sertifikasi profesi pb - lsppb.org · kami mengharapkan agar lsp pb mampu menjalankan visi dan...
TRANSCRIPT
SERTIFIKASI PROFESI PB Pengakuan Kompetensi Kerja untuk Aksi Kemanusiaan
SERTIFIKASI PROFESI PB Pengakuan Kompetensi Kerja untuk Aksi Kemanusiaan
TIM PENYUSUN
Penanggungjawab
Sugimin Pranoto
Fatchul Hadi
Penulis
R. Sugiharto
Catur Sudiro
Adi Pamungkas
Editor
Novia Faradila
Design Grafis
Leonardus Harlan
Lembaga Sertifikasi Profesi Penanggulangan Bencana
Graha BNPB, Lt. 15
Jl. Pramuka Kav. 38 Jakarta Timur 13120
+62 811 922 777
http://www.lsppb.org
Sertifikasi Profesi PB i
PENGANTAR
Pada saat ini sertifikasi profesi menjadi isu penting.
Kita dihadapkan pada persaingan global di bidang
ketenagakerjaan yang di dalamnya terdapat
konsekuensi besar. Berlakunya Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA), akan terjadi migrasi besar-besaran
tenaga kerja lintas-negara yang berdampak pada
ketersediaan lapangan pekerjaan. Disinilah sertifikasi
kompetensi memainkan peran penting, termasuk
sertifikasi di bidang penanggulangan bencana. Dalam persaingan ini siapa
yang unggul akan memenangkan persaingan. Oleh karena itu, perlu
dibangun sumberdaya manusia penanggulangan bencana berbasis
kompetensi yang berjaminan mutu dan berdaya saing tinggi.
Pemerintah Indonesia cq. BNPB yang didukung oleh Kementerian
Ketenagakerjaan dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), telah
membangun sistem sertifikasi profesi di bidang penanggulangan bencana
antara lain dengan mendirikan Lembaga Sertifikasi Profesi
Penanggulangan Bencana (LSP PB). Dengan lisensi yang diberikan oleh
BNSP, LSP PB telah menjalankan fungsinya sebagai sertifikator, yang
mensertifikasi tenaga kerja dari kalangan pemerintah, masyarakat
(termasuk relawan), dan lembaga usaha. Hal tersebut dapat dimaknai
sebagi pemberian pengakuan dan penghargaan dari negara/pemerintah
terhadap profesi di bidang penanggulangan bencana.
Kegiatan yang telah dilaksanakan oleh LSP PB selama kurun waktu 2015-
2017 adalah kegiatan yang mengacu pada program kerja BNPB yang
dikelompokkan ke dalam kegiatan utama (sertifikasi), kegiatan pendukung,
dan kegiatan tambahan.
Kami mengharapkan agar LSP PB mampu menjalankan visi dan misinya
melalui kebijakan dan program strategis yang dapat membangkitkan
paradigma baru dalam menciptakan tenaga kerja berjaminan mutu yang
memiliki daya saing tinggi, guna meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat di bidang penanggulangan bencana.
Sertifikasi Profesi PB ii
Atas partisipasi dan dukungan dari semua pihak dalam pelaksanaan
program/kegiatan LSP PB, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya.
Jakarta, Oktober 2017
Ketua LSP PB,
Dr. Sugimin Pranoto, M. Eng.
Sertifikasi Profesi PB iii
DAFTAR ISI
PENGANTAR ........................................................................................... i
DAFTAR ISI .......................................................................................... iii
EXECUTIVE SUMMARY ........................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2. Tujuan Penulisan .................................................................... 4
BAB II MEMBANGUN SISTEM SERTIFIKASI PROFESI ........................... 5
2.1 Dasar Pemikiran....................................................................... 5
2.2 Makna Sertifikasi Profesi .......................................................... 7
2.3 Pembentukan Lembaga Sertifikasi Profesi Penanggulangan ...... 7
2.4 Skema dan Okupasi ................................................................. 9
BAB III PROGRAM KERJA LSP PB ....................................................... 11
3.1 Visi dan Misi .......................................................................... 11
3.2 Kebijakan dan Strategi ........................................................... 11
3.3 Program Kerja dan Realisasinya ............................................. 12
3.3.1 Program Kerja .................................................................. 12
3.3.2 Realisasi .......................................................................... 14
BAB IV LANGKAH KE DEPAN .............................................................. 26
BAB V PENUTUP ................................................................................. 27
DAFTAR ISTILAH DAN PENGERTIAN ................................................... 28
Sertifikasi Profesi PB iv
EXECUTIVE SUMMARY
Untuk memberikan perlindungan dan hak-hak dasar terhadap kehidupan
dan penghidupan, termasuk perlindungan atas bencana sebagaimana
diamanatkan oleh UUD 1945, telah dibentuk Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD), sebagai focal point/penanggung jawab dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana di tingkat nasional dan daerah.
Dari amanat tersebut tersirat sebuah tanggung jawab BNPB untuk
membangun sistem sertifikasi profesi di bidang penanggulangan bencana.
Oleh karena itu langkah awal yang dilakukan adalah membentuk Lembaga
Sertifikasi Profesi Penanggulangan Bencana (LSP PB). LSP PB tersebut
adalah LSP kategori II yang didirikan oleh BNPB dengan tujuan utama
melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja terhadap sumberdaya manusia
BNPB, sumberdaya manusia pemasoknya dan/atau sumberdaya manusia
dari jejaring kerja yang meliputi unsur Pemerintah/pemerintah daerah,
masyarakat (termasuk relawan), dan lembaga usaha.
Pendirian LSP PB terkait erat dengan kewajiban bagi setiap aktor/pelaku
penanggulangan bencana yang berperan sebagai pelaksana dalam
pemberian pelayanan kepada masyarakat/korban bencana. Tiap individu
wajib memiliki kompetensi kerja, yang mencakup aspek pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap kerja. Dengan cara ini akan dapat dicegah
terjadinya kelemahan/kesalahan dalam penanganan korban yang dapat
berakibat buruk. Melalui sertifikasi, terdapat jaminan mutu yang
diharapkan kinerja para aktor kemanusiaan dapat diukur dan dapat
dipertanggung jawabkan secara etik dan hukum, sehingga dapat
mengurangi keluhan-keluhan dari masyarakat yang dilayani. Sertifikasi
juga berfungsi sebagai pemberian pengakuan dan penghargaan profesi dari
negara/pemerintah, sebagaimana profesi-profesi yang lain.
Peraturan perundang-undangan yang mewajibkan bagi setiap tenaga kerja
baik di sektor pemerintah maupun swasta untuk mengembangkan
kompetensi kerja adalah (utamanya) Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2016
Sertifikasi Profesi PB v
tentang Aparatur Sipil Negara, dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun
2016 tentang Perangkat Daerah.
Dalam rangka mengemban misi tersebut, program kerja LSP PB adalah
program Sertifikasi, Sosialisasi, Pengembangan Kapasitas Asesor
Kompetensi, Pengembangan Standar, serta program Pengembangan dan
Pemeliharaan Tempat Uji Kompetensi (TUK). Program kerja tersebut
mencakup beberapa kegiatan yang dikelompokkan ke dalam kegiatan
utama, kegiatan pendukung, dan kegiatan tambahan.
