sintesis, karakterisasi, dan prediksi in silico aktivitas

80
SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS SENYAWA METOKSI KUERSETIN SEBAGAI KANDIDAT ANTIDIABETES SYNTHESIS, CHARACTERIZATION, AND IN SILICO ACTIVITY PREDICTION OF METHOXY QUERCETIN AS ANTIDIABETIC CANDIDATE ALVIONITA ANGGRAINY C.H. N111 14 070 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS SENYAWA METOKSI

KUERSETIN SEBAGAI KANDIDAT ANTIDIABETES

SYNTHESIS, CHARACTERIZATION, AND IN SILICO ACTIVITY PREDICTION OF METHOXY QUERCETIN

AS ANTIDIABETIC CANDIDATE

ALVIONITA ANGGRAINY C.H. N111 14 070

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2018

Page 2: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

ii

SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS SENYAWA METOKSI KUERSETIN SEBAGAI KANDIDAT ANTIDIABETES

SYNTHESIS, CHARACTERIZATION, AND IN SILICO ACTIVITY PREDICTION OF METHOXY QUERCETIN AS ANTIDIABETIC

CANDIDATE

SKRIPSI

untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana

ALVIONITA ANGGRAINY C.H. N111 14 070

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2018

Page 3: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

iii

SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS SENYAWA METOKSI KUERSETIN SEBAGAI KANDIDAT ANTIDIABETES

ALVIONITA ANGGRAINY C.H.

N111 14 070

Pada Tanggal: 16 Mei 2018

Page 4: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

iv

Page 5: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

v

Page 6: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

sebagai persyaratan untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Farmasi

Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak

mengalami hambatan. Namun, berkat doa dan bantuan dari berbagai pihak

skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu perkenankanlah penulis

mengungkapkan rasa terima kasih dan penghargaan yang kepada:

1. Bapak Muhammad Aswad, M.Si., Ph.D., Apt. selaku pembimbing utama

yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan,

arahan, serta memotivasi dan memberikan wawasan baru bagi penulis

selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi.

2. Bapak Andi Affandi, S.Si., M.Sc., Apt. selaku pembimbing pertama yang

telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan petunjuk,

bimbingan, nasehat, dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan

skripsi.

3. Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin serta

seluruh dosen dan staf Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.

4. Bapak Usmar, S.Si., M.Si., Apt selaku penasehat akademik yang telah

memberikan nasehat, motivasi dan arahan dalam hal akademik selama

masa studi penulis.

Page 7: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

vii

5. Ibu Adriana Pidun, B.Sc. selaku Laboran Kimia Farmasi yang telah

membantu dalam menyelesaikan penelitian, serta memberi nasehat dan

motivasi selama penyusunan skripsi.

6. Ayahanda dan ibunda tercinta Noviantius dan Alce M. Pongsibidang atas

dukungan materi, kasih sayang, dan ketulusan hati dalam mendoakan

penulis, serta saudari penulis Mixelia Ade Novianty atas perhatian dan

dukungan yang di berikan kepada penulis.

7. Kak Natalia Rombe, Zindy Regita Wulandari, Silvani Rezy Pata’dungan,

Aprilia Holi, Selin Ariani, Bianca Emanuela, Asniaty Alik, Oktaviandono

Yuspin, kak Susan, kak Indria, dan kak Yosefa untuk setiap dukungan dan

doa yang diberikan kepada penulis.

8. Rekan penelitian Marzel Lebang, Firda, Dike Dandari Sukmana, dan

Hardianti Lestari atas kerjasamanya dalam melakukan penelitian, dalam

menasehati satu sama lain dan saling mengajar.

9. Teman-teman Korps Asisten Kimia Farmasi yang telah bersedia untuk

bekerjasama, bertukar ide dan pengalaman, serta memberikan dukungan

kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.

10. Teman-teman angkatan 2014 HIOSIAMIN, terima kasih atas

kebersamaan dalam suka duka selama masa perkuliahan. Semoga kelak

menjadi orang-orang yang sukses dibidang masing-masing.

Penulis sadar skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu

kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis untuk

perbaikan kedepannya.

Page 8: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

viii

Page 9: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

ix

ABSTRAK

ALVIONITA ANGGRAINY C.H. Sintesis, Karakterisasi, dan Prediksi In Silico Aktivitas Senyawa Metoksi Kuersetin Sebagai Kandidat Antidiabetes (dibimbing oleh Muhammad Aswad dan Andi Affandi)

Kuersetin merupakan salah satu senyawa flavonoid yang dilaporkan memiliki beragam aktivitas farmakologi dan sangat berpotensi untuk dikembangkan dalam bidang pengobatan. Namun, kuersetin memiliki masalah dalam hal kestabilan metabolik sehingga perlu dilakukan modifikasi struktur untuk memperoleh turunan kuersetin yang lebih stabil dan efektif untuk aplikasi klinis. Penelitian tentang sintesis dan karakterisasi senyawa metoksi kuersetin dengan metode eterifikasi serta prediksi aktivitas sebagai kandidat antidiabetes secara in silico terhadap enzim Dipeptidyl Peptidase-4 (DPP-4) telah dilakukan. Kuersetin sebagai senyawa awal dideprotonasi menggunakan kalium karbonat di dalam dimetilformamida dilanjutkan dengan penambahan metil iodida kemudian dimurnikan dengan metode kromatografi kolom dan dideteksi dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Produk yang diperoleh dikarakterisasi dengan beberapa metode spektroskopi yang meliputi UV-Vis, FT-IR, 1H-NMR serta ESI-MS. Hasil menunjukkan bahwa produk yang diperoleh adalah metoksi kuersetin dengan yield sebesar 78%. Prediksi aktivitas senyawa metoksi kuersetin terhadap enzim DPP-4 (PDB ID: 2RGU) dilakukan melalui simulasi docking molekuler menggunakan perangkat lunak Autodock Vina untuk memprediksi aktivitas antidiabetes senyawa metoksi kuersetin dengan linagliptin dan kuersetin sebagai pembanding. Hasil prediksi menunjukkan bahwa metoksi kuersetin memiliki aktivitas antidiabetes lebih baik dibanding kuersetin. Kata kunci: Eterifikasi, enzim DPP-4, in silico, kuersetin, metoksi kuersetin

Page 10: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

x

ABSTRACT

ALVIONITA ANGGRAINY C.H. Synthesis, Characterization, and In Silico Activity Prediction of Methoxy Quercetin as Antidiabetic Candidate (supervised by Muhammad Aswad and Andi Affandi)

Quercetin is a flavonoid compound that has been reported with a wide range of pharmacological activities and highly potential for development in the field of medication. However, quercetin had a problem in term of metabolic stability, so that structural modification is necessary to obtain more stable and effective quercetin derivative for clinical applications. Research on synthesis and characterization of methoxy quercetin by etherification method and in silico activity prediction as an antidiabetic candidate against Dipeptidyl Peptidase-4 (DPP-4) enzyme has been conducted. Quercetin as the starting material was deprotonated using potassium carbonate in dimethylformamide followed by addition of methyl iodide then purified by column chromatography and detected by Thin Layer Chromatography (TLC). The product then was characterized by several spectroscopic methods including UV-Vis, FT-IR, 1H-NMR and ESI-MS. The result showed that the product obtained was methoxy quercetin with 78% yield. Activity prediction of methoxy quercetin against DPP-4 enzyme (PDB ID: 2RGU) was performed through molecular docking simulation using Autodock Vina software to predict antidiabetic activity of methoxy quercetin with linagliptin and quercetin as comparator. Result of prediction showed that methoxy quercetin had antidiabetic activity better than quercetin. Keywords: Etherification, DPP-4 enzyme, in silico, quercetin, methoxy quercetin

Page 11: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

xi

DAFTAR ISI

halaman

UCAPAN TERIMA KASIH vi

ABSTRAK ix

ABSTRACT x

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xvii

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4

II.1 Kuersetin dan Turunannya 4

II.2 Isosterisme dan Bioisosterisme 5

II.2.1 Isosterisme 5

II.2.2 Bioisosterisme 6

II.3 Simulasi Docking Molekuler 7

II.4 Diabetes Mellitus 8

II.5 Enzim Dipeptidyl Peptidase-4 (DPP-4) 9

II.6 Eterifikasi 9

II.7 Purifikasi 10

II.7.1 Kromatografi Kolom 10

Page 12: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

xii

II.8 Analisis Produk Sintesis 11

II.8.1 Kromatografi Lapis Tipis 11

II.8.2 Spektrofotometri Ultraviolet-Visible (UV-Vis) 13

II.8.3 Spektroskopi Fourier Transform Infra Red (FT-IR) 17

II.8.4 Spektroskopi Proton Nuclear Magnetic Resonance (1H-NMR) 20 II.8.5 Spektroskopi Carbon Nuclear Magnetic Resonance (13C-NMR) 23 II.8.6 Spektroskopi Electro Spray Ionization Mass (ESI-MS) 24 BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN 26

III.1 Alat dan Bahan 26

III.2 Sintesis Senyawa Metoksi Kuersetin 27

III.3 Purifikasi Senyawa Hasil Sintesis 28

III.3.1 Kromatografi Kolom 28

III.4 Karakterisasi 28

III.4.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (UV-Vis) 28

III.4.2 Penentuan gugus fungsi (FT-IR) 28

III.4.3 Penentuan jumlah proton (1H-NMR) 29

III.4.4 Penentuan bobot molekul (ESI-MS) . 29

III.5 Prediksi Aktivitas Senyawa Terhadap Enzim DPP-4 29

III.5.1 Pengumpulan Data 29

III.5.2 Preparasi Protein Target dan Ligan 29

III.5.3 Simulasi dan Validasi Docking 30

III.6 Prediksi log P . 30

Page 13: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

xiii

III.7 Pengumpulan Data dan Analisis Data 30

III.8 Pembahasan Hasil 31

III.9 Pengambilan Kesimpulan 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 32

IV.1 Skema Reaksi Sintesis Metoksi Kuersetin 32

IV.2 Yield Senyawa Hasil Sintesis 32

IV.3 Sifat Fisik Senyawa Hasil Sintesis 32

IV.4 Hasil Karakterisasi 34

IV.5 Hasil Simulasi Docking 39

IV.6 Hasil Prediksi Nilai Logaritma Koefisien Partisi

(log P) 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 47

V.1 Kesimpulan 47

V.2 Saran 47

DAFTAR PUSTAKA 48

LAMPIRAN 1 51

LAMPIRAN 2 53

LAMPIRAN 3 56

LAMPIRAN 4 61

LAMPIRAN 5 62

Page 14: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel halaman

1. Pita Serapan Spektrum Infra Merah 19

2. Skema Reaksi Sintesis Metoksi Kuersetin 32

3. Yield Senyawa Hasil Sintesis . 32

4. Sifat Fisik Senyawa Hasil Sintesis 32

5. Profil KLT dan Spektrofotometri UV-Vis 34

6. Hasil Pengukuran FT-IR 35

7. Hasil Pengukuran 1H-NMR 37

8. Hasil Simulasi Docking 39

9. Hasil Prediksi log P 45

Page 15: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar halaman

1. Struktrur kuersetin 4

2. Mekanisme subtitusi nukleofilik pada eterifikasi 10

3. Profil Kromatografi Lapis Tipis (UV 254 dan 366) 53

4. Spektra Spektrofotometri UV-Vis 56

5. Spektra FT-IR 57

6. Spektra 1H-NMR 58

7. Spektra ESI-MS 59

8. Pose tumpang tindih ligan asli (native ligand) linagliptin

dengan ligan hasil docking 41

9. Interaksi antara linagliptin dengan enzim DPP-4 . 42

10. Interaksi antara kuersetin dengan enzim DPP-4 43

11. Interaksi antara metoksi kuersetin dengan enzim DPP-4 45

12. Prediksi log P 60

13. Proses sintesis (refluks) 54

14. Monitoring reaksi (KLT) 54

15. Purifikasi (Kromatografi kolom) 54

16. Penguapan pelarut (Rotary evaporator) 54

17. Spektrofotometer UV-Vis 55

18. Spektrofotometer FT-IR 55

Page 16: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

xvi

19. Spektrometer Nuclear Magnetic Resonance (NMR) 55

20. Spektrometer Electro Spray Ionization Mass (ESI-MS) 55

Page 17: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Skema Kerja 51

2. Gambar Penelitian 53

3. Spektra dan Prediksi log P 56

4. Mekanisme Reaksi 61

5. Perhitungan 62

Page 18: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kuersetin merupakan salah satu senyawa turunan flavonoid golongan

flavonol yang memiliki banyak aktivitas farmakologi seperti antioksidan,

antikanker, antikolesterol, antiinflamasi, antidiabetes, antivirus, antipirai,

antiasma, antialergi, serta antiosteoporosis (Lakhanpal et al, 2007).

