sejarah musik bertha

10
BERTHA PRAMESTI YUZA 1101136046 SEJARAH MUSIK MELAYU Perkembangan musik Melayu di Indonesia telah mulai sejak lama. Dahulu, kita mengenal adanya musik Orkes Melayu yang masih menggunakan gitar akustik, akordeon, rebana, gambus dan suling sebagai instrument utamanya. Pada periode 50 dan 60-an, orkes- orkes Melayu di Jakarta ini memainkan lagu-lagu Melayu Deli asal Sumatera Perlahan, seiring perkembangannya, unsur India mulai juga masuk ke dalam musik Melayu. Ellya Khadam dengan hits “Boneka India”-nya merupakan representasi dari gejala ini. Selain itu masih ada penyanyi lain seperti P.Ramlee (Malaysia), Said Effendi (dengan lagu Seroja) dan lainnya yang mempopulerkan genre musik ini. Tonggak perkembangan music Melayu (yang berkelindan dengan music dangdut) adalah dengan adanya Soneta Group, pimpinan Rhoma Irama di tahun 1970-an. Setelah itu, music Indonesia diwarnai oleh beragam genre yang merupakan unsur-unsur asing seperti Rock, Reggae, Heavy Metal hingga SKA dan Grundge (Alternative). Pada masa ini, musik Melayu memasuki periode hiatus alias mati suri. Hal ini terbukti dengan tidak banyaknya musisi baik solo maupun group yang mengusung genre Melayu. Di periode ini, lagu Melayu yang paling saya ingat adalah “Isabela” yang disuarakan grup Malaysia. Musik Melayu dan Perkembangannya di Sumater Utara

Upload: rezky-efryanto-zebua

Post on 20-Jan-2016

21 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

enjoy

TRANSCRIPT

Page 1: Sejarah Musik Bertha

BERTHA PRAMESTI YUZA

1101136046

SEJARAH MUSIK MELAYU

Perkembangan musik Melayu di Indonesia telah mulai sejak lama. Dahulu, kita mengenal

adanya musik Orkes Melayu yang masih menggunakan gitar akustik, akordeon, rebana, gambus

dan suling sebagai instrument utamanya. Pada periode 50 dan 60-an, orkes-orkes Melayu di

Jakarta ini memainkan lagu-lagu Melayu Deli asal Sumatera Perlahan, seiring perkembangannya,

unsur India mulai juga masuk ke dalam musik Melayu. Ellya Khadam dengan hits “Boneka

India”-nya merupakan representasi dari gejala ini. Selain itu masih ada penyanyi lain seperti

P.Ramlee (Malaysia), Said Effendi (dengan lagu Seroja) dan lainnya yang mempopulerkan genre

musik ini. Tonggak perkembangan music Melayu (yang berkelindan dengan music dangdut)

adalah dengan adanya Soneta Group, pimpinan Rhoma Irama di tahun 1970-an. Setelah itu,

music Indonesia diwarnai oleh beragam genre yang merupakan unsur-unsur asing seperti Rock,

Reggae, Heavy Metal hingga SKA dan Grundge (Alternative). Pada masa ini, musik Melayu

memasuki periode hiatus alias mati suri. Hal ini terbukti dengan tidak banyaknya musisi baik

solo maupun group yang mengusung genre Melayu. Di periode ini, lagu Melayu yang paling

saya ingat adalah “Isabela” yang disuarakan grup Malaysia.

