sistemik lupus eritematosus dalam kehamilan

28
BAB I PENDAHULUAN Lupus eritematosus sistemik (SLE) merupakan penyakit radang multisistem yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi 1 . SLE merupakan penyakit autoimun sistemik dimana autoantibodi dibentuk melawan sel tubuhnya sendiri. 2 Karakteristik primer peyakit ini berupa kelemahan, nyeri sendi, dan trauma berulang pada pembuluh darah. SLE melibatkan hampir semua organ, namun paling sering mengenai kulit, sendi, darah, membran serosa, jantung dan ginjal. 2,3 Di Amerika Serikat hingga bulan Maret tahun 2000 terdapat 500.000 pasien telah didiagnosa sebagai SLE. 3 Prevalensi SLE di Amerika Serikat yaitu antara14,6/100.000-50,8/100.000. Insiden bervariasi antara 1,8-1,6/100.000 per tahun. Insiden SLE bervariasi di seluruh dunia. Eropa Utara telah melaporkan adanya SLE sebesar 40/100.000. 4 Ras Afrika-Amerika tiga hingga empat kali lebih rentan terhadap SLE dibandingkan wanita kulit putih. Ras Amerika latin dan Asia juga rentan terhadap penyakit ini. 3 Pada anak-anak prevalensi SLE antara 0/100.000 pada 1

Upload: tenti-ti

Post on 02-Jan-2016

33 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sistemik Lupus Eritematosus Dalam Kehamilan

BAB I

PENDAHULUAN

Lupus eritematosus sistemik (SLE) merupakan penyakit radang multisistem

yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan

fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi1. SLE merupakan penyakit autoimun

sistemik dimana autoantibodi dibentuk melawan sel tubuhnya sendiri.2 Karakteristik

primer peyakit ini berupa kelemahan, nyeri sendi, dan trauma berulang pada

pembuluh darah. SLE melibatkan hampir semua organ, namun paling sering

mengenai kulit, sendi, darah, membran serosa, jantung dan ginjal.2,3

Di Amerika Serikat hingga bulan Maret tahun 2000 terdapat 500.000 pasien

telah didiagnosa sebagai SLE.3 Prevalensi SLE di Amerika Serikat yaitu

antara14,6/100.000-50,8/100.000. Insiden bervariasi antara 1,8-1,6/100.000 per

tahun. Insiden SLE bervariasi di seluruh dunia. Eropa Utara telah melaporkan adanya

SLE sebesar 40/100.000. 4

Ras Afrika-Amerika tiga hingga empat kali lebih rentan terhadap SLE

dibandingkan wanita kulit putih. Ras Amerika latin dan Asia juga rentan terhadap

penyakit ini. 3 Pada anak-anak prevalensi SLE antara 0/100.000 pada wanita kulit

putih di bawah usia 15 tahun sampai 31/100.000 pada wanita Asia usia 10-20 tahun.

Insiden SLE pada usia 10-20 tahun bervariasi yaitu 4,4/100.000 pada wanita kulit

putih, 31/100.000 pada wanita Asia, 19,86/100.000 pada kulit hitam dan 13/100.000

pada Amerika latin. 5

Beberapa data yang ada di Indonesia diperoleh dari 3 penelitian yang berbeda

di RS. Cipto Mangunkusumo Jakarta yaitu antara tahun 1969-1970 ditemukan 5

kasus, tahun 1972-1976 ditemukan 1 kasus, dan tahun 1988-1990 insiden rata-rata

ialah 37,7/10.000 perawatan.

1

Page 2: Sistemik Lupus Eritematosus Dalam Kehamilan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Lupus eritematosus sistemik adalah suatu penyakit yang ditandai oleh

kerusakan berbagai jaringan dan sel akibat adanya oto antibodi dan pengendapan

komplek imun.

2.2 Etiologi

Hingga kini penyebab SLE belum diketahui dengan jelas. Namun

diperkirakan berkaitan erat dengan beberapa faktor, antara lain autoimun, kelainan

genetik, faktor lingkungan, obat-obatan 3

a. Autoimun :

Mekanisme primer SLE adalah autoimunitas, suatu proses kompleks

dimana sistem imun pasien menyerang selnya sendiri. Pada SLE, sel-T

menganggap sel tubuhnya sendiri sebagai antigen asing dan berusaha

mengeluarkannya dari tubuh. Diantara kejadian tersebut terjadi stimulasi

limfosit sel B untuk menghasilkan antibodi, suatu molekul yang dibentuk

untuk menyerang antigen spesifik. Ketika antibodi tersebut menyerang sel

tubuhnya sendiri, maka disebut autoantibodi. Sel B menghasilkan sitokin.