Banyaknya aktivitas farmakologi yang dimiliki kuersetin merupakan peluang

yang besar untuk pengembangan kuersetin dalam bidang pengobatan (Baby

et al, 2016). Namun, bioavailabiltas oral yang rendah, klirens dan

metabolisme yang sangat cepat, serta mudah terdegradasi secara enzimatik

menjadi masalah dalam penggunaan kuersetin sebagai agen terapeutik.

Penelitian sebelumnya telah banyak difokuskan pada modifikasi struktur

kuersetin untuk memperoleh turunan kuersetin yang lebih stabil dan efektif

untuk diaplikasikan secara klinis (Massi et al, 2017).

Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan dalam modifikasi

struktur terkait penemuan dan pengembangan obat yaitu melalui

penggantian bioisoster yang merupakan penerapan dari ilmu kimia

medisinal. Penggantian bioisoter dilakukan dengan memodifikasi struktur

kimia senyawa yang berkhasiat obat dengan melibatkan unit atau kelompok

senyawa yang memiliki sifat fisikokimia dan efek biologis yang mirip,

misalnya penggantian antara hidrogen dengan fluorin dan penggantian

Page 19: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

2

oksigen dengan sulfur atau selenium karena memiliki elektron valensi yang

sama (Brown, 2017; Patani, 1996).

Beberapa teknik yang dapat dilakukan untuk memodifikasi struktur

kuersetin meliputi modifikasi kelompok fenolik (O-alkilasi atau eterifikasi dan

O-asilasi atau esterifikasi), modifikasi karbonil C-4, serta fungsionalisasi

pada cincin A dan B (Massi et al, 2017). Modifikasi pada kelompok fenolik

dengan teknik O-alkilasi atau eterifikasi dapat dilakukan atas penggantian

isoster monovalen (Brown, 2017). Penyisipan kelompok metoksi pada

senyawa flavon dilakukan dengan menggunakan metil atau kelompok alkil

lainnya agar turunannya secara metabolik lebih stabil (Walle et al, 2009).

Struktur senyawa yang telah dimodifikasi dapat diuji lebih lanjut untuk

memperoleh gambaran mengenai prediksi aktivitas yang kemungkinan

dimiliki oleh senyawa tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk

memprediksi aktivitas suatu senyawa yaitu dengan metode komputasional

atau in silico yang dapat memperhitungkan interaksi antara protein dan ligan.

Simulasi docking suatu molekul terhadap struktur reseptor sangat penting

dalam konteks penemuan obat baru (Kroemer, 2007).

Dalam penelitian ini, struktur senyawa kuersetin dimodifikasi dengan

pendekatan bioisosterisme menjadi senyawa metoksi kuersetin dan secara

in silico diprediksi sebagai kandidat antidiabetes dengan target protein

berupa enzim Dipeptidyl Peptidase-4 (DPP-4). Simulasi docking molekuler

dilakukan dengan melihat interaksi antara senyawa metoksi kuersetin

terhadap sisi aktif pada enzim DPP-4. Pemilihan protein target didasari oleh

Page 20: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

3

fakta yang dikemukakan World Health Organization bahwa penyakit

Diabetes Mellitus (DM) termasuk dalam kategori 3 besar penyakit penyebab

kematian di dunia. Selain itu, berdasarkan data International Diabetes

Federation, prevalensi DM secara global akan meningkat sekitar 10,4% pada

tahun 2040 dan Indonesia termasuk dalam 10 besar negara dengan tingkat

penderita DM tertinggi di dunia dengan prediksi sekitar 10 juta jiwa

(Firănescu, A.G, 2016). Hal tersebut merupakan tantangan bagi para peneliti

dalam bidang kesehatan untuk menemukan upaya penanganan DM, salah

satunya dengan penemuan atau pengembangan obat terkait DM.

I.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana melakukan sintesis dan karakterisasi senyawa metoksi

kuersetin?

2. Bagaimana memprediksi aktivitas senyawa metoksi kuersetin terhadap

aktivitas enzim DPP-4 secara in silico?

I.3 Tujuan Penelitian

1. Melakukan sintesis dan karakterisasi senyawa metoksi kuersetin dengan

teknik eterifikasi atau O-alkilasi pada kuersetin.

2. Memprediksi aktivitas senyawa metoksi kuersetin terhadap enzim DPP-4

sebagai kandidat antidiabetes secara in silico.

Page 21: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Kuersetin dan Turunannya

Kuersetin (3,5,7,3’,4’-pentahidroksiflavon; 2-(3’,4’-dihidroksifenil)-

3,5,7-trihidroksi-kromon-4-on) merupakan senyawa berkhasiat obat yang

dominan terdapat di alam, khususnya di dalam tubuh tumbuhan. Kuersetin

adalah senyawa polifenol turunan flavonoid, golongan flavonol yang terdiri

dari dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh tiga atom karbon yang

membentuk cincin heterosiklik, memiliki lima gugus hidroksil pada C-3, 5, 7,

3’, 4’, ikatan rangkap antara C-2 dan C-3, serta jembatan eter dan gugus

karbonil C-4 pada cincin heterosiklik. Struktur kuersetin dapat dilihat pada

Gambar 1 (Massi et al, 2017).

Gambar 1. Struktur kuersetin

Kuersetin memiliki aktivitas sebagai antioksidan, antikanker,

antikolesterol, antiinflamasi, antidiabetes, antiviral, antipirai, antiasma,

antialergi, antiosteoporosis, serta masih banyak aktivitas lainnya (Lakhanpal

et al, 2007). Bioavailabiltas oral yang rendah, metabolisme dan klirens yang

sangat cepat, serta mudah terdegradasi secara enzimatik menjadi masalah

O

OH

O

OH

OH

OH

HO

Page 22: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

5

yang menghambat penggunaan kuersetin sebagai agen terapeutik (Massi et

al, 2017).

Pengembangan kuersetin dalam bidang pengobatan dilakukan untuk

memperoleh senyawa turunan kuersetin yang lebih stabil dan lebih

berkhasiat. Modifikasi senyawa kuersetin melibatkan kelompok sulfur

berperan sebagai agen antiproliferasi (Massi et al, 2017). Substitusi unsur

brom pada struktur kuersetin di posisi C-6 dan C-8 menghasilkan senyawa

6,8-dibromo kuersetin yang berdasarkan hasil uji in silico menunjukkan

peningkatan afinitas sekitar 20% terhadap sisi pengikatan pada enzim alfa

glukosidase. Hal tersebut menunjukkan prediksi potensi turunan kuersetin

terbrominasi sebagai kandidat antidiabetes yang lebih baik dari kuersetin (M.

Aswad et al, 2012).

II.2 Isosterisme dan Bioisosterisme

II.2.1 Isosterisme

Istilah isosterisme pertama kali diperkenalkan oleh Langmuir (1919)

yang berarti molekul yang memiliki jumlah dan susunan elektron yang sama

dan memiliki sifat fisikokimia yang mirip. Grimm (1925) menetapkan hukum

perpindahan hidrida untuk menjelaskan konsep isoster, dimana penambahan

hidrida ke suatu atom menghasilkan pseudoatom dengan sifat fisik yang

sama seperti yang ada di kolom tepat di belakangnya dalam tabel periodik.

Erlenmeyer (1932) memperluas definisi dari isosterisme dengan

memasukkan unsur, ion, atau molekul dengan jumlah elektron yang sama

Page 23: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

6

pada tingkat valensi. Erlenmeyer menyatakan bahwa unsur dalam kolom

tabel periodik yang sama adalah isoster (Brown, 2017; Patani, 1996).

II.2.2 Bioisosterisme

Istilah bioisosterisme diperkenalkan pertama kali oleh Friedman

(1952) yang menjelaskan bahwa bioisoster merupakan substansi terkait

secara struktural dengan sifat biologis yang mirip maupun antagonis. Istilah

bioisosterisme kemudian diperluas oleh Thornber, yaitu kelompok atau

molekul yang memiliki kesamaan kimia dan fisika yang menghasilkan sifat

biologis yang mirip. Bioisoster klasik menurut teori Alfred Burger (1970)

dibagi menjadi beberapa kategori yang berbeda, yaitu (Brown, 2017; Patani,

1996):

1. Atom atau kelompok monovalen

Atom atau kelompok yang isoster karena memiliki valensi yang sama, yaitu

bervalensi satu. Dapat dibagi menjadi beberapa kelompok berikut: (a)

penggantian fluorin-hidrogen; (b) pertukaran amino-hidroksil; (c) pertukaran

tiol-hidroksil; (4) pertukaran kelompok fluorin, hidroksil, amino, dan kelompok

metil (Hukum Perpindahan Hidrida Grimm); (5) pertukaran kelompok kloro,

bromo, tiol, dan hidroksil (Erlenmeyer).

2. Atom atau kelompok divalen

Atom atau kelompok yang isoster karena memiliki valensi yang sama, yaitu

bervalensi dua. Dapat dikelompokkan menjadi dua sub kelompok: (a)

Bioisoster divalen yang melibatkan pertukaran atom dalam ikatan rangkap,

seperti C=C, C=N, C=O, dan C=S. (b) Bioisoster divalen dimana substitusi

Page 24: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

7

dari atom yang berbeda menghasilkan perubahan dua ikatan tunggal seperti

dalam rangkaian; C-C-C, C-NH-C, C-O-C, C-S-C.

3. Atom atau kelompok trivalen

Atom atau kelompok yang isoster karena memiliki jumlah valensi yang sama,

yaitu bervalensi tiga. Kelompok yang termasuk bioisoster trivalen adalah –

CH=, -P=, -As=, -Sb=, dan –N=.

4. Atom tetrasubstitusi

Kelompok yang termasuk bioisoster tetrasubstitusi yaitu =C=, =Si=, =N+=,

=P+=, =As+=, dan =Sb+=

5. Ekivalen cincin

Bioisoster ekivalen cincin merupakan sub kelas akhir dari bioisoster

klasik. Substitusi isosterik klasik ketika diterapkan dalam sistem cincin

menghasilkan analog heterosiklik yang berbeda yang dapat menjadi

bioisoster yang efektif. Kelompok yang termasuk bioisoster ekivalen cincin

yaitu –CH=CH-, =CH-, -O-, -S-, -CH2-, -S-, =N-, dan -NH-.

II.3 Simulasi Docking Molekuler

Di era yang semakin modern, studi penemuan dan pengembangan

obat juga mengalami banyak kemajuan, salah satunya dengan metode

komputasional. Studi penemuan obat yang merujuk pada pemanfaatan

komputer dikenal dengan istilah in silico atau virtual screening, yang dapat

memperhitungkan interaksi antara protein dan ligan. Docking suatu molekul

terhadap struktur reseptor sangat penting dalam konteks penemuan obat

baru. Proses algoritma virtual screening sangat cepat dalam memposisikan

Page 25: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

8

molekul kandidat obat ke dalam sisi aktif dari target, bahkan hanya dalam

hitungan detik (Kroemer, 2007).

