sahabat dalam kegelapan

14
"Sahabat Dalam Kegelapan" Namaku Davina Antherestya, umurku 16 tahun, dan sekarang aku duduk di kelas XI SMA Negeri 09 Bandung. Orang bilang, masa-masa SMA adalah masa-masa paling indah. Ahh! Siapa bilang? Aku tidak berpikir begitu. Masa SMA itu membosankan, sama saja dengan waktu SMP atau SD. Entah kenapa rasanya, aku belum pernah merasa bahagia. Padahal teman-temanku selalu menyebutku Miss Perfect, mereka bilang aku punya segalanya, uang, kecantikan, dan kedua orang tua yang menyayangiku. Mereka juga bilang aku ini termasuk anak yang pintar disekolah karena selalu masuk dalam peringkat 10 besar. Ya, memang kuakui itu semua benar, tapi aku merasa selalu kurang. Aku merasa hidupku hampa. Aku tak tahu mengapa, apakah memang karena ada sesuatu yang belum bisa kupenuhi atau karena memang hidupku yang terlalu sempurna? "Dav....makan dulu yuk sayang." Suara lembut mama menyadarkan lamunanku. "Iya ma, bentar ya." Aku menjawab panggilan mama dan langsung turun ke bawah menuju meja makan. "Kamu mau makan apa, sayang? Nasi goreng atau roti?"

Upload: thelord-horochimaru

Post on 06-Feb-2016

225 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hanya sebuah cerpen

TRANSCRIPT

Page 1: Sahabat Dalam Kegelapan

"Sahabat Dalam Kegelapan"

Namaku Davina Antherestya, umurku 16 tahun, dan sekarang aku duduk di

kelas XI SMA Negeri 09 Bandung. Orang bilang, masa-masa SMA adalah masa-masa

paling indah. Ahh! Siapa bilang? Aku tidak berpikir begitu. Masa SMA itu

membosankan, sama saja dengan waktu SMP atau SD. Entah kenapa rasanya, aku

belum pernah merasa bahagia. Padahal teman-temanku selalu menyebutku Miss Perfect,

mereka bilang aku punya segalanya, uang, kecantikan, dan kedua orang tua yang

menyayangiku. Mereka juga bilang aku ini termasuk anak yang pintar disekolah karena

selalu masuk dalam peringkat 10 besar. Ya, memang kuakui itu semua benar, tapi aku

merasa selalu kurang. Aku merasa hidupku hampa. Aku tak tahu mengapa, apakah

memang karena ada sesuatu yang belum bisa kupenuhi atau karena memang hidupku

yang terlalu sempurna?

"Dav....makan dulu yuk sayang." Suara lembut mama menyadarkan lamunanku.

"Iya ma, bentar ya." Aku menjawab panggilan mama dan langsung turun ke

bawah menuju meja makan.

"Kamu mau makan apa, sayang? Nasi goreng atau roti?"

"Mm...roti aja deh, Ma." Jawabku sambil mengambil roti yang disodorkan

mama tadi.

"Susunya jangan lupa diminum ya. Ohya, Dav, kayaknya kamu harus olahraga

pagi ini deh." Kata mama yang sontak mengagetkanku.

"Loh, kenapa, Ma?"

"Soalnya mobil yang biasanya nganter kamu tadi mogok, jadi kamu berangkat

naik sepeda dulu ya, sayang, lagipula sekolah kamu jaraknya gak terlalu jauh kan?"

"Yaah...yaudah deh, Ma, daripada Davin gak ke sekolah."

Page 2: Sahabat Dalam Kegelapan

*****

Akhirnya aku berangkat ke sekolah dengan mengendarai sepeda. Sepulang

sekolah, saat aku sedang mengendarai sepedaku, tiba-tiba handphoneku berdering.

Segera, aku mengeluarkan handphone dari sakuku dan membaca sms yang baru saja

masuk itu. Ternyata itu sms dari Elsa, teman sebangkuku, karena terlalu berkonsentrasi

dengan sms dari Elsa, aku tidak melihat ada seorang gadis yang sedang menyebrang,

akibatnya sepedaku pun menabrak gadis itu.

"Aduh...!!" teriak gadis itu yang langsung terduduk diatas asapal.

"Oh my Gosh! Eh..sorry...sorry, kamu gak papa kan?" tanyaku kepada gadis itu,

tapi gadis itu hanya terdiam sambil memegangi kakinya.

"Enggak..aku gak apa-apa kok."sahut gadis itu dan kemudian gadis itupun

segera pergi.

"Hey..tunggu! Kamu gimana sih? Gak apa-apa gimana, kaki kamu tuh berdarah.

