seni berdisiplin melalui reward dan punishment

3
SENI BERDISIPLIN MELALUI REWARD AND PUNISHMENT Disusun oleh : Rosaning Harum Mediansari Swayanaka Indonesia Regional SOLO Menumbuhkan kedisiplinan pada seorang anak memang bukan pekerjaan yang mudah. Salah satu metode yang paling sering digunkan orang tua adalah dengan memberikan reward / penghargaan untuk perilaku yang baik dan punishment / hukuman untuk perilaku yang tidak baik. Kadangkala orang tua bisa berada pada ujung-ujung ekstrem antara keduanya, misalnya menghadiahi anak dengan apapaun yang diinginkannya sehingga ia selalu mengharapkan hadiah atau mendisiplinkan sepanjang waktu sehingga anak menjadi ketakutan. Reward dan punishment yang diberikan secara tepat diharapkan dapat membantu mendidik anak membentuk kebiasaan yang sehat. Menurut Echols, punishment / hukuman dapat diartikan sebagai pemberian sesuatu yang tidak menyenangkan , karena sesorang tidak melakukan apa yang diharapkan. Pemberian hukuman akan membuat seseoranga menjadi kapok dan tidak akan mengulangi hal yang serupa lagi. Bentuk hukuman kepada anak yang tidak dianjurkan adalah bentuk kekerasan fisik. Karena belum ada bukti bahwa cara ini efektif untuk merubah perilaku dan lebih mirip cara orang tua melampiaskan stres dan mengajari anak untuk lebih agresif apada orang lain. Selain itu, hasil studi yang melibatkan 960 anak di USA menunjukkan IQ yang lebih rendah akibat pemukulan oleh orang tua. Sebaliknya dengan cara berdiskusi dan menganalisa suatu masalah dengan anak, maka anak lebih banyak berpikir dan menjadi kritis dan pandai. Bentuk hukuman setrap merupakan pendekatan yang paling efektif untuk disiplin. Cara ini memberi kesempatan bagi orang tua dan anak untuk menenangkan diri dari kejadian yang menimbulkan stres dan memikirkan tindakan yang sesuai dengan situasi tersebut. Konsepnya, setrap membiasakan anak memisahkan diri ketika berkelakuan buruk atau kehilangan kendali emosinya. Kedepannya, anak akan belajar bagaimana memisahkan dirinya dari dorongan melakukan sesuatu yang tidak baik atau dari situasi sulit yang memancing emosinya. Hukuman setrap yang baik terdiri dari peringatan, setrap dan penjelasan. Jika anak melakukan sesuatu yang dilarang, maka berilah dia peringatan dengan kata-kata yang jelas dan menghitung sampai

Upload: rosaning-harum-mediansari

Post on 21-Dec-2015

11 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Swayanaka Solo

TRANSCRIPT

Page 1: Seni Berdisiplin Melalui Reward Dan Punishment

SENI BERDISIPLIN MELALUI REWARD AND PUNISHMENT

Disusun oleh : Rosaning Harum MediansariSwayanaka Indonesia Regional SOLO

Menumbuhkan kedisiplinan pada seorang anak memang bukan pekerjaan yang mudah. Salah satu metode yang paling sering digunkan orang tua adalah dengan memberikan reward / penghargaan untuk perilaku yang baik dan punishment / hukuman untuk perilaku yang tidak baik. Kadangkala orang tua bisa berada pada ujung-ujung ekstrem antara keduanya, misalnya menghadiahi anak dengan apapaun yang diinginkannya sehingga ia selalu mengharapkan hadiah atau mendisiplinkan sepanjang waktu sehingga anak menjadi ketakutan. Reward dan punishment yang diberikan secara tepat diharapkan dapat membantu mendidik anak membentuk kebiasaan yang sehat.

Menurut Echols, punishment / hukuman dapat diartikan sebagai pemberian sesuatu yang tidak menyenangkan , karena sesorang tidak melakukan apa yang diharapkan. Pemberian hukuman akan membuat seseoranga menjadi kapok dan tidak akan mengulangi hal yang serupa lagi.

Bentuk hukuman kepada anak yang tidak dianjurkan adalah bentuk kekerasan fisik. Karena belum ada bukti bahwa cara ini efektif untuk merubah perilaku dan lebih mirip cara orang tua melampiaskan stres dan mengajari anak untuk lebih agresif apada orang lain. Selain itu, hasil studi yang melibatkan 960 anak di USA menunjukkan IQ yang lebih rendah akibat pemukulan oleh orang tua. Sebaliknya dengan cara berdiskusi dan menganalisa suatu masalah dengan anak, maka anak lebih banyak berpikir dan menjadi kritis dan pandai.

Bentuk hukuman setrap merupakan pendekatan yang paling efektif untuk disiplin. Cara ini memberi kesempatan bagi orang tua dan anak untuk menenangkan diri dari kejadian yang menimbulkan stres dan memikirkan tindakan yang sesuai dengan situasi tersebut. Konsepnya, setrap membiasakan anak memisahkan diri ketika berkelakuan buruk atau kehilangan kendali emosinya. Kedepannya, anak akan belajar bagaimana memisahkan dirinya dari dorongan melakukan sesuatu yang tidak baik atau dari situasi sulit yang memancing emosinya.

Hukuman setrap yang baik terdiri dari peringatan, setrap dan penjelasan. Jika anak melakukan sesuatu yang dilarang, maka berilah dia peringatan dengan kata-kata yang jelas dan menghitung sampai tiga. Misalnya, “Ayah memmintamu untuk tidak menaruh boneka adikmu di tempat sampah, ini peringatan kedua.” Hitungan ini memberi kesempatan anak menghentikan perbuatan nakalnya. Pada hitungan ketiga, setrap dimulai.

Buatlah tempat hukuman setrap berupa kursi yang tidak menarik, membosankan, dipojok atau mengahadap tembok. Paksa anak duduk di kursi tersebut selama sekian menit yang sama dengan usianya. Misal 3 menit untuk anak usia 3 tahun. Jangan sampai orang tua mengalah pada menit-menit ini. Setelah waktunya habis, orang tua dapat memberikan penjelasan mengapa perbuatannya berbahaya dan tidak bisa diterima. Orang tua juga bisa memberikan pelukan untuk menunjukkan kasih sayang dan bahwa hukuman ini bukan karena orang tuanya membencinya. Dengan menjadikan hukuman setrap sebagai kebiasaan yang tidak disukai anak-anak, mereka akan mengubah kebiasaan yang membuat mereka dihukum. Pada usia yang lebih besar, anak mungkin akan bertanya apakah perilakunya baik atau buruk dan mungkin akan membuat hukuman setrap untuk dirinya sendiri.

Page 2: Seni Berdisiplin Melalui Reward Dan Punishment

Selain hukuman, bentuk dukungan positif berupa reward / penghargaan atas perilaku yang baik juga dinilai efektif dalam membentuk kebiasaan yang baik. Penghargaan merupakan sesuatu yang diberikan kepada sesorang karena sudah mendapat prestasi yang dikehedaki. Namun menurut Sardiman, pengahargaan tidak selalu bisa dijadikan motivasi karena penghargaan untuk suatu pekerjaan tertentu mungkin tidak akan menarik bagi orang yang tidak senang dengan pekerjaan tersebut. Selain itu, mengumbar penghargaan bisa juga mengajari anak merekayasa situasi untuk mendapatkan sesuatu.

Armai Arif berpendapat bahwa pemberian penghargaan dapat berimplikasi positif dan negatif. Positif apabila pelaksanaan penghargaan dipakai sebagai berikut :

Anak akan berusaha mempertinggi prestasinya Memberikan pengaruh cukup besar kepada jiwa anak untuk melakukan perbuatan yang

positif dan bersifat progresif Menjadi pendorong bagi anak lainnyauntuk mengikuti anak yang memperoleh

pengahargaanPemberian penghargaan akan bersifat negatif jika dipakai sebagai berikut :

Menganggap kemampuannya lebih tinggi dari teman-temannya atau temannya lebih rendah

Dengan pemberian penghargaan membutuhkan alat tertentu dan biayaHindari menghargai setiap perilaku dengan benda. Sebagai gantinya orang tua dapat

menggunakan kata pujian. Namun, perlu diwaspadai setelah beberapa lama, kata pujian mulai kehilangan maknanya. Oleh karena itu, berilah pujian ketika ia layak mendapatkannya, tidak berlebihan dengan memujinya setiap saat. Lebih baik memujinya pada hal-hal yang spesifik. Misalnya, “Mama suka caramu mewarnai gambar”. Lebih baik daripada berbohong, “Kamu menggambar seperti picasso saja”. Menerima pujian palsu berkali-kali akan mengirim pesan bahwa orang tuanya tidak bisa dipercaya.

Pilihlah kata pujian denga bijak. Pujilah tindakannya bukan sifat. Memuji anak dengan pujian bahwa ia cerdas sebaiknya tidak dilakukan. Karena menjadi ‘cerdas’ akan menjadi gambaran diri anak tersebut, sehingga ketika ia gagal melakukan sesuatu, ia memandang dirinya sebagai produk kegagalan. Di masa depan, takut gagal bahkan bisa membuatnya tidak berani mengambil risiko sehingga membatasi peluang keberhasilannya. Jauh lebih baik memuji anak atas kerja keras atau usahanya (sesuatu yang berada dibawah kendalinya) dari pada memuji kecerdasannya yang tidak selalu bisa ia tentukan.

Secara umum, orang tua perlu berhati-hati dalam memberikan reaksi atas perilaku anak, serta tidak mengabaikan perilaku apapun. Jika hanya perilaku buruk yang mendapatkan reaksi, anak akan memilih untuk tetap melakukannya daripada tidak mendapatkan perhatian.

Sumber :Rasimin. 2009. Kontekstualisasi Metode Reward dan Punishment dalam Pembelajaran.

http://eprints.stainsalatiga.ac.id/131/ Roizen, Michael F dan Mehmet C Oz. 2011. Raising Your Child : Panduan Orang Tua Cerdas Bagi

Perkembangan Buah Hati. Bandung : QanitaSuradi. Problema dan Solusi Strategis Kekerasan Terhadap Anak.

http://puslit.kemsos.go.id/download/248