sejarah kehutanan papua

31
PERIODISASI PEMERINTAHAN II - 1 SEJARAH KEHUTANAN PAPUA BAB-II PERIODISASI KEPEMERINTAHAN 2.1. SEKILAS TENTANG TANAH PAPUA Catatatan sejarah yang ada tentang Papua dimulai pada abad ke VII. Pada abad ke VII diberitakan bahwa para pedagang Sriwijaya telah sampai di daerah ini dan menyatakan bahwa Papua termasuk Wilayah Kerajaan Sriwijaya yang mereka berinama Janggi. Keterangan tersebut dapat dipahami, mengingat pada waktu itu Kerajaan Sriwijaya merupakan pusat perdagangan dan pusat agama Budha yang berhubungan dengan bangsa Cina dan India. Dengan armadanya yang kuat Sriwijaya mengunjungi Maluku dan Papua untuk memperdagangkan rempah-rempah, wangi- wangian, mutiara dan bulu-bulu burung Cendrawasih. Buku tahunan Cina menyebutkan bahwa Raja Sriwijaya yang bernama Maharaja Sri Indrawarman telah mengirimkan utusannya ke Kaisar Cina dan mempersembahkan bulu-bulu burung yang indah. Sementara itu seorang musafir cina Chon You Kwa menulis, bahwa di kepulauan Indonesia sekarang terdapat suatu daerah yang bernama Tungki dan merupakan bagian dari Maluku. Kalau nama Tungki itu dipakai untuk menyebut nama Janggi, maka hal tersebut memperkuat keterangan tentang adanya hubungan Papua dengan Kerajaan Sriwijaya. Di Dalam kitab Nagara Kartagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca (1365) Papua termasuk Wilayah Majapahit atau Majapahit ke delapan. Di dalam syair ke XIV didapati kata-kata Ewanin, yang menurut beberapa sarjana bahasa merupakan sebutan untuk Onim, sedang Sian untuk Kowai yang kedua-duanya terletak di teluk Bintuni yang sekarang daerah Kabupaten Manokwari. Suku-suku bangsa di Papua sudah sejak dahulu mempunyai hubungan dengan suku-suku bangsa di bagian Barat, yaitu Kerajaan di Maluku. Pada Abad ke XV seluruh pantai utara Papua sampai dengan perbatasan dengan PNG-Papua dan pantai Barat sampai dengan Namatota di sebelah selatan serta Pulau di sekitarnya menjadi daerah kekuasaan Sultan Tidore.

Upload: jeffrey-raynold-wayne-papare-rahayaan

Post on 30-Jun-2015

484 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sejarah Kehutanan Papua

PERIODISASI PEMERINTAHAN II - 1

SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

BAB-II

PERIODISASI KEPEMERINTAHAN

2.1. SEKILAS TENTANG TANAH PAPUA

Catatatan sejarah yang ada tentang Papua dimulai pada abad ke VII. Pada

abad ke VII diberitakan bahwa para pedagang Sriwijaya telah sampai di

daerah ini dan menyatakan bahwa Papua termasuk Wilayah Kerajaan

Sriwijaya yang mereka berinama Janggi. Keterangan tersebut dapat

dipahami, mengingat pada waktu itu Kerajaan Sriwijaya merupakan pusat

perdagangan dan pusat agama Budha yang berhubungan dengan bangsa

Cina dan India. Dengan armadanya yang kuat Sriwijaya mengunjungi

Maluku dan Papua untuk memperdagangkan rempah-rempah, wangi-

wangian, mutiara dan bulu-bulu burung Cendrawasih.

Buku tahunan Cina menyebutkan bahwa Raja Sriwijaya yang bernama

Maharaja Sri Indrawarman telah mengirimkan utusannya ke Kaisar Cina

dan mempersembahkan bulu-bulu burung yang indah. Sementara itu

seorang musafir cina Chon You Kwa menulis, bahwa di kepulauan

Indonesia sekarang terdapat suatu daerah yang bernama Tungki dan

merupakan bagian dari Maluku. Kalau nama Tungki itu dipakai untuk

menyebut nama Janggi, maka hal tersebut memperkuat keterangan

tentang adanya hubungan Papua dengan Kerajaan Sriwijaya.

Di Dalam kitab Nagara Kartagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca (1365)

Papua termasuk Wilayah Majapahit atau Majapahit ke delapan. Di dalam

syair ke XIV didapati kata-kata Ewanin, yang menurut beberapa sarjana

bahasa merupakan sebutan untuk Onim, sedang Sian untuk Kowai yang

kedua-duanya terletak di teluk Bintuni yang sekarang daerah Kabupaten

Manokwari.

Suku-suku bangsa di Papua sudah sejak dahulu mempunyai hubungan

dengan suku-suku bangsa di bagian Barat, yaitu Kerajaan di Maluku. Pada

Abad ke XV seluruh pantai utara Papua sampai dengan perbatasan

dengan PNG-Papua dan pantai Barat sampai dengan Namatota di sebelah

selatan serta Pulau di sekitarnya menjadi daerah kekuasaan Sultan Tidore.

Page 2: Sejarah Kehutanan Papua

PERIODISASI PEMERINTAHAN II - 2

SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Sultan Ibnu Mansur (1443) sebagai Sultan Papua Pertama melakukanekspedisi kora-kora dari negeri Gam Raange (Patani, Maba dan Weda) diPulau Halmahera menuju Waigeo, Batanta, Salawati, Misool (Kolano Fat)atau Kepulauan Raja Ampat bersama armada perang yang dipimpin KapitaSyah Mardan. Di Wilayah Misool Raja Ampat, Sultan Ibnu Mansyurmengangkat Kapita War putera Sultan Bacan dengan gelar KapitaGurabessi. Kapita Gurabessi kemudian dikawinkan dengan puteri SultanIbnu Mansur bernama Boki Tayyibah.

Pasca Pemerintahan Sultan Ibnu Mansur, Sultan Nuku (1780) memperluaswilayah wilayah ekspansinya dengan menguasai kepulauan Papua daripesisir utara sampai selatan (membentang dari Irian Barat ke Papua NewGuinea. Kaicil Nuku dikenal sebagai Sultan Papua, Seram, Tidore atauSultan Papua Kedua.

Atas dasar histories inilah kerajaan Belanda mengakui legitimasikesultanan Tidore melalui keputusan Staadblad tertanggal 24 Juni 1824,dan tanggal 20 Agustus 1848 dimana secara staad recheterlijk kesultananTidore memiliki kedaulatan atas Pulau Papua termasuk PNG.

Sultan Zainal Abidin Syah atau Sultan Papua III, adalah Sultan Tidoreterakhir setelah berdirinya Negara Republik Indonesia dan dilantik padatahun 1956 oleh Presiden Indonesia Soekarno sebagai Gubernur IrianBarat Pertama yang ber Ibukota sementara di Soasio Tidore, dengan tugasutama mengembalikan Irian Barat ke Pangkuan NKRI.

Bangsa Barat yang mula-mula melihat Pantai Utara Papua adalah duaorang pelaut Portugis Antonio D, Anease dan Fransisco Sorreano padatahun 1511, dalam pelayarannya mencari rempah-rempah, namun merekatidak mendarat di Pulau tersebut. Don Jorge de Menezes seorang pelautPortugis merupakan orang Barat pertama yang mendarat, dia menamakanpulau dengan Papua. Kata Papua berasal dari bahasa Melayu kuno,“Papuah” yang berarti “Orang berambut keriting”.

Orang yang pertama memberi nama New Guini pada pada Pulau Papuaadalah Ynigo Ortis de Retes, ketika ia berlabuh di muara SungaiMambramo di pantai utara Paua. Ynigo Ortis de Retes menamakannyadengan “Nueva Guinea” karena melihat penduduknya berkulit hitam seperti penduduk pantai Afrika Barat. Sebutan yang diberikan oleh de Retestersebut ditulis dalam peta Abad XVI dalam bentuk Latin, yaitu “Nova Guinea.” Dalam catatan sejarah penamaan Papua dan New Guinea biasa dipakai bersama-sama.

Page 3: Sejarah Kehutanan Papua

PERIODISASI PEMERINTAHAN II - 3

SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Bukti lain yang menyatakan, bahwa sejak jaman dahulu Irian Barat(Papua) masuk ke dalam wilayah Indonesia, yaitu dari Buku “Ramayana” karya “Maharesi Walmiki”, seorang punjangga India tersohor dimana dikatakan tentang kepulauan Indonesia di Bagian Samudera bagiantenggara. Daerah ini sangat kaya, memiliki emas, perak, rempah-rempahdan sebagainya. Dikatakannya pula, bahwa pada bagian ujung kepulauanitu terdapat gunung salju yang puncaknya mencakar langit. Tentumaksudnya pegunungan Jaya Wijaya.

Ketika Sriwijaya menaungi persatuan Nusantara abad ke-6 sampai akhirabad ke-12, Papua termasuk dalam lingkungan wilayahnya. Waktu ituPapua disebut Janggi. Dalam perpustakaan kuno Indonesia disebutkandaerah Janggi merupakan bagian dari Nusantara, sebutan untuk Indonesiawaktu itu. Kemudian kerjaan Majapahit dari Jawa Timur dengan PatihGajah Mada yang menginginkan persatuan kepulauan NusantaraIndonesia, dimana lewat jalur perdagangan antara Jawa dan Maluku jugaIrian. Dalam bukunya Negara Kertagama oleh Mpu Prapanca disebutkanbatasan kerajaan itu dimana tertera nama “Wanin ri Seram”.

Nama-nama tesebut merupakan nama-nama daerah di Irian seperi Waninyang dimaksudkan adalah Onim. Daerah ini dekat Kokas di Pantai IrianBarat atau dapat juga dicapai dari teluk Mac Cluer arah Barat ke laut danSeram sekarang dikenal sebagai Kowliai terletak di bagian selatan PulauIrian.