Sini aku obatin. Lagipula ini semua kan salahku, maaf ya."kataku yang menyesal atas

perbuatanku yang terlalu serius membaca sms.

"Ehhmm...gak papa kok. Ini cuma luka biasa. Ini juga bukan salah kamu kok.

Tadi aku-nya yang gak hati-hati."sahut gadis itu lantas tersenyum manis.

"Hmm...rumah kamu mana? Biar aku anter, yukk!"

"Engg...gak usah, rumah aku deket sini kok."

"Udah gak papa, anggep aja ini permohonan maaf aku ya?"

"Oke."

"Eh..oiya kita belum kenalan yah, aku Davina, nama kamu siapa??" tanyaku

berusaha untuk ramah sambil berjalan memapah gadis itu yang kakinya masih kesakitan

karena ulahku.

Page 3: Sahabat Dalam Kegelapan

"Aku Melody."

"Wah..nama yang bagus. Emm...Melody, aku boleh nanya sesuatu gak?"

"Boleh, mau nanya apa??"

"Kamu kenapa sih pakek kacamata item di siang hari gini? Emangnya gak

ganggu penglihatan kamu ya?". Sepertinya pertanyaanku ini menyinggungnya, karena

Melody terpekur lama sekali sampai akhirnya ia menjawab.

"Hmm...enggak kok. Lagipula pakek kacamata item atau enggak semuanya

terlihat gelap bagiku."

Aku terkesiap mendengar kata-kata Melody barusan. Apakah gadis ini buta?

"Hah? Mmm...maksud...kamu?"

"Aku buta." Kata Melody yang benar-benar membuat jantungku miris seperti

saat mama mengiris daging sapi di dapur. Aduh kok aku jadi keingetan semur daging

sapi mama yah. Ih...kok jadi ngomongin makanan sih.

"Sorry, Mel..aku gak maksud untuk..."

"Udah gak apa-apa kok, Dav." Melody hanya tersenyum pahit.

Keadaan pun hening sejenak. Setelah beberapa meter berjalan kami pun tiba di

sebuah rumah.

"Ini rumah aku. Ayo masuk, Dav!", ujar Melody yang membuyarkan

lamunanku. Aku merasa kagum dengan rumah Melody. Tenyata gadis ini adalah

seorang penjual bunga. Bagian depan rumahnya digunakan sebagai tempat kios bunga

miliknya yang bernama "Melody Florist". Di kios kecil ini terdapat berbagai jenis bunga

mulai dari bunga matahari, bunga anggrek, anyelir, dan lainnya lagi. Bagian dalamnya

adalah tempat kasir yang mungkin juga digunakan untuk ruang tamu bagi Melody. Dan

seluruh ruangan di rumah Melody ini dipenuhi bunga.

Page 4: Sahabat Dalam Kegelapan

"Dav..kamu baik-baik aja kan?", Melody kembali memanggilku, membuat aku

membuyarkan kekagumanku pada bunga-bunga ini.

"Eh..em..iya kok. Aku cuma kagum aja, Mel. Bunganya banyak banget ya.

Bagus bagus loh."

"Iya lah, Dav. Ini kan toko bunga."

"Emm...kamu menanam sendiri semua bunga-bunga ini?"

"Iya. Aku menanamnya di halaman belakang. Kebetulan di halaman belakang

cukup luas tempatnya. Daripada mubazir kan?" Melody tersenyum manis sambil

menarik tanganku menuju halaman belakang.

Saat aku memasuki halaman belakang milik Melody, aku terpukau dengan

semua ini. Sungguh indah sekali pemandangan di halaman belakang rumah Melody ini.

Rumahnya yang tadinya kukira sempit ternyata bagian belakangnya sangat luas. Ada

berbagai macam bunga yang indah-indah dan ini terlihat seperti taman bunga kecil.

"Wow, Mel...ini indaaah sekalii...!"

"Benarkah? Kamu bisa ambil beberapa bunga yang kamu mau kalau kamu

suka."

"Betul, Mel...boleh? Yay! Kalau begitu aku mau mawar merah ini ya buat

mamaku. Gratis nih?"

"Tentu. Sini biar aku bungkuskan ya."

"Thanks, ya Mel."

