skripsi andi suciati

114
PENGARUH LAMA PERENDAMAN DAN FERMENTASI TERHADAP KANDUNGAN HCN PADA TEMPE KACANG KORO (Canavalia ensiformis L) Oleh : ANDI SUCIATI G611 08 289 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

Upload: anisaramadani

Post on 12-Jul-2016

48 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

skripsi

TRANSCRIPT

Page 1: Skripsi Andi Suciati

PENGARUH LAMA PERENDAMAN DAN FERMENTASI TERHADAP KANDUNGAN HCN PADA TEMPE

KACANG KORO (Canavalia ensiformis L)

Oleh :

ANDI SUCIATIG611 08 289

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGANJURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR2012

Page 2: Skripsi Andi Suciati

PENGARUH LAMA PERENDAMAN DAN FERMENTASI TERHADAP KANDUNGAN HCN PADA TEMPE

KACANG KORO (Canavalia ensiformis L)

Oleh :

ANDI SUCIATIG 611 08 289

SKRIPSISebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada

Jurusan Teknologi Pertanian

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGANJURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR2012

HALAMAN PENGESAHAN

Page 3: Skripsi Andi Suciati

Judul : Pengaruh Lama Perendaman dan Fermentasi terhadap Kandungan HCN pada Tempe Kacang Koro (Canavalia ensiformis L)

Nama : Andi SuciatiStambuk : G 611 08 289Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan

DisetujuiTim Pembimbing

Pembimbing I

Prof. Dr. Ir. H. Abu Ba kar Tawali NIP. 19630702 198811 1 001

Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Amran Laga, MSNIP. 19620205 200604 1 002

Mengetahui,

Ketua Jurusan Teknologi Pertanian

Prof. Dr. Ir. Hj. Mulyati M. Tahir, MS NIP 19570923 198312 2 001

Ketua Panitia Ujian Sarjana

Ir. Nandi K. Sukendar, M.App. Sc NIP. 19571103 1984061 1 001

Tanggal Lulus : November 2012Andi Suciati (G61108289). Pengaruh Lama Perendaman dan Fermentasi Terhadap Kandungan HCN pada Tempe Kacang Koro

Page 4: Skripsi Andi Suciati

(Canavalia ensiformis L). Dibawah bimbingan Abu Bakar Tawali dan Amran Laga.

RINGKASAN

Kacang koro (Canavalia ensiformis L) merupakan salah satu jenis kacang-kacangan yang memiliki kandungan protein dan karbohidrat yang cukup tinggi. Tingginya kandungan protein pada kacang koro dapat menjadi salah satu alternatif substitusi kacang kedelai sebagai bahan baku tempe. Namun, kendala yang dihadapi adalah adanya senyawa toksik yang terdapat pada kacang koro yaitu asam sianida (HCN) yang sangat berbahaya. Asam sianida pada kacang koro dapat dikurangi melalui proses pengolahan seperti perendaman, pengukusan, dan fermentasi pada pembuatan tempe. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh lama perendaman dan fermentasi terhadap penurunan HCN pada tempe kacang koro dan untuk mengetahui tingkat kualitas tempe yang dihasilkan. Hasil penelitian diolah dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktorial dan uji lanjut Duncan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa perendaman selama 48 jam dengan fermentasi 48 jam paling efektif menurunkan kadar HCN sebesar 53,87% dari 8,78 ppm menjadi4,05 ppm. Produk tempe kacang koro yang paling baik berdasarkan uji organoleptik yaitu pada perendaman 24 jam dan fermentasi 24 jam. Profil produk tempe kacang koro pada perlakuan terbaik adalah : kadar air sebesar 53,28 %, protein 29,08 %, karbohidrat 13,74 %, lemak 0,77 %, dan abu 3,13 %.

Kata Kunci : Tempe Kacang Koro, Perendaman, Fermentasi, Asam Sianida (HCN)

Page 5: Skripsi Andi Suciati

Andi Suciati (G61108289). The Effect of Soaking and Fermentation Duration on Cyanide Acid of the Jack Bean (Canavalia ensiformis L) Tempeh. Supervised by Abu Bakar Tawali and Amran Laga.

ABSTRACT

Jack bean (Canavalia ensiformis L) is a kind of nuts that contains high protein and carbohydrate. The high protein content in lentils can be as an alternative substitution of soybeans as a raw material for tempeh. However, the problem is the presence of Hydrogen Cyanide (HCN) toxic compound in the lentils which is so dangerous. Cyanide acid can be reduced through processing such as soaking, steaming, and fermenting during making tempeh. The purpose of this research were to determine the effect of soaking time and fermentation on HCN reduction in jack bean tempeh and to determine the level of quality produced. The results were analyzed by using completely randomized design (CRD) with 2 factorials. The results showed that in 48 hours of soaking and 48 hours of fermentation was the most effective treatment to decrease of cyanide acid was 53,87% from 8,78 ppm to 4,05 ppm. Organoleptically, the best jack bean tempeh product was in 24 hours of soaking and 24 hours of fermentation. Profile of the jackbean tempeh product of the best treatment were: the water content was 53.28%, the protein was 29.08%, carbohydrate was 13.74%, fat was 0.77%, and ash was 3.13%.

Key words : Jack bean tempeh, Soaking, Fermentation, Cyanide acid (HCN)

Page 6: Skripsi Andi Suciati

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu Alaikum Wr. Wb.

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat,

taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas

Akhir dengan judul “Pengaruh Lama Perendaman dan Fermentasi

terhadap Kandungan HCN pada Tempe Kacang Koro

(Canavalia ensiformis L)” sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar

kesarjanaan pada Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian,

Universitas Hasanuddin, Makassar.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini, banyak

rintangan dan hambatan yang datang silih berganti. Akan tetapi, berkat

doa, motivasi, dan bimbingan dari berbagai pihak penulis dapat

mengatasinya. Penulis juga memohon maaf apabila dalam skripsi ini

terdapat kekurangan yang tidak terlepas dari keterbatasan kemampuan

penulis sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Oleh karena

itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dan

semoga skripsi ini dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. H. Abu Bakar

Tawali dan Prof. Dr. Ir. Amran Laga, MS selaku dosen pembimbing yang

telah memberikan banyak masukan, arahan, bimbingan, dan motivasi

selama pelaksanaan penelitian hingga penulisan skripsi ini.

Page 7: Skripsi Andi Suciati

Terima kasih pula kepada Ir. Nandi K. Sukendar, M.App.Sc dan

Februadi Bastian, S.TP., M.Si selaku penguji yang telah bersedia

meluangkan waktunya untuk memberikan arahan, masukan, dan petunjuk

dalam penyusunan skripsi ini.

Melalui kesempatan yang berharga ini, penulis juga tak lupa

mengucapkan terima kasih kepada seluruh dosen Program Studi Ilmu dan

Teknologi Pangan yang telah memberikan banyak ilmu selama penulis

berkuliah, dan seluruh karyawan Fakultas Pertanian Universitas

Hasanuddin yang telah banyak membantu.

Semoga laporan akhir ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh

pihak. Amin.

Makassar, November 2012

Penulis

Page 8: Skripsi Andi Suciati

UCAPAN TERIMA KASIH

Sembah sujud dan kupersembahkan skripsi ini terkhusus kepada

kedua orang tua tercinta Ayahanda Amrullah P, S.Pd., M.Pd dan Ibunda

Hj. Syamsidar Aliyah. Terima kasih yang tak terhingga atas segala

pengorbanan, kesabaran, dukungan, semangat, dan doa restu hingga

penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Pertanian Universitas

Hasanuddin. Terima kasih pula penulis ucapkan kepada kakak dan adikku

tercinta ( Kak Annu, Ulfah, dan Puji ) dan segenap keluarga besarku

atas segenap doa dan motivasi yang selama ini diberikan kepada penulis.

Terima kasih kepada Kakanda Muh. Irsan Mudjarab, SP yang

dengan setia mengingatkan, meluangkan waktunya, dan memotivasi

penulis untuk tetap semangat dalam menyusun skripsi ini. Kepada

sahabat-sahabat tercinta : Bani, Ayu, Dede, Mifrah, dan Dian yang telah

memotivasi, memberi dukungan, dan berbagi suka dan duka bersama.

Terima kasih pula kepada segenap teman-teman seperjuangan

“Tekpert 08” yang selama ± 4 tahun kita melewati hari-hari bersama dari

berangkat sebagai mahasiswa hingga akhir perjuangan menggapai gelar

sarjana. Semoga Allah senantiasa melindungi kita semua. Amin.

Page 9: Skripsi Andi Suciati

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Andi Suciati, lahir di Barru pada tanggal

02 April 1990. Penulis dilahirkan sebagai anak

kedua dari empat bersaudara dari pasangan

Amrullah P, S.Pd., M.Pd dengan Hj. Syamsidar

Aliyah.

Jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh adalah sebagai berikut :

1. Raodhatul Athfal Al-Ikhlas, Kab. Barru 1995-1996

2. SDN Center Bottoe, Kab. Barru (1996-2002)

3. SMP Negeri 1 Tanete Rilau, Kab. Barru (2002-2005)

4. SMA Negeri 1 Barru, Kab. Barru (2005-2008)

5. Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi

Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin (2008-2012)

Selama menjadi mahasiswa Teknologi Pertanian Universitas

Hasanuddin, penulis aktif pada Himpunan Mahasiswa Teknologi Pertanian

Universitas Hasanuddin (HIMATEPA UH). Pengurus Organda Kerukunan

Mahasiswa (KEMA) Barru Universitas Hasanuddin. Penulis juga aktif

mengikuti kegiatan seminar baik di tingkat Jurusan, Regional, Universitas,

dan Tingkat Nasional. Pada bulan Juni – Agustus 2011 mengikuti

KKN-Profesi di Kelurahan Mattiro Deceng, Kecamatan Tiroang,

Kabupaten Pinrang.

Page 10: Skripsi Andi Suciati

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI …………………………………………………………….. x

DAFTAR TABEL ……………………………………………………….. xii

DAFTAR GAMBAR............................................................................ xiii

DAFTAR LAMPIRAN......................................................................... xiv

I. PENDAHULUAN......................................................................... 1

A. Latar Belakang......................................................................... 1

B. Rumusan Masalah................................................................... 3

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian............................................ 3

II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 4

A. Kacang Koro (Canavalia ensiformis L) .................................... 4

B. Inokulum Tempe ..................................................................... 8

C. Tempe ..................................................................................... 11

D. Asam Sianida (HCN) ............................................................... 14

E. Fermentasi ……………………................................................. 16

III. METODE PENELITIAN............................................................... 18

A. Waktu dan Tempat .................................................................. 18

B. Alat dan Bahan........................................................................ 18

C. Metode Penelitian.................................................................... 18

D. Perlakuan Penelitian................................................................ 21

E. Parameter Pengamatan........................................................... 21

a. Analisa Kadar Asam Sianida (HCN) ................................... 21

Page 11: Skripsi Andi Suciati

b. Uji Organoleptik .................................................................. 22

c. Analisis Proksimat .............................................................. 22

F. Pengolahan Data .................................................................... 26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................... 27

A. Asam Sianida (HCN)................................................................ 27

B. Uji Organoleptik ...................................................................... 31

a. Warna ................................................................................ 31

b. Aroma ................................................................................. 34

c. Tekstur ................................................................................ 36

d. Kelebatan Miselium ............................................................ 38

C. Analisis Proksimat ................................................................. 40

a. Kadar Air .......................................................................... 41

b. Kadar Protein.................................................................... 42

c. Kadar Lemak..................................................................... 43

d. Kadar Abu......................................................................... 44

e. Kadar Karbohidrat............................................................. 45

V. KESIMPULAN DAN SARAN....................................................... 47

A. Kesimpulan............................................................................. 47

B. Saran...................................................................................... 47

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 48

LAMPIRAN ........................................................................................ 52

Page 12: Skripsi Andi Suciati

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1. Kandungan nutrisi pada kacang koro dan beberapa jenis kacang-kacang lainnya ....................................................... 6

2. Komposisi proksimat pada biji kacang koro ........................ 8

Page 13: Skripsi Andi Suciati

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1. Biji dan Tanaman Kacang Koro.............................................. 6

2. Diagram Alir Pembuatan Tempe Kacang Koro...................... 20

3. Pengaruh Lama Perendaman dan Fermentasi terhadap kadar HCN pada tempe kacang koro .................................... 28

4. Pengaruh Lama Perendaman dan Fermentasi terhadap Warna pada Tempe Kacang Koro.......................................... 32

5. Pengaruh Lama Perendaman dan Fermentasi terhadap Aroma pada Tempe Kacang Koro.......................................... 34

6. Pengaruh Lama Perendaman dan Fermentasi terhadap Tekstur pada Tempe Kacang Koro........................................ 37

7. Pengaruh Lama Perendaman dan Fermentasi terhadap Kelebatan Miselium pada Tempe Kacang Koro..................... 39

8. Nilai Proksimat pada Tempe Kacang Koro Perlakuan Terbaik .............................................................................. 41

Page 14: Skripsi Andi Suciati

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Perhitungan Analisa Kadar HCN pada Tempe Kacang

Koro ..................................................................................