Docking komputasional selalu membutuhkan dua komponen, yang

mana dikarakterisasi sebagai “searching” dan “scoring”. “Searching”

mengacu pada fakta bahwa setiap metode docking harus mengeksplorasi

konfigurasi ruang yang dapat dijangkau untuk interaksi di antara kedua

molekul. “Scoring” mengacu pada fakta bahwa setiap prosedur docking

mengevaluasi dan mengurutkan konfigurasi yang dihasilkan oleh proses

pencarian (Abraham DJ, 2003). Aktivitas molekul yang telah di docking

diurutkan berdasarkan hasil analisis komponen sterik dan elektrostatik

secara komputasi. Hasil docking mencakup prediksi afinitas antara molekul

terhadap target (Kroemer, 2007).

II.4 Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang ditandai

dengan meningkatnya kadar glukosa darah yang melebihi batas normal

(hiperglikemia) akibat kekurangan insulin, baik kuantitatif maupun kualitatif.

Hiperglikemia postprandial adalah tanda awal pada DM tipe 2, yang dapat

memicu terjadinya stres oksidatif melalui pembentukan radikal bebas

berlebih yang dapat mengganggu pertahanan antioksidan endogen dalam

tubuh (Tapan E, 2005).

Page 26: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

9

II.5 Enzim Dipeptidyl Peptidase-4 (DPP-4)

Enzim Dipeptidyl Peptidase-4 (DPP-4) merupakan sebuah enzim

yang secara alami ada di dalam tubuh yang akan menurunkan aktivitas 2

jenis hormon inkretin utama di dalam tubuh yaitu glucagon-like peptide-1

(GLP-1) dan glucose-dependent insulinotropic polypeptide (GIP). Hormon

inkretin utama ini bersifat insulinotropik kuat dan sekresinya akan meningkat

dengan pemberian glukosa secara oral. Apabila kedua hormon ini dihambat

oleh enzim DPP-4, maka aktivitasnya dalam merangsang eksresi insulin juga

akan terhambat. Upaya untuk menjadikan GLP-1 bertahan lama didalam

darah dapat dilakukan dengan menekan enzim DPP-4 yakni dengan DPP-4

inhibitor sehingga meningkatkan aktivitas GLP-1 dan meningkatkan ratio

insulin terhadap glukagon pada penderita diabetes tipe 2. Adapun obat yang

dapat menghambat aktivitas enzim DPP-4 yaitu vildagliptin, sitagliptin,

saxagliptin serta linagliptin (Thornberry, 2009).

II.6 Eterifikasi

Senyawa organik yang termasuk dalam golongan eter dicirikan

dengan adanya atom oksigen yang terikat pada dua gugus alkil maupun aril.

Struktur eter secara sederhana dituliskan sebagai R-O-R’, dimana R dan R’

merupakan alkil atau aril. Sintesis suatu eter dapat dilakukan dengan

melakukan dehidrasi pada alkohol alifatik maupun aromatik (Wade, L.G,

2017).

Sintesis eter Williamson merupakan metode sintesis suatu eter

melibatkan reaksi antara alkil halida dengan alkoksida atau fenoksida. Pada

Page 27: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

10

reaksi sintesis Williamson, suatu alkohol yang direaksikan dengan natrium

hidroksida atau kalium hidroksida akan menghasilkan alkoksida, sedangkan

pada fenol yang cenderung bersifat lebih asam, akan diubah menjadi

fenoksida dengan penambahan alkali hidroksida atau kalium karbonat.

Alkoksida maupun fenoksida akan bereaksi dengan alkil halida melalui

mekanisme substitusi nukleofilik untuk membentuk eter seperti yang

diperlihatkan pada Gambar 2 (Laue, T. and Plagens, A. 2005).

Gambar 2. Mekanisme subtitusi nukleofilik pada eterifikasi (Laue, T. and Plagens, A.

2005)

Eterifikasi pada senyawa fenolik dapat dilakukan dengan merefluks

senyawa fenolik dengan metil iodida, menggunakan dimetilformamida

sebagai pelarut dan kalium karbonat sebagai basa. Berdasarkan literatur,

metode tersebut dilaporkan dapat memberikan produk sintesis yang baik,

ditunjukkan dengan yield yang tinggi (Brieger, et al,1968).

II.7 Purifikasi

II.7.1 Kromatografi kolom

Kromatografi kolom merupakan salah satu jenis kromatografi adsorbsi

yang terdiri dari fasa diam dan fasa gerak. Fasa diam berupa padatan

(alumina, silika gel, karbon aktif, dan lainnya) sedangkan fasa gerak berupa

cairan (etanol, aseton, dan lainnya). Pemisahan komponen senyawa

menggunakan kromatografi kolom berkaitan dengan perbedaan antara gaya-

Page 28: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

11

gaya antar molekul dalam sampel dengan fasa gerak dan antara komponen

senyawa dengan fasa diam (Rubiyanto D, 2016).

Prinsip pemisahan senyawa menggunakan kromatografi kolom yaitu

cuplikan senyawa akan terbawa oleh aliran fasa gerak melewati fasa diam

yang ada di dalam kolom. Selama proses tersebut, komponen senyawa akan

turun mengikuti aliran fasa gerak dan terjadi interaksi berupa adsorbsi

komponen senyawa oleh fasa diam yang berupa padatan. Eluat merupakan

istilah untuk menyebut hasil fraksinasi menggunakan kromatografi kolom.

Eluat diperoleh dengan menampung cairan yang menetes dari ujung kolom

bagian bawah. Pemisahan senyawa yang sempurna dapat dilakukan dengan

pemilihan fasa diam dan fasa gerak yang sesuai, dimana pemilihan dilakukan

dengan memperhatikan faktor polaritas dan kelarutan (Rubiyanto D, 2016).

Jalur-jalur penyerapan yang ideal dengan teknik kromatografi kolom adalah

(Rubiyanto D, 2016):

1. Konstituen-konstituen yang terpisah dari campuran dapat teramati di

dalam kolom yang berupa pita warna, reaksi dengan indikator/pereaksi kimia,

disinari dengan lampu UV.

2. Komponen dilarutkan atau dielusi dengan mengalirkan pelarut lain untuk

mengeluarkannya dari dalam kolom.

II.8 Analisis Produk Sintesis

II.8.1 Kromatografi lapis tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan salah satu teknik

kromatografi dimana prinsipnya berdasarkan adsorbsi. Perbedaan antara

Page 29: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

12

KLT dengan teknik kromatografi lain yaitu konfigurasi KLT berbentuk planar.

Pada KLT, fasa diam (adsorben) yang digunakan berupa padatan yang

diaplikasikan berbentuk datar pada permukaan kaca atau plat aluminium

yang berperan sebagai penyangga. Jenis padatan yang dapat digunakan

pada plat KLT beserta penggunaannya antara lain silika gel, alumina,

kielsghur serta selulosa. Sedangkan fasa gerak (eluen) berupa zat cair yang

juga lazim digunakan pada kromatografi kolom maupun kromatografi kertas.

Sifat-sifat ideal pelarut yang digunakan dalam KLT antara lain (Rubiyanto D,

2017):

1. Tersedia dalam bentuk yang sangat murni dengan harga yang memadai

2. Tidak bereaksi dengan komponen dalam sampel maupun fasa diam

3. Memiliki viskositas dan tegangan permukaan yang sesuai

4. Memiliki titik didih yang rendah untuk memudahkan pengeringan setelah

pengembangan

5. Mempunyai kelarutan yang ideal pada berbagai campuran solvent.

6. Tidak toksik dan mudah pembuangan limbahnya

Karakter yang diinginkan dalam pemilihan fasa gerak yang kompetitif untuk

KLT antara lain adalah parameter kelarutan, indeks polaritas, dan kekuatan

pelarut.

Dalam KLT, nilai Rf (Retardation factor) dinyatakan sebagai

perbandingan jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik awal hingga

mencapai titik akhir terhadap jarak yang ditempuh oleh eluen dari titik awal

hingga mencapai titik akhir. Dalam analisis kualitatif, nilai Rf senyawa yang

Page 30: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

13

belum diketahui dibandingkan dengan nilai Rf senyawa standar untuk

menentukan jenis senyawa yang sedang dianalisis. Faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi nilai Rf antara lain: struktur kimia senyawa yang dipisahkan,

sifat dari adsorben dan derajat aktivitasnya, ketebalan dan kerekatan

permukaan adsorben, kemurnian pelarut, derajat kejenuhan uap pelarut

dalam bejana pengembang (chamber), jumlah cuplikan, serta temperatur

(Rubiyanto D, 2017).

II.8.2 Spektrofotometri Ultraviolet-Visible (UV-Vis)

Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan

fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang

gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya

yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Spektrofotometer digunakan untuk

mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan,

direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang

(Gandjar IG, 2007).

Spektrofotometer UV-Vis terdiri atas suatu sistem optik yang dapat

menghasilkan sinar monokromatis pada rentang panjang gelombang 200-

800 nm. Komponen penyusun instrumen spektrofotometer UV-Vis yaitu

sumber-sumber lampu (lampu deuterium untuk daerah UV serta lampu

halogen kuarsa atau lampu tungsten untuk daerah visible), monokromator,

dan optik-optik. Sinar yang digunakan dalam spektrofotometri meliputi sinar

ultraviolet (UV) dengan kisaran panjang gelombang 200-400 nm serta sinar

tampak (visible) dengan kisaran panjang gelombang 400-800 nm.

Page 31: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

14

Penyerapan sinar UV dan sinar tampak pada umumnya dihasilkan

oleh eksitasi elektron-elektron yang berikatan, sehingga panjang gelombang

yang mengabsorpsi dapat dihubungkan dengan ikatan yang mungkin

terdapat dalam suatu molekul. Ada tiga macam proses penyerapan energi

UV dan sinar tampak yaitu (Gandjar IG, 2007):

1. Penyerapan oleh transisi elektron ikatan dan elektron anti ikatan (elektron

sigma, 𝜎; elektron phi, 𝜋; dan elektron anti ikatan (non-bonding electron), n)

2. Penyerapan oleh transisi elektron d dan f dari molekul kompleks

3. Penyerapan oleh perpindahan muatan

Sinar ultraviolet dan sinar tampak memberikan energi yang cukup

untuk terjadinya transisi elektronik. Transisi-transisi elektronik akan

meningkatkan energi molekuler dari keadaan dasar ke satu atau lebih tingkat

energi tereksitasi. Transisi elektronik yang terjadi di antara tingkat-tingkat

energi di dalam suatu molekul ada empat, yaitu (Gandjar IG, 2007):

1. Transisi sigma-sigma star (δ→δ*)

Energi yang diperlukan untuk transisi ini besarnya sesuai dengan energi sinar

yang frekuensinya terletak di antara ultraviolet vakum (kurang dari 180 nm).

Jenis transisi ini terjadi pada daerah ultraviolet vakum sehingga kurang

begitu bermanfaat untuk analisis dengan cara spektrofotometri ultraviolet-

visibel. Contoh dari transisi ini adalah kelompok alkana.

2. Transisi n-sigma star (n→δ*)

Jenis transisi ini terjadi pada senyawa organik jenuh yang mengandung

atom-atom yang memiliki elektron bukan ikatan (elektron n). Energi yang

Page 32: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

15

diperlukan untuk transisi jenis ini lebih kecil dibandingkan transisi δ→δ*

sehingga sinar yang diserap mempunyai panjang gelombang lebih panjang,

sekitar 150-250 nm. Contoh transisi ini yaitu pada nitrogen, oksigen dan

halogen.

3. Transisi n-phi star(n→π*)

Energi yang diperlukan untuk transisi ini dalam daerah 200-700 nm. Dengan

bertambahnya kepolaran pelarut, akan menyebabkan pergeseran biru

(hipsokromik) yaitu pergeseran pita serapan ke arah panjang gelombang

yang lebih pendek. Transisi ini terjadi pada senyawa karbonil (C=O) atau nitril

(C=N).

4. Transisi phi-phi star (π→π*)

Dengan bertambahnya kepolaran pelarut, akan menyebabkan pergeseran

merah (batokromik) yaitu pergeseran pita serapan ke arah panjang

gelombang yang lebih panjang. Merupakan transisi yang paling cocok untuk

analisis dengan cara spektrofotometer ultraviolet-visible, sebab memiliki

panjang gelombang antara 200-700 nm. Transisi ini terjadi pada elektron

diorbital π, yaitu pada alkena dan alkuna.

