sebaran c-organik sebagai sumber emisi metana di …

16
Sebaran C-Organik Sebagai Sumber Emisi Metana…(Wawan herawan dan Heni Rengganis) 1 1 SEBARAN C-ORGANIK SEBAGAI SUMBER EMISI METANA DI WADUK WONOGIRI C - ORGANIC DISTRIBUTION AS A SOURCE OF METHANE EMISSIONS IN WONOGIRI RESERVOIR Wawan Herawan 1 , Heni Rengganis 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air Jl. Ir. H. Djuanda 193 Bandung, Jawa Barat, Indonesia E-mail: [email protected] Diterima: 26 Februari 2016; Direvisi: Maret 2016; Disetujui: 31 Mei 2016 ABSTRAK Sumber emisi gas metana dari waduk masih belum banyak diketahui di Indonesia. Penelitian mengenai sumber emisi metana pada genangan waduk ini, sangat penting dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi sehingga permasalahan pemanasan global yang dikaitkan dengan emisi metana, dapat diselesaikan. Tulisan ini membahas tentang emisi gas metana yang dipengaruhi oleh penyebaran C- organik, di waduk Wonogiri. Identifikasi ketersediaan bahan C-organik dilakukan dengan pengambilan contoh air dan lumpur dari beberapa lokasi yang dianggap mewakili. Hasil analisis laboratorium yang diperoleh menunjukkan bahwa besarnya produksi metana sangat tergantung pada masukan C-organik dari aliran air yang berasal dari daerah tangkapan hujan atau kegiatan yang melibatkan bahan organik di dalam waduk. Potensi produksi metana tertinggi terdapat di muara Kali Keduwang dan sekitar Keramba ikan. Total potensi produksi metana pada air waduk Wonogiri pada elevasi 134,7 m dengan volume air 321,75 juta m 3 dan luas permukaan air 50 km 2 , tersimpan potensi produksi metana sebanyak 437,6 ton. Mitigasi emisi metana harus dilakukan dengan mengurangi masukan C-organik ke waduk, yaitu dengan pengendalian penggunaan lahan tangkapan hujan dan mengurangi keramba ikan di waduk. Kata Kunci: Daerah Tangkapan Hujan, Waduk, Waduk Wonogiri, C-organik, emisi metana ABSTRACT Sources of methane emissions from reservoirs are still not widely known in Indonesia. The Research regarding the methane emission source in undated reservoirs is very important to be done to gain data and information, therefore the global warming issues that associated with the methane emission can be solved. This paper discussing about the methane gas emissions that is influenced by the spread of C- organic at the Wonogiri reservoir. Identification of the availability of C-organic, water and sludge sampling was taken at some locations supposed to represent similar conditions. Results of labolatory analysis indicated that the magnitude of the methane production is highly dependent on the C-organic inputs from the water inflow of river catchment or activities involving organic material in the reservoir. Highest potential of methane production was encountered at the river mouth of Kali Kedawung and near the floating fish cultivation. Total potential of methane production of water in the Wonogiri reservoir is at an elevation of 134.7 m with 321.75 million m 3 of water volume and 50 km 2 of surface water area, stored a methane production of approximately 437.6 tonnes. Mitigation of methane emissions is to be done by reducing C-organic inputs to the reservoir by controlling the land-use in the catchment and reduce floating fish cultivation in the reservoir. Keywords: River Catchment, Reservoir, Wonogiri reservoir, C-organic, methane emission PENDAHULUAN Waduk atau bendungan merupakan suatu cara utama untuk menyimpan air. Ketersediaan air di Indonesia sangat dipengaruhi musim. Umumnya pada musim hujan air banyak tersedia bahkan sangat berlebih hingga menimbulkan banjir. Sebaliknya air sangat kurang tersedia di musim kemarau, padahal kebutuhan air terjadi sepanjang waktu. Salah satu cara untuk konservasi air adalah pada lokasi yang memungkinkan dapat dibangun waduk atau bendungan. Aliran air sungai pada musim hujan akan tertampung dalam waduk dan airnya dapat digunakan hingga musim kemarau. Pada satu sisi keberadaan waduk sangat diperlukan yang dapat

Upload: others

Post on 03-Dec-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SEBARAN C-ORGANIK SEBAGAI SUMBER EMISI METANA DI …

Sebaran C-Organik Sebagai Sumber Emisi Metana…(Wawan herawan dan Heni Rengganis)

1

Sebaran C-Organik Sebagai Sumber Emisi Metana…(Wawan herawan dan Heni Rengganis)

1

SEBARAN C-ORGANIK SEBAGAI SUMBER EMISI METANA DI WADUK WONOGIRI

C - ORGANIC DISTRIBUTION AS A SOURCE OF METHANE EMISSIONS

IN WONOGIRI RESERVOIR

Wawan Herawan1, Heni Rengganis2

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air Jl. Ir. H. Djuanda 193 Bandung, Jawa Barat, Indonesia

E-mail: [email protected]

Diterima: 26 Februari 2016; Direvisi: Maret 2016; Disetujui: 31 Mei 2016

ABSTRAK

Sumber emisi gas metana dari waduk masih belum banyak diketahui di Indonesia. Penelitian mengenai sumber emisi metana pada genangan waduk ini, sangat penting dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi sehingga permasalahan pemanasan global yang dikaitkan dengan emisi metana, dapat diselesaikan. Tulisan ini membahas tentang emisi gas metana yang dipengaruhi oleh penyebaran C-organik, di waduk Wonogiri. Identifikasi ketersediaan bahan C-organik dilakukan dengan pengambilan contoh air dan lumpur dari beberapa lokasi yang dianggap mewakili. Hasil analisis laboratorium yang diperoleh menunjukkan bahwa besarnya produksi metana sangat tergantung pada masukan C-organik dari aliran air yang berasal dari daerah tangkapan hujan atau kegiatan yang melibatkan bahan organik di dalam waduk. Potensi produksi metana tertinggi terdapat di muara Kali Keduwang dan sekitar Keramba ikan. Total potensi produksi metana pada air waduk Wonogiri pada elevasi 134,7 m dengan volume air 321,75 juta m3 dan luas permukaan air 50 km2, tersimpan potensi produksi metana sebanyak 437,6 ton. Mitigasi emisi metana harus dilakukan dengan mengurangi masukan C-organik ke waduk, yaitu dengan pengendalian penggunaan lahan tangkapan hujan dan mengurangi keramba ikan di waduk. Kata Kunci: Daerah Tangkapan Hujan, Waduk, Waduk Wonogiri, C-organik, emisi metana

ABSTRACT

Sources of methane emissions from reservoirs are still not widely known in Indonesia. The Research regarding the methane emission source in undated reservoirs is very important to be done to gain data and information, therefore the global warming issues that associated with the methane emission can be solved. This paper discussing about the methane gas emissions that is influenced by the spread of C-organic at the Wonogiri reservoir. Identification of the availability of C-organic, water and sludge sampling was taken at some locations supposed to represent similar conditions. Results of labolatory analysis indicated that the magnitude of the methane production is highly dependent on the C-organic inputs from the water inflow of river catchment or activities involving organic material in the reservoir. Highest potential of methane production was encountered at the river mouth of Kali Kedawung and near the floating fish cultivation. Total potential of methane production of water in the Wonogiri reservoir is at an elevation of 134.7 m with 321.75 million m3 of water volume and 50 km2 of surface water area, stored a methane production of approximately 437.6 tonnes. Mitigation of methane emissions is to be done by reducing C-organic inputs to the reservoir by controlling the land-use in the catchment and reduce floating fish cultivation in the reservoir.

