sadasadqqwqeqwqee qwfqwfqwfjbkjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjj oqiwjdoiqwdbjasb

83
i Uji Potensi Antifungi Ekstrak Etanol Rimpang Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) Terhadap Trichophyton mentagrophytes dan Trichophyton rubrum Skripsi Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi oleh: ARIF ROMDHON HAKIM NIM. 105102003356 UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI 1430 H/2009 M

Upload: dite-raditya-agustika

Post on 09-Nov-2015

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

R H ChandraRabu, 22 Desember 2010JURNAL AGROBIOAgrobio/Volume 2/ Nomor 1/Mei 2010 ISSN:2085-1995Etnobotani Oukup, Ramuan Tradisional Suku Karo UntukKesehatan Pasca MelahirkanJamilah Nasution1), Radiansyah Hadi Chandra2)1)Dosen Fakultas Biologi Universitas Medan Area2)Sekolah Pascasarjana Departemen Biologi, FMIPA, Universitas Sumatera UtaraAbstractOukup, a steam bath prepared with various plants, is traditional method used in Karo ethnique. Oukup can be used for recuperation after childbirth. The research was conducted to obtain information and to identify various medicinal plants that known have ability as oukup ingredient in Karo community. Oukup ingredient contain bioactive compound so that it can be used as medicine. The result of this research is among 16 species plants that can be the primary component of oukup ingredient consist of Zingiber purpureum, Nicolaia speciosa, Zingiber officinale, Citrus hystrix, Citrus medica, Citrus nobilis, Ocimum basilicum, Kaempferia galanga, Piper nigrum, Alpinia sp., Zingiber americanus, Alpinia galanga, Pandanus amaryllifolius, Gaultheria leucocarpa, Andropogon citratus dan Boesenbergia pandurata. The part of plants that used are leave, fruits, seed and rhizome. Bioactive compound of plants implied consist of atsiri oil, flavonoid, saponin, tannin, polifenol, alkaloid and steroid. Based on the study, the function of these bioactive compounds were not only for postnatal mothers health but also for medical treatment of various disease.Keywords: Oukup, biodiversity, bioactive compound, postnatal medicine PENDAHULUANDi Indonesia, pengetahuan tentang obat-obatan tradisional yang berasal dari tumbuhan sudah sejak lama diperkenalkan oleh nenek moyang kita. Secara turun temurun pengetahuan ini diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya dan untuk setiap daerah atau suku mempunyai kekhasan tradisi sendiri-sendiri. Kekhasan ini antara lain disebabkan oleh perbedaan falsafah budaya yang melatarbelakangi serta perbedaan kondisi alam terutama vegetasi di masing-masing wilayahnya (Ajijah & Iskandar, 1995).Meskipun dunia pengobatan dan kosmetika makin berkembang dengan pesat bukan berarti pengobatan dan penggunaan kosmetika tradisional di Tanah Karo menghilang. Secara turun temurun dapat dipastikan mereka telah mampu mengidentifikasi jenis-jenis tumbuhan yang dikenal dan dimanfaatkan untuk bahan obat dan kosmetika. Oukup adalah salah satu contoh bagaimana orang Karo memanfaatkan tumbuh-tumbuhan untuk kebugaran dan kesehatan, terutama pada pasca melahirkan.Dalam penelitian ini dilakukan identifikasi keanekaragaman jenis tumbuhan yang dikenal atau dipercaya masyarakat Karo mempunyai khasiat sebagai bahan ramuan oukup dan secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa bioaktif yang berkhasiat obat atau kosmetika. Harapannya adalah mengungkapkan bahwa terdapat sediaan obat tradisional, dalam hal ini oukup, yang digunakan masyarakat Karo yang dapat dikategorikan sebagai Herbal medicine atau Fitofarmaka yang perlu diketahui untuk diteliti dan dikembangkan lebih lanjut.BAHAN DAN METODEPelaksanaan penelitian ini meliputi studi tentang sistem pengetahuan lokal meliputi persepsi, konsepsi dan pandangan masyarakat Karo terhadap oukup dan studi tentang pemanfaatan oukup bagi masyarakat Karo khususnya dan masyarakat non-Karo umumnya, di Kabupaten Tanah Karo Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2007-2008. Pengambilan data dilakukan dengan cara survei eksploratif dan pengamatan langsung di lapangan. Data yang diperlukan diperoleh melalui wawancara open-ended yang dilakukan kepada masyarakat Karo maupun masyarakat non-Karo baik secara individu maupun kelompok. Untuk wawancara dipilih nara sumber yang dianggap memiliki pengetahuan lebih luas tentang tradisi oukup bagi masyarakat Karo. Nara sumber yang menjadi informan kunci terdiri atas pengguna oukup, pengobat tradisional (tabib),

TRANSCRIPT

  • i

    Uji Potensi Antifungi Ekstrak Etanol Rimpang Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) Terhadap Trichophyton mentagrophytes dan Trichophyton rubrum

    Skripsi

    Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

    oleh:

    ARIF ROMDHON HAKIM NIM. 105102003356

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    PROGRAM STUDI FARMASI 1430 H/2009 M

  • ii

    LEMBAR PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI

    NAMA : Arif Romdhon Hakim NIM : 105102003356 JUDUL : Uji Potensi Antifungi Ekstrak Etanol Rimpang Kecombrang

    (Nicolaia speciosa Horan) Terhadap Trichophyton mentagrophytes dan Trichophyton rubrum

    Disetujui oleh :

    Pembimbing I

    Nurmeilis, M.Si, Apt Tanggal:

    Pembimbing II

    Ir.Rini Widayati, MP Tanggal:

    Mengetahui,

    Ketua Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt Tanggal:

  • iii

    LEMBAR PERNYATAAN

    DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-

    BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN

    SEBAGAI SKRIPSI ATAU HASIL KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN

    TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN

    Arif Romdhon Hakim 105102003356

  • iv

    Cahaya itu menuntunku dari gulitanya kegelapan Keluar dari sebuah lubang yang sangat dalam Kudapati senyuman yang sangat indah darimu Laksana mentari pagi, menentramkan jiwa yang sedang kalut Memekarkan bunga yang kuncup Sebuah pekerjaan apik yang dilakukan olehmu Sebagai awal keberlangsungan hidup sang makhluk

    Engkau telah memberiku cinta Namun kubalas dengan hampa Engkau telah ber-asa kepadaku Namun ku menduakanmu

    Ya Allah takdirkanlah bagiku kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat Sesungguhnya Engkaulah Maha Pengampun lagi Maha Pengasih.

    Ya rabb, ketika mentari mulai merubah sinarnya dan mata ini mulai tertutup Maka maafkanlah jika masih ada tanggungan dosa dalam diriku.

    Ya rabb, maafkanlah jika diri ini tak sempurna mencintaimu

    Dalam kenangan (Alm.) Panji Haekal Gamil

    25 Nopember 1986 30 September 2009

  • v

    ABSTRAK

    JUDUL : UJI POTENSI ANTIFUNGI EKSTRAK ETANOL RIMPANG KECOMBRANG (Nicolaia speciosa HORAN) TERHADAP TRICHOPHYTON MENTAGROPHYTES DAN TRICHOPHYTON RUBRUM

    Kecombrang merupakan salah satu tanaman yang banyak mempunyai kegunaan. Diantaranya adalah sebagai penambah citarasa masakan, menghilangkan bau badan, bau mulut dan sebagai obat luka. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktifitas antifungi dari rimpang Kecombrang. Rimpang diekstrak dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 70%. Pengujian antifungi dilakukan dengan metode difusi agar. Uji potensi ekstrak etanol rimpang Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) meliputi, uji aktifitas dan uji KHM ekstrak rimpang Kecombrang terhadap fungi uji dan dibandingkan dengan baku pembanding murni (Klotrimazol) serta dilakukan proses Scanning Electron Microscope (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak uji memiliki aktifitas antifungi terhadap fungi Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes. Nilai KHM yang diperoleh yaitu masing-masing 100 ppm untuk Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes. Potensi antifungi ditentukan dengan menggunakan Klotrimazol sebagai antifungi pembanding. Potensi ekstrak etanol rimpang Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) setara dengan 11,61 ppm Klotrimazol untuk Trichophyton rubrum dan 10,27 ppm untuk Trichophyton mentagrophytes. Scanning Electron Microscope (SEM) dilakukan pada fungi Trichophyton rubrum untuk mengetahui mekanisme kerja antifungi.

    Kata kunci : Antifungi, kecombrang, Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes, Klotrimazol.

  • vi

    ABSTRACT

    TITLE : ANTIFUNGAL POTENCY TEST OF EXTRACT ETANHOL KECOMBRANG (Nicolaia speciosa HORAN) AGAINST TRICHOPHYTON RUBRUM AND TRICHOPHYTON MENTAGROPHYTES

    The research of antifungal potency had been performed from ethanol extract of Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) against fungi Trichophyton rubrum and Trichophyton mentagrophytes using the filter paper disc diffusion method. Potency test of ethanol extract of Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) include. Activity and MIC (Minimum Inhibition Consentration) test of ethanol extract of Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan). Ethanol extract of Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) used to showing antifungal activity from Trichophyton rubrum and Trichophyton mentagrophytes. The MIC of ethanol extract of Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) was also determined with filter paper disc diffusion method. The MIC values ethanol extract of Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) against Trichophyton rubrum and against Trichophyton mentagrophytes are 100 ppm. Antifungal potency was determined using klotrimazol as antifungal drug standar. The potency values for ethanol extract of Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) were 11,61 ppm to Trichophyton rubrum and 10,27 ppm to Trichophyton mentagrophytes. Mechanism of extract was determined using Scanning Electron Microscope (SEM).

    Keyword : Antifungal, Kecombrang, Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes, Chlotrimazol.

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur Kehadirat Allah Swt Rabb Yang Maha Kuasa dengan kasih dan sayang-Nya, yang memberikan kemudahan dalam menyelesaikan penelitian

    dengan judul Uji Potensi Antifungi Ekstrak Etanol Rimpang Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) Terhadap Trichophyton mentagrophytes dan Trichophyton rubrum. Semoga Allah Swt selalu melimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw sejuta shalawat dan salam karena dengan risalah beliaulah curahan rahmat tersebar di seluruh pelosok dunia ini.

    Penyusunan skripsi ini dapat selesai karena tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Karena itu pada kesempatan kali ini, dengan segala kerendahan hati ingin mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

    1. Ayahanda dan bunda, tak lekang dimakan waktu segala pengorbananmu dan juga kepada adik-adikku Fikri dan Ninda.

    2. Bapak Yanis Musdja M.Sc, Apt yang memberikan kemudahan untuk kelancaran proses penyelesaian skripsi ini.

    3. Ibu Nurmeilis M.Si Apt. dan Ibu Ir. Rini Widayati,MP Selaku Pembimbing Akademik yang memberikan arahan dalam penyelesaian skripsi ini.

    4. Ibu Titin Liztiana S,KH selaku Pembimbing Lab BKI Soekarno-Hatta yang telah memberikan arahan teknis sehingga penulis banyak mendapatkan ilmu

    yang tak terhingga. Tak lupa pula terucap salam dan senyum kepada Ibu Amy, mba Riri, mba Adit, mba Nani, mba Siti, dan seluruh civitas BKI Soekarno-Hatta.

    5. Bapak, Ibu Dosen Program Studi Farmasi, yang memberikan dukungan, sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini.

    6. Seluruh pengurus LDK periode 08-09 terima kasih atas dukungannya 7. Teman-teman seperjuangan Oky, Mail, Supriyatna, Lukky, Gifar, Yudha,

    Agus, Aster, Dewa, Nurman, Irfan terima kasih untuk kesabaran kalian memiliki teman seperti saya; Salman, Ebi, Asep Amri, Subhan, (Alm.) Panji Haekal Gamil terima kasih atas persaudaraan yang telah engkau berikan selama ini; Arditia Rahman terima kasih atas tumpangannya; Hutomo terima kasih atas pinjamannya; Mutia dan Sri Handayani, semoga para bidadari di

  • viii

    surga belajar padamu tentang arti keikhlasan; mba Nurul, mba Dian, mba Ida, dan Ka Eris, sungguh engkau memiliki salah satu senyuman terindah yang pernah ada; Opik dan Anang terima kasih atas kunci labnya; Hafizah terima kasih atas pulsanya; serta seluruh teman-teman angkatan 04, 05, 06, 07, 08 Farmasi UIN Jakarta.

