serotinus.docx

58
PRESENTASI KASUS “KEHAMILAN SEROTINUS” Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSUD Panembahan Senopati Bantul Disusun oleh : Agus Rudi Kurniawan, S. Ked (20070310017) Dokter Pembimbing : dr. Bambang Basuki, Sp.OG

Upload: agus-rudi-kurniawan

Post on 28-Oct-2015

86 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: serotinus.docx

PRESENTASI KASUS

“KEHAMILAN SEROTINUS”

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian

Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh :

Agus Rudi Kurniawan, S. Ked

(20070310017)

Dokter Pembimbing :

dr. Bambang Basuki, Sp.OG

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

2011

Page 2: serotinus.docx

Halaman Pengesahan

KEHAMILAN SEROTINUS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti

Ujian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi

RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun Oleh:

Agus Rudi Kurniawan, S. Ked

20070310017

Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal Oktober 2011

Oleh :

Dosen Pembimbing

dr. Bambang Basuki, Sp. OG

Page 3: serotinus.docx

KATA PENGANTAR

Assalamua’laikum, wr, wb

Segala Puji bagi Allah SWT, Tuhan pemilik dan penguasa semesta alam. Sholawat dan

salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Syukur

Alhamdullilah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas karunia dan rahmatNya-

lah penulis dapat menyelesaikan Presentasi Kasus yang berjudul “Kehamilan Serotinous“

untuk memenuhi salah satu syarat untuk mengikuti ujian akhir di bagian Ilmu Obstetri dan

Ginekologi, dan juga untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang

penatalaksanaan Kehamilan Serotinous.

Penulis menyadari sepenuhnya keterbatasan yang penulis miliki, tanpa kerja keras dan

bantuan semua pihak serta pertolongan Allah SWT, maka Presentasi Kasus ini tidak akan

terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini, izikanlah penulis untuk menyampaikan

terima kasih kepada :

1. Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya.

2. dr. Bambang Basuki, Sp. OG & dr. H. M. Ani Ashari, Sp.OG (K), selaku dokter

pembimbing dalam menyelesaikan presentasi kasus ini.

3. Teman-teman Co-Assistensi seperjuangan di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

Penulis menyadari bahwa Presentasi Kasus ini masih terdapat banyak kekurangan baik isi

maupun penyusunannya. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para

pembaca. Semoga Presentasi Kasus ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada

umumnya.

Yogyakarta, 17 Oktober 2011

Penulis

Page 4: serotinus.docx

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Kehamilan posterm, disebut juga kehamilan serotinus adalah kehamilan yang

berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama haid

terakhir menurut rumus Neagle dengan siklus haid rata-rata 28 hari. Kehamilan postterm

mempunyai resiko lebih tinggi daripada kehamilan aterm, terutama terhadap kematian

perinatal (antepartum, intrapartum, dan post partum) berkaitan dengan aspirasi

mekonium dan asfiksia. Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada

Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang, Pembukaan yang belum

lengkap, persalinan lama dan terjadi gawat janin.

B. ETIOLOGI

Kini dipahami bahwa menjelang partus terjadi penurunan hormon progesteron,

peningkatan oksitosin, serta peningkatan reseptor oksitosin, tetapi yang paling

menentukan adalah terjadinya produksi prostaglandin yang menyebabkan his yang

kuat. Prostaglandin telah dibuktikan berperan paling penting dalam menimbulkan

kontraksi uterus. Nwosu dan kawan-kawan menemukan perbedaan dalam rendahnya

kadar kortisol pada darah bayi sehingga disimpulkan kerentanan akan stress

merupakan faktor tidak timbulnya his, selain kurangnya air ketuban dan insufisiensi

plasenta. (Wiknojosastro, 2002)

Sebagian keadaan langka yang berkaitan dengan kehamilan yang lama

mencakup anensefalus, hipoplasia adrenal janin, tidak adanya kelenjar hipofise pada

janin, defisiensi sulfatase plasenta, dan kehamilan ekstrauteri. Meskipun etiologi

kehamilan yang lama tidak dipahami sepenuhnya, keadaan klinis ini memberikan

suatu gambaran yang umum yaitu penurunan kadar estrogen yang pada kehamilan

Page 5: serotinus.docx

normal umumnya tinggi. Penurunan konsentrasi estrogen yang menandai kasus-kasus

kehamilan lama ini dianggap merupakan hal penting, karena kehadiran estrogen tidak

cukup untuk menstimulasi produksi dan penyimpanan glikofosfolipid di dalam

membran janin. Pada jumlah estrogen yang normal dan terus meningkat, dan semakin

berlanjutnya kehamilan, membran janin khususnya menjadi kaya akan dua jenis

gliserofosfolipid, fosfatidilinositol dan fosfatidiletanolamin yang keduanya

mengandung arakidonat pada posisi sn2. Janin manusia tampaknya memicu

persaltnan melalui mekanisme tertentu yang masih belum dipahami dengan jelas,

sehingga terjadi pemecahan arakidonat dari kedua senyawa gliserofosfolipid ini.

Dengan demikian arakidonat tersedia bagi konversi menjadi prostaglandin E2 dan

E2a yang selanjutnya akan menstimulasi penipisan serviks serta kontraksi ritmik

uterus yang menjadi ciri khas persalinan normal. (Cunningham et all, 1995)

Diduga adanya kadar kortisol yang rendah pada darah janin, selain itu,

kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta juga diduga berhubungan dengan

kehamilan lewat waktu (Marjono, 1999)

Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian

menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan laktogen

plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi

gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh kembang janin intrauteri.

Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%. Volume air ketuban juga berkurang

karena mulai terjadi absorpsi (Marjono, 1999).

Etiologi pasti belum diketahui. Faktor yang dikemukakan adalah hormonal yaitu

kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga

kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang. Faktor lain adalah faktor herediter,

karena postmatritas sering dijumpai pada suatu keluarga tertentu. (Mochtar, 1998)

Page 6: serotinus.docx

Menunit Norwitz (2004), pada sebagian besar kasus, etiologi kehamilan lewat

waktu tidak diketahui. Banyak faktor yang menyebabkan seorang ibu memiliki resiko

tinggi untuk mengalami kehamilan lewat waktu. Insidensinya meningkat pada wanita

yang pada kehamilan pertamanya juga mengalami kehamilan lewat waktu. Faktor

genetik juga memegang peranan. Suatu studi menunjukkan bahwa resiko kehamilan

lewat waktu meningkat pada wanita yang dirinya sendiri juga mengalami kejadian

lahir lewat waktu.

Bagaimanapun juga, variasi waktu kapan saat ibu mengalami ovulasi dapat

menyebabkan kesalahan perhitungan dalam menentukan durasi waktu kehamilan yang

tepat dan juga dalam menentukan kapan hari perkiraan persalinan. USG dapat menjadi

sarana yang cukup terpercaya untuk menentukan usia kehamilan terutama pada wanita

dengan siklus menstruasi yang lama atau tidak teratur.

C. DIAGNOSIS

a. bila tanggal hari pertama haid terakhir dicatat dan diketahui wanita hamil,

diagnosis tidak sukar.

b. bila wanita tidak tahu, lupa atau tidak ingat, atau sejak melahirkan yang lalu

tidak dapat haid dan kemudian menjadi hamil, hal ini akan sukar

memastikannya. Hanyalah dengan pemeriksaan antenatal yang teratur dapat

diikuti tinggi dan naiknya fundus uteri, misalnya gerakan janin dan besarnya

janin dapat membantu diagnosis.

c. pemeriksaan berat badan ibu diikuti, kapan menjadi berkurang, begitu pula

lingkaran perut dan jumlah air ketuban apakah berkurang.

d. pemeriksaan rontgenologik; dapat dijumpai pusat-pusat penulangan pada bagian

distal femur, bagian proksimal tibia, tulang kuboid, diameter biparietal 9,8 cm atau

lebih.

