shank ayam
DESCRIPTION
fapetTRANSCRIPT
-
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
69
PERFORMANS AYAM MERAWANG BETINA DEWASA BERDASARKAN KARAKTER KUALITATIF DAN UKURAN-
UKURAN TUBUH SEBAGAI BIBIT HASNELLY Z. dan RAFIDA ARMAYANTI
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung Jl. Mentok Km 4 Pangkalpinang 33134
ABSTRAK
Penelitian mengenai performans ayam Merawang betina dewasa yang dilaksanakan di BPTP, Kepulauan Bangka Belitung, pada tanggal 13 sampai 25 Juni 2005. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui performans mengenai karakter kualitatif dan ukuran-ukuran tubuh ayam Merawang dewasa (umur 6 bulan sampai 2 tahun) sebagai bibit dalam program pengembangan di BPTP Kepulauan Bangka Belitung. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode sensus. Secara umum ayam Merawang betina memiliki ciri-ciri warna bulu coklat kemerahan (90%) dan coklat keemasan (10%), 100% jengger tunggal, 100% shank bewarna kuning, 100% warna paruh kuning. Ayam Merawang betina dewasa bibit memiliki rataan bobot badan 1,77 + 0,27 kg, rataan panjang dada 11,72 + 1,66 cm, lingkar dada 30,93 + 1,80 cm, lebar dada 12,2 + 1,60 cm, panjang femur 9,53 + 0,96 cm, panjang tibia 11,05 + 1,05 cm, panjang shank 8,57 + 0,40 cm.
Kata kunci: Ayam Merawang betina bibit, karakter kualitatif, ukuran-ukuran tubuh
PENDAHULUAN
Ayam Merawang merupakan ayam lokal berasal dari daerah Merawang Kepulauan Bangka Belitung. Dengan adanya ayam Merawang ditinjau dari aspek plasma nutfah, merupakan suatu keuntungan bertambahnya satu lagi ayam lokal khas Indonesia yang sangat potensial mendukung sektor peternakan. Ayam Merawang mempunyai nilai estetika yang tinggi, sesuai budaya masyarakat Tionghoa yang masih mayoritas di Kepulauan Bangka Belitung pada saat-saat upacara keagamaan yang terjadi 4 kali dalam setahun ayam ini sangat dibutuhkan dan harga menjadi sangat tinggi. Kalau hal ini dapat dimanfaatkan tentu keuntungan optimal dapat diperoleh petani.
Namun demikian sama dengan ayam kampung lainnya pemeliharaan ayam Merawang masih tradisional, perkawinan silang dengan ayam kampung biasa tidak dapat dihindari ini berdampak terhadap menurunnya keseragaman ayam Merawang, hal ini kalau dibiarkan terus-menerus bukan tidak mungkin ayam Merawang asli akan mengalami kepunahan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kepulauan Bangka Belitung telah melakukan penangkaran dan pengem-
bangan melalui kegiatan perbibitan di visitor plot pada kebun percobaan.
Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan untuk mengetahui gambaran umum karakter kualitatif dan karakter kuantitatif/ukuran-ukuran tubuh ayam Merawang betina dewasa yang akan digunakan sebagai bibit guna meningkatkan produktifitasnya serta dapat berguna sebagai salah satu bahan kajian mendasar dalam memantau kelestarian ayam Merawang sebagai salah satu sumber daya genetik lokal Indonesia.
MATERI DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di BPTP Kepulauan Bangka Belitung pada bulan 13 sampai 25 Juni 2005. Materi 30 ekor ayam Merawang betina dewasa bibit merupakan kegiatan penangkaran dan pengembangan melalui kegiatan perbibitan yang ada di BPTP Kepulauan Bangka Belitung, sehingga keseragaman relatif lebih tinggi dibandingkan yang berkembang di tingkat petani. Pemeliharaan secara semi intensif dengan menggunakan sistem kandang ren dimana ternak dilepas pada siang hari di halaman exercise berpagar. Pakan yang diberikan adalah campuran dedak 30%, jagung 40% dan konsentrat 30% dengan pemberian pakan 2 kali
-
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
70
sehari pagi dan sore. Sebagai pakan tambahan menggunakan bungkil kelapa yang diberikan secara terpisah.
