seminar nasional perumahan binus_elisa sutanudjaja_community action planning

15
“Seminar Nasional Perumahan Rakyat. Strategi Percepatan Pembangunan Perumahan Swadaya Berbasis Kearifan Lokal.17 Desember 2008, Kampus Bina Nusantara - Universitas Bina Nusantara” Community Action Planning sebagai alternatif perencanaan rumah susun rakyat Jakarta berbasis komunitas Elisa Sutanudjaja ABSTRAK Pengadaan rumah susun sebagai pengganti kawasan kampung padat dan kumuh oleh Pemda DKI Jakarta terkadang tidak tepat sasaran. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan perancangan rumah susun. Akibatnya tidak jarang kepemilikan rumah susun berpindah tangan atau bahkan memiliki tingkat hunian rendah. Perencanaan berbasis komunitas (Community Action Planning/CAP) diharapkan memberi peluang masyarakat menengah bawah untuk turut berpartisipasi dalam perencanaan cikal bakal rumah mereka. Strategi ini merupakan metode perencanaan alternatif dengan meninggalkan pakem tradisional: perencanaan dibalik meja. Dengan terlibatnya segala elemen masyarakat dalam CAP ini, memungkinkan masyarakat memiliki kendali sepenuhnya mulai dari perencanaan hingga pemeliharaan perumahan tersebut. Paper ini bertujuan untuk mengkaji strategi dan metode tepat sehubungan dengan pengadaan hunian massal berbasis metode CAP – dengan menghadirkan beberapa studi kasus di negara berkembang sebagai studi banding. Kata Kunci: CAP, micro planning, pembangunan berkelanjutan, rumah sususn, kampung kota, slum upgrading, Jakarta PENDAHULUAN Pemerintah mencetuskan program 1000 menara rusun (rumah susun) di tahun 2004 demi pengadaan rumah rakyat yang terjangkau sekaligus berlokasi di tempat cukup strategis. Walaupun demikian, rumah susun bagi masyarakat Jakarta bukanlah barang baru – dengan hadirnya banyak rusun di berbagai daerah sebelumnya, seperti rusun Bendungan Hilir, Tanah Abang, Kemayoran Pasar Jumat, hingga Klender. Namun tak jarang sasaran rusun bergeser dari seharusnya

Upload: elisa-sutanudjaja

Post on 08-Jun-2015

749 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Seminar Nasional Perumahan15 Desember 2008

TRANSCRIPT

Page 1: Seminar Nasional Perumahan Binus_Elisa Sutanudjaja_Community Action Planning

“Seminar Nasional Perumahan Rakyat. Strategi Percepatan Pembangunan Perumahan Swadaya Berbasis Kearifan Lokal.17 Desember 2008, Kampus Bina Nusantara - Universitas Bina Nusantara”

Community Action Planning sebagai alternatif perencanaan rumah susun rakyat Jakarta berbasis komunitas

Elisa Sutanudjaja

ABSTRAKPengadaan rumah susun sebagai pengganti kawasan kampung padat dan kumuh oleh Pemda DKI Jakarta terkadang tidak tepat sasaran. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan perancangan rumah susun. Akibatnya tidak jarang kepemilikan rumah susun berpindah tangan atau bahkan memiliki tingkat hunian rendah.

Perencanaan berbasis komunitas (Community Action Planning/CAP) diharapkan memberi peluang masyarakat menengah bawah untuk turut berpartisipasi dalam perencanaan cikal bakal rumah mereka. Strategi ini merupakan metode perencanaan alternatif dengan meninggalkan pakem tradisional: perencanaan dibalik meja.

Dengan terlibatnya segala elemen masyarakat dalam CAP ini, memungkinkan masyarakat memiliki kendali sepenuhnya mulai dari perencanaan hingga pemeliharaan perumahan tersebut.

Paper ini bertujuan untuk mengkaji strategi dan metode tepat sehubungan dengan pengadaan hunian massal berbasis metode CAP – dengan menghadirkan beberapa studi kasus di negara berkembang sebagai studi banding.

