sistem informasi surveilans respons

11
SISTEM INFORMASI SURVEILANS RESPONS Abstrak : Penguatan system surveilans dengan Bank Data (data terintegrasi) dengan system surveilans epidemiologi baik untuk surveilans data rutin maupun data emergency dan surveilans khusus. Penguatan sistem surveilans epidemiologi secara terus menerus dilakukan untuk dapat memenuhi kebutuhan penyelenggaraan surveilans yang baik dan optimal. Konsep Bank Data terintegrasi dengan system surveilans rutin dan emergency menjadi suatu yang dibutuhkan untuk keberhasilan program dan membutuhkan aturan (perda) sebagai penguatnya. PENDAHULUAN Sistem Surveilans Epidemiologi mempunyai peran yang sangat penting sebagai intelijen penyakit dan mempunyai tujuan menyediakan data dan informasi epidemiologi untuk manajemen kesehatan, mendukung pengambilan keputusan dan penyusunan perencanaan, monitoring dan evaluasi, serta sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa (SKD-KLB). Dalam konteks desentralisasi, daerah dituntut untuk dapat mandiri dan mampu melaksanakan surveilans epidemiologi secara profesional. Dasar hukum terbaru berkaitan dengan kegiatan surveilans epidemiologi yaitu, UU No. 36/2009 tentang Kesehatan pada Bab 10 tentang penyakit menular dan tidak menular Pasal 154 ayat 1 yang berbunyi “pemerintah secara berkala menetapkan dan mengumumkan jenis dan persebaran penyakit yang berpotensi menular dan/atau menyebar dalam waktu yang singkat, serta menyebutkan daerah yang

Upload: ulfa

Post on 24-Jun-2015

480 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sistem Informasi Surveilans Respons

SISTEM INFORMASI SURVEILANS RESPONS

Abstrak :

Penguatan system surveilans dengan  Bank Data (data terintegrasi) dengan system surveilans

epidemiologi  baik untuk surveilans data rutin maupun data emergency dan surveilans khusus.

Penguatan sistem surveilans epidemiologi secara terus menerus dilakukan untuk dapat memenuhi

kebutuhan penyelenggaraan surveilans yang baik dan optimal. Konsep Bank Data terintegrasi

dengan system surveilans rutin dan emergency menjadi suatu yang dibutuhkan untuk

keberhasilan program dan membutuhkan aturan (perda) sebagai penguatnya.

PENDAHULUAN

Sistem Surveilans Epidemiologi mempunyai peran yang sangat penting sebagai intelijen

penyakit dan mempunyai tujuan menyediakan data dan informasi epidemiologi untuk

manajemen kesehatan, mendukung pengambilan keputusan dan penyusunan perencanaan,

monitoring dan evaluasi, serta sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa (SKD-KLB). Dalam

konteks desentralisasi, daerah dituntut untuk dapat mandiri dan mampu melaksanakan surveilans

epidemiologi secara profesional.

Dasar hukum terbaru berkaitan dengan kegiatan surveilans epidemiologi yaitu, UU No.

36/2009 tentang Kesehatan pada Bab 10 tentang penyakit menular dan tidak menular Pasal 154

ayat 1 yang berbunyi “pemerintah secara berkala menetapkan dan mengumumkan jenis dan

persebaran penyakit yang berpotensi menular dan/atau menyebar dalam waktu yang singkat,

serta menyebutkan daerah yang dapat menjadi sumber penularan”. Pasal 156 ayat 1 yang

berbunyi “dalam melaksanakan upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit

menular sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat (1), Pemerintah dapat menyatakan wilayah

dalam keadaan wabah, letusan, atau kejadian luar biasa (KLB)”. Pasal 156 ayat 2 berbunyi

“penentuan wilayah dalam keadaan wabah, letusan, atau kejadian luar biasa (KLB) sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan berdasarkan hasil penelitian yang diakui

keakuratannya”.

Dasar hukum yang sudah ada antara lain, UU No. 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular,

Permenkes No. 949/Menkes/SK/VII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan SKD-KLB,

Kepmenkes No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem

Page 2: Sistem Informasi Surveilans Respons

Surveilans Epidemiologi, dan Kepmenkes No. 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Sistem

Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu.

