sejarah uud dan hierarki peraturan perundang-undangan

14

Click here to load reader

Upload: ni-wayan-ana-ps

Post on 19-Jul-2016

52 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

pancasila dan proklamasi

TRANSCRIPT

Page 1: Sejarah UUD Dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan

SEJARAH SINGKAT PEMBENTUKKAN UNDANG UNDANG DASAR 1945.

Negara Republik Indonesia masih tergolong muda dalam barisan negara negara di dunia. Tetapi

bangsa Indonesia lahir dari sejarah dan kebudayaan yang tua, melalui kerajaan Sri Wijaya,

Majapahit dan Mataram. Kemudian bangsa ini mengalami masa pendertitaan penjajahan yang

sangat lama. Wujud penderitaan yang diakibatkan oleh penindasan kaum penjajah antara lain :

1. Dominasi dibidang politik .

dalam arti kekuasaan pemerintahan berada ditangan kaum penjajah yang memerintah

dengan sekehendak hati.

2. Eksploitasi dibidang ekonomi ,

Penjajah mengangkut lebih banyak kekayaan dari bumi Indonesia kenegerinya untuk

kemakmuran mereka dibandingkan dengan apa yang diberikan dengan negeri

jajahan.

3. Masuknya kebudayaan penjajah

Kebudayaan penjajah tidak sesuai, dimasukkan kedalam kebudayaan bangsa

Indonesia dengan berbagai cara halus dan paksaan.

4. Diskriminasi dibidang politik, sosial, ekonomi, menempatkan bangsa penjajah dan

golongan penduduk tertentu, yaitu golongan Timur Asing dan yang dipersamakan

pada kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan bangsa Indonesian yang

dianggap penduduk kelas rendah.

Penderitaan itu kemudian melahirkan pergerakan rakyat untuk mengembalikan derajat dan

martabatya, yang kemudian berlanjut dengan perlawanan terhadap penjajah untuk mencapai :

a. Negara Indonesia yang merdeka dan berkedaulatan rakyat.

b. Masyarakat yang adil dan makmur, dan

c. Kesamaan derajat dengan bangsa bangsa lain.

Perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajah bukanlah merupakan hal yang baru dan

dilakukan sejak penjajah menginjakan kakinya di bumi Indonesia. Namun perlawanan melalui

suatu pergerakan nasional secara teratur barulah mulai ditempuh pada abad ke 20, yaitu dengan

berdirinya gerakan Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang dewasa ini dikukuhkan sebagai

Hari Kebangkitan Nasional. Dengan berdirinya BO disusul dengan pendirian organisasi

organisasi lain termasuk organisasi sosial dan politik.

Pada tahun 1928 tampil golongan Pemuda yang secara lebih tegas merumuskan secara mutlak

tentang perlunya persatuan bangsa Indonesia dengan semboyan : Satu Nusa, Satu Bangsa dan

Satu Bahasa Persatuan yaitu Bahasa Indonesia yang sekarang dikenal dengan Sumpah Pemuda,

Setelah sumpah pemuda lahirlah angkatan angkatan yang secara lebih tegas memperjuangkan

cita cita Indonesia merdeka.

Perjuangan untuk mencapai Indonesia merdeka terus berlanjut dan berkembang pada tahun

tiga puluhan hingga robohnya pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1942. dan Indonesia

diganti dengan penjajahan Jepang selama lebih kurang tiga setengan tahun dengan penderitaan

yang lebih berat lagi bagi bangsa Indonesia.

Jepang memasuki Perang Dunia ke II ( PD II ) pada tanggal 7 Desember 1941 dengan

menyerang secara mendadak kekuatan armada Amerika Serikat di Pearl Harbour, Hawai.

Kemudian Jepang menyerang ke Selatan, pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat

pada Jepang 9 Maret 1942. Sebelum Jepang menyerbu Hindia Belanda, Jepang telah

berpropaganda secara gencar bahwa Jepang akan membebaskan bangsa Asia dari penjajahan

Barat sehingga tidaklah mengherankan apabila kedatangan tentara Jepang mula mula disambut

dengan gembiran oleh rakyat.

Namun Jepang memang tidak bermaksud menolong atau memerdekakan bangsa Asia. Niat

Jepang segera tampak dari tindakan tindakan kerasnya antara lain pernyataannya bahwa daerah

daerah yang diduduki Jepang segera mendapat pemerintahan militer, dilarang melakukan

pembicaraan atau propaganda politik, dan dilarang untuk mengibarkan bendera nasional mereka

masing masing.

Disamping hal hal yang merugikan, terdapat hal yang menguntungkan yakni terus bertumbuhnya

semangat juang dan patriotisme, khususnya dikalangan pemuda Indonesia dengan dilatihnya para

pemuda dalam hal kemiliteran oleh Jepang, walaupun latihan itu untuk kepentingan perang dari

Jepang. Para pemuda ini dikemudian hari memainkan peranan penting pada masa perang

kemerdekaan.

Mulai tahun 1943 dan 1944 pemerintahan Jepang mengalami kekalahan di semua medan

pertempuran. Dalam keadaan demikian, Jepang dalam rangka mengambil hati bangsa bangsa

jajahannya, memberikan janji kemerdekaan kepada bangsa bangsa yang dijajah seperti Filipina,

Burma. Namun sebenarnya dibalik semua itu, Jepang bertujuan agar bangsa bangsa yang

dijajahnya tetap membantunya dengan peperangan melawan pihak sekutu.

