah Sakit
Islam Sultan Agung.
1.5.7. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya dalam suatu pola, dan satuan uraian dasar
setelah data terkumpul kemudian dikelompokkan dalam satuan
kategori serta di analisis secara kualitatif (Moleong, 1993 : 103)
Adapun metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif
komparatif dengan tujuan membandingkan pelayanan bimbingan
kerohanian terhadap pasien di Rumah Sakit Roemani dan Rumah
Sakit Islam Sultan Agung.
1.6.Sistematika Penulisan
Penulisan ini menggunakan sistematika sebagai berikut:
Bab kesatu pendahuluan, memuat: latar belakang, perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teoritik, metode
penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab kedua arti penting bimbingan rohani bagi orang sakit yang
meliputi (pengertian bimbingan kerohanian, materi bimbingan kerohanian,
metode bimbingan kerohanian, pentingnya bimbingan rohani bagi orang
sakit).
Bab ketiga berisi rumah sakit Roemani dan rumah sakit Islam Sultan
Agung yang meliputi gambaran umum rumah sakit Roemani dan rumah sakit
-
16
Islam Sultan Agung (sekilas sejarah berdirinya rumah sakit Roemani dan
rumah sakit Islam Sultan Agung, letak geografis, fasilitas pelayanan),
pelayanan bimbingan kerohanian, persepsi keluarga pasien terhadap pelayanan
bimbingan kerohanian.
Bab keempat berisi analisis persepsi keluarga pasien terhadap
pelayanan bimbingan kerohanian yang meliputi analisis pelayanan bimbingan
kerohanian rumah sakit Roemani dan rumah sakit Islam Sultan Agung,
analisis persepsi keluarga pasien terhadap pelayanan bimbingan kerohanian.
Bab kelima merupakan penutup yang berisi: kesimpulan; saran-saran
dan penutup yang dianggap penting.
-
17
BAB II
TINJAUAN UMUM PERSEPSI KELUARGA DAN BIMBINGAN
KEROHANIAN
2.1 Persepsi Keluarga
2.1.1 Pengertian Persepsi Keluarga
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 863) persepsi
berarti tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau proses
seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancainderanya. Menurut
Chaplin (1993: 358) persepsi adalah proses mengetahui atau mengenali
objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera.
Secara terminologi, terdapat beberapa rumusan tentang
persepsi, di antaranya menurut Walgito (1983: 46) persepsi adalah
proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang
diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu
yang berarti, dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri
individu. Sejalan dengan pengertian tersebut, menurut Mubarok (1999:
109) persepsi adalah proses memberi makna pada sensasi sehingga
manusia memperoleh pengetahuan baru. Karena itu menurut Sarwono
(1996: 39) persepsi adalah kemampuan untuk membeda-bedakan,
mengelompokkan, memfokuskan atau kemampuan untuk
mengorganisasikan pengamatan.
-
18
Menurut Najati (2005: 195) persepsi merupakan fungsi yang
penting dalam kehidupan. Dengan persepsi, makhluk hidup dapat
mengetahui sesuatu yang akan mengganggunya sehingga ia pun dapat
menjauhinya, juga dapat mengetahui sesuatu yang bermanfaat
sehingga ia pun dapat mengupayakannya.
Individu mengenal dunia luarnya dengan menggunakan alat
indranya. Bagaimana individu dapat mengenali dirinya sendiri maupun
keadaan sekitarnya. Hal ini berkaitan dengan persepsi (perception).
Melalui stimulus yang diterimanya, individu akan mengalami persepsi.
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh pengindraan,
yaitu merupakan suatu proses yang berwujud yang diterimanya
stimulus oleh individu melalui alat reseptornya (Irwanto, 2004: 71).
Namun proses itu tidak berhenti sampai di situ saja, melainkan
stimulus itu diteruskan ke pusat susunan syaraf, yaitu otak dan
terjadilah proses psikologis, sehingga individu menyadari apa yang ia
lihat, apa yang ia dengar dan sebagainya. Dengan kata lain, individu
tersebut mengalami persepsi (Walgito, 1989: 53).
Dari definisi di atas dapat diambil pengertian, bahwa persepsi
adalah aktivitas yang terintegrasi yang mencakup perasaan,
pengalaman, kemampuan berfikir individu terhadap suatu hal yang
dipersepsikan.
Dalam hubungannya dengan pengertian keluarga, bahwa dalam
setiap masyarakat manusia, pasti akan dijumpai keluarga. Keluarga
-
19
merupakan kelompok sosial kecil yang terdiri dari suami, istri beserta
anak-anaknya yang belum menikah. Keluarga, lazimnya juga disebut
rumah tangga, yang merupakan unit terkecil dalam masyarakat sebagai
wadah dan proses pergaulan hidup (Soekanto, 2004: 1). Keluarga
merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan manusia,
tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial di dalam
hubungan interaksi dengan kelompoknya (Gerungan, 1978: 180).
Keluarga mempunyai peranan penting untuk membantu pertumbuhan
dan perkembangan jasmani anak serta menciptakan kesehatan jasmani
dan rohani yang baik (Ramayulis, 1990: 79).
Keluarga merupakan kelembagaan (institusi) primer yang
sangat penting dalam kehidupan manusia, baik sebagai individu
maupun masyarakat (Suhendi dan Wahyu, 2001: 5). Sebenarnya
keluarga mempunyai fungsi yang tidak hanya terbatas selaku penerus
keturunan saja. Dalam bidang pendidikan, keluarga merupakan sumber
pendidikan utama, karena segala pengetahuan dan kecerdasan
intelektual manusia diperoleh pertama-tama dari orang tua dan anggota
keluarganya (Gunarsa, 1986: 1).
Dengan demikian yang dimaksud persepsi keluarga pasien
yaitu aktivitas yang terintegrasi yang mencakup perasaan, pengalaman,
kemampuan berfikir individu (keluarga pasien) terhadap suatu hal
yang dipersepsikan yaitu pelayanan bimbingan yang diberikan rumah
sakit pada pasien.
