seminar - struktur khusus di kota kasablanka

9
Metode s.t.m untuk Perencanaan Struktur Transfer-Wall Proyek ‘Kota Kasablanka’ Jakarta 1 Wiryanto Dewobroto 2 http://wiryanto.wordpress.com Abstrak : Arsitektur mensyaratkan bahwa ada satu kolom yang mendukung banyak lantai di atasnya tidak bisa diteruskan ke pondasi, sehingga harus dialihkan menjadi dua kolom lain di bawahnya. Besarnya gaya reaksi kolom yang dialihkan memerlukan sistem struktur khusus yaitu transfer-wall. Akibat rasio bentang terhadap tinggi transfer-wall yang tidak memenuhi kriteria balok lentur, maka perlu perencanaan khusus sesuai persyaratan balok tinggi. Karena prosedur perencanaannya yang detail belum ada di SNI 03-2847-2002 maka dipakai metoda strut-and-tie model (s.t.m) dari ACI 318-02. Metoda s.t.m awal mulanya adalah hasil penelitian di Uni-Stuttgart, Jerman, oleh Schlaich et. al. (1987), kemudian berkembang pesat (Adebar et. al. 1990; Jirsa et. al. 1991; K.H. Reineck 1996, 1999, 2002), sampai akhirnya diadopsi oleh ACI 318-02. Makalah ini menyajikan aplikasi s.t.m versi ACI 318-02 untuk perencanaan transfer-wall pada Proyek “Kota Kasablanka”, Jakarta. Kata kunci : strut-and-tie model, sistem balok tinggi, struktur transfer-wall 1. Struktur Transfer-Wall dan Perencanaannya Penetapan tata-ruang oleh arsitek (dan owner) untuk lantai tertentu pada bangunan bertingkat tinggi, kadang kala menghasilkan konsekuensi struktur yang serius, yang menjadi tantangan structural engineer untuk mencari penyelesaian yang optimal. Penempatan kolom misalnya, akibat adanya lantai bagian bawah yang memerlukan ruang bebas yang berbeda dari atasnya, dapat menjadi penyebab kolom bangunan tersebut tidak dapat menerus sampai pondasi. Kolom harus dialihkan ke kolom lain di bawahnya yang tidak segaris. Kolom yang memikul lantai- lantai di atasnya tentu menghasilkan gaya reaksi yang besar sehingga mekanisme pengalihan ke kolom di bawahnya memerlukan sistem struktur yang khusus. Kasus seperti di atas terjadi pada Proyek “Kota Kasablanka”, Jakarta : ada kolom yang memikul beberapa lantai di atasnya harus dihentikan pada elevasi tertentu dan digantikan oleh dua kolom lain khusus yang berdekatan. Untuk mentransfer gaya yang sangat besar pada kolom yang berhenti tersebut perlu disediakan struktur khusus yang disebut transfer-wall. LEVEL LG LEVEL B1 1950 1950 1150/1150 COLUMN 1150/1150 COLUMN 1150/1150 COLUMN 1150/1150 LEVEL LG LEVEL B1 t 3500 Transfer Wall Section A 2394 ton 1197 ton 1197 ton 500 3100 3100 COLUMN Gambar 1. Konfigurasi Transfer-Wall dan Beban Terfaktor Rencana Struktur transfer-wall merupakan satu kesatuan sistem struktur bangunan dalam memikul semua gaya-gaya rencana. Oleh karena itu, perlu ditinjau semua kombinasi beban yang mungkin ada, bahkan untuk mengantisipasi gempa perlu diperhitungkan secara khusus pengaruh gempa dalam arah vertikal. Selanjutnya dari berbagai kombinasi tersebut akhirnya dapat diketahui bahwa 1 Disampaikan dalam seminar “The 2nd National Civil Engineering Conference”. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Unika Soegijapranata, Semarang, 20 – 21 Desember 2006 2 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Pelita Harapan, Lippo Karawaci, Tangerang Kandidat Doktor Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan, Bandung

Upload: andre-gazali-malik

Post on 01-Dec-2015

40 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Seminar - Struktur Khusus Di Kota Kasablanka

Metode s.t.m untuk Perencanaan Struktur Transfer-Wall Proyek ‘Kota Kasablanka’ Jakarta1

