pikiran rakyatpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/06/... · 2010. 6. 24. · bupati bantul...

2
Pikiran Rakyat o Senin o Selasa o Rabu • Kamis () Jumat o Sabtu o Minggu 2 3 4 5 6 7 8 ~10 11 12 13 14 15 18 19 20 21 22 23 25 26 27 28 29 30 OPeb o Mar OApr OMei eJun OJul OAgs OSep OOkt ONov Fenomena "Incumben.t" dan A tlS Oleh M.Z. AL-FAQIH P EMILIHAN umum kepala daerah (pemilu- kada) pada 2010 ini akan diselenggarakan 244 kali. Dari jumlah tersebut, 7 pemilukada tingkat provinsi (pemi- lihan gubernur dan wa- kil gubernur), 202 kali pemilukada di tingkat kabupaten (pemilihan bupati), dan 35 kali pe- milukada di tingkat kota (pemiliban wali kota). Dalam perhelatan pe- milukada itu, selain pa- ra incunlbent yang mencalonkan kembali, . juga diramaikan dengan keluarga in- cumbent dan selebriti. Pemilukada seca- ra langsung membuka peluang bagi sia- pa pun yang memiliki tingkat elektabili- tas yang tinggi untuk mencalonkan diri. Elektabilitas ini berkaitan dengan apa- kah para calon dikenal oleh rakyat. Bagi para incumbent, keluarga incumbent, dan selebriti, hal ini menjadi peluang cu- kup besar dibandingkan dengan kelom- pok atau individu lain di luar mereka. Incumbent berpeluang karena selama menjabat kepala daerah mereka bisa memanfatkan birokrasi sebagai mesin politik untuk memopulerkan dirinya di . tengah-tengah rakyat yang dipimpinnya. Ditambah lagi incumbent memiliki sum- ber daya finansial berupa APBD yang bi- sa digunakan dan diselaraskan dengan kepentingan politiknya. Misalnya, mela- lui program-program pembangunan, pelayanan kepada masyarakat, dan ber- bagai pelayanan lainnya yang akan di- identikkan sebagai bagian dari program dirinya. Di saat pengidentikan ini berha- sil, popularitas yang bersangkutan akan meninggi di tengah-tengah masyarakat. Keberhasilan yang bersangkutan akan menjadi credit point untuk dapat terpi- lib kembali di pemilihan berikutnya. Selain itu, incumbent juga akan me- manfaatkan aparat birokrasi yang men- jadi bawahannya sebagai mesin politik. Para aparat birokrasi ini akan dikerah- kan untuk membuat berbagai program kerja di dinasnya masing-masing yang diselaraskan dengan kepentingan poli- tiknya. Hal ini amat mudah dilakukan karena para aparat birokrasi berkepen- tingan untuk mengamankan jabatan mereka. Dalam sistem pemerintahan daerah, kepala daerah memiliki kewe- nangan untuk mendudukkan seorang aparat birokrasi dalam jabatan tertentu. Di sinilah letak kekuasaan yang kerap digunakan oleh kepala daerah untuk mendesain agar dirinya populer di te- ngah-tengah masyarakat. Namun, ketika pelu- ang kepala daerah untuk mencalonkan kembali sudah tidak mungkin ka- rena adanya hambatan dari sisi regulasi, biasa- nya kepala daerah in- cumbent ini tidak mun- dur dari persaingan poli- tik pemilukada. Mereka yang masih berhasrat memimpin daerahnya akan maju tidak sebagai kepala daerah tetapi menjadi wakil kepala daerah, ini dapat disaksi- kan di Kota Surabaya. Atau yang bersangkutan akan mendorong keluar- ganya untuk maju menjadi calon kepa- la daerah. Keluarga incumbent memiliki peluang dan keuntungan karena bisa mendompleng popularitas incumbent. Fenomena majunya keluarga incumbent ini dapat disaksikan dalam pemilu kepa- la daerah di berbagai daerah. Di Jawa Barat, Bupati Indramayu periode 2010- 2015 Irianto M.S. Syafiuddin yang telah dua kali menjabat sudah tidak bisa men- calonkan kembali sehingga istrinya yang akan maju sebagai bakal calon Bupati Indramayu pada Oktober mendatang. Fenomena serupa terdapat di Bantul DIY. Muncul sebagai calon adalah istri Bupati Bantul Idham Samawi, yakni Sri Suryawidati (akrab dipanggil Ida Idham Samawi). Sri yang didukung oleh Partai Amanat Nasional, Golkar, dan Partai ' Karya Perjuangan Bangsa menang dan menggantikan posisi suaminya. Feno- mena yang sama terjadi di Kepulauan Riau. Istri Gubernur Kepulauan Riau Is- meth Abdullah, yakni Aida Ismeth Ab- dullah maju menjadi calon Gubernur, meskipun ternyata kalah. Fenomena ini menjelaskan bahwa po- litik Indonesia sedang mengarah ke oli- garki, politik hanya berputar di lingkar- an pemegang kekuasaan. Fenomena ini mesti disadari masyarakat. Bila dibiar- kan, Indonesia akan semakin jauh dari cita-cita demokrasi yang subtansial. Ke- kuasaan memang menggoda. Siapa pun yang telah menjadi bagian darinya sela- lu tidak rela melepaskannya. Selebriti Fenomena menarik lainnya adalah munculnya nama-nama selebriti dalam bursa pencalonan kepala daerah. Sede- ret nama yang berhasil menjadi wakil kepala daerah antara lain Rano Karno di Kabupaten Tangerang dan Dicky Chan- dra di Kabupaten Garut. Ada pula yang gagal seperti Helmi Yahya yang gagal menjadi Wagub Sumatra Selatan, Ma- rissa Haque gagal menjadi Wagub Ban- ten, Primus Yustisio gagal menjadi Bu- Kliping Humas Unpad 2010

