sejarah berdirinya orari

63
Penelusuran SEJARAH AMATIR RADIO di Indonesia Edisi soft copy ( yang disunting ulang dari versi cetak) naskah yang disiapkan oleh: TIM SEJARAH ORARI PUSAT

Upload: irsani-indra-putra-noor

Post on 04-Jul-2015

1.294 views

Category:

Documents


23 download

DESCRIPTION

Riset mengenai sejarah berdirinya Organisasi Amatir Radio Indonesia (ORARI), yang berhasil dihimpun dan disusun hingga saat ini.

TRANSCRIPT

Penelusuran SEJARAH AMATIR RADIO di Indonesia

Edisi soft copy ( yang disunting ulang dari versi cetak) naskah yang disiapkan

oleh:

TIM SEJARAH ORARI PUSAT

KATA PENGANTAR

“Pengumpulan arsip-arsip sejak lahirnya ORARI, baik yang berupa event maupun yang bersifat historis termasuk berbagai peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan, dihimpun oleh suatu komite yang dibentuk dalam rangka mewujudkan dan menyusun sejarah Organisasi Amatir Radio Indonesia secara benar”.

Kutipan kalimat di atas adalah laporan hasil MUSDA/Musyawarah Daerah ke-VIII ORARI Daerah DKI Jakarta pada tanggal 19 Maret 1984. Kalimat tersebut merupakan pasal 14 ayat 1 butir A Kebijakan dan Rencana Kerja untuk masa jabatan pengurus ORARI Daerah Jakarta periode 1984 – 1987; jelas menyurat-dan-menyirat-kan bahwa niat dan keinginan untuk menuliskan sejarah Amatir Radio di Indonesia sudah ada sejak 23 tahun yang lalu. Menyadari pentingnya pengumpulan bukti-bukti otentik tentang keberadaan Amatir Radio sekaligus sebagai langkah awal dari tersusunnya sejarah Amatir Radio di Indonesia secara benar, maka ORARI Pusat membentuk Tim Penelusuran Sejarah Amatir Radio di Indonesia, yang terdiri dari mereka yang berasal dari lingkungan anggota ORARI sendiri, dengan berbagai latar belakang pendidikan, pekerjaan, pengalaman hidup dan masa keanggotaan yang berbeda. Walaupun berasal dari disiplin ilmu dan profesi yang berbeda (dari latar belakang teknik penerbangan, komunikasi, sipil, manajemen, jurnalistik, pendidik/guru dsb.), semua anggota Tim memiliki semangat kebersamaan dan komitmen yang sama, yaitu untuk bekerja semaksimal mungkin. Tim sangat menyadari bahwa tugas yang diemban ini tidaklah ringan. Mencari kebenaran sejarah memiliki kesulitan tersendiri, karena banyak masukan yang sekedar berupa cerita-cerita yang berdasarkan ingatan, tanpa didukung data serta fakta. Ada pula kisah-kisah masa lampau, lengkap dengan bukti, tetapi kurang memiliki nilai historis yang sahih untuk dimasukkan dalam dokumentasi atau sebuah buku yang berskala nasional. Sesuai dengan rencana semula, Tim Penelusuran Sejarah Amatir Radio di Indonesia ini ~ insya Allah ~ akan terus bekerja selama masa bakti Kepengurusan ORARI Pusat periode 2006-2011. Selama rentang waktu tersebut, untuk kesempurnaan dan kelengkapan naskah ini Tim sangat mengharapkan masukan berupa data dan fakta-fakta temuan terbaru dari ORDA maupun ORLOK seluruh Indonesia. Masukan dapat berupa koreksi, kritik, saran, data dan rekaman fakta atau tambahan bahan tulisan dari semua pihak, terutama dari para pelaku dan saksi sejarah, karena kita semua berharap sejarah amatir radio di Indonesia ditulis dengan obyektip, jujur, benar dan apa adanya – tanpa ada tumpangan muatan kepentingan, baik dari pribadi ataupun mewakili masa Kepengurusan tertentu.

Jakarta, 26 Juni 2007 Tim Penelusuran Sejarah Amatir Radio di Indonesia

i

Susunan Tim Penelusuran Sejarah Amatir Radio di Indonesia

Bambang Soegiarto YBØYJ

Cheppy Nasution YBØIZ

M Faisal Anwar YB1PR

Hendra Djaja YBØBUF

H Adang Sopandi YC1BN

Bambang Watuaji YB1KV

G M Rosarijanto YCØMLE

Saifuddin Sofyan YCØØNNX

Bambang Soetrisno YBØKO/1

ii

PENDAHULUAN

Pada saat penulisan naskah ini ORARI sudah beranjak ke usia 40 tahun (lahir 9 Juli 1968), sedangkan kegiatan Amatir Radio sendiri sudah dikenal dan ada di Indonesia (waktu itu masih di bawah pemerintahan Hindia Belanda) sejak 80 tahun yang lalu. Untuk merunut dan menengok kembali bagaimana dan bilamana Amatir Radio mulai dikenal dan berkembang di Indonesia, apa dan siapa yang terlibat di dalamnya serta berbagai aspek lainnya, tentu kita perlu menelusuri perjalanan waktu yang berkaitan dengan bidang radio dan telekomunikasi, baik di ranah domestik maupun global. Ini berarti kita harus menelusuri juga kisah bagaimana para ilmuwan terangsang dan terdorong untuk memecahkan rahasia alam yang tersembunyi dibalik penampakan gejala alam seperti petir, gaya gravitasi bumi, siklus bintik matahari (sunspot cycles), gejala atmosferik dan ionosferik seperti petir, badai kosmik, semburat meteor dan lain-lain, terutama apa pengaruhnya terhadap kegiatan berkomunikasi pada umumnya, ataupun kegiatan radio amatir pada khususnya. Tulisan ini di awali dengan menyusuri kembali tonggak-tonggak sejarah di bidang radio dan telekomunikasi yang dirintis di Eropa sejak dekade 1860an antara lain oleh James Clerk Maxwell yang me”ramal”kan keberadaan gelombang radio. Heinrich Rudolph Hertz kemudian bukan hanya membuktikan kebenaran ramalan tersebut, tapi juga ramalan Maxwell lainnya yang menyebutkan bahwa gelombang elektromaknetik bisa dipancarkan ke udara dan menempuh suatu jarak tertentu untuk diterima di tempat lain. Di Amerika, pada tahun 1866 Mahlon Loomis – walaupun agak kontroversial – disebut-sebut sebagai orang pertama yang berhasil melakukan percobaan dengan pancaran telegrafi nirkabel (wireless telegraphy), mendahului Guglielmo Marconi yang baru di tahun 1895 berhasil untuk mengirim dan menerima sinyal radio dengan perangkat rancangannya. 14 tahun kemudian Marconi berhasil mengirimkan sinyal radio menyeberangi Selat Channel, tapi tonggak sejarah terpenting yang membuatnya selalu dikenang setiap kali orang berbicara tentang komunikasi adalah keberhasilannya mengirimkan ketukan kode Morse menyeberangi Atlantik dari pantai barat Inggris ke New Foundland di Kanada pada tahun 1902. Di Indonesia, di zaman pemerintahan Hindia Belanda radio telah digunakan sebagai sarana penyampaian informasi dan berkomunikasi baik untuk di dalam negeri maupun dengan negeri “induk”nya di Eropah. Seiring dengan perjalanan waktu, bermunculan wajah-dan-nama bumiputera yang berdampingan dengan para teknisi, operator maupun penyiar berkebangsaan Belanda mengoperasikan sistim telekomunikasi dan penyiaran (broadcasting) yang dibangun dan dikembangkan oleh pemerintah Hindia Belanda; dan mereka inilah yang kemudian menjadi cikal-bakal bagi penggiat, pelaku dan operator radio berkebangsaan Indonesia, yang nantinya mengambil peran penting dalam sejarah per-radio-an di tanah air dengan segala aspeknya, termasuk di antaranya dalam melakukan kegiatan Amatir Radio.

iv

Beberapa di antaranya malah menjadi founding fathers (bapak pendiri) yang di era kemerdekaan merintis proses berdirinya kelompok-kelompok atau klub amatir radio yang menjadi embrio bagi kelahiran ORARI seperti yang kita kenal sekarang ini. Dari gambaran di atas, Tim Penelusuran Sejarah Amatir Radio di Indonesia ini memulai tugasnya. Data-data yang terkumpul dirangkum, dipilah, disunting untuk dijadikan bahan bagi penyusunan naskah ini. Dan, seperti yang disebutkan di Kata Pengantar, hal ini BUKAN-lah semacam proses yang berjalan SEKALI JADI ….! Tim sepenuhnya menyadari bahwa memerlukan waktu bertahun untuk mendapatkan bentuk akhir yang dapat memenuhi dan memuaskan harapan para pembaca, tapi tanpa mengawalinya SEKARANG, harapan itu semua akan tinggallah jadi harapan belaka.

◊◊◊◊◊

v

DAFTAR ISI

Merunut perjalanan waktu dari periode awal transmisi radio sampai dengan eksistensi ORARI

seperti sekarang ini, naskah Penelusuran Sejarah Amatir Radio di Indonesia ini dibagi dalam 6

periodisasi yang masing-masing diharapkan dapat mewakili masa atau periode tertentu.

Masing-masing periode dihimpun dalam satu BAB, sehingga tersusun urutan Bab sebagai berikut:

BAB I - PERIODE AWAL TRANSMISI RADIO

BAB II – DUNIA RADIO INDONESIA DI ERA PRA KEMERDEKAAN

BAB III - ERA PASCA PROKLAMASI KEMERDEKAAN

BAB IV - ERA ORDE BARU DAN LAHIRNYA ORARI

BAB V - PERKEMBANGAN ORARI (PUSAT) DARI WAKTU-KE-WAKTU

BAB VI - ORARI DARI DAERAH-KE-DAERAH

Sepanjang penulisan naskah ini, di mana perlu pada akhir beberapa paragrap yang merupakan

kutipan, terjemahan, saduran atau hasil wawancara dicantumkan sumber rujukan dan nama nara

sumber, sedangkan untuk wawancara dicantumkan pula waktu wawancara dilakukan.

* * * * * *

vi

BAB I - PERIODE AWAL TRANSMISI RADIO

Semuanya bermula pada dekade 1860an, waktu fisikawan Skotlandia James Clerk Maxwell lewat perhitungan matematik me”ramal”kan keberadaan gelombang radio. Sepanjang rentang waktu antara tahun 1885 -1889, di laboratoriumnya di Karlsruhe Polytechnic fisikawan Jerman Heinrich Rudolph Hertz berhasil membuktikan keberadaan gelombang elektromagnetik seperti diperhitungkan oleh Maxwell (dan juga Michael Faraday) tersebut, yang dia lanjutkan dengan serangkaian eksperimen untuk mengukur panjang dan kecepatan rambat gelombang elektromaknetik tersebut. Hertz juga membuktikan bahwa sifat-sifat memantul, refraksi, serta polarisasi gelombang elektromagnetik sama dengan sifat-sifat pada cahaya (light) dan panas (heat), yang sekaligus membuktikan bahwa cahaya sebenarnya adalah merupakan gelombang elektromaknetik juga, dan karenanya juga mengikuti dan tunduk kepada hukum dan formula yang ditemu-kembangkan oleh Maxwell (yang di dunia fisika dikenal dengan sebutan Maxwell’s Law). Dengan spark-gap transmitter rancangannya, dilengkapi dengan Antena dan rangkaian resonator yang berfungsi sebagai pesawat penerima (receiver) Hertz berhasil membuktikan “ramalan” Maxwell yang lain, yang menyebutkan bahwa gelombang elektro-maknetik bisa dipancarkan untuk melewati jarak tertentu. Di sisi lain dari Atlantik, di tahun-tahun 1865-1866, Mahlon Loomis, yang sebenarnya seorang dokter gigi, meng-claim sebagai orang pertama yang berhasil melakukan pancaran telegrafi nirkabel (wireless telegraphy) melewati jarak 18 miles antara dua buah puncak pegunungan Blue Ridge di Cohocton dan Beorse Deer, Virginia. Walaupun banyak yang mendukung claim-nya sebagai pionir pancaran nirkabel, bahkan di negerinya sendiri banyak yang meragukan hal tersebut. Para penyangkalnya berkilah bahwa yang dilakukannya hanyalah sekadar membuktikan adanya fenomena resonansi, karena tidak ada pancaran RF (gelombang radio atau elektromagnetik) pada eksperimennya. Berbeda dengan eksperimen Hertz yang jelas-jelas menggunakan seperangkat TX dan RX (lihat gambar), pemancar Loomis cuma berbentuk sebuah kunci ketok (untuk mengetuk kode Morse) yang disambungkan dengan kawat halus ke sebuah la-yang-layang yang diterbangkannya di puncak bukit di Cohocton tersebut. Di Beorse Deer receivernya adalah sebuah galvanometer yang juga disambungkan ke kawat halus dan layang-layang yang serupa dengan yang dilayangkannya di “stasiun TX”. Tiap kali dia mengetuk sesuatu di TX-nya, jarum pada galvanometer di “stasiun RX” akan ikut bergerak-gerak, walaupun tidak ada saksi yang dapat mengkonfirmasikan bahwa gerakan jarum tersebut seirama dengan ketukannya (!)

[ As such, there was no "RF" or radio-frequency signals as we know them today. Loomis merely interrupted currents in the antenna resulting from flying an antenna into a cloud, transmitting intelligence between two points using conductive wireless, not electromagnetic effects. Thomas White, sejarahwan, di Raleigh Register, Beckley-West Virginia, Sept. 7, 1976]

1

Walaupun Loomis di tahun 1872 akhirnya mendapatkan US Patent 129,971 untuk wireless telegraph, kemudian hari ditemukan bahwa tiga bulan sebelumnya Patent Nr. 126,356 juga didapatkan oleh William Henry Ward atas apa yang disebutnya atmospheric electricity untuk menggantikan bentangan kawat yang direntang diantara tiang-tiang kayu sebagai pembawa sinyal telegrafi di era itu. Sama dengan Loomis, pada dokumen yang dilampirkannya tidak dijumpai skema, cara pembuatan ataupun cara kerja “temuan”nya itu.

Walaupun banyak cerita yang beredar tentang Loomis dan “keberhasilan” temuan-temuannya (bahkan namanya tercantum dalam Guiness Book of Records sebagai salah seorang pertama yang berhasil mengirim sinyal lewat udara), Congress Amerika akhirnya menolak permintaan dana sebesar US$ 50.000 yang diajukan Loomis untuk mendanai proyek komunikasi nirkabel yang menghubungkan Amerika dengan Switzerland/Swiss. Banyak yang kemudian menyimpulkan bahwa penolakan inilah yang menyebabkan

Loomis patah arang untuk meneruskan eksperimennya, 20 tahun SEBELUM transmisi trans-Atlantik oleh Guglielmo Marconi di tahun 1902.

Baru tiga tahun kemudian, Marconi berhasil menegakkan tonggak yang fenomenal sepanjang sejarah telekomunikasi radio dengan keberhasilannya mengirimkan ketukan ••• (dididit, huruf S dalam kode Morse) menyeberangi Lautan Atlantik dari Inggris ke New Foundland di Kanada pada tahun 1902.

Di Itali, di tahun 1895 Marconi untuk pertama kalinya berhasil untuk mengirim dan menerima sinyal radio dengan spark gap transmitter yang dirancangnya. Butuh waktu hampir 14 tahun baginya untuk me-ngembangkan eksperimen yang dilakukan dengan pe- rangkat rancangannya itu, sampai dia berhasil mengirim (dan menerima di sisi seberang) sinyal radio menyeberangi Selat Channel yang memisahkan Inggris dengan daratan Eropah di tahun 1899.

Receiver

Spark Gap TX

2

■ TELEKOMUNIKASI DI AWAL ABAD KE 20 Di awal perkembangannya, dunia telekomunikasi benar-benar bertumpu kepada teknoloji Radio-telegrafi, yaitu pengiriman sinyal atau gelombang radio berupa sederetan titik dan strip (dot & dash) yang membentuk huruf-huruf dalam kode Morse. Pemancar di zaman itu masih berupa spark-gap transmitter, yang secara tehnis baru sedikit saja perkembangannya dari sejak diperkenalkan pertama oleh para pendahulu seperti Hertz dan Marconi. Penggunaan utama radio telegrafi adalah untuk komunikasi antara kapal-ke-pantai atau antara kapal (ship-to-shore dan ship-to-ship), yang merupakan bentuk awal dari komunikasi dua arah antar dua titik (two-way communications between two points). Radio siaran (broadcasting stations) seperti yang kita kenal sekarang belum ada pada waktu itu, karena memang belum ditemukan cara untuk menumpangkan modulasi ke carrier atau sinyal yang dipancarkan. Telegrafi nirkabel telah membuktikan ke-efektif-annya dalam upaya penyelamatan kalau terjadi kecelakaan di laut, karenanya pada zaman itu pun sudah diberlakukan peraturan (hukumnya wajib) bagi para pengusaha pelayaran yang melayari lautan bebas (ocean going liners) untuk melengkapi armadanya dengan peralatan radio telegrafi ini. • Tahun 1899: Angkatan Darat Amerika (US Army) membangun jaringan komunikasi nirkabel

dengan sebuah kapal suar di perairan lepas pantai Fire Island, New York. Baru dua tahun kemudian, Angkatan Laut Amerika (US Navy) -- yang sebelumnya menggunakan isyarat visual (dengan bendera, lampu) dan merpati pos untuk layanan komunikasinya – mengikuti jejak US Army ini.

• Tahun 1901: layanan radio telegrafi digunakan untuk menghubungkan lima pulau besar di Kepulauan Hawaii.

• Tahun 1903: Presiden Amerika Theodore Roosevelt dan Raja Inggris Edward VII saling bertukar salam lewat statsiun buatan Marconi di Wellfleet, Massachusetts.

• Tahun 1905: Jalannya perang antara angkatan laut Rusia melawan Jepang di Port Arthur juga dilaporkan lewat radio telegrafi.

• Tahun 1906: Kantor Cuaca di AS mulai melakukan serangkaian percobaan dengan telegrafi radio untuk mempercepat penyampaian laporan dan berita cuaca.

• Tahun 1909: penjelajah kutub Utara Robert E. Peary menyampaikan lewat “ketukan”nya: “Saya menemukan Kutub” …

• Tahun 1910: Marconi membuka layanan radio telegrafi reguler antara Eropa dan Amerika. Tercatat dalam sejarah bahwa berkat layanan radio ini, seorang pembunuh dari Inggris yang berusaha kabur ke Amerika bisa diringkus ditengah pelayarannya menyeberangi Atlantik. Di sisi Pasifik, layanan radio telegrafi yang menghubungkan San Fransisco dan Hawaii dibuka di tahun 1912.

3

■ PANCARAN AUDIO YANG PERTAMA (malam Natal, 1906). Nama Reginald Aubrey Fessenden (1868-1932) memang patut dicatat khusus dalam sejarah telekomunikasi. Setidaknya ada tiga prestasi yang diukirkan profesor kelahiran Kanada ini: transmisi audio lewat radio (1900), transmisi radio dua arah trans-Atlantik yang pertama (1906), dan siaran radio broadcast pertama dengan musik dan entertainment (1906). Walaupun lamarannya berkali-kali ditolak, dengan bersusah payah akhirnya alumni Bishop’s College di Lennoxville, Quebec ini diterima untuk bisa magang pada Thomas Alfa Edison, pionir kelistrikan Amerika. Walaupun bergelar sarjana, posisi apapun siap dilakoninya, diawali di tahun 1886 sebagai assistant tester pada proyek penarikan dan penggelaran kabel listrik bawah tanah kota New York). Baru empat tahun bekerja, karena kesulitan finansial yang dialaminya di tahun 1890 Edison terpaksa meng-PHK-kan sebagian karyawannya, termasuk Fessenden. Pengalaman praktek di bawah Edison membuatnya mudah untuk memperoleh pekerjaan di berbagai perusahaan, sampai akhirnya pada tahun 1892 ia ditunjuk sebagai Dekan pada Fakutas Electrical Engineering yang baru dibuka di Purdue University, West LaFayette, Indiana. Pada tahun 1893 Fessenden membantu Westinghouse Corporation yang mengerjakan instalasi sistim kelistrikan untuk World Columbian Expo di Chicago. Puas akan kinerjanya, tidak lama sesudah pekerjaan instalasi tersebut selesai George Westinghouse sendiri menawarkan jabatan Dekan pada Electrical Engineering Department di University of Pennsyl-vania (yang kemudian berganti nama menjadi University of Pittsburg, salah satu kampus bergengsi di AS). Tahun 1890 Fessenden meninggalkan University of Pittsburg untuk bergabung dengan Kantor Cuaca AS. Dia dipercaya untuk mengembangkan jaringan radio telegrafi untuk stasiun pantai yang tersebar di sepanjang pantai AS, yang diharapkan dapat menekan investasi yang selama ini harus dikeluarkan untuk membangun jaringan kabel udara untuk menghubungkan stasiun-stasiun tersebut. Dari serangkaian percobaan yang dilakukan di labnya, Fessenden yang memang brilyan banyak menemukan terobosan terutama di bidang perancangan dan pembuatan receiver, di antaranya yang terbawa sampai ke era modern ini adalah pengaplikasian prinsip-prinsip heterodyning (pencampuran dua sinyal yang menghasilkan sinyal ketiga yang bisa didengar/audible) pada receiver rancangannya. Berbagai percobaan dilakukannya di pinggiran Sungai Potomac di Cobb Island, Maryland, yang terletak +/- 80 Km di hilir ibukota Washington, DC. Di sinilah Fessenden pada tanggal 23 Desember 1900 dengan spark tramitternya berhasil dengan transmisi audio untuk pertama kalinya. Sinyalnya bisa diterima dengan baik di titik yang berjarak 1 mil (1.54 Km) dari pemancarnya. Tahun 1902 Fessenden akhirnya harus keluar dari Kantor Cuaca karena perselisihan dengan Willis Moore, bossnya sendiri, karena ketidakcocokan dalam masalah pengurusan paten bagi temuan-temuannya. Dalam pada itu, dua orang pebisnis Pittsburgh Hay Walker, Jr dan Thomas H. Given mendirikan NESCO/National Electric Signaling Company, dan setuju untuk mendanai riset Fessenden, termasuk pengembangan dua proyek: pembuatan sebuah high-power rotary-spark transmitter untuk layanan radio telegrafi jarak jauh, dan sebuah low-power continuous-wave alternator-

4

transmitter, yang dapat digunakan untuk transmisi telegrafis dan audio. Marshfield’s Barnt Rock di Massachuset dipilih menjadi pusat kegiatan riset tersebut.

Ternyata tidak mudah untuk melakukam komunikasi di siang hari atau di musim panas, sehingga diputuskan untuk menunda percobaan sampai tahun depan. Sayang, pada 6 Desember 1906 karena ketidak hati-hatian kontraktor yang mengerjakan kabel-kabel penyangganya, tower di Machrihanish roboh, dan karenanya proyek terpaksa dihentikan.

