sepsis dan infeksi jaringan lunak

68
PRESENTASI KASUS SEPSIS DAN INFEKSI JARINGAN LUNAK Disusun oleh: Praisila Glory Florencia Jonathan FKUPH - 07120080090 Pembimbing: Dr. Soroy Lardo, Sp.PD

Upload: praisila-glory-florencia-jonathan

Post on 10-Dec-2014

135 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

presentasi kasus dan tinjauan pustaka

TRANSCRIPT

Page 1: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

PRESENTASI KASUS

SEPSIS DAN INFEKSI JARINGAN LUNAK

Disusun oleh:

Praisila Glory Florencia Jonathan

FKUPH - 07120080090

Pembimbing:

Dr. Soroy Lardo, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM

PERIODE 7 JANUARI – 16 MARET 2013

RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SUBROTO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

Page 2: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

JAKARTA

1

Page 3: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. SE

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur/ Tanggal lahir : 62 tahun/ 3 Juli 1950

Alamat : Jalan Siak Raya no. 145 RT 02/09, Sukma Jaya, Depok

Status marital : Menikah

Pekerjaan : PNS

Agama : Islam

Pendidikan terakhir : SMU

Suku/ bangsa : Batak/Indonesia

Tanggal MRS : 7 Januari 2013

No. CM : 36-89-83

II. DATA DASAR

A. ANAMNESIS

Autoanamnesis dan alloanamnesis, tanggal 17 Januari 2013

Keluhan utama : Lenting-lenting pada tungkai bawah kaki kanan

Keluhan tambahan : Demam, BAB berdarah

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke IGD RSPAD dengan keluhan timbul lenting-lenting pada

tungkai bawah kanan sejak 3 hari SMRS. Awalnya, sejak 5 hari SMRS pasien

mengalami demam. Demam timbul secara tiba-tiba dirasakan terus menerus

sepanjang hari, tanpa periode bebas demam. Demam dirasakan cukup tinggi,

namun pasien tidak mengukur suhu tubuh dengan termometer. Demam disertai

rasa menggigil yang timbul sewaktu-waktu, serta rasa panas pada tungkai bawah

kanan. Riwayat mimisan maupun gusi berdarah disangkal. Adanya nyeri otot,

nyeri pada belakang bola mata, lidah terasa pahit disangkal. Batuk dan pilek

disangkal. Riwayat bepergian keluar pulau Jawa disangkal. 4 hari SMRS, tungkai

bawah kanan pasien mulai memerah, tanpa disertai rasa nyeri maupun bengkak. 3

hari SMRS, timbul lenting-lenting berbentuk bulat, lonjong, dan tidak beraturan

pada daerah yang berwarna kemerahan. Lenting-lenting tersebut diakui pasien

2

Page 4: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

timbul secara bersamaan dengan ukuran kurang lebih 5 hingga 15 cm. Pasien

mengeluhkan rasa sakit yang berdenyut pada kedua tungkai, sakit dirasakan terus

menerus sepanjang hari, dan tidak menjalar ke bagian lain. Rasa nyeri tersebut

bertambah apabila pasien berjalan, namun tidak berkurang dengan aktivitas atau

perlakuan tertentu. Pasien menyangkal adanya riwayat trauma pada daerah

tungkai. 2 hari SMRS pasien berobat ke klinik terdekat, dan mendapatkan obat

penghilang rasa sakit, dan beberapa jenis obat lainnya (pasien tidak ingat nama

obat tersebut), namun karena dirasakan tidak membaik, pasien akhirnya berobat ke

IGD RSPAD. Sejak hari perawatan pertama di RSPAD hingga hari saat

pemeriksaan dilakukan, istri pasien mengeluhkan BAB pasien berdarah. Awalnya

tinja pasien mengandung darah segar hingga mencapai ¼ gelas aqua, namun

semakin hari darah semakin berkurang. Pada saat pemeriksaan dilakukan, istri

pasien mengaku BAB pasien mengandung sedikit darah berwarna gelap. Mencret

disangkal, adanya lendir pada tinja disangkal. Pasien menyangkal adanya rasa

sakit pada daerah perut maupun dubur. Pasien rutin memakan sayuran, serta tidak

mempunyai riwayat suka mengejan. Saat hari dilakukan pemeriksaan gejala pasien

seperti demam, menggigil, rasa panas pada tungkai bawah sudah membaik. Pasien

hanya mengeluhkan beberapa kali terasa sakit berdenyut pada tungkai bawah

kanan, serta BAB masih mengandung sedikit darah segar.

Riwayat penyakit dahulu :

- Riwayat penyakit serupa disangkal

- Riwayat operasi disangkal

- Riwayat dirawat di Rumah Sakit disangkal

- Riwayat kencing manis disangkal

- Riwayat penyakit ginjal disangkal

- Riwayat darah tinggi disangkal

- Riwayat asma disangkal

- Riwayat penyakit paru disangkal

- Riwayat tumor/kanker disangkal

- Riwayat penyakit hati disangkal

- Riwayat penyakit jantung disangkal

3

Page 5: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

Riwayat penyakit keluarga :

- Keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan serupa.

- Kakak pasien menderita darah tinggi

- Ibu pasein menderita penyakit asma

- Riwayat kanker/ tumor disangkal

- Riwayat kencing manis disangkal

- Riwayat penyakit jantung disangkal

Riwayat kehidupan sosial :

Riwayat merokok, minum minuman beralkohol, penggunaan obat-obatan

terlarang, maupun riwayat hubungan promiskuitas disangkal. Riwayat penggunaan

obat-obatan herbal disangkal.

B. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada tanggal 17 Januari 2013, pukul 09.15

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

BB : 80 kg

TB : 165 cm

BMI : 29.38 (overweight)

Tanda vital :

Tekanan darah 120/ 80 mmHg

Nadi 86 x/m, reguler

Laju pernafasan 20 x/m

Temperatur 36.8°C

Status generalis :

Kepala Normocephal

Mata konjugtiva pucat +/+

sclera ikterik -/-

refleks pupil +/+

4

Page 6: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

Mulut oral hygiene sedang

caries gigi (+)

stomatitis pada mukosa bibir dan lidah (-)

oral thrush (-)

THT Liang telinga lapang, serumen (+/+)

Faring hiperremis (-), tonsil T1/ T1

Leher JVP 5 - 2 cm

Deviasi trakea (-)

Tidak teraba pembesaran KGB leher

Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid

Jantung I: tidak tampak ictus cordis

P: ictus cordis teraba pada ICS 5, midclavicula sinistra, kuat

angkat

P: -

A: S1, S2 normal, reguler; murmur (-), gallop (-)

Paru I: pergerakan dada simetris statis dan dinamis, benjolan (-)

P: taktil fremitus dextra=sinistra, massa (-)

P: sonor pada kedua lapang paru. Perbatasan paru hati pada

ICS 5, midclavicula dextra

A: suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen I: buncit, caput medusa (-)

A: bising usus (+) normal

P: timpani, shifting dullness (-)

P: supel, nyeri tekan epigastrik (+), hepar/lien tidak teraba,

undulasi (-)

Ekstremitas Akral hangat,, capillary refill < 2 detik, tungkai kanan bawah

5

Page 7: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

oedem, panas, nyeri tekan (+)

C. Pemeriksaan Lab

Jenis Pemeriksaan 7/01/13 11/08/12 14/01/13 Nilai Rujukan

HEMATOLOGI

Hb 12.4* 7.0* 9.1* 13 – 18 g/dL

Ht 38* 21* 29* 40 – 52 %

RBC 3.9* 2.1* 2.9* 4.3 – 6.0 juta/uL

WBC 32,400* 39,300* 21,800* 4,800 – 10,800 / ul

Trombosit 395,000 527,000* 668,000* 150,000 – 400,000 /ul

MCV 96 96 98* 80 – 96 fL

MCH 32 33* 31 27 – 32 pg

MCHC 33 34 32 32 – 36 g/dL

Jenis Pemeriksaan 7/01/13 Nilai Rujukan

Hitung jenis

Basofil 0 0 – 1 %

Eosinofil 3 1 – 3 %

Batang 2 2 – 6 %

Segmen 73* 50 – 70 %

Limfosit 15* 20 – 40 %

Monosit 7 2 – 8 %

RDW 15.90* 11.5 – 14.5 %

Jenis Pemeriksaan 8/01/13 Nilai Rujukan

Koagulasi

D-Dimer Kuantitatif 930* 0 – 500 ng/ml

6

Page 8: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

Jenis Pemeriksaan 8/01/13 11/01/13 14/01/13 16/01/13 Nilai Rujukan

Faal Hemostasis

Koagulasi

PT

Kontrol 11.5 13.3 12.4 10.8 Detik

Pasien 16.6* 19.7* 13.1* 14.2* 9.8-12.6

APTT

Kontrol 34.5 28 30.2 35.5 Detik

Pasien 46.7* 16.3* 31.5 39.7* 27-39

Jenis Pemeriksaan 15/01/13 Nilai Rujukan

Faal Hemostasis

Koagulasi

Fibrinogen 558* 136 - 384 mg/dL

Jenis Pemeriksaan 8/01/13 13/01/13 14/01/13 Nilai Rujukan

KIMIA KLINIK

Bilirubin Total 0.84 <1.5 mg/dl

SGOT 29 29 <35 U/L

SGPT 41* 40* <40 U/L

Protein Total 6.4 6-8.5 g/dL

Albumin 2.9* 3.0* 2.6* 3.5-5.0 g/dL

Globulin 3.5 2.5-3.4 g/dL

Kolesterol Total 125 <200 mg/dL

Trigliserida 97 <160 mg/dL

Kolesterol HDL 20* >35 mg/dL

Kolesterol LDL 86 <100 mg/dL

7

Page 9: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

Jenis Pemeriksaan 7/01/13 8/01/13 11/01/13 13/01/13 Nilai Rujukan

Ureum 137* 122* 107* 33 20 – 50 mg/dL

Kreatinin 1.3 1.4 1.5 0.6 0.5 – 1.5 mg/dL

GDS 193* 81 88 < 140 mg/dL

HbA1C 6.1 5.7 – 6.4 %

Na 134* 139 133* 136 135 – 147 mmol/L

K 5 5.1* 5.5* 4.7 3.5 – 5.0 mmol/L

Cl 103 98 106* 104 95 – 105 mmol/L

Jenis Pemeriksaan 17/01/13 Nilai Rujukan

CRP Semi Kuantitatif 12* <6 mg/L

Pemeriksaan Gambaran Darah Tepi

Morfologi erythrocyte :

