saatnya membenahi neraca perdagangan...

16
Vol. IV, Edisi 1, Januari 2019 Mendorong Peningkatan Penerimaan Bagian Pemerintah Atas Laba BUMN p. 7 Saatnya Membenahi Neraca Perdagangan Indonesia p. 3 ISO 9001:2015 Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685 Meningkatkan Kinerja Logistik Indonesia p. 11

Upload: trinhhanh

Post on 09-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Vol. IV, Edisi 1, Januari 2019

Mendorong Peningkatan Penerimaan Bagian Pemerintah

Atas Laba BUMNp. 7

Saatnya Membenahi Neraca Perdagangan Indonesia

p. 3

ISO 9001:2015Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685

Meningkatkan Kinerja Logistik Indonesia

p. 11

2 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 01, Jan 2019

Terbitan ini dapat diunduh di halaman website www.puskajianggaran.dpr.go.id

Mendorong Peningkatan Penerimaan Bagian Pemerintah Atas Laba BUMNp.7

PENTING bagi pemerintah untuk mengoptimalkan sumber pendapatan negara yang menjanjikan di masa mendatang selain dari perpajakan. Sumber pendapatan potensial tersebut ialah penerimaan negara dari bagian pemerintah atas laba BUMN. Berdasarkan data LKPP diketahui bahwa sejak lima tahun terakhir kinerja BUMN menunjukkan hasil yang positif. Namun, investasi yang telah pemerintah keluarkan sampai dengan 31 Desember 2017 sebesar Rp2.090 triliun kepada BUMN belum menunjukkan pengembalian investasi yang maksimal pada penerimaan negara dari bagian pemerintah atas laba BUMN.

Meningkatkan Kinerja logistik Indonesia p.11BERDASARKAN survei Logistic Performance Index (LPI) yang dilakukan oleh World Bank tahun 2018 Indonesia menempati urutan ke 46 dari 160 negara dengan skor 3,15. Artinya, kinerja logistik Indonesia tahun 2018 sudah lebih baik jika dibandingkan dengan tahun 2010 yang hanya mampu menempati peringkat 75 dengan skor 2,76. Pencapaian ini menandakan bahwa kerja keras pemerintah dalam memperbaiki sistem kinerja logistik cukup baik. Walaupun kinerja logistik Indonesia sudah cukup baik, masih terdapat beberapa indikator kinerja yang harus diperbaiki.

Saatnya Membenahi Neraca Perdagangan Indonesia

[email protected]

p.3

Kritik/Saran

Dewan RedaksiRedaktur

DahiriRatna Christianingrum

Martha CarolinaRendy Alvaro

EditorAde Nurul Aida

Marihot Nasution

KINERJA APBN Tahun Anggaran 2018 menjadi prestasi tersendiri bagi pemerintah, karena berhasil menekan defisit APBN sebesar 1,76 persen, jauh di bawah target yang ditetapkan dalam APBN sebesar 2,19 persen terhadap PDB. Ini adalah defisit terendah sejak tahun 2012. Meskipun demikian, kinerja neraca perdagangan terus mengalami defisit sepanjang tahun 2018. Beberapa pengamat bahkan menilai defisit neraca perdagangan sebesar USD8,57 miliar sebagai defisit terburuk sejak era reformasi. Kondisi ini akan mempengaruhi fundamental perekonomian nasional bila tidak segera dibenahi.

Penanggung JawabDr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E.,

M.Si.Pemimpin Redaksi

Dwi Resti Pratiwi

3Buletin APBN Vol. IV. Ed. 01, Jan 2019

Saatnya Membenahi Neraca Perdagangan Indonesia

oleh Slamet Widodo*)

Pemerintah baru saja mengumumkan pencapaian kinerja APBN 2018 yang dinilai

memiliki prestasi tersendiri dipandang dari aspek penerimaan, belanja maupun pembiayaan APBN. Pencapaian realisasi penerimaan negara melebihi target yang ditetapkan, belanja pemerintah pusat sesuai dengan target, dan pembiayaan anggaran mencapai level terendah sejak tahun 2012. Secara umum, pencapaian APBN 2018 ini menunjukkan semakin membaiknya perekonomian, sehingga APBN dapat dijaga dengan sangat sehat dan kredibel.

Pada saat yang hampir bersamaan

Badan Pusat Statistik (BPS) mengeluarkan kinerja neraca perdagangan Indonesia sepanjang tahun 2018, yang sayangnya bertolak belakang dengan kinerja APBN tahun 2018. Sepanjang tahun 2018, neraca perdagangan Indonesia terus mengalami defisit dan hanya surplus pada bulan Maret dan September, yaitu masing-masing sebesar USD1,12 miliar dan USD0,31 miliar. Secara akumulatif, data sementara BPS menunjukkan neraca perdagangan mengalami defisit sebesar USD8,57 miliar, yang menjadikannya sebagai defisit terbesar dalam neraca perdagangan Indonesia sejak era reformasi (lihat Gambar 1).

AbstrakKinerja APBN Tahun Anggaran 2018 menjadi prestasi tersendiri bagi

pemerintah, karena berhasil menekan defisit APBN sebesar 1,76 persen, jauh di bawah target yang ditetapkan dalam APBN sebesar 2,19 persen terhadap PDB. Ini adalah defisit terendah sejak tahun 2012. Meskipun demikian, kinerja neraca perdagangan terus mengalami defisit sepanjang tahun 2018. Beberapa pengamat bahkan menilai defisit neraca perdagangan sebesar USD8,57 miliar sebagai defisit terburuk sejak era reformasi. Kondisi ini akan mempengaruhi fundamental perekonomian nasional bila tidak segera dibenahi.

