sejarah kimia kuantum

26
Sejarah Kimia Kuantum

Upload: indaahh-amabelle-qhii-myhubby

Post on 21-Jul-2015

97 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Sejarah Kimia Kuantum

Penemuan Newton (akhir abad 19) tentang mekanika klasik: Hukum2 gerak objek pada skala makro. Belum dapat mengambarkan perilaku partikel yang sangat kecil (elektron dan inti yang ada dalam atom atau molekul)

Hukum Mekanika Kuantum

Kimia Fisik: menghitung parameter2 termodinamika gas (H, Cp,dll) dengan bantuan mekanika statisitik, menginterprestasikan spektra molekul penentuan secara ekperimen parameter2 molekul (panjang ikatan, sudut ikatan, momen dipol, halangan rotasi internal, perbedaan energi isomer), menghitung sifat-sifat molekul secara teoritis, menghitung sifat-sifat keadaan transisi dalam reaksi kimia, sehingga dpt menentukan perkiraan konstanta laju memahami gaya-gaya intermolekular menjelaskan ikatan dalam zat padat

Kimia Organik: memperkirakan stabilitas relatif molekul, menghitung parameter2 reaksi intermediate, meneliti mekanisme reaksi, meramalkan aromatisitas senyawa menganalisa spektrum NMR

Kimia Analitik: penggunaan metode spektroskopi, dengan mekanika kuantum frekuensi dan intensitas garis spektrum dapat dipahami dan diinterprestasikan dengan benar

Kimia Anorganik: penggunaan teori medan ligan, metode pendekatan mekanika kuantum untuk meramalkan dan menjelaskan besaran2 ion kompleks logam trasisi

Biokimia: meneliti konformasi molekul2 biologis,ikatan enzim-substrat, dan solvasi molekul2 biologis

Latar Belakang Sejarah Diawali oleh Plank (1900): Cahaya yang dipancarkan oleh zat padat yang dipanaskan. Sifat Sinar: Thomas Young (1801): Gejala Difraksi dan interferensi cahaya ketika melalui dua celah yang berdekatan James Clerk Maxwell (1860): Menyatukan hukum2 listrik dengan magnet. Persamaan maxwell meramalkan bahwa percepatan muatan listrik akan memancarkan energi dalam bentuk gelombang elektromagnet yang terdiri dari osilasi listrik dan medan magnet. Kecepatan yang diramalkan oleh Maxwell sama dengan kecepatan cahaya yang dilaporkan secara eksperimen. Maxwell menyimpulkan bahwa cahaya adalah gelombang elektromagnet.

Heinrich Hertz (1888):

Menyakinkan bahwa cahaya adalah gelombang elektromagnet dengan mendeteksi gelombang radio yang dihasilkan oleh percepatan mutan listrik pada busi (spark) seperti diramalkan oleh Maxwell. Semua gelombang elektromagnetik memiliki c = 2,998 1010 cm/s di ruang hampa. Frekuansi () dan panjang gelombang () dihubungkan dengan = c. Urutan frekuensi dari kecil ke besar: radio wave, microwave, infrared radiation, visible light, ultraviolet radiation, X-rays, dan -rays. Akhir tahun 1800: ahli fisika mengukur intensitas cahaya pada bermacam-macam frekuensi yang dipancarkan oleh blackbody (benda hitam), yaitu objek yang dapat mengadsorpsi semua cahaya yang menimpanya.

Ramalan Intesitas terhadap frekuensi:

Dengan mekanika statistik dan model gelombang elektromagnetik cahaya, ahli fisika meramalkan kurva intensitas terhadap frekuensi radiasi yang dipancarkan oleh blackbody. Mereka menemukan hasil yang tidak sesuai dengan eksperimen terutama pada frekuensi tinggi. Max Plank (1900): mengembangkan teori yang sesuai dengan kurva radiasi blackbody. Plank beranggapan bahwa atom2 blackbody dapat memancarkan energi cahaya hanya dalam jumlah tertentu h, (frekuensi radiasi) dan h (Konstanta Plank): 6,6 10-34 J.s.