Penguatan Sistem Surveilans Epidemiologi di Provinsi Sulawesi Tengah sudah dimulai dengan

adanya proyek ICDC (Intensified Communicable Desease Control) selama 5 tahun sejak tahun

2000-2005. Dari proyek tersebut terbentuk EST (Epidemiological Surveillance Team) dengan

maksud sebagai “think tank” di Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. Tim ini berfungsi

sebagai wadah atau tempat berkumpulnya penanggung jawab program dari berbagai disiplin

ilmu terutama 5 program (Pemberantasan Penyakit/P2 TB, P2 Malaria, P2 ISPA, Imunisasi dan

Surveilans Epidemiologi)  untuk melakukan kajian data dan memberikan rekomendasi pada

pihak-pihak terkait untuk perbaikan program tersebut. Dalam perjalanan ternyata tidak hanya 5

program yang terlibat karena kompleksitas masalah melibatkan banyak pihak, terutama masalah-

masalah KIA, GIZI, Puskesmas, Rumah Sakit dan Bagian Perencanaan, Evaluasi, Litbang serta

Bagian Kepegawaian dan Keuangan. Karena tidak bisa dipungkiri setiap masalah mempunyai

keterkaitan dengan semua bagian.

PENYELENGGARAAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI DI PROVINSI SULAWESI

TENGAH

Pengertian Surveilans Epidemiologi dalam Kepmenkes No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 adalah

“kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah

kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau

masalah-masalah tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan

efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi

kepada penyelenggara program kesehatan”. Penguatan dari pengertian tersebut adalah analisis

sistematis dan adanya tindakan/action dalam sistem surveilans epidemiologi.

Selama ini belum ada perubahan berarti dalam penyelenggaraan surveilans khususnya pada

ketepatan laporan masih sangat rendah. Kegiatan surveilans epidemiologi dan hasilnya di

Provinsi Sulawesi Tengah secara jelas dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini,

Tabel 1. Hasil Kegiatan Surveilans Epidemiologi dan Penanggulangan Wabah

Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2007

INDIKATOR KINERJA TAHUN 2007

SASARAN URAIAN TARGET HASIL (%)

Page 3: Sistem Informasi Surveilans Respons

1) Meningkatnya

pelaksanaan

- Ketepatan laporan mingguan wabah

puskesmas80

% 49.26

Sistem Kewaspadaan Dini

(SKD)

- Kelengkapan laporan SKD pusk di

kab/kota90

% 83.87

dan penanggulangan KLB

- Kelengkapan laporan SKD kab/kota

di provinsi90

% 93.27

- Persentase desa/kelurahan yang

mengalami 100 % 86.25

KLB dapat ditangani <24 jam

2) Meningkatnya

pelaksanaan

- Kelengkapan laporan STP puskesmas

dan RS 90 % 86.29

Surveilans Terpadu Penyakit

(STP)- Umpan balik laporan bulanan

90 % 58.3

disemua unit pelaporan - Ketepatan laporan STP pusk & RS 80 % 54.64

3) Terlaksananya

penyebarluasan - Buletin  terbit tepat waktu 80 % 58.3

informasi hasil kegiatan

pemberantasan dan

pengamatan

penyakit.

Page 4: Sistem Informasi Surveilans Respons

4) Terlaksananya Surveilans

AFP - AFP Rate/100.000 anak < 15 th 2 1.14

untuk mendukung Eradikasi

Polio - Spesimen adekuat >80 % 50

dan integrasi dengan

surveilans - Pelacakan kasus Campak 50 % 77.78

Campak dan Tetanus

Neonatorum

- Status eliminasi  Tetanus Neo./1000

KH <1

- Kelengkapan laporn integrasi AFP,

TN & Campak 75 % 95

- Ketepatan laporan integrasi AFP, TN

dan Campak 80 % 69.17

5) Meningkatnya manajemen

program - Jumlah rekomendasi yang dihasilkan 6 bh 2 bh

dalam 1 tahun

- EST yang aktif 25 % 13.64

- Terbitnya profil tahunan Surveilans

Epidemiologi 1 bh 1 bh

6) Meningkatnya

pengetahuan dan - Pengetahuan peserta latih meningkat 80 % 88.37

kemampuan petugas

surveilans

7) Terbentuknya jejaring

kerja

- Kelengkapan laporan PWS dari KKP

dan Wilker 80 % 0

Page 5: Sistem Informasi Surveilans Respons

surveilans epidemiologi - Kelengkapan laporan PWS dari BLK 90 % 0

Sumber : Seksi Surveilans Epidemiologi Dinkes Provinsi Sulteng

Selama periode 2000 sampai sekarang terjadi naik turun pencapaian kinerja surveilans.