Tower 128 mtr di Brant Rock

Fessenden yakin bahwa pemancar CW – yang dapat menghasilkan sinyal dengan gelombang sinus yang nyaris murni – akan jauh lebih efisien untuk “ditumpangi” transmisi audio yang berkwalitas, apalagi frekwensinya lebih stabil (yang diperlukan untuk menjamin audio yang tidak cacat). Inilah konsep awal dari pemancar AM, walaupun (untuk saat itu) Fessenden sadar bahwa akan cukup lama (dan mahal) untuk mengembangkan pemancar seperti itu, apalagi untuk mengem-bangkan versi high-powernya. Fessenden mengkontrak beberapa pabrikan untuk merancang dan membuat alternator transmitter yang dapat memenuhi persyaratan untuk tansmisi audio tersebut, tapi baru di bulan Agustus 1906 EFW Anderson dapat menyerahkan versi yang bisa memancar di band HF, walaupun dengan power yang lebih rendah dari pemancar rotary gap rancangannya. 21 Desember 1906 di Brant Rock Fessenden mendemokan kemungkinan pemancar tersebut untuk digunakan bagi pancaran point-to-point telephony nirkabel, juga mencoba menyambung-kannya dengan jaringan telepon yang masih meng-gunakan media kawat.

January, 1906, dengan pemancar rotary gap-nya, Fessenden berhasil menjalin komunikasi trans-Atlantik dengan mode CW dua arah antara Brant Rock dan Machrihanish di pantai Skotlandia (komunikasi trans-Atlantik Marconi baru berhasil dengan SATU ARAH)

Pemancar Rotary Gap di Brant Rock

5

Beberapa hari kemudian dilakukan dua kali demo lagi, dan ini merupakan percobaan radio siaran (broadcast) pertama yang membawakan musik dan entertainmen untuk umum (sejak 1904 Angkatan Laut AS memang sudah memancarkan tanda waktu/time signal dan laporan cuaca, tetapi masih dalam bentuk pancaran telegrafi dengan kode morse, yang tidak setiap orang dapat mem”baca”nya). Pada malam Natal 1906, Fessenden dengan pemancar alternator ini mengudarakan program singkat dari Brant Rock, dimana dia membawakan lagu O Holy Night dengan biolanya, dan membacakan beberapa kutipan ayat dari Bibel. Pada malam tahun baru, program yang sama dilakukan lagi, yang tentunya disambut gembira oleh tak terhitung operator radio di kapal-kapal yang dapat menangkap pancaran “hadiah Natal dan Tahun Baru” itu. Broadcasting (radio siaran) sebenarnya bukan tujuan akhir Fessenden, karenanya tidak ada usaha atau percobaan untuk mengembangkan pencapaiannya lebih lanjut walaupun tidak kurang dari 250 (ada literatur yang menyebutkan angka yang mendekati 500) paten tercatat atas nama Fessenden yang memang brilyan itu. Dia tidak terlalu serius menganggapi waktu mendapati tidak ada bukti tertulis (misalnya catatan di logbook) bahwa ada operator radio di kapal yang bisa mendengarkan “siaran”nya. Juga laporan James C. Armor, karyawan NESCO yang waktu itu bertugas di Machrihanish yang melaporkan dapat menerima siaran itu di seberang Atalntik, walaupun sebenarnya pancaran itu sedianya diniatkan untuk bisa didengar di radius beberapa kilometer saja dari Brant Rock. Sebenarnya, percobaan untuk transmisi audio sebelumnya juga pernah dilakukan oleh Nathan B Stubbefield di tahun 1892 dari lapangan kota tempatnya tinggal di Murray, Kentucky. Sepuluh tahun kemudian (Maret 1902) hal yang sama dilakukannya lagi dengan pancaran telefoni nirkabel dari pantai ke kapal uap di Sungai Potomac, dekat Washington, DC.

■ RADIO SIARAN YANG PERTAMA (1920)

Sehari-hari Frank bekerja sebagai Assistant Chief Engineer pada Westinghouse Electric Company di Pittsburg, Pennsylvania.

Frank Conrad (1874-1941), yang diakui sebagai perintis di dunia broadcasting memulai apa yang kemudian dikenal sebagai siaran radio (broadcast) pertama pada tahun 1920, dengan mengudara secara teratur dari garasi rumahnya di Wilkinsburg, Pennsylvania.

6

Perkenalannya dengan dunia radio dan penyiaran sebenarnya sudah jauh berawal sejak 1912, saat ia membuat sendiri sebuah receiver yang dipakainya untuk monitor time signal yang dipan-carkan dari Observatorium Angkatan Laut di Arlington, Virginia. Tanda waktu tersebut dipakainya untuk mengecek keakuratan arlojinya, yang memang sedang dipertaruhkan dengan beberapa orang teman. Sudah kepalang, Frank kemudian membuat sebuah pemancar, dan mendapatkan callsign 8XK di tahun 1916. Memenuhi permintaan teman-temannya, tiap hari Rabu dan Sabtu malam, selama dua jam Frank mengudara utuk menyiarkan lagu-lagu yang diminta teman-temannya. Ketika Perang Dunia I berkecamuk dan semua radio amatir diminta untuk Radio Silent, Conrad memakai perangkatnya untuk kepentingan militer. Pada bulan Oktober 1917 Radio Silent dicabut, dan Conrad kembali mengudara, baik sebagai amatir radio maupun sebagai broadcaster. Musik menjadi menu utama siaran radio Conrad, kebetulan anaknya adalah seorang pemusik yang berbakat dan Conrad sendiri mempunyai banyak koleksi piringan hitam. Walaupun demikian, suatu saat Conrad merasa kekurangan pringan hitam, yang mendorongnya untuk menutup deal dengan toko piringan hitam setempat: kalau toko tersebut mau memasoknya dengan piringan hitam, sebagai imbalan Conrad memberi kesempatan toko tersebut untuk ber-iklan udara lewat studionya. Walaupun banyak diperdebatkan, deal ini tercatat sebagai iklan udara komersial yang pertama! Siaran radionya kadang-kadang juga diisi dengan laporan pandangan mata pertandingan football, atau semacam talk show seperti yang kita kenal sekarang ini. Suatu hari di surat kabar terpampang iklan sebuah toko mainan yang menawarkan pesawat penerima radio yang dapat menerima siaran radio Conrad. Wakil Presiden perusahan Westinghouse melihat potensi komunikasi massa yang ditawarkan oleh radio siaran, dan segera memutuskan untuk mulai memproduksi pesawat penerima radio AM. Westinghouse mengajukan permohonan izin untuk mendirikan stasiun radio siaran pada medio Oktober 1920, dan mendapatkan callsign KDKA – yang merupakan callsign pertama yang diterbitkan FCC untuk sebuah stasiun radio siaran. Callsign tersebut “turun” pada tanggal 2 November 1920, yang bertepatan dengan hari pelaksanaan Pemilu Presiden Amerika Serikat. Studio dan pemancar KDKA terletak di lantai atas gedung Westinghouse di timur kota Pittsburg. Alih-alih hadir di sana untuk menyaksikan sendiri siaran perdana stasiun yang ikut dibangunnya, Conrad sengaja diam di garasi rumahnya di Wilkinsburg, siap dengan pemancarnya untuk menjadi back-up kalau terjadi sesuatu yang dapat mengganggu kelangsungan acara yang bersejarah itu. * * * * * * * * *

7

BAB II – Dunia Radio Indonesia di Era Pra Kemerdekaan Di Indonesia, pemerintah Hindia Belanda sepenuhnya menyadari pentingnya radio sebagai sarana penyampaian informasi dan berkomunikasi, baik untuk di dalam negeri maupun dengan negeri “induk”nya di Eropah. Stasiun “kawat oedara” (radio telegrafi) pertama dibangun pemerintah di Pulau Weh (teluk Sabang, Aceh), tentunya dengan mempertimbangkan bahwa Sabang adalah pintu masuk ke perairan Hindia Belanda bagi kapal-kapal yang datang dari Eropah, baik melalui alur timur (masuk ke Selat Malaka, menuju Medan dan Singapura) maupun alur barat (lewat Lautan Hindia menyusuri pantai barat Pulau Sumatra menuju pelabuhan-pelabuhan Padang, Bengkulu dll.). Stasiun lain dibangun di Weltevreden, Situbondo, Kupang dan Ambon. Di tahun 20an stasiun radio pemancar dan penerima lengkap dengan antenna farm-nya di bangun di pinggiran kota Bandung, yaitu di Dayeuhkolot (pemancar), Rancaekek (penerima) dan Malabar (stasiun relay, dengan perangkat arc transmitter berkekuatan 200 dan 2400 Kw ! ).

■ Radio Siaran (broadcast) di zaman Hindia Belanda Lewat stasiun relay di gunung Malabar sebenarnya masyarakat Hindia Belanda, baik yang warga Belanda maupun Boemipoetera sudah dapat mendengarkan siaran broadcast yang dipancarkan dari negeri Belanda (Radio Hilversum). Di negeri Belanda sendiri, di samping stasiun-stasiun broadcast untuk jangkauan domestik, timbul juga keinginan beberapa fihak untuk menyelenggarakan siaran yang ditujukan ke negeri-negeri jajahan Belanda, antara lain tentunya ke Hindia Belanda.

Pada tahun 1925, Dr. Ir. De Groot dari Batavia berhasil menjalin hubungan radio langsung dengan koleganya Prof. Dr. Ir. Komans di Nederland. Komunikasi ini cukup bersejarah, karena merupakan komunikasi jarak jauh (DX) yang pertama antara kedua negeri. Satu hal yang menarik untuk diungkapkan (dan ditlisik lebih jauh) adalah kedua orang itu melakukan komunikasi atas nama pribadi, bukan mewakili perusahaan atau dinas peme-

rintahan apapun. Dengan demikian, walaupun belum didapatkan bukti otentik apapun (misalnya call sign mereka, perangkat apa yang mereka pakai dsb.), besar kemungkinan kedua orang tersebut adalah amatir radio, karena tentunya tidak mudah di zaman itu untuk mendapatkan izin untuk memancar, dan resikonya cukup besar untuk memancar tanpa izin.

Plaket di gedung stasiun relay Malabar

8

Di Eindhoven (kota kedudukan Kantor Pusat Perusahaan Philips), dilakukan berbagai ekspe-rimen untuk dapat memancarkan siaran secara langsung ke arah timur (maksudnya ke tanah jajahan mereka yang terletak di arah timur, yaitu Hindia Belanda) Pada bulan Maret 1927 transmisi ke timur ini mulai bisa diterima dengan baik, dan pada 1 Juni tahun itu juga, Ratu Belanda (Koningin Emma) berbicara melalui pemancar ini ke “rakyat”-nya di Hindia Belanda. Setelah hasil-hasil yang positif ini maka direncanakanlah untuk mendirikan Stasiun Radio yang menyelenggarakan siaran secara teratur. Yang paling berkepentingan dalam hal ini tentu saja perusahaan Philips, yang melihat terbukanya pasaran di Hindia Belanda bagi perangkat pemancar dan penerima radio produksinya; yang kemudian diikuti oleh perusahaan-perusahaan lain yang juga mempunyai kepentingan di Hindia Belanda seperti NHM (Nederlandse Handelmaatschappij/Perusahaan Dagang Belanda), Rubber Cultuurmaatschappij/Perusahaan Perkebunan Karet) dan lain-lain.

Pada tanggal 18 Juni 1927 berdirilah PHOHI (Phillips Omroep Holland Indie), yang menyelenggarakan siaran-siarannya dari Huizen. Kota ini diambil dengan pertimbangan bahwa sistim antena untuk transmisi radio jangkauan jarak jauh (DX) memerlukan grounding yang baik, dan kondisi tanah di Huizen dianggap sangat sesuai untuk keperluan tersebut. Segera sesudah beroperasinya stasiun relay di Malabar, mulai bermunculanlah kelompok-kelompok pendengar baik dari kalangan orang-orang Belanda yang tinggal di sini maupun dari lingkungan Bumiputera sendiri. Dari hanya sekedar kelompok pendengar, lama kelamaan timbul keinginan untuk mendirikan stasiun radio siaran sendiri, yang tentunya bisa diisi dengan programa yang lebih sesuai dengan kondisi di negeri ini.

Di kota-kota besar, mereka ini mendirikan perkoempoelan (kelompok) radio siaran yang pada umumnya beranggotakan tidak lebih dari beberapa ratus orang, yang secara patungan (bersama-sama) mengumpulkan dana untuk membiayai siaran-siaran mereka.

Kelompok-kelompok radio ini bergabung dalam “Perserikatan (bond) Perkoempoelan Radio Hindia Belanda”, dan salah satu kelompok yang terbesar adalah BRV (De Bataviaasche Radio Vereniging/Perkoempoelan Radio Batavia) yang berdiri pada tanggal 16 Juni 1925 di Weltevreden (Jakarta Pusat sekarang). BRV mengudara dari “studio”nya di Hotel Des Indes (sekarang kompleks Duta Merlin di Jl. Gajahmada), dengan siaran lokal (stadzender) pada gelombang 157.89 mtr dan 61.66 mtr. untuk “programa nasional” (archipelzender). Walaupun siaran-siaran radio partikeliran (istilah “swasta niaga” tentunya belum dikenal) ini secara resmi tidak diizinkan, namun diam-diam sepertinya fihak Pemerintah membiarkan saja, sepanjang siaran mereka tidak bertentangan dengan kebijakan pemerintah colonial, tidak melakukan propaganda politik maupun propaganda keagamaan. Persyaratan lain adalah siarannya harus sejalan dengan apa yang dikehendaki masyarakat, dan apa yang dikehendaki masyarakat itulah yang ditetapkan oleh Directeur van Verkeer en Waterstaat, fihak otoritas zaman itu.

9

(Catatan: Dalam jajaran pemerintah Hindia Belanda yang ada adalah Direktur, yang setingkat dengan jabatan Menteripada umumnya. Urusan radio (baik untuk komunikasi maupun siaran) berada di bawah Directeur van Verkeer en Waterstaat/Direktur Perhubungan dan Perairan). Keinginan untuk mempunyai jaringan penyiaran sendiri juga tersalurkan lewat berdirinya NIROM (Nederlandsch Indische Radio Omroep Maatschappij), yang didirikan pada tahun 1928 di Amsterdam (walaupun operasinya di Hindia Belanda). Stasiun NIROM yang pertama dibangun di Tanjung Priok pada 1 April 1934, dengan pemancar berkekuatan 1 kW. Siaran reguler baru dimulai pada bulan September 1934, memenuhi persjaratan bahwa dalam waktu 1 tahun setelah berdiri siarannya sudah harus bisa tertangkap di seluruh pulau Jawa, dan dalam waktu 3 tahun harus dapat tertangkap di seluruh archipel (= kepulauan, maksud di seluruh wilayah Hinda Belanda). Kata maskapai (Maatschappij) di belakang nama stasiun radio yang baru didirikan ini cukup menjelaskan bahwa di zaman itupun sebuah stasiun penyiaran harus dikelola oleh sebuah badan usaha, dan didirikan dengan pertimbangan komersiil. Siaran NIROM pada awalnya lebih ditujukan kepada warga Belanda, yang dianggap cukup mampu membeli pesawat penerima radio. Untuk mendanai operasinya, NIROM memungut uang langganan (abonnement) dari pende-ngarnya. Pajak Radio belum dikenal pada zaman itu, tetapi Pemerintah mewajibkan para pendengar untuk memiliki “Luister Vergunning” (surat idzin mendengarkan) !!! Kondisi masyarakat waktu itu (baik bagi warga Belanda maupun Boemipoetera) menuntut siaran yang bersifat hiburan ringan (amusement) saja ketimbang siaran-siaran yang lebih berbobot seni. Mengikuti tuntutan pendengar (dan juga Pemerintah yang lebih ingin mengambil hati masyarakat) sejak tahun 1935 siaran NIROM lebih banyak “muatan lokal”nya, dalam bahasa lokal, dan lebih berorientasi kepada warga lokal, sehingga lebih terasa ke”timur’annya. Mendekati tahun 40an berangsur-angsur siarannya malah lebih banyak kandungan “timur”nya ketimbang hal-hal yang berorientasi ke“barat”. Sampai awal dekade 40an stasiun radio (siaran) NIROM berkembang dan ada hampir di semua ibukota Karesidenan di P. Jawa (seperti di Surabaya 67.11 mtr, Semarang 122.4 mtr, Malang 191 mtr, bahkan Tjepoe 185.4 mtr), serta hampir di semua kota besar di luar Jawa. Tahun 1942 balatentara Jepang masuk, dan pada tanggal 8 Maret tahun itu terjadi kapitulasi (serahterima) segala yang ada di Hindia Belanda kepada Jepang. Menyusul kapitulasi ini NIROM harus ditutup, dan petinggi NIROM Bert Garthoff menutup siaran terakhirnya dengan kalimat bersejarah: “"Wij gaan nu sluiten. Vaarwel, tot betere tijden. Leve de Koningin" (Kita akan tutup sekarang. Selamat tinggal, sampai (jumpa) di masa yang lebih baik. Hidup sang Ratu !) Dalam pada itu, siaran NIROM yang menjadi alat pemerintah Hindia Belanda tentunya tidak memuaskan dan tak dapat diterima begitu saja oleh masyarakat Boemipoetera. Maka berdirilah perkumpulan-perkumpulan radio siaran asli bangsa Indonesia yang diawali dengan berdirinya VORO (Vereniging Oostersche Radio Omroep) di Jakarta. Penyebutan kata Oostersche jelas menyiratkan keinginan untuk memberikan nuansa ketimuran bagi siaran-siarannya.

10

Adalah Dr. Abdul Rahman Saleh (lahir di Kampung Ketapang, Kwitang pada 1 Juli 1909, putra kedua dari Dr. Muhammad Saleh) yang berada dibelakang berdirinya VORO ini, yang bekerja pada gelombang 88 meter dengan daya pancar 40 watt, yang berangsur-angsur ditingkatkan menjadi 75 watt dan terakhir diperkuat lagi menjadi 200 watt. VORO yang pada saat mulai mengudara dipimpin oleh Bunari, pada tahun 1936 dipegang langsung oleh Dr. Abdul Rahman Saleh. Semula VORO menempati sebuah gedung di Jalan Kramat 81, tetapi karena sewanya terlalu mahal mereka pindah ke Jalan Menteng Raya 20. Ternyata mereka dapat bertahan cukup lama di gedung tersebut sampai Jepang masuk ke Jakarta pada tahun 1942. Beberapa nama yang berjasa membantu Dr. Abdul Rahman Saleh mengelola stasiun radio VORO antara lain adalah Adang Kadarusman, Dudung, Kosasih, Hasan Basri dan Suhartini, yang membantu di bidang administrasi, distribusi berita sampai ke penyiaran. Keberadaan VORO menyemangati kelahiran stasiun-stasiun penyiaran sejenis di kota-kota lain. Di Bandung berdiri VORL (Vereniging Oostersche Radio Luisteraars), di Yogja menyusul MAVRO (Mataramsche Vereniging Radio Omroep), SRV (Solosche Radio Vereniging) di Solo, dan CIRVO (Chineesch-Indonesische Radio Vereniging) di Surabaya. Perkoempoelan-perkoempoelan tersebut kemudian membentuk sebuah federasi dengan nama PPRK (Perserikatan Perkoempoelan Radio Ketimoeran) di bawah kepemimpinan Soetardjo Kartohadikoesoemo (politisi Boemipoetera anggota Volksraad yang terkenal dengan “Petisi Sutardjo”-nya, yang di bulan Juli 1936 sudah berani menyuarakan tuntutan akan “otonomi politik” dalam bentuk Hindia Belandta diakui sebagai negara yang berada di wilayah kekuasaan Kerajaan Belanda) Pada tahun 1939 Direktur Perhubungan dan Pengairan secara resmi memberikan izin bagi perkoempoelan-perkoempoelan itu untuk menyelenggarakan siaran-siaran “ketimuran” yang tadinya merupakan monopoli NIROM. ■ Radio Amatir di zaman Hindia Belanda Sikap, rasa kebangsaan serta semangat untuk mulai memikirkan tentang Indonesia merdeka yang bebas dari penjajahan, mendorong beberapa orang untuk merintis terbentuknya sebuah organisasi amatir radio yang pada awalnya diharapkan dapat menjadi sarana pendidikan dan latihan di bidang teknik radio bagi bangsa Indonesia. Di tahun 1933 berdirilah NIVERA (Nederlandsch Indische Vereniging Radio Amateur), yang merupakan organisasi radio amatir yang pertama bagi bangsa Indonesia (sebelumnya memang sudah ada organisasi yang sama, tetapi khusus bagi mereka yang berkebangsaan Belanda atau yang disamakan). Walaupun pada awalnya sebagian besar anggota NIVERA adalah karyawan dan teknisi PTT (Pos, Telepon dan Telegrap), organisasi ini tidak menutup diri bagi masyarakat biasa yang bukan pegawai PTT. Tercatat ada beberapa nama perintis kegiatan amatir radio di Indonesia , a.l. Rubin Kain (terakhir YB1KW) yang mendapat lisensi pertama kali (PK1RK) di tahun 1932, dan B. Zulkarnain (YBØAU), yang mendapat lisensi pertamanya di tahun 1933. Kedua beliau tersebut sudah SK/Silent key (meninggal), masing-masing di tahun 1981 dan 1984.

11

Catatan: Prefix PK (dari PKA~POZ) merupakan alokasi prefix untuk Indonesia sejak zaman Hindia Belanda. Huruf P pada prefix tersebut menunjukkan “kaitan” dengan negeri Belanda (prefix PAA~PIZ), seperti juga beberapa negara bekas koloni Belanda lainnya, misalnya Antilles (PJA~PJZ), Suriname (PZA~PYZ) dll.