    8. Adik-adikku di kampung pemulung Pisangan Ciputat. Terima kasih atas keceriaanmu, engkau telah menunjukkan tentang satu arti kehidupan.

    9. Pak Zam, darimulah sikap pantang menyerah ini terlahirkan. 10. Dan semua pihak yang telah mengontribusikan waktu dan tenaganya dalam

    penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah Swt memberikan balasan kebaikan yang berlipat ganda. Amin.

    Saya menyadari bahwa hasil dari skripsi ini masih perlu dikembangkan. Namun semoga hasil dari penelitian ini dapat memberikan kontribusi ilmu khususnya untuk kemajuan bangsa.

    Jakarta, September 2009

    Penulis

  • ix

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

    LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. ii

    LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. iii LEMBAR PERSEMBAHAN .......................................................................... iv ABSTRAK ...................................................................................................... v KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii

    DAFTAR ISI ................................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xi

    DAFTAR GAMBAR....................................................................................... xii DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii

    BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

    1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah........................................................................ 3 1.3 Hipotesis ........................................................................................ 3 1.4 Tujuan Penelitian............................................................................ 3 1.5 Manfaat Penelitian.......................................................................... 4

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 5 2.1 Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) ........................................ 5

    2.1.1 Klasifikasi ............................................................................ 5 2.1.2 Morfologi............................................................................. 5 2.1.3 Sinonim Kecombrang........................................................... 6 2.1.4 Nama-nama Daerah.............................................................. 6 2.1.5 Habitat ................................................................................. 7 2.1.6 Kandungan Kimia ................................................................ 7 2.1.7 Penggunaan.......................................................................... 7

    2.2 Ekstraksi ...................................................................................... 8 2.3 Tinjauan Tentang Fungi ............................................................... 10

    2.3.1 Morfologi Fungi ................................................................... 10 2.3.2 Pertumbuhan Fungi .............................................................. 12 2.3.3 Infeksi Jamur Pada Manusia ................................................. 13 2.3.4 Fungi yang Digunakan ....................................................... 16

    2.4 Tinjauan Tentang Antifungi ......................................................... 18 2.4.1 Aktifitas Antifungi ............................................................... 18 2.4.2 Pembagian Obat Antifungi ................................................... 18 2.4.3 Mekanisme Kerja Antifungi ................................................. 19

    2.5 Antifungi Pembanding yang Digunakan........................................ 20 2.6 Metode Pengujian Antifungi ......................................................... 21

    2.6.1 Metode Difusi ..................................................................... 21

  • x

    2.6.2 Metode Dilusi ...................................................................... 23

    BAB III KERANGKA KONSEP..................................................................... 25 BAB IV METODELOGI PENELITIAN ......................................................... 26

    4.1 Waktu dan tempat penelitian........................................................ 26 4.2 Alat dan Bahan............................................................................ 26

    4.2.1 Alat-alat ............................................................................. 26 4.2.2 Bahan ................................................................................ 27

    4.3 Cara kerja ................................................................................... 28 4.3.1 Penapisan kandungan kimia ................................................ 29 4.3.2 Sterilisasi Alat .................................................................... 30 4.3.3 Pembuatan Medium PDA (Potato Dextrose Agar)............... 31 4.3.4 Pembuatan Medium SDA (Sabouraud Dextrose Agar) ........ 31 4.3.5 Pembuatan Kultur Kerja ..................................................... 32 4.3.6 Pengujian Jamur Uji............................................................ 32 4.3.7 Pembuatan Suspensi Jamur ................................................. 32 4.3.8 Pengujian Aktifitas Antifungi ............................................. 33 4.3.9 Penetapan Potensi Bahan Uji .............................................. 33 4.3.10 Analisa Data ..................................................................... 34 4.3.11 Analisa Kerusakan Sel (Analisa SEM) .............................. 35

    BAB V HASIL DAN PEMBAHSAN ............................................................. 37 5.1 Hasil............................................................................................ 37 5.2 Pembahasan................................................................................. 40

    BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 45 6.1 Kesimpulan ................................................................................. 45 6.2 Saran ........................................................................................... 45

    DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 46 LAMPIRAN .................................................................................................... 49

  • xi

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Hasil determinasi tanaman Kecombrang...................................... 49 Lampiran 2 Tanaman Kecombrang ................................................................ 50 Lampiran 3 Ekstraksi Serbuk rimpang Kecombrang....................................... 51 Lampiran 4 Ekstraksi dan Uji susut pengeringan............................................ 52 Lampiran 5 Uji aktivitas antifungi.................................................................. 54 Lampiran 6 Penetapan potensi ekstrak rimpang Kecombrang......................... 55 Lampiran 7 Hasil pengukuran diameter daerah hambat Kecombrang ............. 56 Lampiran 8 Hasil pengukuran diameter daerah hambat Klotrimazol............... 57 Lampiran 9 Penetapan potensi ekstrak rimpang Kecombrang......................... 59 Lampiran 10 Hasil pengamatan jamur uji......................................................... 61 Lampiran 11 Hasil uji aktifitas ekstrak rimpang Kecombrang .......................... 63 Lampiran 12 Alat yang digunakan dalam penelitian......................................... 64 Lampiran 13 Pengujian biokimia ..................................................................... 66 Lampiran 14 Analisa kerusakan sel dengan SEM............................................. 67

  • xii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1 a. Tanaman Kecombrang ................................................................ 50 Gambar 1 b. Bunga Kecombrang .................................................................... 50 Gambar 1 c. Rimpang Kecombrang ................................................................ 50 Gambar 2 a. Grafik Trichophyton rubrum ....................................................... 58 Gambar 2 b. Grafik Trichophyton mentagrophytes.......................................... 58 Gambar 3 Hasil mikroskop T. rubrum ......................................................... 61 Gambar 4 Hasil mikroskop T. mentagrophytes ............................................ 61 Gambar 5 Fungi uji T. mentagrophytes ....................................................... 61 Gambar 6 Fungi uji T. rubrum .................................................................... 62 Gambar 7 Reisolasi fungi uji....................................................................... 62 Gambar 8 a. Diameter daerah hambat Kecombrang......................................... 63 Gambar 8 b. Diameter daerah hambat Kecombrang ........................................ 63 Gambar 9 Diameter daerah hambat Klotrimazol.......................................... 63 Gambar 10 a Inkubator .................................................................................... 64 Gambar 10 b Rotary evaporator ....................................................................... 64 Gambar 10 c Spektrofotometer ........................................................................ 64 Gambar 10 d LAF............................................................................................ 65 Gambar 10 e Refrigerator ................................................................................ 65 Gambar 10 f Autoklaf ..................................................................................... 65 Gambar 11 Uji urease .................................................................................. 66 Gambar 12 a. Kontrol SEM ............................................................................. 67 Gambar 12 b. Kontrol SEM ............................................................................. 67 Gambar 13 a. Analisa SEM.............................................................................. 68 Gambar 13 b. Analisa SEM ............................................................................. 68

  • xiii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 5.1. Hasil karakteristik ekstrak rimpang Kecombrang............................. 37 Tabel 5.2. Hasil penapisan kimia ..................................................................... 37 Tabel 5.3. Hasil uji aktifitas T. rubrum dan T. mentagrophytes........................ 38 Tabel 5.4. Hasil uji KHM T. rubrum ................................................................ 39 Tabel 5.5. Hasil uji KHM T. mentagrophytes ................................................... 39 Tabel 6. Hasil uji aktifitas terhadap Kecombrang .......................................... 56 Tabel 7. Hasil uji aktifitas terhadap Klotrimazol ........................................... 57

  • xiv

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Pemanfaatan tanaman untuk mengatasi penyakit kulit akibat jamur

    telah lama dikenal oleh nenek moyang kita. Namun, jikalau dibandingkan

    dengan obat-obat antibakteri, obat-obat antifungi relatif sedikit (Sundari dkk,

    2001) . Sampai saat ini baru 36 tanaman yang dilaporkan mempunyai khasiat

    sebagai antifungi (Sukandar dkk., 2004). Oleh karena itu, masih dibutuhkan

    penelitian-penelitian mengenai aktifitas antifungi. Kondisi inilah yang

    mendorong untuk meneliti tanaman-tanaman yang memiliki kandungan kimia

    yang efektif terhadap jamur, diantaranya adalah kecombrang (Nicolaia

    speciosa Horan). Kecombrang merupakan tanaman yang multiguna. Dari

    rimpang sampai bunga, tanaman ini dapat digunakan. Secara tradisional bunga

    Kecombrang dimanfaatkan sebagai penambah citarasa masakan seperti urab,

    dan pecel. Sedangkan batangnya digunakan pada beberapa jenis masakan yang

    mengandung daging (Naufalin R, 2005).

    Studi awal mengenai bunga Kecombrang telah dilakukan dengan

    menganalisa kandungan kimia bunga Kecombrang yang terdiri dari alkaloid,

    flavonoid, polifenol, steroid, sapponin dan minyak atsiri (Naufalin R, 2005).

    Penelitian mengenai rimpang Kecombrang juga telah dilakukan oleh Antoro

    ES. (1995), dari hasil analisa ditemukan kandungan rimpang Kecombrang

    adalah alkaloid, flavonoid dan minyak atsiri.

  • xv

    Selain sebagai penambah citarasa pada masakan, Kecombrang inipun

    berguna dalam pelbagai penyakit diantaranya adalah penyakit yang

    disebabkan oleh mikroba (E. Coli, S. aureus, Aspergillus flavus, R.

    oligosporus) (Naufalin R, 2005). Berdasarkan informasi dari masyarakat,

    perasan batangnya digunakan untuk menurunkan demam, ramuan obat luka,

    penghilang bau badan, dan bau mulut (Desa Kadusirung Cisauk-Tangerang).

    Studi mengenai aktifitasnya sebagai antitumor pernah dilaporkan oleh

    Habsah et al., (2003;2005) dimana ekstrak MeOH rimpang Kecombrang

    memiliki aktifitas yang tinggi sebagai antitumor demikian juga dengan

    potensinya sebagai antioksidan juga memiliki aktifitas yang tinggi. Sejauh ini

    penelitian baru dilakukan pada bunga Kecombrang yang memiliki efek

    antibakteri baik terhadap bakteri gram negatif maupun positif (Naufalin R,

    2005). Untuk mengetahui ekstrak rimpang Kecombrang memiliki efek

    antifungi, maka diperlukan penelitian lebih lanjut tentang aktifitas antifungi

    rimpang Kecombrang.

    Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk

    mendapatkan alternatif penyembuhan antifungi yang relatif aman dan

    ekonomis dengan memanfaatkan ekstrak rimpang Kecombrang. Untuk

    mengetahui aktifitas antifunginya digunakan fungi uji Trichophyton rubrum

    dan Trichophyton mentagrophytes, karena kedua fungi ini sering

    menyebabkan dermatofitosis pada manusia. Uji aktifitas antifungi dan

    penentuan KHM (Konsentrasi Hambat Minumum) dilakukan menggunakan

    metode difusi agar dengan memakai kertas cakram. Penelitian ini juga

  • xvi

    menguji potensi ekstrak rimpang Kecombrang dengan membandingkannya

    dengan antifungi pembanding yaitu Klotrimazol.

    1.2 Perumusan Masalah

    Dalam penelitian ini yang menjadi perumusan masalah adalah sebagai berikut:

    1. Apakah ekstrak rimpang Kecombrang dapat menghambat pertumbuhan

    Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes

    2. Bagaimanakah potensi ekstrak rimpang Kecombrang terhadap Trichophyton

    rubrum dan Trichophyton mentagrophytes dibandingkan dengan

    Klotrimazol.

    1.3 Hipotesis

    1. Ekstrak rimpang Kecombrang mempunyai aktifitas antifungi terhadap

    Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes.

    2. Ekstrak rimpang Kecombrang mempunyai aktifitas yang sama terhadap

    Klotrimazol.