Musik Melayu dan Perkembangannya di Sumater Utara

Seni musik Melayu sangat terpengaruh musik Cina, Portugis, India, Arab, dan Persia,

sehingga bentuk awalnya tidak dapat diterka lagi. Dalam perkembangannya, musik Melayu

menghadapi berbagai masalah, sehingga perlu dilakukan pengkajian yang mendalam. Sejarah

kesenian Melayu dapat ditelusuri dengan melihat pengaruh dunia luar dalam seni musik, lagu,

dan tari Melayu. Pengaruh ini terjadi karena hubungan dagang antara Kerajaan Melayu Aru yang

berpusat di Deli dengan Malaka sudah berlangsung sejak abad ke-13. Sejak tahun 1511 M

Malaka menjadi benteng Portugis, sehingga pengaruh Portugis juga mewarnai nada dan gerak

tari Melayu yang disesuaikan dengan resam dan kebiasaan suku itu. Pengaruh Portugis tersebut

tergambar dalam tari atau rentak Pulau Sari yang lebih dikenal dengan nama Serampang XII

Page 2: Sejarah Musik Bertha

Pengaruh Siam juga diterima melalui Kedah dan Perlis dalam seni dramatari Makyong, Menora,

dan Mendu di wilayah Luhak Teluk Aru di Langkat dan di Kerajaan Serdang. Pengaruh Arab

datang sejalan dengan masuknya Islam ke negeri-negeri Melayu. Corak Arab dapat dilihat dalam

kesenian Zapin (Gambus), Kasidah, Rodat atau Barodah, serta Zikir Barat. Pengaruh Tamil

(Keling, India Selatan) muncul dalam teater dan alat musik. Alat musik India seperti harmonium

dan tabla digunakan untuk mengiringi lagu Melayu. Rentak (tempo) yang dihasilkan pada masa

itu juga dikenal dengan nama chalti.

Kesenian Melayu seperti musik, lagu, maupun tari yang berkembang hingga pertengahan

tahun 1930 dan akhir tahun 1942 sangat bersebati dengan masyarakat pendukungnya. Dulu

pengarang lagu-lagu Melayu umumnya tidak mencantumkan namanya dalam karya mereka,

tetapi ada juga nama pengarang yang sempat diketahui dari mulut ke mulut. Mereka sudah lanjut

usia, dan sebagian sudah meninggal dunia. Di antara mereka adalah, Tengku Perdana atau

Dahlan Siregar (alm.) yang menciptakan lagu Pulau Putri, dan Tengku Zubir yang lebih dikenal

dengan nama Tengku Cubit yang menciptakan Kuala Deli. Lagu ini sangat terkenal di tanah

Deli. Usman menciptakan lagu Dodoi Di Dodoi. Nama-nama pengarang dan lagunya sudah

didaftar oleh Dewan Kesenian Medan dan Bidang Kesenian Kanwil Depdikbud Sumatera Utara.

Periodisasi Perkembangan Musik Melayu Di Sumatera Utara

a.     Periode 1942–1945

Pada masa pemerintahan Jepang, penampilan kesenian di Istana Serdang sangat kurang, tidak

seperti sebelumnya. Kekurangan sangat terasa pada tahun 1942–1945, karena pergolakan politik

yang terjadi pada masa itu. Walaupun demikian pada saat-saat tertentu penulis masih dapat

mendengarkan lagu-lagu Melayu dari kelompok ronggeng yang sengaja dipanggil ke Istana

Serdang untuk menghibur. Lagu-lagu Melayu seperti Senandung Dendang Sayang, Senandung

Laksamana Mati Dibunuh, Senandung Anak Tiung, Mak Inang Pulau Kampai, Mak Inang

Kayangan, Lagu Dua, Tanjung Katung, dan Lagu Dua Seratus Enam tidak luput dari

pendengaran. Lagu Dua Pulau Sari yang bertempo cepat dan selalu mengakhiri tari Serampang

XII juga sempat terdengar.

