sejarah perpustakaan
TRANSCRIPT
SEJARAH PERPUSTAKAAN
ASAL MULA PERPUSTAKAAN
Perkembangan perpustakaan tidak dapat dipisahkan di sejarah manusia
karena perpustakaan merupakan produk manusia. Dalam sejarahnya, manusia
mula-mula tidak menetap sebagai mengembara dari satu tempat ke tempat
yang lain. Kehidupan seperti ini sering disebut kehidupan nomaden. Manusia
mencari makan dari alam sekitarnya, sedangkan untuk keperluan ternaknya ia
mencari sumber air serta rumput. Manusia mulai berusaha menggarap lahan
yang ada disekitarnya, untuk keperluan daging manusia memburu binatang
yang ada disekitarnya. Kehidupan berburu ini tidak beranjak jauh dari
kehidupan nomaden. Dalam pengembarannya serta dari kehidupan bertaninya,
manusia memperoleh pengalaman bahwa bila dia member tanda pada sebuah
batu, pohon, papan, lempengan serta benda lainnya, ternyata manusia dapat
menyampaikan berita ke manusia lainnya. Pesan ini dipahatkan pada batu atau
pohon atau benda lainnya. Selama itu manusia berhubungan dengan manusia
lain melalui bahasa lisan maupun bahasa isyarat. Setelah menggunakan
berbagai tanda yang dipahatkan pada pohon ataupun batu ataupun benda
lainnya, manusia mulai berkomunikasi dengan kelompok lain melalui bahasa
tulisan.
Adanya tulisan tersebut dapat membantu daya ingat manusia daya
ingat manusia kini manusia dapat melihat “catatannya” pada pohon, batu, dan
lempengan. Pesan dalam berbagai pahatan itu dapat diteruskan ke generasi
berikutnya. Bila kegiatan memberi tanda pada berbagai benda itu dilakukan
dari satu generasi ke generasi yang berikutnya maupun dari suku satu ke suku
lainnya maka banyak dugaan bahwa perpustakaan dalam bentuknya yang
sangat sederhana sudah mulai dikenal ketika manusia mulai melakukan
kegiatan penulisan pada berbagai benda. Benda itu dapat diteruskan dari satu
generasi ke generasi berikutnya ataupun dapat dibaca oleh suku lain.
Berdasarkan bukti arkeologis diketahui bahwa perpustakaan pada awal
mulanya tidak lain berupa kumpulan catatan transaksi niaga. Dengan kata lain,
perpustakaan purba tidak lain merupakan sebuah kemudahan untuk
menyimpan catatan niaga. Karena kegiatan perpustakaan purba tidak lain
menyimpan kegiatan niaga maka ada kemungkinan bahwa perpustakaan dan
arsip semula bersumber pada kegiatan yang sama untuk kemudian terpisah.
Dari kegiatan itu, ternyata bahwa sejak semula salah satu kegiatan
perpustakaan ialah menyimpan produk tulisan masyarakat sekaligus juga
perpustakaan merupakan produk masyarakat karena tak ada perpustakaan
tanpa ada masyarakat.
SEBELUM MASEHI
Disebutkan diatas bahwa manusia berusaha mencatat kegiatannya
dengan cara memahatkannya pada kayu, batu, dan lempengan. Lambat laun
catatan itu dianggap kurang praktis karena sulit digunakan dan sukar
disimpan. Karena catatan pada batu atau lempengan tanah liat itu dianggap
kurang praktis, manusia berusaha menemukan alat tulis yang lebih baik
daripada alat tulis periode sebelumnya.
Pada sekitar tahun 2500 sebelum Masehi, orang Mesir mendapatkan
sebuah temuan sederhana tapi memiliki pengaruh besar bagi peradaban
manusia, yaitu penemuan bahan tulis berupa papyrus yang dibuat dari sejenis
rumput yang tumbuh di sepanjang sungai Nil. Rumput tersebut dihaluskan
dengan cara ditumbuk lalu diratakan, kemudian dikeringkan dan digunakan
untuk menulis dengan menggunakan pahatan dan tinta. Dari kata papyrus itu
berkembanglah istilah paper, papiere, papiros yang berarti kertas. Penemuan
kertas dari rumput papyrus ini dianggap penting bagi manusia karena serat
selulosenya merupakan landasan kimiawi bagi pembuatan kertas zaman
modern.