Peubah yang diamati antara lain karakter kualitatif yaitu: warna bulu, warna shank, warna paruh, bentuk jengger, sedangkan karakter kuantitatif ukura-ukuran tubuh yang diamati yaitu: bobot badan, panjang dada, lingkar dada, lebar dada, panjang shank, panjang paha atas dan bawah. Data diperoleh berdasarkan pengukuran langsung pada 30 ekor ayam Merawang betina bibit, dan data karakter kualitatif dianalisis dengan menggunakan rumus frekuensi fenotip relatif (persentase), sedangkan data karakter kuantitatif (ukuran-ukuran tubuh dan bobot badan) dianalisis secara statistik deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakter kualitatif
Karakter kualitatif penting bagi para pemulia sebagai cap dagang (trade mark) sehingga sering dipertimbangkan dalam program pemuliaan, sifat ini dikendalikan oleh satu atau beberapa gen dan sedikit atau tidak sama sekali dipengaruhi oleh faktor lingkungan (HARDJOSUBROTO, 2002). Karakter kualitatif merupakan ciri khas dan dijadikan patokan dalam menentukan bangsa/jenis dari ternak. Karakter kualitatif yang diamati antara lain warna bulu, warna shank, warna paruh, bentuk jengger dan ada tidaknya warna hitam pada ekor dan sayap disajikan pada Tabel 1.
Pada Table 1 menunjukan bahwa ayam Merawang betina dewasa bibit memiliki warna bulu coklat kemerahan lebih dominan dengan frekuensi 90% dibanding coklat keemasan dengan frekuensi 10%. Warna bulu disebabkan oleh pigmen, struktur fisik atau kombinasi keduanya (NATAWIHARJA, 2003). Bulu yang bewarna disebabkan oleh gen (i), sedangkan warna bulu putih pada unggas selain disebabkan oleh gen penghambat (I) terhadap pigmen warna ada juga yang disebabkan tidak adanya pigmentasi bulu dan memang tidak memiliki gen warna (c), misalnya ayam Albino dengan gen bulu putih yang bersifat resesif terhadap gen bulu berwarna (HUTT, 1949).
Tabel 1. Karakter kualitatif ayam Merawang betina sebagai bibit
Karakter kualitatif Jumlah (ekor) Frekuensi
(%) Warna bulu Coklat kemerahan Coklat keemasan Bulu hitam pada ekor ada Tidak Bulu hitam pada sayap Ada Tidak Warna shank Kuning Putih Warna paruh Kuning Putih Bentuk jengger Tunggal Pea
27 3
20 10 8 22
30 0
30 0
30 0
90 10
66,67 33,33
26,67 73,33
100 0
100 0
100 0
Keterangan: Populasi (N) = 30 ekor
Ayam Merawang betina
Pada bagian ekor dan sayap ayam Merawang mempunyai warna bulu hitam, dengan frekuensi pada ekor 66,67% dan pada sayap 26,67% sedangkan yang tidak mempunyai warna bulu hitam pada ekor 33,33% dan pada sayap 73,33%, hal ini menjelaskan bahwa warna bulu ayam Merawang betina bibit menyerupai pola Columbian yaitu dengan pola warna bulu yang berbeda antara warna bulu badan dengan warna bulu pada ujung-ujung sayap dan ekor.
Ayam Merawang betina
-
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
71
Warna shank ayam Merawang sudah seragam dengan frekuensi 100% bewarna kuning, hal ini sesuai dengan hasil penelitian SESMIRA (2002) yang menyatakan warna shank ayam Merawang umur 5-12 minggu seragam dengan frekuensi 100% kuning. Warna shank kuning pada ayam betina dapat digunakan untuk memperkirakan tingkat produksi telur yang dihasilkan dengan melihat perubahan warna pada shank. Pigmen lipokrom yang terdapat pada shank sama dengan pigmen pada kuning telur, sehingga warna shank dapat dijadikan indikasi tingkat produksi telur seekor ayam, oleh karena itu perubahan warna shank bisa digunakan pada proses pengafkiran ayam petelur (JULL, 1951).