Usia NIVERA cukup pendek, berdiri tahun 1933 sampai akhirnya harus ditutup tahun 1943 waktu bala tentara Jepang masuk dan memerintahkan untuk menutup semua stasiun radio yang ada. ■ ERA PERANG DUNIA II Perang Dunia (PD) II yang melanda daratan Eropa sangat besar dampaknya kepada kondisi kehidupan di Hindia Belanda, terlebih-lebih sejak tanggal 10 Mei 1940 setelah kerajaan Belanda di serbu dan diduduki tentara Nazi Jerman. Masyarakat Belanda di Hindia Belanda seolah “kehilangan induk”, terutama sesudah Radio Hilversum dan PHOHI dibungkam oleh tentara Nazi. Suasana ketidak pastian ini diperburuk setelah menjelang akhir tahun 1941 Radio Tokyo mulai melancarkan aksi propaganda dengan membawakan siaran yang bertujuan mengambil hati bangsa Indonesia dengan memutar lagu-lagu daerah dari segenap pelosok negeri. Mereka bahkan memulai siarannya dengan memperdengarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Untuk menarik simpati rakyat Indonesia mereka selalu menekankan bahwa Nippon adalah saudara tua rakyat Indonesia, dan pelan-pelan mulai menanamkan doktrin Asia Timur Raya, yaitu kemakmuran Asia timur di bawah kepemimpinan Tenno Heika (Kaisar Jepang). Menyusul hancurnya pangkalan AL Amerika Serikat di Pearl Harbor oleh serbuan armada tempur Jepang pada 8 Desember 1941, propaganda Radio Tokyo segera di counter oleh pemerintah Hindia Belanda dengan memberikan peringatan tentang kemungkinan penyusupan dinas intel Jepang dan sekutu-sekutunya di antara masyarakat. Untuk meng-counter siaran Radio Tokyo yang memberitakan suksesnya gerakan pasukan Angkatan Laut dan Angkatan Darat Jepang ke arah selatan, lewat corong radio diberitakan kekejaman bala tentara Jepang dalam memperlakukan rakyat di negeri-negeri yang sudah ditaklukkannya. Perang propaganda lewat radio ini berakhir (dengan kemenangan di fihak Jepang, tentunya) setelah pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia (diwakili Gubernur Jendral Tjarda van Starkenborgh Stachouwer) menyerah tanpa syarat kepada tentara Jepang pada tanggal 9 Maret 1942. Pada sore hari tanggal 5 Maret 1942 (empat hari sebelum menyerah) pemerintah kolonial mengumumkan lewat radio bahwa Batavia dinyatakan sebagai kota terbuka. Dengan pengumuman ini diharapkan tentara Jepang yang akan masuk ke Batavia tidak melakukan pengerusakan dan kekerasan baik terhadap sarana perkotaan maupun penduduknya. Sore hari itu sebenarnya tentara Jepang di bawah pimpinan Letnan Jenderal Hitoshimamura sudah mendarat di Banten. Pergerakan tentara Jepang yang masuk lewat Banten, Tangerang, terus sampai ke Pesing di sebelah barat Batavia tetap dipantau dan disiarkan oleh radio BRV, yang sampai saat terakhir (Batavia jatuh) tidak sempat dihancurkan/dirusak oleh para operatornya

12

(cara yang lazim dilakukan dalam upaya menyelamatkan peralatan studio untuk tidak sampai jatuh ke tangan musuh). Pemancar BRV kemudian disita oleh tentara Jepang, untuk kemudian diperbaiki dan diperkuat untuk dipergunakan sebagai alat propaganda tentara Jepang. Di lain fihak, para pejuang kita berusaha mengumpulkan sisa-sisa pemancar yang dapat diselamatkan, memperbaiki atau merakitnya kembali dan diam-diam terus melakukan siaran-siaran kontra propaganda secara clandestine (radio gelap). ■ HOSO KANRI KYOKU (Pusat Jawatan Radio) Di bidang radio dan telekomunikasi, hal pertama yang dilakukan tentara pendudukan Jepang adalah memerintahkan penutupan semua radio siaran dan menyerahkan peralatannya kepada tentara pendudukan. PPRK (Perserikatan Perkoempoelan Radio Ketimoeran) –- dan tentu berlaku pula ke semua stasiun radio anggotanya –- dibubarkan, dan sebagai gantinya tentara Jepang membentuk wadah baru yang diberi nama HOSO KANRI KYOKU (Pusat Jawatan Radio). Sebenarnya bagi pengelola radio-radio siaran tinggal ada dua pilihan: tetap bisa siaran, tetapi hanya merelay siaran Radio Tokyo atau menyiarkan berita-berita yang dikeluarkan oleh Domei (Dinas Penerangan tentara pendudukan), atau bubar (dan bagi yang masih ada nyali berarti diam-diam menyelamatkan perangkat siarannya untuk dipakai memancar sebagai stasiun clandestine seperti disebutkan di atas. Stasiun radio yang jatuh ke tangan tentara Jepang langsung dialih fungsikan sebagai radio propaganda di bawah pengontrolan militer. Berita yang disiarkan selalu mengenai kemajuan tentara Jepang di medan pertempuran. Untuk lebih mencapai sasaran, pada tiap perempatan jalan di kota-kota seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Solo, Yogyakarta, Purwokerto dll. dipasang pesawat radio (penerima) yang dilengkapi dengan alat pengeras suara, agar siarannya bisa didengar juga oleh masyarakat umum yang tidak mempunyai radio. Pemberangusan terhadap kebebasan berkomunikasi seperti ini dilanjutkan tentara pendudukan Jepang dengan mendirikan HODOHAN, Badan Sensor yang pekerjaan utamanya adalah mendata kepemilikan radio di masyarakat dan melakukan penyegelan sehingga radio tersebut hanya bisa menerima siaran dari Radio Tokyo (dan stasiun-stasiun relai-nya), atau stasiun-stasiun yang sepenuhnya di bawah kontrol pengawasan ketat bala tentara Dai Nippon. ■ PENYIAR DAN TEKNISI PRIBUMI. Bagaimanapun Pusat Jawatan Radio bentukan Jepang ini harus memperkerjakan tenaga-tenaga pribumi dalam mengoperasikan stasiun-stasiun radio milik mereka, terutama yang mereka dapatkan sebagai hasil sitaan itu. Kebanyakan di antara mereka adalah memang bekas pemilik atau karyawan stasiun radio itu sendiri, yang mau bekerja kembali di bawah “penjajah baru” dengan berbagai motivasi. Tentunya ada yang sekedar cari selamat, karena hanya dari situ mereka bisa mendapatkan nafkah di zaman perang yang serba sulit – namun ada pula yang lebih berwawasan untuk menengok kedepan, yang membayangkan bahwa cepat atau lambat kemerdekaan bisa direbut

13

(atau diberikan, kalau menurut versi propaganda Jepang), dan negara Indonesia merdeka nanti akan membutuhkan banyak tenaga dengan keahlian khusus seperti mereka, dari penterjemah, penyiar, markonis, teknisi elektronik, bahkan ahli pemecah sandi. Program siaran radio yang dianggap tidak ada muatan politik atau membahayakan posisi tentara Jepang, tapi yang justru bisa menjadi alat propaganda diberikan kepada orang Indonesia, antara lain siaran dalam bahasa asing seperti bahasa Belanda, Inggris dan Jerman. Juga program siaran dengan muatan kesenian dan kebudayaan seperti musik keroncong, sandiwara/Tonil, ketoprak atau ludruk dan berjenis kesenian rakyat lainnya dipercayakan pengelolaannya kepada pegawai berkebangsaan Indonesia. Ternyata berbagai pengalaman yang ditimba dalam waktu yang relatip pendek (sekitar 3 tahun, atau seumur jagung) itu kemudian banyak yang bisa dimanfaat-kan oleh para pemuda ini dalam ikut berperan untuk mempersiapkan kemerdekaan, serta saat-saat terjadinya kevakuman menyusul hancurnya Hiroshima dan Nagasaki akibat dijatuhkannya bom atom oleh pembom Amerika yang mengakibatkan Jepang bertekuk lutut dan menyerah kepada tentara sekutu. Beberapa nama yang di kemudian hari ternyata menonjol perannya di saat-saat peralihan (dan hari-hari pertama era kemerdekaan) di antaranya adalah: Herawati Diah, Soerjo Dipoero dan Budiman. ■ HARI-HARI TERAKHIR PENDUDUKAN JEPANG Pada zaman di mana semua radio penerima milik penduduk disegel, beruntunglah para pemuda yang bekerja di HOSO KANRI KYOKU itu. Di samping banyak menimba ilmu tentang seluk beluk dunia radio dan penyiaran mereka yang bertugas di bagian monitoring atau para markonis – walaupun dengan mencuri-curi -- dapat mendengarkan radio gelombang pendek (short wave) yang memang dikhususkan untuk transmisi jarak jauh, bahkan antar benua. Hal ini membuat mereka lebih banyak tahu tentang apa yang terjadi di luar Indonesia ketimbang masyarakat umum di sekitarnya. Dari merekalah diam-diam para pejuang maupun politisi yang sedang bersiap-siap menyongsong datangnya kemerdekaan dapat mengetahui dan mengikuti pergerakan tentara Sekutu, juga jalannya peperangan di Eropa – yang sejak memasuki tahun 1945 memperlihatkan banyak kemunduran atau kekalahan fihak Axis (poros Nazi Hitler di Jerman dan Fasis Mussolini di Italia). Semua ini tentunya menambah wawasan mereka dalam menyusun strategi perjuangan menuju kemerdekaan. Menjelang pertengahan tahun 1945 dengan memantau siaran BBC London atau VOA (Voice of Amerika) mereka dapat mengetahui kekalahan demi kekalahan tentara Jepang pada banyak front pertempuran. Puncaknya adalah pada tanggal 14 Agustus 1945 ketika kaisar Jepang, Tenno Heika menyatakan menyerah kepada pihak tentara Sekutu. Pemuda Sjahrir*) memberitahukan hal itu kepada Bung Karno dan Bung Hatta, setelah mendengar siaran radio gelombeng pendek miliknya di Puncak, Jawa Barat. *) Sjahrir – atau Sutan Sjahrir yang kemudian di zaman kemerdekaan sempat menjadi Perdana

Menteri -- adalah adik seorang wartawan bernama Djohan Sjahrurzah. Pada mulanya, Djohan bekerja pada koran Jepang Tohindo Nippon. Dengan posisi tersebut, dia mempunyai akses ke perangkat dan peralatan radio telegrafi untuk berhubungan langsung

14

dengan Tokio, termasuk sebuah radio penerima gelombang pendek yang diam-diam dipinjamkannya ke para “pemuda”. Jasir Tansil - seorang teknisi radio, berhasil memodifikasi radio tersebut, sehingga walaupun juga mengalami penyegelan, radio itu dapat menerima hampir semua pancaran di gelombang pendek, apakah yang berupa komunikasi telegrafis maupun berupa siaran (broadcast). Radio inilah yang kemudian dipergunakan Sjahrir untuk mendengar siaran-siaran radio dari luar negeri.

Berita dari Syahrir ini dengan cepat menyebar luas, dan sangat mempengaruhi para pengambil keputusan dalam menentukan langkah pada hari dan jam-jam terakhir menjelang diproklamir-kannya kemerdekaan Indonesia. Berita tentang kekalahan Jepang ini juga diteruskan melalui pemancar radio gelap yang saat itu beroperasi dari pinggiran Jakarta. Siaran-siaran radio gelap itu dapat diterima di luar Jawa, antara lain sampai di Payakumbuh (Sumatra Barat). ■ DETIK-DETIK PROKLAMASI Di samping menjadi teknisi militer Belanda, Gunawan adalah teknisi di bengkel radio Satria di Jakarta. Di saat senggang Gunawan sering berkumpul dengan beberapa pemuda (yang banyak di antaranya di kemudian hari menjadi tokoh nasional, seperti Khairul Saleh) di sekitar rumahnya di jalan Salemba Tengah, Jakarta Pusat. Di jaman pendudukan Jepang bengkel Gunawan sering mendapat order dari Badan Sensor bala tentara Jepang untuk melakukan penyegelan radio milik masyarakat. Pada saat persiapan untuk proklamasi, melalui bung Hatta Gunawan diminta untuk mempersiapkan berbagai keperluan termasuk amplifier dan mikrofon. Karena sulit didapat, untuk mikrofon Gunawan membuatnya dengan mempergunakan komponen bekas speaker, magnet dari dinamo lampu sepeda (berco) dan membran dari aluminum foil bungkus rokok. Setelah yakin bisa “bunyi”, mikrokofon homebrew tersebut dimasukkan dimasukkan kotak kecil, dan jadilah seperti yang bisa dilihat di foto-foto yang mengabadikan saat bersejarah itu.

[ catatan: keberadaan mikrofon tersebut tidak bisa dilacak lagi, tetapi tiangnya sampai sekarang masih disimpan oleh salah satu dari kedua putra beliau ].

Belakangan, Gunawan (ex PK1GA pada era NIVERA, kemudian dikenal sebagai YBØBD) bersama Suhodo (YBØAB) ikut dalam kelompok beberapa orang amatir radio yang merintis berdirinya PARI/Persatuan Amatir Radio Indonesia.

[nara sumber: YB1KV, interview dengan Gunarso, putra Gunawan (2/07/ 2005) dan Ir Rekario, (17/07/200)]

■ PEMBACAAN TEKS PROKLAMASI DI UDARA Tanggal 16 Agustus 1945 Hoso Kanri Kyoku mendapat info dari pemuda yang bermarkas di Menteng Raya 31, yang mengisyaratkan bahwa segera akan ada pengumuman penting.

15

Setelah ditunggu sampai jam satu dini hari tanggal 17 Agustus 1945 ternyata tidak ada apa-apa. Paginya, Jakarta Hoso Kanri Kyoku menghentikan siaran bahasa Inggrisnya. Ternyata jam 10.00 pagi, teks proklamasi kemerdekaan Indonesia sudah dibacakan di depan rumah bung Karno di jalan Pegangsaan. Para pemuda pejuang di Hoso Kanri Kyoku tidak dapat membacakan siaran itu secara langsung karena Kenpetai (polisi rahasia Jepang) sudah mengawasi seluruh kegiatan di Jakarta, temasuk berjaga-jaga di studio Medan Merdeka Barat itu. Siang hari, datang penyiar Des Alwi memberitahukan bahwa naskah proklamasi sudah dikumandangkan, tetapi karena tidak ada bukti, mereka yang di gedung penyiaran itu belum berani menyiarkan. Beruntung tidak lama kemudian datang Syahruddin, wartawan kantor berita Domei, dengan membawa naskah proklamasi tersebut. Teks proklamasi yang berdurasi sekitar 1.5 menit tersebut akhirnya dapat diudarakan oleh Yusuf Ronodipuro dan Suprapto pada jam 17.30. Siaran tersebut dapat terlaksana dengan cara mengelabui pihak Jepang dan Kenpetai-nya. Switch stekker input dialihkan ke pemancar siaran luar negeri (Taigai Hoso Kanri Kyoku) yang bekerja pada gelombang pendek (short wave) 16m, sehingga pancaran tersebut dapat didengar dimana-mana sampai melewati batas-batas benua.

◊◊◊◊◊

16

BAB III - ERA PASCA PROKLAMASI KEMERDEKAAN 1945 -1965 WARTAWAN ASING PRO PEJUANG Waktu sekutu mendarat di Pulau Jawa, ikut seorang wartawan warga negara Singapura keturunan India bernama Charles Tambuh, yang menjejakkan kakinya di Tanjung Priuk pada bulan September 1945, sebulan setelah proklamasi Sambil menjalani profesinya sebagai wartawan, lama kelamaan tumbuh simpatinya terhadap perjuangan rakyat Indonesia. Sebagai seorang wartawan Charles sangat menguasai kode morse, dan tentu juga sebagai warga Singapura sangat menguasai bahasa Inggris. Berita-berita yang didengarnya (kebanyakan dipancarkan dengan kode morse) dia catat, diterjemahkan, untuk kemudian dia teruskan kepada para pemuda/pejuang lewat beberapa orang mahasiswa di Ika Daigaku (Fakultas Kedokteran) kenalannya, antara lain Sudjatmoko dan Soedarpo. Berita-berita tersebut kemudian disebar luaskan lagi dengan berbagai cara, bahkan bisa sampai ke Ruslan Abdul Gani di Jawa Timur. PEREBUTAN PEMANCAR DI YOGJAKARTA Berita tentang proklamasi kemerdekaan yang disiarkan melalui gelombang pendek diterima juga di kantor berita Jepang Domei di Yogyakarta. Naya, kepala kantor Domei di Yogyakarta pada waktu itu dengan sengaja tidak menyiarkan berita tentang kemerdekaan Indonesia itu. Beberapa pegawai Domei yang kebetulan bisa mendengar berita itu kemudian menyampaikan berita itu dengan cara berranting dari mulut-ke-mulut. Beberapa pengurus masjid yang mendapat berita itu malah kemudian berinisiatip untuk mengumumkannya di depan para jemaah setelah selesai sholat. Mendengar pengumuman lewat masjid ini, beberapa orang markonis di PTT Yogja di antaranya Dullah dan Tjipto, dengan ditemani oleh Soedjono (reporter) mendatangi rumah Naya. Mereka menanyakan mengapa Domei tidak menyiarkan berita tentang kemerdekaan Indonesia. Dari Naya akhirnya mereka menyita sebuah mobil, sejumlah peralatan dan perangkat radio serta sebuah samurai. Semua barang-barang sitaan ini kemudian menjadi modal bagi perjuangan para gerilya di Yogyakarta. ■ RADIO REPUBLIK INDONESIA (RRI), 11 September 1945

Setelah proklamasi, terjadi suasana tegang dan ketidakpastian di lingkungan Hoso Kanri Kyoku. Para pegawai, terutama yang pribumi harus berhadapan dengan sisa-sisa Jepang yang akan membumi hanguskan semua peralatan supaya tidak sampai jatuh ke tangan pasukan Sekutu. Pada sisi lain, para pejuang justru juga berusaha mengamankan peralatan itu dari incaran tentara sekutu, tanpa harus merusaknya. Menghadapi kondisi demikian, beberapa pemuda seperti Maladi, Suhadi, Sumarhadi, Mukhtar dan Dr. Abdurahman Saleh berusaha mengumpulkan beberapa orang pemuda dari 8 pemancar radio yang saat itu dapat dihubungi. Tanggal 11 September 1945 mereka bertemu di rumah Adang Kadarusman di gang Menteng Kecil, Jakarta. Para pemuda dan pejuang yang berkumpul ini akhirnya menyepakati tiga dasar

17 17

perjuangan, yang kelak dijadikan mitos perjuangan bagi RADIO REPUBLIK INDONESIA (RRI) yang kemudian lahir. Pertemuan itu juga menghasilkan “Sumpah 11 September 1945”. Beberapa tahun kemudian, ketika keadaan sudah tenang dan roda pemerinthan sudah dapat berjalan dengan baik, dengan merujuk kepada hari lahirnya RRI maka tanggal 11 September ditetapkan sebagai Hari Radio. RADIO PEMBERONTAK, Surabaya

Di Surabaya, sisa-sisa bala tentara Jepang yang sudah patah semangat mempercayakan seperangkat peralatan seperti pemancar kecil, pesawat penerima dan mesin tik kepada markonis Jacob, karena kebetulan dialah yang paling menguasai bahasa Jepang. Oleh Jacob barang-barang tersebut diserahkan kepada pejuang, yang kemudian menjadikannya modal pertama untuk mendirikan Radio Pemberontak, yang lokasinya selalu berpindah-pindah supaya tidak bisa dilacak. Lewat radio gerilya inilah Soetomo (atau lebih dikenal dengan panggilan Bung Tomo), melakukan orasi dan agitasinya untuk membakar semangat para pemuda. Selain untuk mengobarkan semangat juang, radio pemberontak juga dipakai untuk menyampaikan informasi dan komando bagi para pejuang di sekitar kota Surabaya, seperti kota Malang dan Mojokerto. Pada peristiwa 10 November 1945 siaran-siaran Radio Pemberontak ini sangat berperan sebagai sarana kontra propaganda dan untuk menggalang koordinasi di antara para pejuang. Siaran pada tanggal 12 November 1945 jam 12.30 menyiarkan berita: “Hari ini tentara Gurkha, Inggris dan Belanda mulai mundur. Tapi kita hendaknya jangan gembira dahulu, jangan tertipu karena mundurnya mereka…dst” kiranya cukup gamblang dalam memompakan semangat untuk selalu waspada dan tidak terlena dengan eforia sesaat. DIPLOMASI LEWAT RADIO (November 1945 )

Dengan menumpang kapal “Esperence Bay”, 1.400 orang berkebangsaan Indonesia, dideportasi dari Australia. Selama dalam perjalanan menuju Indonesia, kapal pengangkut pasukan yang penuh dengan “Interniran” itu dikawal oleh kapal perang Australia. Pada sebuah insiden yang terjadi, seorang prajurit Australia tewas. Insiden ini dimanfaatkan oleh kaki tangan Belanda yang ada di Australia untuk menyebarkan issu bahwa dalam rombongan interniran tersebut banyak “nasionalis” (cap yang diberikan kepada para pejuang kemerdekaan). Para pejuang di Surakarta yang mendengar berita tersebut melalui siaran radio gelombang pendek, langsung melakukan pembelaan dengan mengirim berita langsung kepada pemerintah Australia. Sementara itu pihak Belanda mengajukan 40 nama (yang mereka sebutkan sebagai gerombolan pengacau keamanan atau teroris) dari 1.400 orang Indonesia yang ada dikapal tersebut, dan meminta supaya diturunkan dari kapal untuk ditangkap sesampainya di salah satu pelabuhan Indonesia. Ternyata pemerintah Australia lebih percaya kepada berita radio yang dikirim oleh para pejuang, sehingga mereka tidak melayani permintaan fihak Belanda itu. Kapal tidak singgah di Kupang (seperti diharapkan Belanda) dan akhirnya ke 40 orang tersebut diturunkan dengan aman di Tanjung Priuk.

18 18

■ HARI PAHLAWAN, Surabaya 10 November 1945 Tanggal 31 Oktober 1945 lewat radio pasukan Sekutu Brig.Jendral EC Mansergh mengeluarkan ultimatumnya: “Kalau pada 10 November jam 6 pagi pembunuh Brigadir Jendral Mallaby tidak diserahkan, maka segenap kekuatan angjkatan darat, laut dan udara akan dikerahkan” Karena sampai batas waktu yang telah ditetapkan ultimatum tersebut tidak digubris oleh para pejuang, pada hari Sabtu, jam 6.00 pagi tentara Inggris menggempur habisan-habisan kota Surabaya. Angkatan laut mendarat di Kenjeran (pantai utara kota Surabaya) sementara pesawat udara meraung-raung di atas kota. Pertempuran tidak dapat di hindari lagi, korban kedua belah pihak berjatuhan, termasuk rakyat sipil. Menjelang tengah hari, perlawanan masyarakat Surabaya tambah menjadi-jadi. Radio Pemberontak menyerukan bala bantuan bagi kota Surabaya. Barisan berani mati dipanggil untuk menunaikan kewajibannya membela tanah air. Panggilan kepada pasukan berani mati itu mendapat sambutan yang luar biasa. Peperangan dalam kota yang tidak seimbang (para pejuang dengan bambu runcing melawan pasukan Inggris bersenjata lengkap) itu berlangsung sampai jam 15.00. Radio Singapore dalam siarannya menyatakan bahwa pejuang (rakyat) Indonesia yang gugur beribu-ribu orang, tetapi Jendral Sir Philip Christison, Panglima Tertinggi Tentara Sekutu di Indonesia melalui radio membantah berita tersebut. Ia menyatakan bahwa korban dipihak pejuang Indonesia tidak sampai seribu orang. Di pihak Inggris sendiri, baik radio Singapore maupun radio tentara Sekutu, tidak memberikan keterangan berapa jumlah korban dipihak tentara Sekutu. PEMANCAR RADIO DIBOM - 25 November 1945 Pimpinan pasukan tentara Inggris dipusingkan oleh siaran-siaran radio pihak Inodesia, baik yang radio resmi (RRI) maupun radio yang dioperasikan para pejuang. Untuk membungkam siaran radio-radio tersebut pada 25 November 1945 dimulai jam 8.30 pagi pesawat-pesawat terbang RAF/Royal Air Force, AU Inggris, melalukan serangkaian pemboman di beberapa kota di Jawa. RRI di Yogyakarta dan Surakarta, kemudian gedung/studio SRV di Solo dan MAVRO di Yogyakarta adalah korban-korban aksi bombardemen itu. Setelah peristiwa itu, walaupun ada beberapa pemancar yang bisa diselamatkan, untuk menghindari pelacakan posisi pemancar-pemancar tersebut oleh tentara Inggris, untuk sementara RRI Yogyakarta dan Surakarta tidak mengudara. Untung pada saat yang kritis seperti itu, RRI Bandung dan Radio Pemberontak Surabaya tetap mengudara, sehingga informasi tentang jalannya pertempuran di Borneo (Kalimantan) seperti di Pontianak, Tarakan dan Banjarmasin dapat disebar luaskan untuk tetap membakar semangat joang para gerilya. AFRIB - ALLIED FORCES RADIO IN BATAVIA Dengan menyerahnya Jepang maka pihak Sekutu segera berusaha mengendalikan penggunaan frekwensi di Indonesia, walaupun hal ini mendapat tentangan keras baik dari fihak Indonesia maupun sisa-sisa bala tentara Jepang yang di beberapa tempat masih mempunyai akses langsung .