Kata Kunci: CAP, micro planning, pembangunan berkelanjutan, rumah sususn, kampung kota, slum upgrading, Jakarta

PENDAHULUAN

Pemerintah mencetuskan program 1000 menara rusun (rumah susun) di tahun 2004 demi pengadaan rumah rakyat yang terjangkau sekaligus berlokasi di tempat cukup strategis. Walaupun demikian, rumah susun bagi masyarakat Jakarta bukanlah barang baru – dengan hadirnya banyak rusun di berbagai daerah sebelumnya, seperti rusun Bendungan Hilir, Tanah Abang, Kemayoran Pasar Jumat, hingga Klender. Namun tak jarang sasaran rusun bergeser dari seharusnya – masyarakat yang justru menjadi target pasar malahan menyewakan rusun tersebut kepada kaum ekonomi lebih tinggi dan memilih untuk kembali ke habitat lama mereka. Kasus ini mudah ditemui di rusun Kemayoran dan Bendungan Hilir.

Berbeda dengan program rusun lawas, program 1000 menara yang akan dibangun di 10 kota besar merupakan kerja sama antara pemerintah dan developer, dan pihak swasta/developer mendapat subsidi besar sehingga mampu memberikan harga yang dianggap terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan 2 juta. Lokasi yang dipilih pun strategis seperti Pulogebang, Cawang, hingga Cipayung. Termasuk pula 2 lokasi yang baru saja selesai disayembarakan oleh Kementerian Negara Perumahan Rakyat: Sunter dan Kalimalang. Rusun tersebut akan dipasarkan dengan sistem sewa maupun jual.

Sasaran pembangunan Rusun tahun 2007-2011, yakni pemenuhan kebutuhan Rusun layak huni sebanyak 1.000 menara atau sekitar 350.000 unit Rusun, dengan harga sewa/jual yang terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah di kawasan perkotaan yang berpenduduk lebih

Page 2: Seminar Nasional Perumahan Binus_Elisa Sutanudjaja_Community Action Planning

“Seminar Nasional Perumahan Rakyat. Strategi Percepatan Pembangunan Perumahan Swadaya Berbasis Kearifan Lokal.17 Desember 2008, Kampus Bina Nusantara - Universitas Bina Nusantara”

dari 1,5 juta jiwa. Prioritas utama pembangunan Rusun ditujukan pada kotakota dengan tingkat urbanisasi dan kekumuhan yang tinggi. Kota-kota yang menjadi prioritas pembangunan, antara lain meliputi: Medan, Batam, Palembang, Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi), Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Banjarmasin, dan Makassar.

Pendekatan yang digunakan oleh pemerintah pun adalah pendekatan tradisional dan konvensional, dimana didalamnya minim keterlibatan masyarakat – hal itu dapat dilihat dari struktur organisasi Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan Rumah Susun di kawasan perkotaan. Berdasarkan Keputusan Presiden no. 22 tahun 2006 mengenai pembentukan tim tersebut, maka disebut pula anggota tim yang diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Ekonomi dan ketua harian Menteri Negara Perumahan Rakyat. Anggota yang terlibat adalah Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Sosial, Menteri Pertahanan, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Kepala Badan Pertahanan Nasional, dan Direktur Utama Bank Tabungan Negara. Dibawah tim tersebut adalah Tim Koordinasi Daerah, yang diketuai oleh Gubernur dimana anggotanya adalah unsur-unsur Pemerintahan Provinsi, Pemerintahan Kotamadya/Kabupaten dan Pejabat Pemerintahan terkait jika dipandang perlu, serta Badan Usaha.

KEGAGALAN RUSUN KONVENSIONAL

Diawal mula pembangunannya, Rusun Marunda kerap mendapatkan kesulitan. Tahun 2006, pihak developer melalui asosiasinya REI (Real Estate Indonesia) menuding birokrasi dan mekanisme Pemda Jakarta sebagai penyebab molornya pembangunan Rusun Marunda1. Rencananya akan tersedia 38 blok bagi 3800 keluarga, dimana tiap blok terdiri dari 100 unit. 9 blok dibiayai langsung oleh Pemda DKI sementara sisanya akan didanai oleh Pemerintahan Pusat dan developer. Tarif sewa pun akan diperuntukan bagi tiga golongan tak mampu yaitu Rp 90-150 ribu/bulan hingga Rp 300-500 ribu/bulan.

Namun hingga saat ini, masih banyak unit belum dilengkapi oleh fasilitas air dan listrik. Sementara lokasi tersebut jauh dari fasilitas umum dan sosial, seperti pasar. Dan tak jarang penghuni mengeluhkan susahnya sarana transportasi umum dari dan ke rusun Marunda. Faktor-faktor krusial tersebut menyebabkan banyak warga yang menolak pindah ke rusun Marunda maupun meninggalkan rusun Marunda.