Melody sangat baik. Dia tak pernah pelit padaku. Aku juga senang bisa

berteman dengannya. Sejak saat itu setelah pulang sekolah aku sering main ke rumah

Melody. Kami pun akhirnya menjadi sahabat. Melody adalah sahabat yang baik dan

tulus. Dia tidak seperti teman-temanku yang lainnya, yang bersahabat denganku hanya

karena aku kaya, cantik dan populer. Melody berbeda, dia tulus sayang padaku. Aku

Page 5: Sahabat Dalam Kegelapan

senang akhirnya aku bisa mendapatkan sahabat seperti Melody, selain itu kekurangan

yang dimiliki Melody membuatku tersadar akan sesuatu. Yahh....selama ini aku selalu

merasa kekurangan. Entah apa yang kurang, mungkin aku kurang mendapat ketulusan

dari seorang sahabat seperti Melody, dan sekarang aku mendapatkannya. Tanpa

kusadari selama ini rasa kekurangan itu membuat aku kurang bersyukur kepada Tuhan.

Aku sehat, aku normal, aku bisa melihat dunia, tidak seperti Melody yang harus menjadi

gadis buta, kehilangan masa depannya, tidak bisa bersekolah. Tuhan...maafkan aku

karena selama ini aku tidak pernah bersyukur. Terimakasih Melody, kamu telah

membuatku sadar.

*****

Kebutaan yang dialami Melody, sahabatku itu, membuatku sedih. Aku ingin

Melody bisa melihat kembali. Akhirnya, akupun menanyakan hal ini pada papa. Papa

bilang Melody mungkin bisa disembuhkan dengan donor kornea, aku pun berniat

membiayai Melody untuk melakukan donor kornea, oleh karena itu pada suatu sore, aku

menanyakan persetujuan Melody tentang hal ini.

"Mel.. Aku boleh nanya sesuatu?"

"Boleh dong, Dav, mau nanya apa?"

"Emm...memang gimana sih sampai kamu bisa seperti sekarang ini?"

"Maksud kamu mataku ini?"

"Ya?"

Melody menghela napas panjang dan mulai bercerita. "Dulu, saat aku berumur 7

tahun, aku, mama, papa, dan adikku yang berumur 5 tahun pergi ke puncak

mengendarai mobil. Saat itu hujan deras sekali, jalanan puncak yang berkelok-kelok

menjadi licin. Lalu tanpa papaku sadari, ada sebuah truk, dimana pengemudinya sedang

mabuk berat, truk itu pun menghantam mobil papaku sampai masuk jurang. Saat itu

Page 6: Sahabat Dalam Kegelapan

terjadi aku tidak ingat apa-apa, yang aku ingat aku sudah berada di rumah sakit dan

mataku diperban karena mataku terkena pecahan kaca mobil waktu itu."

Melody menghela napas kembali dan raut wajahnnya menjadi muram. "Saat tiba

perban dibuka, aku tidak bisa melihat apa-apa. Semuanya gelap. Sejak saat itu aku buta.

Kecelakaan itu juga merenggut nyawa papa dan adikku, serta membuat mamaku

lumpuh."

Aku tertegun mendengar cerita Melody. Begitu nahas nasib keluarganya.

Sedangkan aku? Aku punya kedua orang tua yang masih hidup dan sangat sayang

padaku. Tuhan....betapa bodohnya aku selama ini tidak menyadari betapa lengkapnya

hidupku.

"Em...Mel..sorry ya aku gak bermaksud menguak luka lama kamu."

"Iya gak apa-apa kok, Dav. Aku sudah iklas menerima semua ini."

"Mel, kamu mau nggak bisa melihat lagi?"

"Tentu aja aku mau banget, Dav. Tapi itu gak mungkin kan?"

"Kenapa gak mungkin? Kamu bisa menjalani operasi cangkok kornea. Aku

sudah bicarakan ini sama papaku dan papaku bersedia menghubungi dokter kenalannya

dan mencarikan donor bagi kamu."

"Aku sudah lelah, Dav, sudah dua kali aku menjalani operasi tapi semuamya

gagal dan lagipula aku sudah tidak punya biaya."

"Enggak, Mel. Kali ini pasti berhasil. Percaya deh sama aku. Soal biaya kamu

gak usah mikirin itu. Biar aku yang urus. Mau ya? Please! Setidaknya lakukan ini demi

aku!"

"Oke. Aku akan lakukan ini demi kamu dan mamaku."

Page 7: Sahabat Dalam Kegelapan

*****

Setelah menerima kabar dari Melody via telepon bahwa hari itu ibunya Melody

meninggal dunia, aku segera menyetir mobil Honda Jazz Pink-ku sendiri menuju rumah

sakit dalam kecepatan tinggi. Kata Melody sebagai permintaan terakhir, ibunya Melody

meminta agar kornea matanya diberikan kepada Melody. Saat di tikungan, tiba-tiba ada

sebuah van hitam yang menabrakku. Saat itu, mobilku terperosok ke trotoar dan

menabrak pohon beringin. Dan setelah itu aku tidak ingat apa-apa lagi.

"Davina..kamu sudah sadar sayang?"