Pada tanggal: 7 September 1944, didepan parlemen di Tokio, pemerrintah Jepang menjanjikan

akan memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia jika Jepang memenangkan

peperangan serta memperlakukan hal haltertentu, seperti memperbolehkan bendera Merah Putih

berkibar disamping bendera Jepang, memperbolehkan menyanyikan lagu Indonesia Raya serta

membicarakan persoalan politik.

Pada tanggal 1 Maret 1945 janji Jepang tentang pemberian kemerdekaan diulangi kembali,

tetapi kini tanpa syarat. Bahkan Jepang juga menjanjikan membentuk suatu badan yang

dinamakan : BPUPKI – Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Sesuai

dengan namanya badan ini diberi tugas mempelajari hal hal yang diperlukan untuk menyelenggarakan suatu negara merdeka.Pada tanggal 29 April 1945 :

dibentuk Badan Penyelidik Usaha Usaha Persiapan Kemerdekaan

Indonesia atau BPUPKI, dengan anggota 62 ( enam puluh dua ) yang diketuai oleh Dr.

Radjiman Widyadiningrat dan Ketua Muda R.P. Soeroso .

Pada sidang kedua ( Ke II ) anggota BPUPKI ditambah jumlahnya menjadi 68 ( enam

puluh delapan ) orang .

Pada tanggal 28 Mei 1945 anggota BPUPKI dilantik oleh Pembesar Tertinggi Bala

Tentara Jepang di Jawa, dan

Page 2: Sejarah UUD Dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan

pada tanggal 29 Mei 1945 keesokan harinya dimulailah sidang yang pertama. BPUPKI

mengadakan dua kali persidangan,

- pertama dari tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945 dan

- yang kedua dari tanggal 10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945,

Pada sidang pertama, tanggal: 29 Mei 1945, Ketua BPUPKI meminta kepada para anggotanya

mengemukakan Dasar Negara Indonesia Merdeka, Guna memenuhi permintaan Ketua sidang

itulah para anggota antara :

1. Mr.Muh Yamin ,

2. Prof Mr Dr Soepomo dan

3. Ir Soekarno menjawab secara langsung pertanyaan Ketua BPUPKI dan mengemukakan

pandangan serta pendapat mereka mengenai dasar negara dimaksud.

Pada akhir sidang Pertama yaitu tanggal : 29 Mei 1945, Ketua Sidnag BPUPKI membentuk

Panitya Kecil yang terdiri dari 8 ( delapan ) orang dan diketuai oleh Ir. Soekarna yang mempunyai

tugas antara lain mengumpulkan dan menggolong golongkan usul dan diajukan peserta sidang.

Pada tanggal : 22 Juni 1945, Pantia Delapan mengadakan pertemuan dengan 38 orang

anggota BPUPKI yang kebetulan berada di Jakarta. Pertemuan atau rapat tersebut merupakan

usaha untuk mencari titik temu antara golongan paham kebangsaan dan golongan Islam, Rapat

tersebut membentuk pula suatu panitya kecil yang terdiri dari 9 ( sembilan ) orang yaitu :

1. Drs Moh Hatta. 5. Ir Soekarno.

2. Mr. Moh Yamin 6. Abd, Kahar Moezakir.

3. Mr. A Soebardjo. 7. H. Abd Wachid Hasjim.

4. Mr. A.A Maramis 8. Abikusno Tjokosujoso.

5. H. Agus Salim

Yang dikenal degan nama Panitia Sembilan.

Panitia Sembilan itu mencapai hasil yaitu dicapainya persetujuan antara pihak Islam dan pihak

kebangsaan. Persetujuan itu termaktub dalam suatu naskah rancangan Pembukaan Hukum Dasar

( Rancangan Preambul Hukum Dasar). Konsensus antara golongan Kebangsaan dan golongan

Islam pada tanggal 22 Juni 1945 dikenal sebagai : PIAGAM JAKARTA.

Didalam rancangan preambul hukum dasar terdapat rancangan dasar negara yaitu :

a. Ke Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk pemeluknya.

b. Kemanusiaan yang adil dan beradab.

c. Persatuan Indonesia,

d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan

perwakilan.

e. Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Panitia Delapan menyetujui sepenuhnya rancangan preambul Hukum Dasar yang disusun oleh

sembilan orang anggota BPUPKI dan menyampaikannya kepada sidang BPUPKI pada tanggal:

10 Juli 1945. Pada tanggal 11 Juli 1945, Ketua BPUPKI membentuk tiga Panitia,

a. Panitia Perancang Undang Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno.

b. Panitia Pembelaan Tanah Air yang diketuai oleh Abikusno

Tjokrosujoso.

c. Panitia Soal Keuangan dan Perekonomian, yang diketuai oleh Drs,Moh Hatta.

Setelah selesai melaksanakan tugasnya, BPUPKI melaporkan hasilnya kepada Pemerintah

Balatentara Jepang disertai suatu usulan dibentuknya suatu badan baru yakni, Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia atau PPKI yang jangkauannya adalah lebih luas. Atas dasar usul tersebut

dibentuklah PPKI pada tanggal: 7 Agustus 1945. PPKI ini beranggotakan 21orang dengan Ir.

Soekarno ditunjuk sebagai ketuanya dan Drs Moh. Hatta sebagai wakilnya.

Pada tanggal 9 Agustus 1945 Ketua dan Wakil Ketua serta mantan Ketua BPUPKI diminta

menemui Jendral Besar Terauchi, Panglima Besar Tentara Jepang Daerah Selatan, yang

berkedudukan di Dalat suatu kota. Pada tanggal 12 Agustus 1945 oleh Jendral Bala Tentara

Jepang dikatakan :

1. Pemerintah di Tokio telah menyetujui kemerdekaan bangsa Indonesia,

2. Kapan kemerdekaan akan diumumkan, terserah kepada PPKI yang dipimpin oleh

Ir.Soekarno dan Drs. Moh, Hatta.

