sinusitis maxillaris yong
TRANSCRIPT
SINUSITIS MAXILLARIS
DEFINISI DAN KLASIFIKASI
Sinusitis maxillaris merupakan peradangan pada mukosa sinus maxillaris.
Sinusitis maxillaris merupakan sinusitis yang paling sering terjadi dibanding sinus
paranasal lainnya. Hal ini disebabkan karena sinus maxillaris merupakan sinus
paranasal terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret
(drainase) dari sinus maxillaris hanya tergantung dari gerakan silia, dasar sinus
maxillaris adalah dasar akar gigi, sehingga infeksi dapat berasal dari infeksi gigi, dan
ostium sinus maxillaris terletak di meatus medius, di sekitar hiatus semilunaris yang
sempit sehingga mudah tersumbat. (1,2)
Menurut perjalanan penyakitnya Adams (1978) membagi sinusitis menjadi :
1) Sinusitis akut, bila berlangsung beberapa hari – minggu
2) Sinusitis subakut, bila berlangsung beberapa minggu – bulan
3) Sinusitis kronik, bila berlangsung beberapa bulan – tahun
(menurut Cawne Berge, bila sudah lebih dari 3 bulan) (3)
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Sinusitis maxillaris merupakan sinus paranasal yang terbesar, saat lahir sinus
maxillaris bervolume 6-8 ml, kemudian sinus berkembang dengan cepat dan akhirnya
mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus maxillaris berbentuk
segitiga. Dinding anterior sinus adalah permukaan fasial os maxilla, dinding
posteriornya ialah permukaan infra temporal maxilla, dinding medialnya adalah
dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya adalah dasar orbita dan dinding
inferiornya ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maxillaris berada di
sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui
infundibulum etmoid (1)
Sinusitis Maksilaris
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus terdapat mukosa bersilia dan
palut lendir di atasnya. Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan
lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya.
Pada dinding lateral hidung terdapat dua aliran transpor mukosiliar dari sinus. Lendir
yang berasal dari kelompok sinus anterior yang bergabung di infundibulum etmoid
dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba eustaehius. Lendir yang berasal dari
kelompok sinus posterior bergabung di resesus sfenoetmoidalis, di alirkan ke
nasofaring di postero-superior muara tuba. Inilah sebabnya pada sinusitis didapati
sekret pasca nasal (post nasal drip), tetapi belum tentu ada sekret di rongga hidung.
Beberapa teori dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain : sebagai
pengatur kondisi udara, sebagai penahan suhu, membantu keseimbangan kepala,
membantu resonansi suara, peredam perubahan tekanan udara, dan membantu
produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung.(1)
ETIOLOGI
Penyebab sinusitis maxillaris dapat virus, bakteri atau jamur. Kuman
penyebab tersering adalah streptoeoeus pneumoniae dan haemophilus influenzae
yang ditemukan pada 70% kasus. (4)
Faktor predisposisi terjadinya sinusitis maxillaris adalah obstruksi mekanik seperti
deviasi septum, benda asing di hidung, tumor atau polip, rinitis alergi, rinitis kronis,
polusi lingkungan, udaara dingin dan kering. Selain itu dapat juga disebabkan karena
berenang dan menyelam, trauma, dan barotrauma, periodontitis atau abses apikal gigi
(infeksi gigi rahang atas M1, M2, M3 serta P1 dan P2). (1,2,3,4)
PATOFISIOLOGI
Bila terjadi edema di kompleks ostiomeatal, mukosa yang letaknya
berhadapan akan bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat
dialirkan. Akibatnya terjadi gangguan drainase dan ventilasi di dalam sinus, sehingga
Laporan Kasus 23 April 2003 Yulia Haizar & Netti HartatiBagian THT RSU Dr. Pirngadi Medan FK UNBRAH
2
Sinusitis Maksilaris
silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih
kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen. Bila
sumbatan berlangsung terus, akan terjadi hipoksia dan retensi lendir, sehingga timbul
infeksi oleh bakteri anaerob, selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi
hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista.(1)
GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis yang didapat berupa gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala
sistemik ialah demam dan rasa lesu. Gejala lokal pada hidung yaitu terdapat ingus
kental yang kadang-kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring. Dirasakan
hidung tersumbat, rasa nyeri di daerah sinus yang terkena serta kadang-kadaang
dirasakan juga di tempat lain karena nyeri alih (referred pain). Pada sinusitis
maxillaris nyeri di bawah kelopak mata dan kadang-kadang menyebar ke alveolus,
sehingga terasa nyeri di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan di depan telinga.
Pada pemeriksaan, akan didapatkan pembengkakan di daerah pipi dan kelopak
mata bawah (pada sinusitis maxillaris akut)
Pada rinoskopi anterior akan tampak mukosa konkha hiperemis dan edema, dan
tampak mukopus di meatus medius. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di
nasofaring (post nasal drip) (1,2,3,4)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan Transiluminasi
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan termudah, meskipun kebenarannya
diragukan. Pemeriksaan dilakukan di kamar gelap, memakai sumber cahaya pen
light. Untuk memeriksa sinus maxillaris lampu dimasukkan ke dalam mulut dan
bibir dikatupkan. Pada sinus normal tampak gambaran bulan sabit yang terang di
bawah mata, tetapi bila ada sinusitis maka akan tampak suram atau gelap. (1,2,3,4)
2) Pemeriksaan Radiologik
Laporan Kasus 23 April 2003 Yulia Haizar & Netti HartatiBagian THT RSU Dr. Pirngadi Medan FK UNBRAH
3
Sinusitis Maksilaris
Pemeriksaan foto rontgen yang dibuat yaitu posisi waters, postero anterior dan
lateral.
