sejarah uud dan hierarki peraturan perundang-undangan
DESCRIPTION
pancasila dan proklamasiTRANSCRIPT
SEJARAH SINGKAT PEMBENTUKKAN UNDANG UNDANG DASAR 1945.
Negara Republik Indonesia masih tergolong muda dalam barisan negara negara di dunia. Tetapi
bangsa Indonesia lahir dari sejarah dan kebudayaan yang tua, melalui kerajaan Sri Wijaya,
Majapahit dan Mataram. Kemudian bangsa ini mengalami masa pendertitaan penjajahan yang
sangat lama. Wujud penderitaan yang diakibatkan oleh penindasan kaum penjajah antara lain :
1. Dominasi dibidang politik .
dalam arti kekuasaan pemerintahan berada ditangan kaum penjajah yang memerintah
dengan sekehendak hati.
2. Eksploitasi dibidang ekonomi ,
Penjajah mengangkut lebih banyak kekayaan dari bumi Indonesia kenegerinya untuk
kemakmuran mereka dibandingkan dengan apa yang diberikan dengan negeri
jajahan.
3. Masuknya kebudayaan penjajah
Kebudayaan penjajah tidak sesuai, dimasukkan kedalam kebudayaan bangsa
Indonesia dengan berbagai cara halus dan paksaan.
4. Diskriminasi dibidang politik, sosial, ekonomi, menempatkan bangsa penjajah dan
golongan penduduk tertentu, yaitu golongan Timur Asing dan yang dipersamakan
pada kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan bangsa Indonesian yang
dianggap penduduk kelas rendah.
Penderitaan itu kemudian melahirkan pergerakan rakyat untuk mengembalikan derajat dan
martabatya, yang kemudian berlanjut dengan perlawanan terhadap penjajah untuk mencapai :
a. Negara Indonesia yang merdeka dan berkedaulatan rakyat.
b. Masyarakat yang adil dan makmur, dan
c. Kesamaan derajat dengan bangsa bangsa lain.
Perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajah bukanlah merupakan hal yang baru dan
dilakukan sejak penjajah menginjakan kakinya di bumi Indonesia. Namun perlawanan melalui
suatu pergerakan nasional secara teratur barulah mulai ditempuh pada abad ke 20, yaitu dengan
berdirinya gerakan Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang dewasa ini dikukuhkan sebagai
Hari Kebangkitan Nasional. Dengan berdirinya BO disusul dengan pendirian organisasi
organisasi lain termasuk organisasi sosial dan politik.
Pada tahun 1928 tampil golongan Pemuda yang secara lebih tegas merumuskan secara mutlak
tentang perlunya persatuan bangsa Indonesia dengan semboyan : Satu Nusa, Satu Bangsa dan
Satu Bahasa Persatuan yaitu Bahasa Indonesia yang sekarang dikenal dengan Sumpah Pemuda,
Setelah sumpah pemuda lahirlah angkatan angkatan yang secara lebih tegas memperjuangkan
cita cita Indonesia merdeka.
Perjuangan untuk mencapai Indonesia merdeka terus berlanjut dan berkembang pada tahun
tiga puluhan hingga robohnya pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1942. dan Indonesia
diganti dengan penjajahan Jepang selama lebih kurang tiga setengan tahun dengan penderitaan
yang lebih berat lagi bagi bangsa Indonesia.
Jepang memasuki Perang Dunia ke II ( PD II ) pada tanggal 7 Desember 1941 dengan
menyerang secara mendadak kekuatan armada Amerika Serikat di Pearl Harbour, Hawai.
Kemudian Jepang menyerang ke Selatan, pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat
pada Jepang 9 Maret 1942. Sebelum Jepang menyerbu Hindia Belanda, Jepang telah
berpropaganda secara gencar bahwa Jepang akan membebaskan bangsa Asia dari penjajahan
Barat sehingga tidaklah mengherankan apabila kedatangan tentara Jepang mula mula disambut
dengan gembiran oleh rakyat.
Namun Jepang memang tidak bermaksud menolong atau memerdekakan bangsa Asia. Niat
Jepang segera tampak dari tindakan tindakan kerasnya antara lain pernyataannya bahwa daerah
daerah yang diduduki Jepang segera mendapat pemerintahan militer, dilarang melakukan
pembicaraan atau propaganda politik, dan dilarang untuk mengibarkan bendera nasional mereka
masing masing.
Disamping hal hal yang merugikan, terdapat hal yang menguntungkan yakni terus bertumbuhnya
semangat juang dan patriotisme, khususnya dikalangan pemuda Indonesia dengan dilatihnya para
pemuda dalam hal kemiliteran oleh Jepang, walaupun latihan itu untuk kepentingan perang dari
Jepang. Para pemuda ini dikemudian hari memainkan peranan penting pada masa perang
kemerdekaan.
Mulai tahun 1943 dan 1944 pemerintahan Jepang mengalami kekalahan di semua medan
pertempuran. Dalam keadaan demikian, Jepang dalam rangka mengambil hati bangsa bangsa
jajahannya, memberikan janji kemerdekaan kepada bangsa bangsa yang dijajah seperti Filipina,
Burma. Namun sebenarnya dibalik semua itu, Jepang bertujuan agar bangsa bangsa yang
dijajahnya tetap membantunya dengan peperangan melawan pihak sekutu.