Keywords: River Catchment, Reservoir, Wonogiri reservoir, C-organic, methane emission PENDAHULUAN

Waduk atau bendungan merupakan suatu cara utama untuk menyimpan air. Ketersediaan air di Indonesia sangat dipengaruhi musim. Umumnya pada musim hujan air banyak tersedia bahkan sangat berlebih hingga menimbulkan banjir. Sebaliknya air sangat kurang tersedia di

musim kemarau, padahal kebutuhan air terjadi sepanjang waktu. Salah satu cara untuk konservasi air adalah pada lokasi yang memungkinkan dapat dibangun waduk atau bendungan. Aliran air sungai pada musim hujan akan tertampung dalam waduk dan airnya dapat digunakan hingga musim kemarau. Pada satu sisi keberadaan waduk sangat diperlukan yang dapat

Page 2: SEBARAN C-ORGANIK SEBAGAI SUMBER EMISI METANA DI …

Jurnal Teknik Hidraulik, Vol. 7 No. 1, Juni 2016: 1 - 16

2

Jurnal Teknik Hidraulik Vol.7 No. 1, Juni 2016: 1-16

2

mengkonservasi air, di sisi lain terdapat anggapan bahwa genangan waduk menjadi sumber emisi gas metana yang bersifat sebagai Gas Rumah Kaca (GRK) dan berpengaruh pada pemanasan global. Anggapan demikian masih jadi pertanyaan ”benarkah waduk menjadi sumber utama emisi metana?”

Terbentuknya gas metana ditentukan oleh beberapa faktor, tetapi yang terutama adalah tersedianya bahan C-organik, kondisi anaerob (tanpa oksigen) dan dengan bantuan bakteri metanogen. Kondisi anaerob tercapai karena lahan tergenang untuk jangka waktu yang lama.

Sumber C-organik dapat masuk ke dalam genangan waduk dalam berbagai cara, bisa jadi C-organik berasal dari tanah atau vegetasi atau sisa-sisa kayu yang tumbuh di lahan sebelum tergenang. Selain itu C-organik juga berasal daerah aliran sungai (DAS) yang terbawa aliran sungai, atau berasal dari aktivitas organik yang ada di genangan waduk itu sendiri. Potensi C-organik dihitung berdasarkan rata-rata konsentrasi dalam seluruh volume waduk. Gas metana diemisikan dari seluruh permukaan air waduk

Menurut Wihardjaka dan Prihasto Setyanto (2007) untuk mengurai bahan organik menjadi CH4 dibutuhkan kondisi redoks <-100 mV. Menurut Conrad 1989, dalam Untung Sudadi, 2002) terjadi pada kondisi redoks <-200 mV. Kondisi redoks ini menunjukkan kondisi anaerob yaitu setelah O2 direduksi oleh bakteri aerob. Faktor penentu produksi metana lainnya seperti pada lahan sawah yaitu pemupukan, suhu, pH dan cara budidaya. Aliran yang terus menerus mengalir dan kemudian tergenang akan berbeda dengan aliran berselang. Aliran yang mengandung sisa-sisa pupuk dari aliran daerah pesawahan yang disebar juga akan menyebabkan produksi metana.

Adanya anggapan bahwa waduk sebagai sumber emisi metana belum sepenuhnya terbukti. Jika benar bahwa waduk sebagai sumber emisi metana, maka perlu ada upaya pengendalian agar keberadaan waduk tidak menambah Gas Rumah Kaca ke atmosfir. Terbitnya Perpres No 61 tahun 2011 tentang RAN Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, menjadi tantangan yang harus dilaksanakan di lapangan segala upaya untuk menurunkan emisi GRK.

Penelitian untuk mengetahui sumber C-organik dilakukan di waduk Wonogiri yang berlokasi di wilayah Wonogiri, Jawa Tengah. Waduk Wonogiri dipilih sebagai lokasi penelitian karena memiliki beberapa sumber aliran sungai dengan kondisi lahan yang berbeda. Waduk yang dibangun di daerah hulu aliran Bengawan Solo

(Gambar 1). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sumber bahan C-organik dan potensi produksi gas metana dari genangan waduk Wonogiri, Wonogiri. Sasarannya adalah dengan mengetahui sumber-sumber bahan pembentuk metana yang mungkin terjadi di waduk Wonogiri, dan menentukan upaya mitigasi yang dapat dilakukan agar emisi metana dari waduk Wonogiri dapat dikurangi.

KAJIAN PUSTAKA 1 Waduk Wonogiri

Secara Geografis, waduk Wonogiri terletak pada posisi 7o50’–8o LS dan 110o50’–110o58’BT. Genangan air memiliki elevasi antara 120,0 – 136,0 m di atas muka laut. Pada elevasi maksimum, genangan waduk ini memiliki volume = 391,28 Juta m3 air dan luas = 88 km2. Hubungan antara Elevasi-Luas Genangan dan Volume air disajikan dalam Gambar 2. Sungai yang masuk ke dalam waduk Wonogiri adalah Sungai Keduwang, Sungai Tirtomoyo, Sungai Temon, Bengawan Solo Hulu, Kali Alang atau Kali Lanang dan sungai-sungai pendek drainase dari lereng setempat. (Jasa Tirta I, 2010)

2 Gas Rumah Kaca

Beberapa jenis gas yang berada di atmosfir mampu menyerap gelombang sinar matahari, mengubahnya menjadi gelombang panas dan menghangatkan suhu udara sekitarnya. Gas yang bersifat demikian disebut sebagai Gas Rumah Kaca (GRK). Kondisi suhu meningkat akibat pemanasan oleh gas demikian disebut efek rumah kaca, yaitu sebagaimana suhu udara di dalam rumah kaca (green house) yang lebih tinggi dibanding suhu udara di luar. Radiasi sinar matahari merupakan sumber energi bagi atmosfir bumi. Sebagian besar radiasi matahari datang dalam bentuk gelombang pendek. Sebagian energi yang sampai permukaan bumi dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi gelombang panjang yang juga merupakan energi panas. Jika energi panas ini semua dipantulkan kembali ke luar angkasa, maka suhu atmosfir akan tetap dingin (Wihardjaka dan Prihasto Setyanto, 2007).

Sebenarnya GRK itu diperlukan untuk menghangatkan permukaan bumi. Tanpa GRK pemukaan bumi akan sangat dingin untuk dapat dihuni manusia. Sebaliknya jika GRK meningkat maka suhu bumi akan terus meningkat dan menyebabkan pemanasan global (Gupta, 1997, dalam Prihasto Setyanto dkk, 2007). Sumber GRK dihasilkan dari kegiatan pertanian, namun sebagian besar hampir sekitar 57% berasal dari

Page 3: SEBARAN C-ORGANIK SEBAGAI SUMBER EMISI METANA DI …

Sebaran C-Organik Sebagai Sumber Emisi Metana…(Wawan herawan dan Heni Rengganis)

3

Sebaran C-Organik Sebagai Sumber Emisi Metana…(Wawan herawan dan Heni Rengganis)

3

produksi energi yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil seperti minyak bumi dan Batubara (Nono Sutrisno dan Undang Kurnia, 2007).

