skrining fitokimia - phyllanthus niruri l. (herba meniran)

60
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang lingkup Fitokimia, suatu bagian ilmu pengetahuan alam, diartikan secara berbeda-beda. Istilah fitokimia (dari kata “phyto” =tanaman) berarti kimia tanaman. Dari namanya dapat ditafsirkan bahwa fitokimia menguraiakn aspek kimia suatu tanaman, sementara itu, penyelidikan tentang kehidupan tanaman secara kimia merupakan tugas secar biokimia. Dengan demikia fitokimia berarti kimia suatu tanaman, jadi meliputi sebagian dari biokimia sehingga dinyatakan juga sebagi biokimia tanaman. Kajian fitokimia meliputi : a. Uraian tentang isolasi dan konstitusi senyawa kimia dalam tanaman. b. Perbandingan Struktur senyawa kimia tanaman, berdasarkan definisi ini dilakukan penggolongan senyawa kimia yang ditemukan dialam. c. Perbandingan komposisi senyawa kimia dari bermacam- macam jenis tanaman atau penelitian untuk pengembangan senyawa kimia dalam tanaman = fitokimia perbandingan. 1

Upload: astie-afriani

Post on 29-Jan-2016

261 views

Category:

Documents


31 download

DESCRIPTION

skrining fitokimia herba meniran (phyllanthus niruri L.)

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ruang lingkup Fitokimia, suatu bagian ilmu pengetahuan alam, diartikan

secara berbeda-beda. Istilah fitokimia (dari kata “phyto” =tanaman) berarti kimia

tanaman. Dari namanya dapat ditafsirkan bahwa fitokimia menguraiakn aspek

kimia suatu tanaman, sementara itu, penyelidikan tentang kehidupan tanaman

secara kimia merupakan tugas secar biokimia. Dengan demikia fitokimia berarti

kimia suatu tanaman, jadi meliputi sebagian dari biokimia sehingga dinyatakan

juga sebagi biokimia tanaman.

Kajian fitokimia meliputi :

a. Uraian tentang isolasi dan konstitusi senyawa kimia dalam tanaman.

b. Perbandingan Struktur senyawa kimia tanaman, berdasarkan definisi ini

dilakukan penggolongan senyawa kimia yang ditemukan dialam.

c. Perbandingan komposisi senyawa kimia dari bermacam-macam jenis tanaman

atau penelitian untuk pengembangan senyawa kimia dalam tanaman =

fitokimia perbandingan.

Fitokimia pun mempunyai peran dalam penelitian obat yang secara khusus

dibahas dalam farmakoterapi, demikian pula dengan farmakognosi. Pada

umumnya dalam buku farmakognosi dibagian utamanya diuraikan tentang

senyawa kimia tanaman yang penting sebagai obat dan uraian botani tentang

tanamanyang mengandung senyawa berkhasiat.

Tanaman merupakan gudang bahan kimia yang paling lengkap. Begitu banyak

komponen kimia yang terdapat di dalam tanaman, sehingga banyak tanaman yang

digunakan sebagai jamu atau obat tradisional. Saat ini, dunia berada dalam iklim

back to nature atau dikenal dengan gerakan kembali ke alam dan oleh karena itu

semua hal yang serba natural semakin digemari dan dicari orang, salahsatunya

penggunaan tumbuhan untuk pengobatan (Kardinan et al, 2004).

1

Salah satu tumbuhan liar yang banyak digunakan dalam pengobatan

tradisional adalah meniran (Phyllanthus niruri L.). Meniran dapat digunakan

sebagai antibakteri, antihepatotoksik, antipiretik, antitusif, antiradang, antivirus,

diuretik, ekspektoran, hipoglikemik, dan sebagai immunostimulan (Kardinan et al,

2004).

Meniran mengandung beberapa komponen kimia, salah satu diantaranya

adalah flavonoid yang mampu merangsang sistem imun (kekebalan) tubuh

manusia agar bekerja lebih baik. Selain itu, senyawa flavonoid yang terkandung

dalam meniran diduga berkhasiat sebagai antioksidan dan antineoplastik

(antikanker). (Mangan, 2003).

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan srbagai obat yang belum

mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain simplisia

merupakan bahan yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati,

simplisia hewani, semplisia pelican atau mineral. (Egon, 1985)

Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun

kegunaannya, maka simplisia harus memenuhi persyaratan minimal. Dan untuk

dapat memenuhi persyaratan minimal tersebut, ada beberapa factor yang

berpengaruh, antara lain adalah :

a. Bahan baku simplisia.

b. Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku simplisia.

c. Cara pengepakan dan penyimpanan simplisia.

Agar simplisia memenuhi persayaratan minimal yang ditetapkan, maka ketiga

factor tersebut harus memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan. (Egon,

1985)

1.2 Tujuan Praktikum

Praktikan dapat mengetahui jenis-jenis simplisia dan penanganannya,

mengetahui berbagai cara metode ekstraksi untuk memperoleh zat aktif dari

2

simplisia, dapat melakukan berbagai uji awal pada beberapa simplisia yaitu untuk

mengetahui kandungan senyawa aktif pada simplisia. Mengidentifikasi kandungan

senyawa kimia dalam bahan alam secara kualitatif diantaranya flavonoid, tannin,

saponin, alkaloid, dan steroid. Mengetahui penggunaan cara kerja rotary

evaporator untuk mendapatkan hasil ekstraksi kental yang akan dilanjutkan

dengan fraksinasi yang memisahkan senyawa berdasarkan tingkat kepolarannya.

Kemudian menggunakan kromatografi kolom untuk memisahkan komponen yang

didistribusikan antara 2 fase. Lalu hasil dari kromatografi kolom diuji dengan

metode kromatografi lapis tipis untuk mengetahui senyawa yang terkandung

dalam sampel yaitu meniran.

1.3 Manfaat Praktikum

Praktikan mampu mengaplikasikan skrining fitokimia berdasarkan referensi

jurnal ilmiah. Mampu untuk mengidentifikasi senyawa kimia yang terkandung

didalam herba Phyllanthus niruri L.

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Meniran (Phyllantus niruri .L)

Herba meniran (Phyllanthus niruri L.) merupakan tanaman yang mempunyai

banyak khasiat dan telah digunakan sebagai obat tradisional Khasiat tanaman

tersebut diduga berasal dari kandungan berbagai senyawa kimia, di antaranya

alkaloid (sekurinin), flavonoid (kuersetin, kuersitrin, isokuersitrin, astragalin,

nirurin, niruside, rutin, leukodelfinidin, dan galokatekin), dan lignin (filantin dan

hipofilantin). (Heyne K, 1987)

2.1.1 Klasifikasi Tanaman

a. Taksonomi Meniran

Kedudukan dari tanaman Meniran (Phyllanthus niruri L.) dalam taksonomi

(Hutapea, 2000) adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Geraniales

Ordo : Euphorbiales

Suku : Euphorbiaceae

Genus : Phyllanthus

Spesies : Phyllanthus niruri L.

b. Nama daerah

Nama asing meniran dikenal dengan zhen zhu cao, hsieh hsiah chu. Nama

daerah tumbuhan meniran adalah sebagai berikut Ba’me tano, sidukung anak,

dudukung anak, baket sikolop (Sumatra). Meniran ijo, meniran merah, memeniran

(Jawa), Bolobungo, sidukung anak (Sulawesi), Gosau ma dungi, gosau ma dungi

roriha, belalang babiji (Maluku). (Kardinan et al, 2004)

4

2.1.2 Kandungan Kimia dan Manfaat

Herba meniran mengandung filantin, kalium, dammar, tannin dan flavonoid

dengan komponen kuersetin dan rutin. Rasanya agak pahit, manis, sifatnya sejuk,

astringen. Berkhasiat membersihkan hati, anti radang, pereda demam (antipiretik),

peluruh kencing (diuretik), peluruh dahak, peluruh haid, menerangkan

penglihatan, diare, menurunkan glukosa darah dan penambah nafsu makan. Herba

meniran berfungsi sebagai antibakteri atau antibiotik, antihepatotoksik, antipiretik,

antitusif, antiradang, antivirus, diuretik, ekspektoran, hipoglikemik, dan sebagai

immunostimulan (Kardinan et al, 2004). Senyawa flavonoid yang terkandung

dalam meniran berkhasiat sebagai antioksidan dan antineoplastik (anti kanker).