W i r y a n t o D e w o b r o t o 2 http://wiryanto.wordpress.com

Abstrak : Arsitektur mensyaratkan bahwa ada satu kolom yang mendukung banyak lantai di atasnya tidak bisa diteruskan ke pondasi, sehingga harus dialihkan menjadi dua kolom lain di bawahnya. Besarnya gaya reaksi kolom yang dialihkan memerlukan sistem struktur khusus yaitu transfer-wall. Akibat rasio bentang terhadap tinggi transfer-wall yang tidak memenuhi kriteria balok lentur, maka perlu perencanaan khusus sesuai persyaratan balok tinggi. Karena prosedur perencanaannya yang detail belum ada di SNI 03-2847-2002 maka dipakai metoda strut-and-tie model (s.t.m) dari ACI 318-02. Metoda s.t.m awal mulanya adalah hasil penelitian di Uni-Stuttgart, Jerman, oleh Schlaich et. al. (1987), kemudian berkembang pesat (Adebar et. al. 1990; Jirsa et. al. 1991; K.H. Reineck 1996, 1999, 2002), sampai akhirnya diadopsi oleh ACI 318-02. Makalah ini menyajikan aplikasi s.t.m versi ACI 318-02 untuk perencanaan transfer-wall pada Proyek “Kota Kasablanka”, Jakarta. Kata kunci : strut-and-tie model, sistem balok tinggi, struktur transfer-wall

1. Struktur Transfer-Wall dan Perencanaannya Penetapan tata-ruang oleh arsitek (dan owner) untuk lantai tertentu pada bangunan bertingkat tinggi, kadang kala menghasilkan konsekuensi struktur yang serius, yang menjadi tantangan structural engineer untuk mencari penyelesaian yang optimal. Penempatan kolom misalnya, akibat adanya lantai bagian bawah yang memerlukan ruang bebas yang berbeda dari atasnya, dapat menjadi penyebab kolom bangunan tersebut tidak dapat menerus sampai pondasi. Kolom harus dialihkan ke kolom lain di bawahnya yang tidak segaris. Kolom yang memikul lantai-lantai di atasnya tentu menghasilkan gaya reaksi yang besar sehingga mekanisme pengalihan ke kolom di bawahnya memerlukan sistem struktur yang khusus.

Kasus seperti di atas terjadi pada Proyek “Kota Kasablanka”, Jakarta : ada kolom yang memikul beberapa lantai di atasnya harus dihentikan pada elevasi tertentu dan digantikan oleh dua kolom lain khusus yang berdekatan. Untuk mentransfer gaya yang sangat besar pada kolom yang berhenti tersebut perlu disediakan struktur khusus yang disebut transfer-wall.

LEVEL LG

LEVEL B1

1950 1950

1150/1150

COLUMN1150/1150COLUMN

1150/1150COLUMN1150/1150

LEVEL LG

LEVEL B1

t

3500

Transfer Wall

Section A

2394 ton

1197 ton 1197 ton

500

3100

3100

COLUMN

Gambar 1. Konfigurasi Transfer-Wall dan Beban Terfaktor Rencana

Struktur transfer-wall merupakan satu kesatuan sistem struktur bangunan dalam memikul semua gaya-gaya rencana. Oleh karena itu, perlu ditinjau semua kombinasi beban yang mungkin ada, bahkan untuk mengantisipasi gempa perlu diperhitungkan secara khusus pengaruh gempa dalam arah vertikal. Selanjutnya dari berbagai kombinasi tersebut akhirnya dapat diketahui bahwa 1 Disampaikan dalam seminar “The 2nd National Civil Engineering Conference”. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Unika

Soegijapranata, Semarang, 20 – 21 Desember 2006 2 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Pelita Harapan, Lippo Karawaci, Tangerang

Kandidat Doktor Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan, Bandung

Page 2: Seminar - Struktur Khusus Di Kota Kasablanka

Metode s.t.m untuk Perencanaan Struktur Transfer-Wall Proyek ‘Kota Kasablanka’ Jakarta - Wiryanto Dewobroto 2

kombinasi pembebanan yang dominan adalah beban tetap (DL dan LL), adapun konfigurasi beban terfaktor yang dipakai dalam perencanaan transfer-wall dapat dilihat pada Gambar 1.