Kromofor merupakan atom maupun gugus yang terdapat dalam suatu

senyawa organik yang mampu menyerap sinar ultraviolet dan sinar tampak.

Contoh kromofor yaitu alken, alkin, karbonil, karboksil, amido, azo, nitro,

nitroso, serta nitrat. Auksokrom merupakan gugus fungsional yang memiliki

elektron bebas yang dapat memberikan transisi n→π*, seperti –OH, -O, -NH2

dan –OCH3. (Gandjar IG, 2007).

Page 33: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

16

Spektra UV-Vis yang diperoleh dari analisis spektrofotometri dapat

memberikan informasi berupa data kualitatif maupun kuantitatif. Pada aspek

kualitatif, data yang diperoleh adalah panjang gelombang maksimal,

intensitas, efek pH dan pelarut. Sedangkan data kuantitatif yang diperoleh

adalah transmitan (T) dan absorbansi. Hukum Lambert-Beer menjadi dasar

yang penting dalam aspek kuantitatif spektrofotometri UV-Vis, dapat ditulis

dengan persamaan (Gandjar IG, 2007):

A = a.b.c (g/liter); A = ε. b. c (mol/liter); A = A11.b.c (g/100 ml)

Keterangan:

A = absorban c = konsentrasi

a = absorptivitas ε = absorptivitas molar

b = ketebalan kuvet (cm) A11 = absorptivitas spesifik

Absorptivitas (a) merupakan konstanta yang tidak tergantung pada

konsentrasi, ketebalan kuvet dan intensitas radiasi yang mengenai larutan

sampel. Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul dan

panjang gelombang radiasi. Satuan a ditentukan oleh satuan b dan c. Jika

satuan c dalam molar (M) maka absorptivitas disebut dengan absorptivitas

molar (ɛ) dengan satuan M-1cm-1. Jika c dinyatakan dengan persen

berat/volume (g/100 mL) maka absorptivitas dapat ditulis dengan E1%1cm

atau

sering kali ditulis dengan A1%1cm

.

Page 34: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

17

II.8.3 Spektroskopi Fourier Transform-Infra Red (FT-IR)

Spektroskopi inframerah adalah teknik yang didasarkan pada vibrasi

atom dalam suatu molekul. Spektrum inframerah umumnya diperoleh

dengan cara melewatkan radiasi infra merah melalui sampel dan fraksi

ditentukan melalui energi tertentu yang diserap. Energi dimana setiap puncak

dalam spektrum muncul sesuai dengan frekuensi getaran yang terjadi pada

molekul (Stuart B, 2004).

Daerah infra merah pada spektrum elektromagnetik dibagi menjadi

tiga daerah yaitu (G.H Jeffery, 1989):

1. Dekat (overtone) 0.8-2.5𝜇m (12500-4000 cm-1)

2. Pertengahan (vibrasi-rotasi) 2.5-50𝜇m (4000-200 cm-1)

3. Jauh (rotasi) 50-1000 𝜇m(200-10 cm-1)

Daerah serapan inframerah yang umumnya digunakan dalam analisis yaitu

pada bilangan gelombang 4000-400 cm-1 atau 2.5-25 𝜇m (G.H Jeffery, 1989).

Pada spektrum inframerah pertengahan (4000-400 cm-1), daerah 1400-4000

cm-1 merupakan daerah peregangan (stretching) yang dapat

mengidentifikasi gugus fungsi. Sedangkan daerah dibawah 1500 cm-1

merupakan daerah perenggangan sekaligus bengkokan (bending), sehingga

cukup sulit untuk mengidentifikasi gugus fungsi pada daerah ini. Namun

setiap senyawa organik memiliki serapan khas pada daerah ini, sehingga

daerah ini disebut daerah sidik jari (finger print region). Spektrum inframerah

pertengahan (4000-400 cm-1) terbagi menjadi empat sub daerah yaitu daerah

peregangan X-H (4000-2500 cm-1), daerah ikatan rangkap tiga (2500-2000

Page 35: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

18

cm-1), daerah ikatan rangkap (2000-1500 cm-1) dan daerah sidik jari/ finger

print (1500-600 cm-1) (Fessenden RJ, 1982; Stuart B, 2004 ).

Inti atom terikat oleh ikatan kovalen mengalami vibrasi atau osilasi,

dengan cara yang mirip dengan dua bola yang dilekatkan pada pegas. Ketika

molekul menyerap radiasi infra merah, energi yang diserap menyebabkan

peningkatan amplitudo vibrasi atom yang berikatan. Molekul-molekul itu

kemudian dalam keadaan vibrasi tereksitasi. Agar molekul menunjukkan

absorbsi inframerah, molekul harus memiliki ciri khas tertentu, yaitu momen

dipol listrik dari molekul harus berubah selama bervibrasi. Vibrasi yang terjadi

melibatkan perubahan panjang ikatan/peregangan (stretching) dan/atau

pembengkokan sudut ikatan (bending) (Stuart B, 2004).

Spektrum inframerah merupakan plot antara intensitas cahaya yang

terukur dengan sifat cahaya. Sumbu x dari spektrum inframerah diplot

dengan bilangan gelombang, semakin ke kanan bilangan semakin kecil.

Sumbu y dari spektrum inframerah diplot dengan nilai absorbansi yang

menyatakan jumlah cahaya yang diserap oleh molekul. Spektrum absorbansi

sampel dihitung dari tinggi atau luas puncak spektrum absorban yang

berbanding lurus dengan konsentrasi. Selain itu plot sumbu y dapat diplot

dalam satuan yang disebut persen transmitan (%T). Absorbansi dan persen

transmitan (%T) berhubungan secara matematis satu sama lain. Karena

absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi, unit absorbansi digunakan

untuk analisis kuantitatif. Spektrum absorbansi juga sesuai untuk analisis

kualitatif. Ukuran puncak pada spektrum %T tidak berbanding lurus dengan

Page 36: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

19

konsentrasi, sehingga spektrum ini tidak boleh digunakan untuk analisis

kuantitatif, namun dapat digunakan untuk analisis kualitatif (Stuart B, 2004).

Posisi puncak dalam spektrum inframerah berkorelasi dengan struktur

molekul yang dianalisis. Sejumlah spektrum infra merah telah diukur dan

posisi puncak molekul yang diketahui telah berhasil diidentifikasi dapat

digunakan untuk mengidentifikasi molekul dalam sampel yang tidak diketahui

(G.H Jeffery, 1989):

Tabel 1. Pita serapan spektrum infra merah

Kelompok Bilangan

gelombang (cm-1)

Panjang

gelombang (𝝁m)

C−H (alifatik) 2700-3000 3,33-3,70

C−H (aromatik) 3000-3100 3,23-3,33

O−H (fenolik) 3700 2.70

O−H (fenolik, ikatan hidrogen) 3300-3700 2,70-3,03

C-O 1000-1050 0.95-1

C−O (eter siklik) 1250-900 9,52-10,00

C=O (keton) 1705-1725 5,80-5,86

C=O (keton terkonjugasi) 1650-1830 5,46-6,06

C−C 750-1100 9,09-13,33

C=C 1620-1630 5,99-6,17

H3C−, −CH2− 1350-1480 6,76-7,41

C−O−C 1100 9,09

Sumber: G.H. Jeffery, J. Bassett, J. Mendham, and R.C. Denney. Vogel’s Textbook Of

Quantitative Chemical Analysis 5th ed. John Wiley & Sons, Inc. New York. 1989. 741-745.

Spektroskopi Fourier-Transform Infrared (FT-IR) didasarkan pada

interferensi radiasi antara dua berkas sinar inframerah untuk menghasilkan

interferogram. Pada akhirnya akan dihasilkan sinyal yang dinyatakan

sebagai fungsi dari perubahan jarak antara kedua berkas. Dua domain jarak

Page 37: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

20

dan frekuensi saling dipertukarkan dengan metode matematis transformasi

Fourier. Radiasi yang muncul dari sumber dilewatkan melalui interfereter ke

sampel sebelum mencapai detektor. Setelah amplifikasi sinyal, dimana

kontribusi frekuensi tinggi telah dieliminasi oleh filter, data dikonversi ke

bentuk digital oleh konverter analog-ke-digital dan dipindahkan ke komputer

untuk transformasi Fourier (Stuart B, 2004).

II.8.4 Spektroskopi Proton-Nuclear Magnetic Resonance (1H-NMR)

Spektroskopi NMR didasarkan pada penyerapan gelombang radio

oleh inti suatu molekul organik pada saat berada di dalam medan magnet

yang kuat. Inti atom pada berbagai unsur dapat dikelompokkan sebagai yang

mempunyai spin atau tidak mempunyai spin. Inti atom yang memiliki spin

akan menimbulkan medan magnet kecil yang diberikan oleh suatu

momen magnetik nuklir, suatu vektor. Dalam kimia organik, isotop yang

dilaporkan memiliki spin yaitu 1H, 13C, dan 19F. Isotop yang paling sering

digunakan dalam spektroskopi NMR adalah 1H dan 13C (Fessenden RJ,

1982).

Dalam spektroskopi NMR, suatu medan magnet dihasilkan oleh

medan magnet tapal kuda permanen atau suatu elektromagnet. Kuat

medan magnet luar dilambangkan dengan H0, dan arahnya dinyatakan oleh

sebuah anak panah. Bila molekul yang mengandung atom hidrogen

ditempatkan dalam medan magnetik luar, maka momen magnetik dari tiap

inti hidrogen atau proton, mengambil salah satu dari dua sikap yaitu

paralel atau anti paralel terhadap medan luar. Dalam keadaan paralel, arah

Page 38: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

21

momen magnetik proton sama dengan arah medan luar. Sedangkan dalam

keadaan anti paralel, momen magnetik proton berlawanan arah dengan

medan luar. Keadaan paralel suatu proton lebih stabil (berenergi lebih

rendah) dibandingkan dengan keadaan anti paralel. Bila dikenai gelombang

radio yang frekuensinya cocok, momen magnetik dari sebagian kecil proton

paralel akan menyerap energi dalam membalik atau jungkir balik (flip)

menjadi keadaan antiparalel yang energinya lebih tinggi. Banyaknya energi

yang diperlukan untuk membalik momen magnetik sebuah proton dari

paralel ke antiparalel bergantung sebagian pada besarnya H0. Semakin

besar nilai H0, maka inti atom lebih bertahan untuk dijungkir balikkan,

sehingga memerlukan radiasi dengan frekuensi yang lebih tinggi. Gabungan

khusus antara kuat medan magnet luar dan radio frekuensi menyebabkan

suatu proton berpindah dari keadaan paralel menjadi antiparalel maka

diikatakan proton itu dalam resonansi. Resonansi nuklir magnetik

merupakan istilah yang berarti “inti mengalami resonansi dalam medan

magnet” (Fessenden RJ, 1982).

Semua proton akan berada dalam resonansi pada kombinasi yang

sama antara H0 dan frekuensi radio. Medan magnet yang dihasilkan oleh

proton dalam molekul tertentu adalah kombinasi dari dua medan, yaitu

medan magnet luar terapan (H0) dan medan magnet molekuler terinduksi,

medan magnet kecil yang diinduksi dalam molekul oleh H0. Setiap proton

atau kelompok proton pada molekul organik mempunyai lingkungan kimia

yang spesifik sehingga harga δ juga akan spesifik. Kelompok proton

Page 39: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

22

adalah sejumlah proton yang mempunyai harga δ yang sama. Adapun pola

pemisahan proton dalam NMR adalah (Fessenden RJ, 1982):

a. Singlet

Sebuah proton yang tidak memiliki proton tetangga yang secara

magnetik tak ekuivalen dengannya, akan menunjukkan sebuah peak

tunggal, yang disebut singlet dalam spektrum NMR. Contoh: spektrum NMR

p-metoksibenzaldehid, yang menunjukkan dua singlet, satu singlet

mengiterpretasikan proton –OCH3 dan satu singlet lainnya menunjukkan

proton –CHO.

b. Doublet

Sebuah proton yang memiliki satu proton tetangga yang tidak ekivalen

dengannya akan memberikan suatu isyarat yang terbelah menjadi satu peak

rangkap atau disebut doblet. Contoh: spektrum NMR p-metoksibenzaldehid,

menunjukkan sepasang doblet pada bagian aromatik.

c. Triplet

Sebuah proton (Ha) yang memiliki dua proton tetangga yang saling ekivalen

satu sama lain namun tidak ekivalen dengannya, maka isyarat NMR

dari Ha adalah triplet. Jika kedua proton tersebut ditandai dengan Hb,

ekuivalen, maka keduanya memberikan satu sinyal terpisah oleh Ha

menjadi suatu doublet. Contoh: Spektrum 1,1,2-trikloroetana (Cl2CHCH2Cl)

menunjukkan dua proton tetangga (triplet).