Page 7: serotinus.docx

e. ultrasonografi; ukuran diameter biparietal, gerakan janin, dan jumlah air

ketuban.

f. pemeriksaan sitologik air ketuban; air ketuban diambil dengan amniosentesis

baik transvaginal maupun transabdominal. Air ketuban akan bercampur lemak dan

sel-sel kulit yang dilepas janin setelah kehamilan mencapai lebih dan 36 minggu.

Air ketuban yang diperoleh dipulas dengan sulfat biru Nil, maka sel-sel yang

mengandung lemak akan berwarna jingga bila :

- melebihi 10 % = kehamilan di atas 36 minggu

- melebihi 50 % = kehamilan di atas 39 minggu

g. amnioskopi: melihat derajat kekemhan air ketuban, menunit warnanya karena

dikeruhi mekonium

h. kardiotokografi; mengawasi dan membaca denyut jantung janin, karena

insufisiensi plasenta.

i. uji oksitosin (stress test); yaitu dengan infus tetes oksitosin dan diawasi reaksi

janin terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi janin kurang baik, hal ini

mungkin janin mengalami bahaya dalam kandungan.

j. pemeriksaan kadar estriol dalam urine.

k. pemeriksaan pH darah kepala janin.

l. pemeriksaan sitologi vagina. (Mochtar, 1998)

D. PERUBAHAN PADA KEHAMILAN LEWAT WAKTU

Terjadi beberapa perubahan cairan amnion, plasenta dan janin pada kehamilan lewat

waktu. Dengan mengetahui perubahan tersebut sebagai dasar untuk mengelola

persalinan lewat waktu.

Page 8: serotinus.docx

1. Perubahan cairan amnion

Terjadi perubahan kualitas dan kuantitas cairan amnion. Jumlah cairan amnion

mencapai puncak pada usia kehamilan 38 minggu sekitar 1000 ml dan menurun

sekitar 800 ml pada 40 minggu. Penurunan jumlah cairan amnion berlangsung

terus menjadi sekitar 480 ml, 250 ml, 160 ml pada usia kehamilan 42,43 dan 43

minggu. Penurunan tersebut berhubungan dengan produksi urin janin yang

berkurang. Dilaporkan bahwa aliran darah janin menurun pada kehamilan lewat

waktu dan menyebabkan oligohidramnion.(Arias, 1993).

Selain perubahan volume terjadi pula perubahan komposisi cairan amnion

menjadi kental dan keruh. Hal ini terjadi karena lepasnya vernik kaseosa dan

komposisi phospholipid. Dengan lepasnya sejumlah lamellar bodies dan paru-pam

janin dan perbandingan Lechitin terhadap Spingomielin menjadi 4:1 atau lebih

besar. Dengan adanya pengeluaran mekonium maka cairan amnion menjadi hijau

atau kuning (Cunningham, 1995; Arias, 1993). Evaluasi volume cairan amnion

sangat penting. Dilaporkan kematian perinatal meningkat dengan adanya

oligohidramnion yang menyebabkan kompresi tali pusat. Keadaan ini

menyebabkan fetal distress intra partum pada persalinan lewat waktu.Untuk

memperkirakan jumlah cairan amnion dapat diukur dengan pemeriksan

ultrasonografi. Metode empat kuadran sangat populer. Dengan mengukur

diameter vertikal dan kantung paling besar pada setiap kuadran. Hasil

penjumlahan empat kuadran disebut Amniotic Fluid Index (AFI). Bila AFI

kurang dan 5 cm indikasi oligohidramnion. AFI 5-10 cm indikasi penurunan

volume cairan amnion. AFI 10-15 cm adalah normal. AFI 15-20 cm terjadi

peningkatan volume cairan amnion. Afi lebih dan 25 cm indikasi

polihidramnion. (Cunningham, 1995; Arias, 1993)

Page 9: serotinus.docx

2. Perubahan pada plasenta

Plasenta sebagai perantara untuk suplai makanan dan tempat pertukaran gas

antara maternal dan fetal. Dengan bertambahnya umur kehamilan, maka terjadi

pula perubahan struktur plasenta. Plasenta pada kehamilan lewat waktu

memperlihatkan pengurangan diameter dan panjang villi chorialis. Perubahan ini

secara bersamaan atau didahului dengan titik-titik penumpukan kalsium dan

membentuk infark putih. Pada kehamilan aterm terjadi infark 10%-25%

sedangkan pada kehamilan lewat waktu terjadi 60%-80%. Timbunan kalsium

pada kehamilan lewat waktu meningkat sampai 10 g/100g jaringan plasenta

kering, sedangkan kehamilan aterm hanya 2-3g/100g jaringan plasenta kering

(Arias, 1993).

Secara histologi plasenta pada kehamilan lewat waktu meningkatkan infark

plasenta, kalsifikasi, trombosis intervilosus, deposit fibrin perivillosus, trombosis

arteial dan endarteritis arterial. Keadaan ini menurunkan fungsi plasenta sebagai

suplai makanan dan pertukaran gas. Hal ini dapat menyebabkan malnutrisi dan

asfiksia. Dengan pemeriksaan ultrasonografi dapat diketahui tingkat kematangan

plasenta.

Pada kehamilan lewat waktu terjadi perubahan sebagai berikut:

Piling korion: lekukan garis batas piring korion mencapai daerah basal.

Jaringan plasenta: berbentuk sirkuler, bebas gema di tengah, berasal dari

satu kotiledon (ada daerah dengan densitas gema tinggi dari proses klasifikasi,

mungkin memberikan bayangan akustik).

Lapisan basal: daerah basal dengan gema kuat dan memberikan gambaran

bayangan akustik. Keadaan plasenta ini dikategorikan tingkat tiga.

Page 10: serotinus.docx

3. Perubahan pada janin

Sekitar 45% janin yang tidak dilahirkan setelah hari perkiraan lahir, terus

berlanjut tumbuh dalam uterus. Ini terjadi bila plasenta belum mengalami

insufisiensi. Dengan penambahan berat badan setiap minggu dapat terjadi berat

lebih dari 4000g. Keadaan ini sering disebut janin besar. Pada umur kehamilan 38-

40 minggu insiden janin besar sekitar 10% dan 43 minggu sekitar 43%. Dengan

keadaan janin tersebut meningkatkan risiko persalinan traumatik.

Janin postmatur mengalami penurunan jumlah lemak subkutaneus, kulit

menjadi keriput dan vernik kaseosa hilang. Hal ini menyebabkan kulit janin

berhubungan langsung dengan cairan amnion. Perubahan lain yaitu: rambut

panjang, kuku panjang, warna kulit kehijauan atau kekuningan karena terpapar

mekonium.

Penanganan Suportif Pediatrik

Pada saat persalinan bayi yang diketahui atau dicurigai sebagai bayi lewat

waktu, seorang dokter yang terlatih dalam resusitasi neonatal, termasuk petugas

yang terampil untuk memasang kateter arteri dan vena umbilikalis, harus

mendampingi persalinan tersebut. Pengisapan trakhea segera untuk mengisap

mekonium, di samping tenaga terampil untuk menangani tindakan suportif

respiratorik segera dan jangka panjang, jika diperlukan terbukti merapakan faktor

yang sangat penting dalam upaya menyelamatkan jiwa bayi tersebut.

Penatalaksaiiaan terhadap hipoglikemia dan hipokalsemia yang selanjutnya dapat

mempersulit masa neonatal, harus sudah diantisipasi terlebih dahulu dan rencana

kerja yang tepat sudah dibuat untuk menghadapi keadaan tersebut sebelum bayi

dilahirkan (Cunningham et all, 1995).

Page 11: serotinus.docx

Diagnosis bayi postmatur pascapersalinan, dengan memperhatikan tanda-

tanda postmaturitas dapat dibagi ke dalam 3 stadium:

1. stadium I : kulit tampak kering, rapuli dan mudah mengelupas (maserasi),

verniks kaseosa sangat sedikit sampai tidak ada.

2. stadium II : keadaan kulit seperti stadium I disertai dengan pewarnaan kulit

yang keliijauan oleh mekonium yang bercampur air ketuban.

3. stadium III : terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku dan kulit janin serta

pada jaringan tali pusat.

