sistem pemerintahan
TRANSCRIPT
SISTEM PEMERINTAHAN
Siapa pelaksana kekuasaan negara dapat dikaitkan dengan negara Monarki dan Negara
Republik. Secara konseptual, jabatan Presiden dipertalikan dengan negara republik1
sedangkan raja dipertalikan dengan negara kerajaan.2 Duguit membedakan antara republik
dan monarchie berdasarkan bagaimana kepala negara diangkat. Jika seorang kepala negara
diangkat berdasarkan hak waris atau keturunan maka bentuk pemerintahan disebut monarchie
pelaksana kekuasaan negara disebut raja sedangkan jika kepala negara dipilih melalui suatu
pemilihan umum untuk masa jabatan tertentu maka negaranya disebut republik pelaksana
kekuasaan negara disebut Presiden.3
Jika keberadaan Presiden berkaitan dengan bentuk Pemerintahan maka kekuasaan
Presiden dipengaruhi dengan sistim pemerintahan. Pada sistem pemerintahan biasanya
dibahas pula dalam hal hubungannya dengan bentuk dan struktur organisasi negara dengan
penekanan pembahasan mengenai fungsi-fungsi badan eksekutif dalam hubungannya dengan
badan legislatif. Secara umum sistim pemerintahan terbagi atas tiga bentuk yakni sistim
pemerintahan Presidensil, parlementer dan campuran yang kadang-kadang disebut “kuasi
Presidensil” atau “kuasi parlementer”.4
1 “Jabatan KePresidenan Republik Indonesia” dalam 70 Tahun Prof. Dr. Harun Alrasid (intergritas, konsistensi seorang
sarjana hukum), editor. A. Muhammad Asrun dan Hendra Nurtjahjo, (Jakarta: Pusata Studi HTN UI, 2000), hlm. 163.
2 Hans Kelsen, General Theory of Law and State, (New York: Russell & Russell, 1961), hlm. 283.3 Moh Kusnadi dan Harmelly Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Pusat Studi HTN dan CV
Sinar Bakti, 1983), hlm. 167.
4 Jimly Asshiddiqie, Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen dalam Sejarah (telaah perbandingan konstitusi berbagai negara), Cet.1, (Jakarta: UI-PRESS, 1996), hlm. 59.
1. Sistem Pemerintahan Presidensial
Dalam pemerintahan Presidensial tidak ada pemisahan antara fungsi kepala negara
dan fungsi kepala pemerintahan, kedua fungsi tersebut dijalankan oleh Presiden. 5
Presiden pada sistem Presidensil dipilih secara langsung oleh rakyat atau melalui
badan pemilihan dan memiliki masa jabatan yang ditentukan oleh konstitusi.6 Dalam
sistem presidensial, badan eksekutif terdiri dari presiden dan para anggota kabinetnya.
Badan eksekutif sama sekali terpisah dari badan legislatif sesuai dengan ajaran trias
politika. Badan eksekutif tidak dapat dan tidak bisa mempengaruhi pekerjaan dari
pihak legislatif. Menurut von Mettenheim dan Rockman sebagaimana dikutip Rod
hague dan Martin Harrop sistem Presidensil memiliki beberapa ciri yakni :7
1. popular elections of the Presiden who directs the goverenment and makes
appointments to it.
2. fixed terms of offices for the Presiden and the assembly, neither or which can be
brought down by the other (to forestall arbitrary use of powers).
3. no overlaping in membership between the executive and the legislature.
Jimli Asshiddiqie merumuskan ciri-ciri dari sitem pemerintahan presidensial yaitu:
1.Masa jabatan presiden dan wakil presiden ditentukan lebih pasti, misalnya 4 tahun
atau 5 tahun, sehingga presiden dan wakil presiden tidak dapat diberhentikan di
tengah masa jabatannya karena alasan politik. Di beberapa Negara masa jabatan
presiden dan wakil presiden dibatasi dengan jelas seperti di Indonesia yang hanya
dapat menjabat selama 2 periode. Kabinet berada dibawah presiden dan
bertanggungjawab kepada presiden.