Page 40: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

23

d. Kuartet

Suatu senyawa yang mengandung gugus metil dan satu proton (Ha) pada

karbon didekat gugus metil. Proton ini tak ekuivalen dengan proton-proton

metil. Ketiga proton metil (Hb) yang ekuivalen mempunyai satu proton

tetangga dan muncul sebagai sebuah doblet dalam spektrum. Isyarat

yang ditimbulkan oleh Ha muncul sebagai suatu kuartet karena Ha

memiliki tiga proton tetangga. Contoh: Spektrum 2-feniletil asetat

menunjukkan kelompok etil (-CH2CH3) yang menunjukkan pola NMR khas

untuk triplet dan kuartet.

II.8.5 Spektroskopi Carbon-Nuclear Magnetic Resonance (13C-NMR)

Spektroskopi 13C NMR memberikan informasi tentang kerangka

karbon. Spektrum 13C berbeda dari spektrum 1H dalam beberapa hal.

Pergeseran kimia 13C terjadi pada kisaran yang lebih lebar dibandingkan

kisaran pergeseran kimia inti 1H. Keduanya diukur terhadap standar yang

sama yaitu TMS (tetrametilsilan), yang semua karbon metilnya ekuivalen dan

memberikan sinyal yang tajam. Absorpsi 13C diperoleh pada angka 0-200

ppm di bawah medan TMS, dimana 0-50 ppm (C alkil), 50-100 ppm (C

alkuna), 100-150 ppm (C alkena dan aromatik), 150-200 ppm (C ester,

amida, karboksilat, aldehid, dan keton) (Fessenden RJ, 1982).

Setiap karbon yang beresonansi dipecah menjadi suatu multiplet,

tergantung pada jumlah proton yang terikat. Karbon tersier (R3CH) muncul

sebagai doublet (d), karbon sekunder (R2CH2) muncul sebagai triplet (t), dan

karbon primer (RCH3) muncul sebagai kuartet (k) (Fessenden RJ, 1982).

Page 41: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

24

II.8.6 Spektroskopi Electro Spray Ionization Mass (ESI-MS)

Spektrometri massa adalah teknik analisis yang dapat memberikan

informasi kualitatif (struktur) dan kuantitatif (massa molekul atau konsentrasi)

pada molekul analit setelah konversi ke dalam bentuk ion. Ion suatu molekul

terionisasi untuk mendapatkan muatan positif atau negatif. Ion kemudian

masuk melalui penganalisis massa dan sampai pada berbagai bagian

detektor sesuai dengan rasio massa per muatan (m/z). Setelah ion

melakukan kontak dengan detektor, sinyal yang dihasilkan akan dicatat oleh

sistem komputer. Komputer menampilkan sinyal secara grafis sebagai

spektrum massa yang menunjukkan kelimpahan relatif dari sinyal sesuai

dengan rasio m/z (Ho CS, 2003).

Electro spray Ionization menggunakan energi listrik untuk membantu

pengalihan ion dari larutan ke dalam fase gas sebelum dianalisis dengan

spektrometri massa. Spesies ionik dalam larutan dapat dianalisis dengan

ESI-MS dengan sensitivitas yang tinggi. Senyawa netral juga dapat diubah

menjadi bentuk ion dalam larutan atau dalam fase gas dengan protonasi atau

kationisasi. Perubahan ionik dari larutan ke dalam fasa gas oleh ESI

melibatkan tiga tahap yaitu penyebaran semprotan bermuatan, diikuti oleh

penguapan pelarut dan pelepasan ion (Ho CS, 2003).

Pada kuat medan dan voltase yang sama, partikel dengan m/z

tinggi, memiliki jari-jari yang lebih besar, sedangkan partikel dengan yang

m/z rendah, mempunyai jari-jari yang lebih kecil. Oleh karena itu, aliran

partikel bermuatan positif yang melewati tabung analisator akan

Page 42: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

25

membentuk suatu pola. Jika voltase pempercepat dikurangi perlahan-lahan

dan secara sinambung, kecepatan semua partikel akan berkurang, dan jari-

jari lintasan semua partikel juga berkurang. Dengan teknik ini, partikel

berturut-turut mengenai detektor dimulai dengan m/z tertinggi (Fessenden

RJ, 1982).

Page 43: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

26

BAB III

PELAKSANAAN PENELITIAN

III.1 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas

(Pyrex®), neraca analitik (Satorius®), labu alas bulat, magnetic stirrer (Wiggen

Hauser®), crystallizing dish, lemari asam, alat refluks (Duren®), mikropipet

(Socorex®), pipet volume, pipa kapiler (Nesco®), chamber, lampu UV 254 nm

dan 366 nm (Wiggen Hauser®), kolom, Rotary Evaporator (Heidolph®),

spektrofotometer Inframerah-Fourier Transform Infra Red (Shimadzu®),

spektrofotometer Nuclear Magnetic Resonance (JEOL Oxford® 𝛼-500),

Spektrofotometer UV-Vis (Agilent®), Spektrofotometer massa-Electro Spray

Ionization-Mass Spectrophotometer (Thermo®), termometer, waterbath (HH-

S6 waterbath®), hairdryer, eksikator, perangkat keras (hardware) berupa satu

set komputer dengan spesifikasi serta perangkat lunak (software) sistem

operasi Windows 7 Ultimate, Marvin Sketch®16.9.12, AutoDock Tools®4.2,

AutoDock Vina®1.1.2, YASARA®1.5.4, ChemDraw Ultra 7.0.1 dan Discovery

Studio 3.5 Client.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kuersetin

(Sigma-Aldrich®), metil iodida (Merck®), kalium karbonat (Merck®),

magnesium sulfat (Merck®), dimetilformamida (Merck®), diklorometan

(Merck®), asam klorida (Merck®), air suling, aseton (teknis) , kloroform

Page 44: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

27

(teknis), metanol p.a (Merck®), deuterokloroform-d6 (Merck®), silika gel G-60

(Merck®), lempeng silika GF254 (Merck®), es batu.

Data struktur protein target yaitu enzim Dipeptidyl Peptidase-4 (DPP-

4) dan situs pengikatannya dari hasil penelitian sebelumnya yang diperoleh

melalui Protein Data Bank (PDB) dengan PDB ID:2RGU beserta ligan aslinya

yaitu linagliptin. Diperlukan pula struktur tiga dimensi ligan yang digambar

dengan Marvin sketch®16.9.12 dan geometrinya telah dioptimasi sebagai

senyawa uji.

III.2 Sintesis senyawa metoksi kuersetin

Kuersetin (305 mg, 1.0 mmol) dilarutkan di dalam labu alas bulat

menggunakan pelarut dimetilformamida (5 mL) sambil diaduk secara

kontinyu menggunakan magnetic stirrer dan direfluks, dilakukan di dalam

lemari asam. Selama proses pengadukan, ditambahkan kalium karbonat

(830 mg, 6.0 mmol) dan metil iodida (994 mg, 7.0 mmol) secara perlahan.

Campuran senyawa diaduk selama 10 jam. Proses reaksi dimonitor

menggunakan kromatografi lapis tipis dengan eluen kloroform:metanol

(20:1). Kemudian campuran diencerkan dengan diklorometan (20 mL) dan

ditambah asam klorida (0.1 M, 10 mL). Lapisan organik dipisahkan

menggunakan corong pisah, kemudian dicuci dengan air (3x10 mL).

Dikeringkan dengan penambahan magnesium sulfat anhidrat, kemudian

disaring dan diambil filratnya, dikeringkan menggunakan rotary evaporator

(Lu K, 2013).

Page 45: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

28

III.3 Purifikasi senyawa hasil sintesis

III.3.1 Kromatografi kolom

Senyawa sintetik dilarutkan dengan kloroform:metanol (20:1).

Kemudian dimasukkan ke dalam kolom yang berisi suspensi silika gel G-60.

Selanjutnya dialiri dengan eluen kloroform:metanol (20:1) dan eluat

ditampung menggunakan vial. Hasil kolom ditotol pada plat KLT. Noda yang

memiliki nilai Rf (Retardation factor) yang sama disatukan, kemudian eluen

diuapkan dengan rotary evaporator.

III.4 Karakterisasi

III.4.1 Penentuan panjang gelombang maksimum (UV-Vis)

Senyawa sintetik dibuat pada konsentrasi 10 ppm menggunakan

pelarut metanol p.a. Kemudian dimasukkan ke dalam kuvet berukuran 1x1

cm dan diukur absorbansi serta panjang gelombang maksimum pada

rentang 200-800 nm. Pengerjaan dilakukan di tempat gelap. Pengerjaan

serupa juga dilakukan terhadap kuersetin sebagai pembanding.

III.4.2 Penentuan gugus fungsi (FT-IR)

Senyawa sintetik digerus bersama-sama dengan kalium bromida,

kemudian dipres menjadi pelet, menyerupai cakram tipis. Pelet yang

terbentuk dimasukkan ke dalam alat FT-IR, diletakkan di plat optik FTIR,

kemudian instrumen di running untuk mengukur serapan IR dari senyawa

sintetik. Pengerjaan serupa juga dilakukan terhadap kuersetin sebagai

pembanding.

Page 46: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

29

III.4.3 Penentuan jumlah proton (1H-NMR)

Senyawa sintetik dilarutkan dengan pelarut khusus NMR yaitu DMSO-

d6 di dalam tube NMR dan dicukupkan volumenya, lalu ditempatkan dalam

alat spektroskopi NMR untuk pengukuran jumlah proton. Selanjutnya data

spektrum akan direkam oleh alat detektor NMR. Pengerjaan serupa juga

dilakukan terhadap kuersetin sebagai pembanding.

III.4.4 Penentuan bobot molekul (ESI-MS)

Senyawa sintetik dilarutkan dengan metanol p.a. kemudian

diinjeksikan ke dalam kolom menuju ruang pengion, kemudian ion-ion yang

dihasilkan akan menuju tabung analyzer mass dan ditentukan massanya.

Data spektrum massa akan direkam pada alat detektor ESI-MS.

III.5 Prediksi Aktivitas Senyawa Terhadap Enzim Dipeptidyl

Peptidase-4 (DPP-4)

III.5.1 Pengumpulan Data

Data struktur protein target diambil melalui Protein Data Bank

(http://www.rscb.org) dengan PDB ID: 2RGU. Data ini merupakan hasil teknk

biofisika seperti kristalografi X-ray maupun spektroskopi NMR dari protein

tersebut yang meliputi struktur dengan sisi aktif dan sequence. Data disimpan

dalam fomat .pdb.

III.5.2 Preparasi Protein Target dan Ligan

Preparasi protein target dilakukan dengan menggunakan YASARA®

1.5.4 dan AutoDock Tools® 4.2 dengan cara memprotonasi dan menentukan

koordinat dari protein target. Hasil preparasi disimpan dalam format .pdbqt.

Page 47: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

30

Preparasi ligan dilakukan dengan menggunakan YASARA® 1.5.4 dan

AutoDock Tools® 4.2 dengan cara memprotonasi dan mengecek rotatable

bond dari molekul ligand. Hasil preparasi disimpan dalam format .pdbqt.