SESUDAH MASEHI
Hingga sekitar tahun 700-an Masehi, papyrus masih digunakan sebagai
bahan tulis, kemudian mulai digunakan bahan lain seperti kulit binatang.
Sekitar abad pertama Masehi, sejenis bahan yang mirip dengan kertas yang
kita gunakan saat ini telah ditemukan di Cina. Namun karena pengetatan yang
dilakukan penguasa Cina terhadap semua benda yang keluar masuk dari Cina
maka penemuan kertas itu tidak dikenal di Eropa hingga tahun 1150-an.
Sebelum itu, Eropa menggunakan kulit binatang sebagai bahan tulis, misalnya
mereka membuat alat tulis dari kulit kambing, domba, biri-biri, sapi, dan
binatang lain yang disebut parchmen. Parchmen sebenarnya berasal dari kata
“pergamuan” sebuah kota kecil di Asia Kecil tempat parchmen pertama kali
digunakan. Parchmen digunakan untuk bahan tulis sebelum kertas ditemukan.
Bahan tulis lain disebut vellum, tersebut dari kulit sapi atau kambing,
digunakan untuk menulis dan menjilid buku.
Karena Eropa Barat baru mengenal kertas pada abad ke-12, sedangkan
mesin cetak baru dikenal pada abad ke-15 maka pengembangan perpustakaan
berjalan lambat. Ketika kertas sudah dikenal, sedangkan teknik pencetakan
masih primitive, di Eropa Barat dikenal sejenis terbitan bernama incunabula
yang berarti buku yang dicetak dengan menggunakan teknik bergerak
(movable type) sebelum tahun 1501. Pengaruhnya bagi perpustakaan adalah
perpustakaan terutama di Eropa hanya menyimpan naskah tulisan tangan
lazim yang disebut “manuskrip”. Makrip ini umumnya berbentuk gulungan,
disebut scroll.
Di Eropa Barat sekitar tahun 1440 tatkala Johann Gutenberg dari kota
Mainz, Jerman mencetak buku dengan tipe cetak gerak. Setiap aksara dilebur
ke dalam logam, kemudian dipindah ke dasar mesin pres lalu diberi tinta.
Kemudian ditaruh kertas di atasnya lalu digulung dengan lempeng pemberat.
Sejak penemuan Gutenberg ini (sebenarnya penemuan untujk kawasan Eropa)
pembuatan manuskrip yang semula ditulis tangan, kini dapat digandakan
dengan mesin cetak. Karena teknik pencetakan yang masih sederhana ini maka
hasilnya pun masih sederhana dibandingkan dengan buku cetakan masa kini.
Buku yang diterbitkan semasa ini hingga abad ke-16 dikenal dengan nama
incunabula.
Mesin cetak penemuan Gutenberg kemudian dikembangkan lagi
sehingga mulai abad ke-16 pencetakan buku dalam waktu singkat mampu
menghasilkan ratusan eksemplar. Hasilnya bagi perpustakaan ialah terjadinya
revolusi perpustakaan artinya dalam waktu singkat perpustakaan diisi dengan
buku cetak. Revolusi yang mirip sama terjadi hampir 400 tahun kemudian
ketika buku mulai digantikan bentuk elektronik. Dari Jerman, mesin cetak
kemudian tersebar keseluruh Eropa, kemudian dibawa lagi ke Asia tempat asal
usul mesin cetak.
