simtem pembelajaran fisika

Upload: see-martin

Post on 11-Jul-2015

4.378 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Artikel: SISTEM PEMBELAJARAN KBK TERHADAP MOTIVASI BELAJAR PARA PESERTA DIDIK PADA BIDANG STUDI FISIKAJudul: SISTEM PEMBELAJARAN KBK TERHADAP MOTIVASI BELAJAR PARA PESERTA DIDIK PADA BIDANG STUDI FISIKA Bahan ini cocok untuk Semua Sektor Pendidikan. Nama & E-mail (Penulis): betha nurina sari Tanggal: 9/10/2004 BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN A. SISTEM PEMBELAJARAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI Sekolah dan Dinas Pendidikan Kabupaten dilibatkan secara langsung dalam penyusunan silabus kurikulum berbasis komperensi yang mulai diterapkan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dalam tahun ajaran baru tahun ini. Menurut Kepala Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Dr.Siskandar , penerapan kurikulum berbasis kompentensi itu sesuai dengan tuntutan perkembangan kondisi negara dan sistem administrasi pemerintahan. Dr.Siskandar menjelaskan bahwa materi pada kurikulum berbasis kompetensi (KBK) tidak jauh berbeda dengan kurikulum 1994 yang dpakai sekolah - sekolah pada waktu lalu.Yang membedakan antara kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dengan kurikulum sebelumnya adalah adanya partisipasi masyarakat dan pemerintah daerah di dalam menjabarkan materi kurikulum yang bersifat nasional melalui silabus. Di dalam kurikulum ini , silabus adalah isi kompetensi dan elaborasi (uraian dan rincian) materi pelajaran , pembelajran dan penilaian serta pengalokasian waktu yang disusun sesuai dengan semester dan kelas masing - masing.Silabus juga sebagai bentuk operasional kompetensi dan materi pelajaran pokok sebagai pedoman bagi guru dalam merencanakan dan melaksanakan serta mengelola kegiatan pembelajaran. Untuk menjamin bahwa kompentensi dasar yang telah ditentukan dapat dicapai maka perlu prinsip ketuntasan belajar ( mastery learning) dalam pembelajaran dan penilaian. Sebenarnya KBK itu sendiri adalah kurikulum ideal yang tidak saja akan berhasil meningkatkan kualitas pendidikan di negara kita , tetapi juga menuntut para praktisi pendidikan khususnya para guru untuk mempersiapkan seluruh potensi dirinya.Tujuan diterapkannya kurikulum berbasis kompetensi ini adalah untuk menghasilkan terjadinya demokratisasi pendidikan.Diharapkan hasil keluaran KBK dapat menciptakan lulusan yang menghargai keberagaman (misalnya dalam perbedaan pendapat , agama , ras maupun budaya). Pengkonstuksian dan penyususnan pengetahuan berlangsung dan dilakukan dari , oleh dan untuk para peserta didik.Dengan demikian , dalam penyusunan rencana pembelajaran , seorang guru harus mampu menyusunnya sehingga kelas dapat berlangsung dalam Susana fun (menyenangkan) , demokratis dan terbuka.

Pendekatan pembelajaran yang dapat dilakukan adalah pendekatan kontruktivisme , sains , teknologi dan pendekatan inquri secara utuh.Keutuhan suatu materi pelajaran tentu parameternya harus komprehensif.Misalnya guru harus cerdas , tepat seta efektif dalam menafsikan dan mengimplementasikan KBK yang menjamin tercapainya kompetensi-kompetensi tamatan. Dengan ketiga pola pendekatan tersebut di atas , para peserta didik diberikan kesempatan untuk menemukan suatu konsep dengan menggunakan kompetensi yang dimiliki.Ketercapaian penggalian dan penemuan kompetensi , dilakukan oleh peserta didik itu sendiri sehingga mereka mampu menghayati dan mengamalkan untuk bertaqwa kepada Tuhan Yyang Maha Esa , rasa ingin tahu , toleransi , berfikir terbuka , percaya diri ,kasih saying , peduli sesama , kebersamaan , kekeluargaan dan persahabatan. B. MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK Kemampuan motivasi adalah kemampuan untuk memberikan semangat kepada diri sendiri guna melakukan sesuatu yang baik dan bermanfaat.Dalam hal ini terkandung adanya unsure harapan dan optimisme yang tinggi , sehingga memiliki kekuatan semangat untuk melakuakan suatu aktivitas tertentu , misalnya dalam hal belajar.Itulah yang disebut dengan motivasi belajar. Jadi motivasi belajar para peserta didik pada bidang studi fisika adalah kemempuan atau kekuatan semangat untuk melakukan proses belajar dalam bidang studi fisika.Dengan motivasi belajar yang tinggi ,diharapkan para peserta didik akan meraih prestasi belajar fisika yang memuaskan. C. SISTEM PEMBELAJARAN FISIKA Fisika merupakan bagian adri Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) , yaitu sutau Ilmu yang mempelajari gejala dan peristiwa atau fenomena alam serta berusaha untuk mengungkap segala rahasia dan hokum smesta.Objek Fisika meliputi mempelajari karakter , gejala dan peristiwa yang terjadi atau terkandung dalam benda - benda mati atau benda yang tidak melakukan pengembangan diri. Telah diketahui bersama bahwa di aklangan siswa SMU / MA telah berkembang kesan yang kuat bahawa pelajaran Fisika merupakan pelajaran yang sulit untuk dipahami dan kurang menarik.Salah satu penyebabnya adalah kurangnya minat dan motivasi untuk mempelajari Fisika dengan senang hati , merasa terpaksa atau suatu kewajiban.Hal tersebut merupakan akibat kurangnya pemahaman tentang hakikat , kemanfaatan , keindahan dan lapangan kerja dari Fisika. Belajar Fisika akan menyenangkan kalau memahami keindahannya tau manfaatnya.Jika siswa sudah mulai tertarik baik oleh keindahannya , manfaatnya atupun dari lapangan kerjanya ,mereka akan bisa lebih mudah dalam menguasai Fisika.Maka , motivasi belajar sudah menjadi modal pertama untuk menghadapi halangan atau kesulitan apapun yang akan menghadang ketika sedang belajar Fisika. Tidak sedikit siswa yang merasa stress ketika akan mengikuti pelajaran Fisika.Hasil hasil evaluasi belajar pun menunjukkan bahwa nilai rata - rata kelas di raport untuk pelajaran Fisika seringkali merupakan nilai yang terendah disbanding dengan pelajaran pelajaran lain.Tanpa disadari ,para pendidik atau guruturut memberikan kontribusi terhadap factor yang menyebabkan kesan siswa tersebut di atas.Kesalahan - kesalahan yang cenderung dilakukan para guru , khususnya guru Fisika adalah sebagai berikut :

1. Seringkali , Fisika disajikan hanya sebagai kumpulan rumus belaka yang harus dihafal mati oleh siswa , hingga akhirnya ketika evaluasi belajar , kumpulan tersebut campur aduk dan menjadi kusut di benak siswa. 2. Dalam menyampaikan materi kurang memperhatikan proporsi materi dan sistematika penyampaian , serta kurang menekankan pada konsep dasar , sehingga terasa sulit untuk siswa. 3. Kurangnya variasi dalam pengajaran serta jarangnya digunakan alat Bantu yang dapat memperjelas gambaran siswa tentang materi yang dipelajari. 4. Kecendrungan untuk mempersulit , bukannya mempermudah.Ini sering dilakukan agar siswa tidak memandang remeh pelajaran Fisika serta pengajar atau guru Fisika. Metode pembelajaran tersebut banyak diterapkan di SMU atau MA pada kurikulum sebelum KBK diterapkan.Tetapi metode pembelajran tersebut tak lagi diterapkan pada kurikulum berbasis kompetensi.Malah sebaliknya , siswa diharapkan dapat belajar Fisika dengan mudah , tanpa ada paksaan serta tak lagi merasa suatu kewajiban.Malah belajar Fisika dapat menjadi suatu kegemaran yang menyenangkan dan menarik. Metode pembelajaran Fisika di SMU atau MA pada kurikulum berbasis Kompentensi seharusnya adalah sebagai berikut : 1) Pengantar yang baik Dalam memulai suatu pokok bahasan atau bab yang baru , siswa butuh suatu "pengantar" yang baik , agar mereka merasa nyaman dalam menerima transfer ilmu.Pengantar yang dimaksud mencakup gambaran singkat tentang apa yang dipelajari. 2) Start Easy Saat masuk ke suatu pokok bahasan , sebaiknya diawali dengan pen- jelasan yang sederhana , mudah dicerna , disertai dengan contoh - contoh soal serta soal - soal latihan yang mudah pula.Hal ini penting untuk memberikan kesan "mudah" pada siswa dan menumbuhkan kepercayaan dirinya. 3) Sesuap demi sesuap Proses pembelajaran hendaknya dilakukan secara bertahap , baik dari segi penyampaian materi maupun dari tingkat kesulitan soal.Hindari penyampaian materi yang banyak sekaligus dalam satu pertemuan , ataupun langsung menguji siswa dengan soal - soal yang sulit sebelum mereka mencoba hal - hal yang mudah terlebih dahulu. 4) Gamblang Penjelasan suatu konsep Fisika haruslah gambling , jagan biarkan siswa menangkap suatu konsepsecara samar - samar karena ini akan menjadi beban bagi siswa di masa selanjutnya. Celakanya , inilah yang justru banyak terjadi.Misalnya , pada saat siswa SMU yang abru masuk kita minta untuk menyebutkan bunyi hokum Archimedes , nyaris tidak ada yang mampu menyebutkannya dengan benar. 5) Menyederhanakan dan membatsi

Salah satu hal yang sering dikeluhkan siswa daalah bahwa materi yang diajarkan terasa rumit dan terlalu banyak.Hal ini sangat ironis mengingat beban dari kurikulum sendiri tidak menuntut demikian.Yang terjadi adalah seringkali guru merasa belum puas bila belum mengajarkan materi - materi pengayakan yang sebenarnya tidak tercantum dalam GBPP.Untuk memecahakan persoalaan itu yaitu dengan menyedehanakan dan membatasi bahan materi yang dibahas. 6) Ilustrasi yang membantu pemahaman Dalam pengajran Fisika penggunaan Ilustrasi merupakan alat yang efektif dalam menanamkan pemahaman pada siswa. 7) Analogi membangun imajinasi Analogi juga merupakan cara yang efektif dalam membangun imajinasi dan daya nalar siswa . 8) Konsep dan rumus dasar sebagai kunci iggris Pada saat pembelajaran Fisika , seringkali para guru mengajarkan rumus cepat kepada siswa untuk mengatasi kesulitan dalam memecahkan suatu persoalan .Penggunaan rumus ini justru menampuhkan kemampuan siswa dalam menggunakan konsep dan rumus dasar . 9) Alat Bantu dan eksperimen untuk memperkuat pemahaman Fisika merupakan ilmu alam , dan dalam mempelajari tentu tak dapat lepas dari eksperimen . Kadang hanya lewat eksperimen , siswa dapat meyakini suatu hal yang sepintas tidak sesuai dengan logika mereka . Selain itu , media elektronik juga baik untuk dimanfaatkan dalam pembelajaran 10) " Game " untuk membangun suasana Proses pembelajaran tidak dapat dipaksakan bila kondisi siswa sudah jenuh . Hal tersebut diatasi dengan mengadakan " game " dimana siswa diberi pertanyaanpertanyaan yang berkaitan dengan materi yang sudah diajarkan . 11) Soal-soal standar untuk melatih skill Dalam menghadapi evaluasi belajar , selain diperlukan pemahaman konsep juga dibutuhkan keterampilan menjawab soal . Keterampilan ini dapat ditingkatkan dengan banyak latihan mengerjakan soal-soal fisika . D. PRESTASI BELAJAR FISIKA Prestasi belajar merupakan suatu gambaran dari penguasaan kemampuan para peserta didik sebagaimana telah ditetapkan untuk suatu pelajaran tertentu.Setiap usaha yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran baik oleh guru sebagai pengajar , maupun oleh peserta didik sebagai pelajar bertujuan untuk mencapai prestasi yang setinggi - tingginya. Prestasi belajar dinyatakan dengan skkor hasil tes atau angak yang diberikan guru berdasarkan pengamatannya belaka atau keduanya yaitu hasil tes serta pengamatan guru pada waktu peserta didik melakukan diskusi kelompok. Berdasarkan batasan pengertian prestasi belajar tersebut , dapat disimpulkan bahwa

prestasi belajar Fisika adalah hasil yang telah dicapai siswa melalui suatu kegiatan belajar Fisika.Kegiatan belajar dapat dilakukan secara individu maupun dan secara kelompok. (isi komentar anda tentang artikel yang dibuat oleh pelajar smu) Saya betha nurina sari setuju jika bahan yang dikirim dapat dipasang dan digunakan di Homepage Pendidikan Network dan saya menjamin bahwa bahan ini hasil karya saya sendiri dan sah (tidak ada copyright). .