III.5.3 Simulasi dan Validasi Docking

Docking dilakukan dengan mengarahkan model molekul ligan yang

telah teroptimasi pada bagian aktif enzim DPP-4 (PDB ID: 2RGU). Ligan uji

di-docking pada sisi pengikatan enzim DPP-4 menggunakan Autodock

Vina®1.1.2 dengan lima kali replikasi. Kemudian dilakukan kalkulasi

pengikatan antara ligan dan protein target pada berbagai pose yang akan

muncul sebagai energi interaksi. Molekul dengan energi interaksi yang

rendah menunjukkan afinitas kestabilan yang tinggi. Kalkulasi energi

interaksi dan visualisasi pengikatan antara ligan dan enzim DPP-4

divisualisasi dengan Discovery Studio 3.5 Client.

Validasi docking dilakukan dengan cara mengukur Root Mean Square

Deviation (RMSD) menggunakan YASARA®11.3.2.

III.6 Prediksi Nilai Logaritma Koefisien Partisi (log P)

Prediksi nilai logaritma koefisien partisi (log P) dilakukan dengan cara

mengecek nilai log P dari senyawa kuersetin dan metoksi kuersetin

menggunakan ChemDraw Ultra 7.0.1. Semakin tinggi nilai log P

menunjukkan sifat lipofilisitas semakin besar.

III.7 Pengumpulan dan Analisis Data

Setelah pengujian selesai, semua data dikumpulkan dan dianalisis.

Page 48: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

31

III.8 Pembahasan Hasil

Dilakukan pengkajian terhadap hasil penelitian dengan

membandingkan hasil data dengan literatur yang mendukung.

III.9 Pengambilan Kesimpulan

Kesimpulan yang dilaporkan yaitu perolehan yield beserta

karakteristik senyawa sintetik yang diperoleh, konfirmasi hasil kebenaran

senyawa sintetik yang diperoleh berdasarkan hasil karakterisasi, serta

prediksi aktivitas senyawa sebagai inhibitor enzim DPP-4 dan prediksi nilai

log P.

Page 49: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Skema Reaksi Sintesis Metoksi Kuersetin

Tabel 2. Skema reaksi sintesis metoksi kuersetin

Kuersetin Metoksi Kuersetin

IV.2 Yield Senyawa Hasil Sintesis

Tabel 3. Yield senyawa hasil sintesis

Starting material

(kuersetin) Theoretical yield Actual yield Yield

1 mmol 1 mmol 0,78 mmol 78%

305 mg 372,373 mg 290,45 mg

IV.3 Sifat Fisik Senyawa Hasil Sintesis

Tabel 4. Sifat fisik senyawa hasil sintesis

Senyawa Sifat fisik

Pemerian Kelarutan Bau

Kuersetin Serbuk ringan, halus,

berwarna kuning

Mudah larut dalam

etanol dan kloroform Tidak berbau

Metoksi kuersetin

Serbuk halus,

berwarna kuning

pucat

Mudah larut dalam

etanol dan kloroform Tidak berbau

Page 50: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

33

Salah satu teknik modifikasi struktur kuersetin yaitu melalui teknik O-

alkilasi atau disebut eterifikasi. Eterifikasi pada senyawa kuersetin dilakukan

dengan subtitusi atom hidrogen pada kelima gugus hidroksil dengan gugus

metil. Dalam tahap ini, terjadi transformasi pada gugus hidroksil (-OH)

menjadi metoksi (-OCH3). Transformasi gugus hidroksil menjadi metoksi

berdasarkan konsep isoster monovalen antara hidrogen dengan kelompok

metil (Brown, 2017).

Mekanisme reaksi eterifikasi atau O-Alkilasi pada senyawa kuersetin

mirip dengan mekanisme reaksi sintesis eter Williamson (Gambar 2). Tahap

awal reaksi eterifikasi pada kuersetin yaitu kelompok fenolik akan mengalami

deprotonasi dalam suasana basa membentuk ion fenoksida. Penambahan

kalium karbonat yang bersifat basa lemah sudah mampu untuk

mendeprotonasi hidrogen pada kelompok fenolik sehingga tidak diperlukan

basa kuat. Selanjutnya, melalui reaksi subtitusi nukleofilik, ion fenoksida

akan bereaksi dengan alkil halida. Alkil halida yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metil iodida (CH3I). Ion fenoksida yang bersifat

nukleofilik berikatan dengan karbon pada gugus metil iodida sehingga terjadi

perubahan gugus hidroksil (-OH) menjadi gugus metoksi (-OCH3) (Laue, T.

and Plagens, A. 2005).

Deteksi awal produk hasil sintesis dapat diketahui dari hasil analisis

kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan plat silika GF254 sebagai fasa

diam dan campuran kloroform:metanol (20:1) sebagai eluen, serta

penampak noda UV 254 nm dan 366 nm. Purifikasi menggunakan

Page 51: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

34

kromatografi kolom dengan silika gel sebagai fasa diam dan campuran

kloroform:metanol (20:1) sebagai cairan pengelusi dilakukan untuk

menghilangkan sisa senyawa awal (kuersetin) sehingga didapatkan produk

berupa senyawa metoksi kuersetin. Senyawa sintetik yang diperoleh

sebanyak 290,45 mg dengan yield 78%. Karakteristik senyawa berupa

serbuk halus berwarna kuning pucat, mudah larut dalam etanol dan

kloroforom, tidak berbau. Selanjutnya, dilakukan karakterisasi untuk

konfirmasi senyawa sintetik yang diperoleh.

IV.4 Hasil Karakterisasi

Karakterisasi senyawa hasil sintesis sangat penting untuk dilakukan

karena melalui data karakterisasi dapat dilakukan konfirmasi apakah

senyawa sintetik yang diperoleh telah sesuai dengan yang diharapkan atau

tidak. Dalam penelitian ini digunakan beberapa instrumen analisis untuk

karakterisasi senyawa, seperti spektrofotometer UV-Vis, spektrofotometer

Fourier Transform–Infra Red (FT-IR), Spektroskopi Electro-Spray Ionization

Mass (ESI-MS), dan spektroskopi proton resonansi nuklir magnetik (1H-

NMR).

Tabel 5. Profil KLT dan Spektrofotometri UV-Vis

Karakterisasi Kuersetin Metoksi kuersetin

KLT

Nilai Rf : 0,02

Eluen :

Kloroform:metanol (20:1)

Penampakan noda:

-UV 254 : Spot noda kuning

-UV 366 : Tidak berfloresensi

Nilai Rf : 0,55

Eluen :

Kloroform:metanol (20:1)

Penampakan noda:

-UV 254 : Berfloresensi

-UV 366 : Berfloresensi

Page 52: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

35

Karakterisasi Kuersetin Metoksi kuersetin

UV-Vis

Λmax Λmax

371 nm

255 nm

212 nm

340 nm

248 nm

204 nm

Analisis kualitatif suatu senyawa dapat dilakukan dengan kromatografi

lapis tipis (KLT) dengan melihat nilai Rf. Nilai Rf diperoleh dengan

membandingkan jarak tempuh senyawa dengan jarak tempuh eluen.

Berdasarkan data yang diperoleh (Tabel 5), senyawa metoksi kuersetin

bersifat lebih non-polar dibandingkan dengan senyawa kuersetin. Hal

tersebut ditunjukkan oleh nilai Rf metoksi kuersetin yang lebih besar

dibandingkan dengan nilai Rf kuersetin. Profil KLT senyawa kuersetin dan

metoksi kuersetin diperlihatkan pada Gambar 3.

Analisis UV-Vis digunakan untuk mengetahui karakteristik suatu

senyawa terhadap sinar UV maupun sinar tampak (Visible) yang diukur pada

panjang gelombang (λ) 200−800 nm. Aspek kualitatif yang diperhatikan

adalah panjang gelombang maksimum (Tabel 5). Berdasarkan literatur,

spektra senyawa flavonoid menunjukkan dua pita serapan atau puncak pada

rentang 200-400 nm karena senyawa flavonoid mempunyai sistem aromatik

terkonjugasi. Kedua pita atau puncak tersebut yaitu pita I (300-380 nm) dan

pita II (240-280 nm). Pita I muncul sebagai serapan pada daerah cincin B,

yaitu sistem sinamoil. Sedangkan pita II muncul sebagai serapan pada

daerah cincin A, yaitu sistem benzoil (Mabry TJ et al, 1970). Berdasarkan

literatur, kuersetin memiliki dua panjang gelombang, sekitar 372 nm (Pita I)

Page 53: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

36

dan 256 nm (Pita II). Hasil karakterisasi UV-Vis menunjukkan bahwa setelah

gugus hidroksil kuersetin berubah menjadi gugus metoksi, terjadi pergeseran

biru atau disebut hipsokromik, baik pada pita I dan pita II. Spektra panjang

gelombang maksimum senyawa kuersetin dan metoksi kuersetin

diperlihatkan pada Gambar 4.

Tabel 6. Hasil pengukuran FT-IR

Senyawa Bilangan gelombang (cm-1) Intensitas Kemungkinan

gugus fungsi

Kuersetin

3323,35; 3408,22 Kuat O-H

2941,44 Lemah C-H Aromatik

1517,98 Sedang C=C

1012,63; 1168,86;

1257,59 Kuat C-O

1610,56; 1666,5 Kuat C=O

Metoksi

Kuersetin

1157,29 Kuat C-O-C

1450,47 Kuat -CH3

2929,87 Lemah C-H Aromatik

1514,12 Sedang C=C

1020,34; 1053,13; 1107,14 Kuat C-O

1604,77; 1627,92 Kuat C=O

Analisis menggunakan FT-IR menunjukan adanya perbedaan spektra

IR dari senyawa kuersetin dan metoksi kuersetin (Gambar 5). Adapun

perbedaan spektra yang muncul akibat adanya perubahan ikatan maupun

gugus fungsi pada kuersetin setelah disintesis menjadi senyawa metoksi

kuersetin. Gugus fungsi hidroksil pada kuersetin berganti menjadi gugus

metoksi. Perbedaan yang terlihat yaitu pada puncak yang

menginterpretasikan gugus hidroksil yang muncul di bilangan gelombang

3323,35 cm-1 dan 3408,22 cm-1 dengan intensitas yang kuat. Sedangkan

Page 54: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

37

pada spektra metoksi kuersetin tidak ditemukan adanya gugus hidroksil

karena pada bilangan gelombang 3444,87 cm-1 hanya terdapat puncak

dengan intensitas lemah. Tetapi pada bilangan gelombang 1157,29 cm-1

diperoleh puncak dengan intensitas kuat yang diduga gugus metoksi dan

diperkuat dengan adanya puncak dengan intensitas kuat pada bilangan

gelombang 1450,47 cm-1 yang diinterpretasikan sebagai gugus metil.

Sedangkan pada spektra kuersetin tidak menunjukkan adanya puncak

dengan intensitas yang kuat yang menunjukkan gugus metoksi.

Tabel 7. Hasil pengukuran 1H-NMR

Senyawa Nilai Proton Pola puncak Coupling constant

Kuersetin

7,68 ppm

7,54 ppm

6,88 ppm

6,40 ppm

6,18 ppm

12,49 ppm

10,77 ppm

9,58 ppm

9,33 ppm

1

1

1

1

1

1

1

1

2

Doublet

Doublet of doublet

Doublet

Doublet

Doublet

Singlet

Singlet

Singlet

Doublet

2 Hz

6,4; 2,4 Hz

8,8 Hz

1,6 Hz

1,6 Hz

-

-

-

10,44 Hz

Metoksi Kuersetin

7,67 ppm

7,14 ppm

6,82 ppm

6,49 ppm

3,89 ppm

3,85 ppm

3,75 ppm

2

1

1

1

3

9

3

Triplet

Doublet

Singlet

Singlet

Doublet

Doublet

Singlet

8,4 Hz

8,4 Hz

-

-

16,8 Hz

16,8 Hz

-

Spektra 1H-NMR menginterpretasikan jumlah proton atau hidrogen

yang terdapat dalam senyawa hasil sintesis. Senyawa kuersetin dianalisis

menggunakan pelarut DMSO-d6 pada frekuensi 400 MHz menggunakan

Page 55: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

38

standar internal tetrametilsilan (TMS). Berdasarkan hasil karakterisasi 1H-

NMR (Tabel 7), pada spektra senyawa kuersetin terdeteksi lima hidrogen

yang terikat pada atom karbon aromatik, yaitu 1H NMR (DMSO-d6) 7,68 (d,

J=2 Hz, 1H), 7,54 (dd, J=6,4; 2,4 Hz, 1H), 6,88 (d, J= 8,8 Hz, 1H), 6,40

(d, J=1,6 Hz, 1H) dan 6,18 (d, J=1,6 Hz, 1H). Selain itu, terdeteksi lima

hidrogen yang terikat pada gugus hidroksil, yaitu 1H NMR (DMSO-d6) 12,49

(s, 1H), 10,77 (s, 1H), 9,58 (s, 1H), dan 9,33 (d, J=10,44 Hz, 2H).