Mesin cetak yang diasosiasikan dengan buku menimbulkan dampak
sosial yang besar. Misalnya, bila sebuah negara berada di bawah kekuasaan
yang mutlak, berbagai pengarang menulis buku dengan tujuan menentang
tirani. Hal ini sering berakhir dengan pelarangan buku yang menentang
kekuasaan, alasan lain menulis buku ialah untuk mata pencaharian. Banyak
orang hidup hanya dari menulis buku saja. Misalnya, para sastrawan dan
penulis novel. Alasan lain menulis buku ialah melakukan komunikasi formal
antara penulis dengan pembacanya.
PERKEMBANGAN PERPUSTAKAAN KLASIK DI BERBAGAI NEGARA
1. Sumeria dan Babylona
Perpustakaan sudah dikenal sejak 3000 tahun yang lalu. Penggalian di
bekas kerajaan Sumeria menunjukkan bahwa bangsa Sumeria sekitar 3000
tahun SM telah menyalin rekening, jadwal kegiatan, pengetahuan yang
mereka peroleh dalam bentuk lempeng tanah liat (clay tables). Tulisan
yang digunakan masih berupa gambar (pictograph), kemudian ke aksara
Sumeria. Kebudayaan Sumeria termasuk kepercayaan, praktik keagamaan
dan tulisan Sumeria kemudian diserap oleh Babylonia yang
menaklukkannya. Tulisan Sumeria kemudian diubah menjadi tulisan paku
(cunciform) karena mirip paku. Semasa pemerintahan Raja Ashurbanipal
dari Assyria (sekitar tahun 668-626 SM) didirikan perpustakaan kerajaan
di ibukota Nineveh, berisi puluhan ribu lempeng tanah liat yang
dikumpulkan dari segala penjuru kerajaan (Sulistyo Basuki:1991). Untuk
mencatat koleksi digunakan system subjek serta tanda pengenal pada
tempat penyimpanan. Banyak dugaan bahwa perpustakaan ini terbuka bagi
kawula kerajaan.
2. Mesir
Pada masa yang hamper bersamaan, peradaban Mesir Kuno pun
mengalami perkembangan. Teks tertulis di perpustakaan Mesir berasal dari
sekitar tahun 4000 SM, namun gaya tulisannya berbeda dengan tulisan
Sumeria. Orang Mesir menggunakan tulisan yang disebut hieroglyph.
Tujuan hieroglyph ialah memahatkan pesan terakhir dimonumen untuk
mengagungkan raja. Sementara tulisan yang ada di tembok dan monument
dimaksudkan untuk memberikan kesan pada dunia. Perpustakaan di Mesir
bertambah maju berkat penemuan penggunaan rumput papyrus sekitar
tahun 1200 SM. Untuk membuat lembar papyrus, isi batang papyrus
dipotong menjadi lembaran tipis, kemudian dibentangkan satu demi satu
dan ditumpuk. Kedua lapisan kemudian dilekatkan dengan lem, ditekan,
diratakan, dan dipukul sehingga permukaannya rata. Dengan demikian,
permukaan lembaran papyrus dapat digunakan sebgai bahan tulis,
sedangkan alat tulisnya berupa pena sapu dan tinta. Perkembangan
perpustakaan Mesir terjadi semasa raja Khufu, Khafre, dan Ramses II
sekitar tahun 1250 M. Perpustakaan Raja Ramses II memiliki koleksi
sekitar 20.000 buku.
3. Yunani
Peradaban Yunani mengenal jenis tulisan yang disebut mycena sekitar
tahun 1500 SM. Tapi kemudian, tulisan itu lenyap tergantikan oleh 22
aksara temuan orang Phoenicia, yang dikembangkan menjadi 26 aksara
seperti yang kita kenal sekarang ini. Yunani mulai mengenal perpustakaan
milik Peistratus (dari Athena) dan Polyerratus (dari Samos) skitar abad ke-
6 dan ke-7 dan Pericies sekitar abad ke-5 SM. Pada saat itu, membaca
merupakan pengisi waktu senggang dan merupakan awal dimulainya
perdagangan buku. Filsuf Aristoteles dianggap sebagai orang pertama kali
mengumpulkan, menyimpan, dan memanfaatkan budaya masa lalu.