Pada tanggal: 7 September 1944, didepan parlemen di Tokio, pemerrintah Jepang menjanjikan
akan memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia jika Jepang memenangkan
peperangan serta memperlakukan hal haltertentu, seperti memperbolehkan bendera Merah Putih
berkibar disamping bendera Jepang, memperbolehkan menyanyikan lagu Indonesia Raya serta
membicarakan persoalan politik.
Pada tanggal 1 Maret 1945 janji Jepang tentang pemberian kemerdekaan diulangi kembali,
tetapi kini tanpa syarat. Bahkan Jepang juga menjanjikan membentuk suatu badan yang
dinamakan : BPUPKI – Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Sesuai
dengan namanya badan ini diberi tugas mempelajari hal hal yang diperlukan untuk menyelenggarakan suatu negara merdeka.Pada tanggal 29 April 1945 :
dibentuk Badan Penyelidik Usaha Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia atau BPUPKI, dengan anggota 62 ( enam puluh dua ) yang diketuai oleh Dr.
Radjiman Widyadiningrat dan Ketua Muda R.P. Soeroso .
Pada sidang kedua ( Ke II ) anggota BPUPKI ditambah jumlahnya menjadi 68 ( enam
puluh delapan ) orang .
Pada tanggal 28 Mei 1945 anggota BPUPKI dilantik oleh Pembesar Tertinggi Bala
Tentara Jepang di Jawa, dan
pada tanggal 29 Mei 1945 keesokan harinya dimulailah sidang yang pertama. BPUPKI
mengadakan dua kali persidangan,
- pertama dari tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945 dan
- yang kedua dari tanggal 10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945,
Pada sidang pertama, tanggal: 29 Mei 1945, Ketua BPUPKI meminta kepada para anggotanya
mengemukakan Dasar Negara Indonesia Merdeka, Guna memenuhi permintaan Ketua sidang
itulah para anggota antara :
1. Mr.Muh Yamin ,
2. Prof Mr Dr Soepomo dan
3. Ir Soekarno menjawab secara langsung pertanyaan Ketua BPUPKI dan mengemukakan
pandangan serta pendapat mereka mengenai dasar negara dimaksud.
Pada akhir sidang Pertama yaitu tanggal : 29 Mei 1945, Ketua Sidnag BPUPKI membentuk
Panitya Kecil yang terdiri dari 8 ( delapan ) orang dan diketuai oleh Ir. Soekarna yang mempunyai
tugas antara lain mengumpulkan dan menggolong golongkan usul dan diajukan peserta sidang.
Pada tanggal : 22 Juni 1945, Pantia Delapan mengadakan pertemuan dengan 38 orang
anggota BPUPKI yang kebetulan berada di Jakarta. Pertemuan atau rapat tersebut merupakan
usaha untuk mencari titik temu antara golongan paham kebangsaan dan golongan Islam, Rapat
tersebut membentuk pula suatu panitya kecil yang terdiri dari 9 ( sembilan ) orang yaitu :
1. Drs Moh Hatta. 5. Ir Soekarno.
2. Mr. Moh Yamin 6. Abd, Kahar Moezakir.
3. Mr. A Soebardjo. 7. H. Abd Wachid Hasjim.
4. Mr. A.A Maramis 8. Abikusno Tjokosujoso.
5. H. Agus Salim
Yang dikenal degan nama Panitia Sembilan.
Panitia Sembilan itu mencapai hasil yaitu dicapainya persetujuan antara pihak Islam dan pihak
kebangsaan. Persetujuan itu termaktub dalam suatu naskah rancangan Pembukaan Hukum Dasar
( Rancangan Preambul Hukum Dasar). Konsensus antara golongan Kebangsaan dan golongan
Islam pada tanggal 22 Juni 1945 dikenal sebagai : PIAGAM JAKARTA.
Didalam rancangan preambul hukum dasar terdapat rancangan dasar negara yaitu :
a. Ke Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk pemeluknya.
b. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
c. Persatuan Indonesia,
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan.
e. Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Panitia Delapan menyetujui sepenuhnya rancangan preambul Hukum Dasar yang disusun oleh
sembilan orang anggota BPUPKI dan menyampaikannya kepada sidang BPUPKI pada tanggal:
10 Juli 1945. Pada tanggal 11 Juli 1945, Ketua BPUPKI membentuk tiga Panitia,
a. Panitia Perancang Undang Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno.
b. Panitia Pembelaan Tanah Air yang diketuai oleh Abikusno
Tjokrosujoso.
c. Panitia Soal Keuangan dan Perekonomian, yang diketuai oleh Drs,Moh Hatta.
Setelah selesai melaksanakan tugasnya, BPUPKI melaporkan hasilnya kepada Pemerintah
Balatentara Jepang disertai suatu usulan dibentuknya suatu badan baru yakni, Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia atau PPKI yang jangkauannya adalah lebih luas. Atas dasar usul tersebut
dibentuklah PPKI pada tanggal: 7 Agustus 1945. PPKI ini beranggotakan 21orang dengan Ir.
Soekarno ditunjuk sebagai ketuanya dan Drs Moh. Hatta sebagai wakilnya.