*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

primer

Gambar 1. Neraca Perdagangan Indonesia, 1998-2018 (miliar US$)

Sumber: BPS (2018), diolah

4 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 01, Jan 2019

Meski terus mengalami defisit sepanjang tahun, beberapa pengamat ekonomi menilainya sebagai hal yang wajar mengingat trennya memang diperkirakan terus defisit seiring dengan meningkatkan kinerja dan produktivitas pemerintah dan swasta yang pada akhirnya meningkatkan permintaan barang impor, baik barang modal maupun barang setengah jadi. Defisit tersebut menjadi konsekuensi dari pilihan kebijakan prioritas pemerintah yang menitikberatkan pembangunan infrastruktur dan menjadi faktor yang menyebabkan defisit neraca perdagangan. Pembangunan infrastruktur membutuhkan impor besi dan baja yang memang menjadi komponen terbesar dari sisi impor non migas. Namun demikian, data BPS menunjukan, sumber defisit sebagian besar berasal dari sektor migas (mencapai USD12,4 miliar) dan minimnya surplus neraca non migas (hanya USD3,8 miliar). Padahal dibanding periode sebelumnya, neraca non migas mampu mencatat surplus sebesar USD20,4 miliar, dengan defisit migas sebesar USD8,6 miliar dan neraca perdagangan mengalami surplus sebesar USD11,8 miliar. Kenaikan subsidi energi dan turunnya target lifting minyak menjadi salah satu faktor defisit neraca migas. Bank Indonesia (BI) bahkan memprediksi neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2018 kembali defisit sebesar USD230 juta, meskipun angka itu lebih rendah dibandingkan dengan jumlah defisit neraca perdagangan bulan Januari 2018 yang sebesar USD676,9 juta.

Ketidakpastian memang masih membayangi perekonomian global di tahun 2019. Bank Dunia pun merevisi pertumbuhan ekonomi global di tahun 2019 ini jadi 2,9 persen dari 3 persen di 2018 lalu. Berbagai hal yang menjadi pertimbangan Bank Dunia terkait perlambatan laju pertumbuhan ekonomi tersebut adalah melemahnya aktivitas perdagangan dan manufaktur dunia, masih tingginya ketegangan

perdagangan, dan beberapa negara berkembang besar harus menghadapi tekanan pasar keuangan. Di sisi lain harga minyak dunia juga mengalami tekanan akibat kelebihan pasokan dan pemangkasan kuota impor minyak Cina. Sebagai negara importir minyak terbesar di dunia, pemangkasan kuota impor minyak sebesar 26 persen di periode pertama tahun ini diprediksi akan menekan harga minyak dunia. Fluktuasi harga minyak ini tentunya akan berdampak pada APBN. Kenaikan yang tajam harga minyak dunia dapat menimbulkan tekanan inflasi dan tekanan anggaran subsidi energi. Di sisi lain, penurunan harga minyak yang cukup dalam dapat memberi tekanan pada penerimaan negara dari minyak mentah. Di tengah ketidakpastian global ini, pemerintah harus mengambil kebijakan yang cepat untuk mengatasi defisit neraca perdagangan dan mengurangi dampaknya bagi APBN.

Sumber Defisit Neraca Perdagangan

Secara sederhana, neraca perdagangan dikatakan defisit apabila nilai total impor lebih besar dibanding nilai total ekspor suatu negara, dan sebaliknya berarti surplus. Kedua kondisi ini dapat mempengaruhi perekonomian nasional secara keseluruhan. Defisit neraca perdagangan, menggambarkan ketidakmampuan negara dalam memenuhi permintaan domestik, lemahnya fundamental ekonomi karena ketergantungan yang besar pada impor yang berdampak menurunnya cadangan devisa nasional dan melemahnya nilai tukar negara yang bersangkutan.

Pelemahan nilai tukar mata uang dalam jangka panjang bisa mengakibatkan harga produk-produk yang diimpor dari mancanegara menjadi lebih mahal, sementara produk yang diekspor menjadi lebih murah. Negara dengan neraca perdagangan defisit akan cenderung untuk memperlemah (men-devaluasi) nilai tukar mata uangnya agar bisa membuat harga

5Buletin APBN Vol. IV. Ed. 01, Jan 2019

produk-produk ekspornya lebih kompetitif. Produk-produk ekspor yang lebih kompetitif diharapkan akan meningkatkan volume ekspor, dan pada akhirnya mempersempit defisit neraca perdagangan. Jika nanti neraca perdagangan kembali surplus, maka dalam jangka panjang, nilai tukar mata uang negara tersebut dapat kembali menguat. Namun di sisi lain, lemahnya nilai tukar akan berdampak pada meningkatnya pembayaran bunga/cicilan utang dan meningkatnya beban subsidi energi yang akan berdampak pada memperlebar defisit anggaran.

Pemerintah telah berupaya untuk menekan defisit neraca perdagangan melalui kebijakan fiskal dan moneter untuk menahan pelemahan nilai tukar rupiah dan mencegah arus modal keluar (capital outflow) di pasar modal. Beberapa kebijakan yang dilakukan pemerintah di tahun 2018 antara lain, kenaikan PPh pasal 22 atas 1.147 komoditas impor, kenaikan BI rate menjadi 6 persen di akhir 2018, dan kebijakan mandatori-B20 untuk energy mix biodiesel, belum dapat secara optimal meningkatkan kinerja neraca perdagangan.

Dengan melihat data ekspor – impor

Indonesia di tahun 2018, defisit neraca perdagangan disumbang oleh:

1. Minimnya surplus non migas. Besarnya defisit mengindikasikan beberapa hal antara lain kurangnya daya saing produk dalam negeri di pasar internasional, kurangnya upaya pemerintah dalam mencari pasar-pasar baru bagi produk dalam negeri, atau kurangnya ketersediaan pasokan barang modal, bahan baku dan peralatan buatan lokal.