Sitokin tertentu disebut interleukin, seperti IL 10 dan IL 6, memegang

peranan penting dalam SLE yaitu dengan mengatur sekresi autoantibodi oleh

sel B. 3

Pada sebagian besar pasien SLE, antinuklear antibodi (ANA) adalah

antibodi spesifik yang menyerang nukleus dan DNA sel yang sehat. Terdapat

dua tipe ANA, yaitu anti-double stranded DNA (an ti-ds DNA) yang

memegang peranan penting pada proses autoimun dan anti-Sm antibodies

yang hanya spesifik untuk pasien SLE. 3 Dengan antigen yang spesifik, ANA

membentuk kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi sehingga pengaturan

2

Page 3: Sistemik Lupus Eritematosus Dalam Kehamilan

sistem imun pada SLE terganggu yaitu berupa gangguan klirens kompleks

imun besar yang larut, gangguan pemrosesan kompleks imun dalam hati, dan

penurunan uptake kompleks imun oleh ginjal. Sehingga menyebabkan

terbentuknya deposit kompleks imun di luar sistem fagosit mononuklear.

Kompleks ini akan mengendap pada berbagai macam organ dan menyebabkan

terjadinya fiksasi komplemen pada organ tersebut dan aktivasinya

menghasilkan substansi yang menyebabkan radang. Reaksi radang inilah yang

menyebabkan keluhan pada organ yang bersangkutan. 1

Sekitar setengah dari pasien SLE memiliki antibodi antifosfolipid.

Antibodi ini menyerang fosfolipid, suatu kumpulan lemak pada membran sel.