Upload: others

Post on 16-Nov-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pikiran Rakyatpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/06/... · 2010. 6. 24. · Bupati Bantul Idham Samawi, yakni Sri Suryawidati (akrab dipanggil Ida Idham Samawi). Sri yang

Pikiran Rakyato Senin o Selasa o Rabu • Kamis () Jumat o Sabtu o Minggu

2 3 4 5 6 7 8 ~1011 12 13 14 15

18 19 20 21 22 23 25 26 27 28 29 30

OPeb oMar OApr OMei eJun OJul OAgs OSep OOkt ONov

Fenomena "Incumben.t" dan A •tlS

Oleh M.Z. AL-FAQIH

P EMILIHANumum kepaladaerah (pemilu-

kada) pada 2010 iniakan diselenggarakan244 kali. Dari jumlahtersebut, 7 pemilukadatingkat provinsi (pemi-lihan gubernur dan wa-kil gubernur), 202 kalipemilukada di tingkatkabupaten (pemilihanbupati), dan 35 kali pe-milukada di tingkat kota(pemiliban wali kota).

Dalam perhelatan pe-milukada itu, selain pa-ra incunlbent yangmencalonkan kembali, .juga diramaikan dengan keluarga in-cumbent dan selebriti. Pemilukada seca-ra langsung membuka peluang bagi sia-pa pun yang memiliki tingkat elektabili-tas yang tinggi untuk mencalonkan diri.Elektabilitas ini berkaitan dengan apa-kah para calon dikenal oleh rakyat. Bagipara incumbent, keluarga incumbent,dan selebriti, hal ini menjadi peluang cu-kup besar dibandingkan dengan kelom-pok atau individu lain di luar mereka.Incumbent berpeluang karena selama

menjabat kepala daerah mereka bisamemanfatkan birokrasi sebagai mesinpolitik untuk memopulerkan dirinya di .tengah-tengah rakyat yang dipimpinnya.Ditambah lagi incumbent memiliki sum-ber daya finansial berupa APBD yang bi-sa digunakan dan diselaraskan dengankepentingan politiknya. Misalnya, mela-lui program-program pembangunan,pelayanan kepada masyarakat, dan ber-bagai pelayanan lainnya yang akan di-identikkan sebagai bagian dari programdirinya. Di saat pengidentikan ini berha-sil, popularitas yang bersangkutan akanmeninggi di tengah-tengah masyarakat.Keberhasilan yang bersangkutan akanmenjadi credit point untuk dapat terpi-lib kembali di pemilihan berikutnya.

Selain itu, incumbent juga akan me-manfaatkan aparat birokrasi yang men-jadi bawahannya sebagai mesin politik.Para aparat birokrasi ini akan dikerah-kan untuk membuat berbagai programkerja di dinasnya masing-masing yangdiselaraskan dengan kepentingan poli-tiknya. Hal ini amat mudah dilakukankarena para aparat birokrasi berkepen-tingan untuk mengamankan jabatanmereka. Dalam sistem pemerintahandaerah, kepala daerah memiliki kewe-nangan untuk mendudukkan seorangaparat birokrasi dalam jabatan tertentu.Di sinilah letak kekuasaan yang kerapdigunakan oleh kepala daerah untukmendesain agar dirinya populer di te-ngah-tengah masyarakat.