2. Melebarnya defisit migas. Meningkatnya harga minyak dunia tidak diantisipasi dengan kenaikan harga bahan bakar non subsidi di dalam negeri. Pemerintah seharusnya memanfaatkan momen kenaikan harga minyak dunia dengan meningkatkan ekspor migas untuk meningkatkan pendapatan negara. Namun pemerintah lebih memilih menaikkan subsidi harga BBM bersubsidi (solar) dan meningkatkan impor migas untuk mencukupi kebutuhan BBM di dalam negeri. Dengan pelemahan nilai tukar rupiah, kondisi ini semakin memperbesar defisit neraca perdagangan.

RekomendasiPemerintah perlu mengambil langkah untuk mengantisipasi berlanjutnya defisit neraca perdagangan di tahun 2019, melalui beberapa kebijakan sebagai berikut:Pertama, meningkatkan surplus neraca non migas. Penetapan target ekspor non migas yang lebih rendah (7,5 persen) dibandingkan tahun 2018 (11 persen) dirasakan realistis bila dihadapkan pada situasi ketidakpastian global di 2019. Namun pemerintah tetap harus mencari pasar-pasar baru bagi akses ekspor non migas. Kinerja ekspor non migas sepanjang tahun 2014 hingga 2017 masih mengalami surplus, dan di tahun 2017 mencatat surplus sebesar USD20,4 miliar. Dengan demikian masih ada potensi untuk peningkatan ekspor non migas di tahun 2019. Industri manufaktur masih memberikan kontribusi terbesar bagi ekspor dan penerimaan perpajakan, namun pertumbuhannya cenderung stabil, sekitar 4 persen sepanjang periode 2014 hingga 2018. Oleh karenanya diperlukan adanya kebijakan afirmatif untuk mendorong pertumbuhan industri pengolahan yang kuat, berupa pemberian insentif pajak untuk mendorong permintaan di dalam negeri, yang pada gilirannya akan memperkuat kinerja

6 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 01, Jan 2019

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik. Perkembangan Ekspor – Impor Indonesia dalam berbagai tahun.

Bank Indonesia. Q&A Local Currency Settlement Berbasis Appointed Cross Currency Dealers https://www.bi.go.id/id/ruang-media/siaran-pers/Documents/faq_sp-11122017-id.pdf

Kementerian Keuangan RI. Nota Keuangan APBN dalam berbagai tahun.

Kementerian Keuangan RI. 2019. Keterangan Pers APBN Terjaga Sehat dan Kredibel, Dukung Stabilitas Ekonomi Tahun 2018

Republika.co.id. “Di Balik Kinerja

Neraca Perdagangan’ https://republika.co.id/berita/kolom/wacana/19/01/21/plnx4j440-di-balik-kinerja-neraca-perdagangan-part1 diakses tanggal 22 Januari 2019.

CNN Indonesia. 2019. BI Ramal Neraca Perdagangan Februari Defisit Lagi. Diakses dari https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180309202543-532-281871/bi-ramal-neraca-perdagangan-februari-defisit-lagi tanggal 17 Januari 2019.

Detikfinance. 2019. Subsidi Energi 2018 Bengkak Rp 59 Triliun, Ini Penyebabnya. Diakses dari https://finance.detik.com/energi/d-4368741/subsidi-energi-2018-bengkak-rp-59-triliun-ini-penyebabnya tanggal 17 Januari 2019.

ekspornya. Pemerintah perlu memastikan kesiapan industri pengolahan dalam menyediakan sebagian pasokan barang modal, bahan baku dan bahan penolong bagi pembangunan infrastruktur dalam negeri. Di sisi impor, kebijakan pembatasan impor baja sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 110 tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya yang mulai berlaku sejak 20 Januari 2019, diharapkan dapat memicu produktifitas industri pengolahan dalam negeri.Kedua, pelemahan nilai tukar juga mempengaruhi defisit neraca perdagangan. Untuk menahan pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika, pemerintah perlu mempeluas hubungan dagang bilateral dengan skema Local Currency Settlement1 (saat ini baru dilakukan dengan Malaysia dan Thailand), khususnya dengan mitra dagang utama seperti China, Australia dan Jepang. Ketiga, konsistensi reformasi kebijakan subsidi energi. Reformasi kebijakan subsidi energi yang dilakukan di tahun 2015 dengan memangkas anggaran subsidi energi sebesar 65 persen berdampak langsung bagi upaya pemerintah untuk menekan defisit migas. Terlebih lagi, pemerintah lebih mengambil kebijakan populis dengan tidak menaikkan harga BBM di saat harga minyak dunia meningkat pesat di tahun 2018. Hal ini berdampak pada kenaikan subsidi BBM sebesar Rp53 triliun, menjadi sebesar Rp153,5 triliun di tahun 2018. Bahkan di tahun 2019, pemerintah kembali menetapkan subsidi BBM sebesar Rp160 triliun. Dengan semakin memburuknya neraca migas, kebijakan ini berpotensi menyumbang defisit neraca perdagangan. Kebijakan penggunaan biodiesel (mandatori-B20) diharapkan mampu meminimalisir defisit migas.

1) LCS adalah penyelesaian transaksi perdagangan antara dua negara yang dilakukan dalam mata uang masing-masing negara di mana setelmen transaksinya dilakukan di dalam yurisdiksi wilayah negara masing-masing.