Sementara itu lemahnya koordinasi dituding sebagai penyebab utama terlantarnya kompeks rusunawa (rumah susun sewa sederhana) di Bekasi Jaya, seperti vandalisme hingga hilangnya fasilitas listrik.

PENDEKATAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Contoh diatas menunjukkan komunikasi yang tidak efisien terjalin antara semua pihak yang terlibat dalam proses desain, konstruksi maupun pelaksanaan. Dalam hal ini pihak tersebut adalah pemerintah, developer, pengguna (penghuni gedung) hingga investor. Memang bukanlah suatu bentuk komunikasi yang mudah, apabila ditilik dari latar belakang, pandangan maupun prioritas masing-masing pihak – dan diperparah dengan keterbatasan waktu dan dana. Inilah skenario yang kerap terjadi dalam proyek sosial pemerintah. Sehingga perlu adanya media komunikasi yang mampu menfasilitasi semua kepentingan dan pihak (Larasati, 2006).

Beberapa contoh dari proyek desain produk sederhana maupun efektif menunjukkan keberhasilan komunikasi kreatif itu, seperti Demotech dan buku manual tata cara penyediaan teknologi tepat guna pada komunitas lokal. Demotech dengan slogan ‘design for self-reliance’ mendukung

1 Parjiyono, J.26 Februari (2007), Birokrasi Berbelit, Pembangunan Rusun Marunda Tersendat, Suara Pembaruan.

Page 3: Seminar Nasional Perumahan Binus_Elisa Sutanudjaja_Community Action Planning

“Seminar Nasional Perumahan Rakyat. Strategi Percepatan Pembangunan Perumahan Swadaya Berbasis Kearifan Lokal.17 Desember 2008, Kampus Bina Nusantara - Universitas Bina Nusantara”

penerapan teknologi inovatif dan tepat guna yang dapat dikonstruksi dengan bahan dan kemampuan lokal, terutama di daerah pedalaman. Seluruh manual dan tata cara (contoh: gambar 1) tersebut dapat diperoleh secara gratis melalui situs mereka – dalam bentuk gambar yang mudah dimengerti. Situs itupun interaktif, karena menerima masukan dan partisipasi dari pihak luar sehingga memungkinkan mereka untuk memperbaiki desain maupun proses pertukaran pengetahuan.

Gambar 1. Contoh gambar manual pembuatan pompa air Demotech

Metode komunikasi melibatkan seluruh pihak: desainer, kontraktor maupun pengguna – dan mampu menjadi media diskusi antara desainer dan pengguna awam yang tidak familiar dengan istilah teknik. Dan untuk proyek arsitektural maupun urban seperti layaknya rumah susun, proses seperti ini sangatlah memungkinkan dan ideal – karena adanya keterlibatan aktif didalamnya.

COMMUNITY ACTION PLANNING (CAP)

Community Action Planning (Microplanning) atau Perencanaan Berbasis Komunitas, Perencanaan Tindak Bersama Masyarakat, kerap dideskripsikan sebagai metode yang memberikan peluang bagi masyarakat sipil madani untuk terlibat secara aktif dalam proses-proses perencanaan termasuk pula dalam hal pelaksanaan dan tahap evaluasi. Kunci utama keberhasilan CAP ini adalah workshop aktif yang berbasis dan beranggotakan komunitas didukung oleh berbagai macam pihak, seperti pemerintahan, lembaga swadaya masyarakat, pihak donor dan/atau swasta(jika ada) hingga pihak akademisi.

Penerapan CAP ini fleksibel dan dapat dengan mudah berbaur dengan pola budaya masyarakat setempat. Karena fleksibel, maka CAP dapat diterapkan pada proyek skala nasional maupun skala lokal. Metode perencanaan partisipatif pun mendorong dan membuka peluang bagi seluruh masyarakat untuk bersama-sama melakukan perencanaan wilayah hingga peningkatan sarana dan prasarana lingkungan. Semua pihak yang terlibat dalam CAP adalah sama dan sejajar.

Ada 4 tahapan dasar dalam CAP (Goethert & Hamdi, 1988):1. Pengenalan Masalah dan Pembuatan Prioritas: Apakah masalahnya?2. Penyusunan Pendekatan, Strategi dan Opsi: Pendekatan apa yang paling sesuai?