(Mangan, 2003).

2.1.3 Morfologi Tanaman

Tumbuhan semusim, tumbuh tegak, tinggi 30-50 cm sampai 1 meter,

bercabang-cabang. Batang berwarna hijau pucat kemerahan. Daun tunggal bulat

telur hingga bundar memanjang, letak berseling dengan panjang 5 mm-10 mm.

Helaian daun bundar telur sampai bundar memanjang, ujung tumpul, pangkal

membulat, permukaan bawah berbintik kelenjar, tepi rata, panjang sekitar 1,5 cm,

lebar sekitar 7 mm, berwarna hijau. Dalam satu tanaman ada bunga betina dan

bunga jantan. Bunga jantan keluar di bawah ketiak daun, sedangkan bunga betina

keluar di atas ketiak daun. Buahnya kotak, bulat pipih, licin, bergaris tengah 2

mm-2,5 mm. Bijinya kecil, keras, berbentuk ginjal, berwarna coklat (Dalimarta,

2003).

2.1.4 Makroskopik Bagian Tanaman

Secara makroskopik, dapat ditunjukkan melalui gambar (Gambar 2.1) secara

kasat mata, jelas seperti daun majemuk. Namun kenyataannya, daun meniran ini,

bukan termasuk golongan daun majemuk, melainkan daun tunggal. Sebagaimana

di ketahui bahwa pada daun majemuk, di ketiak-ketiak cabangnya tidak mungkin

muncul bunga yang kemudian dapat berkembang menjadi buah. Pada ketiak-

5

ketiak cabang daun meniran ini ternyata pada waktu-waktu tertentu dapat

mengeluarkan bunga yang dimaksud tersebut, sehingga dengan alasan tersebutlah

daun meniran termasuk ke dalam daun tunggal. Batang ramping bulat, garis

tengah sampai 3 mm bunga dan buah terdapat pada ketiak daun. Batang ramping,

bulat, garis tengah sampai 3 mm, garis tengah cabang sampai 1 mm. daun kecil,

bentuk bundar telur sampai bundar memanjang pada varietas λ javanicus, panjang

helai daun 5 mm sampai 10 mm, lebar 2,5 mm sampai 5 mm pada varietas β

genuinus, panjang helai dau 7 mm sampai 20 mm, lebar 3 mm sampai 5 mm.

Bunga dan buah terdapat pada ketiak daun. Buah berwarna hijau kekuningan

sampai kuning kecoklatan. (Materia Medika Indonesia II, 1978).

2.1.5 Mikroskopik Bagian Tanaman

a. Daun: Epidermis atas terdiri dari 1 lapis sel dan agak menonjol keluar,

epidermis bawah lebih menonjol dari epidermis atas, pada penampang

tangensial sel epidemis atas dan bawah mempunyai dinding samping yang

bergelombang, kutikula jelas dan berbintik. Stomata tipe anisositik, terdpat

pada kedua permukaan, pada permukaan bawah lebih banyak. Jaringan

palisade terdiri dari 1 lapis sel berbentuk silindris, tebal jaringan hampir

setengah tebal mesofil daun. Pada jaringan palisade varietas β genuinus

terdapat hablur kalsium oksalat berbentuk prisma berukuran 10 mm sampai 15

mm, pada jaringan palisade varietas λ javanicus terdapat hablur kalsium

oksalat berbentuk roset berukuran lebih kurang 20 mm. Jarinag bunga karang

terdiri dari beberapa lapis sel. Berkas pembuluh tipe kolateral, tulang daun

didalam mesofil disertai hablur kalsium oksalat berbentuk roset, umunya

berukuran lebih kecil dari hablur di jariang palisade. (Materia Medika

Indonesia II, 1978).

b. Batang: Epidermis terdiri dari 1 lapis sel dengan benruk memanjang. Korteks

terdiri dari jaringan kolenkim dan parenkim yang berisi butir hijau daun atau

berisi hablur kalium oksalat berbentuk roset besar, kelompok serabut perisikel,

berlignin dan tersusun dalam lingkaran yang terputus-putus. Floem sedikit,

6

xilem sekunder tersusun radial. Jari-jari xilem terdiri dari 1 sampai 2 deret sel

yang agak terentang radial.dalam parenkim empulur terdapat hablur serupa

hablur dikorteks. (Materia Medika Indonesia II, 1978).

c. Buah: Kulit buah terdiri dari 1 lapis epidermis, bentuk pipih dengan dinding

luar cembung, kutikula berbintik, dibawahnya terdapat berturut-turut 1 lapis

sel parenkim jernih, 2 lapis sel-sel kecil dengan dinding radial agak menebal,

selapis sel serupa jarinag palisade yang jernih dengan dinding tangensial

dalam dan luar lebih tebal dan berlignin. (Materia Medika Indonesia II, 1978)

d. Biji: Didalam kulit biji terdapat 1 lapis sklerenkim yang terdiri dari sel batu

berbentuk segi empat atau segi panjang, dinding luar dan dinding radial lebih

tebal dari dinding dalam, berlignin, lumen berbentuk segi tiga, saluran noktah

bercabang-cabang. Endosperm terdiri dari sel-sel kecil. (Materia Medika

Indonesia II, 1978).

e. Serbuk: Warna hijau kelabu. Fragmen pengenal adalah fragmen epidermis

atas dan bawah serta hablur kalsium oksalat berbentuk prisma atau berbentuk

roset yang berasal dari jaringan palisade atau parenkim disekitar berkas

pembuluh, fragmen mesofil, fragmen kulit buah dengan dinding tangensial

serupa serabut sklerenkim, fragmen kulit biji, tampak tangensial. (Materia

Medika Indonesia II, 1978).

2.2 Metabolit Sekunder

Metabolit sekunder yang terkandung dalam herba meniran (Phyllanthus niruri

L. ) termasuk golongan flavonoid, steroid, fenol. Flavonoid terdapat dalam banyak

tumbuhan sebagai campuran, jarang sekali dijumpai hanya flavonoid tunggal alam

jaringan tumbuhan. Flavonoid merupakan senyawa fenol, karena warnanya akan

berubah jika ditambah dengan basa atau ammonia. Saponin adalah glikosida

triterpen, dan bersifat seperti sabun serta dapat dideteksi berdasarkan

kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Alkaloid, berarti

senyawa yang bersifat basa, berasal dari tumbuhan dan hewan, umumnya

memiliki sistem cincin heterosiklik (tidak semua anggota cincin memiliki

7

nitrogen). Sering memiliki aktivitas biologis terhadap manusia dan hewan.

(Penuntun Praktikum Fitokimia, 2015)

2.3 Metode Ekstraksi

Ekstraksi merupakan suatu proses penyaringan suatu senyawa kimia dari suatu

bahan alam dengsan menggunakan pelarut tertentu. Ekstraksi bisa dilakukan

dengan berbgai macam metode yang sesuai dengan sifat dan tujuan ekstraksi.

Pada proses ekstraksi ini dapat digunakan sampel dalam keadaan segar atau yang

telah dikeringkan. Tergantung pada sifat tumbuhan dan senyawa yang akan

diisolasi. Untuk mengekstraksi senyawa utama yang terdapat dalam bahan

tumbuhan dapat digunakan pelarut yang cocok.

Metode ekstraksi yang digunakan adalah sokletasi. Sokletasi merupakan suatu

cara pengekstraksian tumbuhan dengan memakai alat soklet. Pada cara ini pelarut

dan simplisia ditempatkan secara terpisah. Sokletasi digunakan untuk simplisis

dengan sifat relatif stabil dan tahan terhadap pemanasn. Prinsip sokletasi adalah

penyaringan secara terus-menerus sehingga penyaringan lebih sempurna dengan

memakai pelarut yang relatif sedikit. Jika penyaringan telah selesai maka

pelarutnya diuapkan dan sisanya adalah zat yang tersari. Biasanya pelarut yang

digunakan adalah pelarut yang mudah menguap dan memiliki titik didih yang

rendah. Jadi, pelarut yang dugunakan tergantung dari sampel alam yang

digunakan. Nama lain yang digunakan sebagai pengganti sokletasi adalah

pengekstrakan berulang - ulang (continous extraction) dari sampel pelarut.