Antifosfolipid meningkatkan resiko menggumpalnya darah, dan mungkin

berperan dalam penyempitan pembuluh darah serta rendahnya jumlah hitung

darah. 3

Antibodi tersebut termasuk lupus antikoagulan (LAC) dan antibodi

antikardiolipin (ACAs). Mungkin berupa golongan IgG, IgM, IgA yang

berdiri sendiri-sendiri ataupun kombinasi. Sekalipun dapat ditemukan pada

orang normal, namun mereka juga dihubungkan dengan sindrom antibodi

antifosfolipid, dengan gambaran berupa trombosis arteri dan/atau vena

berulang, trombositopenia, kehilangan janin-terutama kelahiran mati, pada

pertengahan kedua kehamilan. Sindrom ini dapat terjadi sendirian atau

bersamaan dengan SLE atau gangguan autoimun lainnya.6

3

Page 4: Sistemik Lupus Eritematosus Dalam Kehamilan

b. Genetik

Faktor genetik memegang peranan penting dalam kerentanan dan

ekspresi penyakit. Sekitar 10-20% pasien SLE memiliki kerabat dekat yang

juga menderita SLE. 1 Saudara kembar identik sekitar 25-70% (setiap pasien

memiliki manifestasi klinik yang berbeda) 4 sedangkan non-identik 2-9%.1 Jika

seorang ibu menderita SLE maka kemungkinan anak perempuannya untuk

menderita penyakit yang sama adalah 1:40 sedangkan anak laki-laki 1:25. 4

Penelitian terakhir menunjukkan adanya peran dari gen-gen yang mengkode

unsur-unsur sistem imun. Kaitan dengan haptolip MHC tertentu, terutama

HLA-DR2 dan HLA-DR3 serta komplemen (C1q , C1r , C1s , C4 dan C2) telah

terbukti. 1Suatu penelitian menemukan adanya kelainan pada 4 gen yang

mengatur apoptosis, suatu proses alami pengrusakan sel. Penelitian lain

menyebutkan bahwa terdapat beberapa kelainan gen pada pasien SLE yang

mendorong dibentuknya kompleks imun dan menyebabkan kerusakan ginjal. 3

c. Faktor lingkungan

Satu atau lebih faktor eksternal dapat memicu terjadinya respon

autoimun pada seseorang dengan kerentanan genetik. Pemicu SLE termasuk,

flu, kelelahan, stres, kontrasepsi oral, bahan kimia, sinar matahari dan

beberapa obat-obatan. 3 Virus. Pemicu yang paling sering menyebabkan

gangguan pada sel T adalah virus. Beberapa penelitian menyebutkan adanya

hubungan antara virus Epstein-Barr, cytomegalovirus dan parvovirus-B19

dengan SLE. Penelitian lain menyebutkan adanya perbedaan tipe khusus SLE

bagian tiap-tiap virus, misalnya cytomegalovirus yang mempengaruhi

pembuluh darah dan menyebabkan fenomena Raynaud (kelainan darah), tapi

tidak banyak mempengaruhi ginjal. 3

4

Page 5: Sistemik Lupus Eritematosus Dalam Kehamilan

Sinar matahari. Sinar ultraviolet (UV) sangat penting sebagai pemicu

tejadinya SLE. Ketika mengenai kulit, UV dapat mengubah struktur DNA dari

sel di bawah kulit dan sistem imun menganggap perubahan tersebut sebagai

antigen asing dan memberikan respon autoimun. 3

Drug-Induced Lupus. Terjadi setelah pasien menggunakan obat-obatan

tertentu dan mempunyai gejala yang sama dengan SLE. Karakteristik sindrom

ini adalah radang pleuroperikardial, demam, ruam dan artritis. 7 Jarang terjadi

nefritis dan gangguan SSP. Jika obat-obatan tersebut dihentikan, maka dapat

terjadi perbaikan manifestasi klinik dan dan hasil laoratoium. 4

Hormon. Secara umum estrogen meningkatkan produksi antibodi dan

menimbulkan flare sementara testosteron mengurangi produksi antibodi.

Sitokin berhubungan langsung dengan hormon sex. Wanita dengan SLE

biasanya memiliki hormon androgen yang rendah, dan beberapa pria yang

menderita SLE memiliki level androgen yang abnormal.3 Penelitian lain

menyebutkan bahwa hormon prolaktin dapat merangsang respon imun. 1

2.2 Gejala Klinik

Gejala klinis dan perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi. Onset penyakit

dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi. Setiap serangan biasanya disertai

dengan gejala umum yang jelas seperti demam, malaise, kelemahan, nafsu makan

berkurang, berat badan menurun, dan iritabilitas. Yang paling menonjol adalah

demam, kadang-kadang disertai menggigil.1 Banyak wanita SLE menderita flare pada

fase postovulasi dari siklus menstruasi, dan mengalami resolusi ketika telah terjadi

haid. 4

Muskuloskeletal

Gejala yang paling sering berupa artritis atau atralgia (53-95%) dan biasanya

mengawali gejala yang lain. Selain kelemahan dan edema dapat pula terjadi efusi

yang bersamaan dengan poliartritis yang bersifat simetris, nonerosif, dan biasanya

tanpa deformitas4, bukan kontraktur atau ankilosis. Kaku pagi hari jarang ditemukan.

5

Page 6: Sistemik Lupus Eritematosus Dalam Kehamilan

Adakalanya terdapat nodul reumatoid. Mungkin juga terdapat nyeri otot dan miositis. 1 Paling sering mengenai interfalangeal proksima l (PIP) dan metakarpofalangeal,

pergelangan tangan, siku dan lutut. 4

Gejala mukokutan

Ruam kulit yang dianggap khas untuk SLE adalah ruam kulit berbentuk kupu-

kupu (butterfly rash) berupa eritema pada hidung dan kedua pipi (55-90%). Pada

bagian tubuh yang terpapar matahari dapat timbul ruam kulit yang terjadi karena

hipersensitivitas. 1

Lesi diskoid berkembang melalui 3 tahap yaitu eritema, hiperkeratosis dan

atrofi. Biasanya tampak sebagai bercak eritematosus yang meninggi, tertutup oleh

sisik keratin disertai penyumbatan folikel, dan jika telah berlangsung lama akan

terbentuk sikatriks. 1

Vaskulitis kulit dapat berupa memar yang dalam dan bisa menyebabkan

ulserasi serta perdarahan jika terjadi pada membran mukosa mulut, hidung, atau

vagina. Pada beberapa orang dapat terjadi livido retikularis, lesi ungu-kemerahan

pada jari-jari tangan dan kaki atau dekat kuku jari. 3 Alopesia dapat pulih kembali jika

penyakit mengalami remisi. Kadang-kadang terdapat urtikaria yang tidak dipengaruhi

oleh kortikosteroid dan antihistamin. Biasanya hilang beberapa bulan setelah penyakit