7Buletin APBN Vol. IV. Ed. 01, Jan 2019

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2018 diakui pemerintah sebagai anggaran

dengan realisasi pendapatan negara terbaik dalam lima tahun terakhir. Pencapaian tersebut tidak sepenuhnya disebabkan oleh kinerja pemerintah yang meningkat. Bila ditelusuri lebih jauh, hal tersebut ditopang oleh penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar 127,39 persen. Sementara, penerimaan perpajakan, per November 2018, baru mencapai Rp1.126,66 triliun atau 79,82 persen dari target, begitu juga dengan penerimaan perpajakan lima tahun terakhir yang seringnya tidak mencapai target. Selain itu, komponen

PNBP yang berupa penerimaan minyak dan gas bumi (migas) dan mineral dan batu bara (minerba) sangat bergantung pada harga minyak dunia dan komoditas global. Pada tahun 2018, ICP mengalami peningkatan sebesar 42,95 persen dari yang sudah ditargetkan begitu juga dengan peningkatan rata-rata harga batu bara acuan menjadi USD99,55 per ton.Di sisi lain, terdapat pendapatan negara yang berasal dari komponen PNBP berupa laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menunjukkan rata-rata tren pertumbuhan positif seperti yang terlihat pada Gambar 1. Sejak tahun 2014 tren penerimaan atas laba

Mendorong Peningkatan Penerimaan Bagian Pemerintah Atas Laba BUMN

oleh Dwi Resti Pratiwi*) & Iranisa**)

AbstrakPenting bagi pemerintah untuk mengoptimalkan sumber pendapatan negara

yang menjanjikan di masa mendatang selain dari perpajakan. Hal ini mengingat penerimaan perpajakan seringkali tidak mencapai target yang telah ditetapkan. Sementara pendapatan migas dan minerba sangat bergantung pada harga ICP dan harga komoditas global. Sumber pendapatan potensial tersebut ialah penerimaan negara dari bagian pemerintah atas laba BUMN. Berdasarkan data LKPP, diketahui bahwa sejak lima tahun terakhir kinerja BUMN menunjukkan hasil yang positif. Namun, investasi yang telah pemerintah keluarkan sampai dengan 31 Desember 2017 sebesar Rp2.090 triliun kepada BUMN belum menunjukkan pengembalian investasi yang maksimal pada penerimaan negara dari bagian pemerintah atas laba BUMN. Hal ini dikarenakan adanya misi PSO yang diemban melebihi kapabilitas dan kapasitas finansial BUMN serta belum optimalnya kinerja BUMN.

*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]**) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

sekunder

Gambar 1. Bagian Pemerintah atas Laba BUMN (dalam Triliun Rupiah)

Sumber: BPK, LKPP berbagai tahun (data diolah)

8 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 01, Jan 2019

BUMN mengalami peningkatan. Hal itu mengindikasikan bahwa terdapat peningkatan kinerja dan pengelolaan BUMN yang lebih baik. Namun, jumlah penerimaan negara dari bagian pemerintah atas laba BUMN belum maksimal dibandingkan dengan Penyertaan Modal Negara (PMN) pemerintah untuk BUMN yaitu sebesar Rp2.090 triliun per 31 Desember 2017. Bila dibandingkan dengan jumlah PMN pemerintah pada Badan Layanan Umum (BLU) yang jumlahnya lebih rendah, yaitu Rp8,3 miliar, mampu berkontribusi menghasilkan penerimaan negara tidak jauh berbeda dibandingkan penerimaan negara dari bagian pemerintah atas laba BUMN.Penerimaan negara dari bagian pemerintah atas laba BUMN yang belum maksimal dikarenakan BUMN juga mengemban tugas negara dalam pelayanan publik dengan menyelenggarakan misi Public Service Obligation (PSO). PSO merupakan misi pemerintah untuk menjamin tersedianya berbagai infrastruktur dan layanan umum di seluruh pelosok negeri, sehingga perekonomian tumbuh. BUMN terkait ditugaskan oleh pemerintah untuk menyelanggarakan misi PSO tersebut. Hal ini berarti, bagaimanapun caranya PSO harus dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat dan seringkali misi PSO yang diemban BUMN melebihi kapabilitas dan kapasitas finansial sehingga menghambat gerak BUMN serta kinerjanya yang belum optimal. Oleh karenanya, penerapan Good Corporate Governance (GCG) yang lebih ketat dapat mendorong potensi kinerja BUMN menjadi lebih baik.Penyelenggaraan Misi PSO Melebihi Kapabilitas dan Kapasitas Finansial BUMNBerdasarkan Pasal 66 Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN, pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN.

Apabila penugasan tersebut menurut kajian secara finansial tidak fisibel, pemerintah harus memberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN tersebut termasuk margin yang diharapkan (Penjelasan pasal 66 UU BUMN).Pada dasarnya, penugasan PSO pada BUMN merupakan implementasi dari UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Oleh karena itu, bagaimanapun caranya, PSO harus dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat. Namun, BUMN sebagai entitas bisnis juga dituntut untuk dapat berkompetisi dengan pelaku usaha lainnya. Sesuai dengan salah satu tujuan pendirian BUMN yaitu memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya serta mengejar keuntungan (pasal 2 UU BUMN). Oleh karena itu, pemerintah seharusnya tidak mengabaikan kemampuan BUMN dalam melaksanakan misi PSO.Tidak sedikit BUMN yang menyelenggarakan misi PSO mengalami kerugian. Misalnya saja pada PT. Pertamina, per awal tahun 2018, PT. Pertamina mengalami loss mencapai 3,9 triliun akibat dari penugasan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Hal tersebut dikarenakan PT. Pertamina harus menanggung selisih harga keekonomian dengan harga yang ditetapkan pada saat itu. Seperti kita ketahui bahwa, pada tahun 2017, PT. Pertamina penyumbang terbesar terhadap penerimaan bagian pemerintah atas laba BUMN, yaitu sebesar Rp11,60 triliun atau 26,43 persen dari total Rp43,90 triliun. Apabila hal ini terus diabaikan, tidak menutup kemungkinan, kontribusi PT. Pertamina akan menurun. Sama halnya dengan PT. Pos, perkiraan laba pada tahun 2018 jauh dari target, yaitu berkisar Rp130 miliar dari target yang ditetapkan sebesar Rp400 miliar.

