sistem komplemen

12
KOMPLEMEN SERUM Integritas dari seluruh sistem komplemen dan komponen- komponennya disaring dengan baik sekali dengan pemeriksaan hemolitik yang ditunjukkan CH50. Pada pemeriksaan ini, pengenceran serum manusia yang akan diuji aktivitas komplemennya dicampur dengan larutan terstandarisasi eritrosit domba yang disensitisasi dengan adsorpsi antibodi spesifik. Komplemen yang ada dalam serum uji akan menyebabkan hemolisis, yang dihitung secara spektrofotometrik sebagai jumlah hemoglobin yang dilepaskan dari eritrosit domba yang lisis. CH50 ini sebaiknya dipakai untuk pemeriksaan penyaring untuk fungsi komplemen pada keadaan yang dicurigai adanya defisiensi kongenital salah satu komponen. Pada masa lalu, CH50 telah dipakai untuk menunjukkan aktivitas komplemen kuantitatif sebagai bagian dari proses penyakit. Namun pemeriksaan imunologis modern terhadap masing-masing komponen telah menggantikan sebagian besar peran CH50 dalam pemantauan penyakit. Salah satu alasan laboratorium imunokimia yang sangat baik sekalipun dapat menunjukkan variasi kadar CH50 yang bermakna, yaitu bahwa sel-sel domba menunjukkan adanya fluktuasi stabilitas musiman. Oleh karena itu, pemeriksaan CH50 fungsional sebaiknya dibedakan pada hampir semua keadaan untuk pemeriksaan komponen yang lebih spesifik, yang telah

Upload: drsonyspan

Post on 12-Nov-2015

30 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

KOMPLEMEN SERUMIntegritas dari seluruh sistem komplemen dan komponen-komponennya disaring dengan baik sekali dengan pemeriksaan hemolitik yang ditunjukkan CH50. Pada pemeriksaan ini, pengenceran serum manusia yang akan diuji aktivitas komplemennya dicampur dengan larutan terstandarisasi eritrosit domba yang disensitisasi dengan adsorpsi antibodi spesifik. Komplemen yang ada dalam serum uji akan menyebabkan hemolisis, yang dihitung secara spektrofotometrik sebagai jumlah hemoglobin yang dilepaskan dari eritrosit domba yang lisis. CH50 ini sebaiknya dipakai untuk pemeriksaan penyaring untuk fungsi komplemen pada keadaan yang dicurigai adanya defisiensi kongenital salah satu komponen. Pada masa lalu, CH50 telah dipakai untuk menunjukkan aktivitas komplemen kuantitatif sebagai bagian dari proses penyakit. Namun pemeriksaan imunologis modern terhadap masing-masing komponen telah menggantikan sebagian besar peran CH50 dalam pemantauan penyakit. Salah satu alasan laboratorium imunokimia yang sangat baik sekalipun dapat menunjukkan variasi kadar CH50 yang bermakna, yaitu bahwa sel-sel domba menunjukkan adanya fluktuasi stabilitas musiman. Oleh karena itu, pemeriksaan CH50 fungsional sebaiknya dibedakan pada hampir semua keadaan untuk pemeriksaan komponen yang lebih spesifik, yang telah terstandarisasi dengan baik untuk jangka waktu lama. CH50 mempunyai rentang normal sekitar 50-200 unit. Kadar dibawah rentang normal menunjukkan adanya peningkatan konsumsi atau penurunan sintesis. Pemeriksaan hemolitik mempunyai sensitivitas tertentu untuk kadar komponen C2, C4 dan C5. suatu nilai nol dari aktivitas hemolitik menunjukkan adanya defisiensi satu atau lebih komponen dan sebaiknya dilanjutkan dengan investigasi yang rinci untuk menggambarkan abnormalitasnya. Peningkatan kadar CH50 tidak bermakna kecuali sebagai reaktan fase akut.Komponen komplemen yang paling sering diperiksa dalam serum adalah C3 (75-175 mg/dL) dan C4 (15-45 mg/dL). Keduanya pada keadaan normal merupakan faktor komplemen yang terbanyak dalam serum dana paling mudah diukur dengan metode imunologis (biasanya nefelometri atau imunodifusi). Penurunan kadarnya dapat saling dihubungkan secara serial dari waktu ke waktu untuk pemantauan suatu penyakit autoimun. Kadar yang rendah menunjukkan kekurangan akibat aktivasi skunder terhadap progresi penyakit. Kadar normal atau tinggi menunjukkan kebalikannya, regresi penyakit atau respons terhadap terapi. Pemeriksaan komponen lain yang lebih canggih diperoleh dari laboratorium rujukan khusus. Termasuk diantaranya penentuan C1q, C2, C4, C4d, C5, C6, Faktor B (properdin) dan inhibitor esterase C1. Pemeriksaan-pemeriksaan ini dapat dipakai untuk membedakan gangguan imunologis dari keadaan peradangan lain dan juga untuk mendiagnosis suatu defisiensi spesifik.