Begitu pula setelah aliansi Aceh, Demak, Ternate, bahkan sejak jamanpurbakala dan di awal tahun permulaan VOC di Negara Indonesia, merekatelah mengakui kedaulatan Kesultanan Tidore atas Irian Barat.

Kata Janggi dalam bahasa Ibu Negeri Ternate/Tidore adalah namapemberian dari Sultan Ternate Mansyhur Malamo (1257 M); Padakepulauan Malukuj Kie Raha dipimpin oleh orang-orang terpercaya dandihormati dengan gelar Kolano, sedangkan pada kepulauan Raja Ampatyang merupakan kesinambungan dari Maluku Kie Raha disebut Koranoyang memimpin dan membawahi negeri-negeri di Waegeo, Salawati, Miouldan Seram.

Kemudian setelah persekutuan antara Ternate-Tidore (Uli Lima –Uli Siwa)dimana terjadi kesepakatan utuk ekspansi meluaskan daerah keduakerajaan tersebut. Kepulauan yang diliputi salju abadi di tahun 1443Masehi di Jaman Sultan Ibnu Masyhur berubah nama menjadi Papua.

Page 4: Sejarah Kehutanan Papua

PERIODISASI PEMERINTAHAN II - 4

SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Kata Papua mempunyai arti negeri yang belum dimilki siapapun dalamkonotasi linguistic Ibu Negeri Maluku. Kata Pap = Babak, sedangkan Uah= tidak.

Hal ini berkaitan dengan perebutan Hagemoni atas wilayah tersebut antarakedua kerjaan untuk ekspansi perluasan wilayah. Frans Kaisiepo (WakilPapua Negara Indonesia Timur, NIT) yang juga mantan Gubernur IrianBarat mengemukakan, bahwa titik berat terhadap Belanda-Indonesiadidasarkan pada kemauan kedua pihak untuk bekerjasama. Kaisiepomengusulkan agar ikatan Tidore dan Papua diputuskan dan nama Papuadiganti karena nama tersebut dalam bahasa Tidore Papua berarti Budak,menurutnya rakyat di daerah setuju dengan nama Irian.

Pada tahun 2001 Presiden ke-4 RI Abdurachman Wahid mengganti namaIrian menjadi kembali seperti semula dengan nama Papua. Namun silangsengketa nama tersebut semakin tidak menentu, di satu sisi nama tersebutadalah sangat menentukan sebagai bagian wilayah kesultanan Tidoredimana kata Papua diartikan sebagai Papo Ua yang berarti negeri yangtidak menyambung. Dari ketiga versi nama tersebut barangkali perludiperjelas pengertian tentang kata Papua, karena menurut orang bijak daripembentukan pernapat munculah kebenaran yang hakiki.

Pada era penjelajahan dunia dimana kedia bangsa Iberia, yaitu BangsaSpanyol dan Portugis lewat Thordesilas Agreement tahun 1494 yangdiratifikasi Paus dalam konsili Roma di Vatikan membagi dunia ataskepemilikan Spanyol dan Portugal, dimana lewat tanjung Capeverdesebagai garis yang membagi dunia atas dua bagian yaitu belahan bumiBarat untuk Spanyol dan belahan bumi Timur untuk Portugis.

Persetujuan ini dicapai tanpa mempertimbangkan fakta, bahwaketerbatasan ilmu pengetahuan dan teknis saat itu tidak memungkinkanpenempatan cukup akurat dari garis bujur tersebut dari permukaan bumi.

Pertentangan Diplomatik berkepanjangan yang timbu dari kesulitan ini,terutama ketika para ahli navigasi Spanyol dan Portugis yang masing-masing datang dari arah yag berlainan bertemu di Timur Jauh, denganberuaha meraih tujuan yang sama, yaitu Kepulauan Maluku.

Pada tahun 1511, Laksamana Fransico Serano berkebangsaan Portugistiba di Kerajaan Ternate dan diterima Sultan Bolief, ini merupakan embriocikal bakal diplomatic Indonesia-Protugal. Hal yang sama kemudian terjadipada masa kedatangan ekspedisi Magellan dengan Nakhoda LaksamanaAl Juan Sebastian Del Cano yang tiba di Kerjaan Tidore pada tanggal 8November 1521 diterima oleh Kolano Mansyur dan merupakan DiplomatikIndonesia–Spanyol.

Page 5: Sejarah Kehutanan Papua

PERIODISASI PEMERINTAHAN II - 5

SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Dengan demikian telah terjadi kepemilikan atas kedua pulau tersebut olehbangsa Iberaia (Spanyol –Portugis). Spanyol menginginkan kekuasanatas Tidore dan Portugis menginginkan kekuasaan atas Ternate. Haltersebut dimaklumi, karena kedua bangsa itu, yaitu : Conguistador Portugis–Spanyol ingin menguasai rempah-rempah yang hanya ada di keduapulau Kepulauan Maluku (Ternate-Tidore).

Namun perjanjian Tordesilas tidak diakui dan berlaku bagi Sultan-Sultan diMaluku, karena kedua bangsa Spanyol dan Portugis diusir oleh SultanBbullah dari Maluku dan mereka menetap di Filipina (Spanyol) dan Timor-timur (Portugis).

Selanjutnya dalam upaya membangun Kekaisaran Spanyol untukmenemukan daerah-daerah baru lewat perjanjian Zaragosa dimana tidakboleh singgah di Kepulauan Maluku dan daratan-daratan lain, akhirnyadalam suatu usaha kembali ke Amerika melintasi Pasifik tanggal 8 Juni1545, Laksamana Irigo Ortis de Retes menemukan sebuah pulau yangdinamakan oleh orang-orang Spanyol “Nueva Guinea” atau Irian/Papua saat ini.

Setelah ekspedisi Belanda tiba di Ternate tahun 1594 dipimpin WimbrantVan Waerwijk yang kemudian membuka kompeni dagang di BentengOranye Ternate, sebagai pusat pemerintahan VOC di Port Orange.Nassan dipindahkan ke Batavia (Jakarta kini), Bangsa Inggris tiba diTernate tanggal 5 November 1579 dipimpin Laksamana Francis Drakedan diterima Sultan Baabullah; Inggirs diijinkan berdagang di Maluku Utarasampai pada masa Sultan Nuku yang mengeluarkan Inggis dari Malukutahun 1894.

Tinggalah Belanda sebagai penguasa tunggal Nusantara, terkecualiKerajaan Atjeh tidak dapat dikuasai Belanda.

Sesuai jangji Ratu Wilhelmina dalam Pidato 8 Desember 1942, apabilaperang usai Indonesia akan merdeka. Dari Belanda, Gubernur JenderalVan Mook memecah belah secara intens. Ia membentuk Negara-negarabagian di daerah pendudukan Belanda yang akan menjadi NegaraIndonesia Serikat. Dalam Konferensi Malino adalah langkah awal dimulaidari tanggal 16-24 Juli 1946 yang dihadiri pemerintah pusat utusan parpoldari daerah Kalimantan, Bangka Belitung, Riau, Maluku, Papua dan NTT.Wilayah Maluku Utara diwakili Residen Jabir Syah, Hasan Busori danSalim Fabanyo. Pada konferensi Malino ini, Papua diwakili Frans Kaisiepoyang menginginkan perubahan nama ke Irian yang merupakan nama versiSoekarno sebagai akronim dari (Ikut Republik Indonesia Anti Nedherland =IRIAN)

Page 6: Sejarah Kehutanan Papua

PERIODISASI PEMERINTAHAN II - 6

SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

2.2. PERIODISASI PEMERINTAHAN DI PAPUA

2.2.1. Sebelum Bergabung dengan Indonesia

Di antara sekian banyak bangsa-bangsa yang pernah datang ke Papua,

bangsa Belandalah yang kemudian berhasil menguasainya. Dengan

kedudukannya yang kuat serta system monopolinya di Indonesia , VOC

kemudian berhasil mengusir orang-orang Eropa lainnya dari Papua.

Usaha Belanda untuk menguasai wilayah Papua pertama kali terlihat

ketika diresmikannya pendirian Benteng “Fort de Bus” di teluk Triton di kaki

Gunung Lumenciri. Pada kesempatan ini Komisaris Pemerintah Belanda

A.J. Van Delden membacakan suatu pernyataan, bahwa daerah Nieuw

Guinea dengan daerah pedalamannya dimulai pada garis 141o BT di

Pantai Selatan, terus kea arah Barat, Barat Daya dan Utara sampai ke

Semenanjung Goode Hoop di pantai Utara, kecuali Mansari, Karondefer,

Ambarpura dan Amberoom yang dimiliki Sultan Tidore dinyatakan milik

Belanda.

Sekalipun sejak tahun 1828 Irian Barat (Papua) sudah dianggap sebagai

daerah Jajahan Belanda, namun kekuasaan yang sesungguhnya baru

terwujud pada akhir abad ke XIX. Semula Belanda mengabaikan daerah ini

karena dianggap kurang menguntungkan. Tetapi setelah timbul ancaman

serta saingan-saingan dari orang-orang Amerika serta orang Eropa lainnya

dalam usaha memperluas daerah jajahannya masing-masing, mulailah

Belanda memusatkan perhatiannya pada daerah Papua. Di samping itu,

ancaman yang terutama dirasakan oleh Belanda dari Inggris dan Jerman

yang telah mengembangkan kekuasaannya mereka di Irian Timur (Papua

New Guinea).

