semester pertama di malory towers karya enid...
Embed Size (px)
TRANSCRIPT

NILAI KARAKTER
PADA NOVEL NEGERI LIMA MENARA KARYA AHMAD FUADI DAN
SEMESTER PERTAMA DI MALORY TOWERS KARYA ENID BLYTON
(Sebuah Kajian Bandingan)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd.)
Oleh
Meidyal Fioleta
109013000109
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
JAKARTA
2014 M/ 1435H




i
ABSTRAK
Meidyal Fioleta, 109013000109, “Nilai Karakter pada Novel Negeri Lima Menara
Karya Ahmad Fuadi dan Semester Pertama di Malory Towers karya Enid Blyton
(Sebuah Kajian Bandingan)”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen
Pembimbing : Jamal D. Rahman, M.Hum. April 2014.
Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah nilai-nilai karakter yang
terkandung dalam novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi dan Semester
Pertama di Malory Towers karya Enid Blyton dan perbandingan karakter pada kedua
novel tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai karakter
yang terkandung dalam novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi dan
Semester Pertama di Malory Towers karya Enid Blyton. Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Sumber data dalam
penelitian ini adalah novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi dan novel
Semester Pertama di Malory Towers karya Enid Blyton.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa novel Negeri Lima Menara karya
Ahmad Fuadi dan Semester Pertama di Malory Towers mengandung nilai-nilai
karakter. Nilai karakter yang ditemukan dalam novel Negeri Lima Menara di
antaranya yaitu religius, ikhlas, disiplin, peduli, mandiri, sabar, kerja keras, tegar,
berani, kasih sayang sesama muslim, berbakti kepada kedua orang tua, menyeru
kebaikan, bersyukur, bersungguh-sungguh, Sedangkan nilai karakter yang
ditemukan pada novel Semester Pertama di Malory Towers yaitu berkepribadian
baik, berani mengakui kesalahan, peduli sosial, setia kawan, bekerja sama,
menghargai prestasi.
Perbandingan karakter pada kedua novel berdasarkan paradigma pendidikan
karakter adalah karakter pada novel Negeri Lima Menara lebih mengarah kepada
paradigma fundamentalis yang dibangun oleh tradisi agama. Karakter yang dibangun
oleh tradisi agama ini adalah karakter manusia yang patuh dan taat kepada nilai-
nilai kebaikan yang mutlak dalam tradisi keagamaan. Agama pada novel ini yaitu
agama Islam. Sedangkan paradigma karakter pada novel Semester Pertama di
Malory Towers lebih mengarah kepada paradigma konservatif yang mendukung
ketaatan terhadap lembaga-lembaga dan proses-proses budaya yang sudah teruji oleh
waktu. Keberhasilan pendidikan dalam paradigma ini diukur dari keberhasilan
peserta didik dalam beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.
Kata kunci : Nilai Karakter, Novel, Kajian Bandingan, Negeri Lima Menara,
Semester Pertama di Malory Towers.

ii
ABSTRACT
Meidyal Fioleta, 109013000109, “Character Values on The Land of Five Towers by
Ahmad Fuadi and First Term at Malory Towers by Enid Blyton (A Comparative
Study).” Majors Indonesian Literature and Language Education. Faculty of Tarbiyah
and Teaching Sciences. UIN SyarifHidayatullah Jakarta . Supervisor: Jamal D.
Rahman, M. Hum. April 2014 .
Issues discussed in this study are the values contained in the novel character of The
Land of Five Towers by Ahmad Fuadi and First Term at Malory Towers by Enid
Blyton and character comparisons in the both of novel . This study aimed to describe
the character values contained in The Land of Five Towers by Ahmad through the
ceremony and the First Term at Malory Towers by Enid Blyton. The method used in
this study is a qualitative method . Sources of data in this study are The Land of Five
Towers by Ahmad Fuadi and First Term at Malory Towers by Enid Blyton .
The results of this study show that The Land of Five Towers by Ahmad Fuadi and
First Term at Malory Towers by Enid Blyton contain character values . Value of
characters found in the novel The Land of Five Towers of them are religious ,
sincere , disciplined , caring , independent , patient , hard working , brave , brave ,
affectionate fellow Muslims , filial to parents , called goodness , grateful , sincere ,
while the value of the character found on the First Term at Malory Towers is a good
personality , dare to admit mistakes , social care , solidarity , working together , to
appreciatethe achievement .
Comparison of the characters in both novels based educational paradigm is a
character in the novel character of The Land of Five Towers more directed to the
paradigm established by the fundamentalist religious traditions . Character is built by
this religious tradition is the human character docile and obedient to the values of
absolute goodness in religious traditions . Religion in this novel is Islam . While the
characters in a novel paradigm in the First Term Malory Towers is more directed to
the conservative paradigm that supports the observance of social institutions and
cultural processes that have been tested by time . Educational success measured in
this paradigm of learner success in adapting to the surrounding environment .
Keywords : Character , Novel , Comparative Studies , The Land of Five Towers,
First Term at Malory Towers.

iii
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis mendapatkan kemudahan dalam menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Nilai Karakter pada Novel Negeri Lima Menara Karya
Ahmad Fuadi dan Semester Pertama di Malory Towers karya Enid Blyton
(Sebuah Kajian Bandingan)”. Salawat dan salam semoga tercurahkan kepada
Nabi Muhammad Saw yang menjauhkan kita dari jalan kegelapan.
Skripsi ini, penulis susun untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan
gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Penulis berharap skripsi ini
dapat bermanfaat bagi kepentingan pembacanya. Dalam penulisan skripsi ini,
penulis tidak luput dari berbagai hambatan dan rintangan. Tanpa bantuan dan
peran serta berbagai pihak, skripsi ini tidak mungkin terwujud. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Dra. Nurlena Rifa’i, M.A., Ph. D., selaku Dekan FITK UIN Jakarta;
2. Dra. Mahmudah Fitriyah Z.A., M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia;
3. Jamal D. Rahman, M. Hum selaku dosen pembimbing skripsi yang sangat
membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas arahan,
motivasi, bimbingan, dan kesabaran Bapak selama ini;
4. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia yang selama ini telah membekali penulis berbagai ilmu
pengetahuan;
5. Papa Asrial yang meskipun telah meninggal 19 tahun yang lalu, namun
jasa-jasanya tak dapat penulis lupakan. Mama Sulfi Lisna yang telah
membesarkan dan memberikan dukungan, serta kedua adik penulis Miche
Leo Fullgita dan Niken Febra yang selalu memberikan semangat dan
membantu penulis dalam berbagai hal.
6. Kepada Tante Khairanil, Azano, Syaza, Elsa, Zigo, atuk dan nenek serta
seluruh keluarga besar.

iv
7. Seluruh mahasiswa PBSI, khususnya kelas C angkatan 2009, terima kasih
atas pengalaman dan pembelajaran berharga yang penulis dapatkan selama
ini. Terima kasih secara khusus penulis sampaikan kepada Bunga
Pramitha, Rusmiatun Fitriah, Seli Mauludani, Suci Bella, dan Midi
Hardiani yang telah mendukung penulis untuk segera menyelesaikan
skripsi ini;
8. Roommates yang selama ini telah menjadi pengganti saudara selama
penulis menempuh pendidikan. Terima kasih Nisa, Yuyun, Shofwah, Iif,
Ria, Vina, Lilis, Miss Nunu, Aliah, Nurris, dan Mae untuk
persahabatannya selama ini.
9. Teman-teman Ikatan Keluarga Mahasiswa Minang Ciputat, Koalisi
Pemuda Hijau Indonesia, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, dan Garuda
Youth Community.
10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga semua yang membantu, memberi dukungan, dan partisipasi
kepada penulis, mendapat pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Aamiin.
Jakata, 28 April 2014
Penulis

v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESEHAN SKRIPSI
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQOSAH
ABSTRAK ........................................................................................................... i
ABSTRACT …………………………………………………………………….ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN ...............................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ...................................................................... 4
C. Batasan Masalah ............................................................................ 4
D. Rumusan Masalah ......................................................................... 4
E. Tujuan Penelitian ........................................................................... 5
F. Manfaat Penelitian ......................................................................... 5
G. Metodologi Penelitian…………………………………………….6
BAB II LANDASAN TEORI ...................................................................... 10
A. Nilai Karakter ............................................................................... 10
B. Novel ............................................................................................. 13
C. Kajian Bandingan .......................................................................... 21
D. Penelitian yang Relevan ................................................................ 25
BAB III ANALISIS NILAI KARAKTER PADA NOVEL NEGERI LIMA
MENARA KARYA AHMAD FUADI DAN SEMESTER PERTAMA
DI MALORY TOWERS KARYA ENID BLYTON
………………………………………………………….....................28
A. BiografiAhmad Fuadi...................................................................28
B. BiografiEnid Blyton.....................................................................29

vi
C. SinopsisNovelNegeriLima Menara..............................................30
D. SinopsisNovel Semester Pertama di Malory Towers...................32
E. Unsur Instrinsik Novel Negeri Lima Menara..............................35
F. Unsur Instrinsik Novel Semester Pertama di Malory
Towers..........................................................................................43
G. Nilai Karakter pada Novel Negeri Lima
Menara.........................................................................................53
H. NilaiKarakter pada Novel Semester Pertama di Malory
Towers..........................................................................................64
I. Kajian Bandingan ........................................................................69
BAB V PENUTUP......................................................................................... 71
A. Simpulan………… ...................................................................... . 71
B. Saran ............................................................................................ ...71
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ ...73
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan menurut John Dewey adalah proses pembentukan
kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan
sesama manusia.1 Tujuan pendidikan dalam hal ini agar generasi muda
sebagai penerus generasi tua dapat menghayati, memahami, mengamalkan
nilai-nilai atau norma-noram tersebut dengan cara mewariskan segala
pengalaman, pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang
melatarbelakangi nilai-nilai dan norma-norma.
Sastra memiliki fungsi ganda, yakni menghibur dan sekaligus
bermanfaat bagi pembacanya. Sastra menghibur dengan cara menyajikan
keindahan, memberikan makna terhadap kehidupan (kematian,
kesengsaraan, maupun kegembiraan) dan menjadi sarana untuk
menyampaikan pesan tentang kebenaran, tentang apa yang baik dan buruk.
Karya sastra dapat dipakai untuk menggambarkan apa yang ditangkap
pengarang tentang kehidupan di sekitarnya. Hal tersebut disebabkan
karena sastra tidak terlahir dari kekosongan budaya. Sastra terlahir dengan
menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan
kehidupan. Sastra dapat membuat anggota masyarakat menyadari berbagai
masalah penting yang terjadi di masyarakat, misalnya, masalah
pendidikan.
Dalam penelitian ini, peneliti mencoba untuk menguraikan nilai-nilai
pendidikan karakter dalam novel karena pendidikan karakter saat ini
adalah hal yang sangat penting bagi terciptanya kesadaran moral yang
1 Masnur Muslich. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional.
Jakarta: PT Bumi Aksara hal 67

2
tinggi dan pembenahan budaya dan karakter positif bangsa yang semakin
lama semakin rapuh. Novel yang memaparkan masalah kehidupan
manusia dengan salah satu tujuan arifnya, yaitu untuk memanusiakan
manusia diharapkan dapat menjadi salah satu media yang dapat menjadi
pembaca atas persoalan yang ada dan menjadi sarana penanaman
pendidikan karakter bangsa secara tidak langsung. Penulis memilih novel
sebagai objek penelitian karena novel merupakan jenis sastra fiksi yang
menarik dengan sifat menghibur dan imajinatif, membuat pembaca seolah-
olah menjadi bagian dalam cerita sehingga pesan yang terkandung di
dalam novel dapat tersampaikan tanpa pembaca merasa digurui oleh
penulis. Selain itu, novel dapat dijadikan salah satu media atau bahan ajar
yang tepat dalam mentransfer sejumlah nilai-nilai kepada siswa. Hal
tersebut berkaitan pula dengan pembelajaran sastra Indonesia di sekolah
khususnya dalam kegiatan mengapresiasi novel.
Pada penelitian ini, penulis memilih novel karya Enid Blyton yang
berjudul Semester Pertama di Malory Towers untuk dibandingkan dengan
novel karya Ahmad Fuadi dalam hal pendidikan karakter. Novel Semester
Pertama di Malory Towers telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
oleh Djokolelono dari judul aslinya yaitu First Term at Malory Towers.
Novel ini terdiri dari 6 seri yakni Semester Pertama di Malory Towers
(First Term at Malory Towers), Kelas Dua di Malory Towers (Second
Form at Malory Towers), Kelas Tiga di Malory Towers (Third Year at
Malory Towers), Kelas Empat di Malory Towers (Upper Four at Malory
Towers), Kelas Lima di Malory Towers (In the fifth at Malory Towers),
Semester Terakhir di Malory Towers (Last Term at Malory Towers).
Namun fokus penelitian hanya pada seri satu yaitu Semester Pertama di
Malory Towers.
Sedangkan Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi ini adalah
sebuah trilogi yang terdiri dari Negeri Lima Menara (2009), Ranah Tiga
Warna (2011), dan Rantau Satu Muara (2013).

3
Penulis memilih kedua novel tersebut karena keduanya bercerita tentang
pendidikan di sebuah sekolah asrama (boarding school). Bedanya, pada
novel Negeri Lima Menara, siswanya laki-laki, sementara pada novel
Semester Pertama di Malory Towers semua siswanya perempuan
A. Identifikasi Masalah
1. Kondisi moral/akhlak generasi muda yang rusak/hancur.
2. Rusaknya moral bangsa dan menjadi akut (korupsi, asusila, kejahatan,
tindakan kriminal pada semua pembangunan).
3. Bergesernya nilai etika dalam kehidupan bermasyarakat.
B. Batasan Masalah
Pembatasan masalah ditujukan agar ruang lingkup penelitian dapat
lebih jelas, terarah sehingga tidak mengaburkan penelitian. Adapun
pembatasan masalah yang akan diteliti adalah fokus kepada pendidikan
karakter yang terdapat pada novel Negeri Lima Menara dan Semester Pertama
di Malory Towers.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut maka dapat dirumuskan masalah yaitu
1. Bagaimana pendidikan karakteryang terdapat pada novel Negeri Lima
Menara karya Ahmad Fuadi?
2. Bagaimana pendidikan karakter yang terdapat pada novel Semester
Pertama di Malory Towers karya Enid Blyton?
3. Bagaimana perbandingan pendidikan karakter yang terdapat pada
kedua novel tersebut?

4
D. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini ada tiga tujuan yang ingin dicapai yaitu
1. Mendeskripsikan pendidikan karakter yang terdapat pada novel Negeri
Lima Menara karya Ahmad Fuadi
2. Mendeskripsikan pendidikan karakter yang terdapat pada novel
Semester Pertama di Malory Towers
3. Mendeskripsikan perbandingan pendidikan karakter pada kedua novel
tersebut.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi para
pembaca baik bersifat teoretis maupun praktis. Adapun manfaat tersebut
adalah
1. Manfaat Teoretis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
terhadap perkembangan ilmu sastra.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
memperkaya penggunaan teori sastra bandingan.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperdalam materi tentang
pendidikan karakter yang terdapat pada kedua novel tersebut.
2. Manfaat Praktis
a. Dapat memberikan masukan untuk menentukan novel yang
sesuaidenganpembentukankarakter yang diinginkan.
b. Dapat menambah penelitian sastrabandingan di Indonesia.

5
F. MetodologiPenelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pada penelitian ini digunakan metode penelitian kualitatif. Metode
penelitian kualitatif pada dasarnya sama dengan metode hermeneutika. Artinya,
baik metode hermeutika, kualitatif, dan analisi isi, secara keseluruhan
memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk
deskripsi. 2
Metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam
hubungannya dengan konteks keberadaannya. Landasan berpikir metode kualitatif
menurut Moleong dalam Teori, Metode, dan Penelitian Sastra; Nyoman Kutha
Ratna adalah paradigma Max Weber, Immanuel Kant, dan Wilhelm Dilthey.3
Objek penelitian bukan gejala sosial sebagai bentuk substansif, melainkan makna-
makna yang terkandung di balik tindakan, yang justru mendorong timbulnya
gejala sosial tersebut. Dalam hubungan inilah metode kualitatif dianggap persis
sama dengan metode pemahaman atau verstehen. Sesuai dengan namanya
penelitian kualitatif mempertahankan hakikat nilai-nilai.
Penelitian ini secara intensif meneliti nilai-nilai pendidikan karakter yang
terdapat pada novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi dan Semester
Pertama di Malory Towers karya Enid Blyton. Hasilnya kemudian dianalisis
secara deskriptif. Penelitian yang menggunakan metode deskriptif merupakan
penelitian yang dilakukan dengan tidak mengutamakan pada angka-angka, tetapi
menggunakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi antarkonsep yang
sedang dikaji secara empiris.Pada metode deskriptif ini data diuraikan dalam
bentuk kata-kata.
2. Objek Penelitian
2 Nyoman Kutha Ratna. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta:Pustaka Pelajar. 2006 .h. 46. 3Ibid., h. 47.

