skenario 3 dari andi untuk beata

35
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan limpahan berkah dan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial berdasarkan hasil diskusi kami ini dengan tepat waktu. Di dalam laporan hasil diskusi tutorial kedua pada blok lima belas ini, kami akan membahas skenario mengenai pasien seorang perempuan, berusia 41 tahun yang diduga menderita penyakit Cushing syndrom. Demikian skenario beserta learning objectives-nya yang telah kami diskusikan pada pertemuan-pertemuan tutorial minggu kedua blok endokrin. Semoga hasil diskusi tutorial ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa-mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Mataram untuk lebih memahami mengenai penyakit- penyakit yang berhubungan dengan gangguan sistem hormon. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dan turut membantu dalam penyelesaian laporan ini, masukan sangat kami harapkan untuk perbaikan dalam pembuatan laporan tutorial selanjutnya. Kamis, 24 Desember 2015 Kelompok Tutorial VI Semester V 1

Upload: dhauatha-yudhistira

Post on 08-Jul-2016

244 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

ada apa dengan skenario 3 tanya andi hal ini terjadi setelah semua sekanrio tercurah, semua pertanyaan melimpah mempertanyakan

TRANSCRIPT

Page 1: skenario 3 dari andi untuk beata

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

limpahan berkah dan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial

berdasarkan hasil diskusi kami ini dengan tepat waktu.

Di dalam laporan hasil diskusi tutorial kedua pada blok lima belas ini, kami akan

membahas skenario mengenai pasien seorang perempuan, berusia 41 tahun yang diduga

menderita penyakit Cushing syndrom.

Demikian skenario beserta learning objectives-nya yang telah kami diskusikan pada

pertemuan-pertemuan tutorial minggu kedua blok endokrin. Semoga hasil diskusi tutorial ini

dapat bermanfaat bagi mahasiswa-mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Mataram

untuk lebih memahami mengenai penyakit-penyakit yang berhubungan dengan gangguan

sistem hormon. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dan turut

membantu dalam penyelesaian laporan ini, masukan sangat kami harapkan untuk perbaikan

dalam pembuatan laporan tutorial selanjutnya.

Kamis, 24 Desember 2015

Kelompok Tutorial VI Semester V

1

Page 2: skenario 3 dari andi untuk beata

DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................... 1

Daftar Isi.......................................................................................................... 2

I. Pendahuluan

1.1 Skenario 2 Blok 15............................................................................... 3

1.2 Keywords.............................................................................................. 3

1.3 Learning Objectives.............................................................................. 4

1.4 Mind Map............................................................................................. 5

II. Pembahasan

2.1 Fisologi hormon Kortisol...................................................................... 5

2.2 Cushing Syndrom................................................................................. 8

2.3 Addison Disease................................................................................... 16

2.4 Analisis Skenario.................................................................................. 21

III.Penutup

3.1 Kesimpulan......................................................................................... 23

IV. Daftar Pustaka.......................................................................................... 24

2

Page 3: skenario 3 dari andi untuk beata

I. PENDAHULUAN

1.1 Skenario 3 Blok 15

Aku kok tambah gemuk …

Seorang pasien perempuan, berusia 41 tahun, datang ke poliklinik dokter swasta

dengan keluhan mudah memar sejak 3 bulan terakhir. Pasien mengeluh sejak setahun

terakhir, sering merasa lelah, konsentrasi menurun, mudah marah, dada berdebar-debar, dan

siklus menstruasinya berubah. Pasien juga mengeluh semakin gemuk, tapi hanya pada bagian

tubuh tertentu saja, karena kegemukan dia melihat ada garis-garis di kulit bagian perut. Hasil

anamnesa riwayat penyakit, diketahui pasien menderita asma sejak kecil dan sering membeli

obat sendiri di toko obat. Hasil pemeriksaan tanda vital: TD 140/90 mmHg, Nadi 100

kali/menit, RR 20 kali/menit, Suhu 36.8 C, pemeriksaan fisik lain : ikterus (-), peristaltik

kesan normal, perut tampak membuncit, tampak striae di dinding abdomen, bulu-bulu seks

sekunder rontok. Hasil pemeriksaan laboratorium GDS 210 mg/dl. Dokter yang memeriksa

kemudian melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang lanjutan untuk menegakkan diagnosis

pasti dan menentukan penatalaksanaan penyakit pasien ini.

1.2 Keywords

Mudah memar 3 bulan terakhir

Sering merasa lelah

Konsentrasi menurun

Mudah marah

Dada berdebar-debar

Siklus menstruasi berubah

Semakin gemuk, tetapi hanya tubuh tertentu saja

Garis-garis di kulit bagian perut Striae

Riwayat asma dan pengobatan

Hipertensi

Bulu sekunder rontok

GDS 210 mg/dl

3

Page 4: skenario 3 dari andi untuk beata

1.3 Learning Objectives

1. Fisiologi hormon kortisol

2. Cushing syndrom dan Addison disease

3. Analisis skenario

1.4 Mind Map

4

Pasien perempuan

41 tahun

Keluhan utama : mudah memar 3 bulan

Sering merasa lelah

Konsentrasi menurun

Mudah marah

Dada berdebar-debar

Siklus menstruasi berubah

Semakin gemuk, tetapi hanya

tubuh tertentu saja

Garis-garis di kulit bagian perut

Striae

Riwayat asma dan pengobatan

Hipertensi

Bulu sekunder rontok

GDS 210 mg/dl

Penatalaksaan awal

Pemeriksaan Fisik&

Pemeriksaan penunjang

Penegakan Diagnosis

Cushing Syndrom&

Addison disease

Pengobatan

Analisis

Page 5: skenario 3 dari andi untuk beata

II. PEMBAHASAN

2.1 Fisiologi hormon Kortisol

2.1.1 Anatomi Kelenjar Adrenal

Pada mamalia, kelenjar adrenal (atau kelenjar suprarenalis) adalah kelenjar

endokrin berbentuk segitiga yang terletak di atas ginjal (ad, "dekat" atau "di" + renes,

"ginjal"). Kelenjar ini bertanggung jawab pada pengaturan respon stress pada sintesis

kortikosteroid dan katekolamin, termasuk kortisol dan hormon adrenalin.

Secara anatomi, kelenjar adrenal terletak di dalam tubuh, di sisi anteriosuperior

(depan-atas) ginjal. Pada manusia, kelenjar adrenal terletak sejajar dengan tulang

punggung thorax ke-12 dan mendapatkan suplai darah dari arteri adrenalis. Tiap kelenjar

berbobot sekitar 4 gram.