Penindasan yang dilakukan penjajah di Papua seperti juga daerah-daerah

lain di Indonesia menimbulkan gerakan perlawanan rakyat. Peristiwa

perlawanan ini berdasarkan catatan sejarah dimulai pada abad ke XIX dan

berlanjut sampai Belanda meninggalkan Papua. Pada awalnya, gerakan-

gerakan perlawanan ini belum terorganisasi, hanya berupa gerakan

spontan masyarakat karena ketidakpuasan terhadap tindakan-tindakan

penjajah yang dipimpin oleh pemimpin tradisional. Baru sesudah tahun

1945, ada gerakan perlawanan yang digerakan oleh organisasi politik.

Page 7: Sejarah Kehutanan Papua

PERIODISASI PEMERINTAHAN II - 7

SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

2.2.1.1. Periode Abad ke - 19

Pada tahun ini terjadi perlawanan rakyat Raja Ampat, yang dipimpin oleh

seorang Pangeran Tidore yang bernama Nuku. Pada periode ini pula

terjadi penyerangan-penyerangan rakyat terhadap Fort de Bus yang

merupakan pusat kekuasaan Belanda yang pertama di Papua.

Penyerangan-penyerangan ini merupakan salah satu sebab bagi Belanda

untuk meninggalkan benteng ini.

2.2.1.2. Periode 1930/1945

Pada periode ini terjadi perlawanan rakyat yang merupakan gerakan

spontan di bawah pimpinan tradisional, yang disebabkan penindasan yang

dilakukan penjajah. Dalam periode 1930-1942, terjadi serangkaian

gerakan perlawanan rakyat, tersebar di seluruh Papua yag diilhami oleh

gerakan kebatinan berupa Cargo Cults.

Berdasarkan catatan F.C. Kamma, gerakan cargo tersebut adalah:

- Gerakan Reni di Kepulauan Raja Ampat dipimpin oleh Wasyari Faidan

(1931);

- Gerakan Konon di Pulau Waigeo dipimpin Taula (1932)

- Gerakan Nyawomos di Pam (1941);

- Gerakan Konersi dipimpin Angganita Menufaur di Insubaki (1938);

- Gerakan Sen di Kayu Ijau (1935) dan Gerakan Simson di Jayapura

(1940-1943)

Pemerintah colonial Belanda tidak membiarkan gerakan-gerakan ini,

sehingga kemudian melakukan penangkapan-penangkapan terhadap

pemimpin gerakan dan anggota-anggotanya. Dalam periode ini pula,

terjadi gerakan perlawanan rakyat Kokas (Fak-fak) terhadap Pemerintah

Kolonial Belanda di bawah pimpinan Raja Machmud Rumagesang Al

Alam. Perlawanan ini disebabkan karena Belanda memaksa Machmud

Rumagesang untuk menyerahkan uang yang diterimanya dari maskapai

tambang minyak yang beroperasi di daerahnya. Paksaan ini ditolak,

karena uang itu sudah dibagikan secara adil kepada rakyat, sebagai hasil

jerih payah menolong maskapai minyak. Raja Rumagesang ditangkap dan

diasingkan ke Hollandia.

Page 8: Sejarah Kehutanan Papua

PERIODISASI PEMERINTAHAN II - 8

SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Kedatangan orang-orang kuit putih dalam wujud Pemerintah KolonialBelanda di Papua sudah barang tentu hendak mewujudkan politikkolonialnya. Hal ini berarti mengembangkan ide-ide pemerintah menurutcitra mereka, peranan norma-norma maupun pranata-pranata merekadlam mayarakat setempat. Tidak selamanya mayarakat Papua yang telahmemiliki adapt-istiadat, norma-norma dan pranata-pranata social begitusaja menerima gagasan-gagasan Pemerintah Kolonial Belanda.

Kehidupan orang-orang kulit putih dalam wujud Pemerintah KolonialBelanda di Papua berkembang tidak memperhatikan keadaan penduduksetempat. Perubahan yang begitu cepat dialami dari pola hidupsederhana langsung berhadapan dengan pola hidup yang baru berbedadengan cara hidupnya. Perubahan ini terlihat terutama dalam bidangpendidikan yaitu dengan dibukanya sekolah-sekolah dan bidang ekonomi,yaitu dengan adanya penggunaan uang, yang semuanya ini merupakanhal yang baru dalam kehidupan. Hal ini jelas menimbulkan konflik antarkelompok atau individu. Apalagi dengan melihat gaya hidup yang mewahyang menjadi monopoli orang kulit putih, sedang disisi lain penduduk aslihidup dalam kekurangan dan kemiskinan sehingga rasa tak puas terhadapkeadaan yang demikian ini menimbulkan reaksi dari rakyat setempat.Reaksi ini dapat berupa reaksi ekstrim dengan sikap agresif danperbuatan-perbuatan yang tidak menentu yang pada dasarnya tidak dapatdipisahkan dari mitos kepercayaan yang telah berakar dalam religimasyarakat. Di samping itu reaksi-reaksi tersebut merupakan sarana untukdapat membebaskan diri dari kesengsaraan dalam dunia yaitu dapatmemusatkan perhatian pada alam kebathinan (Benny Giay, 1986;71)

Gerakan rakyat melawan penjajah Jepang dimulai pada tahun 1943,bersamaan dengan gerakan Mac Arthur menyerang pertahanan Jepang diPapua. Pejuang-pejuang yang memimpin perlawanan ini antara lain SilasPapare, Semuel Wakab, Marten Indei, Raja Fatagar, Raja Kokas, danLodewik Mandacan.

2.2.1.3. Periode Konfrontasi 1945/1963

Berita tentang proklamasi tersebar luas di Papua melalui radio Sekutumaupun Koran dari Australia. Berita ini membangkitkan semangatperjuangan rakyat Papua, tetapi mereka masih menunggu pemimpin politikyang mengatur perjuangan. Setelah Mac Arthur membebaskan Papua dariJepang, lalu menyerahkan ke Pasukan Belanda yang tergabung dalamNICA, yang ingin mengembalikan Papua ke dalam penjajahan Belanda.

Page 9: Sejarah Kehutanan Papua

PERIODISASI PEMERINTAHAN II - 9

SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Gerakan perlawanan kepada penjajah Belanda dimulai di Jayapura,diorganisir oleh Sugoro seorang ex Digulis bersama-sama denganpejuang-pejuang putera daerah seperti Silas Papare dan Martin Indei.Insiden pertama terjadi pada tanggal 31 Agustus di Hollandia, ketika rakyatdiperintahkan untuk mengibarkan bendera Belanda dalam rangkamerayakan hari ulang tahun Ratu Wilhelmina. Tetapi rakyat mengibarkanbendera Amerika, Merah Putih dan Bendera Bleanda Setengah Tiang.Akibatnya Belanda melakukan penangkapan dan melarang pengibaranbendera merah putih. Walaupun ada penangkapan-penangkapan gerakanperlawanan semakin meluas. Kata IRIAN sebagai ganti NederlandscheNeew Guinea semakin dipopulerkan. Pemimpin gerilya seperti SilasPapare, Martin Indei, Rumkorem dan lain-lain telah dikoordinir serta polisi,penduduk sipil dan Batalyon Papua sudah dipengaruhi. Pemberontakanyang direncanakan tanggal 25 Desember 1945 tercium Belanda, Sugorodan pemimpin gerakan lain ditangkap.

Di dalam penjara, Sugoro merencanakan lagi pemberontakan bersamadengan Silas Papare dan Martin Indei. Gerakan ini tercium lagi olehBelanda, lalu dilakukan pembersihan. Silas Papare dipindahkan ke Seruidan di sana dia bertemu dengan Dr. Sam Ratulangi, Dr. Gerungan, L.Tobing yang dibuang ke sana. Perjuangan Nasional menjadi semakinmeningkat dengan bantuan dari pemimpin buangan ini. Serui menjadipusat gerakan perjuangan melawan penjajah di Irian.

Perjuangan mulai terorganisir sejak Proklamasi 17 Agustus 1945.Organisasi politik pertama terbentuk di Hollandia Binnen (Abepura)dengan nama Komite Indonesia Merdeka (KIM) kemudian di Biak dibentukPartai Indonesia Merdeka (PIM) dan pada tahun 1946 di Seruai dibentukpartai politik, yaitu Partai Kemerdekaan Indonesia di Irian (PKII) dipimpinoleh Silas Papare. Di Manokwari berdiri gerakan Merah Putih tahun 1946yang meluas ke Babo, Kokas, Fakfak dan Sorong, dipimpin oleh SangajiMulan dan Samuel Kawab. Di daerah Sorong dan Raja Ampat berdiriBadan Perjuangan Indonesia (BPI) dengan pemimpin MuahammadAhmad.

Walaupun Belanda terus melakukan penangkapan-penangkapan dari Iriantetap bergejolak. Perjuangan Partai Politik diselingi dengan perjuanganbersenjata, akibatnya terjadi insiden di beberapa tempat, seperti: di Biak,Manokwari, Fakfak, Merauke dan Tanah Merah. Perlawanan bersenjatayang terjadi ini adalah :

Page 10: Sejarah Kehutanan Papua

PERIODISASI PEMERINTAHAN II - 10

SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

- Perang Gerilya yang dipimpin Lodewik Mandacan di daerah KepalaBurung

- Perang Gerilya yang dipimpin Semuel Kawab di daerah TelukBintuni

- Perlawanan rakyat Kokas terhadap Belanda yang dimulai denganpenurunan bendera Belanda. Terjadi pertempuran antara rakyat dantentara Belanda. Belanda tidak kuat, sehingga mendatangkanbantuan dari Sorong. Akhirnya, Raja Kokas M. Rumagesangditangkap dan dibawa ke Sorong. Usaha perlawanan yang tidakpernah patah dari M. Rumagesang menyebabkan dia ditawan diManokwari, kemudian dibawa lagi ke Hollandia, ke Makasar danakhirnya ke Nusa Kambangan. Baru pada tahun 1950 dibebaskanoleh Pemerintah RIS.

