sejarah perkembangan kurikulum di indonesia by agus mukhandar

28
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta belajar dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikannya. Lama waktu dalam satu kurikulum biasanya disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secara menyeluruh. 1 Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan dua kali dengan penyempurnaan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan sekarang KTSP. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya. 2 B. Rumusan masalah 1. Apa pengertian dari kurikulum? 2. Kurikulum apa saja yang mewarnai pendidikan di Indonesia? 3. Apa yang melandasi terjadinya perubahan-perubahan kurikulum? 1 Fuaduddin dan H. Sukama Karya, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta 1989. 2 http://ahmadhusain99.blogspot.com/2012/11/pengertian-dan-sejarah-perkembangan.html

Upload: agus-mukhandar

Post on 15-Jul-2015

1.975 views

Category:

Education


8 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga

penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada

peserta belajar dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran

ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam

penyelenggaraan pendidikannya.

Lama waktu dalam satu kurikulum biasanya disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari

sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat

mengarahkan pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan

pembelajaran secara menyeluruh.1

Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah

mengalami perubahan dua kali dengan penyempurnaan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964,

1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan sekarang KTSP. Perubahan tersebut merupakan

konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan

iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat

rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan

perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan

landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok

dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya. 2

B. Rumusan masalah

1. Apa pengertian dari kurikulum?

2. Kurikulum apa saja yang mewarnai pendidikan di Indonesia?

3. Apa yang melandasi terjadinya perubahan-perubahan kurikulum?

1 Fuaduddin dan H. Sukama Karya, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta 1989. 2 http://ahmadhusain99.blogspot.com/2012/11/pengertian-dan-sejarah-perkembangan.html

2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kurikulum yang Mewarnai Pendidikan di Indonesia

1. Kurikulum Pendidikan Pra Kemerdekaan

Pendidikan pada prakemerdekaan dipengaruhi oleh kolonialisme. Hasilnya

bangsa ini dididik untuk mengabdi kepada penjajah. Karena, pada saat penjajahan semua

bentuk pendidikan dipusatkan untuk membantu dan mendukung kepentingan penjajah.

Pada mulanya, mereka tidak pernah terpikirkan untuk memperhatikan pendidikan namun

murni hanya mencari rempah-rempah. Meski demikian, bangsa Eropa ini juga memilik i

misi penyebaran agama. Karena itu pada abad ke-16 dan 17, mereka mendirikan lembaga

pendidikan dalam upaya penyebaran agama Kristen di Nusantara. Pendidikan tersebut

tidak hanya diperuntukkan bagi mereka tapi juga penduduk pribumi yang beragama

Kristen.

Selanjutnya, pihak penjajah yang merasakan perlu adanya pegawai rendahan yang

dapat membaca dan menulis guna membantu pengembangan usaha, khususnya tanam

paksa, maka dibentuklah lembaga-lembaga pendidikan. Namun kelas ini masih hanya

diperuntukkan untuk kalangan terbatas, yaitu anak-anak priyai. Konsep ideal pendidikan

kolonialis adalah pendidikan yang mampu mencetak para pekerja yang dapat

dipekerjakan oleh penjajah pula. Tujuan pendidikan kolonial tidak terarah pada

pembentukan dan pendidikan orang muda untuk mengabdi pada bangsa dan tanah airnya

sendiri, akan tetapi dipakai untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat

penjajah agar dapat ditransfer oleh penduduk pribumi dan menggiring penduduk pribumi

menjadi budak dari pemerintahan kolonial. Pendidikan model bentukan Belanda pada

masa ini terdapat dua macam. Pertama, Sekolah Kelas Dua untuk anak pribumi dengan

lama pendidikan 3 tahun. Sementara kurikulum yang diajarkan meliputi berhitung,

menulis dan membaca. Kedua, Sekolah Kelas Satu yang diperuntukkan untuk anak

pegawai pemerintah Hindia Belanda. Lama pendidikan ini awalnya 4 tahun, kemudian 5

tahun dan terakhir 7 tahun. Kurikulum yang diajarkan meliputi ilmu bumi, sejarah, ilmu

hayat/ menggambar dan ilmu mengukur tanah. Sementara bahasa pengantarnya

menggunakan Bahasa Melayu dan Bahasa Belanda.

3

Diberlakukannya politik etis pada awal-awal abad ke-20 berpengaruh pula

terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia. Pada masa ini, di Jawa khususnya,

Sekolah Kelas Dua yang mulanya hanya 3 tahun berubah menjadi 5 tahun. Kemudian

pada tahun 1914 didirikan sekolah sambungan yang lamanya 2 tahun.

Pada prinsipnya Undang-Undang Hindia Belanda membagi jenis penduduk

menjadi 3 golongan, yaitu Eropa, Timur Asing, dan Bumiputera. Klasifikasi ini

berpengaruh pula terhadap sistem pendidikan ketika itu, yaitu:

1. ELS (Europe Lagere School) yaitu sekolah untuk anak-anak Eropa, Tionghoa, dan

Indonesia yang menurut undang-undang disamakan haknya dengan bangsa Eropa.

2. HCS (Holand Chinese School) yaitu sekolah untuk golongan Tionghoa.

3. HIS (Holand Inlandse School) yaitu sekolah untuk rakyat pribumi atau bumiputra

golongan atas.

Ini merupakan gambaran pendidikan rendah di Indonesia masa Belanda yang

berlangsung sampai dengan tahun 1942.

Sementara untuk kelas menengah didirikan Gymnasium yang terbatas siswanya

hanya orang-orang Barat atau golongan ningrat. Masa belajar pendidikan ini berlangsung

selama 3 tahun. Pendidikan ini bertujuan untuk menciptakan pegawai-pegawai

menengah dan tingkat tinggi. Sedang mata pelajaran yang diajarkan meliputi Bahasa

Belanda, bahasa Inggris, Ilmu Hitung, Aljabar, ilmu ukur, ilmu alam atau kimia, ilmu

hayat, ilmu bumi, sejarah dan tatabuku. Perkembangan selanjutnya, Gymnasium berubah

menjadi OSVIA dan HBS. OSVIA sebagian diperuntukkan golongan ningrat

bumiputera, sedang HBS (Hogore Burgere School) untuk orang Belanda dari golongan

tinggi. Dari model pendidikan ini kemudian menjelma menjadi MULO (Meer Uifgebr ied

Order Wijs) yang lama pendidikannya ditambahkan 1 tahun dengan dasar bahwa anak-

anak pribumi dianggap kesulitan memahami pelajaran. Bahasa pengantar yang

digunakan adalah bahasa Melayu.