Koleksi Aristoteles kelak dibawa ke Roma.
Perkembangan perpustakaan zaman Yunani Kuno mencapai
puncaknya semasa abad Hellenisme, yang ditandai dengan penyebaran ajaran
dan kebudayaan Yunani. Ini terjadi berkat penakhlukan Alexander Agung
berserta penggantinya. Pembentukan kota baru Yunani dan perkembangan
perintahan monarki. Perpustakaan utama terletak di kota Alexandria Mesir
berdiri sebuah museum, yang salah satu bagian utamanya ialah perpustakaan
dengan tujuan mengumpulkan teks Yunani dan manuskrip segala bahasa dari
semua penjuru. Berkat usaha Demertrius dari Phalerum, perpustakaan
Alexandria berkembang pesat dengan koleksi pertamanya 200.00 gulung
papirus hingga nantinya mencapai 700.00 gulungan pada abad pertama SM.
Perpustakaan kedua disebut Serapeum. Disini koleksi yang dimiliki
sejumlah 42.800 gulungan terpilih, kelak berkembang mencapai 100.000
gulung. Semua gulungan papirus ini disunting, disusun menurut bentuknya,
dan diberi catatan untuk disusun menjadi sebuah bibliografi sastra Yunani.
Semua pustakawan perpustakaan Alexandria ini merupakan ilmuwan ulung,
termasuk pujangga Callimachus yang menyusun 120 jilid bibliografi sastra
Yunani.
Seperti halnya Alexandria, kota Pergamun di Asia kecil menjadi pusat
belajar dan kegiatan sastra. Pada abad ke-2 SM, Eumenes II mendirikan
sebuah perpustakaan dan mulai mengumpulkan semua mnuskrip, bahan bila
perlu membuat salinan manuskrip lain. Untuk penyalinan tersebut digunakan
sejumlah besar papirus yang diimpor dari Mesir. Karena khawatir persediaan
papirus di Mesir habis dan rasa iri akan pesaingnya, raja mesir menghentikan
ekspor papirus ke Pergamun. Akibatnya, perpustakaan Pergamun harus
mencari bahan tulis lain selain papirus. Maka dikembangkanlah bahan tulis
baru yang disebut parchment atau kulit binatang, terutama biri-biri atau anak
lembu.
Sebenarnya bahan tulis ini sudah lama dikenal Yunani, namun karena
hargnya lebih mahal daripada papirus, maka banyak orang yang lebih meilih
papirus. Parchment dikembangkan dan akhirnya menggantikan bahan tulis
papirus hingga ditemukannya mesin cetak pada abad pertengahan. Koleksi
perpustakaan Pergamun mencapai 10.000 gulungan. Dalam
perkembangannya, koleksi perpustakaan Pergamun nantinya diserahkan ke
perpustakaan Alexandria sehingga perpustakaan Alexandria menjadi
perpustakaan terbesar pada zamanya.
5. Byzantium
Kaisar Konstantin Agung menjadi raja Roma Barat dan Timur pada tahun
324. ia meimlih ibukota di Byzantium, kemudian diubah menjadi
Konstantinopel. Ia mendirikan perpustakaan kerajaan dan menekan karya
Latin, karena bahasa Latin merupakan bahasa resmi hingga abad ke-6. koleksi
ini kemudian ditambah dengan karya Kristen dan non-Kristen, baik dalam
bahasa Yunani meupun Latin. Koleksinya tercatat hingga 120.000 buku.