    1.4 Tujuan Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini adalah:

    1. Mengetahui aktifitas antifungi ekstrak rimpang Kecombrang terhadap

    Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes.

    2. Mengetahui potensi ekstrak rimpang Kecombrang terhadap Trichophyton

    rubrum dan Trichophyton mentagrophytes yang akan dibandingkan

    dengan Klotrimazol.

  • xvii

    1.5 Manfaat Penelitian

    Manfaat penelitian ini adalah untuk memperolah informasi mengenai

    aktivitas antifungi rimpang Kecombrang terhadap Trichophyton rubrum dan

    Trichophyton mentagrophytes dalam rangka pemanfaatannya sebagai bahan

    obat antifungi alami.

  • xviii

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Tanaman Kecombrang

    2.1.1 Klasifikasi

    Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) merupakan tanaman yang

    hidupnya tahunan dengan ketinggian 1-5 meter. Tanaman ini banyak

    ditemukan di daerah pegunungan atau daerah-daerah rindang dekat air

    dengan ketinggian 800 m diatas permukaan laut (Hidayat SS dan

    Hutapea., 1991).

    Kingdom : Plantae

    Phylum : Tracheophyta

    Divisi : Spermathophyta

    Subdivisi : Angiospermae

    Kelas : Monocotyledoneae

    Bangsa : Zingeberales

    Suku : Zingeberaceae

    Marga : Nicolaia

    Species : Nicolaia speciosa Horan

    2.1.2 Morfologi

    Tumbuhan ini berbentuk herba yang tegak dan membentuk

    rumpun yang tidak rapat, habitatnya di semak tingginya mencapai 5 m.

  • xix

    Batangnya semu, tegak, berpelepah, membentuk rimpang hijau. Daun

    tunggal, lanset, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, panjang 20-30

    cm, lebar 5-15 cm, pertulangan menyirip, warna hijau, permukaan daun

    hijau licin mengkilat. Bunga terdapat di ujung batang warna merah

    muda sampai merah terang, majemuk, bentuk bongkol, tangkai 40-80

    cm, benang sari panjang 7,5 cm, kuning, putik kecil. putih, mahkota

    bertaju, berbulu jarang. merah jambu. Buah seperti buah nanas kecil,

    kalau sudah tua/masak rasanya enak (manis campur asam sedikit). Biji

    kecil, coklat. Akar serabut, kuning kotor. (Hidayat SS dan Hutapea.,

    1991).

    2.1.3 Sinonim Kecombrang

    Kecombrang memiliki beberapa nama latin, seperti Nicolaia

    speciosa Horan, Nicolaia elatior Horan, Etlingera elatior, Phaeomeria

    magnifica, Phaeomeria speciosa, P intermedia Valet (Naufalin R,

    2005).

    2.1.4 Nama-nama Daerah

    Nama-nama daerah dimana tempat tanaman ini tumbuh yaitu kalo

    (Gayo), puwa kijung (minangkabau), katinbung (makasar), salahawa

    (Seram), petikala (Ternate) honje (Jawa Barat) (Hidayat SS dan

    Hutapea., 1991), sedangkan diluar negeri dikenal dengan nama ginger

    bud (Inggris), xiang bao jing (Cina), gingembre aromatique (Prancis),

    kantan (Malaysia), boca de dragon (Spanyol), dan kaa laa (Thailand).

  • xx

    2.1.5 Habitat

    Tanaman ini tumbuh liar pada ketinggian 600 - 1200 m diatas

    permukaan laut (Ibrahim, H. dan Setyowati, FM. 2009).

    2.1.6 Kandungan Kimia

    Kandungan kimia yang terdapat dalam tanaman kecombrang

    diantaranya, bunga : alkaloid, flavonoid, polifenol, steroid, sapponin

    dan minyak atsiri (Naufalin R, 2005). Hidayat SS dan Hutapea(1991)

    menyatakan bahwa daun, batang, bunga dan rirnpang kecombrang

    mengandung saponin dan flavonoida di samping itu rimpangnya juga

    mengandung polifenol dan minyak atsiri. Senyawa yang telah diisolasi

    dari rimpang kecombrang (Habsah et al., 2005) Diantaranya adalah

    golongan kurkumioid (diarilheptanoid) yaitu 1,7-Bis(4-hydroxyphenyl)-

    2,4,6-heptatrienone; Demethoxycurcumin; 1,7-bis(4-hydroxyphenyl)-

    1,4,6-heptatrien-3-one; 16-Hydroxylabda-8(17),11,13-trien-15,16-olide;

    golongan steroid yang dibiosintesis melalui jalur asam mevalonat

    sebagai hasil modifikasi dari senyawa triterpen yaitu Stigmast-4-en-3-

    one; Stigmast-4-ene-3,6-dione; Stigmast-4-en-6b-ol-3-one; 5,8-

    Epidioxyergosta-6,22-dien-3-ol.

    2.1.7 Penggunaan

  • xxi

    Disamping sebagai pemberi citarasa pada masakan, kecombrang

    memiliki kegunaan lainnya diantaranya yaitu sebagai penghilang bau

    badan dan bau mulut (Hidayat SS dan Hutapea., 1991).

    2.2 Ekstraksi

    Dalam buku Farmakofe Indonesia Edisi 4 disebutkan bahwa ekstrak

    adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari

    simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,

    kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk

    yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang ditetapkan

    (Departemen Kesehatan RI 1995; Departemen Kesehatan RI 2000.).

    Ada beberapa macam metode ekstraksi diantaranya:

    1. Ekstraksi dengan menggunakan pelarut

    a. Cara dingin

    Maserasi

    Yaitu proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut

    dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur

    ruangan (kamar). Cara ini dapat menarik zat-zat berkhasiat yang tahan

    pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan.

    Perkolasi

    Adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna

    (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur

    ruangan. Ekstraksi ini membutuhkan pelarut yang lebih banyak.

  • xxii

    b. Cara panas

    Refluks

    Adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama

    waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

    adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada

    residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses

    ekstraksi sempurna.

    Soxhlet

    Adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya

    dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan

    jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendinginan balik.

    Digesti

    Adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur

    yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum

    dilakukan pada temperatur 40-50 oC.

    Infus

    Adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

    (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur

    96-98 oC) selama waktu tertentu (15-20 menit).

    Dekok

    Adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik

    didih air.

    2. Destilasi uap

  • xxiii

    Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak

    atsiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan

    peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap

    air dari ketel secara kontinu sampai sempurna dan diakhiri dengan

    kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan menguap ikut

    terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang

    memisah sempurna atau memisah sebagian.

    3. Cara ekstraksi lainnya.

    Ekstraksi Berkesinambungan, Superkritikal Karbondioksida,

    Ekstraksi Ultrasonik, dan Ekstraksi Energi Listrik.

    2.3 Tinjauan Tentang Fungi

    2.3.1 Morfologi Fungi

    Penyakit infeksi yang disebabkan fungi disebut mikosis dan

    biasanya bersifat kronik. Untuk hidupnya, fungi memerlukan zat

    organik untuk sumber energinya sehingga fungi disebut sebagai jasad

    yang memiliki sifat heterotrop. Hal ini berbeda dengan tumbuhan yang

    memiliki sifat autotrop karena tumbuhan memiliki klorofil sehingga

    dapat menghasilkan energi sendiri dengan bantuan air, karbon dioksida

    serta bantuan dari sinar matahari (Gandahusada SS dkk, 2004).

    Fungi menggunakan enzim untuk mengubah zat organik untuk

    pertumbuhannya sehingga fungi merupakan saprofit atau parasit.

    Seperti pada kuman, sistem enzim fungi dapat mengubah selulosa,

  • xxiv

    karbohidrat dan zat organik lainnya yang berasal dari makhluk hidup.

    Sifat inilah yang membuat fungi menimbulkan kerusakan pada sesuatu

    benda, karena ketika fungi sudah masuk dan mengubah sistem yang ada

    pada benda tersebut maka akan sulit untuk dikembalikan fungsinya

    seperti semula. Dengan cara inilah fungi masuk ke dalam tubuh

    manusia sehingga menimbulkan penyakit yang sulit untuk diobati.

    Di alam bebas terdapat lebih dari 200.000-500.000 spesies jamur

    (Gandahusada, SS, dkk, 2004). Dari sekian banyak, diperkirakan 100

    spesies yang bersifat patogen terhadap manusia. Tidak seperti bakteri,

    fungi biasanya merupakan sel eukariotik. Fungi memiliki dinding sel

    kaku yang mengandung kitin dan juga polisakarida, dan membran

    selnya terdiri dari ergosterol. Karena itu, infeksi fungi biasanya resisten

    terhadap antibiotik yang digunakan untuk mengobati infeksi bakteri.

    Begitu sebaliknya (Meyjek MJ., 2005).

    Reproduksi dari fungi yaitu dengan seksual dan aseksual. Fungi

    terbagi ke dalam 2 kelompok utama, yaitu khamir dan kapang.

    a. Khamir (ragi)

    Merupakan mikroorganisme bersel tunggal. khamir dapat

    diidentifikasi dengan bentuk, ukuran dan warnanya. Bentuk dari sel

    ini biasanya adalah lonjong, bulat atau memanjang yang

    berkembangbiak dengan membentuk tunas dan membentuk koloni

    yang basah atau berlendir (Gandahusada, SS, dkk 2004). Ukuran

    lebar dari khamir berkisar antara 1-5 m dan panjangnya berkisar 5-

  • xxv

    30 m. warna yang terdapat pada khamir apabila dilihat secara

    makroskopik yaitu seperti krem, pucat atau seperti buram.

    b. Kapang

    Merupakan mikroorganisme bersel banyak. Kapang dapat

    diidentifikasi dari bentuk, ukuran, dan warnanya. Bentuk dari

    kapang seperti serbuk dengan kapas atau seperti benang-benang

    halus. Struktur kapang tersusun dari benang-benang sel panjang

    yang dihubungkan bersama dari ujung ke ujung yang disebut hyfa.

    Hyfa ada yang mempunyai dinding penyekat yang disebut hyfa

    bersepta dan ada yang tidak mempunyai septa yang disebut hyfa

    senosit. Hyfa dapat bersifat sebagai hyfa vegetative (berfungsi

    mengambil makanan untuk pertumbuhan), hyfa reproduktif, yaitu

    yang membentuk spora, dan hyfa udara, yaitu yang berfungsi

    mengambil oksigen (Gandahusada, SS dkk., 2004). Untuk

    menentukan dengan mudah suatu fungi yaitu dengan melihat

    miseliumnya (hyfa yang saling membelit untuk membentuk suatu

    massa benang).

    2.3.2 Pertumbuhan Fungi

    Pertumbuhan fungi merupakan peningkatan semua komponen dari

    suatu organisme secara teratur. Bila suatu medium ditanam sel-sel fungi

  • xxvi

    maka pertumbuhannya dapat digambarkan dalam bentuk kurva

    pertumbuhan.

    1. Fase Lag (penyesuaian)

    Tidak ada pertumbuhan populasi karena sel mengalami

    perubahan komposisi kimiawi dan ukuran serta bertambahnya

    substansi intraseluler sehingga siap untuk membelah diri.

    2. Fase Logaritmik (Eksponensial)

    Sel membelah diri dengan laju yang konstan, massa menjadi

    dua kali lipat, keadaan pertumbuhan seimbang. Pertumbuhan sel-sel

    ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah media yang

    digunakan, konsentrasi, kepadatan media, suhu, kadar oksigen,

    volume dan lain-lain.

    3. Fase Stasioner (tetap)

    Terjadinya penumpukan racun akibat metabolisme sel dan

    kandungan nutrien mulai habis, akibatnya terjadi kompetisi nutrisi

    sehingga beberapa sel mati dan lainnya tetap tumbuh. Jumlah sel

    menjadi konstan.

    4. Fase Kematian

    Sel menjadi mati akibat penumpukan racun dan habisnya

    nutrisi, menyebabkan jumlah sel yang mati lebih banyak sehingga

    mengalami penurunan jumlah sel secara eksponensial.