Beberapa jenis GRK antara lain Karbondioksida CO2, Metana CH4, Nitogen Oksida N2O, Ozon O3, Klorofluorokarbon CFC dan beberapa gas lainnya. Gas Rumah Kaca yang

utama terdapat di atmosfir adalah CO2 dan CH4. Dua jenis gas ini sama-sama sebagai hasil dekomposisi bahan organik. Perbedaannya adalah bahwa CO2 terbentuk pada lingkungan aerobik (tersedia oksigen) sedangkan CH4 atau metana terbentuk pada lingkungan anaerob (tanpa oksigen).

Gambar 1 Peta Lokasi dan Daerah Tangkapan Hujan Waduk Wonogiri

Sumber data: Perum Jasa Tirta I,(2010) Gambar 2 Grafik hubungan antara Elevasi-Luas dan Volume waduk Wonogiri

PETA CATCHMENT AREA WADUK WONOGIRI

DAS BENGAWAN SOLO, PULAU JAWA

Page 4: SEBARAN C-ORGANIK SEBAGAI SUMBER EMISI METANA DI …

Jurnal Teknik Hidraulik, Vol. 7 No. 1, Juni 2016: 1 - 16

4

Jurnal Teknik Hidraulik Vol.7 No. 1, Juni 2016: 1-16

4

CO2 merupakan gas yang umum terdapat di atmosfir. Gas ini membuat atmosfir bumi hangat karena menyerap sinar matahari dan memantulkannya dalam bentuk gelompang panas Tetapi jika konsentrasi gas ini berlebihan maka suhu atmosfir bumi akan meningkat. Gas CO2 terbentuk secara alami melalui dekomposisi bahan organik secara aerobik, kegiatan vulkanik, dan proses pernapasan makhluk hidup seperti manusia, hewan dan tumbuhan. CO2 ini juga terbentuk dalam kegiatan manusia seperti industri, pembakaran dan pertambangan. Dalam hubungannya dengan tumbuhan, gas CO2 pada siang hari diserap sedangkan pada malam hari dihasilkan oleh tumbuhan. Hal ini berkaitan dengan proses metabolisme yang terjadi pada tumbuhan. Pada siang hari terjadi proses fotosintesis chlorofil yang mensintesa C02 dengan air menjadi senyawa hidrokarbon dan gas Oksigen dengan bantuan sinar matahari. Pada malam hari ketika tidak ada sinar matahari terjadi proses respirasi yang mengurai senyawa hidrokarbon dengan gas Oksigen menjadi CO2, air dan energi. Adanya proses fotosintesis pada chlorofil tumbuhan merupakan salah satu cara mengurangi jumlah gas CO2 di atmosfir. Jika tidak ada proses fotosintesis, maka gas ini akan terus bertambah dan menurut Perzynski dkk 2000 dalam Wihardjaka dan Prihasto Setyanto, 2007, waktu paruh CO2 berada mencapai 50-200 tahun. CH4 atau gas metana merupakan hasil dekomposisi bahan organik pada kondisi anaerob (tanpa oksigen). Menurut Perzynski dkk (2000 dalam Wihardjaka dan Prihasto Setyanto, 2007), waktu paruh gas metana di atmosfir mencapai 12 tahun, namun efek rumah kaca mencapai 21 kali gas CO2. Alasan bahwa metana lebih kuat dalam mempengaruhi pemanasan global adalah bahwa seberapa banyak CO2 yang terbentuk di alam akan ternetralkan oleh fotosintesis klorofil tumbuhan di darat atau di laut, sedangkan CH4 tidak memiliki penetralnya. Selain itu gas metana sangat ringan dan akan terus naik ke atmosfir sampai ke zona ionosfir. Dalam atmosfir, sifat reaktif gas metana akan bereaksi dengan Ozon dan merusak lapisan Ozon yang selama ini menjadi pelindung bumi dari radiasi sinar matahari yang berlebihan. Rusaknya lapisan Ozon akan membentuk lubang-lubang yang bisa melewatkan radiasi matahari hingga tembus ke permukaan bumi yang mengakibatkan meningkatnya suhu bumi.Hasil penelitian emisi metana di sentra padi di Jawa Tengah, diperoleh bahwa emisi metana di beberapa daerah bervariasi, tertinggi 798 kg metana/ha/musim dan terrendah 107 kg metana/ha/musim (Wihardjaka dan Prihasto Setyanto, 2007)

3 Faktor penentu produksi dan mitigasi metana pada lahan sawah Produksi metana yang diemisikan dari lahan

sawah merupakan resultan dari beberapa proses mikrobiologi yang memproduksi dan yang mereduksi. Pada lahan sawah pembentukan metana terjadi pada zona perakaran sampai kedalaman 20 cm di bawah muka tanah. Pada zona ini terdapat bakteri metanogen sebagai penghasil metana, juga terdapat bakteri metanotrof yang menggunakan metana sebagai sumber energinya.

Berikut ini adalah beberapa faktor penentu produksi dan cara untuk mitigasi metana dari lahan sawah. a) Potensial Redoks

Mitigasi produksi gas metana yang dipengaruhi potensial redoks akibat penggenangan adalah dengan mengatur cara pemberian air dengan tergenang, macak-macak atau intermitent. Dari cara pemberian air ini diperoleh hasil gabah yang tidak terlalu berbeda namun dapat menekan produksi CH4.

b) PemupukanPemupukan dapat berupa pupuk organik (pupuk kandang, hijauan, kompos) atau pupuk anorganik (urea, ZA). Pemupukan anorganik sebenarnya berperan dalam mitigasi produksi gas metana dari sawah.

c) SuhuBakteri methanogen memiliki aktifitas optimum pada kisaran suhu antara 30-40oC.

d) pHBakteri methanogen tumbuh dan memiliki aktifitas optimal pada pH 7,0 dengan kisaran yang sangat sempit.

e) Cara BudidayaCara budidaya meliputi cara sebar benih, pengaturan pengairan, dan pemupukan.

f) Volume air dan luas permukaan air wadukVolume air menentukan banyaknya C-organik yang dapat dikandung waduk, dan luas permukaan air waduk menentukan besarnya emisi gas metana.

4 Kondisi Lingkungan Waduk Untuk memahami dinamika produksi metana

dari waduk harus memperhitungkan siklus C-organik dengan lingkungannya baik dari daerah tangkapan hujannya maupun di dalam waduk itu sendiri. A. Tremblay dkk, 2005, mengemukakan bahwa dinamika C-organik dalam waduk dipengaruhi oleh kualitas air yang masuk ke waduk, plankton, bentos dan ikan yang ada di dalam waduk. Kualitas air yang masuk ke waduk dipengaruhi oleh kondisi tangkap, seperti kondisi hutan, kondisi humus, kondisi mikroorganime dalam humus. Bahan-bahan yang terbawa dari lahan tangkapan hujan oleh aliran air dan masuk

Page 5: SEBARAN C-ORGANIK SEBAGAI SUMBER EMISI METANA DI …

Sebaran C-Organik Sebagai Sumber Emisi Metana…(Wawan herawan dan Heni Rengganis)

5

Sebaran C-Organik Sebagai Sumber Emisi Metana…(Wawan herawan dan Heni Rengganis)

5

ke waduk akan mengendap di dasar waduk pada dasar waduk dan akan mempengaruhi kualitas air waduk dalam beberapa tahun ke depan. Adanya kesuburan air waduk menimbulkan tumbuhnya plankton dan bentos dan ikan yang pada akhirnya akan menjadi sumber C-organik.

