sari aprianti

11
Hiponimi dan Hipernimi Kata hiponimi berasal dari bahasa Yunani kono, yaitu onoma berarti ‘Nama’dan hypo ‘dibawah’. Secara harfiah berarti ‘Nama yang termasuk dibawah nama lain’.

Upload: ciezy-hikka

Post on 30-May-2015

134 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sari aprianti

Hiponimi dan Hipernimi

Kata hiponimi berasal dari bahasa Yunani kono, yaitu onoma berarti ‘Nama’dan hypo ‘dibawah’. Secara harfiah berarti ‘Nama yang termasuk dibawah nama lain’.

Page 2: Sari aprianti

Umpamanya kata tongkol adalah hiponim terhadap ikan sebab makna tongkol berada atau termasuk dalam makna kata ikan. Kalau diskemakan menjadi:

IKAN

tongkol

Bandeng

Tenggiri

Teri

Mujair

Cakalang

Page 3: Sari aprianti

Dalam hal ini relasi antara ikan dengan tongkol (Atau jenis ikan lainnya) disebut hipernimi. Jadi, kalau tongkol berhiponim terhadap ikan, maka ikan berhipernim terhadap tongkol. Perhatikan bagan sebagai berikut:

Tongkol Ikan

Hiponim

Hipernim

Page 4: Sari aprianti

Contoh lain, kata bemo dan kendaraan. Kata bemo berhiponim terhadap kata kendaraan, sebab bemo adalah salah satu jenis kendaraan.

Konsep hiponimi dan hipernimi mengandaikan adanya kelas bawahan dan kelas atasan, adanya makna sebuah kata yang berada di bawah makna kata lainnya.

Page 5: Sari aprianti

Kalau diskemakan seluruhnya akan menjadi:

Makhluk

Manusia Binatang

Ikan Kambing Monyet Gajah

TongkolBandeng

Cakalang

Mujair

Page 6: Sari aprianti

PolisemiPolisemi lazim diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata,bisa juga frase) yang memiliki makna lebih dari satu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam bahasa indonesia kata kepala setidaknya mengacu kepada enam buah konsep/makna:

Kepala

Makna 1

Makna 2

Makna 3

Makna 4

Makna 5

Makna 6

Page 7: Sari aprianti

Umpamanya makna leksikal kata kepala di atas adalah ‘bagian tubuh manusia atau hewan dari leher ke atas’.Kata kepala di atas, antara lain, memiliki komponen makna :

1. Terletak disebelah atas atau depan

2. Merupakan bagian yang penting (tanpa kepala manusia tidak bisa hidup, tetapi tanpa kaki atau lengan masih bisa hidup)

3. Berbentu bulat

Page 8: Sari aprianti

Dalam perkembangan selanjutnya komponen-komponen makna ini berkembang menjadi makna-makna tersendiri.

Kita ambil contoh lain, kata kaki yang memiliki komponen makna, antara lain:

1. Anggota tubuh manusia (juga binatang)

2. Terletak di sebelah bawah

3. Berfungsi sebagai penopang untuk berdiri

Page 9: Sari aprianti

Kalau kita perhatikan kata kepala dan kata kaki dengan segala macam maknanya itu maka kita dapat menyatakan bahwa makna-makna yang banyak dari sebuah kata yang polisemi. Kata kepala yang berarti ‘ pemimpin’ atau ‘ketua baru muncul dalam penuturan karena kehadirannya dalam prase seperti prase kepala sekolah, kepala gerombolan, dan kepala rombongan. Berbeda dengan makna asalnya yang sudah jelas dari makna leksikalnya karena adanya referen tertentu dari kata tersebut.

Satu persoalan lagi dengan polisemi ini adalah bagaimana kita bisa membedakannya dengan bentuk-bentuk yang disebut homonimi. Perbedaan yang jelas ialah homonimi bukanlah sebuah kata, melainkan dua buah kata atau lebih yang kebetulan bentuknya sama.

Page 10: Sari aprianti

Ambiguitas

Ambiguitas atau ketaksaan sering diartikan sebagai kata yang bermakna ganda atau mendua arti. Konsep ini tidak salah, tetapi juga kurang tepat sebab kita dapat dibedakan dengan polisemi. Sedangkan kegandaan makna dalam Ambiguitas berasal dari satuan gramatikal yang lebih besar, yaitu prase atau kalimat, dan terjadi sebagai akibat penapsiran struktur gramatikal yang berbeda.

Pembicara mengenai ambiguitas ini tampaknya sama dengan pembicara mengenai homonimi. Contoh kalimat istri lurah yang baru itu cantik pada pembicara tentang homonimi, juga dapat menjadi contoh dalam pembicara ambiguitas

Page 11: Sari aprianti

RedundansiIstilah redundansi diartikan sebagai ‘berlebih-

lebihan pemakaian unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran’. Umpamanya kalimat bola di tendang si Udin, maknanya tidak akan berubah bila dikatakan bola di tendang oleh si udin pemakaian kata oleh pada kalimat kedua di anggap sebagai sesuatu yang redundansi, yang berlebih-lebih, dan yang sebenarnya tidak perlu.

Secara semantik masalah redundansi sebetulnya tidak ada, sebab salah satu prinsip dasar semantik adalah bila bentuk berbeda maka maknapun akan berbeda.