9Buletin APBN Vol. IV. Ed. 01, Jan 2019

Laba tersebut juga jauh dari capaian laba tahun 2017 yang sebesar Rp355 miliar. Penurunan laba tersebut dikarenakan PT. Pos melayani program Pos Universal yang merupakan misi PSO untuk menjamin terselenggaranya layanan pos jenis tertentu dari satu tempat ke tempat lain di dunia. Kontribusi PT. Pos pada penerimaan bagian pemerintah atas laba BUMN pada tahun 2017 ialah sebesar Rp28,57 miliar dan besar kemungkinan di tahun 2018 mengalami penurunan akibat dari adanya penyelenggaraan misi PSO.Permasalahan lainnya ialah pencairan dana subsidi PSO yang dilakukan di belakang. Penugasan misi PSO mulai diemban di awal tahun anggaran, namun baru menerima dana PSO pada akhir tahun. Hal ini dikarenakan pemerintah harus melakukan verifikasi sebelum dana PSO diberikan. Mekanisme pencairan dana PSO yang seperti ini akan menganggu arus kas BUMN. Sehingga aksi-aksi perusahaan dalam hal menjalankan kegiatan operasionalnya sebagai entitas bisnis terhambat.Kinerja BUMN yang Belum OptimalPer 31 Desember 2017, total BUMN ialah 115 badan usaha, yang didominasi oleh bentuk persero sebanyak 84 badan usaha diikuti oleh Persero Tbk sebanyak 17 badan usaha, dan 14 badan usaha berbentuk perum. Dari keseluruhan BUMN tersebut, pada tahun 2017, baru terdapat 66 BUMN atau 57 persen yang memberikan kontribusi pada penerimaan bagian pemerintah atas laba BUMN. Bila ditelusuri lebih jauh, 82,77 persen dari total penerimaan bagian pemerintah atas laba BUMN pada tahun 2017 hanya berasal dari 10 BUMN. Hal ini mengindikasikan bahwa masih banyak BUMN memiliki kinerja yang belum optimal. Bahkan masih rendahnya kinerja BUMN ditunjukkan dengan meruginya 12 BUMN pada tahun 2017 dengan nilai kerugian mencapai Rp5,2 triliun.Apabila dilihat dari kinerja, pada tahun

2015-2017 terlihat bahwa tingkat pengembalian aset atas laba hanya berkisar 2,3 persen sampai dengan 2,7 persen dan mengalami penurunan yang mengindikasikan rendahnya produktivitas pengelolaan aset. Rendahnya produktivitas atas aset bisa disebabkan karena kesalahan dalam pemilihan/pembelian asset maupun kurangnya dana dalam rangka investasi aset produktif. Kendala lain yang terjadi ialah masih banyak BUMN yang belum sehat dan memiliki kinerja yang belum baik; biaya operasional yang belum efisien, dan kebutuhan untuk meningkatkan capital expenditure (Rasida, 2013). Penerapan GCG dapat Mendorong Potensi Kinerja BUMN Lebih BaikBesar kecilnya ekspektasi laba BUMN tergantung dari ekspektasi kinerja perusahaan di masa mendatang yang ditunjukkan oleh neraca, laporan laba rugi, dan laporan arus kas yang sehat (Pranoto, 2012). Peningkatan nilai perusahaan dapat terjadi apabila perusahaan mampu meningkatkan efisiensi dan memperbaiki tata kelola. Di sisi lain, tata kelola BUMN masih memiliki beberapa kelemahan. Terdapat tiga faktor utama yang dihadapi BUMN dalam melaksanakan tata kelola yang baik, yaitu terlalu banyak kepentingan dari pemerintah, terkadang bertolak belakang, sehingga menyulitkan manajemen BUMN dalam menentukan tujuan perusahaan. Kedua, manajemen diberikan kewenangan

Sumber: Kementerian BUMN, 2018

Gambar 2. Kinerja BUMN (dalam Triliun Rupiah)

10 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 01, Jan 2019

terbatas atau terlalu kuat aroma politik dalam penempatan direksi, sehingga menyulitkan pengambilan keputusan yang objektif. Ketiga, manajemen diberikan sistem insentif yang kurang menarik sehingga kinerjanya terbatas (Pranoto, 2012). Bila dibandingkan

dengan negara tetangga, seperti Malaysia, hampir 50 persen BUMN-nya telah go public. Hal itu dikarenakan, entitas tersebut sangat ketat dalam hal kepatuhan terhadap prinsip Good Corporate Governance (GCG).

RekomendasiDiperlukan beberapa langkah strategis yang dapat ditempuh untuk peningkatan kontribusi penerimaan negara dari bagian pemerintah atas laba BUMN, yaitu sebagai berikut.

Pertama, keputusan-keputusan pemerintah yang berkaitan dengan BUMN sebaiknya diselaraskan dengan kemampuan BUMN, jangan sampai keputusan-keputusan tersebut merugikan BUMN. Pemerintah sebaiknya melakukan evaluasi terkait penyelenggaraan misi PSO kepada BUMN terkait, sehingga BUMN juga dapat menjalankan fungsinya sebagai entitas bisnis. Hal tersebut mengingat penerimaan perpajakan dari proses bisnis BUMN juga menyumbang pendapatan negara.