Page 4: Seminar Nasional Perumahan Binus_Elisa Sutanudjaja_Community Action Planning

“Seminar Nasional Perumahan Rakyat. Strategi Percepatan Pembangunan Perumahan Swadaya Berbasis Kearifan Lokal.17 Desember 2008, Kampus Bina Nusantara - Universitas Bina Nusantara”

3. Perencanaan Penerapan: Siapa melakukan apa, kapan dan bagaimana?4. Tahap Pengawasan dan Evaluasi

Umumnya, CAP dikerjakan dalam bentuk workshop dan forum yang beranggotakan wakil-wakil komunitas, fasilitator dan para ahli dari berbagai bidang: sanitasi dan pengadaan air, arsitektur, desain kota, dan lain-lain. Metode workshop seperti ini diterapkan pada The Million Housing Programme di Sri Lanka pada periode 1984-1989. Kisah sukses ini berlanjut hingga program berikutnya di tempat sama pada periode 1989-1994. Pendekatan ini mengalami kesuksesan serupa di Bangladesh, Afrika Selatan, Nairobi hingga Boston dan Polandia (Goethert & Hamdi, 1988). Kesuksesan pada kota dan negara yang berbeda – terutama bila ditilik dari tingkat Human Development Index serta kondisi geografis dan geopolitik, menunjukkan bahwa metode CAP adalah fleksibel.

Selain partisipasi, proses penerapan CAP menggunakan konsepsi Community Contracting, dimana masyarakat dan komunitas tersebut memegang kendali penuh terhadap keseluruhan proses: perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan – sambil didampingi oleh para ahli. Disini masyarakat menjadi subyek sekaligus aktor. Community Contracting muncul akibat dua kondisi: ketika pemerintah tidak mampu memberikan solusi tepat dan menyediakan sarana dan prasarana yang cukup bagi masyarakat miskin kota; sementara disaat sama komunitas mampu memberikan ide dan tenaga, namun tidak mampu mengorganisir atau memiliki dana yang cukup.

SOSIALISASI DAN FASILITATOR

Sosialisasi dan fasilitator memegang peranan penting dalam keberhasilan CAP. Pemilihan metode sosialisasi pun beragam dan bisa terkulturisasi dengan budaya lokal. Bisa juga dengan metode sosialisasi dengan menggunakan gambar ilustrasi yang mudah dikenali masyarakat, seperti contohnya kartun.

Media kartun sebagai sarana sosialisasi, salah satunya dikembangkan oleh Dr. Dwinita Larasati dalam disertasi doktoralnya. Booklet (Gambar 2) yang dikembangkan beliau dapat dijadikan panduan umum panduan penerapan desain dan gaya hidup pada hunian berkelanjutan.

Gambar 2. Ilustrasi sosialisasi dengan menggunakan metode DCBA

Page 5: Seminar Nasional Perumahan Binus_Elisa Sutanudjaja_Community Action Planning

“Seminar Nasional Perumahan Rakyat. Strategi Percepatan Pembangunan Perumahan Swadaya Berbasis Kearifan Lokal.17 Desember 2008, Kampus Bina Nusantara - Universitas Bina Nusantara”

Penyusunan booklet ini menggunakan metode DCBA yang dikembangkan oleh BOOM, sebuah firma pembangunan berkelanjutan yang berdomisili di Delft. Metode ini merupakan metode penafsiran antara beberapa kondisi yang berhubungan dengan pembangunan berkelanjutan.Kondisi D berarti kondisi normal yang biasanya terjadi, C adalah penggunaan yang benar, B adalah kondisi dimana sudah terjadi upaya untuk mengurangi kerusakan lingkungan, sedangkan A adalah situasi paling ideal. Metode DCBA dapat digunakan sebagai instrument untuk diskusi, terutama yang berhubungan dengan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan (Larasati, 2006)

Sementara fasilitator menjadi jembatan antara birokrasi (pemerintah maupun lembaga donor), para ahli dan masyarakat. Kedekatan dan pemahaman terhadap budaya setempat menjadi modal utama fasilitator.

CAP DI INDONESIA

Sebetulnya Metode CAP bukanlah sesuatu yang baru di Indonesia, khususnya Jakarta. Di era tahun 1970, Bank Dunia dan UNDP mendanai program Kampung Improvement Program (KIP). Program ini cukup efektif dengan membagi komunitas kampung dalam unit kecil yang disebut Unit KIP dengan cakupan luas 1000 ha per kampung dan populasi sekitar 400.000 orang. Tiap Unit KIP terdiri atas fasilitator dari UNDP dan Bank Dunia, site manager dan ahli konstruksi dan teknisi.