Page 3: Sejarah Musik Bertha

b. Periode 1945–1949

Pada tahun 1945–1949 revolusi sosial melanda kerajaan-kerajaan di Sumatera Timur. Raja yang

dulu sering menyelenggarakan pertunjukan kesenian tidak berkuasa lagi, sehingga pertunjukan

kesenian tidak ada lagi. Pada masa itu masyarakat memfokuskan diri pada kebutuhan sehari-hari

dan aktif berjuang melawan penjajahan. Raja dan keturunannya yang tersisa tidak aktif lagi dan

hanya berpikir untuk kelanjutan hidup. Pemusik, penari, dan penyanyi andalan sudah terpencar

dan banyak yang beralih profesi. Beberapa alat musik telah dijual, sementara sebagian besar

lainnya tidak terpelihara. Menjelang tahun 1950 beberapa pemusik, penari, dan penyanyi andalan

itu sudah lanjut usia dan meninggal.

c. Periode 1950–1965

Pada periode ini, seni tari, lagu, dan musik Melayu kembali mendapat tempat di kalangan

masyarakat, baik masyarakat Melayu sendiri maupun masyarakat Indonesia lainnya. Pada masa

itu muncul tokoh tari Melayu yang bernama Sayuti, seorang pegawai PP&K Sumatera Utara

yang berhasil menggugah seluruh masyarakat lndonesia dengan tari Melayu hasil gubahannya.

Beliau berusaha mempopulerkan tari Melayu dengan menggunakan metode yang ringkas dan

mudah dipelajari. Sayuti menggubah tari Tiga Serangkai yang terdiri dari tari Senandung dengan

lagu Kuala Deli, tari Mak Inang dengan lagu Mak Inang Pulau Kampai, dan tari Lagu Dua

dengan lagu Tanjung Katung. Selain itu, tari Mak Inang, tari Cek Minah Sayang, tari Anak Kala,

dan beberapa tari Melayu lainnya juga digubahnya. Sebagai klimaks, Sayuti menggubah dua

belas macam ragam berdasarkan tari-tari Melayu yang ada. Tari ini kemudian dikenal dengan tari

Serampang XII.

Tari Serampang XII ini sangat menarik minat dan perhatian masyarakat, terutama

generasi muda. Hal ini terbukti dengan terselenggaranya Festival Serampang XII pada setiap

tahun sejak awal kegemilangannya hingga sekarang. Setiap pengiriman misi kesenian ke luar

negeri maupun pada kesempatan mengisi acara kesenian di Istana Negara, Serampang XII dan

beberapa tari Melayu lainnya selalu mendapat sambutan. Tahun-tahun tersebut boleh dikatakan

sebagai masa suburnya kesenian tari Melayu.

Page 4: Sejarah Musik Bertha

Pembinaan Dan Perkembangan Musik Melayu

Setelah keadaan tenang dan pemerintah berkeinginan memajukan kebudayaan nasional,

kita segera sadar perlunya pelestarian kebudayaan bangsa. Kebijakan pemerintah di bidang

pariwisata, telekomunikasi, dan kebijakan lain sangat bermanfaat bagi pembinaan kesenian dan

kebudayaan. Pada umumnya pelayanan kesenian disalurkan melalui wadah tertentu yang sudah

terarah, sehingga menimbulkan gairah bagi seniman dan pecinta seni di Indonesia untuk

berkesenian. Perubahan itu juga dirasakan kesenian Melayu yang menunjukkan prospek baik

dengan munculnya kesenian Melayu di televisi, lahirnya karya film yang berkultur Melayu

(Musang Berjanggut), dan penyiaran musik dan lagu Melayu melalui RRI yang diselenggarakan

oleh masyarakat Melayu dan masyarakat daerah.

Beberapa Perkembangan Musik Di Medan Dan Sekitarnya

Musik tradisional Melayu kembali muncul, seperti musik angkatan Makyong Serdang

pimpinan T. Luckman Sinar, yang mengiringi tari-tarian dari Himpunan Seni Budaya Melayu Sri

Indra Batu Medan yang penulis pimpin. Penampilan pertama pada tahun 1976 mendapat respon

dari masyarakat, baik masyarakat Melayu maupun masyarakat daerah lain. Hal itu menunjukkan

bahwa masyarakat masih merindukan jenis musik tersebut. Berbagai perkumpulan dan organisasi

kesenian yang menggunakan alat musik campuran juga muncul di luar kota. Selain itu juga

tumbuh minat kaum muda untuk membawakan lagu-lagu Melayu dengan orkes, band, dan musik

kecil yang membuahkan aransemen baru yang terpengaruh musik Barat, seperti tempo cha-cha,

mambo, rumba, dan sebagainya. Kelompok yang terpengaruh tersebut seperti SIRlS Combo

pimpinan THM. Daniel. Dia dan rekanrekannya meneruskan warna dan corak orkes Tropicana.