Secara histologis, terbagi atas dua bagian yaitu medula dan korteks. Bagian

korteks berbobot sekitar 90% dari [massa] kelenjar, pada orang dewasa bagian ini

diklasifikasi lebih lanjut menjadi tiga lapisan zona: zona glomerulosa, zona fasikulata,

dan zona retikularis. Tiap zona menghasilkan hormon steroid masing-masing :

a. Zona glomerulosa: sekresi mineralokortikoid-aldosteron. Sekresi aldosteron diatur

oleh konsentrasi angiotensin II dan kalium ekstrasel.

b. Zona fasikulata: lapisan tengah dan terlebar, sekresi glukokortikoid-kortisol,

kortikosteron, dan sejumlah kecil androgen dan esterogen adrenal. Sekresi diatur oleh

axis hipotalamus-hipofisis oleh hormon adrenokortikotropik (ACTH).

c. Zona retikularis: sekresi androgen adrenal dehidroepiandrosteron (DHEA) dan

androstenedion, dan sejumlah kecil esterogen dan glukokortikoid. Sekresi diatur oleh

ACTH, dan faktor lain seperti hormon perangsang-androgen korteks yang disekresi

oleh hipofisis.

Gambar 1: Kelenjar Adrenal

5

Page 6: skenario 3 dari andi untuk beata

Dari korteks adrenal dikenali lebih dari 30 jenis hormon steroid, namun hanya

dua jenis yang jelas fungsional, yaitu aldosteron sebagai mineralokortikoid utama dan

kortisol sebagai glukokortikoid utama. Aktivitas mineralokortikoid mempengaruhi

elektrolit (mineral) cairan ekstrasel, terutama natrium dan kalium. Sedangkan

glukokortikoid meningkatkan glukosa darah, serta efek tambahan pada metabolisme

protein dan lemak seperti pada metabolisme karbohidrat.

Bagian dalam kelenjar disebut medula mengandung sel kromafin yang merupakan

sumber penghasil hormon jenis katekolamin yaitu hormon adrenalin dan norepinefrin,

dengan jenjang reaksi yang distimulasi kelenjar hipotalamus sbb:

Tirosina → DOPA → dopamina → norepinefrin → adrenalin

Hormon kortisol dari zona fasikulata yang menjadi medulla akan menstimulasi

sintesis enzim phenylethanolamine-N-methyltransferase yang mempercepat konversi

norepinefrin menjadi adrenalin. Sekarang akan dibahas lebih lanjut mengenai hormon

kortisol yang berkaitan dengan Cushing syndrome dan Addison diseasae.

2.1.2 Hormon Glukokortikoid

Sedikitnya 95% aktivitas glukokortikoid dari sekresi adrenokortikal merupakan

hasil dari sekresi kortisol, yang dikenal juga sebagai hidrokortisol. Namun, sejumlah kecil

aktivitas glukokortikoid yang cukup penting diatur oleh kortikosteron.

Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat adalah sebagai berikut: 1)

perangsangan glukoneogenesis dengan cara meningkatkan enzim terkait dan

pengangkutan asam amino dari jaringan ekstrahepatik, terutama dari otot; 2) penurunan

pemakaian glukosa oleh sel dengan menekan proses oksidasi NADH untuk membentuk

NAD+; dan 3) peningkatan kadar glukosa darah dan “Diabetes Adrenal” dengan

menurunkan sensitivitas jaringan terhadap insulin.

Efek kortisol terhadap metabolisme protein adalah sebagai berikut: 1)

pengurangan protein sel; 2) kortisol meningkatkan protein hati dan protein plasma; dan 3)

peningkatan kadar asam amino darah, berkurangnya pengangkutan asam amino ke sel-sel

ekstrahepatik, dan peningkatan pengangkutan asam amino ke sel-sel hati. Jadi, mungkin

sebagian besar efek kortisol terhadap metabolisme tubuh terutama berasal dari

kemampuan kortisol untuk memobilisasi asam amino dari jaringan perifer, sementara

pada waktu yang sama meningkatkan enzim-enzim hati yang dibutuhkan untuk

menimbulkan efek hepatik.

6

Page 7: skenario 3 dari andi untuk beata

Efek kortisol terhadap metabolisme lemak adalah sebagai berikut: 1) mobilisasi

asam lemak akibat berkurangnya pengangkutan glukosa ke dalam sel-sel lemak sehingga

menyebabkan asam-asam lemak dilepaskan; dan 2) obesitas akibat kortisol berlebihan

karena penumpukan lemak yang berlebihan di daerah dada dan kepala, sehingga badan

bulat dan wajah “moon face”, disebabkan oleh perangsangan asupan bahan makanan

secara berlebihan disertai pembentukan lemak di beberapa jaringan tubuh yang

berlangsung lebih cepat daripada mobilisasi dan oksidasinya.

Selain efek dan fungsi yang terkait metabolisme, kortisol penting dalam mengatasi

stres dan peradangan karena dapat menekan proses inflamasi bila diberikan dalam kadar

tinggi, dengan mekanisme menstabilkan membran lisosom, menurunkan permeabilitas

kapiler, menurunkan migrasi leukosit ke daerah inflamasi dan fagositosis sel yang rusak,

menekan sistem imun sehingga menekan produksi limfosit, serta menurunkan demam

terutama karena kortisol mengurangi pelepasan interleukin-1 dari sel darah putih. Kortisol

juga dapat mengurangi dan mempercepat proses inflamasi, menghambat respons

inflamasi pada reaksi alergi, mengurangi jumlah eosinofil dan limfosit darah, serta

meningkatkan produksi eritrosit, walaupun mekanismenya yang belum jelas.

Hormon glukokortikoid mempunyai mekanisme kerja seluler sebagai berikut: 1)

hormon masuk ke dalam sel melalui membran sel; 2) hormon berikatan dengan reseptor

protein di dalam sitoplasma; 3) kompleks hormon-reseptor kemudian berinteraksi dengna

urutan DNA pengatur spesifik, yang disebut elemen respons glukokortikoid, untuk

membangkitkan atau menekan transkripsi gen; dan 4) glukokortikoid akan meningkatkan

atau menurunkan transkripsi banyak gen untuk mempengaruhi sintesis mRNA utnuk

protein yang memperantarai berbagai pengaruh fisiologis.