"Mama..."

"Iya...ini mama sayang. Kamu baik-baik aja kan sayang? Apanya yang sakit?"

"Ma, kenapa semua jadi gelap, Ma. Tolong nyalakan lampunya, Ma. Davina

takut gelap!"

"Gelap? Gelap apanya? Dokter, apa yang sebenarnya terjadi pada anak saya?"

"Maafkan saya, sepertinya putri ibu mengalami kebutaan."

"Apaa??? Mama....Davina gak mau buta ma...Davina takut gelap, Ma! Mama

tolong Davina!!"

*****

"Appaa?? Davina buta, Tante? Astaga! Lalu bagaimana keadaannya, tante? Apa

dia baik-baik saja? Tante, Davina kan takut dengan gelap."

"Yaah...begitulah, Mel. Davina terpaksa harus diberi obat penenang karena

daritadi dia teriak-teriak terus. Tante juga gak tahu harus gimana lagi."

"Hanya ada satu cara untuk membuat Davina sembuh, Tante."

Page 8: Sahabat Dalam Kegelapan

"Apa itu, Mel?"

*****

"Davina, hitungan ketiga buka matanya pelan-pelan ya!"

"Iya, Dok."

"1..2...3."

Aku membuka mataku yang baru saja 3 hari yang lalu dioperasi.

"Mama..papa..dokter."

"Iya, Dav, kamu bisa melihat kami dengan jelas?"

"Iya, aku senang sekali, Ma, Pa, Dok, kini aku bisa melihat lagi. Tapi...kemana

Melody, Ma? Dia bilang dia akan jadi orang pertama yang aku lihat."

"Melody menyerahkan ini pada mama, sayang. Surat ini tadinya berhuruf braile,

tapi telah diterjemahkan oleh Bu Anna, guru baca-tulisnya Melody"

Dear, Davina

Saat ini kamu pasti sudah bisa melihat kembali. Selamat ya,

Dav, aku turut senang meskipun aku tidak bisa menjadi orang

pertama yang kamu lihat. Sebenarnya aku ingin mengatakan suatu

kebenaran yang wajib kamu ketahui, bahwa kornea mata yang kamu

miliki saat ini milik mamaku. Maafkan aku karena aku telah

berbohong padamu, tapi aku melakukan semua ini demi kamu, dan

aku rasa memang kamu lebih membutuhkannya dibanding aku. Jadi

tolong jangan pernah kamu menyalahkan diri kamu sendiri. Aku juga

ingin memberitahumu perihal kepergianku, maafkan aku karena aku

harus pergi, aku tidak ingin merepotkanmu lagi, aku juga tidak ingin

Page 9: Sahabat Dalam Kegelapan

kamu selalu merasa bersalah jika bertemu denganku. Tapi aku janji,

suatu saat nanti kita pasti akan bertemu...

Sahabatmu, Melody

*****

7 tahun kemudian...

"Iya, Ma. Sekarang Davina lagi di bandara, sebentar lagi nyampek rumah kok. Udah

dulu ya, Ma.. Dah.."

Tiba-tiba, Davina menabrak seorang wanita.

"Ups..maaf ya, Mbak."

Wanita itu membuka kacamata dan topinya. Sontak Davina sangat terkejut

melihat wajah wanita itu.

"Melody...."

"TAMAT"

BIODATA PENULIS

Arina Amalia Putri, lahir di Bogor, 09 Oktober 1996. Di usianya yang

menginjak 2 tahun, Arina pindah ke Sumberan-Ambulu, Jember, Jawa Timur dan

menetap disana sampai saat ini. Arina, sedang duduk di bangku kelas X SMA Negeri

Ambulu. Cita-citanya adalah menjadi seorang dokter, oleh karena itu ia menyukai mata

pelajaran biologi dan bahasa inggris. Menulis adalah hobynya sejak kecil. Ayahnya,

sudah mengajarinya menulis sejak Arina masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak.

Arina mulai menulis tentang diary pribadinya sejak kecil, seiring dengan bertambah

usianya, kini ia mulai menulis tentang beberapa cerpen, salah satunya adalah cerpen ini.

Page 10: Sahabat Dalam Kegelapan

Selain menulis, hoby lainnya adalah membaca, khususnya membaca novel, karena

Arina tidak suka membaca komik, selain membaca hoby lainnya adalah browsing

internet, tentunya Arina aktif dalam situs jejaring sosial seperti facebook dan twitter.

Tujuan Arina menulis adalah untuk mengembangkan daya imajinasi dan kreativitasnya,

sedangkan motivasi dirinya menulis adalah keluarga, teman-teman, dan buku-buku

novel miliknya.