Perlawanan rakyat Biak dipimpin oleh Stefanus Yosef, seorang Bestuurassistant. Pemberontakan tercium sebelum hari yang direncanakan,sehingga gagal. Yosef ditangkap dan dipenjarakan di Hollandia.Dihukum seumur hidup dalam penajara Cipinang, baru dibebaskanpada tahun 1950 oleh Pemerintah RIS. Pimpinan lain seperti Petroditembak mati. Lainnya Terianus Simbiak, Hanoch Rumbrar, MarkusWattimena dibuang ke Digul. Belanda mencurigai Silas Papare dan Sr.Sam Ratulangi turut mendalangi pemberontakan itu.

Perjuangan secara diplomasi yang ditempuh dalam periode ini ialahpada Konferensi Malino tahun 1946. Wakil dari Irian pada Konferensi iniantara lain, Frans Kaisiepo. Hasil yang dicapai delegasi ini, adalah:

(1) Menggantikan sebutan Papua menjadi Irian

(2) Pembebasan Sugoro dari hukumannya

(3) Perhatikan Belanda untuk memajukan Rakyat Irian danmenjadikannya sebagai Keresidenan tersendiri.

Pada penyerahan kedaulatan Indonesia sebagai hasil KMB padatanggal 30 Desember 1949, Irian Jaya tidak ikut diserahkan, masihharus dirundingkan antara Belanda dan Indonesia. Menghadapi sikapBelanda tersebut, Indonesia menempuh berbagai usaha diplomasi,namun mengalami kegagalan. Karena sikap keras kepala Belandatersebut, Indonesa mengambil langkah maju dengan mendirikanPropinsi perjuangan Irian Barat dengan Ibukota di Soasiu pada tahun

Page 11: Sejarah Kehutanan Papua

PERIODISASI PEMERINTAHAN II - 11

SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

1956. Di Kota tersebut didirikan Stasiun Radio perjuangan, yangmenyiarkan siaran untuk rakyat Irian Barat. Rakyat Irian Barat tidaktinggal diam. Pada tahun 1956 timbul perlawanan rakyat di Obano,Belanda mengerahkan marinir dan polisi dengan pesawat KLM dariBiak ke Enarotali untuk menindas rakyat. Jumlah korban yang jatuhkurang lebih 1.000 orang. Dalam tahun itu juga rakyat Asmat berontakmelawan Belanda. Pasukan Belanda mengganas menewaskan lebihdari 700 orang rakyat. Tahun 1956 ketika menteri Belanda Holdersmengunjungi Sorong, Kepala Suku mendesak kepadanya supayamengadakan perundingan dengan pihak Republik Indonesia danmenyerahkan Irian Barat kembali. Dalam periode ini tindakan terhadappejuang-pejuang Irian Barat makin keras. Kaum pejuang ditangkap dandisiksa.

Karena kegagalan berbagai jalan diplomasi serta politik yang dilakukanPemerintah Indonesia, maka pada tanggal 19 Desember 1961Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang RI mengamanatkan TriKomando Rakyat di Yogyakarta.

Isi Trikora, sebagai berikut:

1. Gagalkan pembentukan Negara Boneka Papua buatan BelandaKolonial

2. Kobarkan Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia

3. Persiapkan untuk mobilisasi umum guna pertahankan kemerdekaandan Kesatuan Tanah Air dan Bangsa.

Trikora hanya mengandung pernyataan, bukan perang secara resmidan bukan merupakan tujuan utama untuk mengadakan suatu perangterbuka.

Meskipun demikian arti penting Trikora adalah sengajamenumbuhkan/menciptakan keadaan panik bagi Belanda dansekutunya di luar negeri agar mau mengubah pendiriannya terhadaptuntutan Indonesia.

Kenyataannya Trikora dapat mengubah sikap Amerika Serikat menjadian active mediator policy yang dijalankan oleh Presiden John F.Kennedy yang lebih realistis daripada pemerintahan DwightEisenhower sebelumnya yang dogmatis.

Page 12: Sejarah Kehutanan Papua

PERIODISASI PEMERINTAHAN II - 12

SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Perubahan sikap Amerika Serikat ini menunjukkan, bahwa Trikoramulai menimbulkan kecemasan di dunia Internasional. Tokoh-tokohpolitik dunia khawatir, bahwa Irian Barat mungkin lambat-launberkembang menjadi “trouble spot” di Asia Tenggara. Oleh karena itu Amerika Serikat memperingatkan pemerintah Belanda, bahwa bilaterjadi perang terbuka antara Indonesia dan Belanda, maka Armada VIIAmerika Serikat di Samudera Pasifik tidak memihak, selama pihak laintidak campur tangan dalam perang itu. Bahkan lebih jauh lagi diplomatAS Ellsworth Bunker mendapat kepercayaan dari pemerintahnya untukmencari jalan keluar, menuju perdamaian bagi Indonesia yang terkenaldengan Usul Bunker yang kemudian diumumkan oleh Sekretaris PBB,U Thant pada tanggal 26 Mei 1962.

Pokok-pokok isi Usul Bunker adalah sebagai berikut:

(1) Pemerintah Indonesia dan Belanda masing-masing secaratersendiri atau bersama-sama akan menandatangani suatuperjanjian persetujuan yang diajukan kepada Pejabat SekretarisPBB.

(2) Pemerintah Belanda menyetujui penyerahan pemerintahan IrianBarat kepada suatu Badan Eksekutif Sementara di bawah PBByang akan mengangkat Kepala Pemerintahan Sementara tersebutdan disetujui oleh kedua belah pihak. PenyelenggaraanPemerintah tersebut akan berlangsung tidak kurang dari 1 tahun,tetapi tidak lebih dari 2 tahun. Tugasnya ialah mengurusberakhirnya Pemerintah Kolonial Belanda. Dalam waktu singkatpemerintahan akan diganti dari pejabat-pejabat Belanda denganpejabat-pejabat yang bukan Belanda dan bukan Indonesia yangbekerja atas dasar perjanjian pendek 1 tahun.

(3) Pada tahun kedua pemerintahan mulai diganti oleh pejabat-pejabatIndonesia, sehingga pada akhir tahun kedua kekuasaan telahberada di tangan Indonesia, kecuali tenaga-tenaga teknis khususdari PBB akan tetap pada kedudukannya selaku penasehat.

(4) Indonesia menyetujui untuk memberikan kesempatan kepadarakyat di Irian Barat menyatakan pilihannya secara bebas,selambat-lambatnya tujuh tahun setelah Pemerintahan berada ditangan Indonesia, pelaksanaan kegiatan ini dibantu PBB.

Page 13: Sejarah Kehutanan Papua

PERIODISASI PEMERINTAHAN II - 13

SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

(5) Indonesia dan Belanda menyetujui untuk memikul bersama biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pembentukan pemerintahanSementara PBB

(6) Sesudah ditandatangani, kedua pemerintahan, Indonesia danBelanda membuka kembali hubungan diplomatiknya.

Kedua Pemerintah (Indonesia-Belanda) dapat menerima usul ini,Indonesia kurang setuju pemerintahan sementara yang terlalu lama, pihakBelanda minitikberatkan pada soal pertahanan dan penentuan nasibsendiri. Namun demikian pemerintah Indonesia tentu masih haruswaspada, mengingat, Belanda pernah membuat usul melalui Bunker,misalnya Dewan Papua, kemudian Komite Nasional Papua yang sasaranterakhirnya adalah “Negeri Papua”.

Hal Itulah yang harus diwaspadai, jangan sampai terulang lagi kejadian-kejadian yang telah lalu. Belanda pergi sedangkan “Bom Waktu” mereka tinggalkan. Dan pemerintah dan bangsa Indonesia yang dibebankan untukmengemasinya. Demikianlah operasi-operasi lainnya telah dilaksanakan diManokwari, Fakfak, Kaimana dan lain-lain yang menunjukan keberaniandan ketabahan Bangsa Indonesia dalam membebaskan Irian Barat.Pedaratan pasukan-pasukan TNI disambut dengan gembira olehpenduduk setempat dan tokoh-tokoh gerilyawan, putera Irian Barat, sepertiyang telah diberikan oleh H. Brahim Bauw, Raja Rumbati, bantuan yangdiberikan oleh Frans Kaisiepo, Lucas Rumkorem dan lain-lain.

Pada prinsipnya pemerintahan Indonesia dapat menerima Usul Bunker diatas, terutama prinsip penyerahan Irian Barat dari tangan Belanda ketangan Indonesia secara tidak langsung. Sebaliknya pihak Belanda masihragu-ragu untuk menerima usul tersebut. Rupanya Belanda beranggapan,bahwa ia masih mampu membendung pasukan Indonesia yang mendaratdi Irian Barat. Melihat gelagat Belanda yang tidak pasti itu, maka Indonesialebih menggiatkan lagi operasi-operasi pendaratan pasukan-pasukan keIrian Barat, sampai Belanda mau menerima konsep Usul Bunker tersebut.Ternyata tekanan operasi dari pihak Indonesia dapat memaksapemerintahan Belanda, sehingga pada tanggal 18 Juli 1962 menyatakanbersedia menerima konsep tersebut atas dasar kesediaan kedua belahpihak menerima konsep tersebut, maka diadakan perundingan lanjutan dibawah pengawasan PBB. Sebagai hasil perundingan itu, maka padatanggal 31 Juli 1962 disepakati bersama suatu persetujuan sementara(Preliminary Understanding) yang berisi pokok-pokok sebagai berikut :

Page 14: Sejarah Kehutanan Papua

PERIODISASI PEMERINTAHAN II - 14

SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

(1) Sesudah ratifikasi oleh Indonesia, Belanda dan PBB, makaselambat-lambatnya 1 Oktober 1962, penguasa PBB akan tiba diIrian Barat untuk mengoper pemerintahan dari tangan Belanda.Pada waktu itu juga, kekuasaan Belanda di Irian Barat berakhir,Bendera Belanda turun, Bendera PBB menggantikannya.