Regulasi kortisol dipengaruhi oleh hormon ACTH yang disekresi oleh hipofisis.

ACTH ini merangsang sekresi kortisol. Sedangkan sekresi ACTH sendiri diatur oleh

CRF/CRH (Corticotropin Releasing Factor/Hormone) dari hipotalamus. ACTH ini

mengaktifkan sel adrenokortikal untuk memproduksi steroid melalui peningkatan siklik

adenosin monofosfat (cAMP). Kortisol ini apabila berlebih mempunyai umpan balik

negatif terhadap sekresi ACTH dan CRF yang masing-masing mengarah pada hipofisis

dan hipotalamus agar sekresi CRF, ACTH, dan kortisol kembali menjadi normal.

Berlawanan dengan aldosteron, kortisol pada keadaan tertentu dapat menyebabkan

retensi Na+ dan meningkatkan ekskresi K+, tetapi efek ini jauh lebih kecil daripada

aldosteron. Hal ini disebabkan karena kortisol dapat menambah kecepatan filtrasi

glomeruli; selain itu kortisol juga dapat meningkatkan sekresi tubuli ginja

7

Page 8: skenario 3 dari andi untuk beata

2.2 Cushing Syndrom

2.2.1 Definisi Cushing Syndrom

Sindrom cushing adalah manifestasi klinis dari kelebihan secara abnormal hormone

glukokortikoid dalam waktu yang lama. Hal ini juga mencakup adanya insufisiensi aksis

hipotalamus-pituitari-adrenal dan gangguan ritme sekresi sirkadian kortisol. Sindrom cushing

juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolic gabungan

dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat

terjadi secara spontan atau karena pemberian dosis farmakologik senyawa-senyawa

glukokortikoid.

2.2.2 Epidemiologi Cushing Syndrom

Sindrom cushing iatrogenic terjadi pada penderita arthritis rheumatoid, asma,

limfoma, dan gangguan kulit umum yang memakai glukokortikoid sebagai anti inflamasi.

Sindrom cushing spontan dialami oleh hiperfungsi korteks adrenal terjadi sebagai akibat

rangsangan ACTH berlebih, maupun sebagai akibatpatologi adrenal yang mengakibatkan

produksi kortisol abnormal. Pada sindroma Cushing berupa sindroma ektopik ACTH lebih

sering pada laki-laki dengan rasio 3:1, pada insiden hiperplasia hipofisis adrenal adalah lebih

besar pada wanita daripada laki-laki, kebanyakan muncul pada usia dekade ketiga atau

keempat.

2.2.3 Etiologi Cushing Syndrom

Sindrom cushing dapat disebabkan oleh penyebab eksternal maupun internal.

Penyebab yang paling sering ditemukan di masyarakat adalah penyebab eksternal yang

dikarenakan oleh konsumsi glukokortikoid (seperti prednisone) untuk pengobatan asma,

artritis reumatoid, atau imunosupresan paska transplantasi organ secara berlebihan dan dalam

jangka waktu yang lama. Hal ini dinamakan sindrom cushing iatrogenic. Selain karena

konsumsi kortikosteroid, sindrom cushing akibat pemberian ACTH sintetis juga dapat terjadi,

meskipun hal ini lebih jarang terjadi mengingat harga obat yang mahal dan kebutuhannya

sangat minimal.

Sindrom cushing yang berasal dari penyebab internal atau dari dalam tubuh dapat

dikarenakan oleh produksi yang berlebihan pada salah satu atau kedua kelenjar adrenal, atau

8

Page 9: skenario 3 dari andi untuk beata

produksi hormon ACTH yang berlebihan dari kelenjar hipofisis. Hal tersebut dapat

disebabkan oleh:

1) Hiperplasia adrenal yaitu jumlah sel adrenal yang bertambah.

2) Tumor kelenjar hipofisis, sering merupakan tumor benigna yang menghasilkan ACTH

dalam jumlah berlebihan sehingga menstimulasi kelenjar adrenal untuk membuat

kortisol lebih banyak.

3) Tumor ektopik yang menghasilkan hormon ACTH. Tumor ini jarang terjadi, dimana

tumor terbentuk pada organ yang tidak memproduksi ACTH kemudian tumor

menghasilkan ACTH dalam jumlah yang berlebihan. Tumor ini bisa bersifat benigna

atau maligna, dan biasanya ditemukan pada paru-paru; contohnya seperti oat cell

carcinoma dari paru dan tumor karsinoid dari paru, tumor pankreas, karsinoma

moduler tiroid, atau tumor timus

4) Gangguan primer kelenjar adrenal, dimana kelenjar adrenal memproduksi kortisol

secara berlebihan di luar stimulus dari ACTH. Bisa terjadi karena adanya adenoma

atau adrenokortikal karsinoma.

5) Sindrom cushing alkoholik yaitu produksi alkohol berlebihan sehingga meningkatkan

kadar kortisol

6) Pada bayi, sindrom cushing paling sering disebabkan oleh tumor adrenokorteks yang

sedang berfungsi

2.2.4 Patofisiologi Cushing Syndrom

Glukokortikoid meningkat karena berbagai faktor baik dari luar maupun dalam tubuh, seperti yang sudah dijelaskan pada poin etiologi chusing syndrome. Fungsi metabolik glukokortikoid atau kortisol yang stabil dipengaruhi oleh jumlah sekresi glukokortikoid atau kortisol. Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan perubahan berbagai kondisi di dalam tubuh khususnya fungsi metabolik seperti dibawah ini:

1.)Metabolisme protein

Efek katabolik dan antianabolik pada protein yang dimiliki glukokortikoid menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentuk protein untuk mensistesis protein. Kortisol menekan pengangkutan asam amino ke sel otot dan mungkin juga ke sel ekstrahepatika seperti jaringan limfoid menyebabkan konsentrasi asam amino intrasel menurun sehingga sintesis protein juga menurun. Sintesis protein yang menurun memicu peningkatan terjadinya proses katabolisme protein yang sudah ada di dalam sel. Proses katabolisme protein ini dan proses kortisol memobilisasi asam amino dari jaringan

9

Page 10: skenario 3 dari andi untuk beata

ekstrahepatik akan menyebabkan tubuh kehilangan simpanan protein pada jaringan perifer seperti kulit, otot, pembuluh darah, dan tulang atau seluruh sel tubuh kecuali yang ada di hati. Oleh karena itu secara klinis dapat ditemukan kondisi kulit yang mengalami atropi dan mudah rusak, luka-luka sembuh dengan lambat. Ruptura serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda regang pada kulit berwarna ungu (striae). Otot-otot mengalami atropi dan menjadi lemah. Penipisan dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan penyokong pembuluh darah menyebabkan mudah timbul luka memar. Matriks protein tulang menjadi rapuh dan menyebabkan osteoporosis, sehingga dapat dengan mudah terjadi fraktur patologis. Kehilangan asam amino terutama di otot mengakibatkan semakin banyak asam amino tersedia dalam plasma untuk masuk dalam proses glukoneogenesis di hati sehingga pembentukan glukosa meningkat.