-
20
2.1.2 Syarat dan Proses Terjadinya Persepsi
Agar individu dapat menyadari dan mengadakan persepsi,
maka harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Adanya objek yang dipersepsikan
Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau
reseptor. Stimulus dapat datang dari luar langsung mengenai alat
indera (reseptor), dapat datang dari dalam yang langsung mengenai
syaraf penerimaan (sensoris) yang bekerja sebagai reseptor.
b. Alat indera atau reseptor
Alat indera atau reseptor adalah merupakan alat untuk
menerima stimulus. Di samping itu, harus ada pula syaraf sensoris
sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke
pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran dan sebagai
alat untuk mengadakan respons yang diperlukan syaraf motoris.
c. Menyadari pentingkan perhatian
Untuk menyadari atau mengadakan persepsi sesuatu
diperlukan pula adanya perhatian. Perhatian merupakan langkah
pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan persepsi. Tanpa
perhatian tidak akan terjadi persepsi. Dari hal tersebut di atas dapat
disimpulkan, bahwa untuk mengadakan persepsi harus memenuhi
syarat sebagai berikut:
1) Fisik atau kealaman
2) Fisiologis
-
21
3) Psikologis
Sehubungan dengan syarat-syarat di atas, maka proses terjadinya
persepsi adalah sebagai berikut:
a. Diawali dengan objek yang menimbulkan persepsi dan stimulus
mengenai alat indera atau reseptor. Proses ini dinamakan proses
kealaman (fisik).
b. Stimulus yang diterima oleh alat indera dilanjutkan oleh syaraf
sensoris ke otak. Proses ini dinamakan proses fisiologis.
c. Kemudian terjadilah suatu proses ke otak, sehingga individu dapat
menyadari apa yang ia terima dengan reseptor itu, sebagai suatu akibat
dari stimulus yang diterimanya. Proses yang terjadi dalam otak atau
pusat kesadaran itulah yang dinamakan proses psikologis. Dengan
taraf terakhir dari proses persepsi adalah individu menyadari tentang
apa yang diterima melalui alat indera atau reseptor.
Proses persepsi psikologis adalah proses terakhir dari persepsi dan
merupakan persepsi yang sebenarnya. Respons sebagai akibat dari persepsi
dapat diambil oleh individu dalam berbagai macam bentuk.
Keadaan menunjukkan, bahwa individu tidak hanya dikenal satu
stimulus saja, melainkan individu dikenal berbagai macama stimulus yang
ditimbulkan oleh keadaan sekitar, tetapi tidak semua stimulus itu
mendapatkan respon individu. Secara skematis proses terjadinya persepsi
dapat dikemukakan sebagai berikut:
-
22
St
St St
St St
Sp Respon
Fi Fi
Fi Fi
Fi
St = stimulus (faktor luar)
Fi = faktor intern (dalam)
Sp = struktur pribadi (organisme)
Skema tersebut memberikan gambaran, bahwa individu menerima
bermacam-macam stimuli yang datang dari lingkungannya. Tetapi tidak
semua stimulus akan diberikan responsnya. Hanya beberapa stimulus yang
menarik individu yang akan diberikan respons. Individu mengadakan
seleksi stimulus mana yang akan diberikan respons. Sebagai akibat dari
stimulus yang dipilih dan diterima oleh individu, individu menyadari dan
memberikan respons sebagai reaksi terhadap stimulus tersebut.
Skema di atas dapat dilanjutkan sebagai berikut:
L S O R L
L = Lingkungan
S = Stimulus
O = Organisme atau individu
R = Respons atau reaksi
Dari skema di atas dapat dipahami, bahwa tidak semua stimulus
akan direspon oleh individu. Respons diberikan oleh individu terhadap
stimulus yang ada persesuaian atau yang menarik individu. Dengan
-
23
demikian, maka yang dipersepsikan oleh individu selain tergantung pada
stimulusnya juga tergantung kepada keadaan individu itu sendiri. (Bimo:
56)
2.1.3 Prinsip-Prinsip dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa persepsi adalah
organisasi pengamatan. Oleh karena itu, dalam persepsi mengikuti
beberapa prinsip sebagai berikut:
a. Wujud dan latar
Wujud dan latar adalah objek-objek yang diamati di sekitar
individu sebagai wujud (figure) dengan hal-hal lainnya sebagai latar
(ground). Misalnya, ketika seseorang melihat sebuah meja dalam
kamar, maka meja itu akan tampil sebagai wujud, sedangkan benda-
benda lain yang ada dalam kamar itu akan menjadi latar.
b. Pola Pengelompokan
Pola pengelompokkan adalah hal-hal tertentu yang cenderung
dikelompok-kelompokkan dalam persepsi itu (Sarwono, 1996: 39)
Di depan telah dipaparkan bahwa apa yang ada dalam diri
individu akan mempengaruhi dalam individu mengadakan persepsi, ini
merupakan faktor internal. Di samping itu masih ada faktor lain yang
dapat mempengaruhi dalam proses persepsi, yaitu faktor stimulus itu
sendiri dan faktor lingkungan di mana persepsi itu berlangsung, dan ini
merupakan faktor eksternal. Stimulus dan lingkngan sebagai faktor
-
24
eksternal dan individu sebagai faktor internal saling berinteraksi dalam
individu mengadakan persepsi.
Agar stimulus dapat dipersepsikan, maka stimulus harus cukup
kuat, stimulus harus melampaui ambang stimulus, yaitu kekuatan
stimulus yang minimal tetapi sudah dapat menimbulkan kesadaran,
sudah dapat dipersepsi oleh individu. Kejelasan stimulus akan banyak
berpengaruh dalam persepsi. Stimulus yang kurang jelas, stimulus yang
berwayuh arti, akan berpengaruh dalam ketepatan persepsi lebih terletak
pada individu yang mengadakan persepsi, karena benda-benda yang
dipersepsi tersebut tidak ada usaha untuk mempengaruhi yang
mempersepsi. Hal tersebut akan berbeda bila yang dipersepsi itu
manusia.
Mengenai keadaan individu yang dapat mempengaruhi hasil
persepsi datang dari dua sumber, yaitu yang berhubungan dengan segi
kejasmanian, dan yang berhubungan dengan segi psikologis. Bila sistem
fisiologisnya terganggu, hal tersebut akan berpengaruh dalam persepsi
seseorang, sedangkan segi psikologis seperti telah dipaparkan di depan,
yaitu antara lain mengenai pengalaman, perasaan, kemampuan berpikir,
kerangka acuan, motivasi akan berpengaruh pada seseorang dalam
mengadakan persepsi.
Lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi
stimulus juga akan berpengaruh dalam persepsi, lebih-lebih bila objek
persepsi adalah manusia. Objek dan lingkungan yang melatarbelakangi
-
25
objek merupakan kebulatan atau kesatuan yang sulit dipisahkan. Objek
yang sama dengan situasi sosial yang berbeda, dapat menghasilkan
persepsi yang berbeda (Walgito, 2002: 46-47).
Sementara itu menurut Sarwono (1996 : 43-44) faktor-faktor
yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah sebagai berikut:
a. Perhatian. Biasanya kita tidak menangkap seluruh rangsang yang ada
di sekitar kita sekaligus, tetapi kita memfokuskan perhatian kita pada
satu dua obyek saja.
b. Set. Set adalah harapan seseorang akan rangsang yang akan timbul.
c. Kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan sesaat maupun yang menetap
pada diri seseorang, akan mempengaruhi persepsi orang tersebut.