Anisositosis, anulosit (+)

Morfologi leukocyte :

Neutrofilia, limfonemia, atypical lymphocyte

Diff count : -/1/5/75/17/2

Morfologi thrombocyte :

Bentuk bizarre, kesan jumlah banyak

Kesan :

Anemia normositik, leukocytosis, neutrofilia, limfonemia,

thrombocytosis

DD : Anemia e.c penyakit kronis + sepsis + reactive thrombocytosis

Anjuran :

CRP/Pro-kalsitonin

Retikulosit Count

8

Page 10: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

D. Pemeriksaan X-Ray

Foto Pedis Dextra Proyeksi AP/Lateral :

- Kedudukan tulang-tulang pedis dextra baik

- Tak tampak fraktur maupun destruksi

- Tampak spur formation di aspek plantar os pedis dekstra

- Tak tampak penyempitan celah sendi

Kesan : Spur formation aspek plantar os pedis dextra

E. Pemeriksaan Kultur Darah

Tanggal 10-01-2013

Jenis Pemeriksaan : Kultur Darah + Resistensi

Jenis Bahan : Darah

Sediaan Langsung Gram : Tidak diketemukan adanya kuman

Hasil biakan : Tidak tampak pertumbuhan kuman

Resistensi test : Tidak dilakukan

F. Pemeriksaan Kultur Urin

Tanggal 10-01-2013

Jenis Pemeriksaan : Kultur Urine + Resistensi

Jenis Bahan : Urine

Sediaan Langsung Gram : Tidak diketemukan adanya kuman

Hasil biakan : Tidak tampak pertumbuhan kuman

Resistensi test : Tidak dilakukan

Tanggal 14-01-2013

Jenis Pemeriksaan : Kultur Urine + Resistensi

Jenis Bahan : Urine

Sediaan Langsung Gram : Diketemukan adanya Sel Ragi

Hasil biakan : Candida sp.

9

Page 11: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

G. Pemeriksaan Kultur Pus dan Uji Resistensi

Tanggal 10-01-2013

Jenis Pemeriksaan : Kultur PUS + Resistensi

Jenis Bahan : PUS

Sediaan Langsung Gram : Batang Gram Negatif

Hasil biakan : Klebsiella sp.

No. Jenis Antibiotik Kode Disk Hasil

R I S

1. Ampicilin 10 µg R

2. Amikasin 30 µg S

3. Ciprofloxacin 5 µg R

4. Cefotaxim 30 µg R

5. Cefpirom 30 µg R

6. Ceftriaxone 30 µg R

7. Doxycycline 30 µg R

8. Gentamycin 10 µg R

9. Kanamycin 30 µg R

10. Nalidixic acid 30 µg R

11. Trimetropim 5 µg R

12. Cefoperazone 75 µg R

13. Ceftazidime 30 µg R

14. Clindamycin 2 µg R

15. Meropenem 10 µg S

16. Azfreonam 30 µg R

17. Netilmycin 30 µg S

18. Amoxicillin 25 µg R

19. Cefalexin 30 µg R

20. Chloromycetin 30 µg R

21. Fosfomycin 50 µg I

22. Cloxacillin 5 µg R

23. Eritromycin 15 µg I

24. Levofloxacin 5 µg R

10

Page 12: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

Tanggal 14-01-2013

Jenis Pemeriksaan : Kultur PUS + Resistensi

Jenis Bahan : PUS

Sediaan Langsung Gram : Batang Gram Negatif

Hasil biakan : Pseudomonas aeroginosa

No. Jenis Antibiotik Kode Disk Hasil

R I S

1. Ampicilin 10 µg R

2. Amikasin 30 µg R

3. Ciprofloxacin 5 µg R

4. Cefotaxim 30 µg R

5. Cefpirom 30 µg R

6. Cefepime 30 µg R

7. Cefuroxime 30 µg R

8. Ceftriaxone 30 µg R

9. Doxycycline 30 µg R

10. Gentamycin 10 µg R

11. Imipenem 10 µg R

12. Kanamycin 30 µg R

13. Nalidixic acid 30 µg R

14. Trimetropim 5 µg R

15. Cefoperazone 75 µg R

16. Ceftazidime 30 µg R

17. Clindamycin 2 µg R

18. Meropenem 10 µg R

19. Piperacillin / Tazobactam 100 µg R

20. Azfreonam 30 µg R

21. Netilmycin 30 µg I

22. Amoxicillin 25 µg R

23. Cefalexin 30 µg R

24. Chloromycetin 30 µg R

25. Tobramycin 10 µg R

26. Fosfomycin 50 µg R

11

Page 13: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

27. Cefamandol 30 µg R

28. Cephalothin 30 µg R

29. Cloxacillin 5 µg R

30. Eritromycin 15 µg R

31. Ceftizoxime 10 µg R

32. Levofloxacin 5 µg R

33. Amoxicillin + Clavulanic

Acid

30 µg R

34. Tigecyclin 15 µg R

H. Pemeriksaan Colonoscopy

Persiapan tidak baik, banyak feses. Tingkat kesulitan : berat.

Anus : Hemorrhoid eksterna

Rektum : Lumen terbuka, mukosa normal

Sigmoid : Lumen terbuka, mukosa normal

Kolon descenden : Tampak feses keras, bersumpal-sumpal, menutupi lumen.

Panjang : sepanjang lumen kolon

Tindakan tidak dilanjutkan

Diagnosa endoskopi : hemorrhoid eksterna

Anjuran : persiapan kolonoskopi lebih baik lagi

III. RESUME

Pasien laki-laki berusia 62 tahun datang ke IGD RSPAD dengan keluhan

timbul lenting-lenting pada tungkai bawah kanan sejak 3 hari SMRS. Awalnya,

sejak 5 hari SMRS pasien demam tiba-tiba, terus menerus, suhu cukup tinggi,

menggigil (+), disertai rasa panas pada tungkai bawah kanan. 4 hari SMRS, tungkai

bawah kanan pasien menjadi merah, nyeri (-), bengkak (-). 3 hari SMRS, timbul

lenting-lenting berbentuk bulat, lonjong, dan tidak beraturan pada daerah yang

berwarna kemerahan, berukuran 5 - 15 cm, nyeri berdenyut (+), tidak menjalar,

bertambah apabila berjalan. Sejak hari perawatan pertama di RSPAD hingga hari

saat pemeriksaan dilakukan, BAB pasien mengandung darah segar hingga mencapai

12

Page 14: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

¼ gelas aqua, namun semakin hari darah semakin berkurang, nyeri (-) mencret (-)

lendir (-).

Dari pemeriksaan fisik ditemukan pasien tampak sakit sedang, overweight,

compos mentis, tanda-tanda vital stabil, konjungtiva mata anemis +/+, nyeri tekan

epigastrium (+). Dari pemeriksaan laboratorium ditemukan anemia normositik

normokrom, leukositosis, trombositosis, neutrofilia, limfonemia, peningkatan D-

Dimer Kuantitatif, PT, APTT, fibrinogen, hipoalbuminemia, peningkatan kadar

ureum serta peningkatan CRP semi kuantitatif. Dari pemeriksaan kultur urin,

ditemukan sel ragi dan biakan jamur candida sp., dari pemeriksaan kultur pus,

ditemukan bakteri gram negatif, yaitu klebsiella sp. dengan hasil uji resistensi,

bakteri sensitive terhadap antibiotik amikasin, meropenem, dan netilmycin. Dari

pemeriksaan kultur pus, ditemukan pula bakteri gram negatif pseudomonas

aeruginosa, dengan hasil uji resistensi, bakteri tidak sensitive terhadap antibiotik

yang diperiksakan, namun intermediate sensitive terhadap antibiotik netilmycin.

Dari hasil pemeriksaan kolonoskopi, kesan hemorrhoid eksterna.

IV. DAFTAR MASALAH

1. Sepsis e.c selulitis cruris dextra

2. DVT tungkai dextra

3. Melena e.c suspek gastritis erosif

4. AKI pre-renal e.c sepsis

5. Hipoalbuminemia

6. Hypercoagulable state

7. Anemia normocytic normochrom e.c ACD dd/ perdarahan

8. Hemorrhoid externa

V. PENGKAJIAN

1. Sepsis e.c selulitis cruris dextra

Atas dasar :

- Demam (-), nyeri kepala (+)

- Leukosit 32.400, Nadi 112x/menit, Nafas 20x/menit, Suhu 37 C

- CRP 12

Dx : Sepsis e.c selulitis cruris dextra

Rdx : -

13

Page 15: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

Rtx :

- O2 3L/menit

- IVFD NaCl 0.9% 500ml/8jam + tramal 1 amp/8 jam

- Meropenem 3x1 gr drip dalam 100cc NS/1 jam

- Profenid supp

- PCT 3 x 750 mg kp

2. Melena e.c suspek gastritis erosif

Atas dasar :

- BAB hitam (+) sedikit, sepsis (+), riwayat penggunaan jamu/NSAID tidak

diketahui

- Nyeri ulu hati (+)

Dx : Melena e.c stress ulcer dd/gastropati

Rtx :

- Lactulax 3 x cI

- Omeprazole 2 x 40 mg IV

- Sucralfat 4 x cI

3. DVT tungkai dextra

Atas dasar :

- Edema unilateral dextra, nyeri (+), kolor (+), skor wells 4 imobilisasi,

sepsis

- USG Doppler : DVT tungkai dextra

- D-dimer 1870

Dx : DVT tungkai dextra

Rtx :

Heparin 10.000 unit/24 jam 1 cc/jam

4. AKI pre-renal e.c sepsis perbaikan

Atas dasar :

- Ureum 29, creatinine 1.0

Dx : AKI pre renal e.c sepsis

Rtx : Observasi UMU

5. Hipoalbuminemia

Atas dasar :

- Albumin 2,6

Dx : Hipoalbuminemia e.c inflamasi dd/ blood loss

14

Page 16: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

Rtx : Transfusi albumin 20% 100 ml, cek albumin post transfusi

6. Hypercoagulable state

Atas dasar :

- D-Dimer 1870, Fibrinogen 558

Dx : Hypercoagulable state dengan kecurigaan DVT

Rtx : Rencana Heparin

7. Anemia normocytic normochrom e.c ACD dd/ perdarahan

Atas dasar :