Pada saat persalinan penting dinilai keadaan cairan ketuban. Jika telah terjadi

pewarnaan mekonium (kehijauan) atau bahkan pengentalan dengan warna hijau

kehitaman, begitu bayi lahir harus dilakukan resusitasi aktif. Idealnya langsung

dilakukan intubasi dan pembilasan trakhea. Kemungkinan komplikasi pada bayi

postmatur antara lain hipoksia, hipovolemia, asidosis, sindrom gawat napas,

hipoglikemia, hipofungsi adrenal (Marjono, 1999).

E. EFEK PADA JANIN/BAYI

Kehamilan lewat waktu dapat meningkatkan resiko pada janin, yakni stillbirth atau

kematian noenatal, komplikasi dari terjadinya bayi besar, antara lain persalinan lama,

disproporsi kepala panggul, trauma janin, dan juga distosia bahu, selain itu juga dapat

terjadi dismaturitas fetal atau biasa disebut "postmaturity syndrome", dan juga aspirasi

mekonium (Norwitz, 2004).

Janin lewat waktu dapat terus bertambah beratnya di dalam uterus dan dengan

demikian menjadi bayi besar yang abnormal pada saat lahir, atau bertambah berat

lewat waktu serta berukuran besar menurut usia gestationalnya. Kenyataan bahwa

janin lewat waktu terus tumbuh merupakan indikasi tidak terganggunya fungsi

plasenta dengan implikasi bahwa janin seharusnya mampu menenggang semua beban

Page 12: serotinus.docx

persalinan normal tanpa masalah. Akan tetapi, keadaan yang terjadi mungkin tidak

demikian. Sebagai contoh, pertumbuhan yang terus berlangsung dapat menimbulkan

disproporsi fetopelvik dengan derajat yang mengkhawatirkan dan akibatnya

persalinan tidak dapat lagi berlangsung secara normal. Lagi pula, oligohidramnion

sering terjadi pada kehamilan yang melampaui usia 42 minggu, dan penurunan jumlah

cairan amnion akan disertai dengan kompresi tali pusat yang menimbulkan gawat

janin, termasuk defekasi dan aspirasi mekonium yang kental (Cunningham et all,

1995).

Pada sisi ekstrim lainnya, lingkungan intrauteri dapat bermusuhan sehingga

pertumbuhan janin yang lebih lanjut akan terhenti dan janin menjadi lewat waktu serta

mengalami retardasi pertumbuhan. Pada saat lahir bisa terlihat bahwa janin

sebenarnya sudah mengalami kehilangan berat yang cukup banyak, khususnya akibat

hilangnya lemak subkutan dan massa otot. Pada kenyataannya, sebagian bayi yang

sudah mengalami retardasi pertumbuhan dapat menjadi lewat waktu, dan proses

patologis ini dapat semakin parah. Pada kasus yang ekstrim, ekstremitas tampak

panjang dan sangat kurus, terdapat deskuamasi yang parah, dan kuku jari tangan serta

amnion sering diwarnai dengan bercak-bercak mekonium. (Cunningham et all, 1995).

Keadaan-keadaan ini merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin. Resiko

kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi, 30% prepartum, 55%

intrapartum, 15%postpartum (Marjono, 1999)

Tanda-tanda bayi postmatur:

a. biasanya lebih berat dari bayi matur

b. tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur

c. rambut lanugo hilang atau sangat kurang

d. verniks kaseosa di badan kurang

Page 13: serotinus.docx

e. kuku-kuku panjang

f. rambut kepala agak tebal

g. kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel (Mochtar, 1998).

Clifford (1954) mendeskripsikan bayi postmatur menjadi derajat atau stage, yakni :

1. keriput, kulit mengelupas, badan kecil dan kurus.

2. ciri-ciri stage 1 diusertai dengan fetal distress dan adanya mekonium.

3. ciri-ciri stage 1 dan 2 disertai dengan ditemukannya kulit dan kuku janin yang

dikotori oleh mekonium.

F. Penatalaksanaan Antepartum Kehamilan Lewat Waktu

Bahkan tanpa adanya komplikasi material yang dapat dikenali sekalipun, masih

terdapat sedikit keraguan apakah sebagian janin yang berada di dalam uterus lebih dari

42 minggu akan menghadapi ancaman yang progresif untuk mengalami morbiditas yang

serius atau bahkan kematian. Karena itu, tindakan yang menguntungkan bagi janin

semacam itu adalah melahirkannya pada kehamilan 42 minggu. Sayangnya, paling tidak

ada lima permasalahan sulit yang menghalangi kebijakan untuk melahirkan semua janin

hanya dengan usia gestational yang dicurigai paling sedikit sudah mencapai 42 minggu :

1. usia gestational tidak selalu diketahui dengan tepat, dan dengan demikian, janin bias

saja belum matur sebagaimana yang diperkirakan.

2. sangat sangat sulit untuk menentukan dengan tepat janin mana yang akan meninggal

atau mengalami morbiditas serius bila dibiarkan di dalam uterus.

3. bagian bagian terbesar janin ini dalam keadaan yang cukup baik.

4. induksi persalinan tidak selalu berhasil

5. persalinan dengan section caesaria meningkatkan secara nyata resiko morbiditas

maternal yang serius bukan hanya pada kehamilan ini tetapi juga hingga taraf

tertentu pada kehamilan berikutnya.

Page 14: serotinus.docx

Ditinjau dari daftar permasalahan ini, rencana penatalaksanaan yang pasti harus

sudah disusun bagi semua kasus dengan kehamilan lama. Tampaknya logis bila sebagai

tahap awal sudah diputuskan apakah usia gestational dapat ditentukan dengan tegas

ataukah diragukan (Cunningham et all, 1995).

Dalam pengelolaan antepartum diperhatikan tentang umur kehamilan. Menentukan

umur kehamilan dapat dengan menghitung dari tanggal menstruasi terakhir, atau dari

hasil pemeriksaan ultrasonografi pada kehamilan 12-20 minggu. Pemeriksaan

ultrasonografi pada kehamiln lewat waktu tidak akurat untuk menentukan umur

kehamilan. tetapi untuk menentukan volume cairan amnion (AFI), ukuran janin,

malformasi janin dan tingkat kematangan plasenta.

Untuk menilai kesejahteraan janin dimulai dari umur kehamilan 40 minggu dengan

pemeriksaan Non Stress Test (NST). Pemeriksaan ini untuk menditeksi terjadinya

insufisiensi plasenta tetapi tidak adekuat untuk mendiagnosis oligohidramnion,

atau memprediksi trauma janin.

Secara teori pemeriksaan profil biofisik janin lebih baik. Selain NST juga menilai

volume cairan amnion, gerakan nafas janin, tonus janin dan gerakan janin. Pemeriksaan

lain yaitu Oxytocin Challenge Test (OCT) menilai kesejahteraan janin dengan

serangkaian kejadian asidosis, hipoksia janin dan deselerasi lambat. Penilaian ini

dikerjakan pada umur kehamilan 40 dan 41 minggu. Setelah umur kehamilan 41 minggu

pemeriksaan dikerjakan 2 kali seminggu. Pemeriksaan tersebut juga untuk menentukan

pengelolaan (Arias, 1993)Penulis lain melaporkan bahwa kematian janin secara

bermakna meningkat mulai umur kehamilan 41 minggu. Oleh karena itu pemeriksaan

kesejahteraan janin dimulai dari umur kehamilan 41 minggu (Hidayat, 1997).