Prinsip sokletasi adalah pelarut dan sampel dipisahkan ditempat yang berbeda.

Sampel adalah bahan alam yang belum mengalami proses apapun juga. Metode

sokletasi yang dilakukan memiliki kelebihan dan kekurang. Berikut adalah

kelebihan metode sokletasi:

a. Sampel terekstraksi dengan sempurna

b. Proses ekstraksi lebih cepat

c. Pelarut yang digunakan sedikit.

8

Sedangkan kelemahan dari metode sokletasi adalah sampel sampel yang

digunakan harus sampel yang digunakan harus sampel yang tahan panas atau tidak

dapat digunakan pada sampel yang tidak tahan panas. Karena sampel yang tidak

tahan panas akan teroksidasi atau tereduksi ketika proses sokletasi berlangsung.

Syarat – syarat suatu larutan dapat digunakan sebagai pelarut dalam proses

sokletasi adalah:

a. Pelarut yang digunakan tersebut memiliki titik didih berbeda dengan bahan

sampel yaitu lebih kecil dari titik didih sampel.

b. Mudah menguap

c. Pelarut tersebut harus dipisahkan dengan cepat setelah penyarian.

d. Pelarut harus merupakan pelarut yang sesuai untuk bahan yang akan

disokletasi.

2.4 Metode Fraksinasi

Fraksinasi adalah suatu proses pemisahan senyawa-senyawa berdasarkan

tingkat kepolarannya. Fraksinasi bertingkat umumnya diawali dengan pelarut

yang kurang polar dan dilanjutkan dengan pelarut yang lebih polar. Tingkat

polaritas pelarut dapat ditentukan dari nilai konstanta dielektrik pelarut.

Jumlah dan senyawa yang dapat dipisahkan menjadi fraksi yang berbeda-beda

tergantung pada jenis tumbuhan. Pada prakteknya melakukan fraksinasi

digunakan 2 metode yaitu dengan menggunakan corong pisah dan kromatografi

kolom. Ektrak kental yang dilarutkan dengan air dan n-heksan dikocok dengan

corong pisah kemudian dihasilkan 2 lapisan, terdiri dari lapisan atas yaitu n-

heksan berupa lipid dan terpenoid. Dan lapisan bawah yaitu air. Dilakukan

(Penuntun Praktikum Fitokimia, 2015).

2.5 Metode Kromatografi

Kromatografi yang diuraikan berikut ini adalah cara pemisahan zat berkhasiat

dan zat lain yang ada dalam sediaan, dengan jalan penyarian berfraksi, atau

penyerapan atau penukaran ion pada zat berpori, menggunakan cairan atau gas

9

yang mengalir. Zat yang diperoleh dapat digunakan untuk percobaan identifikasi

atau penetapan kadar. Kromatografi yang digunakan pada praktikum ini adalah

kromatografi kolom dan kromatografi kertas. Sebagai bahan penyerap selain

kertas digunakan juga zat penyerap berupa asam silikat atau silica gel. Bahan

tersebut digunakan sebagai penyerap tunggal atau campuran sebagai penyangga

bahan lain. (Materia Medika Jilid VI, 1995).

Teknik kromatografi membutuhkan zat terlarut terdistribusi diantara 2 fase

yaitu fase gerak dan fase diam. Fase gerak membawa zat terlarut melalui media

hingga terpisah dari zat terlarut lainnya, yang terelusi lebih awal atau lebih akhir.

Zat terlarut dibawa melalui media pemisah oleh aliran suatu pelarut berbentuk

cairan atau gas. (Penuntun Praktikum Fitokimia, 2015)

Fase diam dapat bertindak sebagai penjerap, contohnya adalah alumina, silica

gel dan resin penukar ion atau dapat bertindak melarutkan zat terlarut sehingga

terjadi partisi antara fase diam dan fase gerak. (Penuntun Praktikum Fitokimia,

2015)

Prinsip kerja kromatografi dibagi menjadi 2 yaitu partisi (cair-cair) atau cara

basah dan absorb (cair-padat) atau cara kering. Perbedaan cara kering dengan cara

basah yaitu pada silica gel atau zat penjerap (fase diam). Jika pada cara kering

digunakan silika gel kering (padat), sedangkan pada cara basah digunakan silika

gel bubur (cair) dengan mencampurkan eluen (fase gerak) pada cawan uap yang

kemudian dilakukan pemanasan. (Penuntun Praktikum Fitokimia, 2015)

Kromatografi lapis tipis umumnya lebih berguna untuk percobaan identifikasi

karena cara ini mudah dilakukan untuk zat dengan jumlah sedikit.

10

BAB III

METODE PRAKTIKUM

1.1 Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada akhir September 2015 hingga Akhir

November 2015. Pukul 15.30 – 18.10 WIB, dan bertempat di Laboratorium

Fitokimia, Fakultas Farmasi dan Sains, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr.

Hamka.

1.2 Alat dan Bahan Praktikum

1.2.1 Alat Praktikum

1. Pada Praktikum Isolasi

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah Pisau (pemotong), wadah/

toples kaca, blender (menghancur dan menghaluskan), pengayak nomor

mesh 60, mikroskop, objekglass, coverglass dan pipet tetes.

2. Pada Praktikum Ekstraksi

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah tabung reaksi, rak tabung

reaksi, pipet tetes, penjepit tabung, pembakar spirtus, alat-alat gelas (batang

pengaduk, gelas ukur, beker glass), cawan uap, rangkaian alat sokletasi,

rotary evaporator, penangas air.

3. Pada Praktikum Fraksinasi

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah corong pisah, alat-alat gelas

(gelas ukur, Erlenmeyer, botol vial), cawan uap, statif, penangas air.

4. Pada Praktikum Kromatografi

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah kolom, statif , pinset, spatel,

pipa kapiler, plat alumunium, chamber, spektrofotometer UV.

1.2.2 Bahan Praktikum

1. Pada Praktikum Isolasi

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sampel Herba Meniran

2. Pada Praktikum Ekstraksi

11

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah kertas saring, HCL 2 ml,

HCL pekat, aquadest 19 ml, aquadest panas 10 ml, metanol 1 ml, logam Mg,

FeCl3, pereaksi Dragendroff, pereaksi Mayer.

3. Pada Praktikum Fraksinasi

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah aquadest 20 ml, n-hekasan

10 ml, etil Asetat 10 ml, metanol

4. Pada Praktikum Kromatografi

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah kapas, silika Gel (Fase

Diam), n-heksan: Etil Asetat 1:1 (Fase Gerak), (Eluen)

1.3 Prosedur Praktikum

3.3.1 Pembuatan Simplisia

Pada pasca panen (pengumpulan bahan baku), sumber simplisia (Meniran)

didapatkan berupa tumbuhan liar yang tumbuh dengan sendirinya di hutan atau

pekarangan atau di tempat lain yang sengaja di tanam. Tumbuhan liar umumnya

kurang baik untuk dijadikan sumber simplisia jika dibandingkan dengan tanaman

budidaya, karena simplisia yang dihasilkan mutunya tidak tetap. Hal ini terutama

disebabkan, umur tumbuhan yang dipanen tidak tepat dan berbeda-beda. Umur

tumbuhan atau bagian tumbuhan yang dipanen berpengaruh pada kadar senyawa

aktif. Ini berarti bahwa mutu simplisia yang dihasilkan sering tidak sama, karena

umur pada saat panen tidak sama.

Meniran kemudian dicuci, berfungsi untuk menghilangkan tanah dan

pengotor lainnya yang melekat pada bahan simplisia, pencucian dilakukan dengan

menggunakan air bersih dengan cara dialirkan langsung dengan air dan

perendaman.

Kemudian sortasi basah, untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-

bahan asing yang melekat pada bahan. Kemudian meniran dilakukan perajangan,

untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakkan dan penggilingan.

