sistem pengupahan
DESCRIPTION
sistem pengupahan Ekonomi Sumberdaya ManusiaTRANSCRIPT
SISTEM PENGUPAHAN
A. Pendahuluan
Upah adalah segala macam pembayaran yang timbul dari kontrak kerja, terlepas
dari jenis pekerjaan dan denominasinya. Upah menunjukkan penghasilan yang diterima
oleh pekerja sebagai imbalan atas pekerjaan yang dilakukannya. Upah dapat diberikan
baik dalam bentuk tunai atau natura, atau dalam bentuk tunai natura. Sistem
pengupahan merupakan kerangka bagaimana upah diatur dan ditetapkan. Sistem
pengupahan di Indonesia pada umumnya didasarkan kepada tingkat fungsi upah, yaitu
menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya, mencerminkan imbalan
atas hasil kerja seseorang dan menyediakan insentif untuk mendorong peningkatan
produktivitas kerja.
Penghasilan yang di terima karyawan digolongkan ke dalam empat bentuk yaitu
upah atau gaji, tunjangan dalam bentuk natura (seperti beras, gula dan pakaian), fringe
benefits (dalam bentuk dana yang disisihkan pengusaha untuk pensiun, asuransi
kesehatan, kendaraan dinas, makan siang) dan kondisi lingkungan kerja. Sistem
penggajian di Indonesia pada umumnya mempergunakan gaji pokok yang didasarkan
pada kepangkatan dan masa kerja. Pangkat seseorang umumnya didasarkan pada
tingkat pendidikan dan pengalaman kerja. Dengan kata lain, penentuan gaji pokok pada
umumnya didasarkan pada prinsip-prinsip teori human capital, yaitu bahwa upah atau
gaji seseorang diberikan sebanding dengan tingkat pendidikan dan latihan yang
dicapainya. Di samping gaji pokok, pekerja menerima juga berbagai macam tunjangan,
masing-masing sebagai persentase dari gaji pokok atau jumlah tertentu seperti
tunjangan jabatan, tunjangan keluarga dan lain-lain. Jumlah gaji dan tunjangan-
tunjangan tersebut dinamakan gaji kotor. Gaji bersih yang diterima adalah gaji kotor
yang dikurangi potongan-potongan seperti potongan untuk dana pensiun, asuransi
kesehatan dan lain sebagainya. Jumlah gaji bersih ini disebut dengan take home pay.
B. Perbedaan Tingkat Upah
Perbedaan tingkat upah terletak dari satu sektor ke sektor industri lainnya
maupun antar daerah. Perbedaan ini pada dasarnya disebabkan oleh satu atau lebih
dari sembilan alasan dibawah ini. Perbedaan tingkat upah tersebut terjadi pertama
karena pada dasarnya pasar kerja itu sendiri, terdiri dari beberapa pasar kerja yang
berbeda dan terpisah satu sama lain. Disatu pihak, pekerjaan yang berbeda
1
memerlukan tingkat pendidikan dan ketrampilan yang berbeda. Produktivitas kerja
seeorang berbeda menurut pendidikan dan latihan yang diperolehnya. Perbedaan
tingkat upah dapat terjadi karena perbedaan tingkat pendidikan, latihan dan
pengalaman.
Kedua, tingkat upah di tiap perusahaan berbeda menurut persentase biaya
pekerja terhadap seluruh biaya produksi. Semakin kecil proporsi biaya pekerja terhadap
biaya keseluruhan, semakin tinggi tingkat upah. Misalnya pada perusahaan-perusahaan
yang padat modal seperti perusahaan minyak, pertambangan, industri berat.
Ketiga, perbedaan tingkat upah antara beberapa perusahaan dapat pula terjadi
menurut perbedaan proporsi keuntungan perusahaan terhadap penjualannya. Semakin
besar proporsi keuntungan terhadap penjualan dan semakin besar jumlah absolute
keuntungan, semakin tinggi nilai upah.
Keempat, perbedaan tingkat upah antar perusahaan dapat berbeda karena
perbedaan peranan pengusaha yang bersangkutan dalam menentukan harga.
Perusahaan-perusahaan monopoli dapat menaikkan harga tanpa takut akan kompetisi.