5 Hasil Penelitian Emisi Gas Metana dari Waduk dan Rawa di Indonesia Gas metana yang bersumber dari waduk-

waduk di Indonesia belum banyak diketahui, oleh karena itu pada tahun 2012 Puslitbang SDA telah melakukan penelitian emisi gas metana dari waduk Cirata, Saguling dan Jatiluhur. Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan cara pengukuran langsung di lapangan menggunakan sungkup terapung yang dihubungkan dengan alat pengukur infrared spektrofotometer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata emisi gas metana di waduk Saguling, Cirata, dan Jatiluhur masing-masing sebesar 1,183 g/m2/hari; 0,620 g/m2/hari dan 0,410 g/m2/hari. Nilai ini ternyata lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata di waduk-waduk di daerah tropis (Panama, Brasil dan Guyana) yang rata-rata 0,300 g/m2/hari. Meskipun demikian, karena luas permukaan waduk di Indonesia jauh lebih kecil dibandingkan dengan luas rawa dan pesawahan, maka dapat diperkirakan bahwa total emisi gas metana dari waduk lebih kecil dibandingkan total emisi dari rawa dan pesawahan. (Sofia, 2013)

Emisi gas rumah kaca (GRK)yang bersumber dari daerah rawa tropis di Kalimantan-Indonesia telah dilakukan pengukuran pada November 2000 sampai Desember 2001 oleh Abdul Hadi dkk. Parameter GRK yang diukur berupa Karbondioksida CO2, Metana CH4, dan Nitrogenoksida N2O. Metode yang pengukuran ini, adalah dengan menggunakan tabung berupa pipa PVC diameter 21 Cm dan panjang 14 Cm untuk menangkap gas tersebut. Pengukuran dilakukan secara berkala yaitu tahunan dan kadang-kadang secara temporal, apabila diperlukan. Hasil pengukuran menyimpulkan emisi gas tersebut terdeteksi sangat kuat, pada tiga tabung yang disimpan pada tiap lokasi . Ujung tabung gas ditutup dengan karet dan sampel gas yang dikumpulkan kemudian dipindahkan ke dalam botol vakum volume 22 ml menggunakan jarum suntik 35 ml dan selanjutnya dianalisis di Laboratorium. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa emisi gas tersebut sangat dipengaruhi oleh penggunaan lahan dan zona hidrologi. Emisi tahunan menunjukkan, bahwa pada perubahan musim, N20 adalah tertinggi hampir 1,4 Tg Nitrogen/m2/tahun dari area hutan sekunder maupun emisi N20 tahunan dari area sawah dan

area bidang campuran padi-kedelai. Daerah hutan dan non hutan di Kalimantan dengan emisi N20 sesuai penggunaan lahan. Emisi N20 tahunan dari hutan gambut dan non gambut dihutan Kalimantan yaitu masing-masing 0,046 dan 0,004 Tg Nitrogen /m2/tahun. Emisi dari sawah CH4 dan bidang non padi diperkirakan sama masing-masing 0,14 dan 0,21Tg Carbon/tahun. Total emisi CO2 tahunan diperkirakan 182 Tg Carbon/tahun. Lahan gambut di Kalimantan Indonesia menyumbang kurang dari 0,3% dari total global N2O, CO2 atau emisi CH4, menunjukkan bahwa kerugian karena gas di daerah studi ke atmosfer cukup kecil

METODOLOGI

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dengan metode sebagai berikut: 1 Identifikasi Kondisi Tangkapan Hujan

Untuk mendapatkan gambaran kondisi penggunaan lahan dan kondisi geologi permukaan dilakukan interpretasi citra dan peta. Gambaran kondisi penggunaan lahan diperoleh dari interpretasi citra satelit. Gambaran kondisi geologi permukaan diperoleh dari Peta Geologi Lembar Surakarta-Giritontro, Ponorogo, dan Lembar Pacitan skala 1:100.000. 2 Pengambilan contoh air, lumpur dan gas

Contoh air, lumpur dan gas diambil dari beberapa titik lokasi di sumber air yang masuk ke waduk dan di dalam waduknya sendiri. a) Contoh air dari 5 (lima ) sungai yang masuk ke

waduk Wonogiri, untuk analisis C-Organik yang merupakan sumber yang akan masuk ke waduk, berasal dari daerah tangkapan hujan sekitarnya.

b) Contoh air dan lumpur dari genangan wadukWonogiri diambil dari beberapa lokasi sekitar muara sungai yang masuk ke waduk.Lokasi lainnya adalah di tengah waduk, sekitar keramba ikan dan sekitar intake power house.

c) Contoh gas diambil untuk pengukuran emisimetana langsung dari permukaan air Waduk Wonogiri, yang menghasilkan nilai emisi aktual (fluks) gas metana dalam satuan mg CH4/m2/hari. Contoh air diambil dengan alat ”point

sampler” dari beberapa kedalaman, dan contoh lumpur diambil dengan alat ”grabber” dari dasar genangan waduk serta contoh gas diambil dengan menggunakan sungkup. Secara lengkap lokasi pengambilan contoh air dan lumpur disajikan pada Gambar 3, dengan penjelasan sebagai berikut: a) Lokasi pengambilan contoh air untuk analisis

C-Organik yaitu S1Kali Keduwang, S2 Kali

Page 6: SEBARAN C-ORGANIK SEBAGAI SUMBER EMISI METANA DI …

Jurnal Teknik Hidraulik, Vol. 7 No. 1, Juni 2016: 1 - 16

6

Jurnal Teknik Hidraulik Vol.7 No. 1, Juni 2016: 1-16

6

Tirtomoyo, S3 Kali Temon, S4 Kali B Solo, S5 Kali Alang dan S6 outlet power house

b) Lokasi pengambilan contoh air dan lumpurserta gas adalah: 1) W1 Muara Kali Keduwang: mewakili Sub

DAS dengan sedimentasi tinggi 2) W2 Tengah waduk: mewakili tempat

berkumpulnya semua aliran 3) W3 Keramba ikan: mewakili adanya

sumber ba-han organik dalam waduk 4) W4 Muara Kali Tirtomoyo: mewakili Sub

DAS per-mukiman dan Perkebunan 5) W5 Muara Kali Solo-Kali Alang: mewakili

Sub DAS daerah kering (Karst) 6) W6 Intake: mewakili tempat aliran ke luar

dari waduk. Contoh air dari masing-masing lokasi diambil

dari beberapa kedalaman agar dapat menggambarkan profil secara vertikal. Kedalaman maksimum waduk Wonogiri pada saat survei adalah 15 meter di lokasi Keramba ikan. Pengambilan contoh air pada kedalaman -2 m, -6 m, -10 m, -13 m atau paling bawah pada kedalaman 2 m di atas lumpur dasar. Pada masing-masing kedalaman diambil sebanyak 60 ml dan dimasukkan ke dalam gelas inkubator 100 ml. Contoh lumpur diambil pada lokasi yang sama dengan lokasi pengambilan contoh air, dan diambil dari dasar waduk. Contoh lumpur yang diambil dengan alat grabber dilarutkan dalam aquades, dan larutannya sebanyak 60 ml dimasukkan ke dalam gelas inkubator 100 ml. Semua gelas inkubator yang berisi contoh air dan lumpur dimasukkan ke dalam cool box untuk dikirim ke Laboratorium. 3 Analisis Laboratorium