Efek positif yang ditimbulkan dari program ini demikian besar – seperti munculnya kegiatan wiraswasta dalam masyarakat hingga kesadaran akan pentingnya sanitasi. Namun yang terpenting adalah adanya keterlibatan aktif masyarakat kampung, dengan data hampir 80% masyarakat yang aktif berpartisipasi dalam proses perencanaan dan penerapan mengalami peningkatan kualitas hidup (Larasati, 2006). Terlebih lagi, Program KIP pun tidak menganjurkan penggusuran, sehingga akhirnya mampu memberikan rasa aman dan kepemilikan pada masyarakat kampung.

Namun setelah Unit KIP bergabung dengan Perumnas di tahun 1993, terjadi beberapa kemunduran, terutama ketika akhirnya KIP dianggap bukan prioritas lagi oleh Perumnas. Diperparah dengan lemahnya pengawasan oleh instansi menyebabkan menurunnya kualitas pemeliharaan sarana dan prasarana KIP (Surjadi, 1998).

Metode CAP kembali popular di proyek rekonstruksi Aceh dan Yogya, seperti Integrated People-Driven Reconstruction in Post-Tsunami Aceh oleh Uplink (Urban Poor Linkage Indonesia) dan

Page 6: Seminar Nasional Perumahan Binus_Elisa Sutanudjaja_Community Action Planning

“Seminar Nasional Perumahan Rakyat. Strategi Percepatan Pembangunan Perumahan Swadaya Berbasis Kearifan Lokal.17 Desember 2008, Kampus Bina Nusantara - Universitas Bina Nusantara”

Marco Kusumawijaya serta Proyek CAP GTZ_GLG dan Yayasan Griya Mandiri di Yogyakarta pasca bencana gempa.

Diagram 3. Diagram alur interaksi dalam CAP Yogyakarta

Secara garis besar, CAP versi Yogyakarta (Dusun Kalinongko, Kampung Karanganyar, dan Cikal serta Bintaran) dibagi menjadi 3 tahap (diagram 3):

1. Pre CAP, meliputi proses kulo nuwun (permohonan ijin), sosialisasi dan pengenalan program serta pembuatan profil dan maket dusun. Proses pembuatan profil dan maket merupakan aktor penting dalam memudahkan masyarakat setempat untuk mengidentifikasikan potensi dan masalah dusun mereka.

2. Rembug Warga, merupakan kegiatan inti dalam proses CAP: dimana proses tersebut diikuti oleh masyarakat, pejabat pemerintahan dan mitra terkait serta para ahli. Disini masyarakat aktif berpartisipasi mulai dari identifikasi masalah hingga pilihan solusi dan rencana tindak lanjut terhadapa permasalahan yang ditemukan. Di akhir rembug, bersama-sama mereka membentuk panitia pembangunan yang akan mengkoordinir kelompok kerja dan bertanggung jawab atas hasil dan kemajuan kegiatan.

3. Paska CAP, kegiatan ini membantu implemetasi program CAP, antara lain penentuan prioritas program kerja, penyusunan Rancangan Anggaran Biaya dan penerapan. Termasuk didalamnya adalah evaluasi dan pengawasan – termasuk diantaranya pengawasan dan audit keuangan.

Begitu banyak kisah sukses dari penerapan CAP Yogyakarta, antara lain masyarakat Kalinongko berhasil mewujudkan pengadaan air bersih yang direncanakan, dilaksanakan dan dikelola sendiri – termasuk melakukan perbaikan sarana jalan. Sementara masyarakat Cikal dan Bintaran

Page 7: Seminar Nasional Perumahan Binus_Elisa Sutanudjaja_Community Action Planning

“Seminar Nasional Perumahan Rakyat. Strategi Percepatan Pembangunan Perumahan Swadaya Berbasis Kearifan Lokal.17 Desember 2008, Kampus Bina Nusantara - Universitas Bina Nusantara”

mewujudkan bangunan serba guna yang dapat difungsikan sebagai pusat evakuasi apabila terjadi bencana. Dan masyarakat Karanganyar yang padat mampu mengembangkan sistem pemadam kebakaran kampung bagi kampung mereka yang rentan terhadap bahaya kebakaran.

Dana pun dihibahkan langsung kepada masyarakat, dan mereka mengelola langsung keuangan secara transparan. Dan ketika dilakukan audit diakhir proyek, terbukti bahwa mereka bertanggung jawab penuh dengan mendekati level zero corruption.

