seminar nasionalrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46845...46-57 peningkatan hasil...
TRANSCRIPT
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUANUniversitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Faculty of Educational Sciences Syarif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUANUIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
SEMINAR NASIONAL“Arah, Model, Desain, dan Problematika Guru
dalam Menghadapi Perkembangan Revolusi Industri”
Auditorium Utama Harun NasutionKamis, 2 Mei 2019
SEMINAR NASIONAL
ISSN: 2622-0121
Copyright © 2019| Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
PROSIDING
Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah
“Arah, Model, Desain, dan Problematika
Pendidikan Guru dalam Menghadapi
Perkembangan Revolusi Industri”
FITK Press
Copyright © 2019| Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Prosiding Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
“Arah, Model, Desain, dan Problematika Pendidikan Guru dalam Menghadapi Perkembangan Revolusi Industri”
Copyright © 2019
ISSN : 2622-0121
Edisi: Juni 2019
Pimpinan Redaksi: Ubaid Ridlo
Editor: Meiry Noor Fadilah Azkia Muharom Albantani
Yazid Hady Fatkhul Arifin
Reviewer : Dwi Nanto
Sujiyo Miranto Sita Ratnaningsih
Diterbitkan Oleh: FITK PRESS Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Ir. H. Juanda no.95 Ciputat Timur, Tangerang Selatan
Telepon/fax. (021) 7443328 Website: www.fitk-uinjkt.ac.id @2019
Hak cipta dilindungi undang-undang dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk
dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit
Copyright © 2019| Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah yang
telah diberikan kepada kita semua, sehingga buku Prosiding Seminar Nasional Arah, Model,
Desain, dan Problematika Pendidikan Guru dalam Menghadapi Perkembangan Revolusi
Industri yang dilaksanakan pada tanggal 2 Mei 2019 di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Buku Prosiding ini memuat sejumlah artikel hasil penelitian dan kajian literatur yang
berkaitan dengan:
1) Kebijakan Pendidikan Guru di Era Revolusi 4.0
2) Problem Pendidikan Guru pasca Revolusi Industri
3) Model, Startegi, Metode, dan Media Pembelajaran Abad 21
4) Desain Kurikulum Pendidikan Guru (PPG dalam Jabatan dan PPG Pra Jabatan)
5) Evaluasi Pembelajaran di Era Revolusi Industri
6) Pembelajaran Bahasa di Era Revolusi Industri
7) Peluang dan Tantangan Lulusan LPTK Menghadapi Revolusi Industri
Dalam kesempatan ini kami sampaiakan terimakasih kepada:
1) Pimpinan Fakultas yang telah memfasilitasi semua kegiatan seminar nasional ini
2) Bapak/Ibu panitia seminar nasional yang telah meluangkan waktu, tenaga dan
pemikirannya demi suksesnya kegiatan ini
3) Bapak/Ibu dosen, guru, dan mahasiswa penyumbang artikel hasil penelitian dalam
kegiatan ini
Semoga buku prosiding ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, untuk kepentingan
peningkatan profesionalisme dan kecakapan guru di Era Revolusi 4.0. Disamping itu,
diharapkan juga dapat menjadi referensi bagi upaya pembangunan bangsa dan negara. Saran
dan kritik membangun tetap kami tunggu demi kesempurnaan buku prosiding ini.
Tim Penyusun
Copyright © 2019| Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
SAMBUTAN KETUA PANITIA SEMINAR NASIONAL FITK 2019
Assalamu’alakum Wr. Wb.
Alhamdulillah was shalatu wa salamu ’ala rasulillah Muhammad Shallallhu ’alahi wa sallam.
Yang Kami mulyakan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Prof. Dr. Hj. Amani Lubis,
MA
Yang Terhormat Dekan Fakutas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan; Dr. Sururin, M. Ag
Yang Terhormat Prof. Dr. Dede Rosyada sebagai Keynote Speech, Prof. Dr. Dinn
Wahyudin, MA, Dr. Abd. Rozak, M.Si, Dr. Khaerudin, dan Direktur Pembelajaran
Kemenristek Dikti sebagai nara sumber.
Juga hadirin peserta seminar dan pengurus Sema, Dema, HMJ, dan HMPS yang berbahagia.
Ya Rabb.. lega rasanya hari ini tanggal 2 Mei 2019 acara ini bisa terlaksana bertepatan
dengan Hari Pendidikan Nasional RI. Seminar Nasional ini bertema:
”Arah, Model, Desain, dan Problematika Pendidikan Guru Dalam Menghadapi
Perkembangan Revolusi Industri.
Bapak, Ibu, dan hadirin yang Berbahagia
Guru merupakan komponen penting dalam proses pendidikan. Apapun kebijakan yang
disusun oleh pemerintah atau pihak berwenang tentang pendidikan, pada akhirnya guru yang
melaksanakan dalam bentuk proses pembelajaran di sekolah. Seperti apapun sarana yang
dimiliki oleh sekolah/lembaga pendidikan, pada akhirnya guru yang mengelola
penggunaannya. Itulah sebabnya banyak orang menyebut guru sebagai man behind the gun
dalam proses pendidikan. Seiring dengan pemikiran itu, berbagai studi menunjukkan
kontribusi guru terhadap hasil belajar siswa di atas 50% (Hattie, 2008; Mourshed et.al,
2010; Pujiastuti dkk, 2012). Oleh karena itu, sangat tepat amanat pasal 24 Undang-undang
No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang menyebutkan pemerintah, pemerintah
provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan lembaga penyelenggara pendidikan wajib
memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam
kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan satuan pendidikan anak usia
Copyright © 2019| Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dini, jalur pendidikan formal, serta untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan
menengah sesuai dengan tanggung jawabnya. Namun faktanya perkembangan revolusi
industri belum dipahami dan integrasikan dalam proses pembelajaran. Kebijakan-kebijakan
pendidikan guru di era revolusi Industri 4.0 masih banyak yang belum difahami guru.
Sehingga menjadi probematika lembaga pendidikan yang perlu menyiapkan guru memiliki
kompetensi sejalan peningkatan revolusi industri. Itulah sekilas dasar argumentasi
pengambilan tema seminar nasional ini.
Kami bersyukur bahwa gagasan kami ini mendapat respon yang cukup baik dari masyarakat.