2.)Metabolisme karbohidrat

Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat untuk merangsang glukoneogenesis yaitu pembentukan karbohidrat dari protein dan beberapa zat lain oleh hati. Seringkali kecepatan glukoneogenesis sebesar 6 sampai 10 kali lipat. Salah satu efek glukoneogenesis yang meningkat adalah jumlah penyimpanan glikogen dalam sel-sel hati yang juga meningkat.

Kortisol juga menyebabkan penurunan kecepatan pemakaian glukosa oleh kebanyakan sel tubuh. Glukokortikoid menekan proses oksidasi nikotinamid-adenin-dinukleotida (NADH) untuk membentuk NAD+. Karena NADH harus dioksidasi agar menimbulkan glikolisis, efek ini dapat berperan dalam mengurangi pemakaian glukosa sel.

Peningkatan kecepatan glukoneogenesis dan kecepatan pemakaian glukosa oleh sel berkurang dapat meningkatkan konsentrasi glukosa darah. Glukosa darah yang meningkat merangsang sekresi insulin. Peningkatan kadar plasma insulin ini menjadi tidak efektif dalam menjaga glukosa plasma seperti ketika kondisi normal. Tingginya kadar glukokortikoid menurunkan sensitivitas banyak jaringan, terutama otot rangka dan jaringan lemak, terhadap efek perangsangan insulin pada ambilan dan pemakaian glukosa.

Efek metabolik meningkatnya kortisol dapat menganggu kerja insulin pada sel-sel perifer, sebagai akibatnya penderita dapat mengalami hiperglikemia. Pada seseorang yang mempunyai kapasitas produksi insulin yang normal, maka efek dari glukokortikoid akan dilawan dengan meningkatkan sekresi insulin untuk meningkatkan toleransi glukosa. Sebaliknya penderita dengan kemampuan sekresi insulin yang menurun tidak mampu untuk mengkompensasi keadaan tersebut, dan menimbulkan manifestasi klinik DM.

3.)Metabolisme lemak

α gliserofosfat yang berasal dari glukosa dibutuhkan untuk penyimpanan dan mempertahankan jumlah trigliserida dalam sel lemak. Jika α gliserofosfat tidak ada maka sel lemak akan melepaskan asam lemak. Asam lemak akan dimobilisasi oleh kortisol sehingga konsentrasi asam lemak bebas di plasma meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan pemakaian untuk energi dan penumpukan lemak berlebih sehingga obesitas. Distribusi jaringan adiposa terakumulasi didaerah sentral tubuh menimbulkan obesitas wajah bulan (moon face). Memadatnya fossa supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal (punguk bison),

10

Page 11: skenario 3 dari andi untuk beata

Obesitas trunkus dengan ekstremitas atas dan bawah yang kurus akibat atropi otot memberikan penampilan klasik perupa penampilan Chusingoid.

4.)Sistem kekebalan

Ada dua respon utama sistem kekebalan yaitu pembentukan antibodi humoral oleh sel-sel plasma dan limfosit B akibat ransangan antigen yang lainnya tergantung pada reaksi-reaksi yang diperantarai oleh limfosit T yang tersensitasi.

Pemberian dosis besar kortisol akan menyebabakan atrofi yang bermakna pada jaringan limfoid di seluruh tubuh. Hal ini akan mengurangi sekresi sel-sel T dan antibodi dari jaringan limfoid. Akibatnya tingkat kekebalan terhadap sebagian besar benda asing yang memasuki tubuh akan berkurang.

Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibodi humoral dan menghambat pusat-pusat germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon primer terhadap anti gen. Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada setiap tingkatan berikut ini yaitu proses pengenalan antigen awal oleh sel-sel sistem monosit makrofag, Induksi dan proleferasi limfosit imunokompeten, produksi anti bodi, reaksi peradangan,dan menekan reaksi hipersensitifitas lambat.

5.)Elektrolit

Glukokortikoid memiliki efek minimal pada kadar elektrolit serum. Glukokortikoid yang diberikan atau disekresikan secara berlebih akan menyebabkan retensi natrium dan pembuangan kalium sehingga menyebabkan edema, hipokalemia dan alkalosis metabolik.

6.)Sekresi lambung

Sekeresi asam lambung dapat ditingkatkan sekresi asam hidroklorida dan pepsin dapat meningkat. Faktor-faktor protekitif mukosa dirubah oleh steroid dan faktor-faktor ini dapat mempermudah terjadinya tukak.

7.)Fungsi otak

Perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini ditandai dengan

oleh ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan episode depresi singkat.

8.) Eritropoesis

Kortisol mengurangi jumlah eosinofil dan limfosit di dalam darah. Involusi jaringan

limfosit, menyebabkan rangsangan untuk pelepasan neutrofil dan peningkatan eritropoiesis.

2.2.5 Manifestasi cushing syndrom

Gejala sindrom cushing salah satunya adalah terjadi peningkatan berat badan yang

11

Page 12: skenario 3 dari andi untuk beata

cepat, terutama dari badan dan wajah dari anggota badan (obesitas sentral). Tanda umum lainnya adalah pertumbuhan bantalan lemak di sepanjang tulang leher dan di bagian belakang leher (punuk kerbau) dan wajah bulat sering disebut sebagai moon face. Gejala lain termasuk hiperhidrosis (keringat berlebihan), telangiectasia (pelebaran kapiler), penipisan kulit yang menyebabkan mudah memar dan kekeringan, khususnya tangan dan selaput lendir, ungu atau merah striae. Berat badan pada sindrom cushing akan meregangkan kulit yang tipis dan lemah hingga menyebabkan perdarahan pada pantat, lengan, kaki atau payudara. Selain itu, kelemahan otot proksimal (pinggul, bahu), dan hirsutisme (wajah laki-pola pertumbuhan rambut), kebotakan dan atau menyebabkan rambut menjadi sangat kering dan rapuh. Dalam kasus yang jarang terjadi, sindrom cushing dapat menyebabkan hiperkalsemia, yang dapat menyebabkan nekrosis kulit. Kelebihan kortisol juga dapat mempengaruhi sistem endokrin lainnya dan menyebabkan insomnia, menghambat aromatase, libido berkurang, impotensi, amenorea / oligomenore dan infertilitas akibat peningkatan di androgen.