http://re-searchengines.com/art05-57.html (27 oktober 2011, 21:22)

Belajar dan Pembelajaran Fisika Pengertian belajar, mengajar dan pembelajaran menurut teori Behavioristik dan Konstruktivismeby gilanggumilar on Dec.06, 2010, under Belajar dan Pembelajaran Fisika Teori Behavioristik Belajar adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon). Pembelajaran adalah suatu proses belajar mengajar yang menekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas mimetic, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada keterampilan yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.

mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. pengetahuan dalam konteks behavioristik adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah, dan telah terstruktur dengan rapi. Teori Konstruktivisme Belajar merupakan proses aktif siswa dalam mengkonstruksi arti, wacana, dialog, pengalaman fisik dan lain-lain. Pembelajaran adalah proses belajar mengajar yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya. pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa. Semua pengetahuan yang didapat oleh siswa dibentuk oleh siswa itu sendiri, maka akan sangat kecil semungkinan adanya transfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lainnya. Mengajar adalah berpartisipasi bersama siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mempertanyakan kejelasan, bersifat kritis, mengadakan justifikasi. Jadi dengan kata lain mengajar adalah belajar juga. Sumber: http://repository.gunadarma.ac.id:8000/143/1/Tri_Wahyu_Studi_PerbandinganEditedver2.pdf http://pembelajaranguru.wordpress.com/2008/05/31/konstruktivisme-6-keunggulan-penggunaanpandangan-konstruktivisme-dalam-pembelajaran/http://blog.djarumbeasiswaplus.org/gilanggumilar/category/study/belajar-dan-pembelajaran-fisika/ (27 oktober 2011, 21:25)

Pembelajaran Generatif (MPG) 1. Pengertian Pembelajaran Generatif Pembelajaran Generatif (PG) merupakan terjemahan dari Generative Learning (GL). Menurut Osborno dan Wittrock dalam Katu (1995.b:1), pembelajaran generatif merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan pada pengintegrasian secara aktif pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki mahasiswa sebelumnya. Pengetahuan baru itu akan diuji dengan cara menggunakannya dalam menjawab persoalan atau gejala yang terkait. Jika pengetahuan baru itu berhasil menjawab permasalahan yang dihadapi, maka pengetahuan baru itu akan disimpan dalam memori jangka panjang. 2. Landasan Teoritik dan Empirik Pembelajaran Generatif

Pembelajaran generatif memiliki landasan teoritik yang berakar pada teori-teori belajar konstruktivis mengenai belajar dan pembelajaran. Butir-butir penting dari pandangan belajar menurut teori konstruktivis ini menurut Nur (2000:2-15) dan Katu (1995.a: 1-2), diantaranya adalah : a. Menekankan bahwa perubahan kognitif hanya bisa terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami inforamasiinformasi baru. b. Seseorang belajar jika dia bekerja dalam zona perkembangan terdekat, yaitu daerah perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangannya saat ini. Seseorang belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada dalam zona tersebut. Seseorang bekerja pada zona perkembangan terdekatnya jika mereka terlibat dalam tugas yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri, tetapi dapat menyelesaikannya jika dibantu sedikit dari teman sebaya atau orang dewasa. c. Penekanan pada prinsip Scaffolding, yaitu pemberian dukungan tahap demi tahap untuk belajar dan pemecahan masalah. Dukungan itu sifatnya lebih terstruktur pada tahap awal, dan kemudian secara bertahap mengalihkan tanggung jawab belajar tersebut kepada mahasiswa untuk bekerja atas arahan dari mereka sendiri. Jadi, mahasiswa sebaiknya lansung saja diberikan tugas kompleks, sulit, dan realistik kemudian dibantu menyelesaikan tugas kompleks tersebut dengan menerapkan scaffolding. d. Lebih menekankan pada pengajaran top-down daripada bottom-up. Top-down berarti mahasiswa langsung mulai dari masalah-masalah kompleks, utuh, dan autentik untuk dipecahkan. Dalam proses pemecahan masalah tersebut, mahasiswa mempelajari keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan untuk memecahkan masalah kompleks tadi dengan bantuan guru/dosen atau teman sebaya yang lebih mampu. e. Menganut asumsi sentral bahwa belajar itu ditemukan. Meskipun jika kita menyampaikan informasi kepada mahasiswa, tetapi mereka harus melakukan operasi mental atau kerja otak atas informasi tersebut untuk membuat informasi itu masuk ke dalam pemahaman mereka. f. Menganut visi mahasiswa ideal, yaitu seorang mahasiswa yang dapat memiliki kemampuan pengaturan diri sendiri dalam belajar. g. Menganggap bahwa jika seseorang memiliki strategi belajar yang efektif dan motivasi, serta tekun menerapkan strategi itu sampai suatu tugas terselesaikan demi kepuasan mereka sendiri, maka kemungkinan sekali mereka adalah pelajar yang efektif dan memiliki motivasi abadi dalam belajar. h. Sejumlah penelitian (Slavin, 1997: )yang menunjukkan pengaruh positif pendekatan-pendekatan konstruktivis yang melandasi pembelajaran generatif terhadap variabel-variabel hasil belajar tradisional, diantaranya adalah : dalam bidang matematika (Carpenter dan Fennema, 1992), bidang sains (Neale, Smith, dan Johnson, 1992), membaca (Duffi dan Rochler, 1986), menulis (Bereiter dan Scardamalia, 1987). Penelitian Knapp (1995) menemukan suatu hubungan positif pendekatan-pendekatan

konstruktivis dengan hasil belajar. 3. Tahapan Pembelajaran Generatif Pada tahap ini dosen membantu mahasiswa dengan Langkah-langkah atau tahapan pembelajaran generatif menurut Katu (1995. b:5-6), terdiri atas 5 tahap dengan penjelasan sebagai berikut : a. Tahap-1 : Pengingatan Pada tahap awal ini, dosen menuliskan topik dan melibatkan mahasiswa dalam diskusi yang bertujuan untuk menggali pemahaman mereka tentang topik yang akan dibahas. Mereka diajak untuk mengungkapkan pemahaman dan pengalaman mereka dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan topik tersebut. Mereka diminta mengomentari pendapat teman sekelas dan membandingkannya dengan pendapat sendiri. Tujuan dari tahap pengingatan ini adalah untuk menarik perhatian mahasiswa terhadap pokok yang sedang dibahas, membuat pemahaman mereka menjadi eksplisit, dan sadar akan variasi pendapat di antara mereka sendiri. Untuk membuat suasana menjadi kondusif, dosen diharapkan tidak akan menilai mana pendapat yang salah dan mana yang benar. Yang perlu dilakukan adalah membuat mereka berani mengemukakan pendapatnya tanpa takut disalahkan. Sebaiknya pertanyaan yang diajukan dosen adalah pertanyaan terbuka. b. Tahap-2 : Tantangan dan Konfrontasi Setelah dosen mengetahui pandangan sebagian mahasiswanya, dosen mengajak mereka untuk mengemukakan fenomena atau gejala-gejala yang diperkirakan muncul dari suatu peristiwa yang akan didemonstrasikan kemudian. Mereka diminta mengemukakan alasan untuk mendukung dugaan mereka. Mereka juga diajak untuk menanggapi pendapat teman satu kelas mereka yang berbeda dari pendapat sendiri. Dosen diharapkan untuk mencatat dan mengelompokkan dugaan dan penjelasan yang muncul di papan tulis. Secara sadar dosen mempertentangkan pendapat-pendapat yang berbeda itu. Setelah itu dosen melaksanakan demonstrasi dan meminta mahasiswa untuk mengamati dengan seksama gejala yang muncul. Dosen perlu memberikan kesempatan kepada mereka untuk mencerna apa yang mereka amati, akan merasa terganggu dan mengalami konflik kognitif dalam pikirannya. Setelah itu barulah dosen menayakan apakah gejala yang mereka amati itu sesuai atau tidak dengan pikiran mereka. Dengan menggunakan cara dialog yang timbal balik dan saling melengkapi, diharapkan mereka dapat menemukan jawaban atas gejala yang mereka amati. Dalam hal ini dosen menyiapkan perangkat demonstrasi, tampilan gambar, atau grafik yang dapat membantu mahasiswa menemukan alternatif jawaban atas gejala yang diamati. c. Tahap-3 : Reorganisasi Kerangka Kerja Konsep mengusulkan alternatif tafsiran menurut fisikawan dan menunjukkan bahwa pandangan yang dia usulkan dapat menjelaskan secara koheren gejala yang mereka amati. Mahasiswa diberikan beberapa persoalan sejenis dan menyarankan mereka menjawabnya dengan pandangan alternatif yang diusulkan dosen. Diharapkan mereka akan merasakan bahwa pandangan baru dari dosen tersebut mudah dimengerti, masuk akal, dan berhasil dalam menjawab berbagai persoalan. Diharapkan mahasiswa mulai mereorganisasi kerangka berpikir mereka dengan melakukan perubahan struktur dan hubungan antar konsep-konsep. Proses reorganisasi ini tentu membutuhkan waktu.

d. Tahap-4 : Aplikasi Konsep Pada tahap ini, dosen memberikan berbagai persoalan dengan konteks yang berbeda untuk diselesaikan oleh mahasiswa dengan kerangka konsep yang telah mengalami rekonstruksi. Maksudnya adalah memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk menerapkan pengetahuan/keterampilan baru mereka pada situasi dan kondisi yang baru. Keberhasilan mereka menerapkan pengetahuan dalam situasi baru akan membuat para mahasiswa makin yakin akan keunggulan kerangka kerja konseptual mereka yang sudah direorganisasi. Pelatihan ini dimaksudkan juga untuk lebih menguatkan hubungan antar konsep di dalam kerangka berpikir yang baru mengalami reprganisasi. c. Tahap-5 : Menilai Kembali Dalam suatu diskusi, dosen mengajak mahasiswanya dalam menilai kembali kerangka kerja konsep yang telah mereka dapatkan. 4. Beberapa Petunjuk Pelaksanaan Pembelajaran Generatif Dalam melaksanakan pembeljaran generatif,menuru Sutrisno (1995:3), dosen perlu memperhatikan beberapa hal, diantaranya adalah sebagai berikut : a. Menyajikan demonstrasi untuk menantang intuisi mahasiswa. Setelah dosen mengetahui intuisi yang dimiliki mahasiswa, dosen mempersiapkan demonstrasi yang menghasilkan peristiwa yang dapat berbeda dari intuisi mahasiswa. Dengan melihat peristiwa yang berbeda dari dugaan mereka maka di dalam pikiran mereka timbul perasaan kacau (dissonance) yang secara psikologis membangkitkan perasaan tidak tenteram sehingga dapat memotivasi mereka untuk mengurangi perasaan kacau itu dengan mencari alternatif penjelasan. b. Mengakomodasi keinginan mahasiswa dalam mencari alternatif penjelasan dengan menyajikan berbagai kemungkinan kegiatan mahasiswa antara lain berupa eksperimen/percobaan, kegiatan kelompok menggunakan diagram, analogi, atau simulasi, pelatihan menggunakan tampilan jamak (multiple representation) untuk mengaktifkan mahasiswa dalam proses belajar. Variasi kegiatan ini dapat membantu mahasiswa memperoleh penjelasan yang cukup memuaskan. c. Untuk lebih memperkuat pemahaman mereka maka dosen dapat memberikan soal-soal terbuka (open-ended questions), soal-soal kaya konteks (context-rich problems) dan pertanyaan terbalik (reverse questions) yang dapat dikerjakan secara kelompok. http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/pembelajaran-generatif-mpg.html (29 oktober 2011, 22:00)

generatif learning dengan penilaian unjuk kerja314

Sabtu, 14 Mei 2011strategi pembelajaran generatif learning dengan penilaian unjuk kerja

bagi anda yang butuh skripsi, saya akan berikan cuma-cuma alias gratis. semoga bermanfaat