Pada tanggal 9 Agustus 1945 Ketua dan Wakil Ketua serta mantan Ketua BPUPKI diminta
menemui Jendral Besar Terauchi, Panglima Besar Tentara Jepang Daerah Selatan, yang
berkedudukan di Dalat suatu kota. Pada tanggal 12 Agustus 1945 oleh Jendral Bala Tentara
Jepang dikatakan :
1. Pemerintah di Tokio telah menyetujui kemerdekaan bangsa Indonesia,
2. Kapan kemerdekaan akan diumumkan, terserah kepada PPKI yang dipimpin oleh
Ir.Soekarno dan Drs. Moh, Hatta.
Pada tanggal 16 Agustus 1945 dinihari, Ir. Soekarno deserta istri dan anaknya, beserta Drs. Moh
Hatta atas prakarsa pemuda dibawa oleh beberapa perwia Pembela Tanah Air ( PETA ) ke
Rengasdenglok Karawang, adapun sebagai alasannya adalah agar kedua Pemimpin bangsa itu
menerukan pimpinan pemerintah Republik Indonesia dan dari sana para pejuang akan menyerbu
Yakarta untuk melucuti Jepang, Karena tidak terjadi apa apa setelah Mr. Ahmad Subardjo
menjemput mereka dan kemudian pada malam hari, mereka kembali ke Yakarta dan
menyelenggarakan rapat PPKI yang sedianya akan diadakan pada tanggal: 16 Agustus 1945
pukul 10.00 wib.
Menjelang rapat PPKI malam hari Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta menemui Pemerintah
Balatentara Jepang dan diberitahu bahwa PPKI dilarang mengadakan rapat persiapan
pengumuman kemerdekaan, karena Jepang mendapat perintah dari Sekutu untuk
mempertahankan Status Quo Dan kenyataan inilah membuktikan bahwa sejak tanggal: 16
Agustus 1945 bahwa sejak tanggal: 16 Agustus 1945 malam, semua janji Jepang, semua janji
Jepang telah dicabutnya, sehingga sejak saat itu bangsa Indonesia menangambil putusa untuk
menentukan nasibnya. Kenyataan inilah membuktikan bahwa kemerdekaan bukan janji Jepang.
Teks proklamasi dirumuskan dan ditanda tangani oleh Ir Soekarno dan Drs Moh.Hatta dan teks
tersebut dibacakan oleh Ir Soekarno pada tanggal : 17 Agustus 1945 jam 10.00 WIB waktu
setampat dirumahnya Jalan Pegangsaan Timar no.56 Jakarta dengan didahului suatu pidato
singkat, yang bunyinya sebagai berikut:
Saya telah minta pada saudara saudara hadir disni untukmenyaksikan suatu
peristiwa maha penting dalam sejarah kita. Berpuluh puluh tahun kita bangsa Indonesia
telah berjuang untuk kemerdekaan tanah air kita, bahkan telah beratus ratus tahun.
Bahkan ada Jaman Jepang usaha kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak
berhenti henti.
Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri, akan dapat berdiri
dengan kuatnya.
Saudara saudara dengan ini kami menyatakan kebulatan tekad itu, dengarkanlah
Proklamasi kami :
Pada tanggal: 17 Agustus 1945 petang hari datang utusan Kaigun ( Angkatan Laut Jepang )
menemui Drs. Moh. Hatta untuk memberitahukan dengan sungguh2 bahwa daerah daerah yang
tidak beragama Islam dalam wilayah yang diperintah oleh Angkatan Laut sangat keberatan
terhadap bagian kalimat dalam rancangan pembukaan undang undang dasar yang berbunyi : Ke
Tuahanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk
pemeluknya.
Dengan semangat persatuan, keesokan harinya pada tanggal: 18 Agustus 1945 hal yang pelik
itu dapat diselesaikan oleh PPKI . Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia menyetujui
penghapusan bagian kalimat atau tujuh kata dalam rancangan Pembukaan dan menggantinya
dengan kata kata : Ke Tuhanan Yang Maha Esa.
Sebelum rapat PPKI dimulai masalah tersebut dibicarakan terlebih dahulu oleh Drs Moh Hatta
dengan 4 orang anggota PPKI yaitu K.H. Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusuma, Mr Kasman
Singodimedja dan Mr Teuku M.Hassan, kesemuanya adalah tokoh tokoh agama Islam. Dari
pembicaraan tersebut, disepakati untuk mengubah rumusan yang terdapat dalam pembukaan
undang undang dasar 1945, yang semula berbunyi : Ke Tuhanan Yang Maha Esa dengan
kewajiban mejalankan syariat Islam bagi pemeluk pemeluknya menjadi: Ke Tuhanan Yang Maha
Esa.
Dengan perubahan tersebut timbullah kelegaan bagi semua pihak dan kearifan para tokoh
tokoh pendiri negara kesatuan Republik Indonesia yang ber – wawasan kebangsaan dan
persatuan. Setelah mengadakan peubahan yang amat mendasar atas rancangan undang undang
dasar yang disusun BPUPKI yakni sebagai akibat dihapuskannya TUJUH KATA dari Sila Pertama
dasar negara Republik Indonesia dalam Rancangan Pembukaan Undang Undang Dasar RI dan
lain lain perubahan.