Sementara untuk tingkatan atas, Belanda mendirikan AMS (Algemene Midelbare

School). Sekolah ini didirikan pada 1919, sebagai lanjutan dari sekolah lanjutan pertama

atau MULO. Lama pendidikan ini berlangsung selama 3 tahun yang terbagi pada bagian

A dan bagian B. Bagian A spesifikasinya adalah ilmu kebudayaan yaitu kesusatraan

timur dan kesusatraan klasik barat. Kesusastraan timur meliputi bahasa Jawa, Melayu,

Sejarah Indonesia dan ilmu bangsa-bangsa. Sedang kesusatraan klasik barat lebih kepada

4

bahasa latin. Sedang bagian B spesifikasi pelajarannya adalah Ilmu Pengetahuan

Kealaman yang meliputi ilmu pasti dan ilmu alam.

Sementara ketika kependudukan beralih dari Belanda ke Jepang, maka

pendidikan yang berbau Belanda disingkirkan dengan diganti pendidikan berciri khas

Jepang dan sesuai dengan tujuan mereka. Pada pendidikan tingkat rendahan Jepang

menggantinya dengan sebutan Kokumin Gako dengan lama pendidikan 6 tahun.

Kurikulum pendidikan ini lebih menitik beratkan pada olahraga kemiliteran yang

memang bertujuan untuk membantu pertahanan Jepang. Anak-anak masa ini diajarkan

untuk mengumpulkan kerikil dan pasir untuk pertahanan, serta menanam pohon jarak

untuk membuat minyak sebagai kepentingan perang. Namun masa ini, bahasa pengantar

yang digunakan adalah bahasa Indonesia. Dengan demikian penggunaan bahasa

Indonesia hampir merata di semua sekolah. Materi yang dipelajari sebenarnya tidak jauh

beda dengan masa pendudukan Belanda, namun hanya saja yang awalnya semua hal

yang berbau Belanda tergantikan dengan model-model Jepang.3

2. Kurikulum Pendidikan Masa Orde Lama

Sebagaimana yang disebutkan pada pendahuluan, bahwa kurikulum pendidikan

nasional telah beberapa kali mengalami perubahan. Perubahan kurikulum disesuaikan

dengan tujuan yang ingin dicapai oleh para penguasa. Tentu saja ada beberapa hal yang

memang tujuannya disesuaikan dengan tuntutan kondisi zaman.

Jika kita berbicara tentang kurikulum, maka sudah sepatutnya kita membicarakan

seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara

yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk

mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum pada era Orde Lama dibagi manjadi 2

kurikulum di antaranya:

1) Kurikulum 1947

Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam

bahasa Belanda “leer plan”artinya rencana pelajaran. Perubahan arah pendidikan

lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional.

Sedangkan, asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu

dikenal dengan sebutan “Rencana Pelajaran 1947”, yang baru dilaksanakan pada

3 http://kesadaransejarah.blogspot.comhttp://bambangsoekisno.blogspot.com

5

tahun 1950. Orientasi Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada pendidikan

pikiran. Yang diutamakan adalah: pendidikan watak, kesadaran bernegara dan

bermasyarakat.

Pada masa tersebut siswa lebih diarahkan bagaimana cara bersosialisas i

dengan masyarakat. Proses pendidikan sangat kental dengan kehidupan sehari-hari.

Aspek afektif dan psikomotorik lebih ditekankan dengan pengadaan pelajaran

kesenian dan pendidikan jasmani. Oleh karena itu, yang lebih penting adalah

bagaimana menumbuhkan kesadaran bela negara. Kemungkinan model ini masih

terkontamninasi dengan model pendidikan yang diterapkan oleh Jepang sebelumnya.

2) Kurikulum 1952-1964

Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut “Rencana

Pelajaran Terurai 1952”. Silabus mata pelajarannya jelas sekali, dan seorang guru

mengajar satu mata pelajaran. Pada masa ini memang kebutuhan peserta didik akan

ilmu pengetahuan lebih diperhatikan, dan satuan mata pelajaran lebih dirincikan.

Namun, dalam kurikulum ini siswa masih diposisikan sebagai objek karena guru

menjadi subjek sentral dalam pentransferan ilmu pengetahuan. Guru yang

menentukan apa saja yang akan diperoleh siswa di kelas, dan guru pula yang

menentukan standar-standar keberhasilan siswa dalam proses pendidikan.

Sistem pendidikan masa ini dikenal dengan Sistem Panca Wardana atau

sistem lima aspek perkembangan yaitu perkembangan moral, perkembangan

intelegensia, perkembangan emosional/artistik, perkembangan keprigelan dan

perkembangan jasmaniah. Sistem panca wardana ini dapat diuraikan menjadi

beberapa mata pelajaran.

1. Perkembangan moral; pendidikan kemasyarakatan dan pendidikan agama/bud i

pekerti.

2. Perkembangan intelegensia; bahasa Indonesia, bahasa daerah, berhitung dan

pengetahuan alamiah.

3. Perkembangan emosional/artistik; seni sastra/musik, seni lukis/rupa, seni tari,

seni drama.

4. Perkembangan keprigelan; pertanian/peternakan, industry kecil/pekerjaan

tangan, koperasi/tabungan dan keprigelan-keprigelan lain.

5. Perkembangan jasmaniah; pendidikan jasmaniah dan pendidikan kesehatan.

6

Fokus kurikulum 1964 ini lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan

fungsional praktis. Pada kurikulum 1964 ini, arah pendidikan mulai merambah

lingkup praksis. Dalam pengertian bahwa setiap pelajaran yang diajarkan disekolah

dapat berkorelasi positif dengan fungsional praksis siswa dalam masyarakat.

Kurikulum masa ini dapat pula dikategorikan sebagai Correlated Curriculum.

3. Kurikulum 1968

Awalnya tahun 1947, kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Pada

saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia dipengaruhi pendidikan kolonial Belanda dan

Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan. Rentjana Pelajaran 1947 boleh

dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan

berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan

sebagai development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia

Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain.

Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia

mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai

1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling

menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus

memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.

Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan

sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-

pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa

pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk

pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program

Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan,

emosional/artistik dan jasmani.

Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu perubahan

struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila,

pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari

perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dari segi

tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya

untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi

kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama.