1. Kegiatan Utama
Kegiatan ini berupa pelaksanaan uji kompetensi dalam rangka
sertifikasi, untuk mengukur sejauh mana penguasaan pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap kerja dari peserta uji kompetensi terhadap
standar kompetensi kerja yang dipersyaratkan.
2. Kegiatan Pendukung, meliputi:
a. Sosialisasi/Diseminasi Sertifikasi Profesi Penanggulangan Bencana
b. Workshop Asesor Kompetensi dan Sertifikasi Asesor Kompetensi.
c. Penyusunan dan Review Materi Uji Kompetensi (MUK).
d. Monitoring dan Evaluasi, dilakukan ke daerah untuk memperoleh
bahan masukan untuk mengukur tingkat keberhasilan
program/kegiatan LSP PB. Pada saat yang bersamaan dilakukan
verifikasi calon tempat uji kompetensi (TUK) untuk mengidentifikasi
apakan calon TUK tersebut telah siap dan layak serta memenuhi
persyaratan teknis untuk dijadikan tempat uji kompetensi.
e. Kaji Ulang Manajemen, rangka untuk mengidentifikasi sejauh mana
manajemen mutu telah dilaksanakan.
3. Kegiatan Tambahan, berupa kegiatan di luar program kerja yang
mengharuskan keterlibatan LSP PB di dalamnya, baik di dalam negeri
maupun di luar negeri.
Sertifikasi Profesi PB 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di era globalisasi saat ini, khususnya dengan diberlakukannya
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), terjadi integrasi di berbagai
aspek kehidupan. Para pemimpin ASEAN telah bersepakat untuk
menjadikan ASEAN sebagai kawasan bebas untuk pergerakan
barang dan jasa, investasi, dan aspek-aspek strategis lainnya
termasuk ketenagakerjaan/sumberdaya manusia di bidang
penanggulangan bencana yang membawa sebuah konsekuensi di
dalamnya. Untuk itu standarisasi di kawasan ASEAN menjadi
penting, termasuk standarisasi di bidang ketenagakerjaan/
sumberdaya manusia penanggulangan bencana untuk memudahkan
migrasi tenaga kerja. Di sisi lain, dengan standarisasi itu pula akan
terjadi kompetisi dan oleh karena itu dibutuhkan penyetaraan
standard termasuk standard kompetensi kerja di bidang
penanggulangan bencana sebagai acuan dalam mengukur sejauh
mana penguasaan masing-masing tenaga kerja secara invidu,
terhadap pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang
dipersyaratkan oleh pekerjaan mereka.
Dalam perspektif domestik, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana menyatakan bahwa salah satu
tujuan penanggulangan bencana adalah memberikan perlindungan
kepada masyarakat dari ancaman bencana, sebagai perwujudan dari
amanat UUD 1945 dalam rangka perlindungan kepada warga
Negara. Untuk dapat memberikan perlindungan, pelaku
kemanusiaan perlu memiliki kompetensi kerja memadai (memenuhi
standar minimal) agar kinerjanya terukur dan dapat
Sertifikasi Profesi PB 2
dipertanggungjawabkan. Ini merupakan tugas tidak ringan oleh
karena Indonesia memiliki kerentanan tinggi terhadap bencana
berkaitan dengan posisi Indonesia pada jalur pertemuan tiga
lempeng tektonik aktif dunia dan juga berada di daerah cincin api
(ring of fire) yang sangat potensial terjadinya bencana geologi.
Mengingat sangat luasnya wilayah Negara yang terdiri dari pulau-
pulau/lokasi (termasuk pulau/lokasi terpencil), penyelenggaraan
penanggulangan bencana harus dilaksanakan secara bersama-sama
dan saling melengkapi, antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga
usaha dengan memprioritaskan peran masyarakat dan sumberdaya
lokal. Ketiadaan kompetensi dari aktor kemanusiaan dapat berakibat
mutu pelayanan rendah dengan segala dampaknya. Dalam hal ini
Pemerintah memiliki tanggungjawab untuk memberikan jaminan
keselamatan kepada masyarakat/korban bencana, dan oleh karena
itu kompetensi kerja bagi pelaku kemanusiaan menjadi relevan. Hal
ini selaras dengan amanat peraturan perundang-undangan terkait,
antara lain:
a. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Di dalam Pasal 11 disebutkan bahwa setiap
tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau
meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja
sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui
pelatihan kerja.
b. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana. Di dalam Pasal 15 dan Pasal 23
dinyatakan bahwa keanggotaan unsur pelaksana BNPB dan
BPBD terdiri atas tenaga profesional dan ahli.
c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2016 tentang Aparatur Sipil
Negara. Di dalam Pasal 16 disebutkan bahwa setiap jabatan
Sertifikasi Profesi PB 3
(jabatan administrator, jabatan pengawas, dan jabatan
pelaksana) ditetapkan sesuai dengan kompetensi yang
dibutuhkan.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat
Daerah. Dalam Pasal 98 dinyatakan bahwa Pegawai Aparatur
Sipil Negara yang menduduki jabatan pimpinan tinggi, jabatan
administrator, dan jabatan pengawas pada Perangkat Daerah
wajib memenuhi persyaratan kompetensi teknis, manajerial,
dan sosial kultural. Untuk persyaratan kompetensi teknis
diukur dari tingkat dan spesialisasi pendidikan, pelatihan teknis
fungsional, dan pengalaman bekerja secara teknis yang
dibuktikan dengan sertifikasi.
e. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kualifikasi
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (KKNI), yang
mengatur kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang
menyetarakan bidang pendidikan, bidang pelatihan kerja, serta
pengalaman kerja.
Pelaksanaan uji kompetensi di bidang penanggulangan bencana
dilakukan oleh lembaga sertifikasi yang telah mendapatkan lisensi
dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Standar Kompetensi
Kerja Nasional Indonesia bidang Penanggulangan Bencana (SKKNI
PB) menjadi acuan bagi Asesor Kompetensi untuk mengukur sejauh
mana penguasaan dari peserta uji terhadap pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap kerja yang dipersyaratkan oleh pekerjaan
mereka. Sejatinya SKKNI PB tersebut merupakan rumusan
kemampuan kerja yang mencakup pengetahuan, ketrampilan, dan
sikap kerja yang dipersyaratkan oleh pekerjaan. SKKNI PB
dibutuhkan antara lain untuk meningkatkan kompetensi kerja dan
daya saing sumberdaya manusia melalui program Diklat berbasis
kompetensi dan sertifikasi kompetensi. Dalam konteks ini, terdapat
Sertifikasi Profesi PB 4
keterpaduan sertifikasi kompetensi antara lembaga Diklat, SKKNI,
dan lembaga sertifikasi profesi (LSP).
Gambar 1
Keterpaduan Sertifikasi Kompetensi antara Lembaga Diklat, SKKNI, dan Lembaga Sertifikasi
Profesi (LSP)
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan buku ini adalah untuk memberikan pemahaman
tentang LSP PB beserta tugas/fungsinya dan sebagai bahan
pembelajaran dari pengalaman yang baik dalam praktek (best
practice) pelaksanaan sertifikasi bidang penanggulangan bencana di
Indonesia.