Pada tanggal: 18 Agustus 1945 Undang Undang Dasar Republik Indonesia telah sah
ditetapkan oleh PPKI – Panitia Persiapan Kemedekaan Indonesia. Dalam sidang PPKI, sesuai
dengan pasal III Aturan Peralihan Undang Undang Dasar 1945, dilaksanakanlah pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden yang pertama kali.
ANALISIS UUD 1945 SEBELUM & SESUDAH AMANDEMEN PASAL 1 s/d 18B
Pasal 1 ayat 2
Sebelum Amandemen: Kedaulatan memang berada di tangan rakyat, tetapi dilaksanakan
sepenuhnya berada di tangan rakyat, sehingga kelemahan di sini MPR dalam menjalankan
kedaulatnnya tidak dibatasi oleh undang-undang
Sesudah Amandemen: Sesudah amandemen, kedaulatan masih berada di tangan rakyat tetapi
semuanya harus sesuai dengan undang-undang. Kelebihan dari amandemen ayat ini adalah
mengurangi kesewenang-wenangan penggunaan kedaulatan oleh rakyat dan harus sesuai
dengan undang-undang
Pasal 1 ayat 3
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Negara Indonesia mempertegas statusnya sebagai negara hukum karena
pada saat Orde Baru kekuasaan banyak diselewengkan dan semuanya dikuasai oleh para ‘kerah-
putih’ sehingga dengan di tambahkannya pasal ini, maka semua orang Indonesia, tanpa melihat
statusnya dalam berbuat harus tetap dipertanggungjawabkan di depan hukum yang berlaku di
Indonesia
Pasal 2 ayat 1
Sebelum Amandemen: Kelemahan dari ayat ini adalah anggota MPR yang berasal dari golongan-
golongan daerah bisa saja tidak sesuai dengan kualifikasi yang diminta untuk duduk di kursi MPR
Sesudah Amandemen: Kelebihan dari amandemen ayat ini adalah anggota DPD yang akan duduk
di MPR haruslah melalui pemilihan umum sehingga bukan asal pilih saja
Pasal 3 ayat 1
Sebelum Amandemen: MPR hanya berperan untuk menetapkan UUD dan GBHN. Pengubahan
UUD bukan menjadi hak MPR
Sesudah Amandemen: MPR bisa melakukan perubahan pada UUD, selain menetapkannya.
Apabila dipandang suatu pasal tidak sesuai dengan zaman, maka MPR bisa melakukan
perubahan sesuai dengan UU yang berlaku
Pasal 3 ayat 2
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: MPR berwenang sebagai lembaga yang melantik presiden dan wakil
presiden saja, karena sebelumnya MPR juga memilih, mengangkat, dan memberhentikan
presiden dan wakil presiden
PROKLAMASIKami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dll diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang
sesingkat singkatnya.Jakarta : hari 17 blan 8 tahun 45
Atas nama bangsa IndonesiaSoekarno / Hatta.
Pasal 3 ayat 3
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: MPR hanya berwenang untuk memakzulkan presiden dan wakil presiden
berdasarkan UUD, dengan alasan presiden/wapres itu gagal dalam melaksanakan pemerintahan.
Mereka tidak berwenang untuk memilihnya
Pasal 5 ayat 1
Sebelum Amandemen: Presiden memiliki hak penuh untuk membentuk UU dengan persetujuan
DPR sehingga dengan demikian UU yang dibentuk itu pasti bisa disahkan
Sesudah Amandemen: Presiden hanya berhak untuk membuat dan mengajukan RUU kepada
DPR untuk kemudian dibahas dan disahkan. Kelebihan dari pengubahan ini adalah RUU yang
sebelum dijadikan UU bisa dilakukan wacana terlebih dahulu, apakah sesuai dengan kondisi yang
ada di masyarakat
Pasal 6 ayat 1
Sebelum Amandemen: Latar belakang presiden Indonesia pada saat itu hanya disebutkan harus
orang Indonesia tanpa menjelaskan syarat yang lebih jelas lainnya
Sesudah Amandemen: Sesudah amandemen latar belakang seorang presiden semakin
dipertegas dengan beberapa syarat, seperti harus mampu melaksanakan tugas kepresidenan
secara jasmani dan rohani
Pasal 6 ayat 2
Sebelum Amandemen: Presiden dipilih langsung oleh MPR dengan suara terbanyak tanpa adanya
campur tangan rakyat, sehingga rakyat tak pernah tahu bagiamana sosok/figur yang akan menjadi
pemimpin negara waktu itu
Sesudah Amandemen: Syarat-syarat untuk menjadi presiden dan wapres diatur oleh UU sehingga
sesuai dengan ketentuan UU, maka dalam hal ini masyarakat Indonesia berhak untuk memilih
presiden serta wapres, tanpa ikut campur MPR secara langsung
Pasal 6A ayat 1
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Di sini menegaskan tentang hak pilih rakyat dalam pemilihan Presiden dan
Wakil Presiden secara langsung, sehingga hal ini tentu berbeda dengan masa Orde Baru saat era
kepemimpinan mantan Presiden Soeharto
Pasal 6A ayat 2
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Calon Presiden dan Wakilnya merupakan usulan dari satu parpol ataupun
gabungan beberapa parpol (koalisi) sebelum dilaksanakan pemilihan umum
Pasal 6A ayat 3
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Ayat ini membahas mengenai syarat sah untuk menjadi seorang Presiden
dan Wakil Presiden berdasarkan jumlah suara yang diperolehnya pada saat pemilu, yakni lebih
dari 50% secara nasional dan lebih dari 20% di tiap provinsi di Indonesia
Pasal 6A ayat 4
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Apabila dalam penghitungan ditemukan suara yang terbanyak yang sama
pada dua calon pasangan presiden dan wapresnya, maka akan dilaksanakan pemilu ulang
dengan calon para pemenang suara pertama dan kedua tersebut oleh rakyat secara langsung
Pasal 6A ayat 5
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Syarat-syarat untuk menjadi seorang Presiden dan Wakil Presiden lebih
lanjutnya akan diterangkan di undang-undang yang berlaku
Pasal 7
Sebelum Amandemen: Presiden memiliki hak untuk diangkat kembali sebagai presiden dalam
jangka 5 tahun kepemerintahan dan selanjutnya bisa dipilih kembali tanpa batas yang ada. Hal ini
bisa saja membuat seorang Presiden untuk mencalonkan dirinya berkali-kali atau selamanya
Sesudah Amandemen: Presiden memiliki hak kepemerintahan sebanyak dua kali masa jabatan
yang masing-masing berjangka 5 tahun untuk dipilih oleh masyarakat Indonesia secara langsung.