Namun, ketika pelu-ang kepala daerah untukmencalonkan kembalisudah tidak mungkin ka-rena adanya hambatandari sisi regulasi, biasa-nya kepala daerah in-cumbent ini tidak mun-dur dari persaingan poli-tik pemilukada. Merekayang masih berhasratmemimpin daerahnyaakan maju tidak sebagaikepala daerah tetapimenjadi wakil kepaladaerah, ini dapat disaksi-kan di Kota Surabaya.Atau yang bersangkutanakan mendorong keluar-

ganya untuk maju menjadi calon kepa-la daerah. Keluarga incumbent memilikipeluang dan keuntungan karena bisamendompleng popularitas incumbent.Fenomena majunya keluarga incumbentini dapat disaksikan dalam pemilu kepa-la daerah di berbagai daerah. Di JawaBarat, Bupati Indramayu periode 2010-2015 Irianto M.S. Syafiuddin yang telahdua kali menjabat sudah tidak bisa men-calonkan kembali sehingga istrinya yangakan maju sebagai bakal calon BupatiIndramayu pada Oktober mendatang.

Fenomena serupa terdapat di BantulDIY. Muncul sebagai calon adalah istriBupati Bantul Idham Samawi, yakni SriSuryawidati (akrab dipanggil Ida IdhamSamawi). Sri yang didukung oleh PartaiAmanat Nasional, Golkar, dan Partai 'Karya Perjuangan Bangsa menang danmenggantikan posisi suaminya. Feno-mena yang sama terjadi di KepulauanRiau. Istri Gubernur Kepulauan Riau Is-meth Abdullah, yakni Aida Ismeth Ab-dullah maju menjadi calon Gubernur,meskipun ternyata kalah.

Fenomena ini menjelaskan bahwa po-litik Indonesia sedang mengarah ke oli-garki, politik hanya berputar di lingkar-an pemegang kekuasaan. Fenomena inimesti disadari masyarakat. Bila dibiar-kan, Indonesia akan semakin jauh daricita-cita demokrasi yang subtansial. Ke-kuasaan memang menggoda. Siapa punyang telah menjadi bagian darinya sela-lu tidak rela melepaskannya.

SelebritiFenomena menarik lainnya adalah

munculnya nama-nama selebriti dalambursa pencalonan kepala daerah. Sede-ret nama yang berhasil menjadi wakilkepala daerah antara lain Rano Karno diKabupaten Tangerang dan Dicky Chan-dra di Kabupaten Garut. Ada pula yanggagal seperti Helmi Yahya yang gagalmenjadi Wagub Sumatra Selatan, Ma-rissa Haque gagal menjadi Wagub Ban-ten, Primus Yustisio gagal menjadi Bu-

Kliping Humas Unpad 2010

Page 2: Pikiran Rakyatpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/06/... · 2010. 6. 24. · Bupati Bantul Idham Samawi, yakni Sri Suryawidati (akrab dipanggil Ida Idham Samawi). Sri yang

pati Subang. Beberapa artis yang sedangberjuang adalah Emilia Contessa sebagaicalon Bupati Banyuwangi, Julia Perezsebagai calon Bupati Pacitan, dan MariaEva yang digadang-gadang untuk men-calonkan diri di Kabupaten Sidoarjo.

Mengapa sejumlah artis tertarik ter-jun ke gelanggang pemilihan umum ke-pala daerah? Ada dua alasan sederhana.Pertama; alasan yang bersandar pada si-si pragmatisme. Dunia artis mungkindunia yang penuh dengan ketidakpasti-an. Para artis mungkin membutuhkanpekerjaan yang memberikan kepastian,apalagi pekerjaan sebagai kepala daerahmemiliki tingkat prestisius yang besardan kewenangan yang besar.

Alasan lain yang bersandar pada sisiidealisme, mungkin karena artis sudahmemiliki kemapanan dalam hidupnyamereka kemudian merasa terpanggil un-tuk mengabdikan diri dalam memaju-kan daerahnya. Alasan yang pertama inioleh Max Weber disebut dengan istilah"of politic", artinya orang yang terjun kepolitik karena didorong motivasi menca-ri hidup dari politik. Sementara untukalasan yang kedua oleh Max Weber dise-butnya sebagai orang-orang yang tergo-long dalam "for politic", artinya orang-orang yang terpanggil ke dunia politikuntuk mengabdi dan memberikan dariapa yang terbaik pada dirinya untuk ma-syarakat.