Dalam catatan divisi prosiding, Seminar Nasional ini diikuti oleh 120 orang peserta.
Presentasi Call for Paper 60an peserta. Peserta berasal dari berbagai kampus dan Madrasah
antara lain UIN ar-Raniry Banda Aceh, STAIN Gajah Putih Takengon Aceh Tengah, UIN
Jakarta, IIQ, UMJ, UIN Yogyakarta, Universitas Negeri Semarang, UIN Malang, YPI al-
Farisi Bandung, Madrasah Pembangunan UIN Jakarta, SMAN 28 Tangerang, dan lain
sebagainya. (mohon maaf tidak bisa disebutkan satu persatu)
Atas terselenggaranya acara seminar ini, kami mengucapkan terima kasih atas dukungan
Bapak Ibu semua, terutama:
1. Panitia seminar, (Bu Meiry, Bu Dhian, Bu Lili, Pak Andri, Bu Tri, Bu Mida, Pak
Azki, Pak Yazid, dll), dekanat, dan rektorat
2. Nara sumber, moderator, para peserta seminar
3. Dan berbagai pihak yang tak telah membatu dengan tulus ikhlas
Akhir kata, jika ada yang kurang berkenan, mohon dimaafkan. Selamat mengikuti seminar
nasional dan rangkaian kegiatan pendukungnya. Semoga apa yang kita lakukan hari ini
adalah keberkahan untuk kemajuan kita di masa depan. Amin.
Nasrun Minallahi wa Fathun Qorib
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Copyright © 2019| Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1-15 PENDIDIKAN GURU MENGHADAPI PERUBAHAN-PERUBAHAN FRAME OF THINKING SISWA ERA INDUSTRI 4.0 Prof. Dr. Dede Rosyada, MA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16-30 ANALISIS KETERAMPILAN GENERIK SAINS SISWA PADA MATERI LAJU REAKSI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING Sururin, Mutiara Citra Mahmuda UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31-35 GURU DAN LITERASI PADA ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 Fahriany UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36-45 PENELUSURAN BUDAYA DALAM BERBAHASA: PERSPEKTIF BARU KOMUNIKASI DI ERA INDUSTRI 4.0 Alek UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46-57 PENINGKATAN HASIL BELAJAR DAN SIKAP ILMIAH PADA KONSEP GERAK HARMONIK SEDERHANA MENGGUNAKAN PENDEKATAN SAINTIFIK BERBANTUAN PHET COLORADO Fathiah Alatas1, Annisa Fitri Komariah1, Rudinanto2
1FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2SMAN 9 kota Tangerang Selatan
58-69 HUBUNGAN PROKRASTINASI AKADEMIK DENGAN PRESTASI BELAJAR KIMIA SISWA BERDASARKAN GENDER Ilham Mahardika, Burhanudin Milama, Evi Sapinatul Bahriah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
70-76 PENINGKATAN HASIL BELAJAR AKIDAH AKHLAK MELALUI MODEL MULTIDIMENSIONAL PADA SISWA Khaironi Agustini UIN Syarif Hidatullah Jakarta
77-89 PENGEMBANGAN MEDIA KOMIK DIGITAL MENGGUNAKAN PIXTON DISERTAI QUIZ PADA KONSEP SISTEM GERAK Khilda Maulida Nur Hidayah, Baiq Hana Susanti, dan Eny Supriyati Rosyidatun UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
90-106 PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW BERBNTU MIND MAPPING: PENGARUHNYA TERHADAP RETENSI PADA KONSEP JAMUR Lailah Fauziah, Nengsih Juanengsih, Eny Supriyati Rosyidatun UIN Syarif Hidayatullah Jakarts
107-116 ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL BERTIPE PISA BERDASARKAN TEORI NOLTING Lia Kurniawati, Gema Aroysi, dan Moria Fatma UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
117-124 PENGGUNAAN COLLABORATIVE LEARNING PADA PENDIDIKAN DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 Luki Yunita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
125-131 MENAKAR PENDIDIKAN GURU ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 DARI KERANGKA TEORI ORGANISMIK Maftuhah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 2 Mei 2019 “Arah, Model, Desain, dan Problematika Pendidikan Guru dalam Menghadapi Perkembangan Revolusi Industri”
Copyright © 2019| Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ii
132-143 DESAIN DIDAKTIS PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENGATASI HAMBATAN EPISTIMOLOGIS PADA KONSEP PROGRAM LINEAR DI SEKOLAH MENENGAH ATAS Ines Setiawati Putri, Abdul Muin, dan Ramdani Miftah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
144-157 POMATE PERMAINAN ORIENTASI MOBILITAS UNTUK ANAK TUNA NETRA Mutuanisa Mahda Rena, Mutiara Zara, Ahsanah Maulida UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
158-172 PROBLEM PENDIDIKAN GURU PASCA REVOLUSI INDUSTRI (RANAH KOMPETENSI PENDIDIK PADA BIDANG LITERASI DIGITAL) Nafia Wafiqni1, Siti Nurani2
1UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2Madrasah Ibtidaiyah Negeri 1 Tanggerang Selatan
173-187 LULUSAN LPTK: ANALISIS RECIPROCAL ANTARA INSTITUTIONS, SOCIAL NETWORK, COGNITIVE FRAMES Nurochim1, Siti Ngaisah2
1UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2Universitas Indonesia
188-199 PENGEMBANGAN HYPERMEDIA BERBASIS WEB ONLINE PADA KONSEP SISTEM SIRKULASI Muhammad Nurul Fikri, Sujiyo Miranto, Dina Rahma Fadlilah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
200-212 DIGITAL LITERATURE UNTUK PENGAJARAN BAHASA ARAB Qurrotul A’yuni, Adinda Nadia dan Nuril Mufidah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
213-230 IDENTIFIKASI PEMANFAATAN INFORMATION COMMUNICATION AND TECHNOLOGIES (ICT) DALAM PEMBELAJARAN PADA CALON GURU KIMIA Rahmawati Fauziah, Tonih Feronika, Dedi Irwandi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
231-240 PENGGUNAAN SELF-EFFICACY DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA PEMBELAJARAN KIMIA DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 Siti Nuraeni, Tonih Feronika, Luki Yunita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
241-252 STRATEGI PENGEMBANGAN SEKOLAH BERBASIS LINGKUNGAN UNTUK MEMBENTUK GENERASI MUDA YANG PEDULI LINGKUNGAN Sujiyo Miranto UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