    2.3.3 Infeksi Jamur Pada Manusia

  • xxvii

    Penyakit yang disebabkan oleh jamur disebut mikosis. Sedangkan

    mikosis terbagi kembali menjadi 2 kelas, mikosis superfisial dan

    mikosis profunda (sistemik).

    A. Mikosis superfisial

    Penyakit jamur yang mengenai lapisan permukaan kulit, yaitu

    stratum korneum, rambut dan kuku. Mikosis superfisial dibagi

    kembali dalam 2 kelompok : 1) yang disebabkan oleh jamur yang

    bukan golongan dermatofita, seperti pitiriasis versikolor, piedra

    hitam, piedra putih dan lain-lain. 2) yang disebabkan oleh jamur

    golongan dermatofita dan disebut dermatofitosis. Contohnya

    adalah tinea, herpes sirsinata, kurap (Gandahusada, SS, dkk.,

    2004).

    1. Mikosis superfisial nondermatofitosis

    a. Pitiriasis versikolor (panu)

    Disebabkan oleh Malassezia furfur (Pityrrosporum furfur).

    Lesi dimulai dengan bercak kecil tipis yang kemudian

    menjadi banyak dan menyebar, disertai dengan adanya

    sisik. Kelainan kulit tersebut terutama pada bagian tubuh

    bagian atas (leher, muka, lengan, dada, perut dan lain-lain).

    Bila kulit panu disinari dengan sinar ultra violet, maka

    nampak fluoresensi hijau kebiru-biruan. Reaksi ini disebut

    Woods light positif (Anurogo, Dito. 2008)

    b. Piedra hitam

  • xxviii

    Merupakan infeksi jamur pada kulit rambut kepala yang

    disebabkan oleh Piedraia hortai. Kelainan berupa benjolan

    keras berwarna coklat kehitaman. Penyakit ini tidak

    menimbulkan keluhan kecuali rambut mudah patah bila

    disisir. Karena adanya benjolan-benjolan ini maka

    terdengar bunyi bila penderita menyisir rambutnya.

    c. Piedra putih

    Disebabkan oleh Trichosporum beigelli. Infeksi ini sering

    ditemukan di rambut ketiak dan pubis, jarang sekali

    ditemukan di rambut kepala. Berbeda dengan piedra hitam,

    benjolan pada piedra putih terlihat lebih memanjang dan

    dan tidak padat pada kulit.

    2. Mikosis superficial dermatofitosis

    Dermatofitosis telah dikenal sejak zaman Yunani kuno.

    Orang Yunani menamakannya herpes dikarenakan bentuk

    kelainan merupakan lingkaran yang makin lama makin besar

    (ring). Orang Romawi menghubungkan kelainan ini dengan

    larva cacing, dan menamakannya tinea. Perpaduan antara

    herpes (ring) dan tinea (worm) dalam bahasa Inggris

    melahirkan istilah ring worm.

    Mikosis ini biasanya menyerang jaringan yang

    mempunyai zat tanduk (keratin) seperti kuku, rambut dan

  • xxix

    stratum korneum pada kulit. Jamur ini merupakan golongan

    yang dapat mencernakan zar keratin. Berdasarkan

    morfologinya dermatofita ini dikelompokkan ke dalam 3

    kelompok genus : Trichophyton, Microsporum dan

    Epidermophyton. Jamur golongan dermatofita membentuk

    koloni filament pada biakan agar Sabouraud. Walaupun semua

    spesies membentuk koloni filamen, tetapi masing-masing

    filamen membentuk filament yang berbeda. Pada umumnya,

    genus Trichophyton membentuk makrokonidia berbentuk

    panjang menyerupai pensil dan semua dermatofita dapat

    membentuk hifa spiral. Microsporum canis mempunyai

    makrokonidia berbentuk kumparan yang berujung runcing dan

    terdiri atas 6 sel atau lebih. Makrokonidia ini berdinding tebal.

    Epidermophyton floccosum bentuk dari hifa lebar.

    Makrokonidia berdinding tebal dan terdiri dari 2-4 sel.

    Beberapa infeksi yang disebabkan oleh ketiga kelompok genus

    ini adalah : tinea pedis, tinea kruris, tinea unguium, tinea

    barbae, tinea kapitis, tinea korporis, tinea favosa, tinea

    imbricate.

    B. Mikosis profunda (sistemik)

    Penyakit jamur yang mengenai alat dalam. Proses masuknya

    jamur ke alat dalam ini yaitu melalui luka atau menyebar dari

    permukaan kulit atau alat dalam lain. Penyebab mikosis ini adalah

  • xxx

    jamur patogen atau jamur saprofit yang menjadi pathogen karena

    adanya faktor predisposisi, atau terdapat gangguan sistem imun

    (Gandahusada SS dkk., 2004). Contoh dari mikosis dalam ini

    adalah misetoma, kromomikosis, zigomikosis dan lain-lain.

    2.3.4 Fungi yang Digunakan

    Fungi yang digunakan adalah Trichophyton rubrum dan

    Trichophyton mentagrophytes karena fungi ini merupakan fungi yang

    sering menimbulkan dermatofitosis pada manusia (Anonim, 2009).

    1. Trichophyton rubrum

    Klasifikasi taksonomi

    Kingdom : Fungi

    Filum : Ascomycota

    Kelas : Euascomycetes

    Ordo : Onygenales

    Familia : Arthrodermataceae

    Genus : Trichophyton

    Spesies : Trichophyton rubrum

    Merupakan fungi yang sering menyebabkan infeksi kulit seperti,

    tine pedis (athletes foot), tinea cruris, dan tinea unguium. Tekstur

    dari fungi ini berminyak, dari atas berwarna kekuningan atau

    merah violet, sedangkan dari bawah berwarna kekuningan, coklat

    atau berwarna coklat kemerahan.

  • xxxi

    2. Trichophyton mentagrophytes

    Klasifikasi taksonomi

    Kingdom : Fungi

    Filum : Ascomycota

    Kelas : Euascomycetes

    Ordo : Onygenales

    Familia : Arthrodermataceae

    Genus : Trichophyton

    Spesies : Trichophyton mentagrophytes

    Merupakan fungi filamentous yang menyerang kulit dengan

    menggunakan keratin sebagai nutrisinya. Keratin adalah protein

    utama dalam kulit, rambut dan kuku. Bentuk makroskopik

    Trichophyton mentagrophytes seperti tenunan lilin, berwarna putih

    sampai putih kekuningan sampai terang atau berwarna violet

    merah. Kadang berwarna pucat kekuningan atau coklat (Anonim,

    2007).

    2.4 Tinjauan Tentang Antifungi

    2.4.1 Aktifitas Antifungi

    Aktifitas antifungi yang ideal memiliki sifat toksisitas selektif

    yang berarti bahwa obat tersebut bahaya bagi mikroba namun tidak

    membahayakan inangnya. Berdasarkan sifat toksisitasnya, antifungi

    dapat bersifat fungistatik (menghambat) dan fungisid (membunuh).

  • xxxii

    2.4.2 Pembagian Obat Antifungi

    Terdapat 2 kelas antifungi :

    1. Obat-obat untuk mikosis superfisial

    Jamur yang menyebabkan infeksi superfisial disebut dermatofit.

    Obat-obat yang digunakan dalam pengobatan mikosis superfisial

    adalah Klotrimazol, Ekonazol, Gliseofulvin, Mikonazol, dan

    Nistatin.

    2. Obat-obat untuk mikosis profunda (sistemik)

    Obat-obat yang digunakan dalam pengobatan mikosis sistemik

    adalah Amfoterisin B, Flukonazol, Flusitosin, Itrakonazol,

    Ketokonazol.

    2.4.3 Mekanisme Kerja Antifungi

    Mekanisme penghambatan dan kerusakan mikroba oleh senyawa

    antimikroba berbeda-beda. Penghambatan ini secara umum dapat

    disebabkan oleh ;

    1. Gangguan pada komponen penyusun sel, terutama pada komponen

    penyusun dinding sel

    Dinding sel fungi mengandung zat seperti kitin, glukosa

    mannan yang merupakan polimer komplek dari polisakarida dan

  • xxxiii

    polipeptida. Struktur dinding sel dapat dirusak dengan cara

    menghambat pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai

    terbentuk.

    2. Bereaksi dengan membran sel

    Membran sel fungi mempunyai sterol (ergosterol) yang dapat

    dirusak oleh zat tertentu tanpa merusak sel inangnya. Senyawa ini

    berikatan kuat membentuk kompleks dengan ergosterol yang dapat

    mengakibatkan perubahan permeabilitas dan kehilangan komponen

    penyusun sel.

    3. Penghambatan terhadap sintesa protein dan asam nukleat

    Asam nukleat (DNA dan RNA) dan protein memegang

    peranan penting dalam proses kehidupan normal sel. Jika terjadi

    penghambatan pada zat-zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan

    pada sel. Contohnya adalah flusitosin.

    2.5 Antifungi Pembanding yang Digunakan

    Antifungi yang digunakan adalah Klotrimazol (Howarth W. H at all, 1982)

    Rumus bangun

    Rumus kimia : C22H17ClN2

    Nama lain : 1-(O-kloro-- -difenil benzyl) imidazol [23593-75-1]

  • xxxiv

    Pemerian : Serbuk hablur, putih, ssampai kuning pucat, melebur pada

    suhu 142 C disertai peruraian

    Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalam methanol,

    aseton, kloroform dan dalam etanol.

    Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

    Penggunaan :

    Klotrimazol termasuk dalam golongan imidazol yang

    mempunyai sifat fungistatika atau fungisida tergantung

    pada dosis. Mekanisme kerja Klotrimazol sama dengan

    Ketokonazol yaitu berinteraksi dengan C-14 -demetilase

    (enzim P-450 sitokrom) untuk menghambat demetilasi

    lanosterol menjadi ergosterol yang merupakan sterol

    penting untuk membrane jamur. (Myjeck, Mary J., 2005)

    Secara topical klotrimazol digunakan untuk pengobatan

    tinea pedis, tinea kruris, dan tinea korporis yang

    disebabkan oleh Trichophyton rubrum, Trichophyton

    mentagrophytes, E. floccosum, dan M. canis. Juga untuk

    infeksi kulit dan vulvovaginitis yang disebabkan oleh C.

    albicans. Klotrimazol biasanya bersifat fungistatik. Akan

    tetapi pada konsentrasi lebih dari 10 g/ml dapat bersifat

    fungisid . (Howarth W. H at all, 1982)

    2.6 Metode Pengujian Antifungi

    2.6.1 Metode Difusi

  • xxxv

    Merupakan metode yang paling umum digunakan di laboratorium-

    laboratorium. Pada metode difusi ini dapat dilihat kepekaan suatu

    organisme terhadap senyawa atau obat. Zat yang akan diuji aktivitasnya

    akan berdifusi dari pencadang (reservoir) menuju medium agar yang

    telah diinokulasi oleh mikroba penguji senyawa atau obat tersebut.

    Diinkubasi selama waktu tertentu dan amati adanya perkembangan dari

    penghambatan senyawa (obat) tersebut terhadap mikroba yang telah ada

    pada medium agar. Prinsip penetapannya yaitu dengan mengukur luas

    diameter daerah hambat pertumbuhan mikroba. Ukuran daerah

    hambatan dapat dipengaruhi oleh beberapa tinjauan diantaranya adalah:

    1. kepadatan atau viskositas dari medium agar

    2. kecepatan senyawa (obat) dalam berdifusi kedalam medium agar

    3. konsentrasi senyawa (obat) pada reservoir

    4. sensitifitas mikroba terhadap senyawa (obat), dan

    5. interaksi senyawa (obat) dengan media (Musdja MY.2006)

    Sebagai pencadang (reservoir) dapat digunakan:

    a. Silinder.