- Riwayat melena dan hematochezia

- Hb 9,1

Rdx : DL serial/3 hari

Rtx : Observasi

8. Hemorrhoid externa

Atas dasar :

- Riwayat BAB berdarah (darah segar)

- Kolonoskopi : kesan hemorrhoid eksterna

VI. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia ad malam

Quo ad functionam : Dubia ad malam

Quo ad sanationam : Dubia ad malam

15

Page 17: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

SEPSIS DAN INFEKSI JARINGAN LUNAK

SepsisSepsis merupakan respons sistemik penjamu terhadap infeksi dimana patogen atau

toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses inflamasi. Berbagai definisi sepsis telah diajukan, namun definisi yang saat ini digunakan di klinik adalah definisi yang ditetapkan dalam konsensus American College of Chest Physician dan Society of Critical Care Medicine pada tahun 1992 yang mendefinisikan sepsis, sindroma respons inflamasi sistemik (systemic inflammatory response syndrome/SIRS), sepsis berat dan syok/renjatan septik.1

- Sindrom respons inflamasi sistemik, (SIRS : systemic inflammatory response syndrome) respon tubuh terhadap inflamasi sistemik mencakup 2 atau lebih keadaan berikut :1. Suhu >38C atau <36C2. Frekuensi jantung >90 kali/menit3. Frekuensi nafas >20 kali/menit atau PaCO2 <32 mmHg4. Leukosit darah >12.000/mm3, <4.000/mm3 atau batang >10%

- Sepsis, Keadaan klinis berkaitan dengan infeksi dengan manifestasi SIRS- Sepsis berat, Sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau

hipotensi termasuk asidosis laktat, oliguria dan penurunan kesadaran- Sepsis dengan hipotensi, Sepsis dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau

penurunan tekanan darah sistolik >40 mmHg dan tidak ditemukan penyebab hipotensi lainnya

- Renjatan septik, Sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan resusitasi cairan secara adekuat atau memerlukan vasopresor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ.1

Sepsis adalah SIRS ditambah tempat infeksi yang diketahui (ditentukan dengan biakan positif terhadap organisme dari tempat tersebut). Meskipun SIRS, sepsis dan syok septic biasanya berhubungan dengan infeksi bakteri, tidak harus terdapat bakteriemia. Hal ini karena di dalam darah kemungkinan terdapat endo maupun eksotoksemia, sedangkan bakterinya bedada di jaringan. Bakteriemia adalah keberadaan bakteri hidup dalam komponen cairan darah. Bakteriemia bersifat sepintas, seperti biasanya dijumpai setelah jejas pada permukaan mukosa, primer (tanpa fokus infeksi teridentifikasi) atau seringkali sekunder terhadap fokus infeksi intravaskuler atau ekstravaskuler, sehingga biakan darah tidak harus positif. Berdasarkan pengamatan, biakan darah penderita sepsis yang positif di Indonesia berkisar antara 40-70%.2

Berdasarkan konferensi internasional pada tahun 2001, terdapat tambahan terhadap kriteria sebelumya. Dimana pada konferensi tahun 2001 menambahkan beberapa kriteria diagnostik baru untuk sepsis. Bagian yang terpenting adalah dengan memasukkan petanda biomolekuler yaitu procalcitonin (PCT) dan C-reactive protein (CRP), sebagai langkah awal dalam diagnosa sepsis. Rekomendasi yang utama adalah implementasi dari suatu sistem tingkatan Predisposition, insult infection, Response, and Organ disfunction (PIRO) untuk menentukan pengobatan secara maksimum berdasarkan karakteristik pasien dengan stratifikasi gejala dan resko yang individual.2

16

Page 18: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

Daniels tahun 2011 menyederhanakan cara mendiagnosis SIRS, sepsis, dan sepsis berat dalam suatu bagan sebagai berikut :3

Etiologi sepsis2,4

Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram (-) dengan presentase 60-70% kasus, yang menghasilkan berbagai produk dapat menstimulasi sel imun. Sel tersebut akan terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Produk yang berperan penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS). LPS atau endotoksin glikoprotein kompleks merupakan komponen utama membran terluar dari bakteri gram negatif.

Lipopolisakarida merangsang peradangan jaringan, demam dan syok pada

17

Page 19: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

penderita yang terinfeksi. Struktur lipid A dalam LPS bertanggung jawab terhadap reaksi dalam tubuh penderita. Staphylococci, Pneumococci, Streptococci dan bakteri gram positif lainnya jarang menyebabkan sepsis, dengan angka kejadian 20-40% dari keseluruhan kasus. Selain itu, jamur oportunistik, virus (Dengue dan herpes) atau protozoa (Falciparum malariae) dilaporkan dapat menyebabkan sepsis, walaupun jarang.Peptidoglikan merupakan komponen dinding sel dari semua kuman, pemberian infus substansi ini pada binatan akan memberikan gejala mirip pemberian endotoksin. Peptidoglikan diketahui dapat menyebabkan agregasi trombosit.

Eksotoksin yang dihasilkan oleh berbagai macam kuman, misalnya alfa-hemolisin (S. Aurens), E.Coli haemolisin (E. Coli) dapat merusak integritas membran sel imun secara langsung.

Dari semua faktor diatas, faktor yang paling penting adalah LPS endotoksin gram negatif dan dinyatakan sebagai penyebab sepsis terbanyak. LPS didalam darah akan berikatan dengan protein darah membentuk lipopolysaccharide binding protein (LBP). LBP dapat langsung mengaktifkan sistem imun seluler dan humoral, yang dapat menimbulkan perkembangan gejala septicemia. LBP sendiri tidak mempunyai sifat toksik, tetapi merangsang pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggung jawab terhadap sespsis. Makrofag mengeluarkan polipeptida, yang disebut faktor nekrosis tumor (Tumor necrosis factor / TNF) dan interleukin 1 (IL-1), IL-6 dan IL-8 yang merupakan mediator kunci dan sering meningkat sangat tinggi pada penderita immunocomppromise (IC) yang mengalami sepsis.

Kondisi klinis yang dapat menyebabkan sepsis menurut Cunha adalah :

18

Page 20: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

Patogenesis2

Gambar 1. Dikutip dari http://biosyncorp.com/fileadmin/biosyncorp/selenasepics/ringfolder/10.jpg

Sebagian besar penderita sepsis menunjukan fokus infeksi jaringan sebagai sumber bakteriemia, hal ini disebut sebagai bakteriemia sekunder. Sepsis gram negatif merupakan komensal normal dalam saluran gastrointestinal, yang kemudian menyebar ke struktur yang berdekatan, seperti pada peritonitis setelah perforasi appendikal, atau bisa berpindah dari perineum ke urethra atau kandung kemih. Selain itu, sepsis gram negatif fokus primernya dapat berasal dari saluran genitourinarium, saluran empedu dan saluran gastrointestinum. Sepsis gram positif biasanya timbul dari infeksi kulit, saluran respirasi dan juga bisa berasal dari luka terbuka, misalnya pada luka bakar.

Inflamasi sebagai tanggapan imunitas tubuh terhadap berbagai macam stimulasi imunogen dari luar. Inflamasi seungguhkan merupakan upaya tubuh untuk menghilangkan dan eradikasi organisme penyebab. Berbagai jenis sel akan teraktivasi dan memproduksi berbagai jenis mediator inflamasi termasuk berbagai sitokin. Mediator inflamasi sangat komplek karena melibatkan banyak sel dan mediator yang dapat mempengaruhi satu sama lain.

Sitokin sebagai mediator inflamasi tidak berdiri sendiri dalam sepsis. Masih

19

Page 21: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

banyak faktor lain (non sitokin) yang sangat berperanan dalam menentukan perjalanan suatu penyakit. Respon tubuh terhadap suatu patogen melibatkan bermacam-macam komponen sistem imun dan berbagai macam sitokin baik itu yang bersifat proinflamasi dan antiinflamasi. Termasuk sitokin proinflamasi adalah TNF, IL-1, IGN-gamma, yang bekerja membantu sel untuk menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi. Termasuk sitokin antiinflamasi adalah interleukin 1 reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, IL-10 yang bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang berlebihan. Apabila keseimbangan kerja antara pro-inflamasi dan anti-inflamasi mediator ini tidak tercapai dengan sempurna maka dapat memberikan kerugian bagi tubuh. IL-6 adalah sitokin yang merupakan respon fase akut yang dapat sebagai sitokin pro-inflamatori karena IL-6 dihasilkan oleh makrofag yang teraktivasi dan dilain pihak sebagai sitokin anti-inflamatori karena IL-6 ini juga dihasilkan dari sel Th2 yang teraktivasi.

Penyebab sepsis dan syok septic yang paling banyak berasal dari stimulasi toksin, baik dari endotoksin gram (-) maupun eksotoksin gram (+). Endotoksin dapat secara langsung dengan LPS dan bersama-sama dengan antibody dalam serum darah penderita membentuk LBP. LBP yang berada dalam darah penderita akan bereaksi dengan makrofag melalui TLRs4 (Toll Like Receptors 4) sebagai reseptor transmembran dengan perantaraan reseptor CD14+ dan makrofag mengekspresikan imuno modulator, hal ini hanya dapat terjadi pada bakteri gram negatif yang mempunyai LPS dalam dindingnya. Padahal sepsis dapat terjadi pada rangsangan endotoksin, eksotoksin, virus dan parasit, maka mekanisme tersebut diatas masih kurang lengkap dan tidak dapat menerangkan patogenensis sepsis dalam arti keseluruhan, oleh karena konsep tersebut tidak melibatkan peran limfosit T dalam keadaan sepsis dan kejadian syok septik.

Di Indonesia dan negara berkembang, sepsis tidak hanya disebabkan oleh gram negatif saja, tetapi juga disebabkan oleh gram positif yang mengeluarkan eksotoksin. Eksotoksin, virus, dan parasit yang dapat berperan sebagai superantigen setelah di fagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai Antigen Processing Cell dan kemudian ditampilkan dalam Antigen Precenting Cell (APC). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Major Histocompatibility Complex (MHC). Antigen yang bermuatan peptida MCH kelas II akan berikatan dengan CD4 (limfosit Th1 dan Th2) dengan perantaraan TCR (T Cell Receptor).

