sindrom nefrotik tinjauan pustaka

Upload: najua-saleh

Post on 02-Mar-2016

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sn

TRANSCRIPT

SINDROM NEFROTIKI. PENDAHULUAN

Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis yang ditandai dengan edema anasarca, proteinuria masif (> 3,5 g/hari atau rasio protein kreatinin pada urin sewaktu > 300-350 mg/mmol), hipoalbuminemia (< 3,5 g/dl), hiperkolesterolemia dan lipiduria. Pada proses awal atau SN ringan untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala tersebut harus ditemukan.

SN dapat terjadi pada semua usia, dengan perbandingan pria dan wanita 1:1 pada orang dewasa. SN terbagi menjadi SN primer yang tidak diketahui kausanya dan SN sekunder yang dapat disebabkan oleh infeksi, penyakit sistemik, metabolik, obat-obatan, dan lain-lain.

Proteinuria masif merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN yang berat yang disertai kadar albumin serum rendah ekskresi protein dalam urin juga berkurang. Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada SN. Hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan lipiduria, gangguan keseimbangan nitrogen, hiperkoagulabilitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang, serta hormon tiroid sering dijumpai pada SN. Umumnya pada SN fungsi ginjal normal kecuali pada sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir. Pada beberapa episode SN dapat sembuh sendiri dan menunjukkan respon yang baik terhadap terapi steroid, tetapi sebagian lagi dapat berkembang menjadi kronik.

II. ETIOLOGI

Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung (connective tissue disease), obat atau toksin, dan akibat penyakit sistemik.Klasifikasi dan penyebab sindrom nefrotik didasarkan pada penyebab primer (gangguan glomerular karena umur), dan sekunder (penyebab sindrome nefrotik). a. Penyebab Primer

Umumnya tidak diketahui kausnya dan terdiri atas sindrome nefrotik idiopatik (SNI) atau yang sering disebut juga SN primer yang bila berdasarkan gambaran dari histopatologinya, dapat terbagi menjadi ;1. Sindroma nefrotik kelainan minimal2. Nefropati membranosa3. Glomerulonephritis proliferative membranosa4. Glomerulonephritis stadium lanjut b. Penyebab Sekunder a. Infeksi : malaria, hepatitis B dan C, GNA pasc infeksi, HIV, sifilis, TB, lepra, skistosoma.b. Keganasan : leukemia, Hodgkins disease, adenokarsinoma :paru, payudara, colon, myeloma multiple, karsinoma ginjal.c. Jaringan penghubung : SLE, artritis rheumatoid, MCTD (mixed connective tissisease).d. Metabolik : Diabetes militus, amyloidosis.e. Efek obat dan toksin : OAINS, preparat emas, penisilin, probenesid, kaptopril, heroin. Berdasarkan respon steroid, dibedakan respon terhadap steroid (sindrom nefrotik yang sensitive terhadap steroid (SNSS) yang lazimnya berupa kelainan minimal, tidak perlu biopsy), dan resisten steroid atau SNRS yang lazimnya bukan kelainan minimal dan memerlukan biopsy.III. EPIDEMIOLOGI

Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar (74%) dijumpai pada usia 2-7 tahun. Rasio laki-laki : perempuan= 2:1, sedangkan pada masa remaja dan dewasa rasio ini berkisar 1:1. Biasanya 1 dari 4 penderita sindrom nefrotik adalah penderita dengan usia>60 tahun. Namun secara tepatnya insiden dan prevalensi sindrom nefrotik pada lansi tidak diketahui karena sering terjadi salah diagnosa.IV. PATOFISIOLOGI

a. Proteinuria

Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat kerusakan glomerulus ( kebocoran glomerulus) yang ditentukan oleh besarnya molekul dan muatan listrik, dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuria tubular). Dalam keadaan normal membrane basal glomerulus (MBG) memiliki mekanisme penghalan untuk mencegah kebocoran plasma. Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada SN kedua mekanisme penghalang itu terganggu. Selain itu konfigurasi molekul protein juga menentukan lolos tidaknya protein melalui MBG. Perubahan integritas membrane basalis glomerulus menyebabkan peingkatan permeabilitas glomerulus terhadap perotein plasma dan protein utama yang dieksresikan dalam urin adalah albumin.

Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul kecil misalnya albumin, sedangkan non-selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul besar seperti imunoglobin. Selektivitas proteinuria ditentukan oleh keutuhan struktur MBG.