Kemudian pengeringan, untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak,

12

sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Pengeringan dilakukan

secara alami yaitu tanpa terkena oleh matahari langsung. Meniran disortasi kering,

untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian tanaman yang tidak

diinginkan dan pengotor lainnya yang masih ada dan tertinggal pada simplisia

kering.

Kemudian meniran dihancurkan dengan blender dan jadi serbuk kasar.

Selanjutnya dilakukan pengepakan dan penyimpanan, untuk mencegah agar

simplisia tidak mudah rusak dan tidak merubah mutunya. Terakhir dilakukan

pemeriksaan mutu, agar diperoleh simplisia dengan mutu yang baik.

3.3.2 Identifikasi Makroskopik Simplisia

Diamati bentuk keseluruhan seperti daun, batang, bunga, buah dan akar

secara kasat mata dan bandingkan penilaian dengan buku atau literature.

3.3.3 Identifikasi Mikroskopik dan Kandungan Kimia Simplisia

1. Identifikasi Mikroskopik

Serbuk ditetesi dengan aquadest diatas objekglas dan ditutup dengan

coverglass, kemudian diteliti dengan mikroskop untuk menemukan fragmen

pengenal pada sampel.

2. Identifikasi Kandungan Kimia Simplisia

a. Alkaloid

Dimasukkan sampel (0,5 gr) kedalam tabung reaksi, kemudian

ditambahkan 2 ml HCL dan 9 ml Aquadest. Dipanaskan dengan

Pembakar Spirtus. Didinginkan, kemudian dibagi menjadi 2 tabung.

Tabung pertama ditambahkan dengan pereaksi Dragendroff, bila positif

akan menghasilkan endapan merah bata. Tabung kedua ditambahkan

dengan pereaksi Mayer bila positif akan menghasilkan endapan putih.

b. Saponin

13

Dimasukkan sampel (0,5 gr) kedalam tabung reaksi, kemudian

tambahkan 10 ml aquadest panas, kemudian didinginkan, kemudian

kocok selama kurang lebih 10 menit hingga terbentuk buih. Buih yang

terbentuk bentuk ditambahkan HCl 2N sebanyak (1-2 tetes) hingga buih

tersebut hilang. Hasil positif yang didapat adalah buih akan menghilang.

c. Flavonoid

Dimasukkan sampel (0,5 gr) kedalam tabung reaksi, kemudian

ditambahkan 1 ml methanol, lalu dipanaskan hingga berembun. Disaring

filtrate kemudian ditambahkan HCl pekat (1-2 tetes), dan tambahkan

logam Mg. Bila positif akan menghasilkan warna kuning jingga hingga

kemerahan.

d. Tanin

Dimasukkan sampel (0,5 gr) kedalam tabung reaksi, kemudian

ditambahkan 10 ml aquadest lalu dipanaskan dan didinginkan, kemuadian

disaring. Filtrat ditambahkan FeCl3 sebanyak (1-2 tetes). Bila positif akan

menghasilkan warna biru hitam.

e. Triterpenoid dan steroid

Dimasukkan sampel (0,5 gr) kedalam tabung reaksi, kemudian

ditambahkan 2 ml etanol, kemudian dipanaskan lalu didinginkan,

kemudian disaring. Filtrat ditambhakan (1-2 ml) eter, asam asetat anhidrat

(1-3 tetes), dan asam sulfat pekat (1-2 tetes). Bila positif triterpenoid

menghasilkan warna. Bila positif steroid menghasilkan warna.

3.3.4 Pembuatan Ekstrak

Sampel diperoleh dipekarangan rumah. Sampel yaitu meniran kemudian

dicuci, berfungsi untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang melekat

14

pada bahan simplisia, pencucian dilakukan dengan menggunakan air bersih

dengan cara dialirkan langsung dengan air dan perendaman.

Kemudian sortasi basah, untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-

bahan asing yang melekat pada bahan. Kemudian meniran dilakukan perajangan,

untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakkan dan penggilingan.

Kemudian pengeringan, untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak,

sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Pengeringan dilakukan

secara alami yaitu tanpa terkena oleh matahari langsung. Meniran disortasi kering,

untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian tanaman yang tidak

diinginkan dan pengotor lainnya yang masih ada dan tertinggal pada simplisia

kering.

Kemudian meniran dihancurkan dengan blender dan jadi serbuk kasar.

Selanjutnya dilakukan pengepakan dan penyimpanan, untuk mencegah agar

simplisia tidak mudah rusak dan tidak merubah mutunya. Terakhir dilakukan

pemeriksaan mutu, agar diperoleh simplisia dengan mutu yang baik. Kemudian

sampel diayak dengan pengayak nomor mesh 60, sampel ditimbang untuk

prosedur selanjutnya, yaitu ektraksi dengan metode sokletasi.

Didihkan air dalam waterbath. Ditimbang bahan sebanyak 25 gr, kemudian

dibungkus dengan kertas saring yang diikat dengat tali kasur, kemudian

dimasukkan kedalam wadah tabung soklet. Dimasukkan sejumlah pelarut yaitu

methanol yang berfungsi untuk merendam sampel sebagian. Kemudian dilakukan

pengukuran dengan stopwatch. Biarkan proses pelarutan atau penyarian

berlangsung, tunggu sampai seluruh sari terlarut.

Hasil dari penyarian soklet dimasukkan kedalam labu bulat. Dimasukkan

aquadest kedalam waterbath secukupnya, atur suhu aquadest didalam waterbath

diatas titik didih pelarut. Nyalakan evaporator dengan menekan tombol ON pada

stop kontak, tekan tombol pengatur untuk memutar labu, tunggu sampai proses

berakhir dan cairan pelarut habis, usaha tidak terlalu pekat agar mempermudahkan

proses pengambilan ekstrak kental pada labu.

15

3.3.5 Pembuatan Fraksi

3.3.5.1 Metode Corong Pisah

Ekstrak meniran cair yang diperoleh dari hasil Rotary difraksinasi dengan

pelarut aquadest dan N-Heksan, dilakukan dengan 2 kali pengulangan. Ditimbang

ekstrak kental, ditambahkan aquadest 20 ml dan N-heksan 10 ml untuk

melarutkan keseluruhan, kemudian dimasukkan kedalam corong pisah, kemudian

dilakukan pengocokkan hingga gas CO2 menghilang. Didiamkan hingga terbentuk

2 lapisan. Lapisan pertama atau lapisan atas berupa N-heksan yang terdiri dari

lipid dan terpenoid. Lapisan keduan atau lapisan bawah berupa air yang terdiri

dari saponin dan tanin. Pengocokkan atau fraksinanasi ini dilakukan 2 kali

pengulangan.

Lapisan atas atau heksan pada fraksi pertama digabungkan dengan

fraksinasi yang kedua, diuapkan dengan cawan uap. Lapisan air ditambakan

dengan etil asetat 10 ml kemudian dikocok dengan corong pisah hingga gas CO2

menghilang. Reaksi pengocokkan tersebut akan menghasilkan 2 lapisan lagi,

lapisan atas yaitu etil asetat semi polar dan lapisan bawah yaitu bersifat polar.

Lapisan etil asetat semi polar diuapkan dengan cawan uap. Lapisan air pada

pengocokkan kedua ditambahkan dengan lapisan akhir yang bersifat polar,

kemudian diuapkan dengan cawan uap.

3.3.5.2 Metode Kromatografi Kolom

Metode yang digunakan pada kromatografi kolom adalah cara kering,

yaitu dengan dsematkan kapas kedalam kolom. Ditambahkan silika gel sebanyak

5 gr kemudian disematkan sampai padat kedalam kolom. Dimasukkan fase gerak

berupa N- Heksan dan etil asetat dengan perbandingan 1:1 sebanyak 8 ml, tunggu

sampai silica gel terbasahi dengan membuka keran kolom. Dimasukkan hasil

fraksi yaitu lapisan air yang bersifat polar. Tunggu hingga cairan mulai menetes,

kemudian ditampung dalam botol vial berdasarkan warna.