Terdapat puncak pada 0,0 ppm yang menunjukkan standar TMS.

Sedangkan pada 2,50 ppm hingga 3,33 ppm menunjukkan puncak yang

menunjukkan pelarut DMSO-d6.

Senyawa metoksi kuersetin dianalisis menggunakan pelarut DMSO-

d6 pada frekuensi 400 MHz menggunakan standar internal tetrametilsilan

(TMS). Jika dibandingkan dengan spektra senyawa kuersetin, terjadi

perbedaan pada spektra senyawa metoksi kuersetin (Gambar 6), karena

adanya pergeseran yang dapat diakibatkan oleh perubahan gugus fungsi

hidroksil menjadi metoksi. Berdasarkan hasil karakterisasi 1H-NMR (Tabel

7), pada spektra senyawa metoksi kuersetin terdeteksi lima hidrogen yang

terikat pada atom karbon aromatik, yaitu 1H NMR (DMSO-d6) 7,67 (t, J=8,4

Hz, 2H), 7,14 (d, J=8,4 Hz, 1H), 6,82 (s, 1H), dan 6,49 (s,1H). Selain

itu, terdeteksi lima belas hidrogen yang terikat pada gugus metoksi senyawa

metoksi kuersetin, yaitu 1H NMR (DMSO-d6) 3,89 (d, J=16,8 Hz, 3H),

3,85 (d, J=16,8 Hz, 9H), dan 3,75 (s, 3H). Terdapat puncak pada 0,0 ppm

yang menunjukkan standar TMS. Sedangkan pada 2,50 ppm hingga 3,33

Page 56: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

39

ppm menunjukkan pelarut DMSO-d6. Selain itu, terdapat dua puncak yang

diduga merupakan bagian dari impurity senyawa hasil sintesis, yaitu pada

7,95 ppm dan 8,32 ppm.

Data spektra ESI-MS menunjukan bahwa senyawa sintetik yang

diperoleh adalah metoksi kuersetin dengan nilai m/z = 372,120745 g/mol

(spektra [M+1H] = 373,12857 g/mol, spektra [2M+Na+] = 767,23175) dan

rumus molekul C20H20O7. Perhitungan massa dilakukan dengan

menjumlahkan hasil perkalian antara masing-masing unsur dengan massa

molekul pasti (exact molecular mass), dimana C=12, H=1,007825,

O=15,994915 serta Na=22,989770. Spektra ESI-MS metoksi kuersetin

diperlihatkan pada Gambar 7.

IV.5 Hasil Simulasi Docking

Tabel 8. Hasil simulasi docking

LIGAN ENERGI IKATAN

(kkal/mol)

IKATAN HIDROGEN

ASAM AMINO PANJANG IKATAN

(Å)

Linagliptin -9,2 Tyr631 2,28

Kuersetin -7,0

Glu205

Arg125

Tyr662

2,29

1,43

2,23

Metoksi Kuersetin -7,1 Ser630 2,52

Prediksi aktivitas senyawa metoksi kuersetin terhadap target enzim

Dipeptidyl Peptidase-4 (DPP-4) telah dilakukan. Hasil menunjukkan bahwa

senyawa tersebut diprediksi sebagai inhibitor enzim DPP-4 yang berperan

dalam meningkatkan efektivitas kerja dari hormon inkretin seperti GLP-1 dan

Page 57: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

40

GIP yang berperan dalam memicu sekresi insulin bagi penderita DM tipe 2.

Hal tersebut dapat dilihat dari energi interaksi yang dihasilkan terhadap

residu asam amino pada sisi aktif enzim DPP-4 (Tabel 8). Namun,

mekanisme aksi dari senyawa tersebut sebagai inhibitor enzim DPP-4 belum

bisa dipastikan, karena docking molekuler hanya melihat interaksi antar

permukaan ligan dengan residu asam amino, sehingga dibutuhkan pengujian

lanjutan. Hasil docking memberi prediksi bahwa senyawa metoksi kuersetin

memiliki kemiripan dengan kuersetin dalam hal energi interaksi terhadap sisi

aktif enzim DPP-4, dapat dilihat dari nilai energi interaksi yang hampir sama

dan mendekati nilai energi interaksi dari linagliptin yang merupakan obat

golongan DPP-4 inhibitor. Namun, terdapat perbedaan yang dapat dilihat dari

residu asam-asam amino yang berikatan pada masing-masing ligan

(linagliptin, kuersetin, dan metoksi kuersetin). Hal ini memprediksikan bahwa

senyawa metoksi kuersetin memiliki potensi aktivitas penghambatan

terhadap enzim DPP-4, seperti linagliptin dan kuersetin yang pada penelitian

sebelumnya telah dilaporkan dapat berperan sebagai inhibitor enzim DPP-4

dalam penanganan DM tipe 2, namun mekanisme aksi metoksi kuersetin

belum bisa diketahui secara jelas.

Simulasi docking molekuler dilakukan menggunakan AutoDock

Vina1.1.2 untuk melihat interaksi yang kemungkinan terjadi antara senyawa

uji dengan protein target. Dilakukan preparasi terlebih dahulu terhadap ligan

dan protein target yaitu dengan melakukan protonasi untuk melihat

kemungkinan adanya ikatan hidrogen yang terbentuk. Penentuan koordinat

Page 58: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

41

protein target dilakukan dengan mengatur gridbox pada binding site.

Pengukuran nilai Root Mean Square Deviation (RMSD) dilakukan dengan

melihat hasil tumpang tindih ligan copy linagliptin setelah dilakukan docking

terhadap situs pengikatan Enzim DPP-4 dibandingkan dengan struktur tiga

dimensi Linagliptin (native ligand) pada posisi pengikatan yang sama dari

hasil kristalografinya, diperoleh nilai RMSD sebesar 1,1625 Å. Nilai RMSD

menunjukkan perbedaan koordinat antara kedua ligan. Semakin kecil nilai

RMSD, semakin mirip kedua ligan yang ditumpang tindihkan. Nilai RMSD

yang masih dapat diterima yaitu <2 Å (Castro-Alvarez, A., 2017). Pose

tumpang tidih antara linagliptin (native ligand) dengan linagliptin (hasil

docking) diperlihatkan pada Gambar 8.

Gambar 8. Pose tumpang tindih ligan asli (native ligand) linagliptin dengan ligan hasil docking

Page 59: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

42

Hasil docking senyawa linagliptin terhadap enzim DPP-4 (PDB ID:

2RGU) dengan Autodock Vina®1.1.2 menghasilkan energi ikatan sebesar -

9,2 kkal/mol. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat adanya interaksi

antara linagliptin dengan enzim DPP-4 yang ditandai adanya ikatan

hidrogen dan ikatan van der Waals dengan residu asam amino pada sisi

pengikatan. Terdapat 1 ikatan hidrogen yaitu pada asam amino Tyr631.

Terdapat ikatan van der Waals dengan residu asam amino Tyr752, Arg125,

Glu205, Gly741, Gly632, dan Ser630. Selain itu juga terdapat interaksi lain

berupa interaksi pi-alkil dengan asam amino Tyr666, Phe375 , Val711 dan

Val656, interaksi pi-sigma dengan Tyr662, serta interaksi pi-pi dengan Tyr547

dan Trp629. Interaksi antara linagliptin dengan enzim DPP-4 diperlihatkan

pada Gambar 9.

Gambar 9. Interaksi antara linagliptin dengan residu enzim DPP-4

Page 60: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

43

Hasil docking senyawa kuersetin terhadap enzim DPP-4 (PDB ID:

2RGU) dengan Autodock Vina®1.1.2 menghasilkan energi ikatan sebesar -

7,0 kkal/mol. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat adanya interaksi

antara kuersetin dengan enzim DPP-4 yang ditandai adanya ikatan

hidrogen dan ikatan van der Waals dengan residu asam amino pada sisi

pengikatan. Terdapat 3 ikatan hidrogen yaitu pada asam amino Glu205,

Arg125, dan Tyr662. Terdapat ikatan van der Waals dengan residu asam

amino Asn710, His740, Ser630, Trp629, Glu206, Gly632, dan Tyr 544. Selain itu

juga terdapat interaksi lain berupa interaksi pi-pi dengan Tyr547. Interaksi

antara kuersetin dengan enzim DPP-4 diperlihatkan pada Gambar 10.

Gambar 10. Interaksi antara kuersetin dengan residu enzim DPP-4

Page 61: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

44

Hasil docking senyawa metoksi kuersetin terhadap enzim DPP-4

(PDB ID: 2RGU) dengan Autodock Vina®1.1.2 menghasilkan energi ikatan

sebesar -7,1 kkal/mol. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat adanya

interaksi antara metoksi kuersetin dengan enzim DPP-4 yang ditandai

dengan adanya ikatan hidrogen dan ikatan van der Waals dengan residu

asam amino pada sisi pengikatan enzim DPP-4. Terdapat 1 ikatan hidrogen

yaitu pada asam amino Ser630 dengan panjang ikatan 2,52 Å. Panjang

ikatan menunjukkan jarak antara residu asam amino dengan atom dari ligan

yang saling berikatan. Semakin pendek panjang ikatan, menunjukkan

interaksi antar residu yang berikatan semakin kuat dan menghasilkan nilai

energi interaksi tertentu. Terdapat ikatan van der Waals antara metoksi

kuersetin dengan residu asam amino Glu206, Tyr666, Tyr662, Tyr631, His740,

dan Lys554. Selain itu, terdapat interaksi lain berupa interaksi pi-pi antara

cincin A dan C metoksi kuersetin dengan Tyr547 dan interaksi pi-amida

antara cincin B metoksi kuersetin dengan Trp629. Interaksi pi-pi merupakan

interaksi antar dua molekul yang memiliki struktur planar dan memiliki ikatan

pi, seperti interaksi antar senyawa aromatik maupun heterosiklik. Interaksi

antara metoksi kuersetin dengan enzim DPP-4 diperlihatkan pada Gambar

11.

Page 62: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

45

Gambar 11. Interaksi antara metoksi kuersetin dengan residu enzim DPP-4

IV.6 Hasil Prediksi Nilai Logaritma Koefisien Partisi (log P)

Tabel 9. Hasil prediksi log P

Senyawa log P

Kuersetin 0,35

Metoksi kuersetin 1,76

Hasil prediksi nilai log P pada struktur senyawa kuersetin dan

metoksi kuersetin menunjukkan perbedaan terkait sifat lipofilisitas kedua

senyawa tersebut (Tabel 9). Sifat kepolaran suatu senyawa juga

ditunjukkan dari prediksi log P. Semakin besar nilai log P menunjukkan

suatu senyawa bersifat lebih non polar atau lipofilik (Siswandono dan

Soekardjo, 2008). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa senyawa

metoksi kuersetin lebih non polar dibanding kuersetin, yang berarti memiliki

Page 63: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

46

sifat lipofilisitas yang lebih baik dibanding kuersetin. Sifat lipofilisitas yang

semakin baik menunjukkan absorpsi senyawa semakin baik, dimana salah

satu syarat suatu senyawa dapat mencapai target yaitu harus dapat

diabsorpsi dengan baik (Chairn D, 2012; Kokate, A et al, 2008). Hal ini

mendukung hasil penelitian sebelumnya yang melaporkan bahwa

penyisipan gugus metoksi pada senyawa flavon yang menggantikan gugus

hidroksil akan meningkatkan kestabilan metabolik, dalam hal ini mencakup

aspek absorpsi atau permeabilitas. Hasil prediksi nilai log P senyawa

kuersetin dan metoksi kuersetin diperlihatkan pada Gambar 12.