Pada SN yang disebabkan oleh GNLM ditemukan proteinuria selektif. Pemeriksaan mikroskop electron memperlihatkan fusi foot processus sel epitel visceral glomerulus dan terlepasnya sel dari struktur MBG. Berkurangnya kandungan heparin sulfat proteoglikan pada GNLM menyebabkan muatan negative MBG menurun dan albuminb. Hipoalbuminemia

Hipoalbumin disebabka oleh hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya meningkat ( namun tidak memadai untuk mengganti kehilagan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal menurun

Peningkatan permeabilitas glomerulus menyebabkan albuminuria dan hipoalbumineia. Sebagai akibatnya hipoalbuminemia menurunkan tekanan onkotik plasma koloid, meyebabkan peningkatan filtrasi transkapiler cairan keluar tubuh dan menigkatkan edema.c. Hiperlipidemia

Kolesterol serum, VLDL (very low density lipoprotein), LDL (low density lipoprotein), trigliserida meningkat sedangkan HDL (high density lipoprotein) dapat meningkat, normal atau meningkat.Hal ini disebabkan sintesis hipotprotein lipid disintesis oleh penurunan katabolisme di perifer.Peningkatan albumin serum dan penurunan tekanan onkotik.d. Hiperkoagulabilitas

Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein S, C, dan plasminogen activating factor dalam urin dan meningkatnya factor V, VII, VIII, X, trombosit, fibrinogen, peningkatan agregasi trombosit, perubahan fungsi sel endotel serta menurunnya factor zymogen.V. TANDA DAN GEJALA

Gejala pertama yang muncul meliputi anorexia,rasa lemah, urin berbusa (disebabkan oleh konsentrasi urin yang tinggi). Retensi cairan menyebabkan sesak nafas ,oligouri, arthralgia, ortostatik hipotensi, dan ascites.Untuk tanda dan gejala yang lain timbul akibat komplikasi dari sindroma nefrotik.VI. DIAGNOSA

Diagnosa SN dibuat berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium berupa proteinuria massif >3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari), hipoalbuminemia 2g/g, ini mengarahkan pada kadar protein urin per hari sebanyak 3g. Albumin serum kualitatif : ++ sampai ++++

kuantitatif :> 50 mg/kgBB/hari (diperiksa dengan memakai reagen ESBACH) Pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologis

USG renalTerdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik. Biopsi ginjal

Biopsi ccginjal diindikasikan pada anak dengan SN congenital, onset usia> 8 tahun, resisten steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta terdapat manifestasi nefritik signifikan.Pada SN dewasa yang tidak diketahui asalnya, biopsy mungkin diperlukan untuk diagnosis.Penegakan diagnosis patologi penting dilakukan karena masing-masing tipe memiliki pengobatan dan prognosis yang berbeda. Penting untuk membedakan minimal-change disease pada dewasa dengan glomerulosklerosisfokal, karena minimal-change disease memiliki respon yang lebih baik terhadap steroid.2 Darah:Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai : Protein total menurun (N: 6,2-8,1 gm/100ml)

Albumin menurun (N:4-5,8 gm/100ml)

1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml)

2 globulin meninggi (N: 0,4-1 gm/100ml)

globulin normal (N: 0,5-0,9 gm/100ml)

globulin normal (N: 0,3-1 gm/100ml)

rasio albumin/globulin 3 g/dl, kolesterol serum < 300 mg/dl, diuresis lancar dan edema hilang. Remisi parsial jika proteinuria2,5 g/dl, kolesterol serum 2 kali dalam periode 6 bulan pertama setelah respons awal atau > 4 kali dalam periode 12 bulan. Sindrom nefrotik dependen steroid bila dua relaps terjadi berturut-turut pada saat dosis steroid diturunkan atau dalam waktu 14 hari setelah pengobatan dihentikan.

Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid dapat diberikan dengan steroid jangka panjang, yaitu setelah remisi dengan prednison dosis penuh dilanjutkan dengan steroid alternating dengan dosis yang diturunkan bertahap sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1-0,5 mg/kg secara alternating. Dosis ini disebut sebagai dosis treshold, diberikan minimal selama 3-6 bulan, kemudian dicoba untuk dihentikan.Pengobatan lain adalah menggunakan terapi nonsteroid yaitu:Siklofosfamid, Klorambusil, Siklosporin A, Levamisol, obat imunosupresif lain, dan ACE inhibitor.Obat-obat ini utamanya digunakan untuk pasien-pasien yang non-responsif terhadap steroid.Terapi Suportif/Simtomatik

Proteinuria

ACE inhibitor diindikasikan untuk menurunkan tekanan darah sistemik dan glomerular serta proteinuria. Obat ini mungkin memicu hiperkalemia pada pasien dengan insufisiensi ginjal moderat sampai berat.Restriksi protein tidak lagi direkomendasikan karena tidak memberikan progres yang baik.Edema