2.2.6 Diagnosis Cushing Syndrom

Problem diagnostik utama adalah membedakan pasien dengan sindrom cushing ringan

dari hiperkortisolisme fisiologik ringan yang disebut sebagai pseudo-Cushing. Keadaan ini

bisa mempunyai ganbaran sindrom Cushing, termasuk peninggian kortisol bebas urin,

termasuk gambaran gangguan sekresi kortisol diurnal, dan gangguan supresi kortisol setelah

tes supresi deksametason tengah malam.

Studi paling definitif yang ada untuk membedakan sindrom Cushing ringan dari

sindrom pseudo- Cushing adalah penggunan tes supresi deksametason diikuti dengan

stimulasi CRH ( Cortocotropin Releasing Hormone). Diagnosis sindrom Cushing bergantung

pada kadar produksi kortisol dan kegagalan menekan sekresi kortisol secara normal bila

diberikan deksametason. Sekali diagnosis ditegakkan, selanjutnya pemeriksaan dirancang

untuk mnentukan etiologi.

Pengujian skrining lini pertama

1. Uji urinary free cortisol (UFC) 24 jam

Brbeda dengan kadar kortisol dalam plasma yang mengukur kadar kortisol total, baik

yang terikat atau yang tidak, pemeriksaan urin 24 jam tidak terpengaruh factor – factor yang

mempengaruhi kadar globulin pengikat kortikosteroid.Karena ada kemungkinan

hiperkortisolisme intermiten, jika kecurigaan tinggi dan hasil pertama adalah normal maka

perlu dillakukan pemeriksaan sebanyak tiga kali. Jika hasil dari tiga kali pemeriksaan adalah

12

Page 13: skenario 3 dari andi untuk beata

normal maka bukan sindrom Cushing.Peningkatan kortisol urinary yang lebih ringa dapat

terjadi pada kecemasan kronis, depresi dan alkoholismeyang semuanya dikenal sebagai

pseudo Cushingdan pada kehamilan normal.kortisol urin tidak dapat mengidentifikasi

sindrom Cushing subklinis.

2. Dexamethasone suppression tests (DST) dosis rendah

Uji ini digunakan untuk membedakan sindrom Cushing dari orang normal. DST dosis

rendah malam hari (1 mg) terdiri dari asupan oral 1 mg deksametason antara jam 11 dan 12,

diikuti pengukuran kortisol plasma puasa antara jam 8 dan jam 9 keesokan harinya.kriteria

awal kadar normal adalah 5 µg/dl (138 nmol/liter). Baru – baru ini nilai cut – off diturunkan

sampai 1,8 µg/dl (50 nmol/liter). Meskipun demikian spesifitas uji ini terbatas, karena

kemungkinana adanya misklasifikasi pasiem dengan CBG penyakit akut dan kronis atau

sindrom pseudo Cushing. Kadang pada orang sehat juga gagal menekan kadar kortisol ke

nilai tersebut. Pemberian 2 mg DST selama 2 hari adalah cara lain untuk melakukan tes.

3. Kortisol Salivari pada Tengah Malam

Konsentrasi kortisol dalam saliva berkorelasi dengan kortisol plasma bebas, terlepas

dari kecepatan aliran saliva, dan stabil pada suhu kamar selama satu minggu. Rentang nilai

referensi normal, bergantung pada alat pemeriksaan dan harus divalidasi pada tiap

laboratorium. Tes ini dilakukan pada penghujung malam sekitar jam 23.00.

Pengujian skrining lini kedua

1. Ritme Sirkardian Kortisol Plasma Tengah Malam

Pasien dengan sindrom Cushing sering memiliki konsentrasi serum kortisol di pagi

hari di dalam atau sedikit di ats rentang normal, tetapi tidak memiliki ritme sirkadian yang

normal (7,5 mg/dl, 207 nmol/ L).

2. DST dosis rendah

Dalam DST dosis rendah selama 2 hari, pasien menggunakan deksametason 0,5 mg

oral setiap 6 jam. Urin dikumpulkan untuk UFC pada 2 hari baseline dan pada hari kedua

pemberian deksametason. Atau sebagai alternatif, kortisol serum diukur pada jam 9 dan 48

jam setelah dosis pertama. Respon normal meliputi penurunan UFC menjadi kurang dari 10

mg (27nmol) per 24 jam pada hari kedua pemberian deksametason. Atau kortisol plasma

13

Page 14: skenario 3 dari andi untuk beata

menjadi kurang dari 1,8 mg/dl (50 nmol/liter), pada pagi hari setelah dosis terakhir

deksametason.

2.2.7 Penatalaksanaan Cushing Syndrom

Penatalaksanaan Cushing Syndrome bergantung pada apa penyebab hormon kortisol yang diproduksi secara berlebihan. Penatalaksanaan dapat dilakukan secara pembedahan, radiasi, kemoterapi atau penggunaan obat untuk menghambat kortisol. Jika penyebabnya adalah penggunaan jangka panjang hormon glukokortikoid yang digunakan untuk mengobati gangguan lain, dokter secara bertahap akan mengurangi dosis hingga mencapai dosis terendah namun tetap cukup untuk mengendalikan gangguan itu. Setelah kontrol berhasil dilakukan, dosis harian hormon glukokortikoid dapat ditingkatkan dua kali lipat dan diberikan pada hari lain untuk mengurangi efek samping.

a. Hipofisis Adenoma

Pengobatan yang tersedia untuk penyakit Adenoma Hipofisis. Cara yang paling banyak digunakan adalah operasi pengangkatan tumor, yang dikenal sebagai transsphenoidal adenomectomy. Cara ini menggunakan mikroskop khusus dan instrumen yang sangat halus, ahli bedah akan mendekati kelenjar pituitari melalui lubang hidung atau pembukaan yang dibuat di bawah bibir atas. Tingkat keberhasilan atau penyembuhan dari prosedur ini lebih dari 80 persen bila dilakukan oleh seorang ahli bedah yang berpengalaman. Setelah operasi hipofisis, tingkat produksi ACTH dua tetes di bawah normal. Hal ini merupakan penurunan yang alami, namun untuk sementara klienakan diberi bentuk sintetis dari kortisol ( seperti hydrocortisone atau prednisone).