19

Setelah melewati serangkaian perundingan, terjadi kesepakatan yang membolehkan tentara Sekutu mendirikan pemancar radio khusus untuk kepentingan koordinasi dan distribusi informasi bagi pasukan mereka. Pemancar tersebut diberi nama ALLIED FORCES RADIO IN BATAVIA, dengan siaran berbahasa Inggris.

Siaran pertamanya mengudara pada bulan Oktober 1945, berdampingan dengan RRI yang waktu itu baru berumur sebulan. ■ PEMERINTAH RI HIJRAH KE YOGYAKARTA

Masuknya tentara Sekutu – yang dimana-mana selalu diboncengi tentara NICA (Netherlands Indie Civil Administration), membuat tak ada lagi keamanan di Jakarta. Tiap kali terdengar berita adanya penduduk sipil yang ditembak atau dianiaya oleh serdadu NICA, tiap hari pula terjadi insiden di jalan-jalan utama di Jakarta seperti di sekitar Kemayoran, Klender, Cawang, Pasar minggu, Pondokcabe dan lain-lain. Pengungsian terjadi secara besar-besaran, sehingga dalam keadaan demikian tidak mungkin roda pemerintahan bisa berjalan dengan lancar.

Mengantisipasi hal-hal yang lebih buruk, akhirnya diputuskan untuk memindahkan pusat pemerintahan keluar Jakarta.

Pada tanggal 4 Januari 1946, RRI menyiarkan kepindahan pucuk pimpinan pemerintahan Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Siaran itu diulang lagi pada tanggal 7 Januari 1946 dan dibacakan langsung oleh Ali Sastroamidjojo, salah satu Menteri pada Kabinet St. Sjahrir.

Setelah pusat pemerintahan RI dipindahkan ke Yogyakarta, keadaan di Jakarta tambah sulit dikendalikan.

Akhir bulan oktober 1946, tersebar berita bahwa Sekutu akan menyerahkan AFRIB ke pihak Indonesia. Tentu saja tentara Belanda berusaha menentang hal ini, dan akhirnya sesudah melewati perundingan yang seret disetujui bahwa RRI dengan siaran dalam bahasa Indonesia dan Inggris menempati gedung di Jalan Medan Merdeka Barat no. 5, sementara fihak Belanda/NICA dengan AFRIB mengudara dalam bahasa Belanda dari Jalan Medan Merdeka Barat no. 4. JATUHNYA STASIUN RELAY MALABAR (DESEMBER 1946)

Menjelang agresi militer Belanda ke I (21 Juli 1947), mereka semakin gencar melakukan intimidasi dan tekanan kepada pemerintah RI dan masyarakat Indonesia. Sementara itu pihak pejuang/pemuda Indonesia juga mempersiapkan diri untuk melakukan perlawanan termasuk mempersiapkan diri untuk melakukan gerilya. Untuk persiapan tersebut, R. Soedirjo (pimpinan laboratorium radio Djawatan PTT Bandung) yang mempunyai akses dalam pengoperasian stasiun relay Malabar me”lolos”kan sejumlah peralatan pemancar dan penerima kepada kelompok koresponden dan markonis yang bersiap-siap masuk ke hutan untuk bergerilya. Rupanya pihak Belanda mencium adanya gerakan-gerakan tersebut, dan untuk menghentikannya Belanda memutuskan untuk merebut stasiun relay terbesar di Asia Tenggara itu. Stasiun relay di Pengalengan, di kaki gunung Malabar itu jatuh ke tangan tentara Belanda di bulan Desember 1946.

20

PIDATO RADIO WALIKOTA JAKARTA ( 28 JUNI 1947 ) Sementara itu keadaan di Jakarta semakin kurang aman. Terjadi penembakan terhadap orang sipil seperti pada peristiwa di gang Kernolong, gang Listrik dan Matraman Jakarta. Sementara di udara, sering melintas pesawat terbang Belanda yang sengaja terbang rendah untuk menakut-nakuti masyarakat Jakarta. Untuk menenangkan penduduk kota, pada tanggal 28 Juni 1947 walikota Jakarta Soewirjo berbicara melalui corong RRI menghimbau masyarakat Jakarta untuk tetap tenang dan tidak panik dengan terror Belanda. ■ AGRESI MILITER BELANDA KE I Hari Minggu 21 Juli 1947 adalah hari kedua bulan puasa (Ramadhan). Namun demikian, hari yang seharusnya hening dan suci itu (karena ummat Kristiani melaku- kan ibadah mereka di hari Minggu) ternyata dimanfaatkan oleh pihak Belanda untuk memulai aksinya untuk meruntuhkan pemerintahan Republik Indonesia. Tanggal 20 Juli 1947, para pemuda yang berjaga di RRI Jl. Merdeka barat no. 5 mendapat info bahwa RRI akan direbut Belanda. Untuk menghindari jatuhnya pemancar ketangan Belanda, langkah pertama yang mereka lakukan adalah mengungsikan pemancar tersebut ke gedung Palang Merah Indonesia (sekarang gedung SekNeg). Sebagian lagi dibawa ke Gedung Kementerian Penerangan di Jalan Cilacap di daerah Menteng (). Dan ternyata benar, tepat jam 2.20 dini hari tanggal 21 Juli 1947 studio RRI diser-bu tentara Belanda. Yusuf Ronodipuro, kepala stasiun yang pada saat itu ada di studio langsung ditangkap dan dijebloskan ke tahanan Bukitduri. Sejak pagi tanggal 21 Juli 1947 itu RRI berhenti mengudara. Sementara itu radio AFRIB terus mengudarakan propaganda tentang “penyelamat-an bangsa Indonesia dari pendudukan tentara Jepang“ DR. ABDUl RAHMAN SALEH, PERINTIS RADIO INDONESIA GUGUR. Tanggal 29 Juli 1947 sebuah pesawat Dakota VT-CLA ( milik Patnaik, seorang jutawan industrialis India) yang dicarter pemerintah RI sedang mendekati lapangan terbang Maguwo di Yogyakarta dalam penerbangannya untuk membawa obat-obatan dari Singapura. Sesaat sebelum mendarat, tiba-tiba datang dua buah pesawat pemburu P-51 Mustang milik Belanda yang langsung menembaki pesawat Dakota yang tidak bersenjata itu. Pesawat Dakota itu jatuh dan terbakar habis di desa Wodja, 30 KM di luar kota. Dari beberapa korban yang gugur pada saat itu, seorang di antaranya adalah komodor udara Abdul Rahman Saleh, yang seperti yang ditulis di bagian depan buku ini adalah salah seorang perintis di dunia per-radio-an di Indonesia (korban lain adalah Komodor Muda Adisoetjipto, yang kemudian namanya diabadikan untuk menggantikan nama lapangan terbang Maguwo) Kemudian hari dketahui bahwa kedatangan Dakota ini dapat diketahui Belanda setelah mendapat informasi dari kontra intelijen mereka yang dipancarkan lewat radio (gelap). ■ PEMERINTAHAN DARURAT DAERAH JAWA BARAT Akhir tahun 1946, setelah pemancar relay di Malabar direbut Belanda, di Tasikmalaya Syarif Sulaiman, bekas wartawan Domei di Semarang berhasil “menyelamatkan” pesawat pemancar bekas Domei untuk dipakainya ber”gerilya udara” dari rumahnya di kampung Lebak Siu,

21

sekitar 60 km selatan Tasikmalaya. Dari kampung Lebak Siu inilah Syarif merelay berita-berita yang diterimanya dari radio-radio pejuang di Yogyakarta, untuk diteruskan ke Bandung, Jakarta dan bahkan Surabaya. Pada masa itu dari kampung Lebak Siu itu pula Pemerintahan Darurat Daerah Jawa Barat di bawah pimpinan Gubernur M. Sewaka beroperasi. PEMANCAR RADIO MILIK DKA (Pemberontakan PKI Madiun) Selain RRI, PTT dan kantor-kantor berita, ternyata D.K.A (Djawatan Kereta Api) juga memiliki pemancar radio. Suatu hari di tahun 1948, Wiwiek Hidayat, seorang reporter yang juga seorang markonis, mengamati pergerakan sekelompok orang yang mengarah kepada perbuatan makar atau pemberontakan di pinggiran kota Madiun (yang kemudian dikenal sebagai pemberontakan P.K.I Madiun). Berita tentang pemberontakan ini kemudian dipancarkannya (dengan kode morse) ke Jakarta melalui pemancar milik DKA di depot besar Madiun, tepat beberapa saat sebelum komplek tersebut diserbu dan pemancar tersebut direbut oleh para pemberontak. ■ AGRESI MILITER BELANDA KE II Tanggal 19 Desember 1948 tentara Belanda menyerbu dan menduduki Yogyakarta, ibukota Republik Indonesia pada saat itu. Dengan mempergunakan radio geriliya, yang dioperatori para pejuang, Presiden Sukarno memindahkan kekuasaan dan pemerintahan sementara kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara (Menteri Kemak-muran) yang saat itu berada di Sumatera. Apabila hal tersebut karena satu dan lain hal tidak mungkin dilaksanakan, maka kendali pemerintahan sementara adalah menteri keuangan Mr. A.A Maramis, yang pada waktu berada di luar negeri Tidak lama sesudah pengalihan kekuasaan itu, Presiden dan Wakil Presiden serta beberapa pejabat tinggi negara ditawan di gedung kepresidenan. ■ AMATIR RADIO DI ERA INDONESIA MERDEKA Walaupun tidak dapat disangkal adanya keterlibatan pribadi-pribadi amatir radio pada berjenis kegiatan yang berkaitan dengan radio sampai pada dua dekade pertama eksistensi Republik Indonesia, keterlibatan mereka sebenarnya lebih sebagai pribadi dari pada sebagai seorang amatir radio. Kebanyakan mereka ini adalah sisa-sisa dari era NIVERA di zaman Hindia Belanda dulu, yang boleh dianggap sudah benar-benar QRT sejak masuknya tentara pendudukan Jepang. Di samping kesulitan mendapat komponen atau spareparts, trauma yang terbawa dari era pendudukan Jepang, dimana kegiatan yang berkaitan dengan radio benar-benar dilarang (dengan disertai ancaman hukuman yang berat) membuat niatan untuk membuat pemancar di era itu praktis sirna. Demikian juga adanya pengawasan ketat, sampai adanya sweeping di era Trikora (pembebasan Irian Barat) dan Dwikora (Ganyang Malaysia).

[Zaman itu beredar rumors bahwa diketahuinya posisi KRI Macan Tutul oleh skwadron Neptune Belanda (yang akhirnya menyebabkan gugurnya Komodor Jos Sudarso) adalah

22

karena kecerobohan operator radio di salah satu kapal yang dalam keadaan terdesak nekad untuk melakukan komunikasi dengan pangkalan komando di Makassar].

Kegiatan para hobiist radio di zaman itu paling juga terbatas pada kegiatan ber-SWL (short wave listeners), yaitu mereka yang gemar mendengarkan pancaran (tepatnya siaran) broadcast dari stasiun-stasiun radio yang memang mengarahkan siarannya ke arah Indonesia (atau Pasifik), seperti ABC, BBC, VOA, Deutsche Welle, NHK, Radio Moskow sampai Radio Vatican.

Banyak di antara SWLers ini yang “memodali” dirinya dengan receiver yang cukup bagus, yang biasanya diukur dengan jumlah band yang ada (sebutan radio 2 band, 4 band sampai 6 band). Sebutan ini sebenarnya berkaitan dengan sensitifitas dan selektifitas masing-masing radio, bertambah banyak bandnya bertambah tinggi pula sensitifitas dan selektifitasnya.

Pada radio unggulan tersebut (jenis 4 sampai 6 band), di papan gelombangnya biasanya tercetak jelas (karena bandspreadnya lebar) ALOKASI FEKWENSI bagi masing-masing band, sehingga bisa diamati segmen frekwensi untuk MARINE, BROADCAST, AVIATION, dan …. AMATEUR RADIO.

Sifat “selalu ingin tahu” dan dorongan untuk berburu “stasiun baru” yang biasanya menjadi sifat para SWLers, kadang-kadang membuat mereka ingin “mengintip” apa yang ada diluar Broadcast band tersebut. Inilah yang membuat mereka akhirnya “berkenalan” dengan radio amatir, apalagi alokasi band untuk keduanya selalu berdekatan (contoh: band amatir 80m bersebelahan dengan band BC 75m, band amatir 40m bertetangga dengan band BC 41m, dan seterusnya), sehingga dengan antena yang sama mereka bisa berpindah-pindah antara band BC dan Amatir (mereka hanya menerima/RX, karenanya tidak perlu peduli dengan SWR).

Bersamaan dengan kemajuan di bidang tehnoloji (terutama teknoloji semiconductor), sejak tahun 60an sudah mulai banyak receiver rumahan (jadi bukan CR/communication receiver) yang sudah dilengkapi dengan BFO/Beat Frequency Oscilator, yang memungkinkan para SWLers untuk menerima (dan membaca) sinyal dengan mode CW dan SSB, yang bagi beberapa orang yang memang berminat tentu sangat merangsang keingin tahuan mereka untuk tahu lebih lanjut tentang sisi lain dari hobi monitor tersebut, dan dengan demikian minat terhadap jenis hobi yang lain: RADIO AMATIR, kenudian tumbuh dan berkembang. Karena hal-hal yang disebutkan diatas, Bab III ini memang lebih terfokus untuk mengulas tentang kegiatan di bidang radio dan telekomunikasi secara umum, dan apa peranannya dalam usaha mempertahankan dan mengisi kemerdekaan di duapuluh tahun pertama Republik Indonesia.

◊◊◊◊◊

23

BAB IV - ERA ORDE BARU DAN LAHIRNYA ORARI RADIO DUA ARAH (QSO) dan RADIO SIARAN Eforia jatuhnya Orde Lama seakan membuka cakrawla baru bagi keberadaan dan kehidupan amatir radio di Indonesia. Di mana-mana, paling tidak di kota-kota di Pulau Jawa, pola kebangkitan kembali atau munculnya radio amatir hampir sama: mahasiswa elektro, montir radio, operator radio di kapal atau beberapa orang yang memang otodidak membuat pemancar, kemudian dipakai untuk siaran (broadcast). Bagi yang beruntung, mungkin bisa mendapat komponen atau spareparts prèthèlan atau yang dicopot dari peralatan telekomunikasi (terutama di band HF) yang sudah di-dump dari ABRI, atau instansi pemerintah (Diperla, Perhubungan udara, Telkom dsb.), atau membongkar gudang di rumah orang tua (atau mertua) untuk mencari bekas atau sisa bongkaran TV hitam putih atau radio tua untuk diambil trafo atau varco-nya; atau memang harus tlaten “berburu” ke pasar loak. Di Jakarta ada Pasar Senen (kemudian pindah ke Poncol), pinggiran jalan Minangkabau sampai dekat pintu air Manggarai, kemudian belakangan di ujung Jalan Matraman di bawah jembatan kereta api sampai ke lapangan Urip Sumoharjo; di Bandung ada Jatayu dan (kemudian) Cikapundung; di Surabaya ada Pasarturi dan sepanjang rel KA di daerah nDupak; dan pasti ada juga di tempat atau kota-kota lain, walaupun tidak seterkenal ketiga “surga komponen” yang disebut di atas. Perkembangan selanjutnya dimana-mana juga menuruti pola yang nyaris sama: putar lagu, kirim-kiriman salam chayank, atau bagi yang “jeli” dalam menangkap setiap kesempatan lantas jual kupon (stensilan, zaman itu belum ada mesin fotokopi) untuk acara “anda memilih, kami memutar”, atau membuka kesempatan bagi mereka yang mau ber”iklan di udara”, suatu fenomena baru yang cukup banyak peminatnya. Kelompok-kelompok yang lebih serious (ukuran jaman itu) banyak yang memilih untuk kemudian mendirikan “radio siaran”, yang pada awalnya memang lebih sarat dengan semangat “perjuangan untuk menegakkan orde baru”, seperti Radio Suanara di Gedung Kesenian, Radio AMPERA, Radio ARH di Cikini, atau yang jelas-jelas menyebut nama “studio”nya sebagai REXSOB (radio experimen SUARA ORDE BARU) di salah satu kota di Jawa Timur. Kembali ke radio “anak jalanan”, jaman itu bagi masyarakat awam yang lewat di depan sebuah rumah dan melihat tiang bambu dengan bentangan kawat (kadang-kadang di ujung kawat ditempelkan lampu neon bekas) di atasnya, mereka selalu mengasosiasikannya dengan sebutan Radam (radio amatir) atau Radeks (radio eksperimen), tanpa tahu (apalagi memahami) apa yang sebenarnya yang ada di belakang kedua sebutan itu. Memang demikianlah kenyataannya, Radam dan Radeks itulah yang pada perkembangannya kemudian menjadi embrio dari tumbuhnya berbagai madzab atau aliran yang muaranya memang berbeda. Sebagian besar Radam dan Radeks tersebut memang menjadi radio siaran di siang dan sore hari, tapi begitu malam semakin larut -- katakanlah selepas jam 23.00 -- mereka akan bergeser

24

ke sekitar 3 MHz dan mulai saling “calling”, memanggil atau mencari “lawan” untuk saling “radio check”, bertukar berbagai informasi tentang kinerja perangkat masing-masing, atau dengan berbagai cara menguji sejauh mana hasil “oprèkan” mereka, baik pada perangkat maupun pada antena, dapat memperbaiki ataupun terkadang malah mengurangi kwalitas pancarannya. Tentunya akan ada kebanggaan tersendiri, apapun hasil yang dicapai, karena sebagian terbesar (kalau tidak bisa disebutkan SEMUANYA) pemancar yang mengudara waktu itu adalah buatan sendiri (sampai kira-kira 1-2 tahun kemudian baru istilah hombrew mulai dikenal di antara mereka), atau paling tidak dibuatkan oleh salah seorang di antara “kelompok” mereka (biasanya tehnisi dari “radio siaran” tersebut, kalau karena satu dan lain hal tehnisi tersebut tidak bisa ikut untuk melakukan “koling-kolingan” sendiri). Hari demi hari berjalan, entah siapa yang memulai, pelan-pelan mereka tergiring untuk “buka warung” dan saling calling CQ di frekwensi antara 3.500 – 3.900 MHz, atau yang tercantum sebagai 80m AMATEUR BAND di papan gelombang receiver mereka seperti yang disebut di akhir Bab III di depan. Kembali entah siapa yang memulai, di situlah mereka saling belajar, dari hal-hal yang bersifat tehnis, sampai ke operating procedure, bagaimana caranya ber CQ CQ CQ yang benar. Tiap malam, kalau frekwensi sudah tidak terlalu crowded, di sana sini terdengar seorang di sana dengan sabar memberitahu (BUKAN mengajari) rekan di sini cara mengatur tegangan bias atau mengurang tegangan di screen grid, atau mendiktekan urutan kaki-kaki (pin) tabung GU-50 buatan Rusia, atau mendiktekan kelompok-kelompok Q-code dan saling mempraktekkan bagaimana membedakan pemakaian istilah QRM dan QRN (!). Di beberapa frekwensi mulai terdengar mereka yang belajar berQSO dengan mode CW. Aroma AMATIR RADIO pelan-pelan mulai merasuk, tanpa sadar mereka belajar memaknai kode etik amatir radio, yang antara lain ditandai dengan sifat progresip (selalu bertanya dan ingin tahu hal-hal baru), yang lebih tahu dengan sabar dan ramah melayani pertanyaan mereka yang merasa pengetahuannya masih kurang. Kalau pembicaraan melalui frekwensi dirasakan masih kurang, tidak jarang kemudian dilanjutkan dengan pertemuan-pertemuan di”darat” (istilah kopdar (kopi darat), atau eyeball QSO baru belakangan dikenal dan jadi populer). Dalam pada itu, tidak sedikit pula diantara mereka yang karena kurang tertarik dengan hal-hal yang berbau tehnis, atau kehidupan ‘ngalong (bergadang sampai pagi di depan rig) yang dilakoni rekan yang “gila QSO”, yang kemudian memilih untuk tetap berada dan menekuni dunia RADIO SIARAN. Mereka belajar sisi-sisi regulasi, perizinan, organisasi dan manajemen broadcasting yang baik dan benar. Pelan-pelan, satu demi satu muncullah setasiun-setasiun broadcast yang dikelola dengan baik dan profesional. Tetapi tidak bisa dipungkiri, masih lebih banyak lagi mereka yang memilih berada di luar pagar, yang mengadakan siaran secara sporadis pada frekwensi atau gelombang yang “’nggak boleh liat frekwensi kosong”, dengan “siaran” yang paling-paling hanya diisi dengan memutar lagu (yang kemudian ditinggal begitu saja “mantheng sinyal”, karena “operator”nya pergi dengan menenteng radio jinjing untuk “monitor” kwalitas pancarannya dari kejauhan). Mereka dari madzab ini memang tidak terlalu peduli dengan peraturan (karenanya mereka juga segan untuk

25

bergabung di 80m yang “terlalu banyak aturan” dan “kebanyakan orang sok pinter”). Concern dan kepentingan mereka hanya terbatas kepada kepuasan melihat dan mendengar hasil oprèkan barang rakitan sendiri itu. Mereka inilah yang kemudian menjadi embrio dari kelompok cepèkan (karena kebanyakan mereka berkumpul di sekitar gelombang 100 meter). Banyak di antara mereka yang sebenarnya adalah tehnisi atau homebrewer yang baik, seperti yang bisa diamati dari polah derivasi (“turunan”) mereka yang sampai sekarangpun suka muncul dengan SSB rakitan sendiri di 80m. Memang banyak juga diantara mereka yang kemudian “insyaf”, mau ikut ujian untuk bergabung ke organisasi amatir radio yang ada. Banyak diantara mereka yang kemudian menjelma menjadi amatir radio yang baik dengan tetap mempertahankan tradisi homebrewing-nya, atau lebih concern dengan sisi tehnis dari hobi ini. Beberapa yang lain memilih bergabung ke RAPI (Radio Antar Penduduk Indonesia), dimana mereka bisa tetap menyalurkan hobi mereka dalam berkomunikasi dan saling menge-check kinerja perangkat dan hasil eksperimennya. Di era sekarang, boleh dibilang yang dieksperimen tinggal antena atau bikin booster saja, karena kebanyakan mereka sudah memakai perangkat buatan pabrik. UDARA JAKARTA (DAN KOTA-KOTA LAIN) MULAI DIATUR DAN DIBENAHI Crowded-nya udara di Jakarta (dan kota-kota lain) dengan berragam pancaran yang banyak diantaranya tidak menyebutkan identitasnya dengan baik tentunya membuat risih mereka yang berwenang dalam hal pengendalian penggunaan frekwensi. Disamping itu fihak militerpun, dengan pertimbangan KAMTIBMAS dan sekuriti, tentunya tidak bisa tinggal diam. Berbagai pendekatan kemudian mulai dilakukan, perangkat hukum (peraturan atau regulasi, institusi yang berwenang) disiapkan, sampai kalau perlu diadakan sweeping yang dilakukan secara gabungan oleh berbagai fihak. LAHIRNYA BERBAGAI ORAGANISASI AMATIR RADIO. Di tahun 1966-1967 itu pemancar radio semakin banyak, dan hampir semuanya tanpa izin. Terjadi dilemma, di satu sisi pihak berwajib mulai gencar melakukan sweeping, di lain sisi para amatir radio merasa perlu adanya semacam organisasi atau apapun untuk berlindung dalam mempertahankan eksistensinya. Untuk mencari jalan keluar, di Jakarta tepatnya di jalan Kramat Raya VIII, berkumpullah para tokoh amatir radio pada masa itu. Mereka yang hadir antara lain Soehindriyo, Soehodo, Dick Tamimi, Soetikno Buchori, RAJ Lumenta, Hasan Kusuma, Harry Sembel (unsur DETELRI), Zulkarnaen, Agus Amanto, Ismet Hadad, Rusdi Saleh dan Willy A. Karamoy (sebagai inisiator pertemuan). Lewat musyawarah mereka akhirnya bersepakat membentuk suatu wadah untuk menampung semua pengguna frekwensi (untuk merangkul semua fihak, baik yang amatir QSO – istilah saat itu, maupun yang “radio siaran”). Wadah itu di beri nama Persatuan Amatir Radio Djakarta (PARD). Di tempat lain, pada kesempatan lain, lahirlah organisasi amatir radio seperti PARI (Persatuan Amatir Radio Indonesia), PRAI (Persatuan Radio Amatir Indonesia), PARB (Persatuan Amatir Radio Bandung), Persatuan Radio Amatir Jogjakarta (PRAJOGA) dan lain-lain.