LEMBAGA DIKLAT (mengembangkan
kompetensi)
L S P (memastikan dan
memelihara kompetensi)
S K K N I
Diklat berbasis Kompetensi Sertifikasi Kompetensi
Sertifikasi Profesi PB 5
BAB II
MEMBANGUN SISTEM SERTIFIKASI PROFESI
PENANGGULANGAN BENCANA
2.1 Dasar Pemikiran
Sertifikasi adalah sebuah skema di mana pihak/orang yang dipercayai
seperti penguasa atau pihak yang berwenang, mengeluarkan sertifikat
untuk pihak lain. Di Indonesia sistem sertifikasi profesi mulai
dibangun sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 23
Tahun 2004 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
Sistem sertifikasi profesi yang akan dibangun oleh BNPB mencakup
banyak aspek/sub-sistem, termasuk di dalamnya kebijakan/regulasi,
kelembagaan, sumber pembiayaan, perangkat kerja berupa asesor
kompetensi, profesi dalam skema sertifikasi, materi uji kompetensi,
tempat uji kompetensi (TUK), dan sub-sistem lainnya.
Kebutuhan untuk membangun sistem sertifikasi profesi di bidang
penanggulangan bencana dimulai paling tidak sejak 2009 dan
berlanjut pada awal 2012 melalui serangkaian pembicaraan informal
di Kantor BNPB Jl. Ir. H. Juanda Jakarta dan di ruang rapat Unsur
Pengarah BNPB (Graha 55, Jalan Tanah Abang II, Jakarta). Dalam
pertemuan tersebut disepakati bahwa sudah saatnya Indonesia
membangun sistem sertifikasi profesi penanggulangan bencana
dengan dasar pemikiran bahwa: Pertama, Indonesia memiliki 129
gunung api aktif dan posisinya berada di jalur pertemuan tiga lempeng
tektonik aktif dunia yang rentan terhadap bencana geologi. Kedua,
perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan terhadap kesalahan-
kesalahan dalam praktek penanganan korban bencana yang dapat
merugikan korban. Kurang kompetennya sumberdaya manusia
Sertifikasi Profesi PB 6
penanggulangan bencana dapat berakibat rendahnya mutu pelayanan
dengan segala dampak ikutannya.
Pertemuan-pertemuan tersebut di atas dihadiri oleh banyak pihak
yang dikoordinasikan oleh Biro Hukum dan Kerjasama BNPB. Mereka
adalah (antara lain) Sugimin Pranoto (anggota Unsur Pengarah BNPB
dari masyarakat profesional) dan peserta dari masyarakat dan
lembaga usaha seperti PT Rakata, MPBI, PMI, Pramuka, Pusat Krisis
UI, Pelkesi, UN OCHA, serta para peserta lain yang mewakili
kementerian/lembaga. Peseta menyepakati bahwa untuk membangun
sistem sertifikasi perlu dibentuk Komite Standar Kompetensi Kerja
Nasional Indonesia bidang Penanggulangan Bencana (Komite SKKNI
PB) yang akan mengawal proses perjalanannya. Setelah melalui proses
panjang, Tim Perumus berhasil menyelesaikan Rancangan Standar
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKKNI) bidang
Penanggulangan Bencana, khusus untuk fase tanggap darurat,
kemudian diselenggarakan pra konvensi dan konvensi nasional dalam
rangka memperoleh kesepakatan/keberterimaan dari stakeholder.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigsrasi dengan Surat Keputusan
Nomor 401 Tahun 2014 menetapkan SKKNI PB fase tanggap darurat
dan kemudian diterapkan secara nasional oleh Kepala BNPB melalui
Peraturan Kepala BNPB Nomor 1 Tahun 2015 (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 182).
SKKNI PB dibutuhkan sebagai acuan bagi Asesor Kompetensi (tenaga
penguji kompetensi). Asesor Kompetensi juga berperan untuk
mengoperasikan LSP PB (setelah terbentuk). Tenaga Asesor berasal
dari unsur Pemerintah (BNPB dan kementerian/lembaga) MPBI, PMI,
Pramuka, YTBI, Forlog, Wanadri, MDMC, Jakarta Rescue, Sampoerna
Rescue, PLANAS PRB, dan lembaga usaha seperti Sinar Mas, PT.
Mobilkom, PT. Nusantara, dan PT. Rakata.
Sertifikasi Profesi PB 7
2.2 Makna Sertifikasi Profesi
Sertifikasi kompetensi kerja di bidang penanggulangan bencana
memberikan makna sebagai pengakuan dan penghargaan dari
Negara/Pemerintah (penanggulangan bencana sebagai sebuah
profesi sebagaimana profesi-profesi yang lain). Ini berarti bahwa LSP
PB ikut serta membantu percepatan dalam menciptakan tenaga-
tenaga yang berjaminan mutu, yang memiliki pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap kerja secara memadai (memenuhi standar
minimal). Dampaknya adalah bahwa pelayanan yang diberikan akan
mamiliki jaminan mutu dan kinerjanya dapat diukur serta
dipertanggungjawabkan baik secara etik dan hukum. Jika
masyarakat yang menerima pelayanan merasa puas dan tidak
dirugikan, diharapkan mereka tidak akan menyampaikan keluhan
atau tuntutan. Disinilah arti penting dari kompetensi.
Sertifikasi memiliki banyak manfaat baik untuk tenaga kerja itu
sendiri, bagi organisasi induk beserta jejaringnya, termasuk bagi
lembaga Diklat (Diklat berbasis kompetensi), serta pihak-pihak lain.
Misi kemanusiaan adalah tugas mulia dan panggilan jiwa untuk
membantu sesama. Terdapat banyak pejuang, relawan, dan
komunitas yang tanpa pamrih, yang nota-bene memiliki
kemampuan/potensi yang menjanjikan. Ini perlu dikembangkan dan
diapresiasi kompetensinya.
2.3 Pembentukan Lembaga Sertifikasi Profesi Penanggulangan
Bencana (LSP PB)
Dalam rangka membangun sistem sertifikasi profesi di bidang
penanggulangan bencana, BNPB mendirikan Lembaga Sertifikasi
Profesi Penanggulangan Bencana (LSP PB) berdasarkan Peraturan
Kepala BNPB Nomor 7 Tahun 2014 (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 599). LSP PB bertanggungjawab
Sertifikasi Profesi PB 8
kepada Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) sebagai lembaga
yang memberikan lisensi dengan core business-nya adalah
melaksanakan sertifikasi kompetensi di bidang penanggulangan
bencana.
LSP PB adalah LSP kategori II, yang didirikan oleh industri/instansi
dengan tujuan utama melaksanakan sertifikasi kompetensi terhadap
sumber daya manusia lembaga induknya, sumber daya manusia dari
pemasoknya dan/atau sumber daya manusia dari jejaring kerjanya,
termasuk lembaga Diklat. LSP PB merupakan bagian dari badan
hukum lembaga yang membentuknya yaitu BNPB.
Struktur organisasi LSP PB terdiri atas Dewan Pengarah (diketuai
oleh Kepala BNPB), Penasehat, dan Pelaksana yang terdiri dari Ketua
dan Wakil Ketua, Sekretaris yang dibantu oleh Bagian-bagian, dan
Bidang-bidang yang dibantu oleh para Asisten Bidang.
Kepengurusan LSP PB mewakili unsur pemerintah, masyarakat dan
lembaga usaha.