UTOPIA RUMAH SUSUN

Konsep utopia arsitek untuk hunian massal bertingkat pertama kali dicetuskan oleh Le Corbusier dalam desain: The Unite d’Habitation di Marseilles. Konsep rumah susun Le Corbusier adalah apartemen 2 lantai dengan balkon besar. Tata ruang unit didalamnya memungkinkan untuk sistem lift skip-stop (lift yang hanya berhenti pada leher tertentu). Lantai dasar diperuntukkan untuk tempat parki, sirkulasi dan kegiatan rekreasi. Namun desain utopis ini mengabaikan esensi kehidupan sehari-hari dimana area untuk retail ternyata tidak mampu menampung kegiatan retail. Dan pada akhrnya banyak unit kosong, karena minimnya variasi hidup di The Unite yang hanya memiliki zoning tunggal, yaitu hunian.

Masalah kedua adalah pola pikir rasionalis ala birokrat yang sangat kental dalam desain itu. Pada akhirnya The Unite memang menjadi preseden bagi hunian massal di banyak tempat, dari Amerika, Inggris hingga Venezuela dan Singapura. Namun hampir tidak ada kisah sukses dari desain utopis ala Le Corbusier ini. Desain rasionalis itu menemui banyak kegagalan pada masyarakat miskin, hingga puncaknya adalah kegagalan desain kompleks perumahan Pruitt Igoe yang akhirnya dihancurkan pada tahun 1972.

Utopia bercirikan sosialis dicetuskan oleh Jane Jacobs, setelah melihat kegagalan desain utopia Le Corbusier. Jacobs mengusulkan hunian bersubsidi (Jacobs, 1961) tidak hanya dari segi financial tapi juga dari segi fisikal. Hunian bersubsidi ini ditargetkan pada masyarakat yang tidak mampu memperoleh perumahan yang didirikan oleh pihak swasta. Konsep hunian usulan Jacobs mengkritisi desain ala kaum utopis resionalis seperti Le Corbusier, yang melakukan segregasi zoning berdasarkan pendapatan.

Konsep Jacobs kemudian kerap disebut sebagai guaranteed-rent method yang memungkinkan subsidi silang sehingga masyarakat tidak mampu membayar sewa rumah sesuai dengan alokasi gaji yang diterimanya. Kemudian subsidi diberikan oleh pemerintah berdasarkan tipe apartemen yang terbangun, apakah itu bangunan baru atau bangunan renovasi. Selain itu Jacobs menolak penggusuran dan/atau relokasi serta mendukung perbaikan hunian yang sudah ada. Dalam konsepnya tidaklah dikenal konsep paternalistik, tetapi justru memerdekakan daerah kumuh.

RUMAH SUSUN SKENARIO JAKARTA

Kota Jakarta berisikan masyarakat yang terlalu miskin untuk membayar hunian berkualitas. Tak jarang pula kota tidak memiliki suplai hunian cukup, sehingga tak jarang terjadi kepadatan berlebihan di beberapa tempat. Karenanya dibutuhkan hunian bersubsidi agar masyarakat mampu memiliki tempat tinggal terjangkau. Desain modular rasional adalah skenario yang banyak terjadi di rumah susun Jakarta. Ruang minimum demi mengejar harga konstruksi hingga perpindahan yang sangat cepat, akibat rasa tidak nyaman dalam rusun.

Sebetulnya pemerintah mulai melibatkan kaum arsitek professional dengan sekian kali melakukan sayembaran rusun yang dikoordinasikan oleh Kementerian Negara Perumahan Rakyat, dan yang baru saja selesai yaitu untuk daerah rusun Sunter dan Kalimalang. Namun apakah mereka mampu menghadirkan solusi tepat guna serta memahami denyut kehidupan masyarakat tertentu?

Gambar 4. Proposal Sayembara Rusun Kalimalang oleh Han Awal & Partners.

Page 8: Seminar Nasional Perumahan Binus_Elisa Sutanudjaja_Community Action Planning

“Seminar Nasional Perumahan Rakyat. Strategi Percepatan Pembangunan Perumahan Swadaya Berbasis Kearifan Lokal.17 Desember 2008, Kampus Bina Nusantara - Universitas Bina Nusantara”

Dalam proposal yang diajukan oleh firma Han Awal & Partners menyebutkan usaha mereka untuk mengambil bentuk kampung secara mentah-mentah dan kemudian disusun vertical dan bertumpuk.Usaha itu mereka sebut sebagai Belajar dari Kampung: usaha untuk memindahkan tatanan hidup perkampungan dengan nilai sosial yang tinggi yang menjadi karakter bangsa kedalam hunian vertikal.