16

3.3.6 Pemisahan dengan Kromatografi Lapis Tipis

Dibuat eluen atau fase gerak berdasarkan sifat polar dari hasil kromatografi

kolom eluen yang digunakan adalah BAA (Butanol: Asam asetat: Air) dengan

perbandingan (4:1:5). BAA adalah eluen yang digunakan untuk mengidentifikasi

senyawa alkaloid, BAA bersifat polar. Pada alumina dibuat garis untuk

menentukan nilai Rf. Terdiri 4 spot, spot pertama berupa hasil kromatogram

pertama, spot kedua hasil kromatogram hasil kedua, spot ketiga berupa hasil

fraksinasi n- Heksan, spot keempat berupa hasil kromatogram ketiga dengan

penambahan alcohol (karna hasil dari kromatogram terlalu sedikit).

3.3.7 Identifikasi Kandungan Kimia Ekstrak

Hasil dari spot pada alumina, disemprotkan dengan reagen Dragendroff.

Reagen Dragendroff digunakan untuk mengindentifikasi senyawa alkaloid pada

alumina kromatografi lapis tipis.

17

BAB IV

HASIL PRAKTIKUM

4.1 Hasil Praktikum

4.1.1 Makroskopik, Mikroskopik, dan Kimia Simplisia

a. Makroskopik

Secara kasat mata, jelas seperti daun majemuk. Namun kenyataannya, daun

meniran ini, bukan termasuk golongan daun majemuk, melainkan daun

tunggal. (Gambar 2.1)

b. Mikroskopik

Ditemukannya fragmen kulit biji dan hablur kalsium oksalat. (Gambar 4.1)

c. Kimia Simplisia

(Tabel 4.1) Hasil identifikasi senyawa kimia simplisia (Phyllanthus niruri

L.)

No. Golongan Senyawa HasilKarakteristik

1. Alkaloid -Dragendroff : endapan hitamMayer : endapan hijau

2. Saponin +Buih hilang setelah penambahan HCl 2N

3. Flavonoid -Tidak menghasilkan warna merah

4. Tanin - Hitam

5. Triterpenoid atau Steroid + Steroid

4.1.2 Hasil Ektrak dan Fraksinasi

(Tabel 4.2) Hasil ekstraksi dan fraksinasi

NO. PERLAKUAN HASIL1. Serbuk meniran dibungkus dengan kertas

saring di masukkan kedalam tabung timbal kemudian diekstrakan dengan metode

Larutan ekstrak meniran berwarna hijau pekat sebanyak 17 ml

18

sokletasi pada pelarut alcohol 50 ml

2.

Setelah didapatkan ekstrak meniran kemudian di pekatkan atau dikentalkan lagi ekstrak tersebut dengan menggunakan rotary evaporatory pada suhu tertentu yakni 45-50 ֯c.

Larutan ekstrak kental didapatkan 7 ml

3.

Larutan ekstrak kental untuk lebih pekat ekstrak tersebut di panaskan atau diuapkan di waterbath sampai ekstrak tersebut mengental seperti kecap.

Ekstak kental seperti kecap berwarna coklat

4.Larutan di fraksinasi dengan menggunakan pelarut air 20 ml dan N-heksan 10 ml.

Menghasilkan dua lapisan.

5.

Lapisan atas yaitu heksan di tambahkan air 20ml dan N-heksan 10 ml, di kocok hinggah terbentuk dua lapisan , dilakukan sebanyak dua kali. Perlakuan satu dan dua di gabungkan menjadi satu kemudian di uapkan.

Lapisan heksan berwarna hijau keruh, setelah di uapkan menjadi ekstrak kering.

6.

Lapisan bawah di tambah etil asetat 10 ml, di lakukan pengocokan, di lakukan sebanyak dua kali. lapisan atas pada perlakuan pertama ,di tambahkan etil asetat (semi polar) diuapkan , sementara lapisan bawah di tambahkan air (polar) pada perlakuan kedua yaitu flavonoid dicampurkan dengan lapisan bawah, dan lapisan atas digabungkan dengan lapisan atas pertama kali lalu di uapkan.

Terbentuk dua lapisan, lapisan atas etil asetat dan lapisan bawah flavonoid, dan setelah di uapkan menjadi ekstrak kering.

4.1.3 Hasil Pemisahan dengan Kromatografi Kolom

Hasil pemisahan pada percobaan dengan kromatografi kolom ini

mendapatkan tiga lapisan, yang pertama lapisan eluen (N-heksan : Etil asetat)

yang berbanding 1:1, dan yang kedua lapisan sampel (fraksi polar), lapisan eluen

lagi (N-heksan : Etil asetat).

19

4.1.4 Hasil Pemisahan dengan Kromatografi Lapis Tipis

(Tabel 4.3) Hasil Tinggi Spot Kromatografi Lapis Tipis

No. KeteranganTinggi (cm) Sebelum Penyemprotan Reagen

Warna

1. Spot Pertama 7

Hijau kekuningan2. Spot Kedua 6

3. Spot Ketiga 8

4. Spot Keempat -

4.1.5 Hasil Identifikasi Kandungan Kimia Ekstrak

(Tabel 4.3) Tabel Nilai Rf

No. Keterangan

Tinggi (cm)

Warna Nilai RfSebelum

Penyemprotan Reagen

Sesudah Penyemprotan

Reagen

1. Spot Pertama 7 4

Hijau kekuninga

n

0,4

2. Spot Kedua 6 4 0,4

3. Spot Ketiga 8 5 0,5

4. Spot Keempat - - -

4.2 Pembahasan

Pada praktikum ini, kelompok kami melakukan identifikasi uji isolasi senyawa

metabolit sekunder (alkaloid, flavonoid, tanin, saponin) pada tanaman meniran

yang di keringkan menjadi simplisia. hasil praktikum banyak perbedaan dengan

jurnal (literatur) yang di dapatkan. Pada uji alkaloid herba meniran positif

menghasilkan warna, alkaloid dapat di ketahui secara langsung dari tanaman

karena memberikan rasa pahit di lidah. sedangkan pada pengujian ini dengan

20

menggunakan pereaksi dragendroff dan mayer negative alkaloid. pada pengujian

saponin hasil menunjukan positif mengandung saponin karena buih hilang setelah

penambahan HCL 2N sedangkan secara teori menurut jurnal hasil positif bila di

tambahkan HCL 2N buih tidak akan hilang. Pada uji flavonoid di dapatkan hasil

negative, hasil ini jauh berbeda dengan hasil praktikum dan literatur. Sedangkan

pada uji tanin hasil yang didapatkan negative mengandung tanin. Adapun factor-

faktor yang pengaruh tinggi rendahnya produksi metabolit sekunder di antaranya

cahaya, pH, penghawaan, ketahanan terhadap serangga, mikroorganisme dan

virus. Adapun factor yang mempengaruhi perbedaan hasil percobaan dengan hasil

pada literature yaitu mungkin kesalahan praktikan saat melakukan

praktikum,seperti penggunaan alat dan bahan yang kurang teliti, simplisia herba

meniran yang dihasilakan masi mengandung zat pengotor lainnya, reagen yang di

gunakan terkontaminasi.

Setelah di lakukan uji isolasi dan identifikasi dilanjutkan dengan proses

ekstrasi dengan metode sokletasi dimana proses sokletasi memiliki prinsip kerja

yakni penyaringan yang dilakukan berulang-ulang dengan pelarut yang sama

sehingga sampel terekstraksi sempurna, metode sokletasi merupakan

penggabungan antara metode ekstraksi dan maserasi dengan perkolasi (Gambar

4.2). Pada ekstraksi secara sokletasi, merupakan metode ekstraksi yang

memanfaatkan pemanasan untuk destilasi pelarut sehingga terjadi sirkulasi pelarut

melalui serbuk simplisia (herba meniran), pemanasan ini berfungsi untuk

memanaskan sampel yang berada didalam labu didih.sedangkan standar dan klem

berfungsi menyangga soklet. ekstraksi secara sokletasi merupakan cara penyarian

sampel secara berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan sehingga menguap,

uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-molekul cairan oleh pendingin

balik dan turun menyari sampel didalam kondensor dan selanjutnya masuk

kembali kedalam labu alas bulat setelah melewati pipa siphon. Pada tahap awal,

sampel direndam yang sudah dibungkus dengan kertas saring.kertas saring ini

berfungsi untuk membungkus sampel saat melakukan proses sokletasi agar

sampel tidak keluar dan menyumbat pipa kapiler. oleh pelarut yang memiliki titik

21

didih rendah dan sesuai dengan sifat sampelnya, dan hal inilah yang dilakukan

pada metode maserasi. Setelah pelarut setengah penuh pada bagian dalam soklet,

pelarut akan turun ke labu didih/labu bulat yang telah disiapkan atau telah

tersambung dengan soklet dan kondensor melalui pipa kapiler, lalu dipanaskan

dan pelarut akan menguap pada suhu mencapai titik didih sehingga pelarut

melewati kondensor.