TRANSCRIPT

KOMPLEMEN SERUMIntegritas dari seluruh sistem komplemen dan komponen-komponennya disaring dengan baik sekali dengan pemeriksaan hemolitik yang ditunjukkan CH50. Pada pemeriksaan ini, pengenceran serum manusia yang akan diuji aktivitas komplemennya dicampur dengan larutan terstandarisasi eritrosit domba yang disensitisasi dengan adsorpsi antibodi spesifik. Komplemen yang ada dalam serum uji akan menyebabkan hemolisis, yang dihitung secara spektrofotometrik sebagai jumlah hemoglobin yang dilepaskan dari eritrosit domba yang lisis. CH50 ini sebaiknya dipakai untuk pemeriksaan penyaring untuk fungsi komplemen pada keadaan yang dicurigai adanya defisiensi kongenital salah satu komponen. Pada masa lalu, CH50 telah dipakai untuk menunjukkan aktivitas komplemen kuantitatif sebagai bagian dari proses penyakit. Namun pemeriksaan imunologis modern terhadap masing-masing komponen telah menggantikan sebagian besar peran CH50 dalam pemantauan penyakit. Salah satu alasan laboratorium imunokimia yang sangat baik sekalipun dapat menunjukkan variasi kadar CH50 yang bermakna, yaitu bahwa sel-sel domba menunjukkan adanya fluktuasi stabilitas musiman. Oleh karena itu, pemeriksaan CH50 fungsional sebaiknya dibedakan pada hampir semua keadaan untuk pemeriksaan komponen yang lebih spesifik, yang telah terstandarisasi dengan baik untuk jangka waktu lama. CH50 mempunyai rentang normal sekitar 50-200 unit. Kadar dibawah rentang normal menunjukkan adanya peningkatan konsumsi atau penurunan sintesis. Pemeriksaan hemolitik mempunyai sensitivitas tertentu untuk kadar komponen C2, C4 dan C5. suatu nilai nol dari aktivitas hemolitik menunjukkan adanya defisiensi satu atau lebih komponen dan sebaiknya dilanjutkan dengan investigasi yang rinci untuk menggambarkan abnormalitasnya. Peningkatan kadar CH50 tidak bermakna kecuali sebagai reaktan fase akut.Komponen komplemen yang paling sering diperiksa dalam serum adalah C3 (75-175 mg/dL) dan C4 (15-45 mg/dL). Keduanya pada keadaan normal merupakan faktor komplemen yang terbanyak dalam serum dana paling mudah diukur dengan metode imunologis (biasanya nefelometri atau imunodifusi). Penurunan kadarnya dapat saling dihubungkan secara serial dari waktu ke waktu untuk pemantauan suatu penyakit autoimun. Kadar yang rendah menunjukkan kekurangan akibat aktivasi skunder terhadap progresi penyakit. Kadar normal atau tinggi menunjukkan kebalikannya, regresi penyakit atau respons terhadap terapi. Pemeriksaan komponen lain yang lebih canggih diperoleh dari laboratorium rujukan khusus. Termasuk diantaranya penentuan C1q, C2, C4, C4d, C5, C6, Faktor B (properdin) dan inhibitor esterase C1. Pemeriksaan-pemeriksaan ini dapat dipakai untuk membedakan gangguan imunologis dari keadaan peradangan lain dan juga untuk mendiagnosis suatu defisiensi spesifik.