Hal ini diharapkan bisa menghilangkan kepemerintahan abadi
Pasal 7A
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: MPR dengan usul DPR bisa saja memberhentikan jabatan seorang
Presiden maupun Wakil Presiden apabila dia terbukti telah melakukan pengkhianatan terhadap
negara, korupsi, penyuapan serta tindakan pidana berat lainnya ataupun sudah tidak memenuhi
syarat-syarat untuk menjadi seorang Presiden ataupun Wakil Presiden lagi
Pasal 7B ayat 1
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Sebelum memberikan usulan kepada MPR untuk memberhentikan
seorang Presiden ataupun Wakil Presiden yang terbukti salah melakukan tindakan semacam
korupsi, penyuapan, dan semacamnya, maka DPR terlebih dahulu mengajukan permintaan ke MK
sebelum memutuskan apakah Presiden atau Wapres tersebut terbukti melakukan tindakan
tersebut
Pasal 7B ayat 2
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: DPR memiliki fungsi pengawasan terhadap kinerja seorang Presiden
beserta Wakil Presidennya, dan apabila terbukti salah satunya ataupun keduanya melakukan
kesalahan, maka DPR telah menjalankan fungsi pengawasannya
Pasal 7B ayat 3
Sebelum Amanemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Sebelum mengajukan permintaan untuk memberhentikan seorang
presiden atau wapresnya yang terbukti melakukan kesalahan ke MK, DPR haruslah melakukan
sidang & mendapatkan suara paling tidak 2/3 dari anggotanya dan anggota yang hadir dalam
sidang paling tidak sebanyak 2/3 dari keseluruhannya untuk bisa mengajukan permintaan
pemberhentian presiden / wapres
Pasal 7B ayat 4
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: MK diberi waktu paling lambat 90 hari untuk memeriksa, mengadili, dan
memutus usulan DPR setelah MK menerima usulan permintaan pemberhentian presiden atau
wakilnya
Pasal 7B ayat 5
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Apabila MK telah menemukan bahwa usul yang disampaikan DPR itu
benar mengenai kesalahan-kesalahan yang dilakukan presiden atau wakilnya dan menyetujuinya,
maka DPR berhak untuk meneruskan usul pemberhentian itu ke MPR
Pasal 7B ayat 6
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Setelah menerima persetujuan dari MK dan mendapat tembusan dari
DPR, maka MPR berhak menyelenggarakan sidang dan memutuskannya paling lambat 30 hari
setelah usul dari DPR tersebut diterima MPR
Pasal 7B ayat 7
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Presiden atau wakil presiden yang terbukti bersalah akan
korupsi/suap/tindakan tercela lainnya diberi hak untuk menyampaikan penjelasannya di sidang
paripurna MPR sebelum MPR melakukan penghitungan suara dari anggotanya dengan jumlah
anggota yang hadir paling tidak ¾ dan jumlah suara paling tidak sebanyak 2/3 dari yang hadir itu
Pasal 7C
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Presiden tidak meiliki hak untuk membekukan ataupun membubarkan DPR
karena DPR adalah lembaga wakil rakyat yang berfungsi utuk melaksanakan fungsi
pengawasannya terhadap kinerja pemerintah
Pasal 8 ayat 1
Sebelum Amandemen: Wakil presiden memiliki hak untuk menggantikan posisi presiden apabila
ada kondisi tertentu yang menghalanginya untuk berhenti bertugas. Wakil presiden tersebut akan
menggantikannya sampai habis
Sesudah Amandemen: Wakil Presiden berhak menggantikan posisi presiden dalam menjalankan
tugasnya sampai masa presiden yang mangkat itu habis, bukannya sampai masa seumur hidup
Pasal 8 ayat 2
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Apabila terjadi kekosongan jabatan wakil presiden yang disebabkan oleh
sakit/meninggal dunia/sebab lainnya, maka MPR akan menyelenggarakan rapat sidang untuk
membahas dua calon wapres yang sebelumnya diusulkan oleh presiden
Pasal 8 ayat 3
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Apabila terdapat keadaan di mana presiden & wakil presiden secara
bersama-sama tidak bisa melaksanakan kewajibannya, maka pelaksana tugas kepresidenan yang
terdiri dari Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan berkewajiban
melaksanakan tugas kepresidenan untuk sementara. Sedangkan MPR diberi hak selambat-
lambatnya 30 hari untuk melakukan sidang dalam penentuan Presiden dan Wakil Presiden baru
dengan calon yang diusulkan oleh dua partai politik yang menduduki posisi dua dan tiga pada
pemilihan umum sebelumnya. Calon Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih itu nantinya akan
bekerja selama masa jabatan Presiden yang berhalangan sebelumnya.