1.1 Rekapitulasi Hasil Analisa Kadar HCN pada Tempe

Kacang Koro ..............................................................

1.2 Hasil Analisa Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan

Lama Perendaman dan Fermentasi Terhadap Kadar

HCN pada Tempe Kacang Koro .................................

1.3 Uji Lanjut Duncan Faktor Lama Perendaman .............

1.4 Uji Lanjut Duncan Faktor Lama Fermentasi................

52

52

52

53

53

2. Hasil Uji Organoleptik Terhadap Tempe Kacang Koro......

2.1 Hasil Uji Organoleptik Warna Terhadap Tempe

Kacang Koro ..............................................................

2.2 Hasil Uji Organoleptik Aroma Terhadap Tempe

Kacang Koro ..............................................................

2.3 Hasil Uji Organoleptik Tekstur Terhadap Tempe

Kacang Koro ..............................................................

2.4 Hasil Uji Organoleptik Kelebatan Miselium Terhadap

Tempe Kacang Koro ..................................................

2.5 Hasil Rerata Uji Organoleptik Terhadap Tempe

Kacang Koro ..............................................................

54

54

55

56

57

58

3. Hasil Analisa Proksimat pada Tempe Kacang Koro

dengan Perlakuan Terbaik ............................................... 58

4. Biji Kacang Koro (Canavalia ensiformis L) 59

5. Inokulum Tempe …………………………………………….. 59

6. Perendaman Biji Kacang Koro dengan Air Mengalir …………. 60

7. Biji yang telah Direndam selama 24 jam, 48 jam, dan 72 jam 60

8. Biji yang telah Dikupas Kulit Luar dan Kulit Arinya …………… 61

No Judul Halaman

Page 15: Skripsi Andi Suciati

9. Biji yang telah Dipotong-potong menjadi 4-6 Bagian …………. 61

10. Pengukusan Biji yang telah Dipotong-potong ………………… 62

11. Biji yang telah Dikukus ±30 Menit ………………………………. 62

12. Penirisan dan Pendinginan………………………………………. 63

13. Biji yang telah Ditaburi dengan Inokulum Tempe …………….. 63

14. Pengemasan ……………………………………………………… 64

15. Produk Tempe Kacang Koro ……………………………………. 64

16. Proses Destilasi …………………………………………………... 65

17. Gambar Titrasi dengan AgNO3 ………………………………………….. 65

I. PENDAHULUAN

Page 16: Skripsi Andi Suciati

A. Latar Belakang

Indonesia kaya akan beragam jenis kacang-kacangan yang

mengandung protein yang cukup tinggi. Berbagai jenis

kacang-kacangan tersebut diolah menjadi beragam jenis produk

makanan. Agar protein menjadi bermutu tinggi dan mudah dicerna,

maka dapat diolah melalui proses fermentasi. Keuntungan dari bahan

makanan yang difermentasi adalah protein, lemak, dan polisakarida

yang dikandung dapat dihidrolisis sehingga bahan pangan mempunyai

daya cerna yang lebih tinggi.

Salah satu produk olahan kacang-kacangan yang sangat popular

di masyarakat yaitu tempe. Tempe adalah sumber protein yang penting

dalam menu makanan Indonesia yang merupakan bahan makanan lauk

pauk nabati atau sebagai sumber protein nabati. Tempe umumnya

dibuat dari bahan kedelai karena kedelai mengandung protein 35%,

bahkan pada varietas unggul kadar proteinnya mencapai 40%-43%.

Selama ini bahan baku yang digunakan untuk pembuatan tempe

berasal dari kacang kedelai. Namun, beberapa tahun terakhir produksi

kedelai Indonesia merosot sehingga belum mampu memenuhi

kebutuhan. Untuk mengatasi kekurangan bahan dasar pembuatan

tempe perlu dicari alternatif pemanfaatan kacang-kacangan selain

kedelai. Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian (BB Pascapanen)

melakukan penelitian kemungkinan mengganti bahan dasar tempe

dengan kacang-kacangan lain. Disamping untuk menutup kekurangan

Page 17: Skripsi Andi Suciati

produksi kedelai, juga agar kualitas tempe lebih meningkat. Dalam hal

ini, kedelai dan kacang-kacangan lain merupakan sumber protein

nabati yang cukup penting bagi masyarakat Indonesia.

Salah satu jenis kacang-kacangan yang sangat cocok dijadikan

bahan dasar pembuatan tempe adalah kacang koro. Protein yang

terdapat pada kacang koro lebih besar dibanding dengan kacang-

kacangan lain seperti kacang hijau, kacang tanah, kacang tolo, dan

kacang gude yaitu sekitar 27,4 gr. Namun, kendala yang dihadapi pada

pengolahan kacang koro yaitu banyaknya senyawa toksik yang

terkandung di dalamnya salah satunya adalah kandungan asam sianida

(HCN) yang cukup tinggi dan sangat berbahaya terhadap kesehatan

tubuh jika masuk ke dalam tubuh secara berlebihan. Hal ini

menyebabkan masyarakat ragu memanfaatkan kacang koro sebagai

bahan baku produk makanan. Namun, proses pengolahan yang tepat

dapat menurunkan kadar HCN pada kacang koro seperti proses

pencucian, perendaman, serta fermentasi. Batas kandungan HCN

dalam tubuh tidak boleh lebih dari 0,5 mg/kg berat badan.

Berdasarkan uraian di atas, maka diharapkan akan diperoleh

pengolahan yang paling efektif menurunkan kadar HCN sehingga

menghasilkan tempe kacang koro yang aman dikonsumsi.

B. Rumusan Masalah

Page 18: Skripsi Andi Suciati

Tingginya kandungan HCN yang terdapat pada kacang koro

dapat membahayakan kesehatan. Namun, proses pengolahan

pembuatan tempe yang tepat dapat mengurangi kadar HCN pada

kacang koro seperti perendaman dan fermentasi. Akan tetapi, belum

diketahuinya berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengurangi

kadar HCN pada kacang koro selama proses perendaman serta

fermentasi.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :

1. Untuk melihat pengaruh lama perendaman terhadap penurunan

asam sianida (HCN).

2. Untuk mengetahui lama fermentasi terhadap derajat penurunan

asam sianida (HCN).

3. Untuk mengetahui tingkat kualitas tempe kacang koro dan

kandungan gizi (proksimat) dari tempe yang dihasilkan.

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi

untuk mengetahui pengaruh lama perendaman dan lama fermentasi

terhadap derajat penurunan kandungan HCN pada tempe kacang koro.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Page 19: Skripsi Andi Suciati

A. Kacang Koro (Canavalia ensiformis L)

Tanaman koro pedang (Canavalia ensiformis) telah lama dikenal

di Indonesia, namun kompetisi antar jenis tanaman menyebabkan

tanaman ini tersisih dan jarang ditanam dalam skala luas. Secara

tradisional tanaman koro pedang digunakan untuk pupuk hijau, polong

muda, digunakan untuk sayur (dimasak seperti irisan kacang buncis).

Biji koro pedang tidak dapat dimakan secara langsung karena akan

menimbulkan rasa pusing. Secara botani tanaman koro pedang

dibedakan ke dalam dua tipe tanaman yaitu : koro pedang yang tumbuh

merambat (climbing) dan berbiji merah (Canavalia gladiate (jack) DC)

dan koro pedang tumbuh tegak dan berbiji putih

(Canavalia ensiformis (L.) DC.). Tipe merambat (Canavalia gladiata)

dikenal denagn Swordbean tersebar di Asia Tenggara, India, Myanmar,

Ceylon dan negara-negara Asia Timur (Anonim, 2012).

Koro pedang (Canavalia ensiformis) yang saat ini diusahakan

sebagai alternatif substitusi kedelai itu sejatinya bukan komoditas baru.

Pada 1970-1980 koro pedang banyak ditanam di pekarangan. Namun,

saat itu hampir tak pernah dibudidayakan secara komersil. Budidaya

secara komersil baru digalakkan mulai tahun 2006 meskipun belum

banyak areal yang ditanami. Pengetahuan masyarakat pun masih

terbatas untuk mengetahui manfaat koro pedang dalam lingkup yang

lebih luas (Gustiningsih et al., 2011).

Page 20: Skripsi Andi Suciati

Bentuk tanaman koro pedang menyerupai perdu batangnya

bercabang pendek dan lebat dengan jarak percabangan pendek dan

perakaran termasuk akar tanggung. Tanaman koro pedang dapat

tumbuh sampai ketinggian 2000 m dpl, tumbuh baik pada suhu

rata-rata 14ºC-27⁰C di lahan tadah hujan atau 12-32ºC di daerah tropik

dataran rendah. Tanaman koro pedang, terutama tipe tegak dapat

tumbuh baik pada curah hujan tertinggi 4200 mm/tahun dan curah

hujan terendah sampai 700 mm/tahun. Bentuk daun trifoliat dengan

panjang tangkai daun 7-10 cm, lebar daun sekitar 10 cm, tinggi

tanaman dapat mencapai 1 meter. Bunga berwarna kuning, tumbuh

pada ketiak/buku cabang. Bunga termasuk bunga majemuk dan

berbunga mulai umur 2 bulan hingga umur 3 bulan. Polong dalam satu

tangkai berkisar 1-3 polong, tetapi umumnya 1 polong/tangkai. Panjang

polong 30 cm dan lebar 3,5 cm, polong muda berwarna hijau dan

polong tua berwarna kuning jerami. Biji berwarna putih dan tanaman

koro dapat dipanen pada 9-12 bulan, namun terdapat varietas berumur

genjah umur 4-6 bulan. Biji memiliki massa sekitar 1,5 gram dan

memiliki diameter berkisar 13-14 mm dengan berat jenis per biji kacang

adalah 1,19 g/cm3 dan bulk density sebesar 0,778 g/cm3.

Biji berbentuk lonjong menjorong dan lembaga berwarna hitam

(Anonim, 2012). Bentuk biji dan tanaman kacang koro dapat dilihat

pada Gambar 1.

Page 21: Skripsi Andi Suciati

Gambar 1. Biji dan Tanaman Kacang Koro

Biji koro mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi. Meskipun

kandungan proteinnya lebih rendah dibandingkan dengan kedelai,

tetapi kandungan karbohidrat dan seratnya lebih tinggi. Selain itu, koro

mempunyai kandungan lemak yang lebih rendah dibandingkan dengan

kedelai, sehingga koro dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan

yang aman. Perbandingan kandungan gizi biji koro dengan

kacang-kacangan lain dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan nutrisi pada kacang koro dan beberapa jenis kacang-kacangan lainnya

No. Analisis NutrisiKacang tanah

(Arachis hypogeal)

Koro pedang(Canavalia ensiformis)

Kedelai(Glycine max)

1.2.3.4.

Kalori Protein LemakKarbohidrat

58724,827,824,6

38927,42,966,1

44439

19,635,5

Sumber : Duke, 1992

Page 22: Skripsi Andi Suciati

Kandungan protein yang tinggi menyebabkan kacang koro

berpotensi sebagai alternatif pengganti kedelai. Koro pedang juga

dapat menghasilkan biomassa untuk pupuk hijau atau pakan.

Kelemahan utama dari kacang ini mengandung senyawa beracun

berupa Canavalia A dan B, menghasilkan residu berupa HCN yang

bersifat toksik bagi tubuh jika kadarnya melebihi 45-50 ppm.

Saat ini protein koro pedang telah dipertimbangkan sebagai sumber

protein untuk bahan pangan pengganti kedelai (misalnya sebagai

bahan baku tempe), sebab keseimbangan asam aminonya baik dan

bioavailabilitas yang tinggi (Gustiningsih et al., 2011).

Pada Tabel 2 menunjukkan komposisi proksimat pada

biji kacang koro. Kacang koro merupakan salah satu sumber protein

yang baik. Kandungan protein kacang koro mencapai

26,9% (Bressani dan Sosa, 1990) dan 32,2% (Rodrigues, 1990) pada

saat penanaman. Biji koro mengandung karbohidrat sekitar

46-49% atau lebih. Hal ini termasuk pada saat analisis penanaman.

Kandungan pati sekitar 35%, serat kasar 5-9%, dan total gula

terlarut sekitar 4% (Nwokolo dan Smarrt, 1996). Komposisi proksimat

biji kacang koro dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 23: Skripsi Andi Suciati

Tabel 2. Komposisi proksimat pada biji kacang koro

Zat gizi Rodrigues dan Torne (1990)

Bressani et al. (1987)

Revilleza et al. (1990)

Kadar air (%)Total gula cair (%)Pati (%)Protein (%)Lemak (%)Serat (%)Abu (%)Total karbohidrat

Tidak ditampilkan4,20

34,9432,23

2,99,43,2

Tidak ditampilkan

13,5Tidak ditampilkanTidak ditampilkan

26,91,88,53,2

46,1

8,40-8,56Tidak ditampilkanTidak ditampilkan

27,82-29,422,46-2,665,30-5,503,95-4,59

49,48

Sumber : Nwokolo and Smartt, 1996.