7

4. Kurikulum 1975

Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif.

“Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO

(management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Mudjito, Direktur Pembinaan TK

dan SD Depdiknas.

Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menggunakan pendekatan-

pendekatan di antaranya sebagai berikut:

Berorientasi pada tujuan

Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan

yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.

Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.

Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan

Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan

yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.

Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-

jawab) dan latihan (drill).

Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak mampu lagi

memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan

sidang umum MPR 1983 yang produknya tertuang dalam GBHN 1983 menyiratakan

keputusan politik yang menghendaki perubahan kurikulum dari kurikulum 1975 ke

kurikulum 1984. Karena itulah pada tahun 1984 pemerintah menetapkan pergantian

kurikulum 1975 dengan kurikulum 1984.

5. Kurikulum 1984

Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan

pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut

“Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar.

Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini

disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Learning (SAL).

Secara umum, dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya

adalah sebagai berikut:

Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke dalam kurikulum

pendidikan dasar dan menengah

8

Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan

anak didik

Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah Terlalu

padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang. Pelaksanaan

Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang berdiri

sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk

Pendidikan Luar Sekolah.

Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan

lapangan kerja.

Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau

tuntutan masyarakat dan ilmu pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum

1975 dianggap tidak sesuai lagi. Oleh karena itu, diperlukan perubahan kurikulum.

Kurikulum 1984 tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975. Kurik ulum

1984 memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Berorientasi kepada tujuan instruksional.

Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu

belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena

itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah

tujuan apa yang harus dicapai siswa.

Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif

(CBSA).

CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk

aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa

memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif,

maupun psikomotor.

Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan

yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi

pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi

pelajaran yang diberikan.

Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan.

Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian

diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pemahaman, alat peraga sebagai media

digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.

9

Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi

pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah

dasar harus melalui pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan

menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan. Dari yang mudah

menuju ke sukar dan dari sederhana menuju ke kompleks.

Menggunakan pendekatan keterampilan proses.

Keterampilan proses adalah pendekatan belajat mengajar yang memberi tekanan

kepada proses pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan

mengomunikasikan perolehannya. Pendekatan keterampilan proses dilakukan secara efektif

dan efesien dalam upaya mencapai tujuan pelajaran.

6. Kurikulum 1994

Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran

menekankan pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan

kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena berkesesuaian dengan

suasana pendidikan di LPTK (lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih

mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah

Tim Basic Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah.

Tim ini memandang bahwa materi (isi) pelajaran yang diberikan kepada siswa harus banyak,

sehingga pada saat siswa selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan

mendapatkan materi pelajaran yang banyak.

Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum

sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum

1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito.

Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan

sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari

sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam

satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat

menerima materi pelajaran yang banyak.

Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai

berikut:

Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan

10

Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientas i

kepada materi pelajaran/isi)

Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk

semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah

yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan

kebutuhan masyarakat sekitar.

Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi

yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam

mengaktifkan siswa, guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban

konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.

Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan

konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat

keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran

yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah, seperti:

Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit,

dan dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.

Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan

pemahaman siswa.

Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama

sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented),

di antaranya sebagai berikut:

Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya

materi/substansi setiap mata pelajaran.

Materi pelajaran dianggap sukar, kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir

siswa dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.

Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum

tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1994.

Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip

penyempurnaan kurikulum, yaitu:

Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum

dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan

masyarakat.

11

Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan

yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana

pendukungnya.

Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi

pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.

Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi,

pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.

Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan

tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang

tersedia di sekolah.

Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap,

yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang.

7. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) – Versi Tahun 2002 dan 2004

Usaha pemerintah maupun pihak swasta dalam rangka meningkatkan mutu

pendidikan terutama meningkatkan hasil belajar siswa dalam berbagai mata pelajaran terus

menerus dilakukan, seperti penyempurnaan kurikulum, materi pelajaran, dan proses

pembelajaran. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Soejadi (1994:36), khususnya

dalam mata pelajaran matematika “dikatakan bahwa kegiatan pembelajaran matematika di

jenjang persekolahan merupakan suatu kegiatan yang harus dikaji terus menerus dan jika

perlu diperbaharui agar dapat sesuai dengan kemampuan murid serta tuntutan lingkungan.

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum 2004, adalah kurikulum yang

mulai diterapkan sejak tahun 2004 walau sudah ada sekolah yang mulai menggunakan

kurikulum ini sejak sebelum diterapkannya. Secara materi, sebenarnya kurikulum ini tak

berbeda dari kurikulum 1994, perbedaannya hanya pada cara para murid belajar di kelas.

Dalam kurikulum terdahulu, para murid dikondisikan dengan sistem caturwulan, sedangkan

dalam kurikulum baru ini, para siswa dikondisikan dalam sistem semester. Dahulu, para

murid hanya belajar pada isi materi pelajaran belaka, yakni menerima materi dari guru saja.

Dalam kurikulum 2004 ini, para murid dituntut aktif mengembangkan keterampilan untuk

menerapkan Iptek tanpa meninggalkan kerja sama dan solidaritas, meski sesungguhnya

antarsiswa saling berkompetisi. Jadi di sini, guru hanya bertindak sebagai fasilitator, na mun

meski begitu pendidikan yang ada ialah pendidikan untuk semua. Dalam kegiatan di kelas,

para siswa bukan lagi objek, tetapi subjek dan setiap kegiatan siswa ada nilainya.

12

Implementasi pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat kurikulum. Salah satu

bentuk inovasi yang dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah

melakukan inovasi di bidang kurikulum. Kurikulum 1994 perlu disempurnakan lagi sebagai

respons terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi

desentralistik sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU Nomor 22 dan 25 tahun 1999

tentang Otonomi Daerah.

Kurikukum yang dikembangkan tersebut diberi nama Kurikulum Berbasis

Kompetensi (KBK). Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan

kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar

performance yang telah ditetapkan. Competency Based Education is education geared

toward preparing indivisuals to perform identified competencies (Scharg dalam Hamalik,

2000: 89). Hal ini mengandung arti bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan

individu yang mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikas inya

adalah perlu dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman

pembelajaran.

Sejalan dengan visi pendidikan yang mengarah pada dua pengembangan, yaitu untuk

memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa datang maka pendidikan di sekolah

dititipi seperangkat misi dalam bentuk paket-paket kompetensi.

Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang

direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak

secara konsisten dan terus menerus dapat memungkinkan seseorang untuk menjadi

kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk

melakukan sesuatu (Puskur, 2002a). Dasar pemikiran untuk menggunakan konsep

kompetensi dalam kurikulum adalah sebagai berikut:

1. Kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai

konteks.

2. Kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten.

3. Kompeten merupakan hasil belajar (learning outcomes) yang menjelaskan hal-hal yang

dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran.

4. Kehandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan luas

dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur.

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) merupakan perangkat rencana dan

pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penila ian,

13

kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam

pengembangan kurikulum sekolah. Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada: (1)

hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian

pengalaman belajar yang bermakna, dan (2) keberagaman yang dapat dimanifestas ikan

sesuai dengan kebutuhannya.

Rumusan kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan

pernyataan apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan siswa dalam

setiap tingkatan kelas dan sekolah dan sekaligus menggambarkan kemajuan siswa yang

dicapai secara bertahap dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten.

Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok,

yaitu:

pemilihan kompetensi yang sesuai

spesifikasi indikator- indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian

kompetensi

pengembangan sistem pembelajaran

Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.

Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.

Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.

Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur

edukatif.

Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian

suatu kompetensi.

Struktur kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi dalam suatu mata

pelajaran memuat rincian kompetensi (kemampuan) dasar mata pelajaran itu dan sikap yang

diharapkan dimiliki siswa. Mari kita lihat contohnya dalam mata pelajaran matematika,

Kompetensi dasar matematika merupakan pernyataan minimal atau memadai tentang

pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan

berpikir dan bertindak setelah siswa menyelesaikan suatu aspek atau subaspek mata

pelajaran matematika. Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika merupakan gambaran

kompetensi yang seharusnya dipahami, diketahui, dan dilakukan siswa sebagai hasil

pembelajaran mata pelajaran matematika. Kompetensi dasar tersebut dirumuskan untuk

14

mencapai keterampilan (kecakapan) matematika yang mencakup kemampuan penalaran,

komunikasi, pemecahan masalah, dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika.

Struktur kompetensi dasar Kurikulum Berbasis Kompetensi ini dirinci dalam

komponen aspek, kelas dan semester. Keterampilan dan pengetahuan dalam setiap mata

pelajaran, disusun dan dibagi menurut aspek dari mata pelajaran tersebut. Pernyataan hasil

belajar ditetapkan untuk setiap aspek rumpun pelajaran pada setiap level. Perumusan hasil

belajar adalah untuk menjawab pertanyaan, “Apa yang harus siswa ketahui dan mampu

lakukan sebagai hasil belajar mereka pada level ini?”. Hasil belajar mencerminkan keluasan,

kedalaman, dan kompleksitas kurikulum dinyatakan dengan kata kerja yang dapat diukur

dengan berbagai teknik penilaian.

Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator. Perumusan indikator adalah untuk

menjawab pertanyaan, “Bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapai hasil

belajar yang diharapkan?”. Guru akan menggunakan indikator sebagai dasar untuk menila i

apakah siswa telah mencapai hasil belajar seperti yang diharapkan. Indikator bukan berarti

dirumuskan dengan rentang yang sempit, yaitu tidak dimaksudkan untuk membatasi

berbagai aktivitas pembelajaran siswa, juga tidak dimaksudkan untuk menentukan

bagaimana guru melakukan penilaian. Misalkan, jika indikator menyatakan bahwa siswa

mampu menjelaskan konsep atau gagasan tertentu, maka ini dapat ditunjukkan dengan

kegiatan menulis, presentasi, atau melalui kinerja atau melakukan tugas lainnya.

8. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) – Versi KTSP (Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan)

Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan,

peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan

kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu

pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui

olahhati, olahpikir, olahrasa dan olahraga agar memiliki daya saing dalam menghadap i

tantangan global. Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dilakukan melalui

penerapan manajemen berbasis sekolah dan pembaharuan pengelolaan pendidikan secara

terencana, terarah, dan berkesinambungan.

Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor

19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan

15

arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan,

yaitu: (1)standar isi, (2)standar proses, (3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik

dan tenaga kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar pengelolaan,

standar pembiayaan, dan (7)standar penilaian pendidikan.

Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,

isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan

kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah menggiring pelaku

pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan

pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan

pendidikan.

Secara substansial, pemberlakuan (baca: penamaan) Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No.

19/2005. Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan

tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter),

yaitu:

Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.

Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.

Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.

Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur

edukatif.

Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian

suatu kompetensi.

Terdapat perbedaan mendasar dibandingkan dengan kurikulum berbasis kompetensi

sebelumnya (versi 2002 dan 2004), bahwa sekolah diberi kewenangan penuh menyusun

rencana pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang telah ditetapkan, mulai

dari tujuan, visi – misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan,

hingga pengembangan silabusnya.

9. Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 merupakan kurikulum baru diterapkan oleh pemerintah untuk

menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang telah berlaku selama kurang

lebih 6 tahun. Kurikulum 2013 masuk dalam masa percobaan di tahun 2013 dengan

16

menjadikan beberapa sekolah menjadi sekolah percobaan. Di tahun 2014, Kurikulum

2013 sudah diterapkan di Kelas I, II, IV, dan V sedangkan untuk SMP Kelas VII dan

VIII dan SMA Kelas X dan XI. Diharapkan, pada tahun 2015 telah diterapkan di seluruh

jenjang pendidikan.

Kurikulum 2013 memiliki tiga aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek

keterampilan, dan aspek sikap dan perilaku. Di dalam Kurikulum 2013, terutama di

dalam materi pembelajaran terdapat materi yang dirampingkan dan materi yang

ditambahkan. Materi yang dirampingkan terlihat ada di materi Bahasa Indonesia, IPS,

PPKn, dsb, sedangkan materi yang ditambahkan adalah materi Matematika. Materi

pelajaran tersebut (terutama Matematika) disesuaikan dengan materi pembelajaran

standar Internasional sehingga pemerintah berharap dapat menyeimbangkan pendidikan

di dalam negeri dengan pendidikan di luar negeri.