    Terbuat dari besi tahan karat atau porselen dengan toleransi

    ukuran masing-masing sekitar 0,1 mm, dengan diameter luar 8 mm

    dan diameter dalam 6 mm, serta tinggi 10 mm. peletakan silinder

    satu dengan yang lainnya perlu diperhatikan yaitu sekitar 20-25

    mm. Keuntungan dari penggunaan silinder ini adalah jumlah

    larutan uji dapat diperbanyak untuk menjamin ketersediaan larutan

    uji dalam cadangan selama waktu inkubasi. Sedangkan kerugian

  • xxxvi

    dalam penggunaan silinder ini adalah ketidakakuratan dalam

    mengukur kedalaman silinder secara manual (kasat mata).

    b. Cakram kertas

    Cakram kertas merupakan metode yang paling sering

    digunakan. Merupakan kertas saring yang dibentuk menjadi bulat

    dengan ukuran diameternya kurang lebih 1 cm yang akan

    diletakkan pada cawan petri yang sudah diberikan medium agar

    dengan mikroba yang sudah terinokulasi pada medium tersebut.

    Hambatan akan terlihat jika pada daerah sekitar cakram tersebut

    terdapat daerah bening yang menunjukkan bahwa tidak adanya

    pertumbuhan mikroba pada daerah tersebut. Semakin lebar daerah

    bening tersebut, semakin baik konsentrasi zat yang digunakan.

    c. Cetak lubang

    Dapat dilakukan dengan melubangi medium agar dengan alat

    penghisap agar atau pelubang gabus. Keuntungannya yaitu jumlah

    larutan yang berdifusi dapat terukur jumlahnya dan medium yang

    digunakan tidak terlalu tebal, namun bila mencetak lubang kurang

    sempurna akan mempengaruhi difusi zat uji (

    Katz, 1974).

    2.6.2 Metode Dilusi

    Pada teknik ini zat antimikroba dicampur dengan medium yang

    kemudian diinokulasi dengan kuman. Dasar-dasar pengamatannya

    adalah dengan melihat tumbuh tidaknya kuman. Berdasarkan medium

    yang digunakan dalam percobaan, metode ini terbagi atas :

  • xxxvii

    1. Pengenceran Secara Seri

    Pelaksanaan metode ini menggunakan sejumlah tabung reaksi

    yang mempunyai ukuran yang sama. Tiap tabung reaksi diisi zat

    dengan bermacam-macam konsentrasi dalam medium cair.

    Kemudian tambahkan suspensi mikroba uji dengan kekeruhan

    tertentu. Sebagai kontrol dipakai satu tabung reaksi berisi medium

    cair ditambah zat tanpa mikroba dan tabung reaksi lain berisi

    medium cair ditambah mikroba uji tanpa zat dalam jumlah yang

    sama. Setelah inkubasi selama waktu tertentu diamati pertumbuhan

    mikroba secara visual.

    2. Turbidimetri

    Pada cara ini disiapkan beberapa tabung reaksi, lalu diisi

    dengan larutan uji dan larutan pembanding dengan susunan dosis

    tertentu dan tambahkan medium cair yang telah diinokulasi dengan

    mikroba uji. Selanjutnya tabung diinkubasi pada suhu 37C dan

    diaduk dengan shaker inkubator selam 3-4 jam. Setelah inkubasi

    pertumbuhan mikroba uji dihentikan segera merendam tabung-

    tabung tersebut kedalam penanggas air suhu 80C atau dengan

    penambahan larutan formaldehid dalam masing-masing tabung.

    Selanjutnya kekeruhan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba

  • xxxviii

    uji diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang

    530-600 nm (Katz, 1974; Depkes, 1995).

    3. Pengenceran Pada Lempeng Agar

    Disediakan sederetan sampel dengan konsentrasi bervariasi, lalu

    disiapkan lempengan agar dengan mencampur 18 ml medium padat

    yang masih mencair dengan 2 ml larutan sampel, kemudian

    dibiarkan mediumnya membeku. Selanjutnya suspensi mikroba uji

    dibiakan pada permukaan lempeng medium tersebut dan diinkubasi

    pada waktu dan suhu tertentu. Pengamatan daerah hambat diamati

    secara visual.

    Keuntungan cara ini adalah dapat pula digunakan untuk

    menentukan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM).

    BAB III KERANGKA KONSEP

    Latar belakang

    Manfaat: - Antioksidant - Antitumor - Antibakteri

    Rimpang kecombrang memiliki komponen bioaktif yang dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri

    Rimpang kecombrang Determinasi tanaman di Herbarium Bogoriensis

    LIPI Puslit Biologi

  • xxxix

    Esktraksi dengan etanol

    Serbuk rimpang kecombrang

    Ekstrak etanol Penapisan fitokimia

    Uji aktivitas antifungi

    Penentuan potensi

    Penentuan KHM

    Kultur jamur

    Suspensi jamur uji 1 ml. A = 0,143 0, 187 = 530 nm

    Uji susut pengeringan

    Analisa kerusakan sel dengan Mikroskop

    Elektron (SEM)

    Uji pendahuluan : Mikroskop Urease Perbedaan media

  • xl

    BAB IV

    METODOLOGI PENELITIAN

    4.1 Waktu dan Tempat Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai dengan

    September 2009, di Laboratorium Mikrobiologi, Pusat Laboratorium Terpadu

    UIN Jakarta, Laboratorium Kimia Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,

    Laboratorium Fitokimia Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

    Laboratorium Botani LIPI Cibinong dan Laboratorium Mikrobiologi Balai

    Besar Karantina Ikan Soekarno-Hatta Depertemen Perikanan dan Kelautan

    Jakarta.

    4.2 Alat dan Bahan

    4.2.1 Alat

    Alat yang digunakan dalam penelitian dikelompokkan menjadi dua

    bagian yaitu: (1) alat untuk ekstraksi terdiri dari: timbangan kasar,

    timbangan analitik, rotavaporator, desikator, pompa vakum, lemari

    pendingin, penangas aquadest, pipet, pengering dan alat-alat gelas

    standar Lab; (2) alat untuk uji antifungi meliputi: erlenmayer, gelas

    ukur, jarum ose, spatel, mikropipet dan tube, tabung reaksi, rak tabung

    reaksi, cawan petri, hot plate, vortex, shacker incubator,

    spektrofotometer, autoklaf, mikroskop inverted, lampu spritus,

    timbangan analitik, LAF (laminar air flow), coverglass dan objectglass,

    scapel, lemari pendingin, (refrigator), kapas steril, dan inkubator.

  • xli

    4.2.2 Bahan

    Bahan utama dalam penelitian ini adalah rimpang Kecombrang

    (Nicolaia spesiosa Horan) yang diperoleh dari Kebun Ilmiah Balai

    Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Ballitro) Depertemen

    Pertanian Bogor. Bahan kimia untuk ekstraksi dan uji aktifitas antifungi

    komponen bioaktif adalah

    1. Etanol 70 %

    2. Baku pembanding Klotrimazol

    3. Aquadest

    4. Larutan NaCl fisiologis

    5. Jamur uji yang yang diperoleh dari PLT UIN Jakarta

    6. Larutan urease

    7. Larutan lactophenol

    8. Paraffin cair

    9. Medium PDA (Potato Dextrose Agar)

    Dengan komposisi :

    Pottato 100 g

    Dekstrosa 10 g

    Agar 15 g

    Aquadest 1000 ml

    10. Medium SDA (Sabouraud Dextrose Agar)

    Dengan komposisi:

    Dekstrosa 40 g

  • xlii

    Campuran sama banyak digesti peptik jaringan hewan 10 g

    dan digesti pankreatik kasein

    Agar 15 g

    Aquadest 1000 ml

    4.3 Cara Kerja

    Persiapan bahan uji

    Sampel rimpang diperoleh dari tanaman Kecombrang yang didapatkan di

    Kebun Ilmiah Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Ballitro)

    Depertemen Pertanian Bogor. Proses determinasi dilakukan di Laboratorium

    Botani dan Mikrobiologi LIPI Cibinong dengan nama spesies Nicolaia

    speciosa Horan.

    Seperti yang tertera pada lampiran 3. Rimpang kecombrang yang

    diperoleh dari Kebun Ilmiah Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik

    Depertemen Pertanian Bogor tersebut selanjutnya dibersihkan lalu dipotong

    kecil-kecil, kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan terlindung

    dari sinar matahari selama 7 x 24 jam. Selanjutnya rimpang digiling sampai

    diperoleh serbuk yang homogen.

    Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan metode maserasi

    dengan menggunakan pelarut etanol 70%. Etanol digunakan sebagai pelarut

    karena etanol merupakan pelarut polar, universal, mudah didapat dan tidak

    toksik (Depkes RI, 2000).

    a. Ditimbang serbuk simplisia 500 gr, kemudian dimasukkan kedalam

    erlenmayer, ditambahkan pelarut etanol 70% sampai serbuk

    simplisia terendam.

  • xliii

    b. Proses ekstraksi dilakukan secara maserasi selama 3x24 jam sambil

    sesekali diaduk dan diulang beberapa kali.

    c. Filtrat yang didapatkan kemudian diuapkan pelarutnya dengan

    evaporator pada suhu 50-60 oC hingga didapatkan ekstrak kental.

    Untuk penetapan susut pengeringan dilakukan dengan cara :

    Ekstrak ditimbang secara seksama sebanyak 1 g sampai 2 g dan dimasukkan

    kedalam botol timbang dangkal bertutup sebelumnya telah dipanaskan pada

    suhu 105oC selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang, ekstrak

    diratakan dalam botol timbang, dengan menggoyangkan botol, hingga

    merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 mm sampai 10 mm. kemudian

    dimasukkan ke dalam oven, keringkan pada suhu 105oC hingga bobot tetap

    (Depkes RI, 1979).

    4.3.1 Penapisan Kandungan Kimia

    Penapisan dilakukan untuk mengetahui kandungan kimia yang

    terdapat pada ekstrak etanol rimpang kecombrang. Penapisan yang

    dilakukan di laboratorium kimia UIN Jakarta ini meliputi penapisan

    kandungan kimia alkaloid, flavanoid, saponin, dan tannin

    Penapisan kandungan kimia ekstrak rimpang kecombrang berdasarkan

    metode analisa tanaman obat yang dilakukan oleh (Guevara, 1985) dan

    (Fransworth, 1969)

    1. Alkaloid

    Ekstrak sebanyak 5 mg digerus dengan penambahan kloroform hingga

    larut. Ditambahkan 0,5 ml asam sulfat 1 M kemudian kocok perlahan.

  • xliv

    Didiamkan beberapa saat sampai terbentuk dua lapisan. Lapisan atas

    yang jernih dibagi menjadi dua, 1 bagian ditambahkan 2-3 tetes pereaksi

    dragendorf dan bagian yang lainnya ditambahkan 2-3 tetes pereaksi

    meyer. Endapan merah bata yang terbentuk pada pereaksi dragendorf dan

    endapan putih pada pereaksi meyer menunjukkan adanya senyawa

    alkaloid (Guevara, 1985).

    2. Flavonoida

    Sebanyak 5 mg ekstrak dilarutkan dalam 5 ml air panas, didihkan selama

    5 menit lalu disaring. Filtrate yang didapat ditambahkan serbuk Mg

    secukupnya, 1 ml asam pekat dan 2 ml etanol. Dikocok kuat dan

    dibiarkan terpisah. Terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada

    lapisan etanol menunjukkan bahwa adanya senyawa flavonoid

    (Fransworth, 1969).

    3. Saponin

    Ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air

    panas. Setelah dingin dikocok kuat secara vertical selama 10 detik.

    Terbentuknya busa yang stabil menunjukkan adanya senyawa saponin,

    bila ditambahkan 1 tetes HCL 1% busa tetap stabil (Fransworth, 1969).

    4. Tanin

    Ekstrak sebanyak 5 mg dilarutkan dalam etanol 80% sampai larut,

    disaring. Dikeringkan diatas penangas air. Residu ditambahkan air panas

    sampai larut dan 3 tetes NaCl 10 %. Ditambahkan 3 tetes FeCl3.

    Terbentuknya warna biru, hijau atau hitam menunjukkan adanya

    senyawa tannin (Guevara, 1985).

