sdm koperasi

7

Click here to load reader

Upload: rully-indrawan

Post on 25-May-2015

2.004 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SDM Koperasi

1

PEMBANGUNAN KOPERASI MEMBUTUHKAN TEROBOSANKEBIJAKAN PENDIDIKAN1

Rully Indrawan

Daya hidup koperasi benar-benar mendapat tantangan dalam satu dekade

terakhir ini. Perubahan paradigma sistem sosial dan politik dalam sepuluh tahunterakhir ini bukan saja memporakporandakan budaya pembangunan koperasi,tetapi mendorong koperasi harus tumbuh dalam struktur pasar yang berbedasebagaimana dipersyaratkan dalam asumsi dasarnya. Mainstream ekonomi telah

memaksa koperasi tidak tumbuh dalam iklim konvensional, tetapi harusberubah menjadi sebuah kekuatan yang eksistensinya dipertaruhkan dalamsuasana persaingan yang ketat. Lebih-lebih setelah diberlakukannya free tradearea (ACFTA dan sebentar lagi AIFTA).

Koperasi dilihat dari substansinya adalah suatu sistem sosial-ekonomi.Agar tetap survive, dalam tataran operasional koperasi dituntut untukmemanfaatkan sumberdaya yang tersedia untuk mencapai tingkat operasi yangefektif. Untuk menjalankan kedua fungsi tersebut di butuhkan manajemen dan

organisasi yang baik. Baik-buruknya manajemen dan organisasi koperasi sangatditentukan oleh efektivitas organisasinya.

Di kalangan para ahli koperasi sendiri hingga kini masih belum ada

keseragaman pendapat mengenai bagaimana dan apa ukuran efektivitaskoperasi yang tepat, sebagaimana diungkapkan Blumle (Dulfer dan Hamm,1985). Akan tetapi bila mengacu pada model umum efektivitas, maka perhatianterhadap pencapaian tujuan koperasi. UU No. 25/92 menatapkan tujuan dalamukuran makro, sedang dalam ukuran mikro, sebuah koperasi itu dapatdikatakan efektip bilamana usaha koperasi dapat memberikan manfaat (benefit)

bagi para anggotanya.

Dari cara pandang seperti itu saya mengidentifikasi, bahwa koperasi akan,

dapat, dan harus berkembang dalam suasana kemandirian. Artinya, berkembangatau tidaknya koperasi sangat tergantung seberapa kuat fundamen internalmendukung ketercapaian tujuan berkoperasi. Faktanya selama ini, baik koperasiyang berhasil maupun koperasi yang mengalami kegagalan, lebih banyakdisebabkan oleh kerapuhan internal organisasi. Kalaupun ada kontribusilingkungan strategis eksternal koperasi terhadap kegagalan koperasi, justru

1 Disampaikan pada Seminar Nasional Perkoperasian, dalam rangka Harkopnas, di USU Medan, 29 Juni2010

Page 2: SDM Koperasi

2

sering diakibatkan oleh “pisau bermata dua” kebijakan yang digulirkan. Dengandemikian, hati-hati dengan pelibatan pihak luar dalam penyelenggaraan

organisasi koperasi. Tentu saja dengan tidak mengabaikan pentingnya sistemjaringan –internal dan eksternal- yang sangat dibutuhkan dalam kegiatan bisnismodern. Esensi pernyataan di atas telah saya tuangkan dalam berbagai tulisan,antara lain di HU PR sejak tahun 1998, dan media cetak lainhya, dan elektronik(web site).

Setidak-tidaknya ada tiga syarat dasar yang dibutuhkan untukkeberlangsungan sebuah gerakan koperasi di Indonesia. Selama pembangunankoperasi di masa lalu syarat dasar ini sering diabaikan. Ketiga syarat dasar

tersebut, adalah: (a) tersedianya kepentingan usaha yang sama dari paraanggota, (b) Pemimpin yang kuat dan amanah, dan (c) manajemen yangprofesional.