Di samping kandungan protein yang cukup tinggi, diketahui

bahwa koro juga mengandung vitamin B1 dan B2. Jika koro pedang

semakin berkembang dan terus dibudidayakan oleh petani secara

intensif, selanjutnya diharapkan mampu menggantikan kedelai yang

sebagian besar masih bergantung pada impor dari luar negeri terutama

Amerika Serikat. Tujuan akhirnya akan menghemat devisa negara yang

dipergunakan untuk mengimpor kedelai. Peluang pasar yang

menjanjikan antara lain permintaan dari Korea, Jepang, dan Amerika

Serikat. Amerika Serikat sebagai pengimpor kedelai utama ke

Indonesia akan berbalik mengimpor koro pedang dari Indonesia

(Gustiningsih et al., 2011).

B. Inokulum Tempe

Inokulum tempe merupakan kumpulan spora kapang tempe yang

digunakan untuk bahan pembibitan dalam pembuatan tempe. Tanpa

ragi sebagai benih kapangnya, bahan yang akan difermentasikan akan

Page 24: Skripsi Andi Suciati

menjadi bahan buruk. Ragi tempe adalah suatu benda yang

mengandung benih kapang tempe. Dalam pembuatan tempe, ragi

dicampurkan dengan bahan tempe yang telah dimasak, ditiriskan dan

didinginkan. Penggunaan ragi tempe yang baik sangat penting untuk

menghasilkan tempe yang bermutu baik (Sarwono, 2000).

Inokulum tempe disebut juga sebagai starter tempe dan banyak

pula yang menyebut dengan ragi tempe. Meskipun dalam istilah ilmiah

ragi dimaksudkan sebagai inokulum untuk pembuatan tapai, tetapi

dikalangan masyarakat pada umumnya ragi diartikan sebagai agensia

pengubah suatu bahan menjadi produk melalui proses fermentasi.

Starter tempe adalah bahan yang mengandung biakan jamur tempe,

digunakan sebagai agen siap mengubah kedelai rebus manjadi tempe

akibat tumbuhnya jamur tempe pada kedelai dan melakukan kegiatan

fermentasi yang menyebabakan kedelai berubah karakteristiknya

menjadi tempe (Hidayat et al., 2006).

Inokulum tempe mengandung paling sedikit 3 spesies kapang,

yaitu kapang Rhyzopus oligosporus, Rhyzous oryzae, dan Rhyzopus

stolonifer atau kapang Rhyzopus clamydosporus. Kapang Rhyzopus

oligosporus dapat dibedakan atas tiga strain, yaitu R. oligosporus saito,

R. oligosporus ficher, R. oligosporus bandung. Rhizopus oligoporus

adalah jamur dari kelas cygomycetes yang memiliki miselium tak

bersekat. Perkembangannya baik dilakukan secara aseksual

Page 25: Skripsi Andi Suciati

dan seksual. Secara aseksual dengan sporangiospora yang tidak

mampu mengembara dan secara seksual melalui dua ganetangium

yang serupa untuk membentuk Zigospora (Sarwono, 2000).

Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa

komplek menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh

manusia. Tempe kaya akan serat, kalsium, vitamin B dan zat besi.

Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai seperti

antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah

penyakit degeneratif (Astawan, 2003).

Menurut Anonim (2008), kualitas tempe dipengaruhi oleh kualitas

starter yang digunakan untuk inokulasinya. Beberapa persyaratan yang

harus dipenuhi atas kualitas jamur starter yang baik untuk dipakai

sebagai starter tempe antara lain :

1. Mampu memproduksi spora dalam jumlah banyak.

2. Mampu bertahan beberapa bulan tanpa mengalami perubahan

genetis maupun kemampuan tumbuhnya.

3. Memiliki persentase perkecambahan spora yang tinggi segera

setelah diinokulasikan.

4. Mengandung biakan jamur yang tempe yang murni, dan bila

digunakan berupa kultur campuran harus mempunyai proporsi yang

tepat.

5. Bebas dari mikrobia kontaminan

Page 26: Skripsi Andi Suciati

6. Mampu menghasilkan produk yang stabil berulang-ulang.

7. Pertumbuhan miselia setelah diinokulasi harus kuat, lebat berwarna

putih bersih, memiliki aroma spesifik tempe yang enak, dan tidak

mengalami sporulasi yang terlalu awal.

C. Tempe

Tempe merupakan makanan tradisional yang telah lama dikenal

di Indonesia. Di dalam SNI No. 01-3144-1992 tempe didefiniskan

sebagai produk makanan hasil fermentasi biji kedelai oleh kapang

tertentu, berbentuk padatan kompak dan berbau khas serta berwarna

putih atau sedikit keabu-abuan. Tempe dibuat dengan cara fermentasi

atau peragian dengan menggunakan bantuan kapang golongan

Rhizopus. Pembuatan tempe umumnya membutuhkan bahan baku

kedelai. Melalui proses fermentasi, komponen-komponen nutrisi

yang kompleks pada kedelai dicerna oleh kapang dengan

reaksi enzimatis dan dihasilkan senyawa-senyawa yang lebih

sederhana (Cahyadi, 2006).

Selain jenis tempe kedelai ada jenis tempe yang lain, yakni

tempe leguminosa non kedelai dan tempe non leguminosa. Tempe

leguminosa non kedelai diantaranya adalah tempe koro, tempe kecipir,

tempe kedelai hitam, tempe lamtoro, tempe kacang hijau, tempe

kacang merah, dan lain-lain. Sedangkan jenis tempe non leguminosa

diantaranya tempe gandum, tempe sorghum, tempe campuran beras

Page 27: Skripsi Andi Suciati

dan kedelai, tempe ampas tahu, tempe bongkrek, tempe ampas

kacang, dan tempe tela (Hidayat, 2008).

Proses pembuatan tempe melibatkan tiga faktor pendukung,

yaitu bahan baku yang dipakai, mikroorganisme (kapang tempe), dan

keadaan lingkungan tumbuh (suhu, pH, dan kelembaban). Dalam

proses fermentasi tempe kedelai, substrat yang digunakan adalah biji

kedelai yang telah direbus dan mikroorganisme yang digunakan berupa

kapang antara lain Rhizopus olygosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus

stolonifer (dapat terdiri atas kombinasi dua spesies

atau ketiganya) dan lingkungan pendukung yang terdiri dari suhu 30˚C,

pH awal 6.8, kelembaban nisbi 70-80%. Selain menggunakan kapang

murni, laru juga dapat digunakan sebagai starter dalam

pembuatan tempe (Ferlina, 2009).

Ciri tempe yang “berhasil” adalah terdapat lapisan putih di sekitar

kedelai dan pada saat dipotong, tempe tidak hancur.

Hal yang perlu diperhatikan agar tempe berhasil yaitu alat yang

digunakan untuk membuat tempe sebaiknya dijaga kebersihannya.

Menjaga kebersihan pada saat membuat tempe ini sangat diperlukan

karena fermentasi tempe hanya terjadi pada lingkungan yang higienis.

Gangguan yang terjadi pada pembuatan tempe diantaranya adalah

tempe tetap basah, jamur tumbuh kurang baik, tempe berbau busuk,

ada bercak hitam dipermukaan tempe, dan jamur hanya tumbuh baik

di salah satu tempat (Hidayat, 2008).

Page 28: Skripsi Andi Suciati

Menurut Anonim (2008), mekanisme pembentukan tempe yaitu

sebagai berikut :

1. Perkecambahan spora

Perkecambahan rhizopus oligosporus berlangsung melalui

dua tahapan yang amat jelas, yaitu pembengkakan dan penonjolan

keluar tabung kecambah. Kondisi optimal perkecambahan adalah

suhu 420 C dan pH 4,0. Beberapa senyawa karbohidrat tertentu

diperlukan agar awal pembengkakan spora ini dapat terjadi.

Pembengkakan tersebut diikuti dengan penonjolan keluar tabung

kecambahnya, bila tersedia sumber-sumber karbon dan nitrogen dari

luar. Senyawa-senyawa yang dapat menjadi pendorong terbaik agar

terjadi proses perkecambahan adalah asam amino prolin dan alanin,

dan senyawa gula glukosa annosa dan xilosa.

2. Proses miselia menembus jaringan biji kedelai

Proses fermentase hifa jamur tempe dengan menembus biji

kedelai yang keras itu dan tumbuh dengan mengambil makanan dari

biji kedelai. Karena penetrasi dinding sel biji tidak rusak meskipun

sisi selnya dirombak dan diambil. Rentang kedalaman penetrasi

miselia ke dalam biji melalui sisi luar kepiting biji yang cembung, dan

hanya pada permukaan saja dengan sedikit penetrasi miselia,

menerobos kedalam lapisan sel melalui sela-sela dibawahnya.

Konsep tersebut didukung adanya gambar foto mikrograf dari

Page 29: Skripsi Andi Suciati

beberapa tahapan terganggunya sel biji kedelai oleh miselia tidak

lebih dari 2 lapisan sel. Sedangkan perubahan kimiawi seterusnya

dalam biji terjadi oleh aktifitas enzim ekstraseluler yang diproduksi

atau dilepas ujung miselia.

Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan

karbohidratnya tidak banyak berubah dibanding kedelai. Namun,

karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe,

maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah

dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai.

Oleh karena itu, tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala

kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga bisa dibuat sebagai

makanan semua umur (Anonim, 2009).

D. Asam Sianida (HCN)

Senyawa atau faktor anti-gizi yang ditemukan pada koro

adalah sianida dalam bentuk sianogenik glukosida.

Umumnya sianida yang dihasilkan oleh bahan nabati tersebut

bervariasi antara 10-800 mg per 100 g bahan. dan umumnya

aktivitas senyawa ini dapat dihilangkan atau dikurangi melalui proses

pemanasan (Yuniastuti, 2007).

Glikosianida sianogenik merupakan senyawa yang terdapat

dalam makanan nabati dan berpotensi terurai menjadi asam sianida

(HCN) yang bersifat racun. Asam ini dikeluarkan apabila bahan tersebut

Page 30: Skripsi Andi Suciati

dihancurkan, dikunyah, diiris atau rusak sehingga dapat teroksidasi.

Apabila dicerna, HCN sangat cepat diserap oleh alat pencernaan dan

masuk ke dalam darah (Budiyanto, 2001).

Asam sianida (HCN) terbentuk karena akifitas enzim hidrolase

pada glikosida sianogenik. Dosis HCN yang mematikan dapat timbul

setelah manusia mengkonsumsi bahan pangan yang mengandung

glikosida sianogenik. Dosis HCN yang mematikan berkisar antara

0,5 - 3,5 mg/kg berat badan (Mahendradatta, 2007). Pengaruh lain

yang disebabkan oleh keracunan HCN adalah kepala pusing-pusing,

muntah-muntah dan mata berkunang-kunang (Anonim, 2003).

Reaksi pembentukan asam sianida dari glikosida sianogenik

secara umum dapat dilihat pada persamaan reaksi berikut :

CH3 β glukosidase CH3 β glukosidase H3C

Glukosa O C CN C6H12O6 + HO C CN HCN + C = O

CH CH3 H3C

Glikosida Glukosa Aseton Asam sianida Aseton sianogenik sianhidrin

Menurut Sastrapradja (1988), bahwa asam sianida (HCN)

memiliki sifat-sifat sebagai berikut :

1. Merupakan jenis racun yang sangat kuat sehingga bila dimakan

dapat menyebabkan keracunan

2. Mudah menguap bila dipanaskan

3. Mudah larut dalam air, alkohol, aseton, dan chloroform

Page 31: Skripsi Andi Suciati

4. Mempunyai titik leleh / cair 54-55⁰C

5. Massa atom relatifnya adalah 27 sma.

6. Mudah bereaksi dengan Natrium Klorida (NaCl)

7. Sedikit larut dalam pelarut eter dan benzene

8. Mengandung karbon (C) 75 %, Hidrogen (H) 8,65 %, dan Oksigen

(O) 14,4 %

Pengolahan koro pada umumnya diawali dengan perendaman

untuk menghilangkan sianidanya karena kadar sianida pada koro

relatif tinggi. Setelah perendaman biasanya diikuti dengan pemasakan

atau perebusan. Karena kandungan karbohidrat yang tinggi

menyebabkan koro memiliki tekstur yang keras, sehingga pemasakan

dilakukan agar teksturnya menjadi lunak (Handajani dkk., 2008).