  • xlv

    4.3.2 Sterilisasi Alat

    Semua alat yang akan digunakan untuk uji mikrobiologi

    diperlukan dalam kondisi steril supaya tidak terkontaminasi dengan

    mikroba lain, sehingga semua alat yang digunakan terlebih dahulu

    disterilkan melalui proses sterilisasi yang cocok untuk masing-masing

    alat dan bahan. Untuk alat-alat gelas yang tahan panas tinggi seperti

    seperti cawan petri, erlenmayer, tabung reaksi dilakukan sterilisasi

    kering dengan oven pada suhu 160oC selama 1-2 jam sebelumnya

    dibungkus dengan aluminium foil. Untuk medium dan aquadest

    disterilisasi dengan cara sterilisasi basah menggunakan autoklaf pada

    suhu 121oC selama 15 menit. Untuk larutan uji disterilkan dengan cara

    melakukan pengerjaannya di dalam laminar air flow yang sebelumnya

    telah disterilisasi dengan alkohol 70 %, kemudian disterilkan dengan

    lampu UV yang dinyalakan 1 jam sebelum digunakan.

    4.3.3 Pembuatan Medium PDA (Potato Dextrose Agar)

    Medium yang digunakan untuk membiakkan jamur uji adalah

    medium PDA. Sebanyak 125 gram PDA dilarutkan dalam 1 liter

    aquadest dan dipanaskan hingga semuanya menjadi larut. Disterilkan

    dalam autoklaf pada suhu 121 C selama 15 menit. Dimasukkan

    dalam lemari es dalam keadaan sudah dingin.

    4.3.4 Pembuatan Medium SDA (Sabouraud Dextrose Agar)

  • xlvi

    Medium yang digunakan untuk membiakkan jamur uji adalah

    medium SDA. Sebanyak 65 gram SDA dilarutkan dalam 1 liter

    aquadest dan dipanaskan hingga semuanya menjadi larut. Disterilkan

    dalam autoklaf pada suhu 121 C selama 15 menit. Dimasukkan

    dalam lemari es dalam keadaan sudah dingin dengan terlebih dahulu

    dimasukkan ke dalam cawan petri untuk persiapan proses pengujian.

    4.3.5 Pembuatan Kultur Kerja

    Disiapkan agar miring SDA steril, diambil jamur standar dengan

    menggunakan jarum ose yang telah dipijarkan pada api lalu ditanam

    pada permukaan agar miring dan diinkubasikan pada suhu 35 C selama

    7 hari.

    4.3.6 Pengujian Jamur Uji

    Untuk memastikan bahwa jamur uji yang akan digunakan untuk

    penelitian tidak ada kontaminasi dari organisme lain, maka dilakukan

    pengujian jamur uji. Pengujian jamur uji yang dilakukan adalah tes

    urease. Yaitu dengan cara koloni setiap jamur diambil dengan

    menggunakan jarum ose yang telah dipijarkan terlebih dahulu. Setiap

    koloni jamur yang telah diambil dimasukkan ke dalam botol steril yang

    sudah terisi larutan urease. Dimasukkan kedalam inkubator dengan

    suhu 37C. Setelah 2-3 hari, perubahan warna akan terjadi pada T.

    mentagrophytes menjadi berwarna merah sedangkan pada T. rubrum

    tidak mengalami perubahan.

  • xlvii

    4.3.7 Pembuatan Suspensi Jamur

    Jamur dari kultur kerja dibuat suspensi jamur dengan

    menggunakan larutan NaCl fisiologis dengan cara koloni jamur diambil

    dari kultur kerja dengan menggunakan jarum ose kemudian dimasukkan

    NaCl fisiologis lalu dikocok dengan menggunakan vortex sampai

    diperoleh kekeruhan dengan A : 0,143-0,187 diukur dengan

    spektrofotometer pada = 530 nm

    4.3.8 Pengujian Aktifitas Antifungi

    Ekstrak etanol rimpang Kecombrang dibuat dalam beberapa

    konsentrasi (0,1, 1, 10, 100, dan 1000 ppm). Selain pengujian aktifitas

    antifungi dilakukan juga penentuan Konsentrasi Hambat Minimum

    (KHM). Suspensi jamur diambil sebanyak 1 ml dengan menggunakan

    mikropipet lalu diletakkan ditengah-tengah cawan petri berisi medium

    SDA yang sudah memadat. Cawan petri diputar-putar dan disebar

    dengan menggunakan spread glass sehingga suspensi jamur tersebar

    merata. Dengan menggunakan pinset steril yang telah dipijarkan

    ditanamkan kertas cakram yang masing-masing telah ditetesi larutan

    sampel dengan konsentrasi yang telah dibuat dan aquadest sebagai

    control negative sebanyak 10 l. Dalam cawan tersebut ditanamkan 6

    buah cakram dengan jarak minimal antar 28-30 mm, dan jarak minimal

    cakram denga tepi cawan petri adalah 20-25 mm. lalu diinkubasikan

    selama 4-7 hari pada suhu 35 C. diamati dan diukur daerah hambatnya.

  • xlviii

    Harga KHM dari masing-masing jamur uji dinyatakan dalam

    konsentrasi terkecil yang masih memberikan daya hambat.

    4.3.9 Penetapan Potensi Bahan Uji

    Penetapan potensi bahan uji dilakukan dengan terlebih dahulu

    membuat seri konsentrasi Klotrimazol (5, 10, 15, 20 dan 25 ppm)

    dengan etanol 70 % sebagai pelarutnya. Suspensi jamur diambil

    sebanyak 1 ml dengan menggunakan mikropipet lalu diletakkan

    ditengah-tengah cawan petri berisi medium SDA yang sudah memadat.

    Cawan petri diputar-putar dan disebar dengan menggunakan spread

    glass sehingga suspensi jamur tersebar merata. Dengan menggunakan

    pinset steril yang telah dipijarkan ditanamkan kertas cakram yang

    masing-masing telah ditetesi larutan Klotrimazol dengan beberapa

    konsentrasi dan etanol 70 % sebagai blanko sebanyak 10 l. Dalam 1

    cawan petri ditanamkan 6 cakram kertas dengan jarak minimal antar 28-

    30 mm, dan jarak minimal cakram dengan tepi cawan petri adalah 20-

    25 mm. lalu diinkubasikan selama 4-7 hari pada suhu 35 C. diamati

    dan diukur daerah hambatnya. Kemudian dari hasil pengukuran dibuat

    kurva hubungan antara log konsentrasi dengan diameter daerah hambat.

    Berdasarkan persamaan garis linear kurva tersebut dapat ditentukan

    konsentrasi Klotrimazol yaitu dengan memplotkan diameter sampel

    pada kurva standar Klotrimazol. Penetapan potensi dilakukan dengan

    membandingkan konsentrasi sampel yang memberikan diameter daerah

  • xlix

    hambat yang sama dengan diameter daerah hambat yang diberikan oleh

    baku pembanding.

    4.3.10 Analisa Data

    Untuk menentukan hubungan antara konsentrasi ekstrak etanol

    rimpang Kecombrang dengan aktivitas antifungi yang ditunjukkan

    dengan diameter daerah hambat pertumbuhan bakteri digunakan regresi

    linier dengan konsentrasi ekstrak etanol rimpang Kecombrang sebagai

    variabel x dan diameter daerah hambat pertumbuhan fungi sebagai

    variabel y sehingga di dapat persamaan y = a + bx.

    Pada penentuan KHM ekstrak etanol rimpang Kecombrang, nilai

    KHM ditetapkan berdasarkan konsentrasi terkecil yang masih dapat

    menghambat pertumbuhan bakteri uji pada medium.

    Penetapan potensi bahan uji (ekstrak etanol rimpang kecombrang

    Nicolaia speciosa Horan) ditentukan dengan menggunakan kurva

    hubungan antara log konsentrasi (sumbu x) dengan diameter hambat

    (sumbu y). Berdasarkan persamaan garis linier kurva tersebut (y = a +

    bx) dapat ditentukan konsentrasi Klotrimazol yaitu dengan memplotkan

    diameter sampel ektrak etanol rimpang kecombrang pada kurva standar

    Klotrimazol. Penetapan potensi dilakukan dengan membandingkan

    konsentrasi sampel yang memberikan diameter daerah hambat yang

    sama dengan diameter daerah hambat baku pembanding (Klotrimazol).

    Potensi bahan uji = Cu/Cs

    Keterangan:

  • l

    Cu = konstentrasi hambat minimum ekstrak etanol rimpang

    kecombrang (ppm)

    Cs = konsentrasi klotrimazol dengan diameter daerah hambat yang

    sama dengan KHM ekstrak etanol rimpang kecombrang (ppm)

    4.3.11 Analisa Kerusakan Sel dengan SEM (Scanning Electron

    Microscope)

    Pengamatan dengan SEM adalah untuk kerusakan sel yaitu

    perubahan morfologi dan struktur sel fungi yang disebabkan oleh

    pengaruh ekstrak rimpang kecombrang. Perubahan yang diamati

    meliputi penampakan secara umum, ukuran sel, dan ketebalan dinding

    sel.

    Tahap awal yang dilakukan adalah reisolasi fungi uji yaitu dengan

    cara suspensi jamur uji diambil sebanyak 0,9 ml dengan menggunakan

    mikropipet. Suspensi jamur diletakkan ditengah-tengah cawan petri

    berisi medium SDA yang sudah memadat. disebar dengan

    menggunakan spread glass sehingga suspensi jamur tersebar merata.

    Setelah mencapai waktu 4 hari dengan asumsi bahwa jamur uji telah

    menyebar ke seluruh media agar, dengan menggunakan mikropipet

    ditambahkan sampel uji ekstrak rimpang Kecombrang sebanyak 0,1 ml

    sesuai dengan KHM ekstrak tersebut (100 ppm) pada biakan jamur

    uji.cawan petri yang sudah diberikan sampel uji didiamkan selama 1

    hari dalam inkubator untuk mengetahui bahwa tidak ada kontaminan.

    Penyimpanan dalam inkubatorpun bertujuan untuk mengamati daya

  • li

    hambat yang diberikan oleh ekstrak rimpang Kecombrang terhadap

    jamur uji. Amati dengan menggunakan mikroskop elektron (seri JSM-

    5310LV).

  • lii

    BAB V

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    5.1 Hasil

    1. Dari hasil identifikasi sampel rimpang Kecombrang yang dilakukan di

    Laboratorium Botani dan Mikrobiologi Lembaga Ilmu Pengetahuan

    Indonesia (LIPI) Cibinong didapat bahwa sampel yang digunakan adalah

    (Nicolaia speciosa Horan) dengan hasil determinasi seperti yang tertera

    pada lampiran 1.

    2. Dari hasil pengujian kandungan kimia rimpang kecombrang didapat

    bahwa yang terdapat pada rimpang Kecombrang adalah flavonoid dan

    alkaloid.

    Tabel 5.1. Hasil karakteristik ekstrak rimpang Kecombrang

    Karakteristik ekstrak

    Hasil Literatur

    Rendemen Susut pengeringan Warna Rasa Bau

    4% 0,89% Coklat kehitaman Getir, seperti jamu Menyengat seperti lengkuas

    Tabel 5.2. Hasil penapisan fitokimia ekstrak rimpang Kecombrang

    Penapisan fitokimia Hasil

  • liii

    Flavonoid Alkaloid Saponin Tanin

    Positif (+) Positif (+) Negatif (-) Negatif (-)

    3. Proses identifikasi fungi uji yang dilakukan adalah dengan pengujian

    urease. Pada Trichophyton rubrum didapatkan hasil negatif (-).

    Sedangkan untuk Trichophyton mentagrophytes didapatkan hasil positif

    (+) dengan adanya perubahan warna menjadi warna merah pada larutan

    urease. Hal ini menunjukkan bahwa jamur uji yang digunakan merupakan

    jamur uji yang tidak terkontaminasi dengan mikroba lain. (lampiran 13)

    4. Pada uji aktifitas antifungi ekstrak etanol rimpang Kecombrang yang

    memiliki aktifitas antifungi yaitu pada konsentrasi 100 dan 1000 ppm.