Sebagai usaha tubuh untuk beraksi terhadap sepsis maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari Th1 yang berfungsi sebagai imuno modulator yaitu : IFN-gamma, IL-2 dan granulocyte macrophage colony stimulating factor (GM-CSF). Limfosit Th2 akan mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10. IFN-gamma merangsang makrofag mengeluarkan IL-1beta dan TNF-alfa. IFN-gamma, IL-1beta dan TNF-alfa merupakan sitokin proinflamatori, sehingga pada keadaan sepsis terjadi peningkatan kadar IL-1beta dan TNF-alfa serum penderita. Pada beberapa kajian biasanya selama terjadi sepsis tingkat IL-1beta dan TNF-alfa berkolerasi dengan keparahan penyakit dalam kematian, tetapi ternyata sitokin IL-2 dan TNF-alfa selain merupakan reaksi terhadap sepsis dapat pula merusakkan endotel pembuluh darah yang mekanismenya sampai dengan saat ini belum jelas. IL-1beta sebagai imunoregulator utama juga mempunyai efek pada sel endothelial termasuk di dalamnya pemberntukan prostaglandin E2 (PG-E2) dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1). Dengan adanya ICAM-1 menyebabkan neutrofil yang telah tersensitasi oleh GM-CSF akan mudah mengadakan ahesi. Interaksi endotel dengan neutrofil terdiri dari tiga langkah, yaitu :

1. Bergulirnya neutrofil, P dan E-selektin yang dikeluarkan oleh endotel dan L-selektin neutrofil dalam mengikat ligan respektif.

20

Page 22: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

2. Merupakan langkah yang sangat penting, adhesi dan aktivasi neutrofil yang mengikat intergretin CD-11 atau CD-18, yang melekatkan neutrofil pada endotel dengan molekul adhesi (ICAM) yang dihasilkan oleh endotel.

3. Transmigrasi neutrofil menembus dinding endotel.

Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan dinding endotel lisis, akibatknya endotel terbuka. Neutrofil juga membawa superoksidan yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitokondria dan siklus GMPs. Akibat dari proses tersebut endotel menjadi nekrosis, sehingga terjadi kerusakan endotel pembuluh darah. Ternyata kerusakan endotel pembuluh darah tersebut akan menyebabkan terjadinya gangguan vaskuler (Vascular leak) sehingga menyebabkan kerusakan oragan multipel sesuai dengan pendapat Bone bahwa kelainan organ multipel tidak disebabkan oleh infeksi tetapi akibat inflamasi yang sistemik dengan sitokin sebagai mediator. PEndapat tersebut diperkuat oleh Cohoen bahwa kelainan organ multipel disebabkan karena trombosis dan koagulasi dalam pembuluh darah kecil sehingga terjadi syok septic yang berakhir dengan kematian.

Syok septic merupakan diagnosis klinik sesuai dengan sindroma sepsis disertai dengan hipotensi (tejanan darah turun <90 mmHg) atau terjadi penurunan tekanan darah diastolic <40 mmHg dari tekanan darah sebelumnya. Organ yang paling penting adalah hati, paru dan ginajl, angaka kematian sangat tinggi bila terjadi kerusakan lebih dari tiga organ tersebut. Dalam suatu penelitian disebutkan angka kematian syok septic adalah 72% dan 50% penderita meninggal bila terjadi syok lebih dari 72 jam, 20%-80% penderita dengan syok septic menderita ARDS (adult respiratory disease syndrome).

Menurut Dale DC, bahwa pada penderita diabetes mellitus, sirosis hati, gagal ginjal kronik dan usia lanjut yang merupakan kelompok IC lebih mudah menderita sepsis. Pada penderita IC bila mengalami sepsis sering terjadi komplikasi yang berat yaitu syok septic dan berakhir dengan kematian. Untuk mencegah terjadinya sepsis yang berkelanjutan, Th-2 mengekspresikan IL-10 sebagai sitokin anti inflamasi yang akan menghambat ekspresi IFN-gamma, TNF-alfa dan fungsi APC. IL-10 juga memperbaiki jaringan yang rusak akibat peradangan. Apabila IL-10 meningkat lebih tinggi, kemungkinan kejadian syok septic pada sepsis dapat dicegah.

Dengan mengetahui konsep patogenesis sepsis dan syok septic, maka kita dapat mengetahui, sitokin yang berperan dalam syok septic dan dapat diketahui apakah terdapat perbedaan peran sitokin pada beberapa penyakit dasar yang berbeda.

Gejala Klinik2

Gejala klinik sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya didahului oleh tanda-tanda sepsis non spesifik, meliputi demam, menggigil, dan gejala konstitutif seperti lelah, malise, gelisha atau kebingungan. Gejala tersebut tidak khusus untuk infeksi dan dapat dijumpai pada banyak macam kondisi inflamasi non-infeksius. Tempat infeksi yang paling sering : paru, traktus digestifus, traktus urinarius, kulit, jaringan lunak dan saraf pusat. Sumber infeksi merupakan diterminan penting untuk terjadinya berat dan tidaknya gejala-gejala sepsis. Gejala sepsis tersebut akan menjadi lebih berat pada penderita usia lanjut, penderita diabetes, kanker, gagal organ utama, dan pasien dengan granulositopenia. Yang diakui sering diikuti gejala Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MPDS) sampai dengan terjadinya syok sepsis.2

Tanda-tanda MODS dengan terjadinya komplikasi :- sindroma distress pernafasan pada dewasa- koagulasi intravascular- gagal ginjal akut

21

Page 23: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

- perdarahan usus- gagal hati- disfungsi sistem saraf pusat- gagal jantung- kematianDari hasil penelitian, pada tahun 2004, dari penderita sepsis yang dirawat di

bangsal penyakit dalam Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta dengan n-89, didapatkan bahwa sepsis banyak terjadi pada orang usia lanjut dengan distribusi umur >= 60 tahun (38%), 41-59 tahun (34%) dan <=40 tahun (28%). Dengan komorbid dan penyakit penyerta yang banyak menyebabkan sepsis adalah diabetes mellitus (DM), Gagal Ginjal Kronik (GGK), penyakit hati kronis (imunocompromise). Hal ini terlihat dari hasil penelitian dimana Underlying disease: DM (35%), penyakit hari kronis (18%), GGK (15,7%), Infeksi Saluran Kencing (6,7%), anemia (5,6%), kardiovaskuler (4,5%), penyakit paru (4,5%), gastrointestinal (4,5%), keganasan (2,3%), HIV (1,1%), typhoid (1,1%).2

Diagnosis2,4,5

Diagnosis sepsis memerlukan indeks dugaan tinggi, pengambilan riwayat medis yang cermat, pemeriksaan fisik, uji laboratorium yang sesuai, dan tindak lanjut status hemodinamik.

Riwayat

22

Page 24: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

Membantu menentukan apakah infeksi didapatkan dari komunitas atau nosokomial dan apakah pasien imunokompromis. Rincian yang harus diketahui meliputi paparan pada hewan, pejalanan, gigitan tungau, bahaya di tempat kerja, penggunaan alkohol, kejang, hilang kesadaran, medikasi dan penyakit dasar yang mengarahkan pasien kepada agen infeksius tertentu. Beberapa tanda terjadinya sepsis meliputi :

1. Demam atau tanda yang tak terjelaskan disertai keganasan atau instrumentasi2. Hipotensi, oliguria atau anuria3. Takipnea atau hiperpnea, hipotermia tanpa penyebab jelas4. Perdarahan

Pemeriksaan FisikPerlu dilakukan pemeriksaan fisik yang menyeluruh. Pada semua pasien

neutropenia dan pasien dengan dugaan infeksi pelvis, pemeriksaan fisik harus meliputi pemeriksaan rectum, pelvis, dan genital. Pemeriksaan tersebut akan mengungkap abses rectal, perirektal, dan/atau perineal, penyakit dan/atau abses inflamasi pelvis, atau prostatitis.

Data LaboratoriumUji laboratorium meliputi Complete Blood Count (CBC) dengan hitung

diferensial, urinalisis, gambaran koagulasi, glukosa, urea darah, nitrogen, kreatitnin, elektrolit, uji fungsi hari, kadar asam laktat, gas darah arteri, elektrokardiogram, dan ronsen dada. Biakan darah, sputum, utin dan tempat lain yang terinfeksi harus dilakukan. Lakukan Gram stain di tempat yang biasanya steril (darah, CSF, cairan artikular, ruang pleura) dengan aspriasi. Minimal 2 set (ada yang menganggap 3) biakan darah harus diperoleh dalam periode 24 jam. Volume sample sering terdapat kurang dari 1 bakterium/ml pada dewasa (1-5 ml pada anak) dan inokulasikan dengan trypticase soy broth dan thioglycolate soy broth. Waktu sample untuk spike dmeam intermiten, bakteremia dominan 0,5 jam sebelum spike. Jika terapi antibiotik sudah dimulai, beberapa macam antibiotik dapat dideaktivasi di laboratorium klinis.

Tergantung pada status klinis pasien dan resiko-resiko terkait, pemeriksaan dapat juga menggunakan foto ronsen abdomen, CT Scanning, MRI, ekokardiografi, dan/atau lumbar puncture.Temuan laboratorium lain :

- SEPSIS AWAL. Leukositosis dengan shift kiri, trombositopenia, hiperbilirubinema, dan proteinuria. Dapat terjadi leucopenia. Neutrofil mengandung granulasi toksik, badan Dohle, datau vakuola sitoplasma. Hiperventilasi menimbulkan alkalosis repirator. Hipoksemia dapat dikoreksi dengan oksigen. Penderita diabetes dapat mengalami hiperglikemia. Lipida serum meningkat.

- SELANJUTNYA. Trombositopenia memburuk disertai perpanjangan waktu trombin, penurunan fibrinogen, dan keberadaan D-dimer yang menunjukkan DIC. Azotemia dan hiperbilirubinemia lebih dominan. Aminotransferase (enzim liver) meningkat. Bila otot pernafasan lelah, terjadi akumulasi laktat serum. Asidosis metabolic (peningkatan gap anion) terjadi setelah alkalosis respirator. Hipoksemia tidak dapat dikoreksi bahkan dengan oksigen 100%. Hiperglikemia diabetik dapat menimbulkan ketoasidosis yang memperburuk hipotensi.