253-261 PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA DAN PERGAULAN TEMAN SEBAYA TERHADAP KARAKTER TANGGUNG JAWAB SISWA DI SMP BANGUN NUSANTARA TANGERANG Nur Malinah, Tri Harjawati, Jakiatin Nisa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
262-271 PENGARUH LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS) BERBASIS KONTEKSTUAL TERHADAP KETERAMPILAN GENERIK SAINS SISWA PADA MATERI LARUTAN PENYANGGA Widya Kusumaningrum, Tonih Feronika, Dedi Irwandi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
272-288 PENGARUH MODEL PROBLEM SOLVING PADA KONSEP SISTEM PERNAPASAN TERHADAP PEMAHAMAN PESERTA DIDIK TENTANG BAHAYA ROKOK Novia Nurhayati, Yanti Herlanti, Eny S. Rosydatun UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 2 Mei 2019 “Arah, Model, Desain, dan Problematika Pendidikan Guru dalam Menghadapi Perkembangan Revolusi Industri”
Copyright © 2019| Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
iii
289-301 TANTANGAN MANAJEMEN INSTITUSI PENDIDIKAN DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 Zahruddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
302-313 PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN PDEODE (PREDICT, DISCUSS, EXPLAIN, OBSERVE, DISCUSS, EXPLAIN) BERBANTUAN VIDEO TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA PADA KONSEP GERAK HARMONIK Nurafifah, Ai Nurlaela UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
314-322 BELAJAR BAHASA ARAB DENGAN METODE CLIL (CONTENT AND LANGUAGE INTEGRATED LEARNING): LAWATAN HALAQAH FAJRIYAH DI PESANTREN Mauidlotun Nisa’ UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
323-334 PENGARUH MEDIA STRIP STORY TERHADAP HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS V MI EL-ZIYAN PADA MATA PELAJARAN Fidrayani, Qorihatul Fikriyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
335-364 GRAND DESIGN STRATEGI, MODEL DAN MEDIA PEMBELAJARAN DI ERA INDUSTRI 4.0 Reksiana Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta
Copyright © 2019| Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Alek
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
e-mail: [email protected]
Abstrak. Hubungan antara bahasa dan budaya laksana dua sisi mata uang yang saling melengkapi satu sama
lain. Di samping hubungan bahasa dan budaya, teknologi komunikasi berperan signifikan dalam mewarnai pola
komunikasi di era industri 4.0. Tulisan ini bermaksud menjelaskan tentang unsur-unsur budaya ketika
seseorang berbahasa atau menggunakan bahasanya. Ditinjau dari segi budaya, bahasa merupakan satu dari
unsur kebudayaan. Hubungan keduanya dapat bersifat subordinatif dan koordinaif. Bahasa memiliki fungsi
sebagai alat interaksi manusia di dalam kehidupan bermasyarakat. Karena bahasa digunakan di dalam
kehidupan bermasyarakat, penggunaan dan pemakaian harus mengikuti pola dan norma-norma yang dianut
oleh masyarakat pengguna bahasa itu sendiri. Seiring kemajuan jaman, di era industri 4.0 ini pun memiliki pola
dan budaya komunikasi tersendiri. Di era ini orang dapat berkomunikasi secara tatap muka meskipun berada
di tempat yang jauh. Pola berkomunikasi seperti ini merupakan dampak dari bergesernya budaya komunikasi
yang didukung keajuan teknologi. Selanjutnya sistem dan pola bertutur dan berbahasa berdasarkan norma
budaya disebut etika berbahasa. Sementara etika berbahasa erat kaitan dengan pemilihan kode bahasa, norma-
norma sosial, dan sistem budaya yang berlaku dalam masyarakat bahasa. Sebagai ikhtisar dari tulisan ini, dapat
disampaikan bahwa sublimasi budaya dalam berbahasa merupakan proses yang berdsifat alamiah. Kajian
tentang topik ini perlu dilakukan secara lebih mendalam, luas, dan kritis di masa akan dating dalam rangka
pegembangan ilmu dan pengetahuan kebahasaan.
Kata Kunci: Bahasa, Budaya, komunikasi, era industri 4.0.
Pendahuluan
Dalam komunikasi menggunakan bahasa, manusia hampir dapat dipastikan bahwa
ketika berbahasa, turut mengekspresikn budaya atau terkadang sering disebut budaya
berbahasa. Seiring perkembangan dan kemajuan jaman, bahasa pun turut mengalami
kemajuan, baik dari aspek cara penggunaan maupun cara mengekpresikan dalam
mengomunikasikan ide, pikiran, dan perasaan penuturnya. Keberagaman cara dan pole
ekspresi ini pula bahasa dapat dikatakan „unik.‟ Keunikan tersebut tampak dari pola
penggunaan dan pemakainnya. Ditinjau dari segi penggunaan, bahasa harus mengikuti
kaidahkaidah yang berlaku di dalam system bahasa itu. Sementara ditinjau dari
pemakaiannya, bahasa dikaji dari konteks di mana bahasa itu digunakan atau dituutrkan oleh
masyarakat pakai bahasa itu sendiri.
Secara terminologi „bahasa‟ dalam bahasa Inggris disebut language. Sementara dalam
bahasa Belanda disebut taal. Lain halnya dalam Jerman, disebut sprache, degankan dalam
bahasa Arab disebut lughatun. Keragaman dan keberbedaan istilah atau penamaan inilah
Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 2 Mei 2019 “Arah, Model, Desain, dan Problematika Pendidikan Guru dalam Menghadapi Perkembangan Revolusi Industri”
Copyright © 2019| Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
bahasa disebut dengan arbitrary (mana suka atau suka-suka). Selanjutnya bahasa memiliki
beberapa aspek sesuai dengan pemakainya, jika serasal dari wilayah atau teritori tertentu
sudha barang tentu memiliki pola atau budaya dalam menuturkan suatu kata atau bahkan
makna kata tertentu. Misalnya sebuah kata tertentu tidak serta merta dapat digunakan secara
serampangan tanpa memahami dengan benar kepada siapa kata atau frasa tertentu dapat
digunakan. Kehati-hatian dalam menggunakan kata atau frasa tertentu memiliki makna bahwa
ada unsur lain yang harus dipertimbangkan, seperti aspek budaya.
