sb tutor 1

6
Batuk efektif 1. Beritahu pasien, minta persetujuan klien dan cuci tangan . 2. Atur pasien dalam posisi duduk tegak atau duduk setengah membungkuk. 3. Letakkan pengalas pada klien, letakkan bengkok/pot sputum pada pangkuan dan anjurkan klien memegang tisu. 4. Ajarkan klien untuk menerik napas secara perlahan, tahan 1-3 detik dan embuskan perlahan dengan mulut. Lakukan prosedur ini beberapa kali. 5. Anjurkan anjurkan untuk menarik napas, 1-3 detik batukkan dengan kuat. 6. Tarik napas kembali selama 1-2 kali dan ulangi prosedur di atas dua hingga enam kali. 7. Jika diperlukan, ulangi lagi prosedur di atas 8. Bersihkan mulut klien , instruksikan klien untuk membuang sputum pada pot sputum pot atau bengkok 9. Beri penguatan , bereskan alat dan cuci tangan 10. Menjaga kebersihan dan mencegah kontaminasi terhadap sputum 11. Tindakan batuk efektif perlu diulang beberapa kali bila diperlukan (anas, 2008). Tamsuri, Anas.2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Pernafasan.Jakarta:EGC TERAPI DAN PENATALAKSANAAN Tujuan utama dilakukan terapi adalah menghilangkan adanya obstruksi dan adanya kongesti hidung pergunakanlah selang dalam melakukan penghisaapan lendir baik melalui hidung maupun melalui mulut. Terapi pilihan adalah dekongestan dengan pseudoefedrin hidroklorida tetes pada lobang hidung, serta obat yang lain seperti analgesik serta antipiretik. Antibiotik tidak dianjurkan kecuali ada komplikasi purulenta pada sekret.

Upload: anisarahma718

Post on 29-Sep-2015

224 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

tutor

TRANSCRIPT

Batuk efektif1. Beritahu pasien, minta persetujuan klien dan cuci tangan .2. Atur pasien dalam posisi duduk tegak atau duduk setengah membungkuk.3. Letakkan pengalas pada klien, letakkan bengkok/pot sputum pada pangkuan dan anjurkan klien memegang tisu.4. Ajarkan klien untuk menerik napas secara perlahan, tahan 1-3 detik dan embuskan perlahan dengan mulut. Lakukan prosedur ini beberapa kali.5. Anjurkan anjurkan untuk menarik napas, 1-3 detik batukkan dengan kuat.6. Tarik napas kembali selama 1-2 kali dan ulangi prosedur di atas dua hingga enam kali.7. Jika diperlukan, ulangi lagi prosedur di atas8. Bersihkan mulut klien , instruksikan klien untuk membuang sputum pada pot sputum pot atau bengkok 9. Beri penguatan , bereskan alat dan cuci tangan 10. Menjaga kebersihan dan mencegah kontaminasi terhadap sputum11. Tindakan batuk efektif perlu diulang beberapa kali bila diperlukan(anas, 2008).Tamsuri, Anas.2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Pernafasan.Jakarta:EGC

TERAPI DAN PENATALAKSANAANTujuan utama dilakukan terapi adalah menghilangkan adanya obstruksi dan adanya kongesti hidung pergunakanlah selang dalam melakukan penghisaapan lendir baik melalui hidung maupun melalui mulut. Terapi pilihan adalah dekongestan dengan pseudoefedrin hidroklorida tetes pada lobang hidung, serta obat yang lain seperti analgesik serta antipiretik. Antibiotik tidak dianjurkan kecuali ada komplikasi purulenta pada sekret. Penatalaksanaan pada bayi dengan pilek sebaiknya dirawat pada posisi telungkup, dengan demikian sekret dapat mengalir dengan lancar sehingga drainase sekret akan lebih mudah keluar Catzel, Pincus & Ian robets. (1990). Kapita Seleta Pediatri Edisi II. alih bahasa oleh Dr. yohanes gunawan. Jakarta: EGC

Faktor Resiko ISPA Menurut (Depkes, 2004) faktor resiko terjadinya ISPA terbagi atas dua kelompok yaitu: a. Faktor internal merupakan suatu keadaan di dalam diri penderita (balita) yang memudahkan untuk terpapar dengan bibit penyakit (agent) ISPA yang meliputi jenis kelamin, berat badan lahir, status ASI, dan status imunisasi. b. Faktor eksternal merupakan suatu keadaan yang berada diluar diri penderita (balita) berupa lingkungan fisik, biologis, sosial dan ekonomi yang memudahkan penderita untuk terpapar bibit penyakit (agent) meliputi: polusi asap rokok, polusi asap dapur, kepadatan tempat tinggal, keadaan geografis, ventilasi 10% dari luas lantai dan pencahayaan.DepKes RI, 2004. Sistem Kesehatan Nasional 2004

Prinsip perawatan ispa1. Meningkatkan istirahan minimal 8 jan sehari2. Meningkatkan makanan bergizi3. Bila demam beri kompres dan banyak minum4. Bila pilek atau flu, maka bersihkan hidung dengan sapu tangan sampai bersih5. Bila demam gunakan pakaian yang tipit dan tidak ketat6. Bila anak masih menetek tetap berika asi dan makanan seperti biasa.Doenges, Marlyn E . Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien

2.2. Klasifikasi ISPA18 2.2.1. Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Anatomi a. Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA) Infeksi yang menyerang hidung sampai bagian faring, seperti pilek, sinusitis, otitis media (infeksi pada telinga tengah), dan faringitis (infeksi pada tenggorokan). b. Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA) Infeksi yang menyerang mulai dari bagian epiglotis atau laring sampai dengan alveoli, dinamakan sesuai dengan organ saluran nafas, seperti epiglotitis, laringitis, laringotrakeitis, bronkitis, bronkiolitis, dan pneumonia.2.2.2. Klasifikasi ISPA Pada Batita19 a. Pneumonia sangat berat: batuk atau kesulitan bernafas yang disertai dengan sianosis sentral, tidak dapat minum, adanya penarikan dinding dada, anak kejang dan sulit dibangunkan. b. Pneumonia berat: batuk atau kesulitan bernafas dan penarikan dinding dada, tetapi tidak disertai sianosis sentral dan dapat minum.c. Pneumonia: batuk (atau kesulitan bernafas) dan pernafasan cepat tanpa penarikan dinding dada. Pernafasan cepat adalah 40 kali per menit atau lebih pada usia 12 bulan hingga 5 tahun. d. Bukan pneumonia (batuk pilek biasa): batuk (atau kesulitan bernafas) tanpa pernafasan cepat atau penarikan dinding dada.

WHO. 2002. Penanganan ISPA pada Anak di Rumah Sakit Negara Berkembang. Pedoman untuk Dokter dan Petugas Kesehatan Senior. Jakarta. Buku Kedokteran EGC. Alih Bahasa: C. Anton Wijawa.

2.5. Cara Penularan Penyakit ISPA5,22 Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit penyakit masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, oleh karena itu maka penyakit ISPA ini termasuk golongan Air Borne Disease. Penularan melalui udara dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian besar penularan melalui udara dapat pula menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang penyakit yang sebagian besar penularannya adalah karena menghisap udara yang mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab. Adanya bibit penyakit di udara umumnya berbentuk aerosol yakni suatu suspensi yang melayang di udara, dapat seluruhnya berupa bibit penyakit atau hanya sebagian daripadanya. Adapun bentuk aerosol dari penyebab penyakit tersebut ada dua, yakni droplet nuclei dan dust. Droplet nuclei adalah partikel yang sangat kecil sebagai sisa droplet yang mengering. Pembentukannya dapat melalui berbagai cara, antara lain dengan melalui evaporasi droplet yang dibatukkan atau yang dibersinkan ke udara. Droplet nuclei juga dapat terbentuk dari aerolisasi materi-materi penyebab infeksi di dalam laboratorium. Karena ukurannya yang sangat kecil, bentuk ini dapat tetap berada di udara untuk waktu yang cukup lama dan dapat diisap pada waktu bernafas dan masuk ke alat pernafasan. Dust adalah bentuk partikel dengan berbagai ukuran sebagai hasil dari resuspensi partikel yang menempel di lantai, di tempat tidur serta yang tertiup angin bersama debu lantai/tanah.

Penyebaran melalui kontak langsung atau tidak langsung daribenda yang telah dicemari virus dan bakteri penyebab ISPA(hand to hand transmission) dan dapat juga ditularkan melaluiudara tercemar (air borne disease) pada penderita ISPA yangkebetulan mengandung bibit penyakit melalui sekresi berupasaliva atau sputum.

Noor, N.N. 2006. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Cetakan Kedua. Jakarta. Rineka Cipta.

2.6. Epidemiologi Penyakit ISPA Epidemiologi penyakit ISPA yaitu mempelajari frekuensi, distribusi penyakit ISPA serta faktor-faktor (determinan) yang mempengaruhinya. 2.6.1. Distribusi dan Frekuensi Penyakit ISPA ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak-anak. Daya tahan tubuh anak berbeda dengan orang dewasa karena sistem pertahanan tubuhnya belum kuat. Apabila di dalam satu rumah seluruh anggota keluarga terkena pilek, anak-anak akan lebih mudah tertular. Dengan kondisi tubuh anak yang masih lemah, proses penyebaran penyakit pun menjadi lebih cepat.18 Dalam setahun seorang anak rata-rata bisa mengalami 3 - 6 kali penyakit ISPA.112.6.2. Determinan Penyakit ISPA a. Faktor Agent (Bibit Penyakit) Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia.5 ISPA juga dapat disebabkan oleh karena jamur19 dan inspirasi asap kendaraan bermotor, Bahan Bakar Minyak/BBM biasanya minyak tanah, dan cairan amonium pada saat lahir.21 b. Faktor Host (Pejamu) b.1. Umur b.2. Jenis Kelaminb.3. Status Gizib.4. Berat Bayi Lahirb.5. Status ASI Eksklusifb.6. Status Imunisasic. Faktor Lingkungan (Environment) c.1. Ventilasic.2. Kepadatan Hunian Ruang Tidurc.3. Pemakaian Anti Nyamukc.4. Keberadaan Perokokc.5. Bahan Bakar Untuk Memasakkelembapan & suhu ruangansaluran pembuangan air limbahpencemaran udara

Widoyono. 2007. Penyakit Tropis Epidemiologi, Pencegahan dan Pemberantasannya. Jakarta. Erlangga.

Umur mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk terjadinya ISPA. Oleh sebab itu kejadian ISPA pada bayi dan anak balita akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang dewasa. Kejadian ISPA pada bayi dan balita akanmemberikan gambaran klinik yang lebih besar dan jelek, hal ini disebabkan karena ISPA pada bayi dan balita umumnya merupakan kejadian infeksi pertama serta belum terbentuknya secara optimal proses kekebalan secara alamiah. Sedangkan orang dewasa sudah banyak terjadi kekebalan alamiah yang lebih optimal akibat pengalaman infeksi yang terjadi sebelumnya.17

Alsagaff, H. dan H. Abdul Mukty. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Cetakan Keempat. Surabaya. Erlangga University Press.