Karena rasio bentang bersih ÷ tinggi < 4 , dan daerah yang dibebani (kolom yang ditransfer) berada pada daerah kurang dari 2 x tinggi struktur transfer-wall maka menurut ACI 318-02 perilaku deep-beam (balok tinggi) lebih dominan dibanding perilaku balok lentur. Perencanaan balok tinggi harus mempertimbangkan distribusi regangan non-linier, detail hitungannya belum tercakup pada SNI 03-2847-2002. Meskipun baru diberikan dalam bentuk Appendix, tetapi ACI 318-02 telah memberikan metode perencanaan balok tinggi yang cukup komprehensip yaitu metode strut-and-tie model (s.t.m).

Selanjutnya makalah ini akan menyampaikan hasil perencanaan transfer-wall berdasarkan s.t.m versi ACI 318-02 secara detail, yang diharapkan dapat menjadi tambahan pemikiran baru bagi perkembangan rekayasa struktur beton, khususnya di Indonesia .

2. Daerah D dan B serta s.t.m Dalam perencanaan struktur beton diketahui bahwa penentuan dan penempatan baja tulangan pada bagian tertentu struktur (dalam hal ini disebut ‘daerah-B’) dapat dengan mudah dihitung berdasarkan analisa penampang biasa, tetapi ada bagian-bagian lain (dalam hal ini disebut ‘daerah-D’) harus didasarkan pada persyaratan empiris tertentu (rule of thumbs atau judgement) dari pengalaman sebelumnya. Istilah awam untuk itu adalah ‘mengikuti standar detail’.

Padahal bagian-bagian tersebut (daerah-B dan D) mempunyai peran yang sama pentingnya. Oleh karena itu, suatu cara perencanaan yang merata (unified) dan konsisten untuk semua tipe struktur serta semua bagian struktur sangat diperlukan. Agar memuaskan maka konsep tersebut harus didasarkan pada model fisik yang realistis. Untuk itu, metoda strut-and-tie model (s.t.m) disemaikan oleh Schlaich et. al. (1987) di Uni-Stuttgart, Jerman. Selanjutnya berkembang pesat (Adebar et. al. 1990; Jirsa et. al. 1991; K.H. Reineck 1996, 1999, 2002), sampai akhirnya diadopsi oleh ACI Code 318-02. Karena peraturan beton Indonesia (SNI 03-2847-2002) saat ini berkiblat pada ACI Code edisi sebelumnya, maka bila peraturan tersebut konsisten maka suatu saat nanti metode s.t.m akan diadopsi juga.

Agar dapat menerapkan metode s.t.m dengan baik maka perlu dipahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan ‘daerah B’ atau ‘daerah D’ dari suatu elemen struktur. Daerah B (dari huruf depan ‘beam’ atau ‘Bernoulli’) adalah bagian struktur yang penampangnya mempunyai distribusi regangan linier sehingga teori balok lentur klasik dapat diterapkan. Daerah D (dari huruf depan ‘disturb’ atau ‘discontinue’ atau ‘detail’) yaitu bagian struktur yang mengalami perubahan geometri (adanya lubang atau perubahan ukuran yang menyolok) atau bisa juga bagian yang ditempati beban terpusat yang menyebabkan pada bagian tersebut mempunyai distribusi regangan non-linier sehingga teori balok lentur klasik tidak bisa diterapkan lagi.

DD DB B

DD DB BDB

l > 4h

l > 4h + 2h'

h

a).

c).

h'

h

d).l ≤ 2h

h

h

b).l > 2h

B DD

D

Gambar 2. Daerah D dan B Berbagai Tipe Balok (Schlaich et. al. 1986)

Page 3: Seminar - Struktur Khusus Di Kota Kasablanka

Metode s.t.m untuk Perencanaan Struktur Transfer-Wall Proyek ‘Kota Kasablanka’ Jakarta - Wiryanto Dewobroto 3