Menjelaskan unsur kebudayaan memiliki aspek yang sangat luas, sehingga merupakan
konsep bahasa tidaklah mudah didefinisikan apalagi menjadi sebuah definisi yang berterima
secara holistik. Berkenaan dengan hal tersebut, berikut diperikan beberapa definisi bahasa
menurut para ahli, di antaranya Alek dan Ahmad H.P. (2012, p. 3) bahasa adalah sistem
lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk
bekerja sama, berkomunikasi, berinteraksi, mengidentifikasi diri, dan membangun hubungan
yang harmonis. Chaer (2003, p. 30) menyebutkan bahasa adalah alat verbal untuk
komunikasi. Definisi Chaer ini berdasarkan pandangan Barber (1964, p. 21), Wardhaugh
(1997, p. 3), Trager (1949, p. 18), de Saussure (1996, p. 16), dan Bolinger (1975, p. 5),
yang kemudian, Badudu (1989, p. 3) dan Keraf (1984, p. 16) juga sepakat bahwa bahasa
adalah alat komunikasi.
Selanjutnya Chomsky (1957, p. 13) mengatakan bahasa adalah seperangkat kalimat
yang memiliki panjang yang terbatas, dan toap-tiap kalimat disusun dalam unsur-unsur
tertentu. Berbeda dengan Keraf (1997), bahasa merupakan sarana komunikasi di antara
anggota masyarakat penutur bahasa, berupa lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia. Sementara itu, Koentjoroningrat mendefinisikan bahasa sebagai produk budaya.
Bahasa adalah wadah dan refleksi kebudayaan masyarakat penuturnya. Konsep budaya itu
sendiri hanya dimiliki oleh manusia, karena manusia memiliki akal budi dan dapat tumbuh
dan berkembang sesuai tantangan hidup yang dihadapinya.
Mencermarti beberapa pengertian bahasa di atas, dapat disimpulkan bahwa bahasa
merupakan sistem lambang bunyi, simbol, dan tanda-tanda yang bersifat arbitrer (arbitrary)
yang digunakan oleh manusia sebagai alat atau sarana untuk berkomunikasi atau berinteraksi
dengan sesamanya. Komunikasi itu terjadi dalam lingkungan kehidupan manusia sehari-hari
mulai dari keluarga, sekolah, tempat kerja, atau di mana saja tempat manusia itu beraktivitas.
Ditinjau dari kacamata budaya, bahasa termasuk satu dari aspek budaya. Karena ia
merupakan satu dari unsur budaya, maka bahasa memiliki peran dan fungsi sentral bagi
kelangsungan hidup manusia, terutama dalam konteks interaksi sosial. Sebuah bahasa dapat
bertahan dan berkembang di dalam masyarakat tertentu jika masyarakat pakai bahasa itu
sepakat menggunakan dan memakainya secara konsisten dalam berkomunikasi dan
Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 2 Mei 2019 “Arah, Model, Desain, dan Problematika Pendidikan Guru dalam Menghadapi Perkembangan Revolusi Industri”
Copyright © 2019| Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
berinteraksi antarsesama penuturnya. Jadi, kebertahanan sebuah bahasa sangat bergantung
pada kesepakan dan kesetiaan masyarakat pakai bahasa itu sendiri.
Pendapat lain dikemukakan oleh Brown dan Yule (1983: 1) bahasa tidak hanya
berfungsi sebagai media komunikasi melainkan sebagai sarana membangun hubungan
antarmitra tutur. Lebih jauh Brown dan Yule, bahasa disebut dengan istilah „transaksional‟
dan „interpersonal‟. Artinya, ada kebiasaan dan kebudayaan dalam menggunakan bahasa
sebagai media/alat berkomunikasi antarkomunitas bahasa.
Budaya merupakan sebuah terminologi yang sangat luas. Mengingat luasnya itulah,
kata budaya didefinisikan dengan bervariasi oleh masing-masing pakar. Pemahaman tentang
konsep budaya dimaksud di sini adalah bukan budaya dalam arti seni seperti musik, sastra
atau seni rupa. Istilah budaya di sini merupakan pengetahuan yang harus diketahui oleh
seseorang yang hidup dalam masyarakat tertentu. Goodenough (di dalam Wardhaugh, 1992,
p. 47) mendefinisikan: “…a society‟s culture consists of whatever it is one has to know or
believe in order to operate in a manner acceptable to its members, and to do so in any role
that they accept for any one of themselves” (budaya masyarakat terdiri atas apa saja yang
harus kita ketahui atau diyakini untuk digunakan dalam pola atau cara yang dapat diterima
oleh anggota penuturnya, dan digunakan dalam konteks atau peran apa pun sehingga mereka
menerima sebagai bagian dari anggota kelompoknya).
Di samping definisi dikemukakan ahli di atas, (Tylor, 1881) mengatakan bahwa
Culture is that complex whole which includes knowledge, belief, art, morals, law, custom, and
any other capabilities, and habits acquired by man as a member of society. Berbeda dengan
Tylor, Wardhaugh (1992, p. 67) mendefiniskan “Culture is the „knowledge‟ how that person
must possess to get through the task of daily living.” (budaya adalah 'pengetahuan' bagaimana
seseorang seharusnya mengerjakan atau menyelesaikan tugas dalam kehidupan sehari-hari.)
Berbeda dengan Wardhaugh, kata „budaya‟ (dalam KBBI, 2005, p. 169) adalah pikiran, akal
budi, yang di dalamnya juga termasuk adat istiadat. Dengan demikian, budaya dapat diartikan
sebagai sesuatu yang dihasilkan dari pikiran atau pemikiran. Jika beberapa ahli berpendapat
bahwa bahasa dan pikiran memiliki hubungan timbal-balik, dapat dipahami bahwa pikiran di
sini dimaksudkan sebagai sebuah perwujudan budaya. Dari pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa budaya yang melingkupi sebuah bahasa dan ia memiliki andil yang
sangat besar dalam menentukan wajah dari bahasa itu.