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kurikulum yang berlaku mulai tahun 2006 (KTSP), semestinya dilaksanakan secara menyeluruh pada setiap sekolah karena sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan formal yang dapat membantu siswa dalam belajar dan mampu melahirkan generasi muda yang berbakat harus dioptimalkan sistem pembelajarannya. Pada KTSP, guru dituntut untuk menciptakan suasana pembelajaran yang mengutamakan keaktifan dan keterlibatan siswa itu sendiri agar siswa bisa meningkatkan pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, serta meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Dalam implementasinya, guru bisa menerapkan suatu strategi pembelajaran yang bisa meningkatkan beberapa aspek tersebut. Guru merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan proses pembelajaran (Sanjaya, 2006:52). Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu metode pembelajaran.Guru adalah sutradara dan siswa sebagai pemain, jadi guru memfasilitasi aktivitas siswa

dalam mengembangkan kompetensinya sehingga siswa diharapkan akan memiliki kecakapan life skill. Tugas utama guru adalah membelajarkan siswa, yaitu mengkondisikan siswa agar belajar aktif sehingga potensi dirinya (kognitif, afektif, dan konatif) dapat berkembang dengan maksimal. Dengan belajar aktif, melalui partisipasi dalam setiap kegiatan pembelajaran, akan terlatih dan terbentuk kompetensi siswa untuk melakukan sesuatu yang sifatnya positif. Agar hal tersebut di atas dapat terwujud, guru seharusnya mengetahui bagaimana cara siswa belajar dan menguasai bagaimana cara membelajarkan siswa. Namun pada kenyataannya, pelaksanaan pembelajaran di sekolah dengan KTSP masih kurang memperhatikan tercapainya kompetensi siswa. Hal ini tampak pada RPP yang dibuat oleh beberapa guru dan dari cara guru mengajar di kelas masih tetap menggunakan cara lama, yaitu guru masih dominan dengan menggunakan metode ceramah saja, sehingga siswa pasif dan hanya sebagai penonton, hal ini karena paradigma lama masih melekat dan kebiasaan yang susah dirubah. Demikian pula di SMP Islam 1 Batu, metode/strategi pembelajaran yang digunakan oleh sebagian besar guru adalah metode konvensional atau ceramah. Peneliti memperoleh informasi dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan dengan guru matematika kelas VII SMP Islam 1 Batu pada waktu pelaksanaan PPL bahwa nilai matematika siswa kelas VII masih terbilang rendah. Itu semua bisa di lihat dari hasil ulangan pada semester pertama yang rata-ratanya masih di bawah standar SKBM (Standar Ketuntasan Belajar Minimum) sekolah, yaitu 65. Padahal, dalam kelas VII yang tebagi dalam tujuh kelas tersebut, yaitu kelas VII A, VII B, VII C, VII D, VII E, VII F, VII G, kelas tersebut tidak ada perbedaan dalam perlakuan pemberian metode pembelajaran, yaitu sama-sama menggunakan metode konvensional atau ceramah. Namun, ada perbedaan yang signifikan antara masing-masing kelas, dimana kelas VII D cenderung terlihat lebih ramai dalam proses kegiatan belajar mengajar, sehingga siswa

kurang memperhatikan penjelasan dari guru. Akibatnya, penyampaian materi yang telah disampaikan guru masih kurang dipahami oleh siswa. Sekarang ini telah berkembang cukup banyak metode dan strategi pembelajaran yang bisa membangkitkan dan meningkatkan pemahaman siswa, salah satunya adalah dengan strategi pembelajaran Generatif (Generatif Learning). dengan assessment unjuk kerja (performance assessment). Pembelajaran Generatif adalah pembelajaran yang menekankan pada pengintegrasian secara aktif antara materi atau pengetahuan baru yang diperoleh dengan skemata (Baharuddin dan Wahyuni, 2009:128). Generatif Learning diperkenalkan pertama kali oleh Osborne dan Cosgrov (Wena, 2009:177). Strategi pembelajaran Generatif terdiri dari beberapa tahap, yaitu tahap explrorasi, pemfokusan, tantangan, dan tahap penerapan (Wena, 2009:177). Dimana pada setiap tahap siswa dituntut untuk aktif dan saling bekerjasama dengan teman kelompoknya untuk menyusun materi yang akan dipelajari, sehingga setelah materi selesai disusun secara tertulis oleh siswa, maka siswa mempresentasikan materi secara bergantian sesuai dengan urutan masing-masing kelompok. Maka selanjutnya menurut Sutarman dan Swasono (dalam Wena, 2009:180) pada tahap akhir (tahap penerapan konsep) guru bisa meminta siswa untuk mengerjakan tugas PR dengan beberapa latihan soal-soal atau bisa dengan tugas proyek yang dilaksanakan di luar jam pertemuan. Strategi Generatif Learning diharapkan dapat mewujudkan pencapaian tujuan pembelajaran siswa kelas VII D SMP Islam 1 Batu yang ada. Melalui Generatif Learning, diharapkan perilaku siswa yang pada mulanya bersifat pasif menjadi aktif, baik aktif dalam bertanya, menyampaikan pendapat, serta bekerjasama dengan siswa lainnya. Dari perubahan tersebut diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam pembelajaran, khususnya pada pokok bahasan belah ketupat dan layanglayang

Dalam menerapkan strategi Generatif Learning ini, diperlukan suatu teknik penilaian yang dapat mengukur dan menilai tingkat keberhasilan dalam proses pembelajaran. Penilaian (assessment) juga digunakan untuk mengetahui kekuatan yang ada dalam proses pembelajaran, sehingga dapat dijadikan dasar untuk pengambilan keputusan. Penilaian adalah penafsiran hasil pengukuran dan penentuan pencapaian hasil belajar (Iryanti, 2004:3). Menurut Grafura (dalam Http://lubisgrafura.wordpress.com) kelebihan penilaian (assessment) ini adalah: 1) kemampuan belajar siswa dapat terlihat dengan jelas, 2) dapat memberikan pengaruh positif dalam belajar, 3) dapat memberikan motivasi yang lebih besar dari pada membandingkan pekerjaan dari orang lain, 4) siswa dilatih keterampilan, 5) memberikan kesempatan kepada siswa bekerja sesuai dengan perbedaan individu, 6) dapat menjadi alat komunikasi yang jelas tentang kemajuan belajar siswa kepada siswa itu sendiri, orang tua dan pihak terkait. Assessment terdiri dari beberapa jenis penilaian, diantaranya adalah yang berupa tes dan non tes. Penilaian non tes terdiri dari unjuk kerja, proyek/penugasan, portofolio, dan penilaian sikap. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan penilaian unjuk kerja dikarenakan sesuai dengan tahap akhir (tahap penerapan konsep) dimana guru bisa memberikan tugas dengan PR dengan latihan-latihan soal untuk mengetahui pemahaman siswa atau dengan tugas proyek yang dilaksanakan siswa diluar pertemuan jam pelajaran. Menurut Trespeces (dalam Setiadi, 2008:III-1) penilaian unjuk kerja adalah berbagai macam tugas dan situasi dimana peserta tes diminta untuk mendemonstrasikan pemahaman dan pengaplikasian pengetahuan yang mendalam, serta keterampilan di dalam berbagai macam konteks. Penilaian unjuk kerja memiliki kelebihan dapat mengungkapkan potensi siswa dalam memecahkan masalah, penalaran, dan komunikasi dalam bentuk lisan maupun tulisan (Iryanti, 2004:6)

Dari kelebihan-kelebihan tersebut maka strategi Generatif Learning dengan penilaian unjuk kerja diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam pembelajaran, khususnya pada pokok bahasan belah ketupat dan.layang-layang. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Penerapan Strategi Generatif Learning dengan Penilaian Unjuk Kerja untuk Meningkatkan Pemahaman pada Materi Belah ketupat dan Layang-Layang Siswa Kelas VII D SMP Islam 1 Batu Tahun Pelajaran 2009/2010.

1.2 Fokus Penelitian Judul penelitian ini adalah Penerapan Strategi Generatif Learning dengan Penilaian Unjuk Kerja untuk Meningkatkan Pemahaman pada Materi Belah Ketupat dan Layang-Layang Siswa Kelas VII D SMP Islam 1 Batu Tahun Pelajaran 2009/2010. Maka penelitian ini difokuskan pada penerapan strategi Generatif Learning dengan penilaian unjuk kerja untuk meningkatkan pemahaman pada pokok bahasan belah ketupat dan layang-layang.

1.3 Identifikasi Masalah Metode/strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru mata pelajaran matematika kelas VII di SMP Islam Batu sebagian besar proses pembelajarannya masih menggunakan metode konvensional atau ceramah, seperti tampak pada RPP yang dibuat oleh guru matematika dan dari cara guru mengajar di kelas, sehingga siswa pasif dan hanya sebagai penonton. Khususnya yang terjadi di kelas VII D, siswanya cenderung terlihat lebih ramai dalam proses kegiatan belajar mengajar dan kurang memperhatikan penjelasan dari guru. Akibatnya, penyampaian

materi yang telah disampaikan guru masih kurang dipahami oleh siswa, hal ini bisa dilihat dari nilai ratarata ulangan dan harian siswa kelas VII D lebih rendah dibandingkan kelas VII lainnya.

1.4 Rumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang di atas, maka peneliti mengambil rumusan masalah bagaimana penerapan strategi Generatif Learning dengan penilaian unjuk kerja untuk meningkatkan pemahaman siswa kelas VII D SMP Islam 1 Batu tahun pelajaran 2009/2010 pada materi belah ketupat dan layanglayang?

1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah: untuk mendeskripsikan penerapan strategi Generatif Learning dengan penilaian unjuk kerja dapat meningkatkan pemahaman materi belah ketupat dan layang-layang siswa kelas VII D SMP Islam 1 Batu tahun pelajaran 2009/2010

1.6 Manfaat Penelitian 1. Bagi Sekolah

Meningkatkan prestasi sekolah, khususnya bidang studi matematika. Meningkatkan kualitas sekolah melalui peningkatan prestasi belajar siswa dan kerja personalisme guru Bagi Guru. 2. Bagi Guru

Sebagai bahan pertimbangan dalam memilih atau memadukan berbagai strategi pembelajaran yang tepat di kelas, khususnya dalam pembelajaran matematika. 3. Bagi Siswa Siswa lebih termotivasi, karena pembelajaran bersifat lebih menarik dan bermakna. sehingga pemahaman siswa bisa meningkat. 4. Bagi Peneliti Sebagai gambaran dalam menerapkan suatu metode pembelajaran yang lebih efektif sehingga dapat dijadikan acuan dalam mengabdi di dunia pendidikan.