Gambar 5. Diagram perubahan dari pola dasar unit kamung ke denah

Page 9: Seminar Nasional Perumahan Binus_Elisa Sutanudjaja_Community Action Planning

“Seminar Nasional Perumahan Rakyat. Strategi Percepatan Pembangunan Perumahan Swadaya Berbasis Kearifan Lokal.17 Desember 2008, Kampus Bina Nusantara - Universitas Bina Nusantara”

Ide dasar kampung ini berasal dari arsitek – tanpa partisipasi masyarakat yang mungkin atau terpinggirkan berkat proyek ini. Ini adalah upaya arsitek untuk menerjemahkan desain dan solusi berdasarkan kacamata nya sendiri. Hasil desain perlu dipertanggungjawabkan pada masyarakat – apakah seperti itu yang mereka inginkan? Pemikiran dan argumentasi pembentukan ruang berdasarkan tiruan mentah-mentah terhadap pola morfologi kampung kota sebetulnya patut dipertanyakan ? Morfologi kampung muncul akibat keterbatasan lahan dan status jati diri abu-abu mereka di hadapan pemerintah. Seandainya kembali kepada kampung asal mereka – apakah morfologi sama ditemukan ditempat itu ?

Kurangnya peranan masyarakat pun terlihat dari susunan dewan juri, yang keseluruhannya adalah arsitek dan tidak ada satupun yang menempatkan diri sebagai wakil bakal penghuni rusun. Sehingga penilaian yang diambil pun menghiraukan masyarakat penghuni sebagai subyek.

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN SEBAGAI PEDOMAN

Beralih pada istilah pembangunan berkelanjutan yang kerap diartikan sebagai Development that meets the needs of the present without compromising the ability of the future generations to meet their own needs – pengertian sederhana itu menunjukkan bahwa pembangunan dan pengembangan rusun secara dasar harus memenuhi kebutuhan hidup mereka tanpa merusak keberadaan rusun sebagai tempat hidup. Karenanya penting bagi suatu proyek rusun inovatif untuk melakukan pendekatan baru demi tercapainya sebuah hunian yang livable dan berkelanjutan, pendekatan itu antara lain:

- Partisipasi komunitas lokal- Perasaan akan kepemilikan- Penggunaan bahan dasar lokal dan ketrampilan lokal- Usaha untuk menemukan solusi lokal - Mengakui ketrampilan lokal dan kemampuan komunitas

Sesungguhnya dalam Undang-Undang no. 25 tahun 2004 yang mengatur Perencanaan Pembangunan Nasional, membuka kesempatan, baik dari segi ruang dan peluang bagi masyarakat untuk terlibat secara mandiri dalam perencanaan pembangunan di wilayah mereka sendiri, Namun sayangnya hingga saat ini birokrasi pemerintah justru menjauhkan masyarakat

Apabila belajar dari proyek pasca gempa Yogyakarta, maka akan terlihat bahwa masyarakat apabila diberi ruang partisipasi mampu mengurus dan membuat perencanaan berkaitan dengan penataan wilayah kawasan serta tata lingkungan yang dapat mendukung sirkulasi kehidupan masyarakat. Masyarakat pun mampu membuat perencanaan dengan keragaman jenis program kegiatan – yang tentunya terkadang tidak terpikir oleh arsitek yang bukan berasal dari lingkaran masyarakat serupa. Program yang diajukan dari, oleh dan untuk masyarakat sendiri, lebih tepat guna dibandingkan dengan program utopis ala Le Corbusier.

MERACIK CAP DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN HUNIAN DAN RUSUN JAKARTA

Walaupun selama ini kerap diterapkan pada proses rehabilitasi, metode CAP bukannya tidak mungkin diterapkan dalam penyelenggaraan dan pengadaan hunian di Jakarta – selain upaya rehabilitasi hunian yang sudah eksis di Jakarta. Konsensus masyarakat dalam CAP sebetulnya sesuai dengan cirri-ciri masyarakat Indonesia, yaitu gotong royong.