Pengukuran gas metana dilakukan di Laboratorium GRK Balai Lingkungan Pertanian, Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP) Jakenan, Pati. Contoh air dan lumpur yang diambil dari waduk Wonogiri belum mengandung gas metana, tetapi kemungkinan memiliki kandungan bahan C-organik yang dapat membentuk gas metana pada kondisi anaerob. Untuk mengetahui produksi metana dari contoh air dan lumpur dilakukan inkubasi pada suhu tetap 30oC dan kondisi anaerob

Pemeriksaan konsentrasi metana dilakukan dengan Kromatografi Gas, dengan tahapan yang dilakukan sebagai berikut. a) Inkubasi Contoh Air dan Lumpur

Inkubasi metana dari contoh air dilakukanuntuk mengukur konsentrasi metana yangterbentuk dari contoh air pada kondisianaerob dan suhu tetap. Waktu inkubasiuntuk contoh lumpur adalah selama 30 haridan untuk contoh air selama 15 hari.

b) Pengukuran Gas MetanaPemeriksaan kandungan metana dalamcontoh gas dilakukan dengan metodekromatografi gas.1) Contoh gas dari inkubasi contoh air

dilakukan pengukuran konsentrasi gasmetana yang terbentuk.

2) Contoh lumpur, selain dilakukanpengukuran konsentrasi gas metana yangterbentuk, setelah inkubasi selesai beratkering lumpur ditimbang untukmengetahui besaran produksi metana persatuan berat lumpur.

3) Contoh gas yang diemisikan daripermukaan air waduk dilakukanpengukuran konsentrasi gas metana, jugadilakukan perhitungan besarnya fluks, ataupertambahan emisi metana dalam satuanberat per satuan luas dan per satuanwaktu.

4 Analisis dan Evaluasi Data Evaluasi data dilakukan berupa penilaian

besaran produksi metana dari contoh air dan contoh lumpur serta emisi aktual metana dari permukaan waduk dikaitkan dengan kondisi lingkungan. Dalam evaluasi ini diharapkan dapat diketahui sumber-sumber bahan organik yang menjadi penyebab atau berpotensi sebagai sumber emisi metana dari Waduk Wonogiri.

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan untuk menjawab

pertanyaan apakah benar genangan waduk merupakan penghasil emisi GRK dan dari mana sumber bahan C-organik yang menjadi bahan terbentuknya GRK di waduk. Berbagai jenis GRK yang paling mungkin diproduksi dalam genangan waduk adalah gas metana (CH4) dan atau CO2. Dalam tulisan ini dibahas mengenai gas metana, di permukaan waduk, di berbagai kedalaman serta di dasar genangan waduk pada kondisi anaerob.

1 Potensi C-organik dari Kondisi Lahan Daerah Tangkapan Hujan Penggunaan lahan pada tangkapan hujan

sungai-sungai yang masuk waduk Wonogiri merupakan hasil interpretasi citra yang disederhanakan. Pengelompokan satuan lahan berdasarkan kerapatan vegetasi disajikan sebagai Peta Penggunaan Lahan pada Gambar 4. Berdasarkan pengelompokan demikian, diperoleh bahwa penggunaan lahan pada daerah tangkapan hujan waduk Wonogiri sangat bervariasi dari hutan hingga semak belukar dan permukiman. Terdapat lima sungai utama yang menjadi sumber air bagi waduk Wonogiri, yaitu

Page 7: SEBARAN C-ORGANIK SEBAGAI SUMBER EMISI METANA DI …

Sebaran C-Organik Sebagai Sumber Emisi Metana…(Wawan herawan dan Heni Rengganis)

7

Sebaran C-Organik Sebagai Sumber Emisi Metana…(Wawan herawan dan Heni Rengganis)

7

Kali Keduwang, Kali Tirtomoyo, Kali Temon, Bengawan Solo dan Kali Alang. Untuk mengetahui potensi C-organik yang masuk ke Waduk Wonogiri, telah dilakukan pemeriksaan kandungan C-organik sebagai sumber emisi metana di lokasi sungai-sungai utama yang masuk ke dalam waduk Wonogiri (Tabel 1). Kali Keduwang yang mengalir dari perbukitan timur laut waduk didominasi oleh permukiman, sawah dan semak belukar. Kali Tirtomoyo dan Kali Temon mengalir dari arah timur waduk,

penggunaan lahan didominasi oleh agroforest kerapatan sedang hingga tinggi. Kali Alang dan Bengawan Solo mengalir dari arah selatan, penggunaan lahan dominan sawah dan agrofores kerapatan sedang hingga tinggi. Tangkapan hujan dari Kali Alang dan Bengawan Solo di selatan waduk adalah juga merupakan penyebaran batugamping.

Gambar 3 Peta lokasi pengambilan contoh air dan lumpur dari genangan waduk Wonogiri

Tabel 1 Potensi C-organik yang masuk ke Waduk Wonogiri

NO Lokasi C-org (mg/l)

1 Kali Keduwang 4,17

2 Kali Tirtomoyo 3,13

3 Kali Temon 3,13

4 Bengawan Solo 2,08

5 Kali Alang 3,13

6 Outlet power house 1.04

PETA LOKASI PENGAMBILAN CONTOH AIR, DAN LUMPUR

DI WADUK WONOGIRI

Page 8: SEBARAN C-ORGANIK SEBAGAI SUMBER EMISI METANA DI …

Jurnal Teknik Hidraulik, Vol. 7 No. 1, Juni 2016: 1 - 16

8

Jurnal Teknik Hidraulik Vol.7 No. 1, Juni 2016: 1-16

8

Berdasarkan peta Geologi skala 1:100000 lembar Surakarta-Giritontro, Lembar Ponorogo dan Lembar Pacitan, lahan tangkapan hujan waduk Wonogiri tersusun oleh beberapa satuan geologi (Gambar 5). Tangkapan hujan Sungai Keduwang didominasi oleh vulkanik muda berumur kuarter dari formasi Batuan Gununglawu (Qvl) dan Breksi Jobolarangan (Qvjb) dan Tuf Jobolarangan (Qvjt). Formasi Batuan Gununglawu (Qvl) tersusun oleh breksi gunungapi, lava dan tuf. Formasi Breksi Jobolarangan (Qvjb) terdiri dari breksi gunungapi bersisipan lava yang dihasilkan oleh Gunung Jobolarangan atau Gunung Lawu Tuadan memiliki ketebalan puluhan meter. Formasi Tuf Jobolarangan (Qvjt) terdiri dari tuf lapili dan breksi batuapung dengan ketebalan antara 4 hingga 5 meter. Tangkapan hujan dari aliran Sungai Tirtomoyo, dan Kali Temon didominasi oleh batuan yang lebih tua dari Formasi Semilir, Formasi Nampol dan Formasi Dayakan. Formasi Semilir (Tms) terdiri dari tuf, breksi batuapung dasitan, batupasir dan serpih. Formasi Nampol (Tmn) terdiri dari konglomerat, batupasir-konglomeratan, aglomerat, batulanau, batu-lempung dan tuf. Formasi Dayakan yang terbentuk pada lingkungan laut dalam terdiri perulangan dari batupasir dan batulempung dan tersingkap setebal lebih dari 600 m. Tangkapan hujan dari aliran Sungai Bengawan Solo hulu tersusun oleh Formasi Baturetno (Qb), Formasi Arjosari (Tmna) dan Formasi Wonosari (Tmwl). Formasi Baturetno (Qb) berumur kuarter terdiri dari lempung hitam, lumpur, lanau dan pasir.