6
Objek penelitian adalah unsur-unsur yang bersama-sama dengan sasaran
penelitian membentuk data dan konteks data. Objek penelitian ini penting bahkan
merupakan jiwa penelitian. Apabila objek penelitian tidak ada, maka tentu saja
penelitian tidak pernah ada. Objek dalam penelitian ini adalah novel Negeri Lima
Menarakarya Ahmad Fuadicetakanpertama 2009 dan Semester Pertama di
Malory Towerskarya Enid Blyton yang diterjemahkanpertama kali kedalambahasa
Indonesia padatahun 1984.
3. Data dan Sumber Data
a. Data
Data penelitian sastra adalah kata-kata, kalimat, wacana. Data pada
penelitian ini adalah data yang berupa kata, kalimat, dan wacana yang
terdapat dalam novel Negeri Lima Menara dan Semester Pertama di
Malory Towers. Data tersebut kemudian dianalisis struktural kedua
karya, kemudian baru diperbandingkan.
b. Sumber Data
Sumber data pada penelitian ini dibedakan menjadi sumber data
primer dan sekunder. Data yang diperoleh dari sumber data tersebut
adalah sebagai berikut:
1). Sumber data primer
Sumber data primer adalah sumber data utama, sumber asli.
Sumber data primer yaitu data yang langsung dan segera diperoleh dari
sumber data oleh penyidik untuk tujuan khusus.
Sumber data primer yang digunakan pada penelitian ini berupa
sumber data tertulis yang terdapat pada novel Negeri Lima Menara dan
Semester Petama di Malory Towers. Data tersebut berupa kata-kata,
kalimat, atau wacana yang mengandung nilai-nilai pendidikan
karakter.

7
Novel Negeri Lima Menara ini diterbitkan untuk pertama kalinya
pada tahun 2009 terdiri dari 46 bab dan 405 halaman. Sedangkan novel
Semester Pertama di Malory Towersterdiri dari 22 bab dan 248
halamandantelahditerjemahkansertaditerbitkankedalambahasa
Indonesia pertama kali padatahun 1984.
2). Sumber data sekunder
Sumber data sekunder merupakan data yang kedua. Data sekunder
merupakan data pelengkap dalam penelitian ini. Selain itu, data
sekunder membantu peneliti dalam menganalisis data primer dalam
sebuah penelitian. Data sekunder dapat berupa buku, jurnal, dan artikel
yang berhubungan dengan objek penelitian.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik pustaka. Penulis mencatat data-data yang diambil dari data primer yang
berkaitan dengan masalah dan tujuan penelitian. Penulis mencoba menelaah kata
demi kata, kalimat demi kalimat, dan wacana yang terdapat pada novel Negeri
Lima Menara dan Semester Pertama di Malory Towers. Adapun langkah-
langkahpengumpulan data tersebut yaitu membaca secara cermat kedua novel
tersebut, kemudian menganalisisunsurinstrinsiknya, mencatat kalimat yang
menggambarkan adanya pendidikan karakter pada kedua novel tersebut, lalu
menganalisis nilai-nilai pendidikan karakter yang ada pada kedua novel tersebut.
Setelah data dianalisis, lalu ditafsirkan, kemudian yang terakhir baru dinilai.
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
pembacaan heuristik dan hermeneutik. Tahap pertama analisis data pada
penelitian ini yaitu melalui pembacaan heuristik yang mana artinya penulis
menginterpretasikan teks novel Negeri Lima Menara dan Semester Pertama di
Malory Towers melalui tanda-tanda linguistik. Caranya yaitu membaca secara

8
cermat dan teliti tiap kata, kalimat, ataupun paragraf dalam kedua novel tersebut
kemudian menandai kata-kata kunci atau gagasan yang berkenaan dengan
pendidikan karakter dengan memberi tanda berupa garis bawah.
Tahap kedua penulis melakukan pembacaan hermeneutik. Hermeneutik
secara sederhana berarti ilmu tafsir.4Hermeneutik sastra termasuk salah satu
pendekatan tafsir sastra yang menggunakan logika linguistik dalam membuat
telaah atas sebuah karya sastra. Logika linguistik membuat penjelasan dan
pemahaman dengan menggunakan makna kata dan selanjutnya makna bahasa
sebagai bahan dasar, serta makna budaya. Hermeneutik sastra bandingan ini
dilakukan dengan sangat hati-hati untuk mencermati makna tekstual dan
kontekstual. Makna tekstual memerlukan pencermatan secara holistik untuk
menangkap hal- hal kontekstual, yaitu makna dibalik teks.
Pada dasarnya medium pesan adalah bahasa. Penafsiran disampaikan
lewat bahasa, bukan bahasa itu sendiri. Karya sastra perlu ditafsirkan sebab di satu
pihak karya sastra terdiri atas bahasa, di pihak lain, di dalam bahasa sangat
banyak makna yang tersembunyi, atau dengan sengaja disembunyikan.5 Jadi pada
tahap ini penulis menafsirkan nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung
dalam sebuah kata atau kalimat.
4Endraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta:Bukupop. 2011.
h. 124. 5Nyoman Kutha Ratna. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 2006. h. 45

9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Karakter
1. Pengertian Karakter
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia karakter diartikan sebagai
tabiat, perangai, dan sifat-sifat seseorang. “Menurur Hurlock, karakter
yaitu keselarasan individu dengan pola-pola kelompok sosial tempat
individu itu hidup sebagai hasil dari kontrol hati nurani terhadap tingkah
laku individu.”1
Nilai-nilai karakter menurut Kemdiknas (2010) yaitu2
a. Religius adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam
melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan
pemeluk agama lain.
b. Jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan
dirinya sebagai orang yang selalu percaya dalam perkataan,
tindakan dan pekerjaan.
c. Toleransi adalah sikap dan tindakan yang menghargai
perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan
orang lain yang berbeda dari dirinya.
d. Disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan
patuh yang pada berbagai ketentuan dan peraturan.
1 Dharma Kesuma, dkk. Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2011. h. 29.
2Agus, Wibowo. Pendidikan Karakter Berbasis Sastra. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.2013. h. 15.

10
e. Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-
sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas,
serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
f. Kreatif adalah berpikir dan melakukan sesuatu untuk
menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah
dimiliki.
g. Mandiri adalah sikap dan perilaku yang tidak mudah
tergantung pada orang lain dalam dalam menyelesaikan tugas-
tugas.
h. Demokratis adalah cara berpikir, bersikap, dan bertindak dan
berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
i. Rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya
ntuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang
dielajarinya, dilihat, dan didengar.
j. Semangat kebangsaan adalah cara berpikir, bertindak, dan
berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
k. Cinta tanah air adalah cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang
tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, dan politik bangsa.
l. Menghargai prestasi adalah sikap dan tindakan yang
mendorong dirinya untuk mengahasilkan sesuatu yang berguna
bagi masyarakat, dan meakui, serta menghormati keberhasilan
orang lain.
m. Bersahabat/komunikatif adalah tindakan yang memperlihatkan
rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama, dengan orang
lain.

11
n. Cinta damai adalah sikap, perkataan, dan tindakan yang
menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas
kehadiran dirinya.
o. Gemar membaca adalah kebiasaan menyediakan waktu untuk
berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
p. Peduli lingkungan adalah sikap dan tindakan yang selalu
berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di
sekitarnya, dan mengembankan upaya-upaya untuk
memperbaiki kerusakan alamyang sudah terjadi.
q. Peduli sosial adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin
member bantuan pada orang lain dan masyarakat yang
membutuhkan.
r. Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang ntuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia
lakuakn, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,
sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Selain nilai karakter yang di atas, ada lagi nilai karakter sebagai
berikut: Ikhlas, sabar, tegar, berbakti kepada orang tua, bersyukur,
dan bersungguh-sungguh.
2. Analisis Persamaan dan Perbedaan Karakter, Akhlak, dan Moral
Akhlak berasal dari bahasa Arab yakni khuluqun yang menurut
logika diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat.
Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan
khalaqun yang berarti kejadian serta erat hubungannya dengan khaliq
yang berarti pencipta dan makhluk yang berarti diciptakan.3 Secara
etimologi akhlak berarti suatu keinginan yang ada di dalam jiwa yang
akan dilakukan dengan perbuatan tanpa intervensi akal/pikiran.
3.Ibid., h. 2.

12
Adapun moral berasal dari bahasa Latin yakni „mores‟ kata
jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan4. Moral ialah sesuai
dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia yang
baik dan wajar. Dari pengertian di atas dapat dilihat persamaan
ketiganya terletak pada fungsi dan peran, yaitu menentukan hukum
atau nilai dari suatu perbuatan manusia untuk ditetapkan baik atau
buruk. Secara rinci persamaan tersebut terdapat dalam tiga hal :
a. Objek yaitu perbuatan manusia
b. Ukuran yaitu baik dan buruk
c. Tujuannya membentuk kepribadian manusia
Adapun perbedaan ketiganya terletak pada:
a. Sumber atau acuan
Moral bersumber dari norma atau adat istiadat. Akhlak
bersumber dari wahyu. Karakter bersumber dari penyadaran
dan kepribadian.
b. Sifat pemikiran
Moral bersifat empiris. Akhlak merupakan perpaduan
antara wahyu dan akal. Sedangkan karakter merupakan
perpaduan antara akal, kesadaran, dan kepribadian.
c. Proses munculnya perbuatan
Moral muncul karena pertimbangan suasana. Akhlak
muncul secara spontan atau tanpa pertimbangan. Karakter
merupakan proses dan bisa mengalami perubahan.
4Ibid., h. 4.

13
B. Novel
1. Pengertian Novel
Novel berasal dari kata Latin novellus yang diturunkan pula dari kata
novies yang berarti “baru”. Dikatakan baru karena kalau dibandingkan
dengan jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi, drama, dan lain-lain, maka
novel ini muncul kemudian. Dalam The American College Dictionary
seperti yang dikutip oleh Henry Guntur Tarigan, novel adalah suatu cerita
prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para
tokoh, gerak serta adegan kehidupan nyata yang representatif dalam suatu
alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.5
Dalam The Advanced Learner’s Dictionary of Current English, novel
adalah suatu cerita dengan suatu alur, cukup panjang mengisi satu buku
atau lebih yang menggarap kehidupan pria dan wanita yang bersifat
imajinatif.6
Virginia Wolf mengatakan bahwa sebuah roman atau novel ialah
terutama sekali sebuah eksplorasi atau suatu kronik penghidupan;
merenungkan dan melukiskan dalam bentuk yang tertentu, pengaruh,
ikatan, hasil, kehancuran, atau tercapainyan gerak gerik manusia. 7
The novel is fictious-fiction, as we often refer to it. It depicts
imaginary characters and situations. A novel may include
references to real places, people, and events, but it cannot contain
only such references and remain a novel. However, even though its
characters and actions are imaginary they are in some senses
‘representative of real life’8
Jadi novel adalah suatu cerita yang bergantung pada tokoh dan
menyajikan lebih dari satu impresi, efek, serta emosi.
5 Henry Guntur Tarigan. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa. 1993. h. 164.
6Ibid., 7 Ibid.,
8Jeremy Hawthorn, Studying the Novel An Introduction, (London: Edward Arnold Ltd,
1989), Cet. IV, h. 1.

14
Dari jumlah kata, novel biasanya novel mengandung 35000 kata
sampai tidak berbatas jumlahnya. Materinyamencakup humor,
petualangan, misteri, realism, drama, detektif, kajianpsikologistokoh,
dansebagainya.9
Menurut Rahmanto, novel seperti halnya bentuk prosa cerita yang
lain, sering memiliki struktur yang kompleks dan biasanya dibangun
dari unsur-unsur yang dapat didiskusikan seperti berikut: (a) Latar, (b)
Perwatakan, (c) cerita, (d) teknik cerita, (e) bahasa, dan (tema).10
2. Jenis Novel
Berdasarkan strukturnya, novel dapat dibagi sebagai berikut11
:
a. Novel plot atau novel kejadian yaitu novel yang lebih
mementingkan plot atau struktur cerita. Novel ini menitikberatkan
pada perkembangan kejadian yang biasanya penuh ketegangan dan
kejutan. Contoh novel ini adalah Surapati oleh Abdul Muis,
Hulubalang Raja oleh Nur Sutan Iskandar, I Swasta Setahun di
Bedahulu A. A. Panji Tisna.
b. Novel watak yaitu novel novel yang menekankan unsur karakter
atau watak pelakunya. Pengarang ingin menggambarkan sifat-sifat
watak seseorang atau beberapa tokoh, sehingga seluruh kejadian
atau cerita dalam novel sangat ditentukan oleh watak tokoh-
tokohnya. Misalnya novel Atheis dari Achdiat Kartamihardja
menggambarkan watak tokoh Hasan yang kurang mendalam
pengetahuan dan keyakinan agamanya, sehingga ketika berhadapan
dengan orang-orag Atheis seperti Anwar, maka keyakinan
agamanya akan goyah. Pengarang menemukan watak tokoh, dan
dari sana muncul cerita.
9Furqonul, Aziz dan Abdul Hasim.MenganalisisFiksiSebuahPengantar.Bogor :Ghalia
Indonesia. 2010. H. 34. 10 B, Rahmanto. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta. Kanisius. 1988. h. 70
11 Sumardjo, Jakob. Memahami Kesusatraan. Bandung: Penerbit Alumni. 1984.

15
c. Novel tematis yaitu novel yang menekankan pada unsur tema atau
persoalan. Karena tema novel begitu banyak maka muncul
beberapa kategori novel dari jenis ini misalnya novel politik, novel
sosial, dan novel keagamaan.
Berdasarkan pola umumnya novel dibagi atas:
a. Novel detektif yaitu novel yang selalu dimulai dengan
pembunuhan, kemudian sang detektif mencari bukti, melacak
pembunuh dan akhirnya ditutup dengan ditemukannya si
pembunuh yang tak disangkasangka pembaca.
b. Novel kriminal yaitu novel yang hampir mirip dengan novel
detektif, hanya saja peranan polisi dan penjahat amat ditekankan,
tak ada detektifnya.
c. Novel Romance yaitu novel yang menekankan kisah percintaan
antara para remaja, biasanya tokoh-tokohnya tampan dan cantik,
muda, kaya, dan penuh dengan kejadian-kejadian cinta yang manis.
d. Novel western yaitu novel yang mengisahkan kehidupan para
cowboy di Amerika Serikat.
3. Unsur Instrinsik Novel
a. Tema
Suatu karya sastra harus memiliki dasar cerita atau tema yang
merupakan sasaran tujuan. Semua unsur cerita seperti penokohan, alur,
dan latar didasari oleh pokok pikiran yang sama. Oleh karena itu tema
merupakan sesuatu yang sangat vital dalam sebuah cerita karena
merupakan inti cerita yang mendasari cerita keseluruhan. Bertolak dari
inti cerita itulah, pengarang mengembangkan cerita menjadi bentuk
yang lebih luas. Adapun menurut Stanton dan Kenny dalam Teori

16
Pengkajian Fiksi: Burhan Nurgiyantoro, tema (theme) adalah makna
yang dikandung oleh sebuah cerita.12
b. Tokoh
Tokoh adalah para pelaku yang terdapat dalam sebuah fiksi.13
Tokoh dalam fiksi merupakan ciptaan pengarang, meskipun dapat juga
berupa gambaran dari orang-orang yang hidup di alam nyata. Oleh
karena itu, dalam sebuah karya sastra tokoh hendaknya dihadirkan
secara alamiah. Dalam arti tokoh-tokoh itu memiliki derajat
lifelikenesss (kesepertian).14
Sama halnya dengan manusia yang ada
dalam alam nyata, yang bersifat tiga dimensi, maka tokoh dalam suatu
fiksi pun hendaknya memiliki dimensi fisiologis, sosiologis, dan
psikologis. Dimensi fisiologis meliputi usia, jenis kelamin, keadaan
tubuh, dan sebagainya. Dimensi sosiologis meliputi status sosial,
pekerjaan, jabatan, peranan di dalam masyarakat, pendidikan, agama,
pandangan hidup, ideologi, aktivitas sosial, organisasi, hobi, bangsa,
suku, dan keturunan. Dimensi psikologis meliputi mentalitas, ukuran
moral, keinginan dan perasaan pribadi, sikap dan kelakuan juga
intelektualitasnya.
Tokoh dalam fiksi biasanya dibedakan menjadi beberapa jenis.
Sesuai dengan keterlibatannya dalam cerita dibedakan antara tokoh
utama (sentral) dan tokoh tambahan (periferal). Tokoh disebut sebagai
tokoh sentral apabila memenuhi tiga syarat yaitu paling terlibat dengan
makna atau tema, paling banyak berhubungan dengan tokoh lain,
paling banyak memerlukan waktu penceritaan.
12 Burhan Nurgiyantoro. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press. 2005. h. 67. 13 Wiyatmi. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta:Pustaka.2006. h. 30. 14Ibid.,

17
c. Alur (Plot)
Menurut Sayuti dalam Wiyatmi, alur adalah rangkaian peristiwa
yang disususun berdasarkan hubungan kausalitas.15
Rangkaian
peristiwa itu merupakan susunan yang membentuk suatu kesatuan
yang utuh. Keutuhan itu juga menyangkut logis atau tidaknya
peristiwa. Peristiwa yang, yang tidak disusun berdasarkan
hukumkausalitas tidak dapat disebut alur, tetapi disebut cerita atau
story. Secara garis besar alur dibagi ke dalam tiga hubungan kausalitas
yaitu awal, tengah, dan akhir.
Plot dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Sesuai dengan
penyusunan peristiwa atau bagian-bagiannya, dikenal plot kronologis
atau plot progresif, dan plot regresif atau flashback atau sorot balik.
Dalam plot progresif peristiwa disusun: awal-tengah-akhir, sementara
pada plot regresif alur disusun sebaliknya, misalnya: tengah-awal-
akhir, atau akhir-awal-tengah. Dilihat dari akhir cerita dikenal plot
terbuka dan plot tertutup. Plot disebut tertutup ketika sebuah cerita
memiliki akhir (penyelesaian) yang jelas.
d. Latar
Menurut Abrams, latar atau setting disebut juga sebagai landasan
tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan
lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diceritakannya.16
Dengan demikian, yang membangun suatu latar
cerita adalah segala keterangan, petunjuk, pengacauan yang berkaitan
dengan ruang, waktu, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu
karya sastra. Latar dapat dipisahkan sebagai berikut:
15. Mochtar, Lubis. Teknik Mengarang. Jakarta:Balai Pustaka. 1960.h. 36. 16 Burhan Nurgiyantoro. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:Gadjah Mada University
Press. 2005. h. 216

18
1) Latar tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi17
.
2) Latar waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya
fiksi.Masalah kapan tersebut biasanya dihubungkan dengan
masalah faktua, waktu yang ada kaitannya, atau dapat dikaitkan
dengan peristiwa sejarah.Pengetahuan dan persepsi pembaca
terhadap waktu sejarah itu kemudian dipergunakan untuk
mencoba masuk ke dalam suasana cerita.Pembaca berusaha
memahami dan menikmati cerita berdasarkan acuan waktu
yang diketahuinya yang berasal dari luar cerita yang
bersangkutan.Adanya persamaan perkembangan dan atau
kesejalanan waktu tersebut juga dimanfaatkan untuk mengesani
pembaca seolah-olah cerita itu sebagai sungguh-sungguh ada
dan terjadi.
Menurut Genett, masalah waktu dalam karya naratif, dapat
bermakna ganda, di satu pihak menyaran pada waktu
penceritaan, waktu penulisan cerita, dan dipihak lain menunjuk
pada waktu dan urutan waktu yang terjadi dan dikisahkan
dalam cerita18
.
3) Latar sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan
dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang
diceritakan dalam karya fiksi. Ia dapat berupa kebiasaan hidup,
adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan
17 18Wahyudi Siswanto. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo. 2008 h. 231.