tenang secara klinis dan serologis. 1

G i n j a l

Sebanyak 70% pasien SLE akan mengalami kelainan ginjal. Pengendapan

komplek imun yang mungkin mengandung ds-DNA, bertanggung jawab atas

terjadinya kelainan ginjal. Bentuk in situ kompleks imun memungkinkan pengikatan

DNA ke membran basalis glomeruluis dan matriks ekstraseluler. Dengan mikroskop

elektron, kompleks imun akan tampak dalam pola kristalin di daerah mesangeal,

subendotelial atau subepitelial. IgG merupakan imunoglobulin yang paling sering

6

Page 7: Sistemik Lupus Eritematosus Dalam Kehamilan

tampak diikuti oleh IgA dan IgM. Kadang-kadang tampak IgG, IgA, IgM, C3, C4

dan C1q pada glomerulus yang sama (pola “full house“).2

Sistem saraf

Gangguan neurologik mengenai 25% penderita SLE. Disfungsi mental ringan

merupakan gejala yang paling umum, namun dapat pula mengenai setiap daerah otak,

saraf spinal, atau sistem saraf. Beberapa gejala yang mungkin tampak adalah seizure,

psikosis, organic brain syndrome, dan sakit kepala.8 Pencitraan otak menunjukkan

adanya kerusakan serabut saraf dan mielin. Gejala yang tampak berupa irritabilitas,

kecemasan, depresi, serta gangguan ingatan dan konsentrasi ringan. 3

Kardiovaskuler

Kelainan jantung dapat berupa perikarditis ringan sampai berat (efusi

perikard), iskemia miokard dan endokarditis verukosa (Libman Sacks). 3 Keadaan

tersebut dapat menimbulkan nyeri dan arithmia.8

P a r u

Efusi pleura , dan pleuritis dapat terjadi pada SLE. 8 Diagnosis pneumonitis

lupus baru dapat ditegakkan jika faktor-faktor lain telah disingirkan seperti infeksi,

virus jamur, tuberkulosis.1 Gejalanya berupa takipnea, batuk, dan demam. Hemoptisis

menandakan terjadinya pulmonary hemorhage.4 Nyeri dada dan pernapasan pendek

sering tejadi bersama gangguan tersebut. 8

Saluran pencernaan

Sekitar 45% pasien SLE menderita masalah gastrointestinal, termasuk nausea,

kehilangan berat badan, nyeri abdomen ringan, dan diare.3 Radang traktus intestinal

jarang terjadi yaitu sekitar 5% pasien dan menyebabkan kram akut, muntah, diare,

dan walaupun jarang, perforasi usus. 4 Retensi cairan dan pembengkakan dapat

menyebabkan terjadinya obstruksi intestinal. 3

7

Page 8: Sistemik Lupus Eritematosus Dalam Kehamilan

Mata

Peradangan pembuluh darah pada mata dapat mengurangi suplai darah ke

retina, sehingga menyebabkan degenerasi sel saraf dan resiko terjadinya perdarahan

retina. Gejala yang paing umum adalah cotton-wool-like spots pada retina. Sekitar 5%

pasien mengalami kebutaan sementara yang terjadi secara tiba-tiba.3 Kelainan lain

berupa konjungtivitis, edema periorbital, perdarahan subkonjungtival, uveitis dan

adanya badan sitoid di retina. 1

2.3 Patogenesis

Pada penderita terjadi hiperaktifitas sel T helper dan sel B, yang menyebabkan

stimulasi antigen spesifik kedua sel tersebut. Adanya hiperaktifitas ini disebabkan

oleh interaksi faktor host dan lingkungan serta kegagalan dari mekanisme "down

regulation" yang menghambat hiperaktifitas itu. Peningkatan respon imunitas

humoral menyebabkan munculnya otoantibodi, yang berinteraksi dengan antigen

tubuh sendiri seperti komponen inti sel, struktur sitoplasma,sel mononuklear, sel

polimorfonuklear, trombosit, eritorit dan fosfolipid yang mengakibatkan terbentuknya

kompleks imun, dimana kompleks imun ini merangsang aktifasi sistem komplemen.

Sistem komplemen yang teraktifasi itu kemudian melepaskan C3a dan C5a

yang merangsang sel basofil untuk melepaskan vasoaktif amin, yaitu histamin yang

menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler, yang memudahkan terjadinya

pengendapan kompleks imun pada sel endotel arteri dan arteriola, yang merangsang

agregasi trombosit sehingga terbentuk mikrotrombus pada membran basalis sel

endotel. Selanjutnya terjadi kegagalan fagositosis oleh sel sel radang terhadap

komplek imun tersebut sehingga dilepaskan ensim lisosomal yang menyebabkan

kerusakan vaskuler.

Selain adanya gangguan imunitas seluler dan humoral, pada lupus

eritematosus sistemik muncul juga beberapa atoantibodi lainnya seperti

8

Page 9: Sistemik Lupus Eritematosus Dalam Kehamilan

antiantifosfolipid, yaitu antibodi terhadap membran fosfolipid sel, yang dikenal

sebagai antibodi antikardiolipin (ACA) dan anti koagulan lupus (aLA). Munculnya

antibodi ini berhubungan dengan kejadian abortus berulang, kematian janin dalam

kandungan serta preeklamsi yang muncul lebih awal.