Formasi Arjosari dan Formasi Wonosari berumur lebih tua yaitu berumur Tersier. Formasi Arjosari (Tmna) terdiri dari konglomerat aneka bahan, batupasir, batulanau, batugamping, batulempung, napal pasiran, batupasir batuapung bersisip breksi gunungapi, lava dan tuf. Formasi Wonosari (Tmwl) terdiri dari batugamping, batugamping napalan-tufan, batugamping konglomerat, batupasir tufan dan batulanau 2 Emisi Aktual Gas Metana

Hasil pemeriksaan dari contoh gas yang diambil dari permukaan air Waduk Wonogiri menghasilkan nilai emisi aktual (fluks) gas metana dalam satuan mg CH4/m2/hari. Nilai emisi aktual metana yang diperoleh dari Waduk Wonogiri disajikan pada Tabel 2. Di bagian tengah waduk menghasilkan nilai emisi aktual terbesar yaitu 1260,07 mg CH4/m2/hari dan terkecil adalah di bagian muara S.Tirtomoyo 6,18 mg CH4/m2/hari.

Pengukuran emisi aktual pada waduk lainnya pernah dilakukan dengan menggunakan metode lain yaitu dengan cara pengukuran langsung di lapangan menggunakan alat Fluxmeter. Hasil pengukuran emisi gas metana rata-rata di waduk saguling 1,18 g/m2/hari, waduk Cirata 0,62 g/m2/hari dan waduk Jatiluhur 0,41 g/m2/hari. (Sofia .Y., 2013). Emisi gas metana rata-rata pada waduk Wonogiri 0,423 g/m2/hari hampir sama dengan emisi metana rata-rata pada waduk Jatiluhur 0,41 g/m2/hari.

Tabel 2 Emisi Aktual gas Metana dari permukaan air waduk Wonogiri

No Lokasi Emisi CH4

mg/m2/hari

W1 Muara S. Keduwang 104,44

W2 Tengah waduk 1260,07

W3 Tempat Keramba 738,46

W4 Muara S. Tirtomoyo 6,18

W5 Muara S. Bengawan Solo dan Kalialang 7,86

Rata-rata 423,40 Sumber: Hasil analisis Laboratorium

Page 9: SEBARAN C-ORGANIK SEBAGAI SUMBER EMISI METANA DI …

Sebaran C-Organik Sebagai Sumber Emisi Metana…(Wawan herawan dan Heni Rengganis)

9

Seba

ran

C-O

rgan

ik S

ebag

ai S

umbe

rEm

isi M

etan

a…(W

awan

her

awan

dan

Hen

i Ren

ggan

is) 9

G am

bar 4

Pet

a Pe

nggu

naan

Laha

n pa

da La

han

Tang

kapa

n Hu

jan

Wad

uk W

onog

iri

Page 10: SEBARAN C-ORGANIK SEBAGAI SUMBER EMISI METANA DI …

Jurnal Teknik Hidraulik, Vol. 7 No. 1, Juni 2016: 1 - 16

10

Jurnal Teknik Hidraulik Vol.7 No. 1, Juni 2016: 1-16

10

Gam

bar 5 Peta Geologi Kabupaten Wonogiri

Page 11: SEBARAN C-ORGANIK SEBAGAI SUMBER EMISI METANA DI …

Sebaran C-Organik Sebagai Sumber Emisi Metana…(Wawan herawan dan Heni Rengganis)

11

Sebaran C-Organik Sebagai Sumber Emisi Metana…(Wawan herawan dan Heni Rengganis)

11

Telah disebutkan dalam kajian pustaka, bahwa gas metana merupakan hasil dekomposisi bahan C-organik pada keadaan anaerob. Gas Rumah Kaca yang dimaksud dalam tulisan ini adalah gas metana, mengingat bahwa genangan waduk terdapat akumulasi bahan organik dan kondisi yang anaerob. Pada kondisi ini akan terjadi dekomposisi bahan C-organik menjadi gas metana. Pada genangan yang dekat dengan permukaan air yang kontak dengan udara luar bisa dipastikan berada pada kondisi aerob. Dekomposisi bahan C-organik pada kondisi aerob dapat menghasilkan emisi gas CO2. Emisi gas CO2

juga bersifat sebagai Gas Rumah Kaca, tetapi gas ini di alam terdapat proses alami yang dapat menurunkan kadarnya di atmosfer, yaitu diserap klorofil dalam proses fotosintesis. Berbeda dengan gas metana yang akan berada di atmosfer untuk jangka waktu yang lama, dan memiliki efek Gas Rumah Kaca yang 23 kali lebih besar dibanding gas CO2 (Wihardjaka dan Prihasto Setyanto, 2007). Jika seluruh titik lokasi pada genangan waduk dianggap memiliki kondisi anaerob yang sama, maka pembentukan metana tergantung pada keberadaan sumber bahan C-organik.

Gambar 6 Profil potensi produksi metana dari air waduk

Page 12: SEBARAN C-ORGANIK SEBAGAI SUMBER EMISI METANA DI …

Jurnal Teknik Hidraulik, Vol. 7 No. 1, Juni 2016: 1 - 16

12

Jurnal Teknik Hidraulik Vol.7 No. 1, Juni 2016: 1-16

12

Gambar 7 Perbedaan rata-rata potensi produksi metana berbagai lokasi

3 Potensi Emisi Metana

Saat penelitian ini dilaksanakan, muka air terdapat pada elevasi 134,7 m di atas muka laut. Berdasarkan kurva pada Gambar 2, pada elevasi 134,7 m dml genangan waduk Wonogiri memiliki volume air sebanyak 321,75 juta m3 dan luas genangan 51,53 juta m2.

Ke dalam genangan waduk terdapat lima buah aliran sungai utama. Aliran sungai tersebut menjadi sumber masukan C-organik ke dalam genangan, maka sekitar muara sungai tersebut menjadi titik lokasi pengambilan contoh air dan lumpur. Lokasi lainnya adalah sekitar keramba ikan yang diduga sebagai sumber C-organik, pada tengah waduk dan sekitar intake. Pengambilan contoh air dilakukan pada beberapa kedalaman sampai 2 meter di atas dasar genangan. Pada lokasi yang sama dari dasar genangan diambil contoh lumpur.