Pertama, di masa lalu banyak tumbuh koperasi di mana-mana, “bak

cendawan di musim hujan”. Di tingkatan masyarakat fenomena itu dipacu olehadanya peluang memperoleh berbagai fasilitas dari pemerintah bagi koperasi,setidak-tidaknya itu yang mereka dengar dan baca di media massa. Sementara ditingkat eksekutif, yakni penyebar fasilitas, jumlah kehadiran koperasi diwilayahnya merupakan salah satu indikator keberhasilan. Artinya semakin besarjumlah koperasi yang berhasil dilahirkan semakin terang perjalanan karierpolitiknya. Dalam perjalanan selanjutnya koperasi seperti ini kehilangan arah,karena apa yang harus dikoperasikan? Mereka tidak berangkat dari kebutuhanhidup nyata yang sama. Mereka pun tidak memiliki kesamaan dalam aktivitasusahanya. Yang terjadi kemudian, adalah koperasi yang mentereng di papannama, namun kegiatan usahanya tidak ada. Kalaupun ada, tidak memiliki akses

rasional dengan kepentingan anggota.

Bagi sebuah gerakan ekonomi rakyat, koperasi harus didukung olehkebutuhan yang sama para anggota, dengan demikian partisipasi mereka dapatdiharapkan. Tanpa itu, koperasi secara filosofis telah berganti menjadi jawatankarena peran pemerintah –dan juga infra struktur politik- lebih dominan.Faktanya di masa lalu, pemikiran itu tidak menghasilkan apa-apa, jadi janganulangi kesalahan serupa di masa yang akan datang. Penyerahan secara totalkehidupan koperasi pada pemiliknya, yaitu anggota, secara akumulatif akanmembentuk sebuah partisipasi sosial yang bersih dari rekayasa dan absurd.

Kedua, sebagai masyarakat yang memiliki karakter paternalistik, pimpinan

merupakan faktor perekat kohesi sosial para anggota koperasi. Potensi usaha

anggota dapat tergali secara baik bilamana adanya jaminan figur pimpinan yangamanah. Fenomena ini ternyata tidak hanya terjadi pada kasus-kasus koperasipedesaan, atau koperasi kemasyarakatan saja, namun faktanya juga terjadi dikoperasi-koperasi fungsional di perkotaan.

Page 3: SDM Koperasi

3

Pimpinan yang kuat dibutuhkan untuk mengarahkan koperasi dari jebakandemokrasi kebablasan, akibat penerapan prinsip satu orang satu suara.

Pimpinan yang kuat juga dibutuhkan untuk menjadi jaminan transaksi.Kekuatan pemimpin koperasi bisa disebabkan oleh kharisma seseorang atau jugapendidikan dan pengalaman. Namun faktanya ciri kuat saja tidak cukup, karenaharus diimbangi pula oleh sikapnya yang amanah. Pemimpin koperasi yang

kuat kerap menjadi otoriter, nepotisme, dan korup; sehingga dibutuhkanlandasan moralitas. Pemimpin seperti inilah yang bisa menjadi penjaminkeberlangsungan gerakan koperasi secara hakiki. Mereka bisa salah dalammengambil keputusan, tetapi tidak keliru dalam nawaitu-nya.

Ketiga, manajemen profesional adalah jawaban pasti untuk menghadapi

realitas bisnis dewasa ini. Koperasi berada dalam lingkungan bisnis yang penuhpersaingan dalam memperoleh sumberdaya ekonominya. Koperasi tidak lahir disurga yang semuanya dapat diraih tanpa pengorbanan, namun harus tumbuh

dan berkembang dalam suasana penuh konflik dan ketidakpastian. Manajemenprofesional inilah yang juga dapat mengisi kelemahan teknis pimpinan yangkuat dan amanah.

Profesionalisme manajemen diukur oleh seberapa mampu ia dapatmelakukan interaksi bisnisnya secara vertikal dan horizonal. Negosiasi danmelakukan perhitungan-perhitungan bisnis merupakan salah satu bentukkemampuan fungsionalnya. Profil manajemen yang profesional dapat hadir dikoperasi bila sistem organisasi memang kondusip untuk itu. Dalam arti, syaratpertama dan kedua harus lebih dahulu hadir sebagai pranata dalam gerakankoperasi.

Koperasi di Era Otonomi Daerah

Dalam suatu wawancara yang di muat oleh majalah PIP tahun 1998 (atau1999, persisnya lupa), saya tegaskan bahwa koperasi harus hadir sebagaisosoknya yang asli, yakni sebagai gerakan ekonomi masyarakat dengan

demikian tidak perlu lagi adanya birokrasi setingkat menteri departemen, di eraotonomi seperti saat ini. Pendapat itu dilatarbelakangi oleh pemikiran, bahwapemberlakukan otonomi daerah memberi kesempatan bagi koperasi untukmemainkan peran genuine-nya, yakni sebagai wahana peningkatan kesejahteraan

rakyat.