26

UJIAN DAN CALLSIGN (TANDA PANGGIL). Pada pertemuan di Jl. Kramat Raya VIII tersebut Willy A. Karamoy terpilih sebagai Ketua PARD. Di jajaran kepengurusan PARD, salah seorang diantaranya adalah Teddy Bravo (nama aslinya Marah Sandi Zein) yang membidangi teknik radio. Lewat radio siaran yang ada serta melalui TVRI kemudian diumumkan bahwa bagi yang berminat untuk menjadi anggota diharapkan mendaftarkan diri di Biro Penerangan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (BIPEN KAMI) Pusat, di Kramat Raya VIII Mematuhi anjuran tersebut, salah seorang di antara yang datang adalah Stanley Iskandar, yang sebelumnya sudah dikenal Teddy Bravo sebagai gurunya (Stanley Iskandar adalah pemilik Kursus Tehnik Radio “STANLEY” di bilangan Pasar Baru). Oleh Willy Karamoy, Stanley kemudian diserahi tugas sebagai staf upgrading station (stasiun pembinaan), serta ditunjuk sebagai Ketua Tim Penguji. Dari dua kali ujian yang pertama diselenggarakan, terpilih empat orang yang memiliki nilai tertinggi, salah satunya adalah Soetikno Boechari (yang kemudian terkenal sebagai Kak Tik, pengasuh acara Hasta Karya di TVRI) Pada ujian yang ketiga kalinya, keempat orang ini yang menjadi tim penguji dan justru Stanley Iskandar termasuk yang harus mengikuti ujian(!) Bagi mereka yang sudah lulus ujian diberikan CALLSIGN, sebagai identitas diri mereka. Callsign diberikan berdasarkan wilayah tempat tinggal yang bersangkutan, seperti Soetikno Boechari mendapat callsign X6AM (angka 6 menunjukan wilayah Jakarta Selatan); Stanley Iskandar yang waktu itu tinggal di Sawahbesar mendapat callsign X8BT (angka 8 adalah “kode wilyah” untuk Jakarta Pusat). Prefix X dipakai karena saat itu belum diketahui Prefix resmi apa yang harus dipakai, dipilih X karena semua waktu itu masih merupakan “misteri” [ nara sumber: Stanley Iskandar, YBØAL 08/03/2007 ] Pola pemberian call sign atau identitas berdasarkan wilayah tinggal seperti ini akhirnya menular ketempat-tempat lain, seperti di Bandung. Suryadi (yang kemudian mendapat callsign YB1AC), mendapat callsign X14H karena tinggal di sisi sebelah timur Jalan Dago, sedangkan Santoso mendapat callsign X44D karena tinggal di sisi barat dari jalan yang sama (!) Kemudian hari, karena pembinaan kegiatan amatir radio juga di bawah pengawasan Kepolsian, maka diperkenalkan kode wilayah Kepolisian sebagai angka dijit pada callsign, sehingga terjadi lagi perubahan callsign bagi beberapa orang, seperti misalnya pada Dr Sushaktibakti (YB1AI), sebelumnya berturut-turut adalah X1BY dan PK8X, kemudian untuk Saswinarno (YB1AK) zaman itu mendapat callsign PK8YAK. Dijit 8 dipakai untuk menunjukkan bahwa wilayah Bandung termasuk daerah Kepolisian wilayah VIII Langlangbuana, sedangkan Prefix PK dipakai karena waktu itu sudah dipakai oleh kapal-kapal berbendera Indonesia (termasuk armada PELNI, pesawat Garuda, Merpati dll) dan stasiun pantai di Indonesia (PKI adalah callsign untuk stasiun pantai Jakarta), sebagai bagian dari alokasi prefix PKA~POZ untuk Indonesia, lihat catatan di Bab II) .

27

Prefix PK ini kemudian dipakai juga di “regional” lain, seperti PK7 untuk “regional” Jawa Tengah, PK3 untuk Jawa Timur dst. [ nara sumber Hendro Sukaton YD1HST, Sushaktibakti YB1AI, Saswinarno, Ujang Tarwi, Suryadi YB1AC, Ir. Rekario, Bambang Watuaji YB1KV, H. Adang S YC1BN, bandung cimahi, Juli 2005 ]. ■ DEWAN TELEKOMUNIKASI REPUBLIK INDONESIA (DETELRI) Dengan unsur-unsur dari Departemen Perhubungan, DitJen Pos dan Teleko-munikasi, Hubdam, Dinas Pariwisata, dan lain-lainnya Pemerintah membentuk Dewan Telekomunikasi Republik Indonesia (DETELRI), dengan tugas utama untuk melakukan pengawasan dan penertiban dibidang penggunaan frekwensi. Dr. Rubiyono Kertopati ditunjuk untuk menjadi Ketua DETELRI yang pertama. ■ PERATURAN PRESIDEN N0.21 TAHUN 1967. (PP NO. 21/1967) Suatu hari di bulan Desember tahun 1967, Dr. Rubiyono Kertopati, Ketua DETELRI, menggagas suatu pertemuan guna mendapatkan masukan tentang kegiatan amatir radio di Indonesia Masukan itu nantinya akan dirumuskan menjadi suatu peraturan pemerintah tentang amatir radio. Untuk keperluan tersebut, diundanglah para tokoh amatir radio berkumpul di Jakarta untuk mengadakan pertemuan bersama. Mereka yang hadir pada saat itu antara lain: Dr. Rubiyono Kertopati, Koentojo {Sekretaris DETELRI), Soerjadi (HUBAD/Perhubungan Angkatan Darat), Harry Sembel, Willy A. Karamoy, Ismed Hadad, Salim Said, Stanley Iskandar, Soejono (Solo), Tomy Fattah (Komandan KOHANSUBDA, Bandung), Telwee, Putu Surawidjaja dan Soepardi (tiga orang terakhir dari Surabaya). Dengan bahan dari literatur dan peraturan-peraturan yang sudah ada, RR (Radio Regulation) dan sebagainya mereka mencoba menyusun Peraturan peraturan yang nantinya bisa menjadi dasar hukum bagi kegiatan amatir radio di Indonesia. Dalam proses ini mereka banyak mengadopsi peraturan-peraturan dari ARRL, amatir radio di Amerika Serikat. Hasil pertemuan itulah yang kemudian diolah oleh DETELRI untuk menjadi bahan pertimbangan dalam penerbitan Peraturan Presiden No.21 tahun 1967 (lebih mudah diingat dengan PP 21/1967) “Saya ingat benar, peraturan-peraturan tentang amatir radio hasil pertemuan itu, kita serahkan kepada Soeharto, pejabat presiden (pada saat itu). Berkas itu (yang kemudian menjadi Peraturan Presiden no 21 tahun 1967), kita serahkan pada malam hari tanggal 31 Desember 1967, … besoknya tahun baru!”. [ nara sumber: Stanley Iskandar, YBØAL 08/03/2007 ] CALLSIGN, TANDA KECAKAPAN DAN KLASIFIKASINYA Sementara itu pembicaraan-pembicaraan berlangsung di DepPerhub, Ditjen POSTEL, DETELRI dan beberapa instansi terkait lainnya untuk pengaturan alokasi frekwensi, assignment callsign, klasifikasi kecakapan dlsb. yang dipandang perlu bagi penataan kegiatan amatir radio di Indonesia.

28

Rapat-rapat tentang alokasi frekuensi sesuai dengan tingkat ketrampilan serta desain callsign baku yang berlaku di seluruh Indonesia ini dilakukan di Jalan Gondangdia lama. Ditetapkan tiga tingkatan kecakapan: Siaga, Penggalang dan Penegak, dengan Prefix YD, YC dan YB sebagai identifikasi tingkat kecakapan pada callsign. Hasil keputusan rapat-rapat tersebut diresmikan oleh Kuntojo, Sekjen DETELRI. Peresmiannya dilakukan di rumah Harry Sembel YBØBR, yang kemudian melalui pemancar di rumahnya di sosialisasikan ke seluruh Indonesia.

[Belakangan – di tahun 80an -- timbul gagasan untuk menambah klasifikasi tingkat kecakapan ini, untuk bisa lebih mengakomodasikan kenyataan yang ada. Melalui DETELRI Harry Sembel mengajukan proposal kepada pemerintah untuk menambahkan tingkatan Pemula (YH) dan Taruna (YE). Sedemikian gigihnya Harry Sembel sehingga proposal itu dipublikasikannya juga di media (majalah Aktuil no 10 tahun XV 28 Maret 1983 hal. 54 dan 55, serta surat kabar Sinar Harapan) ].

[nara sumber: Harry Sembel YBØBR, wawancara 08/03/2007]

■ HARI LAHIR ORARI – 9 juli 1968 Pada hari Selasa 9 Juli 1968, beberapa tokoh amatir radio berkumpul di Jakarta. Pada kesempatan tersebut di samping dari Jakarta, hadir pula wakil dari Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat; serta unsur-unsur dari DETELRI, HUBDAM (Perhubungan Angkatan Darat) dan berbagai instansi yang berhubungan dengan masalah radio telekomunikasi. Semula tujuan pertemuan ini adalah untuk membahas PP no. 21 tahun 1967 (Lembaran negara no. 35 tahun 1967 dan penjelasan tambahan pada Lembaran Negara no 2843 tahun 1967) tentang radio amatirisme di Indonesia yang baru disyahkan. Saat rapat baru dimulai, dari bangku belakang bertenaklah Harry Sembel YBØBR: “Rapat ini kita jadikan MUNAS saja, tokh unsur-unsur yang hadir sudah memadai”. Ternyata gayung bersambut, wakil dari Jatim dan Jateng setuju, maka jadilah pertemuan tersebut sebagai MUNAS ke I yang sekaligus mengesahkan berdirinya ORARI/Organisasi Radio Amatir Republik Indonesia*) Pada MUNAS I ini Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (yang sudah disusun sebelumnya dan kemudian di syahkan melalui SK Menteri) dijadikan sebagai landasan hukum, serta hari Selasa tanggal 9 Juli 1968 ditetapkan sebagai hari jadi ORARI [ nara sumber: Harry Sembel YBØBR, 09/03/2007 ] *) Singkatan nama organisasi ORARI yang semula (pada saat berdirinya) merupakan singkatan

ORGANISASI RADIO AMATIR REPUBLIK INDONESIA sejak MUNAS II secara resmi dirubah menjadi ORGANISASI AMATIR RADIO INDONESIA

◊◊◊◊◊

29

BAB V - Perkembangan ORARI (Pusat) dari Waktu-ke-Waktu • MUNAS I (1968) menetapkan Let.Jend TNI (Purn) Dr Rubiono Kertopati, yang saat itu menjabat

sebagai Ketua DETELRI, menjadi Ketua Umum ORARI yang pertama untuk masa bakti tahun 1968-1971. Sebagai pelaksana hariannya adalah Koentojo YBØAV.

• MUNAS II (1971) memilih Marsma TNI/AU (purn) Soewondo YBØAT untuk masa bakti 1971 – 1975. Jika pada masa bakti Rubiono Kertopati program kerja ORARI Pusat mengarah kepada konsolidasi anggota maka pada era Soewondo fokusnya lebih kepada usaha menghidupkan organisasi dan memasyarakatkan amatir radio. MUNAS II juga mengesyahkan perubahan pada AD/ART, yang merubah nama ORARI yang semula ORGANISASI RADIO AMATIR REPUBLIK INDONESIA menjadi ORGANISASI AMATIR RADIO INDONESIA

• Pada tahun 1975 tidak dilaksanakan MUNAS, tapi tetap dilakukan penyempurnaan Pengurus ORARI Pusat untuk masa bakti 1975-1978

PENGURUS ORARI PUSAT MASA BAKTI 1975-1978. Ketua umum Soewondo YBØAT Ketua I RAJ Lumenta YBØBY Ketua II Muhartono YB1PG Ketua III Sujono Suharto YB2AU Sekretaris I Iskandar YB2GL Sekretaris II HR Hasan YBØJC Bendahara RK Wankay YBØBW. Di dalam kepengurusan masa bakti 1978-1982 ORARI Pusat yang tetap dipimpin oleh Soewondo YBØAT melanjutkan program kerja yang telah digariskan pada masa bakti kepengurusan yang lalu. Hanya terjadi beberapa perubahan di susunan kepengurusan, sementara program-program kerja yang dilanjutkan antara lain tentang penertiban calon anggota. Bahwa telah terjadi di beberapa daerah yang memberi kesempatan kepada amatir radio yang belum memenuhi persyaratan sebagai amatir radio yang sah untuk melakukan kegiatan komunikasi melalui band amatir, ORPUS berusaha mencari jalan keluar yang terbaik Selain dari itu dengan adanya kerjasama antara ORARI dan Polri tentang penggunaan frekuensi amatir radio oleh Polri, ORPUS akan mengadakan pendekatan dengan pimpinan Polri agar semua instruksi Kapolri yang berhubungan dengan kerjasama ORARI dan Polri dapat dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Pada periode ini banyak pesawat transceiver beredar di pasaran dan mudah didapat oleh siapa saja termasuk yang tidak berhak menggunakannya dan itu merupakan masalah tersendiri yang harus dapat diatasi oleh ORPUS. Masalah lain yang dirasakan sangat mengganggu adalah penggunaan frekuensi amatir dalam hubungannya dengan negara tetangga, terutama dengan Singapura.

30

Untuk itu ORPUS mendesak pada Pemerintah untuk menghimbau pemerintah negara tetangga agar mengajukan keluhan-keluhan apabila merasa terganggu oleh transmisi amatir radio Indonesia. • MUNAS III, tanggal 6-7 februari 1982 di Jjakarta mengesyahkan kepengurusan baru untuk

masa bakti 1982-1986. PENGURUS ORARI PUSAT MASA BAKTI 1982-1986. Ketua umum Atmodjo Brotoatmodjo YB2DAN Ketua I Muhartono YB1PG Ketua II Haryono S. YBØGF Ketua III Dono Indarto YBØCVN SekJen Dr Soekarto YBØMS Bendahara Isye Bram Kowara YCØCVI. Berbeda dengan dua periode kepengurusan sebelumnya maka Ketum Atmodjo Brotoatmodjo banyak mendelegasikan tugas-tugas organisasi kepada para Ketua Bidang yang mendampinginya, a.l. Bidang Umum, Pembinaan, Komunikasi dan Keuangan. Juga sebutan Ketua I, II dan III diganti dengan sebutan Wakli Ketua I, II, dan III. Prestasi yang dapat dicatat dari era kepemimpinan Atmodjo Brotoatmodjo beberapa diantaranya adalah: + Disyahkannya panji-panji ORARI baik untuk tingkat nasional, regional sampai lokal. + Diajukannya beberapa rancangan regulasi/tentang amatir radio, yang beberapa diantaranya

kemudian menjadi aturan tetap tentang amatir radio di Indonesia setelah melalui pengesahan lewat SK Menteri.

+ Dibidang teknis komunikasi dselenggarakan beberapa kegiatan, a.l. berupa kegiatan kontes dengan jadual yang tetap. Salah satunya yang monumental adalah INDONESIA Award.

+ Pembenahan di dalam organisasi: struktur organisasi dilengkapi dan diperbaiki sehingga tugas-tugas dalam menjalankan roda organisasi tidak saling tumpang tindih.

Baru tiga tahun menjabat sebagai Ketua Umum Atmodjo Brotoatmodjo YB2DAN meninggal dunia. Sesuai ketentuan organisasi Wakil Ketua I Muhartono YB1PG menggantikan beliau sebagai pelaksana tugas sampai dengan berakhirnya masa bakti 1982-1986. PENGURUS ORARI PUSAT MASA BAKTI 1985-1986 Sesudah melaksanakan tugas selaku pelaksana tugas Ketua Umum ORARI Pusat, May. Jend (Purn) Muhartono YB1PG terpilih sebagai ketua Umum ORARI Pusat untuk masa bakti 1986-1991, namun era kepemimpinan beliau adalah era kepemimpinan yang paling singkat karena beliau SK/Silent Key di tahun 1986. Walaupun struktur kepengurusan sudah lengkap, program kerja sudah disusun, dengan meninggalnya Muhartono maka disetujui untuk mempercepat pelaksanaan MUNAS IV, yang kemudian diselenggarakan pada bulan Pebruari 1986 di Jakarta.

31

• MUNAS IV di Hotel Wisata Jakarta memutuskan kepenguruan baru untuk masa bakti 1986-1991

PENGURUS ORARI PUSAT MASA BAKTI 1986-1991 DEWAN PENGAWAS DAN PENASEHAT. Ketua RAJ Lumenta YBØBY Sekretaris Dr.Soekarto YBØMS Anggota Dr.Yos S Soejoso YB2SV Anggota Andi Baso Amri YB8AS Anggota Yan Fauzy YB6MF PENGURUS Ketua umum Barata YBØAY Wakil ketua umum Ir. AD Kamarga YBØDKA Ketua I Ben S Samsu YBØEBS Ketua II Hayat Effendy YCØHE Sekjen Prayogo Mirhad YBØMP Wakil sekjen Prof. Dr Hans Monintja YBØBNA Wakil bendahara umum Djoenarsono Bardosono YBØAJ Sebagai program kerja yang pertama, Barata membentuk sebuah Tim untuk melakukan pembinaan kepada seluruh ORDA dan ORLOK di daerah-daerah. Tim ini diberi nama Tim Safari dan beranggotakan empat orang: Barata YBØAY, Ben S Samsu YBØEBS, Erlangga Surya Darma YBØBZZ dan Faisal Anwar YBØPR Tim ini memberikan pembinaan pada tingkat Manggala, yang materinya antara lain regulasi amatir radio tingkat nasional/regional, operating procedure, pengetahuan tentang DX-ing dan pengetahuan dasar teknik radio. Beberapa prestasi penting pada periode ini antara lain:

+ Mars/hymne ORARI diperkenalkan + Penyelenggaraan Jamboree On The Air ( JOTA ) + Mulai diperkenalkannya repeater (fasilitas pancar ulang) + Diperkenalkannya DigiCom (komunikasi dijital). Hasil pembinaan yang dilakukan oleh Tim Safari terlihat jelas pada tempat dan wilayah yang pernah didatangi Tim seperti Bekasi, Cirebon, Semarang, Purwokerto, Jawa Timur sampai Sulawesi. Setelah menyelesaikan satu periode kepengurusan di ORARI Pusat 1986 – 1991 Barata YBØAY menyatakan tidak bersedia lagi dipilih untuk masa jabatan berikutnya, tapi para tokoh amatir radio di Jakarta dan di daerah tetap menghendaki beliau untuk bersedia dipilih kembali.

32

( kemudian hari baru diketahui, bahwa Barata ingin beristirahat karena sakit dan akan berobat keluar negeri ).

Desakan para amatir radio tersebut cukup beralasan karena pada masa bhakti berikutnya ada beberapa hal yang memang sebaiknya tetap di bawah koordinasi beliau, a.l. pelaksanaan IARU Region III Conference tahun 1991 dan keikut sertaan ORARI dalam delegasi Indonesia pada pertemuan ITU di Spanyol.

• MUNAS V tanggal 12 – 15 Mei 1991 di Hotel Indonesia, Jakarta PENGURUS ORARI PUSAT MASA BAKTI 1991-1996 DEWAN PENGAWAS DAN PENASEHAT Ketua Ir. Moebagyo YBØPMU Sekretaris Moektio YBØIM Wakil sekretaris H. Samsulbahri YB1DYB Anggota Dr. Yos S. Soejoso YB2SV

H. Tajuddin Nur YB7HJQ Anton Siatiman YC9VTU

PENGURUS Ketua Umum Barata YBØAY Wakil ketua Umum Soegito YFØAL Sekjen Sriwijaya Mertonegoro YBØBNB Wakil Sekjen R. Harjo Santoso YCØPT Bendahara umum AAGAB Sutedja YBØRMB Wakil bendahara umum Hasanuddin Hadju YCØYBY Di awal kepengurusan yang kedua ini Barata dihadapkan kepada 2 ( dua ) tugas yang tidak ringan yaitu : + mempersiapkan dan melaksanakan the 8th IARU Region III Directors Meeting yang merupakan

pertama kalinya terjadi dalam sejarah amatir radio Indonesia. + mempersiapkan dan mengirim utusan amatir radio indonesia pada WARC 1992 di

Terremorenos Spanyol. Sejak menjalankan tugas sebagai Ketua Umum ORARI masa bakti 1991–1996, kondisi kesehatan Barata terus menurun. Walau demikian dengan penuh semangat, kedua tugas yang dibebankan kepada ORPUS tetap di jalankan sesuai jadwal. KONFERENSI IARU REGIONAL III KE VIII Atas petunjuk Menteri Pariwisata Pos Telekomunikasi maka kota Bandung ditunjuk sebagai tempat berlangsungnya the 8th IARU Region III Conference. Konferensi dibuka oleh Ir Azwar Anas selaku MenParpostel (a.i.) diselenggarakan di hotel Savoy Homann pada tanggal 8 – 12 Oktober 1991.