Waktu itu gereja merupakan pranata kerajaan yang paling penting. Karena
adanya ketentuan bahwa seorang uskup harus memiliki sebuah perpustakaan,
maka perpustakaan gereja berkembang. Kerajaan Byzantium kaya,
berpenduduk pasat, secara kultural, intelektual, dan politiknya cukup matang,
yang diperkaya oleh ajaran Yunani dan Timur serta dipengaruhi tradisi Roma
dalam pemerintahan. Kerajaan ini bertahan hingga abad ke-15. Pada
pertengahan abad ketujuh hingga pertengahan abad ke-9, terjadi kontroversi
mengenai ikonoklasme, yaitu penggambaran Yesus dan orang kudus lainnya
pada benda. Akibat larangan ini, banyak biara ditutup dan hartanya disita, dan
kemudian biarawan Yunani mengungsi ke Italia. Selama periode ini, hiasan
menuskrip dengan menggunakan huruf hias, gulungan maupun maniatur tidak
digunakan dalam karya keagamaan maupun Bibel. Setelah
kontronersiberakhir, minat terhadap karya Yunani kuno berkembang lagi.
Selama 300 tahun karya Yunani disalin, ditulis kembali, diberi komentar,
dibuatkan ringkasan satra Yunani bahkan juga dikembangkan ensklopedia dan
leksikon Yunani.
6. Arab
Agama islam muncul pada abad ke-7, dan mulai menyebar ke sekitar
daerah Arab. Dengan cepat pasukan Islam menguasai Syria, Babylonia,
Mesopotamia, Persia, Mesir, seluruh bagian utara Afrika, dan menyebrang ke
Spanyol. Orang Arab berhasil dalam bidang perpustakaan dan berjasa besar
dalam penyebaran ilmu pengetahuan dan matematika ke Eropa.
Pada abad ke-8 dan ke-9, ketika Konstantinopel mengalami kemandegan
dalam hal karya seluler, Bagdad berkembang dan menjadi pusat kajian karya
Yunani. Ilmuwan Muslim mulai memahami pikiran Aristoteles. Ilmuwan
Muslim mengkaji dan menerjemahkan karya filasafat, pengetahuan, dan
kedokteran Yunani ke dalam bahasa Arab; kadang-kadang dari versi bahasa
Syriac ataupun Aramaic. Puncak keemasannya terjadi pada masa
pemerintahan Abbasiyah Al-Makmun, yang mendirikan “rumah kebijakan”
(Bait al-Hikmah), yaitu sebuah lembaga studi yang menggabungkan unsur
perpustakaan, akademi, dan biro terjemahan, pada tahun 810. selama abad ke-
8, ilmu alam, metematika, dan kedokteran benar-benar dipelajari. Karya Plato,
Aristoteles, Hippocrates, dan Galen juga diterjemahkan ke dalam bahasa Arab,
termasuk pula penelitian asli dalam bidang astrologi, alkemi, dan magis.
Dalam penaklukan ke timur, orang Arab berhasil mengetahui cara pembuatan
kettas daroi orang Cina; pada abad ke-8 di Bagdad telah berdiri pabrik kertas.
Teknik pembuatan kertas selama hampir lima abad dikuasai orang Arab.
Karena harganya murah, banyak, dan mudah ditulis, maka produksi buku
melonjak dan perpustakaan pun berkembang. Begitupun perpustakaan mesjid
dan lembaga pendidikan. Perpustakaan kota Shiraz memiliki katalog disusun
menurut tempat dan kelola oleh staf perpustakaan. Pada abad ke-11,
perpustakaan Kairo memiliki sekitar 150.000 buku.
Di Spanyol, orang Arab mendirikan Perpustakaan Corboda yang memiliki
400.00 buku. Di perpustakaan Corboda, Toledo dan Seville, karya klasik
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dari bahasa Syriac. Ketika Spanyol
direbut tentara Kristen, ribuan karya klasik ini diketemukan, kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan disebarkan ke seluruh Eropa.
7. Renaissance
Renaissance mulai pada abad ke-14 di Eropa Barat. Secara tidak langsung,
Renaissance tumbuh akibat pengungsian ilmuwan Byzantium dari
Konstantinopel. Mereka lari karena ancaman pasukan Ottoman dan Turki.
Sambil mengungsi, ilmuwan ini membawa serta manuskrip penulis kuno.