Gambar 2 memperlihatkan daerah B dan D dari beberapa tipe balok yang diberi beban terpusat dan beban merata. Terlihat sekali bahwa daerah D atau daerah B yang terbentuk dipengaruhi oleh a). rasio tinggi ÷ bentang; b). adanya perubahan geometri struktur yang menyolok; c). tipe beban; d). lokasi tumpuannya. Dengan kata lain, konfigurasi geometri dan beban menentukan daerah D maupun daerah B. Jika mayoritas terdiri dari daerah B, misalnya balok lentur maka perhitungan penulangan dapat menggunakan cara klasik (perhitungan penampang ultimate), bagian-bagian di daerah D selanjutnya mengikuti standar detail atau persyaratan empiris yang berlaku. Sebaliknya, jika struktur terdiri dari mayoritas daerah D seperti halnya struktur transfer wall pada proyek ‘Kota Kasablanka’ maka metoda s.t.m dapat menjadi alternatif utama.

Setelah suatu daerah D dapat teridentifikasi maka selanjutnya perlu disusun suatu model truss yang menjelaskan aliran gaya-gaya yang terdiri dari komponen tekan (strut) dan komponen tarik (tie) yang bertemu pada titik nodal dalam suatu keseimbangan. Model truss di daerah D tersebut kemudian digabungkan dengan model truss di daerah B maupun daerah D lainnya membentuk suatu model truss menyeluruh struktur tersebut. Tahapan ini merupakan bagian yang paling sulit dalam menerapkan metode s.t.m , khususnya untuk konfigurasi ‘struktur baru’ yang belum pernah dianalisis sebelumnya. Untuk struktur yang pernah dianalisis dengan s.t.m tentu saja model truss-nya dapat ditiru kembali, karena bagaimanapun juga model truss tersebut adalah sudah tertentu (tidak terlalu banyak variasinya). Untuk struktur baru, pemakaian software f.e.a (finite element analysis) dengan element dua dimensi (membran atau shell) dapat membantu memperlihatkan aliran gaya-gaya berdasarkan trajektori tegangan elastiknya, dari situ kemudian dapat diperkirakan lokasi penempatan strut dan ties-nya, Schlaich et. al. 1986 secara detail memberikan tahapan-tahapan dalam penyusunan model s.t.m dari beberapa struktur.

3. Model s.t.m pada Struktur Transfer-Wall Dengan mengisolasi struktur transfer-wall maka dapat dibuat model s.t.m yang umum dijumpai pada struktur balok tinggi sederhana sebagaimana terlihat pada Gambar 3.

LEVEL LG

LEVEL B1

2394 ton

1197 ton 1197 ton

44°

1723

ton

(-)

1240 ton (+)

3000

3100

A B

C strut

ties1159

Nodalzone

idealized prismaticstrut

Bottle-shaped strut

1057

575

1150

250

250

500

wt

lb

ws

Gambar 3. Model s.t.m dari Transfer-Wall

Dimensi nodal pertemuan strut-tie, yaitu nodal A dan nodal B ditentukan dari lebar tumpuan (lb) (lebar kolom di A atau di B), dan tinggi berkas tulangan (wt) yang berfungsi sebagai tulangan ties. Dalam kasus di atas, tulangan ties direncanakan tersebar setinggi wt (daerah transfer-wall yang terletak di bawah Level B1) agar panjang penjangkaran tulangan dapat ditempatkan pada bagian lantai sehingga tidak memerlukan detail penjangkaran tulangan yang khusus. Dimensi nodal (bagian yang diberi arsir) memegang peran penting dalam menentukan kekuatan beton pada bagian strut dan nodal itu sendiri. Berdasarkan model truss di atas maka dapat ditentukan distribusi gaya-gaya pada strut dan ties yang terjadi. Selanjutnya tegangan pada masing-masing komponen truss (strut-nodal-tie) akan diperiksa pada bab berikutnya.