Minat masyarakat daerah lain pun semakin besar. Ini ditandai dengan dibawakannya

lagu-lagu Melayu oleh orkes Minang. Bahkan penyanyi-penyanyi pop pun sering membawakan

lagu-lagu Melayu, seperti lagu Bunga Tanjung, Seringgit Dua Kupang, Mak Inang Pulau

Kampai, dan sebagainya. Tumbuhnya tari-tari kreasi baru juga menghasilkan aransemen musik

Melayu baru, walaupun sebagian besar lagu yang mengiringi tarian tersebut masih seperti lagu-

lagu yang biasa didengar. Musik Melayu dipengaruhi oleh musik asing, termasuk musik India

yang membuahkan rentak atau tempo yang disebut chalti. Chalti ini kemudian melejit dan lebih

dikenal sebagai musik dangdut. Sebagian orang mengakui bahwa lagu dangdut adalah lagu

Page 5: Sejarah Musik Bertha

Melayu, sedang masyarakat Melayu sendiri ada yang enggan mengakuinya sebagai lagu Melayu.

Jika melihat sejarah, mungkin pengaruh itu ada pada musik Melayu awal. Sekarang pengaruh

tersebut sudah tidak jelas, karena ada pengaruh lain sehingga berbeda dengan rentak dan tempo

chalti. Hal ini belum penulis ketahui dengan pasti, tetapi merupakan perkembangan baru yang

menambah ragam rentak lagu Melayu yang telah ada dan akan menambah khazanah musik

Indonesia.

Dibukanya jurusan Musikologi Etnik pada Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

yang mencantumkan teori dan praktik musik Melayu telah menumbuhkan harapan cerahnya

kehidupan musik Melayu pada masa mendatang. Dampaknya pada generasi muda sangat positif.

Generasi muda di Sumatera Utara,khususnya Medan tidak lagi merasa “kampungan” bila

memainkan musik tradisi Melayu. Demikian beberapa catatan yang menandai kemajuan dan

perkembangan musik Melayu di Sumatera Utara saat ini. Dari beberapa kemajuan dan

perkembangan musik Melayu tersebut masih ada yang perlu dibicarakan dan penulis ingin

mengaitkannya dengan tari Melayu, karena keduanya berkaitan erat. Hampir setiap pergelaran

musik diiringi tari dan begitu pula sebaliknya. Frekuensi penyajian dan wilayah pengenalan dari

keduanya telah meluas. Usaha untuk memperluas lagi dilakukan dengan menambah sarana dan

fasilitas, serta dengan melakukan penggodokan terhadap para pendukungnya secara terus-

menerus. Musik dan tari mendapat tempat dalam masyarakat luas, sehingga mendapat pengaruh

dari beragam kultur yang kemudian membuahkan bermacam-macam gaya.

Kita menyadari bahwa setiap perkembangan selalu menuju kemajuan. Namun perlu

diingat bahwa kemajuan itu hendaknya disesuaikan dengan kepribadian bangsa kita.