Pada tanggal 16 Agustus 1945 dinihari, Ir. Soekarno deserta istri dan anaknya, beserta Drs. Moh

Hatta atas prakarsa pemuda dibawa oleh beberapa perwia Pembela Tanah Air ( PETA ) ke

Rengasdenglok Karawang, adapun sebagai alasannya adalah agar kedua Pemimpin bangsa itu

menerukan pimpinan pemerintah Republik Indonesia dan dari sana para pejuang akan menyerbu

Yakarta untuk melucuti Jepang, Karena tidak terjadi apa apa setelah Mr. Ahmad Subardjo

menjemput mereka dan kemudian pada malam hari, mereka kembali ke Yakarta dan

menyelenggarakan rapat PPKI yang sedianya akan diadakan pada tanggal: 16 Agustus 1945

pukul 10.00 wib.

Menjelang rapat PPKI malam hari Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta menemui Pemerintah

Balatentara Jepang dan diberitahu bahwa PPKI dilarang mengadakan rapat persiapan

pengumuman kemerdekaan, karena Jepang mendapat perintah dari Sekutu untuk

mempertahankan Status Quo Dan kenyataan inilah membuktikan bahwa sejak tanggal: 16

Agustus 1945 bahwa sejak tanggal: 16 Agustus 1945 malam, semua janji Jepang, semua janji

Jepang telah dicabutnya, sehingga sejak saat itu bangsa Indonesia menangambil putusa untuk

menentukan nasibnya. Kenyataan inilah membuktikan bahwa kemerdekaan bukan janji Jepang.

Teks proklamasi dirumuskan dan ditanda tangani oleh Ir Soekarno dan Drs Moh.Hatta dan teks

tersebut dibacakan oleh Ir Soekarno pada tanggal : 17 Agustus 1945 jam 10.00 WIB waktu

setampat dirumahnya Jalan Pegangsaan Timar no.56 Jakarta dengan didahului suatu pidato

singkat, yang bunyinya sebagai berikut:

Saya telah minta pada saudara saudara hadir disni untukmenyaksikan suatu

peristiwa maha penting dalam sejarah kita. Berpuluh puluh tahun kita bangsa Indonesia

telah berjuang untuk kemerdekaan tanah air kita, bahkan telah beratus ratus tahun.

Bahkan ada Jaman Jepang usaha kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak

berhenti henti.

Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri, akan dapat berdiri

dengan kuatnya.

Page 3: Sejarah UUD Dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan

Saudara saudara dengan ini kami menyatakan kebulatan tekad itu, dengarkanlah

Proklamasi kami :

Pada tanggal: 17 Agustus 1945 petang hari datang utusan Kaigun ( Angkatan Laut Jepang )

menemui Drs. Moh. Hatta untuk memberitahukan dengan sungguh2 bahwa daerah daerah yang

tidak beragama Islam dalam wilayah yang diperintah oleh Angkatan Laut sangat keberatan

terhadap bagian kalimat dalam rancangan pembukaan undang undang dasar yang berbunyi : Ke

Tuahanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk

pemeluknya.

Dengan semangat persatuan, keesokan harinya pada tanggal: 18 Agustus 1945 hal yang pelik

itu dapat diselesaikan oleh PPKI . Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia menyetujui

penghapusan bagian kalimat atau tujuh kata dalam rancangan Pembukaan dan menggantinya

dengan kata kata : Ke Tuhanan Yang Maha Esa.

Sebelum rapat PPKI dimulai masalah tersebut dibicarakan terlebih dahulu oleh Drs Moh Hatta

dengan 4 orang anggota PPKI yaitu K.H. Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusuma, Mr Kasman

Singodimedja dan Mr Teuku M.Hassan, kesemuanya adalah tokoh tokoh agama Islam. Dari

pembicaraan tersebut, disepakati untuk mengubah rumusan yang terdapat dalam pembukaan

undang undang dasar 1945, yang semula berbunyi : Ke Tuhanan Yang Maha Esa dengan

kewajiban mejalankan syariat Islam bagi pemeluk pemeluknya menjadi: Ke Tuhanan Yang Maha

Esa.

Dengan perubahan tersebut timbullah kelegaan bagi semua pihak dan kearifan para tokoh

tokoh pendiri negara kesatuan Republik Indonesia yang ber – wawasan kebangsaan dan

persatuan. Setelah mengadakan peubahan yang amat mendasar atas rancangan undang undang

dasar yang disusun BPUPKI yakni sebagai akibat dihapuskannya TUJUH KATA dari Sila Pertama

dasar negara Republik Indonesia dalam Rancangan Pembukaan Undang Undang Dasar RI dan

lain lain perubahan.

Pada tanggal: 18 Agustus 1945 Undang Undang Dasar Republik Indonesia telah sah

ditetapkan oleh PPKI – Panitia Persiapan Kemedekaan Indonesia. Dalam sidang PPKI, sesuai

dengan pasal III Aturan Peralihan Undang Undang Dasar 1945, dilaksanakanlah pemilihan

Presiden dan Wakil Presiden yang pertama kali.