Dengan demikian, kebutuhan-kebutuhan yang berbeda, akan
menyebabkan pula perbedaan persepsi.
d. Sistem Nilai. Sistem nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat
berpengaruh pula terhadap persepsi.
e. Ciri Kepribadian. Ciri kepribadian akan mempengaruhi pula
persepsi.
f. Gangguan Kejiwaan. Gangguan kejiwaan dapat menimbulkan
kesalahan persepsi yang disebut halusinasi. Berbeda dari ilusi,
halusinasi bersifat individual, jadi hanya dialami oleh penderita yang
bersangkutan saja.
-
26
2.2 Bimbingan Kerohanian
2.2.1 Pengertian Bimbingan Kerohanian
Gerakan bimbingan di Amerika Serikat dimulai dengan
bimbingan pekerjaan oleh Parsons. Gerakan ini berpengaruh besar
terhadap banyak negara, seperti Filipina, Malaysia, India, dan Indonesia
(Gunawan, 1987: 21). Karena itu perkembangan bimbingan dan
konseling di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan di negara
asalnya Amerika Serikat. Bermula dari banyaknya pakar pendidikan
yang telah menamatkan studinya di negeri Paman Sam itu dan kembali
ke Indonesia dengan membawa konsep-konsep bimbingan dan
konseling yang baru. Hal itu terjadi sekitar tahun 60-an sehingga tidak
dapat dibantah bahwa para pakar pendidikan itu telah menggunakan
dasar-dasar pemikiran yang diambil dari pustaka Amerika Serikat
(Willis, 2004: 1)
Bimbingan dapat diartikan secara umum sebagai suatu bantuan
atau tuntunan. Namun menurut Jumhur dan Surya (1975: 25 ) bahwa
untuk sampai kepada pengertian yang sebenarnya harus diingat bahwa
tidak setiap bantuan atau tuntunan dapat diartikan sebagai guidance
(bimbingan). Atas dasar itu, berbagai batasan tentang bimbingan dapat
ditemui dalam buku-buku kepustakaan. Aneka macam batasan ini
disebabkan oleh perbedaan filsafat yang mendasari penulisan buku itu.
Sering pula perbedaan itu terjadi karena para penulis buku itu tidak
sama berat penekanannya pada aspek kemanusiaan tertentu yang
-
27
menjadi pusat perhatian pembahasan mereka masing-masing. Walaupun
demikian, pada umumnya terdapat kesesuaian dalam batasan-batasan
itu. Kesesuaiannya ialah bimbingan (1) bukan pemberian arah atau
pengaturan kegiatan orang lain, (2) bukan pemaksaan pandangan
seseorang kepada orang lain, (3) bukan pengambilan keputusan bagi
orang lain, dan (4) bukan pemikulan beban orang lain. Bukan empat hal
yang baru disebutkan ini, melainkan kebalikannya. Bimbingan
merupakan bantuan yang diberikan oleh orang yang berwewenang dan
terlatih baik kepada perseorangan dari segala umur untuk (1) mengatur
kegiatannya sendiri, (2) mengembangkan pandangannya sendiri, (3)
mengambil keputusannya sendiri, dan (4) menanggung bebannya
sendiri. Demikianlah antara lain yang dikemukakan oleh Grow
sebagaimana dikutip Wijaya (1988: 88). Menurut Wijaya bimbingan
meliputi dua lapangan tugas, yakni (1) mempelajari individu manusia
untuk mengetahui kemampuan, minat, dan kepribadiannya, dan (2)
membantu individu itu untuk menempatkan dirinya dalam situasi yang
memungkinkan dia berkembang.
Menurut Walgito (1989: 4), “Bimbingan adalah bantuan atau
pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu
dalam menghadapi atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam
kehidupannya, agar individu atau sekumpulan individu itu dapat
mencapai kesejahteraan hidupnya”
-
28
Dengan memperhatikan rumusan tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa bimbingan merupakan pemberian bantuan yang
diberikan kepada individu guna mengatasi berbagai kesukaran di dalam
kehidupannya, agar individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.
Berdasarkan uraian tersebut, maka yang di maksud bimbingan
kerohanian adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar
mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah sehingga
dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat (Musnamar,
1992: 5).
2.2.2 Materi Bimbingan Kerohanian
Bimbingan Islami berkaitan dengan masalah yang dihadapi
individu, yang mungkin dihadapi individu, atau yang sudah dialami
individu. Masalah itu sendiri, dapat muncul dari berbagai faktor atau
bidang kehidupan. Jika dirinci, dengan pengelompokan, masalah-
masalah itu dapat menyangkut bidang-bidang:
1. Pernikahan dan keluarga
Anak dilahirkan dan dibesarkan (umumnya) di lingkungan
keluarga, entah itu keluarga intinya (ayah dan ibunya sendiri), entah
itu keluarga lain, atau keluarga besar (sanak keluarga). Keluarga
lazimnya diikat oleh tali pernikahan. Pernikahan dan ikatan keluarga
di satu sisi merupakan manfaat, di sisi lain dapat mengandung
mudarat atau menimbulkan kekecewaan-kekecewaan. Dalam pada
itu pernikahan dan kekeluargaan sudah barang tentu tidak terlepas
-
29
dari lingkungannya (sosial maupun fisik) yang mau tidak mau
mempengaruhi kehidupan keluarga dan keadaan pernikahan. Karena
itulah maka bimbingan dan konseling Islami kerap kali amat
diperlukan untuk menangani bidang ini.
2. Pendidikan
Semenjak lahir anak sudah belajar, belajar mengenal
lingkungannya. Dan manakala telah cukup usia, dalam sistem
kehidupan dewasa ini, anak belajar dalam lembaga formal (di
sekolah). Dalam belajar (pendidikan) pun kerapkali berbagai
masalah timbul, baik yang berkaitan dengan belajar itu sendiri
maupun lainnya. Problem-problem yang berkaitan dengan
pendidikan ini sedikit banyak juga memerlukan bantuan bimbingan
dan konseling Islami untuk menanganinya.
3. Sosial (kemasyarakatan)
Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup dan
kehidupannya sedikit banyak tergantung pada orang lain. Kehidupan
kemasyarakatan (pergaulan) ini pun kerapkali menimbulkan masalah
bagi individu yang memerlukan penanganan bimbingan dan
konseling Islami (Musnamar, 1992: 41)
4. Pekerjaan (jabatan)
Untuk memenuhi hajat hidupnya, nafkah hidupnya, dan
sesuai dengan hakekatnya sebagai khalifah di muka bumi (pengelola
alam), manusia harus bekerja. Mencari pekerjaan yang sesuai dan
-
30
membawa manfaat besar, mengembangkan karier dalam pekerjaan,
dan sebagainya, kerapkali menimbulkan permasalahan pula,
bimbingan dan konseling Islami pun diperlukan untuk
menanganinya.
5. Keagamaan
Manusia merupakan makhluk religius. Akan tetapi dalam
perjalanan hidupnya manusia dapat jauh dari hakekatnya tersebut.