Perkembangan kesenian daerah harus diselaraskan dengan ciri khas daerah tersebut agar tidak

tercerabut dari akar budayanya. Dalam makalah ini juga akan dikemukakan arah yang bisa

dipegang agar pembicaraan mengenai tari dan musik tidak membingungkan, karena keduanya

mempunyai persamaan dan perbedaan. Musik/lagu dan tari Melayu mempunyai kekhasan yang

bisa ditandai dari beberapa hal, misalnya dalam lagu Melayu dikenal istilah gerenek, tekuk,

berenjut, dan sebagainya. Sementara dalam tari dikenal istilah gentan, terkam, angguk legar,

cicing, jinjit, menumit, sauk, dan sebagainya.

Page 6: Sejarah Musik Bertha

Gerak dan gaya khas dan unik dalam tari dan lagu Melayu yang diberi nama tertentu

tersebut akan dapat segera dirasakan oleh orang yang memahami tari dan lagu Melayu. Memang

tidak seluruh penyanyi atau penari dapat melakukan gerak dan gaya khas Melayu, dan jika ada

yang bisa melakukannya, belum tentu sesuai degan “rasa” orang Melayu. Orang Melayu sendiri

tidak dapat menjelaskan yang dimaksud dengan “rasa”. Hal itu karena “rasa” sangat abstrak dan

tidak ada takaran yang sahih mengenai hal itu. Barangkali “rasa” condong kepada ekspresi jiwa

atau pengungkapan seperti yang ada pada setiap manusia, sehingga “rasa” sulit diverbalkan.

Pengaruh dari berbagai bentuk dan jenis kesenian yang ada tentu tidak dapat dihindari. Seorang

penata tari tertarik pada suatu gerak tertentu, lalu mengembangkannya, dan pada proses seperti

itu terjadi perubahan nilai estetika kesenian Melayu, sehingga dalam rentang waktu tertentu kita

kehilangan ciri khas kemelayuannya. Contoh yang ingin penulis kemukakan di sini adalah yang

terjadi pada lagu-lagu Melayu. Seorang biduan Minang membawakan lagu Bunga Tanjung yang

dikenal sebagai lagu Melayu. Cara membawakan lagu tersebut akan segera ditandai oleh

pendengaran orang Melayu

Tren Musik Melayu Saat   Ini

Tren Melayu di belantika music Indonesia mengundang polemik. Hal ini terjadi seiring

adanya komentar dari beberapa musisi tanah air yang mencap music jenis ini sebagai sebuah

degradasi (penurunan mutu). Hal ini sampai menimbulkan kesan ‘perang dingin’ antara musisi

yang –terus terang – membuat saya suka senyum-senyum sendiri. Dahulu, kita mengenal adanya

music Orkes Melayu yang masih menggunakan gitar akustik, akordeon, rebana, gambus dan

suling sebagai instrument utamanya. Pada periode 50 dan 60-an, orkes-orkes Melayu di Jakarta

ini memainkan lagu-lagu Melayu Deli asal Sumatera (sekitar Medan). Perlahan, seiring

perkembangannya, unsur India mulai juga masuk ke dalam music Melayu. Ellya Khadam dengan

hits “Boneka India”-nya merupakan representasi dari gejala ini. Selain itu masih ada penyanyi

lain seperti P.Ramlee (Malaysia), Said Effendi (dengan lagu Seroja) dan lainnya yang

mempopulerkan genre music ini.

Tonggak perkembangan music Melayu (yang berkelindan dengan music dangdut) adalah

dengan adanya Soneta Group, pimpinan Rhoma Irama di tahun 1970-an. Setelah itu, music

Indonesia diwarnai oleh beragam genre yang merupakan unsur-unsur asing seperti Rock,

Page 7: Sejarah Musik Bertha

Reggae, Heavy Metal hingga SKA dan Grundge (Alternative). Pada masa ini, musik Melayu

memasuki periode hiatus alias mati suri. Hal ini terbukti dengan tidak banyaknya musisi baik

solo maupun group yang mengusung genre Melayu. Di periode ini, lagu Melayu yang paling

saya ingat adalah “Isabela” yang disuarakan grup Malaysia.

http://dedeaaan.blogspot.com/2012/05/sejarah-musik-melayu.html