Pada klien yang mengalami gagal operasi transsphenoidal, dapat dilakukan metode radioterapi. Radiasi ke kelenjar pituitari diberikan selama 6. Hal ini memerlukan waktu beberapa bulan atau tahun sebelum klien merasa lebih baik. Namun demikian, kombinasi dari radiasi dan obat Mitotane (Lysodren) dapat membantu mempercepat pemulihan. Mitotane dapat menekan produksi kortisol dan menurunkan kadar hormon plasma dan urin. Tingkat keberhasilan dengan menggunakan pengobatan Mitotane mencapai 30 sampai 40 persen. Obat lain yang digunakan tanpa atau dengan kombinasi untuk mengontrol produksi kelebihan kortisol diantaranya aminoglutethimide, metyrapone, trilostane dan ketoconazole.

b. Ektopik ACTH Syndrome

Kelebihan produksi kortisol yang disebabkan oleh sindrom ACTH ektopik dapat disembuhkan dengan menghilangkan semua jaringan kanker yang mensekresi ACTH. Pilihan pengobatan kanker - operasi, radioterapi, kemoterapi, imunoterapi, atau kombinasi dari perawatan ini tergantung pada jenis kanker dan seberapa jauh tumor tersebut telah menyebar. Karena ACTH, tumor mensekresi ( misalnya, kanker paru-paru sel kecil) mungkin sangat kecil dan bahkan telah menyebar luas pada saat diagnosis, obat penghambat, seperti Mitotane, merupakan bagian penting dari pengobatan. Pada beberapa kasus, jika operasi hipofisis tidak berhasil, operasi

14

Page 15: skenario 3 dari andi untuk beata

pengangkatan kelenjar adrenal ( adrenalektomi bilateral ) dapat menggantikan cara pengobatan.

c. Tumor Adrenal

Pembedahan adalah pengobatan utama untuk tumor kanker dari kelenjar adrenal. Pada penyakit Primary Pigmented Micronodular Adrenal operasi pengangkatan kelenjar adrenal mungkin diperlukan.

2.2.8 Komplikasi

1. Krisis Addison merupakan hipofungsi anak ginjal dengan gejala kehilangan tenaga

dan perubahan warna kulit menjadi tengguli.

2. Efek yang merugikan pada aktifitas korteks adrenal. Fungsi dari korteks mengalami

disfungsi dimana fungsi ginjal tidak maksimal.

3. Komplikasi lain yang mungkin muncul pada penyakit cushing’s sindrom bisa dilihat

dari manifestasi klinis yang muncul dan patofisiologi yang ada.

2.2.9 Prognosis Sindrom Cushing

Sindrom Cushing yang tidak diobati akan fatal dalam beberapa tahun oleh karena

gangguan kardiovaskular dan sepsis. Setelah pengobatan radikal kelihatan membaik,

bergantung kepada apakah gangguan kerusakan kardiovaskular irreversible.  Pengobatan

substitusi permanent memberikan resiko pada waktu pasien mengalami stress dan diperlukan

perawatan khusus. Karsinoma adrenal atau yang lainnya cepat menjadi fatal oleh karena

kakeksia dan/atau metastasis. 

15

Page 16: skenario 3 dari andi untuk beata

2.3 Addison Disease

2.3.1 Definisi Addison Disease

Addison disease merupakan kegagalan korteks kelenjar adrenal untuk memproduksi

hormone dalam jumlah yang adekuat sehingga akan mempengaruhi kerja tubuh dalam

menekan dan meregulasi tekanan darah serta mengatur keseimbangan air dan garam.

2.3.2 Epidemiologi Addison Disease

Di Amerika Serikat kejadian penyakit Addison dilaporkan 5 atau 6 kasus per juta penduduk per tahun, dengan prevalensi 60-110 kasus per juta penduduk. Tingkat kematian untuk penyakit Addison adalah 1,4 kematian per juta kasus per tahun. Perkiraan ini sudah usang karena insiden TB terkait penyakit Addison lebih besar ketika data ini dikumpulkan. Sebuah studi Swedia melaporkan bahwa tingkat relatif dari kematian pada pasien penyakit Addison adalah 2 kali lipat lebih tinggi dibandingkan sebelumnya. Keganasan, penyakit menular, dan kejadian kardiovaskular adalah penyebab yang bertanggung jawab atas meningkatnya angka kematian menjadi lebih tinggi. Diabetes melitus tercatat pada 12% dari populasi ini, tetapi menyumbang hanya dalam jumlah kecil dengan tingkat mortalitas secara keseluruhan lebih tinggi.

Berdasarkan seks Rasio laki-perempuan adalah 1:1.5-3.5. Berdasarkan umur Addison penyakit dapat terjadi pada orang dari segala usia, namun paling sering terjadi pada orang berusia 30-50 tahun. Ekspresi antibodi korteks adrenal (ACAs) pada pasien tanpa gejala penyakit Addison merupakan risiko yang signifikan terhadap pengembangan insufisiensi adrenal. Risiko bervariasi dengan usia, anak-anak memiliki risiko tinggi perkembangan dibandingkan dengan orang dewasa, dimana ekspresi ACAs merupakan risiko 30% dari pengembangan menjadi penyakit Addison.

2.3.3 Etiologi Addison Disease

Ketidakmampuan memproduksi hormon kortisol yang adekuat disebut juga insufisiensi adrenal terjadi karena berbagai hal. Keadaan tersebut disebabkan oleg gangguan di kelenjar itu sendiri (insufisiensi adrenal primer) atau gangguan sekresi hormon ACTH oleh kelenjar hipofisis (insufisiensi adrenal sekunder).

- Insufisiensi Adrenal Primer

Sebagian besar penyakit Addison disebabkan oleh destruksi korteks adrenal yang disebabkan oleh sistem imun tubuh kita sendiri. Sekitar 70% kasus penyakit Addison yang dilaporkan merupakan penyakit autoimun dimana insufisiensi adrenal terjadi ketika destruksi korteks adrenal mencapai 90%. Keaadaan ini menyebabkan kurangnya produksi hormon glukokortikoid dan mineralokortikoid. Kadang-kadang hanya kelenjar adrenal yang terkena, dikenal sebagai insufisiensi adrenal idiopatik,

16

Page 17: skenario 3 dari andi untuk beata

atau kelenjar lain ikut terkena yang dikenal dengan sindrom defisiensi poliendokrin. Penyebab insufisiensi adrenal primer lainnya adalah infeksi kronis, metastasis keganasan, dan pengangkatan kelenjar adrenal.