Bahkan dalam kehidupan keagamaan pun kerapkali muncul pula
berbagai masalah yang menimpa dan menyulitkan individu. Hal ini
memerlukan penanganan bimbingan dan konseling Islami. Sudah
barang tentu masih banyak bidang yang digarap bimbingan dan
konseling Islami di samping apa yang tersebut di atas. (Faqih, 2001:
45).
Berdasarkan uraian tersebut bimbingan kerohanian dapat
membantu menanggulangi rasa putus asa terhadap pasien rawat inap,
karena bimbingan kerohanian dapat dijadikan sarana untuk membangun
sikap optimisme pada pasien yang mengalami penderitaan akibat
penyakitnya.
2.2.3. Metode Bimbingan Kerohanian
Dalam pengertian harfiyyah, metode adalah jalan yang harus
dilalui untuk mencapai suatu tujuan, karena kata metode berasal dari
meta yang berarti melalui dan hodos berarti jalan (M. Arifin, 1994: 43).
Metode lazim diartikan sebagai jarak untuk mendekati masalah sehingga
-
31
diperoleh hasil yang memuaskan, sementara teknik merupakan
pernerapan metode tersebut dalam praktek. Dalam pembicaraan ini akan
melihat bimbingan sebagai proses komunikasi .Oleh karenanya, berbeda
sedikit dari bahasan-bahasan dalam berbagai buku tentang bimbingan,
metode bimbingan Islami ini akan diklasifikasikan berdasarkan segi
komunikasi tersebut.
Metode bimbingan berbeda halnya dengan metode dakwah.
Sebagai kita ketahui metode dakwah meliputi : metode ceramah, metode
tanya jawab, metode debat, metode percakapan antar pribadi, metode
demonstrasi, metode dakwah Rasulullah SAW, pendidikan agama dan
mengunjungi rumah (silaturrahmi) (Syukir, 1983: 104). Demikian pula
bimbingan Islami bila diklasifikasikan berdasarkan segi komunikasi,
pengelompokannya menjadi: metode komunikasi langsung atau
disingkat metode langsung dan metode komunikasi tidak langsung atau
metode tidak langsung.
1. Metode langsung
Metode langsung (metode komunikasi langsung) adalah
metode di mana pembimbing melakukan komunikasi langsung
(bertatap muka) dengan orang yang dibimbingnya. Metode ini dapat
dirinci lagi menjadi:
a. Metode individual
-
32
Pembimbing dalam hal ini melakukan komunikasi langsung secara
individual dengan pihak yang dibimbingnya. Hal ini dapat dilakukan
dengan mempergunakan teknik:
1) Percakapan pribadi, yakni pembimbing melakukan dialog langsung
tatap muka dengan pihak yang dibimbing;
2) Kunjungan ke rumah (home visit), yakni pembimbing mengadakan
dialog dengan kliennya tetapi dilaksanakan di rumah klien
sekaligus untuk mengamati keadaan rumah klien dan
lingkungannya;
3) Kunjungan dan observasi kerja, yakni pembimbing/konseling
jabatan melakukan percakapan individual sekaligus mengamati
kerja klien dan lingkungannya.
b. Metode kelompok
Pembimbing melakukan komunikasi langsung dengan klien dalam
kelompok. Hal ini dapat dilakukan dengan teknik-teknik:
1) Diskusi kelompok, yakni pembimbing melaksanakan bimbingan
dengan cara mengadakan diskusi dengan/bersama kelompok klien
yang mempunyai masalah yang sama.
2). Karya wisata, yakni bimbingan kelompok yang dilakukan secara
langsung dengan mempergunakan ajang karya wisata sebagai
forumnya.
3). Sosiodrama, yakni bimbingan/konseling yang dilakukan dengan
cara bermain peran untuk memecahkan/mencegah timbulnya
masalah (psikologis) (Musnamar, 1992: 49-51).
4). Psikodrama, yakni bimbingan/konseling yang dilakukan dengan
cara bermain peran untuk memecahkan/mencegah timbulnya
masalah (psikologis).
5). Group teaching, yakni pemberian bimbingan/konseling dengan
memberikan materi bimbingan/konseling tertentu (ceramah)
-
33
kepada kelompok yang telah disiapkan. Di dalam bimbingan
pendidikan, metode kelompok ini dilakukan pula secara klasikal,
karena sekolah umumnya mempunyai kelas-kelas belajar.
2. Metode tidak langsung
Metode tidak langsung (metode komunikasi tidak langsung)
adalah metode bimbingan/konseling yang dilakukan melalui media
komunikasi massa. Hal ini dapat dilakukan secara individual
maupun kelompok, bahkan massal (Musnamar, 1992: 49-51).
a. Metode individual
1). Melalui surat menyurat.
2). Melalui telepon dan sebagainya
b. Metode kelompok/massal
1). Melalui papan bimbingan.
2). Melalui surat kabar/majalah.
3). Melalui brosur.
4). Melalui radio (media audio).
5). Melalui televisi.
Metode dan teknik mana yang dipergunakan dalam
melaksanakan bimbingan kerohanian, tergantung pada :
1. Masalah/problem yang sedang dihadapi/digarap.
2. Tujuan penggarapan masalah.
3. Keadaan yang dibimbing/klien.
4. Kemampuan pembimbing/konselor mempergunakan
metode/teknik.
-
34
5. Sarana dan prasarana yang tersedia.
6. Kondisi dan situasi lingkungan sekitar.
7. Organisasi dan administrasi layanan bimbingan dan konseling.
8. Biaya yang tersedia (Musnamar, 1992: 49-51).
-
35
BAB III
RUMAH SAKIT ROEMANI DAN RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN
AGUNG
3.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Roemani dan Rumah Sakit Islam Sultan
Agung
3.1.1 Sekilas Sejarah Berdirinya Rumah Sakit Roemani
Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang adalah
Rumah Sakit swasta dan merupakan salah satu dari beberapa milik
organisasi Muhammadiyah yang tersebar di seluruh Indonesia. Tujuan
organisasi Muhammadiyah mendirikan badan di bidang kesehatan
adalah mewujudkan sarana dakwah dalam rangka mengembangkan
dan mengamalkan ajaran Islam, selain dengan pelayanan sosial.
Nama Roemani diambil dari nama seorang sosiawan muslim,
yaitu Bapak H. Ahmad Roemani sebagai cikal bakal pemrakarsa
berdirinya Rumah Sakit. Beliau mewakafkan bangunan beserta
perlengkapan Rumah Sakit kepada organisasi Muhammadiyah untuk
dikelola dan dikembangkan demi kepentingan masyarakat yang
membutuhkan, terutama dalam bidang kesehatan. Organisasi
Muhammadiyah dalam mengembangkan Islam tidak hanya berfikir
masalah akhirat saja, tetapi kepeduliannya masalah sosial juga cukup
tinggi. Bangunan dan perlengkapan Rumah Sakit menjadi modal awal
Rumah Sakit Roemani yang kemudian diresmikan penggunaannya
-
36
oleh Gubernur Jawa Tengah Soeparjo Rustam pada tanggal 27 Agustus
1975 (19 Sya'ban 1395 H).