Khususnya ketepatan waktu pelaporan data surveilans di Provinsi Sulawesi Tengah masih

menjadi masalah dengan persentase hasil yang selalu jauh dibawah target yang ditetapkan secara

nasional.

Dari hasil review surveilans tahunan diidentifikasi adanya hambatan-hambatan

penyelenggaraan sistem surveilans antara lain, pertama kualitas dan kuantitas tenaga surveilans

tidak memadai. Hal ini dipengaruhi mobilitas pegawai yang cukup tinggi di Unit Pelayanan

Kesehatan dan Dinas Kesehatan baik Kabupaten dan Provinsi. Dinas Kesehatan Provinsi

Sulawesi Tengah pada juga mengalami kekurangan tenaga, pada tahun 1997-2000 hanya ada

1(satu) petugas surveilans, kemudian tahun 2001 dengan dileburnya Kanwil dan Dinas, menjadi

2(dua) petugas surveilans dan ditambah sekretariat PEST (Province Epidemiological

Surveillance Team) satu orang. Pada tahun 2002 mengingat beban kerja surveilans semakin

tinggi dilakukan penambahan tenaga tetap dan honor sebanyak 2 (dua) orang lagi. Perubahan

yang cukup signifikan yaitu, tahun 2009 ini ada penambahan 4 orang sehingga jumlah tenaga

surveilans berjumlah 9 orang. Hal ini berkaitan dengan implementasi PP No. 41/2007 tentang

Organisasi Perangkat Daerah yang mendeklarasikan Surveilans menjadi bagian dari Unit

Pelaksana Teknis Daerah, bergabung dengan Seksi Data dan Informasi, dengan nama UPTD

Surveilans, Data, dan Informasi.

Kedua, anggaran dana kegiatan surveilans epidemiologi belum memadai. Selama Proyek ICDC

sebenarnya dana mencukupi tapi setelah proyek selesai, maka dirasakan terjadi pengurangan

anggaran kegiatan. Bahkan tahun 2009 alokasi dana APBN belum dapat dipastikan. Hal ini

berlaku untuk semua program di Bidang Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan (PP

& PL) yang sekarang berubah menjadi Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan. Dalam

peraturan penyusunan anggaran tidak boleh memberikan insentif pada pegawai tetap/PNS

dengan alasan setiap pekerjaan sudah menjadi kewajiban dan sudah masuk dalam gaji bulanan.

Apalagi dengan pencairan anggaran yang cukup lama membuat pelaksanaan surveilans respons

tidak berjalan lancar, sehingga tidak semua KLB dapat dilakukan penyelidikan kasus, dan ini

Page 6: Sistem Informasi Surveilans Respons

bertentangan dengan Permenkes 949/SK/VIII/2004, bahwa setiap KLB harus segera melakukan

surveilans respons.

Ketiga, data dan informasi surveilans belum memenuhi syarat validitas, kelengkapan dan

ketepatan waktu, sehingga pemanfaatan data juga menjadi kurang. Hal ini dipengaruhi banyak

faktor selain yang dua diatas, antara lain kurangnya komitmen petugas surveilans, tidak

efektifnya kegiatan bimbingan teknis, monitoring dan evaluasi, kurangnya perhatian pimpinan

dan reward jika petugas dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Hal ini berpengaruh pada

motivasi kerja pegawai karena orang akan berpikir kerja dan tidak sama saja akan menurunkan

motivasi kerja. Belum adanya perda yang mengatur bahwa pelaporan adalah wajib apalagi pada

pelayanan kesehatan swasta menyebabkan data tidak pernah lengkap dan tidak dapat bermanfaat

secara optimal.