19
bersikap. Latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh
yang bersangkutan misalnya rendah, menengah, atau atas.
e. Amanat
Amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra ;
pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau
pendengar. Di dalam karya sastra modern amanat ini biasanya
tersirat; di dalam karya sastra lama pada umumnya amanat
tersurat19
.
f. Sudut Pandang
Sudut pandang atau point of view adalah cara pengarang
memandang cerita. Sudut pandang mengandung arti hubungan di
antara tempat pencerita berdiri dengan ceritanya. Hubungan antara
pengarang dan cerita ada dua macam, yaitu hubungan pencerita
“diaan” dengan ceritanya dan hubungan pencerita äkuan” dengan
ceritanya.
Sudut pandang dibedakan menjadi sudut pandang orang
pertama dan orang ketiga. Masing-masing sudut pandang tersebut
kemudian dibedakan lagi menjadi20
:
1) Sudut pandang first person central atau akuan sertaan;
2) Sudut pandang first person peripheral atau akuan taksertaan;
3) Sudut pandang third person omniscient atau diaan maha-tahu;
4) Sudut pandang third person limited atau diaan terbatas.
Pada sudut pandang first person central atau akuan sertaan,
cerita disampaikan oleh tokoh utama, karena cerita dilihat dari
sudut pandangnya, maka dia memakai kata ganti aku. Sementara
itu, penggunaan sudut pandang akuan tak sertaan terjadi ketika
19Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo. 2008. 20 Wiyatmi. Pengantar Kajian Sastra . Yogyakarta: Pustaka. 2006.

20
pencerita adalah tokoh pembantu yang hanya muncul di awal dan
di akhir cerita.
Sementara itu, pada sudut pandang diaan maha tahu,
pencerita berada di luar cerita dan menjadi pengamat yang
mengetahui banyak hal tentang tokoh-tokoh lain. Hal ini berbeda
dengan diaan terbatas, karena hanya tahu dan menceritakan tokoh
yang menjadi tumpuan cerita saja. Penggunaan sudut pandang ini
amat jarang ditemui karena dengan detail tokoh yang terbatas,
cerita menjadi tidak hidup.
C. Kajian Bandingan
Sastra bandingan merupakan kajian sastra di luar batas sebuah negara
dan tentang hubungan di antara sastra dengan bidang ilmu serta kepercayaan
lain. 21
Patokan sastra bandingan seyogianya menitikberatkan pada dua hal.
Pertama, bahasa dan konteks budaya yang dipergunakan. Kedua, asal usul
kewarganegaraan negara pengarang yang dominan tinggal di mana.
Metode sastra bandingan tidak jauh berbeda dengan metode kritik
sastra, yang objeknya lebih dari satu karya. Penekanan sastra bandingan
adalah pada aspek kesejarahan teks. Menurut Yapar dalam bukuMetodologi
Penelitian yang ditulisSuwardi Andaswara sastra bandingan bersifat
positifistik.22
Kajiannya bercorak binari (duaan) dan bertumpu pada rapports
defaitsartinya perhubungan faktual antara dua buah teks yang diteliti secara
pasti. Kegiatan yang dilakukan adalah menganalisis, menafsirkan, dan
menilai. Karena objeknya lebih dari satu, setiap objek harus ditelaah, barulah
hasil tersebut diperbandingkan.
Sementara itu, menurut Sapardi Djoko Darmono dalam bukunya yang
berjudul Pegangan Penelitian Sastra Bandingan penelitian yang
21Suwardi, Endaswara. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta:Center for Academic
Publishing Service. 2013. h. 136. 22Ibid., h. 140.

21
membicarakan dua karya terjemahan dapat dibandingkan tetapi hanya
membicarakan masalah tema dan sama sekali tidak bersangkut-paut dengan
stilistika.23
Dengan menggunakan terjemahan, seharusnya masih bisa
membanding-bandingkan kecendrungan tematik yang ada dalam karya-karya
yang dibandingkan. Pada novel Negeri Lima Menara dan Semester Pertama di
Malory Towers, tema yang dibandingkan adalah pendidikan karakter dalam
kedua novel tersebut.
1. Perbandingan Berdasarkan Paradigma Pendidikan Karakter
Secara sederhana paradigma dapat diartikan sebagai kacamata
atau alat pandang. Sedangkan secara akademis menurut Fakih seperti
yang dikutip oleh Bagus Mustakim dalam bukunya yang berjudul
Pendidikan Karakter Membangun Delapan Karakter Emas Menuju
Indonesia Bermartabat menjelaskan bahwa paradigma merupakan
konstelasi teori, pendekatan, serta prosedur yang dipergunakan oleh
suatu nilai dan tema pemikiran. 24
Konstelasi ini dikembangkan dalam
rangka memahami kondisi sejarah dan sosial untuk memberikan
kerangka konsepsi dalam memberi makna terhadap realitas. .
Paradigma menjadi tempat berpijak dalam melihat suatu
realitas.Kekuatan paradigma terletak pada kemampuannya membentuk
realitas yang dilihat, menemukan masalah, serta menyelesaikan
masalah itu.
Pendidikan karakter yang dipraktikkan dalam sejarah umat
manusia memiliki teori, pendekatan, serta prosedur khusus, yang
menghasilkan pola pendidikan yang berbeda-beda. Paradigma itu
digunakan untuk mengkonstruksi suatu praktik pendidikan yang pada
23
Sapardi,DjokoDamono. PeganganPenelitianSastraBandingan. Jakarta: PusatBahasa.
2005. h. 12 24
Bagus, Mustakim. Pendidikan Karakter Membangun Delapan Karakter Emas Menuju
Indonesia Bermartabat. Yogyakarta: Samudera Biru. 2011. H. 37

22
akhirnya melahirkan realitas yang berbeda-beda sesuai karakter yang
ingin dibangun.
Berdasarkan karakter tersebut maka pendidikan karakter
digolongkan kepada paradigma berikut:
a. Paradigma fundamentalis
Fundamentalis menurut KBBI adalah paham yang
cenderung untuk memperjuangkan sesuatu secara
radikal.25
Sementara menurut Bagus Mustakim dalam bukunya
yang berjudul Pendidikan Karakter Membangun Delapan Karakter
Emas Menuju Indonesia Bermartabat menjelaskan bahwa
paradigma fundamentalis dibangun oleh tradisi agama26
.
Paradigma ini mendasar proses pendidikan karakter pada
kebenaran yang diwahyukan Tuhan. Karakter yang dibangun
adalah karakter manusia yang patuh dan taat kepada nilai-nilai
kebaikan yang mutlak dalam tradisi keagaamaan.
Paradigma fundamentalis membimbing peserta sekolah ke
arah kepatuhan terhadap Tuhan, melestarikan tradisi-tradisi yang
bersumber dari wahyu Tuhan, sekaligus menciptakan generasi-
generasi baru penyampai wahyu Tuhan. Sekolah melakukan misi
itu dengan jalan memberikan pengetahuan-pengetahuan tentang
Tuhan, tatacara peribadatan kepada Tuhan, serta hidup
berdasarkan aturan dan keinginan Tuhan.
Sekolah berparadigma fundamentalis mengembangkan
proses pembelajarannya secara dogmatis dan doktriner. Paradigma
ini menekankan peran sentral pelatihan rohaniah sebagai landasan
pembangunan karakter yang tepat. Guru ditempatkan sebagai pusat
belajar dan dianggap sebagai pihak yang paling mengetahui
25
Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-4. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama. 2008. 26
Opcit.h. 38,

23
kehendak Tuhan. Siswa diharuskan menerima seluruh kebenaran
yang disampaikan guru dengan penuh keyakinan.
b. Paradigma konservatif
Konservatif menurut KBBI adalah paham politik yang
ingin mempertahankan tradisi dan stabilitas sosial, melestarikan
pranata yang sudah ada, menghendaki perkembangan setapak semi
setapak, serta menantang perubahan yang radikal.27
Sementara
menurut Bagus Mustakim dalam bukunya yang berjudul
Pendidikan Karakter Membangun Delapan Karakter Emas Menuju
Indonesia Bermartabat menjelaskan bahwa konservatif pada
dasarnya adalah posisi yang mendukung ketaatan terhadap
lembaga-lembaga dan proses-proses budaya yang sudah teruji oleh
waktu.28
Liberalisme Eropa yang dibangun di atas humanism dan
modernisme mewarisi sifat-sifat konservatif ini. Lembaga dan
proses budaya yang dijadikan orientasi dalam liberalisme bukanlah
wahyu sebagaimana dalam paradigma fundamentalis, melainkan
konstruksi sosial dan budaya modern yang terbentuk oleh
modernism Barat.
Budaya modern dibangun di atas humanism dan
rasionalisme modern yang memposisikan manusia sebagai pusat
realitas.Manusia dipandang sebagai makhluk yang memiliki bakat,
kapasitas, dan potensi manusia, sebagai landasan pembangunan
karakter yang tepat. Dalam pandangan modernis Barat, budaya
modern ini dinilai sebagai budaya unggul dan dominan di antara
kebudayaan-kebudayaan yang lain.
Tugas guru, dalam pembelajaran konservatif, bertindak
sebagai pembimbing. Guru membimbing siswa agar dapat
27
Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-4. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama. 2008.
28
Ibid., h. 39

24
memperoleh informasi dan pengalaman belajar sebanyak-
banyaknya. Melalui informasi dan pengalaman inilah siswa bisa
mengenal dan memperoleh beragam nilai tentang modernism.
Tujuannya adalah agar nilai-nilai itu dapat digunakan oleh peserta
didik dalam proses adaptasi dengan pola social dan tradisi modern.
Keberhasilan pendidikan dalam paradigma ini diukur dari
keberhasilan peserta didik dalam beradaptasi dengan lingkungan
sekitarnya.
c. Paradigma kritis
Paradigma kritis dibangun di atas pandangan yang menganggap
realitas sebagai sesuatu yang pluralistic.Paradigma kritis
menilai bahwa pola sosial dan tradisi yang dibangun di atas
modernisasi tidak bisa dijadikan sebagai ukuran universal bagi
semua realitas.Pola sosial dan tradisi yang sudah mapan perlu
dievaluasi secara kritis.Bagi paradigm kritis sekolah diarahkan
agar berperan aktif dalam menciptakan suatu perubahan.
Peran sentral sekolah, memang sama seperti dalam paradigm
konservatif yakni, sebagai latihan intelktual. Akan tetapi arah
latihannya berbeda. Paradigma konservatif membangun
intelektualitas dalam rangka proses adaptasi terhadap nilai-nilai
yang sudah mapan, sementara paradigma kritis mengarah pada
peran aktif untuk ikut serta mengkritisi dominasi pola sosial
dan tradisi modern menuju perubahan yang lebih adil.
Pendidikan dengan paradigm kritis bertugas melatif peserta
sekolah agar mampu mengidentifikasi ketidakadilan sistemik
dan structural, sekaligus menemukan cara
mentransformasikannya. Pendidikan berkewajiban untuk
menciptakan ruang dan kesempatan agar peserta didik terlibat
dalam suatu proses penciptaan sistem dan struktur baru yang
lebih adil.

25
D. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan memuat penelitian-penelitian yang terdahulu
relevan dengan topik penelitian. Penelitian-penelitian tersebut diuraikan
sebagai berikut: Analisis pada novel Negeri Lima Menara telah dilakukan di
antaranya oleh Nur Kholis Hidayah yang berjudl Nilai-nilai Moral dalam
novel Negeri Lima Menara Karya Ahmad Fuadi.29
Hasil penelitiannya adalah
nilai moral ketuhanan dalam novel Negeri Lima Menara karya A.
Fuadimeliputi nilai moral ketuhanan positif dan nilai moral ketuhanan
negatif.Segalatindakan yang didasarkan atas ibadah kepada Allah merupakan
nilai positif.Adapun tindakan yang didasarkan atas sesuatu selain Allah,
termasuk di dalamnyaperilaku atas kehendak sendiri, merupakan nilai moral
ketuhanan negatif.Nilai moral ketuhanan positif meliputi (1) ikhlas, (2)
tawakkal, dan (3)takwa kepada Allah.Perilaku ikhlas ditunjukkan dengan
perilaku tanpamengharap imbalan apapun kecuali mengharap ridho dari Allah.
Sikap ikhlas paratokoh dalam novel Negeri Lima Menara merupakan
implementasi dari perintahAllah dalam surat (Al-Dzariyat :56). Keyakinan
bahwa manusia diciptakan hanyauntuk mengabdi kepada Allah, menjadikan
para ustad di PM ikhlas menjadi khalis(mengajar hanya karena ibadah kepada
Allah) tanpa mengharap imbalan gajisedikitpun.Nilai moral ketuhanan negatif
meliputi (1) shalat karena takut kepadapetugas keamanan, (2) tergesa-gesa
dalam berdoa, dan (3) berdoa untukmelunakkan hati seseorang.Shalat yang
dikerjakan bukan karena Allah termasuknilai moral negatif.Perilaku tersebut
tercermin melalui tokoh Aku (Alif) yangmengerjakan shalat karena takut
dengan petugas keamanan bernama Tyson, tidakdidasarkan pada kewajiban
ibadah kepada Allah.
Sudjadi dalam analisisnya Nilai-nilai Karakter dalam Novel Negeri
Lima Menara,30
hasil penelitiannya menunjukkanbahwa dalam novel Negeri 5
Menarakarya A. Fuadi terdapat nilai-nilaikarakter seperti: Nilai karakter
29
Hidayah, Nur Kholis. Nilai-nilai Moral dalam Novel Karya Ahmad Fuadi. Skripsi pada
Universitas Negeri Malang 30Sudjadi .Nilai Karakter dalam Novel Negeri Lima Menara.Skripsi pada program studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

26
cintaTuhan/religius, nilai karakterdisiplin, nilai karakter disiplin, nilaikarakter
kerja keras, dan nilaikarakter tanggung jawab.Nilai karakter religius
yangterdapat dalam novel Negeri 5Menara karya A. Fuadi tercermindalam
sikap atau pola pikir seringmenggunakan ungkapan Islamis;rajin beribadah;
sikap dan perkataandilandasi nilai keagamaan atauIslami; taat dan patuh
kepada orangtua; melakukan kegiatan yangdidasari semangat ridho Tuhan;
sertaikhlas melaksanakan ibadah, tugasdan pekerjaanNilai Karakter Disiplin
yangterkandung dalam novel Negeri 5Menara karya A. Fuadi tercermindalam
sikap dan pola pikir: taat padatatatertib; sangat menghargai waktu;taat kepada
berbagai ketentuan yangberlaku; tertib dalam menjalankanibadah; konsisten
dalam menjalankantugas. Cerminan sikap ini dilukiskandalam novel Negeri 5
Menara karyaA. Fuadi.Nilai karakter mandiri yangterkandung dalam novel
Negeri 5Menara karya A. Fuadi tercermin novel Negeri 5 Menara karya
A.FuadiMaya Martha Eka Putri (2010) mahasiswa Universitas Andalas dalam
skripsinya yang berjudul Amanat dalam Novel Negeri Lima Menara Karya
Ahmad Fuadi (Tinjauan Struktural).31
Simpulan amanat dari hasil penelitian
siapa yang bersunggguh-sungguh pasti sukses.Sementara itu, untuk novel
Semester Pertama di Malory Towers belum ada penelitian tentang novel
tersebut.
Persamaan penelitian ini dari beberapa penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya adalah pengkajian dilakukan pada nilai-nilai yang terdapat pada
novel tersebut khusunya nilai karakter.Adapun perbedaan pada penelitian ini
adalah nilai karakter yang ditemukan pada novel Negeri Lima Menara tersebut
kemudian dibandingkan dengan novel Semester Pertama di Malory Towers.
31Putri, Martha Eka. Amanant dalam Novel Negeri Lima Menara Karya Ahmad Fuadi (Tinjauan
Struktural).Skripsi pada Fakultas Sastra Universitas Andalas. 2010