Biomarker Prediktor Sepsis- Procalcitonin (PCT)

Procalcitonin merupakan precursor polipeptida hormon calcitonin yang berasal dari kelenjar thyroid, hormon calcitonin sendiri berfungsi merespons efek

23

Page 25: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

hiper atau hipocalcemia.Pada kondisi sepsis, didapatkan CTmRNA diseluruh tubuh dan berfungsi

sebagai kelenjar endokrin penghasil CTpr (CT precursor). Peningkatan tersebut terjadi di liver, pulmo, ginjal, pancreas, otak, jantung dan usus kecil.

Dari hasil penelitian Becker et al (2004), peningkatan PCT diinduksi oleh sitokin TNF-alfa.

- C-Reactive Protein (CRP)C-Reactive Protein merupakan protein fase akut, di sintesis di hari dan

iinduksi oleh IL-6. Fungsi biologis CRP adalah mengikat bahan eksogen dan endogen untuk kemudian dibuang dengan opsonisasi. Waktu paruhnya +- 19 jam. CRP meningkat dan mempresipitasi polisakarida C somatic kuman pneumococci.

CRP berperan dalam mekanisme pertahanan alamiah (innate immunity) terhadap penyakit microbial dan tidak dipengaruhi seks dan makanan.

Penelitian Meisner dan Reinhart (2001), menunjukkan bahwa ada korelasi yang signifikan antara tingginya skor SOFA (Sequential Organ Failure Assesment score) dengan peningkatan kadar PCT. Sedangkan peningkatan kadar CRP terlihat signifikan hanya antara skor SOFA 1-6 dengan 7-12, dan antara skor SOFA lainnya relatif kadar CRP sama dengan skor SOFA 7-12.

Mortalitas meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah gejala SIRS dan berat proses penyakit.Komplikasi :

- Sindroma distress pernafasan dewasa (ARDS)- Koagulasi intravascular diseminata (DIC, disseminated intra-vascular

coagulation)- Gagal ginjal akut (ARF, acute renal failure)- Perdarahan usus- Gagal hati- Disfungsi sistem saraf pusat

24

Page 26: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

- Gagal jantung- Kematian

Insidensi komplikasi tersebut yang dilaporkan pada SIRS dan sepsis dalam penelitian berbeda adalah 19% untuk disfungsi CNS, 2-8% untuk ARDS, 12% untuk gagal hari, 9-23% untuk ARF, dan 8-18% untuk DIC. Pada syok septic, ARDS dijumpai pada sekitar 18%, DIC pada 38%, dan gagal ginjal 50%.

Terapi2

Tiga prioritas utama dalam terapi sepsis, yaitu :1. Stabilisasi Pasien Langsung

Masalah mendesak yang dihadapi pasien dengan sepsis erat adalah pemulihan abnormalitas yang membahayakan jiwa (ABC : Airway, breathing, circulation). Perubahan status mental atau penurunan tingkat kesadaran akibat sepsis memerlukan perlindungan langsung terhadap jalan napas pasien. Intubasi diperlukan juga untuk memberikan kadar oksigen lebih tinggi. Ventilasi mekanis dapat membantu menurunkan konsumsi oksigen oleh otot pernapasan dan peningkatan ketersediaan oksigen untuk jaringan lain. Peredaran darah terancam, dan penurunan bermakna pada tekanan darah ememrlukan terapi empirik gabungan yang agresif dengan cairan (ditambah kristaloid atau koloid) dan inotrop/vasopresor (dopamine, dobutamin, fenilefrin, epinefrin, atau norepinefrin). Pada sepsis berat diperlukan pemantauan peredaran darah. CVP (central venous pressure) normal 10-15cm dari 0.9% NaCl; PAW normal (wedge pressure arteri paru) 14-18 mmHg, pertahankan volume plasma yang adekuat dengan infus cairan.

Pasien dengan sepsis berat harus dimasukkan dalam ICU. Tanda vital pasien (tekanan darah, denyut jantung, laju nafas, dan suhu badan) harus dipantau. Frekuensinya tergantung pada berat sepsis. Pertahankan curah jantung dan ventilasi yang memadai dengan obat. Pertimbangkan dialisis untuk membantu fungsi ginjal. Pertahankan tekanan darah arteri pada pasien hipotensif dengan obat vsoaktif, missal, dopamine, dobutamin, atau norepinefrin.

2. Darah harus cepat dibersihkan dari mikroorganismeAgen antimicrobial tertentu dapat memperburuk keadaan pasien. Diyakini

bahwa antimicrobial tertentu menyebabkan pelepasan lebih banyak LPS sehingga menimbulkan lebih banyak masalah bagi pasien. Antimikrobial yang ridak menyebabkan pasien memburuk adalah: karbapenem, seftirakson, sefepim, glikopeptida, aminoglikosida, dan quinolon.

Perlu segera diberikan perawatan empirik dengan anti-mikrobial. Pemberian antimicrobial secara dini diketahui menurunkan perkembangan syok dan angka mortalitas. Setelah sample didapatkan dari pasien, diperlukan regimen antimikrobialdengan spectrum aktivitas luas. Hal ini karena terapi antimicrobial hampir selalu diberikan sebelum organisme yang menyebabkan sepsis teridentifikasi.

3. Fokus infeksi awal harus diobatiHilangkan benda asing. Salurkan eksudat purulen, khususnya untuk infeksi

anaerobic. Angkat organ yang terinfeksi, hilangkan atau potong jaringan yang gangren.

4. Penelitian terapi obat :Eli Lillu and Company mengumumkan bahwa hasil uji klinis Phase III

menunjukkan drotecogin alfa (protein C teraktifkan rekombinan, Zovant)

25

Page 27: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

menurunkan resiko relatif kematian akibat sepsis dengan disfungsi organ akut terkait (dikenal sebagai sepsis berat) sebesar 19,4 persen. Zovant merupakan antikoagulan.

Penatalaksanaan Sepsis1,4,6

Karena kerusakan endothel pembuluh darah pada sepsis merupakan proses inflamasi imunologi, maka penatalaksanaan dari sepsi untuk mencegah terjadinya syok septic adalah sebagai berikut :

1. Pengobatan DasarPerubahan dasar hemodinamika yang terjadi pada pasien sepsis adalah

kelainan patologik arterial. Meskipun kadar katekolamin dalam darah pada sepsis meningkat, respon vaskuler terhadap stimulasi reseptor alfa adrenergic nampaknya terganggu. Beberapa mediator yang diduga bertanggung jawab terhadap mekanisme vasodilatasi tersebut, antara lain IL-1, Tumor Necrosis Factor (TNF), Nitric Oxide (NO), prostaglandin dan aktivasi komplemen (C3a, C5a). Disamping hal tersebut, kemungkinan lain sebagai penyebab adalah perubahan dalam metabolisme pembuluh darah sendiri.

Gambaran yang khas pada pasien sepsis dengan syok adalah hipotensi yang terjadi karena dilatasi pembuluh darah arteri. Resistensi vaskuler sistemik sangat rendah dan curah jantung akan meningkat. Frekuensi denyut jantung akan meningkat pula, demikian juga resistensi vaskuler paru akan meningkat, karena kompensasi terhadap kekurangan O2. Keadaan ini disebabkan karena adanya produksi NO yang meningkat berlebihan. Terjadinya peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah yang disebabkan karena peningkatan aktivitas komplemen (C3a, C5a), akan mengakibatkan cairan plasma banyak yang keluar (ekstravasasi).

Secara umum tujuan dari resusitasi adalah memperbaiki oksigenasi pada jaringan atau sel. Resusitasi dilakukan secepat mungkin, secara intensif dalam 6 jam pertama. Terapi yang dilakukan mencakup tindakan airway (A), breathing (B), dan circulation (C), dengan oksigenasi, terapi cairan biasanya menggunakan kristaloid dan koloid, vasopresor/inotropik dan transfusi bila diperlukan. Resusitasi kristaloid menyebabkan ekspansi ruang interstisial, sedangkan koloid intravena yang bersifat hiperonkotik, karena tekanan onkotik cenderung untuk menyebabkan ekspansi volume intravaskuler dengan “meminjam” cairan dari ruang interstisial. Koloid isoonkotik dapat mengisi ruang intravaskuler tanpa mengurangi ruang interstisial.

Dari pertimbangan fisiologis terlihat bahwa kristaloid menyebabkan lebih banyak edema daripada koloid, sehingga mungkin akan memperburuk. Pada keadaan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, koloid mungkin hanya sedikit sekali merembes ke dalam ruang interstisial, sehingga sebagian besar koloid akan tetap di dalam intravaskuler dan akhirnya koloid meningkatkan tekanan onkotik plasma. Hal ini akan menghambat kehilangan cairan selanjutnya dari sirkulasi, dan kemungkinan hal ini menguntungkan.

Kelebihan koloid dalam respon metabolic dapat meningkatkan pengiriman O2 (DO2) ke jaringan dan konsmsi O2 (VO2), sera menurunkan laktat serum. Parameter-parameter tersebut merupakan indikator penting untuk mengetahui apakah penderita membaik atau akan jatuh ke dalam keadaan yang lebih buruk.

Perbaikan volume darah bertujuan mengoptimalkan cardiac output tanpa meningkatkan resiko terjadinya edema paru. Biasanya digunakan bergantian

26

Page 28: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

antara kristaloid dan koloid. Untuk meningkatkan oksigenasi jaringan dan mengurangi kebutuhan oksigen jaringan. Koreksi terhadap asidosis yang terjadi pada sepsis berat atau ayok septic dapat berlangsung cepat bila penyakit dasar membaik. Sodium bikarbonat disarnkan untuk diberikan hanya pada asidosis berat saja.

Penelitian yang dilakukan Rivers dengan membandingkan tatalaksana yang disebut early goal directed therapy dengan terapi standar. Inti dari tatalaksana ini bahwa terapi mencakup penyesuaian beban jantung preload, afterload dan kontraktilitas dengan oxygen delivery dan demand. Protokol tersebut mencakup pemberian cairan kristaloid dan koloid bolus 500 ml tiap 30 menit untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg. Bila tekanan arteri rata-rata (MAP) kurang dari 65 mmHg diberikan vasopressor hingga >65mmHg dan bila MAP >90 mmHg diberikan vasodilator. Dilakukan evaluasi saturasi oksigen vena sentral (ScvO2); bila ScvO2<70% dilakukan koreksi hematokrit hingga diatas 30%. Setelah CVP, MAP dan hematokrit optimal namun ScvO2 <70%, dimulai pemberian inotropik. Inotropik diturunkan bila MAP <65 mmHg atau frekuensi jantung >120 kali/menit.