Ilmuwan Italia menyambut kedatangan ilmuwan ilmuwan Byzantioum ini dan
mendorong pengembangan kajian Yunani dan Latin. Karya ini kemudian
tersebar ke Eropa Utara dan Barat, sebagian di antaranya disimpan di
perpustakaan biara maupun universitas yang mulai tumbuh.
KONDISI MENGUNTUNGKAN PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN
Dari perkembangan perpustakaan selama hampir 500 tahun itu, kita
dapat menyimak adanya kondisi yang menguntungkan pertumbuhan
perpustakaan. Ada pula kondisi yang menghambat pertumbuahan
perpustakaansehingga perpustakaan tidak berkembang secara wajar.
Perpustakaan mencerminkan kebutuhan sosial, ekonomi, kultural, dan
pendidikan suatu masyarakat. Bila kebutuhan tersebut dipenuhi, masyarakat
akan menuntut pembangunan perpustakaan. Di negara maju, kebutuhan
ekonomi sudah dipenuhi dan meningkat ke kebutuhan kultural. Di negara
berkembang, mayarakat masih bergulat dengan kesulitan ekonomi sehingga
kebutuhan yang mendesak ialah kebutuhan pangan, pakaian, dan papan.
Karena itu, perkembangan perpustakaan, terutama perpustakaan umum, di
negara berkembang lebih lambat dibandingkan di negara maju.
Dengan demikian, perpustakaan akan tumbur subur bila :
1. Masyarakat telah matang dalam arti telah mencapai kematangan sosial
dan kultural sehingga menyadari perlunya penyimpanan, penyebaran, dan
perluasan wadah pengetahuan.
2. Bila dalam masyarakat timbul dorongan untuk memperbaiki diri sendiri
serta tumbuh kesadaran akan perlunya informasi.
3. adanya kepemimpinan yang mendorong penggunaan perpustakaan,
tunjangan keuangan untuk menunjang perpustakaan serta minat budaya
dan intelektual untuk menggunakan perpustakaan.
4. adanya kemakmuran ekonomi yang memungkinkan perorangan maupun
perusahaan menyumbang sebagian keuntungannya untuk perpustakaan.
5. adanya pertumbuhan ekonomi, kekuatan nasional, dan status nasional
yang mendorong penyebarluasan informasi serta penggunaan informasi
yang bermanfaat.
PERANAN PERPUSTAKAAN DALAM MASYARAKAT
Eksistensi perpustakaan dalam masyarakat tetap dipertahankan kerana
perpustakaan mempunyai fungsi yang berkaitan dengan kepentingan
masyarakat. Beberapa fungsi perpustakaan bagi masyarakat adalah :
a) Sebagai sarana simpan karya manusia
perpustakaan berfungsi sebagai tempat menyimpan karya manusia, khususnya
karya cetak seperti, buku, majalah, dan sejenisnya serta karya rekaman seperti
kaset, piringan hitam, dan sejenisnya. Perpustakaan berfungsi sebagai “arsip
umum” bagi produk masyarakat berupa buku dalam arti luas. Dalam kaitannya
dengan fungsi simpan, perpustakaan bertugas menyimpan khazanah budaya
hasil masyarakat.
b) Sebagai fungsi informasi
Bagi anggota masyarakat yang memerlukan informasi dapat memintanya
ataupun menanyakan ke perpustakaan. Informasi yang diminta dapat berupa
informasi mengenai tugas sehari-hari, pelajaran maupun informasi lainnya.
Dengan koleksi yang tersedia, perpustakaan harus berusaha menjawab setiap
pertanyaan yang diajukan ke perpustakaan. Bila tidak terjawab, dapat meminta
bantuan ke perpustakaan lain yang dianggap mampu menjawab pertanyaan
tersebut karena pada hakekatnya semua perpustakaan melaksanakan fungsi
informasi.
c) Fungsi rekreasi
Masyarakat dapat menikmati rekreasi kultural dengan cara membaca dan
bacaan ini disediakan oleh perpustakaan. Fungsi rekreasi ini tampak nyata
pada perpustakaan umum yaitu perpustakaan yang dikelola dengan dana
umum serta terbuka untuk umum. Umum artinya setiap orang tanpa
memandang perbedaan jenis kelamin, usia, pekerjaan, agama, dan warna kulit.