TABEL-2: Skoring biofisik menurut Manning

Page 15: serotinus.docx

Dikutip dari: Hidayat W. Pemantauan biofisik Janin, Jilid I. Unpad. Bandung. 1997

Variabel biofisik Nilai 2 Nilai 0

Gerak nafas Dalam 30 menit ada gerak nafas

minimal selama 30 detik

Tidak ada gerak nafas

lebih dari 30 detik

Gerak Janin Dalam 30 menit minimal ada 3

gerak janin yang terpisah

Gerak kurang dari 3 kali

Tonus Ada gerak ekstensi dan fleksi

sempurna, atau gerak membuka

dan menutup tangan

Tidak ada gerak/ekstensi

lambat disusul fleksi

parsial

NST reaktif Dalam 30 menit minimal 2

akselerasi selama 15 detik

dengan amplitude 15 kali/menit

Kurang dari 2 akselerasi,

kurang dari 15 kali/menit

Cairan Amnion Minimal ada satu kantung amnion

dengan ukuran vetikal >1 cm

Kantung amnion <1 cm

Penatalaksanaan:

Nilai 10: janin normal, dengan risiko rendah terjadi asfiksia kronik. Pada lewat waktu

pemeriksaan diulang 2 kali seminggu

Nilai 8: Janin normal, dengan risiko rendah terjadi asfiksia kronik. Bila ada

ologohidramnicn dilakukan terminasi kehamilan.

Nilai < 6: Kecurigaan terjadi asfiksia kronik dan dilakukan terminasi kehamilan.

Pemeriksaan amniosintesis dapat dikerjakan untuk menentukan adanya mekonium di

dalam cairan amnion. Bila kental maka indikasi janin segera dilahirkan dan

memerlukan amnioinfusion untuk mengencerkan mekonium.

Dilaporkan 92% wanita hamil 42 minggu mempunyai serviks tidak matang dengan

Bishop score kurang dari 7. Ditemukan 40% dan 3047 wanita dengan kehamilan 41

minggu mempunyai serviks tidak dilatasi. Sebanyak 800 wanita hamil lewat waktu

Page 16: serotinus.docx

diinduksi dan dievaluasi di Rumah Sakit Parkland. Pada wanita dengan serviks tidak

dilatasi, dua kali meningkatkan seksio cesarea karena distosia (Arias, 1993).

TABEL-3 Bishop score

Faktor 0 1 2 3

Cervical

dilatation (cm)

Closed 1-2 3-4 5+

Cervical

effacement (%)

0-30 40-50 60-70 80+

Fetal station -3 -2 -1,0 11,12

Cervical

consistency

Firm Medium Soft

Cervical position Posterior Mid Anterior

Dikutip dari Arias F. Prolonged pregnancy in Practical Guide to High risk pregnancy and delivery, 1993.

a. Pada Usia Gestational Diketahui

Bila usia gestational diketahui, penatalaksanaan oleh sebagian besar rumah sakit

mencakup persalinan pada akhir suatu periode waktu yang tetap, yang berkisar

antara kshainilan 42 dan 44 minggu, tanpa memperhatikan kondisi serviks

(granados, 1984; Leveno et all, 1985; Shime et all, 1984). Jika induksi gagal,

banyak dokter menyukai sectio caesaria. Belum jelas metode apakah yang terbaik

untuk pelaksanaan serveilans terhadap janin dengan usia gestational antara 42 dan

44 minggu pada kehamilan yang tidak dilakukan induksi. (Cunningham et all,

1995).

Pada banyak rumah sakit, penatalaksanaan pada kehamilan antara 42 dan 44

minggu terdiri atas pemeriksaan serial yang terutama ditujukan untuk menemukan

keadaan yang mengancam jiwa janin, sementara menantikan awal persalinan yang

spontan. Dengan timbulnya gawat janin yang nyata atau dicurigai, bayi dapat

Page 17: serotinus.docx

dilahirkan melalui induksi persalinan atau dengan pembedahan sectio caesaria

menurut indikasi obstetriknya (Yeh dan Read, 1982). Keadaan bahaya atau

kesehatan janin dievaluasi melalui penilaian klinik terhadap volume cairan amnion

dan gerakan janin yang dira?akan oleh ibu (Cunningham et all, 1995).

Dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli, dapat diambil

kesimpulan:

1. pasien dengan kehamilan lama yang pasti versus kehamilan lama yang

meragukan, merupakan dua kelompok yang secara klinis berbeda dengan resiko

perinatal yang berbeda pula.

2. wanita dengan kehamilan lama yang pasti harus diinduksi setelah

usia kehamilannya mencapai 42 minggu.

3. upaya induksi yang lebih sering dilakukan tidak berkaitan dengan

peningkatan angka sectio caesaria

Hal yang terjadi paling akhir adalah kecenderungan dalam beberapa praktek

obstetri untuk memulai induksi persalinan atau surveilans janin pada akhir minggu

ke-41 dan bahkan setelah mencapai minggu ke-40, karena adanya sejumlah kasus

lahir mati yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.

b. Pada Usia Gestational Tidak Diketahui

Pada banyak pusat kedokteran, bila usia gestational tidak diketahui, digunakan

teknik-teknik surveilans secara klinis, elektronik atau biokimiawi, ataupun berbagai

kombinasi teknik-teknik ini setelah perkiraan yang terbaik dibuat pada minggu ke

42, dan persalinan tidak diinduksi kecuali kalau terdapat keadaan yang mengancam

jiwa janin. Dalam penelitian ini, karena perhitungan tanggal persalinan sering

salah, umumnya hasil akhir yang diperoleh tampak baik.

Page 18: serotinus.docx

G. Identifikasi Keadaan Yang Membahayakan Janin

Dalam penatalaksanaan kehamilan lewat waktu, umumnya sekarang dilakukan

berbagai tes atau prosedur yang diunggulkan dalam meramalkan kesehatan janin. Tes

ini mencakup pemeriksaan sekali hingga tujuh kali seminggu untuk mengukur jumlah

estriol., atau pemeriksaan satu kali atau lebih setiap minggunya untuk mengetahui

perubahan frekuensi denyut jantung janin yang bisa terjadi sebagai reaksi terhadap

gerakan janin (tes nonstres), ataukah sebagai reaksi terhadap kontraksi uterus yang

biasanya ditimbulkan dengan preparat oksitosin (tes stres kontraksi), ataupun kedua

bentuk pemeriksaan tersebut. Selama hasil tes tersebut tetap normal, janin dianggap

berada dalam keadaan yang tidak begitu membahayakan dan upaya untuk melahirkan

janin sering tidak dilakukan (Cunninghan et all, 1995)

Namun tidak terdapat bukti yang meyakinkan bahwa penggunaan surveilans estriol

untuk kehamilan lewat waktu telah memberikan hasil yang lebih baik daripada hasil

yang diberikan oleh induksi persalinan rutin pada semua wanita yang sudah

menyelesaikan kehamilan 42 minggu (Devoe dan Sholl, 1983; Leveno et all, 1985).

Tes nonstres

Penurunan frekuensi denyut jantung janin selama dilakukan tes nonstres dapat

dipakai sebagai petunjuk untuk meramalkan peningkatan morbiditas serta mortalitas

fetal dan neonatal dalam kehamilan lewat waktu (Benedetti et all, 1988). Tampak

bahwa penurunan frekuensi denyut jantung janin merupakan akibat dari berkurangnya

cairan amnion yang merupakan predisposisi untuk terjadinya kompresi tali pusat.

(Divon et all, 1988).

Profil biofisik

Page 19: serotinus.docx

Dilaporkan bahwa angka kematian janin sebesar 4,6 per 1.000 pada kehamilan lewat

waktu kalau pemeriksaan profil biofisik dilakukan seminggu sekali.

Direkomendasikan pelaksanaan tes dua kali dalam seminggu pada janin lewat waktu

dan mengusulkan persalinan janin tersebut bila terdapat oligohidramnion (Manning et

all, 1981).

Tes stres kontraksi

Tes stres kontraksi juga telah digunakan untuk mengenali janin yang dicurigai lewat

waktu dan dalam keadaan yang membahayakan di dalam uterus. Hasil akhir yang

baik kalau tes ini dilakukan dengan interval seminggu sekali dan tanpa intervensi

aktif selama hasil tes tetap negatif (Freeman et all, 1981). Oksitosin selanjutnya

terbukti efektif untuk melangsungkan persalinan, dan mekonium yang kental

ditemukan dalam cairan amnion yang sedikit jumlahnya (Cunningham et all, 1995).

Volume cairan amnion

Identifikasi keadaan oligohidramnion yang ditentukan oleh pelbagai metode

pemeriksaan ultrasonografi, dapat digunakan sendiri, dengan tes nonstres, atau

bersama-sama dengan pemeriksaan profil biofisik janin untuk mengenali janin lewat

waktu yang kebanyakan dalam resiko (Crowley et all, 1984; Phelan et all, 1984,1985).