Metode
Dalam makalah ini, penulis melakukan penelaahan secara teoretis tentang konsep-
konsep yang terkait erat dengan aspek kajian atau topik bahasan. Berdasarkan hasil
Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 2 Mei 2019 “Arah, Model, Desain, dan Problematika Pendidikan Guru dalam Menghadapi Perkembangan Revolusi Industri”
Copyright © 2019| Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39
penelusuran dan pengkajian tersebut dilakukan pembahasan secara detail dan kritis teoretis
untuk menghasilkan simpulan dan selanjutnya diakhiri dengan saran dan implikasi dalam
pengembanga lmu dan pengetahuan terutama dalam aspek bahasa dan budaya berbahasa serta
kajian kebahasaan secara umum.
Pembahasan
Titik Singgung Bahasa dan Budaya
Banyak ahli dan peneliti bahasa sepakat bahwa bahasa dan budaya merupakan dua hal
yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Bahkan mereka sepakat bahwa bahasa adalah
produk budaya pemakai bahasa. Bahkan jauh sebelum kesepakatan para linguis itu muncul,
Sapir-Whorf sepakat bahwa antara bahasa dan budaya memiliki hubungan yang sangat erat
kaitan satu sama lainnya. Kedua pakar ini mengemukakan bahwa “jalan pikiran dan budaya
suatu masyarakat ditentukan atau dipengaruhi oleh struktur bahasanya” (Chaer, 2003, p. 61).
Senada dengan Sapir-Whorf, dan Piaget, merupakan pakar yang berkebangsaan
Perancis, berpendapat bahwa budaya (pikiran) akan membentuk bahasa seseorang. Dari hasil
pengkajian itulah cikal bakal lahirnya teori pertumbuhan kognisi oleh Piaget. Mencermati
pendapat sebelumnya Vigotsky, pakar yang berkebangsaan Rusia, mengatakan bahwa
perkembangan kemampuan bahasa seseorang lebih awal satu tahap kemudian mengalami
kemajuan dari segi pemikiran (budaya) yang selanjutnya kedua aspek tersebut bertemu
sehingga melahirkan apa yang disebut dengan istilah „bahasa berpikir.‟ Senada dengan Ahli
bahasa kenamaan Amerika Noam Chomsky bahwa pengkajian bahasa memiliki hubungan
yang berkaitan erat dengan budaya. Senada dengan Chomsky, Eric Lenneberg mendukung
teori yang dikemukakan oleh Chomsky dan Piaget di atas.
Merujuk pada pendapat para ahli dapat disarikan bahwa bahasa merupakan alat untuk
berkomunikasi di antara komunitas berbahasa. Sebagai alat, sudah barang tentu ada person
atayu komunikan yang menggunakan alat tersebut sehingga ia bermanfaat sebagai penyampai
informasi atau tujuan dari pengguna bahasa tersebut (komnuikasi). Dalam konteks ini
pengguna bahasa adalah manusia (terlepas ada tidaknya kajian yang mengatakan bahwa
bahasa pun digunakan oleh hewan) yang selanjutnya disebut sebagai penutur. Orang yang
mendengar atau yang menjadi mitratutur inilah yang dapat menimbulkan berbagai macam
perilaku atau interpretasi sebagai akibat keberbedaan pola pemikiran di antara para penutur
sehingga melahirkan kebiasaan atau budaya. Budaya dan kebiasaan ini akan berbeda satu sama
lainnya bergantung sungguh pada siapa dan di mana lingkungan masyarakat pakai bahasa itu
berada.
Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 2 Mei 2019 “Arah, Model, Desain, dan Problematika Pendidikan Guru dalam Menghadapi Perkembangan Revolusi Industri”
Copyright © 2019| Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
Pada waktu interaksi social terjadi, kita seringkali menemukan bahwa ketika seseorang
menyampaikan atau mengucapkan kata atau kalimat kepada kepada audien atau lawan bicara
seringkali terjadi kesalingtidakpahaman (miscommunication) antara satu dan lainnya.
Kegagalan dalam mengakap atau memahami pesan disampaikan oleh penutur ini dapat
diakibatkan oleh sejumlah sebab, di antaranya beda usia, beda tingkat pendidikan, beda
keluasan dan kedalaman pengetahuan yang dimiliki, beda unsur-unsur bahasa, beda
interpretasi tanda dan marka nonbahasa, beda pola gerakan anggota tubuh, kinestetik, dan
lain-lain. Selain itu, aspek budaya pun erat kaitannya dengan penggunaan dan pemakaian
bahasa. Sebagai contoh, penggunaan pilihan kata (diction), seperti dalam kata “Kamu” dan
“Kau” diucapkan berbeda dalam konteks budaya yang berbeda. Sebutan “Bapak” di negara
yang menggunakan bahasa pengantarnya adalah bahasa Inggris relatif cenderung tidak
digunakan. Masyarakat penutur bahasa Inggris akan langsung menggunakan sebutan nama
diri/nama orang kepada mitratutur atau audien yang umurnya lebih tua sekalipun. Hal yang
biasa bagi masyarakat penutur bahasa Inggris ini tentu saja berbeda atau bahkan dianggap
tabu jika digunakan oleh penutur bahasa Indoensia atau Melayu.
Contoh seperti dikemukakan di atas akan dianggap kurang sopan atau lebih tabu lagi
jika dipakai komun dalam komunikasi masyarakat Aceh, yang sangat memerhatikan aspek
budaya atau adat istiadatnya dalam sangat menjunjung tinggi dan menghormati orang yang
berumur lebih tua dari penutur. Contoh lainnya dalam bahasa Inggris adalah pada
penggunaan kata „mati‟ yang hanya terdapat ada dua kata saja, yaitu die dan pass away.
Sementara itu, dalam bahasa Indonesia, kata mati memiliki beberapa kata yang bermakna
mirip atau kurang lebih sama dengan maksud kata „mati‟, misal meninggal dunia, wafat,
mangkat, tewas, punah, mampus, lenyap, dan sebagainya.