33

Empat orang delegasi Indonesia pada Konferensi tersebut adalah Soegito YFØAL, Sriwijaya Mertonegoro YBØBNB, Ben S Samsu YBØEBS dan Sunarto YBØUSJ, sedangkan Barata YBØAY bertindak sebagai Honorary Chairman. Dari pihak pemerintah Indonesia hadir dua orang utusan dari Dirjen Postel serta beberapa ORDA yang mengirimkan wakilnya sebagai pengamat, seperti RJ FX Tumenggung YBØEBT dan A. Muis Tjondro YB1CPT. Dalam konferensi ini, hadir 14 organisasi dari IARU Region III, tiga organisasi absen tapi menunjuk wakilnya, sementara lima anggota (5 negara) berhalangan hadir dan tidak menunjuk wakil, sementara utusan dari DARC (Jerman) dan CTARL (Taiwan) hadir sebagai koresponden Hadir juga dalam konferensi, dua orang pejabat dari IARU Head Quarter sebagai peninjau, tiga orang pejabat dari IARU Region I dan dua orang dari IARU Region II. Atas usulan ORARI Sriwijaya Mertonegoro YBØBNB disetujui untuk memimpin sidang-sidang pleno Konferensi. Bertindak sebagai Sekretaris Konferensi adalah Masayosi Fujiyoka JM1UXU, sekretaris IARU Region III. Salah satu proposal yang diajukan ORARI pada sidang ini adalah iuran dibayar dengan dollar dengan nilai yang tetap seperti pada saat itu (1991) Pada saat penutupan Konperensi, dua negara mengajukan permohonan untuk menjadi tuan rumah Konferensi berikutnya, yaitu Australia dan Singapura.

[Sementara itu, dukungan dari Ditjen Postel juga ditunjukkan melalui Perum Pos dan Giro, yang menerbitkan prangko ORARI bernilai Rp. 300,- serta Sampul Hari Pertama (First Day Cover) sebanyak 2.000.000 lembar, yang ternyata habis terjual dalam waktu 6 hari].

WORLD ADMINISTRATIVE RADIO CONFERENCE (WARC) 1992 Pertama kali dalam sejarah radio amatir Indonesia, ORARI diikut sertakan sebagai anggota delegasi Indonesia pada pertemuan Badan Telekomunikasi Dunia (ITU), yaitu World Administrative Radio Conference di Malaga, Terremorenos – Spanyol pada tanggal 3 Februari s/d 3 Maret 1992. Wakil yang dikirim oleh ORARI adalah Ben. S Samsu YBØEBS, yang karena kesulitan dalam bidang pendanaan dengan dibekali surat tugas dari Sekretariat Negara/Sekneg bertindak juga sebagai utusan negara Republik Indonesia. Keikut sertaan ORARI dalam WARC 1992 tersebut mendapat sambutan yang cukup besar dari IARU dan organisasi amatir radio dunia lainnya, hal ini terbukti dengan kesediaan IARU Pusat (yang mengetahui adanya masalah pendanaan) untuk memberikan dukungan dana bagi kebutuhan wakil ORARI selama ada di Spanyol. Sidang WARC 1992 ini dihadiri sekitar 1300 orang dari 166 negara anggota Internasional Telekomunication Union (ITU). Konferensi ini juga di hadiri oleh wakil-wakil dari berbagai organisasi internasional, serta badan swasta nasional dan internasional yang bergerak dibidang komunikasi/telekomunikasi/radio komunikasi /satelit. Tujuan utama WARC 92 sebenarnya ada beberapa point sesuai rekomendasi WARC HFBC 1987, WARC MOB 1987 dan WARC 1988 yang antara lain menyangkut :

34

1. Batasan baru bagi service satelit di atas 20 GHZ 2. Alokasi gelombang 14,5 sampai 14,8 GHZ bagi dinas satelit 3. Kemungkinan perluasan spektrum bagi siaran HF seperti rekomendasi nomor 551 ( HFBC

1987 ). BARATA YBØAY SILENT KEY Sejak awal masa bakti kepengurusannya yang kedua 1991 – 1996 kondisi fisik Barata terus menurun. Walau demikian tugas-tugas Orari Pusat seperti kongres IARU dan WARC tetap terselenggara dengan baik. Di saat ORARI tengah mendapat pujian dari banyak pihak atas keberhasilan ORARI di bawah kepemimpinan beliau -- yang diterima oleh Barata sendiri dalam keadaan sakit di rumah sakit Mount Elizabeth di Singapura maupun yang melalui surat -- datanglah berita duka itu. Pada tanggal 24 Maret 1992 jam 20.32 WIB sang Maha Pencipta memanggil Barata YBØAY untuk kembali kepangkuanNya. ORARI dan dunia amatir radio kehilangan salah satu putra terbaiknya. SOEGITO YFØAL MENJABAT SEBAGAI KETUA UMUM ORARI. ORARI dan dunia amatir radio sangat berduka. Namun perjalanan ORARI tidak boleh terhenti. Roda organisasi harus tetap berputar, pembinaan amatir radio harus tetap berjalan. Sehubungan dengan hal tersebut, pada tanggal 21 April 1992 dilaksanakan rapat DPP dan Pengurus ORPUS. Hasil rapat bersama ini pada tanggal 21 April 1992 dikeluarkan Surat Keputusan yang mengukuhkan Soegito YFØAL yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua umum untuk menjadi Pjs Ketua Umum ORARI. • MUNAS KE VI, 7 – 10 JULI 1996 DI HOTEL GARUDA YOGYAKARTA PENGURUS ORARI PUSAT MASA BAKTI 1996-2001 DEWAN PENGAWAS DAN PENASEHAT Ketua H. Harsono YBØPHM Sekretaris Ben S Samsu YBØEBS Wakil Sekretaris Ahmad Said YB7BC Anggota Syam M. Aqil YB8NA

Sudwikatmono YD2VMW PENGURUS Ketua Umum Soegito YF0AL Wakil ketua umum Ir. Soenarto, MSc YBØUSJ Ketua bidang Aministrasi Bambang Purwono YBØLYB Ketua Bidang Operasi: M.A. Syambas YCØSBS Sekjen: A A G A B Sutedja YBØRMB Wakil sekjen Jhoni Sutjahyono, SH YBØDLG Bendahara umum Moesa Suraatmadja YBØMOS

35

Sesaat MUNAS berlangsung, munculah beberapa permasalahan, antara lain ditemukannya jabatan rangkap antara DPP ORPUS dengan Ketua ORDA, serta personil yang ternyata sudah bukan anggota ORARI lagi. Mengacu pada pasal 3 ayat ( 1 ) butir ( c ), pasal 7 ayat ( 1 ), pasal 7 ayat ( 5 ) AD/ART dan masukan dari berbagai ORDA, pernyataan Hijazi SH YC4PAY serta koordinasi DPP/Pengurus ORPUS dengan para personil eks anggota formatur MUNAS ke VI tahun 1996 maka ditetapkan keputusan bersama DPP dan pengurus ORARI Pusat masa bakti 1996 - 2001 no: Kep-001/op/DPP-ku/1996. tertanggal Juli1996 tentang penyempurnaan susunan kepengurusaan ORARI pusat masa bakti 1996-2001. Susunan kepengurusan ORARI Pusat masa bakti 1996-2001 yang telah disempurnakan ini, selanjutnya dikukuhkan oleh MenParpostel dengan Surat Keputusan no: KM.7/OT.001/MPPT 1996 tanggal 31 Desember 1996. Dengan demikian PENGURUS ORARI PUSAT MASA BAKTI 1996-2001 (yang disempurnakan) adalah: DEWAN PENGAWAS DAN PENASEHAT Ketua H.Harsono YBØPHM Sekretaris merangkap anggota: Ben S Samsu YBØEBS Anggota: Sudwikatmono YD2VMW Ahmad Said YB7BC Syam M Akil YB8NA PENGURUS Ketua umum Soegito YFØAL Wakil Ketua Umum Ir Soenarto MSc YBØUSJ Ketua bidang adm. Bambang Purwono YBØLYB ketua bidang operasi: M A Sambas YCØSBS Sekjen: A A G A B Suteja YBØRMB Wakil Sekjen Jhoni Sutjahyono SH YBØDLG Pj. Bendahara umum Moesa Suraatmadja YBØMOS Di era kepengurusan Soegito YFØAL yang kedua kali ini, ujian bagi ORPUS ternyata masih belum sirna. Pada periode ini, pemerintah melalui DEPARPOSTEL mencabut Peraturaan Presiden no. 21 tahun 1967 tentang amatir radio. Akibat dari pembekuan PP.21 1967 ini, anggota ORARI diseluruh Indonesia sedikit mengalami guncangan, malah ada anggapan bahwa ORARI bubar. Padahal, setelah peraturan presiden no.21 tahun 1967 dibekukan, keberadaan ORARI masih ditunjang dengan landasan hukum berdasarkan SK Dirjen Parpostel no.27, artinya keberadaan amatir radio di Indonesia masih sepenuhnya dalam pangkuan pemerintah RI. Dalam kondisi yang agak rancu, timbullah beberapa keraguan di beberapa pihak yang ujungnya menimbulkan wacana semacam organisasi tandingan. PP. no 20 tahun 1980 yang melengkapi PP. no 21 tahun 1967 menimbulkan berbagai penafsiran yang berbeda, sehingga ada sebanyak 27 orang yang berkumpul dan berembuk serta

36

bermusyawarah untuk membentuk kelompok yang menamakan dirinya REMBUG, di samping kelompok lain yang disebut POKJA MARI (Kelompok Kerja Masyarakat Amatir Radio Indonesia).

Selain itu didaerah juga terjadi hal yang serupa, ada guncangan-guncangan dalam tubuh ORARI. Di Yogyakarta juga dicanangkan organisasi semu, malah ada yang sempat mengirim surat kepada Menteri Perhubungan.

Sementara itu, pemerintah membubarkan DEPARPOSTEL, padahal selama ini ORARI dibawah naungan departemen tersebut. Selanjutnya pemerintah menunjuk Departemen Perhubungan sebagai “induk semang” organisasi amatir radio dan organisasi sejenis. Tentu saja peralihan ini membutuhkan waktu untuk mensosialisasikannya.

Dimasa yang serba penuh eforia (kegembiraan sesaat) setelah terjadi huru-hara di tahun 1997 dan suksesi (pergantian Presiden) tentu merupakan masa-masa yang berat bagi Soegito YFØAL dan jajaran pengurus ORPUS. Walaupun ORARI sudah membuat nota protes kepada pemerintah mengenai dicabutnya peraturan presiden no.21 tahun 1967, tetapi tidak pernah ada tanggapan.

Karena faktor-faktor itulah penyelenggaraan Munas ke VII di Serpong, Banten menjadi tertunda, karena pada saat yang bersamaan ada SU luar biasa MPR yang menghasilkan terjadinya suksesi. MUNAS yang seharusnya dilangsungkan pada bulan Juni 2001 ditunda sampai bulan Oktober 2001. • MUNAS KE VII tanggal 12-14 Oktober 2001 DI PUSPITEK SERPONG PENGURUS ORARI PUSAT MASA BAKTI 2001-2006 DEWAN PENGAWAS DAN PENASEHAT. Ketua Soegito YFØAL Sekretaris Ir Soenarto YBØUSJ Wakil sekretaris H. Yurmalus Aras YB5BB Anggota John Kairupan YB2NG

Ahmad Salim Khuda YB3OCE Ahmad Rifai YB7UMR Hakamudin Jamal YB8HD

PENGURUS Ketua Umum H.Harsono YBØPHM Wakil Ketua Umum Rusmana Hardiwinata SH YB1DRA Ketua Bidang Organisasi DR M. Soeshaktihadi – YB1AI Ketua Bidang Operasi & Teknik John M. Tombeg – YB1FCC Sekjen H. Moesa Suraatmaja YBØMOS Wakil Sekjen/Kasetjend M.Faisal Anwar–YB1PR Bendahara Umum Sofiati Ningsih Suharto –YCØXVC Wakil bendahara Umum V. Anindarstuti – YCØVIU

37

Tugas utama dari kepengurusan di bawah Harsono YBØPHM adalah: 1. Melakukan pendekatan ke Pemerintah agar secepatnya mengeluarkan Peraturan Pemerintah

Khusus mengenai amatir radio pengganti Peraturan Presiden no.21 tahun 1967 2. Apabila Peraturan Pemerintah tentang amatir radio telah dibuat, supaya menyelenggarakan

Munas khusus untuk melakukan pembahasan dan penyempurnaan AD/ART ORARI. Sama seperti kepengurusan sebelumnya, di era Harsono suksesi (pergantian kekuasaan di pemerintah) juga mempengaruhi banyak faktor.

IAR dan SKKR jadi terlambat terbit, ujian bagi anggota baru tertunda-tunda, pembinaan kepada anggota ORARI baik ditingkat pusat maupun daerah jadi tidak teratur.

Mengatasi hal tersebut, atas desakan beberapa fihak pada tanggal 21-22 Februari 2003 di Tretes, Jawa Timur diadakan MUNASUS/MUSYAWARAH NASIONAL KHUSUS, yang dilanjutkan dengan RAKERPUS/Rapat Kerja Pusat pada tanggal 22-23 Februari 2003. Sebagai hasilnya diumumkan susunan Pengurus ORARI PUSAT YANG DISEMPURNAKAN sbb.: Ketua umum: H. Harsono YBØPHM Wakil ketua umum/ KaBid Organisasi Rusmana Adiwinarta SH YB 1DRA KaBid OpsTek/

QSL& Award John M Tombeg YB1FCC Sekjend/HubLu: H. Moesa Suraatmaja YBØMOS Wakil sekjend/

KaSet Jend: M Faisal Anwar YB1PR Bendahara umum: Sofiati Ningsih Suharto YCØXVC Pada masa Kepengurusan YBØPHM juga masih ada intervensi dari beberapa anggota yang menjurus ke pembentukan organisasi tandingan selain ORARI, namun dengan segala bentuk pendekatan semua dapat diatasi. Sampai berakhirnya era kepengurusan Harsono YBØPHM pihak Pemerintah qq Departemen Perhubungan (Dephub) belum juga mengeluarkan peraturan (perundang-undangan) pengganti PP 21 tahun 1967. Karenanya, salah satu klausul yang berbunyi: “Setiap ada peninjauan/ perubahan/penambahan pada AD/ART Organisasi Amatir Radio Indonesia ORARI hasil MUNAS, harus disahkan melalui SK Menteri” … dianggap hanya berlaku sampai dengan 1996, yaitu saat dicabutnya PP 21/1967 tersebut. Dengan demikian hasil MUNAS VII tahun 2001 tidak perlu ada pengesahan melalui SK Menteri lagi (seperti yang pernah terjadi dengan hasil keputusan MUNAS Yogya tahun 1991 yang “disempurnakan lagi” oleh pemerintah yang merujuk kepada klausul tersebut di atas), sehingga ORARI menjadi lebih independen/mandiri.

38

MUNAS VIII 9-10 September 2006, Bali Beach Hotel –SANUR BALI PENGURUS ORARI PUSAT MASA BAKTI 2006-2011 DEWAN PENGAWAS DAN PENASEHAT Ketua H. Harsono YBØPHM Sekretaris Hadiono Bajuri YBØTZ Wakil Sekretaris Yana Koryana YB1AR Anggota Dr. Yos S. Soejoso YB2SV

H. Maharyanto YB3BM Syahchrani Syachrin YB7OKE Rahmad Sofyan Patajai YB8KHR

PENGURUS Ketua Umum Sutiyoso YBØST Wakil ketua umum IGK Manila YBØAA KaBid Organisasi Bambang Soegiarto YBØYJ KaBid OpTek Budi Riyanto Halim YBØHD Sekjen St Suryo Susilo YBØJTR Wakil Sekjen Gigie Sugianto YBØGG Bendahara Umum Haryanto Bajuri YCØHB Wkl Bendahara Umum Anna Rudhiantiana YCØRSA

Koordinator Diklat Onno W Purbo YBØMLC Koordinator Litbang H Agus Hadi Y, YBØDJH Koordinator Hublu Wisnu Wijaya, YBØAZ Koordinator Hukum & Advokasi Ruhut Sitompul, YCØRHS Koordinator QSL & Award Biro Gjellani Joostman, YB1GJS Koordinator Publik Servis Triadi Suparta, YBØKVN Kapala Sekretariat Jenderal M. Faisal Anwar, YB1PR PROFIL SUTIYOSO, YBØST - KETUA UMUM ORARI PUSAT 2006 – 2011 Melalui MUNAS ke VIII yang diselenggarakan di Bali Beach Hotel, Sanur - Bali, Letjend ( Purn ) Sutiyoso yang juga adalah Gubernur DKI Jakarta dipilih secara aklamasi menjadi Ketua Umum ORARI. Sutiyoso, YBØST yang jauh sebelumnya -- semasa masih sebagai Pangdam Jaya -- banyak melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan ORARI khususnya di Jakarta, tentu tidak merasa sebagai orang luar di lingkungan ORARI.

“Saya membaca sejarah ORARI, saya membaca kode etik ORARI - terasa sangat miris hati saya sebagai prajurit. Saya sudah terbiasa membaca Sapta marga dan Sumpah Prajurit, tapi merenungkan apa yang tertera dalam Kode Etik ORARI, hampir tak cukup hanya kata-kata untuk mengungkapkan arti dan makna yang demikian dalam, dimana disebutkan amatir radio adalah seorang patriot, seorang satria. Karena itu, apabila kita melaksanakan ketentuan-ketentuan yang tercantum didalam kode etik ORARI dengan baik maka kita anggota amatir radio Indonesia, adalah warga negara yang terbaik di republik ini”. 39

Cuplikan pidato Sutiyoso pada saat penutupan MUNAS VIII tersebut merupakan sebuah pengakuan yang tulus dan cukup menyentuh.

Ketika Jakarta dilanda banjir besar pada bulan Februari tahun 2007, Sutiyoso selaku Gubernur DKI Jakarta menempatkan anggota ORARI di Pusat Pengedalian Krisis, Satkorlak PBP Pemda DKI Jakarta dalam kelompok pengendalian musibah yang mengambil Posko di Gedung Balaikota Jakarta.

Peran serta anggota ORARI saat itu cukup menonjol sampai beberapa kru televisi dari luar negeri mempublikasikan kegiatan ORARI selama melakukan bakti sosial (dalam bentuk dukungan komunikasi) tersebut. [ Sumber: Sekretariat ORPUS ]

◊◊◊◊◊

40

BAB VI - ORARI dari Daerah-ke-Daerah Catatan Penyunting:

- - - - - - - - - - - - - - - - - -

Penyuntingan edisi soft copy ini dikerjakan di minggu-minggu akhir bulan Juni 2008, berarti sudah selang hampir setahun sejak versi cetak-nya beredar. Selama itu, belum juga ada “masukan” baru yang dapat dipakai untuk meng-up date Bab VI ini khususnya, ataupun Bab-bab lainnya yang kami sadari masih jauh untuk bisa disebut lengkap. Karenanya, pada edisi ini untuk Bab VI yang dapat kami tampilkan adalah masih persis sama dengan yang ada di versi cetak. Untuk itu lewat media ini sekali lagi kami menghimbau siapapun di antara pembaca yang mempunyai bahan apapun (naskah, fotokopi dokumen apapun,misalnya QSL-card dari berbagai era, kliping artikel di surat kabar atau majalah) yang sekiranya dapat dikembangkan sebagai bahan penulisan selanjutnya – agar bersedia mengirimkannya (atau rekaman berupa fotokopi atau hasil scanning) kepada Tim Penelusuran Sejarah ORARI Pusat, baik melalui e-mail dengan alamat [email protected] atau melalui pos yang dialamatkan kepada:

Tim Penelusuran Sejarah ORARI Pusat Gedung Prasada Sasana Karya,Lt. 10

Jl. Suryopranoto No. 8 Jakarta 10130

41

ORARI DAERAH JAKARTA (ODJ), Call Area Ø Di awal terbentuknya ORARI Daerah DKI Jakarta hanya terdiri dari empat lokal, tiap lokal mewakili wilayah tingkat Walikota. Keempat lokal tersebut adalah lokal Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat. Lokal Jakarta Utara baru menyusul kemudian karena walaupun wilayah geografis Tanjungpriuk cukup luas tetapi populasi amatir radionya relatif hanya sedikit. Selain itu, kegiatan ORARI daerah DKI Jakarta pada awal kelahirannya dapat dikatakan ekuivalen (sama dengan) dan selalu sejalan dengan eksistensi ORARI secara nasional, karenanya tidak mengherankan jika sampai beberapa periode Ketua ORARI daerah DKI Jakarta juga merangkap sebagai Ketua ORARI Pusat ORARI DAERAH JAKARTA (ODJ) Masa Bakti 1968-1973. Ketua ORARI Daerah DKI Jakarta yang pertama adalah Willy A. Karamoy YBØBV (SK), ex ketua PARD (Persatuan Amatir Radio Djakarta). ORARI DAERAH JAKARTA (ODJ) Masa Bakti 1973-1978. Pada tahun 1973, sesuai AD/ART dilaksanakan Musyawarah Nasional (MUNAS) ORARI yang kedua. Pada MUNAS ini, Willy A. Karamoy YBØBV terpilih kembali sebagai ketua ORARI Daerah DKI Jakarta yang kedua, tapi hanya dijabat selama 1 tahun. Untuk selanjutnya posisi ketua ODJ masa bakti tahun 1973-1978 dipegang rangkap oleh Soewondo YBØAT yang pada saat itu juga adalah ketua ORARI Pusat. Di era kepemimpinan Soewondo seperti juga yang berlaku di tingkat nasional pembinaan dan pengarahan terhadap anggota ORARI ditingkatkan. Berbagai kebijakan, baik yang berkaitan dengan latihan teknik radio, maupun operating procedure di perbanyak dan diperluas. ORARI DAERAH JAKARTA (ODJ) Masa Bakti 1978-1983. Pada periode 1978-1983 M.I Khadja YBØBU terpilih sebagai Ketua ORARI Daerah DKI Jakarta. Di era kepengurusannya terjadi booming anggota amatir radio, yang antara lain disebabkan oleh: 1. pada masa-masa itu untuk pemasangan telpon baru masih agak sulit untuk mendapatkannya.