Page 4: Seminar - Struktur Khusus Di Kota Kasablanka

Metode s.t.m untuk Perencanaan Struktur Transfer-Wall Proyek ‘Kota Kasablanka’ Jakarta - Wiryanto Dewobroto 4

4. Persyaratan Kekuatan Strut, Tie dan Nodal Zones

4.1 Spesifikasi Perencanaan Menurut ACI 318-02 (Appendix A) Berdasarkan model s.t.m (Gambar 3) maka gaya-gaya pada komponen truss dapat dihitung. Adapun dimensi yang digunakan untuk mengevaluasi komponen truss pada dasarnya hanya berupa model (dalam pemikiran saja) sedangkan fisiknya sendiri tidak seperti itu. Oleh karena itu perlu diketahui berapa tegangan efektif sebenarnya yang bekerja pada komponen tersebut. Banyak peneliti maupun code memberi usulan yang berbeda-beda. Appendix A “Strut-and-Tie Models” pada ACI 318-02 dapat dianggap sebagai hasil kesepakatan terkini para ahli tentang masalah di atas (MacGregor 2002). Menurut ACI 318-02 semua komponen-komponen s.t.m dalam segala hal harus memenuhi persyaratan kekuatan sebagai berikut :

n uF Fφ ≥ (eq. A-1) dimana Fu = gaya pada strut atau tie atau gaya yang bekerja pada nodal akibat beban terfaktor Fn = kuat nominal strut φ = 0.75 , faktor reduksi kekuatan (sesuai Section 9.3.2.6 dari ACI 318-02 p.100) , nilai

tersebut berlaku untuk semua elemen truss dari s.t.m (strut, tie, nodal dan bearing zone) Kekuatan STRUT (Section A.3)

ns cu cF f A= (eq. A-2) dimana Fns = kuat tekan nominal beton pada daerah strut fcu = kuat tekan efektif, dimana 0.85cu s cf fβ ′= βs = 0.75 (Section A.3.2 of ACI 318-02) , untuk tipe strut yang mempunyai lebar pada

bagian tengahnya dapat lebih besar dari lebar di bagian nodal zone-nya (bottle shape strut), serta diberi tulangan yang memenuhi persyaratan Section A.3.3.

Ac , luas potongan efektif terkecil beton pada daerah strut Kekuatan TIE (Section A.4)

nt st yF A f= (eq. A-6) dimana Fnt = kuat nominal ties fy = kuat leleh baja biasa (non-prestressed) yang dipakai sebagai ties Ast , luas potongan efektif baja ties Kekuatan NODAL ZONE (Section A.5)

nn cu nF f A= (eq. A-6) Dimana Fnn = kuat tekan nominal nodal zone fcu = kuat tekan efektif, dimana 0.85cu n cf fβ ′= βn = 1.0 untuk nodal tipe CCC , dan βn = 0.8 untuk nodal tipe CCT An , luas bidang permukaan nodal zone

4.2 Spesifikasi Material Struktur Transfer-Wall Karena transfer-wall merupakan bagian dari kolom maka spesifikasi material yang digunakan sama dengan spesifikasi kolom yaitu untuk baja tulangan fy = 400 MPa dan beton fc = 40 MPa.

4.3 Perencanaan Strut-AC dan Strut-BC (Fu = 1723 ton) Kuat strut minimum harus memenuhi

, , atau ns cu c u AC u BCF f A F Fφ φ= ≥

Page 5: Seminar - Struktur Khusus Di Kota Kasablanka

Metode s.t.m untuk Perencanaan Struktur Transfer-Wall Proyek ‘Kota Kasablanka’ Jakarta - Wiryanto Dewobroto 5

Dari Gambar 3 dapat diketahui bahwa lebar efektif terkecil strut AC atau BC adalah 1159 mm. Jika digunakan tebal wall 450 mm maka

2 1159* 450 521550 mmcA = = 0.85 0.85*0.75* 40 25.5 MPacu s cf fβ ′= = = 0.75φ = (Section 9.3.2.6 dari ACI 318-02 hal. 100) Jadi

, ,0.75* 25.5*521550 9975 kN atau 17230 kN

1000ns u AC u BCF F Fφ = = << =

Tebal dinding transfer 450 mm tidak mencukupi DIPERTEBAL menjadi 800 mm 2 1159*800 927200 mmcA = =

Jadi

, ,0.75* 25.5*927200 17733 kN >> atau 17230 kN

1000ns u AC u BCF F Fφ = = = OK

Penulangan STRUT menurut A.3.3 ACI 318-02

Gambar 4. Konfigurasi Tulangan pada Strut (ACI 318-02)