2.Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen karena presiden tidak dipilih
oleh parlemen. Ini merupakan implikasi dari sistem pemilihan langsung terhadap
presiden. Presiden hanya dapat diberhentikan apabila ada pelanggaran hukum.
3. Presiden dipilih secara langsung ataupun melalui perantara tertentu yang tidak
bersifat perwakilan permanent sebagaimana hakikat lembaga permanen.
5 Menurut pendapat Alan R. Ball salah satu ciri pemerintahan Presidensil adalah “The Presiden is both nominal and political
head of State” Alan R. Ball, Modern Politic and Governmet, (New York: Macmillan Student Editiond, 1971), hlm. 24.
6 Negara Amerika merupakan acuan bagi sistem Presidensil. Sistem pemisahan kekuasaan dan sistem check and balance menjadi konsekwesi terbentuknya sistem pemerintahan Presidensil. Moh. Kusnardi dan Harmally Ibrahim, Op. Cit., hlm. 177.7 Rod hague dan Martin Harrop, Op., Cit. hlm. 237.
4. Presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala Negara.
5. Presiden tidak dapat membubarkan parlemen demikian juga sebaliknya.
6. Tanggung jawab pemerintahan berada di pundak presiden. Karena itu, presiden
yang berwewenang membentuk pemerintahan, menyususn kabinet, serta pejabat-
pejabat publik.8
Ada beberapa kelebihan sistem pemerintahan presidensial. Seperti yang
dikemukakan oleh Arend Lijphart bahwa dalam sistem pemerintahan presidensial
pemerintahan akan berjalan dengan stabil. Pemerintahan yang terbentuk akan terjaga
kepemimpinannya selama masa periodenya. Kedua adalah bahwa pemilihan kepala
pemerintahannya secara langsung dapat dipandang lebih demokratis daripada
pemilihan tidak langsung. Ketiga adalah pemisahan kekuasan yang jelas yang dapat
menghilangkan otoritarianisme dalam pemerintahan. Presiden dapat menyesuaikan
program-programnya sesuai dengan masa periodenya.9
Namun ada juga kelemahan dari sistem pemerintahan presidensial yaitu masalah
kebuntuan konflik antara eksekutif dan legislatif. Ini dapat berakibat pada mandegnya
roda pemerintahan dan pembangunan. Kelemahan yang lain dari sitem pemerintahan
presidensial adalah bahwa sistem ini berjalan atas dasar aturan pemenang menguasai
semuanya. Presiden tidak berada dibawah pengawasan parlemen sehingga dapat
menimbulkan kekuasaan mutlak. Sistem pertanggungjawaban kurang jelas. Dalam
konstitusi Indonesia telah diterapkan sistem presidensial. Mekanisme check and
balances diterapkan sebagai kontrol masing-masing lembaga tinggi pemerintah.
Presiden tidak dapat membubarkan DPR. Begitu juga sebaliknya, DPR tidak dapat
membubarkan presiden. Mekanisme pengajuan RUU yang dimiliki presiden juga
mengandung arti bahwa tingginya kemungkinan musyawarah untuk mufakat dalam
hal pembuatan undang-undang.
Tujuan-tujuan dari dipilihnya sistem presidensialisme di Indonesia sangat terkait
dengan perjalanan sistem pemerintahan yang telah mengalami banyak pergantian
semenjak proklamasi kemerdekaan. Sistem parlementer yang pernah dianut di
Indonesia dinilai kurang cocok karena terlalu condong kepada demokrasi barat yang
berdasarkan individualisme dalam pengambilan keputusan dengan voting:”separuh
ditambah satu”. Hal ini dirasakan kurang cocok dengan jiwa bangsa Indonesia yang
8 Jimly Assiddiqie, Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen dalam Sejarah, dalam Hanta Yuda, op cit hal 14-15
9 Arend Lijphart, Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidensial. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995, hal 14
menganut sistem musyawarah untuk mufakat.10 Dalam sistem pemerintahan
presidensial, badan eksekutif dan legislatif memiliki kedudukan yang independen.