PEMERIKSAAN KOMPLEMENPerubahan dalam kadar komplemen menunjukkan adanya proses penyakit. Kadarnya yang meningkat sering ditemukan pada inflamasi akut dan infeksi dan berhubungan dengan peningkatan AFP.Defisiensi komplemen dapat dibagi menjadi defisiensi primer yang ditentukan faktor genetik dan defisiensi sekunder yang diakibatkan oleh pemakaian komplemen dalam interaksi antigen-antibodi yang lebih memberikan hubungan dengan patogenesis penyakit.Komplemen dapat dibagi dalam 3 golongan sebagai berikut :a. Komplemen dini pada jalur klasik (C1, C4 dan C2)b. Komplemen dini pada jalur alternatif (faktor B, D dan P)c. Komplemen lambat pada kedua jalur (C3 dan C9)

Bila kadar C4 dan C3 rendah tetapi faktor B normal, maka itu berarti aktivasi komplemen hanya terjadi melalui jalur klasik. Bila kadar C4, C3 dan faktor B semuanya rendah, kemungkinan besar juga terjadi aktivasi melalui jalur alternatif. Tetapi bila kadar C4 normal dengan kadar C3 dan faktor B rendah, berarti ada aktivasi melalui jalur alternatif saja.Pengukuran C3 dan C4 akan membantu dalam pemantauan pengobatan penderita glomerulonefritis dan vaskulitis. Kadar yang rendah biasanya menjadi normal pada remisi.Telah diketahui bahwa pada suatu interaksi antigen-antibodi, komplemen yang ada dalam serum dapat diikat atau dikonsumsi oleh kompleks antigen-antibodi tersebut, dan bahwa komplemen dapat diaktivasi oleh kompleks erithrosit-hemolisin, sehingga mengakibatkan eritrosit tersebut melisis.Complement Fixation Test (CFT) atau uji Fiksasi komplemen merupakan cara untuk menentukan antigen atau antibodi yang hanya bereaksi bila ada komplemen. Antibodi dicampur dengan antigen dan komplemen. Komplemen akan diikat kompleks antigen-antibodi. Bila tidak terjadi ikatan komplemen, maka komplemen akan ditemukan bebas dalam larutan. Adanya komplemen bebas tersebut dapat diperlihatkan dengan menambahkan sel darah merah dan hemolisin. Lisis sel darah merah akan terjadi atas pengaruh komplemen yang bebas tadi.Kenyataan ini dipakai untuk menggunakan komplemen sebagai salah satu bahan untuk penetapan antigen maupun antibodi. Pengujian ini didasarkan atas reaksi yang terdiri atas 2 tahap, yaitu tahap pertama dimana sejumlah tertentu komplemen oleh suatu kompleks antigen-antibodi, dan tahap kedua dimana komplemen yang tersisa (bila ada) menghancurkan eritrosit yang telah dilapisi hemolisin. Banyaknya komplemen yang tidak dikonsumsi pada reaksi tahap pertama, dan yang mengakibatkan hemolisis pada reaksi tahap kedua, secara tidak langsung merupakan parameter untuk antibodi atau antigen yang diperiksa.Untuk mendapatkan hasil yang bisa dipercaya, semua reaktan yang diperlukan untuk uji ini harus disesuaikan satu dengan yang lain dan berada dalam jumlah atau titer yang optimal. Oleh karena itu sebelum melaksanakan pemeriksaan pada sampel penderita, terlebih dahulu dilakukan uji pendahuluan untuk menstandarisasi titer hemolisin dan titer komplemen yang dipakai pada sistem uji ini.Titer hemolisin ditentukan oleh pengenceran tertinggi hemolisin yang masih dapat melisiskan eritrosit berkonsentrasi 2% secara lengkap, bila ada komplemen. Titer hemolisin ini disebut 1 unit dan untuk pemeriksaan sampel penderita dipakai 2 unit.Oleh karena uji fiksasi komplemen melibatkan suatu sistem yang terdiri atas berbagai reaktan, disamping titrasi hemolisin dan komplemen diatas, setiap reaktan harus diuji terhadap ada tidaknya faktor penghambat atau faktor yang meningkatkan aktivasi komplemen (antikomplemen atau prokomplemen). Untuk keperluan ini, pada titrasi komplemen diikutsertakan antigen dan antigen kontrol, serta pada pemeriksaan sampel selalu harus diikutsertakan kontrol serum positif maupun negatif. Suatu hasil pemeriksaan, baru bisa dipercaya apabila semua reaktan pada sistem ini terkontrol dengan baik.Uji fiksasi komplemen dipakai pertama kali oleh Wassermann, Neisser dan Bruck untuk menentukan diagnosis Sifilis (Test Wassermann), akan tetapi kemudian prinsip pengujian yang sama dipakai juga dalam diagnosis serologik berbagai penyakit lain, diantaranya penyakit-penyakit yang disebabkan oleh parasit, seperti Trypanosoma, Schistosoma, serta penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti virus Hepatitis B, Herpes, Rotavirus, Rubella dan lain-lain.