4

4 http://www.slideshare.net/agusmukhandar/savedfiles?s_title=landasan-historis-rasional-kurikulum-2013&user_login=idapurnama7475

17

INDIKASI PERMASALAHAN KURIKULUM 2013

Tidak ada kajian terhadap penerapan Kurikulum 2006 yang berujung pada

kesimpulan urgensi perpindahan kepada Kurikulum 2013. Tidak ada evaluasi

menyeluruh terhadap uji coba penerapan Kurikulum 2013 setelah setahun penerapan di

sekolah-sekolah yang ditunjuk. Kurikulum sudah diterapkan di seluruh sekolah di bulan

Juli 2014, sementara instruksi untuk melakukan evaluasi baru dibuat bulan Oktober

2014. (Peraturan Menteri no 159)

Pada Pasal 2 ayat 2 dalam Peraturan Menteri nomor 159 Tahun 2014 itu

menyebutkan bahwa Evaluasi Kurikulum untuk mendapatkan informasi mengenai:

1. Kesesuaian antara Ide Kurikulum dan Desain Kurikulum

2. Kesesuaian antara Desain Kurikulum dan Dokumen Kurikulum;

3. Kesesuaian antara Dokumen Kurikulum dan Implementasi Kurikulum; dan

4. Kesesuaian antara Ide Kurikulum, Hasil Kurikulum, dan Dampak Kurikulum.

Kurikulum 2013 diterapkan di seluruh sekolah sebelum dievaluasi kesesuaian

antara ide, desian, dokumen hingga dampak kurikulum. Penyeragaman tema di

seluruh kelas, sampai metode, isi pembelajaran dan buku yang bersifat wajib

sehingga terindikasi bertentangan dengan UU Sisdiknas. Penyusunan konten

Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang tidak seksama sehingga menyebabkan

ketidakselarasan.

Kompetensi Spiritual dan Sikap terlalu dipaksakan sehingga menganggu

substansi keilmuan dan menimbulkan kebingungan dan beban administrat i f

berlebihan bagi para guru. Metode penilaian sangat kompleks dan menyita waktu

sehingga membingungkan guru dan mengalihkan fokus dari memberi perhatian

sepenuhnya pada siswa. Ketidaksiapan guru menerapkan metode pembelajaran pada

Kurikulum 2013 yang menyebabkan beban juga tertumpuk pada siswa sehingga

menghabiskan waktu siswa di sekolah dan di luar sekolah. Ketergesa-gesaan

penerapan menyebabkan ketidaksiapan penulisan, pencetakan dan peredaran buku

sehingga menyebabkan berbagai permasalahan di ribuan sekolah akibat

keterlambatan atau ketiadaan buku. Berganti-gantinya regulasi kementerian akibat

revisi yang berulang.

18

KAJIAN YURIDIS KURIKULUM 2013

Kajian UU Sisdiknas No .20 Tahun 2003 Pasal 38 Ayat 1

Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan

oleh Pemerintah. Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai

dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite

sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor

departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk

pendidikan menengah.

UU Sisdiknas dan PP SNP hanya memberi kewenangan kepada Pemerintah

hanya untuk mengatur kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan

menengah. Faktanya pengaturan sampai detail, termasuk silabus dan buku teks

terpusat dan seragam. UU Sisdiknas dan PP SNP memberi ruang bagi

Sekolah/Komite Sekolah atau madrasah/Komite Madrasah untuk mengembangkan

kurikulum yang relevan. Faktanya, terjadi penyeragaman kurikulum.

Kajian Permendikbud No 81A Tahun 2013 Pasal 1

Implementasi Kurikulum 2013 pada sekolah dasar/ madrasah ibtidayiyah (SD/MI),

sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs), dan sekolah

menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK) secara bertahap mulai

tahun pelajaran 2013/2014. Faktanya, sejak 2 Juli 2014 pemberlakukan dan

pelaksanaan Kurikulum 2013 dilakukan secara serentak, pada tingkat SD/MI,

SMP/MTs, SMA/MA dan SMK/MAK di seluruh Indonesia, setelah penerapan hanya

di 6.221 sekolah – tak lagi bertahap.

PERMASALAHAN KONSEPTUAL KURIKULUM 2013

Catatan oleh Majelis Guru Besar ITB pada Sidang Pleno MGB ITB, April

2013. Beberapa persoalan mendasar pada rancangan kurikulum ini antara lain

sebagai berikut:

1. Rancangan Kurikulum 2013 tidak disertai naskah akademik, yang berisi

pemikiran, konsep, tujuan, serta grand design (rancangan besar) pendidikan nasional,

sebagai landasan.Rancangan Kurikulum 2013 memang telah mencantumkan sikap

dan nilai-nilai luhur kemanusiaan, tetapi dalam beberapa hal kurang memperhatikan

hakikat STEAM (Science-Technology-Engineering-Art-Mathematics), yaitu, ciri

budaya ilmiah di balik kemajuan ilmu pengetahuan yang diserasikan dengan

19

pembangunan karakter bangsa guna menghadapi tantangan ke depan. Trend

(kecenderungan) dewasa ini menunjukkan bahwa posisi peradaban bangsa-bangsa

yang akan datang sangat dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengetahuan serta

teknologi (teknologi informasi, teknologi bio, teknologi nano, teknologi neuro) yang

terus berkembang, yang telah terbukti berpengaruh pada kemajuan budaya,

perkembangan cara berfikir, serta daya kreativitas manusia dewasa ini dan ke depan

dalam menghadapai tantangannya.

2. Rancangan Kurikulum 2013 belum menunjukkan keterkaitan yang jelas antara

basis filosofi yang digunakan dengan perwujudannya pada tataran teknis yang

dirancang untuk diimplementasikan. Misalnya, pendekatan interdisiplin dan metode

eklektik yang dipilih tidak terwujud dalam model pembelajaran tematik-integrat if

yang direpresentasikan melalui Kompetensi Inti dan/atau Kompetensi Dasar. Dalam

model ini, yang tampak bukanlah interdisiplin, melainkan multidisiplin: beberapa

disiplin dimasukkan, bahkan cenderung dipaksakan, dalam sebuah mata pelajaran

tanpa basis ontologi dan epistemologi yang mengikatnya.

3. Rancangan Kurikulum 2013 mengambil konsep integratif-tematik yang

menunjukkan terdapatnya perubahan mendasar pada struktur kurikulum hingga pola

penugasan guru, setidaknya, sejumlah mata pelajaran akan diintegrasikan menjadi

satu mata pelajaran. Konsep ini membutuhan guru yang menguasai sejumlah mata

pelajaran (yang digabungkan) serta mumpuni dalam mengajar berbasiskan pada

tematik (yang telah ditentukan), yang merujuk pada lingkungan sekolah.Untuk

terlaksananya konsep ini, pengetahuan dan kapasitas guru yang ada pada saat ini

cukup jauh dari memenuhi kebutuhannya. Sementara itu, akan terdapat

permasalahan pada tidak sedikit jumlah guru dengan “kompetensi” mata pelajaran

yang dikeluarkan dari dalam struktur Kurikulum 2013.