    Tabel 5.3. Hasil uji aktifitas fungi uji terhadap ekstrak etanol Kecombrang Diameter daerah hambat (mm)

    Fungi Uji Konsentrasi ekstrak kecombrang (ppm)

    1 2 3

    Diameter daerah hambat rata-rata (mm)

    Harga KHM (Konsentrasi Hambat Minimum)

    1000 9 9.5 10 9.5 100 6.5 7 7.5 7 10 - - - 0 1 - - - 0

    Trichophyton rubrum

    0.1 - - - 0

    100 ppm

    1000 7 10 7 8 100 7 7 7 7 10 - - - 0 1 - - - 0

    Trichophyton mentagrophytes

    0.1 - - - 0

    100 ppm

  • liv

    5. Pengujian KHM (Konsentrasi Hambat Minimum) dilakukan dengan

    membuat interval range konsentrasi yang lebih kecil yaitu 90; 80; 70; 60

    ppm. Dari hasil pengujian tidak terdapat daerah hambat pada interval

    range konsentrasi tersebut.

    Tabel 5.4. Hasil uji KHM.T.rubrum ekstrak etanol rimpang kecombrang Diameter hambat (mm) Konsentrasi Ekstrak

    (ppm) T.rubrum Blanko 0

    60 0 70 0 80 0 90 0

    100 7

    Tabel 5.5.Hasil uji KHM T. mentagrophytes ekstrak rimpang Kecombrang Diameter hambat (mm) Konsentrasi Ekstrak

    (ppm) T. mentagrophytes Blanko 0

    60 0 70 0 80 0 90 0

    100 7

    6. Berdasarkan kurva standar klotrimazol diperoleh persamaan regresi y

    =16.0579x 10.1011 dengan r =0.9626 untuk Trichophyton rubrum, dan

    untuk Trichophyton mentagrophytes diperoleh persamaan regresi

    y=20.3693x 13.6073 dengan r =0.9892.

    7. Potensi ekstrak etanol rimpang Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan)

    pada konsentrasi 100 ppm setara dengan 11,61 ppm Klotrimazol untuk

    Trichophyton rubrum dan 10,27 ppm untuk Trichophyton mentagrophytes.

  • lv

    8. Hasil Scanning Electron Microscope (SEM) menunjukkan bahwa terdapat

    Mekanisme kerja ekstrak etanol rimpang kecombrang adalah menghambat

    pembentukan komponen penyusun sel terutama komponen penyusun

    dinding sel yang mengandung zat kitin.

    5.2 Pembahasan

    Berdasarkan informasi yang didapatkan, Kecombrang sering digunakan

    penambah citarasa pada masakan seperti urab dan pecel. Bagian yang

    digunakan untuk penambah citarasa adalah pada bunganya. Tidak hanya

    sebagai penambah citarasa, ternyata telah dilakukan pula uji bahwa

    Kecombrang berguna dalam pelbagai penyakit diantaranya adalah penyakit

    yang disebabkan oleh mikroba (Naufalin R, 2005).

    Berdasarkan informasi dari masyarakat, perasan batangnya digunakan

    untuk menurunkan demam, ramuan obat luka, penghilang bau badan, pegal

    linu bahkan untuk melunakkan mayat yang sudah kaku.

    Dikarenakan kecombrang ini masih satu familia dengan tanaman jahe,

    kunyit dan lengkuas (zingiberaceae), maka diharapkan tanaman ini

    mempunyai aktifitas yang sama dengan tanaman satu familianya. Beberapa

    literature pun menunjukkan bahwa kandungan kimia yang terdapat pada

    tanaman kecombrang ini sama dengan Familia Zingiberaceae, seperti jahe

    dan kunyit yang telah terlebih dahulu diketahui mempunyai aktifitas

    antibakteri dan antifungi. Adapun kandungan yang ditemukan pada tanaman

    Kecombrang ini adalah alkaloid, flavonoid (5,7,3,4-tetrahidroksi flavonol)

    dan minyak atsiri (Antoro ES. 1995), (Hidayat SS, Hutapea 1991)

  • lvi

    Berdasarkan kandungan dan data empiris pada masyarakat, maka

    diharapkan kecombrang memiliki aktifitas antifungi. Rimpang Kecombrang

    yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang Kecombrang yang

    diperoleh dari kebun ilmiah Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik

    Depertemen Pertanian, Bogor (Lampiran 2). Ekstrak etanol rimpang

    Kecombrang merupakan hasil ekstraksi yang terlebih dahulu rimpang

    Kecombrang dibersihkan lalu di potong kecil-kecil, kemudian dikeringkan

    dengan cara diangin-anginkan terlindung dari sinar matahari selama 7 x 24

    jam. Selanjutnya rimpang digiling sampai diperoleh serbuk yang homogen.

    Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan metode maserasi

    dengan menggunakan pelarut etanol 70%. Etanol digunakan sebagai pelarut

    karena etanol merupakan pelarut polar, universal, mudah didapat dan tidak

    toksik (Depkes RI, 2000).

    Sebelum dilakukan uji aktifitas antifungi, hal-hal yang berkaitan dengan

    bahan uji dilakukan uji terlebih dahulu untuk memastikan tidak adanya

    kontaminasi yang tidak diinginkan ataupun untuk memastikan kandungan

    kimia. Dilakukan uji penapisan kandungan kimia yang terdapat pada ekstrak

    Kecombrang seperti yang tertera pada lampiran 4. Pengujian dilakukan

    dengan cara mengamati hasil uji secara organoleptis. Untuk jamur uji yang

    digunakan uji urease untuk mengetahui tidak adanya kontaminasi dari

    organisme lain.

    Pada pengujian aktifitas antifungi ekstrak etanol rimpang kecombrang

    digunakan beberapa konsentrasi yaitu 0,1; 1; 10; 100; dan 1000 ppm. Dari

  • lvii

    hasil yang didapat, ekstrak etanol rimpang Kecombrang yang memiliki

    aktifitas antifungi yaitu pada konsentrasi 100 dan 1000 ppm.

    Pada penentuan KHM ekstrak rimpang kecombrang digunakan

    konsentrasi 1000 ppm dan dilakukan pengenceran 90, 80, 70, dan 60 ppm.

    Namun setelah dilakukan pengujian ternyata tidak memberikan daya hambat.

    Untuk penetapan potensi telah digunakan Klotrimazol sebagai antifungi

    pembanding. Karena Klotrimazol merupakan golongan antifungi spektrum

    luas dengan aktifitas yang mencakup hampir semua fungi pathogen untuk

    manusia. Oleh karena itu, Klotimazol termasuk antifungi yang sering

    digunakan untuk mengobati dermatofitosis yang sering terjadi pada kulit

    manusia seperti tinea pedis, tinea kruris, dan tinea korporis yang disebabkan

    oleh Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes, E. floccosum, dan

    M. canis.

    Dari sisi kelarutannya, Klotrimazol mudah larut dalam pelarut polar

    seperti etanol, sehingga stabilitas terjaga dan terhindar dari kontaminasi

    organisme dapat diminimalisir. Ekstrak etanol rimpang kecombrang yang

    memiliki viskositas tinggi diencerkan dengan aquadest steril, karena

    berdasarkan hasil orientasi aquadest merupakan pelarut yang dapat

    melarutkan ekstrak rimpang Kecombrang serta aquadest tidak memiliki

    aktifitas antifungi terhadap dua fungi uji tersebut. Sedangkan Klotrimazol

    yang digunakan sebagai baku pembanding dilarutkan dengan etanol 70%

    dengan variasi pengenceran (5, 10, 15, 20 dan 25 ppm). Kemudian dari data

    diameter hambat Klotrimazol yang didapat, dibuat kurva standar dengan

    konsentrasi Klotrimazol sebagai sumbu X dan diameter daerah hambat

  • lviii

    sebagai ekstrak rimpang Kecombrang sebagai sumbu Y. dari kurva standar

    tersebut diperoleh persamaan regresi yang digunakan untuk mencari

    konsentrasi klotrimazol yang memiliki derajat penghambatan (diameter

    daerah hambat) yang sama dengan sampel ekstrak kecombrang yaitu dengan

    memplotkan diameter daerah hambat minimum sampel ekstrak Kecombrang

    pada kurva standar, karena berdasarkan Farmakope Edisi III dinyatakan

    bahwa potensi adalah perbandingan dosis sediaan uji dengan dosis larutan

    standar atau larutan pembanding yang menghasilkan derajat hambatan

    pertumbuhan yang sama pada biakan jasad renik yang peka dan sesuai.

    Adapun blanko yang digunakan adalah aquadest dan etanol 70%.

    Pengujian aktifitas antifungi dilakukan dengan metode difusi agar yang

    menggunakan kertas cakram sebagai medianya. Dasar pemilihan metode ini

    adalah karena pengerjaannya yang sering dilakukan di laboratorium-

    laboratorium mikrobiologi untuk menentukan kepekaan mikroba terhadap

    bermacam-macam bahan uji. Kertas cakram yang digunakan adalah kertas

    saring whatman No. 1 dengan diameter 5 mm. Jumlah larutan yang ditetesi di

    kertas cakram tersebut adalah 10 l. Umumnya, waktu inkubasi yang

    dibutuhkan untuk jamur uji yang digunakan adalah 4-7 hari. Tetapi

    berdasarkan orientasi yang berulang, waktu pengamatan yang dibutuhkan

    adalah sekitar 4 hari, dikarenakan pada hari keempat, jamur sudah tumbuh

    merata dan zona hambat ekstrak kecombrang sudah mulai terlihat.

    Pada penetapan potensi ekstrak etanol rimpang kecombrang digunakan

    diameter hambatan minimum untuk Trichophyton rubrum sebesar 7 mm yang

    diplotkan pada kurva standar klotrimazol yang memiliki persamaan regresi y

  • lix

    =16.0579x 10.1011 dengan r =0.9626, sedangkan untuk diameter daerah

    hambat Trichophyton mentagrophytes sebesar 7 mm yang diplotkan pada

    kurva standar klotrimazol yang memiliki persamaan regresi y=20.3693x

    13.6073 dengan r =0.9892 sehingga didapat konsentrasi antifungi pembanding

    Klotrimazol yang memiliki derajat penghambatan yang setara dengan ekstrak

    rimpang Kecombrang yaitu 11,61 ppm untuk Trichophyton rubrum dan 10,27

    ppm untuk Trichophyton mentagrophytes. Dari hasil tersebut menunjukkan

    bahwa ekstrak etanol rimpang Kecombrang mempunyai aktifitas antifungi

    terhadap kedua fungi uji. Namun berdasarkan hasil uji tersebut pula

    menunjukkan bahwa potensi ekstrak rimpang kecombrang sebagai antifungi

    alternatif terhadap kedua fungi uji masih kecil jika dibandingkan dengan baku

    pembanding Klotrimazol. Hal ini disebabkan karena ekstrak rimpang

    Kecombrang yang digunakan diambil langsung dari alam sehingga banyak

    faktor yang mempengaruhi aktifitasnya sebagai antifungi. Diantaranya adalah

    faktor kesuburan tanah, komposisi tanah, jenis tanah, ketinggian dataran,

    lingkungan, dan temperature daerah tumbuh. Hal lain yang menyebabkan

    aktifitas ekstrak rimpang kecombrang tidak lebih besar dari baku pembanding

    Klotrimazol karena rimpang Kecombrang yang digunakan bukan senyawa

    murni, sedangkan Klotrimazol merupakan zat aktif yang telah diuji secara

    klinis mempunyai potensi sebagai antifungi. Hasil SEM menunjukkan bahwa

    ekstrak etanol rimpang Kecombrang memiliki daya aktifitas terhadap fungi uji

    Trichophyton rubrum yaitu dengan menghambat pembentukan komponen

    penyusun sel terutama komponen penyusun dinding sel yang mengandung zat

    kitin.

  • lx

    BAB VI

    KESIMPULAN DAN SARAN

    6.1 Kesimpulan

    Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan :

    1. Ekstrak etanol rimpang Kecombrang memiliki aktifitas antifungi terhadap

    Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes.

    2. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) ekstrak rimpang Kecombrang

    untuk Trichophyton rubrum dan untuk Trichophyton mentagrophytes

    adalah 100 ppm.