Pengusaha-pengusaha oligopoli lebih mudah untuk bersama-sama berunding
menentukan harga, sehingga tidak perlu berkompetisi satu sama lain. Dalam
perusahaan-perusahaan tersebut lebih mudah untuk menimpakan kenaikan upah
kepada harga jual barang.
Kelima, tingkat upah dapat berbeda menurut besar kecilnya perusahaan.
Perusahaan yang besar dapat memperoleh kemanfaatan “economic of scale” dan oleh
sebab itu dapat menurunkan harga, sehingga mendominasi pasar. Dengan demikian
perusahaan yang besar cenderung lebih mampu memberikan tingkat upah yang tingggi
daripada perusahaan kecil.
Keenam, tingkat upah dapat berbeda menurut tingkat efisiensi dan manajemen
perusahaan. Semakin efektif manajemen perusahaan, semakin efisien cara-cara
penggunaan faktor produksi, dan semakin besar upah yang dapat dibayarkan kepada
para pekerja.
Ketujuh, perbedaan kemampuan atau kekuatan serikat pekerja dapat
mengakibatkan perbedaan tingkat upah. Serikat pekerja yang kuat dalam arti
mengemukakan alasan-alasan yang wajar biasanya cukup berhasil dalam
mengusahakan kenaikan upah.
2
Kedelapan, tingkat upah dapat pula berbeda karena faktor kelangkaan. Semakin
langka tenaga kerja dengan ketrampilan tertentu, semakin tinggi upah yang ditawarkan
pengusaha.
Kesembilan, tingkat upah dapat berbeda sehubungan dengan besar kecilnya
resiko atau kemungkinan mendapat kecelakaan di lingkungan pekerjaan. Semakin tinggi
mendapat resiko, semakin tinggi tingkat upah. Dan yang terakhir, perbedaan tingkat
upah dapat terjadi karena pemerintah campur tangan seperti dalam menentukan upah
minimum yang berbeda.
C. Masalah Pengupahan
Masalah pertama yang timbul dalam bidang pengupahan dan karyawan pada
umumnya pengertian dan kepentingan yang berbeda mengenai upah. Bagi pengusaha,
upah dapat dipandang menjadi beban karena semakin besar upah yang dibayarkan
pada pekerja, semakin kecil proporsi keuntungan bagi pengusaha. Segala sesuatu yang
dikeluarkan oleh pengusaha sehubungan dengan mempekerjakan seseorang dipandang
sebagai komponen upah. Dilain pihak, karyawan dan keluarganya biasanya
menganggap upah hanya sebagai apa yang diterimanya dalam bentuk uang (take home
pay). Kenyataan menunjukkan bahwa hanya sedikit pengusaha yang secara sadar dan
sukarela berusaha meningkatkan penghidupan karyawannya. Dilain pihak, karyawan
melalui Serikat pekerja dengan mengundang campur tangan pemerintah selalu
menuntut kenaikan upah dan perbaikan fringe benefit. Jika tuntunan seperti itu tidak
disertai dengan peningkatan produktivitas kerja akan mendorong pengusaha akan
mengurangi penggunaan tenaga kerja dengan menurunkan produksi, menggunakan
teknologi yang lebih padat modal atau mendorong harga jual barang yang kemudian
mendorong inflasi.
Masalah kedua di bidang pengupahan berhubungan dengan keanekaragaman
sistem pengupahan. Proporsi sebagian upah dalam bentuk natura dan fringe benefit
cukup besar, dan besarnya tidak seragam antara perusahaan-perusahaan. Sehingga
kesulitan sering diketemukan dalam perumusan kebijakan nasional, misalnya dalam hal
menentukan pajak pendapatan, upah minimum, upah lembur dan lain-lain.
Masalah ketiga yang dihadapi dalam bidang pengupahan adalah rendahnya
tingkat upah atau pendapatan masyarakat. Rendahnya tingkat upah ini disebabkan
karena tingkat kemampuan manajemen yang rendah sehingga menimbulkan berbagai
macam pemborosan dana, sumber-sumber dan waktu. Selain itu, penyebab rendahnya
3
tingkat upah karena rendahnya produktivitas kerja. Produktivitas kerja karyawan rendah,
sehingga pengusaha memberikan imbalan dalam bentuk yang rendah juga.
D. Karakteristisk Upah
D.I. Upah per satuan (piece rates) dan upah per jam (time rates)
Saudara mahasiswa, kita akan membahas karakteristik kontrak kerja antara
pekerja dan perusahaan berupa penetapan upah per satuan (piece rates) dan upah per
jam (time rates). Masalah yang muncul pada kontrak kerja kerja akan mempengaruhi
produktivitas tenaga kerja dan tingkat keuntungan perusahaan. Jenis kontrak kerja yang
dipilih sangat penting karena pemberi kerja sering tidak tahu produktivitas pekerja yang
sebenarnya, sementara pekerja menginginkan upah yang besar dengan kerja yang
sekecil mungkin.
Sistem upah per satuan mengkompensasi pekerja berdasarkan pada output
yang dihasilkan oleh pekerja. Sebagai contoh pekerja garmen dibayarkan berdasarkan
pada seberapa banyak jumlah celana yang dihasilkan, para tenaga penjual dibayar
sesuai dengan besarnya komisi tertentu dari volume penjualannya. Sedangkan
kompensasi upah pekerja per jam sangat bergantung kepada jumlah jam kerja yang
dialokasikan pekerja dalam pekerjaannya dan tidak berhubungan sama sekali dengan
jumlah output yang dihasilkan pekerja. Perusahaan yang memiliki biaya pengawasan
yang tinggi jika memberikan tingkat upah per satuan yang kecil kepada pekerja maka
hanya sedikit pekerja yang mau menerima upah yang demikian sedikitnya (low take
home salaries). Sehingga perusahaan yang menghadapi biaya pengawasan yang tinggi
lebih memilih upah per jam (berdasarkan waktu), sementara perusahaan yang
menghadapi biaya pengawasan yang rendah memilih tingkat upah per satuan. Oleh
karenanya, upah per satuan sering dipakai untuk membayar pekerja yang outputnya
dapat diamati dengan mudah misalkan jumlah celana yang diproduksi, volume
penjualan pada periode yang lalu, semetara upah per jam ditawarkan bagi para pekerja
yang outputnya sulit untuk diukur seperti upah bagi para professor di Universitas atau
para pekerja pada tim produksi software.
4
Rp MC MCable
r MR
q* qable output
Alokasi kerja pekerja dengan upah per satuan
D.II. Keuntungan dan keburukan dari penerapan sistem pembayaran per satuan
(piece rate)
Pembayaran per satuan mampu menarik pekerja dengan kemampuan besar,
sistem pembayaran langsung berhubungan dengan kinerja, meminimalkan hal-hal yang
bersifat diskriminasi dan nepotisme dan meningkatkan produktivitas perusahaan.
Disamping keuntungan, terdapat keburukan dari system kompensasi piece rate yaitu
ada kemungkinan diantara anggota tim di lini produksi akan mengalami free rider dari
kerja yang dihasilkan anggota yang lain, jika produktivitas dalam satu lini produksi
sangat bergantung produktivitas pada lini produksi yang lain yang dihitung berdasarkan
pada output tim. Selain itu sistem penggajian dengan piece rate, pekerja lebih suka
mengabaikan kualitas ketimbang kuantitas. Banyak pekerja yang tidak menyukai system
piece rate karena upah mereka sangat fluktuatif sepanjang waktu. Sebagai contoh,
penerimaan harian pemetik buah stroberi sangat bergantung pada kondisi cuaca. Yang
terakhir, pekerja pada perusahaan yang menggaji dengan piece rate mengalami
kegelisahan jika terjadi ”ratchet effect” Misalkan ada pekerja yang menghasilkan output
lebih besar dibandingkan dengan perkiraan perusahaan. Manajer perusahaan mungkin
akan mengira tingkat output yang tinggi yang dihasilkan pekerja merupakan pekerjaan
yang tidak terlalu sulit untuk dilakukan dan perusahaan merasa telah membayar pekerja
terlalu mahal. Pada periode selanjutnya, tingkat upah piece rate direndahkan dan
pekerja harus bekerja lebih keras lagi untuk mengkompensasinya lagi.
E. Kebijakan Penentuan Upah
Kriteria yang paling umum digunakan dalam menentukan tingkat upah yaitu
berdasarkan ukuran kesetaraan berupa pembayaran yang sama bagi pekerjaan yang
sama, ukuran kebutuhan berupa biaya hidup, upah untuk hidup dan daya beli, kemudian
ukuran kontribusi berupa kemampuan membayar perusahaan dan produktivitas yang
5
dihasilkan oleh tenaga kerja. Saat ini yang berlaku adalah Upah Minimum Regional
(UMR) yang ditetapkan di masing – masing daerah.
E.I. Upah Minimum
Kebijakan penetapan upah minimum dalam kerangka perlindungan upah dewasa
ini masih menemui banyak kendala sebagai akibat belum terwujudnya satu
keseragaman upah, baik secara regional/wilayah-propinsi atau kabupaten/kota, dan
sektor wilayah propinsi atau kabupaten/kota, maupun secara nasional. Dalam
menetapkan kebijakan pengupahan memang perlu diupayakan secara sistematis, baik
ditinjau dari segi makro maupun segi mikro seirama dengan upaya pembangunan
ketenagakerjaan, utamanya perluasan kesempatan kerja, peningkatan produksi,
peningkatan taraf hidup pekerja sesuai dengan kebutuhan hidup minimalnya.
Dalam penetapan upah minimum ini masih terjadi perbedaan-perbedaaan yang
didasarkan pada tingkat kemampuan, sifat dan jenis pekerjaan di masing-masing
perusahaan yang kondisinya berbeda-beda, masing-masing wilayah/daerah yang tidak
sama. Oleh karena itu, upah minimum ditetapkan berdasarkan wilayah propinsi atau
kabupaten/kota dan sektor pada wilayah propinsi atau kabupaten/kota. Kebijakan ini
selangkah lebih maju dari sebelumnya yang ditetapkan berdasarkan sub-sektoral,
sektoral, sub-regional, dan regional.
Dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah
ditetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak, dengan memperhatikan
produktivitas dan pertumbuhan ekonomi meliputi : a. upah minimum berdasarkan
wilayah propinsi atau kabupaten/kota; b. upah minimum berdasarkan sektor pada
wilayah propinsi atau kabupaten/kota.
Upah minimum tersebut ditetapkan oleh Gubernur untuk wilayah propinsi, dan
oleh Bupati/Walikota untuk wilayah Kabupaten/Kota, dengan memperhatikan
rekomendasi dari Dewan Pengupahan Propinsi atau Bupati/Walikota. Dalam hal ini
pengusaha dilarang membayar upah pekerja lebih rendah dari upah minimum yang
telah ditetapkan untuk masing-masing wilayah propinsi dan/atau kabupaten/kota. Bagi
pengusaha yang karena sesuatu hal tidak atau belum mampu menbayar upah minimum
yang telah ditetapkan dapat dilakukan penangguhan selama batas jangka waktu
tertentu. Dalam hal upah minimum ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan
pekerja atau serikat pekerja, tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang
telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila kesepakatan
6
dimaksud lebih rendah dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, maka kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib
membayar upah pekerja menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam
penetapan upah tersebut tidak boleh ada diskriminasi antara pekerja laki-laki dan wanita
untuk pekerjaan yang sama nilainya sebagaimana dimaksud dalam Konvensi 100 yang
diratifikasi berdasarkan Undang-Undang No. 80 tahun 1957 (Lembaran Negara No.171
tahun 1957).
E.I.a. Keseragaman Pengupahan
Dengan adanya sistem penetapan upah minimum berdasarkan wilayah propinsi atau
wilayah kabupaten/kota, dan sector pada wilayah propinsi atau kabupaten/kota, berarti
masih belum ada keseragaman upah disemua perusahaan dan wilayah/daerah.
Hal ini dapat dipahami mengingat kondisi dan sifat perusahaan disetiap sector
wilayah/daerah tidak sama dan belum bisa disamakan. Demikian juga kebutuhan hidup
minimum seseorang pekerja sangat tergantung pada situasi dan kondisi wilayah/daerah
dimana perusahaan tempat bekerja itu berada. Belum ada keseragaman upah tersebut
justru masih didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan demi kelangsungan hidup
perusahaan dan pekerja yang bersangkutan. Apabila bila mengingat strategi kebutuhan
pokok terhadap pekerja yang berada pada sector informal didaerah perkotaan yang
pada umumnya masih mempunyai penghasilan dibawah suatu taraf hidup tertentu.