- Insufisiensi Adrenal Sekunder

Bentuk penyakit Addison ini merupakan penanda kurangnya hormon ACTH, yang dapat disebabkan kurangnya produksi hormon kortisol kelenjar adrenal tapi produksi hormon aldosteron normal. Bentuk temporer dari insufisiensi adrenal sekunder dapat terjadi ketika seseorang mendapat asupan hormon glukokortikoid misalnya prednison dalam jangka waktu yang lama yang akan kembali normal bila pengobatan dihentikan. Penyebab lain insufisiensi adrenal sekunder adalah pengangkatan kelenjar adrenal atau tumor benigna kelenjar adrenal, adanya hormon ACTH yang diproduksi oleh sel tumor kelenjar hipofisis.

2.3.4 Patofisiologi Addison’s Disease

Penyebab dari insufisiensi adrenal dapat dikategorikan menjadi beberapa mekanisme

yang menyebabkan glandula adrenal tidak memproduksi kortisol yang mencukupi.

Mekanisme tersebut antara lain:

1) Destruksi adrenal

Destruksi adrenal merupakan keadaan dimana suatu penyakit menyebabkan kerusakan

glandular. Adrenalitis autoimun merupakan penyebab Addison’s disease yang paling

banyak ditemukan di negara industrial. Destruksi autoimun pada korteks adrenal

disebabkan oleh reaksi imun terhadap enzim 21-hidroksilase. Destruksi adrenal juga

dapat terjadi bila glandular adrenal terkena metastase dari sel-sel kanker, mengalami

perdarahan hebat, terkena infeksi (seperti tuberkulosis), atau adanya deposisi protein

yang abnormal di amyloidosis

2) Terganggunya steroidogenesis

Untuk membentuk kortisol, glandula adrenal membutuhkan kolesterol, yang nantinya

akan mengalami proses biokimia dan dirubah menjadi hormon steroid. Gangguan

pada pengiriman kolesterol dapat dijumpai pada Smith-Lemli-Opitz syndrome dan

abetalipoproteinemia. Apabila gangguan terdapat pada sintesisnya, penyebab yang

paling sering ditemukan adalah hyperplasia adrenal kongenital. Beberapa obat juga

dapat menganggu enzim yang mensintesis steroid (seperti ketoconazole), atau

mempercepat proses pemecahan hormon di hepar (seperti rifampicin).

17

Page 18: skenario 3 dari andi untuk beata

3) Disgenesis adrenal

Disgenesis adrenal merupakan keadaan dimana glandula adrenal tidak terbentuk

dengan sempurna. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh faktor genetik dan sangat

jarang ditemukan. Mutasi dapat terjadi pada faktor transkripsi SF1, hypoplasia adrenal

kongenital akibat mutasi gen DAX-1, atau mutasi gen reseptor ACTH.

2.3.5 Manifestasi Klinis Addison Disease

Biasanya perlahan, ditandai dengan kelelahan yang memburuk/kronis, kelemahan

otot, kehilangan nafsu makan, dan kehilangan berat badan. Sebagian besar penderita juga

mengeluh mual, muntah dan diare. Gejala lain yang dapat dialami adalah tekanan darah

rendah (hipotensi postural) dan hiperpigmentasi kulit. Dari segi psikiatri, defisiensi dari

hormon ini dapat menyebabkan ketidakmampuan tubuh dalam merespon stress yang dapat

menyebabkan depresi. Keadaan yang menjadi kegawatan adalah terjadinya krisis

addisonian, yang ditandai oleh:

- Nyeri menembus yang tiba-tiba pada punggung bawah, perut, atau kaki-kaki

- Muntah dan diare yang berat

- Dehidrasi berat

- Tekanan darah rendah

2.3.6 Diagnosis Addison disease

A. Anamnesis

Anamnesis pada penderita Addison disease dilakukan dengan menanyakan tentang

beberapa hal yang menyangkut dengan gejala-gejala atau ciri khas dari Addison disease. Hal-

hal yang ditanyakan umunya sama dengan alur pertanyaan pada anamnesis-anamnesis

penyakit lainnya, yaitu keluhan yang dirasakan sekarang, kemudian riwayat penyakit dahulu,

riwayat social, riwayat makan dan minum, riwayat pekerjaan, riwayat penyakit keluarga dan

riwayat pengobatan. Selebihnya sama dengan anamnesis pada umumnya.

B. Pemeriksaan fisik

Penegakan diagnosis untuk Addison disiease dipastikan dari gejala-gejala khas yang

dialami pasien dan pemeriksaan laboratorium. Namun tidak menutup kemungkinan untuk

18

Page 19: skenario 3 dari andi untuk beata

dilakukan pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan fisik yang biasa dilakukan pada penderita

Addison disease adalah pemeriksaan tanda vital dan antropometri karena gejala pada Addison

disease dapat berupa penurunan berat badan dan penurunan tekanan darah.

C. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium dapat dilihat penderita mengalami penurunan

ekskresi dari hasil pemecahan atau metabolit dari kortisol yaitu 17

hidroksikortikoid, sedangkan kadar ACTH plasma meningkat. Dalam

pemeriksaan laboratorium juga didapatkan :

- Penurunan konsentrasi glukosa dalam darah dan natrium (hipoglikemia dan

hiponatremia)

- Peningkatan konsentrasi kalium serum (hiperkalemia)

- Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)

- Penurunan kadar kortisol serum

- Kadar kortisol plasma rendah

b. Pemeriksaan radiografi

Pada pemeriksaan radiografi abdominal didapatkan gambaran adanya kalsifikasi

adrenal

c. Pemeriksaan CT-Scan

Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan lanjutan setelah dilakukan radiografi.