(2) Mulai saat itu, penguasa PBB akan memakai tenaga-tenagaRepublik Indonesia (baik sipil, maupun alat-alat keamanan)bersama dengan alat-alat yang sudah ada di Irian Barat yang terdiridari putera-putera Irian Barat dan sisa-sisa dari pegawai Belanda

(3) Paratroop-paratroop RI tetap tinggal di Irian Barat, di bawahkekuasaan administrasi PBB (at the disposal of the Unites NationAdministration)

(4) Angkatan Perang Belanda mulai saat itu berangsur dipulangkan keNegeri Belanda, yang belum pulang akan ditarik dalampengawasan PBB dan tidak boleh dipakai untuk operasi-operasimiliter.

(5) Antara Irian Barat dan Daerah Republik Indonesia lainnya adalahlalu lintas bebas

(6) Tanggal 1 Januari 1963 atau 31 Desember 1962 Bendera RepublikIndonesia secara resmi akan dikibarkan si samping bendera PBB

(7) Pemulangan Angkatan Perang Belanda dan pegawai Belandaharus selesai pada tanggal 1 Mei 1963 dan sesudah itu PemerintahRI secara resmi mengoper Pemerintahan di Irian Barat dari tanganPBB ke tangan RI.

Persetujuan Sementara ini harus diajukan kepada pemerintahan masing-masing untuk mendapatkan ratifikasi/pengesahan, sementara ituberlangsung perundingan-perundingan tingkat terakhir, Belandamenyatakan protes atas bertubi-tubinya pendaratan pasukan Indonesia diIrian Barat. Tetapi Indonesia menampiknya dengan menyatakan, bahwakegiatan operasi militer itu akan terhenti dengan sendirinya, jika Belandasecara resmi membubuhkan tandatangan di atas perjanjian perdamaian.Meskipun begitu PBB tidak tinggal diam dalam usaha ikutmemecahkan/mengatasi persoalan-persoalan teknik tesebut, sehinggakemudian terbuka jalan untuk menuju tingkat terakhir, adalah memasukiperundingan formal secara terbuka antara Indonesia dan Belanda di NewYork AS.

Page 15: Sejarah Kehutanan Papua

PERIODISASI PEMERINTAHAN II - 15

SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Akhirnya pada tanggal 15 Agustus 1962 terciptalah persetujuanperdamaian antara Indonesia dan Belanda yang terkenal denganPersetujuan New York oleh Indonesia dan Belanda, maka berakhirlahsudah persengketaan mengenai Irian Barat.

Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Pemerintahan Belanda

Pada masa Pemerintahan Belanda pemanfaatan kayu telah dilakukan olehmasyarakat, namun hanya telah ada proyek besar kehutanan di Holandia(sekarang Jayapura) lebih tepatnya di Boden (sekarang Sarmi), yaituproyek Kopal, termasuk juga di Biak (Parieri), Sorong (Warsamsong) danTeminabuan yang memiliki sumber Kopal cukup tinggi. Kopal yangdieksploitasi di ekspor ke Belanda melalui Singapura, melalu jalur laut.Kegiatan ini berlangsung sejak tahun 1957 sampai dengan tahun 1963.Saat itu Pemerintah Belanda membutuhkan uang dan masyarakatmendapat penghasilan dengan bekerja sebagai buruh.

Pada saat itu Pemerintah Belanda membuka Kursus Kehutanan (BoschBeampe) di Kampung Harapan (Kota Nika) Holandia (Jayapura) dimulaipada Tahun 1952 – 1963. Angkatan pertama hanya 3 orang murid,angkatan kedua 5 orang murid dan angkatan ke tiga 10 orang danseterusnya. Jenjang kursus selama 2 tahun saja. Prosedurnya setiapkeresidenan mengirimkan orang untuk belajar ke Holandia, setelah lulusditempatkan di pengelolaan hutan pemerintahan belanda.

Survey Potensi Tahun 1957 di Boven Digoel,masa Pemerintahan Belanda

Page 16: Sejarah Kehutanan Papua

PERIODISASI PEMERINTAHAN II - 16

SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Opname Kayu tahun 1957 di Boven Digoel Pada JamanBelanda

Selain Kopal, Belanda mengambil kayu di Manokwari melalui Hoftdebrik,namun hanya untuk membangun rumah-rumah dinas dan perkantoranBelanda. Kayu yang ditebang tidak dijual atau diekspor, sepenuhnyahanya untuk mencukupi kebutuhan perumahan, seluruh rumah danperkantoran yang ada di kota-kota, saat itu dipenuhi dari kayu yang diambil

Boswezen di Sarmi (Bodem) 29- 02 -1960Kuda digunakan utk membawa damar dari hutan ke gudang

Page 17: Sejarah Kehutanan Papua

PERIODISASI PEMERINTAHAN II - 17

SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Alat Pengolah Rotan tahun 1957 di Merauke

Penduduk Mengolah Rotan Tahun 1957 di Merauke

dari Manokwari danJayapura pada tahun1950. Selanjutnya padasaat masa peralihanPemerintah RI mengolahkayu bulat dengan sawmilldi Hamadi, saat ituditangani oleh Fundwi(Untea - PBB), untukpembangunan perumahandi Sukarnopura(Jayapura). Kayu yangdiambil di Jayapura saat

ituda adalah dari jenis Manilkara kauki. Saat itu harga 4 batang kayu (25meter) Manilkara kauki seharga dengan satu buah mesin perahu tempel.Selanjutnya diambil alih oleh PT Hanurata (Ibu Tien Suharto), yangmerupakan cikal bakal HPH di Tanah Papua. PT Hanurata saat itu telahmenerapkan pemanfaatan hutan, mulai dari kegiatan menebang laludibawa ke dalam pabrikuntuk diolah dandigunakan langsungoleh negara.Sedangkan Hoftdebrikmilik Belanda, kelakdiserahkan kepadaPKN (Perusahaan KayuNegara) pada tahun1963-1978; yangselanjutnya diserahkanlagi ke PT INHUTANI II;terakhir telahdilikwuidasi tahun 1980dan diambil alihbangunannya menjadi BLK Manokwari.

Pada masa Belanda juga telah terjadi penelitan untuk pemanfaatn rotan,yaitu berlokasi di Muting dan Digul Kabupaten Merauke. Daerah inimemiliki potensi rotan yang sangat tinggi dan bagus kualitasnya.

Page 18: Sejarah Kehutanan Papua

PERIODISASI PEMERINTAHAN II - 18

SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Sementara itu potensirotan yang tinggi jugaterdapat di Wasingay(Demta) – Jayapura.Rotan pada saat itubelum banyakdiekspor, masih tarafpenelitian, karena saatitu Belanda masihsibuk mengurus Kopalyang sedang menjadi

primadona dan menjadi sentral ekonomi bisnis Belanda. Saat itu penelitianrotan tahun 1957di Merauke dan Demta dilakukan dalam rangka persiapanekspor rotan dalam skala besar.

Belanda pada saat itu selain mengekspor kopal dan rotan, juga telahmengekspor kopra dari Sarmi dan Kulit Kayu Masoi serta Bia Lola (sejeniskerang) dari hasil laut ke Negeri Belanda melalui Singapura.

Sarey (pabrik penggergajian kayu) milik orang Belanda yang berdomisili diWaena, telah melakukan kegiatan usaha penebangan dan pengolahankayu pada Tahun 1957, sebagai badan swasta. Pesusahaan ini kelakmenjadi model percontohan perusahaan HPH –HPH yang masuk keTanah Papua. Kayu-kayu yang diolah oleh pabriknya tidak diekspor,melainkan dijual lokal untuk pembangunan perumahan masyarakat. Kayuyang ditebang berupa kayu Manilkara kauki dan Matoa, yaitu kayu-kayudari jenis BJ ringan yang bisa timbul di air.

2.2.2. Setelah Bergabung dengan Indonesia

2.2.2.1. Periode Transisi 1964-1970

Masalah Pepera, menjadi agenda utama dalam tahun 1969. Sejak bulanFebruari telah mulai disusun organisasi dalam Departemen Dalam Negeri.Meskipun sudah ada Direktorat Irian Barat dalam Direktorat JenderalPemerintahan Umum dan Otonomi Daerah (PUOD) yang menangani IrianBarat secara khusus sejak terbentuknya tahun 1963. Namun programPepera merupakan masalah penting dan khusus, yang memerlukanperhatian seluruh jajaran Departemen Dalam Negeri.

Pemanfaatan Rotan Oleh BelandaTahun 1957 di Merauke

Page 19: Sejarah Kehutanan Papua

PERIODISASI PEMERINTAHAN II - 19

SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Rencana di Depdagri adalah sebagai berikut: pelaksana Pepera tidak akandilakukan oleh DPRD-GR Tingkat I atau Tingkat II, tetapi oleh sesuatubadan yang dinamakan Dewan Musyawarah Pepera (DMP) yang harusdibentuk di setiap kabupaten. Pembentukannya dilakukan oleh tim pusatdan DPRD-GR Tingkat I dan Tingkat II. Inilah yang dinamakan PanitiaPembentuk DMP, yang harus selesai pembentukannya pada bulan Juni,karena Pepera dilaksanakan pada Bulan Juli.