Page 64: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

47

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Telah diperoleh senyawa metoksi kuersetin melalui eterifikasi pada

kelima gugus hidroksil kuersetin. Karakterisasi dan elusidasi struktur yang

dilakukan terhadap senyawa tersebut dengan beberapa metode

spektroskopi (UV-VIS, FT-IR, 1H-NMR, dan ESI-MS) menyatakan bahwa

senyawa yang diperoleh adalah metoksi kuersetin dengan yield sebesar

78%. Berdasarkan telaah in silico, metoksi kuersetin diprediksi sebagai

kandidat antidiabetes yang berperan sebagai inhibitor aktivitas enzim

Dipeptidyl Peptidase-4 (DPP-4). Senyawa metoksi kuersetin memiliki

prediksi log P lebih besar dibanding kuersetin yang menunjukkan tingkat

lipofilisitas yang tinggi sehingga diprediksi memiliki permeabilitas yang lebih

baik dibanding kuersetin.

V.2 Saran

Dilakukan eksperimen secara in vitro menggunakan senyawa

sintetik metoksi kuersetin terhadap enzim Dipeptidyl Peptidase-4 (DPP-4)

untuk membuktikan hasil prediksi berdasarkan hasil telaah in silico yang

telah dilakukan.

Page 65: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

48

DAFTAR PUSTAKA

Abraham DJ. (Editor). 2003. Burger’s Medicinal Chemistry and Drug Discovery. 6th ed. John Wiley and Son Inc. USA. p.289-290. Available as PDF file.

Aswad, M., Tjang Ricky Tjandra, and Gemini Alam. 2012. Molecular Docking

Study of α−Glucosidase with Quercetin Derivatives. In: 2nd International Conference for Science and Technology. (proceeding).

Baby B, Antony P, Al Halabi W, Al Homedi Z, Vijayan R. 2016. Structural

Insights Into The Polypharmacological Activity Of Quercetin On Serine/Threonine Kinases. Drug Design, Development And Therapy.10:3109-3123.

Brieger, G., Hachey, D., and Nestrick, T. 1968. Convenient O-Alkylation of

Phenols. Journal of Chemical and Engineering Data. 13(4): 581-582.

Brown, N. (Editor). 2012. Bioisosterism in Medicinal Chemistry. Wiley-VCH Verlag & Co. KGaA, Boschstr. Germany. p. 1-14. Available as PDF file.

Cairns, D. 2012. Essentials of Pharmaceutical Chemistry. 4th ed.

Pharmaceutical Press. London. p.29-39. Available as PDF file.

Castro-Alvarez, A., Costa, A.M. and Vilarrasa, J. 2017. The Performance of Several Docking Programs at Reproducing Protein–Macrolide-Like Crystal Structures. Molecules. 22(1): 136.

Fessenden, R.J. and Joan S. Fessenden. 1982. Organic Chemistry. 2nd ed. Willard Grant Press. Massachusetts. p.328-355, 934-936. Available as PDF file.

Firănescu, A.G., Popa, A., Sandu, M.M., Protasiewicz, D.C., Popa, S.G. and

Moţa, M. 2016. The Global Prevalence and Incidence of Diabetes Mellitus and Pulmonary Tuberculosis. Romanian Journal of Diabetes Nutrition and Metabolic Diseases. 23(3): 319-326.

Gandjar IG dan Rohman A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar.

Yogyakarta. 220-296.

Page 66: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

49

G.H. Jeffery, J. Bassett, J. Mendham, and R.C. Denney. 1989. Vogel’s Textbook Of Quantitative Chemical Analysis. 5th ed. John Wiley & Sons, Inc. New York. p.741-745. Available as PDF file.

Ho CS, Lam CW, Chan MH, Cheung RC, Law LK, Lit LC, Ng KF, Suen MW,

Tai HL. 2003. Electrospray Ionisation Mass Spectrometry: Principles and Clinical Applications. The Clinical Biochemist Reviews. 24(1):3-12.

Kroemer, R.T. 2007. Structure-Based Drug Design: Docking and

Scoring. Current Protein and Peptide Science. 8(4): 312-328. Kokate, A., Li, X. and Jasti, B. 2008. Effect of Drug Lipophilicity and

Ionization on Permeability Across the Buccal Mucosa: A Technical Note. AAPS PharmSciTech. 9(2): 501-504.

Laue, T. and Plagens, A. 2005. Named Organic Reactions. 2nd ed. John

Wiley & Sons, Ltd. England. p.291-293. Available as PDF File.

Lakhanpal, P. and Rai, D.K., 2007. Quercetin: a versatile flavonoid. Internet

Journal of Medical Update. 2(2): 22-37. Lu K, Chu J, Wang H, Fu X, Quan D, Ding H, Yao Q, Yu P. 2013.

Regioselective Iodination of Flavonoids By N-Iodosuccinimide Under Neutral Conditions. Tetrahedron Letters. 54(47):6345-6348.

Mabry T.J, Markham KR, and Thomas MB. 1970. The Systematic

Identification of Flavonoid. Springer-Verlag. New York. Massi, A., Bortolini, O., Ragno, D., Bernardi, T., Sacchetti, G., Tacchini, M.

and De Risi, C., 2017. Research Progress in the Modification of Quercetin Leading to Anticancer Agents. Molecules. 22(8): 1-27.

Patani, G.A. and LaVoie, E.J. 1996. Bioisosterism: A Rational Approach in

Drug Design. Chemical reviews. 96(8): 3147-3176. Rubiyanto, Dwiarso. 2016. Teknik Dasar Kromatografi. Deepublish.

Yogyakarta. 23-27. Rubiyanto, Dwiarso. 2017. Metode Kromatografi: Prinsip Dasar, Praktikum,

dan Pendekatan Pembelajaran Kromatografi. Deepublish. Yogyakarta. 26-39.

Siswandono dan Soekardjo, B. 2008. Kimia Medisinal. Airlangga Universy

Press. Surabaya. 259-262.

Page 67: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

50

Stuart, Barbara. 2004. Infrared Spectroscopy: Fundamentals and

Applications. John Wiley & Sons, Inc. New York. Available as PDF file. Tapan, Erik. 2005. Kesehatan Keluarga: Penyakit Degeneratif. PT Elex

Media Komputindo. Jakarta. 61-63. Thornberry, N.A. and Gallwitz, B. 2009. Mechanism of Action Of Inhibitors

of Dipeptidyl-Peptidase-4 (DPP-4). Best Practice & Research Clinical Endocrinology & Metabolism. 23(4): 479-486.

Wade, L.G. 2017. Ether. (Online).

(https://www.britannica.com/science/ether-chemical-compound)

Walle, T. 2009. Methylation of Dietary Flavones Increases Their Metabolic

Stability and Chemopreventive Effects. International Journal of Molecular Sciences. 10(11): 5002-5019.

Page 68: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

51

LAMPIRAN 1 SKEMA KERJA

• Sintesis dan Karakterisasi Metoksi Kuersetin

Pengadukan kontinyu 10 jam, refluks Monitoring KLT (kloroform:metanol (20:1)

Diambil lapisan organik Dicuci dengan air suling (3x10 mL)

Disaring, dikeringkan

Purifikasi (kromatografi kolom, kloroform:metanol (20:1))

Senyawa murni

Penentuan bobot

molekul dengan ESI-MS

Penentuan jumlah

hidrogen dengan 1H-NMR

Kuersetin (305 mg; 1 mmol) + dimetilformamida (5 mL) + kalium karbonat (828 mg; 6 mmol) + metil iodida (994 mg; 7 mmol)

Diklorometan (20 mL) + asam klorida (0,1 M; 10 mL)

Lapisan organik + magnesium sulfat

Karakterisasi

Penentuan panjang

gelombang maksimum

dengan spektrofotometri

UV-Vis

Penentuan gugus fungsi

dengan FT-IR

Interpretasi data

Kesimpulan

Page 69: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

52

• Prediksi Aktivitas Senyawa

Pengambilan data

Pemodelan molekul

Docking molekul pada protein target

Validasi dan Kalkulasi nilai scoring

Analisis data

Pembahasan

Kesimpulan

Page 70: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

53

LAMPIRAN 2 GAMBAR PENELITIAN

Gambar 3. Profil KLT (UV 254) Gambar 3. Profil KLT (UV 366)

Keterangan :

Q = Kuersetin (starting material)

MQ = Metoksi kuersetin (produk sintesis)

Eluen = kloroform:metanol (20:1)

Page 71: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

54

Gambar 13. Proses sintesis

(Refluks)

Gambar 14. Monitoring reaksi (KLT)

Gambar 15. Purifikasi (Kromatografi

Kolom)

Gambar 16. Penguapan pelarut

(Rotary evaporator)

Page 72: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

55

Gambar 17.Spektrofotometer UV-Vis Gambar 18. Spektrofotometer FT-IR

Gambar 19. Spektrometer Nuclear

Magnetic Resonance (NMR)

Gambar 20. Spektrometer

Electrospray Ionization Mass (ESI-

MS)

Page 73: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

56

LAMPIRAN 3

SPEKTRA DAN PREDIKSI LOG P

• Spektra Spektrofotometri UV

(a)

(b)

Gambar 4. Spektra Spektrofotometri UV-Vis (a) Kuersetin; (b) Metoksi kuersetin)

Page 74: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

57

• Spektra FTIR

(a)

(b)

Gambar 5. Spektra FT-IR (a) Kuersetin; (b) Metoksi kuersetin)

O-H

C-H Aromatik

C=O

C-H Aromatik

C=O

C-O-C

-CH3

Page 75: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

58

• Spektra 1H-NMR

(a)

(b)

Gambar 6. Spektra 1H-NMR (a) Kuersetin; (b) Metoksi kuersetin

Page 76: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

59

• Spektra ESI-MS

Gambar 7. Spektra ESI-MS Metoksi kuersetin

M+H+

M+Na+

2M+Na+

C20H20O7 Exact mass = 372,120745 g/mol [M] Molecular weight = 372,373 g/mol

Page 77: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

60

• Prediksi log P

(a)

(b)

Gambar 12. Prediksi log P (a) kuersetin; (b) metoksi kuersetin

O

OH

OH

OH

OOH

HOBoiling Point: 1135,37 [K]Melting Point: 970,62 [K]

Gibbs Energy: -606,34 [kJ/mol]Log P: 0,35

O

O

O

O

OO

O

CH3

H3C

CH3

CH3

CH3

Boiling Point: 967,13 [K]Melting Point: 680,50 [K]

Gibbs Energy: -372,46 [kJ/mol]Log P: 1,76

Page 78: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

61

LAMPIRAN 4

MEKANISME REAKSI

Kuersetin Ion fenoksida

Ion fenoksida Metoksi kuersetin

O

O

O

O

O

O

O O

O

O

O

O

O

O

CH3

CH3

CH3

CH3

H3CCH3I

DMF

Page 79: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

62

LAMPIRAN 5

PERHITUNGAN

Perhitungan yield senyawa metoksi kuersetin

Bobot kuersetin (starting material) = 305 mg

Massa molekul relatif (Mr) kuersetin = 302,238 g/mol

mmol kuersetin = Bobot kuersetin

Mr kuersetin

= 305

302,238

= 1 mmol

1 mmol kuersetin setara dengan 1 mmol metoksi kuersetin

Massa molekul relatif (Mr) metoksi kuersetin = 372,373 g/mol

Theoretical yield metoksi kuersetin = Mr metoksi kuersetin x mmol metoksi kuersetin

= 372,373 x 1

= 372,373 mg (1 mmol)

Actual yield metoksi kuersetin = 290,45 mg (0,78 mmol)

Yield metoksi kuersetin = Actual yield

Theoretical yield𝑥100%

= 0,78

1x100%

= 78 %

Page 80: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN PREDIKSI IN SILICO AKTIVITAS

63