ANALISIS UUD 1945 SEBELUM & SESUDAH AMANDEMEN PASAL 1 s/d 18B

Pasal 1 ayat 2

Sebelum Amandemen: Kedaulatan memang berada di tangan rakyat, tetapi dilaksanakan

sepenuhnya berada di tangan rakyat, sehingga kelemahan di sini MPR dalam menjalankan

kedaulatnnya tidak dibatasi oleh undang-undang

Sesudah Amandemen: Sesudah amandemen, kedaulatan masih berada di tangan rakyat tetapi

semuanya harus sesuai dengan undang-undang. Kelebihan dari amandemen ayat ini adalah

mengurangi kesewenang-wenangan penggunaan kedaulatan oleh rakyat dan harus sesuai

dengan undang-undang

Pasal 1 ayat 3

Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)

Sesudah Amandemen: Negara Indonesia mempertegas statusnya sebagai negara hukum karena

pada saat Orde Baru kekuasaan banyak diselewengkan dan semuanya dikuasai oleh para ‘kerah-

putih’ sehingga dengan di tambahkannya pasal ini, maka semua orang Indonesia, tanpa melihat

statusnya dalam berbuat harus tetap dipertanggungjawabkan di depan hukum yang berlaku di

Indonesia

Pasal 2 ayat 1

Sebelum Amandemen: Kelemahan dari ayat ini adalah anggota MPR yang berasal dari golongan-

golongan daerah bisa saja tidak sesuai dengan kualifikasi yang diminta untuk duduk di kursi MPR

Sesudah Amandemen: Kelebihan dari amandemen ayat ini adalah anggota DPD yang akan duduk

di MPR haruslah melalui pemilihan umum sehingga bukan asal pilih saja

Pasal 3 ayat 1

Sebelum Amandemen: MPR hanya berperan untuk menetapkan UUD dan GBHN. Pengubahan

UUD bukan menjadi hak MPR

Sesudah Amandemen: MPR bisa melakukan perubahan pada UUD, selain menetapkannya.

Apabila dipandang suatu pasal tidak sesuai dengan zaman, maka MPR bisa melakukan

perubahan sesuai dengan UU yang berlaku

Pasal 3 ayat 2

Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)

Sesudah Amandemen: MPR berwenang sebagai lembaga yang melantik presiden dan wakil

presiden saja, karena sebelumnya MPR juga memilih, mengangkat, dan memberhentikan

presiden dan wakil presiden

PROKLAMASIKami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dll diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang

sesingkat singkatnya.Jakarta : hari 17 blan 8 tahun 45

Atas nama bangsa IndonesiaSoekarno / Hatta.

Page 4: Sejarah UUD Dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan

Pasal 3 ayat 3

Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)

Sesudah Amandemen: MPR hanya berwenang untuk memakzulkan presiden dan wakil presiden

berdasarkan UUD, dengan alasan presiden/wapres itu gagal dalam melaksanakan pemerintahan.

Mereka tidak berwenang untuk memilihnya

Pasal 5 ayat 1

Sebelum Amandemen: Presiden memiliki hak penuh untuk membentuk UU dengan persetujuan

DPR sehingga dengan demikian UU yang dibentuk itu pasti bisa disahkan

Sesudah Amandemen: Presiden hanya berhak untuk membuat dan mengajukan RUU kepada

DPR untuk kemudian dibahas dan disahkan. Kelebihan dari pengubahan ini adalah RUU yang

sebelum dijadikan UU bisa dilakukan wacana terlebih dahulu, apakah sesuai dengan kondisi yang

ada di masyarakat

Pasal 6 ayat 1

Sebelum Amandemen: Latar belakang presiden Indonesia pada saat itu hanya disebutkan harus

orang Indonesia tanpa menjelaskan syarat yang lebih jelas lainnya

Sesudah Amandemen: Sesudah amandemen latar belakang seorang presiden semakin

dipertegas dengan beberapa syarat, seperti harus mampu melaksanakan tugas kepresidenan

secara jasmani dan rohani

Pasal 6 ayat 2

Sebelum Amandemen: Presiden dipilih langsung oleh MPR dengan suara terbanyak tanpa adanya

campur tangan rakyat, sehingga rakyat tak pernah tahu bagiamana sosok/figur yang akan menjadi

pemimpin negara waktu itu

Sesudah Amandemen: Syarat-syarat untuk menjadi presiden dan wapres diatur oleh UU sehingga

sesuai dengan ketentuan UU, maka dalam hal ini masyarakat Indonesia berhak untuk memilih

presiden serta wapres, tanpa ikut campur MPR secara langsung

Pasal 6A ayat 1

Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)

Sesudah Amandemen: Di sini menegaskan tentang hak pilih rakyat dalam pemilihan Presiden dan

Wakil Presiden secara langsung, sehingga hal ini tentu berbeda dengan masa Orde Baru saat era

kepemimpinan mantan Presiden Soeharto

Pasal 6A ayat 2

Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)

Sesudah Amandemen: Calon Presiden dan Wakilnya merupakan usulan dari satu parpol ataupun

gabungan beberapa parpol (koalisi) sebelum dilaksanakan pemilihan umum

Pasal 6A ayat 3

Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)

Sesudah Amandemen: Ayat ini membahas mengenai syarat sah untuk menjadi seorang Presiden

dan Wakil Presiden berdasarkan jumlah suara yang diperolehnya pada saat pemilu, yakni lebih

dari 50% secara nasional dan lebih dari 20% di tiap provinsi di Indonesia

Pasal 6A ayat 4

Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)

Sesudah Amandemen: Apabila dalam penghitungan ditemukan suara yang terbanyak yang sama

pada dua calon pasangan presiden dan wapresnya, maka akan dilaksanakan pemilu ulang

dengan calon para pemenang suara pertama dan kedua tersebut oleh rakyat secara langsung

Pasal 6A ayat 5

Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)

Sesudah Amandemen: Syarat-syarat untuk menjadi seorang Presiden dan Wakil Presiden lebih

lanjutnya akan diterangkan di undang-undang yang berlaku

Pasal 7

Sebelum Amandemen: Presiden memiliki hak untuk diangkat kembali sebagai presiden dalam

jangka 5 tahun kepemerintahan dan selanjutnya bisa dipilih kembali tanpa batas yang ada. Hal ini

bisa saja membuat seorang Presiden untuk mencalonkan dirinya berkali-kali atau selamanya

Sesudah Amandemen: Presiden memiliki hak kepemerintahan sebanyak dua kali masa jabatan

yang masing-masing berjangka 5 tahun untuk dipilih oleh masyarakat Indonesia secara langsung.