Kedua, perbaikan tata kelola dapat dilakukan dengan menerapkan GCG yang ketat. Semakin ketat implementasi GCG maka akan semakin tertata pengelolaan korporasi, sehingga dapat mencapai target-target kinerja yang telah ditetapkan.

Daftar PustakaBPK. 2018. Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun 2017. JakartaUndang-Undang No. 9 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik NegaraKatadata. 2019. Berkat Uang Minyak, Penerimaan Negara 2018 Capai 102,5% dari Target. Diakses di https://katadata.co.id/berita/2019/01/02/berkat-uang-minyak-penerimaan-negara-2018-capai-1025-dari-target pada tanggal 11 januari 2019Kementerian BUMN. 2018. Laporan Kinerja Kementrian BUMN 2017. JakartaKementerian Keuangan. 2018. APBN Kita Kinerja dan Fakta. Jakarta: Desember 2018Pranoto, Toto. 2012. Privatisasi, GCG dan kinerja BUMN. Jakarta: Lembaga Management Fakultas Ekonomi UIRasida. 2013. Kebijakan-Kebijakan Pemerintah dalam Meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Jakarta.Detik Finance. 2019. Pertamina Rugi Rp 5 T di Awal Tahun Jual Premium dan Solar. Diakses dari https://finance.detik.com/energi/d-3964141/pertamina-rugi-rp-5-t-di-awal-tahun-jual-premium-dan-solar, tanggal akses 15 Januari 2019Katadata. 2019. Jalankan PSO, Laba Pos Indonesia Tahun 2018 Hanya Rp 130 Miliar. Diakses dari https://katadata.co.id/berita/2019/01/09/jalankan-pso-laba-pos-indonesia-tahun-2018-hanya-rp-130-miliar, tanggal akses 14 Januari 2019Kementerian Keuangan. Public Service Obligation (PSO) (Tulisan Kedua).Diakses dari http://www.anggaran.kemenkeu.go.id/dja/edef-konten-view.asp?id=200, tanggal akses 15 Januari 2019Detik Finance. 2018. 12 BUMN Rugi di 2017, Jumlahnya Rp 5,2 Triliun. Diakses dari https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3969605/12-bumn-rugi-di-2017-jumlahnya-rp-52-triliun, tanggal akses 14 Januari 2019

11Buletin APBN Vol. IV. Ed. 01, Jan 2019

Logistik merupakan bagian dari manajemen rantai pasok yang menangani arus barang, arus

informasi dan arus uang secara aman, efektif dan efisien mulai dari titik asal sampai dengan titik tujuan melalui serangkaian proses pengadaan, penyimpanan, transportasi, distribusi, dan pelayanan pengantaran sesuai dengan jenis, kualitas, jumlah, waktu dan tempat yang dikehendaki. Sebagai negara kepulauan, Indonesia telah memiliki sistem logistik yang tertuang di dalam Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional. Sistem tersebut merupakan rencana jangka panjang pemerintah hingga tahun 2025, sistem ini juga diharapkan mampu menyinkronkan dan menyelaraskan kemajuan antar sektor ekonomi dan antar wilayah demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dan merata.

Kinerja Logistik Indonesia

Berkat keseriusan dan kerja keras pemerintah dalam membangun sistem logistik nasional sejak 2012, kinerja logistik Indonesia saat ini sudah meningkat. Hal ini dapat dilihat dari

peringkat Logistic Performance Index (LPI) tahun 2010, Indonesia hanya mampu menempati peringkat 75, namun pada tahun 2018 peringkat Indonesia meningkat cukup signifikan yaitu menempati peringkat 46. LPI dihitung berdasarkan 6 indikator; (1) efisiensi proses kepabeanan yang berhubungan dengan kecepatan; (2) kualitas Infrastruktur perdagangan; (3) kemudahan mengatur pengiriman dari luar/dalam negeri dengan harga yang kompetitif serta ketersediaan koneksi transportasi internasional yang terjangkau; (4) kompetensi dan kualitas jasa logistik misalnya operator transportasi, perusahaan pengurus jasa; (5) kemudahan dalam melacak kiriman; dan (6) ketepatan waktu yaitu apakah pengiriman sudah sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.

Berdasarkan tabel 1, dapat dilihat bahwa Indonesia menempati urutan ke 5 se-ASEAN dengan skor 3,15 (rentang skala skor 1 terendah -5 tertinggi) di tahun 2018. Walaupun skor Indonesia meningkat di tahun 2018, peringkat Indonesia di kawasan ASEAN justru menurun, dari peringkat 4 pada tahun 2016 menjadi peringkat 5 tahun 2018. Selain itu, jika dibandingkan dengan

Meningkatkan Kinerja Logistik Indonesiaoleh

Robby Alexander Sirait*)Taufik Hidayatullah**)

AbstrakBerdasarkan survei Logistic Performance Index (LPI) yang dilakukan oleh

World Bank tahun 2018 Indonesia menempati urutan ke 46 dari 160 negara dengan skor 3,15. Artinya, kinerja logistik Indonesia tahun 2018 sudah lebih baik jika dibandingkan dengan tahun 2010 yang hanya mampu menempati peringkat 75 dengan skor 2,76. Pencapaian ini menandakan bahwa kerja keras pemerintah dalam memperbaiki sistem kinerja logistik cukup baik. Walaupun kinerja logistik Indonesia sudah cukup baik, masih terdapat beberapa indikator kinerja yang harus diperbaiki, diantaranya sistem kepabeanan, kualitas infrastruktur, kompetensi dan kualitas pelayanan jasa serta serta biaya logistik.