Meskipun tentunya terdapat kaitan antara keadaan oligohidramnion dan peningkatan

resiko pada janin baik sebelum dan selama persalinan, namun derajat resiko tersebut

belum pernah ditentukan secara akurat (Cunningham et all, 1995).

Permasalahan yang terjadi ketika menetapkan resiko pada janin berdasarkan hasil

pengukuran volume cairan amnion dengan USG, sebagian timbul karena adanya

perbedaan dalam kriteria yang dipakai oleh berbagai penyelidik. Phelan dkk (1985)

membagi para wanita hamil tersebut menjadi tiga kelompok berdasarkan volume

cairan amnionnya:

Page 20: serotinus.docx

1. Adekuat - cairan amnion terlihat di seluruh kavum uteri dengan diameter vertical

kantong yang terbesar melebihi 1 cm.

2. adekuat tapi berkurang - kantong cairan amnion vertikal lebih besar dari 1 cm

tetapi dengan kesan keseluruhan dari sonografer bahwa cairan tersebut berkurang.

3. berkurang - tidak adanya cairan amnion di seluruh kavum uteri dan diameter

sebuah kantong tunggal sama dengan atau kurang dari 1 cm.

Tidak diragukan lagi, kalau jumlah cairan amnion berkurang pada kehamilan lewat

waktu atau pada kehamilan apapun, maka janin akan menghadapi resiko yang semakin

meningkat. Di samping mortalitas janin, meskipun jarang terjadi, terdapat morbiditas

yang nyata pada keadan oligohidramnion. (Cunningham et all, 1995).

Penurunan jumlah cairan amnion yang diperkirakan secara klinis berkaitan

dengan peningkatan insiden gawat janin intrapartum dan peningkatan angka sectio

Caesaria (Leveno et all, 1984). Peningkatan secara bermakna frekuensi persalinan

sectio caesaria dengan indikasi gawat janin intrapartum pada wanita hamil dengan

kantong cairan amnion yang kurang dari 3 cm (Bochner et all, 1987).

Dikenal ada tiga cara pengukuran volume cairan amnion, yaitu secara subjektif,

semikuantitatif (pengukuran satu kantong) dan pengukuran empat kuadran atau indeks

cairan amnion (1CA).

a. Penilaian Subjektif

Pemeriksaan ini didasarkan pada pengalaman subjektif pemeriksa yang

dilihatnya pada saat pemeriksaan. Misalnya dikatakan normal bila masih ada

bagian janin yang menempel pada dinding uterus dan pada bagian lain cukup

terisi oleh cairan amnion. Bila oligohidramnion maka sebagian besar tubuh janin

akan melf.kat pada dinding uterus sedangkan bila polihidramnion tidak ada

bagian tubuh janin yang melekat pada uterus.

Page 21: serotinus.docx

b. Penilaian semikuantitatif

Dilakukan melalui pengukuran satu kantong (single pocket) amnion terbesar

yang terletak antara dinding uterus dan tubuh janin, tegak lurus terhadap lantai.

Tidak boleh ada bagian janin yang terletak didalam area pengukuran tersebut

Hasil pengukuran Interpretasi

2 cm – ≤ 8 cm Volume cairan amnion normal

8 cm

8 – 12 cm

12 – 16 cm

> 16 cm

Polihidramnion

Polihidramnion ringan

Polihidramnion sedang

Polihidramnion berat

≥ 1 cm – ≤ 2 cm Volume cairan yang meragukan

(Boderline)

< 1 cm Oligohidramnion

c. Penilaian empat kuadran atau indeks cairan amnion (ICA)

Penilaian ini diajukan oleh Phelan dkk (1987) yang mana leih akurat dibanding

dengan yang lain. Pada pengukuran ini abdomen ibu dibagi menjadi empat

kuadran. Garis yang dibuat melalui umbilicus vertical ke bawah dan tranversal.

Kemudian Transduser ditempatkan secara vertical tegak lurus lantai dan can

diameter terbesar dari kantong amnion, tidak boleh ada bagian janin atau

umbilicus di dalam kantong tersebut. Setelah didapat empat pengukuran,

kemudian dijumlahkan dan hasilnya ditulis dalam millimeter atau sentimeter.

Hasil pengukuran Interpretasi

50 – 250 mm Normal

Page 22: serotinus.docx

> 250 mm Polihidramnion

< 50 mm oligohidramnion

Walaupun demikian dari ketiga penilaian tersebut tidak ada yang dapat

digunakan sebagai gold standard.

Velosimetri Doppler

Velositas aorta decenden janin benar-benar menurun dengan semakin bertambahnya

lama kehamilan. Farmakides dkk (1988) meneliti hasil pemeriksaan velosimetri

Doppler pada arteri uterina dan umbilikalis di antara 149 wanita hamil yang

kehamilannya melampaui 41 minggu dan tidak menemukan perubahan pada velositas

aliran darah. Hasil ini juga diperoleh sekalipun terdapat tanda lain yang membuktikan

adanya gangguan pada janin.

H. Waktu Yang Tepat Untuk Pelaksanaan Persalinan

Keputusan pertama yang harus dibuat saat melakukan penatalaksanaan kehamilan

lewat waktu adalah kapan saatnya untuk melaksanakan persalinan. Pada beberapa

kasus (seperti pada pengawasan yang gawat, oligohidramnion, pertumbuhan

terhambat, penyakit-penyakit maternal khusus), pengambilan keputusan harus

didahulukan. Pada situasi dengan resiko tinggi seperti ini, waktu dimana resiko dari

sisa-sisa kehamilan menjadi lebih berat daripada resiko persalinan dapat terjadi pada

usia kehamilan yang lebih muda. Bagaimanapun juga, biasanya terdapat beberapa

pilihan untuk mempertimbangkan kapan harus diambil keputusan dalam menentukan

tindakan yang harus dilakukan pada kehamilan dengan resiko rendah. (Wilkes, 2002).

Morbiditas dan mortalitas perinatal tidak mengalami peningkatan secara nyata

pada minggu ke 40-41 usia kehamilan. Bagaimanapun juga, beberapa komplikasi

sering terkait dengan semakin lamanya usia kehamilan. Dengan pengecualian dari

Page 23: serotinus.docx

insufisiensi uteroplasental dan pertumbuhan janin terhambat, kehamilan lewat waktu

memiliki resiko yang cenderung lebih luas bila dibandingkan dengan kehamilan

yang aterm. Resiko makrosomia, distosia bahu, dan disproporsi kepala panggul akan

meningkat pada kehamilan lewat waktu. Pada kenyataannya, resiko kematian

perinatal akan meningkat pada kehamilan lewat waktu (Mannino, 1988). Komplikasi ini

mendukung opini bahwa kehamilan dengan waktu yang tepat tidak boleh dibiarkan

mencapai usia 42 minggu, tapi pertanyaan tentang bagaimana penatalaksanaan

kehamilan antara 41-42 minggu kini dipertanyakan (Wilkes 2002).

Alasan utama yang menentang kebijakan induksi rutin kehamilan dengan usia 41-

42 minggu yakni induksi meningkatkan angka persalinan dengan sectio caesaria tanpa

menurunkan morbiditas maternal dan neonatal. Beberapa studi gagal menunjukkan

penurunan angka morbiditas fetal atau neonafal yang diikuti dengan perkiraan usia

kehamilan yang tidak bagus dan tidak pasti lewat waktu. Pada kenyataannya, potensi

kenaikan resiko dilakukannya sectio caesaria akibat kegagalan induksi tergantung dari

keamanan dan efektivitas agen pematangan serviks. (Wilkes, 2002).

Namun pada banyak penelitian yang antara lain dilakukan oleh Yeast et al,

Herabutya et al, the National institute of Child Health and Human Development, dan

juga the Canadian Multicenter Lewat waktu Pregnancy, tidak terbukti induksi rutin

pada kehamilan usia 41 minggu dapat meningkatkan resiko persalinan dengan sectio

caesaria, bahkan hal tersebut menurunkan insidensi terjadinya persalinan dengan sectio

caesaria, tanpa mempengaruhi morbiditas dan mortalitas perinatal secara negatif.