Pasal 9 ayat 1
Sebelum Amandemen: Presiden diterangkan dalam janjinya untuk menjalankan peraturan dengan
seluas-luasnya tanpa batas yang nyata. Sehingga, hal ini membuat suatu kelemahan pada citra
Presiden tanpa memandang rakyat
Sesudah Amandemen: Janji presiden sesudah amandemen berubah yang dicirikan dengan
Presiden menjalankan peraturan selurus-lurusnya dengan UU sehingga diharapkan tidak terjadi
penyelewengan kekuasaan
Pasal 9 ayat 2
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Sumpah yang diucapkan oleh Presiden dan wakilnya haruslah disaksikan
oleh MPR dihadapan MA, apabila MPR atau DPR tidak bisa mengadakan sidang. Dengan
demikian, kesaksian oleh mereka bisa dibenarkan
Pasal 11 ayat 2
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Dalam pembuatan perjanjian Internasional dengan negara lain yang
berdampak pada perekonomian rakyat, Presiden haruslah melakukan perundingan/pembahasan
dengan DPR
Pasal 11 ayat 3
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Segala ketentuan mengenai Perjanjian Internasional diatur oleh Undang-
Undang yang berlaku
Pasal 13 ayat 2
Sebelum Amandemen: Presiden berhak menerima duta dari negara lain tanpa melalui
pertimbangan siapapun
Sesudah Amandemen: Setelah diamandemen, ayat 2 mempertegas ayat pertama dalam hal
pengangkatan duta negara lain tapi harus melalui perundingan dengan DPR
Pasal 13 ayat 3
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Amandemen pada ayat 3 lebih mempertegas ayat 2 namun dengan
perbedaan dalam penempatan duta negara lain yang perlu memperhatikan usulan/melalui
perundingan dengan DPR
Pasal 14 ayat 1
Sebelum Amandemen: Presiden berhak memberikan grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi
kepada siapapun yang dikehendakinya
Sesudah Amandemen: Pemberian grasi dan rehabilitasi oleh Presiden kepada orang tertentu
harus melalui pertimbangan Mahkamah Agung sehingga dengan demikian Presiden tidak
sewenang-wenang dalam memberikan grasi dan semacamnya
Pasal 14 ayat 2
Sebelum Amandemen: Presiden berhak memberikan grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi
kepada siapapun yang dikehendakinya
Sesudah Aandemen: Pada ayat 2, pemberian amnesti dan abolisi oleh Presiden harus melalui
pertimbangan DPR, bukannya MA
Pasal 15
Sebelum Amandemen: Presiden berhak kapanpun dan sesuai dengan kemauannya memberikan
gelar, tanda jasa, dan tanda-tanda kehormatan kepada siapapun
Sesudah Amandemen: Sesudah amandemen, Presiden dalam memberikan gelar, tanda jasa, dan
tanda kehormatan kepada seseorang haruslah sesuai dengan perundangan yang berlaku
Pasal 16 ayat 1
Sebelum Amandemen: Susunan Dewan Pertimbangan Agung ditetapkan sesuai dengan
perundangan yang berlaku di Indonesia
Pasal 16 ayat 2
Sebelum Amandemen: DPA berkewajiban memberikan jawab kepada Presiden dan memajukan
usul kepada pemerintah
Pasal 16 ayat 1 dan 2
Sesudah Amandemen: Sesudah amandemen, Presiden berhak mengangkat DPA yang memiliki
tugas untuk memberikan nasehat dan pertimbangan kepada Presiden sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku. Dengan demikian, pasal 16 ayat (1) dan (2) sesudah amandemen
dilebur menjadi satu tapi dirubah dalam hal konten
Pasal 17 ayat 2
Sebelum Amandemen: Presiden memiliki hak untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-
menteri yang membantunya dalam bertugas
Sesudah Amandemen: Sesudah amandemen, tidak ada perubahan pada ayat 2 ini secara
kontekstual
Pasal 17 ayat 3
Sebelum Amandemen: Sebelum era reformasi, menteri-menteri bekerja memimpin departemen
pemerintahan
Sesudah Amandemen: Sesudah amandemen, para menteri membidangi dalam urusan tertentu
kepemerintahan
Pasal 17 ayat 4
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran jajaran dalam kementrian
sesudah amandemen harus disesuaikan/diatur dalam undang-undang yang berlaku. Bukan
sepenuhnya ada di tangan Presiden
Pasal 18 ayat 1
Sebelum Amandemen: Pembagian daerah-daerah di Indonesia, baik besar ataupun kecilnya tidak
hanya didasarkan pada undang-undang yang berlaku di Indonesia tetapi juga harus berdasarkan
asas permusyawaratan yang berlaku pada sistem pemerintahan yang ada. Selain itu hak-hak
untuk membentuk daerah-daerah istimewa di Indonesia, seperti Yogyakarta juga harus
dipertimbangkan
Sesudah Amandemen: Ayat ini mempertegas struktur provinsi. Provinsi terdiri dari kabupaten dan
kota serta kesemuanya diatur dalam perundangan yang berlaku
Pasal 18 ayat 2
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Pemerintah daerah provinsi, kabupaten maupun kota memiliki hak untuk
mengurusi daerahnya sendiri menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
Pasal 18 ayat 3
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Di setiap pemerintahan daerah provinsi, kabupaten maupun kota memiliki