E.I.b. Kuantitas Tingkat Upah
Seperti diketahui sistem pengupahan yang bersifat beragam menyebabkan kuantitas
tingkat upah khususnya dalam penetapan upah minimum terjadi perbedaan-perbedaan.
Kebijakan sektoral dan regional didasarkan pada pemilihan wilayah/daerah-daerah
berikut sektor-sektor ekonominya yang potensial serta dengan mempertimbangkan
beberapa aspek yang mempengaruhi antara lain :
Aspek kondisi perusahaan.
Melalui aspek ini dapat diperoleh kriteria-kriteria perusahaan kecil, perusahaan
menengah, dan perusahaan besar baik didalam satu sektor atau wilayah/daerah
maupun berlainan sektor atau wilayah/daerah. Kriteria-kriteria tersebut membawa
konsekuensi pada kemampuan perusahaan yang tidak sama dalam memberi upah
pekerja. Hal ini sudah tentu tergantung pada besarnya modal dan kegiatan usaha
7
masing-masing perusahaan dan tingkat produksi, serta produktivitas tenaga
kerjanya.
Aspek keterampilan tenaga kerja.
Peningkatan produksi dan prodiktivitas kerja, sangat ditentukan oleh kemampuan
personil perusahaan, baik ditingkat bawah yakni tenaga kerja terampil, maupun
ditingkat atas yakni pimpinan manajemen yang mampu menjadi penggerak tenaga
kerja (pekerja) yang dipimpinnya untuk bekerja secara produktif.
Tenaga kerja merupakan modal dasar bagi perkembangan dan pertumbuhan
ekonomi perusahaan, apabila tenaga kerja tersebut sebagai sumber daya ekonomi
dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Tingkat kemampuan tenaga kerja dan
pimpinan manajemen dalam suatu perusahaan, memberikan peranan yang
menentukan untuk merubah kondisi perusahaan tersebut menjadi lebih baik dan
maju. Kondisi seperti ini memberikan dampak positif bagi upaya peningkatan
kesejahteraan tenaga kerja (pekerja) melalui pemberian upah yang lebih tinggi, serta
jaminan-jaminan sosial lainnya.
Aspek standard hidup.
Peningkatan tingkat upah pekerja selain dipengaruhi oleh kondisi perusahaan dan
keterampilan tenaga kerjanya, juga dipengaruhi oleh standard hidup pada suatu
wilayah atau daerah dimana perusahaan itu berada. Standard hidup di daerah
perkotaan biasanya lebih tinggi dibanding didaerah pedesaan.
Peningkatan tingkat upah ini selain didasarkan pada kebutuhan pokok (basic needs)
tenaga kerja yang bersangkutan sesuai tingkat perkembangan ekonomi dan sosial di
wilayah/daerah tertentu. Kebutuhan pokok tersebut tidak hanya terbatas pada
persoalan sandang, pangan dan papan, akan tetapi meliputi juga pendidikan,
kesehatan, jaminan sosial dan lain sebagainya.
Aspek jenis pekerjaan.
Perbedaan pada jenis pekerjaan ini mengakibatkan terjadinya perbedaan tingkat
upah, baik pada suatu sektor yang sama, maupun pada sektor yang berlainan.
Tingkat upah pada sektor industri, tidak sama dengan tingkat upah di sektor
pertanian, tidak sama pula dengan sektor perhotelan, dan sebagainya. Tingkat upah
pada industri rokok atau pemintalan benang misalnya, tidak sama dengan tingkat
8
upah pada industri mesin, dan sebagainya. Aspek jenis pekerjaan mempunyai arti
yang khusus, karena diperolehnya pekerjaan, dapat membantu tercapainya
kebutuhan pokok bagi pekerja yang bersangkutan. Meningkatnya taraf jenis
pekerjaan dapat membantu peningkatan taraf hidup sebagai akibat meningkatnya
upah yang diterima pekerja dari pekerjaannya itu.
E.II. Penetapan upah dan tunjangan lainnya melalui perundingan kolektif
Perundingan kolektif diperlukan perusahaan dalam negosiasi penetapan upah
yang melibatkan serikat pekerja sebagai mitra sejajar dengan pemberi kerja.
Peningkatan upah yang dihasilkan melalui perundingan antara pekerja dan pemberi
kerja cenderung berhasil meningkatkan produktivitas.
9