SISTEM KOMPLEMENPendahuluanKomplemen merupakan sekumpulan molekul protein dan interaksinya yang terjadi secara berantai, mengakibatkan efek bilogis pada membran, pada sifat sel dan interaksi protein lain. Sedikitnya ada 11 jenis protein komplemen yang ada dalam plasma normal, masing-masing ada dalam keadaan inaktif tetapi bila komplemen diaktivasi, setiap jenis komplemen mempunyai fungsi spesifik. Akivasi dapat dimulai dengan reaksi antigen dengan IgG atau IgM atau bila ada kontak dengan IgA yang menggumpal, selain itu aktivasi dapat pula dimulai oleh kontak dengan polisakarida atau lipopolisakarida, oleh produk yang terjadi akibat aktivasi sistem pembekuan atau kalikrein.

Aktivitas BiologisKomplemen dinyatakan dengan nomor dan huruf. Proses aktivasi tidak berlangsung berurutan sesuai dengan urutan nomor komplemen. Disepakati bahwa urutan interaksi komplemen adalah : C1q, C1r, C1s, C4, C2, C3, kemudian C5 sampai C9. Aktivasi komplemen dapat merupakan proses pemecahan molekul-molekul secara enzimatik yang menghasilkan zat yang aktif atau proses penyesuaian tanpa pemecahan. Pada beberapa tahap dari proses ini diperlukan ion kalsium dan magnesium.Aktivasi lengkap dari C1 sampai C9 mengakibatkan pecahnya membran dan kerusakan sel yang tidak dapat diperbaiki lagi. Aktivasi lengkap terjadi dengan tahapan-tahapan sebagai berikut : C2 melepaskan suatu peptida dengan berat molekul kecil dan aktivitas kinin, hasil aktivasi C3 dan C5 merangsang mastosit, otot halus dan leukosit sehingga terjadi efek anafilaktik, unsur lain dari C3 dan C5 berikatan dengan membran sel dan menyebabkan sel lebih mudah di fagositosis, proses ini disebut opsonisasi, fragmen C3 dan C4 menyebabkan proses perlekatan yaitu partikel yang dilapisi komplemen melekat pada permukaan sel yang memiliki reseptor untuk komplemen, C3 dan C4 aktif dapat pula menetralisir virus, dan akhirnya fragmen C3 da C4 merangsang aktivitas kemotaktik neutrofil sehingga neutrofil bergerak menghampiri fragmen protein yang bersangkutan. Kompleks C5-C9 mempunyai aktivitas prokoagulan trombosit dan sebaliknya aktivitas prokoagulan faktor XII dapat mencetuskan aktivasi C1. Plasmin dan trombin bersifat proteolitikdan dapat memecah C3 hingga terbentuk C3 aktif.

Jalur aktivasiPada jalur klasik, aktivasi komplemen diawali dengan aktivasi C1q, C1r dan C1s oleh kompleks antigen-antibodi. Karena C1q tidak tahan panas, maka pemanasan serum dapat melumpuhkan seluruh aktivitas komplemen. Untuk penggabungan C1qrs diperlukan Ca++ sedangkan Mg++ diperlukan oleh C4 untuk mengaktivasi C2. Bila digunakan antikoagulan yang mengikat ion, naka plasma kehilangan kation sehingga komplemen yang ada didalamnya tidak dapat diaktivasi. Setelah C1qrs aktif mengaktivasi C4 dan kemudian C4 akut mengaktivasi C2, maka kontak dengan C2 aktif menyebabkan C3 pecah menjadi 2 bagian yaitu : bagian yang kecil dan tetap berada dalam cairan dan C3b yang lebih besar dan melekat pada membran sel. C3b diperlukan untuk mengaktivasi C5, tetapi setalah itu sisa kompleks C5-C9 terbentuk dengan sendirinya tanpa aktivasi oleh enzim.Jalur alternatif tidak melibatkan aktivasi C1, C4 dan C2 tetapi dimulai dengan pemecahan C3. Setelah C3b terbentuk, aktivasi C5 sampai C9 berlangsung dengan sendirinya. Kunci dari jalur alternatif adalah aktivasi properdin, yaitu suatu protein serum yang tidak mempunyai efek biologis bila ia berada dalam keadaan tidak aktif. Kontak dengan IgA yang menggumpal, endotoksin atau kompleks melekul seperti dekstran, agar dan zymosan dapat merubah properdin kemudian mencetuskan proses yang menghasilkan C3b.