Diuretik hanya diberikan pada edema yang nyata, dan tidak dapat diberikan SN yang disertai dengan diare, muntah atau hipovolemia, karena pemberian diuretik dapat memperburuk gejala tersebut.Pada edema sedang atau edema persisten, dapat diberikan furosemid dengan dosis 1-3 mg/kg per hari.Pemberian spironolakton dapat ditambahkan bila pemberian furosemid telah lebih dari 1 minggu lamanya, dengan dosis 1-2 mg/kg per hari.Bila edema menetap dengan pemberian diuretik, dapat diberikan kombinasi diuretik dengan infus albumin.Pemberian infus albumin diikuti dengan pemberian furosemid 1-2 mg/kg intravena.Albumin biasanya diberikan selang sehari untuk menjamin pergeseran cairan ke dalam vaskuler dan untuk mencegah kelebihan cairan (overload).Penderita yang mendapat infus albumin harus dimonitor terhadap gangguan napas dan gagal jantung.Dietetik

Jenis diet yang direkomendasikan ialah diet seimbang dengan protein dan kalori yang adekuat. Kebutuhan protein anak ialah 1,5 2 g/kg, namun anak-anak dengan proteinuria persisten yang seringkali mudah mengalami malnutrisi diberikan protein 2 2,25 g/kg per hari. Maksimum 30% kalori berasal dari lemak.Karbohidrat diberikan dalam bentuk kompleks seperti zat tepung dan maltodekstrin.Restriksi garam tidak perlu dilakukan pada SNSS, namun perlu dilakukan pada SN dengan edema yang nyata.Infeksi

Penderita SN sangat rentan terhadap infeksi, yang paling sering ialah selulitis dan peritonitis.Hal ini disebabkan karena pengeluaran imunoglobulin G, protein faktor B dan D di urin, disfungsi sel T, dan kondisi hipoproteinemia itu sendiri.Pemakaian imunosupresif menambah risiko terjadinya infeksi.Pemeriksaan fisis untuk mendeteksi adanya infeksi perlu dilakukan.Selulitis umumnya disebabkan oleh kuman stafilokokus, sedang sepsis dapa SN sering disebabkan oleh kuman Gram negative. Peritonitis primer umumnya disebabkan oleh kuman Gram-negatif dan Streptococcus pneumoniae sehingga perlu diterapi dengan penisilin parenteral dikombinasikan dengan sefalosporin generasi ke-tiga, seperti sefotaksim atau seftriakson selama 10-14 hari. Di Inggris, penderita SN dengan edema anasarka dan asites masif diberikan antibiotik profilaksis berupa penisilin oral 125 mg atau 250 mg, dua kali sehari sampai asites berkurang.Hipertensi

Hipertensi pada SN dapat ditemukan sejak awal pada 10-15% kasus, atau terjadi sebagai akibat efek samping steroid.Pengobatan hipertensi pada SN dengan golongan inhibitor enzim angiotensin konvertase, calcium channel blockers, atau beta adrenergic blockers.

Hipovolemia

Komplikasi hipovolemia dapat terjadi sebagai akibat pemakaian diuretik yang tidak terkontrol, terutama pada kasus yang disertai dengan sepsis, diare, dan muntah. Gejala dan tanda hipovolemia ialah hipotensi, takikardia, akral dingin dan perfusi buruk, peningkatan kadar urea dan asam urat dalam plasma. Pada beberapa anak memberi keluhan nyeri abdomen.Hipovalemia diterapi dengan pemberian cairan fisiologis dan plasma sebanyak 15-20 ml/kg dengan cepat, atau albumin 1 g/kg berat badan.Tromboemboli

Risiko untuk mengalami tromboemboli disebabkan oleh karena keadaan hiperkoagulabilitas. Selain disebabkan oleh penurunan volume intravaskular, keadaan hiperkoagulabilitas ini dikarenakan juga oleh peningkatan faktor pembekuan darah antara lain faktor V, VII, VIII, X serta fibrinogen, dan dikarenakan oleh penurunan konsentrasi antitrombin III yang keluar melalui urin. Risiko terjadinya tromboemboli akan meningkat pada kadar albumin plasma < 2 g/dL, kadar fibrinogen > 6 g/dL, atau kadar antitrombin III < 70%. Pada SN dengan risiko tinggi, pencegahan komplikasi tromboemboli dapat dilakukan dengan pemberian asetosal dosis rendah dan dipiridamol. Heparin hanya diberikan bila telah terhadi tromboemboli, dengan dosis 50 U/kg intravena dan dilanjutkan dengan 100 U/kg tiap 4 jam secara intravena.Hiperlipidemia