KONSEP BANK DATA

Konsep Bank Data adalah konsep dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Depkes RI dalam

rangka merealisasikan Strategi Utama Depkes yang ketiga dan sasaran Depkes yang ke-14, yaitu

berfungsinya Sistem Informasi Kesehatan yang Evidence Based diseluruh Indonesia. Data yang

selama ini terfragmentasi di masing-masing program berakibat data tersebut diterima direktorat

jenderal di pusat juga demikian. Semua program mempunyai data sendiri-sendiri bahkan untuk

data dasar juga berbeda.

Untuk itu Pusdatin mempunyai target tahun 2009 adalah telah terselenggaranya jaringan

komunikasi data online terintegrasi antara seluruh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinkes

Provinsi, Rumah Sakit Pusat, dan UPT Pusat dengan Depkes RI dengan konsep sebagai berikut,

Gambar 1. Konsep Bank Data

Sumber : Pusdatin Depkes RI

Dalam konsep ini data diharapkan sudah terintegrasi dari Puskesmas dan Rumah Sakit

kemudian ke Dinkes Kab/Kota, Dinkes Provinsi dan sampai ke Pusadatin. Data dan Informasi

tersebut hanya masuk dan keluar melalui mekanisme satu pintu yaitu melalui Bank Data.

HARAPAN KE DEPAN

Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi kedepan diharapkan sudah menggunakan

prinsip-prinsip data terintegrasi (Bank Data) dalam pelaksanaan SIKDA (Sistem Informasi

Kesehatan Daerah) dan berbasis teknologi informasi (database dan web based). Penyelenggaraan

Page 7: Sistem Informasi Surveilans Respons

Sistem Surveilans Epidemiologi dengan memenuhi syarat suatu sistem informasi yaitu, informasi

harus relevan, tepat waktu, dan akurat menjadi keinginan semua pihak.

Konsep Bank Data (integrated data) terpadu dengan sistem surveilans rutin dan emergency

mempunyai karakteristik sebagai berikut,

-          Data rutin terintegrasi (semua data yang harus dilaporkan) dari sumber data (Unit

Pelaksana Kegiatan) termasuk data rutin surveilans (STP).

-          Data/Laporan merupakan hasil kajian/analisis data oleh Tim Kajian

Data (Epidemiological Surveillance Team) sehingga data tersebut adalah valid. Setiap unit

melakukan kajian/analisis data baik di  Puskesmas, RS, Dinas Kesehatan Kab/Kota, Dinas

Kesehatan Provinsi dan Depkes RI (Pusat).

-          Data surveilans emergency dan surveilans khusus merupakan surveilans respons dan

harus ada tindak lanjut/actionsecepatnya terutama penyakit-penyakit potensial

KLB/Pandemi/Wabah.

Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini,

Gambar 2. Konsep Bank Data terintegrasi dengan system surveilans rutin dan

emergency

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari pembahasan diatas diketahui bahwa penguatan sistem surveilans epidemiologi secara

terus menerus dilakukan untuk dapat memenuhi kebutuhan penyelenggaraan surveilans yang

baik dan optimal. Konsep Bank Data terintegrasi dengan system surveilans rutin dan emergency

menjadi suatu yang dibutuhkan untuk keberhasilan program dan membutuhkan aturan (perda)

sebagai penguatnya.

Seiring dengan waktu dan perkembangan zaman akan selalu ada inovasi-inovasi, penemuan-

penemuan baru, maka selalu ada perubahan tanpa akhir karena selalu berulang yang disebut

sebagai siklus. Sudah menjadi kebutuhan organisasi dalam kelangsungan hidupnya untuk

senantiasa memperbaiki diri kearah yang lebih baik. Butuh waktu dan juga komitmen yang kuat

dari semua pihak terkait terutama stakeholders untuk mendukung penguatan surveilans

epidemiologi di Provinsi Sulawesi Tengah khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Suatu

proses pengembangan harus mempunyai rencana strategis dan/atau master plan untuk mencapai

tujuan lebih terarah.

Page 8: Sistem Informasi Surveilans Respons