Hal ini diharapkan bisa menghilangkan kepemerintahan abadi

Pasal 7A

Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)

Sesudah Amandemen: MPR dengan usul DPR bisa saja memberhentikan jabatan seorang

Presiden maupun Wakil Presiden apabila dia terbukti telah melakukan pengkhianatan terhadap

negara, korupsi, penyuapan serta tindakan pidana berat lainnya ataupun sudah tidak memenuhi

syarat-syarat untuk menjadi seorang Presiden ataupun Wakil Presiden lagi

Pasal 7B ayat 1

Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)

Sesudah Amandemen: Sebelum memberikan usulan kepada MPR untuk memberhentikan

seorang Presiden ataupun Wakil Presiden yang terbukti salah melakukan tindakan semacam

korupsi, penyuapan, dan semacamnya, maka DPR terlebih dahulu mengajukan permintaan ke MK

sebelum memutuskan apakah Presiden atau Wapres tersebut terbukti melakukan tindakan

tersebut

Page 5: Sejarah UUD Dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan

Pasal 7B ayat 2

Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)

Sesudah Amandemen: DPR memiliki fungsi pengawasan terhadap kinerja seorang Presiden

beserta Wakil Presidennya, dan apabila terbukti salah satunya ataupun keduanya melakukan

kesalahan, maka DPR telah menjalankan fungsi pengawasannya

Pasal 7B ayat 3

Sebelum Amanemen: (TIDAK ADA)

Sesudah Amandemen: Sebelum mengajukan permintaan untuk memberhentikan seorang

presiden atau wapresnya yang terbukti melakukan kesalahan ke MK, DPR haruslah melakukan

sidang & mendapatkan suara paling tidak 2/3 dari anggotanya dan anggota yang hadir dalam

sidang paling tidak sebanyak 2/3 dari keseluruhannya untuk bisa mengajukan permintaan

pemberhentian presiden / wapres

Pasal 7B ayat 4

Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)

Sesudah Amandemen: MK diberi waktu paling lambat 90 hari untuk memeriksa, mengadili, dan

memutus usulan DPR setelah MK menerima usulan permintaan pemberhentian presiden atau

wakilnya

Pasal 7B ayat 5

Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)

Sesudah Amandemen: Apabila MK telah menemukan bahwa usul yang disampaikan DPR itu

benar mengenai kesalahan-kesalahan yang dilakukan presiden atau wakilnya dan menyetujuinya,

maka DPR berhak untuk meneruskan usul pemberhentian itu ke MPR

Pasal 7B ayat 6

Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)

Sesudah Amandemen: Setelah menerima persetujuan dari MK dan mendapat tembusan dari

DPR, maka MPR berhak menyelenggarakan sidang dan memutuskannya paling lambat 30 hari

setelah usul dari DPR tersebut diterima MPR

Pasal 7B ayat 7

Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)

Sesudah Amandemen: Presiden atau wakil presiden yang terbukti bersalah akan

korupsi/suap/tindakan tercela lainnya diberi hak untuk menyampaikan penjelasannya di sidang

paripurna MPR sebelum MPR melakukan penghitungan suara dari anggotanya dengan jumlah

anggota yang hadir paling tidak ¾ dan jumlah suara paling tidak sebanyak 2/3 dari yang hadir itu

Pasal 7C

Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)

Sesudah Amandemen: Presiden tidak meiliki hak untuk membekukan ataupun membubarkan DPR

karena DPR adalah lembaga wakil rakyat yang berfungsi utuk melaksanakan fungsi

pengawasannya terhadap kinerja pemerintah

Pasal 8 ayat 1

Sebelum Amandemen: Wakil presiden memiliki hak untuk menggantikan posisi presiden apabila

ada kondisi tertentu yang menghalanginya untuk berhenti bertugas. Wakil presiden tersebut akan

menggantikannya sampai habis

Sesudah Amandemen: Wakil Presiden berhak menggantikan posisi presiden dalam menjalankan

tugasnya sampai masa presiden yang mangkat itu habis, bukannya sampai masa seumur hidup

Pasal 8 ayat 2

Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)

Sesudah Amandemen: Apabila terjadi kekosongan jabatan wakil presiden yang disebabkan oleh

sakit/meninggal dunia/sebab lainnya, maka MPR akan menyelenggarakan rapat sidang untuk

membahas dua calon wapres yang sebelumnya diusulkan oleh presiden

Pasal 8 ayat 3

Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)

Sesudah Amandemen: Apabila terdapat keadaan di mana presiden & wakil presiden secara

bersama-sama tidak bisa melaksanakan kewajibannya, maka pelaksana tugas kepresidenan yang

terdiri dari Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan berkewajiban

melaksanakan tugas kepresidenan untuk sementara. Sedangkan MPR diberi hak selambat-

lambatnya 30 hari untuk melakukan sidang dalam penentuan Presiden dan Wakil Presiden baru

dengan calon yang diusulkan oleh dua partai politik yang menduduki posisi dua dan tiga pada

pemilihan umum sebelumnya. Calon Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih itu nantinya akan

bekerja selama masa jabatan Presiden yang berhalangan sebelumnya.