Dalam menjalankan mandat dari organisasi induknya (BNPB),
stakeholder LSP PB (disamping BNPB itu sendiri), adalah meliputi
kepentingan jejaringnya yaitu kementerian/lembaga, BPBD provinsi
dan BPBD kabupaten/kota, masyarakat (termasuk relawan), dan
lembaga usaha khususnya melalui CSR (corporate social
responsibility). LSP PB menjalankan fungsinya (sertifikasi) setelah
memiliki perangkat kerja berupa asesor kompetensi, profesi dalam
skema sertifikasi, dan materi uji kompetensi, serta tempat uji
kompetensi (TUK). Proses/alur sertifikasi dapat disimak pada bagan
di bawah ini.
Sertifikasi Profesi PB 9
Gambar 2
Alur Sertifikasi Profesi PB
Catatan :
Kendala yang dialami oleh pemohon/calon peserta uji kompetensi pada
umumnya berupa kesulitan dalam mengumpulkan “portofolio” yaitu
sekumpulan informasi pribadi yang merupakan catatan dan dokumentasi
atas pencapaian prestasi seseorang dalam pendidikan dan
pengalamannya, berupa rapor/ijazah, sertifikat, piagam penghargaan,
kliping berita, foto dokumentasi kegiatan, surat tugas, laporan pekerjaan,
dan lain-lain sebagai bukti pencapaian hasil atas suatu pendidikan atau
kursus.
2.4 Skema dan Okupasi
Sertifikasi dilakukan melalui uji kompetensi dengan peserta/asesi
dari kalangan pemerintah, masyarakat (termasuk relawan), dan
lembaga usaha. Skema sertifikasi yang telah dimiliki oleh LSP PB
merupakan paket kompetensi dan persyaratan spesifik yang
berkaitan dengan kategori jabatan atau ketrampilan tertentu dari
seseorang/individu, yang mencakup 20 (dua puluh) okupasi,
sebagaimana Tabel 1 berikut.
Pemohon LSP PB Asesor
Tempat Uji
Kompetensi
Pra Asesmen
Uji Kompetensi
Komite
Teknis
Hasil (LSP PB)
Sertifikasi Profesi PB 10
Tabel 1. Skema dan Okupasi fase Saat Tanggap Darurat
No. Profesi Okupasi
1. Hunian / Shelter • Manajer
• Koordinator
• Petugas
2.
Pelayanan Air Bersih dan Sanitasi
• Manajer
• Koordinator
• Opertor Pengolahan Air Bersih
• Operator Pelayanan Sanitasi
3. Pelayanan Pertolongan
Pertama
• Manajer
• Petugas
4. Pusat Data dan Informasi • Manajer
• Koordinator
• Petugas
5. 1. Pencarian dan Penyelamatan Korban
• Manajer
• Petugas
6. Distribusi Bantuan • Manajer
• Petugas
7. Pengkajian Cepat • Koordinator
• Petugas
8. Komandan Penanganan
Darurat
• Komandan Operasi
• Komandan Lapangan
Khusus skema dan okupasi fase Pra Bencana dan Pasca Bencana,
diharapkan pada tahun 2018 sudah disusun dan diterapkan secara
nasional, sehingga dapat melengkapi skema dan okupasi fase Saat
Tanggap Darurat dan membantu Pengurangan Risiko Bencana di
Indonesia.
Sertifikasi Profesi PB 11
BAB III
PROGRAM KERJA LSP PB
3.1 Visi dan Misi
Visi LSP PB adalah terwujudnya sumberdaya manusia
penanggulangan bencana yang kompeten, professional, berintegritas
tinggi, dan beretika. Sedangkan misinya, yakni:
a. mengembangkan standar kompetensi profesi
penanggulangan bencana,
b. mengembangkan skema sertifikasi profesi prioritas dalam
penanggulangan bencana,
c. membangun kerjasama dengan kementerian/lembaga di
dalam dan luar negeri dalam peningkatan sumberdaya
manusia penanggulangan bencana, dan
d. melaksanakan sertifikasi kompetensi untuk profesi
penanggulangan bencana.
3.2 Kebijakan dan Strategi
Kebijakan LSP PB diarahkan untuk memberikan jaminan mutu
sumberdaya penanggulangan bencana melalui sertifikasi, berupa:
a. penguatan kelembagaan LSP PB dan Tempat Uji Kompetensi
(TUK),
b. pengembangan skema sertifikasi,
c. peningkaan kualitas asesor kompetensi, dan
d. sertifikasi kompetensi profesi penanggulangan bencana.
Sedangkan strateginya adalah:
a. mengkoordinasikan esensi dari sertifikasi kompetensi profesi
penanggulagnan bencana kepada lintas sektor,
b. melakukan upaya untuk menjamin terwujudnya pengkayaan
skema sertifikasi,
Sertifikasi Profesi PB 12
c. menjamin terselenggaranya sertifikasi kompetensi profesi
penanggulangan bencana, dan
d. menjamin terpenuhinya jumlah dan kualitas tenaga asesor
kompetensi penanggulangan bencana.
3.3 Program Kerja dan Realisasinya
3.3.1 Program Kerja
Program kerja LSP PB merujuk pada program kerja BNPB sebagai
institusi induk. Program kerja tersebut adalah: Sertifikasi,
Pengembangan Kapasitas Asesor Kompetensi, Sosialisasi,
Pengembangan Standar, serta Pengembangan dan Pemeliharaan
Tempat Uji Kompetensi (TUK), yang dijabarkan dalam kegiatan
utama, kegiatan pendukung, dan kegiatan tambahan.
Kegiatan LSP PB difokuskan untuk menjalankan tugas utamanya
yaitu sertifikasi, yang dilakukan melalui uji kompetensi. Sertifikasi
dilakukan melalui proses/tahapan kegiatan untuk menentukan
apakah seseorang telah memenuhi persyaratan sertifikasi yang
mencakup pendaftaran, penilaian, keputusan sertifikasi,
pemeliharaan sertifikasi, sertifikasi ulang, dan penggunaan sertifikat
maupun logo atau penanda (mark). Melalui proses tersebut
dilakukan penilaian baik secara teknis maupun non-teknis melalui
pengumpulan bukti-bukti yang relevan (portofolio) dan metode untuk
menentukan apakah seseorang kompeten atau belum kompeten
pada suatu unit kompetensi atau kualifikasi tertentu.
Uji kompetensi memiliki beberapa manfaat bagi lembaga dan juga
bagi tenaga kerja itu sendiri. Bagi lembaga, uji kompetensi dapat
memudahkan pelaksanaan kegiatan dalam rekrutmen dan seleksi
personil, penempatan dan penugasan, pengaturan remunerasi dan
kompensasi, pengaturan pengembangan karier dan Diklat, dapat
Sertifikasi Profesi PB 13
meningkatkan produktivitas lembaga, serta meningkatkan
keselamatan di tempat kerja. Sedangkan bagi tenaga kerja, uji
kompetensi bermanfaat untuk mengukur kemampuan, pengetahuan
dan perilaku terhadap profesi yang digelutinya, meningkatkan
profesionalisme, pemberian pengakuan di bidangnya, manfaat bagi
keselamatan kerja, dan juga manfaat yang lain misalnya karier,
tunjangan, dan daya saing.