Hiperlipidemia pada SN meliputi peningkatan kolesterol, trigliserida, fosfolipid dan asam lemak. Kolesterol hampir selalu ditemukan meningkat, namun kadar trigliserida, fosfolipid tidak selalu meningkat. Peningkatan kadar kolesterol berbanding terbalik dengan kadar albumin serum dan derajat proteinuria. Keadaan hiperlipidemia ini disebabkan oleh karena penurunan tekanan onkotik plasma sebagai akibat dari proteinuria merangsang hepar untuk melakukan sintesis lipid dan lipoprotein, di samping itu katabolisme lipid pada SN juga menurun. Hiperlipidemia pada SNSS biasanya bersifat sementara, kadar lipid kembali normal pada keadaan remisi, sehingga pada keadaan ini cukup dengan pengurangan diit lemak. Pengaruh hiperlipidemia terhadap morbiditas dan mortalitas akibat kelainan kardiovaskuler pada anak penderita SN masih belum jelas.Manfaat pemberian obat-obat penurun lipid seperti kolesteramin, derivat asam fibrat atau inhibitor HMG-CoA reduktase (statin) masih diperdebatkan.IX. PROGNOSIS

Sebelum era antibiotik, infeksi merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada SN.Pengobatan SN dan komplikasinya saat ini telah menurunkan morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan sindrom.Saat ini, prognosis pasien dengan SN bergantung pada penyebabnya. Remisi sempurna dapat terjadi dengan atau tanpa pemberian kortikosteroid.

Hanya sekitar 20 % pasien dengan glomerulosklerosis fokal mengalami remisi proteinuria, 10 % lainnya membaik namun tetap proteinuria. Banyak pasien yang mengalami frequent relaps, menjadi dependen-steroid, atau resisten-steroid. Penyakit ginjal kronik dapat muncul pada 25-30 % pasien dengan glomerulosklerosis fokal segmental dalam 5 tahun dan 30-40 % muncul dalam 10 tahun.

Orang dewasa dengan minimal-change nephropathymemiliki kemungkinan relaps yang sama dengan anak-anak. Namun, prognosis jangka panjang pada fungsi ginjal sangat baik, dengan resiko rendah untuk gagal ginjal.2Pemberian kortikosteroid memberi remisi lengkap pada 67% kasus SN nefropati lesi minimal, remisi lengkap atau parsialpada 50% SN nefropati membranosa dan 20%-40% pada glomerulosklerosis fokal segmental.Perlu diperhatikan efek samping pemakaian kortikosteroid jangka lama di antaranya nekrosis aseptik, katarak, osteoporosis, hipertensi, diabetes mellitus.

Respon yang kurang terhadap steroid dapat menandakan luaran yang kurang baik. Prognosis dapat bertambah buruk disebabkan (1) peningkatan insidens gagal ginjal dan komplikasi sekunder dari SN, termasuk episode trombotik dan infeksi, atau (2) kondisi terkait pengobatan, seperti komplikasi infeksi dari pemberian imunosupressive.2Penderita SN non relaps dan relaps jarang mempunyai prognosis yang baik, sedangkan penderita relaps sering dan dependen steroid merupakan kasus sulit yang mempunyai risiko besar untuk memperoleh efek samping steroid. SN resisten steroid mempunyai prognosis yang paling buruk.

Pada SN sekunder, prognosis tergantung pada penyakit primer yang menyertainya.Pada nefropati diabetik, besarnya proteinuria berhubungan langsung tingkat mortalitas.Biasanya, ada respon yang baik terhadap blockade angiotensin, dengan penurunan proteinuria, dan level subnefrotik.Jarang terjadi remisi nyata. Resiko penyakit kardiovaskular meningkat seiring penurunan fungsi ginjal, beberapa pasienakan membutuhkan dialisis atau transplantasi ginjal.

Pada amiloidosis primer, prognosis tidak baik, bahkan dengan kemoterapi intensif. Pada amiloidosis sekunder, remisi penyebab utama, seperti rheumatoid arthritis, diikuti dengan remisi amiloidosis dan ini berhubungan dengan SN.Oleh kerana itu, ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisma kompensasi ini akan memperbaiki volume intravascular tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema semakin berat. Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium sebagai defek renal utama. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraselular meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah terjadinya retensi natrium dan edema. Kedua mekanisma tersebut ditemukan pada pasien SN.