27
BAB III
ANALISIS PENDIDIKAN KARAKTER
PADA NOVEL NEGERI LIMA MENARA KARYA AHMAD FUADI
DAN SEMESTER PERTAMA DI MALORY TOWERS KARYA ENID
BLYTON
A. Biografi Ahmad Fuadi
Ahmad Fuadi lahir di Bayur, kampung kecil di pinggir Danau Maninjau tahun
1972, tidak jauh dari kampung Buya Hamka. Fuadi merantau ke Jawa mematuhi
permintaan Ibunya untuk masuk sekolah agama. Di Pondok Modern Gontor dia
bertemu dengan kiai dan ustad yang diberkahi keikhlasan mengajarkan ilmu hidup
dan ilmu akhirat. Gontor pula yang mengajarkan kepadanya “mantra” sederhana
yang sangat kuat, man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh akan
sukses. Lulus kuliah Hubungan Internasional UNPAD, dia menjadi wartawan
majalah Tempo. Kelas jurnalistik pertamanya dijalani dalam tugas-tugas reportase
di bawah bimbingan para wartawan senior Tempo. Tahun 1999, dia mendapat
beasiswa Fulbright untuk kuliah S-2 di School of Media anad Public Affairs,
George Washington University, USA. Merantau ke Washington DC bersama
Yayi, istrinya –yang juga wartawan Tempo- adalah mimpi masa kecilnya yang
menjadi kenyataan. Sambil kuliah, mereka menjadi koresponden Tempo dan
wartawan Voice of America (VOA).1
Tahun 2004 Ahmad Fuadi mendapatkan beasiswa Chevening Award untuk
belajar di Royal Holloway, University of London untuk bidang film dokumenter.
Seorang scholarship hunter, Fuadi selalu bersemangat melanjutkan sekolah
dengan mencari beasiswa. Sampai sekarang, Fuadi telah mendapatkan 9 beasiswa
untuk belajar di luar negeri. Dia telah mendapat kesempatan tinggal dan belajar di
Kanada, Singapura, Amerika Serikat, Inggris, dan Italia. Penyuka fotografi ini
1 “Biografi Ahmad Fuadi” http://negeri5menara.com/penulis/ diunduh pada tanggal 8
November 2013

28
pernah menjadi Dirktur Komunikasi The Nature Conservancy, sebuah NGO
konservasi internasional.
Novel perdananya –Negeri 5 Menara- telah mendapatkan beberapa
penghargaan, antara lain Nominasi Khatulistiwa Award 2010, Penulis & Buku
Fiksi Terfavorit versi Anugerah Pembaca Indonesia, Buku Fiksi & Penulis Fiksi
Terbaik 2011 dari Perpustakaan Nasional. Negeri 5 Menara juga telah diadaptasi
ke layar lebar dengan judul yang sama, dan menjadi salah satu film terlaris tahun
2012. Selain Negeri Lima Menara, novel Ahmad Fuadi yang lainnya yaitu Ranah
Tiga Warna (2011), dan Rantau Satu Muara (2013) yang merupakan lanjutan
dari novel sebelumnya, Negeri Lima Menara.
Ahmad Fuadi kini sibuk menulis, jadi pembicara dan motivator, serta
membangun yayasan sosial untuk membantu pendidikan orang yang tidak mampu
–Komunitas Menara.
B. Biografi Enid Blyton
Enid Blyton (lahir 11 Agustus1897 – meninggal 28 November1968) adalah
seorang penulis buku cerita anak berkebangsaan Inggris yang populer yang juga
dikenal sebagai Mary Pollock. Ia adalah salah satu penulis buku cerita anak yang
paling terkenal pada generasinya. Ia seorang penulis produktif yang telah
menghasilkan lebih dari 400 buku selama hidupnya. Ia telah menjual lebih dari
600 juta kopi bukunya. Dia lahir pada akhir tahun 1890an dan dibesarkan di
Buckingham. Ayahnya berharap ia menjadi seorang pianis, tetapi ia lebih memilih
untuk menjadi penulis buku anak-anak.
Pada tahun 1924, Enid Blyton menikah dengan suami pertamanya H.A.
Pollock dan memiliki 2 orang anak. Pada tahun 1943, ia menikah dengan
suaminya yang kedua yang bernama Kenneth Waters.
Cerita pertamanya diterbitkan oleh George Newness dan ia mulai terkenal
lewat ceritanya di majalah anak-anak, Sunny Stories.

29
C. Sinopsis Novel Negeri Lima Menara
Novel Negeri Lima Menara berkisah tentang enam orang sahabat yang
bersekolah di Pondok Madani (PM), Ponorogo, Jawa Timur. Mereka dengan
sungguh-sungguh akhirnya berhasil meraih mimpinya yang awalnya dinilai terlalu
tinggi. Mereka adalah Alif Fikri Chaniago, Raja Lubis, Said Jufri, Dulmajid,
Atang, dan Baso Salahuddin.
Alif adalah seorang anak dari sebuah kampung yaitu Desa Bayur yang
terletak di dekat Danau Maninjau, Sumatera Barat. Alif baru saja lulus dari SMP
dan ia ingin melanjutkan pendidikannya di SMA Negeri dan kemudian ke ITB
Bandung untuk mewujudkan impiannya menjadi seorang pakar dan ahli iptek.
Ia tak ingin seumur hidupnya tinggal di kampung dan mempunyai cita-cita
untuk merantau. Ia ingin melihat dunia luar dan ingin sukses seperti sejumlah
tokoh yang ia baca di buku atau mendengar cerita temannya di desa. Tapi orang
tuanya menginginkan Alif mendalami ilmu agama dan menjadi seseorang yang
bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Melalui Amak (ibunya), Alif diminta untuk
meneruskan pendidikan ke pesantren yaitu Pondok Madani di sudut Kota
Ponorogo, Jawa Timur.
Keinginan itu juga merupakan keinginan ayahnya, yang diperkuat oleh
pernyataan dari “Mak Etek” atau paman yang sedang kuliah di Kairo.
Keluarga mengharapkan Alif bisa bermanfaat bagi masyarakat seperti
Bung Hatta dan Buya Hamka. Namun Alif sendiri ingin menjadi seseorang yang
menguasai teknologi tinggi seperti B.J. Habibie.
Dengan setengah hati, akhirnya berangkat juga Alif ke Pondok Pesantren
atas saran dari keluarganya. Dia bersama ayahnya naik bus tiga hari tiga malam
melintasi Sumatera dan Jawa menuju sebuah pesantren yang bernama Gontor.
Ketika sampai, kesan pertama yang Alif dapatkan yaitu tempat yang
aturannya sangat ketat. Apalagi ada keharusan mundur setahun untuk kelas
adaptasi. Alif menguatkan hati untuk mencoba menjalankan setidaknya tahun

30
pertama di Pondok Madani ini. Seiring berjalannya waktu Alif mulai bersahabat
dengan teman sekamarnya, Baso dari Gowa, Atang dari Bandung, Raja dari
Medan, Said dari Surabaya, dan Dulmajid dari Madura.
Keenam anak yang menuntut ilmu di Pondok Madani Gontor ini setiap
sore mempunyai kebiasaan unik yaitu menjelang azan magrib berkumpul di
bawah menara masjid sambil melihat ke awan. Ketika membayangkan awan
itulah mereka melambungkan impiannya. Misalnya Alif membayangkan awan itu
berbentuk seperti benua Amerika, sebuah negara yang ingin dikunjunginya setelah
lulus nanti. Begitu pula yang lainnya membayangkan awan itu seperti negara Arab
Saudi, Mesir dan Benua Eropa.
Berawal dari kebiasaannya berkumpul di bawah menara masjid tadi,
mereka berenam pun menamakan diri Sahirul Menara, artinya pemilik menara.
Di Pondok Madani itu ada ungkapan luar biasa yang selalu diingat oleh
Alif. Ungkapan itu disampaikan oleh salah seorang guru bernama Ustad Salman
yaitu “Man jadda wa jada” yang artinya siapa yang bersungguh-sungguh pasti
akan berhasil. Ungkapan tersebut sangat bermakna bagi enam sahabat ini.
Kemudian mereka mulai memiliki impian dan bertekad untuk meraihnya.
Di Pondok Pesantren mereka dididik sangat ketat. Mulai dari keharusan
berbicara menggunakan bahasa Arab atau Inggris dan akan dihukum jika
menggunakan bahasa Indonesia.
Mereka juga dilatih dengan disiplin yang sangat ketat. Semua siswa harus
tepat waktu dalam segala aktivitas. Kalau terlambat beberapa menit saja langsung
mendapatkan hukuman. Dari proses belajar dan ungkapan dari Pondok Madani
itulah keenam sahabat itu jadi memiliki cita-cita besar.
Mereka masing-masing memiliki ambisi untuk menaklukkan dunia. Mulai
dari tanah Indonesia lalu ke Amerika, Asia, atau Afrika. Di bawah menara
Madani, mereka berjanji dan bertekad untuk menaklukkan dunia dan menjadi
orang besar yang bermanfaat bagi banyak orang.

31
Tapi sayang, salah seorang dari sahabat tersebut yaitu Baso harus keluar
dari pesantren. Ia meninggalkan Pondok Madani untuk menjaga neneknya dan
berusaha menghafal Alquran di kampungnya.
Waktu terus berjalan, Sahibul Menara yang lain terus melanjutkan
pendidikan di Pondok Madani. Hari ke hari terasa makin indah bagi mereka.
Makin banyak manfaat yang mereka peroleh, baik dari persahabatan mereka, mau
pun dari sistem pendidikan yang sangat baik. Hingga akhirnya mereka bisa meraih
mimpi yang selama ini hanya bayangan.Mereka membuktikan bahwa mereka bisa
menaklukkan dunia. Mereka kemudian bernostalgia dan membuktikan impian
mereka ketika melihat awan di bawah menara masjid Pondok Pesantren Madani,
Jawa Timur. Ternyata bagi mereka, menempuh pendidikan di pesantren
mempunyai makna indah yang tak ternilai. Alif yang tadinya beranggapan
pesantren itu kampungan dan kuno, ternyata salah besar. Pendidikan di pesantren
sangat menjunjung tinggi disiplin sehingga mencetak generasi yang bertanggung
jawab dan mempunyai komitmen.
Apalagi di pesantren, jiwa dan gelora muda para santri disulut dan dibakar
oleh para ustad agar tidak gampang menyerah. Secara rutin, setiap pagi
didengungkan kata-kata sakti “Man jadda wa jada”. Alif menjadi bersyukur dan
berterima kasih kepada Amaknya yang telah menyuruhnya melanjutkan sekolah
di pesantren.
D. Sinopsis Novel Semester Pertama di Malory Towers
Novel Semester Pertama di Malory Towers menceritakan tentang
kehidupan Darrel Rivers bersama teman-temannya di sekolah Malory Towers.
Sekolah Malory Towers adalah sekolah berasrama khusus untuk murid-murid
wanita yang terdiri dari empat menara yaitu Menara Utara, Menara Selatan,
Menara Barat, dan Menara Timur. Darrel Rivers bersama 9 orang temannya
ditempatkan di Menara Utara. Teman-teman Darrel Rivers di Menara Utara
bernama Alicia Johns, Gwendoline, Sally Hope, Mary-Lou, Irene, Jean, Emily,
Violet, dan Katherine sebagai ketua kamar.

32
Sekolah Malory Towers terletak di tepi pantai, di mana tenis dan renang
merupakan kegiatan utamanya. Darrell berangkat ke sekolah ini diantar oleh
ibunya dengan naik kereta api. Di dalam kereta api Darrell mendapat teman yang
bernama Alicia yang nakal tapi cerdas dan gemar melakukan berbagai muslihat
untuk menjebak guru-gurunya.
Di Malory Towers itu juga terdapat seorang anak yang manja, suka
membual, dan berhati keji yang bernama Gwendoline. Gwendoline belum pernah
sekolah. Sebelumnya ia belajar di rumah dengan guru pribadinya yang bernama
Nona Winter. Oleh karena itu, Gwendoline sangat susah beradaptasi di Malory
Towers. Ia tidak punya sahabat dekat kaena sifatnya yang buruk.
Hari pertama masuk sekolah, Darrell bersama teman-temanya berkenalan
dengan guru-gurunya. Setelah satu minggu Darrell dan teman-temannya sudah
dapat menyesuaikan diri di sekolahnya. Setelah beberapa minggu di sana semua
anak sudah saling kenal bahkan seperti keluarga sendiri. Mereka selalu berkumpul
bersama untuk berbincang-bincang tetapi setiap kali mereka berbincang-bincang
pasti Alicia selalu membuat lelucon.
Suatu hari Darrell tak bisa menguasai diri karena Gwendoline menubruk
Mary-Lou dan Mary-Lou terjatuh kedalam kolam renang. Tidak hanya itu,
Gwendoline juga membenamkan Mary-Lou kuat-kuat ke dalam air. Semua teman-
teman Darrell heran karena Darrell yang tenang itu bisa marah. Setelah
pertengkaran itu, akhirnya Darrell dan Gwendoline saling meminta maaf. Karena
takut, setiap hari Mary-Lou selalu mengikuti Darrell.
Akibat terlalu lalu lama menyelam Alicia menjadi tuli untuk beberapa
waktu. Alicia mendapat masalah baru yaitu tidak dapat mendengar.
Setiap hari Mary-Lou selalu membereskan lemari kecil milik Darrell tetapi
hal itu malah membuat Darrell menjadi kesal karena Mary-Lou mengubah-ubah
susunan barang yang ada di dalam lemari. Ternyata Gwendoline masih
mempunyai niat jahat kepada Mary-Lou.Gwendoline pura-pura bersahabat dengan
Mary-Lou. Padahal di belakang itu semua, ia selalu membuat susah Mary-Lou.
Gwendoline menaruh laba-laba di laci Mary-Lou. Ternyata laba-laba itu merayap

33
di kaki Gwendoline dan Gwendoline sangat ketakutan. Dalam satu minggu
tersebut yang paling sedih adalah Mary-Lou karena ia selalu mendapatkan
masalah akibat ulah Gwendoline.
Tibalah waktu untuk menerima rapor tengah semester. Anak-anak sangat
senang karena bisa bertemu dengan orang tua mereka. Saat tingkatan rapor
dibacakan Darrell sangat kecewa karena Darrell berada diurutan kesepuluh dari
bawah.
Semua anak bahagia, kecuali Mary-Lou yang sedih karena orang tuanya
tidak bisa datang. Tetapi teman-teman Mary-Lou tidak mau ada temannya yang
sedih, maka Mary-Lou diajak bergabung dengan keluarga mereka.
Suatu hari Darrell bertengkar dengan Sally, Darrell mendorong Sally
sampai–sampai Sally masuk rumah sakit. Saat mendengar Sally masuk rumah
sakit Darrell menjadi lemas. Gara-gara dia Sally masuk rumah sakit. Darrel
terkejut senang saat melihat ayahnya menjenguknya. Tapi perasaan itu tiba-tiba
hilang saat ia mengingat apa yang telah dilakukannya pada Sally. Melihat Darrell
yang tiba-tiba sedih ayahnya curiga kenapa anaknya tiba-tiba sedih. Darrell tidak
mau menjawab, akhirnya beberapa saat kemudian Darrell mau mengatakan apa
yang sebenarnya terjadi. Ia menceritakan kepada ayahnya kalau ia telah
mendorong Sally sampai-sampai Sally masuk rumah sakit. Lalu ayah Darrell
tersenyum karena Sally masuk rumah sakit bukan karena didorong oleh Darrell,
tetapi karena Sally sakit usus buntu. Darrell pun merasa lega.
Sally dan Darrel sepakat membuat rencana untuk Mary-Lou agar ia tidak
penakut lagi. Darrel akan berpura-pura tenggelam di kolam renang dan ia akan
meminta Mary-Lou untuk melempar ban penyelamat. Tapi yang terjadi sungguh
di luar dugaan. Mary-Lou tidak melempar ban itu, tetapi ia langsung berenang
menyelamatkan Darrel. Ini membuktikan bahwa sebenarnya Mary-Lou anak yang
pemberani.
Teman-temannya banyak yang menyanjung Mary-Lou. Hal ini
menimbulkan rasa iri pada Gwendoline. Ia pun jengkel dan merusak pulpen Mary-
Lou lalu membuat seolah-olah Darrel lah yang melakukannya. Semua orang

34
percaya Darrel yang melakukan itu, tetapi tidak dengan Sally Hope dan Mary-
Lou. Mary-Lou lalu mencari bukti dan menemukan bahwa Gwendoline lah yang
telah merusak pulpennya, bukan Darrel. Gwendoline akhir harus mengganti
pulpen Mary-Lou. Ia pun dibenci teman-temannya.
Semester pertama pun hampir berakhir. Darrel merasa cukup puas dengan
hasil yang diperolehnya. Gwendoline yang belajar keras selama tiga minggu
terakhir menampakkan perubahan pada nilai-nilainya. Hari libur pun tiba, semua
siswa Malory Towers kembali ke rumahnya masing-masing.
E. Unsur Instrinsik Novel Negeri Lima Menara
1. Tema
Tema yang disampaikan pengarang melalui novel Negeri Lima
Menara adalah perjuangan seorang anak dalam mencapai cita-cita melalui
sebuah mantra man jadda wa jadasebagaimana kutipan berikut.
Dulu kami melukis langit dan membebaskan imajinasi itu
lepas membumbung tinggi. Aku melihat awan yang seperti benua
Amerika, Raja bersikeras awan yang sama berbentuk Eropa,
sementara Atang tidak yakin dengan kami berdua, dan sangat
percaya bahwa awan itu berbentuk benua Afrika. Baso malah
melihat semua ini dalam konteks Asia, sedangkan Said dan
Dulmajid sangat nasionalis, awan itu berbentuk peta Negara
kesatuan Indonesia. Dulu kami tidak takut bermimpi, walau
sejujurnya juga tidak tahu bagaimana merealisasikannya.Tapi
lihatlah hari ini. Setelah kami mengerahkan segala ikhtiar dan
menggenapkan dengan doa, Tuhan mengirim benua impian ke
pelukan masing-masing. Kun fayakun, maka semula awan impian,
kini hidup yang nyata. Kami berenam telah berada di lima Negara
yang berbeda. Di lima menara impian kami. Jangan pernah
meremehkan impian, walau setinggi apapun.Tuhan sungguh Maha
Mendengar.Man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh
akan berhasil.

35
2. Tokoh
a. Tokoh sentral
1) Alif
Alif adalah seorang remaja laki-laki yang baru menamatkan
sekolahnya di MTs. Ia adalah lelaki yang penurut sebagaimana kutipan
berikut : “Selama ini aku anak penurut”.2 Ia menurut saja pada saat ibunya
memintanya bersekolah di madrasah tsanawiyah. Akan tetapi, Alif
memberontak ketika Amak memintanya untuk kembali melanjutkaan
sekolah di madrasah yaitu madrasah aliyah. Kali ini, Alif memberontak
karena tidak sesuai dengan keinginannya untuk melanjutkan ke SMA.
Namun pada akhirnya Alif menuruti kehendak ibunya untuk masuk
sekolah agama. Ia memilih Pondok Madani sebagai tempatnya menuntut
ilmu. Alif juga merupakan sosok yang memiliki sifat ragu-ragu. Walaupun
ia sendiri yang memilih untuk melanjutkah sekolah di Pondok Madani
tetapi ia sendiri tidak yakin dengan keputusannya itu. Berikut kutipannya:
“Bahkan sesungguhnya aku sendiri belum yakin betul dengan keputusan
ini.” 3 Selain penurut dan ragu-ragu Alif merupakan anak yang teliti. Hal
ini digambarkan sebagaimana kutipan berikut :“Sejenak, aku cek lagi
kalau semuanya telah rapi dan licin, tidak ada gombak dan kusut” 4
2) Dulmajid
Dulmajid merupakan lelaki yang mandiri. Ketika santri lain di antar
orang tuanya ke Pondok Madani, Dulmajid justru berangkat sendiri.“Tentu
saja saya datang sendiri.” 5 Begitu kata Dulmajid saat Alif menanyakan
dengan siapa ia datang. Dulmajid juga merupakan anak yang mempunyai
semangat belajar yang tinggi. Hal itu pun diakui tokoh Aku sebagaiamana
kutipan berikut: “Animo belajarnya memang maut. ” 6 Tokoh Aku juga
mengakui Dulmajid sebagai orang yang jujur keras dan setia kawan. “Aku
2 Ibid., h. 11. 3 Ibid., h. 18. 4 Ibid., h. 84. 5 Ibid., h. 27. 6 Ibid., h. 46.

36
menyadari dia orang paling jujur, paling keras, tapi juga paling setia
kawan yang aku kenal.” 7
3) Raja
Raja adalah seorang lelaki yang percaya diri seperti kutipan
berikut: “Raja Lubis yang duduk di meja paling depan maju dengan penuh
percaya diri.” 8Ia juga merupakan lelaki yang ekspresif “…tampak
mengayun-ayunkan tinjunya diudara sambil berteriak “Allahu Akbar!”
9Selain percaya diri dan ekspresif, Raja juga merupakan seorang lelaki
yang pantang menyerah seperti kutipan berikut: “Jangan. Kita coba dulu.
Aku saja yang maju duluan,”10
4) Atang
Atang, ia merupakan seseorang yang suka menepati janji sebagaimana
kutipan berikut: “Sesuai janji, Atang yang membayari ongkos.”11
Ia juga
memiliki merupakan anak yang baik seperti digambarkan tokoh Aku
dalam kutipan berikut: “Aku bersyukur sekali mempunyai teman-teman
yang baik dan tersebar dibeberapa kota seperti Atang dan Said.”12
5) Said
Said adalah seorang anak yang berperawakan dewasa dan juga
memiliki cara berfikir yang dewasa. Ia suka memberi motivasi dan
merupakan teman yang baik seperti diungkapkan tokoh Aku dalam
kutipan berikut:“…senyum dan cerita yang mengobarkan semangat” 13
7 Ibid., 8 Ibid,. h. 44. 9 Ibid,. h. 108. 10 Ibid,. h. 124. 11 Ibid,. h. 221. 12 Ibid., h. 226. 13 Ibid., h. 45.

37
Karena cara berpikirnya yang dewasa itu, tanpa disadari Said menjadi
pemimpin informal Sahibul Menara. Dia kerap jadi tempat bertanya bagi
teman-temannya.Ia selalu memandang sesuatu dengan positif.
6) Baso
Baso adalah santri yang disiplin. Ia selalu menyediakan waktu untuk
membaca. Ia juga anak yang rajin. Baso selalu bersungguh-sungguh
membaca buku pelajaran dan juga Alquran. Sebagaimana terdapat pada
kutipan berikut: “Hampir setiap waktu kami melihat Baso membaca buku
pelajaran dan Al-Quran dengan sungguh-sungguh”.14
Bagi Baso, tiada hari
tanpa buku. Oleh karena itu, ia sering menjadi tempat bertanya bagi
teman-temannya yang kesulitan dalam pelajaran.
b. Tokoh periferal
1) Amak
Amak adalah seorang wanita separuh baya yang ramah, rela berkorban,
peduli akan umat Islam, dan seorang ibu yang konsisten terhadap
keputusannya.
Tokoh Amak di sini digambarkan selalu tersenyum kepada siapa saja.
Ini menunjukkan bahwa ia sosok yang ramah. Amak dengan semangat rela
berkorbannya menjadi guru sukarela yang hanya dibayar dengan beras
selama 7 tahun. Ia juga seseorang yang peduli pada umat Islam. Amak
melarang Alif untuk masuk SMA dan menyarankannya masuk madrasah
agar kelak lahir ulama-ulama pintar yang mendakwahkan agama kepada
umat. Amak tidak ingin hanya anak-anak dengan prestasi rendah yang
bersekolah di madrasah. Ia khawatir mereka akan menjadi ulama dengan
kualitas rendah pula. Sikap adil juga ditunjukkan Amak pada saat
pembagian rapor. Alif yang tidak mau menyanyi di depan kelas pada
pelajaran kesenian, ia beri angka merah pada mata pelajaran itu. Ayah Alif
atau suami Amak sendiri bertanya mengapa Amak tega memberikan angka
14 Ibid., h. 357.

38
merah pada anaknya sendiri. Pada saat itulah Amak menjelaskan bahwa ia
harus bersikap adil kepada siapa saja termasuk anaknya sendiri.
2) Ayah
Ayah adalah sosok yang dapat dipercaya. Ia menunaikan amanat
orang-orang kepadanya dengan sangat baik. Berikut kutipannya :“Amanat
dari jamaah surau kami untuk membeli seekor sapi untuk kurban idul adha
minggu depan telah ditunaikan Ayah”.15
Sosok ayah pada novel ini juga
tidak terlalu banyak bicara. Ia hanya sering menyetujui apa yang dikatakan
oleh Amak.
3) Ustad Salman
Ustad Salman merupakan pengajar di Pondok Madani. Ia adalah
seseorang yang kreatif sebagaimana diungkapkan pada kutipan berikut:
“Itulah gaya unik Ustad Salman, selalu mencari jalan kreatif untuk terus
memantik api potensi dan semangat kami”16
. Tidak hanya kreatif, Ustad
Salman merupakan legenda hidup dalam mempelajari bahasa.Dia
menguasai bahasa Arab, Inggris, Perancis, dan Belanda.Hobinya membaca
kamus.Ia menguasai kamus bahasa Arab paling canggih bernama Munjid.
4) Kiai Rais
Kiai Rais adalah seorang lelaki separuh baya yang merupakan
pimpinanPM. Dia seorang pendidik dengan pengetahuan dan pengalaman
lengkap.Ia pernah sekolah di Al-Azhar, Madinah, dan Belanda.Kiai Rais
disebut sebagai renaissance man pribadi yang tercerahkan karena aneka
ragam ilmu dan kegiatannya. Petuahnya sering kali membangkitkan
semangat para santri.
15 Ibid., h. 91. 16
Ibid., h. 106.

39
5) Tyson
Tyson merupakan lelaki yang tegas. Dia adalah seorang murid senior
bernama lengkap Rajab Sujai dan menjabat sebagai kepala Keamanan
Pusat, pengendali penegakan disiplin di PM. Kerjanya berkeliling pondok,
pagi, siang, dan malam dengan kereta angin. Dia tahu segala penjuru PM
seperti mengenal telapak tangannya.Begitu ada pelanggaran ketertiban di
sudut PM mana pun, dia melesat dengan sepedanya ke tempat kejadian
dan langsung menegakkan hokum di tempat.Dia irit komunikasi verbal,
tapi tangannya epat menjatuhkan hukuman.Keras tapi efisien.Semua murid
menakutinya.
6) Ustad Torik
Sama seperti Tyson, Ustad Torik adalah orang yang tegas. Ketika ada
yang melanggar aturan Ustad Torik langsung memberikan hukuman.Ia
tidak segan-segan menjatuhi Alif, Said dan Atang hukuman botak begitu
mengetahui mereka pergi ke Surabaya tanpa izin.
3. Alur
Alur yang terdapat dalam novel “Negeri 5 Menara”, yaitu flashblack
(kilas balik). Hal ini dibuktikan oleh beberapa tahapan sebagai berikut:
Tengah
Awal cerita dalam novel ini dibuka oleh Alif yang telah tinggal di
Washington DC, Amerika Serikat dengan pekerjaannya sebagai Wartawan
VOA. Ia berencana berangkat ke London. Sebelum ia berangkat, ia mendapat
pesan dari Atang temannya di pesantren dulu yang akan pergi ke London juga.
Awal
Alif kemudian mengingat kembali awal-awal masa di pesantrennya. Saat
itu Amak menyuruh Alif untuk tidak melanjutkan sekolahnya ke SMA tetapi
ke sekolah agama dan Alif menolak permintaan Amak pada saat baru
diberitahukan. Tetapi akhirnya, dengan mempertimbangkan usul dari Pak Etek

40
Gindo Alif pun bersedia bersekolah di sekolah agama tapi tidak di Sumatera
Barat. Ia memilih untuk masuk pesantren yaitu Pondok Madani Gontor.
Konflik
Titik puncak cerita dimulai saat Alif mulai memasuki PM hingga naik ke
kelas tertinggi yaitu kelas 6.
Antiklimaks
Antiklimaks dalam novel ini dimulai pada saat Alif serta santri PM lainnya
akan mengikuti ujian akhir yang harus diikuti oleh seluruh siswa tahun
terakhir PM.
Penyelesaian
Pada akhirnya setelah melewati ujian, Alif dan kawan-kawannya lulus dari
Pondok Madani.
Akhir
Cerita berbalik ke Alif yang telah sampai di London untuk bertemu
dengan Atang dan Raja yang merupakan anggota Sahibul Menara.
4. Latar
a. Latar tempat
Latar tempat pada novel ini di antaranya adalah di kantor Alif di
Washington DC. Latar tempat lainnya adalah di rumah Alif di Maninjau,
Trafalgar Square di London, Pondok Madani, rumah Atang di Bandung,
rumah Said di Surabaya dan apartemen Raja di London. Latar tempat yang
paling banyak diceritakan pada novel ini adalah Pondok Madani.
b. Latar waktu
Latar waktu pada novel ini tidak dijelaskan secara langsung.
Namun berdasarkan kutipan di bawah ini dapat dikatakan waktunya
berkisar antara tahun 1988 sampai 1992.
Dengan wajah cemas, aku menghadap Ustad Torik yang duduk
menunggu di kantornya.Dia dengan santai membolak-balik sebuah
buku besar tebal berwarna hitam. Aku sekilas melihat sampulnya:

41
Catatan Perilaku Angkatan 1988”. Buku in kami sebut kitab “dosa
dan pahala” kami selama berada di PM.
c. Latar sosial
Latar sosial pada novel Negeri Lima Menaramenggambarkan
bahwa kehidupan di sini penuh kebersamaan dalam berbagai hal, di mana
semuanya dilakukan bersama-sama.Walaupun santrinya mempunyai latar
belakang yang berbeda-beda tetapi itu tidak menghalangi kebersamaan
mereka.
Hal ini dapat kita lihat saat ujian di akhir semester di mulai,
semua orang di dalam pesantren itu saling membantu dalam belajar baik
antara guru dan murid, selain itu, dalam hal memburu pencuri yang sering
datang ke pondok pesantren mereka bersama-sama untuk menjaga dan
meronda setiap malam.
5. Amanat
Amanat dari novel ini adalah agar kita tidak mudah berputus asa. Apapun
keinginan dan cita-cita kita, jika kita mengupayakannya dengan sungguh-
sungguh pasti akan membuahkan hasil.
6. Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan pengarang dalam novel tersebut, yaitu
sudut pandangfirst person peripheral atau akuan taksertaan Hal ini dibuktikan
oleh pengarang yang selalu menyebut tokoh utama dengan kata “Aku” saat di
narasi, di mana seakan-akan pengarang adalah si tokoh utama :“Iseng aja, aku
mendekat ke jendela kaca dan menyentuh permukaannya dengan ujung
telunjuk kananku.” 17
Tidak hanya itu “Aku” juga menceritakan orang-orang
di sekelilingnya.
17Ibid., h. 1.

42
F. Unsur Instrinsik Novel Semester Pertama di Malory Towers
1. Tema
Tema yang disampaikan pengarang melalui novel Semester
Pertama di Malory Towers adalahkehidupan sosial di sebuah sekolah
asrama.
2. Tokoh
a. Tokoh sentral
1) Darrel Rivers
Darrel River pada novel ini diceritakan sebagai anak yang
memiliki otak pintar, bijaksana, penolong, dan berjiwa besar seperti
kutipan berikut.
Otak Darrel cemerlang dan ia sudah terlatih untuk
menggunakannya dengan baik. Segera ternyata bahwa ia bisa
mengikuti pelajaran dengan baik pula. Bahkan dalam beberapa hal,
misalnya mengarang, ia termasuk yang terbaik. Darrel puas akan
hasil yang dicapainya. Segalanya terasa begitu mudah.18
Namun Darrel juga mempunyai sifat buruk yaitu mudah marah.
Apabila emosinya tidak terkendali, dia dapat melakukan kekerasan fisik.
Berikut kutipannya:
Ia berpaling, dan berhadapan dengan Darrel yang susah payah
menahan marah, sampai menggeletar seluruh tubuhnya, bukan karena
dingin tapi karena rasa gusar yang amat sangat. “Binatang kau!” teriak
Darrel. “Kulihat kau membenamkan Marry-Lou dengan sengaja! Dan kau
tahu Mary-Lou takut air! Kau ingin dia mati lemas?19
18
Enid Blyton. Semester Pertama di Malory Towers, Terj. Djokolelono, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 1999), hal 65 19 Ibid., h. 81-82.

43
Walaupun mudah marah dan sering tidak bisa mengendalikan
emosi, tetapi Darrel selalu menyesal setelahnya. Ia pun biasanya meminta
maaf kepada orang yang disakitinya seperti kutipan berikut: „Darrel
muncul dibelakangnya, membuatnya terlompat terkejut. Gwendoline,
maafkan aku. Aku menyesal telah menamparmu tadi. Aku sungguh-
sungguh menyesal. Aku tadi begitu marah sehingga tak terpikir olehku apa
yang aku lakukan.”20
2) Alicia Johns
Alicia Johns adalah seorang anak yang ceria, pintar, nakal, dan
juga berlidah tajam. Ia juga suka usil dan senang menjahili guru-gurunya
sebagaimana kutipan berikut.“Alicia, jangan ngoceh tak keruan!” tukas
Nona Potts tandas. Ia sudah tahu akan sifat Alicia yang berlidah tajam.21
Alicia, walaupun suka bercanda tetapi ia selalu menyelesaikan
pekerjaannya dengan baik, seperti yang disampaikan Nona Potts dalam
kutipan berikut: “Begini, Darrel. Ada orang yang seperti Alicia. Dia nakal,
suka mengganggu anak yang lain, suka menghabiskan waktunya dengan
bercanda, tetapi masih tetap bisa bekerja dengan baik dan dengan hasil
cukup baik.”22
3) Gwendoline
Gwendoline adalah seorang anak yang manja, cengeng,
pembohong, pendendam, dan berhati keji. Gwendolin juga seorang anak
yang suka membual. Berikut kutipannya: “Mary-Lou berada bersama
mereka, berusaha untuk tersenyum selalu tetapi sesungguhnya merasa
begitu tertekan. Ia tak menyukai Nyonya Lacey maupun Nona Winters.
Dan ia mulai muak akan bualan Gwendoline. “23
. Selama bersekolah di
Malory Towers, Gwendoline sering membuat ulah. Ia pernah
20 Ibid., h. 85. 21 Ïbid., h. 17. 22 Ibid., h. 143. 23 Ibid., h. 154.

44
membenamkan kepala Marry-Lou, memasukkan laba-laba ke dalam laci
Marry-Lou, memfitnah Darrel, berbohong, dan merusak pulpen Marry-
Lou. Tingkah lakunya yang keji membuat teman-temannya
membencinya.Ia tak hanya berhati keji tetapi juga pemalas, sehingga ia
selalu berada diurutan terbawah di kelasnya. Gwendoline suka
meremehkan orang-orang yang menyukainya dan membenci orang-orang
yang tidak menyukainya.
4) Sally Hope
Sally Hope adalah seorang anak gadis yang lucu dan mandiri.
Karena kemandiriannya, Sally Hope bahkan berani berangkat ke sekolah
tanpa diantar oleh ibunya. Sebagaimana yang diungkapkan Darrel pada
kutipan berikut : “Kemudian diperhatikannya si Kecil Sally Hope. Gadis
cilik yang lucu, dengan kepangan rambutnya yang rapi ketat dan mukanya
yang mungil. Ia tak diantar ibunya. Tetapi apakah Sally peduli akan hal
itu? Sulit untuk diterka”24
Sally Hope pada mulanya pendiam dan suka menyendiri.Ia
berpikiran bahwa ibunya lebih menyayangi adiknya ketimbang dirinya.
Oleh karena itu Sally Hope merasa ia tidak disayang ibunya lagi sehingga
ibunya mengirimnya ke sekolah asrama. Tetapi kemudian Sally Hope
menyadari ayah dan ibunya sangat menyayanginya.Ibu dan ayah Sally
Hope lebih memilih meninggalkan adiknya yang masih bayi demi
menjenguk Sally Hope yang sedang sakit di sekolahnya. Hal itu membuat
Sally Hope percaya bahwa ayah dan ibunya masih menyayanginya sama
seperti dulu.
24 Ibid., h. 18.

45
5) Marry-Lou
Marry-Lou adalah seorang penakut.Ia benar-benar penakut. Marry-
Lou takut pada air, takut masuk ke kolam renang dan masih banyak lagi
hal-hal yang ditakuti Marry-Lou. Namun hal itu berubah tatkala Marry-
Lou dengan berani terjun ke dalam kolam renang untuk membantu Darrel.
Padahal sebelumnya ia takut masuk air. Ia juga berani keluar dari kamar
dan berjalan di kegelapan demi menyelamatkan Darrel dari fitnah
Gwendoline. Berikut perkataan Darrel tentang Marry-Lou.“Mary-Lou
sangat penakut. Ia takut pada tikus, kumbang, petir, suara-suara di malam
hari, kegelapan, dan ratusan hal lainnya lagi. Kasihan sekali Mary-Lou.
Tak heran matanya begitu besar karena terbiasa membelalak ketakutan.”25
b. Tokoh periferal
1) Katherine
Katherine adalah seorang ketua kamar sebagaimana kutipan
berikut : “Katherine adalah ketua kamar ini. Kau harus melakukan apa
yang diperintahkannya”26
Ia adalah ketua kamar yang bijaksana dan
berjiwa besar. Ia tegas saat ada anggotanya yang berbuat salah. Ia juga
berani meminta maaf ketika telah salah menuduh atau member keputusan.
2) Irene
Irene adalah seorang anak yang pandai dalam belajar tetapi sangat
tolol untuk hal-hal di luar pelajaran. Hal itu dapat dilihat pada kutipan
berikut:
Lalu Irene, seorang anak yang sangat pandai terutama
dalam matematika dan musik. Ia selalu berada di urutan pertama
dalam pelajaran tetapi, oh betapa tololnya ia untuk untuk hal-hal di
luar pelajaran! Kalau ada yang bukunya hilang, pasti Irene. Kalau
ada yang salah masuk kelas pastilah Irene. Sekali pernah ia
memasuki ruang kesenian mengira akan ada pelajaran melukis.
25 Ibid., h.55. 26 Ibid., h.35.

46
Setengah jam ia sendirian menunggu di tempat itu. Tak ada yang
mengerti, megapa Irene tidak merasa heran bahwa kawan-kawan
sekelasnya tak muncul di ruangan itu. 27
Begitulah Irene. Ia sangat menyukai matematika dan senang
belajar. Ia merupakan salah satu murid paling cerdas di kelasnya.
3) Jean
Jean adalah seorang anak yang periang, cerdik, dan cerdas, paling
pandai memegang uang untuk keperluan sekolah. Hal tersebut bisa dilihat
dari kutipan berikut: “Ketiga orang anak lainnya adalahJean, seorang anak
periang, cerdik, dan cerdas, paling pandai memegang uang untuk
keperluan sekolah.”28
4) Emily
Emily adalah seorang anak pendiam dan rajin, pandai merajut.
Berikut kutipannya:“Ëmily, seorang anak pendiam dan rajin, pandai
merajut, dan karenanya disukai Mam‟zelle.29
5) Violet
Violet adalah anak yang pemalu dan pendiam.“Violet, pemalu,
pendiam, sering tidak diajak dalam berbagai hal, karena memang tak
tertarik untuk melakukan apa saja, dan sering anak-anak tak pernah sadar
apakah Violet ada bersama mereka atau tidak.30
6) Nona Potts
Nona Potts adalah seorang kepala asrama seperti kutipan berikut:
“Dan kepala asramamu adalah Nona Potts. Mari kita cari beliau.31
Nona
Potts dijuluki Potty oleh anak-anak. Nona Potts adalah seorang guru yang
27 Ibid., h. 56. 28 Ibid., h. 57. 29 Ibid, 30
Ibid., 31 Ïbid., h. 12.

47
tegas.Tak ada yang berani mengerjainya.Ia selalu tahu setiap jika anak-
anak berbohong ataupun usil.
7) Nona Grayling
Nona Grayling adalah seorang kepala sekolah. Ia merupakan
wanita berkulit putih, wajahnya tenang, matanya biru jernih, dan bibirnya
membayangkan kekerasan hati. Sebagaimana yang diungkapkan pada
kutipan berikut ini:
Dan kini Darrel melihat wanita berambut putih sedang menghadap
meja, menulis. Wajahnya tenang, tanpa keriput sedikit pun. Matanya
biru jernih, dan bibirnya membayangkan kekerasan hati. Darrel merasa
takut juga menghadapi kepala sekolah dengan suara rendah ini.
Mudah-mudahan ia takkan pernah harus ditegur langsung olehnya!32
8) Pamela
Pamela begitu pandai dan berwibawa.Oleh karena itu, anak-anak
sangat menghormatinya. Berikut kutipan tentang Pamela: “Tentang
Pamela, tentu saja semua anak menghormatinya. Ia begitu berwibawa,
pandai, dan bahkan menurut kabar ia telah menulis sebuah buku. Ia
membuat anak-anak kelas satu begitu kagum! Membuat karangan
pendek saja sudah begitu sukar, apalagi menulis buku!33
.
9) Mam‟zelle Dupont
Mam‟zelle Dupont merupakan seorang guru berbahasa
Perancis. Ia tinggi, jangkung, dan kurus. Ia memiliki sifat pemarah
sebagaimana kutipan berikut: „Menurut pandangan Darrel, guru ini
memang pemarah.34
32
Ibid., h 33 Ibid., h. 59-60. 34
Ïbid., h. 45.

48
10) Mamzelle Rougier
Mamzelle Rougier juga merupakan guru bahasa Perancis.Secara
fisik, ia sangat berbeda dengan Mam‟zelle Dupont. Ia bertubuh pendek
dan gemuk. Ia juga memiliki sifat periang.
11) Pak Rivers
Pak Rivers adalah ayah dari Darrel Rivers. Ia seorang ahli bedah
ternama. Pada saat Sally Hope sakit, Pak Rivers lah yang
mengoperasinya.
12) Nyonya Rivers
Nyonya Rivers adalah ibu dari Darrel Rivers. Sifatnya periang.
13) Nyonya Lacey
Nyonya Lacey adalah ibu dari Gwendoline.Ia sangat memanjakan
Gwendoline.Sifatnya yang terlalu memanjakan Gwendoline inilah
yang membuat Gwendoline tak tahu diri.
14) Nona Winters
Nona Winters adalah guru pribadi Gwendoline.Ia sering memuji
Gwendoline secara berlebihan sehingga membuat Gwendoline besar
kepala.
15) Pak Hope
Pak Hope adalah ayah dari Sally Hope.Ia seorang yang bertubuh
kokoh besar, terlihat sangat kuatir.
16) Nyonya Hope
Nyonya Hope adalah ibu dari Sally Hope. Ia bertubuh kecil dan
berwajah manis.

49
3. Alur
Alur yang terdapat pada novel Semester Pertama di Malory Towers ini
adalah alur kronologis atau progresif di mana peristiwa diurutkan dari awal,
tengah, hingga ke bagian akhir.
Awal
Darrel Rivers berangkat ke sekolahnya yang bernama Malory Towers. Di
sana ia bertemu dengan teman-teman baru dan juga guru-guru baru.Minggu
pertama berlalu, dan Darrel merasa betah di sekolah tersebut.
Konflik 1
Suatu hari Darrel marah kepada teman sekelasnya Gwendoline, karena
ulahnya yang membenamkan Mary-Lou ke dalam kolam renang.
Konflik 2
Darrel Rivers difitnah oleh Gwendoline. Ia dituduh telah mengahancurkan
pulpen milik Mary-Lou.
Klimaks
Darrel River dijauhi teman-temannya. Hanya Sally Hope dan Mary-Lou
yang tidak percaya bahwa Darrel yang telah menghancurkan pulpennya lah
yang mau berteman dengannya.
Penyelesaian
Atas usaha Mary-Lou diketahui bahwa Gwendoline yang menghancurkan
pulpen milik Mary-Lou. Ini diketahui dari ditemukannya sepatu Gwendoline
yang berbekas tinta serta sebotol tinta warna ungu yang digunakan
Gwendoline untuk memfitnah Darrel Rivers.

50
Akhir
Teman-teman Darrel kembali mempercayainya, Gwendoline minta maaf
pada Darrel dan semua anak – anak Malory Towers telah menyelesaikan
semester pertamanya di sekolah tersebut dan kembali pulang ke rumah
masing-masing untuk berlibur.
4. Latar
a. Latar Tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya sastra. Latar ini dapat berupa daerah,
bangunan, kapal, sekolah, kampus, hutan, dan sebagainya. Pada novel
ini diceritakan bahwa tempatnya adalah sekolah Malory Towers.
Sekolah Malory Towers sendiri terletak di sebuah tempat di London
yang bernama Cornwall. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut :
“Mereka harus pergi ke London. Dari sana Darrel akan naik kereta api
jurusan Cornwall, tempat Malory Towers berada.”35
b. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra. Masalah waktu
pada novel menunjuk pada waktu dan urutan waktu yang terjadi dan
dikisahkan dalam cerita. Latar waktu pada novel ini tidak dijelaskan
secara eksplisit. Namun pada kutipan teks berikut dapat diambil
kesimpulan, waktunya adalah pada semester pertama.
Ïbunya menjenguk ke dalam kamar itu dan tersenyum.
“Mengagumi dirimu sendiri, ya? Tanyanya. “Terus terang aku juga
sangat menyukai seragam itu. Memang seragam MaloryTowers
35 Op.cit., h. 12.

51
sungguh indah. Ayolah, Darrel. Jangan sampai kita ketinggalan
kereta. Apalagi ini adalah semester pertamu.36
c. Latar Sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diciptakan
dalam karya sastra. Di samping itu latar sosial juga dapat berhubungan
dengan status sosial sekolah yang bersangkutan misalnya, rendah,
menengah, dan atas.
Latar sosial novel ini adalah kehidupan anak-anak di sekolah
asrama.Ada yang bisa menyesuaikan diri dengan cepat, ada yang tidak
bisa menyesuaikan diri sehingga kesulitan bergaul dengan teman-
temannya.
5. Amanat
Amanat dari novel ini adalah janganlah mempunyai sifat yang keji
agar tidak dikucilkan di kehidupan sosial.
6. Sudut pandang
Sudut padang yang digunakan adalah sudut pandangthird person
omniscient atau diaan maha-tahu. Pengarang mampu menjelajahi segala
peristiwa, termasuk sisi batin para tokoh sehingga peran pengarang seperti
seorang dalang yang memainkan wayang.
G. Pendidikan Karakter pada Novel Negeri Lima Menara
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa novel Negeri Lima Menara
mengandung nilai-nilai pendidikan karakter sebagai berikut:
36 Ibid., h. 9.

52
1. Religius
Religius merupakan sikap dan perilaku yang menunjukkan
kepatuhan dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya. Tanda yang
paling tampak bagi seseorang yang beragama dengan baik adalah
mengamalkan ajaran agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari,
baik itu berupa hubungan manusia dengan Tuhannya dan hubungan
manusia dengan makhluk ciptaan lainnya. Dalam novel Negeri Lima
Menaraterdapat lima data yang menunjukkan sikap religius, salah satunya
dapat dilihat dari data berikut.
Aku membentang sajadah dan melakukan shalat tahajud.Di
akhir rakaat, aku benamkan ke sajadah sebuah sujud yang panjang
dan dalam.Aku coba memusatkan perhatian kepada-Nya dan
menghilang selain-Nya.Pelan-pelan aku merasa badanku semakin
kecil dan mengecil dan mengkerut hanya menjadi setitik debu yang
melayang-layang di semesta luas yang diciptakanNya.Betapa kecil
dan tidak berartinya diriku, dan betapa luas kekuasaanNya.Dengan
segala kerendahan hati, aku bisikkan doaku.37
Tokoh Aku pada kutipan di atas menunjukkan perilaku kepatuhan
terhadap perintah Tuhannya.Ia tidak hanya melaksanakan amal ibadah
yang diwajibkan tetapi juga yang sunah. Selain melaksanakan salat
tahajud, tokoh Aku juga rajin puasa Senin-Kamis. Selain itu ia selalu
berdoa sebelum mengerjakan sesuatu. Ridha Allah menjadi tujuan
utamanya.Apa pun yang ia lakukan ia niatkan untuk beribadah kepada
Tuhannya.
2. Ikhlas
Ikhlas dalam bahasa Arab memiliki arti murni, suci, tidak
bercampur, bebas, atau pengabdian yang tulus. Dalam kamus bahasa
Indonesia, ikhlas memiliki arti tulus hati; (dengan) hati yang bersih dan
jujur. Sedangkan ikhlas menurut Islam adalah setiap kegiatan yang kita
kerjakan semata-mata hanya karena mengharapkan ridha Allah
37Ibid,. h. 197

53
SWT.Dalam novelNegeri Lima Menara ada dua data yang menunjukkan
sikap ikhlas, salah satunya dapat dilihat dari data berikut.
Di akhir acara, pengurus masjid berbaju koko yang
mengenalkan dirinya kepada kami bernama Yana, menyelipkan
sebuah amplop ke saku Atang. “ Hatur nuhun Kang Atang dan
teman semua. Punten, ini sedikit infaq dari para jemaah untuk
pejuang agama, mohon diterima dengan ikhlas.”Kami kaget dan
tidak siap dengan pemberian ini.Mandat dan pesan PM pada kami
adalah melakukan sesuatu dengan ikhlas, tanpa embel-embel
imbalan.Atang dengan kikuk berusaha menolak dengan
mengangsurkan amplop kembali kepada ke Kang Yana.Tapi
dengan tatapan sungguh-sungguh, dia memaksa Atang untuk
menerimanya.38
Pada saat diminta untuk memberikan ceramah di sebuah masjid di
Bandung, tokoh Aku dan Atang melakukannya dengan ikhlas. Mereka
sama sekali tidak pernah berpikiran untuk mendapatkan imbalan. Nasihat
Kiai Rais tentang keikhlasan benar-benar mereka terapkan dalam
kehidupan sehari-hari.Selain itu, mereka juga ikhlas dalam menuntut ilmu
serta ikhlas dalam menerima hukuman. Hukuman mereka jalankan sebagai
proses pembelajaran agar tidak lagi mengulangi kesalahan yang sama serta
agar menjadikan mereka pribadi yang lebih baik.
Data lain yang menunjukkan sikap ikhlas yaitu dari wawancara
tokoh Aku dengan Ustad Khalid. Pada saat wawancara, Ustad Khalid
bercerita bahwa ia telah mewakafkan dirinya untuk PM. Mewakafkan diri
di sini berarti menyerahkan dirinya ke PM. Ustad Khalid mengerahkan
semua waktu , pikiran, tenaganya untuk PM. Tidak ada kepentingan
pribadi, tidak ada harapan untuk mendapatkan imbalan dunia. Semua yang
ia lakukan ikhlas hanya beribadah dan pengabdian kepada Allah.
38
Ibid ., h. 220.

54
3. Disiplin
Disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan
patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Dalam novel Negeri Lima
Menaraterdapat satu data yang menunjukkan sikap disiplin yaitu sebagai
berikut :„Kalian sekarang di Madani, tidak ada istilah terlambat sedikit. 1
menit atau 1 jam, terlambat adalah terlambat. Ini pelanggaran”39
Pada kutipan di atas, Alif, Said, Baso, Atang, Dulmajid, Baso, dan
Raja ditegur Tyson karena masih berada di lapangan, sedangkan bel yang
menunjukkan waktu untuk ke masjid telah berbunyi. Walaupun mereka
terlambat hanya sedikit, tetapi yang namanya terlambat tetaplah terlambat.
Tidak ada ampunan bagi mereka. Peraturan tetap ditegakkan walaupun
mereka mereka hanya terlambat sedikit.Mereka tetap mendapatkan
hukuman.Selama di PM, kehidupan Alif dan kawan-kawannya diatur oleh
bunyi lonceng.Setip bunyi lonceng menunjukkan pergantian
kegiatan.Apapun kegiatan yang mereka lakukan harus tepat waktu.
4. Peduli Sosial
Peduli sosial adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin
memberikan bantuan pada orang lain dan masyarakat yang
membutuhkan.Dalam novel Negeri Lima Menara terdapat satu data
tentang peduli, yaitu sebagai berikut.
Akhi, sekarang semakin banyak orang menjadi tak acuh
terhadap kebobrokan yang terjadi di sekitar mereka. Metode jasus
adalah membangkitkan semangat untuk aware dengan
ketidakberesan di masyarakat. Penyimpangan harus diluruskan.
Itulah inti dari kullil haqqa walau kaana murran. Katakanlah
kebenaran walau itu pahit. Ini self correction, untuk membuat efek
jera. Dan yang paling penting, memastikan semua warga PM sadar
sesadar-sadarnya, bahwa jangan meremehkan aturan yang sudah
39Ibid., h. 60.

55
dibuat. Sekecil apa pun, itulah aturan dan aturan ada untuk
ditaati,‟‟ jelas wali kelas kami panjang lebar kepada seisi kelas.40
Peduli di sini dimaksudkan membantu seseorang untuk tidak
berbuat jahat.Setiap kejahatan atau kesalahan harus dilaporkan untuk
membuat efek jera. Dengan demikian, seseorang telah membantu orang
lain untuk tidak berbuat jahat atau salah. Sebagai sesama muslim,
seyogianya saling peduli dan saling mengingatkan dalam kebaikan. Setiap
tejadi kebobrokan atau kejahatan, setiap muslim wajib meluruskannya.
Oleh karena itu, sikap peduli sangat ditekankan oleh wali kelas tokoh Aku
pada novel tersebut.
5. Mandiri
Mandiri adalah sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung
pada orang lain. Dalam novel Negeri Lima Menara terdapat satu data
tentang mandiri yaitu sebagai berikut : “Mandirilah maka kamu akan jadi
orang merdeka dan maju. I’timad ala nafsi, bergantung pada diri sendiri,
jangan dengan orang lain. Cukuplah bantuan Tuhan yang menjadi
anutanmu.41
Kutipan di atas adalah nasihat dari Kiai Rais kepada para santri.
Alif mengingat kembali nasihat tersebut ketika dia berada dalam kesulitan.
Pada awalnya Alif ingin meminta bantuan teman-temannya agar
kesulitannya segera teratasi. Namun ia lebih memilih untuk mencoba jalan
keluarnya sendiri karena ingat nasihat Kiai Rais untuk menjadi mandiri.
6. Sabar
Sabar, secaraetimologiberartimenahandanmencegah. Dalam novel
Negeri Lima Menara terdapat satu data tentang sabar yaitu sebagai berikut:
40 Ïbid., h. 78. 41 Ïbid., h. 81-82.

56
„Man shabara zhafira. Siapa yang bersabar akan beruntung. Jangan
risaukan penderitaan hari ini, jalani saja dan lihatlah apa yang akan terjadi
di depan. Karena yang kita tuju bukan sekarang, tapi ada yang lebih besar
dan prinsipil, yaitu menjadi manusia yang telah menemukan misinya
dalam hidup, “pidatonya dengan semangat berapi-api.42
Kutipan di atas adalah kalimat Ustad Salman kepada para santri. Ia
mengajarkan para santri untuk bersabar atas penderitaan hari ini.
Mendengar nasihat Ustad Salman tersebut, Said yang sering mengantuk di
kelas berusaha melawan rasa kantuknya. Ia sabar untuk menerima
pelajaran hari ini walaupun cukup berat baginya. Ia berusaha melewati
setiap kesulitan dengan rasa sabar. Kesabarannya pada akhirnya
membuahkan hasil. Pada akhirnya, ia lulus dengan nilai yang cukup baik.
7. Kerja keras
Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-
sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Dalam novel Negeri Lima
Menara terdapat lima data tentang keja keras. Salah satunya sebagai
berikut.
Raja dan Baso mengucek-ngucek mata sambil menguap
lebar.Mereka segera mengundurkan diri masuk kamar.Said sudah
sulit ditolong dari cengkraman kantuk, tapi dia tidak
menyerah.Setiap buku yang dipegangnya jatuh ke lantai karena
tertidur, dia kembali memungutnya dan melanjutkan
membaca.Sementara Atang dan Dulmajid tampak masih cukup
kuat melawan kantuk.Aku juga tidak mau kalah.Walau mata berat,
aku ingin menjalankan tekad yang sudah aku tuliskan dalam buku.
Aku akan bekerja keras habis-habisan dulu.43
42 Ibid., h. 106. 43
Ibid., h. 199

57
Data tersebut menggambarkan sikap kerja keras tokoh Aku dan
kawan-kawannya.Pada saat menjelang ujian, mereka sahirul lail yang
artinya begadang sampai jauh malam untuk belajar dan membaca
buku.Said walaupun sudah terkantuk-kantuk tetapi tetap berusaha untuk
melanjutkan membaca buku.Tokoh Aku pun begitu.Ia tetap belajar dengan
keras meski sudah mengantuk.
Sikap kerja keras tokoh Aku juga tampak pada saat ia mendapatkan
giliran untuk berpidato. Di sela-sela kesibukan dan kegiatannya sebagai
santri, ia bekerja keras untuk menulis skrip pidato agar bisa diserahkan
tepat pada waktunya. Setelah itu, tokoh Aku lalu berusaha menghafal
pidatonya dengan dibantu teman-temannya.Hasil kerja kerasnya kemudian
menampakkan hasil.Para pendengar kagum dan terpukau mendengar isi
pidato tokoh Aku.
Selain berpidato, usaha kerja keras tokoh Aku dan kawan-
kawannya juga tampak pada saat persiapan pementasan drama yang
berjudul “ The Great Adventure of Ibnu Batutah”. Mereka berusaha untuk
penampilan terbaik.Usaha mereka tidak sia-sia.Kiai Rais sebagai
pemimpin PM memuji penampilan mereka sebagaimana kutipan
berikut.“Sebuah hasil dari upaya kerja keras dan kreativitas tinggi.Terima
kasih telah menghibur kami dan saya memberi nilai 9 untuk semua ini,”
kata beliau sambil bertepuk tangan.44
Sikap kerja keras lainnya diperlihatkan tokoh Aku pada saat
kedatangan Presiden ke PM. Di bawah bimbingan Ustad Salman, tokoh
Aku yang pada saat itu menjadi wartawan majalah Kilas 70 berusaha
menyiapkan Kilas 70 instant. Sebelum Presiden menutup pidatonya Alif
dan tim berhasil menerbitkan Kilas 70 yang ditulis dan dicetak pada saat
itu. Ustad Salman menyerahkan majalah Kilas 70 yang meliput tentang
44
Ibid., h. 349

58
kunjungan Presiden tersebut, bahkan sebelum Presiden turun dari
panggung.
Tidak hanya Alif, Said pun menunjukkan sikap suka bekerja keras.
Hal tersebut ia kemukakan sebagaimana kutipan berikut.
Persis.Kita perlu bertekad lebih banyak dari orang
kebanyakan. Kalau umumnya orang belajar pagi, siang, dan
malam, maka aku akan menambah lagi dengan bangun lagi dini
hari untuk mengurangi ketinggalan dan menutupi kelemahanku
dalam hapalan. Di atas semua itu, ketika semua usaha telah kita
sempurnakan, kita berdoa dengan khusuk kepada Allah.Dan hanya
setelah usaha dan doa inilah kita bertawakal, menyerahkan
semuanya kepada Allah,” tandas Said45
.
8. Tegar
Novel Negeri Lima Menara terdapat satu data tentang tegar
sebagaimana kutipan di bawah ini yang menunjukkan bahwa Ustad
Salman berpesan kepada para santri agar mereka tegar menghadapi
kehidupan. Mental mereka tidak boleh hancur hanya karena pengaruh dari
pihak yang lebih berkuasa.
Jangan biarkan bagian keamanan menghancurkan mental terdalam
kalian. Jangan biarkan diri kalian kesal dan marah, hanya merugi
dan menghabiskan energi. Hadapi dengan lapang dada dan belajar
darinya. Bahkan kalian bisa tertawa, karena ini hanya gangguan
sementara. 46
Para santri dibakar oleh semangat hidup yang menggelegak.Raja,
Dulmajid, Atang, Said, dan Baso menanggapi nasihat Ustad Salman
dengan ekspresi masing-masing. Sementara tokoh Aku membulatka tekad
bahwa tidak akan ada yang bisa menggoyahkan tekad dan cita-citanya.
45
Ibid., 46 Ïbid., h. 108.

59
9. Berbakti kepada orang tua
Berbakti kepada orang tua adalah sebuah sifat yang baik. Dalam
novel Negeri Lima Menara terdapat dua data tentang berbakti kepada
orang tua sebagai berikut.“Ini baktiku kepada Nenek yang masih
hidup.Siapa tahu kepulanganku bisa menjadi obat bagi nenekku.
Sedangkan hafalan Al-Quran adalah hadiah buat almarhum bapak dan
ibuku, yang hanya aku kenal lewat foto saja” Itulah kata-kata Baso kepada
teman-temannya saat ia memutuskan pulang untuk selama-lamanya. Baso
adalah seorang anak yatim piatu. Ibunya meninggal saat melahirkannya,
sedangkan ayahnya meninggal ketika ia berumur empat tahun. Ia tinggal
bersama neneknya. Waalaupun orang tuanya telah meninggal, namun itu
tidak membuat Baso kehilangan kesempatan untuk berbakti kepada
mereka.Ia berusaha menghapal Al-Quran agar kedua orang tuanya
mendapat kemuliaan di akhirat kelak. Sementara kepada neneknya, Baso
berbakti dengan cara merawat neneknya yang sakit. Itulah sebabnya Baso
tidak menyelesaikan pendidikannya di PM agar bisa merawat neneknya
yang sakit di kampungnya.
Kiai Rais sebagai pemimpin PM sering menasihati santrinya untuk
berbakti kepada orang tua.Nasihat ini merasuk ke jiwanya Alif.Ia tersadar
bahwa telah lama ia tidak menghubungi ibunya (Amak) sebagai bentuk
protes karena tidak boleh masuk SMA. Alif kemudian menulis surat
kepada ibunya. Di dalam surat itu, ia meminta maaf kepada ibunya
sekaligus menceritakan kegiatan sehari-harinya di pesantren. Alif merasa
lega setelah mengirim surat tersebut kepada ibunya.

60
10. Menyeru kebaikan
Menyeru kepada kebaikan adalah sifat yang baik yang dianjurkan
dalam agama Islam. Dalam novel Negeri Lima Menara terdapat satu data
tentang menyeru kebaikan.Hal tersebut tampak pada kutipan di bawah ini
yang mana Kiai Rais berpesan kepada para santrinya agar tetap menyeru
kepada kebaikan di mana pun berada.
Silakan gunakan liburan untuk berjalan, melihat alam, dan
masyarakat di sekitar kalian. Di mana pun dan kapan pun, kalian
adalah murid PM. Sampaikanlah kebaikan dan nasehat walau satu
ayat,”begitu pesan Kiai Rais di acara melepas libur minggu lalu.47
11. Bersyukur
Bersyukur adalah kemampuan menghargai apa yang didapat, apa
yang dialami, dan dapat memandang dari sisi positif apa yang terjadi
walaupun tidak selalu berkenan di hati. Dalam novel Negeri Lima Menara
ada dua data tentang bersyukur salah satunya sebagai berikut:“Anak-
anakku semua. Mari kita bersyukur, kita telah diberi jalan oleh Tuhan
untuk bersama melangkah sampai sejauh ini. Selamat atas naik ke kelas
enam. Tujuan akhir kalian tidak jauh lagi. Terminal sudah tampak di ujung
sana.”48
Kutipan tersebut adalah nasihat Kiai Rais kepada para santri untuk
banyak-banyak bersyukur. Para santri dianjurkan untuk bersyukur karena
telah naik ke kelas enam.Tidak banyak orang yang mendapatkan
kesempatan untuk belajar hingga tingkat tersebut.
Data lain yang menunjukkan sikap bersyukur yaitu pada saat
kelulusan. Alif dan teman-temannya yang dinyatakan lulus langsung
mengucapkan Alhamdulillah seraya sujud syukur.
47 Ibid., h. 219. 48Ibid., h. 291.

61
12. Bersungguh-sungguh
Bersungguh-sungguh adalah karakter yang paling ditekankan
dalam novel ini. Untuk memperoleh sesuatu hal yang kita inginkan maka
kita harus mengupayakannya dengan sungguh-sungguh. Hal ini juga
sesuai dengan nasihat Kiai Rais kepada para santri sesuai dengan kutipan
di bawah ini :Änak‟-anakku. Ini akan jadi tahun tersibuk dan terbaik
kalian. Kami yakin kalian mampu menjalankannya. Mulailah dengan
bismillah dan selalu amalkan man jadda wa jada.”49
Dalam novel Negeri Lima Menara ini tujuh data tentang sikap
bersungguh-sungguh, salah satunya dapat dilihat dari data berikut:
Man jadda wa jada ,” teriakku pada diri sendiri. Sepotong syair Arab
yang diajarkan di hari pertama masuk kelas membakar tekadku. Siapa
yang bersungguh-sungguh akan sukses. Dan sore ini, dalam 3 jam ini,
aku bertekad akan bersungguh-sungguh menjadi jasus. Aku percaya
Tuhan dan alam-Nya akan membantuku, karena imbalan kesungguhan
hanyalah kesuksesan. Bismillah.50
Dengan wajah berseri-seri dan senyum menyilang di wajahnya,
Ustad Salman hilir mudik di antara bangku-bangku muri baru, mengulang-
ngulang mantera ajaib ini di depan 30 santri. Setiap ia berteriak, santri
menyalak dengan kata yang sama, man jadda wa jada. Hampir satu jam
non stop, kalimat ini bersahut-sahutan dan bertalu-talu. Inilah pelajaran
hari pertama yang beliau berikan di PM. Kata mutiara sederhana tapi kuat
yang menjadi kompas kehidupaan para santri. Hal ini lah yang memacu
semangat tokoh Aku tatkala ia menjadi jasus. Awalnya ia putus asa,
karena hamper tiba tenggat waktu yang ditetapkan tetapi ia belum juga
menemukan orang yang melakukan kesalahan. Namun tokoh Aku tidak
menyerah begitu saja, ia percaya dengan semangat man jadda wa jada ia
akan mendapatkan imbalan atas usahanya. Benar saja. Kesungguhan tokoh
49Ibid., h. 292 50
Ibid,. h. 82

62
Aku segera terbukti, satu jam ke depan kedua kartuya telah terisi. Ia telah
menemukan orang yang melanggar peraturan.
Sikap sungguh-sungguh juga tampak pada berusaha menguasai
sebuah bahasa.Setiap selesai shalat Shubuh, seorang kakak penggerak
bahasa masuk ke stiap kamar lalu meneriakkan sebuah kata baru beberapa
kali dengan lantang dan jelas.Para santri diminta mengulangi bersama-
sama, dan satu persatu juga dengan suara lantang.Meneriakkan kosa kata
baru di subuh buta, memaksakan diri untuk memahami, dan memasukkan
ke kalimat, lalu melihat tulisannya dan terakhir mengikat ilmu baru ini
dengan menuliskannnya.Itulah yang dilakukan santri setiap hari.Mereka
benar-benar bersungguh-sungguh dalam menambah kosa kata.
Kesungguhan tersebut juga tampak dari usaha yang dilakukan
Ustad Salman Untuk menguasai bahasa tersebut, ia selalu membaca
kamus, bahkan menamatkannya hingga 2-3 kali. Ia membaca kamus dari
halaman depan sampai halaman belakang, tanpa melewatkan satu halaman
pun. Hasilnya tampak dari bahasa yang dikuasai Ustad Salman.Dia
menguasai bahasa Inggris, Arab, Perancis, dan Belanda.
Data lain yang menunjukkan sikap sungguh-sungguh yaitu ketika
Baso dan Raja memutuskan untuk menyusun kamus Inggris-Arab-
Indonesia khusus buat pelajar. Menurut mereka, kamus yang ada sekarang
terlalu tebal dan kurang cocok untuk orang yang baru belajar bahasa
dasar.Perlu disederhanakan sesuai kebutuhan.Banyak yang tidak percaya
dan menganggap ide ini sebuah mimpi yang keterlaluan.Tapi mereka maju
terus. Mereka lakukan itu dengan cara yang paling manual. Masing-
masing membagi tugas.Raja menuliskan entry Inggris dan Baso untuk
Arab.Selama setahun, siang malam mereka mengerjakan pemilihan kata
yang benar-benar cocok untuk para pelajar.Dua tahun kemudian, kamus
mereka dicetak di percetakan PM. Mereka membuktikan tidak ada hal
yang mustahil selama bersungguh-sungguh untuk mencapainya.Mimpi

63
Sahibul Menara untuk berada di negara impiannya tercapai setelah mereka
bersungguh-sungguh belajar selama di PM. Hal itu dapat dilihat pada
kutipan berikut.
Dulu kami melukis langit dan membebaskan imajinasi itu lepas
membumbung tinggi. Aku melihat awan yang seperti benua Amerika,
Raja bersikeras awan yang sama berbentuk Eropa, sementara Atang
tidak yakin dengan kami berdua, dan sangat percaya bahwa awan itu
berbentuk benua Afrika. Baso malah melihat semua ini dalam konteks
Asia, sedangkan Said dan Dulmajid sangat nasionalis, awan itu
berbentuk peta Negara kesatuan Indonesia. Dulu kami tidak takut
bermimpi, walau sejujurnya juga tidak tahu bagaimana
merealisasikannya.Tapi lihatlah hari ini. Setelah kami mengerahkan
segala ikhtiar dan menggenapkan dengan doa, Tuhan mengirim benua
impian ke pelukan masing-masing. Kun fayakun, maka semula awan
impian, kini hidup yang nyata. Kami berenam telah berada di lima
Negara yang berbeda. Di lima menara impian kami. Jangan pernah
meremehkan impian, walau setinggi apapun.Tuhan sungguh Maha
Mendengar.Man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh akan
berhasil.51
H. Pendidikan Karakter pada Novel Semester Pertama di Malory Towers
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa novel Semester Pertama di
Malory Towers mengandung nilai-nilai pendidikan karakter sebagai
berikut:
1. Berkepribadian baik
Nilai-nilai karakter pada novel Semester Pertama di Malory
Towers dapat dilihat pada kutipan di bawah ini:
“Suatu hari nanti, kalian akan meninggalkan sekolah ini,
memasuki kehidupan sebagai seorang wanita muda. Kalian harus
membekali diri dengan kecerdasan otak, kelembutan hati, dan
kemauan untuk membantu sesamamu. Kalian harus membekali diri
dengan pengertian yang mendalam terhadap banyak hal, dengan
kemauan untuk menerima tanggung jawab, serta menampilkan diri
sebagai wanita yang patut dicintai dan dipercaya. Semua ini bisa
kalian pelajari di Malory Towers kalau saja kalian bisa bertekad
51
Ibid., h. 405

64
mempelajarinya. Kami sama sekali tidak menganggap kemampuan
murid-murid untuk memenangkan beasiswa, gelar, atau lulus
berbagai ujian sebagai tanda keberhasilan kami. Yang kami anggap
berhasil adalah bila bekas murid kami tampil sebagai wanita yang
lembut hati, cerdas dipercaya, berpikiran matang, seseorang yang
bisa menjadi andalan orang-orang di sekelilingnya. Aku
menganggap sekolah kita gagal bila ada seseorang yang tak
mempelajari sifat-sifat baik itu di sini”52
Dari data di atas telah tampak bahwa sekolah Malory Towers yang
diceritakan pada novel tersebut sangat menekankan pendidikan karakter
pada anak didiknya. Nona Grayling sebagai kepala sekolah, pada awal
masuk sekolah telah memberikan nasihat bahwa yang diharapkan sekolah
tersebut adalah orang-orang yang tidak hanya cerdas otaknya tetapi juga
harus mempunyai kelembutan hati dan kemauan untuk membantu sesama.
Nona Grayling berharap siswanya suatu saat nanti dapat bermanfaat bagi
sesama.
2. Cinta damai
Tak banyak orang yang mempunyai sifat cinta damai.Akan tetapi,
tidak demikian dengan Darrel Rivers.Ia segera menyesal setelah
melakukan kesalahan dan segera minta maaf kepada orang yang telah
dilukainya. Darrel Rivers mempunyai sifat mudah marah. Ia kesulitan
mengendalikan emosinya. Apalagi ketika ia melihat seseorang melakukan
tindakan keji di depan matanya. Suatu hari Darrel Rivers melihat
Gwendoline membenamkan kepala Marry-Lou di kolam renang. Darrel
pun marah melihat kejadian itu.Ia pun kemudian menampar paha
Gwendoline dengan keras. Namun setelah itu Darrel Rivers amat
menyesal. Ia menyadari bahwa dirinya tak lebih baik dari Gwendoline.
Tingkahnya yang main hakim sendiri telah membuat malu dirinya sendiri.
52Blyton, Enid. Semester Pertama di Malory Towers. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
h. 42.

65
Oleh karena itu, setelah menyesal Darrel Rivers segera meminta maaf
kepada Gwendoline. Ia tidak suka bertengkar dan lebih cinta damai.
Berikut kutipannya:
Ia menyesal kini telah menampar Gwendoline. Itulah hasil
terburuk dari memiliki sifat pemarah. Banyak hal
dilakukannya dengan tanpa berpikir panjang akan
akibatnya. Tanpa berpikir bahwa nanti bila marahnya
hilang ia akan malu akan perbuatannya.53
“Gwendoline maafkan aku.Aku menyesal telah
menamparmu tadi.Aku sungguh-sungguh menyesal.Aku
tadi begitu menyesal hingga tak terpikir olehku apa yang
kulakukan.”54
Tidak hanya meminta maaf kepada Gwendoline, Darrel Rivers
juga meminta maaf kepada Katherine, sang ketua kelas seperti kutipan
berikut:” Katherine, aku sangat menyesal telah berbicara seperti tadi
padamu. Entah bagaimana aku bisa melakukan itunya. Saat itu aku begitu
marah, mungkin, sehingga tak bisa mengendalikan diriku”55
. Karena
sifatnya yang berani mengakui kesalahan dan tidak mencari-cari alasan
untuk kesalahan tersebut , Darrel disukai teman-temannya.
Selain Darrel Rivers, Alicia John pun memiliki sifat yang sama. Ia
berani meminta maaf ketika ia salah menuduh Darrel merusak pulpen
Marry-Lou. Berikut pernyataan maaf Alici kepada Darrel : “Darrel, aku
minta maaf karena telah berpikir bahwa kaulah yang berbuat,” katanya.
“Sesungguhnyaaku tak meragukan kejujuranmu, tapi aku harus
mempunyai bukti nyata untuk itu.” 56
. Darrel pun dengan senang hati
memafakan Alicia Johns.
Berdasarkan uraian di atas maka terdapat tiga data yang
menunjukkan sikap berani mengakui kesalahan pada novel Semester
Pertama di Malory Towers.
53Ibid., h. 84-85 54
Ibid.,h. 85. 55
Ibid.,h. 89. 56
Ibid., h. 242

66
3. Peduli Sosial
Peduli sosial adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin
memberikan panduan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
Dalam novel Semester Pertama di Malory Towers terdapat satu data
tentang sikap peduli sosial.Sikap peduli sosial ini ditunjukkan Darrel
Rivers dengan menolong Gwendoline mengepang rambutnya. Saat itu
Gwendoline tidak bisa mengepang rambutnya sendiri. Berikut ktipannya: “
Mari kutolong mengepang rambutmut,‟ kata Darrel berdiri. “Agaknya kau
tak tahu cara mengepang rambut, Gwendoline. “57
4. Setia kawan
Pada novel ini terdapat satu data tentang sikap setia kawan.Sikap
setia kawan tersebut ditunjukkan oleh Marry-Lou.Ia tidak percaya bahwa
Darrel yang merusak pulpennya, walaupun semua orang menuduh
demikian. Marry-Lou berusaha mencari bukti yang menyatakan Darrel
Rivers tidak bersalah. Saat orang lain mengucilkan Darrel, Sally Hope dan
Marry-lou tetap bersedia menjadi sahabat Darrel. Pada akhirnya, memang
terbutki bahwa bukan Darrel yang merusak pulpen Marry-Lou melainkan
Gwendoline. Darrel sangat senang memiliki sahabat seperti Sally Hope
dan Marry-Lou.
5. Bekerja sama
Sikap bekerja sama pada novel ada satu data. Data yang
menunjukkan sikap bekerja sama tampak pada kutipan di bawah ini yang
memperlihatkan bahwa Sally Hope dan Darrel River bekerja sama
membantu Marry-Lou untuk tidak menjadi penakut. Sally Hope
merencanakan agar Darrel Rivers tenggelam di kolam renang. Kemudian
diharapkan Marry-Lou dengan penuh keberanian datang melemparkan
ban. Akan tetapi sungguh di luar dugaan, Marry-Lou tidak melemparkan
57
Ibid., h. 52.

67
ban. Ia bahkan dengan berani berenang dan berusaha menyelamatkan
Darrel. Hal ini membuat kagum teman-teman sekelasnya.Semenjak itu
Marry Lou tidak menjadi penakut lagi. Berikut kutipannya:
“Aku suka pada Mary-Lou,” kata Sally. Kalau saja ia bisa
kita bantu meninggalkan sifat penakutnya, ia pasti menjadi anak
yang sangat menyenangkan.‟
“Tetapi bagaimana caranya?,‟ tanya Darrel sambil tanpa
berpikir mengocok kartu di tangannya.”58
“Dengarkan. Bagaimana kalau kau berpura-pura mendapat
kesulitan di kolam renang? Pada kesempatan pertama untuk itu,
kau pura-pura menjerit dan minta tolong pada Mary-Lou untuk
mengamil ban penolong serta melemparkannya padamu, „kata
Sally. “Jika ia melakukan hal itu, maka ia akan merasa telah
berjasa besar menolong kau dari bahaya tenggelam. Ia akan merasa
dapat dorongan besar, merasa bahwa seseungguhnya ia berani
bertindak. Kita semua sudah diajari cara melempar ban
penyelamat, jadi ia pasti juga bisa melakukannya.‟ 59
6. Menghargai Prestasi
Menghargai prestasi adalah sifat dan tindakan yang mendorong dirinya
untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi orang lain, serta
menghormati keberhasilan orang lain. Sikap menghargai prestasi pada
novel ini terdapat dua data
Darrel Rivers kecewa saat prestasinya berada pada urutan sepuluh ke
bawah. Ia mengira dengan kerja kerasnya selama ini, ia bisa menempati
urutan ketiga atau keempat di kelas. Ternyata harapannya itu tidak sesuai
dengan kenyataan.Sementara Alicia yang usahanya tidak lebih baik dari
Darrel menempati urutan kelima.Darrel pun bertanya kepada gurunya,
Nona Potts. Berikut jawaban Nona Potts:
Begini, Darrel. Ada orang yang seperti Alicia.Dia nakal, suka
menganggu anak lain, suka menghabiskan waktunya dengan
58Ibid., h. 203 59Ibid., h. 205-206

68
bercanda, tetapi masih tetap bisa bekerja dengan baik dan dengan
hasil yang cukup baik.Dan ada pula orang yang seperti kau, yang
juga suka bergurau, bermain, membuang-buang waktu, tetapi tak
bisa menjaga hasil kerjanya.Hasil kerjamu terpengaruh karena
kurang belajar dank au melorot ke bawah, Kau mengerti?”60
Setelah menyadari kesalahannya, Darrel Rivers menjadi lebih giat
belajar. Pada saatakhir semester, Darrel mencapai nilai yang sangat baik.
Selain itu Gwendoline yang pemalas, akhirnya berusaha mengejar
ketinggalannya dalam pelajaran pada tiga minggu terakhir.Walaupun yang
dilakukannya itu bisa dikatakan sia-sia tetapi berhasil juga menaikkan nilai
Gwendolie.Setidaknya nilai akhir semesternya tidak terlalu buruk.
I. Kajian Bandingan
1. Perbandingan Berdasarkan Paradigma Pendidikan Karakter
a. Paradigma Fundamentalis
Pada novel Negeri Lima Menara, pendidikan karakter yang
diterapkan adalah paradigma fundamentalis.Pada novel tersebut
pendidikan karakter lebih menekankan kepada agama yaitu agama
Islam. Nilai-nilai karakter pada novel tersebut antara lain adalah
religius, ikhlas, disiplin, peduli, mandiri, sabar, kerja keras, tegar,
berbakti kepada kedua orang tua, menyeru kebaikan, bersyukur,
bersungguh-sungguh.
Pada novel ini seluruh aspek kehidupan dikaitkan dengan
agama.Baik itu dari segi perbuatan maupun perkataan. Hal apapun
yang akan dilakukan berdasarkan perintah atau wahyu Tuhan.
Di Pondok Madani, tempat Alif menuntut ilmu, kehidupan
agama tidak dipisahkan dari kehidupan dunia. Ia menyatu dalam
setiap sendi-sendi kehidupan. Apapun yang dilakukan berdasarkan
perintah dan larangan Tuhan. Setiap perintah Tuhan, santri dan
juga para guru berusaha melaksanakan sebaik-baiknya. Begitu pula
dengan larangan-Nya, mereka akan segera meninggalkannya.
60
Ibid

69
Walaupun pendidikan di Pondok Madani sangat
menekankan agama, namun hal itu tidak menghalangi para santri
untuk unggul di bidang lainnya. Banyak di antara mereka yang ahli
bahasa Inggris, matematika, dan ilmu umum lainnya.
b. Paradigma Konservatif
Pada novel Semester Pertama di Malory Towers,
pendidikan karakter yang diterapkan adalah paradigma konservatif
yang mana lebih menekankan kehidupan sosial. Pada pendidikan
karakter jenis ini, siswa di Sekolah Malory Towers dituntut untuk
mempunyai kehidupan sosial yang baik. Yang diharapkan dari
sekolah ini adalah bila murid-muridnya tampil sebagai wanita yang
lembut hati, cerdas dipercaya, berpikiran matang, seseorang yang
bisa jadi andalan orang-orang disekelilingnya.
Oleh karena itu, pada awal-awal sekolah di sini murid-
muridnya diajarkan untuk mempunyai kemampuan beradaptasi
yang baik. Hal tersebut berhasil dilakukan Darrel Rivers, tetapi
tidak dengan Gwendoline. Gwendoline tidak memiliki rasa
tenggang rasa. Ia selalu ingin diperhatikan, egois, dan memaksakan
kehendaknya.

70
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan analisis pendidikan karakter terhadap novel Negeri Lima
Menara Karya Ahmad Fuadi dan Semester Pertama di Malory Towers Karya
Enid Blyton dapat disimpulkan bahwa
1. Nilai pendidikan karakter yang terdapat pada novel Negeri Lima
Menaraadalah nilai religius, bersungguh-sungguh, nilai berbakti pada orang
tua dan ikhlas. Selanjutnya nilai disiplin, peduli, mandiri, sabar, menyeru
kepada kebaikan dan tegar.
2. Nilai pendidikan karakter pada novel Semester Pertama di Sekolah Malory
Towers adalah berkepribadian baik, berani mengakui kesalahan, peduli
sosial, setia kawan, bekerja sama, dan menghargai prestasi.
3. Perbandingan pendidikan karakter pada kedua novel berdasarkan paradigma
pendidikan karakter adalah pendidikan karakter pada novel Negeri Lima
Menara lebih mengarah kepada paradigma fundamentalis yang dibangun
oleh tradisi agama. Karakter yang dibangun adalah karakter manusia yang
patuh dan taat kepada nilai-nilai kebaikan yang mutlak dalam tradisi
keagaamaan .Agama pada novel ini yaitu agama Islam. Sedangkan
paradigma pendidikan karakter pada novel Semester Pertama di Malory
Towers lebih mengarah kepada paradigm konservatif yang mendukung
ketaatan terhadap lembaga-lembaga dan proses-proses budaya yang sudah
teruji oleh waktu. Keberhasilan pendidikan dalam paradigm ini diukur dari
keberhasilan peserta didik dalam beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.

71
B. Saran
Berdasarkan beberapa simpulan yang telah dijelaskan, adabeberapa saran
yang diajukan oleh penulis, yaitu:
1. Novel Negeri Lima Menara dan Semester Pertama di Malory Towers dapat
dijadikan sebagai sumber pelajaran sastra di sekolah.
2. Bagi para guru yang ingin menanamkan nilai pendidikan karakter
berdasarkan paradigm fundamentalism disarankan untuk menggunakan
novel Negeri Lima Menara
3. Bagi para guru yang ingin menanamkan nilai pendidikan karakter
berdasarkan paradigm konservatif maka disarankan untuk menggunakan
novel Semester Pertama di Malory Towers.

72
DAFTAR PUSTAKA
. Aziez, Furqonul., danHasim, Abdul. Menganalisis Fiksi Sebuah Pengantar.
Bogor: Ghalia Indonesia. 2010.
Endraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: edPress. 2008.
Damono, Sapardi Djoko. Pegangan Penelitian Sastra Bandingan .Jakarta:
PusatBahasa. 2005.
Faruk, Metodologi Penelitian Sastra Sebuah Penjelajahan Awal. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 2010.
Hawthorn, Jeremy. Studying the Novel an Introduction. London: Edward Arnold
Ltd. 1989.
Kesuma, Darma, dkk. Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2011.
Keraf, Goris. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
2009.
Kutha Ratna, Nyoman. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 2004.
Lubis, Mochtar.Teknik Mengarang. Jakarta: Balai Pustaka. 1960
Muslich, Masnur. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional. Jakarta : PT Bumi Aksara. 2011
Mustakim, Bagus. PendidikanKarakterMembangunDelapanKarakterEmasMenuju
Indonesia Bermartabat. Yogyakarta: SamuderaBiru. 2011.
Narwanti, Sri. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Familia. 2011.
Nurgiyantoro, Burhan.Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. 2005
Pradopo, RahmatDjoko. BeberapaTeoriSastra, MetodeKritik, danPenerapannya.
Yogyakarta: PustakaPelajar.
Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-4. Jakata: Gramedia
Pustaka Utama. 2008
Rahmanto, B. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius 1988.

73
Ratna, NyomanKutha. Teori, Metode,
danTeknikPenelitianSastradanStrukturalismeHinggaPostrukturalismePerspektifW
acanaNaratif. Yogyakarta. PustakaPelajar. 2007.
Rosidi, Ajip. IchtisarSedjarahSastera Indonesia. Bandung: BinaTjipta. 1965.
Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo. 2008.
Stanton, Robert. TeoriFiksi, TerjSugihastutidan Rossi Abi Al Irsyad.Yogyakarta.
PustakaPelajar. 2007.
Sulhan,Najib.
PanduanPraktisPengembanganKarakterdanBudayaBangsaSinergiSekolahdenga
nRumah. Surabaya: PT JePe Press Media Utama. 2011.
Sumardjo, Jakob. MemahamiKesustraan. Bandung :Penerbit Alumni. 1984.
Tarigan, Henry Guntur. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa 1993.
Trisman, B dkk. Antologi Esai Sastra Bandingan dalam Sastra Indonesia
Modern. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2003.
Teew, A. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta. PT Gramedia 1983.
Wellek, Rene dan Austin Austin Warren. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT
Gramedia. 1994.
Wibowo. Agus. Pendidikan Karakter Berbasis Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.2013.
Wiyatmi. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta. Pustaka. 2006.
Yeni, Marliza. Wanita dan Perkawinan: Kajian Sastra Bandingan terhadap
Novel Inggris, Amerika, dan Indonesia. Artikel tidak diterbitkan
“Biografi Ahmad Fuadi” http://negeri5menara.com/penulis/ diunduhpadatanggal 8
November 2013
Pettinger ,Tejvan . " Biografi Enid Blyton " , Oxford
http://www.biographyonline.net/writers/enid-blyton.htmldiunduhtanggal 10 April
2014

74

75

76

77