27

Page 29: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

Hasil penelitian pada 130 pasien dengan 133 kontrol didapatkan penurunan mortalitas pada kelompok early goal directed therapy 30,5% dibandingkan kontrol 46.5% dengan perbaikan pada parameter ScvO2, kadar laktat darah, defisit basa lebih rendah dan pH darah lebih tinggi.

2. Antibiotika merupakan terapi utama pada penderita sepsisPemberian antibiotika satu jenis saja ridak dibenarkan dalam keadaan

spsis. Dianjurkan kombinasi antibiotika yang rasional sesuai dengan hasil kultur dan uji sensitivitas. Apabila fasilitas kurang memungkinkan, dapat diberikan antibiotika secara empiris disertai dengan penatalaksanaan penyakit dasar seoptimal mungkin.

Antibiotika yang biasanya diberikan secara empiris adalah Cefalosporin generasi III atau IV karena mempunyai efek terhadap bakteri gram (+) dan gram (-). Juga dapat diberikan Cefalosporin dengan kombinasi beta-laktam. Dalam pemberian jangan dilupakan pemberian terhadap adanya mikroorganisme lain sebagai penyebab sepsis, misalnya : parasit, jamur, virus, dsb.

3. ImunonutrisiImunonutrisi adalah kumpulan beberapa nutrien spesifik seperti arginin,

glutamin, nukleotida dan asam lemak omega 3, yang diberikan sendiri ataupun kombinasi yang memiliki pengaruh terhadap parameter imunologik dan inflamasi yang telah terbukti secara klinis dan laboratoris.

Imunomodulasi yang pada saat ini dikembangkan pada pencegahan sepsis/CI (Critical Illness) berhasil menurunkan angka kematian. Salah satu enteral nutrisi adalah Enteral Feeding supplement dengan nutrisi yang terdiri atas glutamin, asam lemak tidak jenuh ganda dan nukleotid (Immunonutritions). Pada penderita sepsis dengan imuno nutrisi terjadi perkembangan penyakit yang

28

Page 30: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

membaik, terjadi penurunan komplikasi, jangka waktu perawatan, dan kematian.4. Pengobatan suplementasi

a. Strategi anti endo-eksotoksin dengan pemberian antibody monoclonal, tetapi pemberian ini masih banyak diperdebatkan sebab dari hasil beberapa penelitian masih belum meyakinkan

b. Pemberian infus antibody monoclonal faktor-7 dapat menghambat terjadinya pembentukan trombin dan konversi fibrinogen. Sistem Anti trombin III (AT III)-heparin sulfat dapat mengikat dan mengurangi aktivitas generasi trombin dalam proses penjendalan darah, sehingga dapat mengatasi DIC.

c. Kortikosteroid masih dalam perdebatan. Beberapa peneliti mengatakan bermanfaat untuk penderita dalam keadaan sepsis, tetapi dengan dosis yang adekuat. Tetapi peneliti lain mengatakan bahwa pemberian kortikosteroid kurang efektif dan kurang bermanfaat. Peneliti lain mengatakan pemberian kortikosteroid dapat memperbaiki gejala klinik sebab kortikosteroid dapat menghambat peran mediator serta sitokin IL-1 dan TNF-alfa. Sebaiknya, tidak diberikan setelah penderita mengalami syok septic.

d. Strategi anti mediator. Ekspresi sitokin merupakan respon normal dari inflamasi setelah mendapatkan stimulasi dan akan terjadi penurunan secara withdrawal apabila stimuli dihilangkan. Dalam studi eksperimental, penghambatan atau netralisasi mediator dalam keadaan sepsis dapat mengurangi angka kematian dan strategi ini sekarang dilakukan dalam uji klinik dan hasilnya masih dievaluasi dengan seksama. Sitokin IL-1 dan TNF-alfa dapat dinetralkan dengan monoclonal antibody atau fragmen soluble pada reseptornya.

e. Netralisasi NO. NO merupakan vasodilator yang dikeluarkan oleh endotel pembuluh darah pada saat sepsis. Apabila NO diproduksi berlebihan maka akan terjadi vasodilatasi pembuluh darah tepid an penurunan resistensi, sehingga terjadi penurunan tekana darah sampai dengan syok. Maka NO yang berlebihan harus dinetralisasi dengan menggunakan metilen biru.

f. Hemofiltrasi. MEtode ini dalam teori dinyatakan dapat mengeluarkan mediator inflamasi, toksin bakteri. Jenis yang sering digunakan adalah CVVH dan CAVH.

g. Phyto Farmaka, banyak dilaporkan dalam penelitian dapat memacu imunomodulasi respons imun, tetapi masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

h. Penggunaan IntraVenous ImunoGlobulin (IVIG) di ICU Amerika dan Eropa diyakini dapat menurunkan angka kematian sebesar 50%. Pemberian IVIG akan meningkatkan netralisasi, opsonisasi, aktifitas bakterisidal, menstimulasi fagositosis oleh leukosit dan netralisasi endo-ekso toksin. Pemberin IVIG mempunyai efek sinergis dengan antibiotika B-laktam dan membentuk laktamase antibody, serta dapat merusak membran sel bakteri gram (-). IVIG juga dapat menekan aktifitas mediator dan mengurangi pelepasan sitokin.

IVIG pada sepsis mempunyai peran sebagai berikut :1. Penurunan aktivitas bakteri dan mediator inflamasi. Terapi IVIG menurunkan

mortalitas sekitar 30%. Juga, dapat meningkatkan netralisasi ekso dan endotoksik, serta opsonisasi bakterisidal.a. Stimulasi fagositosis oleh leukositb. Bersama dengan antibiotika beta-laktam membentuk antibody laktamase

sehingga lebih mudah menghancurkan dinding sel bakteri gram (-)

29

Page 31: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

c. Penetrasi ke mediator inflamasid. Penurunan ekspresi sitokin pro-inflamasi

2. Stimulasi pembentukan IL-1ra. Sitokin ditemukan oleh Aren pada tahun 1955 dan dapat menghambat aktivitas IL-1r. Ditemukan pada trombosit manusia yang diinkubasi dengan IgG. IVIG pada sepsis akan meningkatkan IgG yang akan menstimulasi pembentukan IL-1ra sehingga secara tidak langsung akan menghambat IL-1.

3. Potensiasi dengan IgG di dalam tubuh. Pada stadium sepsi, mediator anti-inflamasi menekan Th2 sehingga jumlah IL-10 akan menurn dan menstimulasi sel limfosit B untuk membentuk IgG. Jadi IVIG akan berpotensiasi dengan fungsi IgG dalam tubuh manusia.

Pencegahan2

- Hindarkan trauma pada permukaan mukosa yang biaanya dihuni bakteri Gram-negatif

- Gunakan trimetroprim-sulfametoksazol secara profilaktik pada anak penderita leukemia

- Gunakan nitrat perak tipikal, sulfadiazine perak, atau sulfamilon secara profilaktik pada pasien luka bakar.

- Berikan semprotan (spray) polimiksin pada faring posterior untuk mencegah pneumonia Gram negatif nosokomial

- Sterilisasi flora aerobik lambung dengan polimiksin dan gentamisin dengan vankomisin dan nistatin efektif dalam mengurangi sepsis Gram-negatif pada pasien neutropenia

- Lingkungan yang protektif bagi pasien beresiko kurang berhasil karena sebagian besar infeksi berasal dari dalam (endogen).

- Untuk melindungi neonatus dari sepsis strep Grup B ambil apusan (swab) vagina/rectum pada kehamilan 35 hingga 37 minggu. Biakkan untuk Streptococcus agalactiae (penyebab utama sepsis pada neonatus). Jika positif untuk strep Grup B, berikan penisilin intrapartum pada ibu hamil. Hal ini akan menurunkan infeksi Grup B sebesar 78%.

Berdasarkan guideline internasional untuk penanganan dan pencegahan sepsis

berat dan syok septik tahun 2008 (Surviving Sepsis Campaign), terapi sepsis dibagi

menjadi 3, yaitu :7

1. Resusitasi dini

30

Page 32: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

31

Page 33: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

2. Hemodynamic support dan adjunctive therapy

3. Terapi suportif

32

Page 34: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

Infeksi Jaringan Lunak

Infeksi jaringan lunak ditandai dengan sifatnya yang akut, difus, menyebar,

disertai edema, serta inflamasi supuratif dari jaringan dermis dan subkutan. Seringkali

infeksi jaringan lunak ini disertai gejala sistemik seperti malaise, demam, dan menggigil.

Terapi infeksi jaringan lunak non-nekrosis menggunakan antibiotik, drainase abses dan

terapi suportif. Sedangkan infeksi jaringan lunak nekrosis seringkali mengancam nyawa

dan membutuhkan operasi debridement lanjutan.8,9

33

Page 35: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

Pada penjamu yang imunokompeten, infeksi ini seringkali disebabkan oleh

streptokokus beta-hemolitik grup A, Staphylococcus aureus, dan untuk infeksi deep

fascia dan otot, biasanya disebabkan oleh gabungan antara organisme gram positif dan

negatif baik yang anaerobic maupun fakultatif. Sebaliknya bagi penjamu yang

imunokompromais, organisme yang dapat menyebabkan infeksi jaringan lunak lebih sulit

diprediksi. Organisme tersebut dapat mencakup bakteri komensal, jamur, sel ragi, bahkan

parasit.8,9

Klasifikasi dan Definisi8,10

1. Erisipelas

Merupakan selulitis yang mengenai permukaan kulit, ditandai dengan terlibatnya

pembuluh limfatik kulit. Gejala yang ditimbulkan antara lain, adanya rasa nyeri,

berwarna merah terang, menonjol, bengkak, plak berindurasi dengan tepi lebih

tinggi, bebrbatas tegas dari kulit sehat disekitarnya. Biasanya disebabkan oleh

group A beta-hemolytic streptococcus (GAS) dan jarang disebabkan oleh

S.aureus.

2. Selulitis

Merupakan kelainan kulit berupa infiltrat yang difus di subktan dengan tanda-

tanda radang akut. Memiliki gejala serupa dengan erisipelas, namun hingga

mengenai jaringan subkutan. Selulitis dapat dibedakan dari erysipelas dalam 2 hal,

yaitu : lesi selulitis biasanya tidak menonjol dan berbatas tidak tegas dari jaringan

kulit sehat disekitarnya. Jaringannya pun teraba keras dan sangat nyeri. Dalam

sebagian kasus, dapat terbentuk bulla atau nekrosis. Infeksi dapat terlokalisasi di

jaringan lunak, dengan pembentukan abses dermis dan subkutan atau nekrosis

fasciitis. S.aureus dan GAS sejauh ini adalah penyebab selulitis tersering, namun

bakteri lain juga dapat menyebabkan selulitis.