Mulai saat itulah Kotamadya Semarang telah berdiri Rumah
Sakit Islam milik organisasi Muhammadiyah (R.S. Roemani, 1988: 5).
Kotamadya Semarang hanya terdapat 2 (dua) Rumah Sakit yang
beridentitaskan Islam, yaitu Rumah Sakit Sultan Agung dan Rumah
Sakit Roemani, yang keduanya memiliki tujuan dakwah dan
pengembangan Islam.
Sebelum Rumah Sakit ini berdiri, Pimpinan Muhammadiyah
Daerah.(PMD) Kotamadya Semarang, Majelis Pembinaan
Kesejahteraan Umat (MPKU), yang pada waktu itu hanya memiliki 1
(satu) unit perencanaan keluarga (klinik KB) sebagai modal awal untuk
mendirikan Rumah Sakit dan balai pengobatan. Pada waktu itu Rumah
Sakit Roemani berada di komplek panti asuhan yatim piatu
Muhammadiyah.
Perkembangan Rumah Sakit Roemani selanjutnya mengalami
peningkatan yang ditandai dengan diresmikannya sebuah gedung baru
bantuan Presiden pada tanggal 24 Agustus 1980. Bangunan ini
berkapasitas 22 tempat tidur diperuntukkan bagi mereka yang kurang
mampu.
Rumah Sakit ini semakin lama semakin mendapat kepercayaan
dari masyarakat, terutama dari warga Muhammadiyah dan masyarakat
Kodya Semarang. Rasa kepercayaan masyarakat semakin bertambah
-
37
sehingga pada saat peresmian gedung bantuan dari bapak Presiden
tersebut ada salah satu hadirin yang ikut serta mewakafkan gedung
untuk ditempati pasien yang tergolong mampu atau untuk pasien kelas
ekonomi menengah ke atas. Beliau adalah bapak Ibrahim Djamhuri,
S.H. Kemudian pada tanggal 7 Maret 1981 diresmikanlah penggunaan
gedung tersebut oleh bapak Gubernur Soeparjo Rustam. Gedung ini
berkapasitas 8 tempat tidur dan gedung ini termasuk bangunan Rumah
Sakit Roemani kelas VIP. Dengan demikian lengkaplah ruangan yang
ada di Rumah Sakit ini mulai dari kelas ekonomi menengah ke bawah
sampai kelas ekonomi menengah ke atas (R.S. Roemani, 1988: 5).
Selain bantuan dari masyarakat tidak ketinggalan pula dari
pemerintah di mana Departemen Kesehatan telah memberi bantuan
berupa obat-obatan, mobil ambulan, perlengkapan bedah,
laboratorium, dan peralatan ronsen. Selanjutnya pada bulan Agustus
1983 menerima wakaf dari keluarga H. Hetami (pendiri surat kabar
Suara Merdeka) berupa sebuah gedung ronsen, gedung perawatan
intensif, ruang operasi, dan ruang pertemuan. Dengan berdirinya
gedung-gedung baru tersebut Rumah Sakit Roemani tampak megah
dari sebelumnya.
Sejalan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang terus
berkembang terutama di bidang kesehatan, Rumah Sakit Roemani
merasa perlu meningkatkan mutu pelayanannya. Untuk itulah maka
diprogramkan perluasan bangunan dan penyempurnaan peralatan.
-
38
Perluasan bangunan berkonsekuensi dengan dipindahnya panti asuhan
ke tempat baru yang lingkungannya lebih baik. Hal itu tidak berarti
mengabaikan kedudukan panti asuhan, tetapi justru lebih
meningkatkan harkat, sebab Rumah Sakit ini mencatat amanat bapak
Roemani bahwa penghasilan Rumah Sakit harus dimanfaatkan untuk
pengembangan Rumah Sakit dan sekaligus untuk penyantunan anak-
anak yatim dan mereka yang terlantar (R.S. Roemani, 1988:6).
Dengan motto bersih, ramah, islami, dan profesional, maka
bertepatan dengan Hari Kesehatan Nasional tanggal 12 November
1990 Rumah Sakit Roemani mendapat penghargaan dari Menteri
Kesehatan RI. Dr. II. Adyatma, M.Ph berupa Patakan Nugraha Karya
Husada tingkat II sebagai Rumah Sakit swasta kelas C, berpenampilan
terbaik dari segi manajemen Rumah Sakit dan pelayanan kesehatan.
1. Letak Geogralis
Rumah Sakit Roemani beralamat di jalan Wonodri dalam II no.
22 Semarang, berada di kelurahan Wonodri Kecamatan Semarang
Timur. Lingkungan Rumah Sakit Roemani dikelilingi pemukiman
warga kelurahan Wonodri dan Kelurahan Pleburan. Didekatnya
terdapat kampus BPLP (Balai Pendidikan Latihan Pelayaran), kampus
UNIMUS (Universitas Muhammadiyah Semarang), dan tidak jauh lagi
juga terdapat kampus Universitas Diponegoro (UNDIP).
Apotik Rumah Sakit Roemani berada di lingkungan Rumah
Sakit. Agak jauh sedikit terdapat Apotik Eriangga dan Apotik
-
39
Bangkong di jl. Mataram. Semuanya dapat dijangkau dengan mudah.
Lokasi yang terletak di tengah kota ini memudahkan hubungannya
dengan masyarakat. Walaupun letaknya di tengah kota namun keadaan
suasananya sangat tenang dan tidak bising. Di samping itu sebagai
sarana untuk melengkapi kebutuhan masyarakat maka di dalam
komplek. Rumah Sakit Roemani juga terdapat masjid untuk umum,
sedang di depan Rumah Sakit tersebut terdapat kantor sekretariat PDM
Kodya Semarang dan PWM Jawa tengah (R.S.Roemani,1988:26).
3.1.2 Sekilas Sejarah Berdirinya Rumah Sakit Islam Sultan Agung
RSI Sultan Agung Semarang pada awal berdirinya merupakan
Health Center yang pada perkembangan selanjutnya ditingkatkan
menjadi rumah sakit yaitu RSl Sultan Agung atau Medical Center
Sultan Agung. RSI Sultan. Agung merupakan lembaga pelayanan
kesehatan masyarakat dibawah naungan Yayasan Badan Wakaf Sultan
Agung.
RSI Sultan Agung Semarang yang terletak di jalan Raya
Kaligawe Km, 4 yang berdekatan dengan terminal Terboyo dan pusat
pertumbuhan industri. RSl Sultan Agung Semarang dibangun pada
tahun 1971, yang diresmikan sebagai rumah sakit umum pada tanggal
23 Oktober 1973 dengan SK dari Menkes No. 1/024/ Yan Kes/1075
tertanggal 23 Oktober 1975 diresmikan sebagai rumah sakit tipe C
(rumah sakit tipe Madya).