Karena βs = 0.75 digunakan untuk menghitung kekuatan strut AC, maka tulangan minimum dengan pemasangan seperti pada konfigurasi Gambar 4 harus disediakan sejumlah:

isin 0.003si

i

Abs

γ ≥∑

Tulangan horizontal dan vertikal : Dua lapis 2D16 – 200

1 46γ = o (vertikal) dan 2 44γ = o (horizontal) , tebal elemen beton strut b = 800 mm

( )i201* 2 sin * sin 46 sin 44

800* 200si

i

Abs

γ = +∑ o o 0.00355= >> 0.003 OK

4.4 Perencanaan Tie-AB (Fu = 1240 ton) Tulangan ties minimum harus memenuhi

, 12400 kNnt st y u ABF A f Fφ φ= ≥ =

Jadi tulangan ulir yang diperlukan untuk fy = 400 MPa adalah

( )3

, 212400*10 41334 mm0.75 400

u ABst

y

FA

fφ= = = 52 D 32

yang ditempatkan menjadi 5 lapis tulangan (setiap lapis 11 D32) sehingga total tulangan yang terpasang adalah 55 D 32

Page 6: Seminar - Struktur Khusus Di Kota Kasablanka

Metode s.t.m untuk Perencanaan Struktur Transfer-Wall Proyek ‘Kota Kasablanka’ Jakarta - Wiryanto Dewobroto 6

sengkang2D13 - 100/20082 50

90.5

58.5

D16-200 (H-V)

total TIE5 x 11 D32 = 55 D32

40

40

820

362

800

500

Gambar 5. Detail Penempatan Tulangan TIE dan sengkang

4.5 Perencanaan Nodal-A atau Nodal-B (tipe CCT) Dimensi nodal ditentukan oleh lebar tumpuan lb dan tinggi berkas tulangan ties wt , dalam hal ini penempatan tulangan tarik ideal yaitu di serat terluar yang umum berlaku pada perencanaan penampang cara klasik tidak berlaku.

1197 ton (C)

44°

1723

ton (C

)

1240 ton (T)A

lb

wt

ws

1159

1150

500

Gambar 6. Keseimbangan Gaya-gaya pada Nodal Zone - A

Kekuatan Nodal Zona A atau Nodal Zone B minimum harus memenuhi

, , atau nn cu n u AC u BCF f A F Fφ φ= ≥

Nodal A atau Nodal B terletak pada bagian kolom, sehingga lebar beton adalah 1150 mm, sedangkan panjang bidang permukaan miring Nodal Zone A adalah

cos sin 500cos44 1150sin 44 1159 mms t bw w lθ θ= + = + =o o , sehingga 2 1159*1150 1332850 mmnA = =

0.85 0.85*0.80* 40 27.2 MPacu n cf fβ ′= = = (tipe CCT) 0.75φ = (Section 9.3.2.6 dari ACI 318-02 hal. 100) Jadi

, ,0.75* 27.2*1332850 27190 kN atau 17230 kN

1000nn u AC u BCF F Fφ = = >> = OK

Page 7: Seminar - Struktur Khusus Di Kota Kasablanka

Metode s.t.m untuk Perencanaan Struktur Transfer-Wall Proyek ‘Kota Kasablanka’ Jakarta - Wiryanto Dewobroto 7

Chek permukaan tumpuan (bearing) pada bagian bawah NODAL A atau NODAL B 2 1150*1150 1322500 mmnA = = (luas potongan kolom)

0.85 0.85*0.80* 40 27.2 MPacu n cf fβ ′= = = (type CCT) 0.75φ = (Section 9.3.2.6 dari ACI 318-02 hal. 100)

Jadi

, ,0.75* 27.2*1322500 26979 kN atau 11970 kN

1000nn u A u BF F Fφ = = >> = OK

4.6 Panjang Penjangkaran Ties Pada Nodal Zone A atau B harus dichek apakah panjang penjangkaran ties telah mencukupi. Jika tidak mencukupi, ties dapat tercabut dari Nodal Zone (struktur gagal). Dari distribusi gaya-gaya pada strut (detail lihat Gambar 2) maka dapat ditentukan Extended Nodal Zona di A. Ties yang masuk pada daerah tersebut sudah mengalami pengangkuran akibat gaya strut.