Dalam menjalankan fungsi rekreasi ini maka perpustakaan menjalin menjalin
kerja sama dengan berbagai komponen seperti penulis yang menulis buku,
penerbit yang menrbitkan buku, produsen kertas, toko buku, unsur pembaca
yang berasal dari semua pihak dan dengan sendirinya juga pengelola
perpustakaan. Kegiatan membaca untuk keperluan praktis, artinya membaca
untuk memperoleh hasil praktis. Hasil praktis ini memiliki arti luas seperti
untuk lulus ujian, memahami sebuah masalah, mengetahui latar belakang
persoalan, dan sebagainya. Tujuan kultural, artinya membaca sekedar untuk
rekreasi rohani belaka.
d) Fungsi pendidikan
Perpustakaan merupakan sarana pendidikan nonformal dan informal, artinya
perpustakaan merupakan tempat belajar di luar bangku sekolah maupun juga
tempat belajar dalam lingkungan pendidikan sekolah. Dalam hal ini, yang
berkaitan dengan pendidikan non formal ialah perpustakaan umum, sedangkan
yang berkaitan dengan informal ialah perpustakaan sekolah dan perpustakaan
perguruan tinggi. Bagi mereka yang sudah meninggalkan bangku sekolah
maupun putus sekolah maka perpustakaan merupakan tempat belajar yang
praktis, berkesinambungan, serta murah. Dalam sejarah, banyak terjadi tokoh
dunia menghabiskan waktunya di perpustakaan serta memperoleh banyak
bahan dari perpustakaan sekolah. Sebagai contoh Karl Marx (penulis buku
Manifesto Komunis) yang mengahbiskan waktunya di British Library di
London.
e) Fungsi kultural
Perpustakaan merupakan tempat untuk mendidik dan mengembangkan
apresiasi budaya masyarakat. Pendidikan ini dapat dilakukan dengan cara
menyelenggarakan pameran, ceramah, pertunjukan kesenian, pemutaran film
bahkan bercerita untuk anak-anak. Dengan cara demikian masyarakat dididik
mengenal budayanya. Di sini budaya memiliki arti segala ciptaan manusia.
PREDIKSI PERPUSTAKAAN MASA DEPAN
Perpustakaan masa depan diperkirakan mampu menempatkan diri pada
posisi strategis. Untuk mencapai tingkat itu, tentu diperlukan usaha keras dari
pihak terkait. Tidak saja pada pustakawannya sendiri, melainkan juga
penyandang dana, pemerintah, pengelola, penyelenggara, sampai pada
pengguna yang semakin sadar akan kebutuhan bahan pustaka dan
perpustakaannya.
Salah satu ciri perpustakaan mendatang adalah semakin profesionalnya
pegawai atau putakawan. Karena, saat ini pendidikan pustakawan profesional
sudah marak digalakkan, sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi
yang lebih maju, tenaga pustakawan akan lebih profesional lagi.
Ke depan, kondisi fisik perpustakaan tentu akan semakin baik,
misalnya, gedung semakin mewah, fasilitas semakin lengkap termasuk
kelengkapan teknologinya, bahkan memungkinkan perpustakaan untuk
mengumpulkan koleksinya dalam komputer atau digital library.
Dengan demikian, diharapkan pula citra perpustakaan memiliki
prospek yang baik. Karena perpustakaan merupakan bagian dari pendidikan
dalam arti luas, sementara pendidikan tidak terpisahkan dari budaya sebagai
wujud dari peradaban umat manusia yang selalu berubah, berkembang
mengikuti perubahan zaman, maka perpustakaan ke depan dimungkinkan akan
dikenal luas oleh masyarakat.