Warna paruh kuning dan bentuk jengger
tunggal
Warna paruh sudah 100% seragam bewarna kuning, dan bentuk jengger juga sudah 100% seragam berbentuk tunggal. Warna shank, warna paruh, dan bentuk jengger yang sudah seragam dengan frekuensi 100%, dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam seleksi untuk meningkatkan kemurnian ayam Merawang.
Warna shank kuning
Tidak ada warna hitam pada ekor
Warna hitam pada ekor
Karakter kuantitatif
Rata-rata pertumbuhan tulang mengalami kenaikan pada umur 4-12 minggu, dari umur 12-20 minggu laju pertumbuhan tulang menurun. Perubahan pada bobot badan menunjukan perkembangan tubuh ayam muda, sedangkan perubahan pada ukuran-ukuran tubuh menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan dari bagian-bagian tubuh (SASIMOWSKI, 1987). Setelah unggas dewasa sangat sedikit perubahan yang terjadi pada tulang sehingga pengukuran pada tulang dapat memberikan hasil yang lebih akurat untuk mengetahui ukuran tubuh (HUTT, 1949). Oleh karena itu ukuran tubuh dapat digunakan untuk pengamatan karakter kuantitatif.
Bobot badan
Hasil analisis bobot badan pada ayam Merawang betina dewasa sebagai bibit disajikan pada Tabel 2.
Hasil analisis pada Tabel 2. menunjukkan koefisien variasi bobot badan relatif masih tinggi 15,15% dengan kisaran bobot badan antara 1,35-2,5 kg. Menurut NASOETION (1992), populasi dianggap seragam memiliki nilai koefisien variasi tidak lebih dari 5-15%. Dari hasil pengamtan ternyata ayam Merawang betina masih mempunyai homogenitas yang rendah akan tetapi lebih tinggi dari ayam lokal pada umumnya, karena menurut SIDADOLOG dan SASONGKO (1990) dalam penelitiannya bahwa standar penyimpangan bobot badan ayam lokal rata-rata 25%. Hal ini diperjelas oleh HASNELLY (2004) yang menyatakan bahwa sifat pertumbuhan ayam Merawang masih bervariasi dan dapat dilihat dari besarnya rata-rata koefisien variasi bobot badan yang berkisar antara 12,26-16,95%. Berdasarkan hal tersebut, penerapan seleksi
-
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
72
berdasarkan bobot badan cukup efektif karena masih memiliki keseragaman yang tinggi.
Tabel 2. Hasil analisis bobot badan
Variabel/statistik Bobot badan (kg) Rata-rata Maksimun Minimum Ragam/varians Simpangan baku Koefisien variasi (%)
1,77 2,5 1.35 0,07 0.27
15,15
Keterangan: N (populasi) = 30 ekor
Ukuran-ukuran tubuh
Hasil analisis panjang dada, lingkar dada dan lebar dada disajikan pada Tabel 3.
Panjang dada merupakan panjang tulang sternum (KUSUMA, 2002). Pada Tabel 3. diperoleh panjang dada ayam Merawang betina berkisar antara 17-8,5 cm, dengan rata-rata lebih besar 11,72 + 1,66 cm bila dibandingkan
dengan penelitian MUNGGARAN (2004) rata-rata panjang dada ayam Sentul 9,504 cm, namun lebih rendah dibandingkan dengan ayam Pelung betina 12,04 cm (PURNOMO, 2004).
Koefisien variasi panjang dada sebesar 14,18% lebih rendah dari 15%, sehingga panjang dada ayam Merawang betina sebagai bibit masih dianggap seragam.
Lingkar dada merupakan lingkar tubuh yang diukur dari belakang pangkal sayap (KUSUMA, 2002). Sifat morfologi yang terbesar korelasinya dengan bobot badan adalah lingkar dada baik pada jantan maupun betina (TANUDIMADJA et al., 1983). Pada Tabel 3. diperoleh lingkar dada ayam Merawang betina dewasa bibit berkisar 27,5-36 cm, dengan rata-rata lingkar dada lebih besar yaitu 30,93+1,8 cm bila dibandingkan penelitian MUNGGARAN (2004) rata-rata lingkar dada ayam Sentul betina 29,022 cm dan ayam Pelung betina 14,6 cm (PURNOMO, 2004).