Perubahan patologi plasenta pada Lupus eritematosus sistemik ini adalah

adanya vaskulitis desidua yang menyebabkan insufisiensi plasenta.

2.4 Komplikasi Pada Kehamilan

Semua kehamilan dengan lupus diperlakukan sebagai resiko tinggi. Sekitar

75% kehamilan mencapai masa kelahiran, walaupun 25% diantaranya prematur, 25%

sisanya mengalami keguguran. Resiko keguguran lebih tinggi pada wanita dengan

antibodi antifosfolipid, penyakit ginjal aktif atau hipertensi, atau kombinasi lainnya.

Selama kehamilan antibodi antifosfolipid dapat melintasi plasenta dan menyebabkan

trombositopenia pada janin, namun biasanya bayi tetap dapat lahir dengan aman.

Risiko bayi dengan lupus neonatus yang lain, sekitar 3% kehamilan SLE, dan

biasanya membaik dalam 6 bulan. Jarang terjadi kelainan jantung, namun hal ini

dapat diobati. 3

Pada suatu penelitian sekitar 6-15% wanita mengalami flare selama

kehamilan. Sebagian besar terjadi pada trimester pertama dan kedua, dan dua bulan

setelah persalinan. Wanita yang telah mengalami remisi selama 6 bulan beresiko

rendah untuk mengalami flare. Terdapat peningkatan resiko perdarahan setelah

persalinan, yang diakibatkan baik oleh obat anti-SLE maupun oleh SLE itu sendiri.

Preeklampsia terjadi pada 20% wanita hamil dengan SLE. 3

Kehamilan dapat menyebabkan eksaserbasi SLE. Tinjauan pustaka terhadap

aktivitas penyakit dan mortalitas morbiditas wanita hamil dengan SLE menyimpulkan

bahwa terdapat eksaserbasi aktivitas penyakit pada 50% kehamilan, yang terjadi

selama kehamilan atau pospartum.9

9

Page 10: Sistemik Lupus Eritematosus Dalam Kehamilan

Pasien dengan lupus nefritis yang ingin hamil, haruslah dipertimbangkan.

Disamping keadaan janin, perlu pula dipertimbangkan terjadinya eksaserbasi dengan

(mungkin permanen) gejala ikutan berupa kerusakan organ (yang mungkin akan

mempengaruhi keselamatan maternal). Penelitian terbaru menyebutkan bahwa wanita

hamil dengan lupus nefritis berhubungan dengan meningkatnya kematian maternal

dan nefritis eksaserbasi pospartum.9

Hipertensi, proteinuria, dan insufisiensi ginjal yang baru terjadi pada wanita

hamil dengan lupus dapat menggambarkan terjadinya lupus nefritis aktif atau

pembentukan preeklampsia. Membedakan antara permulaan SLE dan preeklampsia

adalah sulit. Penelitian Buyon dkk menemukan bahwa kadar C4 lebih rendah pada

kehamilan dengan preeklampsia dibandingkan kehamilan normal, dan pada ibu

dengan SLE mempunyai kadar C3 dan C4 yang lebih rendah secara nyata

dibandingkan kehamilan normal. Menurunnya kadar C3 dan C4 pada kehamilan

dengan SLE menggambarkan terjadinya flare penyakit tersebut. Satu pasien dengan

SLE yang mengalami preeklampsia tidak memiliki perubahan pada kadar

komplemennya. Penemuan ini menyebutkan bahwa pengujian terhadap kadar

komplemen mungkin berguna untuk membedakan kejadian preeklampsia dengan

flare penyakit pada pasien SLE. Insiden preeklampsia meningkat pada pasien SLE. 9

Terdapat hubungan yang jelas antara lupus antikoagulan dengan antibodi

antikardiolipin dengan vaskulopathy desidua, infark plasenta, pertumbuhan janin

terhambat, preeklampsia dini, dan kematian janin berulang. Pada wanita tersebut,

seperti halnya penderita lupus, juga memiliki insiden tinggi terhadap trombosis arteri

dan vena, serta hipertensi paru. (Khamashta dkk, 1997; Silver dkk, 1994) 6

Penelitian secara histologi dan imunofluoresens terhadap 10 plasenta SLE

oleh Ambrousky menemukan adanya nekrosis desidua vaskulopathy pada 5 dari 10

plasenta yang diteliti. Hanly dkk, meneliti 11 pasien SLE, dan menemukan bahwa

plasenta tersebut lebih kecil dan lebih ringan dibandingkan plasenta normal dan

dengan ibu diabetes. Kurangnya berat plasenta berhubungan dengan SLE aktif, lupus