Kedua badan tersebut tidak berhubungan secara langsung seperti dalam sistem
pemerintahan parlementer. Mereka dipilih oleh rakyat secara terpisah.
Dalam keadaan normal, kepala pemerintahan dalam sistem Presidensial tidak dapat
dipaksa untuk mengundurkan diri oleh badan legislatif (meskipun terdapat
kemungkinan untuk memecat seorang Presiden dengan proses pendakwaan luar
biasa). Jika pada sistem parlementer memiliki pemerintah/eksekutif kolektif atau
kolegial maka pada sistem Presidensial memiliki eksekutif nonkolegial (satu orang),
para anggota kabinet Presidensial hanya merupakan penasehat dan bawahan Presiden.
Menurut Duchacck perbedaan utama antara sistem Presidensil dan parlementer pada
pokoknya menyangkut empat hal, yaitu: terpisah tidaknya kekuasaan seremonial dan
politik (fusion of ceremonial and political powers), terpisah tidaknya personalia
legislatif dan eksekutif (separation of legislatif and eksekutif personels), tinggi
redahnya corak kolektif dalam sistem pertanggungjawbannya (lack of collective
responsibility), dan pasti tidaknya jabatan Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan
(fixed term of office).11
10Harsyudiono Hartas, Kekuasaan Lembaga Kepresidenan dalam Perspektif Undang-Undang dasar 1945 dan Praktek Politik. Yogyakarta: Pandega Media, 1997 11 Jimly Asshiddiqie, Pergumulan…, hlm. 82.
2. Sistem Pemerintahan Parlementer
Sistem pemerintahan parlementer terbentuk karena pergeseran sejarah hegemonia
kerajaan. Pergeseran tersebut seringkali dijelaskan kedalam tiga fase peralihan,
meskipun perubahan dari fase ke fase yang lain tidak selalu tampak jelas. Pertama,
pada mulanya pemerintahan dipimpin oleh seorang raja yang bertanggung jawab atas
seluruh sistem politik atau sistem ketatanegaraan. Kedua, Kemudian muncul sebuah
majelis dengan anggota yang menetang hegemoni raja. Ketiga, mejalis mengambil
ahli tanggung jawab atas pemerintahan dengan bertindak sebagai parlemen maka raja
kehilangan sebagian besar kekuasaan tradisionalnya.12 Oleh sebab itu keberadaan
sistem parlementer tidaklah lepas dari perkembangan sejarah negara kerajaan seperti
Inggris, Belgia dan sewedia.
Dalam sistem parlementer, ada keterikatan antar badan eksekutif dan badan
legislatif. Eksekutif yang dipimpin oleh seorang perdana menteri mencerminkan
kekuatan-kekuatan yang ada di parlemen. Keberlangsungan suatu pemerintahan
parlementer sangat tergantung pada konstalasi politik di parlemen. Semakin kuat
dukungan dari parlemen maka semakin berkuasa pulalah pemerintahan tersebut.
Namun dalam pemerintahan parlementer sering sekali terjadi jatuh bangun suatu
kabinet pemerintahan. Ini sering terjadi karena berbagai macam kepentingan partai
politik dalam parlemen. Pemerintahan parlementer dapat membubarkan perlemen
berdasarkan suatu pertimbangan dan perencananaan.
Ciri umum pemerintahan parlementer sebagaimana dijelaskan S.L Witman dan J.J
Wuest, yakni:13
1. It is based upon the diffusions of powers principle.
2. There is mutual responsibility between the the executive and the legislature; hance
the executive may dissolve the ligislature or he must resign together with the rest of
the cabinet whent his policies or no longer accepted by the majority of the
membership in the legislature.
3. There is also mutual responsibility between the executive and the cabinet.
12 Dauglas V. Verney, “Pemerintahan Parlementer dan Presidensil” dalam Sistem Sistem Pemerintah Parlementer dan
Presidensial, Arend Lijphard saduran Ibrahim R, (Jakarta: Pt Garfindo Perkasa, 1995), hlm. 36.