Pasal 9 ayat 1

Sebelum Amandemen: Presiden diterangkan dalam janjinya untuk menjalankan peraturan dengan

seluas-luasnya tanpa batas yang nyata. Sehingga, hal ini membuat suatu kelemahan pada citra

Presiden tanpa memandang rakyat

Sesudah Amandemen: Janji presiden sesudah amandemen berubah yang dicirikan dengan

Presiden menjalankan peraturan selurus-lurusnya dengan UU sehingga diharapkan tidak terjadi

penyelewengan kekuasaan

Pasal 9 ayat 2

Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)

Page 6: Sejarah UUD Dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan

Sesudah Amandemen: Sumpah yang diucapkan oleh Presiden dan wakilnya haruslah disaksikan

oleh MPR dihadapan MA, apabila MPR atau DPR tidak bisa mengadakan sidang. Dengan

demikian, kesaksian oleh mereka bisa dibenarkan

Pasal 11 ayat 2

Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)

Sesudah Amandemen: Dalam pembuatan perjanjian Internasional dengan negara lain yang

berdampak pada perekonomian rakyat, Presiden haruslah melakukan perundingan/pembahasan

dengan DPR

Pasal 11 ayat 3

Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)

Sesudah Amandemen: Segala ketentuan mengenai Perjanjian Internasional diatur oleh Undang-

Undang yang berlaku

Pasal 13 ayat 2

Sebelum Amandemen: Presiden berhak menerima duta dari negara lain tanpa melalui

pertimbangan siapapun

Sesudah Amandemen: Setelah diamandemen, ayat 2 mempertegas ayat pertama dalam hal

pengangkatan duta negara lain tapi harus melalui perundingan dengan DPR

Pasal 13 ayat 3

Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)

Sesudah Amandemen: Amandemen pada ayat 3 lebih mempertegas ayat 2 namun dengan

perbedaan dalam penempatan duta negara lain yang perlu memperhatikan usulan/melalui

perundingan dengan DPR

Pasal 14 ayat 1

Sebelum Amandemen: Presiden berhak memberikan grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi

kepada siapapun yang dikehendakinya

Sesudah Amandemen: Pemberian grasi dan rehabilitasi oleh Presiden kepada orang tertentu

harus melalui pertimbangan Mahkamah Agung sehingga dengan demikian Presiden tidak

sewenang-wenang dalam memberikan grasi dan semacamnya

Pasal 14 ayat 2

Sebelum Amandemen: Presiden berhak memberikan grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi

kepada siapapun yang dikehendakinya

Sesudah Aandemen: Pada ayat 2, pemberian amnesti dan abolisi oleh Presiden harus melalui

pertimbangan DPR, bukannya MA

Pasal 15

Sebelum Amandemen: Presiden berhak kapanpun dan sesuai dengan kemauannya memberikan

gelar, tanda jasa, dan tanda-tanda kehormatan kepada siapapun

Sesudah Amandemen: Sesudah amandemen, Presiden dalam memberikan gelar, tanda jasa, dan

tanda kehormatan kepada seseorang haruslah sesuai dengan perundangan yang berlaku

Pasal 16 ayat 1

Sebelum Amandemen: Susunan Dewan Pertimbangan Agung ditetapkan sesuai dengan

perundangan yang berlaku di Indonesia

Pasal 16 ayat 2

Sebelum Amandemen: DPA berkewajiban memberikan jawab kepada Presiden dan memajukan

usul kepada pemerintah

Pasal 16 ayat 1 dan 2

Sesudah Amandemen: Sesudah amandemen, Presiden berhak mengangkat DPA yang memiliki

tugas untuk memberikan nasehat dan pertimbangan kepada Presiden sesuai dengan peraturan

perundangan yang berlaku. Dengan demikian, pasal 16 ayat (1) dan (2) sesudah amandemen

dilebur menjadi satu tapi dirubah dalam hal konten

Pasal 17 ayat 2

Sebelum Amandemen: Presiden memiliki hak untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-

menteri yang membantunya dalam bertugas

Sesudah Amandemen: Sesudah amandemen, tidak ada perubahan pada ayat 2 ini secara

kontekstual

Pasal 17 ayat 3

Sebelum Amandemen: Sebelum era reformasi, menteri-menteri bekerja memimpin departemen

pemerintahan

Sesudah Amandemen: Sesudah amandemen, para menteri membidangi dalam urusan tertentu

kepemerintahan

Pasal 17 ayat 4

Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)

Sesudah Amandemen: Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran jajaran dalam kementrian

sesudah amandemen harus disesuaikan/diatur dalam undang-undang yang berlaku. Bukan

sepenuhnya ada di tangan Presiden

Page 7: Sejarah UUD Dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan

Pasal 18 ayat 1

Sebelum Amandemen: Pembagian daerah-daerah di Indonesia, baik besar ataupun kecilnya tidak

hanya didasarkan pada undang-undang yang berlaku di Indonesia tetapi juga harus berdasarkan

asas permusyawaratan yang berlaku pada sistem pemerintahan yang ada. Selain itu hak-hak

untuk membentuk daerah-daerah istimewa di Indonesia, seperti Yogyakarta juga harus

dipertimbangkan

Sesudah Amandemen: Ayat ini mempertegas struktur provinsi. Provinsi terdiri dari kabupaten dan

kota serta kesemuanya diatur dalam perundangan yang berlaku

Pasal 18 ayat 2

Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)