E. Fermentasi

Fermentasi merupakan proses perombakan makromolekul

(karbohidrat dan protein) tanpa memerlukan oksigen, atau dapat pula

disebut respirasi anaerob. Teknologi fermentasi merupakan suatu cara

yang dapat memperbaiki nilai gizi bahan makanan menjadi makanan

yang berkualitas baik karena rasa, aroma, tekstur, daya cerna, dan

daya simpannya lebih baik dari bahan asalnya (Kholis et al., 2010).

Prinsip pengolahan bahan makanan secara fermentasi

sebenarnya mengaktifkan pertumbuhan dari mikroorganisme yang

dibutuhkan, sehingga dapat merombak rantai molekul yang panjang

menjadi lebih sederhana. Bahan makanan yang telah difermentasi

Page 32: Skripsi Andi Suciati

memiliki nilai gizi yang lebih tinggi dibandingkan bahan asalnya, karena

komponen-komponen kompleks diubah oleh mikroorganisme menjadi

zat-zat yang lebih sederhana dan mudah dicerna.

Fermentasi secara tradisional akan memperbaiki sifat dari bahan

seperti lebih mudah dicerna, tahan disimpan, dan menurunkan

zat anti nutrisi (Saono, 1976).

Page 33: Skripsi Andi Suciati

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - Juli 2012,

bertempat di Laboratorium Pengolahan Pangan, Jurusan Teknologi

Pertanian, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas

Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah steam

destilation, kjedahl, soxhlet, oven, desikator, lemari asam, labu ukur,

labu erlenmeyer, pipet tetes, lumpang, cawan, timbangan analitik,

wadah plastik, sendok, kompor gas, panci, tampah, tirisan, pisau,

baskom.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kacang koro pedang (Canavalia ensiformis L), RAPRIMA, air, NaOH,

NH4OH, KI, AgNO3 0,02 N, H2SO4, H2BO3 2%, selenium, kloroform,

kertas karbon, plastik, aquadest, tissue roll, kertas label, aluminium foil.

C. Metode Penelitian

Proses pembuatan tempe kacang koro pada penelitian ini yaitu :

1. Kacang koro ± 3,5 kg disortir kemudian dibersihkan

Page 34: Skripsi Andi Suciati

2. Biji kacang koro diberi perlakuan masing-masing yaitu, perlakuan

tanpa perendaman, perendaman 24 jam, 48 jam, dan 72 jam

dengan berat bahan tiap perlakuan sebanyak 200 gram

3. Biji kacang koro dengan perlakuan perendaman selama 24 jam,

48 jam, dan 72 jam dimasukkan ke dalam baskom kemudian

direndam dengan menggunakan air mengalir.

4. Kacang koro yang telah direndam dengan lama perendaman

masing-masing, dikupas kulit luar dan kulit arinya kemudian dicuci

bersih

5. Biji kacang koro dipotong-potong menjadi 4-6 bagian

6. Dikukus selama ± 30 menit lalu ditiriskan dan didinginkan

7. Biji kacang koro dengan perlakuan tanpa fermentasi dilakukan

analisa HCN

8. Dilakukan inokulasi atau peragian secara merata pada

masing-masing perlakuan dan diaduk sampai rata dengan

perbandingan inokulum 1% dari total berat bahan.

9. Dicetak dan dibungkus dengan menggunakan plastik yang telah

dilubangi, tiap bungkus berisi 200 gr bakal tempe.

Seluruh bungkusan dimasukkan ke dalam suatu lemari box dan

disusun rapi.

10. Masing–masing perlakuan diperam/difermentasi pada suhu ruang,

di ruang yang gelap selama 24 jam, 48 jam, dan 72 jam.

Page 35: Skripsi Andi Suciati

11. Setelah menjadi tempe kemudian dilakukan analisa HCN, uji

organoleptik, dan analisa proksimat pada perlakuan terbaik.

Selengkapnya secara skematis prosedur peneitian dapat dilihat

pada Gambar 2.

Masing-masing perlakuan difermentasi pada suhu ruang

Direndam

Dikukus selama ± 30 menit

Ditiriskan dan didinginkan

Dikupas kulit luar dan kulit arinya

Dicuci

Dicetak / dibungkus dengan plastik berlubang yang dialasi daun pisang

Diinokulasi (1% dari berat bahan)

B0 : Tanpa fermentasi (kontrol)B1 : Fermentasi 24 jamB2 : Fermentasi 48 jamB3 : Fermentasi 72 jam

A0 : Tanpa perendaman (kontrol)A1 : Perendaman 24 jamA2 : Perendaman 48 jamA3 : Perendaman 72 jam

Analisa proksimat :- protein- kadar air- lemak- abu- karbohidrat

Analisa HCN

Uji organoleptik :- Warna- Aroma- Tekstur- Kelebatan miselium

Biji kacang koro

Tempe kacang koro

Perlakuan :A0B0A0B1A0B2A0B3A1B0A1B1A1B2A1B3A2B0A2B1A2B2A2B3A3B0A3B1A3B2A3B3

Dipotong-potong menjadi 4-6 bagian

Page 36: Skripsi Andi Suciati

Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Tempe Kacang Koro

D. Perlakuan Penelitian

Perlakuan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Waktu perendaman (A), meliputi :

A0 : Tanpa perendaman (kontrol)

A1 : Perendaman selama 24 jam

A2 : Perendaman selama 48 jam

A3 : Perendaman selama 72 jam

2. Waktu fermentasi (B), meliputi :

B0 : Tanpa fermentasi (kontrol)

B1 : Fermentasi selama 24 jam

B2 : Fermentasi selama 48 jam

B3 : Fermentasi selama 72 jam

E. Parameter Pengamatan

Parameter pengamatan yang dilakukan adalah :

a. Analisa Kadar Asam Sianida (HCN) (Sudarmadji dkk., 1997)

Page 37: Skripsi Andi Suciati

1. Ditimbang sebanyak 20 gr sampel kacang koro yang telah

dihaluskan kemudian ditambahkan 100 ml aquadest dalam

erlenmeyer dan didiamkan selama 2 jam

2. Ditambahkan lagi 100 ml aquadest dan didestilasi dengan uap.

Destilat ditampung dalam erlenmeyer yang telah diisi dengan

20 ml NaOH 2,5%

3. Setelah didestilasi (ditampung dalam erlenmeyer) mencapai

volume 150 ml maka proses destilasi dihentikan. Destilasi

kemudian ditambahkan 5 ml KI 5% dan 8 ml NH4OH. Campuran

destilat tersebut dititrasi dengan larutan AgNO3 0,02 N sampai

terjadi kekeruhan.

4. Kemudian dihitung kadar asam sianida dengan rumus :

HCN = ml AgNO3×0,54Berat bahan

×1000mg /kg

b. Uji Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan dengan pengamatan warna, aroma,

tekstur, dan kelebatan miselium pada setiap perlakuan.

c. Analisis Proksimat

Hasil perlakuan terbaik pada tempe yang dihasilkan atau yang

disukai oleh panelis dari aspek sensori kemudian dilakukan analisis

proksimat. Analisis proksimat yang dilakukan yaitu uji protein, uji

kadar lemak, uji kadar abu, uji kadar air, dan uji karbohidrat.

Page 38: Skripsi Andi Suciati

Uji protein

1. Bahan ditimbang sebanyak 0,5 gr kemudian dimasukkan ke

dalam labu kjedahl 100 ml

2. Ditambahkan kurang lebih 1 gr campuran selenium dan 10 ml

H2SO4 pekat kemudian dihomogenkan

3. Didestruksi dalam lemari asam sampai jernih. Bahan dibiarkan

dingin, kemudian dibuang ke dalam labu ukur 100 ml sambil

dibilas dengan aquadest

4. Dibiarkan dingin kemudian ditambahkan aquadest sampai

tanda tera. Disiapkan penampung yang terdiri dari 10 ml H2BO3

2% tambah 4 tetes larutan indikator dalam erlenmeyer 100 ml

5. Dipipet 5 ml NaOH 30% dan 100 ml aquadest, disuling hingga

volume penampung menjadi kurang lebih 50 ml. dibilas ujung

penyuling dengan aquadest kemudian ditampung bersama

isinya

6. Dititrasi dengan larutan HCl atau H2SO4 0,02 N. Perhitungan

kadar protein dilakukan sebagai berikut :

%Protein=V 1×Normalitas H 2SO 4×6,25×Pgramcontoh

×100 %

Keterangan :

V1 = Volume titrasi contoh

N = Normalitas larutan HCl atau H2SO4 0,02 N

P = Faktor pengenceran

Uji kadar lemak (Sudarmadji dkk., 1997)

Page 39: Skripsi Andi Suciati

1. Ditimbang dengan teliti 1 gr sampel, lalu dimasukkan ke dalam

tabung reaksi berskala 10 ml, ditambahkan kloroform

mendekati skala

2. Kemudian ditutup rapat, dikocok dan dibiarkan semalam.

Himpitkan dengan tanda skala 10 ml dengan pelarut lemak

yang sama dengan memakai pipet, lalu dikocok hingga

homogen kemudian disaring dengan kertas saring dalam

tabung reaksi

3. Dipipet 5 cc ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya

(a gram) lalu diovenkan suhu 100ºC selama 3 jam

4. Dimasukkan ke dalam desikator ±30 menit kemudian ditimbang

(b gram)

5. Dihitung kadar lemak kasar dengan rumus sebagai berikut :

% Lemak= P×(b−a)gramcontoh

x 100 %

P = Pengenceran = 10/5 =2

Uji kadar abu

1. Cawan pengabuan dibakar dalam tanur kemudian didinginkan

3–5 menit lalu ditimbang

2. Ditimbang dengan cepat kurang lebih 5 gram sampel yang

sudah dihomogenkan dalam cawan

3. Dimasukkan dalam cawan pengabuan kemudian dimasukkan

ke dalam tanur dan dibakar sampai diperoleh abu berwarna

abu-abu atau sampai beratnya tetap

Page 40: Skripsi Andi Suciati

4. Dihitung kadar abunya dengan rumus :

% Abu= berat abu (gr )berat sampel (gr )

×100 %

Uji kadar air

1. Cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama

15 menit

2. Ditimbang dengan cepat kurang lebih 5 gram sampel yang

sudah dihomogenkan dalam cawan

3. Dimasukkan dalam cawan kemudian dimasukkan dalam oven

selama 3 jam

4. Cawan didinginkan 3-5 menit. Setelah dingin bahan ditimbang

kembali

5. Bahan dikeringkan kembali ke dalam oven ± 30 menit sampai

diperoleh berat yang tetap

6. Bahan didinginkan kemudian ditimbang sampai diperoleh berat

yang tetap

7. Dihitung kadar air dengan rumus :

%Kadar air=berat awal−berat akhirberat awal

×100 %

Uji karbohidrat

Page 41: Skripsi Andi Suciati

Kandungan karbohidrat dihitung secara perbedaan antara

jumlah kandungan air, protein, lemak, dan abu dengan

100 karbohidrat (g/100g) = 100% – (protein+lemak+abu+air).

F. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode RAL

(Rancangan Acak Lengkap) dengan 2 faktorial (faktor lama

perendaman dan lama fermentasi) dilanjutkan dengan uji lanjut

Duncan. Uji organoleptik menggunakan metode deskriptif kuantitatif

dengan 2 kali ulangan.

Page 42: Skripsi Andi Suciati

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Asam Sianida (HCN)

Hidrogen sianida merupakan salah satu senyawa dari berbagai

contoh senyawa sianida lainnya. Di dalam tubuh, sianida dapat

bergabung dengan senyawa lain, membentuk vitamin B12. Hidrogen

sianida merupakan gas tak berwarna yang samar-samar, dingin dan tak

berbau. Hidrogen sianida bersifat volatil dan mudah terbakar. Hidrogen

sianida dapat bedifusi baik dengan udara dan bahan peledak dan

sangat mudah bercampur dengan air. Sianida dengan konsentrasi

tinggi sangatlah berbahaya. Kandungan HCN memiliki batas normal

konsumsi yaitu < 50 ppm atau mg/kg. Sebenarnya bila sianida masuk

ke dalam tubuh dalam konsentrasi yang kecil, maka sianida dapat

diubah menjadi tiosianat dan berikatan dengan vitamin B12, tetapi bila

kadar.dari enzim sitokrom oksidase dan mengakibatkan terhentinya

metabolisme sel secara aerobik (Novianto, 2012).

Metode penentuan HCN yang dilakukan dengan metode

penentuan kuantitatif. Proses destilasi adalah suatu proses pemisahan

Page 43: Skripsi Andi Suciati

sejumlah campuran cairan melalui penguapan sebagai campuran

berdasarkan perbedaan titik didih untuk memperoleh komponen yang

lebih murni.Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan AgNO3

sampai terjadi kekeruhan. Semakin keruh destilat menunjukkan

semakin tinggi kadar HCN pada sampel.