antikoagulan, trombositopenia dan hipokomplemenemia, tapi tidak berhubungan

10

Page 11: Sistemik Lupus Eritematosus Dalam Kehamilan

dengan berkurangnya berat lahir. Infark plasenta, seperti yang ditemukan pada pasien

dengan sindrom antibodi fosfolipid, sangat jelas berhubungan dengan pertumbuhan

janin mungkin menyebabkan kematian janin, tapi prematuritas dan bayi kecil masa

kehamilan (KMK) secara umum sering terjadi pada ibu SLE. 9

Menurut Chamley (1997), trombosit dapat dirusak langsung oleh antibodi

antifosfolipid, atau secara tidak langsung melalui ikatannya dengan 2-glikoprotein I,

yang menyebabkan trombosit mudah beragregasi. Menurut Rand dkk (1997a, 1997b,

1998) fosfolipid pada sel endotel atau membran sinsitiotrofoblas mungkin dirusak

secara langsung oleh antibodi antifosfolipid atau secara tidak langsung melalui

ikatannya dengan 2-glikoprotein I atau annexin V. Hal ini mencegah sel membran

untuk melindungi sinsitiotrofoblas dan endotel sehingga membran basal terbuka.

Telah diketahui bahwa kerusakan trombosit mengikuti terbukanya membran basal

endotel dan sinsitiotrofoblas sehingga terjadi pembentukan trombus. Terdapat

mekanisme lain yang diajukan oleh Piero dkk (1999) yang melaporkan bahwa

antibodi antifosfolipid menurunkan produksi vasodilator prostaglandin E2 oleh

desidua. Telah digambarkan pula terjadinya penurunan aktivitas fibrinolitik akibat

penghambatan prekalikrein oleh lupus antikoagulan (Sanfelippo dan Dryna, 1981).

Terdapat pula laporan lain mengenai penurunan aktivitas protein C atau S disertai

sedikit peningkatan aktivitas prothrombin (Ogunyemi dkk, 2001; Zangari dkk, 1997).

Amengual dkk (1998) memberikan bukti bahwa trombosis dengan sindrom

antifosfolopid disebabkan oleh aktivasi jalur faktor jaringan.6

2.5 Diagnosis

Diagnosis SLE dibuat jika memenuhi paling sedikit 4 diantara 11 manifestasi

berikut (kriteria dari the American Rheumatism Association) : 7,10

Eritema fasial (butterfly rash)

Lesi diskoid

Fotosensitivitas

Oral ulcers

11

Page 12: Sistemik Lupus Eritematosus Dalam Kehamilan

Arthritis

Serositis (pleuritis or perikarditis)

Gangguan ginjal (persistent proteinuria (> 0,5 g/hari) atau cellular casts)

Gangguan neurologi (seizures atau psykhosis)

Gangguan hematologi (anemia hemolitik, leukopenia (<4000/uL) atau

limfopenia pada 2 atau lebih pemeriksaan, trombositopenia)

Gangguan Immunologi (preparat sel LE positif, jumlah anti-DNA atau anti-

Sm abnormal, tes VDRL sifilis positif palsu)

Abnormal ANA titer

2.6 Penatalaksanaan / Rehabilitasi

Hingga kini SLE belum dapat disembuhkan dengan sempurna. Namun,

pengobatan yang tepat dapat menekan gejala klinis dan komplikasi yang mungkin

terjadi, mengatasi fase akut dan dengan demikian dapat memperpanjang remisi dan

survival rate.1

Penatalaksanaan SLE sesuai dengan gejala yang ditimbulkannya.

Penatalaksanan utama adalah menciptakan suatu lingkungan yang dapat

memberikan “istirahat” pada jiwa dan raga, perlindungan dari sinar matahari (bahkan

yang melalui jendela), nutrisi yang sehat, terapi pencegahan infeksi, menghindari

semua alergen dan faktor-faktor yang dapat memperberat penyakit.1

Karena kesuburan pasien SLE tidak terganggu dan waktu konsepsi sangat

berhubungan dengan aktivitas penyakit, maka kontrasepsi merupakan bagian yang

penting untuk penanganan pasien SLE. Tampaknya kondom dan diafragma

merupakan alat kontrasepsi teraman, walaupun kurang efektif. 9 Penggunaan IUD

sebaiknya dihindari karena pasien SLE mempunyai resiko infeksi yang lebih besar. 6