1.7 Ruang Lingkup Penelitian Agar permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini tidak terlalu meluas serta dapat mengarahkan jalannya penelitian, maka peneliti memberikan ruang lingkup penelitian, yaitu: 1. Tempat dan Subjek Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMP Islam 1 Batu dengan subjek penelitian terbatas pada siswa kelas VII D.

2. Materi Pokok Materi pokok yang diambil pada penelitian ini adalah pada pokok bahasan belah ketupat dan layanglayang.

1.8 Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalahan penafsiran dalam penelitian ini, maka perlu dijelaskan beberapa hal sebagai berikut: 1. Strategi Pembelajaran adalah cara dan seni untuk menggunakan semua sumber belajar dalam upaya membelajarkan siswa (Wena, 2009:2). Michael Presley (dalam Trianto, 2007:85) menyatakan strategi belajar adalah operator-operator kognitif yang terdiri atas proses-proses yang secara langsung terlibat dalam menyelesaikan suatu tugas (belajar). 2. Peningkatan adalah proses, cara, perbuatan meningkatkan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005:1198). Peningkatan dalam hal ini adalah peningkatan pemahaman konsep dengan penerapan strategi Generatif Learning disertai penilain unjuk kerja pada kelas VII D SMP Islam 1 Batu khususnya pada pokok bahasan belah ketupat dan layang-layang. 3. Pembelajaran Generatif adalah pembelajaran yang menekankan pada pengintegrasian secara aktif antara materi atau pengetahuan baru yang diperoleh dengan skemata (Baharuddin dan Wahyuni, 2009:128). Menurut Wena (2008:177), Generatif Learning terdiri dari empat tahap, yaitu:

a. Tahap Explorasi (Pendahuluan) Tahap explorasi adalah tahap dimana siswa pada tahap explorasi, guru bertugas untuk membimbing siswa untuk melakukan explorasi terhadap pengetahuan, ide, atau konsepsi awal yang diperoleh dari materi sebelumnya, pengalaman sehari-hari, dari tingkat kelas sebelumnya atau diperoleh dari beberapa referensi. b. Tahap Pemfokusan

Pada tahap pemfokusan siswa melakukan pengujian hipotesis dari pengetahuan sebelumnya melalui kegiatan laboratorium atau dalam model pembelajaran yang lain dalam bentuk tertulis. Jadi misalkan siswa melakukan uji coba sendiri dengan bimbingan dari guru dan dilaporkan secara tertulis untuk dipresentasikan pada tahap tantangan. c. Tahap Tantangan Pada tahap ini, siswa melanjutkan hasil kerja masing-masing kelompok ke dalam suatu forum ilmiah, yaitu tukar pendapat atau diskusi. d. Tahap Penerapan Pada tahap ini siswa diajak untuk dapat memecahkan masalah dengan menggunakan konsep barunya atau konsep benar dalam situasi baru yang berkaitan dengan

hal-hal praktis dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Sutarman dan Swasono (dalam Wena, 2009:180) pemberian tugas rumah (PR) dengan latihan soal-soal atau tugas proyek yang dikerjakan siswa di luar jam pertemuan merupakan bentuk penerapan yang baik untuk dilakukan. 4. Penilaian/assessment adalah prosedur yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang prestasi atas kinerja siswa yang hasilnya akan digunakan untuk evaluasi (Suprijono, 2009:135). 5. Penilaian unjuk kerja adalah berbagai macam tugas dan situasi dimana peserta tes diminta untuk mendemonstrasikan pemahaman dan pengaplikasian pengetahuan yang mendalam, serta keterampilan di dalam berbagai macam konteks Trespeces (dalam Setiadi, 2008:III-1).

6. Pemahaman adalah kemampuan untuk menangkap makna dari bahan yang dipelajari (Bloom dalam Abidin, 2004:57). Indikator yang digunakan untuk meningkatkan pemahaman pada pokok bahasan belah ketupat dan layang-layang pada siswa kelas VII D SMP Islam 1 Batu adalah: a. Mampu menjelaskan pengertian & sifat-sifat belah ketupat dan layang-layang b. Mampu menunjukkan bahwa belah ketupat terdiri mempunyai sisi yang sama panjang, mempunyai dua diagonal yang merupakan sumbu simetri, terdiri dari sudut berhadapan yang sama besar, dibagi dua sama besar oleh diagonal-diagonalnya, dan kedua diagonalnya berpotongan tegak lurus. c. Mampu menunjukkan bahwa layang-layang memiliki dua pasang sisi yang sama panjang, mempunyai sepasang sudut berhadapan yang sama besar, mempunyai salah satu diagonal yang merupakan sumbu simetri, dan salah satu diagonal layang-layang membagi dua sama panjang diagonal lain yang tegak lurus dengan diagonal itu. d. Mampu menghubungkan sudut-sudut dalam belah ketupat dan layang-layang. e. Mampu menghitung keliling dan luas belah ketupat dan layang-layang.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Hakekat Matematika Hudojo (2005:35) menyatakan bahwa matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir. Jadi dengan matematika, kecerdasan dan ketelitian siswa dapat terasah dengan baik.

Menurut Ruseffendi (dalam Abidin, 2004:58), matematika merupakan ilmu tentang struktur yang terorganisasikan mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat dan akhirnya ke dalil. Sudirman (2005:iii) juga menyatakan bahwa tugas matematika yang diberikan kepada siswa baik yang dikerjakan sendiri maupun berkelompok, berfungsi untuk memotivasi siswa agar lebih aktif, kreatif, berpikir matematis, dan mampu mengkomunikasikan pemikiran matematikanya dalam kehidupan sehari- hari. Begle (dalam Hudojo, 2005:36) menyatakan bahwa sasaran atau obyek penelaahan matematika adalah fakta, konsep, operasi dan prinsip. Obyek penelaahan tersebut menggunakan simbol-simbol. Peneliti dapat menyimpulkan dari beberapa pendapat dan definisi yang dikemukakan oleh para matematikawan di atas bahwa pada hakekatnya matematika adalah ilmu pengetahuan yang merupakan ilmu yang belum didefinisikan ke unsur yang didefinisikan serta tidak hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan serta operasi-operasinya melainkan juga berhubungan dengan simbol-simbol, dimana semua unsur di dalam matematika itu sendiri sangat berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan siswa.

2.2 Belajar dan Pembelajaran Matematika 2.2.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan kegiatan psiko-fisik-sosio menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya (Suprijono, 2009:3), hal ini karena karena belajar merupakan suatu pengalaman yang diperoleh berkat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya (Uno, 2007:22).

Seseorang dikatakan belajar, bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu terjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku (Mustangin, 2002:1). Perubahan tingkah laku yang dimaksud adalah karena pengalaman dan latihan. Belajar merupakan bagian dari hidup manusia. Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan, dan sikap (Baharuddin dan Wahyuni, 2009:11) dan belajar akan berlangsung sepanjang hidup manusia. Dalam dunia pendidikan, belajar merupakan rutinitas siswa, dimana istilah belajar pada dunia pendidikan adalah program yang terstruktur agar tujuan pendidikan dapat terlaksana dan pada akhirnya akan meningkatkan SDM bangsa. Berdasarkan uraian di atas maka pengertian belajar adalah aktivitas yang merupakan bagian dari hidup manusia yang berupa kegiatan psiko-fisik-sosio yang menyebabkan perubahan dalam tingkah laku yang berupa kompetensi, keterampilan, sikap yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman yang bertujuan untuk meningkatkan SDM suatu bangsa. 2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Menurut (Baharuddin dan Wahyuni, 2009:19) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu: 1) Faktor Internal a)Faktor fisiologis Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Yang termasuk faktor fisiologis adalah penglihatan, pendengaran, struktur tubuh dan sebagainya. b) Faktor Psikologis

Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar. Faktor-faktor psikologis terdiri atas: Kecerdasan/intelegensi siswa 2) Faktor Eksogen/Ekstern a) Faktor lingkungan sosial yang terdiri atas: Lingkungan sosial sekolah Lingkungan sosial masyarakat Lingkungan sosial keluarga b) Lingkungan non sosial yang terdiri atas: Lingkungan alamiah Faktor instrumental Faktor materi pelajaran 2.2.3 Pengertian pembelajaran Keterpaduan antara konsep belajar dan konsep mengajar melahirkan konsep baru yang disebut proses pembelajaran. Menurut Gagne (dalam Pribadi, 2009:9) mendefinisikan istilah pembelajaran sebagai a set of events embedded in purposeful activities that facilitate learning. Artinya pembelajaran adalah serangkaian aktivitas yang sengaja diciptakan dengan maksud untuk memudahkan terjadinya proses belajar. Pandangan ini semakin menekankan bahwa dalam kegiatan pembelajaran

guru memainkan peran penting dalam menumbuhkan gairah belajar dengan penciptaan proses belajar mengajar yang menyenangkan. Menurut Degeng (dalam Wena, 2009:2) pembelajaran berarti upaya membelajarkan siswa. Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, guru dituntut untuk melakukan kegiatan pembelajaran yang tidak hanya terdiri dari unsur pengajaran. Hal ini menegaskan bahwa kegiatan belajar berpusat pada siswa. Guru dituntut tidak hanya memberikan materi terkait dengan kegiatan belajar mengajar tetapi juga dituntut untuk menstimulasi, mendorong, dan memfasilitasi siswa agar siswa terdorong untuk belajar. Perbedaan antara pengajaran dan pembelajaran dapat ditinjau dari beberapa segi. Dari segi bahasa, pengajaran merupakan terjemahan dari teaching sedangkan pembelajaran merupakan terjemahan dari learning (Suprijono, 2009:11). Ditinjau dari segi kegiatan, pengajaran berpusat pada guru sedangkan pembelajaran berpusat pada siswa. Dalam pengajaran guru mendominasi kegiatan belajar dan siswa hanya sebagai pendengar. Kegiatan belajar bersifat mekanis dan hanya memasukkan materi sebanyak-banyaknya. Sedangkan dalam pembelajaran, guru tidak hanya mampu menyampaikan materi tetapi ia juga harus mampu menciptakan lingkungan belajar yang dapat mendorong aktifitas belajar siswa. Sehingga belajar merupakan proses organik dan konstruktif. Konsep belajar bergerak dari kutub pengajaran menuju pembelajaran. Karena pembelajaran dianggap lebih tepat dan efektif dalam meningkatkan SDM masyarakat nusantara. Oleh karena itu menurut Miarso (dalam Pribadi, 2009:9) istilah pembelajaran digunakan untuk menggantikan istilah pengajaran yang lebih bersifat sebagai aktivitas yang berfokus pada guru. Penggunaan pembelajaran tidak saja merupakan konsep pendidikan modern dan diterima secara luas oleh masyarakat tetapi juga dikuatkan dalam perundang-undangan, yaitu dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003. Oleh karena itu, para guru hendaknya memahami secara tepat makna pembelajaran serta unsur-unsur yang terkait di dalamnya.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, pembelajaran dapat diartikan sebagai keterpaduan antara konsep belajar dan mengajar yang berupa serangkaian aktivitas yang sengaja diciptakan dengan maksud untuk memudahkan terjadinya proses belajar dalam pembelajaran sehingga guru dituntut tidak hanya mampu menyampaikan materi tetapi ia juga harus mampu menciptakan lingkungan belajar yang dapat mendorong aktifitas belajar siswa, sehingga belajar merupakan proses organik dan konstruktif dan telah dikuatkan dalam perundang-undangan. 2.2.4 Pengertian Pembelajaran Matematika Pembelajaran matematika menurut Muhsetyo (2006:3) adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari. Menurut Marpaung (2005:8) tujuan pembelajaran matematika bukan mematikakan manusia tetapi membuat matematika membahagiakan manusia, di lain pihak matematika tidak mudah dipahami tetapi penting dalam kehidupan manusia, maka pembelajaran haruslah sedapat mungkin seperti berikut: Menyenangkan, sedikitnya tidak menegangkan. Menghargai perbedaan individual. Menghormati pendapat siswa. Dapat menunjukkan makna matematika dalam kehidupan manusia. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan suatu proses untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru mengenai matematika melalui serangkaian kegiatan yang terencana dan terstruktur sehingga peserta didik memperoleh kegiatan belajar

matematika dengan lancar dan menyenangkan serta dapat diamati dengan adanya perubahan pada tingkah laku. Perubahan tingkah laku yang dapat diamati itu merupakan peningkatan pemahaman konsep siswa, sehingga hasil belajar siswa juga bisa meningkat.