Faktanya, bahkan terdapat keuntungan baik bagi ibu maupun bagi janin dengan

dilakukannya induksi pada saat usia kehamilan mencapai 41 minggu. Kebijaksanaan

dilakukannya induksi pada umur kehamilan 40 minggu hanya memiliki sedikit

Page 24: serotinus.docx

keuntungan, sementara banyak alasan untuk tidak membiarkan usia kehamilan

diperpanjang hingga mencapai lebih dari 42 minggu (Wilkes, 2002).

I. Penatalaksanaan Intrapartum Kehamilan Lewat Waktu

Persalinan merupakan saat yang berbahaya terutama bagi janin lewat waktu.

Sementara dilakukan observasi untuk dugaan persalinan, pemantauan elektronik

frekuensi denyut jantung janin dan kontraksi uterus harus dilakukan secara sangat

ketat untuk memantau variasi frekuensi yang konsistsn dengan keadaan gawat janin

(American College of Obstetricians and Gynecologists, 1987).

Kapan ketuban harus dipecali merupakan pertanyaan yang sulit untuk dijawab.

Penurunan lebih lanjut volume cairan amnion sesudah amniotomi dapat memperbesar

kemungkinan terjadinya kompresi tali pusat, tetapi di lain pihak, amniotomi

memungkinkan kita untuk mengenali adanya mekonium yang kental, yang berbahaya

bagi janin bila teraspirasi selama persalinan. Lagi pula sesudah ketuban pecah, elektroda

kulit kepala dan kateter tekanan intrauteri dapat dipasang. Penggunaan alat elektronik

secara internal ini biasanya akan memberikan data-data yang tepat mengenai frekuensi

denyut jantung janin dan kontraksi uterus daripada penggunaan pemantauan elektronik

eksternal. Pada pemantauan janin internal, pasien sebaiknya berbaring miring sehingga

menguntungkan bagi perfusi plasenta, sementara pada pemantauan esternal dengan

peralatan yang dipasang pada abdomen, pasien terpaksa harus berbaring terlentang

(Cunningham et all, 1995).

Ditemukannya mekonium yang kental dalam cairan amnion merupakan hal yang

mengkhawatirkan. Keadaan ini membuktikan adanya gawat janin yang baru terjadi dan

bisa menetap bisa pula tidak (Cunningham et all, 1995). Bayi lewat waktu dengan

cairan amnion yang diwarnai dengan mekonium yang kental mempunyai nilai pH yang

Page 25: serotinus.docx

lebih rendah secara bermakna daripada pH cairan amnion dengan mekonium yang

encer. Dikemukakan bahwa pada persalinan yang dipersulit dengan mekonium yang

kental, pengambilan sampel dan kulit kepala janin untuk pemeriksaan pH patut

dilakukan sekalipun pola frekuensi denyut jantung janin normal (Miller dan Read,

1981).

Yang sangat penting, aspirasi mekonium dapat menyebabkan disfungsi pulmoner

yang berat dan kematian selama periode neonatal. Keadaan ini dapat dikurangi tetapi

tidak bisa dihilangkan sama sekali dengan pengisapan sekret faring secara efektif

begitu kepala bayi dilahirkan. Jika mekoniumnya sudah dikenali, trakhea harus

diaspirasi secepat mungkin begitu bayi dilahirkan. Segera sesudah itu, pernapasan bayi

harus dibantu jika diperlukan. Kemungkinan berhasilnya persalinan per vaginam

akan berkurang secara nyata pada wanita nulipara yang berada dalam awal persalinan

dengan cairan amnion yang diwarnai oleh mekonium yang kental. Karena itu,

ketika ibu masih jauh dan proses persalinan, sectio caesaria segera hams sudah

dipertimbangkan, khususnya bila ditemukan kecurigaan akan disproporsi

sefalopelvik atau tanda yang membuktikan adanya persalinan disfungsional yang

hipertonik atau hipotonik. Tentu saja pada kasus-kasus semacam ini pemberian

oksitosin hams dihindari (Cunningham et all, 1995).

Kadang-kadang pertumbuhan janin lewat waktu yang berlangsung terns akan

menghasilkan bayi yang lewat waktu dan berukuran besar menurut usia gestational dan

distosia bahu dapat terjadi setelah kepala dilahirkan (Cunningham et all, 1995).

Yang tidak menjadi suatu kontroversi dalam manajemen pada kehamilan lewat

waktu adalah:

jangan membiarkan kehamilan dengan resiko tinggi menjadi kehamilan lewat

waktu, sebab semakin mempertinggi angka kematian perinatal. Ratio resiko

Page 26: serotinus.docx

kematian dua kali lebih tinggi pada wanita hamil dengan resiko tinggi

dibandingkan dengan wanita hamil beresiko rendah yang mengalami

kehamilan lewat waktu. Eden (1988) menemukan bahwa ratio morbiditas

perinatal lima kali lebih tinggi pada wanita hamil dengan hipertensi dan

diabetes melitus dibandingkan dengan pasien tanpa komplikasi.

Jika wanita yang mengalami kehamilan lewat waktu mempunyai cervix yang baik

dan menguntungkan untuk dilakukan persalinan pervaginam (Bishop's score >6),

maka induksi persalinan mempakan manajemen pilihan.

Sementara itu, yang masih menjadi kontroversi adalah apa yang harus

dilakukan pada pasien dengan kehamilan lewat waktu dengan kondisi serviks yang

kurang menguntungkan (Bishop's score <6), apakah harus diinduksi atau tidak?

Grenados (1984) mensurvei 80 pusat perinatonoli, dan menemukan bahwa 49% akan

melakukan manajemen konservatif terhadap pasien jika tidak ditemukan adanya

fetal distress, sementara 49% akan melakukan induksi persalinan atau melakukan

operasi sectio caesaria (Atlanta Maternal-Fetal Medicine, 1997)

Untuk menjawab pertanyaan apakah sebaiknya dilakukan induksi atau tidak,

hams dipertimbangkan resiko dari memperpanjang usia kehamilan (manajemen

konservatif) bila dibandingkan dengan resiko dilakukan induksi persalinan

(manajemen aktif). Untuk menentukan apakah pasien tersebut mempakan kandidat

yang kuat untuk dilakukan manejemen konservatif, penting sekali menentukan

apakah janin berada dalam resiko tinggi, apa test pengawasan janin yang paling baik,

kapan sebaiknya tes tersebut dimulai, dan seberapa sering tes tersebut dilakukan

(Atlanta Maternal-Fetal Medicine, 1997).

Persalinan pada kehamilan lewat waktu mempunyai risiko terjadi bahaya pada

janin. Sebelum menentukan jenis pengelolaan harus dipastikan adakah disporposi

Page 27: serotinus.docx

kepala panggul, profil biofisik janin baik. Induksi kehamilan 42 minggu menjadi

satu putusan bila serviks belum matang dengan monitoring janin secara serial. Pilihan

persalinan tergantung dari tanda adanya fetal compromise. Bila tidak ada kelainan

kehamilan 41 minggu atau lebih dilakukan dua pengelolaan. Pengelolaan tersebut

adalah induksi persalinan dan monitoring janin. Dilakukan pemeriksaan pola denyut

jantung janin (Hidayat, 1997).

Selama persalinan dapat terjadi fetal distress yang disebabkan kompresi tali pusat

oleh karena oligohidramnion. Fetal distress dimonitor dengan memeriksa pola denyut

jantung janin. Bila ditemukan variabel deselerasi, satu atau lebih deselerasi yang

panjang maka seksio cesarea segera dilakukan karena janin dalam bahaya

(Cunningham, 1995).