Pada gagal ginjal terminal lupus nefritis dapat ditanggulangi dengan cukup

baik oleh dialisis dan transplantasi ginjal. 1

Kehamilan harus dihindarkan jika penyakit aktif atau jika pasien sedang

mendapat pengobatan dengan obat imunosupresif. 1 Seperti disebutkan sebelumnya

12

Page 13: Sistemik Lupus Eritematosus Dalam Kehamilan

angka abortus, kelahiran mati, partus prematurus, dan preeklampsia meningkat pada

SLE dengan kehamilan. Terutama apabila terjadi kelainan ginjal dan hipertensi, maka

prognosis menjadi sangat buruk. Abortus buatan dapat dipertimbangkan. Jika pasien

demikian dalam jalannya kehamilan menunjukkan gejala-gejala azotemia, maka

kehamilan harus diakhiri. Dan kehamilan tidak dianjurkan bagi SLE dengan

komplikasi ginjal. 9

Prenatal care

Penderita SLE dengan kehamilan sebaiknya harus kontrol kehamilannya

setiap dua minggu pada trimester pertama dan kedua dan sekali seminggu pada

trimester ketiga. Pada setiap kunjungan harus selalu ditanyakan tentang tanda dan

gejala aktifnya SLE. Darah dan urin sebaiknya diperiksa juga. 9

Obat-obat antirematik dengan kehamilan

Meskipun belum ada penelitian acak yang membandingkan pemberian

prednison pada wanita hamil namun glukokortioid biasanya digunakan pada

pengobatan SLE pada kehamilan. Pada umumnya dosis yang digunakan kurang lebih

sama dengan penderita yang tidak hamil. Meskipun telah ditemukan meningkatnya

kejadian celah palatum pada binatang percobaan, tetapi efek teratogeniknya pada

manusia sangat rendah. Demikian juga efek supresi pada ginjal neonatus sangatlah

rendah. Salah satu alasan yang menyebabkan pemberian prednison cukup aman

adalah didapatkannya 11--oldehidrogenase pada plasenta. Enzim ini akan mengubah

prednison menjadi 11- ketoform yang tidak aktif, dan hanya 10 % yang aktif dan

dapat mencapai janin. Efek glukokortikoid pada ibu diantaranya adalah penambahan

berat badan, striae, acne, hirsutism, supresi imun, osteonekrosis, dan ulkus saluran

pencernaan. Kemudian pemberian glukokortikoid pada kehamilan juga dapat

menyebabkan intoleransi glukosa. Dengan demikian pasien yang diberikan

glukokortikoid harus dilakukan skrining untuk mencegah diabetes gestasional.

Glukokotikoid juga menyebabkan retensi air dan natruim yang mungkin

13

Page 14: Sistemik Lupus Eritematosus Dalam Kehamilan

menyebabkan hipertensi yang secara tidak langsung dapat menyebabkan

pertumbuhan janin terganggu.9,10 Penelitian terbaru mengatakan pemberian

glukokortikoid hanya diberikan bila diperlukan untuk mengatasi gejala-gejala yang

ditimbulkan oleh SLE. 10

Pemberian beberapa obat imunosupresi yang lain seperti azathiopirine,

methotrexate dan cyclophospamide sebaiknya tidak diberikan pada kehamilan dengan

SLE, dikarenakan efek teratogeniknya pada manusia. Kecuali pada keadaan tertentu

pada SLE yang sangat berat misalkan pada Progressive proliferative

glomerulonefritis..10

NSAID adalah analgesik yang biasa diberikan pada penderita kehamilan

dengan SLE tetapi obat ini dapat menyebabkan kelainan faktor pembekuan darah

pada fetoneonatal. Pemberian aspirin dua minggu sebelum partus dapat menyebabkan

perdarahan intrakranial pada bayi-bayi prematur. Indometasin dilaporkan

berhubungan dengan kontriksi pada duktus arteriosus. Yang mana bisa menyebabkan

trombosis arteri pulmonalis, hipertrofi pembuluh-pembuluh darah pulmo, gangguan

oksigenasi dan gagal jantung. NSAID juga berhubungan dengan menurunnya

produksi urin dan oligohidramnion dan insufisiensi ginjal. Asetaminophen dan codein

bisa dipakai sebagai analgesi pada wanita hamil dengan SLE. 10

Penanganan obstetrik.

Tujuan utama dari kunjungan antenatal pada kehamilan dengan SLE terutama

setelah umur kehamilan > 20 minggu adalah deteksi hipertensi dan proteinuria.