0 24 48 720

2

4

6

8

10

12

14

16

13.50

8.78

5.406.08

10.13

6.084.72 4.72

8.78

6.75

4.05 4.05

8.10 6.75

4.05 4.05

A0 (Tanpa Perendaman)

A1 (Perendaman 24 jam)

A2 (Perendaman 48 jam)

A3 (Perendaman 72 jam)

Lama Fermentasi (jam)

Kada

r HCN

(ppm

)

Gambar 3. Pengaruh Lama Perendaman dan Fermentasi terhadap Kadar HCN pada Tempe Kacang Koro

Hasil penelitian pada Gambar 3 menunjukkan bahwa kadar

HCN tertinggi pada tempe kacang koro dihasilkan pada perlakuan

tanpa perendaman dan tanpa fermentasi dengan jumlah kadar HCN

sebesar 13,50 ppm. Sedangkan kadar HCN terendah dihasilkan oleh

empat perlakuan yaitu perendaman 48 jam dan fermentasi 48 jam,

perendaman 48 jam dan fermentasi 72 jam, perendaman 72 jam dan

Page 44: Skripsi Andi Suciati

fermentasi 48 jam, serta perlakuan perendaman 72 jam dan fermentasi

72 jam dengan nilai kadar HCN sebesar 4,05 ppm.

Secara umum perlakuan perendaman dan fermentasi dapat

menurunkan kadar HCN pada tempe kacang koro. Perlakuan tanpa

perendaman dan tanpa fermentasi memiliki kadar HCN sebesar

13,50 ppm mengalami penurunan menjadi 8,78 ppm pada fermentasi

24 jam kemudian menurun menjadi 5,40 ppm pada fermentasi 48 jam.

Pada fermentasi 72 jam jumlah kadar HCN sekitar 6,98 ppm.

Perendaman selama 24 jam dengan perlakuan tanpa fermentasi

memiliki kadar HCN sebesar 10,13 ppm menurun menjadi 6,08 ppm

pada fermentasi 24 jam, kemudian menjadi 4,72 ppm pada fermentasi

48 jam dan 72 jam. Perendaman 48 jam dan tanpa fermentasi memiliki

kadar HCN sebesar 8,78 ppm. Setelah fermentasi 24 jam mengalami

penurunan menjadi 6,75 ppm, dan 4,05 ppm setelah fermentasi 48 jam

dan 72 jam. Perendaman 72 jam dan tanpa fermentasi dengan kadar

HCN sebesar 8,10 menjadi 6,75 ppm pada fermentasi 24 jam kemudian

menjadi 4,05 ppm pada fermentasi 48 jam dan 72 jam. Dari gambar 3

dapat dilihat bahwa perendaman 48 jam dan fermentasi 48 jam paling

efektif menurunkan kadar HCN menjadi 4,05 ppm.

Hasil analisa sidik ragam faktor perendaman, faktor fermentasi,

dan interaksi antara perendaman dan fermentasi menunjukkan hasil

yang berpengaruh sangat nyata terhadap kadar HCN pada tempe

kacang koro.

Page 45: Skripsi Andi Suciati

Dari hasil pengujian uji lanjut Duncan terhadap kandungan

HCN pada faktor perendaman menunjukkan bahwa perendaman 24

jam, 48 jam, dan 72 jam tidak berbeda nyata atau berada

dalam kelompok yang sama berdasarkan data statistik. Hal ini dapat

disimpulkan bahwa perendaman 24 jam, 48 jam, dan 72 jam dianggap

sama sehingga lebih efisien jika hanya dilakukan perendaman 24 jam

untuk mengurangi kadar HCN pada tempe. Sedangkan perlakuan tanpa

perendaman berbeda nyata dari perlakuan perendaman 24, 48, dan 72

jam. Pada faktor fermentasi menunjukkan bahwa fermentasi selama 48

jam dan 72 jam tidak berbeda nyata atau dianggap sama, sehingga

lebih efisien dilakukan fermentasi 48 jam. Sedangkan fermentasi 24 jam

berbeda nyata dengan fermentasi 48 dan 72 jam serta terhadap

perlakuan tanpa fermentasi.

Menurunnya kadar HCN dapat disebabkan oleh proses

pengolahan pada kacang koro. HCN pada tempe kacang koro dapat

berkurang karena pada proses pembuatannya melalui beberapa proses

pengolahan seperti perendaman, pengukusan, pemotongan, dan

fermentasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Irmansyah (2005), bahwa

dengan cara merebus, mengupas, mengiris kecil-kecil, merendam

dalam air, menjemur hingga kemudian dimasak adalah proses untuk

mengurangi kadar HCN. Proses pencucian dalam air mengalir dan

pemanasan yang cukup, sangat ampuh untuk mencegah terbentuknya

HCN yang beracun. Hal ini didukung pula oleh Purwanti (2005), bahwa

Page 46: Skripsi Andi Suciati

pelepasan HCN tergantung dari adanya enzim glikosidase serta adanya

air. Senyawa HCN mudah menguap pada proses perebusan,

pengukusan, dan proses memasak lainnya.

B. Uji Organoleptik

Pengujian organoleptik sangat penting dilakukan untuk

mengetahui mutu produk yang dihasilkan. Selain itu, uji organoletik

menentukan penerimaan konsumen pada produk tempe kacang koro

yang dihasilkan. Uji organoleptik pada produk tempe kacang koro ini

menggunakan uji hedonik untuk menentukan tingkat kesukaan panelis

dari segi warna, aroma, tekstur, dan kelebatan miselium.

Uji organoleptik tempe kacang koro dari segi warna, aroma, dan tekstur

menggunakan 5 skala hedonik yaitu : sangat tidak suka, tidak suka,

agak suka, suka, dan sangat suka dengan nilai skor masing-masing

yaitu 1-5. Dari segi kelebatan miselium terdiri dari : tidak ada, tidak

lebat, agak lebat, lebat, dan sangat lebat dengan nilai skor

masing-masing 1-5.

a. Warna

Secara visual faktor warna sangat menentukan mutu. Warna

juga dapat dipakai sebagai indikator kesegaran atau kematangan,

Page 47: Skripsi Andi Suciati

baik tidaknya cara pencampuran atau pengolahan juga dapat

ditandai dengan warna yang seragam dan merata. Warna

merupakan komponen yang sangat penting dalam menentukan

kualitas atau derajat penerimaan dari suatu bahan pangan. Suatu

bahan pangan yang dinilai enak dan teksturnya baik tidak akan

dimakan apabila memiliki warna yang kurang sedap dipandang atau

telah menyimpang dari warna yang seharusnya. Penentuan mutu

suatu bahan pangan tergantung dari beberapa faktor, tetapi sebelum

faktor lain diperhitungkan secara visual faktor warna tampil lebih

dahulu untuk menetukan mutu bahan pangan (Winarno, 2004).

Uji organoleptik terhadap parameter warna dilakukan untuk

mengetahui tingkat penerimaan panelis terhadap warna yang

dihasilkan pada tempe kacang koro dengan variasi lama

perendaman dan fermentasi yang berbeda-beda. Penerimaan

panelis terhadap tempe kacang koro berdasarkan parameter aroma

dapat dilihat pada Gambar 4.

Page 48: Skripsi Andi Suciati

0 24 48 721

2

3

4

5

4.2

3.3

2.0

2.6

44

2

2

4.1

3.5

2.1

2.8

4

3

22

A0 (Tanpa Perendaman)

A1 (Perendaman 24 jam)

A2 (Perendaman 48 jam)

A3 (Perendaman 72 jam)

Lama Fermentasi (jam)

War

na (s

kor)

Gambar 4. Pengaruh Lama Perendaman dan Fermentasi terhadapWarna pada Tempe Kacang Koro

Berdasarkan hasil dari grafik di atas, tingkat penerimaan

panelis terhadap parameter warna pada tempe kacang koro dapat

diketahui. Hasil uji organoleptik terhadap warna pada tempe kacang

koro menunjukkan nilai rata-rata berkisar antara 1,5– 4,2 atau dalam

taraf sangat tidak disukai hingga disukai. Perlakuan tanpa

perendaman dan perendaman terhadap perlakuan tanpa fermentasi

umumnya disukai oleh panelis karena warna yang dihasilkan masih

berwarna putih kekuning-kuningan yang merupakan warna dari biji

koro. Namun, pada perlakuan tersebut belum menjadi tempe karena

belum mengalami proses fermentasi. Berdasarkan Gambar 4, tempe

yang disukai oleh panelis yaitu pada perendaman 24 jam dan

fermentasi 24 jam dibandingkan dengan tempe lainnya. Sedangkan

tempe dengan nilai rata-rata terendah (sangat tidak disukai) adalah

tempe dengan perlakuan perendaman selama 24 jam dengan

Page 49: Skripsi Andi Suciati

fermentasi 48 jam . Warna pada tempe yang baik yaitu miselia yang

tumbuh diseluruh permukaan tempe berwarna putih. Namun, pada

perlakuan perendaman 24 jam dengan fermentasi 48 jam, miselia

yang tumbuh di permukaan tempe berwarna agak kehitam-hitaman

dan timbul bercak hitam. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor

penggunaan peralatan yang tidak steril, ragi yang digunakan, adanya

kontaminasi yang terjadi pada proses perendaman atau fermentasi,

serta dapat pula disebabkan kondisi lingkungan yang basa pada saat

proses perendaman berlangsung dapat menyebabkan terjadinya

penghambatan pertumbuhan atau kematian jamur tempe sehingga

pertumbuhan miselia pada tempe tidak optimal. Hal tersebut

didukung oleh pernyataan Karsono dkk (2008), bahwa warna yang

dibentuk oleh miselium kapang dipengaruhi oleh jenis kultur yang

digunakan. Tempe yang ideal adalah tempe yang kompak, warna

miseliumnya normal yaitu putih dan memiliki aroma normal tempe.

Warna miselium yang tidak putih menunjukkan adanya kontaminasi

kultur oleh mikroorganisme lain.

b. Aroma

Menurut De Mann (1989), dalam industri pangan pengujian

aroma atau bau dianggap penting karena cepat dapat memberikan

hasil penilaian terhadap produk terkait diterima atau tidaknya suatu

produk. Timbulnya aroma atau bau ini karena zat bau tersebut

bersifat volatil (mudah menguap), sedikit larut air dan lemak.

Page 50: Skripsi Andi Suciati

Uji organoleptik terhadap aroma dilakukan untuk mengetahui tingkat

penerimaan panelis terhadap parameter tersebut yang dihasilkan

pada tempe kacang koro dengan variasi lama perendaman dan

fermentasi yang berbeda-beda. Penerimaan panelis terhadap tempe

kacang koro berdasarkan parameter aroma dapat dilihat

pada Gambar 5.

0 24 48 721

2

3

4

5

4

2.9

1.85 1.8

2.95

3.55

1.6

2.1

2.55

3.15

21.75

2.952.75

1.82.1

A0 (Tanpa Perendaman)A1 (Perendaman 24 jam)A2 (Perendaman 48 jam)A3 (Perendaman 72 jam)

Lama Fermentasi (jam)

Arom

a (s

kor)

Gambar 5. Pengaruh Lama Perendaman dan Fermentasi Terhadap Aroma pada Tempe Kacang Koro

Berdasarkan hasil dari grafik di atas, tingkat penerimaan

panelis terhadap parameter aroma pada tempe kacang koro dapat

diketahui. Hasil uji organoleptik terhadap aroma pada tempe kacang

koro menunjukkan nilai rata-rata berkisar antara 1,6 – 4,0 atau dalam

taraf tidak disukai hingga disukai. Perlakuan yang disukai oleh

panelis yaitu tanpa perendaman dan tanpa fermentasi. Hal ini dapat

disebabkan karena aroma yang dihasilkan masih khas kacang koro.

Namun pada perlakuan terhadap fermentasi, tempe dengan

perlakuan perendaman selama 24 jam dengan fermentasi 24 jam

lebih disukai oleh panelis dibandingkan dengan tempe yang lainnya.

Page 51: Skripsi Andi Suciati

Sedangkan tempe yang dihasilkan dengan nilai rata-rata terendah

(tidak disukai) adalah tempe dengan perlakuan perendaman selama

24 jam dengan fermentasi 48 jam. Hal ini dapat disebabkan karena

pada perlakuan perendaman 24 jam dengan fermentasi 48 jam

memiliki aroma tengik yang menyengat. Bau tengik yang timbul dari

aroma tempe yang dihasilkan dapat disebabkan adanya kontaminasi

pada ragi atau pada kacang koro yang digunakan. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Feng et al (2006), bahwa aroma yang muncul

tergantung oleh jenis komponen yang dihasilkan selama proses

fermentasi. Selain itu, juga sangat dipengaruhi oleh jenis kultur

starter dan jenis bahan baku yang digunakan. Aroma kapang

yang biasa tercium dari tempe yang normal dihasilkan oleh

komponen 3-octanone dan 1-octen-3-ol. Selain itu, didukung pula

oleh pernyataan Karsono dkk (2008), bahwa timbulnya bau

menyengat amonia yang terkadang muncul pada tempe diduga

disebabkan oleh adanya kontaminasi mikroorganisme yang tidak

dikehendaki pada kultur starter yang digunakan.

c. Tekstur

Tekstur merupakan salah satu atribut mutu yang penting,

kadang-kadang lebih penting daripada bau, rasa, dan warna.

Tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan

mulut (pada waktu digigit, dikunyah, dan ditelan) ataupun

perabaan dengan jari (Kartika dkk., 1988).

Page 52: Skripsi Andi Suciati

Uji organoleptik terhadap tekstur dilakukan untuk

mengetahui tingkat penerimaan panelis terhadap tekstur yang

dihasilkan pada tempe kacang koro dengan variasi lama

perendaman dan fermentasi yang berbeda-beda.

Penerimaan panelis terhadap tempe kacang koro

berdasarkan parameter tekstur dapat dilihat pada Gambar 6.

0 24 48 721

2

3

4

5

3.55

2.8

1.65

2.55

2.95

3.75

2.15

3.23.35

3.2

2.352.15

3.55

3.2

2.32.6

A0 (Tanpa Perendaman)A1 (Perendaman 24 jam)A2 (Perendaman 48 jam)A3 (Perendaman 72 jam)

Lama Fermentasi (jam)

Teks

tur

(sko

r)

Gambar 6. Pengaruh Lama Perendaman dan Fermentasi terhadap Tekstur pada Tempe Kacang Koro

Berdasarkan hasil dari grafik di atas, tingkat penerimaan

panelis terhadap parameter tekstur pada tempe kacang koro dapat

diketahui. Hasil uji organoleptik terhadap tekstur pada tempe kacang

koro menunjukkan nilai rata-rata berkisar antara 3,7 – 1,6 atau dalam

taraf disukai hingga tidak disukai. Perlakuan yang disukai oleh

panelis yaitu perendaman 24 jam dengan

fermentasi 24 jam. Tekstur yang dihasilkan lebih padat dan kompak.

Sedangkan perlakuan tanpa perendaman dengan fermentasi 48 jam

tidak disukai oleh panelis. Tekstur yang dimiliki sangat lunak dan

miselia yang dihasilkan tidak tumbuh dengan baik sehingga tidak

mengikat koro.

Page 53: Skripsi Andi Suciati

Tempe yang baik memiliki tekstur padat dan biji koro kompak

dengan adanya miselia yang mengikat sehingga jika dipotong tempe

tidak terburai atau pecah. Sebaliknya tempe yang kurang berhasil

memiliki tekstur yang lembek dan berair yang dapat disebabkan, jika

dipotong tempe terburai karena jaringan miselia tidak tumbuh lebat

dan mengikat dengan kuat. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Karsono (2008), bahwa kekompakan dari tempe yang dihasilkan

sangat dipengaruhi oleh karakter pertumbuhan dari kultur dan

kondisi optimal dari pertumbuhan kultur.

d. Kelebatan Miselium

Miselium merupakan struktur yang menyerupai benang

halus/biomassa kapang berwarna putih yang mengikat biji pada

Biomassa kapang ini berperan penting dalam pembentukan tekstur

tempe. Jenis kapang pada inokulum yang digunakan menghasilkan

miselia yang berbeda-beda. Kapang R. oligosporus dan R. oryzae

mempunyai sifat pertumbuhan yang sama sehingga kekompakan

tempe yang dihasilkan sama. Mucor sp. memiliki

miselium yang pendek sehingga tempe yang dihasilkan bersifat

kurang kompak (Karsono, 2008). Penerimaan panelis terhadap

tempe kacang koro berdasarkan parameter tekstur dapat dilihat

pada Gambar 7.

Page 54: Skripsi Andi Suciati

0 24 48 721

2

3

4

5

1

2.3 2.4 2.35

1

3.6

2.7

3.35

1.25

2.65

3.2

2.15

1

1.9

2.55

2.9A0 (Tanpa Perendaman)A1 (Perendaman 24 jam)A2 (Perendaman 48 jam)A3 (Perendaman 72 jam)

Lama Fermentasi (jam)

Kele

bata

n M

iseliu

m (s

kor)

Gambar 7. Pengaruh Lama Perendaman dan Fermentasi terhadap Kelebatan Miselium pada Tempe Kacang Koro

Berdasarkan hasil dari grafik di atas, tingkat penerimaan

panelis terhadap parameter kelebatan miselium pada tempe kacang

koro dapat diketahui. Hasil uji organoleptik terhadap kelebatan

miselium pada tempe kacang koro menunjukkan nilai rata-rata

berkisar antara 1,0 – 3,6 atau dalam taraf tidak ada miselium hingga

lebat. Perlakuan yang tidak memiliki miselium yaitu perlakuan tanpa

fermentasisehingga belum termasuk tempe. Tempe yang diperoleh

dengan perlakuan perendaman selama 24 jam dengan fermentasi 24

jam memiliki miselium yang lebat dibandingkan dengan tempe yang

lainnya. Sedangkan tempe yang dihasilkan dengan nilai rata-rata

terendah (tidak lebat) adalah tempe dengan perlakuan perendaman

selama 72 jam dengan fermentasi 24 jam. Kelebatan miselium

mempengaruhi kekompakan tekstur pada tempe. Miselium yang

kurang lebat menyebabkan tempe mudah terburai. Hal ini dapat

Page 55: Skripsi Andi Suciati

disebabkan oleh jenis laru atau inokulum yang digunakan, lama

fermentasi, dan pengemasan. Sesuai dengan

pernyataan Karsono (2008), bahwa faktor yang diduga berpengaruh

pada pertumbuhan miselium kapang tersebut adalah

pada pengaturan aerasi yang berhubungan dengan jumlah

lubang pada kantung plastik. Pernyataan ini didukung pula

oleh Anonim (2010), bahwa syarat kemasan tempe antara lain: dapat

memberian cukup oksigen yang dibutuhkan kapang, dan dapat

memungkinkan pengeluaran uap air, sehingga air tidak menempel

pada koro yang dapat mendorong pertumbuhan bakteri kontaminan.

C. Analisis Proksimat

Analisis proksimat merupakan analisa yang meliputi uji kadar

air, protein, karbohidrat, lemak, dan abu. Analisa ini dilakukan untuk

memperoleh nilai kandungan gizi pada tempe kacang koro yang

dihasilkan. Analisa proksimat dilakukan pada perlakuan terbaik dari

tempe kacang koro dengan parameter sensori warna, aroma, tekstur,

dan kelebatan miselium yang disukai oleh panelis dan memiliki kadar

HCN yang masih dalam batas aman untuk dikonsumsi. Perlakuan

terbaik berdasarkan hasil uji organoleptik yaitu perendaman selama

24 jam dan fermentasi 24 jam. Hasil analisa proksimat pada tempe

kacang koro yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 8.

Page 56: Skripsi Andi Suciati

53.2829.08

0.7700000000000013.13 13.74 Kadar air

Kadar protein

Kadar lemak

Kadar abu

Kadar karbohidrat

Gambar 8. Nilai Proksimat pada Tempe Kacang Koro Perlakuan Terbaik

a. Kadar air

Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan,

dimana dapat mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa

makanan. Air juga akan mempengaruhi daya tahan bahan pangan

terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan Aw, yaitu

jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk

pertumbuhannya (Fardiaz, 1989).

Analisa kadar air yang dilakukan pada penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui jumlah air yang terkandung dalam

tempe kacang koro. Mutu dari suatu produk ditentukan oleh kadar

airnya, semakin tinggi kadar air suatu bahan pangan maka semakin

rendah mutu bahan pangan tersebut. Tingginya kadar air pada

produk dapat membantu berlangsungnya kerusakan baik itu secara

mikrobiologis, kimiawi, maupun enzimatis.

Page 57: Skripsi Andi Suciati

Hasil analisa kadar air yang dilakukan pada tempe kacang

koro diperoleh kadar air sebesar 53,28 %. Hasil tersebut telah

sesuai dengan Standar Nasional Indonesia No. 01-3144-1992 yang

menyebutkan bahwa kadar air maksimal pada tempe 65%.

Tingginya kadar air yang terkandung dalam tempe dapat

disebabkan oleh terjadinya hidrasi terutama pada saat perendaman

dan perebusan, sehingga berat kacang koro dapat meningkat

karena air akan mudah berdifusi ke dalam dinding sel kacang koro

dan waktu perendaman koro juga cukup lama. Hasil tersebut sesuai

dengan pernyataan Steinkraus (1983) dalam Kasmidjo (1990),

bahwa perendaman akan memberikan kesempatan kepada koro

untuk menyerap air (hidrasi) sehingga beratnya menjadi dua kali

lipat dan dengan penyerapan tersebut, koro mampu menyerap air

lebih banyak ketika direbus, dengan perebusan selama 1 jam biji

yang telah direndam akan menggelembung sehingga volumenya

menjadi dua setengah kalinya.

b. Kadar protein

Protein merupakan zat yang penting bagi tubuh karena zat

ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga

berfungsi sebagai zat pembangun dan zat pengatur.

Protein dapat digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan

energi tubuh tidak dipenuhi oleh karbohidrat dan

lemak (Winarno, 1993).

Page 58: Skripsi Andi Suciati

Hasil analisa protein pada tempe diperoleh

sebesar 29,08%. Nilai protein pada biji kacang koro mengalami

peningkatan setelah dilakukan proses fermentasi menjadi tempe.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Kasmidjo (1990), bahwa selama

proses fermentasi terjadi perubahan jumlah kandungan asam-asam

amino yang secara keseluruhan jumlah asam-asam amino

mengalami kenaikan setelah proses fermentasi. Didukung pula oleh

pernyataan Pangastuti (1996), bahwa banyak sekali jamur yang

aktif selama fermentasi tempe, tetapi umumnya Rhizopus sp.

merupakan jamur yang paling dominan. Jamur yang tumbuh pada

tempe tersebut menghasilkan enzim-enzim pemecah

senyawa-senyawa kompleks. Rhizopus oligosporus menghasilkan

enzim – enzim protease. Perombakan senyawa kompleks protein

menjadi senyawa – senyawa lebih sederhana yaitu asam amino

adalah penting dalam fermentasi tempe, dan merupakan salah satu

faktor utama penentu kualitas tempe, yaitu sebagai sumber protein

nabati yang memiliki nilai cerna tinggi karena lebih mudah untuk

diserap dan dimanfaat oleh tubuh secara langsung.

c. Kadar lemak

Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk

menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak juga

merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan

Page 59: Skripsi Andi Suciati

karbohidrat dan protein. Satu gram minyak atau lemak dapat

menghasilkan 9 kkal, sedangkan protein dan karbohidrat

menghasilkan 4 kkal/gram (Winarno, 1993).

Hasil analisa kadar lemak yang dilakukan pada tempe

kacang koro diperoleh hasil sebesar 0,77%. Kadar lemak pada biji

kacang koro menurut Nwokolo dan Smartt (1996) berkisar antara

2,46-2,66%. Hal ini menunjukkan terjadinya penurunan kadar lemak

setelah menjadi tempe. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Kasmidjo (1990), bahwa kadar lemak akan mengalami

penurunan akibat fermentasi menjadi tempe.

d. Kadar abu

Abu merupakan bahan tersisa hasil pembakaran yang

merupakan zat-zat anorganik berupa mineral. Hal tersebut terjadi

karena proses pembakaran pada pengukuran kadar abu

menyebabkan zat-zat organik pada bahan akan terbakar dan

menyisakan abu.

Hasil analisa kadar abu pada tempe kacang koro diperoleh

kadar abu sebesar 3,13 %. Berdasarkan SNI 01-3144-1992,

tentang syarat mutu tempe kedelai menyatakan bahwa kadar abu

maksimal tempe yang dapat diterima sebesar 1,5% (bb).

Besarnya kadar abu dalam suatu bahan pangan

menunjukkan tingginya kandungan mineral dalam bahan pangan

tersebut (Sudarmadji, 1984). Kandungan mineral total dalam bahan

Page 60: Skripsi Andi Suciati

pangan dapat diperkirakan sebagai kandungan abu yang

merupakan residu an-organik yang tersisa setelah

bahan-bahan organik terbakar habis, semakin banyak kandungan

mineralnya, maka kadar abu menjadi tinggi begitu juga sebaliknya

apabila kandungan mineral sedikit maka kadar abu bahan juga

sedikit.

e. Kadar karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir

seluruh penduduk dunia. Selain itu, beberapa golongan karbohidrat

merupakan serat yang berguna bagi pencernaan. Karbohidrat

mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik

bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain-lain.

Sedangkan dalam tubuh, karbohidrat berguna untuk mencegah

timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh yang berlebihan,

kehilangan mineral, dan berguna untuk membantu metabolisme

lemak dan protein (Winarno, 2002). Kadar karbohidrat tempe

kacang koro dapat dilihat pada Gambar 8.