Selain harus indent selama bertahun-tahun, juga relatif masih mahal 2. pada tahun 1978-1981, terjadi pergeseran dari penggunaan perangkat home brew

keperangkat-perangkat buatan pabrik, terutama untuk peralatan yang bekerja di band 2m, baik berupa rig maupun handly talky (HT) – yang pada kenyataan sehari-hari lantas dimanfaatkan sebagai media berkomunikasi pengganti telpon.

Untuk mengatasi membludaknya calon anggota ORARI yang hendak mengikuti ujian, pengurus ODJ saat itu membuat beberapa kebijakan yang bersifat mempermudah para calon anggota ORARI yang akan ikut ujian. Disatu sisi kemudahan yang dibuat oleh pengurus ODJ memang membantu dan mempermudah proses penerimaan anggota baru, tapi disisi lain terjadi sedikit “guncangan” diantara para anggota yang sudah cukup lama menjadi anggota.

42

Mereka berkilah dengan merujuk kepada kenyataan betapa susah dan sulitnya proses ujian pada masa itu: mereka harus membawa pemancar ke hadapan para penguji, harus ada skema (diagram) pemancar dan beberapa keharusan lain yang dirasa cukup berat, belum lagi mata ujian CW yang tidak bisa ditawar! Sementara di fihak lain nantinya dengan dengan mudah dapat melalui proses ujian dan menjadi anggota. Bibit-bibit ketidakpuasan terhadap kepengurusan era 1978-1983 tersebut tambah meruncing sampai akhirnya muncul issue untuk mengadakan Musyawarah Daerah Luar Biasa (MUSDALUB). Isu ini ternyata mendapat banyak dukungan dan akhirnya benar-benar dilaksanakan dan jadilah MUSDALUB yang pertama. Ternyata dalam MUSDALUB ini Khadja YBØBU terpilih lagi menjadi Ketua, dan sesuai AD/ART, putusan RAKERLUB tersebut adalah syah dan harus dijalankan dan ditaati. Tetapi nampaknya bibit-bibit ketidak puasaan terhadap kepemimpinan Khadja masih tetap ada, dan dengan segala daya dan upaya ”mereka” kembali menghembuskan isu untuk mengadakan MUSDALUB yang kedua kali. Menyadari iklim yang tidak sehat yang dapat menimbulkan kesulitan dalam menjalankan program kerjanya maka Khadja mengundurkan diri dan menyerahkan kepemimpinan ODJ kepada ORARI Pusat (ORPUS) yang pada saat itu dijabat oleh Muhartono YB1PG. Kepemimpinan ODJ sementara diambil alih oleh ORPUS sambil dipersiapkan MUSDA berikutnya.

(sesuai AD/ART, dalam keadaan Ketua berhalangan melaksanakan tugasnya maka Wakil Ketualah yang menjalankan tugas-tugas harian sebagai Pelaksana Tugas (PLT). Pada waktu itu Wakli Ketua ODJ adalah Aspan Sudiro YBØAY, perwira TNI/AD berpangkat kolonel yang bertugas di Bakin -- tapi mungkin waktu itu ORPUS memliki pertimbangan lain sehingga kepengurusan diambil alih oleh ORPUS).

ORARI DAERAH JAKARTA (ODJ) Masa Bakti 1983-1988. MUSDA yang kemudian diselenggarakan menghasilkan era kepengurusan Barata, YBØAY (ex YB6IB), yang sehari-hari menjabat sebagai Direktur Operasi TNI/AL dengan pangkat Laksamana bintang dua. Program kerja paling awal dari era ini adalah pemekaran lokal-lokal, dari yang semula hanya lima: Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Utara dan Jakarta Selatan. Untuk keperluan tersebut, dibentuklah P3OL (Panitia Pelaksana Pemekaran ORARI Lokal), dan melalui program kerja, pelatihan serta arahan dari P3OL, maka lokal-lokal ORARI dapat berkembang menjadi lebih banyak. Sebagai contoh: Jakarta Pusat yang semula hanya satu lokal dikembangkan menjadi lima lokal, masing-masing lokal Tanah Abang, Gambir, Senen, Sawah Besar, Menteng dan Kemayoran. Dalam waktu singkat, ORARI daerah DKI Jakarta berkembang menjadi 18 lokal. Ternyata kebijakan ini mengundang protes, dan melihat gejala yang tidak sehat tersebut Kolonel TNI/AD Sarifuddin, Kepala Bidang Frekuensi Dirjen POSTEL pada saat itu, memanggil Zoelkarnaen YBØAU untuk mengumumkan kepada mereka yang tidak puas dengan kebijakan ODJ, diberikan waktu satu bulan untuk melaksanakan MUSDA. Akhirnya mereka yang tadinya memprotes kebijakan tersebut dapat menerima untuk mendukung kepengurusan era tahun 1983-1988.

43

ZULU STATION Pada awalnya, banyak Amatir radio dari kelompok ekonomi pas-pasan yang memulai karirnya dari pemancar rakitan sendiri (homebrew). Bagi mereka bermain di band 2m hampir merupakan angan-angan, karena pesawat-pesawat yang ada zaman itu (diawali dengan era Round Dollar, Standard) hampir semuanya adalah built-up, buatan pabrik -- yang selain masih langka (terbatas jumlahnya, kebanyakan hasil import “gelap” alias barang selundupan yang ditenteng mereka yang mujur bisa mondar-mandir ke Akihabara di Tokyo), juga mahal harganya. Akibatnya, lama kelamaan timbul jurang pemisah (gap) antara mereka yang menggunakan perangkat homebrew dengan modulasi AM di band 80m dengan mereka yang bekerja di band 2m dengan mode FM. Padahal, demi alasan praktis (untuk jangkauan lokal) saat itu mulai dibiasakan bagi lokal-lokal untuk mengumumkan hal-hal yang berkaitan dengan keseharian kegiatan amatir radio melalui band 2m ini. Mengatasi hal itu, di lokal Grogol (sebelum di pecah jadi beberapa lokal) atas prakarsa Faizal Anwar YBØPR diadakan club station yang mempergunakan call sign ber-suffix Zulu. Dengan ini, mereka yang tidak memiliki pesawat 2m dapat menggunakan pesawat 2m yang ada di lokal, dan dengan demikian jurang pemisah di antara sesama amatir radio dapat dijembatani. Langkah ini kemudian menyebar ke lokal-lokal lain yang akhirnya menjadi suatu kewajiban bagi Sekretariat ORLOK untuk memiliki Club Stasiun yang dilengkapi dengan perangkat pemancar, operating prosedur dan call sign. Sebenarnya gagasan untuk mendirikan Club Stasiun ini adalah juga merupakan salah satu program kerja dari Panitia Pelaksana Pemekaran Orari Lokal (P3OL). PELATIHAN KADER. Untuk mencetak kader-kader yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas para anggota ORARI, di Jl. Tanahabang 1 pada saat itu diadakan semacam DIKLAT, dimana diberikan latihan teknik radio dan pengenalan regulasi-regulasi tentang frekuensi radio, baik tingkat nasional maupun tingkat global. Ternyata kemudian kader-kader yang dihasilkan menjadi pelopor amatir radio di tempat/daerah mereka masing-masing. GEDUNG SEKRETARIAT ODJ. Gedung sekretariat ODJ yang sebelumnya menumpang di Gedung Dewan Telekomunikasi RI (DETELRI) dengan alasan agar lebih mandiri dipindahkan ke rumah Suharyono YBØGF di kompleks Halim Perdanakusuma. Pada periode Kepengurusan berikutnya kantor Sekretariat pindah kerumah Sriwijaya YBØBNB di Menteng (1 tahun), untuk kemudian pindah lagi ke sebuah paviliun di Taman Kebun Sirih. Pada tahun 1985 Sekretariat ODJ dipindahkan ke Monas (bekas gedung pameran PERUMNAS). LELANG CALLSIGN. Setelah sekretariat ODJ pindah di Monas, Barata sebagai ketua ODJ mulai mengumpulkan dana untuk mencari gedung sekretariat yang permanen, yang tidak setiap saat harus berpindah tempat karena hal tersebut sangat berpengaruh terhadap keselamatan arsip dan aset-aset ODJ. Salah satu cara yang ditempuh pada saat itu, adalah dengan “melelang” callsign.

44

Misalnya ada satu callsign yang diincar oleh tiga orang anggota, maka callsign tersebut dilelang dengan tanpa memberikan tarif. Terserah kepada ketiga orang yang berminat tersebut siapa yang berani membayar paling tinggi, maka ia berhak atas callsign tersebut. Uang hasil lelang tersebut dibagi antara lokal tempat pemenang lelang dan ODJ. Dana yang terkumpul dengan cara ini, ditambah dengan dana yang berhasil dikumpulkan dari beberapa donatur inilah yang dicadangkan untuk pengadaan Gedung Sekretariat yang permanen. ORARI DAERAH JAKARTA (ODJ) Masa Bakti 1988-1992. Sebelum program untuk memiliki gedung Sekretariat yang permanen dan milik sendiri dapat terwujud, masa kepengurusan Barata YBØAY berakhir. Melalui MUSDA ke VIII ORARI Daerah DKI Jakarta tahun 1988 T Zoelkarnaen YBØBZT terpilih sebagai Ketua ODJ. Di bawah kepengurusannya berkat bantuan/dorongan dari banyak pihak, baik secara moril maupun materiil, gedung Sekretariat di jalan Casablanca no 55 dapat terealisasi. Salah satu masalah yang menjadi program untuk diatasi pada masa bakti 1988–1992 adalah soal pengurusan Kartu Anggota (KTA). YBØBZT menyetujui gagasan yang dilontarkan dalam Rakerda II ODJ tahun 1991 agar KTA dikeluarkan bersamaan dengan penerbitan Izin Amatir Radio (IAR) tanpa harus ada pengisian formulir khusus, dan didesentralisasi di daerah. Gagasan tersebut akhirnya dapat direalisir dengan diterbitkannya Instruksi Administrasi no: 015/ins/k/III/91 tertanggal 25 maret 1991 tentang pengurusan KTA. Jumlah anggota. sampai dengan 10 Maret 1991 jumlah anggota ODJ adalah sebanyak 10.643 orang, dengan perincian sebagai berikut: Anggota tingkat penegak 363 orang Anggota tingkat penggalang 2.225 orang Anggota tingkat siaga 7.892 orang Anggota tingkat pemula 101 orang Anggota kehormatan 52 orang Anggota luar biasa 10 orang Jumlah: 10.643 orang. Pada tahun 1991 jumlah anggota ODJ mengalami penurunan karena banyak anggota tidak memenuhi kewajibannya membayar iuran lebih dari dua tahun. Selain itu, banyak juga anggota yang tidak memperpanjang ijin amatir radionya. Untuk mengatasi masalah itu, sebenarnya ODJ sudah pernah mengeluarkan surat edaran no: 113/SE/I/IX/1988 tanggal 30 September 1989, tapi tidak mendapatkan tanggapan yang memuaskan. Pengurus akhirnya mengambil kebijaksanaan dengan mengeluarkan Call Book ODJ tahun 1990 tanpa mencantumkan nama – nama mereka yang belum menyelesaikan masalah administrasinya. Kebijakan ini diambil dengan harapan agar mereka yang namanya tidak tercantum akan terpanggil untuk menyelesaikannya.

45

Dengan alasan administrasi yang tidak teratur, ketidakpuasan atas kepemimpinan T. Zulkarnaen berkembang sampai mayoritas ORLOK menuntut dilaksanakannya MUSDALUB. Karena kondisi yang sudah tidak kondusif T. Zulkarnaen akhirnya mengundurkan diri sebagai ketua ODJ. Purnomo Sigit, YBØMFP yang saat itu menjabat sebagai wakil ketua, naik menjalankan tugas-tugas sebagai Pelaksana Tugas Ketua ODJ. Dalam masa kepemimpinannya (yang hanya beberapa bulan) Purnomo meminta kepada ORPUS supaya MUSDA dipercepat. Untuk keperluan tersebut ORPUS menurunkan tim yang ditugaskan untuk mempersiapkan pelaksanaan MUSDA, yang antara lain beranggotakan IR. Hismawan YBØBSE. MUSDA yang akhirnya terselenggara dibuka oleh Sutiyoso YBØST (saat itu selaku Gubernur Kepala Daerah DKI Jakarta). Setelah MUSDA dibuka dan memasuki rapat pleno pertama, peserta rapat langsung menolak MUSDA dilanjutkan. Para peserta rapat tetap menuntut diselenggarakan MUSDALUB. (Perbedaaan antara MUSDA dan MUSDALUB terutama terletak pada keharusan Ketua Umum lama untuk membacakan pertanggungan jawabnya. Dalam MUSDA Ketua Umum harus menyampaikan pertanggung jawaban dimasa kepengurusannya, sebaliknya pada MUSDALUB tidak ada keharusan bagi Ketua Umum yang lama untuk menyampaikan pidato pertanggung jawabannya). ORARI DAERAH JAKARTA (ODJ) Masa Bakti 1998 –2003.

Melalui MUSDA yang kemudian berubah menjadi MUSDALUB Ir Sugeng Suprijatna YBØSGF dipilih sebagai Ketua ORARI Daerah DKI Jakarta. Beberapa hal penting yang dapat dicatat dari masa bakti 1998-2003 ini antara lain: 1. Terjadinya penggabungan Lokal Kebayoran dengan Lokal Kebayoran Lama; Lokal Menteng

dengan Lokal Gambir. Penggabungan empat lokal tersebut terjadi pada tahun 2002. 2. Maret 2002: setelah berkordinasi dengan Dinas Perhubungan Propinsi DKIJakarta maka pada

bulan maret 2002 ODJ mengeluarkan Instruksi Administrasi tentang diterbitkannya IAR seumur hidup.

3. Tanggal 19 oktober 2002 beberapa pengurus ODJ yang menyebut dirinya sebagai Kelompok Kerja Masyarakat Amatir Radio Indonesia (POKJA MARI) menulis surat ke pada Menteri Perhubungan RI. Untuk menyelesaikan kemelut politik yang kemudian timbul dan demi kebaikan semua pihak, melalui rapat pleno dan atas desakan lokal-lokal se DKI Jakarta, diterbitkan Surat Keputusan untuk meng-non aktif-kan pengurus ODJ yang ikut dalam POKJA MARI.

4. 4 Maret 2003: Ketua, Sekretaris, dan anggota DPP ORLOK Pulogadung menulis surat pengunduran diri kepada ODJ, sehingga terjadi ketimpangan dalam susunan Kepengurusan. Untuk mengatasi hal itu ODJ pada tanggal 18 Januari 2004 mengundang seluruh anggota ORLOK Pulogadung. Hasilnya adalah dikeluarkannya SK tentang DPP ORLOK Pulogadung sebagai pengganti Kepengurusan.

5. Pembuatan situs web ODJ di http:/www.qsl.net/yb0zz

46

6. ODJ mengirim Utusan dan Peninjau untuk mengikuti MUNASUS/MUSYAWARAH NASIONAL KHUSUS yang diadakan pada tanggal 21-22 Februari 2003 di Tretes, Jawa Timur; yang kemudian dilanjutkan dengan RAKERPUS/Rapat Kerja Pusat pada tanggal 22-23 Februari 2003.

ORARI DAERAH JAKARTA (ODJ) Masa Bakti 2004 – 2009. Setelah menyelesaikan masa kepengurusan pertama pada periode 1998–2003, melalui MUSDA ke XII pada tanggal 14 Februari 2004, Sugeng Suprijatna YBØSGF dipilih kembali sebagai Ketua ORDA DKI Jakarta. MUSDA yang diselenggarakan di Hotel Indonesia berlangsung dengan lancar. Di periode pengurusannya yang kedua Sugeng Suprijatna lebih memprioritaskan kepada kualitas sumber daya anggota dan Pengurus terutama di jenjang lokal. Dengan demikian ORDA cukup sebagai pembuat kebijakan saja, sedangkan ORLOK akan lebih diberdayakan agar kegiatan ditingkat lokal lebih bervariasi dan ada peningkatan kualitas SDM. Setelah melaksanakan berbagai event seperti Hamfest dan Field day, pada tanggal 6 Agustus tahun 2006 dilaksanakan suatu event yang cukup bergengsi, ZERO PROKLAMAFOX. Event yang merupakan kerja bareng antara ODJ dan ORLOK Senen ini berlangsung cukup sukses. Di periode 2004–2009 ini banyak diadakan perbaikan di bidang organisasi dan teknik, antara lain dengan penerbitan Petunjuk Administrasi (JUKMIN) sebagai petunjuk pelaksanaan administrasi di semua tingkat, baik di ODJ maupun Lokal. JUKMIN tersebut dibuat berdasarkan rapat-rapat dengan para pelaksana administrasi ditingkat Lokal (terutama para Sekretaris). Di bidang teknik berbagai teknogi yang sedang hangat dibahas dan di seminarkan, seperti teknologi Digicom, Wajanbolik, APRS dan eQSO. Pada tanggal 10 Juli 2006, dikeluarkan SK nomor 014/SK. ODJ/VII/2006 tentang pengangkatan Dewan Redaksi Bulletin ORARI DKIJakarta. Bulletin yang berfungsi sebagai media informasi dan komunikasi internal ini diberi nama ZERO NEWS, dan sampai saat penuilsan ini telah terbit sebanyak 4 (empat) edisi.

◊◊◊◊◊

47

ORARI DAERAH JAWA BARAT, Call Area 1 Sama seperti kisah para amatir radio di daerah lainnya di Indonesia, baik di jaman pemerintahan Hindia Belanda, pendudukan Jepang maupun saat Indonesia sudah merdeka sekalipun kegiatan amatir radio di daerah Jawa Barat yang bermula dari kota Bandung dimulai dengan kondisi yang sangat sederhana, malah pada beberapa periode situasi dan kondisi menjurus kepada membahayakan bagi mereka yang bereksperimen dalam teknik radio (pemancar), terutama kalau dihadapkan dengan sudut pendekatan keamanan, sekuriti dan territorial dari fihak yang berwenang. Kalau Bali dikenal sebagai pulau Dewata dengan masyarakatnya religius, Surabaya sebagai kota Pahlawan karena masyarakatnya rata-rata dinamis dan heroik, maka Bandung selain sebagai kota kembang sebenarnya dikenal juga sebagai kota teknik. Di samping keberadaan ITB, STT Telkom, UNPAD, UNPAR dan lain-lain perguruan tinggi yang berorientasi tehnik, banyak pabrik atau industri berbasis tehnik, bahkan yang sudah mengetrapkan tenologi tinggi (hi-tech) ada di sini seperti PINDAD, PTDI, beberapa pabrik semi konduktor dan sebagainya. Hal ini menjadikan Bandung sebagai tempat yang kondusif bagi berkembangnya profesi dan hobi yang berbasis tehnik, yang meliputi produksi, reparasi maupun modifikasi – dan karenanya sangat kondusif pula bagi perkembangan kegiatan amatir radio. AMATIR RADIO BANDUNG DI ZAMAN HINDIA BELANDA Walaupun nama organisasinya tidak diingat lagi (besar kemungkinan yang dimaksud adalah NIVERA) tapi Saswinarno YB1AK (SK) memastikan bahwa kegiatan amatir radio di jaman Hindia Belanda telah eksis di kota Bandung. Walaupun tidak dapat lagi mengingat namanya, Nano (panggilan akrab untuk YB1AK) masih ingat mempunyai teman dengan callsign PK1SW, yang seangkatan dengan Rubin Kain YB1KW, yang pada masa itu bercallsign PK1RK. Kemudian ada pula nama Gunawan YBØBD (SK) (pembuat mikrofon yang dipergunakan Bung Karno membacakan Proklamasi) yang kemungkinan besar adalah orang yang sama dengan Gunawan PK1GA [nara sumber Saswinarno YB1AK, wawancara dengan Bambang Watuaji YB1KV, 21 Juli 2005 ]. PERANAN MAHASISWA DENGAN RADIO KAMPUSNYA Kegiatan amatir radio di Bandung dapat ditelusuri kebelakang ke saat Rekario, seorang mahasiswa jurusan teknik elektro ITB membuat pemancar sederhana dengan antena vertikal sebagai tugas akhirnya (di kemudian hari tugas akhir ini menjadi cikal bakal 8EH, radio eksperimental mahasiswa ITB). Hampir disaat yang bersamaan, ada sekelompok mahasiswa ITB lain di bawah pimpinan Anhar Tusin yang juga membuat pemancar. Kelompok ini dikenal dengan nama GANESHA, yang giat dengan eksperimen di bidang transmisi radio dan sering mengadakan diskusi-diskusi ilmiah, baik di dalam maupun di luar kampus Di luar kelompok Civitas Akademika ITB, ada juga kelompok amatir radio yang lebih condong ke kegiatan radio siaran (broadcast). Grup ini dipimpin oleh Edi Karamdi.

48

Kebanyakan mereka juga cukup menguasai bidang tehnik, dan sekali-sekali masih juga melakukan QSO sekedar untuk mengecek kinerja pemancar buatan mereka. Pada saat itu Indonesia baru saja berhasil menyatukan kembali Irian barat kepangkuan ibu Pertiwi dan sedang dalam suasana konfrontasi untuk mengganyang Malaysia. Pada kondisi demikian tidak heran kalau Rekario dan rekan-rekannya dari grup Ganesha sering harus berurusan dengan Hubdam (Kodam Siliwangi) dan dengan pihak kepolisisan (waktu itu di bawah Komando Pertahanan Subversi Daerah pimpinan almarhum AKBP Tommy Fattah, kemudian dikenal sebagai YB1ZA). Untunglah pemanggilan-pemanggilan terhadap aktivis amatir radio pada saat itu lama-kelamaan berkembang menjadi pembinaan, bahkan pihak Hubdam dan Kepolisian akhirnya memfasilitasi para amatir radio tersebut untuk membuat wadah untuk saling bergabung. Setelah terjadi beberapa kali lobby, terjadilah kesepakatan untuk membentuk wadah bagi para amatir radio, baik bagi mereka yang lebih berminat untuk melakukan komunikasi 2-arah (QSO) maupun yang lebih mengarah ke radio siaran (broadcast), yang merupakan langkah awal berdirinya PARB/Persatuan Amatir Radio Bandung. PERSATUAN AMATIR RADIO BANDUNG Sekitar tahun 1966, saat kondisi keamanan Indonesia belum sepenuhnya pulih akibat G30S/PKI, para pembina dan beberapa anggota PARB bertemu untuk membahas adanya dualisme yang disebutkan di atas, yaitu antara amatir radio dalam arti kegitan berkomunikasi dua arah (QSO) dan “amatir radio” yang berorientasi radio siaran. Akhirnya menjadi jelas, PARB adalah wadah amatir radio yang murni melakukan kegiatan komunikasi dua arah. Setelah pertemuan tersebut dibuatlah beberapa ketentuan sebagai berikut:

1. PARB boleh mengudara antara jam 06.00 sampai jam 24.00 setiap hari. 2. Saat RRI menyiarkan warta berita semua kegiatan harus dihentikan 3. Daya pancar maksimum 20 watt

PARB dipimpin oleh Ir. Rekario X1AZ, dengan Suseno X1BK sebagai Sekretaris dengan sekitar 60 orang anggota. Pembina/adviser adalah Kol Otty Sukotjo (Kahubdam Siliwangi), yang kemudian diganti oleh AKBP H. Tommy Pattah. Salah seorang anggota PARB yang masih bisa ditelusuri adalah Ujang Tarwi (zaman itu Lettu CHB, sekarang sudah purnawirawan dengan pangkat terakhir Letkol PHB). Pada masa itu Ujang Tarwi memiliki Surat Izin Pancar bertanggal 21 Januari 1967 dengan calsign ZD1AI, dengan maksimum power 10 watt. PARB juga mengatur wilayah Bandung dengan pembagian lokal-lokal. Ketua PARB Lokal Cimahi yang pertama adalah Parman (kemudian YC1GD). [ nara sumber: Bambang Watuaji YB1KV, dari wawancara dengan Ir. Rekario, Hendro Sukaton YD1HST, Dr Sushaktibakti YB1AI, Ujang Tarwi, H. Adang S YC1BN - Juli 2005 ].