*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]**) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

sekunder

12 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 01, Jan 2019

negara ASEAN lainnya, indeks kinerja logistik Indonesia masih berada di bawah Singapura, Thailand dan Malaysia terutama untuk indikator kepabeanan, infrastruktur, kompetensi dan jasa pelayanan dan kualitas jasa logistik. Namun begitu, secara keseluruhan kinerja logistik Indonesia sudah lebih baik jika dibandingkan dengan Filipina, Brunei, Laos, Kamboja, dan Myanmar.

Berdasarkan data LPI yang dirilis World Bank, penulis berpandangan bahwa kinerja logistik Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Namun, masih ada beberapa indikator yang perlu ditingkatkan diantaranya: efisiensi kepabeanan, kualitas infrastruktur serta kompetensi dan kualitas jasa logistik. Perlunya peningkatan pada 3 indikator tersebut karena skor LPI yang masih berada di bawah rata-rata ASEAN (Tabel 1). Ketiga indikator tersebut juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tingginya biaya logistik di Indonesia.

Efisiensi Sistem Kepabeanan

Skor kepabeanan Indonesia tahun 2018 menurun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu 2,69 pada tahun 2016 dan 2,67 pada tahun 2018. Rendahnya indikator kepabeanan, lebih disebabkan oleh proses perizinan yang lamban karena banyaknya dokumen impor dan ekspor yang

dibutuhkan, serta waktu pembersihan tanpa pemeriksaan fisik memakan waktu yang cukup lama yaitu berkisar 4 hari dan waktu pembersihan dengan pemeriksaan fisik memakan waktu 3 hari. Jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, proses perizinan relatif lebih cepat karena dokumen pengurusan ekspor impor lebih sedikit, misalnya saja Singapura yang hanya membutuhkan 2 dokumen, Thailand 3 dokumen, Vietnam 3 dokumen sedangkan Indonesia membutuhkan 7 dokumen dalam pengurusan ekspor impor. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Suryadi, mengatakan bahwa lambatnya proses pemeriksaan dan penerbitan dokumen untuk barang yang akan masuk ke Indonesia sering dikeluhkan oleh para pengusaha, padahal barang-barang tersebut merupakan barang bahan baku bagi industri. Jika proses kepabeanan tidak segera diperbaiki/ditingkatkan oleh pemerintah, maka dikhawatirkan skor kepabeanan akan terus menurun di tahun-tahun mendatang dan akan berdampak pada memburuknya sistem logistik nasional.

Meningkatkan Kualitas Infrastruktur

Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu program prioritas utama di era Kepresidenan Joko Widodo. Namun, kondisi infrastruktur saat ini seperti pelabuhan, bandara, jalan darat,

Tabel 1. Skor Logistic Performance Index Negara Kawasan ASEAN

Sumber: World Bank, 2018

13Buletin APBN Vol. IV. Ed. 01, Jan 2019

kereta api dinilai masih belum cukup untuk mendukung kelancaran lalu lintas logistik. Demikian juga dengan sistem transportasi antar moda yang belum dioptimalkan oleh pemerintah. Hal ini terjadi karena belum terintegrasinya kawasan industri dengan infrastruktur pelabuhan/bandara. Akibatnya, jarak yang harus ditempuh untuk melaksanakan ekspor impor melalui pelabuhan /bandara masih relatif jauh.

Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa kualitas infrastruktur logistik di Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan Malaysia, Thailand, Vietnam dan Singapura. Rendahnya kualitas infrastruktur ini ditunjukkan dari banyaknya jumlah responden yang menjawab rendah dan sangat rendah. Kualitas infrastruktur pelabuhan dan jalan darat menempati urutan terburuk pertama setelah kereta api dan bandara serta telekomunikasi. Pengamat ekonomi, Didin S. Damanhuri

mengungkapkan, persoalan yang paling mendasar dari logistik adalah minimnya infrastruktur yang tersedia saat ini, seperti pembangunan jalan tol, peningkatan jumlah bandara, pengaktifan tol laut, serta pengadaan kereta cepat.

Kompetensi dan Kualitas Pelayanan Jasa Logistik

Berdasarkan Tabel 3, dapat diperoleh informasi bahwa hampir semua indikator penunjang kompetensi dan kualitas pelayanan jasa Indonesia masih berada di bawah Malaysia, Thailand, Vietnam dan Singapura. Rendahnya kompetensi dan kualitas pelayanan jasa lebih disebabkan karena minimnya kuantitas dan kualitas sumber daya manusia serta minimnya penyedia jasa logistik di Indonesia.

Di sisi lain, rendahnya kompetensi dan kualitas pelayanan jasa juga ditunjukkan dari sedikitnya jumlah responden yang menjawab tinggi dan sangat tinggi. Dari keenam indikator kompetensi dan kualitas pelayanan, jasa pergudangan dan instansi kesehatan mendapatkan skor terendah jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya.