Selanjutnya dapat dihitung la atau panjang pengangkuran yang dapat diberikan pada nodal tersebut.

bearing

stru

t

ties

500

lb

wt

1150

2106

Nodal Zona A

extended Nodal Zona A

la

mulainya titik pengangkuran

697

A

Gambar 7. Panjang pengangkuran yang dapat disediakan pada Nodal Zona A

Karena tulangan ties-nya berupa tulangan ulir D32 maka pemasangannya lurus saja tanpa hook (pembekokan). Untuk menghitung panjang pengangkuran digunakan Section 12.2 ACI 318-02 (Development of deformed bars and deformed wire ini tension) dengan rumus sebagai berikut.

3

5yd

b c

fld f

αβλ=

dimana α = reinforcement location factor α = 1.3 untuk tulangan horizontal dengan panjang

pengangkuran yang dapat dicor dengan beton segar lebih besar dari 300 mm

β = coating factor β = 1 , uncoated reinforcement λ = 1 , normal weight factor maka

3 3* 400*1.3*1*1 495 5 40

yd

b c

fld f

αβλ= = =

′ 49 49*32 1568 mmd bl d= = =

Karena panjang pengangkuran yang tersedia (2106 mm) >> (1568 mm)a dl l maka dapat dianggap bahwa panjang pengangkuran memenuhi persyaratan. Meskipun demikian pada bagian pengangkurannya tetap disediakan tulangan spiral atau stirrup (lihat Gambar 5).

Page 8: Seminar - Struktur Khusus Di Kota Kasablanka

Metode s.t.m untuk Perencanaan Struktur Transfer-Wall Proyek ‘Kota Kasablanka’ Jakarta - Wiryanto Dewobroto 8

4.7 Perencanaan Nodal-C (tipe CCC) Komponen gaya-gaya yang bertemu pada nodal C adalah tekan semua (tipe CCC) sehingga menghasilkan material beton terkekang yang efektifitasnya lebih tinggi dibanding tipe CCT. Kondisi tersebut ditunjukkan dengan nilai βn = 1 (bandingkan βn = 0.8 untuk tipe CCT).

2394 ton (C)

1723

ton

(C)

1057

1159

1159

1150

1723 ton (C)

44°

tebal 1150

C

Gambar 8. Keseimbangan Gaya-gaya Pada Nodal Zone C

Chek permukaan bearing pada bagian atas NODAL - C 2 1150*1150 1322500 mmnA = = (potongan kolom)

0.85 0.85*1.00* 40 34 MPacu n cf fβ ′= = = (type CCC) 0.75φ = (Section 9.3.2.6 dari ACI 318-02 hal. 100)

Jadi ,0.75*34*1322500 33724 kN 23940 kN

1000nn u CF Fφ = = >> = OK

Chek permukaan miring pada NODAL- C .

Pada bidang tegak lurus strut (bidang muka NODAL ZONE miring) terletak pada kolom sehingga mempunyai ketebalan yang lebih besar (1150 mm) dibanding dari ketebalan bagian strut (800 mm) , selain itu tegangan beton efektif , fcu nodal nilainya lebih dari fcu strut, sedangkan gaya yang bekerja pada bidang muka tersebut adalah gaya strut = 1723 ton yang nilainya sama antara strut dan nodal zone sehingga dapat dipastikan tegangannya memenuhi persyaratan kekuatan (lihat hitungan pada bagian strut AC atau BC).

4.8 Detail Penulangan Utama Transfer-Wall Setelah komponen truss (strut, tie dan syarat pengangkurannya, serta nodal) di chek dan telah memenuhi semua kriteria pada Appendix A – ACI 318-02 maka selanjutnya digambarkan detail dimensi transfer-wall dan pemasangan tulangan yang diperlukan (Gambar 9).

LEVEL LG

LEVEL B1

LEVEL LG

LEVEL B1

Pot. A1360 6200 1360

total TIE5*11=55 D32785

2D16-2002D

16-2

00

2D

16-2

00

total TIE5*11=55 D32

tul pengikat D13-400 (typ)

D16-200 (H-V)

11 D32

sengkang angkur

2D13-100

sengkang sengkang

2D13-200 2D13-200sengkang2D13 - 100/200

800

3000

Gambar 9. Penulangan Utama dan Penampang Transfer Wall

Catatan : penulangan kolom dan pelat tidak diperlihatkan.