2.3 Pemahaman Matematika 2.3.1 Pengertian Pemahaman Matematika Menurut Bloom (dalam Abidin, 2004:57) pemahaman adalah kemampuan untuk menangkap makna dari bahan yang dipelajari. Kemampuan yang dituntut dalam pemahaman antara lain. Pertama adalah translasi yaitu kemampuan menterjemahkan atau mengubah ide-ide dari bentuk yang satu ke bentuk yang lain secara ekuivalen. Kedua, interpelasi yaitu kemampuan mengidentifikasi atau memahami ide-ide utama yang tercakup dalam suatu komunikasi permasalahan, maupun pengertian tentang hubungan-hubungan antara ide-ide tersebut. Ketiga, kemampuan ekstrapolasi yaitu kemampuan memperluas kecenderungan atau terdensi diluar data yang diketahui. Untuk memahami materi dalam pembelajaran matematika diperlukan penguasaan pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural. (dalam Abidin, 2004:63) mendukung perlunya pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural ini dengan menyatakan bahwa pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural merupakan aspek yang penting dalam pemhaman matematika. 2.3.2 Pemahaman Konsep (Pengetahuan Konseptual) Budiningsih (2005:56) menyatakan pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahamanpemahaman baru. Pemahaman yang baru tersebut didapat karena adanya pengalaman, latihan, dan usaha dari siswa itu sendiri.

Rosser (dalam Sagala, 2007:73) menyatakan bahwa konsep adalah abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan. Menurut Hiebert dan Wearne (dalam Abidin, 2004:61) pengetahuan konseptual dalam matematika merupakan pengetahuan dasar yang menghubungkan antara potongan-potongan informasi yang berupa fakta, skill (ketrampilan), konsep atau prinsip. Konsep merupakan dasar bagi proses untuk memecahkan masalah. Konsep dalam matematika biasanya dijelaskan melalui definisi atau contoh. Tidak semua siswa memahami konsep langsung melalui definisi. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman konseptual adalah pengetahuan dasar yang menghubungkan antara potongan-potongan informasi yang berupa fakta, skill (ketrampilan), konsep atau prinsip yang mewakili kejadian-kejadian atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut-atribut yang sama. 2.3.3 Pemahaman Prosedur (Pengetahuan Prosedural) Menurut Abidin (2004:61) pengetahuan prosedural merupakan pengetahuan tentang urutan kaidah-kaidah, prosedur-prosedur yang digunakan untuk menyelesaikan soal-soal matematika. Prosedur ini dilakukan secara bertahap dari pernyataan yang ada pada soal menuju pada tahap selanjutnya. salah satu ciri pengetahuan prosedural adalah adanya urutan langkah yang akan ditempuh. Lebih lanjut (Abidin, 2004:62) mengatakan bahwa pengetahuan prosedural lebih cenderung pada penguasaan komputasional dan pengetahuan tentang langkah-langkah untuk mengidentifikasi objek matematika, algoritma dan definisi. Langkah tersebut mencakup bagaimana mengidentifikasi masalah dan menyelesaikan masalah. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman prosedur adalah pengetahuan tentang urutan kaidah-kaidah, aturan-aturan, prosedur-prosedur yang digunakan untuk menyelesaikan

soal-soal matematika. Dalam penelitian ini, pemahaman yang digunakan sebagai dasar untuk memahami materi bangun datar belah ketupat dan layang-layang adalah pemahaman konseptual dan pemahaman prosedural. Adapun indikator pemahaman yang digunakan dalam pokok bahasan bangun datar belah ketupat dan layang-layang adalah: 1) Mampu menjelaskan pengertian, dan sifat-sifat belah ketupat dan layang-layang. 2) Mampu menunjukkan bahwa belah ketupat terdiri mempunyai sisi yang sama panjang, mempunyai dua diagonal yang merupakan sumbu simetri, terdiri dari sudut berfadapan yang sama besar, dan dibagi dua sama besar oleh diagonal-diagonalnya, dan kedua diagonalnya berpotongan tegak lurus. 3) Mampu menunjukkan bahwa setiap layang-layang memiliki masing-masing dua pasang sisi yang sama panjang, mempunyai sepasang sudut berhadapan yang sama besar, mempunyai salah satu diagonal yang merupakan sumbu simetri, dan salah satu diagonal layang-layang membagi dua sama panjang diagonal lain yang tegak lurus dengan diagonal itu. 4) Mampu menggunakan hubungan sudut-sudut dalam belah ketupat dan layang- layang. 5) Mampu menghitung keliling dan luas belah ketupat dan layang-layang 2.4 Assessment (Penilaian) Assessment adalah prosedur yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang prestasi atas kinerja siswa yang hasilnya akan digunakan untuk evaluasi (Suprijono, 2009:135). Karena penilaian (assessment) menekankan pada proses pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran.

Penilaian (assessment) juga digunakan untuk mengetahui kekuatan yang ada dalam proses pembelajaran, sehingga dapat dijadikan dasar untuk pengambilan keputusan. Menurut Karim (dalam Hadi, 2007:20) assessment sangat berperan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran karena melibatkan siswa dalam menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki dalam kehidupan nyata. (PUSPENDIK & BPP & DEPDIKNAS, 2008:I-4) menjelaskan bahwa fungsi penilaian (assessment) adalah: 1) Fungsi Motivasi, yaitu penilaian yang dilakukan oleh guru di kelas harus mendorong motivasi siswa untuk belajar. 2) Fungsi Belajar Tuntas, yaitu penilaian kelas harur diarahkan untuk mementau ketuntasan belajar siswa. 3) Fungsi Sebagai Indikator Efektifitas Pengajaran, karena di samping untuk mementau kemajuan belajar siswa, penilaian kelas juga dapat digunakan untuk melihat seberapa jauh proses belajar-mengajar telah berhasil 4) Fungsi Umpan Balik, yaitu hasil penilian harus dianalisis oleh guru sebagai bahan umpan balik bagi siswa dan guru itu sendiri. Hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar menilai pemahaman siswa diantaranya adalah dengan tes, unjuk kerja, proyek/ kegiatan, portofolio, dan penilaian sikap. Dalam hal ini peneliti menggunakan penilaian unjuk kerja dikarenakan sesuai pada tahaptahap pembelajaran dalam pembelajaran Generatif (Generatif Learning), dimana pada tahap tantangan guru bisa menilai dari presentasi siswa yang dilakukan secara berkelompok, dan pada tahap penerapan guru bisa memberikan tugas PR dengan latihan soal-soal dengan menilai dari cara siswa mengerjakan soal-soal itu secara individu.

Menurut Grafura (dalam Http://lubisgrafura.wordpress.com) kelebihan assessment adalah: 1) Kemampuan belajar siswa dapat terlihat dengan jelas .2) Dapat memberikan pengaruh positif dalam belajar. 3) Dapat memberikan motivasi yang lebih besar. 4) Siswa dilatih keterampilan. 5) Memberikan kesempatan kepada siswa bekerja sesuai dengan perbedaan individu. 6) Dapat menjadi alat komunikasi yang jelas tentang kemajuan belajar siswa kepada siswa itu sendiri, orang tua dan pihak lain yang terkait.

2.5 Penilaian Unjuk Kerja 2.5.1 Pengertian Penilaian unjuk kerja adalah penilaian berdasarkan hasil pengamatan penilai terhadap aktivitas siswa sebagaimana yang terjadi (Siswono, 2004:4). Penilaian dilakukan terhadap kinerja, tingkah laku, atau interaksi siswa. Cara penilaian ini lebih otentik daripada tes tertulis karena apa yang dinilai lebih mencerminkan kemampuan siswa yang sebenarnya. Semakin sering guru mengamati unjuk kerja siswa, semakin terpercaya hasil penilaian kemampuan siswa Menurut Trespeces (dalam Setiadi, 2004:III-1) penilaian unjuk kerja adalah berbagai macam tugas dan situasi dimana peserta tes diminta untuk mendemonstrasikan pemahaman dan penerapan/pengaplikasian pengetahuan yang mendalam, serta keterampilan di dalam berbagai macam konteks. Karena banyak waktu yang diperlukan untuk menerapkan penilaian unjuk kerja, maka peneliti disarankan merancang penilaiannya dengan seksama. Untuk melaksanakan penilaian unjuk kerja harus disediakan instrumen penilaian. Dalam hal ini, peneliti menilai kemampuan presentasi, kualitas materi, pengetahuan, penampilan siswa pada tahap tantangan dan kemampuan menyelesaikan soal uraian pada tahap penerapan dalam Generatif Learning dengan rubrik analitik, setelah dilakukan penilaian analitik yang terdiri dari sub-sub kriteria, maka dilanjutkan pada penilaian holistik untuk menilai secara

keseluruhan kemampuan siswa secara umum dari presentasi siswa dan dari PR atau latihan soal uraian yang dikerjakan siswa diluar jam pertemuan. Penilaian unjuk kerja memiliki kelebihan dapat mengungkapkan potensi siswa dalam memecahkan masalah, penalaran, dan komunikasi dalam bentuk lisan maupun tulisan (Iryanti, (2004:6). Penilaian dengan cara ini lebih tepat digunakan untuk menilai kemampuan siswa dalam mengerjakan soal latihan, kemampuan siswa dalam pemecahan masalah suatu kelompok, partisipasi siswa dalam diskusi kelompok kecil, menggunakan peralatan laboratorium, dan mengoperasikan suatu alat.

2.5.2 Komponen Penilaian Unjuk Kerja Menurut Iryanti (2004:6) semua bentuk penilaian mempunyai lima komponen utama, yaitu: 1) Instrumen (tugas) Instrumen penilaian dapat berupa tugas atau masalah yang diajukan kepada siswa, misalnya penilaian dari diskusi kelas, presentasi, latihan soal-soal, dan dari aktivitas atau pertanyaan yang akan menghasilkan tanggapan siswa. 2) Tanggapan terhadap tugas Peneliti disini menggunakan pembelajaran Generatif, jadi tanggapan dapat berbentuk presentasi lisan dari masing-masing kelompok siswa yang dilaksanakan pada tahap tantangan, dan jawaban tertulis yang menjelaskan suatu permasalahan pada tahap penerapan dari Generatif Learning. 3) Penafsiran tanggapan yang diberikan siswa

Penafsiran ini dilakukan oleh guru atau oleh siswa sendiri dengan menggunakan penilaian diri sendiri (self assessment) penafsiran ini dapat berupa membandingkan tanggapan siswa dengan kompetensi yang diharapkan. 4) Pemberian skor atau skala penafsiran tanggapan siswa Hasil penskoran ini dapat menjadi umpan balik bagi siswa untuk melihat sejauh mana kompetensi yang sudah dicapai. 5) Pencatatan dan pelaporan hasil yang diperoleh Laporan ini dapat berbentuk tulisan bagus atau cukup atau berupa nilai A, B, atau berupa angka. Laporan ini diperoleh dari rubrik holistik maupun analitik. 2.5.3 Langkah-langkah dalam Merencanakan Penilaian Unjuk Kerja Menurut Setiadi (2008:III-5) langkah-langkah yang perlu diperhatikan untuk membuat penilaian kinerja adalah: 1) Identifikasi semua langkah-langkah penting yang diperlukan atau yang mempengaruhi hasil akhir (output) yang terbaik. Jadi, dalam menyusun rubrik holistik maupun analitik, peneliti harus menyusun kriteria apa saja yang diperlukan agar hasil kerja siswa bisa dinilai dengan maksimal. 2) Tuliskan perilaku kemampuan-kemampuan spesifik yang penting dan diperlukan untuk menyelesaikan tugas dan menghasilkan hasil akhir (output yang terbaik). Jadi, kriteria penilaian disesuaikan dengan indikator dari materi yang telah dipelajari siswa berdasarkan pembelajaran Generatif Learning. 3) Usahakan untuk membuat kriteria-kriteria kemampuan-kemampuan yang akan diukur tidak terlalu banyak, sehingga semua kriteria tersebut dapat diobservasi selama siswa menjalankan tugas. Jadi kriteria yang dipilih bisa dengan mengambil kriteria yang bisa mewakili dari indikator pemahaman.