-
40
Sesuai dengan program YBWSA (Yayasan Badan Wakaf
Sultan Agung, untuk menjadikan RSl Sultan Agung Semarang sebagai
"Teaching Hospital, maka perlu diadakanya penambahan sarana dan
prasarana baik, berupa gedung atau bangsal, peralatan medis, maupun
man powernya.
Untuk meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan sehingga
pada bulan Agustus 2003 RSI Sultan Agung Semarang secara resmi
mengoperasikan gedung baru berlantai empat. RSI Sultan Agung
Semarang yang mempunyai motto "Sahubul Umat Menuju Sehat dan
Afiat'''. RSI Sultan Agung Semarang juga berusaha agar mampu
bersaing dengan rumah sakit lain. Di era globalisasi pelayanan, maka
manajemen berusaha menerapkan konsep-konsep manajemen mutu
terpadu dengan kualitas pelayanan terbaik-bagi pelanggan. Untuk
upaya-upaya pembenahan manajemen pelayanan medis, penunjang,
perawatan, keuangan serta peningkatan sumber daya manusia
diperbaiki secara terus menerus, sehingga dapat menghasilkan produk
yang berkualitas guna meningkatkan jumlah pasien rawat jalan dan
rawat inap.
Berbagai macam jenis pelayanan dilakukan oleh pihak rumah
sakit guna mendukung dan menyukseskan visi, misi yang telah dibuat
di masa yang akan datang. Pelayanan yang disediakan rumah sakit
pada umumnya meliputi pelayanan yang bergerak dibidang kesehatan
dan penunjang kesehatan. Namun tidak menutup kemungkinan
-
41
pelayanan dakwah juga disertakan dalam suatu kegiatan. Adapun jenis
pelayanannya adalah sebagai berikut:
a. Instalasi Pelayanan Kesehatan, meliputi :
1). Pelayanan Poliklinik Umum dan IGD (24 jam)
2). Pelayanan Poliklinik spesialis clan sub spesialis (jam 08.00-
21.00 WIB) yang terdiri dari:
a) Anak
b) Penyakit Dalam
c) Kebidanan dan kandungan
d) Badan Umum
e) THT
f) Mata
g) Bedah Onkologi
h) Jantung
i) Syaraf
j) Paru-paru
k) Bedah Orthopedi
1) Bedah Digesif
m) Bedah Urologi
n) Kesehatan gigi dan mulut
b. Pelayanan Penunjang Kesehatan (24 Jam)
1). Instalasi Radiologi
2). Instalasi Farmasi
-
42
3). Laboratorium Patologi Klinik
4). Fisio Terapi
5). Klinik Gizi
6). Laboratorium Patologi Anatomi
7). Klinik Psikologi
8). Lithoclast
9). CT Scan
c. Pelayanan Rawat Inap
1). VIP
2). Kelas I A
3). Kelas I B
4). Kelas II
5). Kelas III A
6). Kelas III B
d. Rehabilitasi Medik
1). Exercise Massage
2). Infra Red
3). Nebulizer
4). Ultra Sonic
5). Diathermi
e. Pelayanan lain meliputi:
1). Medical Chek up
2). Hearing Centre
-
43
3). Pelayanan Ambulance
4). Perawatan Jenazah
5). Konsultasi kerohanian
3.2 Pelayanan Bimbingan Kerohanian
3.2.1. Pelayanan Bimbingan Kerohanian Rumah Sakit Roemani
1. Unit Bina Rohani
Ciri khusus Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah
Semarang adalah adanya unit bina rohani. Keberadaaan unit ini
diharapkan ikut menunjang tercapainya visi dan misi Rumah Sakit
Roemani, yaitu memberi pelayanan kesehatan yang islami,
profesional dan bermutu dengan tetap peduli terhadap kaum
dhu'afa serta pelaksanaan amar ma'ruf nahi mungkar di Rumah
Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang.
Untuk menunjang visi dan misi tersebut, pihak Rumah
Sakit menempatkan tenaga kerja pada unit bina rohani sebanyak 7
(lima) orang, dengan perincian sebagai berikut:
- Sarjana Agama 4 orang
- D3 1 orang
- SMA 2 orang
Jumlah : 7 orang
Dalam melaksanakan amar ma'ruf nahi mungkar, unit bina
rohani (para rohaniawan) mempunyai agenda kegiatan sebagai
berikut:
-
44
a. Pembinaan rohani karyawan
1). Doa bagi karyawan
2). Pengajian bulanan
3). Pengajian hari-hari besar Islam (insidentil)
4). Konsultasi karyawan
5). Kursus meningkatkan kemampuan membaca dan terjemah Al-Quran
b. Santunan rohani pasien dan keluarga
Mengunjungi pasien yang sedang dirawat untuk memberikan bimbingan
rohani guna membantu penyembuhan dari segi mental spiritual yang
terdiri dari 2 (dua) shift, pagi dan sore.
c. Perawatan terhadap pasien khusnul khotimah dan pemulasaraan jenazah.
d. Pelayanan perpustakaan agama baik bagi karyawan maupun pasien
Secara umum kegiatan rohaniawan dapat dilihat pada tabel di bawah
ini:
Tabel 1
Jadual Bimbingan Kerohanian
No. Shift Jam Jenis Kegiatan Keterangan
1 Pagi 07.00-08.00
08.30-10.00
10.00-11.00
11.30-12.00
12.00-12.15
12.30-13.00
12.30-13.45
Bimbingan do'a pagi
Santunan rohani pasien
Musik kunjungan pasien
Pengajian al-Qur'an
Panggilan shalat dhuhur
Pengumuman waktu
kunjungan habis
Santunan rohani karyawan
Lt II OPD Ruang pasien
Audio
Audio
Audio
Audio
Ruangan
-
45
2 Siang 14.00-14.45
15.00-15.30
15.30-17.00
17.00-17.30
17.45-18.00
18.00-18.30
19.00-19.30
19.30-20-30
Checking ke ICU, PICU
Panggilan rohani pasien
Panggilan rohani pasien
Musik kunjungan pasien
Pengajian al-Qur'an
Panggilan shalat maghrib
Panggilan shalat isya' Audio
Waktu kunjungan habis/ sift
rohani karyawan
Ruangan
Audio
Ruangan
Audio
Audio
Audio
Audio
Audio
3 Malam 21.00-21.30
21.30-22.30
03.45-04.00
04.30-05.30
05.30-06.45
Checking ke ICU, PICU
Santunan rohani karyawan
Pengajian al-Qur'an
Ceramah agama
Santunan rohani pasien
Ruangan
Ruangan
Audio
Audio
Ruangan
2. Sarana dan Fasilitas Rohaniawan
Sarana dan fasilitas rohaniawan meliputi peralatan bimbingan
kerohanian. Adapun peralatan saat melakukan bimbingan di antaranya
adalah :
a. Buku pedoman pasien, di dalamnya meliputi tuntunan atau tata cara
shalat bagi pasien, tayamum maupun do'a khusus bagi pasien rawat
inap.
b. Media audio, digunakan rohaniawan saat melakukan panggilan shalat
maupun pengajian al-Qur'an dan musik-musik islami.
c. Ruangan khusus rohaniawan.
d. Perpustakaan, meliputi buku-buku dan majalah-majalah.