Sesudah Amandemen: Pemerintah daerah provinsi, kabupaten maupun kota memiliki hak untuk

mengurusi daerahnya sendiri menurut asas otonomi dan tugas pembantuan

Pasal 18 ayat 3

Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)

Sesudah Amandemen: Di setiap pemerintahan daerah provinsi, kabupaten maupun kota memiliki

DPRD di tiap tingkatannya, tetapi para anggotanya harus dipilih melaui pemilihan umum

Pasal 18 ayat 4

Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)

Sesudah Amandemen: Gubernur, Bupati, dan Walikota harus dipilih berdasarkan pemilihan umum

yang diselenggarakan di provinsi, kabupaten ataupun kota secara demokratis sehingga peran

serta masyarakat sangat menentukan dalam pemilukada ini, selain pilpres

Pasal 18 ayat 5

Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)

Sesudah Amandemen: Pemda dapat menjalankan otonomi daerah seluas-luasnya, semisal

tambang yang berfungsi demi kemaslahatan penduduk di situ namun masih dalam pengawasan

pemerintah pusat dan juga pajak daerah. Namun, urusan pusat bukanlah perhatian dari Pemda

Pasal 18 ayat 6

Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)

Sesudah Amandemen: Pemda bisa membuat peraturan daerahnya sendiri demi kepentingan

otonomi daerah dan tugas pembantuan. Peraturan lainnya juga termasuk hak otonomi daerah.

Semuanya berfungsi untuk memajukan kesejahteraan penduduk di dalamnya

Pasal 18 ayat 7

Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)

Sesudah Amandemen: Penyelenggaraan pemerintah daerah untuk lebih lanjut diatur dalam

undang-undang, termasuk susunan dan tata cara penyelenggaraannya

Pasal 18A ayat 1

Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)

Sesudah Amandemen: Mengatur hubungan wewenang antara pemerintah pusat dengan

pemerintah daerah (Pemprov, Pemkab, Pemkot) yang sesuai dengan undang-undang dengan

memperhatikan kehususan dan keistimewaan yang dimiliki oleh tiap daerah di Indonesia. Dengan

demikian, tidak akan terjadi kebebasan yang tidak bertanggungjawab di Pemda karena kesalahan

pemahaman otonomi daerah dan tidak adanya pemantauan dan kendali dari Pemerintah Pusat

Pasal 18A ayat 2

Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)

Sesudah Amandemen: Mengatur masalah pemanfaatan sumberdaya alam antara pemerintah

daerah dengan pemerintah pusat demi kepentingan bersama, meskipun pemda diberikan hak

otonomi untuk mengelola sumberdaya yang terkandung di daerahnya masing-masing.

Sumberdaya alam yang ada di Indonesia sendiri dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat

bersama, bukan hanya miliki suatu daerah tertentu secara penuh

Pasal 18B ayat 1

Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)

Sesudah Amandemen: Satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus ataupun istimewa

akan diakui oleh Pemerintah Pusat, seperti Satpol PP dan Kepolisian Pamong Praja. Namun,

semuanya juga harus diatur dengan Undang-Undang yang berlaku

Pasal 18B ayat 2

Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)

Sesudah Amandemen: Adat istiadat yang berkembang di Indonesia, seperti kesatuan masyarakat

adat suku Bali, Kekeratonan Surakarta/Ngayogyakarta, dll secara resmi mendapat pengakuan dari

Negara, tetapi harus berdasarkan prinsip yang berlaku di NKRI ini, dan yang terutama

mengutamakan asas Ketuhanan

Page 8: Sejarah UUD Dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA

Jenis dan Hierarki

Hierarki maksudnya peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Berikut adalah hierarki Peraturan

Perundang-undangan di Indonesia menurut UU No. 12/2011 (yang menggantikan UU No.

10/2004) tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan:

UUD 1945, merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan. UUD 1945

ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ketetapan MPR

Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)

Peraturan Pemerintah (PP)

Peraturan Presiden (Perpres)

Peraturan Daerah (Perda), termasuk pula Qanun yang berlaku di Aceh, serta Perdasus dan

Perdasi yang berlaku di Provinsi Papua dan Papua Barat.

Dari Peraturan Perundang-undangan tersebut, aturan yang mengenai ketentuan pidana hanya

dapat dimuat dalam Undang-Undang dan Peraturan Daerah.

Sedangkan peraturan perundang-undangan selain yang tercantum di atas, mencakup peraturan

yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan,

Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang

dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat diakui keberadaannya dan

mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-

undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

Ketetapan MPR

Perubahan (Amandemen) Undang-Undang Dasar 1945 membawa implikasi terhadap kedudukan,

tugas, dan wewenang MPR. MPR yang dahulu berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara,

kini berkedudukan sebagai lembaga negara yang setara dengan lembaga negara lainnya (seperti

Kepresidenan, DPR, DPD, BPK, MA, dan MK).

Dengan demikian MPR kini hanya dapat menetapkan ketetapan yang bersifat penetapan, yaitu

menetapkan Wapres menjadi Presiden, memilih Wapres apabila terjadi kekosongan jabatan

Wapres, serta memilih Presiden dan Wapres apabila Presiden dan Wapres mangkat, berhenti,

diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara

bersama-sama.

Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan

Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.

Materi muatan Undang-Undang adalah:

Mengatur lebih lanjut ketentuan UUD 1945 yang meliputi: hak-hak asasi manusia, hak dan

kewajiban warga negara, pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian

kekuasaan negara, wilayah dan pembagian daerah, kewarganegaraan dan kependudukan, serta

keuangan negara.