Hiptotesis Plank:

Hanya Sejumlah tertentu dari energi cahaya yang dipancarkan (energi terkuantisasi). Hal tersebut berlawanan dengan seluruh gagasan fisik sebelumnya. Energi gelombang berhubungan dengan amplitudo. Lagipula sesuai dengan Mekanika Newton, energi suatu materi berubah secara terus-menerus. Oleh karena itu ahli fisika beranggapan bahwa energi atom berubah secara terus-menerus. Efek fotolistrik : Penyinaran cahaya pada logam menyebabkan emisi elektron. Energi gelombang sebanding dengan intensitasnya dan tidak berhubungan dengan frekuensinya, sehingga gambar gelombang elektromagnet menunjukkan suatu anggapan bahwa EK emisi fotoelektron akan naik karena intensitas cahaya naik, tetapi tidak berubah karena frekuensi.

Sebaliknya suatu pengamatan menunjukkan bahwa energi kinetik pada emisi elektron tidak tergantung intensitas cahaya tetapi bertambah karena frekuensi cahaya bertambah. Albert Einstein (1905): Cahaya seperti partikel (photon), tiap2 photon memiliki energi: Ephoton= h Ketika elektron logam mengadsorbsi photon, Sebagian energi photon yang terserap digunakan untuk mengatasi gaya lekat elektron dalam logam, dan sisanya akan nampak sebagai EK elektron setelah elektron meninggalkan logam. h = + mv2 : energi minimum yang diperlukan elektron untuk keluar logam (fungsi kerja logam) dan mv2: EK max yang dipancarkan logam

Bertambahnya akan menyebabkan energi photon bertambah dan Ek emisi elektron naik. Pertambahan intensitas cahaya pada frekuensi tertentu meningkatkan jumlah photon menabrak logam, karena itu meningkatkan emisi elktron, tetapi tidak mengubah energi kinetik tiap2 emisi elektron Efek fotolistrik menunjukkan bahwa cahaya dapat menunjukkan gejala seperti partikel disamping seperti gelombang

Struktur materi Akhir abad 19: Listrik yang ditembakan ke dalam tabung dan sifat radioktifitas menunjukkan bahwa atom dan molekul tersusun oleh partikel2 bermuatan. Elektron bermuatan negatif, proton bermuatan positip dan besarnya 1836 kali berat elektron, dan netron tidak bermutan dan sedikit lebih berat dari proton. Rutherford, Geiger dan Marsden (1909) Serangkaian penelitian dengan melewatkan sinar partikel bermuatan positif () melewati lembaran logam tipis dan mengamati defleksi (penyimpangan) partikel dengan membiarkannya jatuh pada layar berpendar (fluorescent screen). Rutherford mengamati bahwa sebagian besar partikel tidak terdefleksi, tetapi dia terkejut karena ada sedikit partikel yang terdefleksi, dan beberapa berbalik.

Hipotesis Rutherford Defleksi besar terjadi bila partikel bermuatan sangat dekat satu sama lain, sehingga gaya tolak besar Jika mutan positif tersebar diseluruh atom (J. J. Thomson (1904)), suatu partikel yang berenergi tinggi akan menembus atom, gaya tolak berkurang, menjadi nol di pusat atom. Oleh karena itu Rutherford menyimpulkan bahwa defleksi sebesar itu dapat terjadi hanya jika muatan terkonsentrasi pada bagian yang kecil, yaitu inti atom. Inti atom sangat kecil (jari2 = 10-13 10-12 cm). Inti atom terdiri dari z (nomor atom) proton dan neutron serta diluar inti terdapat z elektron. Partikel bermuatan saling tarik menarik sesuai Hukum Coulomb. Jari2 atom kira2 1 (10-8 cm), seperti yang dilaporkan oleh teori kinetika gas. Sifat2 kimia atom ditentukan oleh struktur elektronnya, karena inti jauh lebih besar dibandingkan elektron

Rutherford (1911): Mengajukan model planetary atom, dengan elektron berputar disekitar inti pada berbagai macam orbit, seperti halnya planet mengelilingi matahari. Akan tetapi terdapat kesulitan yang mendasar dengan model ini. Sesuai teori elektromagnet klasik, percepatan partikel bermuatan akan memancarkan energi dalam bentuk gelombang cahaya (elektromagnet). Elektron mengelilingi inti pada percepatan yang tetap (vektor kecepatan berubah secara terus-menerus). Oleh karena itu elektron Rutherford akan terus-menerus kehilangan energi karena radiasi dan karena itu akan membentuk spiral menuju inti. Selanjutnya sesuai fisika kalsik model atom Rutherford tidak stabil dan akan collapse