Uap kemudian akan berubah wujud menjadi cair akibat adanya pendinginan

yang dilakukan kondensor sehingga pelarut akan turun dan mengenai sampel

kembali. Hal ini lah yang disebut dengan metode perkolasi. Pelarut yang

digunakan pada percobaan ini adalah alcohol 10 ml, dan dimana alkaloid memiliki

titik didih 64,50C. Penggunaan alcohol karena untuk mengekstrak senyawa-

senyawa metabolit sekunder yang bersifat polar seperti alkaloid, flavonoida

didalam herba meniran terdapat senyawa atau komponen metabolit sekunder

seperti alkaloida, flavonoida, saponin, tannin (literature sesuai jurnal ilmu

kefarmasian indonesia).

Pelarut yang digunakan 1 1/2 kali volume ekstraktor. Hal ini berguna agar

pada saat pelarut diuapkan labu tidak kosong sehingga pengestrakan berjalan

sempurna. Proses sokletasi dihentikan apabila warna pelarut pada soklet menjadi

bening. Hasil sokletasi yang terdapat dalam labu kemudian dipanaskan di

waterbath (Gambar 4.3). Hal ini berguna untuk memekatkan atau mengeluarkan

pelarutnya. Hasil dari pemanasan dimasukkan kedalam botol coklat. Pelarut

alcohol digunakan untuk mengestrak senyawa-senyawa atau komponen yang

terdapat dalam sampel pada warna pelarut mula-mula bening, ketika terjadi

pemanasan pelarut akan menguap, kemudian terjadi pengembunan ketika

melewati pendingin, pelarut menetes dan tertampung dalam ekstraktor hingga

batas pipa kapiler (warna ekstrak menjadi keruh), pelarut turun kelabu didih

(sirkulasi), sirkulasi yang terjadi sebanyak 6 kali menghasilkan ekstraksi berwarna

hijau lumut (hijau pekat). Setelah menghasilkan larutan ekstraksi menggunakan

metode metode rotary evaporatory. Evaporasi adalah peristiwa menguapnya

pelarut dari campuran yang terdiri atas zat terlarut yang tidak mudah menguap dan

22

pelarut yang mudah menguap (Gambar 4.4). Tujuan dari evaporasi adalah

memekatkan konsentrasi larutan sehingga di dapatkan larutan dengan konsentrasi

yang lebih tinggi. Prinsip utamanya adalah penurunan tekanan pada labu alas

bulat dan pemutaran labu alas bulat hingga berguna agar pelarut dapat menguap

lebih cepat dibawah titik didihnya sehinggah pelaru alcohol 70% yang bercampur

dengan ekstrak dapat terpisahkan.ekstrasi awal sebelum dilakukan destilasi

menggunakn rotary evaporatory volumenya sebanyak 17 ml, namun setelah

dilakukan pemisahan volume jumlahnya berkurang, volume ekstak murni menjadi

7 ml. Seharusnya kami mendapatkan volume ekstrak murni lebih banyak lagi hal

ini dikarenakan keterbatasan waktu praktikum yang sangat kurang pada perlakuan

ekstak sokletasi.

Pada saat praktikum suhu yang ditentukan yaitu kisaran 45-500C, karena pada

suhu tersebut merupakan kisaran suhu yang cocok pada ekstrak meniran. Sampel

meniran tidak tahan dengan suhu panas. Waktu yang dibutuhkan selama proses

pemisahan ini sekitar 10 menit, karena ekstrak yang kami dapat dari hasil

pemisahan ekstrasi sebelumnya menggunakan metode sokletasi didapatkan sedikit

yaitu sebanya 17 ml. pemberhentian pada metode evaporator dengan

mengentalnya cairan yang ada di dalam labu (ekstrak) dan labu yang berisi pelarut

murni (alkohol 70%) yang sudah terpisah akibat proses destilasi dengan

menggunakan alat rotary evaporator. Namun, pada ekstrasi meniran kelompok

kami mendapatkan esktrak yang tidak begitu kental, dikarenakan hasil ekstrak

yang didapatkan dari metode sokletasi sangatlah sedikit, sehingga jika terlalu lama

mendestilasi maka larutan ekstrak kami akan menguap atau habis.

Teknik yang digunakan dalam rotary evaporator ini bukan hanya terletak pada

pemasannya tapi dengan menurunkan tegangan atau tekanan pada labu alas bulat

dan memutar labu alas bulat dengan kecepatan tertentu. Karena teknik itulah suatu

pelarut akan mmenguap dan dengan pemanasan dibawah titik didih pelarut,

senyawa yang terkandung dalam pelarut tidak rusak oleh suhu tinggi, namun

dikhawatirkan ekstrak akan habis, terkikis karena hasil setelah pemisahan

menggunakan rotary evaporator volumenya ml. Karena ekstrak yang didapatkan

23

belum terlalu kental maka di lakukan pemasan dengan menggunakan water bath

dengan suhu ±500C agar tidak terlalu capat menguap.

Pada proses evaporasi, ada beberapa perubahan yang terjadi yaitu berupa

peningkatan viskositas larutan atau ekstrak meniran kehilangan aroma dan warna

dari ekstrak meniran, bisa saja kerusakan pada beberapa komponen biji. Adapun

faktor yang dapat mempengaruhi evaporasi adalah suhu dan tekanan, semakin

tinggi suhu evaporasi, maka penguapan yang terjasi semakin cepat. Kemudian

dengan konsentrasi yang tetap. Lamanya evaporasi, semakin lama evaporasi,maka

yang terjadi semakin banyak zat gizi yang hilang dan semakin banyak berkurang

jumlah volumenya. Luas permukaan, dengan lebih luasnya luas permukaan bahan,

semakin luas pula permukaan bahan yang berhubungan langsung dengan medium

pemanas yang lebih banyak air, jenis bahan dan viskositas cairan semakin tinggi

viskositas cairan, tingkat sirkulasi semakin menurun koefisien transfer panas.

Viksositas larutan mengalami kenaikan karena meningkatnya konsentrasi.

Jadi hasil ekstrak meniran yang telah mengalami proses evaporasi berkurang

10ml dari sebelumnya 17 ml. didapatkan hasil sebanyak 7 ml tapi hasil larutan

hasil evaporasi belum terlalu pekat.

Dan kemudian di fraksiansi menggunakan pelarut etanol 75%, tujuan dari

fraksinasi adalah untuk memisahkan komponen kimia diantara dua fase yang tidak

saling bercampur. Pada percobaan ini dilakukan fraksinasi metode ekstraksi cair-

cair. Ekstrasi cair-cair merupakan pemisahan komponen kimia diantar dua fase

pelarut yang tidak saling bercampur dimana sebagian komponen larut dalam fase

pertama dan sebagian larut dalam fase kedua, lalu kedua fase dikocok lalu

ditambahkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan cair,

dan komponen kimia akan terpisah kedalam kedua fase tersebut sesuai dengan

tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap. Pada saat

pencampuran terjadi perpindahan masa, yaitu ekstrak meninggalkan pelarut yang

pertama (media pembawa) dan masuk kedalam pelarut kedua (media ekstrasi)

sebagai syarat ekstrasi ini bahan ekstrasi dan pelarut tidak saling melarut agar

24

terjadi pemindahan masa yang baik yang berarti performasi ekstrasi yang besar

haruslah diusahakan agar terjadi bidang kontak yang seluas mungkin diantara

kedua cairan tersebut.