Pemilihan diksi yang tepat dan sesuai dengan tujuan dan kepentingan interaksi sosial
bergantung sungguh pada budaya yang dianut oleh komunitas pakai bahasa dan lingkungan
di mana bahasa itu dituturkan. Kondisi di atas sejalan dengan pendapat Sumarjan & Partana
(2002, p. 20) bahwa bahasa seringkali persepsikan sebagai entitas produk sosial atau produk
budaya, bahkan dianggap sebagai bagian yang tak dapat dipisahkan dari kebudayaan itu
sendiri. Bahasa sebagai sebuah produk sosial atau budaya, maka bahasa merupakan sarana
untuk menyampaikan dan mengomunikasikan pendapat atau aspirasi sosial, aktivitas, dan
perilaku suatu komunitas bahasa, wadah pemertahanan dan pelestarian budaya termasuk alat
bantu mutakhir sebagai wujud atau hasil pikiran cerdas manusia, berupa berbagai teknologi
canggih yang sekaligus sebagai peradaban seperti diskasikan di era revolusi industry 4.0 saat
ini.
Di samping hal tersebut di atas, bahasa dapat pula dianggap sebagai perwujudan
zamannya. Maksudnya, bahasa itu dalam suatu periode tertentu dapat dianggap
Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 2 Mei 2019 “Arah, Model, Desain, dan Problematika Pendidikan Guru dalam Menghadapi Perkembangan Revolusi Industri”
Copyright © 2019| Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
41
merepresentasikan apa yang terjadi dan berkembang dalam suatu masyarakat, dan bergantung
budaya yang dianut atau dijunjung oleh daerah atau masyarakat bahasa itu sendiri.
Masinambouw (dalam Crista, 2012, p. 1) membahas tentang hubungan antara bahasa
dan budaya, apakah bersifat subordinatif, ataukah bersifat koordinatif. Jika bersifat
subordinatif mana yang menjadi main sistem (sistem atasan) dan mana pula yang menjadi
subsistem (sistem bawahan). Kebanyakan ahli cenderung berkesimpulan bahwa
kebudayaanlah yang menjadi main sistem, sedangkan bahasa hanya merupakan subsistem.
Mengenai hubungan bahasa dan kebudayaan yang bersifat koordinatif, maksudnya
hubungan kebahasaan dan kebudayaan itu seperti dua buah fenomena yang terkait erat,
seperti hubungan sisi satu dengan sisi yang lain pada sekeping uang logam (Silzer dalam
Crista, 2012, p. 1). Jadi, pendapat ini mengatakan kebahasaan dan kebudayaan merupakan
dua fenomena yang berbeda, tetapi hubungannya sangat erat sehingga tidak dapat dipisahkan,
sejalan dengan konsep Masinambouw. Hal kedua yang menarik dalam hubungan koordinatif
ini adalah adanya hipotesis yang sangat controversial, yaitu hipotesis dari dua pakar linguistik
ternama, yakni Edward Sapir dan Benjamin Lee Whorf. Hipotesis ini dikenal dengan nama
hipotesis Sapir dan Whorf. Hipotesis mereka adalah “bahasa bukan hanya menentukan corak
budaya, melainkan juga menentukan cara dan jalan pikiran manusia; dan oleh karena itu
memengaruhi pula tindak lakunya.
Bahasa dan budaya adalah dua bentuk hasil pemikiran manusia. Banyak ahli yang
mengemukakan teorinya mengenai kaitan antara bahasa dan budaya, satu di antaranya
Willem von Humboldt seorang filosof Jerman, mengatakan “language by its very nature
represents the spirit and national character of a people (bahasa adalah
repesentasi/perwujudan semangat alami dan karakter nasional masyarakat)”(Steinberg dkk.,
2001, p. 244). Tersirat maksud dari definisi yang dikemukakan oleh Humboldt di atas
bahwa setiap bahasa di dunia pasti merupakan perwujudan budaya dari masyarakat
penuturnya. Jadi, pandangan yang dimiliki oleh suatu masyarakat bahasa tertentu akan
tercermin atau terwujud dalam bahasanya. Dan ternyata pendapat Humboldt juga didukung
oleh para linguis ternama seperti Edward Sapir (1929) dan Alfred Korzybski (1933).
Sama halnya dengan apa yang dikemukakan oleh beberapa ahli dan pakar di atas,
Koentjaraningrat (1990, 120) menyarikan bahwa budaya memengaruhi perilaku berbahasa
seseorang atau komunitas bahasa. Makna budaya dalam konteks ini adalah dalam arti luas,
termasuk sifat dan sikap yang dimiliki oleh penutur itu sendiri. Untuk dapat memahami
secara lebih mendalam tentang hubungan antara budaya dan tindak tutur serta menelusuri
keragaman budaya yang ditampakkan dalam berbahasa, sehingga melahirkan pola tindak
tutur yang berbeda, Dalam budaya ke-Indonesiaan, pola tuturan seringkali disampaikan
secara taklangsung atau menggunakan bahasa isyarat atau kias, contoh, di antaranya;
Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 2 Mei 2019 “Arah, Model, Desain, dan Problematika Pendidikan Guru dalam Menghadapi Perkembangan Revolusi Industri”
Copyright © 2019| Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
42
masyarakat tutur bahasa Indonesia jika ada orang memuji, misalnya dengan mengatakan
“Bajumu bagus sekali!” maka yang dipuji akan menjawab pujian itu dengan nada menolak
merendah, misalnya dengan mengatakan “Ah, ini cuma baju murah kok” atau, “Wah rumah
saudara besar sekali,” yang dipuji menjawab “yah, beginilah namanya juga rumah di
kampung!” Akan tetapi sangat berbeda halnya dengan budaya berbahasa Inggris, tujuan dan
maksud penutur seringkali disampaikan secara langsung dan secara verbal, misalnya dalam
budaya Inggris, tentu akan dijawab dengan ungkapan “Terima kasih!” berikut contoh
penggalan percakapan antara dua orang Asing (Barat). Betty: Wow! you look so beautiful
today, Christine! (Wow! kamu kelihatan sangat cantik hari ini, Christine!). Lalu direspon
oleh mitratuturnya yang bernama Christine dengan kalimat: “Really? but I am not so
confident” (Sungguh? Tetapi aku kurang percaya diri). Selanjutnya masih banyak lagi
contoh-contoh lain yang semacam.