4) Definisikan dengan jelas kriteria kemampuan-kemampuan yang akan diukur. 5) Urutkan kriteria-kriteria kemampuan yang akan diukur berdasarkan urutan yang dapat diamati. 2.5.4 Membuat Instrumen Penilaian Unjuk Kerja Menurut Iryanti (2004:9), hal-hal yang harus diperhatikan dalam membuat penilaian unjuk kerja adalah:

1) Ukuran Instrumen Ukuran instrumen bisa kecil ataupun besar disesuaikan dengan kebutuhan dalam menilai kemampuan siswa. Misalnya ukuran rubrik analitik yang kecil untuk menilai kemampuan presentasi, kualitas materi, pengetahuan, penampilan siswa di kelas yang dilaksanakan siswa secara berkelompok pada tahap tantangan Rubrik analitik dalam hal ini juga dilaksanakan untuk menilai kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal uraian/PR yang dilaksanakan siswa secara individu di luar jam pertemuan pada tahap penerapan dalam Generatif Learning. Sedangkan ukuran rubrik penilaian holistik yang lebih besar untuk menilai secara keseluruhan kemampuan siswa secara umum dari presentasi dan PR/latihan soal. 2.5.5 Kriteria Instrumen Unjuk Kerja Menurut Iryanti (2004:10) instrumen unjuk kerja yang baik adalah: 1) Autentik dan Menarik

Hal yang penting bagi suatu instrumen unjuk kerja adalah menarik dan melibatkan siswa dalam suasana akrab dan menyenangkan bersama dengan dengan siswa lain dalam menyelesaikan tugas, terutama yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Disini siswa mencari informasi mengenai materi belah ketupat dan layang-layang yang didiskusikan berdasarkan referensi yang ada dan pengalaman sehari-hari mereka yang ditulis pada tahap explorasi. 2) Memungkinkan Penilaian Individual Banyak instrumen unjuk kerja yang dimaksudkan untuk dikerjakan siswa Secara berkelompok. Namun perlu diingat bahwa penilaian ini sebenarnya lebih dititikberatkan untuk penilaian individu. Oleh karena itu, desain penilaian unjuk kerja sebaiknya bukan hanya ditujukan untuk kelompok tetapi juga individu. Penilaian kelompok dilakukan pada saat siswa melaksanakan presentasi yang dilaksanakan pada saat tahap tantangan dalam Generatif Learning, dan penilaian individual dilaksanakan pada tahap penerapan, dimana siswa mengerjakan soal-soal latihan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa dengan Generatif Learning. 3) Memuat Petunjuk yang Jelas Instrumen unjuk kerja yang baik harus memuat petunjuk yang jelas, lengkap, tidak ambigu, dan tidak membingungkan. Misalkan jika peneliti ingin menilai kemampuan menghitung luas bangun datar belah ketupat dan layang-layang, maka petunjuk yang diberikan pada siswa harus tepat, sehingga informasi dan hasil yang diperoleh dalam menilai kinerja siswa bisa maksimal. 2.5.6 Isu dalam Mendesain dan Menggunakan Penilaian Unjuk Kerja

Karakteristik dan compleksitas dari unjuk kerja (performance assessment) biasanya menimbulkan masalah dalam pengumpulan data untuk membuktikan validitas (validity evidence) tidak seperti dalam pengembangan tes pilihan ganda (Setiadi, 2008:III-7). Dalam unjuk kerja, penilaian menggunakan penskoran dari skala nilai yang mempunyai beberapa kriteria untuk mengukur pemahaman siswa secara obyektif. Jadi, soal yang hendak dinilai adalah berbentuk soal uraian agar bisa diketahui kevalidan isi soal tersebut.

2.5.7 Rubrik Analitik dan Holistik dalam Unjuk Kerja Rubrik adalah pedoman penskoran (Iryanti, 2004:13). Dalam penilaian unjuk kerja, ada rubrik analitik dan rubrik holistik. Rubrik analitik adalah pedoman untuk menilai berdasarkan beberapa kriteria yang ditentukan. Dengan menggunakan rubrik ini, dapat dianalisa kelemahan dan kelebihan siswa dalam mempresentasikan tugas, serta kemampuan siswa dalam mengerjakan soal uraian yang berkaitan dengan pemahaman siswa mengenai materi belah ketupat dan layang-layang dengan menggunakan Generatif Learning. Menurut Iryanti (2004:13). Rubrik holistik adalah pedoman untuk menilai berdasarkan kesan keseluruhan atau kombinasi semua kriteria. Jadi semua aspek dalam penerapan konsep secara individual bisa dinilai dalam rubrik ini. Untuk rubrik holistik format penilaiannya bisa mengunakan angka 4 (memuaskan), 3 (memuaskan dengan sedikit kekurangan), 2 (memuaskan dengan banyak kekurangan, dan 1 (tidak memuaskan).

2.6 Pembelajaran dengan Strategi Generatif Learning

2.6.1 Pengertian Generatif Learning Pembelajaran Generatif adalah pembelajaran yang menekankan pada pengintegrasian secara aktif antara materi atau pengetahuan baru yang diperoleh dengan skemata (Baharuddin dan Wahyuni, 2009:128). Pembelajaran Generatif pertama kali diperkenalkan oleh Osborne dan Cosgrove (Wena, 2009:177) Menurut Wena (2009:177) pembelajaran Generatif terdiri dari empat tahap, yaitu: A. Explorasi Tahap explorasi disebut juga tahap pendahuluan. Pada tahap explorasi, guru bertugas untuk membimbing siswa untuk melakukan explorasi/penelusuran terhadap pengetahuan, ide, atau konsepsi awal yang diperoleh dari pengalaman sehari-harinya, dari tingkat kelas sebelumnya atau diperoleh dari beberapa referensi. Pada tahap ini guru bisa mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan materi untuk menggali konsepsi siswa. Untuk mendorong siswa agar mampu melakukan explorasi, guru membagi siswa dalam enam kelompok dan memberikan materi presentasi kepada masing-masing kelompok dan memberikan stimulus berupa aktivitas/tugas-tugas seperti melalui demonstrasi/penelusuran terhadap materi yang sedang dipelajari, yaitu belah ketupat dan layanglayang. Hal ini bertujuan agar siswa dapat menunjukkan data dan fakta yang terkait dengan materi tersebut. Melalui aktivitas demonstransi/penelusuran, siswa didorong untuk mengamati gejala atau fakta. Pada proses pembelajaran ini, guru berperan memberikan dorongan, bimbingan, memotivasi dan memberi arahan agar siswa mau dan dapat mengemukakan pendapat/ide/hipotesis. Pendapat atau ide sebaiknya disajikan secara tertulis. Pendapat/ide/hipotesis siswa yang berhasil teridentifikasi, mungkin ada yang benar dan yang salah. Apabila konsepsi siswa ini salah, maka dikatakan terjadi salah konsep

(misconception). Namun demikian, guru pada saat itu sebaiknya tidak memberikan makna, menyalahkan atau membenarkan terhadap konsepsi siswa. Menurut Sutarman dan Swasono (dalam Wena, 2009:178) pengujian hipotesis siswa akan dilakukan pada kegiatan experimen (tahap pemfokusan) oleh siswa sendiri.

B. Pemfokusan Pada tahap pemfokusan, siswa melakukan pengujian hipotesis dari pengetahuan sebelumnya melalui kegiatan laboratorium atau dalam model pembelajaran lain. Pada tahap ini guru bertugas sebagai fasilitator yang menyangkut kebutuhan sumber, memberi bimbingan dan arahan, dengan demikian siswa dapat melakukan proses sains (Wena, 2009:179). Proses sains yang bisa dilakukan siswa dalam hal ini misalnya adalah mencari sumbu simetri dengan media bangun datar belah ketupat dan layang-layang yang disediakan oleh guru. Guru hendaknya memberikan tugas yang dapat menstimulasi siswa dalam menguji hipotesis dengan caranya sendiri. Sehingga peserta didik memiliki keinginan yang kuat dalam menguji pendapatnya tentang suatu konsep atau materi yang diberikan. Untuk itu, tugas pembelajaran yang disusun oleh guru tidak seratus persen merupakan petunjuk atau langkah kerja, tetapi tugas-tugas hendaknya memberikan peluang yang luas bagi siswa untuk menyelesaikan tugas tersebut dengan caranya sendiri atau dengan cara yang diinginkannya. Kegiatan pengujian hipotesis terhadap tugas pembelajaran yang diberikan oleh guru kepada siswa dilakukan secara berkelompok yang telah ditetapkan pada tahap explorasi, sehingga siswa dapat berlatih untuk meningkatkan sikap seperti seorang ilmuwan. Penyelesaian tugas secara berkelompok memberikan dampak positif besar bagi siswa dalam meningkatkan kemampuannya, seperti kemampuan

dalam mengutarakan pendapat, kemampuan bersikap positif terhadap perbedaan pendapat, kemampuan menganalisa kebenaran, kemampuan bekerja sama dalam suatu tim, dan kemampuan dalam bertanya kepada rekan atau teman. Jadi tahap pemfokusan merupakan tahap dimana siswa bekerja sama dalam internal kelompok masing-masing untuk menyelesaikan suatu tugas, sehingga mereka memperoleh hasil kerja berdasarkan kemampuan mereka sendiri dan hasil inilah yang nanti akan didiskusikan antar kelompok pada tahap selanjutnya, yaitu tantangan. C. Tantangan Pada tahap ini, siswa melanjutkan hasil kerja masing-masing kelompok ke dalam suatu forum ilmiah, yaitu tukar pendapat atau diskusi. Periode pertama setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil kerja mereka yang disampaikan oleh ketua kelompok atau juru bicara yang disepakati masing-masing kelompok, dan periode kedua tanya jawab atau diskusi antar kelompok. Diskusi kelompok yang berjalan dengan baik ditentukan oleh beberapa hal, yaitu guru, materi, dan kemampuan kelompok. Guru hendaknya dapat menciptakan suasana yang hangat dan menyenangkan dan mengarahkan terjadinya perbedaan pandangan antara kelompok yang satu dengan lainnya. Perbedaan diharapkan berujung pada tukar pendapat atau diskusi terhadap tugas yang diberikan. Pada tahap ini, guru hendaknya memberikan arahan dan bimbingan positif mengenai materi jika ada kesalahan konsep, karena pada akhir diskusi diharapkan siswa bisa memperoleh kesimpulan dan pemantapan konsep yang benar, kesalahan konsep bisa diminimalisir oleh siswa itu sendiri karena setelah terjadi diskusi dengan sesama anggota kelompok yang dilanjutkan dengan bertukar pikiran dalam forum diskusi dengan kelompok yang lainnya, tentunya akan terjadi proses kognitif yang berupa