Berdasarkan hal tersebut, sebelum Rancangan Kurikulum 2013 diberlakukan,

MGB ITB menyampaikan rekomendasi perlu dilakukan perbaikan atas Rancangan

Kurikulum 2013 semaksimal mungkin melalui kajian yang mendalam dan cermat.

Untuk ini diperlukan naskah akademik yang mengemukakan sosok bangsa Indonesia

untuk memasuki peluang Emas, yang memuat kajian filosofis mengenai tujuan

pendidikan nasional. Kajian tersebut seyogianya mengemukakan pemikiran serta

20

konsep dasar, termasuk di dalamnya perhatian pada pendidikan STEAM, yang kelak

menjadi rujukan dalam menyusun Rancangan Kurikulum 2013 beserta

implementasinya.

Dokumen Kurikulum 2013 adalah Dokumen Negara dan Dokumen Budaya

bangsa yang akan menjadi panduan dalam meletakkan dasar-dasar proses pendidkan

ke depan. Untuk itu amat perlu dilakukan pembenahan atas struktur dan tatabahasa

di dalam draf dokumen Kurikulum 2013 yang ada sehingga mudah dipahami,

terutama oleh pelaku pendidikan di lapangan, dalam dimensi ruang maupun waktu.

Sebelum diimplementasikan, rancangan sebuah kurikulum perlu diuji dan

disosialisasikan secara terbuka di forum akademik, yang juga melibatkan pihak -

pihak lain yang memiliki kompetensi serta kapasitas menilai, termasuk di dalamnya

adalah kelompok masyarakat pelaku pendidikan. Forum terbuka adalah amat

penting, yang mempunyai tujuan selain guna menampung pemikiran yang

komprehensif juga untuk membangun pemahaman bersama hingga mengundang

komitmen semua komponen masyarakat, khususnya yang akan terlibat langsung di

dalam implementasi.

Kurikulum adalah bagian amat penting dari kebijakan nasional yang

menyangkut hajat hidup mendasar bagi orang banyak, yang meletakkan dasar-dasar

upaya pembangunan budaya serta martabat bangsa. Oleh sebab itu, dalam

pelaksanaannya kelak, proses serta prosedurnya harus memperhatikan kepentingan

orang banyak itu sendiri sebagai masyarakat madani (civil society). Dalam hal ini

Pemerintah perlu mengawalinya dengan membangun komunikasi cerdas dengan

masyarakat yang amat luas, di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Langkah perlu yang harus dilakukan untuk melaksanakan sebuah kurikulum

adalah menyiapkan guru, sarana dan prasarana serta infrastruktur pendidikan yang

tepat. Menyiapkan guru dalam hal ini bukan sekedar menyiapkan ketrampilan dalam

pengetahuan, namun lebih penting adalah menyiapkan sosok guru yang mumpuni,

mempunyai sikap (attitude), mempunyai pengetahuan (knowledge), serta

mempunyai ketrampilan (skill), yang layaknya dimiliki seorang panutan. Ketiga hal

tersebut diperlukan guna membangun karakter peserta didik yang berujung pada

tumbuhnya nilai-nilai generasi yang dapat menjadi pelaku budaya serta peradaban

bangsa Indonesia 2045. Untuk ini Pemerintah mutlak perlu bekerjasama dengan

perguruan tinggi serta unsur-unsur masyarakat pelaku pendidikan yang lainnya yang

21

mumpuni dalam merancang hingga merealisasikan Kurikulum Pendidikan Nasional.

Penundaan pemberlakukan Kurikulum 2013 menjadi keniscayaan jika hal-

hal di atas belum bisa dilaksanakan. Menunda guna melakukan dengan segera

persiapan yang lebih baik adalah jauh lebih berarti ketimbang kehilangan

kesempatan merebut peluang Emassebagai akibat menerapkan langkah- langkah

pendidikan yang belum dipersiapkan dengan amat baik.

Catatan oleh Prof. Dr. H. Soedijarto, MA, guru besar UNJ, ketua dewan direktur

CINAPS, ketua dewan pakar PPA GMNI, ketua dewan pembina ISPI, anggota dewan pembina PGRI dan wakil ketua Yayasan Indonesia- Jerman.

1. Tidak jelas dasar hukum dan hasil evaluasi yang dijadikan landasan untuk

merancang Kurikulum 2013. Kurkulum 2006 strukturnya didasarkan atas UU

Sisdiknas No. 20 Tahun 2003. Perubahan struktur kurikulum yang mengubah jam

pelajaran per minggu, atau ditiadakannya mata pelajaran IPA dan IPS pada kelas

1 s/d 3 SD, perlu jelas latar belakang teorinya dan tujuan yang hendak dicapai.

2. Mendikbud Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro pada tahun 1972 menyadarkan

kepada jajaran P&K agar berhati-hati menerapkan sesuatu gagasan baru dalam

pendidikan karena dampaknya akan berjangka panjang pada kehidupan

bermasyarakat. Berangkat dari cara berpikir ini bila akan menerapkan kurikulum

yang baru perlu terlebih dahulu diujicobakan dan dinilai secara komprehens if

sebelum ditetapkan sebagai suatu sistem yang dapat dipertanggungjawabkan.

Dengan demikian seyogyanya sebelum diterapkan Kurikulum 2013 perlu terlebih

dahulu diujicobakan.

3. Kurikulum adalah suatu sistem yang meliputi tujuan yang secara operasional

harus dicapai, materi pendidian yang telah dipilih sebagai objek belajar, model

pembelajaran yang relevan, sistem evaluasi yang akan diterapkan, serta sarana

dan prasarana yang harus disiapkan. Bila kurikulum 2013 akan diterapkan,

pertanyaannya: sudahkah kelima elemen dari sistem kurikulum benar-benar telah

dirancang dan dikembangkan? Selama ini setiap perubahan kurikulum tidak

berdampak pada peningkatan mutu pendidikan karena perubahan yang dilakukan

hanya sampai pada penetapan struktur program dan materi pelajaran, selanjutnya

model pembelajaran, sistem evaluasi dan sarana prasarana tidak diperhatikan.