Sejak pertengahan 2015 LSP PB melaksanakan uji kompetensi yang
pesertanya berasal dari unsur pemerintah, masyarakat (termasuk
relawan), dan lembaga usaha. Sedangkan kegiatan pendukung
dimaksudkan sebagai kegiatan yang mendukung kebutuhan/
kegiatan utama, yang meliputi:
a. Sosialisasi Sertifikasi Profesi. Kegiatan ini melalui penyebaran
informasi kepada masyarakat luas tentang keberadaan dan
peran LSP PB. Pada waktu bersamaan dilakukan monitoring ke
daerah untuk memperoleh masukan dalam rangka mengukur
tingkat keberhasilan program/kegiatan LSP PB di lapangan.
Juga dapat dilakukan verifikasi calon tempat uji kompetensi
(TUK) untuk mempersiapkan TUK yang layak dan memenuhi
persyaratan teknis.
b. Training/Workshop Asesor Kompetensi. Kegiatan ini
dilaksanakan untuk mendapatkan tenaga-tenaga Asesor
Kompetensi yang handal untuk mendukung program sertifikasi
profesi dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia.
Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka merealisasikan
program pengembangan kapasitas asesor kompetensi. Setelah
tworkshop selesai, diterbitkan sertifikat Asesor Kompetensi oleh
BNSP bagi peserta yang dinyatakan kompeten. Kegiatan
Sertifikasi Profesi PB 14
workshop ini termasuk di dalamnya perpanjangan sertifikat
Asesor Kompetensi yang telah habis masa berlakunya.
c. Penyusunan dan Review Materi Uji Kompetensi (MUK). Kegiatan
ini dilakukan untuk menyempurnakan dan mengembangkan
bahan uji kompetensi khusus untuk fase saat tanggap darurat.
Kegiatan ini terkait dengan program Pengembangan Standar
Kompetensi.
d. Kaji Ulang Manajemen, yang dimaksudkan untuk
mengidentifikasi sejauh mana manajemen mutu telah
dilaksanakan. Kegiatan ini dilakukan secar berkala.
Di luar kegiatan utama dan pendukung tersebut, LSP PB juga
melaksanakan kegiatan tambahan yang merupakan kegiatan
dari pihak lain yang melibatkan LSP PB di dalamnya, baik pada
event yang bersifat nasional maupun internasional.
3.3.2 Realisasi
a. Uji Kompetensi
Sejak pertengahan 2015 hingga bulan Oktober 2017, LSP PB telah
melaksanakan uji kompetensi pada tingkat nasional dan daerah
untuk memperoleh tenaga-tenaga yang kompeten, sebagaimana
Tabel 2 dan Tabel 3 di bawah ini.
Sertifikasi Profesi PB 15
Tabel 2. Uji Kompetensi Tahun 2015 dan 2016
No. Lokasi Asal Peserta Jumlah Peserta
1. TUK INA DRTG
Sentul Jawa Barat
• BNPB
• BPBD Kab/Kota
• Masyarakat
(termasuk
Relawan)
• Lembaga Usaha
350
2.
TUK di daerah
(TUK PB-Pusdalops
BPBD dan Pusdiklat
PMI)
Tabel 3. Uji Kompetensi Tahun 2017
No. Lokasi Asal Peserta Jumlah Peserta
1. TUK PB INA DRTG
Sentul Jawa Barat
• BNPB
• BPBD Kab/Kota
• Masyarakat
(termasuk
Relawan)
• Lembaga Usaha
450
2.
TUK PB di daerah
(Pusdalops BPBD,
Pusdiklat PMI, dan
MDMC).
Dari 800 peserta uji kompetensi selama kurun waktu 2015 s/d Oktober
2017, 87% dinyatakan “kompeten” dan berhak mendapatkan sertifikat
kompetensi dari LSP PB (berlaku 3 tahun).
b. Sosialisasi
Dalam rangka penyebarluasan informasi kepada masyarakat luas
tentang keberadaan dan peran LSP PB, telah dilakukan
sosialisasi/diseminasi/pemasyarakatan tentang sertifikasi profesi
bidang penanggulangan bencana, seperti diuraikan di bawah ini.
Tahun 2016:
- Sidang I ACDM, bertempat di Lapangan Mega Mas Semarang pada
bulan April 2016.
Sertifikasi Profesi PB 16
- Provinsi D.I. Yogyakarta, bertempat di BPBD Provinsi DIY pada bulan
Juni 2016.
- Provinsi Sumatera Barat, bertempat di BPBD Provinsi Sumatera
Barat, pada bulan Agustus 2016.
- Provinsi Sulawesi Utara, pada peringatan Bulan PRB di Manado pada
bulan Oktober 2016.
- Provinsi NTB, bertempat di BPBD Provinsi NTB pada bulan Desember
2016.
- Provinsi Bali, bertempat di BPBD Provinsi Bali pada bulan Desember
2016.
Tahun 2017:
- Provinsi D.I. Yogyakarta, bertempat di gedung Skill Labs, RS PKU
Muhammadiyah, pada bulan Februari 2017.
- Provinsi Sulawesi Selatan, bertempat di BPBD Provinsi Sulawesi
Selatan pada bulan Mei 2017.
- ProvinsiAceh, bertempat di BPBA Provinsi Aceh pada bulan Mei 2017.
- ProvinsiNTT, bertempat di BPBD Provinsi NTT pada bulan Juli 2017.
- ProvinsiMaluku, bertempat di BPBD Provinsi Maluku pada bulan
Oktober 2017.
c. Training/Workshop Asesor Kompetensi
Sebelum dibentuk LSP PB, telah dilakukan training/workshop
Asesor Kompetensi dengan tenaga pelatih/fasilitator workshop
adalah Master Asesor dari BNSP, yang diikuti dengan penerbitan
Sertifikasi Asesor Kompetensi oleh BNSP. Training/workshop
bertujuan untuk mencetak tenaga-tenaga Asesor Kompetensi bidang
penanggulangan bencana yang handal. Asesor hasil workshop
dimanfaatkan untuk mendukung program sertifikasi profesi dan
peningkatan kualitas sumberdaya manusia penanggulangan
bencana. Peserta workshop berasal dari unsur pemerintah,
Sertifikasi Profesi PB 17
masyarakat, dan lembaga usaha. Hingga posisi bulan Oktober 2017,
LSP PB telah memiliki Asesor Kompetensi sebanyak 110 asesor,
sebagian besar dari mereka telah melaksanakan tugasnya sebagai
penguji.
d. Monitoring
Monitoring dilakukan ke daerah untuk memperoleh masukan dalam
rangka mengukur tingkat keberhasilan program/kegiatan LSP PB.
Dalam hal terjadi kesenjangan dalam merealisasikan kegiatan LSP
PB, pada saat itu juga dilakukan penjelasan tentang LSP PB beserta
program/ kegiatannya, agar terdapat pemahaman yang sama dan
memadai bagi masyarakat luas. Hasil monitoring secara umum
disampaikan sebagai berikut:
• terdapat peningkatan permintaan uji kompetensi dari
daerah.
• sebagian daerah telah mengalokasikan dana pada APBD.
• terdapat TUK yang belum melaksanakan uji kompetensi.