DPRD di tiap tingkatannya, tetapi para anggotanya harus dipilih melaui pemilihan umum
Pasal 18 ayat 4
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Gubernur, Bupati, dan Walikota harus dipilih berdasarkan pemilihan umum
yang diselenggarakan di provinsi, kabupaten ataupun kota secara demokratis sehingga peran
serta masyarakat sangat menentukan dalam pemilukada ini, selain pilpres
Pasal 18 ayat 5
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Pemda dapat menjalankan otonomi daerah seluas-luasnya, semisal
tambang yang berfungsi demi kemaslahatan penduduk di situ namun masih dalam pengawasan
pemerintah pusat dan juga pajak daerah. Namun, urusan pusat bukanlah perhatian dari Pemda
Pasal 18 ayat 6
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Pemda bisa membuat peraturan daerahnya sendiri demi kepentingan
otonomi daerah dan tugas pembantuan. Peraturan lainnya juga termasuk hak otonomi daerah.
Semuanya berfungsi untuk memajukan kesejahteraan penduduk di dalamnya
Pasal 18 ayat 7
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Penyelenggaraan pemerintah daerah untuk lebih lanjut diatur dalam
undang-undang, termasuk susunan dan tata cara penyelenggaraannya
Pasal 18A ayat 1
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Mengatur hubungan wewenang antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah (Pemprov, Pemkab, Pemkot) yang sesuai dengan undang-undang dengan
memperhatikan kehususan dan keistimewaan yang dimiliki oleh tiap daerah di Indonesia. Dengan
demikian, tidak akan terjadi kebebasan yang tidak bertanggungjawab di Pemda karena kesalahan
pemahaman otonomi daerah dan tidak adanya pemantauan dan kendali dari Pemerintah Pusat
Pasal 18A ayat 2
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Mengatur masalah pemanfaatan sumberdaya alam antara pemerintah
daerah dengan pemerintah pusat demi kepentingan bersama, meskipun pemda diberikan hak
otonomi untuk mengelola sumberdaya yang terkandung di daerahnya masing-masing.
Sumberdaya alam yang ada di Indonesia sendiri dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat
bersama, bukan hanya miliki suatu daerah tertentu secara penuh
Pasal 18B ayat 1
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus ataupun istimewa
akan diakui oleh Pemerintah Pusat, seperti Satpol PP dan Kepolisian Pamong Praja. Namun,
semuanya juga harus diatur dengan Undang-Undang yang berlaku
Pasal 18B ayat 2
Sebelum Amandemen: (TIDAK ADA)
Sesudah Amandemen: Adat istiadat yang berkembang di Indonesia, seperti kesatuan masyarakat
adat suku Bali, Kekeratonan Surakarta/Ngayogyakarta, dll secara resmi mendapat pengakuan dari
Negara, tetapi harus berdasarkan prinsip yang berlaku di NKRI ini, dan yang terutama
mengutamakan asas Ketuhanan
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA
Jenis dan Hierarki
Hierarki maksudnya peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Berikut adalah hierarki Peraturan
Perundang-undangan di Indonesia menurut UU No. 12/2011 (yang menggantikan UU No.
10/2004) tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan:
UUD 1945, merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan. UUD 1945
ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ketetapan MPR
Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
Peraturan Pemerintah (PP)
Peraturan Presiden (Perpres)
Peraturan Daerah (Perda), termasuk pula Qanun yang berlaku di Aceh, serta Perdasus dan
Perdasi yang berlaku di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Dari Peraturan Perundang-undangan tersebut, aturan yang mengenai ketentuan pidana hanya
dapat dimuat dalam Undang-Undang dan Peraturan Daerah.
Sedangkan peraturan perundang-undangan selain yang tercantum di atas, mencakup peraturan
yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan,
Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang
dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat diakui keberadaannya dan
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-
undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
Ketetapan MPR
Perubahan (Amandemen) Undang-Undang Dasar 1945 membawa implikasi terhadap kedudukan,
tugas, dan wewenang MPR. MPR yang dahulu berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara,
kini berkedudukan sebagai lembaga negara yang setara dengan lembaga negara lainnya (seperti
Kepresidenan, DPR, DPD, BPK, MA, dan MK).
Dengan demikian MPR kini hanya dapat menetapkan ketetapan yang bersifat penetapan, yaitu
menetapkan Wapres menjadi Presiden, memilih Wapres apabila terjadi kekosongan jabatan
Wapres, serta memilih Presiden dan Wapres apabila Presiden dan Wapres mangkat, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara
bersama-sama.
Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan
Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.
Materi muatan Undang-Undang adalah:
Mengatur lebih lanjut ketentuan UUD 1945 yang meliputi: hak-hak asasi manusia, hak dan
kewajiban warga negara, pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian
kekuasaan negara, wilayah dan pembagian daerah, kewarganegaraan dan kependudukan, serta
keuangan negara.
Diperintahkan oleh suatu Undang-Undang Dasar 1945 untuk diatur dengan Undang-Undang.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) adalah Peraturan Perundang-undangan
yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Materi muatan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah sama dengan materi muatan Undang-
Undang.
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang
memaksa (negara dalam keadaan darurat), dengan ketentuan sebagai berikut:
Perpu dibuat oleh presiden saja, tanpa adanya keterlibatan DPR
Perpu harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut.
DPR dapat menerima atau menolak Perpu dengan tidak mengadakan perubahan.
Jika ditolak DPR, Perpu tersebut harus dicabut.
Peraturan Pemerintah
Peraturan Pemerintah (PP) adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden
untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Materi muatan Peraturan Pemerintah
adalah materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
Peraturan Presiden
Peraturan Presiden (Perpres) adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden.
Materi muatan Peraturan Presiden adalah materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau
materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah.
Peraturan Daerah
Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama kepala daerah (gubernur atau bupati/walikota).
Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan
otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran
lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
PANCASILAPancasila
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari
Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan
dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil
dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum
pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.
Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung dalam
beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1 Juni diperingati
sebagai hari lahirnya Pancasila.
Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi, terdapat usulan-usulan
pribadi yang dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
yaitu:
Lima Dasar oleh Muhammad Yamin, yang berpidato pada tanggal 29 Mei 1945. Yamin
merumuskan lima dasar sebagai berikut: Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan,
Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat. Dia menyatakan bahwa kelima sila yang dirumuskan
itu berakar pada sejarah, peradaban, agama, dan hidup ketatanegaraan yang telah lama
berkembang di Indonesia. Mohammad Hatta dalam memoarnya meragukan pidato Yamin
tersebut.[1]
Panca Sila oleh Soekarno yang dikemukakan pada tanggal 1 Juni 1945 dalam pidato spontannya
yang kemudian dikenal dengan judul "Lahirnya Pancasila". Sukarno mengemukakan dasar-dasar
sebagai berikut: Kebangsaan; Internasionalisme; Mufakat, dasar perwakilan, dasar
permusyawaratan; Kesejahteraan; Ketuhanan. Nama Pancasila itu diucapkan oleh Soekarno
dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni itu, katanya:
Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan
ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan
petunjuk seorang teman kita ahli bahasa - namanya ialah Pancasila. Sila artinya azas atau dasar,
dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi.
Setelah Rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara secara resmi beberapa dokumen
penetapannya ialah:
Rumusan Pertama: Piagam Jakarta (Jakarta Charter) - tanggal 22 Juni 1945
Rumusan Kedua: Pembukaan Undang-undang Dasar - tanggal 18 Agustus 1945
Rumusan Ketiga: Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat - tanggal 27 Desember 1949
Rumusan Keempat: Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara - tanggal 15 Agustus 1950
Rumusan Kelima: Rumusan Kedua yang dijiwai oleh Rumusan Pertama (merujuk Dekrit Presiden
5 Juli 1959)
Hari Kesaktian Pancasila
Pada tanggal 30 September 1965, terjadi insiden yang dinamakan Gerakan 30 September
(G30S). Insiden ini sendiri masih menjadi perdebatan di tengah lingkungan akademisi mengenai
siapa penggiatnya dan apa motif dibelakangnya. Akan tetapi otoritas militer dan kelompok reliji
terbesar saat itu menyebarkan kabar bahwa insiden tersebut merupakan usaha PKI mengubah
unsur Pancasila menjadi ideologi komunis, untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia dan
membenarkan peristiwa Pembantaian di Indonesia 1965–1966.
Pada hari itu, enam Jendral dan 1 Kapten serta berberapa orang lainnya dibunuh oleh oknum-
oknum yang digambarkan pemerintah sebagai upaya kudeta. Gejolak yang timbul akibat G30S
sendiri pada akhirnya berhasil diredam oleh otoritas militer Indonesia. Pemerintah Orde Baru
kemudian menetapkan 30 September sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September G30S dan
tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
Butir-butir pengamalan Pancasila
Ketetapan MPR no. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa menjabarkan kelima asas
dalam Pancasila menjadi 36 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan
Pancasila. Dicabut digantikan dengan Tap MPR no. I/MPR/2003 dengan 45 butir Pancasila
Sila Pertama
1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan
Yang Maha Esa.
2. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab.
3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama
dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai
dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
kepada orang lain.
Sila Kedua
1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia,
tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin,
kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Sila Ketiga
1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan
bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan
golongan.
2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial.
6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Sila Keempat
1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai
kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil
musyawarah.
6. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil
keputusan musyawarah.
7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi
dan golongan.
8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada
Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai
kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan
bersama.
10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan
pemusyawaratan.
Sila Kelima
1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap
orang lain.
7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup
mewah.
8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan
umum.
9. Suka bekerja keras.
10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan bersama.
11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial.