selasa, 25 januari 2011 | media indonesia setelah ben ali ... fileakan menyebar ke negara lain ......
TRANSCRIPT
Denny Parsaulian sinaga
DAMPAK psikologis kerusuhan di Tunisia, yang mengguling kan Presiden
Ben Ali, jangan dianggap remeh. Rakyat Tunisia telah berhasil menyingkirkan salah satu diktator di Arab. Presiden Zine alAbidine Ben Ali akhirnya meninggalkan negaranya saat rakyat Tunisia mulai berdemonstrasi di jalanjalan utama.
Gedunggedung pemerintah diserang dan beberapa di antaranya dibakar. Tindakan para perusuh itu memicu tindakan brutal polisi.
Media melaporkan 78 orang tewas dalam kerusuhan itu. Namun dikabarkan, sebenarnya lebih dari 100 orang yang tewas.
Peristiwa di Tunisia telah beresonansi di regional Afrika UtaraTimur Tengah (jazirah Arab). Menurut beberapa pengamat, Alzajair, Libia, Maroko, Mesir, Yordania, atau Suriah mungkin ‘mengikuti’ Tunisia.
Peristiwa di Tunisia itu dikabarkan dipicu pembakaran diri yang dilakukan seorang lakilaki berusia 26 tahun, Mohamed Bouazizi. Bouazizi membakar dirinya di depan gedung pemerintah setelah polisi, menurut Bouazizi, menyita gerobak buah dan sayurnya. Gerobaknya disita polisi karena polisi menyebutnya tidak berizin.
Bouazizi adalah orang keempat yang tewas akibat membakar diri sebelum akhirnya protes besarbesaran yang memaksa Ben Ali kabur terjadi.
Bouazizi adalah pengangguran lulusan universitas yang terpaksa berjualan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Tindakan bunuh dirinya itu menjadi gambaran konkret masalah pengangguran di negara yang disebutsebut sebagai surga bagi turis dan sukses secara ekonomi.
MenjalarKekacauan di Tunisia sempat
menjadi berita utama di media di berbagai belahan dunia. Internasional pun bertanyatanya dan penasaran apakah krisis ini akan menyebar ke negara lainnya di regional Arab itu?
Kerusuhan yang sama juga terjadi di ibu kota Aljazair, Aljir. Rakyat memprotes meroket
nya harga bahan pangan dan minim nya lapangan kerja.
Namun, tidak seperti Tunisia, protes itu tidak membuat penguasa Aljazair terguling.
Sementara di Mesir, seorang pengangguran, Ahmed Ha shem elSayed, membakar dirinya memprotes pemerintah. Dia membakar diri karena depresi akibat menganggur selama lebih dari satu tahun.
Sehari sebelum ElSayed membakar diri, tiga warga Mesir lainnya juga melakukan aksi serupa. Mereka adalah Farouq Mohammed elSayed, seorang pengacara, Sayed Ali Sayed, dan Abdu AbdelMoneim Hamadah.
Farouq Mohammed elSayed membakar diri di luar kantor perdana menteri memprotes
polisi yang tidak sanggup membantunya menemukan putrinya yang hilang. Lalu Ali Sayed, pensiunan akuntan, berusaha membakar diri di luar kantor parlemen. Namun, tindakan nekatnya itu berhasil dihentikan penjaga.
Lakilaki lainnya, Hamadah, mencoba membakar diri di luar kantor parlemen. Hamadah memprotes kebijakan pemerintah yang melarang roti bersubsidi dijual kembali di warung miliknya.
Pemerintah Mesir menduga keempat aksi bakar diri itu diinspi rasi seorang pedagang sayur bernama Mohamed Boauzizi yang membakar diri di Tunis, Tunisia, awal bulan ini. Tindakan itu sendiri kemudian memicu pemberontakan massa yang akhirnya menggulingkan pemerintahan.
Tampaknya peristiwa Tunisia tidak hanya menginspirasi rakyat Mesir yang frustrasi. Selain di Tunisia dan Aljazair, rakyat Mauritania juga berunjuk rasa.
Domino pertamaMayoritas negara Arab di
perintah oleh diktator. Ben Ali telah berkuasa selama 23 tahun sebelum akhirnya digulingkan.
Jika kerusuhan ini terjadi hanya di Tunisia, mungkin inter nasional bisa mengerti. Namun, apa yang terjadi di Tunisia seakan seperti sebuah hal yang harus dihindari negaranegara Arab.
Aljazair baru saja mengalami kerusuhan akibat harga bahan pangan yang naik. Subsidi dan pemotongan bea impor dan pajak untuk mengekang melonjaknya harga pangan akhirnya menghentikan kerusuhan.
Sabtu (22/1), kerusuhan kembali terjadi. Kali ini, warga Aljazair terangterangan berupaya mendesak pemerintahan diganti. Para demonstran meneriakkan ‘Boutef turun!’ untuk mendesak Presiden Abdelaziz Bouteflika meninggalkan po
sisinya.Protes itu terjadi bersamaan
dengan demonstrasi ribuan orang di Aden, ibu kota Yaman Selatan. Itu adalah demonstrasi besarbesaran pertama di negara itu. Mereka juga menginginkan pergantian rezim.
Presiden Yaman saat ini, Ali Abdullah Saleh, telah berkuasa selama 32 tahun. Para demonstran tidak melakukan aksi di jalan raya, tapi di lapangan. Sekitar 2.500 pendemo yang terdiri dari pelajar, mahasiswa, aktivis, dan oposisi bergabung
di sana.Seperti di Tunisia, mereka
juga adalah warga yang langsung merasakan krisis ekonomi. “Keluarlah Ali, bergabunglah dengan temanmu Ben Ali,” teriak mereka.
Sementara di Mesir, protes se
rupa juga terjadi pada Agustus 2010 lalu. Harga gandum meroket setelah pasokan gandum di Mesir menipis.
Seorang pria berusia 24 tahun tewas dalam kekacauan antrean roti di luar sebuah toko roti di selatan negeri itu pada Senin
22 Fokus internasional seLAsA, 25 jAnuAri 2011 | MeDiA inDOnesiA
RUAS jalan utama Distrik Marsa begitu lengang. Dengan dijejali toko dan vila berwarna biru dan putih ala Mediterania, kawasan tersebut cukup sohor sebagai salah satu pusat perbelanjaan di Tunis, ibu kota Tunisia.
Namun, keapikan dan ketenangan wilayah itu mendadak sirna tatkala gelombang demonstrasi datang menerpa sejak awal tahun. Kantor cabang Bank Zeitouna di distrik tersebut habis dibakar massa. Begitu pula dengan bangunan sebuah cabang toko serbaada.
Hangusnya bankbank dan supermarket itu bukan kebetulan mengingat pemiliknya adalah Sakher Materi, menantu presiden terguling Zine alAbidine Ben Ali. Sepeninggal pria yang pernah berkuasa di Tunisia selama 23 tahun itu, keluarga Ben Ali memang menjadi sasaran kemarahan rakyat negara di Afrika Utara tersebut.
Bisnis keluargaBisnis keluarga Ben Ali
seakan menggurita di Tunisia. Mulai bank, maskapai pener
bangan, diler mobil mewah, hingga penyedia jasa internet. Namun, di balik figur Ben Ali, Leila Trabelsi yang tak lain merupakan istri sang presiden disebutsebut sebagai sosok utama dalam bisnis keluarga.
Leila Trabelsi yang mantan penata rambut itu mengendalikan segala usaha, baik yang legal sampai pasar gelap. Leila dan ke10 saudaranya dilaporkan beraksi seperti mafia. Dengan mengandalkan kekuasaan Ben Ali, mereka memeras pemilik toko, menuntut alokasi saham dari pengusaha, dan membagibagi proyek negara di antara mereka.