Pola Komuniksi di Era Industri 4.0
Hampir dapat dipastikan bahwa teknologi informasi merupakan elemen penting yang
menjadi tolok ukur bagi perkembangan peradaban umat manusia semenjak dahulu hingga
masa kini. Melalui kemajuna teknologi industry ini pula manusia dimanjkan dengan
kemudahan mengakses berbagai informasi yang dibutuhkan dalam rangka meningkatkan dan
akselerasi tercapaianya tujuan dan cita-cita manusia. Di samping perubahan dan kemajuan
dalam aspek teknologi komunikasi di era industry 4.0 ini, hal yang mengalamai perubahan
dan kemajuan yang cukup fantastis adalah budaya dan proses komuinikasi. Budaya
komnuikasi dimaksudkan di sini adalah munculnya kecenderungan baru daklam
berkomunikasi antarteman sejawat, komunitas, dan bahkan komunikasi dalam keluarga. Kini
dalam sebuah kelaurga misalnya, tiap anggota keluarga sudah memiliki alat komunikasi,
seringkali dijumpai cara berkomunikasi antaranggota keluarga terkadang bersifat taklangsung
dibantu dengan SMS, dan terkadang budaya berkomunikasi tatap muka tidak mesti
dilakukan dalam satu tempat atau ruang, akan tetapi sudah bergeser dengan cara komunikasi
melalui teleconferen nirkabel. Proses komunikasi dimaksud di sini, mencakup pola-pola
penyampaian ide, pikiran, pendapat, dan inspirasi, waktu, jaringan, dan lainnya.
Kehadiran era digital di revolusi industry 4.0 sekaligus menjadi tantangan yang sangat
besar dalam budaya berkomunikasi, karena adanya perubahan secara fundamental, yaitu dari
pola komunikasi yang sebelumnya bersifat cenderung tradisional di era-era sebelumnya ke
pola atau sistem komunikasi yang bersifat interaktif (interactivity), multimedia (multimedia),
dan multikoneksi (hypertext). Hal ini berarti bahwa revolusi media komunikasi hadir tidak
hanya merubah pola komunikasi (communication landscape) melainkan yang jauh lebih
Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 2 Mei 2019 “Arah, Model, Desain, dan Problematika Pendidikan Guru dalam Menghadapi Perkembangan Revolusi Industri”
Copyright © 2019| Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
penting adalah terbukanya sistem atau pola komunikasi massa yang memberi ruang
takterbatas, lintas waktu, dan realtime bagi para penggunanya.
Saat ini adalah era industry 4.0, masa di mana peningkatan penggunaan dan keakraban
dengan media komunikasi dalam bentuk teknologi digital menjadi sebuah fenomen yang
menggejala, tumbuh laksana jamur di musim penghujan. Hal yang tidak kalah penting yang
turut serta mengalami perubahan dalam pemakaian dan penggunaanya adalah bahasa. Posisi
bahasa dapat dikaji dari berbagai aspek dan sudut pandang, teruama dari aspek pemakaian
dan penggunaan bahasa secara sosiolinguistik yang cnderung bersifat kualitatif dan tdiak
tertutup kemunkinan dalam bentuk kuantitatif.
Revolusi industri ketiga mengubah pola relasi dan komunikasi masyarakat
kontemporer ke era revolusi industri keempat atau dikenal dengan istilah industri 4.0, di
mana teknologi informasi dan komunikasi dimanfaatkan sepenuhnya sebagai sebuah peta
perjalanan (roadmap) dan strategi bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, kini
benar-benar memasuki era digital. (https://scholar.google.co.id/scholar?hl=en&as_sdt=
0%2C5&as_vis=1&q=pola+komunikasi+digital+era+industri+4.0&btnG=).
Hal lain yang perlu dikemukakan di dalam makalah ini berkaitan dengan revolusi
industri ke-4 ini adalah adalah kondisi otomatisasi komunikasi yang terjadi dalam semua lini
dan bidang serta konektivitas tanpa batas. Berbeda dengan revolusi industri sebelumnya, yang
hanya memiliki skala, ruang lingkup, dan kompleksitas yang lebih sempit. Selanjutnya dalam
makalah ini akan dikemukaka sejumlah kemajuan pola dan budaya komunikasi dalam era
revolusi industri 4.0., yang mencakup: (1) dari audiensi ke pengguna (user); (2) dari media ke
isi; (3) dari media satu arah ke multimedia; (4) dari yang bersifat periodic ke real-time; (5)
dari yang sedikit ke berlebihan (abundance); (6) dari pola berbantuan editor ke pola
takberbantuan (social web-portals, mailing lists, e-bulletins, search engines, newsgroups,
forum and weblogs; (7) dari distribusi ke akses; (8) dari komunikasi satu arah ke interaktif;
(9) dari komunikasi yang linier ke hiperteks; dan (10) dari data ke pengetahuan. (Retrieved
from: https://medium.com/@jlori/the-10-new-paradigms-of-communication-in-the-
digital-age-7b7cc9cb4bfb).
Penutup
Bahasa tidak dapat dipisahkan dari keanekaragaman budaya. Ditinjau dari segi budaya, bahasa termasuk satu dari unsur atau aspek kebudayaan, Hubungan antara bahasa dan budaya laksana dua sisi mata uang yang saling melengkapi satu sama lainnya. Hubungan keduanya dapat bersifat subordinatif dan koordinaif. Bahasa memiliki fungsi sebagai alat interaksi manusia di dalam kehidupan bermasyarakat. Karena bahasa digunakan di dalam kehidupan bermasyarakat, penggunaan dan pemakaian harus mengikuti pola dan norma-norma yang
Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 2 Mei 2019 “Arah, Model, Desain, dan Problematika Pendidikan Guru dalam Menghadapi Perkembangan Revolusi Industri”
Copyright © 2019| Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
dianut oleh masyarakat pengguna bahasa itu sendiri. Selanjutnya sistem dan pola bertutur dan berbahasa berdasarkan norma-norma budaya disebut etika berbahasa atau tata cara berbahasa. Sementara etika berbahasa erat kaitan dengan pemilihan kode bahasa, norma-norma sosial, dan sistem budaya yang berlaku dalam masyarakat bahasa. Hipotesis Sapir-Whorf adalah sebuah pernyataan dalam teori linguistik relativitas yang mengatakan bahwa ada hubungan kuat antara bahasa, budaya, dan pikiran seorang penutur.