◊◊◊◊◊ 49

ORARI DAERAH BANTEN, Call Area 1 Perkembangan zaman yang terus bergerak maju dan jumlah penduduk yang kian bertambah tentu mempengaruhi kewilayahan suatu daerah, demikian juga dengan Daerah Provinsi Jawa Barat. Provinsi ini semula terdiri dari 4 kotamadya dengan 20 kabupaten. Karena tuntutan sosial ekonomi dan kemajuan teknologi informasi kemudian dibagi menjadi 2 wilayah. Pemekaran struktur pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat ini terjadi pada tahun 2001, masing-masing menjadi provinsi Jawa barat dan Banten. Provinsi baru di ujung barat Pulau Jawa ini pada awlanya dipimpin oleh Pejabat Sementara (Pjs) Gubernur Provinsi Banten Hakamuddin Jamal. Pjs Gubernur ini di tugaskan oleh Mendagri untuk mempersiapkan pemilihan Gubernut difinitif. Lahirnya ORARI Daerah (ORDA) Banten sesungguhnya melalui suatu proses yang dapat umpamakan sebagai “air yang mengalir sesuai dengan hukum alam”. Mengikuti alur yang seharusnya dilalui tanpa direncanakan, tanpa pula diredam. Wacana tentang pembentukan ORDA Banten diawali ketika Sukardi YB1TC (salah satu pengurus ORPUS saat itu) sebagai Ketua Organizing Committee MUNAS VII Serpong, 2001 menemui Pjs Gubernur Hakamuddin Jamal di pendopo Gubernuran Banten di Serang. Kunjungan tersebut dalam rangka melaporkan pelaksanaan MUNAS ORARI ke VII sekaligus mengundang beliau untuk membuka acara tersebut. Atas dukungan dan dorongan serta hubungan emosional Hakamuddin Jamal sebagai seorang anggota ORARI Sulawesi Selatan, maka lahirlah surat Ketua ORARI Daerah Jawa Barat no. 065/S.S/4/2001 tanggal 19 April 2001 tentang permohonan pembentukan ORARI Daerah Banten. Surat tersebut mendapat tanggapan dari ORARI Pusat pada tanggal 23 April 2001, dimana ORPUS mengeluarkan SK Ketua Umum no. Keputusan 070/OP/KU/2001 tentang pembentukan ORARI Daerah Banten, dan melalui MUSDA ke I bertempat di komplek Kantor Gubernur Banten pada tanggal 27 Mei 2001 diresmikanlah ORARI Daerah Banten. Di awal kelahirannya ORDA Banten terdiri dari 4 orari lokal, masing-masing Lokal Cilegon, Lokal Pandeglang, Lokal Serang dan Lokal Tangerang. MUSDA ke I tahun 2001 tersebut menghasilkan keputusan dan kebijaksanaan organisasi antara lain terpilihnya DPP dan Pengurus ORARI Daerah Banten Masa Bakti 2001 – 2006, yang dikukuhkan lewat Surat Keputusan Ketua Umum ORARI no. Kep. 073/OP/KU/2001 tanggal 27 Mei 2001 dengan susunan sebagai berikut :

50

DEWAN PENGAWAS DAN PENASEHAT Ketua : Joni Tanger YB1YB (ex YB1MJT) Sekretaris/anggota Yos TBM YC1YE (ex YC1CYE) Anggota FX. Surjoko YD1JK (ex YD1JWK) Anggota Dedi Sudrajat YB1SD (ex YC1LY) Anggota Ahmad Manlukat YC1XRR PENGURUS Ketua Erawan Suryadimedja YB1UGI Wakil Ketua Hj. Uum Suamesih Latif YC1USL Sekretaris Ir. Poniman YD1YO (ex YD1NWH) Wakil sekretaris Yadi A Dinuri YD1YD (YC1PJC) Bendahara Hj. Hindun YC1RT (exs YG1ML) Wakil bendahara Drs. H. Hikmatullah YD1JPZ Selama kepengurusan Sukardi YB1TC, ORARI Daerah Banten berkembang dari 4 menjadi 6 lokal, yaitu:Lokal Serang dengan 180 anggota aktif, Lokal Pandeglang dengan 69 anggota aktif, Lokal Cilegon dengan 185 anggota aktif, Lokal Ciputat dengan 185 anggota aktif, Lokal Tangerang dengan 483 anggota aktif, Lokal Serpong dengan 100 anggota aktif. Pada tanggal 31 Maret 2007 bertempat di Gedung Pasca Sarjana Insitut Agama Islam Negeri (IAIN) Ciputat Banten telah diwisuda anggota ORARI angkatan ke VI. [ nara sumber: Sukardi YBITC, Joko PS Rono YBIRKO ]

◊◊◊◊◊

51

ORARI DAERAH ISTIMEWA YOGJAKARTA, Call Area 2 Kehadiran amatir radio di Yogja dimulai dengan ramainya kegiatan berupa siaran–siaran radio dan hubungan komunikasi dua arah (QSO). Para penggemar amatir radio mengudara hampir selama duapuluh empat jam sehari. Semua kegiatan itu baik yang memutar lagu dari piringan hitam (turn table) maupun yang melakukan komunikasi dua arah (QSO) bekerja di seputar gelombang 90 sampai 100 meter. Kondisi seperti itu tidak mendadak sontak terjadi. Sebelum tahun 1965-1966, sudah ada beberapa orang yang mengawali kegiatan di bidang radio amatir. Hartono YC2BE, misalnya, yang di udara dikenal dengan “HRW“ singkatan dari Hartono Radio Wirobrajan. Hartono yang sudah mengudara sejak tahun 1964 ini pernah memegang jabatan seksi Organisasi Persatuan Amatir Radio Indonesia (PARI) cabang Yogja tahun 1967. Lain lagi dengan Mus Minhad YB2AE, mantan Ketua 1 Persatuan Radio Amatir Indonesia (PRAI) cabang Yogja tahun 1968 dan mantan Ketua 1 ORARI Lokal Yogja 1972-1973. Mus Minhad YB2AE beranggapan bahwa dengan munculnya Orde Baru telah menghembuskan angin segar bagi kegiatan amatir radio pada saat itu. Anggapan demikian agaknya disepakati oleh MW Notosudarno YC2BF. PRAJOGJA Salah satu pelopor kegiatan amatir di Yogja adalah Bambang Dewa Bagus YB2KX, yang sudah memulai kegiatannya sejak tahun 1961. Tahun 1966, Bambang Dewa Bagus mengumpulkan mereka yang saat itu sudah menggeluti dunia amatir radio. Saat itu terkumpul sekitar 60 orang dan setelah bermusyawarah terbentuklah organisasi radio amatir yang pertama di Yogja dengan nama Persatuan Radio Amatir Jogjakarta (Prajogja.) Mereka yang berkumpul pada saat itu di kemudian hari merupakan tokoh-tokoh organisasi amatir radio di Yogja. Ketua Prajogja ini adalah Bambang Dewa Bagus sendiri. Di Prajogja kegiatan para anggotanya masih bercampur aduk antara siaran (broadcast) dan QSO. Dalam waktu yang singkat Prajogja mengalami perpecahan karena sebagian anggota menginginkan pemisahan yang jelas antara kedua kegiatan tersebut. Apalagi didengar kabar bahwa di Bandung sudah didirikan kelompok amatir radio yang benar-benar hanya melakukan kegiatan komunikasi 2-arah (QSO). [Nara sumber: Notosudarmo, Majalah QSP ]. PERSATUAN AMATIR RADIO INDONESIA (PARI) Walaupun mendapat tentangan termasuk dari Bambang Dewa Bagus, beberapa orang yang menginginkan kemurnian dunia amatir radio sebagai alat komunikasi dua arah (QSO) berhasil membentuk satu organisasi lagi yakni Persatuan Amatir Radio Indonesia (PARI) pada tanggal 14 Juli 1967. PARI diketuai Aris Munandar, yang langsung mengadakan berbagai perbaikan untuk menjaga kedisiplinan anggota. Hal itu mengakibatkan gesekan dengan Prajogja. Untuk menghindari pertentangan yang lebih serius, Ketua Tim Peneliti Radio Amatir Kodam VII/Peperda Jateng-DIY, Mayor Imam Purwito, menunjuk Ketua PARI, Aris Munandar, untuk menggagas suatu pertemuan

52

antara Prajogja dan PARI. Hadir dalam pertemuan itu antara lain Komandan Kodim 0734 Let Kol Leo Ngali, Mayor Imam Purwito, dan Kepala stasiun RRI Nusantara II, Abdul Hamid, serta Kepala Djawatan Penerangan DIJ, Winarno. PERSATUAN AMATIR RADIO JOGJAKARTA (PARJ) Baru sebulan PARI terbentuk ternyata gesekan yang terjadi tambah meruncing. Apalagi pada saat pertemuan itu Bambang Dewa Bagus tanpa konsultasi dengan para pengurus Prajogja langsung membubarkan organisasi tersebut. Setelah pertemuan itu pada tanggal 19 AGUSTUS 1967 PARI berubah menjadi Persatuan Amatir Radio Jogjakarta (PARJ) dengan ketua Aris Munandar dan untuk pertama kali organisasi amatir radio di Jogja memiliki AD/ART dan tanda panggil (callsign) dengan prefix PK-2 yang dikeluarkan oleh Detasemen Perhubungan Angkatan Darat Korem 072/ Jogjakarta. PERSATUAN RADIO AMATIR INDONESIA (PRAI) 10 PEBRUARI 1968 Di Jawa Tengah juga sedang diadakan perbaikan organisasi amatir radio. Untuk itu, Mayor Imam Purwito memprakarsai perbaikan organisasi amatir radio sekaligus se-Jateng dan DIY. Seluruh organisasi radio yang ada diundang untuk mengadakan musyawarah pada tanggal 10 Pebruari 1968. Musyawarah yang berlangsung dari jam 10.00 s.d. 03.00 WIB dini hari berhasil menyusun sebuah organisasi radio amatir yang diberi nama Persatuan Radio Amatir Indonesia (PRAI) Ketua Umum untuk Yogjakarta adalah Mus Minhad YB2AE. Pertemuan pertama amatir radio se-Jateng/DIY itu menghasilkan pula pembentukan cabang-cabang Pekalongan, Tegal, Semarang, Magelang, Purworejo, Gombong, Solo, dan Jogja. Selain itu, terjadi perubahan callsign dari PK-2 menjadi PK-7. TERBENTUKNYA ORARI DAERAH JOGJAKARTA 16-18 DESEMBER 1983 ORARI Daerah Jawa Tengah dan DIY pimpinan Suyono YB2AU melaksanakan Kongres Daerah V tanggal 2 November 1980 di Klaten. Di Kongres V ini terpilih Kusnadi YB2KZ dari Jogja sebagai ketua yang baru untuk masa bakti 1980-1983. Tak lama setelah itu, 11 lokal dari 13 lokal di Jawa Tengah mengadakan pertemuan di Semarang. Hasilnya, dibentuk panitia ad hoc dengan ketua Rey Daryatmo YB2JL dengan tugas antara lain menangani urusan administrasi lokal-lokal di Semarang. Tanggal 11 Maret 1981 Rey Daryatmo menulis surat kepada Pembina ORARI Jateng/DIY yang berisi antara lain konferensi luar biasa tidak perlu dilaksanakan mengingat DIY sudah memiliki tiga lokal dan dapat berdiri sendiri menjadi Orda. Tanggal 26 Maret 1981 Ketua panitia Ad hoc menulis surat kepada Orda Jateng/DIY mengharapkan agar Orda Jateng/DIY menyerahkan lokal se-Jateng kepada panitia ad hoc. Tanggal 6 April 1981, Kusnadi YB2KZ, mengeluarkan surat pemecatan sementara kepada Rey Daryatmo YB2JL. Surat tersebut dibacakan melalui udara oleh YB2AA (Station Induk ORARI Jateng/DIY) pada tanggal 10 april 1981. Lokal Surakarta dan Lokal Kudus meminta agar surat tersebut dibatalkan. “Saya tidak ikut apa-apa” kata Rey.

53

M. Djahari YB2AG yang saat itu sering disebut sebagai orang yang memiliki pengaruh, dan Yos Suyoso YB2SV, Ketua ORARI Lokal Salatiga menilai bahwa kemampuan berorganisasi di antara anggota ORARI masih sangat minim. Musyawarah Luar Biasa ORARI Daerah Jateng/DIY di Bandungan tanggal 16-18 Desember 1983 merupakan tonggak penting dalam sejarah ORARI Daerah Jateng/DIY karena Yos Suyoso YB2SV yang saat itu memimpin sekaligus sidang mengetukkan palunya dengan keputusan berpisahnya ORARI Daerah Jateng dengan ORARI Daerah Yogjakarta. (Informasi tentang sejarah Orda Yogjakarta dikutip dari majalah QSP/ Edisi I, September 1984 berdasarkan tulisan: Subagyo-YB2MN, Harri Sudianto-YD2EBS, dan Leo Richard Napitupulu-YD2UCB)

◊◊◊◊◊

54

ORARI DAERAH KALIMANTAN BARAT, Call Area 7 Kegiatan amatir radio di Kalimantan Barat dimulai sekitar tahun 1970, pelopornya antara lain : Arnold Rifai, Sumedisumadi, M Saleh, SY. Abdul Muthalig dan H. Mansur Ahmad.

ORARI Kalbar dibentuk berdasarkan rapat yang diadakan pada tanggal 26 Desember 1971, salah satu pemerkasanya adalah Subiyantoro YB1HB (yang kemudian menjadi YB7AB), yang pada saat itu dinas di Hubdam (Perhubungan Daerah Militer) XII Tanjung Pura.

Namun demikian, pengesahan oleh Dewan Telekomunikasi Republik Indonesia (DETELRI) baru diterima pada tanggal 1 Februari 1973 dengan surat bernomor 041/DETEL/1973. Pada tahun itu juga izin amatir radio yang pertama kali untuk ORARI Daerah kalimantan Barat dikeluarkan. Dimasa awal terbentuknya, ORDA Kalbar bernama ORARI Regional VII/Kalimantan Lokal Kalimantan barat. Jabatan Ketua dalam kepengurusan ORDA Kalbar sampai tahun 1990 adalah:

Periode 1971 – 1980 Subiantoro YB7AB Periode 1980 – 1982 Suhaman YC7AH Periode 1982 – 1983 Mas Agus YD7AD (care taker) Periode 1983 – 1986 Bambang S YC7GF Periode 1986 – 1990 Daud Mountain YC7BDD

Pada periode tahun 1982 – 1983 dilaksanakan pembentukan ORARI Lokal (Orlok) Pontianak Barat, Pontianak Selatan, Pontianak Utara dan Timur, Mempawah dan Sambas

Pada periode tahun 1983 – 1986 dibentuk ORARI Lokal Sambas (kemudian dipecah menjadi ORARI Lokal Sambas dan Lokal Singkawang), Singkawang, Sanggau, Ketapang, Sintang, Putusibau Dengan demikian jumlah lokal dikalimantan barat adalah 10 lokal yang meliputi 7 Daerah tingkat II. Kepengurusan ORDA Kalbar tahun 1983 – 1986 adalah hasil MUSDA I pada 1-3 Juni 1983 yang dihadiri Ketua I ORARI Pusat Muhartono YB1PG.

Kepengurusan ORDA Kalbar tahun 1986 – 1990 adalah hasil MUSDA II pada 19 – 20 Juli 1986, yang dilantik oleh Ketua III ORPUS S. Dorno Indarto YBØCVN. LOKAL-LOKAL ORARI DAERAH KALIMANTAN BARAT. - - - - -- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - LOKAL PONTIANAK BARAT. Rapat umum anggota ORARI Lokal Pontianak pertama kali diselenggarakan pada hari Minggu 13 Juli 1986 di gedung Wisma Merdeka Pontianak.

Pada rapat ini berhasil dipilih Pengurus ORARI Lokal Pontianak Barat (yang pertama) untuk masa bakti 1986 – 1988, dan pada tanggal 27 November 1988 diselenggarakan Musyawarah Lokal (MUSLOK) yang pertama.

Hasil dari MUSLOK ini terbentuklah kepengurusan yang akan bertugas sampai dengan bulan Desember 1991. 55

LOKAL PONTIANAK UTARA DAN TIMUR Tanggal 2 Februari 1986 diadakan rapat umum anggota ORARI Lokal Pontianak Utara dan Timur. Selanjutnya pada tanggal 25 September 1988 dilaksanakan MUSLOK pertama yang menghasilkan Pengurus baru dengan masa bakti sampai tahun 1991 dengan ketentuan MUSLOK berikut paling lambat harus dilaksanakan pada bulan desember 1991. LOKAL PONTIANAK SELATAN Di Lokal Pontianak Selatan rapat umum anggota dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 1983. Kepengurusan ini melanjutkan masa bakti kepengurusan sebelumnya, yaitu tahun 1982 – 1984. Dalam kenyataannya pengurus ini bertugas sampai 31 Maret 1985 karena rapat umum anggota baru dapat dilaksanakan pada hari itu. Pada rapat umum anggota tersebut terpilihlah Pengurus baru dengan masa bakti 1984 – 1986. Penggantian pengurus berikutnya terjadi saat MUSLOK tanggal 1 Februari 1997 yang memilih kepengurusan baru untuk periode 1987 – 1990. LOKAL MEMPAWAH Pada saat berdirinya Lokal Mempawah ini bernama Lokal Kabupaten Pontianak yang terbentuk pada tanggal 28 Februari 1983. Setelah itu berturut-turut terjadi pergantian pengurus untukk periode masa bakti 1983 – 1985 dan 1985 – 1987 dimana kepengurusan tersebut efektif sampai bulan Agustus 1987. Pada tanggal 23 Agustus 1987 diadakan MUSLOK ORARI Lokal Menpawah yang pertama yang menghasilkan kepengurusan baru dengan masa bakti 29/8/1987 – 29/8/1990 berdasarkan Surat Keputusan ORDA no. 06 tahun 1987 tanggal 29 Agustus 1987. LOKAL SINGKAWANG Pada tanggal 1 September 1985 diadakan rapat umum anggota yang membagi wilayah Lokal Kabupaten Sambas menjadi dua lokal yaitu :

1. Lokal Singkawang yang meliputi 12 kecamatan 2. Lokal Sambas dengan 5 kecamatan.

Untuk menyusun pengurus lokal baru tersebut pada tanggal 22 Desember 1985 diadakan rapat umum anggota luar biasa yang menghasilkan susunan pengurus untuk masa bakti 1985-1988, yang dikukuhkan dengan Surat Keputusan ORDA Kalimantan Barat no. 11/1985. MUSLOK berikutnya pada tanggal 12 Juni 1988 menghasilkan kepengurusan mas bakti 1988 – 1991. LOKAL SANGGAU ORARI Lokal Sanggau terdiri dari 3 Kabupaten (Kabupaten Sanggau, Sintang dan Kapuas Hulu) memiliki wilayah kerja yang luas tetapi sangat minim dalam jumlah anggota. Dari tiga kabupaten itu hanya ada 50 orang anggota (kondisi 1983). Pada saat itu dibentuk Pengurus untuk masa bakti 1984 – 1986. Kepengurusan ini bertugas sampai bulan Maret 1987

56

MUSLOK l (1987) untuk pertama kali menghasilkan kepengurusan untuk masa bakti Maret 1987 – Maret 1990, namun belakangan dengan alasan untuk lebih efektif, pada tanggal 6 oktober 1988 diadakan perubahan susunan Pengurus. LOKAL KETAPANG 21 maret 1985 ORARI Lokal Ketapang menyelenggarakan rapat umum anggota luar biasa yang menghasilkan kepengurusan baru ORARI Lokal Ketapang. Untuk menyelesaikan masa bakti tahun 1984 – 1986 pengurus tersebut dikukuhkan dengan SK ORDA Kalbar Nr 02/1982 tanggal 21 Maret 1985. Dari pengurus tersebut dua orang mengundurkan diri yaitu Hamimzar Yahya, BA YD7BMH (Sekretaris) dan H. Rustam Efendi (Wakil Ketua). Pada tanggal 14 September 1986 diadakan lagi MUSLOK yang menghasilkan kepengurusan periode tahun 1986 – 1989. MUSLOK berikutnya tanggal 19 November 1989 menghasilkan Pengurus ORARI Lokal Ketapang dengan masa bakti 1989 –1992 yang ditetapkan berdasarkan SK Ketua ORDA Kalimantan barat no. 14/1989 tgl.19 November 1989. LOKAL SINTANG Semula anggota ORARI yang berdomisili di Sintang dan kecamatan kabupaten Sintang menjadi anggota ORARI Lokal Sanggau. Dengan merujuk AD/ART maka atas restu dari Pemda tingkat II Sintang dan ORDA serta ORARI Lokal Sanggau maka pada tanggal 19 Januari 1986 melalui rapat umum anggota terbentuklah ORARI Lokal Sintang. Pada acara tersebut hadir dari ORDA Kalbar antara lain Drs. Arif Asikin YC7FA, Ahmad Said YB7BC, sedang dari ORARI Lokal Sanggau hadir M. Yacob Yusuf YD7BOY. Tanggal 14 Februari 1988 ORARI Lokal Sintang menyelenggarakan MUSLOK yang pertama kali. LOKAL PUTUSIBAU Pengurus ORARI Lokal Putusibau pada saat pembentukan lokalnya mempunyai kepengurusan lengkap dengan masa bakti 1986 – 1988, namun sampai Juli 1989 lokal ini kesulitan memilih pengurus baru karena : a. pengurus lama tinggal 1 orang lagi yaitu bendahara Asmawati YD7FNB. b. Jumlah anggota IAR nya masih hidup tinggal 11 orang. Melalui berbagai pendekatan akhirnya pada bulan Oktober 1989 terbentuk pengurus baru ORARI Lokal Putusibau dengan masa bakti 1989 – 1991.

◊◊◊◊◊

57