13 Shepherd L. Witman dan John J. Wuest, Comperative Government, (Newyersy: Littleffield, Adams & Co,1963), hlm. 8-9;
sebagaimana pula dikutip suwoto Mulyosudarmo dalam Suwoto Mulyosudarmo, Peralihan Kekuasaan (Kajian Teoritis dan
Yuridis terhadap Pidato Nakwasara), (Jakarta: Pt. Garamedia, 1997), hlm. 21.
4. the executive (Prime Minister, Premier, or Chancellor) is chosen by yhe titular
head of the State (Monarch or Presiden), accorfing to the support of majority in the
legislature.
Ciri-ciri dari sistem pemerintahan parlementer adalah sebagai berikut:
1. Badan legislatif atau parlemen adalah satu-satunya badan yang anggotanya dipilih
langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Parlemen memiliki kekuasaan besar
sebagai badan perwakilan dan lembaga legislatif.
2. Anggota parlemen terdiri atas orang-orang dari partai politik yang memenangkan
pemiihan umum. Partai politik yang menang dalam pemilihan umum memiliki
peluang besar menjadi mayoritas dan memiliki kekuasaan besar di parlemen.
3. Pemerintah atau kabinet terdiri dari atas para menteri dan perdana menteri sebagai
pemimpin kabinet. Perdana menteri dipilih oleh parlemen untuk melaksakan
kekuasaan eksekutif. Dalam sistem ini, kekuasaan eksekutif berada pada perdana
menteri sebagai kepala pemerintahan. Anggota kabinet umumnya berasal dari
parlemen.
4. Kabinet bertanggung jawab kepada parlemen dan dapat bertahan sepanjang
mendapat dukungan mayoritas anggota parlemen. Hal ini berarti bahwa sewaktu-
waktu parlemen dapat menjatuhkan kabinet jika mayoritas anggota parlemen
menyampaikan mosi tidak percaya kepada kabinet.
5. Kepala negara tidak sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintahan
adalah perdana menteri, sedangkan kepala negara adalah presiden dalam negara
republik atau raja/sultan dalam negara monarki. Kepala negara tidak memiliki
kekuasaan pemerintahan. Ia hanya berperan sebgai symbol kedaulatan dan keutuhan
negara.
6. Sebagai imbangan parlemen dapat menjatuhkan kabinet maka presiden atau raja
atas saran dari perdana menteri dapat membubarkan parlemen. Selanjutnya, diadakan
pemilihan umum lagi untuk membentukan parlemen baru.14
Ada beberapa Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer yaitu pembuat kebijakan
dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian pendapat antara
eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan eksekutif dan legislatif berada pada
satu partai atau koalisi partai. Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan
14 http://witantra.wordpress.com/2008/05/30/sistem-pemerintahan/
pelaksanaan kebijakan publik jelas. Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen
terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi barhati-hati dalam menjalankan
pemerintahan.
Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer yaitu Kedudukan badan
eksekutif/kabinet sangat tergantung pada mayoritas dukungan parlemen sehingga
sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh parlemen. Kelangsungan kedudukan
badan eksekutif atau kabinet tidak bisa ditentukan berakhir sesuai dengan masa
jabatannya karena sewaktu-waktu kabinet dapat bubar. Kabinet dapat mengendalikan
parlemen. Hal itu terjadi apabila para anggota kabinet adalah anggota parlemen dan
berasal dari partai meyoritas. Karena pengaruh mereka yang besar diparlemen dan
partai, anggota kabinet dapat menguasai parlemen. Parlemen menjadi tempat
kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman mereka menjadi anggota
parlemen dimanfaatkan dan manjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan
eksekutif lainnya.