Yang paling memprihatinkan adalah bahwa yang diutamakan adalah Ujian

Nasional sebagai alat yang menentukan kelulusan peserta didik dan berdampak

22

pada sulit tercapainya tujuan Pendidikan Nasional seperti yang tertulis dalam

Pasal 3 UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003.

4. Pembaharuan pendidikan tidak berdampak pada pebaikan pendidikan apabila

guru tidak terpengaruh oleh pembaharuan yang dilakukan. Atas dasar itu suatu

perubahan kurikulum tidak akan bermakna bagi peningkatan mutu pendidikan

bila tenaga pendidiknya secara profesional tidak siap dan mampu berkomitmen

menerapkan kurikulum yang baru. Karena itu untuk menrapkan kurikulum baru

perlu dipastikan komitmen dan kesiapan guru secara profesional.

5. Ketersediaan sarana dan prasarana akan menentukan mutu pendidikan. Bila

selama ini berbagai pembaharuan kurikulum tidak berdampak pada peningkatan

mutu pendidikan, tidak lain adalah karena sarana-prasarana diabaikan, khususnya

buku. Untuk melaksanakan kurikulum yang menerapkan empat pilar (learning to

know, learning to do, learning to live together dan learning to be), diperlukan

berbagai buku sebagai sumber belajar. Tidak hanya buku teks, tetapi juga buku

bacaan, buku rujukan dan buku sumber. Karena itu pelaksanaan kurikulum baru

tidak dapat hanya diandalkan kepada buku teks. Yang cukup mengagetkan adalah

bahwa buku teks akan disiapkan bersamaan dengan penyiapan kurikulum.

Kajian oleh Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia

1. AIPI menghargai niat baik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyusun

Kurikulum 2013 sebagai respon terhadap berbagai tantangan bangsa, dan juga

menghargai beberapa gagasan baru di Kurikulum 2013, antara lain melalui mata

pelajaran peminatan yang memungkinkan siswa memperluas wawasannya.

2. AIPI memperhatikan banyaknya keluhan dan kritik mengenai kesulitan dalam

penerapan kurikulum 2013, keluhan datang dari para guru, murid, orang tua;

sedangkan kritik datang dari kalangan pendidik dan ahli pendidikan.

3. AIPI menyimak Permendikbud Nomor 67 sampai dengan Nomor 71 tahun 2013

tentang Kurikulum 2013 dan Buku Ajar.

4. AIPI sesuai dengan Undang-Undang No.8 1990 mempunyai tugas untuk

memberikan masukan/pemikiran/rekomendasi terhadap hal-hal yang sangat

penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

5. Ditemukan ketidakjelasan konsep yang digunakan dalam kurikulum, tergambar

dalam kerancuan bahasa, rumusan tidak operasional/logis, serta tidak

23

menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam naskah kurikulum

tingkat SD, SMP maupun SMA.

Kesimpulan terhadap temuan-temuan:

1. Kurikulum 2013 tidak mendorong terwujudnya tujuan bernegara yaitu

“mencerdaskan kehidupan bangsa” yang berdasarkan Pancasila.

2. Kurikulum 2013 tidak mendorong terbentuknya budaya ilmiah.

3. Kurikulum 2013 tidak dibangun atas prinsip ilmu pengetahuan yang

mengedepankan nalar kritis, melalui penggunaan kata “mengagumi” yang

mendominasi isi kurikulum.

4. Kurikulum 2013 tidak mencerminkan terbentuknya kompetensi berdasarkan asas

spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis, dan mempunyai batasan waktu

(specific, measurable, attainable, relevant, time-bound).

5. Wacana Kurikulum 2013 tidak menggunakan prinsip kesetaraan gender, prinsip

keberagaman dan kebhinnekaan Indonesia.

Rekomendasi tindak lanjut:

1. Menyusun kajian filosofis dan pedagogis yang mendalam terhadap arah

penyusunan kurikulum dengan memperhatikan kesimpulan dalam temuan-

temuan.

2. Mengubah Kurikulum 2013 sesuai dengan hasil kajian filosofis dan pedagogis

tersebut.

3. Mendorong Pemerintah untuk secara terus menerus melakukan perbaikan

Kurikulum dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

CATATAN KRITIS OLEH PIHAK KETIGA

OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA

3 April 2013 – ORI merekomendasikan kepada Kemdikbud untuk

mengevaluasi dan mempertimbangkan kembali rencana penerapan Kurikulum 2013,

dengan dasar pertimbangan sebagai berikut:

Banyak guru yang berada di lapangan mengindikasikan ketidaksiapan dan

kebingungan mereka dalam menerapkan kurikulum anyar tersebut. Sosialisas i

24

pelaksanaan Kurikulum 2013 yang terbatas pada struktur kurikulum mengena i

jumlah pelajaran dan jam pelajaran tentu masih jauh dari komprehensif untuk sebuah

penerapan kurikulum yang baru. Penjabarannya belum detail sampai pada tahap

implementasi teknisnya.

Perlu diingat guru yang harus dilatih sangat besar jumlahnya sementara waktu

yang tersedia sangat terbatas, maka efektifitas pelatihan yang sangat mepet dengan

penerapan Kurikulum 2013 tersebut sangat diragukan akan berhasil dengan optimal.

29 November 2014 – ORI kembali merekomendasikan kepada Kemdikbud untuk

menghentikan penerapan Kurikulum 2013, dengan dasar pertimbangan sebagai

berikut:

ORI menerima laporan dari banyak daerah mengenai buruknya pelaksanaan

kurikulum 2013. Laporan dari semua daerah rata-rata seragam yakni mengenai buku

yang tidak tersedia, guru sulit menerapkan penilaian dan susah memenuhi target

mengajar 24 jam sepekan untuk syarat sertifikasi dan banyak pengaduan lain.

Semestinya pelaksanaan kurikulum 2013 tidak dilaksanakan secara serentak pada

tahun 2014 karena belum dilakukan evaluasi dan pengecekan terhadap hasil.

INDONESIA CORRUPTION WATCH

15 Februari 2013 – ICW menyatakan terdapat delapan kejanggalan dalam

proses penyusunan Kurikulum 2013, yaitu:

1. Pemerintah menggunakan logika terbalik dalam perubahan kurikulum

pendidikan, yaitu perubahan standar isi dan standar kompetensi lulusan yang

dilakukan sesudah perubahan kurikulum nasional.