asimilasi dan akomodasi yang sesuai dengan konsep yang benar dan cocok dengan data empiris. Kemampuan presentasi siswa akan dinilai dengan format penilaian unjuk kerja dengan menggunakan rubrik analitik. D. Penerapan Pada tahap ini siswa diajak untuk dapat memecahkan masalah dengan menggunakan konsep barunya atau konsep benar dalam situasi baru yang berkaitan dengan hal-hal praktis dalam kehidupan sehari-hari dengan latihan soal uraian. Hasil diskusi yang dilaksanakan pada tahap ketiga merupakan suatu konsep atau pembelajaran baru bagi para siswa. Untuk itu, pada tahap keempat ini hasil diskusi yang merupakan konsep baru dapat diterapkan dalam kehidupan yang lebih nyata. Menurut Sutarman dan Swasono (dalam Wena, 2009:180) pemberian tugas rumah (PR) atau dengan tugas proyek yang dikerjakan siswa di luar jam pertemuan merupakan bentuk penerapan yang baik untuk dilakukan. Dalam hal ini, peneliti memelih tugas yang berupa latihan soal uraian agar bisa dinilai secara analitik sekaligus holistik pemahaman siswa pada materi belah ketupat dan layang-layang. Berdasarkan keempat tahapan diatas, siswa diharapkan dapat memiliki dan meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam membangun atau mengkonstruksi pengetahuan secara mandiri (Wena, 2009:183). Jadi dengan menghubungkan konsep pengetahuan sebelumnya dengan konsep baru yang ditugaskannya, diharapkan siswa akhirnya mampu menemukan atau membangun pengetahuan yang baru menjadi semakin matang. Kemampuan siswa dalam mengerjakan tugas/soal pada tahap ini akan dinilai dengan rubrik analitik. Sedangkan Pemahaman siswa mengenai materi belah ketupat dan layang-layang dengan strategi Generatif Learning akan dinilai dengan rubrik analitik dan holistik. Langkah-langkah Generatif Learning secara spesifik yaitu: Tabel 2.1. Tahapan Generatif Learning secara spesifik

Tahapan Kegiatan Guru Generatif LearningTahap Explorasi a. Membagi siswa menjadi 6 kelompok secara heterogen a. Siswa bergabung dengan anggota kelompoknya Siswa mendengarkan pertanyaan guru. Siswa mencari bahan materi yang diperoleh dari beberapa referensi mengenai materi belah ketupat atau layang-layang Siswa melakukan explorasi/ penelusuran, sehingga siswa memperoleh suatu hipotesis mengenai materi yang dilaporkan secara tertulis.

Kegiatan Siswa

b. Memberikan stimulus berupa pertanyaan b. awal pada siswa mengenai definisi, sifatsifat, serta cara menghitung keliling dan c. luas belah ketupat dan layang-layang c. Memberikan tugas pada siswa untuk mencari referensi mengenai materi belahd. ketupat atau layang-layang disertai dengan contoh soalnya

d. Membimbing siswa dalam menyusun hipotesis dan melakukan explorasi mengenai materi yang dikerjakan secara tertulis. Tahap Pemfokusan e. Guru bertugas sebagai fasilitator yang e. menyangkut kebutuhan sumber, misalnya memberikan contoh bangun datar belah ketupat dan layang-layang dan juga kebutuhan sumber seperti beberapa referensi mengenai materi yang akan disusun siswa. Membimbing siswa dalam proses dalam f. menguji hipotesisnya dengan beberapa referensi dan contoh bangun datar belah ketupat dan layang-layang. g. Siswa bisa meminta bantuan guru jika ada kesulitan dalam mendapatkan sumber seperti beberapa referensi dan contoh bangun datar belah ketupat dan layanglayang agar siswa bisa membuktikan besar sudut dan sumbu simetri kedua bangun ini untuk dipresentasikan. Siswa melakukan pengujian dengan sesama anggota kelompoknya menggunakan contoh bangun datar belah ketupat dan layang-layang Siswa berdiskusi/bertukar pikiran secara aktif dengan sesama anggota kelompoknya.

f.

g. Membimbing siswa dalam berdiskusi dengan anggota kelompoknya secara efektif. Tahap Tantangan

h. Guru mempersilahkan masing-masing h. kelompok untuk presentasi sesuai dengan urutan tiaa-tiap kelompok. i. Menciptakan suasana yang hangat dan i. menyenangkan dan mengarahkan terjadinya perbedaan pandangan antara j. kelompok yang satu dengan lainnya

Masing-masing kelompok mempresengtasikan tugasnya sesuai dengan urutan tiap-tiap kelompok. Setiap kelompok memberikan contoh soal yang sesuai dengan materi presentasi Setiap kelompok mempersilahkan kelompok lain untuk bertanya

j. k.

Memperhatikan proses diskusi

k.

Memberikan arahan dan bimbingan positif mengenai materi jika ada kesalahan l. konsep

Anggota kelompok menjawab pertanyaan dari kelompok lain Siswa saling bertukar pikiran dengan kelompok lain agar diperoleh suatu pemantapan konsep yang benar.

l.

Menilai kemampuan presentasi siswa dalam kelompok dengan penilaian unjuk m. Siswa memperbaiki penjelasan yang salah kerja menggunakan rubrik analitik n. Akhir diskusi, setiap kelompok memberikan presentasi kesimpulan m. Memberikan evaluasi terhadap kinerja o. Medengarkan penjelasan guru siswa dan kesimpulan akhir Tahap Penerapan n. Memberikan latihan soal-soal yang p. dikerjakan secara individu di luar jam pertemuan (PR) dengan langkah kerja, dan dikumpulkan pada pertemuan berikutnya, latihan soal ini akan dinilai secara analitik, kemudian akan digabungkan dengan rubrik analitk presentasi dalam rubrik holistik Mengerjakan soal latihan yang berupa uraian dan langkah kerja di luar jam pertemuan

2.6.2 Kelebihan dan Kekurangan Strategi Pembelajaran Generatif A. Kelebihan Strategi Generatif Learning Menurut Sutarman (2004:100) kelebihan pembelajaran Generatif adalah: 1. Pembelajaran Generatif memberikan peluang kepada siswa untuk belajar secara kooperatif 2. Merangsang rasa ingin tahu siswa. 3. Pembelajaran Generatif cocok untuk meningkatkan keterampilan proses. 4. Meningkatkan aktivitas belajar siswa, diantaranya dengan bertukar pikiran dengan siswa yang lainnya, menjawab pertanyaan dari guru, serta berani tampil untuk mempresentasikan hipotesisnya. 5. Konsep yang dipelajari siswa akan masuk ke memori jangka panjang.

B. Kekurangan Strategi Generatif Learning 1. Membutuhkan waktu yang relatif lama. 2. Dikawatirkan akan terjadi misconception atau salah konsep (Wena, 2009:178). Agar tidak terjadi salah konsep, maka guru harus membimbing siswa dalam mengexplorasi pengetahuan dan mengevaluasi hipotesis siswa pada tahap tantangan setelah siswa melakukan presentasi, sehingga siswa bisa memahami materi dengan benar, meskipun usaha menggali pengetahuan sebagian besar adalah dari siswa itu sendiri. 2.7 Hasil Penelitian yang Relevan 1) Lusiana (2009) telah melakukan penelitian dengan judul tesis Penerapan model pembelajaran Generatif (MPG) untuk pelajaran matematika di kelas X SMA Negeri 8 Palembang. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa bahwa strategi Generatif Learning dapat meningkatkan aktivitas siswa, ketuntasan belajar serta sikap siswa pada mata pelajaran matematika. 2) Sutarman (2004) telah melakukan penelitian dengan judul Implementasi pembelajaran Generatif berbasis Konstruktivisme sebagai upaya meningkatkan aktivitas belajar dan keterampilan proses fisika siswa kelas VIII SMP Negeri 17 tahun pelajaran 2003/2004. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa strategi Generatif Learning dapat meningkatkan aktivitas belajar dan keterampilan proses siswa pada pokok bahasan bangun energi listrik dan kemagnetan. 3) Sari (2009) telah melakukan penelitian dengan judul Penerapan model pembelajaran Investigasi Matematika dengan teknik Penilaian Kinerja (Performance Assessment) untuk meningkatkan hasil belajar pada pokok bahasan segitiga siswa kelas VII MTs Surya Buana Malang tahun pelajaran 2008/2009.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Investigasi Matematika dengan teknik Penilaian Kinerja (Performance Assessment) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan segitiga 2.8 Deskripsi Materi Bangun Datar Belah Ketupat dan Layang-Layang 2.8.1 Belah Ketupat A. Pengertian Belah Ketupat Belah ketupat adalah bangun yang dibentuk dari gabungan segitiga sama kaki dan bayangannya setelah dicerminkan terhadap alasnya. B. Sifat-Sifat Belah Ketupat 1. Semua sisi belah ketupat adadah sama panjang

Pada gambar di atas, AB = BC..............(1) BC = CD.............(2) CD = AD.(3) Jadi, AB = BC = CD = AD

ABC sama dan sebangun dengan

ADC, maka:

2. Kedua diagonal setiap belah ketupat merupakan sumbu simetri

Pada gambar belah ketupat di atas

ABD kongruen dengan

CBD, maka BD merupakan sumbu simetri

belah ketupat. ABC sama dan sebangun dengan ketupat.

ADC. Maka AC merupakan sumbu simetri belah

3. Sudut-sudut yang berhadapan sama besar dan dibagi dua sama besar oleh diagonal-diagonalnya. Pada gambar di atas, A B C, sehingga A = C

D, sehingga B = D

Jadi, A = C dan B = D 4. Kedua diagonal belah ketupat saling membagi dua sama pan jang dan saling berpotongan tegak lurus OA OB OC, sehingga OA = OC OD, sehingga OB = OD

AOB = AOD =

x 180 = 90

C. Keliling dan Luas Belah Ketupat Keliling diperoleh dari jumlah sisi-sisi luarnya. Jadi, keliling belah ketupat

Luas Belah Ketupat:

2.8.2 Layang-Layang A. Pengertian Layang-Layang

Layang-layang adalah gabungan dua segitiga sama kaki yang panjang alasnya sama dan berimpit. B. Sifat-Sifat Layang-Layang 1) Layang-layang mempunyai sepasang sisi yang sama panjang Pada gambar di atas, layang-layang ABCD dibentuk dari segitiga sama kaki ABD dan segitiga sama kaki BCD. Jadi:

ABD sama kaki, maka AB = AD

BCD sama kaki, maka BC = CD 2) Layang-layang memiliki sepasang sudut berhadapan yang sama besar

ABD sama kaki, maka ABD = ADB BCD sama kaki, maka CBD = CDB ABD + CDB = ADB + CDB Jadi, ABC = ADC 3) Salah satu diagonal dari layang-layang adalah merupakan sumbu simetri

Pada gambar di atas,

ABD adalah samakaki dengan AB = AD, maka AO merupakan sumbu simetri.

BCD adalah samakaki dengan BC = CD, maka OC merupakan sumbu simetri. Karena AOD = DOC saling berpelurus, maka AC adalah garis lurus yang merupakan sumbu simetri layang-layang ABCD 4) Salah satu diagonal layang-layang membagi dua sama panjang diagonal lain dan tegak lurus dengan diagonal itu

Pada gambar di atas, layang-layang ABCD dibalik menurut sumbu simetri AC, maka OB OB = OD

OD, Jadi

AOB = AOD =

x 180 = 90

5) Keliling dan Luas Layang-Layang

Keliling layang-layang ABCD pada Gambar di atas sebagai berikut: Keliling (K) = AB + BC + CD + DA = x + x + y + y = 2x + 2y = 2(x + y) Layang-layang ABCD pada gambar di samping dibentuk dari dua segitiga sama kaki ABC dan ADC.