-
46
Sarana dan fasilitas tentu tidak selamanya mengalami proses yang
lancar, adakalanya .pasien yang diberikan bimbingan senang ketika
menerima bimbingan, namun ada juga pasien yang tidak suka dan benci
ketika mendapatkan bimbingan. Ini merupakan salah satu hambatan ketika
melakukan bimbingan kerohanian.
Oleh karena itu sarana dan fasilitas rohaniawan dalam bimbingan
kerohanian perlu ditingkatkan dalam pengamalannya, artinya sarana dan
fasilitas rohaniawan benar-benar dimanfaatkan, seperti buku-buku
panduan bagi pasien, dalam hal ini rohaniawan perlu memberikan
bimbingan tentang cara ibadah dan lain sebagainya. Selain buku panduan,
juga ada sarana dan fasilitas lain yang perlu diperhatikan sebagai
penunjang bimbingan kerohanian.
3.2.2. Pelayanan Bimbingan Kerohanian Rumah Sakit Islam Sultan
Agung
Jumlah dan jenis tenaga RSI Sultan Agung Semarang
berdasarkan data kepegawaian pada tahun 2007 sebagai berikut:
Tabel.2
Jumlah dan Jenis Tenaga RSI Sultan Agung Semarang Pada Tahun 2007
No. Jenis Tenaga Jumlah Prosentase 1 Tenaga Medis 67
(20,5%)
Dokter Gigi Dokter Spesialis Dokter Umum
2 63 2
2 Tenaga Keperawatan 118 Sarjana Keperawatan
Sarjana Kesehatan Masyarakat
D III Keperawatan
1
1
79
-
47
D III Kebidanan
SPK + Pendidikan Bidan 1 Tahun
SPK
SPR (Sekolah Pengatur Rawat)
PKU, PKE, PKC
Pembantu Perawat
Juru Kesehatan
7
3
8
5
9
3
2
3 Tenaga Kesehatan Non
Keperawatan
31
(9,48 %)
Sarjana Apoteker
D III Gizi
D III Analis Kesehatan
Analis Kesehatan (AAK)
SMF
Dili Fisio Terapi
Dili Rekam Medis
AKPRO (Akademi Radiologi)
SPRG (Sekolah Perawat Gigi)
ARO (Akademi Retaksi Optik)
2
2
6
2
8
1
2
5
1
2
4 Tenaga Non Kesehatan 111
(33,95%)
Sarjana Ekonomi
Sarjana Hukum
Sarjana Agama
D III Ekonomi
SLTA
SMKK
SLTP
Baby Sister
SD
3
2
2
3
28
6
33
10
24
Jumlah 327 100%
Bimbingan kerohanian yang dilaksanakan oleh rohaniawan RSI
Sultan Agung Semarang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Proses Bimbingan terhadap Pasien di RSI Sultan Agung Semarang
Yang direalisasikan Oleh Rohaniawan
Proses pelaksanaan Bimbingan terhadap pasien dilakukan oleh
rohaniawan pada waktu pertama kali pasien masuk rumah sakit, dan
akan diulangi lagi pada hari-hari berikutnya apabila dirasa perlu.
-
48
Bimbingan kerohanian bertujuan untuk menyadarkan penderita agar dia
dapat memahami dan menerima cobaan yang dideritannya secara ikhlas
serta meringankan problem kejiwaan yang sedang dideritanya.
Dengan pendekatan tersebut pasien dapat diberi pengertian dan
kesadaran terhadap adanya hubungan dengan nilai keimanannya. Dalam
hal ini rohaniawan memberikan nasehat dan bimbingan keagamaan
kepada pasien untuk menambah iman dan tawakal kepada Allah,
disamping itu juga rohaniawan menuntun dan meningkatkan tentang
ibadah serta untuk selalu berdo'a.
Adapun bagi pasien yang mau menjalankan operasi akan
mendapatkan perawatan yang lebih intensif, karena biasanya pasien
yang akan menjalankan operasi clown mentalnya, sehingga dengan
adanya Bimbingan dan Penyuluhan Islam yang dilakukan rohaniawan
bisa membantu mengembalikan kepercayaan bagi pasien, dan
setidaknya pasien akan merasa tenang. Hal senada diungkapkan oleh
Kurnia, yaitu Kepala Perawat lantai 3 dan 4 (25 Juni 2008) bahwa
dengan adanya Bimbingan dan Penyuluhan Islam dapat membesarkan
hati pasien yang tentunya hal tersebut dapat membantu untuk
memotivasi kesembuhan pasien hal serupa juga diungkapkan oleh Dina
(25 Juni 2005) salah seorang perawat lantai 3.
Sedangkan bagi pasien yang tak sadarkan diri atau dalam kondisi
kritis (sakaratul maut) pasien diarahkan untuk lebih mempersiapkan diri,
dengan cara:
-
49
a. Dengan berdo'a bersama atau dido'akan
b. Dituntun untuk mengucapkan kalimat Allah semampunya
c. Dibacakan ayat suci al-Qur'an biasanya surat Yasin
d. Pasien diarahkan kekiblat
Ini semua dilaksanakan dengan tujuan kalaulah pasien tersebut
diberi kesembuhan biarlah lekas sembuh tetapi kalau meninggal mudah-
mudahan meninggal dengan Khusnul Khatimah. Secara psikologis
keadaan pasien bisa dikatakan dalam keadaan tertekan dan seakan-akan
tidak bisa berbuat sesuatu hal, sehingga mereka merupakan sekelompok
orang yang sangat bergantung pada banyak hal terutama masalah
kesehatan kepada rumah sakit, dalam keadaan jiwa tertekan itulah maka
perlu adanya Bimbingan dan Penyuluhan Islam di rumah sakit.
Sebagai ilustrasi kasus, dari 40 responden, penulis akan
memaparkan beberapa contoh para pasien yang telah mendapatkan
bimbingan kerohanian, dan berhasil penulis wawancarai dengan kondisi
penyakit yang berbeda-beda.