Niels Bohr (1913): Konsep kunatisasi atom H. Bohr berasumsi bahwa energi elektron dalam atom H terkuantisasi, dengan membatasi gerak elektron pada bilangan yang diperbolehkan lingkaran (orbit), ketika elektron melakukan transisi dari satu orbit Bohr ke yang lain, sebuah photon dengan frekuensi yang memenuhi: Eupper Elower = h diserap atau dipancarkan. Teori Bohr sesuai untuk spektrum H yang ia dapatkan, tetapi untuk spektrum He Bohr gagal. Lebih dari itu teori ini tidak dapat menghitung ikatan kimia dalam molekul

Dasar kesulitan Bohr timbul dari pengunaan Mekanika Klasik Newton dalam mengambarkan pergerakan elektron dalam atom. Fakta spektra atom yang menunjukkan frekuensi yang berlainan, menunjukkan bahwa hanya energi gerak tertentu yang diperbolehkan; energi elektronik terkuantisasi. Walaupun mekanika Newton memperbolehkan adanya susunan energi secara kontinue. Kuantisasi dapat terjadi pada gerak gelombang; misalnya frekuensi dasar dan overtone dari sinar biola.

Louis de Broglie (1923): menyarankan bahwa gerak elektron memungkinkan memiliki segi gelombang; suatu elektron bermassa m dan kecepatan vakan memiliki panjang gelombang

energi partikel (meliputi photon) dapat diungkapkan sesuai dengan teori relativitas Einstein

Davisson dan Germer (1927): Secara eksperimen memperkuat hipotesis de Broglie oleh adanya refleksi (pantulan) elektron dari logam dan pengamatan efek difraksi Stern (32): mengamati efek yang sama terhadap molekul2 H dan atom2 He, hal ini membuktikan bahwa efek gelombang tidaklah aneh terdapat pada elektron, tetapi hasil dari beberapa hukum dasar mengenai gerak untuk partikel mikroskopik

elektron mengikuti partikel (localized entity) dan gelombang (nonlocalized). Hal kontradiksi mengingat elektron adalah materi bukan cahaya (gejala dualisme). Jawabanya adalah elektron bukan partikel atau gelombang, tetapi sesuatu yang lain. Untuk menggambarkan elektron dengan konsep gelombang atau partikel fisika klasik tidak memungkinkan. Konsep fisika kalsik dikembangkan dari experience (pengalaman) dunia makroskopik dan tidak dapat memberikan diskripsi yang tepat dunia mikroskopik. Evolusi yang terbentuk pada otak manusia hanya memperbolehkan untuk memahami dan menjelaskan secara efektif kejadian makroskopik. Sistem syaraf manusia tidak dikembangkan untuk menjelaskan kejadian pada tingkat atomik dan molekuler, sehingga tidak perlu terkejut jika tidak dapat memahami kejadian tersebut secara utuh.

Meskipun photon dan elektron menunjukkan gejala dualisme, sesungguhnya keduanya tidaklah sama. Photon selalu bergerak dengan kecepatan cahaya c dan akhirnya massanya akan habis (zero rest mass). Mengikuti Hukum relativitas Elektron selalu bergerak dengan v < c, dan massanya tidak habis (nonzero rest mass) . Mengikuti Hukum relativitas

Radiasi Benda Hitam Fenomena pemancaran cahaya (gelombang elektromagnetik) dari suatu bahan yang dipanaskan pada suhu tinggi, seperti pada besi dalam sebuah tungku atau elemen pemanas pada kompor listrik dikenal sebagai radiasi termal. Radiasi termal dari sebuah benda hitam di mana benda hitam adalah sebuah contoh ideal tidak terjadinya pemantulan cahaya dan fenomena radiasi ini disebut sebagai radiasi benda hitam. Pengukuran spektroskopi terhadap intensitas gelombang elektromagnetik yang dipancarkan sebagai fungsi panjang gelombang , atau frekuensi v, menghasilkan bentuk karakteristik dari spektra tersebut. Spektra radiasi benda hitam pada suatu temperatur menunjukkan karakteristik tertentu dan perubahan bentuknya sangat bergantung pada temperatur.