Pada ekstasi cair-cair ini alat yang digunakan adalah corong pisah. Corong

pisah untuk memisahkan komponen-komponen dalam suatu campuran antara dua

fase pelarut dengan densitas yang berbeda yang tak tercampur, pemisahan ini

didasarkan pada tiap bobot dari fraksi, fraksi yang lebih berat akan berada

dibagian dasar sementara fraksi yang lebih ringan akan berada di atas (Gambar

4.5). Tujuannya untuk memisahkan golongan utama kandungan yang

lain.senyawa yang bersifat polar dan senyawa yang non polar akan masuk ke

pelarut non polar.

Untuk memakai corong pisah ini, campuran dua fase pelarut dimasukan

kedalam corong pisah dari atas dengan keran ditutup. Corong ini kemudian

ditutup dan digoyang untuk membuat dua fase larutan tercampur. Corong ini

kemudian dibalik dan keran dibuka untuk melepaskan tekanan uap yang berlebih.

Corong ini lalu didiamkan agar pemisahan antara dua fase berlangsung (Gambar

4.5). Benyumbat dan keran corong kemudian di buka dan dua larutan fase ini

didiamkan dengan mengontrol keran corong.

Pada proses fraksinasi menggunakna solvent (pelarut), ini adalah suatu proses

fraksinasi menggunakan pelarut.dimana pelarut yang digunakan adalah pelarut

polar yaitu air, palarut semi polar yaitu etil asetat, palarut non polar yaitu N-

heksan. Proses ini lebih mahal dibandingkan proses fraksinasi lainnya karena

menggunakan bahan pelarut. Ekstrak yang di suspensi kedalam 20 ml aquadest

dan ditambahkan dengan N-heksan 10 ml, dimasukan kedalam corong pisah

kemudian dikocok, setelah dikocok akan terbentuk 2 lapisan, lapisan atas terdiri

dari lapisan N-heksan yang merupakan lapisan non polar karena ringan dan

lapisan bawah adalah air yang bercampur dengan ekstrak meniran.

Lapisan atas yang terdiri dari lapisan N-heksan yang non polar merupakan

lapisan yang terdiri dari kandungan metabolit sekunder, seperti lipid dan

25

terpenoid. Kemudian lapisan bawah yang merupakan lapisan air di tambahkan

dengan etil asetat 10ml secaara dua kali perlakuan. Lapisan semi polar tersebut

lebih berat dan berada di bawah dan memilik kandungan metabolit sekunder yaitu

tanin dan saponin. Lapisan air tersebut ditambahkan etil asetat dan dikocok

kembali dengan corong pisah.kemudian terdiri dari dua lapisan, lapisan atas terdiri

dari lapisan eti asetat (semi polar) dan lapisan bawah adalah laisan air yang

mengandung metabolit sekunder yaitu flavonoid. Lapisan etil asetat mengandung

metabolit sekunder alkaloid dalam bentuk basa. Kemudian diuapkan sementara

lapisan bawah yaitu flavonoid dicampurkan dengan lapisan bawah, dan lapisan

atas digabungkan dengan lapisan atas pertama kali. Partisi untuk masing-masing

pelarut dilakukan dua kali pengulangan. Penggunaan pelarut tersebut berdasarkan

kenaikan polaritas pelarut. Dimana etil asetat lebih polar di bandingkan dengan N-

heksan. Hasil penggabungan fraksinasi tersebut kemudian diuapkan agar hasil

fraksinasi mengental dan terlepas dari N-heksan, partisi untuk masing-masing

pelarurt dilakukan beberapa kali pengulangan. Penggunaan pelarut tersebut

berdasarkan kenaikan polaritas pelarut dimana etil asetat lebih polar dibandingkan

N-heksan atau klorofom. Berdasarkan hasil praktikum fraksinasi maserat di

dapatkan 3 macam fraksi yaitu fraksi polar yang memiliki warna paling pekat dari

fraksi lain, fraksi semi polar yang memiliki warna paling muda dibandingkan

fraksi polar dan non polar, dan terakhir yaitu fraksi non polar yang memilik warna

yang tidak terlalu muda atau pekat.

Setelah itu dilakukan kromatografi kolom, kromatografi adalah teknik

pemisahan campuran berdasarkan kecepatan rambatan komponen dalam medium

tertentu. Kromatografi kolom bertujuan untuk purifikasi dan identifikasi isolasi

komponen- komponen dari suatu campurannya, prinsip pemisahan kromatografi

yaitu adanya distribusi komponen-komponen dalam fase diam dan fase gerak

berdasrkan perbedaan sifat fisik komponen yang akan dipisahkan. Kromatografi

kolom adalah kromatografi yang menggunakan kolom sebagaia alat untuk

memisahkan komponen dari campuran. Alat nya berupa pipa gelas yang

26

dilengkapi keran dibagian bawah kolom untuk mengendalikan aliran zat cair,

ukuran kolomnya tergantung dari banyak nya zat yang akan dipindahkan.

Pada percoabaan ini menggunakan tabung dengan diameter seperti buret

dikarenakan tidak tersedianya kolom yang memadai dilaboratorium. Metode

pemisahan kromatografi kolom memerlukan bahan kimia yang cukup banyak

sebagai fase diam dan fase gerak bergantung pada ukuran kolom gelas. Untuk

melakukan pemisahan campuran dengan metode kromatografi kolom diperlukan

waktu yang relatife lama. Pada percobaan yang telah dilakukan diperlukan untuk

memisahkan ketiga komponen warna yaitu warna putih bening, kuning, coklat

muda, coklat tua, putih pekat selama lebih beberapa jam (Gambar 4.6). Metode

pembuatan kolom terbagi menjadi dua yaitu metode kering dengan kolom pertama

diisi dengan fase diam bubuk diikuti dengan fase gerak, sedangkan metode basah

dengan bubur silica gel disiapkan dari eluen dengan fase diam bubuk dan

kemudian dengan hati-hati dituangkan dalam kolom. Lapisan ini ditutupi dengan

lapisan kapas untuk melindungi bagian lapisan organik dari kecepatan baru

ditambahkan eluen, eluen perlahan-lahan melewati kolom untuk memajukan

bahan organik.

Alat kromatografi memiliki fase diam berupa adsorben yang tidak larut dalam

fase gerak, ukuran partikel fase diam yaitu silica gel. Adanya zat pengotor dalam

fase diam dapat menyebabkan adsorbansi tidak reversibel dan juga disiapkan

wadah berupa gelas kaca yang berfungsi sebagai penampung eluen. Dalam

persiapan kolom hal yang pertama yang dilakukan adalah memasang kapas hal ini

dilakukan karena kapas memiliki kemampuan menyaring serta menahan penyerap.

Proses memasukan kapas digunakan dengan pinset. Penyerapan yaitu silica gel

dimasukkan kedalam kolom sebanyak 5 mg. Proses memasukan penyerap ini

dilkukan menggunkan corong, selnjutnya dilakukan pencucian sekaligus yang

berfungsi untuk menjenuhkan fase diam dan fase gerak. Hal ini dilakukan agar

elusi nannti nya menjadi lebih cepat .kemuidan di tambahkan fase gerak yaitu n-

heksan dan etil asetat dengan perbandingan 1:1 sebanyak 8 ml, proses

penambahan fase gerak dilakukan sebaik mungkin dan homogeny serta terhindar

27

dari adanya gelembing udara karena gelembung udara dapat menyebabkan

putusnya penyerap dalam kolom.

Sampel di masukan kedalam kolom dengan membuka kran bersamaan dengan

pengamatan. Di perlukan untuk setiap pengamatan terelusi sempurna. Pelarut

yang di tambahkan akan turun perlahan kebagian penyerap dan membentuk pita-

pita sesuia dengan jenis zat warna yang terkandung. Pelarut akan turun dan keluar

dengan membawa zat warna yang terlarut tersebut. Pelarut polar dan fase diamnya

yaitu silica gel yang bersifat polar akan tertarik pada fase diam senyawa polar

melalui ikatan hydrogen. Akibatnya senyawa bergerak sangat lambat sedangkan

senyawa non polar akan keluar dari kolom pertama kali karena seyawa ini

bergerak lebih cepat di bandingkan senyawa polar yang mengikuti fase gerak

bersifat non polar. Proses kromatografi diawali dengan pelaut yang kurang polar

terlebih dahulu untuk mengeluarkan senyawa-senyawa non polar kemudian di

susul dengan pelarut lebih polar untuk mendorong senyawa polar. Metode yang di

gunakan pada percobaan ini adalah metode kering, yaitu kolom di isi dengan fase

diam yang kering, di ikuti dengan penambahan fase diam berupa silica gel. Yang

di siramkan dengan eluen semi polar yaitu klorofom dan methanol (9 : 1) yang

bersifat polar hinggah silica benar-benar basah.