Penentuan lokasi pengambilan contoh air dan lumpur waduk didasarkan pertimbangan kondisi lingkungan waduk. Pada Gambar 6 ditampilkan profil potensi produksi metana dari contoh air yang diinkubasi dan pada Gambar 7 disajikan perbandingan produksi metana hasil inkubasi contoh air dari berbagai lokasi. Kandungan metana relatif lebih tinggi adalah muara Kali Keduwang (W1), lokasi keramba ikan (W2) dan sekitar intake (W6).

Tingginya konsentrasi metana disebabkan pada lokasi tersebut terdapat sumber bahan C-organik secara setempat atau akumulasi dari daerah tangkapan hujan. Kondisi lingkungan yang berpengaruh sebagai sumber C-organik adalah kondisi lahan pada tangkapan hujan atau kegiatan pada genangan waduk

Hasil inkubasi terhadap contoh air, secara keseluruhan rata-rata berdasarkan kedalaman disajikan pada Gambar 8 profil produksi metana. Profil potensi produksi metana umumnya makin kecil dari permukaan hingga kedalaman artinya adalah bahan organik bahan pembentukan metana lebih banyak dengan makin mendekat ke permukaan. Hal ini diperkirakan sebagai bahan organik yang terbentuk pada ganggang atau sejenis tumbuhan yang tumbuh pada daerah yang terkena cahaya matahari. Berbeda halnya dengan lokasi nomor W3 yaitu di sekitar Keramba ikan, yang potensi produksi metana makin besar dengan makin ke kedalaman. Hal ini diduga terjadi penumpukan bahan organik dari sisa pakan ikan, kotoran ikan atau bagian dari ikan yang mati dan mengendap menjadi lumpur di dasar waduk.

Hasil inkubasi dari contoh lumpur sebagaimana disajikan pada Tabel 3, tertinggi terdapat di lokasi Keramba sebesar 2939,6 ppm, berikutnya secara berurutan adalah di lokasi Intake sebesar 745,7 ppm, Muara S Keduwang 518 ppm, Tengah Waduk sebesar 396,8 ppm, Muara Sungai Tirtomoyo sebesar 274,9 ppm dan yang terkecil di Muara S. Bengawan Solo-Kali Alang sebesar 147,3 ppm. Besarnya potensi produksi metana ini tampaknya menunjukkan besarnya bahan organik yang terkandung dalam lumpur pada lokasi bersangkutan. Di lokasi Muara Kali Alang mendapat nilai terkecil diduga karena aliran sungai ini memuat bahan organik dari daerah alirannya sedikit sekali. Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo-Kali Alang merupakan daerah Karst (batugamping) dengan penggunaan lahan dominan adalah hutan rakyat. Kondisi muara Sungai Bengawan Solo-Kali Alang sangat berbeda dengan Muara Kali Keduwang

Page 13: SEBARAN C-ORGANIK SEBAGAI SUMBER EMISI METANA DI …

Sebaran C-Organik Sebagai Sumber Emisi Metana…(Wawan herawan dan Heni Rengganis)

13

Sebaran C-Organik Sebagai Sumber Emisi Metana…(Wawan herawan dan Heni Rengganis)

13

yang tingkat sedimentasinya tinggi sekali. Demikian juga di lokasi Keramba ikan yang secara setempat menjadi sumber bahan organik. Dasar waduk merupakan tempat penumpukan sedimen hasil erosi dan atau kegiatan di atas genangan waduk. (Herawan, 2015)

Tabel 3 menunjukkan bahwa dalam tinjauan produksi metana, tiap lokasi contoh memiliki nilai potensi produksi metana yang sangat bervariasi tergantung jumlah C-organik yang terkandung di dalamnya. Contoh yang berasal dari muara sungai yaitu contoh no W1, contoh no W4 dan no W5 memiliki nilai produksi metana yang bervariasi. Dikaitkan dengan kondisi daerah tangkapan hujan, di Kali Keduwang yang didominasi penggunaan lahan permukiman dan semak belukar, dengan tingkat erosi dan sedimentasi yang tinggi membawa lapisan tanah yang memiliki kandungan bahan organik lebih tinggi dibanding sungai lainnya. Daerah tangkapan hujan pada Kali Tirtomoyo yang didominasi agroforest dan sawah memberikan nilai yang lebih rendah. Demikian juga dari Kali Solo- Alang memberikan nilai yang lebih rendah lagi, karena daerah tangkapan hujan didominasi oleh sawah dan agroforest, juga merupakan penyebaran batugamping yang memiliki bahan organik rendah.

Contoh lumpur yang diambil dari tengah waduk, daerah penyebaran keramba dan sekitar intake memiliki nilai potensi produksi yang berbeda. Untuk lokasi tengah waduk dan intake merupakan pengendapan lumpur dari berbagai

lokasi sebelum mengalir melalui intake. Pada lokasi keramba ikan diperoleh jumlah potensi produksi yang sangat besar. Diduga pada lokasi keramba terjadi penumpukan bahan organik dari kotoran ikan dan sisa pakan yang meningkatkan konsentrasi C-organik dalam air dan mengendap sampai ke lumpur dasar. Contoh lumpur yang diambil dari tengah waduk, daerah penyebaran keramba dan sekitar intake memiliki nilai potensi produksi yang berbeda. Untuk lokasi tengah waduk dan intake merupakan pengendapan lumpur dari berbagai lokasi sebelum mengalir melalui intake.

Seluruh Kelarutan metana dalam air waduk dapat dihitung atau diperkirakan dari Gambar 2 dan Gambar 8, yaitu pada elevasi 120 m dpl hingga 134,7 m dpl pada saat pengambilan contoh air ini dilakukan. Pada lokasi terdalam sekitar -13 meter dari permukaan air yaitu mewakili elevasi 120 m, dan pada kedalaman -2 meter dari muka air mewakili elevasi 132,7 m hingga permukaan air. Secara keseluruhan berdasarkan Gambar 8 konsentrasi kelarutan bahan C-organic yang berpotensi menjadi emisi metana tertinggi adalah pada kedalaman -13 meter sekitar dasar waduk terdalam, dan pada kedalaman 0-2 meter di bawah permukaan air. Hal ini diduga karena pada dasar waduk terdapat tumpukan endapan sisa-sisa pakan ikan dan kotoran ikan yang merupakan bahan organik. Hasil perhitungan potensi metana berdasarkan inkubasi contoh air disajikan pada Tabel 4.