Diperintahkan oleh suatu Undang-Undang Dasar 1945 untuk diatur dengan Undang-Undang.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) adalah Peraturan Perundang-undangan

yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Materi muatan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah sama dengan materi muatan Undang-

Undang.

Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang

memaksa (negara dalam keadaan darurat), dengan ketentuan sebagai berikut:

Perpu dibuat oleh presiden saja, tanpa adanya keterlibatan DPR

Perpu harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut.

DPR dapat menerima atau menolak Perpu dengan tidak mengadakan perubahan.

Jika ditolak DPR, Perpu tersebut harus dicabut.

Peraturan Pemerintah

Peraturan Pemerintah (PP) adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden

untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Materi muatan Peraturan Pemerintah

adalah materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.

Peraturan Presiden

Peraturan Presiden (Perpres) adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden.

Materi muatan Peraturan Presiden adalah materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau

materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah.

Peraturan Daerah

Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama kepala daerah (gubernur atau bupati/walikota).

Page 9: Sejarah UUD Dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan

Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan

otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran

lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

PANCASILAPancasila

Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari

Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan

dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.

Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil

dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum

pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.

Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung dalam

beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1 Juni diperingati

sebagai hari lahirnya Pancasila.

Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi, terdapat usulan-usulan

pribadi yang dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia

yaitu:

Lima Dasar oleh Muhammad Yamin, yang berpidato pada tanggal 29 Mei 1945. Yamin

merumuskan lima dasar sebagai berikut: Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan,

Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat. Dia menyatakan bahwa kelima sila yang dirumuskan

itu berakar pada sejarah, peradaban, agama, dan hidup ketatanegaraan yang telah lama

berkembang di Indonesia. Mohammad Hatta dalam memoarnya meragukan pidato Yamin

tersebut.[1]

Panca Sila oleh Soekarno yang dikemukakan pada tanggal 1 Juni 1945 dalam pidato spontannya

yang kemudian dikenal dengan judul "Lahirnya Pancasila". Sukarno mengemukakan dasar-dasar

sebagai berikut: Kebangsaan; Internasionalisme; Mufakat, dasar perwakilan, dasar

permusyawaratan; Kesejahteraan; Ketuhanan. Nama Pancasila itu diucapkan oleh Soekarno

dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni itu, katanya:

Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan

ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan

petunjuk seorang teman kita ahli bahasa - namanya ialah Pancasila. Sila artinya azas atau dasar,

dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi.

Setelah Rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara secara resmi beberapa dokumen

penetapannya ialah:

Rumusan Pertama: Piagam Jakarta (Jakarta Charter) - tanggal 22 Juni 1945

Rumusan Kedua: Pembukaan Undang-undang Dasar - tanggal 18 Agustus 1945

Rumusan Ketiga: Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat - tanggal 27 Desember 1949

Rumusan Keempat: Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara - tanggal 15 Agustus 1950

Rumusan Kelima: Rumusan Kedua yang dijiwai oleh Rumusan Pertama (merujuk Dekrit Presiden

5 Juli 1959)

Hari Kesaktian Pancasila

Pada tanggal 30 September 1965, terjadi insiden yang dinamakan Gerakan 30 September

(G30S). Insiden ini sendiri masih menjadi perdebatan di tengah lingkungan akademisi mengenai

siapa penggiatnya dan apa motif dibelakangnya. Akan tetapi otoritas militer dan kelompok reliji

terbesar saat itu menyebarkan kabar bahwa insiden tersebut merupakan usaha PKI mengubah

unsur Pancasila menjadi ideologi komunis, untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia dan

membenarkan peristiwa Pembantaian di Indonesia 1965–1966.

Pada hari itu, enam Jendral dan 1 Kapten serta berberapa orang lainnya dibunuh oleh oknum-

oknum yang digambarkan pemerintah sebagai upaya kudeta. Gejolak yang timbul akibat G30S

sendiri pada akhirnya berhasil diredam oleh otoritas militer Indonesia. Pemerintah Orde Baru

kemudian menetapkan 30 September sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September G30S dan

tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.

Butir-butir pengamalan Pancasila

Ketetapan MPR no. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa menjabarkan kelima asas

dalam Pancasila menjadi 36 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan

Pancasila. Dicabut digantikan dengan Tap MPR no. I/MPR/2003 dengan 45 butir Pancasila

Sila Pertama

1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan

Yang Maha Esa.

2. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan

agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan

beradab.

3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama

dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap

Tuhan Yang Maha Esa.

5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang

menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.

6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai

dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.

7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa

kepada orang lain.

Page 10: Sejarah UUD Dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan

Sila Kedua

1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai

makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia,

tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin,

kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.

3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.

4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.

5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.

6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.

8. Berani membela kebenaran dan keadilan.

9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.

10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

Sila Ketiga

1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan

bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan

golongan.

2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.

3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.

4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.

5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan

keadilan sosial.

6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.

7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

Sila Keempat

1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai

kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.

2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.

3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.

4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.

5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil

musyawarah.

6. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil

keputusan musyawarah.

7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi

dan golongan.

8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.

9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada

Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai

kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan

bersama.

10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan

pemusyawaratan.

Sila Kelima

1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana

kekeluargaan dan kegotongroyongan.

2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.

3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.

4. Menghormati hak orang lain.

5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.

6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap

orang lain.

7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup

mewah.

8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan

umum.

9. Suka bekerja keras.

10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan

kesejahteraan bersama.

11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan

berkeadilan sosial.