Luas layang-layang ABCD = luas

ABC + luas

ADC

=

x AC x OB +

x AC x OD

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, karena tindakan kepada subyek penelitian sangat diutamakan untuk pengungkapan makna dan proses pembelajarannya sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman melalui strategi pembelajaran Generatif (Generatif Learning). Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan peristiwa-peristiwa yang terjadi di lapangan secara alami. Menurut Sugiyono (2008:9) karakteristik penelitian kualitatif adalah sebagai berikut: 1. Dilakukan pada kondisi yang ilmiah 2. Penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif 3. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses dari pada produk 4. Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif 5. Penelitian kualitatif lebih menekankan makna (data dibalik yang diamati) Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Reseach). Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru ke kelas atau di sekolah tempat ia mengajar dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses pada praktek pembelajaran (Arikunto, 2006:96). Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas partisipan, yaitu apabila peneliti terlibat langsung didalam proses penelitian sejak awal sampai dengan hasil penelitian yang berupa laporan (Aqib, 2006:20).

Tahap-tahap yang ditempuh dalam penelitian tindakan kelas adalah : (1) Perencanaan (Plan) Pada tahap ini peneliti merencanakan serangkaian kegiatan yang akan diterapkan di kelas pada saat penelitian berlangsung. Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan ini adalah membuat format observasi, membuat format catatan lapangan, membuat lembar angket, dan lain sebagainya. (2) Tindakan (Act) Langkah selanjutnya bagi peneliti adalah tindakan. Pada tahap ini perencanaan yang sudah dibuat peneliti akan dilaksanakan. (3) Pengamatan (Observe) Tahap pengamatan (observe) dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Pada tahap ini peneliti akan dibantu oleh guru mata pelajaran dan teman sejawat untuk mencatat semua hal yang diperlukan dalam penelitian berupa pengumpulan data-data. (4) Refleksi (Reflect) Refleksi adalah kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan. Pada tahap refleksi ini, peneliti menganalisis dan menyimpulkan data-data yang diperoleh selama proses penelitian. Empat tahap tersebut di atas disebut siklus pertama. Apabila pada siklus pertama tujuan penelitian belum tercapai, maka pada siklus berikutnya perencanaan direvisi dengan berpedoman hasil observasi dan diskusi dengan guru dan teman sejawat. Siklus dapat diakhiri apabila tujuan penelitian sudah tercapai.

3.2 Kehadiran Peneliti Dalam rancangan pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini, kehadiran peneliti sebagai pemberi tindakan. Peneliti sekaligus merupakan perencana, pelaksana, pengumpul data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya peneliti juga menjadi pelapor hasil penelitian. Maka untuk mengurangi tingkat kerumitan peneliti, diperlukan adanya kehadiran observer. 3.3 Lokasi Penelitian Penelitian ini berlokasi di SMP Islam1 Batu. Lokasi ini dipilih dengan pertimbangan lokasinya yang terjangkau, sehingga mudah untuk mengadakan kegiatan observasi. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII D SMP Islam 1 Batu Tahun Pelajaran 2009/2010 yang berjumlah 37 siswa dengan pertimbangan hasil belajar siswa yang heterogen. 3.4 Data dan Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII D SMP Islam 1 Batu tahun pelajaran 2009/2010 yang berjumlah 37 siswa dan data dalam penelitian ini ada dua jenis, yaitu: 1) Data kuantitatif yang diperoleh dari dokumen hasil belajar siswa yang terangkum dalam format penilaian unjuk kerja siswa dan nilai tes setiap akhir siklus. 2) Data kualitatif, diperoleh dari hasil observasi guru dan siswa, catatan lapangan, dan hasil wawancara. 3.5 Prosedur Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, diperlukan teknik-teknik pengumpulan data sebagai berikut: 1) Tes

Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan inteligensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Arikunto, 2006:150). 2) Unjuk kerja Penilaian unjuk kerja adalah penilaian berdasarkan hasil pengamatan penilai terhadap aktivitas siswa sebagaimana yang terjadi (Siswono, 2004:4). Penilaian dilakukan terhadap kinerja, tingkah laku, atau interaksi siswa. Cara penilaian ini lebih otentik daripada tes tertulis karena apa yang dinilai lebih mencerminkan kemampuan siswa yang sebenarnya. Semakin sering guru mengamati unjuk kerja siswa, semakin terpercaya hasil penilaian kemampuan siswa. 3) Wawancara Wawancara yaitu suatu dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara (Arikunto, 2006:155). Wawancara dalam penelitian ini dilakukan untuk memperdalam makna pemahaman konsep terhadap materi bangun datar belah ketupat dan layang-layang dengan menggunakan strategi Generatif Learning dengan penilaian unjuk kerja 4) Observasi Observasi atau disebut juga dengan pengamatan adalah memperhatikan terhadap suatu obyek dengan menggunakan alat indra (Arikunto, 2006:156). Observasi dalam penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data secara obyektif mengenai hal-hal yang terjadi selama pembelajaran berlangsung. 5) Catatan lapangan

Menurut Bogdan dan Biklen (dalam Moleong, 2006:209) catatan lapangan adalah catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif. 3.6 Instrumen Penelitian Menurut Arikunto (2006:136) instrumen penelitian adalah alat/perangkat yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Instrumen-instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Pedoman penilaian unjuk kerja Rubrik adalah pedoman penskoran (Iryanti, 2004:13). Penilaian unjuk kerja bisa menggunakan rubrik penilaian analitik dan holistik. Rubrik analitik adalah pedoman untuk menilai berdasarkan beberapa kriteria yang ditentukan. Dalam hal ini peneliti menggunaka rubrik analitik untuk menilai kemampuan presentasi, kualitas materi, pengetahuan dan penampilan siswa di kelas yang dilaksanakan siswa secara berkelompok yang dilaksanakan pada tahap tantangan dalam Generatif Learning. Rubrik penilaian holistik untuk menilai secara keseluruhan kemampuan siswa secara umum dari tugas atau latihan soal yang dilaksanakan pada tahap penerapan dalam Generatif Learning dan ditambah dengan nilai keseluruhan yang diperoleh dari unjuk kerja siswa sebelumnya. 2) Lembar observasi Dalam penelitian ini dilakukan observasi atau pengamatan secermat-cermatnya. Lembar observasi yang digunakan adalah lembar observasi terstruktur yang mengungkapkan aktivitas siswa selama proses pembelajaran.

3) Pedoman wawancara wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2006:186). 4) Format Catatan Lapangan Catatan lapangan digunakan untuk melengkapi data selama proses penelitian yang bersifat penting dan tidak tercantum pada lembar observasi. 3.7 Teknik Analisis Data Adapun data yang dianalisis adalah data yang diperoleh dalam penelitian yang berupa hasil kinerja siswa yang diperoleh dari presentasi dan PR, rancangan pembelajaran, tes, observasi, dan catatan lapangan. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif dan analisis data kuantitatif . 3.7.1 Analisis Data Kualitatif Analisis data kualitatif yaitu menggunakan model alir yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2008:246-252) yang meliputi: 1) Data Reduction (Reduksi Data) Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya yang terkait dengan strategi pembelajaran Generatif. 2) Data Display (Penyajian Data) Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Dalam

penelitian kualitatif penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antarkategori, flowchart dan sejenisnya. 3) Conclusion Drawing/Verivication (Kesimpulan/Verifikasi) Penarikan kesimpulan dan verifikasi ini merupakan pemberian makna dan interpretasi terhadap data yang telah direduksi dan dipaparkan sesuai dengan informasi yang diperlukan. Dalam analisis data, selanjutnya data kualitatif dianalisis menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif dengan persentase yaitu:

Persentase Skor Rata-rata (SR) =

X 100%

Sebagai pedoman dalam menarik kesimpulan dari hasil analisis data, ditetapkan kriteria sebagai berikut: Tabel 3.1 Taraf Keberhasilan Tindakan Persentase Keberhasilan 90% SR 100% 80% SR < 90% 70% SR < 80% 60% SR < 70% 0% SR < 60% Taraf Keberhasilan Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Sangat Kurang

(Sumber: Riduwan dan Akdon, 2005:17-18) Analisis Data Kuantitatif

7.2

Sedangkan data kuantitatif dianalisis secara deskriptif. Dalam hal ini peneliti menggunakan analisis deskriptif dengan mencari presentase dan nilai rata-ratanya. Menurut Mulyasa (2003:101-102) pembelajaran dari segi proses dan hasil dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Data yang merupakan data kuantitatif adalah: 1) Hasil Unjuk Kerja Siswa Skor yang diperoleh siswa dari penilaian unjuk kerja dengan rubrik analitik dan holistik akan diolah sesuai dengan pedoman penilaian unjuk kerja yang telah disusun oleh peneliti. Sehingga diperoleh skor akhir dari hasil unjuk kerja siswa dengan penjelasan sebagai berikut: Tabel Tabel 3.2 Format Penilaian Unjuk Kerja Komponen Presentasi PR Bobot 10 10 Jumlah Skor Maksimal 5 5 Skor Akhir 50 50 100

2) Hasil tes akhir siklus Dalam penelitian ini tes digunakan untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep siswa tentang materi bangun datar belah ketupat dan layang-layang yang disyaratkan nilai tes siswa harus mencapai 61. Ketentuan ini disesuaikan dengan SKBM (Standar Ketuntasan Belajar Minimum) yang berlaku di sekolah.

Data kuantitatif yang berupa hasil penilaian unjuk kerja siswa dan hasil tes akhir siklus akan dianalisis menggunakan teknik analisis deskriptif kuantitatif yaitu dengan mencari nilai rata-rata tes akhir siklus siswa dan mencari presentasenya. Menurut Sudjana (2008:109), perumusan nilai rata-rata adalah sebagai berikut:

=

dengan:

= Nilai rata-rata siswa X = Jumlah seluruh skor N = Jumlah subyek Nilai ketercapaian hasil belajar mempunyai rentang antara 0-100. kemudian akan dihitung berapa % jumlah siswa yang tuntas dalam pembelajaran yaitu siswa yang mendapat nilai 61. Cara menghitung prosentase ketuntasan belajar adalah sebagai berikut: siswa yang mendapat nilai 61 prosentase tuntas belajar = siswa keseluruhan X 100%

3.8 Krtiteria Keberhasilan Tabel 3.3 Kriteria keberhasilan Teknik Pengumpulan Data

Kriteria Keberhasilan

Instrumen

Analisis Data

Rata-rata nilai tes siswa 65

Lembar penilaian unjuk kerja dan lembar soal akhir siklus Lembar penilaian unjuk kerja dan lembar soal akhir siklus Lembar Observasi siswa

Tes Analisis data kuantitatif kemudian membandingkan dengan taraf keberhasilan

75% siswa mendapat nilai 61 Siswa aktif dalam proses pembelajaran (keberhasilan tindakan 75%)

Tes

Observasi Langsung

Analisis data kualitatif kemudian membanding kan dengan taraf keberhasilan

3.9 Pemeriksaan Kabsahan Data Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan yang berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan dalam pengecekan ini adalah kriteria derajat kepercayaan (credebility) (Moleong, 2005:324). Pada penelitian ini derajat kepercayaan dilakukan dengan 3 teknik yang disarankan Moleong (2005:327). Ketiga teknik tersebut adalah: 1. Ketekunan Pengamatan Ketekunan pengamatan berarti mencari secara konsisten interpretasi dengan berbagai cara dalam kaitannya dengan proses analisis yang konstan.

2. Triangulasi

Tria