Pertama, ibu Ng (17 Juni 2008) adalah seorang ibu rumah tangga
berumur 42 tahun, tinggal di Demak dan suaminya bekerja sebagai
buruh pabrik dengan penghasilan yang pas-pasan untuk menghidupi
keluarganya, bahkan sering mengalami kekurangan. Sebenarnya ibu Ng
sudah lama menderita gangguan pada matanya tetapi enggan untuk
memeriksakan diri karena keadaan ekonomi yang pas-pasan, namun jika
tidak dibawa ke dokter atau rumah sakit dikhawatirkan kondisinya akan
-
50
semakin parah, maka pada tanggal 16 Juni 2008 dia dibawa ke RSI
Sultan Agung Semarang oleh suaminya, dalam masa perawatannya di
rumah sakit, ibu Ng dan suaminya merasa cemas dengan masalah
pembayaran. Hal semacam ini dapat membuat ibu Ng semakin
terganggu psikologisnya dan tentunya akan berdampak pada proses
kesembuhannya. Menyikapi hal demikian, rohaniawan memberikan
bimbingan sebagai berikut;
1. Rohaniawan menganjurkan pada ibu Ng dan keluarga untuk
memasrahkan permasalahannya pada Allah SWT. dan yakin bahwa
semua ini merupakan ujian dari Allah dan pasti ada hikmahnya.
2. Rohaniawan mendoakan supaya sakit yang dideritanya cepat
sembuh.
3. Rohaniawan mengingatkan untuk tidak memikirkan tentang masalah
pembiayaan karena dari pihak RSI Sultan Agung Semarang
memberikan keringanan kepada para pasien yang benar-benar tidak
mampu.
4. Rohaniawan mengajarkan pada ibu Ng dan keluarganya untuk
berdo'a dan berdzikir sendiri, karena dengan doa dan dzikir Insya
Allah hati akan menjadi tenang.
Bimbingan yang diberikan pada ibu ternyata berhasil, hal ini bisa
dilihat bahwa ibu Ng dan keluarganya terlihat lebih sabar dan tenang
serta memasrahkan dirinya pada Allah. Kedua, Pak Bm (22 Juni 2008)
adalah seorang bapak yang masih muda berusia 28 tahun warga Genuk
-
51
Semarang, dia masuk RSI Sultan Agung Semarang sejak 19 Juni 2008
karena jari tangannya terkena mesin pemotong kertas di tempat kerjanya
dan terpotong dan dia hams kehilangan dua jarinya. Pak Bm yang
merasa dirinya masih muda merasa ada yang kurang pada dirinya dan
tidak percaya diri lagi, tapi yang paling memprihatinkan adalah dia
selalu meratapi dirinya seolah-olah tidak percaya pada apa yang terjadi
padanya. Menyikapi hal demikian, Rohaniawan memberikan bimbingan
sebagai berikut:
1. Rohaniawan mengajak keluarganya untuk berdoa bersama supaya
Pak Bm lekas sembuh.
2. Rohaniawan mengingatkan bahwa semua itu merupakan ujian dari
Allah dan pastilah ada hikmahnya dibalik semua itu.
3. Rohaniawan mengingatkan bahwa dalam kondisi yang demikian
untuk selalu tetap tegar dalam menghadapi kehidupan karena masih
banyak orang-orang yang sayang dan membutuhkannya yaitu
keluarga, teman dan sebagainya.
4. Rohaniawan menganjurkan pada keluarga pak Bm untuk
memberikan support untuk membesarkan hatinya.
5. Rohaniawan menganjurkan pada pak Bm untuk selalu berdoa dan
berdzikir.
Bimbingan yang diberikan pada pak Bm ternyata tidak sia-sia,
terbukti pada hari-hari berikutnya, dia sudah terlihat tenang dan dapat
menerima ketentuan dari Allah.
-
52
Ketiga, seorang eksekutif muda bernama F dengan badan yang
sehat, olah raga tidak pernah lalai dan makanannya teratur. Tetapi
bekerja sangat berlebihan, dan kurang istirahat. Akibatnya jatuh sakit,
dan dirawat di rumah sakit. Hasil pemeriksaan dokter menunjukkan
fungsi otak terganggu karena adanya gangguan sirkulasi darah di otak,
hal itu menunjukkan bahwa F terkena stroke dan lumpuh sebelah.
Akibatnya tubuh yang tadinya energik menjadi invalid, tidak bisa
mengerjakan apa-apa.
Dari suatu keadaan yang penuh pekerjaan menjadi tidak berdaya
apa-apa. Dengan kondisi yang seperti itu F mengalami gangguan
kejiwaan golongan depresi karena ketidakpastiannya menghadapi
kondisi yang seolah-olah menjadikannya terbelenggu atau terpenjara.
Dia mengalami gangguan penyesuaian, F tidak mampu menyesuaikan
diri dengan keadaan itu, dan timbul pikiran bahwa F tidak berguna lagi
atau tidak berarti lagi. Dengan demikian selain terapi medis dari dokter
dan terapi psikiatri maupun fisioterapi, F juga menerima terapi
psikoreligius dari rohaniawan. Secara garis besar terapi psikoreligius
yang diberikan kepada F adalah sebagai berikut:
1. Bahwa musibah yang dialaminya, hendaknya dianggap sebagai
cobaan, dan setiap musibah yang dialami pasti ada hikmahnya.
2. Menerima kenyataan atau pasrah terhadap nasib yang sedang
dialami, supaya terhindar dari stres.
-
53
3. F diminta lebih khusyu' dalam menjalankan ibadah sholat baik
fardlu maupun sunnah, setelah selesai sholat dianjurkan untuk
berdoa dan berdzikir setiap usai sholat. Hal ini perlu dilakukan
sebagaimana firman Allah:
اَلِة ِإنَّ الّلَه َمَع الصَّاِبرِيَن يَا أَي َُّها الَِّذيَن آَمُنوْا اْسَتِعينُ ْْبِ َوالصَّ وْا بِالصَّ (153)البقرة:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman mintalah pertolongan kepada
Allah dengan sabar dun Shalat. Sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang sabar " (Q.S. 2: 153).
Terapi gabungan antara medis-psikiatris dan agama terbukti
membuahkan hasil secara berangsur, kecemasan dan kegelisahan F
berkurang, demikian puia pemeriksaan dokter menunjukkan perbaikan,
hingga akhirnya kesehatan fisik dan mentalnya pulih kembali.
"Bekerja yang sangat berlebihan atau melampaui batas
kemampuan manusia normal, dan kurangnya istirahat atau istilah
populernya workaholic, akan mengakibatkan kelemahan pada tubuh
terutama pada otak yang akhirnya akan mudah sekali jatuh sakit. Kasus
F di atas adalah salah satu contoh, bimbingan penyuluhan Islam yang
diamalkan F telah membuahkan hasil, yaitu pulihnya kepercayaan din
dan optimisme, sehingga dapat meningkatkan kekebalan (imunitas)
tubuh, dengan demikian proses penyembuhan penyakit lebih cepat dan
terhindar dari berbagai komplikasi. Sungguh hidup ini adalah ibadah,
pekerjaan yang diberikan merupakan amanah yang dititipkan Allah Swt
kepada kita. Dengan kekuatan iman dan takwa, selalu ingat kepada-Nya
-
54
(shalat, berdoa dan berdzikir), maka dalam menghadapi berbagai macam
problem kehidupan pasien da