Gambaran radiologik sinusitis maxillaris akut mula-mula berupa penebalan
mukosa. Selanjutnya diikuti opasifikasi sinus lengkap akibat mukosa yang
membengkak hebat atau akibat akumulasi cairan yang memenuhi sinus. Akhirnya
terbentuk gambaran air fluid level yang khas. (1,2,3,4)
3) Pemeriksaan Mikrobiologik : Kultur Kuman dan Uji Resistensi
Sebaiknya untuk pemeriksaan mikrobiologik diambil sekret dari meatus medius
atau meatus superior. Mungkin ditemukan bermacam-macam bakteri yang
merupakan flora normal di hidung atau kuman patogen, seperti : Pneumococcus,
Streptococcus, Staphylococcus dan Haemophilus Influenzae. Selain itu mungkin
ditemukan juga virus atau jamur (1,2)
4) Pemeriksaan Tomografi
Indikasi tomografi adalah jika perluasan proses patologi tidak dapat dipastikan
dengan teknik konvensional atau jika daerah sinus kurang jelas karena tumpang
tindih dengan struktur lain.
5) Pemeriksaan Sinoskopi
Pada pemeriksaan sinoskopi dapat dilihat antrum (sinus maxillaris) secara
langsung sehingga dapat diketahui adanya perubahan mukosa.
DIAGNOSIS
Diagnosis sinusitis maxillaris dibuat berdasarkan gambaran klinis,
pemeriksaan klinis dan didukung oleh pemeriksaan penunjang.
TERAPI
Laporan Kasus 23 April 2003 Yulia Haizar & Netti HartatiBagian THT RSU Dr. Pirngadi Medan FK UNBRAH
4
Sinusitis Maksilaris
Sinusitis maxillaris akut umumnya diterapi dengan antibiotik spektrum luas
seperti amoksisilin, ampisilin atau eritromisin plus sulfonamid, dengan alternatif lain
berupa amoksisilin/klavulanat, sefaklor, sefuroksim, dan trimetoprim plus
sulfonamid. Dekongestan seperti pseudoefedrin juga bermanfaat dan tetes hidung
poten seperti fenilefrin (Neo-Synephrine) atau oksimetazolin dapat digunakan selama
beberapa hari pertama infeksi namun kemudian harus dihentikan. Kompres hangat
pada wajah, dan analgesik seperti aspirin dan asetaminofen berguna untuk
meringankan gejala (1,2)
Bila terjadi kegagalan penyembuhan dengan suatu terapi aktif, maka mungkin
menunjukkan organisme tidak lagi peka terhadap antibiotik atau antibiotik tersebut
gagal mencapai lokulasi infeksi. Ostium sinus dapat sedemikian edematosa sehingga
drainase sinus terhambat dan terbentuk suatu abses sejati. Bila demikian, maka
terdapat suatu indikasi punksi irigasi sinus. (1,2,3)
Terapi pembedahan diperlukan apabila telah terjadi komplikasi ke orbita atau
intra kranial atau bila ada nyeri hebat karena ada sekret tertahan oleh sumbatan, dan
dengan terapi konservatif tidak membaik. Jenis pembedahannya yaitu : Pembedahan
radikal dan pembedahan non radikal. (1,2,3,4)
Pembedahan radikal yaitu dengan mengangkat mukosa yang patologik dan
membuat drainase dari sinus yang terkena. Operasi pada sinus maxillaris adalah
operasi Caldwell-Luc. (1,2)
Pembedahan non radikal yaitu metode operasi sinus paranasal dengan
menggunakan endoskop yang disebut bedah sinus endoskopik fungsional (BSEF).
Prinsipnya ialah membuka dan membersihkan daerah kompleks ostiomeatal yang
menjadi sumber penyumbatan dan infeksi, sehingga ventilasi dan drainase sinus dapat
lancar kembali melalui ostium alami. Dengan demikian mukosa sinus akan kembali
normal. (1,2)
KOMPLIKASI
Laporan Kasus 23 April 2003 Yulia Haizar & Netti HartatiBagian THT RSU Dr. Pirngadi Medan FK UNBRAH
5
Sinusitis Maksilaris
Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis
eksaserbasi akut.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah : osteomielitis dan abses subperiosteal,
kelainan orbita berupa edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiosteal, abses
orbita dan selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus kavernosus, kelainan intra kronial
berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak, trombosis sinus
kavernosus, kelainan paru seperti bronkhitis kronik, bronkhieletasis dan asma
bronkhial. (1)
Laporan Kasus 23 April 2003 Yulia Haizar & Netti HartatiBagian THT RSU Dr. Pirngadi Medan FK UNBRAH
6
Sinusitis Maksilaris
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi, AE. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta, Edisi ke-5, Cetakan ke-2, 2002 : 115, 117-19, 120-24.
2. Adams, LG. Boies, RL : Higler, Ap. Buku Ajar Penyakit THT, EGC, Jakarta, Edisi ke-6, Cetakan ke-3, 1997 : 240-260
3. Soepardi, AE. Penatalaksanaan Penyakit dan Kelainan Telinga Hidung Tenggorok, FKUI, Jakarta, Edisi ke-2, 2000 : 136-39.
4. Mansjoer, A (editor), Kapita Selekta Kedokteran, FKUI, Jakarta, Edisi ke-3, Jilid I, Cetakan I, 1999 : 102-106.
Laporan Kasus 23 April 2003 Yulia Haizar & Netti HartatiBagian THT RSU Dr. Pirngadi Medan FK UNBRAH
7