Nilai kadar karbohidrat pada tempe kacang koro ini

merupakan jumlah perhitungan biasa yang dilakukan dengan

menghitung secara keseluruhan antara kadar protein, lemak, air,

dan abu. Hal ini didukung oleh pernyataan Winarno (1992), bahwa

perhitungan kadar karbohidrat suatu bahan pangan dapat dihitung

Page 61: Skripsi Andi Suciati

secara perbedaan antara jumlah kandungan air, protein, lemak

dan abu dengan rumus karbohidrat yaitu

100% - (protein+lemak+abu+air). Kadar karbohidrat yang diperoleh

sebesar 13,74 %.

Page 62: Skripsi Andi Suciati

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Perendaman selama 48 jam dengan fermentasi 48 jam paling

efektif menurunkan kadar HCN sebesar 53,87% dengan

penurunannya dari 8,78 ppm menjadi 4,05 ppm.

2. Produk tempe kacang koro yang paling baik berdasarkan uji

organoleptik yaitu pada perendaman 24 jam dan

fermentasi 24 jam.

3. Profil produk tempe kacang koro pada perlakuan terbaik dari hasil

uji organoleptik yaitu pada perendaman 24 jam dan fermentasi

24 jam adalah : kadar air sebesar 53,28 %, protein 29,08 %,

karbohidrat 13,74%, lemak 0,77 %, dan abu 3,13 %.

B. Saran

Pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan pembuatan

tempe kacang koro dengan fermentasi pada inkubator dengan suhu

terkontrol.

Page 63: Skripsi Andi Suciati

DAFTAR PUSTAKA

Aeni S.N. 2010. Pembuatan dan Penetapan Kontrol Kualitas Simplisia. http://siskhana.blogspot.com/2010/01/pembuatan-dan-penetapan-kontrol.html. Akses tanggal 13 Juli 2012. Makassar.

Anonim, 2003. Gadung, HCN dan Penyebabnya. http://www.indomedia.comsripe/2003/10/06/0610.apl.htm. diakses pada tanggal 28 Januari 2012, Makassar.

Anonim, 2008. Fermentasi Tempe. http://medicafarma.blogspot.com/2008/06/fermentasi-tempe.html. Diakses pada tanggal 28 Januari 2012, Makassar.

Anonim, 2009. Fermentasi Tempe. http://sutikno.blog.uns.ac.id/2009/04/28/fermentasi-tempe/.html. Diakses pada tanggal 28 Januari 2012, Makassar.

Anonim, 2010. Fermentasi pada Pemnbuatan Tempe. http://dc220.4shared.com/doc/RoJ99Jw5/preview.html. Diakses pada tanggal 02 April 2012, Makassar.

Anonim, 2012. Kelayakan dan Teknologi Budidaya Koro Pedang (Canavalia Sp.). Balai penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian.

Astawan M., Mita W. 2003. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Jakarta, Akademika Pressindo.

Budiyanto A. K. 2001. Dasar - dasar Ilmu Gizi. Universitas Muhammadiyah, Malang.

Cahyadi W. 2006. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara. Bandung.

De Mann J. M. 1989. Principle of Food Chemistry. The Avi Pub Co. Inc., Westport. Connecticut (4): 10-13.

Duke J. A. 1992. Handbook of Biological Active Phytochemicals and Their Activity. CRC Press, America.

Fardiaz D. 1989. Hidrokoloid. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Page 64: Skripsi Andi Suciati

Feng X. M., T. O. Larsen, J. Schnurer. 2006. Production of Volatile Compounds by Rhizopus oligosporus During Soybean and Barley Tempeh Fermentation. Journal of Food Microbiology, 113 : 133–141.

Ferlina F. 2009. Tempe. http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php.Di akses pada tanggal 02 Februari 2012, Makassar.

Gustiningsih D., D. Andrayani. 2011. Potensi Koro Pedang (Canavalia ensiformis) dan Saga Pohon (Adhenanthera povonina) sebagai Alternatif Substitusi Bahan Baku Tempe. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/44179/PKM-GT-11-IPB-Dini-Potensi%20Koro%20Pedang-----.pdf. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Handayani S., Supriyono E., Triharyanto, S. Marwanti, I.D. Astuti, B. Pujiasmanto. 1995. Pengembangan Budidaya dan Pengolahan Hasil Kacang-kacangan sebagai Usaha Produktif Wanita di Lahan Kering Daerah Tangkapan Hujan Waduk Kedungomba. Pusat Studi Wanita. Lembaga Penelitian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Hidayat N., dkk. 2006. Mikrobiologi Industri. Yogyakarta, Andi.

_______. 2008. Fermentasi Tempe. http://ptp2007.files.wordpress.com/ 2008/03/fermentasi-tempe.pdf. Diakses pada tanggal 02 Februari 2012, Makassar.

Irmansyah B. 2005. Dari Limbah menjadi Pakan Ternak. http ://www.geocities.com/persampahan/kompos.doc. diakses tanggal 02 April 2012, Makassar.

Karsono Y., A. Tunggal, A. Wiratama, P. Adimulyo. 2008. Pengaruh Jenis Kultur Starter Terhadap Mutu Organoleptik Tempe Kedelai. www. repository.ipb.ac.id. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor.

Kartika B., P. Hastuti, W. Supartono. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Kasmidjo R. B. 1990. Tempe : Mikrobiologi dan Kimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.

Page 65: Skripsi Andi Suciati

Kholis, M. N., S. Purwanti, G. Rizqi, Alfian, D. Giyanti. 2010. Optimalisasi Pemanfaatan Kacang Tunggak (Vigna unguiculata L.) dalam Pembuatan Tempe. http://sripurwanti.blog.uns.ac.id/files/2010/02/proposal-kacang-tunggak.pdf. Diakses pada tanggal 28 Januari 2012, Makassar.

Mahendradatta M. 2007. Pangan Aman dan Sehat, Prasyarat Kebutuhan Mutlak Sehari-hari. Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Novianto Y. 2012. Analisis Pangan dan Hasil Pertanian, Analisis HCN (Asam Sianida) pada Rebung. http://ucup-olahanpangan.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 02 April 2012, Makassar.

Nwokolo E., J. Smartt. 1996 Food and Feed From Legumes and Oilseeds. Chapman and Hall. Hal. 76

Pangastuti H.P., S. Triwibowo. 1996. Proses Pembuatan Tempe Kedelai: III.Analisis Mikrobiologi. Cermin Dunia Kedokteran No. 109.

Purwanti S. 2005. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu Sebagai Pakan Alternatif. http:// disnaksulsel.info.com. Diakses tanggal 02 April 2012, Makassar.

Rodrigues B.F., Torne S.G. 1991. A Chemical Study of Seeds in Three Canavalia Species. Trop. Sci.

Sarwono B. 2000. Membuat Tempe dan Oncom. Jakarta, Penebar Swadaya.

Steinkraus K. H. 1983. Indonesian Tempeh and Related Fermentation. Dalam : Handbook of Indigenous Fermented Foods, ed. K.H., Steinkraus dkk. Marcel-Dekker Inc., NY. Hal 1-94.

Sudarmadji S., B. Haryono, Suhardi. 1984. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian Edisi Ketiga. Liberty. Yogyakarta.

_______, 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi Keempat. Liberty, Yogyakarta.

Winarno F.G. 1993. Pangan Gizi Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Page 66: Skripsi Andi Suciati

_______, 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Yuniastuti A. 2008. Gizi dan Kesehatan. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Page 67: Skripsi Andi Suciati

LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Analisa Kadar HCN pada Tempe Kacang Koro

Lampiran 1.1 Rekapitulasi Hasil Analisa Kadar HCN pada Tempe Kacang Koro

Perlakuan Kadar HCN (ppm) Total Rata-rataU1 U2A0B0 13.50 13.50 27.00 13.50A0B1 9.45 8.10 17.55 8.78A0B2 5.40 5.40 10.80 5.40A0B3 6.75 5.40 12.15 6.08A1B0 9.45 10.80 20.25 10.13A1B1 6.75 5.40 12.15 6.08A1B2 5.40 4.05 9.45 4.73A1B3 5.40 4.05 9.45 4.73A2B0 9.45 8.10 17.55 8.78A2B1 6.75 6.75 13.50 6.75A2B2 4.05 4.05 8.10 4.05A2B3 4.05 4.05 8.10 4.05A3B0 8.10 8.10 16.20 8.10A3B1 6.75 6.75 13.50 6.75A3B2 4.05 4.05 8.10 4.05A3B3 4.05 4.05 8.10 4.05

Total 109.35 98.55 211.95 105.98Rata-rata 6.83 6.41 13.25 6.62

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian Tempe Kacang Koro, 2012.

Lampiran 1.2 Hasil Analisa Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Lama Perendaman dan Fermentasi Terhadap Kadar HCN pada Tempe Kacang Koro

Sumber Keragaman JK DB KT F hit. Sig.Perendaman 37.076 3 12.359 31.000 .000Fermentasi 162.829 3 54.276 136.143 .000Interaksi 13.726 9 1.525 3.825 .009Galat 6.379 16 .399Total 1623.84

7 32

Keterangan :Sig > 0.05 = Tidak Berpengaruh Nyata (tn)0.01< Sig < 0.05 = Berpengaruh Nyata (*)Sig < 0.01 = Berpengaruh Sangat Nyata (**)

Page 68: Skripsi Andi Suciati

Lampiran 1.3 Uji Lanjut Duncan Faktor Lama Perendaman

Perendaman NKelompok

1 2Perendaman 72 jam 8 5.7375

Perendaman 48 jam 8 5.9062Perendaman 24 jam 8 6.4125

Tanpa perendaman 8 8.4375Sig. .058 1.000Ket : Berpengaruh nyata pada taraf 5%

Lampiran 1.4 Uji Lanjut Duncan Faktor Lama Fermentasi

Fermentasi NKelompok

1 2 3Fermentasi 48 jam 8 4.5562

Fermentasi 72 jam 8 4.7250Fermentasi 24 jam 8 7.0875

Tanpa fermentasi 8 10.1250Sig. .600 1.000 1.000Ket : Berpengaruh nyata pada taraf 5%

Page 69: Skripsi Andi Suciati

Lampiran 2. Hasil Uji Organoleptik Terhadap Tempe Kacang Koro

Lampiran 2.1 Hasil Uji Organoleptik Warna Terhadap Tempe Kacang Koro

Panelis Ulangan 1A0B0 A0B1 A0B2 A0B3 A1B0 A1B1 A1B2 A1B3 A2B0 A2B1 A2B2 A2B3 A3B0 A3B1 A3B2 A3B3

1 2 4 4 3 3 4 2 2 4 4 2 3 3 2 2 22 4 4 2 2 2 4 2 2 4 3 2 1 4 2 1 33 3 3 1 3 4 4 1 5 5 3 2 3 4 2 3 34 5 2 2 2 3 4 2 2 4 4 2 3 4 3 2 35 4 4 2 3 4 5 2 3 4 5 2 3 4 3 3 26 4 4 2 2 4 4 1 2 4 4 2 2 4 4 3 37 3 4 2 2 4 4 2 2 4 3 2 2 4 3 2 28 5 5 1 3 4 5 2 1 4 4 2 3 5 3 1 29 4 1 2 3 4 4 1 4 4 2 2 3 5 4 1 1

10 4 3 1 3 3 3 1 1 4 4 2 4 5 5 1 3Total 38 34 19 26 35 41 16 24 41 36 20 27 42 31 19 24Rata-rata 3.8 3.4 1.9 2.6 3.5 4.1 1.6 2.4 4.1 3.6 2 2.7 4.2 3.1 1.9 2.4

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian Tempe Kacang Koro, 2012.

Panelis Ulangan 2A0B0 A0B1 A0B2 A0B3 A1B0 A1B1 A1B2 A1B3 A2B0 A2B1 A2B2 A2B3 A3B0 A3B1 A3B2 A3B3

1 5 4 4 3 3 4 2 2 3 3 2 3 4 3 3 22 4 3 2 2 3 4 1 2 4 3 3 3 4 2 2 33 5 3 2 3 4 4 1 4 5 4 2 3 4 2 4 34 5 3 2 2 4 4 1 2 4 3 2 3 4 2 2 45 4 4 3 2 4 4 1 2 4 4 2 2 4 3 3 26 4 3 2 2 4 4 2 2 4 4 2 3 3 3 2 27 5 3 2 2 4 4 2 2 4 4 2 3 3 2 2 28 5 3 1 4 4 4 1 1 5 4 2 3 5 2 1 39 5 3 2 2 4 2 1 3 4 2 2 3 4 4 3 1

10 4 3 1 3 4 4 2 1 4 3 2 3 2 5 1 2Total 46 32 21 25 38 38 14 21 41 34 21 29 37 28 23 24Rata-rata 4.6 3.2 2.1 2.5 3.8 3.8 1.4 2.1 4.1 3.4 2.1 2.9 3.7 2.8 2.3 2.4

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian Tempe Kacang Koro, 2012.