Sebagai saran kepada pembaca, penulis sampaikan bahwa penelusuran budaya dalam bahasa menjadi tema yang selalu menarik untuk dikaji lebih lanjut, tajam, luas, dan kritis serta komprehensif sehingga pada akhirnya dapat melahirkan asumsi-asumsi, konsep-konsep, dan teori-teori baru mengenai hubungan keduanya pengembangan kompetensi dan performa bahasa.
Pola dan budaya komunikasi di era industry 4.0 saat ini telah merubah wajah komunikasi antarmasyarakat tutur bahasa dengan bantuan alat teknologi mutakhir yang sekaligus memberi kemudahan dan akselerasi tanpa batas, lintas ruang dan waktu serta real-time. Sebagai penutup makalah ini disampaikan saran kepada peneliti dan pemerhati kebahasaan dalam mengembangkan ilmu dan pengetahuan yang memberi nilai tambah bagi kemaslahatan kehidupan manusia diperlukan kearifan dan kebijaksanaan dalam memberdayakan berbagai produk mutakhir di era industri 4.0 menuju bangsa yang mandiri dan mampu bersaing dengan Negara-negara lainnya di masa akan dating.
Daftar Pustaka
Alek dan Ahmad H.P. (2012). Linguistik Umum. Jakarta: Penerbit Erlangga. Anonim. (2009). Hubungan Bahasa dengan Budaya.
http://anaksastra.blogspot.com/2009/05/hubungan-bahasa-dengan-budaya.html. Diakses pada tanggal 11 Juni 201 7
Austin, J.L. 1992. How to Do Thing With Words. Harvard University Press: Cambridge, Mass. Chaer, Abdul. (2003). Psikolinguistik, Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 1995. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta. Chomsky, Noam (1957), Syntactic Structures, The Hague: Mouton Cohen, Y. et al. (2017) „Assembly system configuration through Industry 4.0 principles: the
expected change in the actual paradigms,‟ IFAC-PapersOnLine. Elsevier B.V., 50(1), pp. 14958–14963. doi: 10.1016/j.ifacol.2017.08.2550.
Crista, Janny. 2012. Bahasa dan Kebudayaan Sosiolinguistik. http://kedaiilmujani.blogspot.com/2012/05/bahasa-dan-kebudayaan-sosiolinguistik.html. Diakses pada Juni 2017.
Easton, M. (2013) The Industrial Revolution - Oxford Big Ideas Geography. Oxford. Available at: https://www.oup.com.au/__data/assets/pdf_file/0017/58031/Oxfords-Big-Ideas-Geography-History-9-ch5-Industrial-revolution.pdf.
Geertz. Clifford. (1973). The Interpretation of Cultures. New York: Bsic Books Inc. Kroeber, A.L., & Kluckhohn, C. (1952). Culture: A Critical Review of Concepts and Definitions.
Harvard University Peabody Museum of American Archeology and Ethnology Papers 47. Herman, R.N. (2009). Antara Bahasa dan Budaya.
http://lidahtinta.wordpress.com/2009/05/30/antara-bahasa-dan-budaya/. Diakses pada Juni 2017.
Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 2 Mei 2019 “Arah, Model, Desain, dan Problematika Pendidikan Guru dalam Menghadapi Perkembangan Revolusi Industri”
Copyright © 2019| Seminar Nasional Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45
Koentjananingrat. (1992). Bunga Rampai: Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Hymes, Dell. 1972. Language in Culture and Society. New York: Harper and Row. https://univforum.org/en/article/10-new-paradigms-communication-digital%C2%A0age https://id.wikipedia.org/wiki/Komputasi_awan#Masalah_yang_dihadapi http://herw1n.wordpress.com/2012/10/08/memahami-saas-cloud-computing/ https://www.bernas.id/60821-kenali-ciri-revolusi-industri-40-dan-cari-peluangmu-di-sini.html https://www.artikelsiana.com/2019/01/Revolusi-industri-40-pengertian-ciri-dampak-tantangan-
industri-40.html https://www.artikelsiana.com/2019/01/Revolusi-industri-40-pengertian-ciri-dampak-tantangan-
industri-40.html Montgomery, Martin. (1995). Introduction to Language and Society Studies in Culture. London
and New York and Communication; 2nd Ed. Mursalin, Muhhamad. (2011). Bahasa Sebagai Alat Komunikasi dalam Interaksi Sosial.
http://mursalin90.blogspot.com/2011_10_01_archive.html. Diakses/Diunduh Tanggal 29 April 2019
Nababan. P.W.J. (1984). Sosiolingustik. Jakarta: Gramedia. Nasrullah, R. (2012). Komunikasi Antarbudaya di Era Budaya Siber. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group. Nurohman, A. (2014). Signifikansi literasi informasi (information literacy) dalam dunia pendidikan
di era global. Jurnal Kependidikan, 2(1), 1-25. Putri, N. P. (2017). Eksistensi Bahasa Indonesia pada Generasi Millennial. Widyabastra: Jurnal
Ilmiah Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, 5(1), 45-49. Sapir-Whorf hypothesis (2001-2005). Diunduh Tanggal 29 April 2019 from Wikipedia, the free
encyclopedia Web site: http://www.reference.com/browse/wiki/ Sapir-Whorf_hypothesis.
Sapir-Whorf hypothesis: Politics and etiquette.(2001-2005). Diunduh Tanggal 29 April 2019 from Wikipedia, the free encyclopedia Web site: http://www.reference.com/browse/wiki/ Sapir-Whorf_hypothesis
Sumarsono dan Paina Partana. (2004). Sosiolinguistik. Yogyakarta: SABDA (Lembaga Studi Agama, Budaya dan Perdamaian)
Suryadi. (2009). Hubungan Antara Bahasa dan Budaya. Universitas Sumatera Utara (makalah Seminar Nasional Budaya Etnik III, diselenggarakan oleh Univesitas Sumatera Utara, Medan 25 April 2009).
Thomas, Linda dan Shan Wareing. (2007). Bahasa, Masyarakat dan Kekuasaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wardhaugh, R. (2002). An introduction to Sociolinguistics (Fourth Ed.). Oxford: Blackwell Publishers.
.