“Mereka (keluarga Trabelsi) adalah pencuri, penipu, dan pembunuh. Tujuan utama mereka adalah menghasilkan uang dengan cara apa pun,” ujar Mantasser Ben Mabrouk, seorang warga Tunis.
Sejumlah sumber mengamini pernyataan itu. Suatu bocoran kawat dari Kedutaan Besar Amerika Serikat di Tunis menjelaskan mengapa tingkat korupsi di Tunisia begitu tinggi. “Apakah itu uang tunai, jasa, tanah, properti. . .keluarga
Presiden Ben Ali dilaporkan mendapatkan apa yang mereka inginkan.”
Catherine Graciet, penulis buku mengenai Leila Trabelsi yang berjudul La Regente de Carthage, membenarkan keluarga Trabelsi adalah biang keladi kebobrokan rezim Ben Ali. “Rakyat Tunisia tahu betul tingkah mereka (keluarga Trabelsi). Rakyat sudah sangat muak dan letih menghadapi kelakuan mereka,” kata Graciet.
Meski demikian, Graciet mencatat, “Kita tidak bisa membebankan seluruh kesalah an kepada keluarga Trabelsi, mengingat Ben Ali sendiri yang mengizinkan mereka.”
Pengembalian asetLeila menikah dengan Ben
Ali pada 1992, lima tahun setelah kudeta tidak berdarah yang mengerek Ben Ali ke pucuk kekuasaan menggantikan Habib Bourguiba.
Pernikahan tersebut membuat pamor keluarga Trabelsi meroket. Kakak tertua Leila, Belhassen, dilaporkan bertindak laiknya kepala mafia dengan menguasai sejumlah
bisnis bawah tanah. Keponakan Leila, Imed Tra
belsi, dikenal sebagai saudara favorit sang ibu negara. Berdasarkan buku karya Graciet, Imed memiliki reputasi sebagai playboy dan menikmati gaya hidup jetset. Imed dan keponakan Leila lainnya juga sempat dicurigai aparat Prancis sebagai pemesan kapal yacht curian milik seorang bankir asal Prancis.
Beragam tindak kejahatan yang dilakoni keluarga Trabelsi dan Ben Ali, termasuk tuduhan membawa cadangan emas senilai US$65 juta dari bank sentral sebelum kabur ke Arab Saudi, membuat rakyat Tunisia semakin berang. Mereka mendesak pemerintah ad interim Tunisia untuk menyita aset keluarga tersebut.
Menteri Teknologi dan Industri Mohamed Afif Chelbi menyanggupi tuntutan itu. “Negara akan mengembalikan semua aset, apakah itu dalam bentuk saham perusahaan, ekuitas, atau aset real estat. Pemerintah juga akan memastikan pengelolaan asetaset itu ditangani dengan benar.” (Jer/AP/Reuters/Al Jazeera/I1)
Setelah Ben Ali, Siapa Menyusul?Peristiwa di Tunisia menjadi inspirasi bagi rakyat di regional Afrika Utara dan Timur Tengah. Penguasa di negara-negara Arab pun patut waspada.
Keluarga Trabelsi Jadi Biang Keladi Kebobrokan
Mayoritas negara Arab diperintah
oleh diktator. Ben Ali telah berkuasa selama 23 tahun sebelum akhirnya diguling kan.”
BENTROK: Polisi bentrok saat mencoba menghalangi demonstran yang menuntut Zine al-Abidine Ben Ali mundur di Tunisia, beberapa waktu lalu.
AP/ ChrisToPhe enA
POSTER BEN ALI: sebuah poster bergambar mantan Presiden Tunisia Zine al-Abidine Ben Ali tersobek di sebuah gedung di Tunisia, beberapa waktu lalu.
Tema:TragediTiwul
NUSaNTaRaRABU (26/1/2011)
FOKUS