Dampak Yang Terjadi

Penulis berpandangan bahwa jika sistem kepabeanan, kualitas infrastruktur dan kompetensi jasa logistik tidak optimal maka akan berdampak pada membengkaknya

Sumber: World Bank, 2018

Tabel 2. Kualitas Infrastruktur LogistikKualitas

InfrastrukturPersentase Responden yang

Menjawab Rendah atau Sangat Rendah

IND MAL THAI VIET SIN

Pelabuhan 83 25 0 40 0

Bandara 67 25 0 30 0

Jalan Darat 83 25 0 60 0

Kereta Api 80 25 100 100 17

Pergudangan 40 25 0 60 0

Telekomunikasi/IT 67 25 0 20 0

Kompetensi & Kualitas Pelayanan Persentase Responden yang Menjawab Tinggi atau Sangat TinggiIND MAL THAI VIET SIN

Pergudangan, Distribusi 0 50 100 30 63Jasa Pengiriman Barang 33 50 100 40 75SDM Kepabeanan 17 50 100 20 88Instansi Kesehatan 0 50 0 0 71Asosiasi Perdagangan dan Transportasi 17 50 50 33 50Penerima/Pengirim Barang 17 50 50 20 63

Tabel 3. Kompetensi dan Kualitas Pelayanan ASEAN

Sumber: World Bank, 2018

14 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 01, Jan 2019

biaya operasional serta menghambat proses distribusi barang. Artinya, jika biaya yang dikeluarkan bertambah maka keuntungan yang akan didapat oleh perusahaan akan berkurang dan jika proses distribusi terhambat maka ada potensi terjadi kelangkaan barang di daerah tertentu yang merugikan masyarakat dan perusahaan. Pada akhirnya, hal tersebut akan menurunkan minat dari para pengusaha untuk melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.

Berdasarkan data dari Asosiasi Logistik dan Forwarding Indonesia (ALFI), biaya logistik Indonesia saat ini masih cenderung tinggi. Bahkan biaya logistik antar daerah di Indonesia masih lebih mahal jika dibandingkan dengan biaya ke luar negeri. Data ALFI menyatakan bahwa biaya logistik dari Surabaya

ke Makassar sebesar 20 juta rupiah, Surabaya – Marauke sebesar Rp23 juta, dan yang paling besar Surabaya – Jayapura yaitu sebesar Rp20 – Rp50 juta. Sedangkan, biaya logistik Surabaya – Singapura sebesar Rp2,8 juta dan Surabaya – Jepang sebesar Rp4,2 juta dengan asumsi kurs Rp14.000.

Ekonom INDEF, Bhima Yudisthira, mengatakan bahwa saat ini rata-rata biaya logistik di Indonesia masih sebesar 24 persen dari produk domestik bruto (PDB), dan merupakan biaya logistik yang tertinggi di Asia padahal seharusnya biaya yang ideal adalah 15 persen dari PDB agar lebih kompetitif. Menteri Perhubungan membenarkan hal tersebut, bahwa mahalnya biaya logistik lebih disebabkan pada belum efisiennya layanan pelabuhan di Indonesia.

RekomendasiBerdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, ada beberapa rekomendasi yang penulis sampaikan untuk meningkatkan kinerja logistik nasional. Pertama, untuk meningkatkan sistem kepabeanan, pemerintah harus meningkatkan kuantitas dan kualitas pekerja/SDM di kepabeanan, dengan harapan mampu mempercepat proses pembersihan tanpa pemeriksaan fisik/nonfisik serta mengurangi dokumen pengurusan ekspor impor yang dapat menghambat kegiatan perdagangan.

Kedua, untuk meningkatkan kualitas infrastruktur dan tingginya biaya logistik, pemerintah harus membangun infrastruktur dari kawasan industri menuju pelabuhan/bandara, sehingga jalur distribusi menjadi lebih efektif dan efisien. Pembangunan tersebut diharapkan mampu mengurangi biaya logistik dan berdampak pada penurunan harga. Selain itu, program tol laut yang diresmikan oleh Presiden harus juga disertai dengan penambahan pelabuhan-pelabuhan atau sub-pelabuhan di kawasan industri, sehingga konsentrasi logistik tidak hanya berada di satu titik saja.

Ketiga, untuk meningkatkan kompetensi dan kualitas jasa pelayanan, pemerintah harus meningkatkan kerjasama dengan asosiasi logistik, meningkatkan kapasitas dan kompetensi pelaku/penyedia jasa serta mendorong penciptaan iklim usaha yang kondusif sehingga mampu menciptakan pertumbuhan penyedia jasa logistik yang profesional.

15Buletin APBN Vol. IV. Ed. 01, Jan 2019

Daftar Pustaka

Kementerian Perdagangan. 2017. Kinerja Logistik Indonesia 2016. Leaflet Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan, Kementerian Perdagangan Indonesia

Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional

Kementerian Koordinator Perekonomian. 2019. Dukungan Pemerintah Daerah Meningkatkan Daya Saing Ekonomi Indonesia 2019. Disampaikan dalam acara Outlook Ekonomi Indonesia 2019

World Bank. 2018. Connecting to Compete 2018: Trade Logistics in the Global Economy.

Liputan6.com. 2109. Inovasi Bea Cukai Bakal Turunkan Biaya Logistik di Indonesia. Diakses dari https://www.liputan6.com/bisnis/read/3864798/inovasi-bea-cukai-bakal-turunkan-biaya-logistik-di-indonesia pada tanggal 18 Januari 2019

Detikfinance. 2019. Biaya Logistik RI Paling Mahal di Asia. Diakses dari https://finance.detik.com/industri/d-4376652/duh-biaya-logistik-ri-paling-mahal-di-asia/3 pada tanggal 17 Januari 2019

Tirto.id. 2019. Ketika tol laut Jokowi belum mampu tekan biaya logistik. Diakses dari https://tirto.id/ketika-tol-laut-jokowi-belum-mampu-tekan-biaya-logistik-ddUh pada tanggal 15 Januari 2019

“Siap Memberikan Dukungan Fungsi Anggaran Secara Profesional”

Buletin APBNPusat Kajian AnggaranBadan Keahlian DPR RI

www.puskajianggaran.dpr.go.idTelp. 021-5715635, Fax. 021-5715635

e-mail [email protected]