Sebulan kemudian rencana pembentukan DMP rampung, setiapkabupaten telah ditentukan anggota-anggotanya, terdiri dari unsur partaipolitik, kepala suku, tokoh masyarakat, pemerintah dan lain-lain. Jumlahanggota setiap dewan tersebut, adalah sebagai berikut:

(1) Merauke, 175 orang

(2) Wamena, 175 orang

(3) Nabire/Paniai, 75 orang

(4) Fak-fak, 75 orang

(5) Sorong, 110 orang

(6) Manokwari, 75 orang

(7) Biak, 130 orang

(8) Soekarnopura (sekarang jayapura), 110 orang

Pelaksanaan Pepera ditetapkan tanggal 14 Juli 1969, mulai dari Merauke.Dewan Pepera berlangsung tertib dimana berbicara ketua DMP, GubernurIrian Barat, Soejarwo Tjandronegoro, Ortis Sans (wakil di PBB) danMendagri. Setelah mendengan hasil dari berbagai pihak, maka keputusandiambil, bahwa Merauke tetap berada di dalam wilayah RepublikIndonesia.

Menyusul pada tanggal 16 Juli 1969 di Kabupaten Jayawijaya denganGubernur Frans Kaisiepo menanyakan pendapat DMP, disusul Soejarwoyang menanyakan pendapat Pepera, bahwa 11 anggota DMP angkatbicara yang intinya tetap memilih dalam bingkai RI.

Pada tanggal 19 Juli 1969 di Kabupaten Paniai, dimana Amir Machmuddan Ortis Sans berbicara menanyakan pendapat DMP, intinya tetap samapilihan jatuh pada RI.

Page 20: Sejarah Kehutanan Papua

PERIODISASI PEMERINTAHAN II - 20

SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Di Kabupaten Fakfak pada tanggal 23 Juli 1969, Gubernur Kaisiepo danOrtis Sans sebagai wakil PBB berbicara dan menanyakan pilihan DMP dandipilih tetap dengan pemerintah RI.

Tanggal 26 Juli di Kabupaten Sorong, Gubernur Kaisiepo, Soejarwo danOrtis Sans serta Mendagri berbicara, tetap saja pilihan jatuh padapemerintah RI.

Kabupaten Manokwari pada tanggal 29 Juli 1969, Mendagri AmirMachmud berbicara didampingi Ortis Sans, dan diambil keputusan olehDMP bahwa ikut ke dalam Pemerintah RI.

Irian Barat telah telah tetap ikut pemerintah RI, yang dibuktikan dengandelapan kabupaten memilih tetap bergabung dengan Indonesia, jumlahanggota Dewan Pepera 1.026 orang, terdiri dari: 400 orang Kepala suku,360 orang unsure daerah dan 266 orang Orpol dan Ormas.

Menteri Luar Negeri Adam Malik langsung melaporkan hasil Pepera IrianBarat pada Sidang Umum PBB, dimana hasilnya jelas rakyat Irian Barattetap menginginkan bergabung dengan NKRI. Pada masa yangbersamaan pula Propinsi Irian Barat dijadikan sebagai Wilayah Otonom,sama dengan propinsi lainnya di Indonesia.

Sesuai dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1969, maka sejaktanggal 10 September 1969, Otonomi Irian Barat menjadi 8 Kabupaten,yaitu: (1) Kabupaten Yapen Waropen; (2) Kab. Jayawijaya; (3) Kab. Biak-Numfor; (4) Kab. Manokwari; (5) Kab. Sorong; (6) Kab. Fakfak; (7) Kab.Merauke dan (8) Kab. Paniai. Irian barat menjadi propinsi ke 25 diIndonesia. Nama Irian Barat diganti menjadi Irian Jaya berdasarkanPeraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1973.

Kegiatan Pengelolaan Hutan Pada Masa Awal PemerintahanIndonesia

Pada masa awal kegiatan pengelolaan hutan dilakukan oleh DinasKehutanan di Daerah Karas dan Pulau Adi di Fakfak, pada Tahun 1966.Pada saat itu Dinas Kehutanan pernah melakukan kegiatan eksporperdana ke Jepang, untuk jenis kayu timbul saja.

Pada saat itu investor belum berani masuk, karena masih beranggapanbahwa Irian Jaya masih kacau, banyak pemberontak, hutannyamenyeramkan, masih ada isu kanibalisme dari suku-suku asli. Danterakhir adalah potensi kayu yang tidak diketahui sama sekali, meskipun

Page 21: Sejarah Kehutanan Papua

PERIODISASI PEMERINTAHAN II - 21

SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

saat itu sudah ada hasil penelitian dari Belanda berupa 28 Jenis kayu yangada di hutan Irian Jaya. Oleh karena itu Dinas Kehutanan melakukankegaitan survey-survey ke hutan-hutan untuk mendapatkan jenis-jeniskayu sebagai informasi kepada para investor yang akan mengembangkanusahanya di tanah Irian Jaya. Selanjutnya masuklah HPH pertama diFakfak, PT Teluk Etna disusul oleh lainny di Biak, PT Purama di Nabire,selanjutnya di Sorong, Yulim Sari di Jayapura.

Penebangan pada tahun 1970-an berada di Irian Jaya bagian Selatan,yaitu di Merauke. HPH memilih di Merauke, karena penebangannyamudah, daerah rawa dengan banyak sungai, kayu ditebang lalu dirakit,selanjutnya dimasukan ke dalam kapal.

Pada masa pra HPH, kegiatan survey potensi belum dilakukan secaraakurat, karena hutan Irian masih ditakuti oleh para cruisher, sehinggadata-data banyak yang dilakukan secara tidak akurat, sering para surveyortidak masuk hutan karena tidak berani dan data yang dibuat hanya direka-reka saja; survey yang dilakukan tidak benar dan tidak akurat. Dengandemikian HPH sering menemukan perbedaan antara hasil green bookdengan kenyataan di lapangan pada saat penebangan. HPH telahmemasukan alat ke dalam hutan, namun ternyata hanya dapatmengeksploitasi setahun saja, karena potensi rendah, tidak sama denganyang terdapat di dalam green book. Oleh karena itu HPH melakukanpenebangan di luar blok penebangan agar bisa tetap berjalan.

Pada masa awal HPH belum ada konflik lahan dengan masyarakat berupahak ulayat. Hak ulayat timbul ke permukaan pada tahun 1974 dan sudahdilakukan kompensasi untuk pembayaraannya, saat itu masih beradadalam Dinas Perekonomian. Saat pertama kali 1 m3 kayu dihargai Rp200,- dan Rp 120,-. Selanjutnya dinaikan menyesuaikan dengan kondisiharga-harga yang berlaku. Pada tahun 1990-an penggantian hak ulayatdikompensasikan dalam bentuk Bina Desa.

Page 22: Sejarah Kehutanan Papua

PERIODISASI PEMERINTAHAN II - 22

SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Gubernur Irian Barat PertamaZainal Abidin Syah (1956-1981

Gubernur Irian Barat KetigaElizer Jan Bonay (1963-1964)

Gubernur Irian Jaya KeempatFrans Kaisiepo (1964-1973)

Gubernur Irian Jaya KelimaBrigjen Acub Zainal (1973-1975)

2.2.2.2. Gubernur yang memimpin Irian Barat/Irian Jaya/Papua

Sultan Zainal Abidin Syah atau SultanPapua III, adalah Sultan Tidore terakhirsetelah berdirinya Negara RepublikIndonesia dan dilantik pada tahun 1956oleh Presiden Indonesia Soekarnodiangkatsebagai

GubernurIrianBarat

Pertamayang ber-Ibukota

sementara di Soasio, Tidore, dengan tugasutama mengembalikan Irian Barat ke

Pangkuan NKRI. Dan selanjutnya, padaTahun 1961 sampai dengan 1962,Gubernur Papua dipegang oleh P.Pamuji.

Padasaat

peralihanPBB

(UNTEA)sampai

dengan 1

Desember 1963 Gubernur yang menjabatselaku Kepala Daerah Tk. I Irian Baratadalah Elizer Bonay sampai dengan tahun1964, masa pemerintahannya ataujabatannya hanya 1 (satu) tahun, kemudianGubernur ke II mulai tahun 1964-1973 adalah Frans Kaisiepo.

Page 23: Sejarah Kehutanan Papua

PERIODISASI PEMERINTAHAN II - 23

SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Gubernur Irian Jaya KeenamBrigjen Soetran (1975-1981)

Gubernur Irian Jaya KetujuhDrs. Busiri Suryowinoto (1981-1982

Gubernur Irian Jaya KedelapanIzaac Hindom (1982-1988)

Gubernur Irian Jaya KesembilanBarnabas Suebu, SH (1988-1993)

Sejak tahun 1973 sampai dengan tahun1975, Irian Jaya dipimpin oleh G ubernurK DH Tk. I Brigjen Acub Zainal. Setelahdua tahun

menjadigubernurkemudian

digantioleh

BrigjenSoetranmulaitahun

1975 sampai dengan 1981. Tahun 1981sampai dengan tahun 1982, Gubernuryang memimpin Daerah Irian Jaya adalahBrigjen Busiri Suryowinoto, masa

jabatannya hanya 1 tahun saja, kemudiandiganti oleh Izaac Hindom, mulai tahun 1982sampai dengan tahun 1988. Selanjutnyatahun 1988

sampaidengan1993,

GubernurBarnabas

Suebu, SHmemimpinIrian Jaya.

Dilanjutkan oleh Drs. Jacob Pattipi yangmemimpin Propinsi Irian Jaya daritahun 1993 sampai dengan 1998 Mulaitahun 1998 sampai dengan 2001,Propinsi Irian Jaya dipimpin oleh

Page 24: Sejarah Kehutanan Papua

PERIODISASI PEMERINTAHAN II - 24

SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Gubernur Irian Jaya KesepuluhJacob Pattipi (1993-1998)

Gubernur Irian Jaya KesebelasLaksda Freddy Numberi (1998-2001)

Laksda Freddy Numberi. Tahun 2001sampaidengantahun2005

dipimpinoleh JP.