Gambar 8 Profil konsentrasi rata-rata potensi produksi metana berdasarkan kedalaman

Page 14: SEBARAN C-ORGANIK SEBAGAI SUMBER EMISI METANA DI …

Jurnal Teknik Hidraulik, Vol. 7 No. 1, Juni 2016: 1 - 16

14

Jurnal Teknik Hidraulik Vol.7 No. 1, Juni 2016: 1-16

14

Tabel 3 Potensi produksi metana hasil inkubasi contoh lumpur dasar waduk

Waktu Inkubasi

(hari)

Lokasi W1 W2 W3 W4 W5 W6

(mg CH4/ g lumpur) 1 1,76 0,78 11,93 0,57 0,06 0,22 4 1,05 0,42 5,70 0,17 0,36 1,07 7 0,80 0,74 3,69 0,15 0,27 0,78

10 0,20 0,21 1,63 0,28 0,14 0,97 13 0,02 0,18 1,55 0,38 0,13 0,58 17 0,02 0,10 0,61 0,06 0,03 0,41 20 0,63 0,62 0,87 0,12 0,18 0,78 23 0,07 0,52 2,03 0,35 0,10 1,91 26 0,14 0,12 0,31 0,13 0,05 0,45 29 0,48 0,28 1,08 0,52 0,16 0,29

Rata-rata 0,5180 0,3968 2,9396 0,2749 0,1473 0,7457 (mg CH4/ kg lumpur)

Rata-rata 518,00 396,80 2939,60 274,90 147,30 745,70

Tabel 4 Total kelarutan metana pada seluruh volume tampungan air sampai elevasi 134.70 m

Elevasi (m dpl)

Volume air (m3)

Kedalaman contoh air(m)

Elevasi contoh

air(m dpl)

Volume tampungan(m3)

Potensi produksi CH4

(mg/l)

CH4 terlarut (kg)

120,0 179.586,6 121,0 924.101,5

-13 121,7 8.723.792,3 2,70 23.564,3 122,0 2.433.748,8 123,0 5.186.355,5 124,0 8.395.262,5

-10 124,7 31.824.180,5 1,17 37.198,2 125,0 10.838.782,9 126,0 12.590.135,2 127,0 17.784.404,6 128,0 17.970.402,7

-6 128,7 56.651.644,4 1.11 62.713,4 129,0 20.896.837,1 130,0 24.004.179,0

-4 130,7 52.147.862,5 1,43 74.515,7 131,0 28.143.683,6 132,0 33.210.154,4

-2 132,7 172.406.675,2 1,39 239.577,5 133,0 38.199.415,0 134,0 43.443.556,2 134,5 47.460.456,1 134,7 10.093.093,6

JUMLAH 437.569,1

Page 15: SEBARAN C-ORGANIK SEBAGAI SUMBER EMISI METANA DI …

Sebaran C-Organik Sebagai Sumber Emisi Metana…(Wawan herawan dan Heni Rengganis)

15

Sebaran C-Organik Sebagai Sumber Emisi Metana…(Wawan herawan dan Heni Rengganis)

15

KESIMPULAN Potensi produksi metana di waduk Wonogiri

dipengaruhi oleh masukan bahan organik dari daerah tangkapan hujan dan kegiatan di dalam waduk. Kondisi dasar waduk sangat berpengaruh terhadap emisi gas metana pada permukaan waduk, karena pembentukan gas metana terjadi pada dasar waduk. Potensi produksi metana tertinggi terdapat di muara Kali Keduwang yang memiliki sedimentasi tinggi yang berasal dari erosi pada daerah aliran sungainya yang banyak membawa bahan organik, dan di sekitar keramba ikan yang banyak mengendapkan sisa pakan ikan yang merupakan bahan organik.

Kondisi yang berpengaruh pada tingginya kandungan C-organik yang meningkatkan potensi produksi metana di waduk Wonogiri adalah erosi-sedimentasi daerah tangkapan hujan dan kegiatan keramba ikan di waduk. Pada air waduk Wonogiri pada elevasi 134,7 m dengan volume air 321,75 juta m3, tersimpan potensi produksi metana sebanyak 437,6 ton.

Secara aktual telah terjadi emisi metana dari permukaan air waduk dengan nilai tertinggi di lokasi tengah waduk tempat terakumulasinya semua bahan organik dari semua aliran sungai, nilai emisi 1260,07 mg CH4/m2/hari, lokasi keramba ikan 738,46 mg CH4/m2/hari dan muara S. Keduwang sebesar 104,44 mg CH4/m2/hari. Nilai emisi terrendah terdapat di lokasi muara S. Tirtomoyo sebesar 6,18 mg CH4/m2/hari dan muara S. Bengawan Solo Hulu dan Kali Alang sebesar 7,86 mg CH4/m2/hari.

Mitigasi emisi metana harus dilakukan dengan mengurangi masukan C-organik ke waduk dengan pengendalian penggunaan lahan tangkapan hujan dan mengurangi keramba ikan di waduk.

DAFTAR PUSTAKA Abdul Hadi., Kazuyuki Inubushi., Yuichiro Furukawa.,

Erry Purnomo. 2005. Greenhouse Gas Emission from tropical peatland of Kalimantan, Indonesia. Nutrien Cycling Agroecosystems 7/71-73. Springer 2005

Gupta, J. 1997. The Climate Change Convention in Developing Countries:from Conflict to Consensus. Institute of Environmental Studies. Free University Amsterdam. Amsterdam. The Netherland. pp 55-65

Herawan.W., Aditya.Y., Sopiawati.T. 2015. Potensi Gas Rumah Kaca Dari Cadangan Karbon Yang Tersimpan Pada lahan Bakal Waduk Jatigede. BandungL: Jurnal Teknik Hidraulik Vol 6. No 2 Desember 2015.

Nono Sutrisno dan Undang Kurnia. 2007. Tuntutan terhadap Kelestarian dan Keberlanjutan Lingkungan Pertanian dalam buku ”Pengelolaan Lingkungan Pertanian Menuju Mekanisme Pembangunan Bersih”, Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jakenan, Pati. (ISBN 978-979-15795-1-3).

Republik Indonesia. 2011. Peraturan Presiden No. 61 Tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca.

Prihasto Setyanto, Irsal Las dan Achmad M. Fagi. 2007. Kekhawatiran Pengaruh Pemanasan Global Terhadap Produksi Pertanian dalam buku ”Pengelolaan Lingkungan Pertanian Menuju Mekanisme Pembangunan Bersih”, Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jakenan, Pati. (ISBN 978-979-15795-1-3)

Perum Jasa Tirta I. 2010. Data pengamatan muka air waduk dan pemeruman waduk (tidak dipublikasikan)

Wihardjaka dan Prihasto Setyanto. 2007. Emisi dan mitigasi gas rumah kaca dari lahan sawah irigasi dan tadah hujan dalam buku ”Pengelolaan Lingkungan Pertanian Menuju Mekanisme Pembangunan Bersih”, . Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jakenan, Pati. (ISBN 978-979-15795-1-3)

Samodra, H., S. Gafoer dan S. Tjokrosaputro. 1992. Peta Geologi Lembar Pacitan, Jawa., skala 1:100000. Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.

Sampurno dan Samodra. H. 1997. Peta Geologi Lembar Ponorogo, Jawa., skala 1:100000. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,

Sofia. Y., Tontowi, Brahmana. S., Rahayu. S. 2013. Emisi Gas Metana Dari Waduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur. Bandung: Jurnal Sumber Daya Air Vol 9. No 2 November 2013.

Surono, B. Toha dan I. Sudarno. 1992. Peta Geologi Lembar Surakarta-Giritontro, Jawa., skala 1:100000. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

Page 16: SEBARAN C-ORGANIK SEBAGAI SUMBER EMISI METANA DI …

Jurnal Teknik Hidraulik, Vol. 7 No. 1, Juni 2016: 1 - 16

Tremblay, A., L. Varfalvy, C. Roehm and M. Garneu (eds). 2005. Greenhouse Gas Emissions – Fluxes and Processes. Hydroelectric Reservoirs and Natural environments., Berlin: Springer.

UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Dr Prihasto Setyanto dari Balingtan sebagai Nara Sumber yang telah membantu dalam pelaksanaan pengukuran di lapangan dan laboratorium.

16