Bila cairan amnion kental dan terdapat mekonium maka kemungkinan terjadi

aspirasi sangat besar. Aspirasi mekonium dapat menyebabkan disfiingsi paru berat dan

kematian janin. Keadaan ini dapat dikurangi tetapi tidak dapat menghilangkan dengan

penghisapan yang efektif pada faring setelah kepala lahir dan sebelum dada lahir. Jika

didapatkan mekonium, trakea haras diaspirasi segera mungkin setelah lahir. Selanjutnya

janin memerlukan ventilasi (Arias, 1993).

The American College of Obstetricians and Gynecologist

mempertimbangkan bahwa kehamilan lewat waktu (42 minggu) adalah indikasi

induksi persalinan. Penelitian menyarankan induksi persalinan antara umur

kehamilan 41-42 minggu menurunkan angka kematian janin dan biaya monitoring janin

lebih rendah (Barbara, 2001).

Cara yang ditempuh untuk menjalankan persalinan dan spesifik manajemen

intrapartum tergantung kepada lingkup pribadi masing-masing penolong, dan laporan

Page 28: serotinus.docx

singkat mengenai agen pematang serviks dan potensial komplikasi dari induksi

persalinan merupakan cara yang cukup tepat (Wilkes, 2002).

Sebanyak 80% pasien yang mencapai usia kehamilan 32 minggu memiliki

serviks yang kurang menguntungkan (Bishop's score <7) (Harriis, 1983). Banyak

pilihan tersedia untuk mematangkan serviks. Perbedaan persiapan, indikasi,

kontraindikasi, dan aneka ragam pemberian dosis diperlukan oleh para praktisi untuk

membiasakan diri mereka dengan berbagai macam persiapan. (Wilkes, 2002).

Prostaglandin E2 gel dan supposituria untuk aplikasi vagina biasa

digunakan ningga akhir tahun 90an, lalu para ahli farmasi menghentikan produksi

karena teijadinya komersialisasi dan persiapan persalinan intensif sangat tidak

mencukupi. Saat ini tersedia preparat kimia meliputi prostaglandin El tablet untuk oral

atau penggunaan per vaginam. (Wilkes, 2002).

Pematangan serviks dikontrol oleh mekanisme yang saling berhubungan.

Serviks terdiri dari 3 komponen utama yaitu otot polos, kolagen dan zat dasar berupa

glikosaminoglikan, suatu bentukan dari dermatan sulfat dan asam hialuronat.

Proses pematangan serviks melibatkan perubahan-perabahan pada kolagen dan

jaringan penyambung sehingga fleksibilitas meningkat karena konsentrasi kolagen

dan protein menurun (Cunningham, 1995).

Proses ini bersentral dengan terbentuknya prostaglandin yaitu PGE2 dan

PGF2alfa yang akan menginduksi perubahan-perubahan pada pematangan serviks yaitu

aktifasi kolagenase-kolagenase dan suatu perubahan konsentrasi relatif

glikosaminoglikan. Pembentukan prostaglandin dimulai dari asam lemak dan

fosfolipid yang akan mengalami proses fosforilisasi oleh enzim fosfolipase A2 menjadi

asam arakidonat. Selanjutnya asam arakidonat oleh enzim siklooksigenase

diubah menjadi Prostaglandin G2 yang akan mengalami suatu reaksi peroksidase

Page 29: serotinus.docx

menjadi Prostaglandin H2 yang selanjutnya akan menjadi Prostaglandin E2, F2alfa

dan I2.Metabolisme asam arakidonat bebas dapat melalui dua jalur yaitu jalur

siklooksigenase atau jalur lipoxygenase. Rasio kedua jalur ini dalam proses persalinan

berubah dengan lebih dominannya jalur siklooksigenase (Louise, 1995; Cunningham,

1995).

Metoda lain dalam mematangkan serviks adalah dengan cara dilatasi secara

mekanik. Cara ini merupakan kombinasi dari kekuatan mekanik dan dengan

menggunakan pelepasan prostaglandin endogen. Sweeping atau stripping membran

(Foong, 2000), balon catheter folley yang diletakkan di serviks (Sullivan, 1996), infus

salin ekstra amnion, dan dengan menggunakan gagang laminaria telah diteliti dan

menunjukkan memberikan hasil yang efektif (Guinn, 2000).

J. Penatalaksanaan Kehamilan Lewat Waktu

Sebelum metode yang lebih baik dalam menilai kesehatan bayi ditemukan, cara

pendekatan aktif dalam penatalaksanaan kehamilan lewat waktu dapat dibenarkan

berdasarkan klasifikasi usia gestational yang pasti atau yang diragukan (Leveno et all,

1985). Cara pendekatan ini digunakan pada kehamilan lewat waktu dengan

pemanjangan masa kehamilan bukan merapakan satu-satunya keadaan yang dikenali.

(Cunningham et all, 1995).

Pada wanita hamil dengan usia gestational yang bisa ditentukan secara pasti,

persalman dapat diinduksi setelah usia kehamilan melampaui 42 minggu atau segera

setelah dipertimbangkan bahwa cairan amnion telah berkurang, atau jika pasien

melaporkan adanya penurunan gerakan janin yang dirasakan olehnya. Hampir 95

persen kasus-kasus semacam itu dapat diinduksi dengan berhasil atau dapat memasuki

masa persalinan dalam waktu 2 hari setelah diupayakan induksi. Bagi kasus-kasus

yang tidak melahirkan setelah dilakukan induksi pertama, induksi kedua dapat

Page 30: serotinus.docx

dikerjakan dalam waktu 3 hari. Hampir semua wanita hamil akan melahirkan bayinya

dengan rencana penatalaksanaan ini, namun pada beberapa kasus yang tidak

melahirkan bayinya, sectio caesaria dapat dibenarkan. Cara pendekatan ini tidak

seagresif tindakan induksi yang mungkin segera dilakukan kalau kita teringat akan

pemakaian alat USG untuk mengenali penurunan volume cairan amnion, sehingga

menghasilkan angka positif palsu sampai sebesar 86 persen. Yang juga penting,

walaupun teknik surveilans janin sudah dilakukan, namun kematian janin yang tidak

diramalkan tetap terjadi bersama-sama dengan morbiditas intrapartum dan neonatal

yang bermakna. (Cunningham et all, 1995).

Rencana intervensi aktif ini tidak menyebabkan peningkatan angka sectio caesaria,

tetapi secara nyata menurunkan angka kematian janin (Leveno et all, 1985). Namun

demikian, jumlah induksi mengalami peningkatan.

Wanita hamil yang diklasifikasikan dengan kehamilan lewat waktu yang

meragukan, hams diikuti terns perkembangannya setiap minggu sekali tanpa

dilakukan intervensi kecuali terdapat kecurigaan akan keadaan yang

membahayakan jiwa janin. Diagnosis yang membahayakan keadaan jiwa janin dibuat

berdasarkan persepsi klinis atau sonografik yang menunjukkan penurunan volume

cairan amnion. Yang sama mengkhawatirkan adalah berkurangnya gerakan janin

yang dirasakan ibu. Jika dicurigai adanya keadaan yang membahayakan janin

melalui salah satu dari kedua cara pemeriksaan tersebut, induksi persalinan hams

dilaksanakan bagi wanita hamil dengan kehamilan lewat waktu yang pasti (Cunningham

et all, 1995).

Menurut Mochtar (1998), penatalaksanaan pada kehamilan lewat waktu adalah

sebagai berikut:

Page 31: serotinus.docx

1. setelah usia kehamilan lebih dari 40-42 minggu yang penting adalah

monitoring janin sebaik-baiknya.

2. apabila tidak ada tanda-tanda insufisiensi plasenta, persalinan spontan dapat

ditunggu dengan pengawasan ketat.

3. lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks, kalau sudah

matang boleh dilakukan induksi persalinan dengan atau tanpa amniotomi.

4. bila: (a), riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam rahim, (b).

terdapat hipertensi, pre-eklamsi, dan (c). kehamilan ini adalah anak pertama

karena infertilitas, atau (d). Pada kehamilan lebih dari 40-42 minggu, maka ibu

dirawat di rumah sakit.

5. tindakan operasi sectio caesaria dapat dipertimbangkan pada (a). Insufisiensi

plasenta dengan keadaan serviks belum matang, (b). pembukaan yang belum

lengkap, persalinan lama dan terjadi tanda gawat janin, atau (c). pada

primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre-eklamsia, hipertensi

menahun, anak berharga (infertilitas) dan kesalahan letak janin.