Page 9: Seminar - Struktur Khusus Di Kota Kasablanka

Metode s.t.m untuk Perencanaan Struktur Transfer-Wall Proyek ‘Kota Kasablanka’ Jakarta - Wiryanto Dewobroto 9

5. Kesimpulan Mekanisme pengalihan gaya-gaya pada struktur transfer-wall relatif sederhana dimana model s.t.m yang dibuat dapat mengacu pada model s.t.m yang sudah ada (balok tinggi sederhana).

Penempatan tulangan ties (tarik) menentukan dimensi nodal zone dan dimensi serta orientasi strut. Penempatan tulangan tarik yang ideal sebagaimana terlihat pada perencanaan penulangan klasik yaitu pada serat terluar ternyata tidak berlaku pada metode s.t.m ini. Detail yang berbeda menyebabkan distribusi gaya pada model truss berubah, juga kapasitas komponennya.

Jadi perencanaan berbasis s.t.m memerlukan pemahaman tentang mekanisme pengalihan gaya-gaya dari lokasi beban menuju ke tumpuan secara jelas, dan sangat tergantung dari kondisi geometri, tipe beban dan lokasi tumpuan.

6. Ucapan Terima Kasih Kepada Prof. Dr.-Ing. Harianto Hardjasaputra (UPH) yang memperkenalkan s.t.m pertama kali ke penulis, juga rekomendasinya, penulis berkesempatan menjadi guest-researcher tentang s.t.m di Uni-Stuttgart (Dewobroto – Reineck 2002). Kepada Ir. Ign. Toto Ismintarto dan Ir. Sugeng Wijanto, M.Eng. dari PT. Gistama Intisemesta Engineers – Consultant, Jakarta, yang berkenan melibatkan penulis dalam permasalahan praktis yang relevan diselesaikan dengan s.t.m.

7. Daftar Pustaka ACI Committee 318 .(2002). “Building Code Requirements for Structural Concrete (ACI 318-02) and

Commentary (ACI 318R-02)”, American Concrete Institute, Farmington Hills, MI, 443 pp.

Adebar, P., Kuchma, D., Collins, M.P. (1990). “Strut-and-Tie Models for the Design of Pile Caps: An Experimental Study”, ACI Structural Journal , V.87, No.1, January-February, p.81-92

Jirsa, J.O., Breen J.E., Bergmeister, K., Barton, D., Anderson, R. and Bouadi, H. (1991). “Experimental Studies of Nodes in Strut-and-Tie Models”, IABSE Colloquium Stuttgart 1991 – Structural Concrete, International Association of Bridge and Structural Engineering, Zurich, pp. 525-532

Karl-Heinz Reineck. (1996). “Rational Methods for Detailing and Design: Strut-and-Tie Modelling”, p.102-134, in: Large Concrete Buildings: B.V. Rangan and R.F. Warner (Ed.), Longman Group Ltd., Longman House, Burnt Mill, Harlow, England

Karl-Heinz Reineck. (1999). “Toward a Modern Design Concept for Structural Concrete”, Proceedings, Vol. 1: “Structural Concrete – The Bridge between People”, fib Symposium 1999 Prague, Lausanne

Karl-Heinz Reineck (Editor). (2002). “SP-208 : Examples for the Design of Structural Concrete with Strut-and-Tie Models”, American Concrete Institute, Farmington Hills, Michigan, 242 pp.

Schlaich, J., Schäfer, K., and Jennewein, M .(1987). “Toward a Consistent Design of Structural Concrete (Special Report)”, PCI Journal, Vol. 32, No.3, May-June, 178 pp

MacGregor, J.G. (2002). “Part 2: Derivation of strut-and-tie models for 2002 ACI Code” p.7 – 40, in: SP 208 - Examples for the Design of Structural Concrete with Strut-and-Tie Models: K.H. Reineck (Ed.)., American Concrete Institute, Farmington Hills, Michigan

Dewobroto,W., and Reineck, K. H. (2002). “Example 5: Beam with Indirect Support and Loading” p.145 – 161, in: SP 208 - Examples for the Design of Structural Concrete with Strut-and-Tie Models: K.H. Reineck (Ed.)., American Concrete Institute, Farmington Hills, Michigan