3. Limfangitis

Inflamasi pembuluh limfatik, biasanya bermula pada akral, seperti pada tangan

dan kaki. Limfangitis timbul berupa kemerahan pada telapak atau punggung

tangan pada proksimal jari.

4. Selulitis Gangren

Karakteristiknya berupa nekrosis jaringan dermis, lemak subkutan (hypodermis),

fascia, atau otot. Diklasifikasikan sebagai necrotizing fasciitis, clostridial soft

tissue infections, dan progressive bacterial synergistic gangrene.

34

Page 36: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

5. Infeksi Jaringan Lunak Nekrosis

Dapat dibedakan dari jenis lain karena memiliki nekrosis jaringan yang berat,

sedikit respon terhadap pemberian antibiotik, dan memerlukan debridement dari

jaringan mati. Diawali dengan eritema dan nyeri indurasi pada jaringan lunak,

kemudian dengan cepat berkembang menjadi black eschar, yang kemudian

menjadi jaringan berwarna hitam dan lunak, disertai massa nekrotik dengan bau

tidak sedap. Infeksi jaringan lunak nekrosis dibagi menjadi 3 kategori, yaitu :

necrotizing cellulitis, necrotizing fasciitis, myonecrosis. Infeksi jaringan lunak

pada daerah genital disebut Fournier gangrene.

6. Ektima Gangrenosum

Merupakan infeksi jaringan lunak nekrosis, yang paling sering disebabkan oleh P.

aeruginosa, ditandai dengan infark kulit yang progresif menjadi lesi ganggren

dengan ulkus.

SELULITIS

Epidemiologi8

Usia yang terkena biaanya anak-anak kurang dari 3 tahun, atau dapat pula orang tua.

Etiologi 8

Type of Infection Most Common Cause(s) Uncommon Causes

Erysipelas Group A streptococcus (GAS) Group B, C, and G streptococci (GBS, GCS, GGS) S. aureus

Cellulitis S. aureus, GAS GBS, GCS, GGS

Erysipelothrix rhusiopathiae

Pneumococcus

Haemophilus influenzae (children)

Escherichia coli

Campylobacter jejuni

Moraxella

Serratia, Proteus, other Enterobacteriaceae

Cryptococcus neoformans

Legionella pneumophila, L. micdadei

35

Page 37: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

Bacillus anthracis (anthrax)

Aeromonas hydrophila

Vibrio vulnificus, V. alginolyticus

Cellulitis in children

S. aureus, GAS GBS (neonates)

  Facial/periorbital cellulitis

H. influenzae (young children) Neisseria meningitidis

  Perianal cellulitis GAS S. aureus

Cellulitis secondary to bacteremia

P. aeruginosa V. vulnificus

Streptococcus pneumoniae, GAS, GBS

Crepitant cellulitis

Clostridia spp. (C. perfringens, C. septicum) Bacteroides spp.

Peptostreptococci

E. coli, Klebsiella

Cellulitis associated with water exposure

E. rhusiopathiae (erysipeloid) Seal finger (etiology unknown)

  V. vulnificus  

  Aeromonas hydrophila  

  Mycobacterium marinum (nodular lymphangitis)  

  M. fortuitum complex  

Gangrenous cellulitis (infectious gangrene)

   

  Necrotizing fasciitis (NF) Streptococcal gangrene

GAS GBS, GCS, GGS

  Nonstreptococcal NF

Mixed infection with one or more anaerobes (Peptostreptococcus or Bacteroides) plus at least one facultative species (non-group A streptococci; members of the Enterobacteriaceae such as Enterobacter or Proteus)

Bacillus cereus (agranulocytic patient)

Sumber infeksi8

1. Mukokutan

- Penyakit kulit yang mendasari, seperti penyakit bulla (pemfigus pemfigoid,

sunburn), limfedema kronis, dermatofitosis (tinea pedis, tinea capitis, tinea

barbae), infeksi virus (herpes simplex, varisela, herpes zoster), inflamasi

36

Page 38: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

(dermatitis atopic, dermatitis kontak, dermatitis statis, pyoderma

gangrenosum), pyoderma superficial (impetigo, folikulitis, furunkulosis,

karbunkel, ektima), ulkus (tekanan, insufisiensi vena kronik, iskemik,

neuropati).

- Trauma, seperti abrasi, gigitan binatan/serangga/manusia, luka bakar,

laserasi, luka tusuk.

- Luka operasi

- Infeksi mukosa, seperti infeksi orofaring, infeksi mukosa hidung dan

telinga tengah.

- Penggunaan obat suntik

- Ekspos terhadap air

2. Penyebaran infeksi dari jaringan sekitar, seperti osteomyelitis, infeksi abdomen,

cutaneous odontogenic sinus.

3. Bakteriemia, berupa sepsis, infeksi endokarditis, bisa disebabkan oleh

S.pneumoniae, V.vulnificus, dan C.neoformans.

Faktor resiko8

Penyalahgunaan obat dan alkohol, kanker, kemoterapi, limfedema kronis (post-

mastektomi, post-coronary artery grafting, riwayat selulitis/erysipelas sebelumnya),

sirosis, diabetes mellitus, sindrom nefritik, imunosupresi iatrogenic, neutropenia,

sindroma imunodefisiensi, malnutrisi, gagal ginjal, aterosklerosis sistemik.

Patogenesis9

Kulit normal yang intak memegang peranan penting untuk memberikan

mekanisme pertahanan terhadap berbagai macam patogen. Interaksi penjamu-patogen

secara detail memang masih belum sepenuhnya diketahui secara pasti, namun hal tersebut

bergantung pada fungsi barrier, faktor bakteri, dan faktor penjamu.

1. Fungsi Barrier

a. Penyakit kulit yang mendasari

- dermatosis inflamatorik : dermatitis atopic, dermatitis kontak, dermatitis

statis, psoriasis, lupus kutaneus kronik, pyoderma gangrenosum

- penyakit bula : pemfigus, pemfigoid bulosa, sunburn, porphyria cutanea

tarda

- ulkus : tekanan, stasis, iskemik, diabetik

37

Page 39: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

- umbilical stump (pada neonatus)

- pyoderma superficial : impetigo, folikulitis, furunkel, karbunkel, ektima

- herpes simpleks, varicella, herpes zoster

- dermatofitosis : tinea pedis, tinea kapitis, tinea barbae

b. Trauma

- abrasi, laserasi, luka tusuk

- gigitan : hewan, serangga, manusia

- luka bakar

c. Luka operasi

- kateter intravascular

- insisi operasi

2. Faktor Bakteri

- berkurang atau hilangnya flora normal

- meningkatnya pertumbuhan spesies patogen

- elaborasi toksin dan enzim

3. Faktor Penjamu

a. Status imun menurun

- diabetes mellitus

- kanker

- kemoterapi pada kanker

- gagal ginjal

- sindroma nefrotik

- penyalahgunaan alkohol

- penyalahgunaan obat-obatan

- malnutrisi

- neutropenia

- imunosupresi iatrogenic

- HIV

- Imunodefisiensi kongenital

b. Circulatory compromise

- abnormalitas sistem limfatik

- tromboflebitis

- diabetes mellitus

- limfedema

38

Page 40: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

- sindroma nefrotik

Manifestasi Klinis8

Masa inkubasi : beberapa hari.

Gejala prodromal : malaise, nafsu makan menurun, demam, menggigil yang timbul

mendadak sebelum selulitis timbul. Demam tinggi (38.5C) dan menggigil biasanya

berhubungan dengan bakteri GAS.

Status imun : pasien dengan imunokompromis rentan terhadap infeksi oleh patogen

dengan patogenisitas rendah.

Gejala : Nyeri setempat, bengkak.

Lesi kulit : merah, panas, edema, plak mengkilat, nyeri, berbagai ukuran, berbatas tegas,

irregular, sedikit menonjol. Vesikel, bula, erosi, abses, perdarahan dan nekrosis dapat

timbul menyertai plak. Limfangitis. Kelenjar limfe regional dapat membesar dan terasa

sakit.

Distribusi

- Dewasa : tungkai bawah (daerah tersering), sela jari, lengan pada pasien laki-laki

muda (pertimbangkan penggunaan obat-obatan intravena), wanita pada daerah

post-mastektomi, daerah luka operasi, wajah (setelah rhinitis/konjungtivitis).

- Anak : pipi, daerah periorbita, kepala, dan leher paling sering disebabkan oleh H.

influenzae; pada ekstremitas paling sering disebabkan oleh S. aureus, GAS.

39

Page 41: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

40

Page 42: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

Pemeriksaan Laboratorium8

Mikroskopi : Pemeriksaan gram pada eksudat, pus, cairan bula, cairan aspirasi dapat

menunjukkan adanya bakteri. GAS : kokus gram positif; S.aureus : kelompok kokus gram

positif, Clostridia : batang gram negatif dan beberapa neutrofil.

Biopsi lesi kulit yang dilihat pada mikroskop dengan penambahan potassium hidroksida

menunjukan adanya sel ragi, apabila disebabkan oleh jamur seperti Candida,

Cryptococcus, dan Mucor.

Kultur : pada kultur cairan aspirasi atau biopsy daerah yang inflamasi akan

mengidentifikasi patogen pada 20% kasus. Sedangkan pada kultur darah, hanya dapat

mengidentifikasi kurang dari 2-4% kasus.

Hematologi : Leukosit dan laju endap darah dapat meningkat.

Radiografi : CT Scan, MRI dan USG dapat mendeteksi abses, adanya udara pada

jaringan, adanya osteomyelitis.

Terapi8,10

Profilaksis:

- pada tinea pedis : cuci dengan sabun yang mengandung benzoyl peroksida tiap

hari atau krim topikal antifungal atau gel alkohol.

- Untuk Vibrio sp. Pada pasien diabetes, alkoholik, dan penderita sirosis :

menghindari makan makanan yang tidak matang.

- Riwayat selulitis : penggunaan kaos kaki, antiseptik kulit, anti microbial

profilaksis ( penicillin G, dicloxacilin, atau eritromisin, 500 mg/hari).