Untuk mempersiapkan TUK, pada saat bersamaan dilakukan
verifikasi terhadap calon TUK dengan tujuan untuk mengidentifikasi
kesiapan dan kelayakan, apakah calon TUK tersebut memenuhi
persyaratan teknis sebagai tempat uji kompetensi. Ini dilakukan
untuk memberikan kemudahan akses bagi masyarakat luas untuk
memperoleh pelayanan dari LSP PB. LSP PB memberikan
rekomendasi untuk segera dilakukan pembenahan terhadap calon
TUK yang belum memenuhi persyaratan, agar dapat ditetapkan
menjadi TUK, untuk kemudian dibuatkan surat keputusan
pembentukan dan kepengurusan TUK. Nantinya pengurus TUK
tersebut bertanggungjawab atas ketersediaan dan kesiapan fasilitas
uji kompetensi sesuai dengan skema sertifikasi (profesi-profesi
Sertifikasi Profesi PB 18
tertentu yang diusulkan). Hingga saat ini TUK yang telah diverifikasi
adalah:
✓ TUK Tempat Kerja:
- INA DRTG Sentul, Bogor, Jawa Barat
- BPBD Provinsi Jawa Timur
- Pusdalops BPBD Provinsi Jawa Tengah
- Pusdalops BPBD Provinsi Jawa Barat
- Pusdalops BPBD D.I. Yogyakarta
- Pusdalops BPBD Provinsi Sulawesi Utara
- Pusdalops BPBD Provinsi Sumatera Barat
- Pusdalops BPBD Provinsi Bali
- Pusdalops BPBD Provinsi Aceh
- Pusdalops BPBD Provinsi Sulawesi Selatan
- Pusdalops BPBD Provinsi Nusa Tenggara Timur
- Pusdalops BPBD Provinsi Maluku
✓ TUK Mandiri:
- Pusdiklat PMI Provinsi Jawa Tengah
- Pusdiklat PMI Pusat di Jatinangor, Provinsi Jawa Barat
- PMI Kota Surakarta
- PMI Provinsi Sulawesi Utara
- PMI Provinsi Sumatera Barat
- PMI Provinsi Aceh
- MDMC PP Muhammadiyah, Yogyakarta
e. Kaji Ulang Manajemen
LSP PB juga melakukan Kaji Ulang Manajemen yang dimaksudkan
untuk mengidentifikasi sejauh mana manajemen mutu telah
dilaksanakan. Hasil kegiatan ini nantinya akan dijadikan bahan
masukan untuk meningkatkan efektivitas sistem manajemen dan
Sertifikasi Profesi PB 19
proses-prosesnya, meningkatkan pelayanan jasa sertifikasi, dan
kebutuhan sumberdaya. Beberapa sub-kegiatan yang sedang
dilakulan meliputi:
- SOP Mekanisme Pengelolaan Keuangan,
- SOP Mekanisme dan Sistem Pembinaan TUK PB,
- Review SOP Ketidakberpihakan,
- SOP Pembinaan dan Petunjuk Teknis Tugas Asesor,
- SOP Komite Teknis dan lingkup tugasnya,
- SOP Pengelolaan Data Berbasis IT, dan proses asesmen online,
- SOP Verifikasi dan Penyediaan Informasi ke Publik tentang
Sertifikasi Kompetensi, dan
- SOP Prosedur Pendokumentasian untuk Pemeliharaan dan
Penyebarluasan Informasi.
f. Kegiatan Tambahan
1) Paratisipasi pada ACDM (ASEAN Commettee on Disaster
Management) Meeting ke-28 pada tanggal 26-28 April 2016 di
Semarang. Pada rangkaian kegiatan tersebut, LSP PB ikut
berpartisipasi dalam pertemuan Working Group on Knowledge and
Innovation Management (WG KIM) pada tanggal 25-27 April 2016.
Ini merupakan momentum penting bagi LSP PB mengingat BNPB
telah berkomitmen untuk menjadikan LSP PB dan INA DRTG
sebagai center of excellence dan inovasi di kawasan regional
maupun global. Dalam kegiatan ACDM tersebut, Ketua LSP PB
telah memperesentasikan “road map” LSP PB dan pengalaman LSP
PB dalam mendorong kompetensi sumberdaya manusia
penanggulangan bencana di Indonesia dan juga global. Secara
umum, seluruh peserta ACDM memberikan tanggapan positif dan
mendukung langkah BNPB dan LSP PB yang telah membangun
sistem dan mekanisme yang sangat komprehensif dalam
Sertifikasi Profesi PB 20
mendorong upaya sertifikasi dan kompetensi para personil
penanggulangan bencana dalam rangka meningaktkan kualitas
layanan baik untuk operasi di dalam negeri maupun membantu
negara lain di ASEAN, bahkan global. Oleh karena itu, beberapa
negara seperti Singapura, Vietnam, dan Thailand menyarankan
perlunya disusun bersama kerangka kerja serta melakukan
harmonisasi dan sinkronisasi standar kompetensi serta sertifikasi
yang sudah ada di negara anggota ASEAN.
Hasil kegiatan di Semarang tersebut telah ditindaklanjuti dengan
beberapa kegiatan, yaitu 1st ACDM WG KIM Meeting di Jakarta
pada tanggal 25 Juli 2016 dan ASEAN Partners Meeting di INA
DRTG Sentul pada tanggal 26 Juli 2016 serta pertemuan pada
sidang ASEAN tanggal 11 s/d 14 Oktober 2016 di Manado dan
berbagai pertemuan tingkat teknis (5 Task Force) hingga sekarang
(2017).
2) Partisipasi pada Peringatan Bulan PRB dan ACDM/AMMDM pada
tanggal 11-14 Oktober 2016 di Manado, Sulawesi Utara.
Sosialisasi/Diseminasi pada Peringatan Bulan PRB 2016 di
Manado, LSP PB ikut berpartisipasi dengan menyampaikan
informasi tentang keberadaan dan peran LSP PB, dalam Technical
Session-3 dengan topik: “Peningkatan Kapasitas”. Kegiatan
tersebut ditindaklanjuti dengan diskusi/tanya jawab tentang
“Training Standarisasi dan Sertifikasi”.
3) Partisipasi dalam pameran peringatan bulan PRB 2016, LSP PB
mendapatkan “booth” bersama dengan BNPB. Dalam pameran
tersebut LSP PB memperkenalkan melalui media promosi (buku
dan brosur).
Sertifikasi Profesi PB 21
4) Kuliah Umum di Universitas Sam Ratulangi. LSP PB (melalui
Kepala BNPB) juga berpartisipasi dalam kegiatan Kuliah Umum di
Universitas Sam Ratulangi Manado untuk memasyarakatkan
sertifikasi profesi di bidang penanggulangan bencana. Kepada
seluruh peserta, dengan menggunakan film/video LSP PB, Kepala
BNPB menceritakan mengenai alur sertifikasi dan peranannya
dalam pengembangan sumberdaya manusia di bidang
penanggulangan bencana. Kuliah umum bertujuan untuk
memberikan pengetahuan mengenai kebencanaan kepada
masyarakat mengingat Sulawesi Utara merupakan daerah yang
rawan bencana erupsi, gempa, tanah longsor dan cuaca extrem.
Kepala BNPB menghimbau pentingnya pelatihan kebencanaan
dan sertifikasi bagi masyarakat dan pelaku penanggulangan
bencana.