6. pada persalinan pervaginam harus diperhatikan bahwa partus lama akan sangat

merugikan bayi; janin post matur kadang-kadang besar; dan kemungkinan

disproporsi sefalo-pelvik dan distosia janin perlu dipertimbangkan. Selain itu janin

postmatur lebih peka terhadap sedatif dan narkosa, jadi pakailah anestesi konduksi.

Jangan lupa, perawatan neonatus postmaturitas perlu di bawah pengawasan

dokter anak.

Page 32: serotinus.docx

BAB II

PRESENTASI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

No RM : 426756

Nama : Ny. Autika Ngatiyem

Umur : 32 tahun

Alamat : Banyumeneng, Giriharjo, Panggang, Gunung Kidul

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

Paritas : G4P3A0, HPMT: 20-12-10, HPL: 27-09-11, UK : 42+3

Tgl masuk RS : 14 Oktober 2011, jam : 01.00 WIB

B. ANAMNESA

- Keluhan Utama : keluar darah pervaginam dan merasa kenceng kenceng.

- Riwayat Penyakit Sekarang : Seorang pasien G4P3A0 usia 32 tahun merasa hamil

9 bulan lebih, masuk melalui IGD RSUD Bantul dengan keluhan keluar darah melalui

jalan lahir dan merasa kenceng-kenceng. keluhan dirasakan setengah jam SMRS. Air

ketuban belum pecah dan lender darah tidak ada.

- Riwayat Ginekologi

- Riwayat keguguran : (-)

- Riwayat pernikahan : Menikah 1x dengan suami sekarang.

Usia pernikahan 10 tahun.

Page 33: serotinus.docx

- Riwayat menstruasi : Teratur, tidak nyeri saat menstruasi sakit, siklus 28 hari, lama

haid sekitar 7 hari.

- Riwayat pemeriksaan USG : (+)

- Riwayat Operasi (SC, curetage, dll) : (+)

- Riwayat Obstetri

- Anak I : Abortus pd uk 7 bulan

- Anak II : Jk perempuan, usia 8 th, lahir pervaginam, bb 2800

- Anak III : Jk perempuan, usia 4 th, lahir pervaginam, bb 2350

- Anak IV : hamil ini

- Riwayat ANC : Rutin di Puskesmas

- Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat alergi / Asma : disangkal

- Riwayat gangguan mentruasi : disangkal

- Riwayat perdarahan selama kehamilan : disangkal

- Riwayat Penyakit paru-paru, Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi), DM :disangkal

- Riwayat Penyakit Keluarga :

- Riwayat Penyakit paru-paru : disangkal

- Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

- Riwayat Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi) : disangkal

- Riwayat Penyakit gula (DM) : disangkal

- Riwayat Asma : disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Generalis

Keadaan umum : Baik, tidak tampak anemis, Kesadaran : CM

Vital sign : T = 120/70 S = 36,7 0C

Page 34: serotinus.docx

N = 80 x/mnt R = 24 x/mnt

Kepala : Mesochepal, rambut hitam, panjang, tidak mudah dicabut.

Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), oedem palpebra

(-/-).

Hidung : dbn

Telinga :dbn

Mulut : dbn

Leher : JVP tidak meningkat, tidak ada pembesaran kelenjar .

Thoraks

Jantung : I : Ictus cordis tidak tampak

Pa : Ictus cordis kuat angkat

Pe : redup (+)

A : S1 > S2 murni, tidak ada bising

Pulmo : I : simetris tidak ada ketinggalan gerak, retraksi dada tidak

ada

Pa : vokal fremitus ka = ki

Pe : Sonor seluruh lapang paru

A : Suara Dasar : vesikuler +/+

Suara Tambahan : ronkhi (-), wheezing (-)

Extremitas : Nadi teraba kuat, simetris, oedem - / -, dan varises - / -, turgor

kulit normal, capillary refill<2”.

2. Status obstetrik

Inspeksi :Perut membuncit, tidak tampak luka bekas operasi, tampak

sedikit stria Gravidarum.

Page 35: serotinus.docx

Palpasi : abdomen supel, nyeri tekan (-), massa tumor (-).Fundus Uteri

tak teraba, Nyeri tekan epigastrika (+)

Perkusi : redup

Auskultasi : peristaltic (+), DJJ 156 x / menit.

Periksa Dalam : V/U tenang, dinding vagina licin, servik tebal dibelakang, blm

ada pembukaan, kepala floating, STLD (-), AK (-).

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Hematologi :

Gol. Darah : A

Hb : 12,2 g% (normal)

AL : 6,8 ribu/mm3 (normal)

AT : 209 ribu/ mm3 (normal)

HMT : 36,2 % (normal)

CT : 14,5” (normal)

BT : 34,3” (normal)

HbsAg : (-)

USG : Janin tunggal intrauterine, preskep, memanjang, DJJ +, Gerak +, plasenta grade

II – III, kalsifikasi +, BPD 8,8 – 36+1, AL 28,8 – 32, FL 5,8 – 30, AVG : 33

mg. TBJ : 2322

Kesan : IUGR pada Kehamilan postterm

F. DIAGNOSIS

IUGR pada multigravida hamil postterm

G. PENATALAKSANAAN

Usul USG dan pemeriksaan staf

Observasi his dan DJJ

Page 36: serotinus.docx

Usul SC

NST

BAB III

PEMBAHASAN

Diagnosis IUGR pada multigravida hamil postterm pada kasus ini ditentukan berdasar

pada hasil pemeriksaan USG yang telah dilakukan dan berdasar pada usia kehamilan

(UK:42+3 minggu), dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Neagle dengan

siklus haid rata-rata 28 hari. Kehamilan postterm mempunyai resiko lebih tinggi daripada

kehamilan aterm, terutama terhadap kematian perinatal (antepartum, intrapartum, dan post

partum) berkaitan dengan aspirasi mekonium dan asfiksia.

Pada pasien ini direncanakan untuk dilakukan persalinan pervaginam dengan dilakukan

induksi persalinan dengan balon kateter serta dilakukan observasi His dan DJJ. Setelah balon

kateter lepas terjadi pembukaan 2-3 cm, servik tebal, lunak, posisi dibelakang, kepala di

Hodge 1, selket +, AK - ,STLD -. Pasien dalam persalinan kala 1 fase laten. Setelah itu

diberikan induksi dengan oxytosin 5 iu dalam 500 ml RL mulai dari 8 tpm selama 15 menit,

kemudian dinaikkan 4 tpm setiap 15 menit maksimal sampai 20 tpm. Setelah botol I habis

kemudian dilanjutkan dengan induksi oxytosin 5 iu dalam 500 ml RL botol ke II. Setelah

induksi oxytosin selesai terjadi pembukaan 2-3 cm, servik tebal, lunak, posisi dibelakang,

kepala di Hodge 1, selket +, AK - ,STLD -. Karena tidak ada kemajuan persalinan kemudian

diputuskan untuk dilakukan sectio seseria atas indikasi induksi gagal. Dengan penanganan

yang tepat pada kehamilan serotinus maka dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas baik

dari ibu maupun janin.

Page 37: serotinus.docx

DAFTAR PUSTAKA

Achadiat, C M. 2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. EGC. Jakarta

Bari, S, et.al, kehamilan Postterm, Ilmu Kebidanan, ed.4. Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, 2008, Jakarta.

F. Gary C, et.al, Postterm Pregnancy in Williams Obstetrics, 21st ed, USA, 2005;729-741

Hidayat W, Firman F, Pemantauan Biofisik Janin; Bandung, 1997

Michael Y, et al, Fetal and neonatal mortality in postterm pregnancy: The impact of

gestational age and fetal growth restriction, Am J Obstet Gynecol 1998;178:726-31

Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi, Ed 2. EGC. Jakarta.

P. Barbara, et al, Temporal changes in rates and reasons for medical induction of term labor,

1980-1996, Am J Obstet Gynecol 2001;184;611-9