Setelah didapatkan gambaran kalsifikasi adrenal dan pembesaran adrenal, maka

pemeriksaan akan lebih menspesifikan lagi abnormalitas yang terjadi pada adrenal

tersebut.

d. Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan ini dilakukan apabila terjadi abnormalitas elektrolit, karena dapat

mengakibatkan tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non

speisfik abnormal sekunder

2.3.7 Penatalaksanaan Addison disease

Terapi untuk penyakit Addison adalah terapi sulih dengan kortisol, biasanya 20 sampai 30 mg/hari dalam dosis terbagi, dan suatu analog aldosteron, 9-alfa-fluorokortisol. Apabila dosis steroid-steroid ini sudah di sesuaikan dengan benar, maka status metabolik pasien kembali ke normal dan iamampu menjalani hidup secara normal. Dosis kortisol dan 9-alfa-fluorokortisol perlu ditingkatkan dua sampai tiga kali lipat saat stress (misalnya, penyakit demam,

19

Page 20: skenario 3 dari andi untuk beata

pembedahan, trauma), karena apabila tidak,maka pasien dapat mengalami insufisiensi adrenal akut. Terapi pada insufisiensi adrenal sekunder hanya memerlukan penggantian dengan kortisolterapi. Pasien harus diperiksa untuk memastikan apakah sekresi aldosteronnya normal.

Menurut Elizabet J. Corwin (2009), penatalaksanaan penyakit addison meliputi:

1. Penggantian glukokortikoid seperti penggunaan hidrokortison atau kartison asetat diperlukan

2. Pemberi perawatan kesehatan harus membantu riwayat penyesuaian dosis glukokortikoid; kejadian merugikan yang potensial mencakup setiap krisis sejak kunjungan terakhir, kemampuan individu untuk mengatasi stresor setiap hari, berat badan individu dan tanda yang menunjukkan penggantian yang berlebihan atau penggantian yang kurang

3. Pemantauan tekanan darah, edema perifer, natrium serum, kaliumserum, dan aktivitas renin plasma memberi petunjuk keefektifan terapi

4. Penggantian aldesteron (hanya pada insufisiensi adenal perifer) dapat diperlukan5. Pemberian glukokortikoid mungkin perlu ditingkatkan selama periode stres, yang

mencangkup infeksi, trauma, dan pembedahan.Morbilitas dan mortalitas tinggi tanpa terapi.

Apa bila penyebab insufisiensi adrenal berkaitan denan tumor hipofisis, insufisiensi adrenal dapat diobati dengan kemotrapi, radiasi,atau pembedahan.

2.3.8 Komplikasi Addison disease

Komplikasi dari penyakit Addison berkaitan dengan penyakit dasarnya. Pada kasus yangt ida k d i t a ngan i denga n ba ik , da pa t me ngak iba tkan k r i s i s add i son i an , yang d i t anda i dengan penurunan tekanan darah, penurunan glukosa darah, dan peningkatan kalium.

2.3.9 PrognosisKesehatan dan usia hidup pasien biasanya normal, kecuali bila terjadi krisi adrenal

biasanya prognosanya akan menjadi lebih buruk. Sedangkan pigmentasi bisa menetap. Dengan terapi hormon pengganti, sebagian besar orang dengan penyakit Addison dapat hidup normal.

20

Page 21: skenario 3 dari andi untuk beata

2.4 Analisis Skenario

Identitas

Seorang pasien perempuan 41 tahun

Pada jenis kelamin dan usia yang semakin menua, kita dapat mencurigai terjadinya

penurunan efektivitas organ pada pasien ini, dan keluhan pada usia lanjut sangat banyak.

Pada beberapa penyakit seperti pada cushing sindrom dari hasil epidemiologi lebih sering

ditemukan pada wanita.

Keluhan Utama

Mudah memar sejak 3 bulan terakhir

Pada sekresi kortisol yang meningkat, sehingga kadar kortisol dalam darah meningkat yang

mengakibatkan sintesis protein menurun dan protein di kulit hilang sehingga pasien

mengeluhkan mudah memar.

Keluhan Penyerta

Setahun terakhir, sering merasa lelah, konsentrasi menurun, mudah marah, dada

berdebar-debar, dan siklus menstruasinya berubah. semakin gemuk, tapi hanya pada

bagian tubuh tertentu saja, karena kegemukan dia melihat ada garis-garis di kulit

bagian perut yang merupakan kumpulan manifestasi klinis yang sering ditemukan

pada cushing syndrom

RPD

Menderita asma sejak kecil dan sering membeli obat sendiri di toko obat

Pada seseorang yang menderita asma gejala kelebihan glukokortikoid umumnya terjadi

dengan pemberian steroid oral, namun kadang-kadang suntikan steroid ke dalam sendi dan

penggunaan inhaler steroid juga dapat menyebabkan sindrom Cushing

Pemeriksaan Fisik

vital: TD 140/90 mmHg, Nadi 100 kali/menit, RR 20 kali/menit, Suhu 36.8 C, pemeriksaan

fisik lain : ikterus (-), peristaltik kesan normal, perut tampak membuncit, tampak striae di

dinding abdomen, bulu-bulu seks sekunder rontok.

21

Page 22: skenario 3 dari andi untuk beata

Hasil pemeriksaan laboratorium : GDS 210 mg/dl

Hasil lab pemeriksaan gula darah sewaktu didapatkan meningkat dari angka

normalnya yaitu <200 mg/dl. Dikarenakan peningkatan glukokortikoid atau kortisol

dapat menekan proses oksidasi NADH yang mengakibatkan glikolisis menurun dan

pemakaian glukosa menurun, dan disatu sisi terjadi peningkatan glukoneogenesis oleh

hati dan glukosa darah mengalami peningkatan.

Dari hasil analisis skenario tersebut didapatkan diagnosis banding yaitu Cushing syndrom

dan Addison diseases, untuk menegakkan diagnosis kerja dibutuhkan pemeriksaan

penunjang dan diperlukan pencegahan terjadinya komplikasi lebih lanjut.

III. Kesimpulan

22

Page 23: skenario 3 dari andi untuk beata

IV. DAFTAR PUSTAKA

23

Page 24: skenario 3 dari andi untuk beata

Aru W. Sudoyo dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II edisi VI. Jakarta: Interna

Publishing.

Ganong. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 22. Jakarta: EGC

Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta: EGC

Price, S. Anderson & Wilson, L. McCarty. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Ed. 6. Vol. 2. Jakarta; EGC

Price SA dan Wilson LM 2006, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6,

Volume 2, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

Robbins, Cotran, Kumar, 2007, Buku Ajar Patologi Edisi 7, Volume 2, Jakarta: EGC.

Sherwood & Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 6. Jakarta: EGC

24