    3. Penetapan potensi ekstrak etanol rimpang kecombrang digunakan kurva

    standar klotrimazol yang memiliki persamaan regresi y =16.0579x

    10.1011 dengan r =0.9626 untuk Trichophyton rubrum sedangkan untuk

    Trichophyton mentagrophytes digunakan kurva standar klotrimazol yang

    memiliki persamaan regresi y=20.3693x 13.6073 dengan r =0.9892

    didapat konsentrasi antifungi pembanding Klotrimazol yang memiliki

    derajat penghambatan yang sama dengan ekstrak rimpang Kecombrang

    pada konsentrasi 100 ppm yaitu 11,61 ppm untuk Trichophyton rubrum

    dan 10,27 ppm untuk Trichophyton mentagrophytes.

    6.2 Saran

    Kepada peneliti selanjutnya diharapkan :

    1. Melakukan uji antifungi dari ekstrak rimpang kecombrang dengan metode

    pengujian lain.

    2. Melakukan uji antifungi dari ekstrak rimpang Kecombrang terhadap fungi

    uji lainnya.

  • lxi

    DAFTAR PUSTAKA

    Anurogo, Dito. 2008. Dermatofita Pada Manusia (Pitiriasis Versikolor). http://www.kabarindonesia.com/ Diakses pada tanggal 10 September 2009.

    Anonim. 2007. Trichophyton mentagrophytes. Diakses dari mikrobia.files.wordpress.com pada tanggal 9 Maret 2009

    Anonim. 2007. Menggempur Jamur Sampai Kabur. Diakses dari http//www.intisari-online.com pada tanggal 9 Maret 2009

    Antoro, S.E. 1995. Skrining Fitokimia Rimpang Nicolaia speciosa Horan. Secara Mikrokimiawi Kromatografi Lapis Tipis,dan Spektrofotmetri UV. [Abstrak]. Penelitian Tanaman Obat di Beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia 1998.

    Appendini P, Hotchkiss Jh. 2000. Antimicrobial activity of a 14 residue synthetic peptide against foodborne microorganism. J Food Protect 63:889-893

    Depkes RI. 1979. Farmakofe Indonesia, Edisi III. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan: Jakarta.

    Depkes RI. 1995. Farmakofe Indonesia, Edisi IV. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan: Jakarta.

    Depkes RI. 1995. Materi Medika Indonesia, Jilid VI.Jakarta

    Depkes RI. 2000. Parameter Standard Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan: Jakarta.

    Dian Sundari, M. Wien Winarno.2001.Informasi Tumbuhan Obat Sebagai Anti Jamur. Depkes RI. Jakarta

    Fransworth, M.R. 1969. Biological and Phytochemical Screening of Plants. Journal Pharmaceutical Science; 255-265

  • lxii

    Gandahusada, SS, Pribadi W., Ilahude HD.2004. Parasitologi Kedokteran Edisi III. Balai penerbit FKUI Jakarta.

    Ganiswarna SG.2005.Farmakologi Dan Terapi.Bagian farmakologi FKUI. Jakarta

    Gharmila.2008.Uji Potensi Antifungi Lendir Bekicot (Achatina Fullica) Terhadap Fungi Trichophyton Rubrum Dan Trichophyton Mentagrophytes. [skripsi] FKIK UIN. Jakarta

    Guevara, BQ., Recio, BV. 1985. Phytochemical, Microbiological and Pharmacological Screening of Medicinal Plants. The University of Santo Tomas Manila, Philippines.

    Habsah, M., Ali, A.M., Lajis, N.H., Sukari, M.A., Yap, Y.H., Kikuzaki, H. dan Nakatani, N. 2005. Antitumor-Promoting and Cytotoxic Constituents of Etlingera Elatior. Malaysian Journal of Medical Sciences, Vol. 12, No. 1, Januari 2005 (6-12).

    Habsah, M., Lajis, N.H., Abas, F., Ali, A.M., Sukari, M.A., Kikuzaki, H. dan Nakatani, N.. 2003. Antioxidative Constituents of Etlingera elatior. [Abstrak]. J. Nat. Prod., 2005, 68 (2), pp 285288.

    Hidayat, SS dan Hutapea JR. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Edisi 1: 440-441. Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI

    Hoan, Tan, T & Rahardja K. 2006. Obat-Obat Penting, Edisi VI. Elex Media Kompetindo : Jakarta

    Howarth, W.H. at all, 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia 28th edition. The Pharmaceutical Press. London. England

    Ibrahim, H. dan Setyowati, FM. 2009. Detail data Etlingera elatior (Jack) R.M. Smith. Diakses tanggal 03 maret 2009 dari www.kehati.or.id

    Katz, F.W. 1974. Microbiological Diffusion Assay, Operation Studied with Cooper Equation. J. Pharm. Sci. hal 11,36.

  • lxiii

    Musdja, M Yanis.2006.Modul Farmakologi Panyakit Infeksi.UIN-Press. Jakarta.

    Myjeck, Mary J.,Harvey, Richard A., Champe, Pamela C.,2005. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi II. Widya Medika. Jakarta

    Naufalin, Rifda. 2005. Kajian Sifat Antimikroba Ekstrak Bunga Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) Terhadap berbagai Mikroba Patogen dan Perusak Pangan.[Tesis] Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Petanian, IPB. Bogor.

    Pelczar, Michael J., Chan E.C.S. 1986. Dasar Dasar Mikrobiologi. UI-Press. Jakarta

    Staf Pengajar FKUI.1993.Mikrobiologi Kedokteran.Edisi revisi.Binarupa Aksara. Jakarta

    Sukandar E. Yulinah, Suganda AG, Pertiwi GU. 2004. Uji Aktivitas Antijamur Salep Dan Krim Ekstrak Daun Ketapang (Terminalia cattapa l.) Pada Kulit Kelinci. Bandung

    Sundari, Dian, Wien Winarno, M, 2001. Informasi Tumbuhan Obat sebagai Obat Anti Jamur. Balitbangkes Depkes RI

  • lxiv

    Lampiran 1 Hasil determinasi tanaman Kecombrang

  • lxv

    Lampiran 2 Tanaman Kecombrang

    Gambar 1 a. Tanaman Kecombrang

    Gambar 1 b. Bunga kecombrang

    Gambar 1 c. Rimpang Kecombrang

  • lxvi

    Lampiran 3 Ekstraksi Serbuk Rimpang Kecombrang

    Serbuk simplisia kering (500 g)

    Filtrat

    Ekstrak kental

    Uji aktifitas antifungi

    Rajangan Kecombrang (15 Kg)

    Dikeringkan (diangin-anginkan)

    Rajangan Kecombrang kering (3 Kg)

    Dihaluskan

    Maserasi dengan etanol 70% ( 3 x 24 jam)

    Residu

    Dirotary evaporator

    Penapisan fitokimia

    Uji karakteristik

  • lxvii

    Lampiran 4 Ekstraksi dan Uji Susut Pengeringan

    1. Ekstraksi Ekstraksi sampel 500 g dalam etanol 70% (1:6 b/v)3 L didapatkan ekstrak cair 40,8 g dan dipekatkan hingga 20 g Evaporator : Labu destilat + ekstrak = 106 g Labu destilat = 86 g Ekstrak=20g

    Rendemen 20 g x 100 % = 4 % 500 g

    2. Uji susut pengeringan

    Dipanaskan 30 menit di Oven + 150 oC

    Cawan penguap = 14,442 g

    Cawan penguap+tutup (m1) = 25,940 g

    Cawan penguap+tutup+Ekstrak (m2) = 26,944 g

    (m2-m1) = 26,944 g - 25,940 g = 1,004 g

    30 menit selanjutnya : Cawan penguap + tutup + Ekstrak

    = 26,844 g

    30 menit selanjutnya : Cawan penguap + tutup + Ekstrak

    = 26,704 g

    Didiamkan dalam eksikator 24 jam Cawan penguap + tutup + Ekstrak

    = 26,703 g

    Jadi susut pengeringan dari ekstrak adalah bobot sampel awal dikurang bobot sampel tetap.

    = 26,944 g 26,703 g = 0,241 g 0,241 g x 100 % = 0,89%

    26,944

    Jadi susut pengeringan ekstrak etanol rimpang Kecombrang tersebut adalah 0,89 %

  • lxviii

    3. Perhitungan pembuatan konsentrasi

    Ditimbang beker glass = 42, 7072 g (kemudian ditara)

    Ditimbang ekstrak kecombrang = 20 mg

    Ditambahkan dengan aquadest = 20 ml

    20 mg/20ml = 1000 ppm

    Dengan menggunakan rumus V1.N1 = V2.N2 maka untuk memperoleh konsentrasi berikutnya adalah 100 ppm = X. 1000 ppm = 10 ml.100 ppm

    X = 1000 ml.ppm = 1 ml 1000 ppm 10 ppm = X. 100 ppm = 10 ml.10 ppm

    X = 100 ml.ppm = 1 ml 100 ppm

    1 ppm = X. 10 ppm = 10 ml.10 ppm X = 100 ml.ppm = 1 ml

    100 ppm

    0,1 ppm = X. 10 ppm = 10 ml. 0,1 ppm X = 1 ml.ppm = 1 ml

    1 ppm

  • lxix

    Lampiran 5 Uji aktivitas antifungi dengan metode difusi agar

    Kekeruhan pada A= 0,143-0,187

    = 530 nm

    Biarkan memadat

    Suspensi jamur uji 1 ml

    Inokulasikan dalam 10 ml medium SDA pada cawan

    Penanaman kertas cakram yang

    mengandung 10l larutan

    Inkubasikan pada suhu 35 C selama 4 hari

    Amati daerah hambat dan ukur diameternya

    Hitung KHM

  • lxx

    Lampiran 6 Penetapan Potensi Ekstrak Rimpang Kecombrang (Nicolaia

    spesiosa Horan)

    Kekeruhan pada A= 0,143-0,187

    = 530 nm

    \

    Biarkan memadat

    Pembuatan seri larutan klotrimazol 5; 10; 15; 20; 25 ppm

    Suspensi jamur uji 1 ml

    Inokulasikan dalam 10 ml medium SDA pada cawan

    Penanaman kertas cakram yang mengandung 10l larutan

    Inkubasikan pada suhu 35 C selama 4 hari

    Amati daerah hambat dan

    ukur diameternya

    Pembuatan kurva standar klotrimazol

    Penetapan potensi rimpang kecombrang

  • lxxi

    Lampiran 7 Hasil pengukuran diameter daerah hambat pertumbuhan fungi

    uji terhadap ekstrak etanol rimpang kecombrang.

    Tabel 6. Hasil pengukuran diameter daerah hambat pertumbuhan fungi uji terhadap ekstrak etanol rimpang kecombrang.

    Fungi Uji Konsentrasi ekstrak rimpang kecombrang (ppm)

    Diameter daerah hambat rata-rata (mm)

    Harga KHM (Konsentrasi Hambat Minimum)

    1000 9.5 100 7 10 0 1 0

    Trichophyton rubrum

    0.1 0

    100 ppm

    1000 8 100 7 10 0 1 0

    Trichophyton mentagrophytes

    0.1 0

    100 ppm

  • lxxii

    Lampiran 8 Kurva standar antara diameter daerah hambat dengan

    konsentrasi antifungi pembanding (Klotrimazol)

    Tabel 7. Kurva standar antara diameter daerah hambat dengan konsentrasi antifungi pembanding (Klotrimazol)

    Fungi Uji Konsentrasi Klotrimazol (ppm) Log konsentrasi klotrimazol

    Diameter daerah hambat rata-rata (mm)

    5 0.6989 0 10 1 8 15 1.1761 9 20 1.3010 10

    Trichophyton rubrum

    25 1.3979 12 5 0.6989 0

    10 1 8 15 1.1761 10.5 20 1.3010 12

    Trichophyton mentagrophytes

    25 1.3979 15

  • lxxiii

    Gambar 2 a. Grafik hubungan log konsentrasi antifungi pembanding dengan diameter daerah hambat Trichophyton rubrum

    Gambar 2 b. Grafik hubungan log konsentrasi antifungi pembanding dengan diameter daerah hambat Trichophyton mentagrophytes.

  • lxxiv

    Lampiran 9 Penetapan pot