5) Partisipasi BNPB/LSP PB pada ACDM dan AMMDM
Serangkaian kegiatan pertemuan ACDM Meeting di Manado
dipadukan dengan beberapa pertemuan penting para petinggi
ASEAN seperti ASEAN Ministerial Meeting on Disaster
Management (AMMDM), ACDM, Joint Partnership Meeting dan
ASEAN Day on Disaster Management (ADDM) serta Peringatan
Hari PRB Nasional yang menjadi pertemuan sangat penting dan
bersejarah bagi Indonesia, khususnya LSP PB dan Pusdiklat
BNPB. Indonesia menjadi anggota WG KIM. Pertemuan tersebut
merupakan tindak lanjut dari serangkaian pertemuan sebelum
ACDM Meeting ke-29 Manado yang terkait dengan pembahasan
sertifikasi dan standarisasi, yaitu:
- Tanggal 26 April 2016, ACDM Meeting ke-28 (closed session) di
Semarang
- Tanggal 26 April 2016, Initial meeting WG KIM di Semarang
Sertifikasi Profesi PB 22
- Tanggal 29 April 2016, AADMER Partnership Conference ke-3
di Semarang
- Tanggal 25 Juli 2016, ACDM WG WG KIM ke-1 di Jakarta
- Tanggal 26 Juli 2016, ASEAN Partners Meeting di Sentul Bogor
LSP PB dinilai sebagai pioneer dan referensi utama dalam sertifikasi
regional untuk mewujudkan masyarakat ASEAN yang berkompeten
serta menjadi pusat exellence dan inovasi di kawasan ASEAN dan
global.
Keputusan penting yang diambil dalam 29th ACDM Meeting tersebut
adalah telah disepakatinya Indonesia sebagai “Leading dalam
Implementasi AADMER Program 8 (LEAD) yakni Building
Professionalism through Standardization and Certification”. Hal ini
berarti bahwa keberadaan LSP PB dan INA DRTG, diharapkan dapat
mendorong peran Indonesia dalam “pembangunan masyarakat
ASEAN yang berkompeten” selaras dengan Tujuan Program AADMER
Prioritas 8 yaitu “Memperkuat mekanisme dan sistem manajemen
pengetahuan Regional ASEAN serta profesionalisme untuk
mewujudkan ASEAN menjadi pemimpin global dan pusat
keunggulan dan inovasi dalam manajemen bencana.”
Keputusan WG KIM ke-1, yakini menyetujui pembagian kerja, yang
antara lain bahwa standarisasi dan sertifikasi, mencakup
penyediaan kurikulum pelatihan regional ASEAN yang dilead oleh
Indonesia.
6) Partisipasi LSP PB pada ASEAN Ministerial Conference on Disaster
Risk Reduction (AMCDRR) di New Delhi, India
AMCDRR tahun 2016 dilaksanakan selama 4 (empat) hari dari
tanggal 2-5 November 2016. Dalam kesempatan tersebut, Ketua
Sertifikasi Profesi PB 23
LSP PB ikut serta mengisi stand pameran BNPB. Materi dari LSP
PB yaitu buku informasi tentang kegiatan LSP PB dengan judul
“Building Profession in Disaster Management System Certification”.
Ketua LSP PB juga mengadakan pertemuan dengan Head of
UNISDR Asia Pacific dan Program Officer dari UNISDR. Materi yang
dibicarakan mencakup perkenalan program dan kegiatan LSP PB
sebagai Lead of Certification and Standardization di ASEAN, dan
menjajaki kemungkinan kerjasama di bidang training dan
sertifikasi kompetensi kebencanaan.
7) Kerjasama dengan AHA Centre dan Pusdiklat INA DRTG
Kegiatan ini berupa kerjasama kegiatan dengan AHA Centre dan
Diklat PB-INA DRTG di Sentul, Bogor. Rencana awalnya yakni
menyusun nota kesepahaman, namun berdasarkan kesepakatan
dari pihak-pihak terkait, kerjasama dengan AHA Centre dan Diklat
PB-INA DRTG tersebut adalah berupa “surat kesepakatan
kerjasama”. Kesepakatan tersebut telah ditandatangani oleh
Direktur Executif AHA Centre dan Kepala Pusdiklat PB–INA DRTG.
Kerjasama ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dalam
rangka penyusunan program Diklat dengan kurikulum berbasis
kompetensi, dimana LSP PB dapat memberikan masukan untuk
penyusunan kurikulum tersebut. Dengan demikian terdapat
kesesuaian antara materi kurikulum Diklat PB dengan kompetensi
teknis, hal tersebut akan mempermudah LSP PB dalam
pelaksanaan uji kompetensi bagi peserta Diklat.
8) Partisipasi pada ACDM Meeting ke-30 di Vientiane, Lao PDR.
Sesuai dengan Summary Report of the 30th ACDM Meeting di
Vientiane, Lao PDR, pada tanggal 4 April 2017, dalam pertemuan
tersebut telah disetujui (adopted) - ASEAN Standardization and
Certification for Experts in Disaster Management (ASCEND) Road
Sertifikasi Profesi PB 24
Map on Standardization and Certification dan pengembangan 5
(lima) profesi sertifikasi yaitu (1) Rapid assessmet; (2) Emergency
Operation Centre (EOC); (3) Shelter Management; (4) Water,
Sanitation, and Hygiene; dan (5) Humanitarian Logictics.
9) Pada Partners Dialogue ke-2 antara LSP PB dengan lembaga
internasional yang dikoordinasikan oleh UN OCHA pada tanggal
27 April 2017, lembaga-lembaga yang hadir tersebut menyatakan
partisipasinya untuk mengembangan ASCEND. Tindaklanjut dari
pertemuan tersebut yakni dibentuknya lima Task Force guna
menyusun menyusun dan mengembangkan lima profesi beserta
Tool Box-nya yang terdiri dari (1) Standard Guideline; (2) Training
Manual; (3) Trainee Handbook dan (4) Assessor Manual. Anggota
tim tersebut terdiri dari kementerian/lembaga, lembaga
internasional/UN.
10) Pada pertemuan dengan ASEAN - ERAT Advisory Group untuk
AHA Centre di Malaysia tanggal 2 Mei 2017, Ketua LSP PB
menyampaikan presentasi tentang ASCEND dan 5 profesi yang
perlu dikembangkan. Pada pertemuan tersebut AHA Centre
tertarik dan setuju untuk mengembangkan tiga profesi yaitu: (1)
Rapid assessment; (2) Emergency Operation Centre; dan (3)
Humanitarian Logistics dan menunjuk individual konsultan yang
juga dibiayai oleh AHA Centre.
11) Menghadiri pertemuan ASEAN-Emergency Response &
Assessment Team (ERAT) Advisory Group ke-3 pada tanggal 2 Mei
2017 di Putrajaya, Malaysia. Kegiatan tersebut diselenggarakan
oleh ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on
Disater Management (AHA Centre). Selaku delegasi Indonesia,
Ketua LSP PB hadir bersama perwakilan BNPB dan Kemenlu.
Sertifikasi Profesi PB 25
12) Untuk lebih memasyarakatkan ASCEND ditingkat global, LSP PB
mendapat undangan dari OCHA Regional Humanitarian
Partnership Forum (RHPF) pada tanggal 7-8 Juni 2017 di
Bangkok, untuk menyampaikan presentasi mengenai ASCEND
beserta dengan 3 (tiga) panellist lainya yaitu dari AHA Centre, UN
Resident Cordinator dan National Platform Coordinator for the
START Network. Kesempatan yang baik ini dapat digunakan
untuk mendapatkan masukan dari forum agar Standard
kompetensi yang sedang di susun mendapat pengakuan tidak
hanya oleh ASEAN Member State tapi juga dari negara negara
Asia Pasifik.