Kemudian implikasinya di daerah, ada dan tidak adanya instansi (setingkatdinas) yang mengatur dan membina koperasi di daerah (kabupaten dan kota)harus dilihat dari perspektif yang objektip. Objektifitas itu ukurannya, adalahpada seberapa potensialnya koperasi mampu memberikan kontribusi padakehidupan masyarakat secara luas. Bila ukurannya seperti itu, boleh jadi kondisi

Page 4: SDM Koperasi

4

dan hasil pengukuran setiap daerah bisa beragam. Bagi koperasi alami, ada atautidak adanya birokrasi pemerintah yang khusus menangani koperasi, tidak akan

terlalu banyak menimbulkan masalah. Secara struktural gerakan koperasi telahmelengkapi kehadirannya dengan koperasi-koperasi sekunder, dan dewan-dewan koperasi, peran-peran pembinaan secara fungsional melekat dalamlembaga-lembaga tersebut.

Sistem pembinaan di masa lalu secara sistimatis telah mendegradasi peran-peran fungsional dewan-dewan koperasi (Dekopin, Dekopinwil, Dekopinda).Sejauh ini di mata khalayak dewan-dewan ini lebih banyak diposisikan sebagaiinstitusi pemerintah ketimbang sebagai kekuatan sistimatis gerakan, atau

setidak-setidaknya dapat berperan sebagaimana asosiasi-asosiasi bisnis yangada. Demikian pula pada koperasi sekunder, sementara ini keberadaannya lebihdiaparesaisi sebagai unit yang memiliki tugas memperoleh peluang fasilitas darilevel pemerintah yang lebih atas, ketimbang berperan sebagai mata rantai usaha

koperasi. Walau tak menepis pula masih ada koperasi-koperasi sekunder yangberfungsi sebagaimana fungsi yang sebenarnya, demikian pula halnya dengandewan-dewan koperasi.

Arah Kebijakan Pendidikan

Keunggulan kompetitif suatu organisasi diciptakan dengan carameletakkan leverage sumber daya manusia sebagai human capital (Employeecapability x Employee commitment) (Mulyadi, 2001: 294). Kapabilitas atau seringdisebut sebagai kompetensi, dan komitmen SDM sebagai fungsi dari humancapital yang diletakkan sebagai leverage untuk membangun keunggulan

kompetitif, untuk bersaing di lingkungan bisnis yang kompetitif, diperlukanSDM koperasi yang memiliki kapabilitas unggulan (distinctive capabilities) dankomitmen. Human capital diubah untuk membangun proses internal organisasidalam menciptakan pelayanan untuk membangun partisipasi anggota, yang

didukung dengan organizational capital yang kuat. Partisipasi anggota akanmenghasilkan pendapatan (user) dan modal (owner) yang berlipat ganda danorganizational capital yang kuat akan menghasilkan efisiensi biaya yang

signifikan, sehingga akan dapat meningkatkan kemakmuran bagi parapemiliknya dalam bentuk manfaat (shareholder value).

Pendidikan dan pelatihan perkoperasian merupakan upaya untukmeningkatkan kompetensi dan komitmen SDM koperasi (wirakoperasi), menjadisesuatu yang sangat kritis untuk dilaksanakan, tidak hanya karena merupakansalah satu prinsip koperasi, tapi menjadi kebutuhan pengembagan organisasi.Sutaryo Salim (2004: 8), menyebutkan bahwa kompetensi dan komitmen sumberdaya manusia koperasi dalam melaksanakan jati diri koperasi (identitas ganda,

karakteristik koperasi, prinsip koperasi dan ekonomi, serta partisipasi) akanmenentukan tingkat keberhasilan koperasi (anggota, perusahaan koperasi dan

Page 5: SDM Koperasi

5

pembangunan). Dengan komitmen SDM yang tinggi, koperasi akan memperolehkeunggulan-keunggulan kompetitif yang tidak dimiliki oleh perusahaan lain,

seperti kesediaan menjaga nama baik koperasi, dan menerima tujuan serta nilai-nilai koperasi. SDM koperasi akan memprioritaskan kepentingan organisasikoperasi di atas kepentingannya sendiri sehingga secara umum produktivitasakan meningkat. Mereka juga bersedia bergabung dengan koperasi dalam jangka

panjang, serta menyesuaikan sikap dan perilakunya dengan strategi yangditerapkan koperasi. Manfaat-manfaat inilah yang akan menjadi daya saingkoperasi yang tidak mudah diikuti oleh pesaingnya. Kompetensi dan komitmendapat dikaji pada berbagai tingkatan organisasi koperasi.