Sejarah ketatanegaraan Indoenesia sejak berlakunya Undang-Undang Dasar 1945
kemerdekaan, Konstitusi RIS, Undang-Undang Dasar Sementara 1950 sampai dengan
perubahan Undang-Undang Dasar 1945, Indonesia mengalami beberapa perubahan
sistem pemerintahan. Indonesia terus mencari suatu bentuk yang ideal. Kusnardi dan
Harmaily Ibrahim mengatakan bahwa Indonesia di bawah Undang-Undang Dasar
1945 menganut sistem pemerintahan “quasi Presidensial”. Alasannya karena dilihat
dari sudut pertanggungjawaban Presiden kepada MPR, sebagiman dikatakan lebih
lanjut:15
Jadi berdasarkan Pasal 4 ayat 1 dan Pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945, sistem
pemerintahannya adalah Presidensil, karena Presiden adalah eksekutif, sedangkan
menteri-menteri adalah pembantu Presiden. Dilihat dari sudut pertanggungan jawab
Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat, maka berarti bahwa eksekutif
dapat dijatuhkan oleh lembaga negara lain – kepada siapa Presiden bertanggung
jawab – maka sistem pemerintahan di bawah Undang-Undang Dasar 1945 dapat
disebut “quasi Presidensil” Kekuasaan Presiden di dalam Undang-Undang Dasar 1945
sebelum perubahan yang dikatakan menganut sistim pemerintahan “quasi
15 Moh. Kusnardi dan Harmally Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: PusatStudi HTN U, 1983), hlm. 180; sebagaimana dikutip pula dalam A. Hamid S Attamimi, Op. Cit., hlm. 125-126; dapat dilihat pula menurut Muchyar Yara bahwa karena ciri-ciri sistem pemerintahan preidensil di dalam UUD 1945 terlihat lebih dominan dibandingkan ciri-ciri sistem pemerintahan parlementer, maka tepatnya sistempemerintahan yang dianut oleh UUD 1945 disebut sebagai, “Sistem pemerintahan Quasi Presidensil”. Muchyar Yara, Op. Cit., hlm. 79.
Presidensial” memiliki tiga kekuasaan sebagai yakni, sebagai kepala negara, sebagai
kepala pemerintahan dan sebagai mendataris MPR. Perubahan Undang-Undang Dasar
1945 merubah sistem pemerintahan Indonesia. Dengan perubahan ini Indonesia
menganut sistem pemerintahan Presidensil. Jika pada Undang- Undang Dasar 1945
sebelum perubahan memiliki kelemahan yakni cenderung sangat ‘executive hevy’
maka setelah perubahan hal ini tidak terwujud lagi, perubahan Undang-Undang Dasar
1945 telah menganut sistem pemeritahan Presidensil yang dapat menjamin stabilitas
pemerintah.21Dalam sistem pemerintahan Presidensil yang diadosi oleh Undang-
Undang Dasar 1945 menurut Jimly Asshiddiqie memiliki lima perinsip penting,
yaitu:16
(1) Presiden dan Wakil Presiden merupakan satu institusi penyelenggara kekuasaan
esekutif negara yang tertinggi dibawah Undang-Undang Dasar.
(2) Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh rakyat secara langsung dan karena itu
secara politik tidak bertanggungjawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat atau
lembaga parlemen, melainkan bertanggungjawab langsung kepada rakyat yang
memilih.
(3) Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat dimintakan pertanggungjawaban secara
hukum apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum dan
konstitusi.
(4) Para menteri adalah pembantu Presiden.
(5) Untuk membatasi kekuasaan Presiden yang kedudukannya dalam sistem
Presidensil sangat kuat sesuai dengan kebutuhan untuk menjamin stabilitas
pemerintah, ditentukan pula masa jabatan Presiden lima tahunan tidak boleh dijabat
oleh orang yang sama lebih dari dua masa jabatan. Kelima ciri tersebut merupakan
ciri sistem pemerintahan Presidensil yang dianut oleh Undang-Undang Dasar 1945
hasil perubahan.
16 Jimly Asshiddiqie, “Sruktur Ketatanegaraan …”, Op. Cit., hlm. 5-6