Solossa.

Sodjuangon Situmorang sebagai pejabatGubernur menggantikan JP Solossa yang meninggal pada bulanDesember 2005, beliau menjabattahun 2005 sampai terbentuknyagubernur baru hasil Pemilu tahun2006. Terakhir dari tahun 2006 sampaisekarang Provinsi Papua dipimpinkembali oleh Gubernur Drs.Barnabas Suebu, SH. Sementarasetelah Papua dibagi menjadidua, yaitu menjadi Irian Jaya Baratdan Papua, maka Gubernur terpilih diIrian Jaya Barat untuk masajabatan 2006 sampai dengan2011 adalah Abraham O.Atururi

Berikut ini, nama-nama Gubernur yang pernah dan sedang memimpinProvinsi Irian Barat/Irian Jaya/Papua/Irian Jaya Barat

1956-1961 : Zainal Abidin Syah1961-1962 : P.Pamuji1963 -1964 : Elizer Jan Bonay1964-1973 : Frans Kaisiepo1973-1975 : Brigjen Acub Zainal

Gub Irian Jaya ke dua belas JacobusPerviddya Solossa 2001-2005

Page 25: Sejarah Kehutanan Papua

PERIODISASI PEMERINTAHAN II - 25

SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

1975-1981 : Brigjen Soetran1981-1982 : Drs. Busiri Suryowinoto1982-1988 : Izaac Hindom1988-1993 : Barnabas Suebu, SH1993-1998 : Jacob Pattipi1998-2001 : Laksda Freddy Numberi2001-2005 : JP Solossa (1948-2005 tutup usia)2005-2006 : Sodjuangon Situmorang2006-2011 : Barnabas Suebu, SH (Papua)2006 - 2011 : Abraham Actovianus Atururi (Irjabar)

2.2.2.3. Era Orde Baru

Memasuki era orde baru, terjadi perubahan yang cukup dramatis dalampola penyelenggaraan pembangunan. Penguatan basis kenegaraan yangsudah hampir rampung dipercepat oleh pemerintahan orde baru denganmenerapkan sistem sentralisasi kekuasaan. Praktis dengan penerapansentralisasi ini gejolak-gejolak kecil yang masih tersisa dapat diredam,sehingga pemerintah dapat fokus pada penyelenggaraan pembangunan.Berangkat dari kesadaran bahwa bangsa Indonesia membutuhkan modalbesar guna melaksanakan pembangunan, pemerintah mulai melirik sektorSDA sebagai modal pembangunan nasional. Sektor kehutanan yang masihmenyimpan potensi sangat besar segera saja menarik minat pemerintahuntuk melakukan eksploitasi.

Pada tahun 1967, guna merealisasikan eksploitasi SDH, Undang-UndangTentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan (UUPK) Nomor 5 Tahun1967 diterbitkan, yang ditindaklanjuti dengan PP No. 22 Tahun 1967Tentang Iuran Hak Pengusahaan Hutan dan Iuran Hasil Hutan. UUPKNomor 5 Tahun 1967 dan PP No. 22 tahun 1967 ini dapat dikatakansebagai tonggak sejarah baru pengelolaan hutan yang pertama olehpemerintah Indonesia. Aroma eksploitasi dengan nama pengusahaanhutan sangat menonjol, karena wacana yang berkembang memangmenempatkan sumberdaya hutan sebagai “karunia Tuhan” yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk mendapatkan devisa. Arus investasikhususnya PMA kemudian mengalir deras di sektor kehutanan setelahkeluarnya UU No. 1 Tahun 1967 Tentang PMA. Hal yang sama kemudiandiikuti para pengusaha dalam negeri satu tahun kemudian, yakni semenjakUU No. 6 Tahun 1968 tentang PMDN diberlakukan pemerintah. Sementarauntuk hutan di pulau Jawa dan Madura, hak pengeleloaannya diserahkan

Page 26: Sejarah Kehutanan Papua

PERIODISASI PEMERINTAHAN II - 26

SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

kepada Perum Perhutani (sebagian besar tata cara pengurusannya masihmemberlakukan Ordonansi Hutan Jawa dan Madura, 1927). Mulai saatitulah para investor luar negeri, khususnya dari Jepang dan Koreamenyerbu masuk ke Indonesia untuk mendapatkan logs guna memenuhikebutuhan industri kayu di negaranya.

Sejak terbitnya UUPK tugas dan kewenangan pemerintah RI nampaksemakin luas. Beberapa PP sebagai aturan pelaksanaannya, berkali-kalidibuat dan diterbitkan. Salah satu PP penting yang dikeluarkan padaperiode ini, antara lain seperti PP Nomor 6 tahun 1968 tentang PenarikanUrusan Kehutanan dari Daerah Kabupaten ke Propinsi di WilayahIndonesia Bagian Timur, dengan tindak lanjut diterbitkannya SKB MenteriDalam Negeri dan Menteri Pertanian tentang pembagian hasil iuran HPHdan iuran hasil hutan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Pada tahun 1970 muncul PP No. 33 tahun 1970 tentang PerencanaanHutan yang dialihkan dari daerah menjadi kewenangan pusat, sertaperaturan baru tentang HPH dan HPHH melalui PP No. 21 tahun 1970.Kemudian Menteri Pertanian melalui Direktorat Jenderal Kehutanan jugamenerbitkan beberapa keputusan penting, antara lain Keputusan MenteriPertanian No. 369 tahun 1972 tentang Penetapan Besarnya Iuran HasilHutan dan Keputusan Direktur Jenderal Kehutanan No. 35/ Kpts/DD/I/1972yang mengatur penerapan sistem silvikultur TPI, THPA dan THPB dalampengusahaan hutan produksi. Disamping itu diatur juga tentangpengukuhan kawasan hutan, kawasan konservasi, jenis-jenis satwa liardan tumbuhan yang harus dilindungi.

Pada tahun 1973 PT. Inhutani I sebagai BUMN, mulai dibentuk, dengankantor pusat berkedudukan di Jakarta. Wilayah kerja PT. Inhutani I inimencakup areal hutan di Kalimantan Timur. Pada tahun 1974 pemerintahmembentuk PT. Inhutani II dan PT. Inhutani III yang wilayah kerjanyamasing-masing mencakup areal hutan di Kalimantan Selatan danKalimantan Tengah. Sementara untuk pengelolaan areal hutan di pulauSumatera, pemerintah membentuk PT. Inhutani IV dan PT. Inhutani V.

Disamping BUMN, UPT di daerah secara bertahap mulai dikembangkan,seperti bidang perencanaan, pendidikan dan latihan, konservasisumberdaya alam, penelitian, serta rehabilitasi hutan dan konservasitanah. Sementara untuk pengurusan administrasi di daerah, melaluiGubernur Kepala Daerah Tingkat I, pemerintah mengaktifkan pengurusanhutan melalui Dinas Kehutanan dan Cabang Dinas Kehutanan.

Page 27: Sejarah Kehutanan Papua

PERIODISASI PEMERINTAHAN II - 27

SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Terbentuknya Perum Perhutani dan BUMN PT. Inhutani (I s.d. V),menunjukan bahwa perhatian dan upaya pemerintah untuk ikut terjunlangsung menangani pengelolaan hutan (potensi) terlihat cukup serius.Hubungan bilateral dengan masyarakat dunia juga dibuka seluas-luasnya.Salah satu kegiatan yang terjalin pada waktu itu, Indonesia menjadi tuanrumah Kongres Kehutanan Sedunia ke –VIII yang berlangsung di Jakarta,pada bulan Oktober 1978. Kongres ini bertema Hutan UntukKesejahteraan Masyarakat (“forest for people”), dan telah menghasilkan suatu deklarasi yang isi pokoknya menyatakan bahwa hutan harusdimanfaatkan berdasarkan kelestarian untuk sebesar-besarnyakemakmuran rakyat pada masa kini dan masa yang akan datang, baikmasyarakat lokal maupun masyarakat internasional.

Pengusahaan kayu melalui HPH (yang sudah berlangsung sejak tahun1967) mengalami “booming” logs/kayu bulat sekitar tahun awal 1980-an.Pada saat itu tercatat sekitar 632 unit HPH beroperasi di Indonesia denganluas konsesi per HPH antara 30.000 hingga jutaan hektar. Pada “era logs” ini pengusaha memperoleh penghasilan melalui ekspor kayubulat/gelondongan dan hasil ikutan lainnya. Sementara pemerintahmemperoleh devisa dan pendapatan negara antara lain dari iuran HPH,IHH, DR, penyerapan tenaga kerja, dan tumbuhnya berbagai industrimanufaktur dan pengolahan kayu, mulai dari hulu sampai hilir. Pada masaitu, kehutanan benar-benar menjadi andalan pemerintah sebagai “mesin pencetak uang dan lumbung emas” guna menopang berbagai program pembangunan, dengan menduduki peringkat 2, sebagai pemasok devisatertinggi bagi negara setelah minyak. Indonesia mampu mencapai predikatthe new emerging tiger in Asia.

Kekhawatiran akan terancamnya kelestarian hutan mulai menarik

perhatian banyak kalangan. Sangat beralasan apabila organisasi-

organisasi masyarakat (LSM-LSM) sebagai lembaga pemerhati dan peduli

terhadap masalah kelestarian hutan mulai bermunculan, seperti Walhi,

Skephi dan KPSA. Kepedulian ini dilandasi oleh berbagai fakta bahwa

selain faktor lingkungan yang semakin terdegradasi, aspek sosial

kemasyarakat semakin terpinggirkan. Efek menetes ke bawah (tricle down

effect) yang dikonsepsikan oleh pemerintah untuk mensejahterakan

masyarakat tidak berjalan baik. Justru yang muncul adalah timbulnya

kesenjangan (disparitas) ekonomi yang semakin melebar antara

Page 28: Sejarah Kehutanan Papua

PERIODISASI PEMERINTAHAN II - 28

SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

masyarakat miskin dengan kaya, desa dengan kota, pusat dengan daerah.