Fisika klasik dapat digunakan dalam menurunkan persamaan yang menggambarkan intensitas radiasi benda hitam sebagai fungsi frekuensi pada suhu tertentu (dikenal dengan Hukum Rayleigh-Jeans). Kurva intensitas radiasi benda hitam vs frekuensi untuk beberapa suhu terlihat pada Gambar di bawah ini.

Hukum Rayleigh-Jeans dinyatakan sebagai

8kT 2 , T d 3 . d cHukum ini menghasilkan data-data pada frekuensi rendah. Namun meskipun Hukum Rayleigh-Jeans bekerja pada frekuensi rendah, tetapi ada selisih sebesar v2. Karena frekuensi naik ke daerah ultraviolet, perbedaan ini dikenal sebagai bencana ultraviolet. Fenomena ini tidak dapat dijelaskan dengan fisika klasik. Max Planck mengasumsikan bahwa radiasi yang dipancarkan oleh benda disebabkan oleh osilasi elektron dalam material benda. Max Planck menjelaskan tentang radiasi benda hitam pada tahun 1900 dengan mengasumsikan bahwa energi osilasi elektron yang memberikan peningkatan radiasi harus proporsional dengan hasil kali bilangan bulat terhadap frekuensi, yaitu: E = nh dengan E = energi; n = bilangan bulat; h = konstanta Planck; dan = frekuensi

8h 3 d , T d 3 c e h / kT 1

Planck menurunkan persamaan yang memberikan nilai yang sesuai dengan data eksperimen untuk semua frekeunsi dan suhu jika h memiliki nilai 6,626 x 10-34 J.s. Konstanta ini disebut konstanta Planck dan persamaan tersebut dikenal sebagai Hukum Distribusi Planck untuk radiasi benda hitam.

Efek Fotolistrik Tahun 1886 dan 1887 saat Heinrich Hertz menemukan bahwa cahaya ultraviolet menyebabkan elektron beremisi dari permukaan logam. Lepasnya elektron dari permukaan logam melalui radiasi disebut efek fotoelektrik. Berdasarkan fisika klasik, jika intensitas meningkat, maka amplitudo osilasi medan listrik juga meningkat menyebabkan osilasi elektron lebih hebat dan akhirnya lepas dari permukaan dengan suatu energi kinetik yang tergantung pada amplitudo (intensitas) medan. Gambaran klasik ini meramalkan bahwa efek fotoelektrik akan terjadi untuk setiap frekuensi cahaya selama intensitas cukup kuat. Namun, fakta eksperimental membuktikan bahwa terdapat karakteristik frekuensi awal o dari permukaan logam di bawah dimana tidak ada elektron dilepaskan. Di atas o , energi kinetik yang dilepaskan elektron sebanding dengan frekuensi . Hal ini bertentangan dengan teori klasik.

Planck menerapkan konsep energi kuantisasi energi, = h pada mekanisme emisi dan absorbsi osilasi elektronik atom. Planck percaya bahwa sekali energi cahaya diemisikan, dia akan berperilaku seperti gelombang klasik. Einstein mengajukan bahwa radiasi itu sendiri ada sebagai paket kecil energi, = h yang disebut foton. Menggunakan dasar kekekalan energi, Einstein menunjukkan bahwa energi kinetik elektron yang dilepaskan ( m2) sama dengan energi radiasi (h) dikurangi energi minimum yang dibutuhkan untuk melepaskan satu elektron dari permukaan logam tertentu. Persamaan tersebut adalah : m2 = h dimana adalah fungsi kerja logam yang sama dengan energi ionisasi. Ruas kiri persamaan tersebut tidak dapat bernilai negatif sehingga diprediksi bahwa h . Frekuensi minimum yang akan melepaskan elektron adalah frekuensi yang dibutuhkan untuk melakukan fungsi kerja logam dan terlihat ada frekuensi ambang o diberikan dengan persamaan : ho = , sehingga persamaan menjadi : - eVs = h ho