Table 3. Hasil analisis panjang dada, lingkar dada dan lebar dada
Variabel/statistik Panjang dada (cm) Lingkar dada (cm) Lebar dada (cm) Rata-rata Maksimun Minimum Ragam/varians Simpangan baku Koefisien variasi (%)
11,72 17 8,5 2,76 1,66 14,18
30,93 36
27,5 3,24 1,80 5,82
12,20 16 9
2,57 1,60
13,16
Keterangan: N (populasi) = 30 ekor
Hal ini menunjukkan ayam Merawang betina cukup produktif penghasil daging yang optimal disamping penghasil telur (dwiguna). Koefisien variasi relatf lebih kecil 5,82% hal ini menunjukkan bahwa lingkar dada ayam ini sudah seragam.
Lebar dada merupakan jarak antara dada bagian kanan dan bagian kiri (KUSUMA, 2002). Hasil analisis pada Tabel 3 menunjukkan lebar dada ayam Merawang betina dewasa bibit berkisar antara 9-16 cm, dengan rata-rata lebar dada 12,26+1,60 cm, hal ini tidak berbeda jauh bila dibandingkan dengan hasil penelitian MUNGGARAN (2004) rata-rata lebar dada ayam Sentul 11,069 cm, ayam Pelung betina 11,5 cm (PURNOMO, 2004). Lebar dada ayam Merawang betina dewasa bibit masih dianggap
seragam, hal ini ditunjukkan dengan koefisien variasinya 13,38%.
Hasil analisis panjang paha atas, panjang paha bawah dan panjang shank disajikan pada Tabel 4.
Panjang paha atas merupakan panjang tulang femur diukur dari perbatasan tulang illium sampai perbatasan tulang tibia (KUSUMA, 2002). Dari hasil analisis pada Tabel 4. menunjukkan panjang paha atas berkisar antara 7-11 cm, dengan rata-rata lebih kecil yaitu 9,53+0,96 cm bila dibandingkan ayam Sentul betina 10,091 cm (MUNGGARAN, 2004) dan ayam Pelung betina 14,6 cm (PURNOMO, 2004). Panjang paha atas ayam Merawang betina masih dianggap seragam dengan koefisien variasi sebesar 10,13%.
-
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
73
Tabel 4. Panjang paha atas, panjang paha bawah, panjang shank
Variabel/statistik Panjang paha atas (cm) Panjang paha bawah (cm) Panjang shank (cm) Rata-rata Maksimun Minimum Ragam/varians Simpangan baku Koefisien variasi (%)
9,53 11 7
0,93 0,96 10,13
11,05 13 8
1,10 1,05 9,52
8,57 9
7,5 0.16 0,40 4,70
Keterangan: N (populasi) = 30 ekor
Panjang paha bawah merupakan panjang tulang tibia diukur dari perbatasan dengan tulang femur sampai perbatasan tulang tarsometatarsus (KUSUMA, 2002). Pada Tabel 4. menunjukkan bahwa panjang paha bawah berkisar antara 13-8 cm, dengan rata-rata lebih kecil yaitu 11,05+1,05 cm bila dibandingkan dengan ayam Sentul betina 12,25 cm (MUNGGARAN, 2004) dan ayam Pelung Betina 15,01 cm (PURNOMO, 2004). Perkembangan dari panjang paha bawah dan paha atas dapat menunjukkan produksi daging karena merupakan peletakan daging (MANSJOER, 1981). Panjang paha bawah ayam Merawang betina bibit masih dianggap seragam dengan koefisien variasi 9,52%. Panjang shank merupakan panjang tulang tarsometatarsus (KUSUMA. 2002). Hasil analisis pada Tabel 4. menunjukkan panjang shank ayam Merawang betina mempunyai koefisien variasi yang terkecil dibandingkan ukuran-ukuran tubuh lainnya yaitu 4,70% hal ini menunjukkan panjang shank pada populasi sudah mendekati seragam, dengan panjang shank berkisar antara 7,5-9 cm, dengan rata-rata 8,57+0,40 cm lebih tinggi dari ayam Sentul betina 6,62 cm (MUNGGARAN, 2004) dan lebih rendah dari ayam Pelung betina 10,6 cm (PURNOMO, 2004). Panjang shank merupakan pendugaan yang tepat untuk penentuan bobot badan (MANSJOER, 1981). Hal ini diperjelas oleh JULL (1951) yang menyatakan bahwa panjang kaki mempunyai korelasi positif dengan bobot badan dan menentukan komposisi tubuhnya. Namun dengan demikian untuk seleksi ayam untuk produksi daging ayam yang mempunyai kaki yang terlalu panjang tidak diinginkan karena kaki yang pendek lebih kuat menopang tubuhnya (NATAWIHARJA, 2003).