Di sektor kehutanan disparitas ini cukup menonjol manakala dilihat bahwa

masyarakat sekitar hutan tidak beranjak status ekonominya setelah sekian

lama perusahaan kehutanan beroperasi di sekitar tempat tinggalnya.

Proses partisipasi masyarakat, baik partisipasi ekonomi, maupun

partisipasi politik tidak berjalan dengan baik.

Pada tahun 1990 guna melengkapi UU No 5 Tahun 1967 yang sangat

berorientasi pada pengusahaan hutan, pemerintah mengeluarkan UU No.

5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan

Ekosistemnya. UU ini menjadi fundamen pembangunan SDH berbasis

ekosistem. Terdapat tiga aspek yang ditekankan dalam UU tersebut yaitu

pertama, pengawetan plasma nutfah, flora fauna dan ekosistem unik.

Kedua, adanya perlindungan sistem ekologi penyangga kehidupan. Ketiga,

pelestarian pemanfaatan SDH secara lintas generasi. Tiga aspek ini

menjadi landasan awal berkembangnya konsep PHL di bidang kehutanan.

Sementara itu di bidang sosial pemerintah mengeluarkan SK Menhut No.

691/Kpts-II/1991 mengenai HPH Bina Desa Hutan yang menjadi landasan

awal pelaksanaan kelola sosial. Dua produk hukum ini diharapkan mampu

mengurangi laju kerusakan hutan sekaligus mampu mengatasi

permasalahan sosial yang sudah mulai menonjol pada waktu itu. Namun

pandangan-pandangan eksploitatif yang masih dominan pada waktu itu

baru menempatkan kelola lingkungan dan kelola sosial dalam tataran

wacana, sementara visi misi para pelaku kehutanan di lapangan masih

produksi centris.

Pada pertengahan era 1990-an, pengelolaan kehutanan di Indonesia mulai

menjurus pada jalur yang benar. Tuntutan-tuntutan internasional mengenai

perbaikan kualitas lingkungan seperti konferensi bumi di Rio de Jeneiro,

Deklarasi Paris dan Deklarasi Yokohama mulai menggeser pengelolaan

hutan di Indonesia ke arah ecosystem base. Sistem Pengelolaan Hutan

Lestari berawal pada periode ini, dimana seluruh pengelolaan hutan harus

berujung kepada kelestarian fungsi produksi, kelestarian fungsi ekologi dan

kelestarian fungsi sosial. Puncak dari periode emas sektor kehutanan

adalah keluarnya UU No. 41 Tahun 1999 mengenai Kehutanan yang

menggeser sektor kehutanan dari timber manajemen ke arah ecologycal

and social base forest manajemen.

Page 29: Sejarah Kehutanan Papua

PERIODISASI PEMERINTAHAN II - 29

SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

2.2.2.4. Era Reformasi dan Otonomi Daerah

Memasuki era reformasi terjadi penegasan terhadap kehidupan berbangsadan bernegara. Penegasan tersebut mencapai finalnya dengandilaksanakannya otonomi daerah. Sementara itu pelaksanaan pengelolaanSDH sudah memiliki basis yang lestari, yaitu dengan dilaksanakannyaSPHL dan kesadaran untuk melakukan power sharing dalam pelaksanaankinerja pengelolaan hutan melalui mekanisme GCG. Oleh karena itu padatataran praktis sebenarnya dengan berjalannya kebijakan reformasi prosestinggal landas dalam pelaksanaan pembangunan yang lestari yangberkeadilan dalam iklim pemerintahan yang demokratis menemukanmomentumnya. Pada aspek kesenjangan antara pemerintah pusat dandaerah misalnya, pemerintah telah menjawabnya dengan menerapkankebijakan otonomi daerah melalui UU No. 22 dan 25 Tahun 1999.Sementara kesenjangan antara pelaku pembangunan (pemerintah, swastadan masyarakat) yang selama ini terlalu didominasi oleh pemerintah mulaimencair dengan pelaksanaan penciptaan GCG. Oleh karena itu kondisiyang sangat kondusif ini seharusnya mampu menjadi landasan untukmenancapkan pengelolaan hutan yang optimal dan lestari.

Akan tetapi masa transisi yang berlarut-larut selama hampir 7 tahun initelah menyebabkan proses-proses pengelolaan kehutanan yangseharusnya sudah tinggal landas menjadi terhambat. Diakui, hegemonipemerintah orde baru selama 32 tahun kurang memberikan pembelajaranbagi jajaran birokrasi di pusat maupun di daerah mengenai mekanismependistribusian kewenangan. Selain itu UU 22 Tahun 1999 ternyatamemberikan batas-batas kewenangan yang terlalu besar, yang ditandaidengan tidak adanya hirarkhi kewenangan/perijinan, hirarkhi teknismaupun hirarkhi karier antara pusat - daerah dan antar daerah, misalnyalintas provinsi atau lintas kabupaten.

Di sisi lain disparitas ekonomi yang ada di masyarakat selamapemerintahan orde baru akibat dari kurangnya partisipasi masyarakatdalam pembangunan telah menciptakan situasi “chaos”. Masyarakat yang selama ini merasa terpinggirkan menjadi lepas kendali ketika reformasiberjalan. Mekanisme penciptaan GCG yang seharusnya menempatkanpemerintah, swasta dan masyarakat dalam posisi seimbang menjadiberantakan. Di daerah-daerah dengan mengatasnamakan masyarakat,pihak-pihak tertentu dengan leluasa dapat melakukan apa saja baikpenyerobotan lahan, pembumihangusan camp, sampai pengkaplinganhutan. Situasi tertekan yang tercipta selama pemerintahan orde baruterlampiaskan melalui gerakan radikal di lapangan.

Page 30: Sejarah Kehutanan Papua

PERIODISASI PEMERINTAHAN II - 30

SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Kondisi inilah yang menyebabkan sektor kehutanan pada era reformasi

menjadi terpuruk. Gagasan dasar yang sangat mulia dengan

dilaksanakannya berbagai kebijakan yang reformatif belum berjalan di

tingkat pengelolaan. Fakta di lapangan justru iklim usaha menjadi kurang

kondusif. Dari 623 unit HPH pada tahun 80 –an pada era ini tinggal 266

unit yang masih berdiri. Sementara itu illegal logging, ilegal trade, dan

perambahan hutan menjadi fakta lain yang menyelimuti pengelolaan

kehutanan di era ini sehingga laju percepatan kerusakan hutan semakin

meningkat. Pada akhir episode ini bisa dikatakan sektor kehutanan

mencapai titik nadhirnya.

Keterpurukan yang terjadi di sektor kehutanan tidak dapat dibiarkan terus

berlarut. Keterpurukan yang sedang melanda sektor kehutanan tidak

mampu menyembunyikan bahwa sektor kehutanan masih tetap

menyimpan potensi yang sangat besar bagi pembangunan nasional.

Melalui model PHL maka potensi besar yang masih terdapat di sektor

kehutanan akan dapat dioptimalkan pengelolaannya tanpa harus

mengorbankan segi-segi lingkungan dan sosial. Era multi komoditas SDH

menempatkan bahwa produksi kehutanan tidak lagi terfokus pada kayu,

tetapi juga komoditas-komoditas lain seperti perdagangan karbon,

keanekaragaman hayati, eko wisata maupun sumber daya air. Potensi-

potensi ini menjadi harapan terbesar bagi pembangunan dunia kehutanan

ke depan disamping potensi kayu dan produk turunannya.

Sudah saatnya bagi seluruh stakeholder pembangunan kehutanan untuk

menajamkan visi GCG untuk mempercepat pelaksanaan “kerja besar” di

sektor kehutanan yaitu melaksanakan PHL. Otonomi Daerah dapat

menjadi titik awal optimalisasi kinerja triparti pembangunan kehutanan.

Dengan visi keterpaduan antara pemerintah, swasta dan masyarakat yang

berada dalam bingkai GCG maka upaya mewujudkan PHL dalam wadah

KPH di Indonesia akan menjadi lebih mudah. Berbagai kebijakan tentang

PHL yang sudah dibangun, maupun berbagai prakondisi yang sudah

tercipta akan dapat mempercepat seluruh triparti pembangunan kehutanan

untuk melaksanakan PHL.

Page 31: Sejarah Kehutanan Papua

PERIODISASI PEMERINTAHAN II - 31

SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Langkah awal yang harus segera dilakukan oleh pemerintah saat ini

bersama-sama dengan swasta dan masyarakat adalah segera mulai

membangkitkan kembali dunia kehutanan. Upaya pembangkitan

kehutanan dapat dilakukan melalui tiga langkah pokok, yaitu pertama,

rekalkulasi kawasan hutan dan potensi kehutanan, kedua, redesain

manajemen hutan dan industri kehutanan, dan ketiga, restrukturisasi

kelembaganaan kehutanan. Melalui tiga langkah pokok ini maka akan

diperoleh “muka baru” pengelolaan hutan yang aman konflik, yang lestari

fungsi produksinya, yang lestari fungsi ekologinya, yang lestari fungsi

sosialnya serta yang mantap kelembagaannya. Saat ini ketiga langkah

tersebut menjadi starting point untuk kembali meratap jalan menuju sistem

pengelolaan hutan yang menjadi cita-cita bersama yaitu PHL