Banyaknya artis yang terjun dalampemilukada ialah karena mereka mera-sa percaya diri bahwa mereka memilikielektabilitas yang tinggi. Mereka meya-kini bahwa masyarakat Indonesia ada-lah masyarakat yang preferensinya di-bentuk media (televisi, radio, dan suratkabar). Jadi amat mustahil bila sebagianbesar masyarakat Indonesia tidak me-ngenal mereka. Bila yang diandalkan pa-ra selebriti ini hanya popularitas sema-ta, sungguh mengkhawatirkan.

Mengelola daerah tidak semata-matamengandalkan popularitas. Mengeloladaerah juga dibutuhkan kemampuanmengelola konflik, kemampuan manaje-rial, kemampuan memahami sistem pe-merintahan daerah, kemampuan meng-analisis kebutuhan masyarakat daerahbaik secara sosiologis, ekonomis, psiko-logis ataupun antropoIogis. Bila tidak di-tunjang berbagai kemampuan tersebut, )ia akan mengalami kesulitan memaju-kan daerah yang dipimpinnya. Sebagai-.mana dinyatakan Sokrates dalam kitabLysis yang dikarang Plato, yang layakmemimpin negara adalah mereka yangpengetahuan dan kebijaksanaannya diatas warga negara. Kekurangpengetahu-an akan menjadikan sang artis disande-ra para bawahannya danjuga oleh par-pol yang mengusungnya. Bukankah da-lam politik tidak ada makan siang yanggratis? Bila ini yang terjadi yang rugiadalah publik yang memilihnya. Karenasang artis tak mampu mewujudkan ha-

rapan dan impian masyarakat itu.Demokrasi tidak melarang seseorang

untuk dipilih. Namun demokrasi jugamenuntut kepada seseorang untukmenggunakan etika dalam mempergu-nakan haknya. Alangkah eloknya bila se-lebriti yang maju menjadi kepala daerahadalah mereka yang memang memilikikapasitas dan kompetensi untuk me-mimpin sehingga mereka dapat me-ngemban amanah rakyat dengan baik.Di Indonesia, terdapat banyak artis yangterjun ke dunia politik memiliki kapasi-tas di bidang politik yang mumpuni, an-tara lain; Sophan Sophiaan, Nurul Ari-fin, Marisa Haque, dan Rieke Diah Pita-loka. Sophan Sophiaan mendapatkanpengetahuan politik dari gemblenganorang tuanya Manai Sopiaan yang akti-vis PNI. Manai Sophiaan pemah meme-gang jabatan politik kenegaraan. RiekeDiah Pitaloka mengasah kemampuandirinya melaluijalur pendidikan dan ak-tivitas sosial. Nurul Arifin menimba pe-ngetahuan ilmu politik melalui jalurakademik. Marissa Haque dengan latarbelakang keilmuan di bidang hukumrnembantu dalam memahami dunia po-litik dan kenegaraan.

Fenomena yang cukup menarik ada-lah banyak partai politik ketika menca- .lonkan pasangan calon kepala daerahramai-ramai mendukung calon dari ka-langan artis. Hal ini dilakukan apabilapartai politik tidak mendukung calondari incumbent atau dari keluarga in-cumbent. Hal ini sesungguhnya mengin-dikasikan ada masalah serius dalam tu-buh partai politik di Indonesia. Meng-apa demikian? Karena ternyata parpoltidak memiliki kader yang siap untukberkompetisi dalam pemilu kepala dae-rah. Maknanya, terjadi kemacetan kade-risasi di tubuh parpol. Padahal fungsiparpol sebagai infrastruktur politik da-lam sistem politik adalah menyiapkankader-kademya untuk duduk dalam ja-batan politik kenegaraan.

Ada beberapa alasan mengapa parpolmendukung artis. Alasan pertama, meli-hat dari sisi elektabilitas artis. Semakintinggi tingkat popularitas artis, semakinmudah ia mendapatkan dukungan par-tai politik. Alasan kedua, karena parpoltidak ingin kekuasaan kepala daerah ja-tub kepada pihak lain, memberikan du-kungan kepada artis akan dilakukan de-ngan disertai aneka kontrak politik yangberujung bahwa kekuasaan sesungguh-nya ada di partai politik dan sang artishanya akan dijadikan sebagai simbol se-mata alias kuda tunggangan. Melihat fe-nomena ini, maka pemilukada perlu di-evaluasi dan dikritisi agar masyarakatdaerah sebagai pemegang kedaulatan ti-dak dirugikan. *** .

Penulis, lulusan Magister Ilmu Poli~tik Universitas Padjadjaran dan peng-amat politik.