Page 70: Skripsi Andi Suciati

Lampiran 2.2 Hasil Uji Organoleptik Aroma Terhadap Tempe Kacang Koro

Panelis Ulangan 1A0B0 A0B1 A0B2 A0B3 A1B0 A1B1 A1B2 A1B3 A2B0 A2B1 A2B2 A2B3 A3B0 A3B1 A3B2 A3B3

1 3 4 3 2 3 4 1 2 3 4 2 2 3 3 2 22 3 3 2 2 2 3 2 2 3 3 2 2 3 2 1 33 3 3 2 2 2 4 1 4 4 4 2 2 3 1 2 44 4 2 2 2 4 5 2 2 1 2 4 1 2 2 2 35 4 3 2 2 4 3 2 2 3 3 1 1 3 3 2 26 3 3 2 1 4 3 1 2 2 4 2 1 4 3 2 27 4 3 2 1 3 4 2 2 3 4 2 2 4 4 2 38 4 5 1 2 2 5 1 1 4 2 1 2 2 2 1 19 3 2 2 2 4 4 2 3 3 2 2 2 4 4 1 1

10 3 2 1 2 2 2 2 1 1 1 1 2 1 5 1 2Total 34 30 19 18 30 37 16 21 27 29 19 17 29 29 16 23Rata-rata 3.4 3 1.9 1.8 3 3.7 1.6 2.1 2.7 2.9 1.9 1.7 2.9 2.9 1.6 2.3

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian Tempe Kacang Koro, 2012.

Panelis Ulangan 2A0B0 A0B1 A0B2 A0B3 A1B0 A1B1 A1B2 A1B3 A2B0 A2B1 A2B2 A2B3 A3B0 A3B1 A3B2 A3B3

1 5 4 3 2 2 3 2 2 3 3 2 2 4 3 2 22 4 3 2 2 2 4 2 2 2 3 2 1 3 3 1 13 5 3 1 2 2 4 1 4 4 4 2 2 2 1 4 44 4 2 2 2 4 5 1 2 1 3 4 2 4 2 2 25 5 2 2 1 4 2 2 2 2 4 2 2 3 3 2 26 4 3 2 2 3 3 1 2 3 4 1 1 4 3 2 27 4 3 2 1 3 4 2 2 3 4 1 2 2 2 2 38 5 4 1 2 1 3 2 1 3 3 3 2 2 1 1 19 5 2 2 2 4 3 1 3 2 3 2 2 5 4 3 1

10 5 2 1 2 4 3 2 1 1 3 2 2 1 4 1 1Total 46 28 18 18 29 34 16 21 24 34 21 18 30 26 20 19Rata-rata 4.6 2.8 1.8 1.8 2.9 3.4 1.6 2.1 2.4 3.4 2.1 1.8 3 2.6 2 1.9

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian Tempe Kacang Koro, 2012.

Page 71: Skripsi Andi Suciati

Lampiran 2.3 Hasil Uji Organoleptik Tekstur Terhadap Tempe Kacang Koro

Panelis Ulangan 1A0B0 A0B1 A0B2 A0B3 A1B0 A1B1 A1B2 A1B3 A2B0 A2B1 A2B2 A2B3 A3B0 A3B1 A3B2 A3B3

1 3 3 3 2 2 4 2 3 2 4 2 2 4 3 4 22 2 2 1 3 3 4 2 2 2 4 2 3 2 3 2 23 3 4 2 3 3 4 1 5 5 3 2 3 5 4 1 14 4 4 2 2 2 3 1 3 3 3 2 2 3 3 2 35 5 2 2 2 4 4 3 3 4 3 2 2 4 3 3 36 3 2 1 2 4 4 2 2 3 3 2 2 3 3 2 37 3 3 2 3 3 4 2 3 4 4 2 2 4 3 2 38 3 4 1 3 3 5 4 3 3 4 5 3 4 3 2 39 3 2 1 2 3 3 2 5 4 2 3 2 4 3 2 3

10 4 2 1 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 4 2 3Total 33 28 16 25 30 38 22 32 33 33 24 24 36 32 22 26Rata-rata 3.3 2.8 1.6 2.5 3 3.8 2.2 3.2 3.3 3.3 2.4 2.4 3.6 3.2 2.2 2.6

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian Tempe Kacang Koro, 2012.

Panelis Ulangan 2A0B0 A0B1 A0B2 A0B3 A1B0 A1B1 A1B2 A1B3 A2B0 A2B1 A2B2 A2B3 A3B0 A3B1 A3B2 A3B3

1 4 3 3 3 2 4 2 3 2 3 2 2 3 3 4 32 4 3 1 2 3 4 2 2 3 3 2 1 2 2 2 23 4 4 3 3 3 4 1 5 5 3 2 2 5 3 4 14 4 2 2 3 2 3 1 3 2 2 2 2 4 3 2 35 4 2 2 2 4 4 2 3 4 3 3 2 4 2 3 36 3 2 1 2 4 3 2 2 4 3 2 2 3 3 3 27 3 4 2 2 3 4 2 3 4 4 2 2 3 3 2 38 4 3 1 3 3 4 4 3 3 4 4 3 4 4 1 39 4 2 1 3 3 3 2 5 4 3 2 2 4 4 2 4

10 4 3 1 3 2 4 3 3 3 3 2 1 3 5 1 2Total 38 28 17 26 29 37 21 32 34 31 23 19 35 32 24 26Rata-rata 3.8 2.8 1.7 2.6 2.9 3.7 2.1 3.2 3.4 3.1 2.3 1.9 3.5 3.2 2.4 2.6

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian Tempe Kacang Koro, 2012.

Page 72: Skripsi Andi Suciati

Lampiran 2.4 Hasil Uji Organoleptik Kelebatan Miselium Terhadap Tempe Kacang Koro

Panelis Ulangan 1A0B0 A0B1 A0B2 A0B3 A1B0 A1B1 A1B2 A1B3 A2B0 A2B1 A2B2 A2B3 A3B0 A3B1 A3B2 A3B3

1 1 3 3 2 1 4 2 3 1 3 4 2 1 2 2 22 1 1 2 3 1 4 3 2 1 3 2 3 1 1 2 23 1 3 2 2 1 3 3 5 1 1 4 3 1 2 2 44 1 3 2 2 1 4 4 3 2 4 4 2 1 2 2 35 1 1 2 3 1 3 2 3 1 3 3 2 1 2 3 36 1 2 2 3 1 3 2 2 1 3 2 3 1 2 2 37 1 2 2 2 1 3 2 3 1 1 3 2 1 1 2 38 1 3 3 2 1 5 3 4 1 3 4 2 1 2 2 29 1 2 3 2 1 4 3 4 4 3 4 2 1 1 3 4

10 1 1 3 3 1 4 3 4 1 3 3 2 1 3 2 3Total 10 21 24 24 10 37 27 33 14 27 33 23 10 18 22 29Rata-rata 1 2.1 2.4 2.4 1 3.7 2.7 3.3 1.4 2.7 3.3 2.3 1 1.8 2.2 2.9

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian Tempe Kacang Koro, 2012.

Panelis Ulangan 2A0B0 A0B1 A0B2 A0B3 A1B0 A1B1 A1B2 A1B3 A2B0 A2B1 A2B2 A2B3 A3B0 A3B1 A3B2 A3B3

1 1 3 3 2 1 4 3 3 1 3 4 2 1 2 3 22 1 2 2 2 1 4 3 2 1 3 2 2 1 3 3 23 1 3 2 2 1 3 3 5 1 3 3 2 1 2 3 44 1 3 2 2 1 4 4 3 2 4 4 2 1 2 2 35 1 2 3 2 1 3 2 3 1 2 3 2 1 2 3 36 1 2 2 3 1 3 2 2 1 3 2 2 1 2 2 27 1 3 2 2 1 3 2 3 1 1 3 2 1 1 2 38 1 3 3 3 1 4 3 4 1 3 4 2 1 2 4 39 1 2 2 2 1 3 3 5 1 3 3 2 1 1 3 4

10 1 2 3 3 1 4 2 4 1 1 3 2 1 3 4 3Total 10 25 24 23 10 35 27 34 11 26 31 20 10 20 29 29Rata-rata 1 2.5 2.4 2.3 1 3.5 2.7 3.4 1.1 2.6 3.1 2 1 2 2.9 2.9

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian Tempe Kacang Koro, 2012.

Page 73: Skripsi Andi Suciati

Lampiran 2.5 Hasil Rerata Uji Organoleptik Terhadap Tempe Kacang Koro

Perlakuan Warna Aroma Tekstur Kelebatan Miselium

A0B0 4.2 4 3.55 1A0B1 3.3 2.9 2.8 2.3A0B2 2.0 1.85 1.65 2.4A0B3 2.6 1.8 2.55 2.35A1B0 3.7 2.95 2.95 1A1B1 4.0 3.55 3.75 3.6A1B2 1.5 1.6 2.15 2.7A1B3 2.3 2.1 3.2 3.35A2B0 4.1 2.55 3.35 1.25A2B1 3.5 3.15 3.2 2.65A2B2 2.1 2 2.35 3.2A2B3 2.8 1.75 2.15 2.15A3B0 4.0 2.95 3.55 1A3B1 3.0 2.75 3.2 1.9A3B2 2.1 1.8 2.3 2.55A3B3 2.4 2.1 2.6 2.9

Total 47.6 39.8 45.3 36.3Rerata 2.975 2.4875 2.83125 2.26875

Sumber : Data Sekunder Hasil Penelitian Tempe Kacang Koro, 2012.

Keterangan :

A0 = Tanpa perendaman B0 = Tanpa fermentasi

A1 = Perendaman selama 24 jam B1 = Fermentasi selama 24 jam

A2 = Perendaman selama 48 jam B2 = Fermentasi selama 48 jam

A3 = Perendaman selama 72 jam B3 = Fermentasi selama 72 jam

Lampiran 3. Hasil Analisa Proksimat pada Tempe Kacang Koro dengan Perlakuan Terbaik

Proksimat U1 U2 Total Rata-rata (%)Kadar air (%bb) 53.16 53.41 106.57 53.28Kadar protein (%bk) 29.42 28.75 58.17 29.08Kadar lemak (%bk) 0.76 0.77 1.53 0.77Kadar abu (%bk) 2.94 3.32 6.26 3.13Kadar karbohidrat (%bk) 13.72 13.75 27.47 13.74

Sumber : Data Sekunder Hasil Penelitian Tempe Kacang Koro, 2012.

Lampiran 4. Biji Kacang Koro (Canavalia ensiformis L)

Page 74: Skripsi Andi Suciati

Lampiran 5. Inokulum tempe

Lampiran 6. Perendaman Biji Kacang Koro dengan Air Mengalir

Page 75: Skripsi Andi Suciati

Lampiran 7. Biji yang telah Direndam selama 24 jam, 48 jam, dan 72 jam

Lampiran 8. Biji yang telah Dikupas Kulit Luar dan Kulit Arinya

Page 76: Skripsi Andi Suciati

Lampiran 9. Biji yang telah Dipotong-potong menjadi 4-6 Bagian

Lampiran 10. Pengukusan Biji yang telah Dipotong-potong

Page 77: Skripsi Andi Suciati

Lampiran 11. Biji yang telah Dikukus ±30 Menit

Lampiran 12. Penirisan dan Pendinginan

Page 78: Skripsi Andi Suciati

Lampiran 13. Biji yang telah Ditaburi dengan Inokulum Tempe

Lampiran 14. Pengemasan

Page 79: Skripsi Andi Suciati

Lampiran 15. Produk Tempe Kacang Koro

A0B0 A0B1 A0B2 A0B3

A1B0 A1B1 A1B2 A1B3

Keterangan:

A0 : Tanpa perendaman (kontrol) B0 : Tanpa fermentasi (kontrol)A1 : Perendaman selama 24 jam B1 : Fermentasi selama 24 jamA2 : Perendaman selama 48 jam B2 : Fermentasi selama 48 jamA3 : Perendaman selama 72 jam B3 : Fermentasi selama 72 jam

Page 80: Skripsi Andi Suciati

A2B0 A2B1 A2B2 A2B3

A3B0 A3B1 A3B2 A3B3

Lampiran 16. Proses Destilasi

Keterangan:

A0 : Tanpa perendaman (kontrol) B0 : Tanpa fermentasi (kontrol)A1 : Perendaman selama 24 jam B1 : Fermentasi selama 24 jamA2 : Perendaman selama 48 jam B2 : Fermentasi selama 48 jamA3 : Perendaman selama 72 jam B3 : Fermentasi selama 72 jam

Page 81: Skripsi Andi Suciati

Lampiran 17. Titrasi dengan AgNO3

Page 82: Skripsi Andi Suciati
Page 83: Skripsi Andi Suciati