Suportif : istirahat, imobilisasi, elevasi (tungkai bawah dan kaki yang diserang

ditinggikan, tingginya sedikit lebih tinggi dari pada letak kor), lingkungan yang panas dan

lembab, obat analgesia, jika terdapat edema, diberikan diuretika.

Kompres : Kompres terbuka dengan larutan antiseptik atau normal saline steril dingin

untuk membersihkan eksudat dan jaringan nekrosis.

Terapi pembedahan : drainase abses, debridement jaringan nekrosis.

Antibiotik :

Varlable Bacterial Spp. to Consider

Standard Antimicrobial Therapy Alternative Antlmlcroblal Agent

Buccal cellulitis H. influenzae Ceftriaxone (1–2 g/d IV) Meropenem or imipenem-cilastatin

Limb-threatening diabetic foot ulcer

Aerobic gramnegative bacilli

Ampicillin-sulbactam (3 g IV q6 h) Meropenem or imipenem-cilastatin clindamycin + a broad-spectrum fluoroquinolone (ciprofloxacin or

41

Page 43: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

levofloxacin); metronidazole + fluoroquinolone or ceftriaxone

Human bites Oral anaerobes Amoxicillin-clavulanate (500 mg PO q8 h)

Penicillin + a cephalosporin

Dog and cat bites P. multocida etc Amoxicillin-clavulanate (500 mg PO q8 h)

Moxifloxacin + clindamycin

Exposure to salt water at site of abrasion or laceration

V. vulnificus Doxycycline (200 mg IV initially, followed by 100–200 mg/d IV in divided doses. Give along with antimicrobial agents for common pathogens)

Cefotaxime; ciprofloxacin

Exposure to fresh water at site of abrasion or laceration or after therapeutic use of leeches

Aeromonas spp. Ciprofloxacin (400 mg IV q12 h) or ceftazidime + sgentamycin

Meropenem or simipenem-cilastatin

Working as butcher, fish or clam handler, veterinarian, housewife

E. rhusiopathiae Amoxicillin (500 mg PO q8 h for mild skin infections; penicillin G (12 million–20 million U IV daily) for bacteremic infections or endocarditis

Ciprofloxacin or cefotaxime or imipenem-cilastatin

INFEKSI JARINGAN LUNAK PENYEBAB SEPSIS9

Menurut Cunha, infeksi kulit dan jaringan lunak yang dapat menyebabkan sepsis

antara lain adalah complicated skin and skin-structure infection, necrotizing fasciitis, dan

clostridial myonecrosis.4

Type I necrotizing fasciitis. Infeksi ini disebabkan oleh gabungan antara mikroba

fakultatif dan anaerob, yang sering masuk ke dalam jaringan subkutan setelah proses

operasi, perforasi usus yang disebabkan oleh neoplasma maupun divertikulitis, trauma,

atau penyalahgunaan obat parenteral melalui kulit, dan juga sering terjadi pada pasien

imunokompromais dengan diabetes atau malnutrisi. Organisme termasuk streptokokus,

enterokokus, streptokokus anaerob, dan stafilokokus, Bacteroide spp., dan

Enterobacteriaceae termasuk E. coli. Seringkali organisme penyebab adalah gabungan

antara tiga hingga lima spesies.

Type I necrotizing fasciitis paling sering terjadi pada ekstrimitas, dinding

abdomen, perineum, dan di sekitar luka operasi. Secara klinis, type I necrotizing fasciitis

sulit dibedakan dari gangren streptokokus. Walaupun perjalanan penyakit ini lebih

lambat, namun apabila infeksi mengenai daerah paha (sekitar otot psoas) atau otot

abdomen, perlu diwaspadai bahwa sumbernya adalah dari daerah intestinal (divertikulitis,

neoplasma rektosigmoid). Awalnya, area yang terkena dapat terasa nyeri, dan dari

42

Page 44: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

pemeriksaan fisik ditemukan adanya edema, eritema, kalor, dan terdapat nyeri tekan.

Dalam beberapa hari, warna kulit akan berubah menjadi keunguan, terbentuk bula, dan

gangren kulit. Pada tahap ini, daerah yang terkena tidak lagi terasa nyeri (anestesi),

sebagai hasil dari oklusi pembuluh darah kecil dan destruksi nervus superficial di jaringan

subkutan. Krepitasi dapat ditemukan, terutama pada pasien dengan diabetes mellitus atau

apabila ada bakteri anaerob pembentuk gas seperti Bacteroides spp.

Streptococcal gangrene including type II necrotizing fasciitis. Patogen hampir selalu

adalah streptokokus grup A, atau grup B pada neonatus. Pasien biasanya imunokompeten,

walaupun tidak menutup kemungkinan bahwa pasien imunokompromais juga dapat

terkena. Lokasi predileksinya biasanya pada ekstremitas, dan jarang pada daerah wajah.

Pada tahap awal, tanda dan gejala yang timbul antara lain nyeri, eritema dan edema,

dengan pembentukan bula yang cepat dan gejala konstitusi seperti demam tinggi. Dua per

tiga pasien mengalami bakteremia, dan proses nekrosis jaringan kulit dapat berlangsung

sangat cepat dan mengenai struktur jaringan yang lebih dalam seperti tendon sheath dan

otot. Dengan terbentuknya bula, diagnosis dapat ditegakan setelah pemeriksaan Gram

terhadap cairan aspirasi bula. Terapi dengan penisilin dan klindamisin, serta debridement

dan terapi suportif dapat menyelamatkan nyawa, namun prognosis tetap buruk.

Anaerobic Myonecrosis (Gas Gangrene). Infeksi ini memiliki progress yang sangat

cepat, toxemic, dan dapat berpotensi mematikan. Infeksi ini dapat berkembang sebagai

komplikasi dari kerusakan otot, trauma jaringan otot dan jaringan lunak yang kotor, serta

komplikasi operasi usus atau kandung empedu. C.perfringens adalah patogen yang paling

sering, dan flora normal yang walaupun jarang, dapat menyebabkan pembentukan gas

gangren spontan.

Periode inkubasi myonekrosis anaerob ini biasanya singkat (antara 12-24 jam),

namun dapat tertunda akibat adanya selulitis anaerob. Gejala pertama yang timbul

biasanya nyeri lokal yang parah, diikuti dengan dmeam, takikardi, dan hipotensi.

Pembentukan gas terjadi pada jaringan subkutan, dan dapat diperparah dengan adanya

edema jaringan superficial. Sering terjadi diskolorasi warna kulit menjadi kuning gelap

atau kekuningan, dengan pembentukan bleb atau bula yang berisi cairan berwarna coklat

gelap. Eksudat serous dapat diperoleh dari luka atau aspirasi bula. Pemeriksaan Gram

pada eksudat tersebut memberikan hasil adanya bakteri gram positif berbentuk batang,

dan tidak ditemukan sel darah putih mesikpun terjadi leukositosis sistemik. Jaringan kulit

43

Page 45: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

disekitarnya dapat mengalami nekrosis atau deskuamasi. Penanganan infeksi ini adalah

dengan membuang jaringan nekrosis, antibiotik dan suportif terapi, bahkan amputasi

ekstremitas terkadang harus dilakukan untuk menyelamatkan nyawa. Antitoksin sudah

tidak tersedia, dan oksigen hiperbarik dapat digunakan pada daerah yang tidak dapat

dilakukan debridement.

Spontaneous, Nontraumatic Anaerobic Myonecrosis. Gas gangren dapat terbentuk

secara spontan tanpa didahului luka eksternal, yang biasanya disebabkan oleh C. septicum

dan biasanya berkaitan dengan keganasan hematologi atau keganasan pada kolon

terutama daerah sekum. Pembentukan gas gangren oleh C.septicum ini merupakan

penyakit yang fulminan dan angka mortalitasnya mencapai 100% dan ditandai dengan

onset dan progress yang sangat cepat, pembentukan gas subkutan, myonekrosis, dan

septicemia berat. Jaringan kulit disekitarnya menjadi merah kecoklatan dan epidermis

terkelupas.

44

Page 46: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

DAFTAR PUSTAKA

1. Chen, K., Pohan, H.T. Penatalaksanaan Syok Septik. Dalam: Sudoyo AW,

Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid

I Edisi ke V. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta: FK UI; 2010, pp 252-256.

2. Hermawan, A.G. SIRS & SEPSIS Imunologi, Diagnosis, Penatalaksanaan. Surakarta:

Sebelas Maret University Press; 2006

3. Daniels, R. (2011) 'Surviving the first hours in sepsis: getting the basics right (an

intensivist’s perspective)', Journals of Antimicrobial Chemotherapy, (), pp. 11-23

[Online]. Available at: http://jac.oxfordjournals.org (Accessed: 29 January 2013).

4. Cunha, B.A. (2008) 'Sepsis and Septic Shock: Selection of Empiric Antimicrobial

Therapy', Critical Care Clinics, 24, pp. 313-334 [Online]. Available at:

http://criticalcare.theclinics.com (Accessed: 29 January 2013).

5. Acharya, S.P., Pradhan, B., Marhatta, M.N. (2007) 'Application of “the Sequential

Organ Failure Assessment (SOFA) score” in predicting outcome in ICU patients with

SIRS', Kathmandu University Medical Journal, 5(20), pp. 475-483 [Online].

Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ (Accessed: 29 January 2013).

6. Rivers E et al. (2001) 'Early Goal-Directed Therapy in The Treatment of Severe

Sepsis and Septic Shock', The New England Journal of Medicine, 345(19), pp. 1368-

1377 [Online]. Available at: www.nejm.org (Accessed: 21 January 2013).

7. Dellinger R.P., et al. (2008) 'Surviving Sepsis Campaign: International guidelines for

management of severe sepsis and septic shock: 2008', Critical Care Medicine, 36(1),

pp. 296-327 [Online]. Available at: http://www.escmid.org/ (Accessed: 21 January

2013).

8. Wolff, K., Johnson, R.A. (2009) Fitzpatrick's Color Atlas & Synopsis of Clinical

Dermatology, 6th edn., Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

9. Katz, S. (2003) Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine, 6th edn., Volume II,

United States: The McGraw-Hill.

10. Djuanda A. Pioderma. Dalam: Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi

Keenam. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta: FK UI;

2010, pp 57-63.

45

Page 47: Sepsis dan Infeksi Jaringan Lunak

LAMPIRAN

46