Tes Fiksasi KomplemenBerbagai prosedur untuk menentukan adanya interaksi antigen-antibodi dengan cara mengukur penurunan kadar komplemen dalam serum, setelah dipaparkan pada bahan yang akan diperiksa. Test fiksasi komplemen hanya dapat dipakai bila reaksi antigen antibodi benar-benar mengikat komplemen. Cara dipengaruhi oleh berbagai faktor kesulitan teknik maupun imunologik dan hanya dipakai bila tidak ada cara lain yang lebih baik.

KomplemenTeknik radioimunoassay dan imunodifusi memungkinkan untuk menentukan kadar setiap komponen komplemen termasuk komponen dalam jalur alternatif. Sebagian besar pemeriksaan ini terutama dipakai dalam penelitian. Untuk keperluan klinik, penetapan aktivitas komplemen secara umum biasanya sudah memadai. Cara yang paling mudah adalah menentukan hemolisis lengkap dari eritrosit domba dalam suatu reaksi yang memerlukan komplemen. Dalam hal ini eritrosit domba dilapisi dengan antibodi yang hanya dapat bereaksi dengan antigen bila ada komplemen, sehingga derajat hemolisis eritrosit dapat dipakai sebagai ukuran untuk aktivitas komplemen. Hasil tes dinyatakan dengan unit CH50, yang menyatakan pengenceran serum tertinggi yang dapat menghancurkan separuh dari jumlah eritrosit yang dipakai pada test. Setiap laboratorium harus menentukan nilai rujukan sendiri karena hasilnya akan berbeda pada kondisi yang berlainan misalnya perbedaan dalam kadar antibodi dan eritrosit yang dipakai, cara penyimpanan, elektrolit dan suhu.Kadar C3 dan C4 masing-masing dapat ditentukan dengan cara imunodifusi radial. Cara ini memerlukan waktu 24-36 jam, disamping itu hasilnya menunjukkan variasi akibat aktivitas komplemen in vivo dan cara penanganan spesimen yang berbeda-beda.Aktivitas komplemen meningkat pada berbagai penyakit tetapi jarang dirasakan perlu untuk mencari kelainan pada komplemen. Komplemen merupakan protein fase akut, kadarnya meningkat pada inflamasi, analog dengan peningkatan LED dan CRP pada keadaan yang sama. Penetapan komplemen lebih sering diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya penurunan aktivitas komplemen.

Penurunan aktivitas komplemenKomplemen dikonsumsi pada reaksi antigen-antibodi, khususnya reaksi yang membentuk kompleks imun. Penurunan CH50 biasanya terdapat pada penyakit imunologis sistemik terutama SLE dan glomerulonefritis akibat kelainan imunologis. Pada SLE penurunan kadar komplemen dan peningkatan titer anti-DNA menunjukkan adanya glomerulonefritis akut dan pada saat penyakit tenang kadar komplemen biasanya kembali normal. Pada penyakit kolagen-vaskuler yang lain seperti skleroderma dan artritis reumatoid. Kadar komplemen biasanya menurun waktu penyakit kambuh. Banyak jenis vaskulitis dan artritis diakibatkan oleh pembentukan kompleks imun, penurunan titer CH50 sering memastikan adanya kompleks imun khususnya yang menyertai beberapa jenis infeksi seperti hepatitis B, Streptokokus, Mononukleosis infeksiosa dan penyakit parasit.Pada hipotensi akut yang tidak diketahui sebabnya, kadar komplemen dalam serum biasanya rendah, hal ini menunjukkan adanya aktivitas sistem imun secara menyeluruh atau adanya aktivitas melalui jalur alternatif. Keadaan tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa hal misalnya aktivasi granulosit dalam sirkulasi sistemik atau sirkulasi paru-paru, interaksi heparin dan protamin dan aktivasi sistem bradikinin. Penderita artritis reumatoid sering menunjukkan penurunan aktivitas komplemen dalam cairan sendi, walaupun kadar komplemen dalam serum normal.Ada kemungkinan terjadi defisiensi komplemen secara spesifik tetapi hal ini jarang dijumpai. Penyakit autoimun sering dijumpai pada penderita dengan defisiensi salah satu komponen komplemen, sedangkan defisiensi C3 merupakan predisposisi umum untuk penyakit infeksi. Infeksi Neisseria yang menyeluruh dapat terjadi bila ada defisiensi C6, C7 atau C8. Pada defisiensi setiap komponen komplemen, penetapan CH50 menunjukkan nilai nol.