13) Menghadiri ACDM Working Group on Knowledge & Innovation
Management (KIM WG) ke-3 di Singapore pada 29-30 Agustus
2017. Pertemuan tersebut diselenggarakan bersamaan dengan
workhop ASCEND. Hasil pertemuan dua hari tersebut telah
menyepakati beberapa hal. Pertama, institusi kunci yang terlibat
di dalam ASCEND yakni ACDM, WG-KIM, ASEC, AHA Centre,
National Disaster Management Office (NDMO), National
Professional Certification Agency (NPCA), dan Certification
Competency Office (CCO). Kedua, menyepakati 43 unit
kompetensi dan tujuh tahapan proses sertifikasi sebagaimana
yang diusulkan oleh Indonesia. Ketiga, menyepakati tiga
tingkatan kompetensi yakni tingkat dasar, menengah, dan tinggi.
NDMO disetiap negara dapat menunjuk sebuah unit sebagai
CCO/lembaga sertifikasi jika negara tersebut belum memiliki
CCO. Seluruh hasil dan kesepakatan pada rangkaian pertemuan
tersebut telah disahkan/adopted pada pertemuan ACDM-
AMMDM di Lao PDR pada tanggal 17–19 Oktober 2017.
Sertifikasi Profesi PB 26
BAB IV
LANGKAH KE DEPAN
Program kerja LSP PB ke depan adalah program yang mengacu pada
kebijakan nasional yaitu RPJMN 2015-2019 dan juga Rencana Induk
Penanggulangan Bencana s/d 2045 beserta perangkat di bawahnya,
termasuk RENSTRA dan Kebijakan Strategis BNPB Hal tersebut
dilakukan dengan mengutamakan program prioritas pada penurunan
indeks risiko bencana.
Dalam program sertifikasi beberapa tahun ke depan, LSP PB akan
mengutamakan sertifikasi yang mendukung penurunan indeks risiko
bencana di 136 kabupaten/kota yang pertumbuhan ekonominya tinggi.
Dengan kata lain, sertifikasi bagi para aktor/pelaku penanggulangan
bencana adalah sertifikasi yang berorientasi pada profesi dan okupasi
yang dibutuhkan untuk mendukung penurunan indeks risiko bencana.
Hal ini akan dilakukan dengan memetakan kebutuhan tenaga-tenaga
kompeten/professional di berbagai bidang/profesi, termasuk Aparatur
Sipil Negara sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 18 Tahun 2016. Dalam PP 18/2016 disebutkan bahwa sertifikasi
bidang teknis bagi Aparatur Sipil Negara (termasuk bidang
penanggulangan bencana) dibuktikan dengan sertifikasi. Dengan
demikian program kerja LSP PB ke depan juga akan mencakup beberapa
program kerja yang meliputi program nasional dan program yang
mendukung peran LSP PB di ASEAN, utamanya dalam Working Group on
Knowledge and Innovtion Management (WG KIM).
Sertifikasi Profesi PB 27
BAB V
PENUTUP
Buku ini disusun untuk memberikan pemahaman tentang LSP PB beserta
tugas/fungsinya dan sebagai bahan pembelajaran tentang praktek-
praktek terbaik yang dapat dijadikan pijakan/pegangan untuk
memperbaiki kualitas kinerja LSP PB ke depan.
LSP PB adalah lembaga baru dan sedang mengembangkan sistem dan
infrastruktur. Dengan segala keterbatasan yang ada, LSP PB
mengharapkan untuk mendapatkan dukungan dari berbagai pihak agar
misi untuk mewujudkan tenaga kerja yang berjaminan mutu dan berdaya
saing tinggi dapat terwujud. Mudah-mudahan LSP PB semakin
berkembang dan maju untuk mampu memenuhi harapan/kebutuhan
masyarakat luas dalam rangka misi kemanusiaan.
Sertifikasi Profesi PB 28
DAFTAR ISTILAH DAN PENGERTIAN
KOMPETENSI KERJA
Kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek
pengetahuan, keterampilan dan/atau keahlian, dan sikap kerja
yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.
UJI KOMPETENSI / PENILAIAN BERBASIS KOMPETENSI
Proses penilaian baik secara teknis maupun non-teknis melalui
pengumpulan bukti yang relevan untuk menentukan apakah
seseorang “kompeten”atau “belum kompeten” pada suatu unit
kompetensi/kualifikasi tertentu.
SERTIFIKASI KOMPETENSI
Proses pemberian sertifikat kompetensi melalui uji kompetensi,
mengacu pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
(SKKNI) atau regional atau internasional.
SERTIFIKAT KOMPETENSI
Bukti pengakuan tertulis atas penguasaan kompetensi kerja pada
jenis profesi tertentu yang diberikan oleh Lembaga Sertifikasi
Profesi atau Badan Nasional Sertifikasi Profesi.
STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA (SKKNI)
Rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan,
keterampilan dan/atau keahlian serta sikap kerja yang relevan
dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan.
Sertifikasi Profesi PB 29
KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA (KKNI)
Kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang
memungkinkan penyetaraan dan pengintegrasian antara jalur
pendidikan, pelatihan kerja, dan pengalaman kerja dalam rangka
pemberian pengakuan dan penghargaan profesi.
PROFESI
Bidang pekerjaan yang untuk melaksanakannya diperlukan
kompetensi kerja yang dipersyaratkan serta memenuhi standar
yang ditentukan dimana di dalamnya terkandung pula nilai-nilai
dan kode etik profesi.
OKUPASI
Pekerjaan, atau dalam bahasa Inggris disebut “occupation” atau “job
title”.
PORTOFOLIO
Sekumpulan informasi pribadi yang merupakan catatan dan
dokumentasi atas pencapaian prestasi seseorang dalam
pendidikan dan pengalamannya. Ada beraneka portofolio mulai
dari rapor/ijasah hingga dokumen-dokumen lainnya seperti
sertifikat, piagam penghargaan, kliping berita, foto dokumentasi
kegiatan, surat tugas, laporan pekerjaan, dan lain-lain sebagai
bukti pencapaian hasil atas suatu pendidikan atau kursus.
TEMPAT UJI KOMPETENSI (TUK)
Tempat yang memenuhi persyasratan sebagai tempat untuk
melaksanakan uji kompetensi sesuai dengan materi dan metoda uji
kompetensi yang akan dilakukan.
Sertifikasi Profesi PB 30
ASESOR KOMPETENSI
Seseorang yang memiliki kompetensi dan memenuhi persyaratan
untuk melakukan dan/atau menilai uji kompetensi pada jenis dan
kualifikasi tertentu.
MASTER ASESOR KOMPETENSI
Seseorang yang memiliki kompetensi dan memenuhi persyaratan
untuk melakukan pelatihan dan penilaian terhadap calon asesor
dan master asesor.
MATERI UJI KOMPETENSI
Materi yang dikembangkan oleh lembaga sertifikasi profesi, disusun
berdasarkan standard kompetensi kerja yang digunakan untuk
pelaksanaan uji kompetensi.