Panjang dan lingkar dada
Lebar dada
Panjang paha atas
Panjang paha bawah dan panjang shank
-
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
74
KESIMPULAN
Karakter kualitatif ayam Merawang betina dewasa sebagai bibit secara umum memiliki warna bulu coklat kemerahan (90%) dan coklat keemasan (10%), warna shank kuning 100%, warna paruh kuning 100%, dan bentuk jengger tunggal 100%.
Bobot badan ayam Merawang betina dewasa rata-rata 1,77+0,27 kg, panjang dada 11,72+1,66 cm, lingkar dada 30,93+1,80 cm, lebar dada 12,2+1,60 cm, panjang paha atas 9,53+0,96 cm, panjang paha bawah 11,05+1,05 cm, dan panjang shank 8,57+0,40 cm.
Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam Merawang betina dewasa sebagai bibit dapat dijadikan sebagai informasi awal dalam standarisasi karakter ayam Merawang betina sebagai bibit.
DAFTAR PUSTAKA
HARDJOSUBROTO, W. 2002. Aplikasi Pemuliaan Ternak di Lapangan. Grasindo, Jakarta. 1-3
HASNELLY, Z. 2004 Analisis Penotip dan Genotip Ayam Merawang Dalam Masa Pertumbuhan. Tesis S2. Program Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta.
HUTT, F.B. 1949. Genetics of the Fowl. Mc. Graw-Hill Book Campany, Inc. New York.
JULL, M.A. 1951. Poultry Husbandary, 3nd Edition. Mc. Graw-Hill Book. Inc. New York.34-35
KUSUMA, A.S. 2002. Karakteristik Sifat Kuantitatif dan Kualitatif Ayam Merawang dan Ayam Kampung Umur 5-12 Minggu. Skripsi Fakultas Peternakan IPB, Bogor. 17-19.
MANSJOER S.S. 1981. Studi Sifat-sifat Ekonomis yang Menurun pada Ayam Kampung. Laporan Penelitian No 15/Penelitian/PUT/IPB/1979-1980. Fakultas Peternakan. IPB. Bogor.
MUNGGARAN, dan DEDEN K. 2004. Identifikasi Sifat-sifat Kuantitatif dan Ukuran-ukuran Tubuh pada Ayam Sentul Umur Dewasa. Skripsi Fakultas Peternakan. Universitas Padjadjaran. Bandung
NASOETION, A.H. 1992. Panduan Berfikir dan Meneliti secara Ilmiah Bagi Remaja. Gramedia. Jakarta.111.
PURNOMO, dan R. ADHITYA CIPTO. 2004. Idetifikasi Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Ayam Pelung Betina Dewasa. Skripsi Fakultas Peternakan. Universitas Padjadjaran. Bandung
SASIMOWSKI. 1987. Animal Breeding and Production an Outline. By. PWN-Publish Scientific Publishers. Warszawa.
SESMIRA 2002. Studi Fenotipik Ayam Merawang dan Ayam Kampung Umur 5-12 Minggu dengan Pemberian Ransum yang Mengandung 25% Bungkil Inti Sawit. Skripsi Fakultas Peternakan IPB. Bogor
SIDADOLOG, J.H.P dan H. SASONGKO. 1990. Genetika Produksi Telur dan Pertumbuhan Ayam Kampung. Laporan Penelitian No.232/PAM/DPPM/DB/XXI/1989. Fakultas Peternakan. UGM. Yogyakarta
TANUDIMADJA, K., SIGIT, R.I.R. MANGGUNG, N.SUJONO, dan L.H. BUNTARAN. 1983. Model-model Matematik dari Data Pertumbuhan Ayam Kampung Jantan dan Betina. Laporan Penelitian Bagian Anatomi Departemen Zoologi, Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor, Bogor