Pelaksanaan CAP memiliki beberapa tantangan, seperti sebagai berikut :1. Konsultasi berlarut bisa memperpanjang waktu pelaksanaan2. Perlu adanya toleransi tinggi demi mencapai consensus bersama3. Perlu adanya komitmen antara masyarakat demi mencapai tujuan bersama

Page 10: Seminar Nasional Perumahan Binus_Elisa Sutanudjaja_Community Action Planning

“Seminar Nasional Perumahan Rakyat. Strategi Percepatan Pembangunan Perumahan Swadaya Berbasis Kearifan Lokal.17 Desember 2008, Kampus Bina Nusantara - Universitas Bina Nusantara”

Namun segi positif penyelenggaraan CAP pun tak kalah banyak, seperti membangun rasa percaya diri dan harga diri pada masyarakat, meningkatkan rasa kepemilikan akan properti, menghargai dan merawat properti sebagai bentuk pernghargaan terhadap hasil karya sendiri, hingga menjadikan CAP sebagai sarana pembelajaran dan bermasyarakat. CAP pun dapat menjadi sarana membentuk dan memajukan suatu komunitas.

Terlepas dari segala kaitan teknis dan desain semestinya satuan hunian rumah susun, metode CAP merupakan perwujudan dan penegasan terhadap desain itu sendiri. Desain yang muncul dari aspirasi masyarakat tentu akan memiliki nilai dan kualitas yang berbeda.

Sehingga langkah-langkah yang perlu diambil guna memadukan metode CAP dalam pengadaan rumah baik model hunian tunggal padat maupun rumah susun oleh pemerintah adalah :

1. Kenali potensi lokal, baik itu sumber daya alam, keahlian dan manusia2. Pembentukan komisi di tiap satuan kelompok masyarakat (misalnya per kampung)3. Giatkan partisipasi penuh masyarakat4. Metode sosialisasi interaktif yang memungkinkan masyarakat awam untuk memahami

proses desain, konstruksi dan pemeliharaan5. Perlu adanya tim perencana yang terdiri dari para ahli, birokrat, penyandang dana dan

wakil masyarakat6. Pemberdayaan masyarakat, baik sebagai tenaga kerja lokal sebelum maupun sesudah

proses konstruksi – demi menanamkan rasa kepemilikan7. Solusi dan program lokal yang adaptif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat8. Pemberian kepercayaan kepada masyarakat, seperti pengelolaan dana secara komunal

hingga menjadi pengawas dengan didampingi ahli atau fasilitator atu wakil pemerintahan.9. Pemerintah berperan sebagai pemberi subsidi dan insentif10. Perlu adanya pengawasan berkala pasca konstruksi

DAFTAR PUSTAKA

Archer, R.W. (1990). An Outline Urban Land Policy for the Developing Countries of Asia. Bangkok: Human Settlements Division, Asian Institute of Technology.

Budihardjo, Eko & Djoko Sujarto. (1999). Kota Berkelanjutan. Bandung: Penerbit Alumni.

Brennan, E. (1993). Urban Land Housing Issues Dalam Kasarda & Parrell (Ed.) Third World Cities, Problems, Policies and Prospects. Newbury Park: Sage Publications.

Goethert, R & Hamdi, N. (1988). Making Micro Plans: A Community based process in programming and development. London: Itdg Publications

Jacobs, J. (1961). The Death and Life of Great American Cities. New York: Random House.

Jansen, J. (2000). Designing and Building with Bamboo. INBAR: Technical Report 20.

Lang, J. (2005). Urban Design: A Typology of Procedures and Products. Oxford: Architectural Press.

Larasati, D. (2006) Towards an Integral Approach of Sustainable Housing In Indonesia with An Analysis of Current Practices in Java. Delft: TU Delft.

Page 11: Seminar Nasional Perumahan Binus_Elisa Sutanudjaja_Community Action Planning

“Seminar Nasional Perumahan Rakyat. Strategi Percepatan Pembangunan Perumahan Swadaya Berbasis Kearifan Lokal.17 Desember 2008, Kampus Bina Nusantara - Universitas Bina Nusantara”

Sanoff, H. (2000). Community Participation Methods in Design and Planning. New York: Wiley.

Surjadi, Charles & Darrundono, Haryatiningsih. (1998). Review of Kampung Improvement Program Evaluation in Jakarta. Final Report for UNDP/World Bank Water and Sanitation Program by the Regional Water and Sanitation Group for East Asia and the Pacific. Jakarta: UNDP/World Bank