Karena risiko terjadinya insufisiensi uteroplasenter . Dilakukan pemeriksaan USG

setiap 4 – 6 minggu mulai usia kehamilan 18 -20 minggu. Dilakukan NST mulai

umur kehamilan 32 minggu setiap minggu dan pengukuran cairan amnion. Juga

ibunya disuruh menghitung gerakan janin setiap hari. USG dan pemeriksaan

kesejahteraan janin harus dilakukan lebih sering bila didapatkan SLE yang aktif,

hipertensi, proteinurin, gangguan pertumbuhan janin, dan bila didapatkan sindroma

antifosfolipid. 9

14

Page 15: Sistemik Lupus Eritematosus Dalam Kehamilan

SLE dapat eksaserbasi pada persalinan dan mungkin membutuhkan pemberian

steroid sesegera mungkin. Sebaiknya pemberian glukokortikoid dosis tinggi yaitu

hidrokortison 110 mg/IV tiap 8 jam diberikan pada waktu persalinan dan seksio

sesarea pada semua pasien yang mendapatkan pemberian steroid yang menahun. Hal

ini untuk menghinadarkan terjadinya insufisiensi adreanal yang berat. Diberikan

hidrokortison secara intravena 100 mg tiap 8 jam. Kemudian penanganan neonatus

yang adekuat diperlukan setelah persalinan berkaitan dengan neonatal heart block dan

manifestasi SLE lainnya.

Disarankan agar ibu yang dirawat dengan SLE untuk menyusui bayinya jika

memungkinkan karena keuntungan bagi ibu dan janin jauh lebih besar dari

kerugiannya. Jika janin lahir dengan berat badan rendah (BBRL) dan ibu

mendapatkan terapi kortikosteroid dalam dosis yang besar, secara teoritis jumlah

kortikosteroid per kgBB yang mungkin diterima janin melalui ASI patut

dikhawatirkan, namun jumlah prednisolon yang disekresikan melalui ASI sangat

kecil sehingga kekhawatiran tersebut hanya bersifat teoritis 9

BAB III

KESIMPULAN

SLE adalah suatu penyakit yang kronis, rekuren, dan dapat menyebabkan

kegagalan multi organ yang cukup menyulitkan untuk mendiagnosa penyakit ini

secara tepat, sehingga diperlukan kombinasi dari manifestasi klinis dan pemeriksaan

laboratorium. Diagnosis yang akurat sangatlah penting karena dapat mengurangi

morbiditas dan mortalitas baik pada ibu maupun pada bayi.

15

Page 16: Sistemik Lupus Eritematosus Dalam Kehamilan

DAFTAR PUSTAKA

1. Albar Z. Lupus eritematosus sistemik. Dalam: Noer MS, editor kepala. Ilmu

penyakit dalam. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1996. h: 150-9.

2. Rubin E, editor. In: Essential pathology: Lupus eritematosus sistemik. 3 th

edition. Philadelphia: Lippicott Williams & Wilkins; 2001. p: 86-8,468-9,650.

16

Page 17: Sistemik Lupus Eritematosus Dalam Kehamilan

3. Simon H, editor-in-chief. Sistemic Lupus Erythematosus. 2000 March.

Available. from:http://wellness.ucdavis.edu/medical_conditions_az/sistemic

lupus63.html. Accessed: 2013 Maret 20.

4. Lamont DW. Sistemic Lupus Erythematosus. 2001 December 4. Available

from: URL: http://www.emedicine.com/emerg/topic564. Accessed: 2013

Maret 20.

5. Lehman TJA. Sistemic Lupus Erythematosus. 2004 August 15. Available:

URL: http://goldscout.com/page2.html. Accesed: 2013 Maret 20.

6. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom

KD, editors. In: Williams obstetrics: medical and surgical complications in

pregnancy. 21st edition. New York, Chicago: McGraw-Hill Medical

Publishing Division; 2001. p:1389-1394.

7. National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Diseases.

Sistemic Lupus Erythematosus. 1999 May 7. Available: URL:

http://healthlink.mcw.edu/article/926062834.html. Accesed: 2013 Maret 20.

8. Nirula A. Sistemic Lupus Erythematosus. 2002 November 11. Available:

URL: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000435.htm.

Accesed: 2013 Maret 20.

9. Djuanda S. Penyakit jaringan konektif. Dalam: Juanda A, Hamzah M, Aisah

S, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 3. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universtas Indonesia; 1999. h: 242-5.

10. Hudono ST. Penyakit lain-lain. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin BA,

Rachimhadhi T, editor. Ilmu kebidanan. Edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawiroharjo; 1997. h: 578.

17