Setelah di lakukan kromatografi kolom selanjut nya menggunakan

kromatografi lapis tipis percobaan ini bertujuan untuk memisahkan komponen-

komponen dari ekstrak meniran dan untuk menetukan perbandingan eluen yang

dapat menghasilkan pemisahan yang bagus. Kromatografi lapis tapis merupakan

cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murni nya. Pengerjaan

kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silica atau alumina yang

seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam. Gel silica alumina merupakan

fase diam untuk kromatografi lapis tipis, seringkali mengandung subtansi yang

dapat berpendarflour dalam sinar ultra violet. Sedangkan fase gerak merupakan

pelarut atau campuran pelarut yang sesuai.

28

Sampel yang dipisahkan merupakan fraksi air dan etil asetat. Sedangkan

pelarut yang digunakan sebagai eluen adalah larutan BAA (Butanol-asam asetat-

dan air) dengan perbandingan 4:1:5 eluen yang digunakan merupkan

pencampuran dari pelarut tersebut lalu didiamkan sampai pelarut tercampur

sempurna.

Setelah membuat eluen yang digunakan dilanjutkan dengan menyiapkan kan

plat KLT dan kemudian dibuat batas bawah dan atas nya agar mudah menghitung

Rf nya. Batas bawah yang dibuat adalah masing-masing dengan panjang 1 cm, hal

ini dikarnakan sesuai dengan prinsip kapilaritas, yaitu untuk menaikkan spot

(ascending) kapilaritas adalah naiknya cairan eluen melalui pori-pori kapiler

lempeng. Plat digaris dengan mengguanakan pensil digambar bagian bawah

lempengan. Digunakan pensil karena pensil mengandung senyawa karbon yang

tidak larut dalam eluen jika menggunakan tinta, pewarna dari tinta akan bergerak

selayaknya kromatogram yang dibentuk diberikan penandaan pada garis.

dilempengan untuk menunjukan posisi awal dari tetesan kemudian masing-masing

pelarut dari campuran diteteskan pada garis yang telah dibuat.

Penotolan biasanya dilakukan menggunakan pipa kapiler kaca, penotolan

menggunakan empat sampel yang merupakan hasil dari kromatografi kolom

(Gambar 4.7), lalu pelarut dibiarkan menguap atau dihilangkan dengan bantuan

aliran udara kering selanjutnya lapisan dimasukan di wadah (gelas kaca) yang

telah berisi eluen BAA. Ketika bercak campuran itu mengering, lempengan

ditempatkan kedalam gelas kaca berisi pelarut (eluen). Perlu diperhatikan bahwa

batas pelarut berada dibawah garis dimana posisi bercak berada. Lalu gelas kaca

ditutup menggunakan aluminium foil (Gambar 4.8), alasan untuk menutup gelas

adalah untuk meyakinkan bahwa kondisi dalam gelas tersebut terjenuhkan oleh

uap mencegah penguapan pelarut, karena pelarut bergerak lambat pada

lempengan. Komponen-komponen yang berbeda dari campuran pewarna akan

bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak sebagai perbedaan bercak

warna. Pelarut dapat mencapai sampai pada bagian atas dari lempengan, ini akan

memberiakn pemisahan maksimal dari komponen-komponen yang berwarna

29

untuk kombinasi tertentu dari pelarut dan fase diam. Seharusnya pada percobaan

ini deteksi bercaknya menggunakan dengan sinar UV, sejumlah senyawa alam

akan memancarkan cahaya tampak saat mengenai sinar UV oleh karena itu

digunakan sinar UV bertujuan untuk mendeteksi senyawa yang dapat

berflouresensi. Namun pada percobaan deteksi UV tidak dilakukan dikarenakan

alat yang akan digunakan mengalami kerusakan. Sehingga pda praktikum ini

langsung penyemprotan dengan menggunakan preaksi dragendroff (Gambar 4.9)

sampai plat tersebut terbasahi (Gambar 4.10). Tujuan dari penyemprotan

pereaksi dragendroff untuk menguji senyawa alkaloida yang terkandung didalam

herba meniran.

Dari hasil pengamatan dapat dilihat panjang serapan pada kromatogram

pertama 0,4, hasil dari larutan etil asetat yang ditotolkan dengan nilai Rf 0,4 cm,

sedangakn pada N-heksan dengan mendapatkan nilai Rf 0,5 cm. Warna yang

terbentuk pada saat pelarutan lebih banyak pada pada larutann n-heksan dari pada

larutan etil aseta. Hal ini dikarenakan senyawa meniran lebih banyak yang tertarik

ke pelarut n-hexan dari pada etil asetat, ini menunjukan bahwa senyawa dalam

herba meniran lebih banyak yang bersifat non polar.

30

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Herba meniran (Phyllanthus niruri L.) merupakan tanaman yang mempunyai

banyak khasiat dan telah digunakan sebagai obat tradisional. Khasiat tanaman

berasal dari kandungan berbagai senyawa kimia, di antaranya alkaloid, saponin,

flavonoid, tripenoid/steroid, dan tanin, pada praktikun identifikasi senyawa kimia

pada mniran hasil positif menunjukan meniran mengandung senyawa saponin dan

steroid. Pada identifikasi mikroskopik terdapat kalsium hablur oksalat dan

fragmen kulit biji.

Pada simplisia meniran ini dilakukan ekstrasi dengan metode sokletasi

menggunakan pelarut etanol, pengentalan ektrak dilakukan dengan alat rotary

evaporator, kemudian hasil ekstrak kental di fraksinsi menggunakan pelarut air,

etil asetat, dan n-heksan.yang kemudian diuapkan hinggah mengental. Fraksi

kental kemudian di lakukan uji kromatografi kolom dengan metode kering. Uji

kromatografi kolom menghasilkan senyawa murni yang di uji pada KLT

menggunakan eluen BAA (butanol,asam asetat, dan air) dengan perbandingan

4 :1:5 yang menghasikan tiga bercak, pada nilai RF 0,44 menunjukan larutan

kromatogran, Rf 0,44 menunjukan larutan etil asetat, dan Rf 0,55 menunjukan

larutan N-heksan yang spesifik mengandung alkaloid.

5.2 Saran

Mahasiswa harus memahami prosedur kerja lebih baik agar tidak terjadinya

kesalahan pada praktikum, pencarian pada bahan utama yaitu sampel hendaknya

dilakukan secara pasca panen dan dilokasi yang sama untuk menghindari

indentifikasi senyawa kandungan metabolit sekunder pada sampel. Gunakan

31

pelarut yang sesuai dengan sampel yang digunakan, perhatikan kebesrsihan alat-

alat praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Tim Fitokimia, 2015. Penuntun praktikum fitokimia fakultas farmasi dan sains.

Jakarta .Uhamka Press.

Depkes RI, 1978. Material Medika Indonesia, jilid II. Jakarta (Halaman 78-82)

Depkes RI, 1995. Material Medika Indonesia, jilid VI. Jakarta

32

LAMPIRAN

(Gambar 2.1) Makroskopik Bagian Tumbuhan

(Gambar 4.1) Mikroskopik (Phyllanthi niruri L.)

(Gambar 4.2) Metode Sokletasi

33

34

(Gambar 4.3) Pemanasan Pada Waterbath

35

(Gambar 4.4) Rangkaian Alat Evaporator

36

(Gambar 4.5) Metode Fraksinasi

37

(Gambar 4.6) Metode Kromatografi Kolom yang terdiri dari beberapa

lapisan

38

(Gambar 4.7) Sampel untuk uji KLT

39

(Gambar 4.8) Metode KLT dengan Eluen BAA

40

(Gambar 4.9) Perekasi Dragendroff

41

(Gambar 4.10) Plat alumnia berwarna orange

42

43