Pendidikan perkoperasian, pada dasarnya mencetak luaran pendidikanyang mampu memiliki jiwa wirakoperasi. Berani untuk menegakan prinsipkoperasi sekaligus memiliki kompetensi dalam melayani anggota danmengembangkan usaha. Secara skematik luaran yang dimaksud membutuhkan

dukungan kurikulum, fasilitas pendidikan, dan mutu pengajar/instruktur.Sehingga proses pembelajaran dan pelatiah bisa berkembang secarea baik.Sebagaimana gambar berikut ini.

Gambar 1

Pola Pembelajaran dan Pelatihan Wirakoperasi

Page 6: SDM Koperasi

6

Untuk itu diperlukan terobosan program pendidikan dan pelatihan bagiSDM koperasi. Wirakoperasi adalah perpaduan dari hardskill dan softskill. Selama

ini pendidikan dan pelatihan yang diprogramkan selalu berkaitan dengankompetensi (hardskill) SDM dalam mengelola usaha koperasi, maka mulai saat

ini pendidikan dan pelatihan bagi SDM koperasi diutamakan dalam upayauntuk meningkatkan komitmennya (softskill) pada organisasi koperasi, yaituyang berkaitan peningkatan pemahaman dan implementasi terhadap kesediaanmenjaga nama baik koperasi, dan menerima tujuan serta nilai-nilai koperasi.

Terobosan dimaksud harus mampu menyentuh praktik pendidikan,setidak-tidaknya ada tujuh (7) hal yang harus diperhatikan, sebagaimana padagamabar 2.

Gambar 2

Materi Pendidikan Wirakoperasi

Page 7: SDM Koperasi

7

Daftar Pustaka:

Bayu Krisnamurthi, 2002. Membangun Koperasi Berbasis Anggota dalam Rangka PengembanganEkonomi Rakyat, Artikel Th. I. No. 4,

Dulfer E,1994, Managerial of Economics of Cooperative, International Handbook of CooperativeOrganization p.587-592.

Hanel Alfred, 1985. Basic Aspects of Cooperative Organization, Policies for Their Promotion in

Developing Countries, Fakultas Ekonomi-Unpad.

Herman Soewardi, 1986, Filsafat Koperasi atau Cooperativism, UPT Penerbitan Ikopin

Ibnoe Soedjono, 1997. Koperasi dan Pembangunan Nasional, PIP-DEKOPIN-Jakarta.

ICA, 2001, Jatidiri Koperasi (Prinsip-prinsip Koperasi untuk Abad ke-21), LSP2I, Jakarta.

Imam Sugeng, 2002 Mengukur dan Mengelola Intellectual Capital, A Usmara (editor) ParadigmaBaru, Manajemen Sumber Daya Manusia, hal. 1999-214, Penerbit Amara Books.

Mulyadi, 2001. Balanced Scorecard, Alat Manajemen Kontemporer untuk Pelipat ganda KinerjaKeuangan Perusahaan, Salemba Empat-Jakarta

Noer Soetrisno, 2003. Koperasi Indonesia: Potret dan Tantangan, Jurnal Ekonomi Rakyat Th.I -No.

5.

Ropke Jochen, 1989. The Economics Theory of Cooperatives, Buku I, University of Marburg-

Germany.

Sugiyanto, 2007, Pengaruh kompetensi dan komitmen Manajemen terhadap kinerja keuangan, promosi

ekonomi anggota dan struktur modal, Disertasi, PPS Universitas Padjadjaran, Bandung.

Sutaryo Salim, 2004. Reinventing Jatidiri Koperasi, Jurnal Ekonomi Kewirausahaan. Vo. III, No.2, Juli2004, hal.1-8.

Ulrich Dave, 1998. Intellectual Capital = Competence x Commitment, Sloan Management Review.