2. Pemerintah tidak konsisten dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN), Perpres Nomor 5 Tahun 2010.

3. Anggaran perubahan Kurikulum 2013 tidak terencana dengan baik.

4. Tidak ada evaluasi komprehensif terhadap Kurikulum 2006 (KTSP).

5. Panduan Kurikulum 2013 mengukung kreativitas dan inovasi guru serta

penyeragaman konteks lokal.

6. Target pelatihan instruktur nasional, guru inti dan guru sasaran terlalu ambisius.

7. Bahan perubahan kurikulum yang disampaikan pemerintah berbeda-beda.

8. Buku-buku yang disiapkan untuk siswa dan guru kurang dari 50%.

30 Agustus 2014 – ICW kembali mendesak pemerintah untuk

25

menghentikan penerapan Kurikulum 2013 dengan berdasar pertimbangan

sebagai berikut:

Kurikulum 2013 dinilai tidak berdasarkan konsep yang jelas dan matang.

Terjadi kekacauan penerapan Kurikulum 2013 di mana sampai tahun ajaran baru

dimulai buku belum dibagikan sehingga membuat orangtua dan siswa harus

mengeluarkan biaya sendiri untuk fotokopi, membeli di toko atau mengunduh

dari Internet. Banyak guru yang belum mendapatkan pelatihan, pelatihan guru

terlalu singkat dan guru terbebani oleh metode penilaian siswa yang mewijabkan

guru membuat penilaian otentik bagi setiap siswa berupa narasi.

PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA

17 Januari 2013 – PGRI menilai persiapan Kurikulum 2013 belum matang

dan meminta pelaksanaan ditunda. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan

oleh pemerintah sebelum kurikulum diterapkan, antara lain rancangan

pendekatan tematik terpadu yang harus jelas antar tingkatan, pengkajian ulang

penggantian penjurusan menjadi peminatan pada tingkat SMA, penerbitan

landasan hukum Kurikulum 2013, serta persiapan yang lebih matang dengan

mempertimbangkan heterogenitas wilayah Indonesia, kesiapan guru dan

sinkronisasi yang baik antar pemegang kepentingan.

11 September 2014 – PGRI menyangkan distribusi buku Kurikulum 2013

semester 1 yang belum tuntas menjangkau semua kabupaten/kota, serta pelatihan

implementasi Kurikulum 2013 yang belum menjangkau semua guru.

KEPUTUSAN MENDIKBUD TENTANG KEBERLANJUTAN

KURIKULUM 20135

Berdasarkan segala masukan dari tim evaluasi dan para pemegang

kepentingan, Mendikbud memutuskan untuk:

1. Menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah yang baru

menerapkan satu semester, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2014/2015. Sekolah-

sekolah ini akan kembali menggunakan Kurikulum 2006, maka bagi para

5 http://www.republika.co.id/berita/kemendikbud/berita-kemendikbud/14/12/08/ng9bi6-seputar-keputusan -

mendikbud-tentang-penghentian-kurikulum-2013

26

kepala sekolah dan guru di sekolah-sekolah tersebut diminta mempersiapkan

diri untuk kembali menggunakan Kurikulum 2006 mulai semester genap

Tahun Pelajaran 2014/2015.

2. Tetap melanjutkan penerapan Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah yang telah

tiga semester menerapkan, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2013/2014, serta

menjadikan sekolah-sekolah tersebut sebagai sekolah pengembangan dan

percontohan penerapan Kurikulum 2013. Pada saat Kurikulum 2013 telah

diperbaiki dan dimatangkan lalu sekolah-sekolah ini (dan sekolah-sekolah

lain yang ditetapkan oleh Pemerintah) maka dimulai proses penyebaran

penerapan Kurikulum 2013 ke sekolah lain di sekitarnya. Bagi sekolah yang

keberatan menjadi sekolah pengembangan dan percontohan Kurikulum 2013,

dengan alasan ketidaksiapan dan demi kepentingan siswa, dapat mengajukan

diri kepada Kemdikbud untuk dikecualikan.

3. Mengembalikan tugas pengembangan Kurikulum 2013 kepada Pusat

Kurikulum dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Pengembangan Kurikulum tidak lagi ditangani oleh tim ad hoc yang bekerja

jangka pendek. Kemdikbud akan melakukan perbaikan mendasar terhadap

Kurikulum 2013 agar dapat dijalankan dengan baik oleh gur di dalam kelas,

serta mampu menjadikan proses belajar di sekolah sebagai proses yang

menyenangkan bagi siswa.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan, menyatakan

menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 bagi sekolah-sekolah yang baru

melaksanakan kurikulum ini selama satu semester pada tanggal 5 Desember 2014

27

BAB III

SIMPULAN

Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga

penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada

peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata

pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam

penyelenggaraan pendidikan tersebut.

Kurikulum yang mewarnai pendidikan Indonesia:

1. Kurikulum Pra Kemerdekaan

2. Kurikulum Orde lama

3. Kurikulum 1968

4. Kurikulum 1975

5. Kurikulum 1984

6. Kurikulum 1994

7. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) versi tahun 2002 dan 2004

8. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) versi Kurikulum Tingkat Satuan Pembelajaran

(KTSP) 2006

9. Kurikulum 2013

Perubahan-perubahan kurikulum tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya

perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan Iptek dalam masyarakat berbangsa

dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu

dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di

masyarakat.

Kurikulum 2013 memiliki tiga aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek

keterampilan, dan aspek sikap dan perilaku. Diharapkan, pada tahun 2015 telah diterapkan

di seluruh jenjang pendidikan tetapi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan,

menyatakan menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 bagi sekolah-sekolah yang baru

melaksanakan kurikulum ini selama satu semester pada tanggal 5 Desember 2014

28

Daftar Pustaka

Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.1997.

Hamalik, Oemar. 2009. Dasar – Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: P.T Rosdakarya.

Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktik. Yogyakarta: Arruz Media.

2011 Fuaduddin dan H. Sukama Karya, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta 1989. http://kesadaransejarah.blogspot.comhttp://bambangsoekisno.blogspot.com

http://www.republika.co.id/berita/kemendikbud/berita-kemendikbud/14/12/08/ng9bi6-seputar-keputusan-mendikbud-tentang-penghentian-kurikulum-2013

http://www.slideshare.net/agusmukhandar/savedfiles?s_title=landasan-historis-rasional-kurikulum-2013&user_login=idapurnama7475

http://ahmadhusain99.blogspot.com/2012/11/pengertian-dan-sejarah-perkembangan.html